book report menjelajahi demokrasi

30
MENJELAJAHI DEMOKRASI BOOK REPORT Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Landasan dan Teori Pendidikan Kewarganegaraan DOSEN : Prof. Dr. ABDUL AZIZ WAHAB, M.A (Ed) OLEH : AULIYA AENUL HAYATI 1201280 PUSPA DIANTI 1201634 ROSE FITRIA LUTFIANA 1201468 JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2012

Upload: rose-fitria-lutfiana

Post on 11-Aug-2015

271 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Book Report Menjelajahi Demokrasi

MENJELAJAHI DEMOKRASI

BOOK REPORTDiajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Landasan dan Teori Pendidikan Kewarganegaraan

DOSEN :Prof. Dr. ABDUL AZIZ WAHAB, M.A (Ed)

OLEH :AULIYA AENUL HAYATI 1201280PUSPA DIANTI 1201634ROSE FITRIA LUTFIANA 1201468

JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAANSEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIABANDUNG

2012

Page 2: Book Report Menjelajahi Demokrasi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim.

Alhamdulillahirabbilalamin,

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat da hidayah Nya

lah kelompok kami bisa menyelesaikan book report yang berjudul menjelajah demokrasi

sebagai salah satu tugas dari mata kuliah landasan dan teori kewarganegaraan dengan baik

tanpa ada halangan yang berarti.

Pada tugas book report ini kami memilih buku menjelajah dunia karangan Dr.

Suyatno, M.Si. pada pembahasannya akan dijelaskan mengenai perjalanan demokrasi, tipe-

tipenya, gelombang demokrasi, isu-isu yang berkaitan dengan demokrasi, hingga prospek

demokrasi ke depan. Selanjutnya dalam analisis, kelompok kami mencoba menguraikan

kelebihan dan kekurangan dari buku ini dengan menjadikan beberapa buku demokrasi yang

lain sebagai pembandingnya.

Pada kesempatan ini kelompok kami ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada

semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas book report ini. Kami

menyadari bahwa dalam pembuatan book report ini mungkin masih banyak kekurangan, baik

dalam hal isi atau muatan materinya ataupun dalam hal penulisan. Oleh karena itu kami

sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi perbaikan di

masa selanjutnya.

Akhirnya, kami berharap agar tulisan kami /book report ini dapat memberikan

manfaat, dijadikan referensi, dan dapat memberikan sumber inspirasi bagi kita semua.

Bandung, 19 Desember 2012

Page 3: Book Report Menjelajahi Demokrasi

IDENTITAS BUKU

JUDUL : Menjelajahi Demokrasi

PENGARANG : Dr. Suyatno, M.Si.

TAHUN TERBIT : 2008

PENERBIT : Humaniora

JUMLAH HALAMAN : 207 eksemplar

Page 4: Book Report Menjelajahi Demokrasi

BAB IISI

I. PERJALANAN DEMOKRASI

A. Sejarah DemokrasiDemokrasi telah dikembangkan gagasannya sejak masa Mesir kuno dan Mesopotamia

Kuno (3000 tahun sebelum masehi). Pendapat lain mengatakan demokrasi dimulai sejakAmerika Serikat berhasil melancarkan revolusi dan mengeluarkan konstitusi yang terkenaldemokratis. Banyak sarjana lain berpendapat demokrasi dimulai masa Yunani kuno.perbedaan ini muncul karena kekayaan wacana tentang sejarah demokrasi.B. Demokrasi Mesir Dan Mesopotamia Kuno

Yves Schemeil dalam Democracy Before Democracy : pada masa ini, tonggak sejarahkuno ditandai oleh fenomena-fenomena : Narmer berhasil menyatukan Mesir Kuno (Upperdan Lower Egypt); sargon membawa Akkadian, seorang tokoh Samaria yang mendirikanDinasti Akkad di Mesopotamia; Raja Akhenaten menemukan monoteisme; Ratu Hatshepsutmendelegitimasi hukum wanita karena menganggap dirinya seolah-olah sebagai pria.

Nilai-nilai demokrasi Mesir dan Mesopotamia Kuno : mereka telah membangunbanyak dewan kuno dan majelis yang jauh lebih demokratis daripada “polis” Yunani.Kebebasan berpendapat mereka dilindungi sekalipun pendapat yang dilontarkan dapatmembuat merah telinga pemimpinnya.

Majelis dianggap lebih demokratis karena memungkinkan keanggotaan wanita, tidakseperti masa Yunani yang menganggap wanita sebagai un-citizen. Mereka memiliki aturanyang memungkinkan pluralisme, menyadari esensi demokrasi bukan terletak pada citizenshipmelainkan pada pentingnya mobilitas warga (bentuk partisipasi politik yang populer padamasa selanjutnya). Rezim masa ini mengenalkan demokrasi dengan istilah “delegasi”.Meskipun tidak memlalui pemilihan umum, voting majelis atau aturan main, tetapi hal itumenggambarkan representasi yang sesungguhnya atas konstituennya.

C. Demokrasi Yunani KunoBeberapa tokoh yang memberikan sumbangan perkembangan pranata demokrasi

Athena :1. Solon

a. Mengadakan pembaruan dibidang ekonomi dengan membesakan para “serf” darikewajiban membayar “sixth part”.

b. Pembaruan bidang birokrasi : kebangsawanan tidak menjadi kriteria utama menjadipemegang jabatan setelah birokrasi, kekayaanlah yang menjadi penentunya.

c. Langkah debirokratisasi menjadikan privilese para bangsawan berhasil diruntuhkan.Pendirian “Dewan Empat Ratus” tidak beranggotakan bangsawan lagi, tetapi orang-orang yang memiliki minat terhadap polis.

d. Mendirikan pengadilan rakyat sebagai tempat rakyat mengadu jika tidak memperolehkeadilan dari para hakim.

Page 5: Book Report Menjelajahi Demokrasi

2. Pisistradisa. Menghubungkan desadesa di Attica dengan kota Atena. Jalan-jalan dibangun agar

orang dari desa-desa dapat pergi ke Athena sehingga urusan politik tidak didominasioleh penduduk kota.

3. KleisthenesIa mengubah struktur dan isi “suku” yang semula hanya ada empat diubah

menjadi sepuluh suku. Satu suku yang semua beranggotakan orang-orang bangsawan,oleh Kleisthenes dimasukkanlah semua orang yang tinggal di demes. Keistimewaan lain,sebuah suku terdiri dari tiga unsur : kota, daerah pedalaman dan daerah pesisir. Dengandemikian mereka mewakili kepentingan banyak golongan dan tidak mungkin kolusi.

4. Ephialtes dan PeriklesMereka membentuk Arepagus (Dewan Orang Tua) yang berfungsi sebagai

penjaga privilese golongan bangsawan. Dewan ini berhadapan dengan Majelis Rakyatdan Dewan Lima Ratus. Ephialtes mengubah peranan ini dengan membagikankekuasaannya kepada Dewan Lima Ratus dan Pengadilan.

Perikles mendorong lebih banyak warga negara untuk mendapatkan posisi dalampemerintahan dan memberikan bayaran sesuai dengan pelayanan yang mereka berikan. Iamemperkenalkan sistem anggota juri bayaran dan menetapkan sebuah undang-undang.Dengan undang-undang tersebut, setiapwarga miskin berkemungkinan untuk menjabatsebagai hakim. Warga yang berusia diatas 18 tahun daat berpartisipasi dalam perdebatandi Ekklesia.

Meskipun para pengkritik dari kalanan aristokrasi menuduh demokrasi sebagai bentukperampasan kekuasaan rakyat biasa terhdap kaum aristokrasi dalam pemerintahan namunrealitanya demokrasi banyak digunakan secara khusus oleh orang-orang Athena dan banyakpemerintahan kota lainnya di Yunani.

Kritiknya, demokrasi pada zaman ini hak dan kwajiban warga negara Yunani hanyapada para elit demokrasi (citizen). Wanita, budak dan penduduk biasa tidak dianggap sebagaicitizen dan dilarang menduduki jabatan publik, melakukan transaksi jual beli dankepemilikan tanah.

Struktur amsyarakat dibagi menjadi citizen dan slave (budak) yang tidak memiliki hakdalam pemerintahan dan politik tetapi mereka tetap diizinkan menikah dan memiliki tanah.

Lahirnya kesadaran untuk melihat rakyat sebagai kumpulan individu yang berhakmemerintah dirinya sendiri, terbebas dari tirani, pengenalan lembaga-lembaga politik(lembahga peradilan, lembaga perwakilan) dan rotasi kepemimpinan dalam sebuah sistemyang memungkinkan si kaya mengontrol si miskin merupakan bentuk subangan fundamentalbagi perkembangan demokrasi.

Demokrasi di Yunani lenyap atas penaklukan Yunani oleh Philip of Macedon rajamacedonia (338 SM). Selanjutnnya hukum Macedonia lah yang digunakan diwilayah Yunani.

D. Demokrasi Romawi KunoOrang Romawi menakan sistemnya sebagai suatu republik res. Hak untuk ikut seta

dalam memekrintah republik berkembang dari yang hanya terbatas kepada golonganangswana (kaum aristokrat) menjadi rakyat biasapun dapat masuk kedalamnya.

Page 6: Book Report Menjelajahi Demokrasi

Kemunduran sistem repulik berawal dari perluasan kekuasaan Romawi hingga keMediterania yang berimplikasi pada efektivitas keterlibatan rakyat dalam majelis plebs.Wilayah yang menjadi luas, keterbatasan alat transportasi yang dapat digunakan rakyat untukhadir dalam forum-forum politik yang lokasinya jauh dari pusat kekuasaan. Hingga akhirnyanaiknya Julius Caesar sebagai kaisar mengganti demokrasi menjadi kediktatoran. Sistemrepublik yang semula diperintah oleh rakyat berubah menjadi sebuah imperium yangdiperintah oleh para kaisar.

E. Demokrasi Abad PertengahanDiawali lahirnya Magna Carta (Piagam Besar) 15 Juni 1215 yang merupakan kontrak

antara beberapa bangsawan dan Raja John dari Inggris. Dengan piagam ini, seorang raja yangberkuasa mengikatkan diri untuk mnegakui dan menjamin beberapa hak dan previlages daribawahannya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan sebagainya.

Selanjutnya memperkenalkan konsep emansipasi dalam bidang sosial dan agama,kebebasan manusia yang mendasar yang dimiliki manusia dalam seluruh aspekkehidupannya.F. Revolusi Amerika

Sepuluh nilai-nilai demokrasi yang diterapkan di Amerika Serikat yang diadopsinegara-negara lain yang menganut demokrasi :1. Prinsip pemerintahan berdasarkan konstitusi2. Pemilu yang demokratis3. Federalisme, pemerintahan negara bagian dan lokal4. Pembuatan undang-undang5. Sistem peradilan yang independen6. Kekuasaan lembaga kepresidenan7. Peran media yang bebas8. Para kelompok kepentingan9. Hak masyarakat untuk tahu10. Melindungi hak-hak minoritas

G. Demokrasi Masa ModernGagagasan demokrasi pada masa ini ditandai dengan penetapan Declaration of Human

Rights 1948. Mayoritas penduduk dunia yang diwakili 48 negara PBB menyetujui hak-hakasasi seluruh manusia. Setiap orang berhak atas seuruh hak dan kebebasan tanpamempertimbangkan ras, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, paham politik atau lainya.Nilai itulah yang kemudian menjadi kesadaran bersama dan memperkaya gagasan demokrasisehingga menjadi isu sentral dalam kehidupan bernegara dan berbangsa umat manusia dimasa modern.

II MENJELASKAN DEMOKRASIA. UPAYA PENDEFINISIAN

Teorisasi demokrasi melahirkan dua pendekatan yang lazim digunakan apailamengkaji konsep demokrasi : Klasik – normatif dan Empirik – minimalis. Pendekatan klasik– normatif memahami demokrasi sebagai sumber wewenang dan tujuan. Sementara

Page 7: Book Report Menjelajahi Demokrasi

pendekatan empirik lebih menekankan pada sistem politik yang dibangun. Pendekatan klasik-normatif lebih banyak membicarakan ide-ide dan modelmodel demokrasi secara substantif,mendefinisikan demokrasi sebagai kehendak rakyat sebagai sumber atau alat mencapai tujuankebaikan bersama..B. DEMOKRASI SUBSTANTIF : PENDEKATAN NORMATIF – MAKSIMALIS

pendekatan ini lebih banyak dipengarui oleh pemikiran-pemikiran klasik yangmemaknai dan mengukur demokrasi secara maksimalis dengan memasukkan diensi-dimensisosial, ekonomi dan budaa yang mewarnai pengorganisasian internal partai politik danlembaga-lembaga pemerintahan. Dengan kata lain demokrasi emmbutuhkan dimensi-dimensitersebut untuk dapat tumbuh subur.C. DEMOKRASI PROSEDURAL : PENDEKATAN EMPIRIS – MINIMALIS

Pendekatan empirik didasarkan pada gagasan Joseph Schumpeter yaitu demokrasisebagai metode politik. Pendekatan emiris – minimalis ini banyak digunakan untukmenganalisis demokratisasi kontemporer karena pendekatan klsik-normatif-maksimalisdianggap terlalu utopis. Kenyataannya, negara pengusung demokrasi masih dirajuti persoaan-persoalan semacam diskriminasi rasial terhadap kulit hitam dan ketimangan ekonomi yangcukup tajam akibat implikasi kapitalsme.D. DARI DEMOKRASI ELEKTORAL KE DEMOKRASI LIBERAL

Demokrasi elektoral merupakan sebuah sistem konstitusional yang menyelenggarakanpemilu multki partaiyang kompetitif dan teratur dengan hak pilih universal untuk memilihanggota legislatif dan eksekutif. Beranjak dari sisi ini, ada upaya konstruktif untukmemperluas “demokrasi prosedural yang diperluas” yang dikenal orang sebagai demokrasiliberal.

Demokrasi liberal sebagai konsep yang lebih luas daripada demokrasi elektoralmembutuhkan beberapa hal berikut :1. Penolakan kehadiran kekuasaan militer dan aktor lain yang secara langsung atau tidak

memiliki akuntabilitas pada pemilu.2. Selain akuntabilitas secara vertikal para penguasa kepada rakyat (yang terutama dijamin

lewat pemilu), demokrasi liberal juga menghendaki akuntabilitas secara horisontal diantara para pemegang jabatan yang membatasi kekuasaan eksekutif dan melindungikonstitusionalisme, legalitas dan proses pertimbangan.

3. Demokrasi liberal mencakup ketentuan-ketentuan yang luas bagi pluralisme sipil danpolitik serta kebebasan individu dan kelompok sehingga kepentingan-kepentingan dannilai-nilai yang saling bertentangan dapat dikspresikan dan bersaing lewat proses-prosesartikulasi dan representasi yang berkelanjutan, tidak terbatas pada pemilu-pemilu yangdiselenggarakan secara berkala.

E. MENGUKUR DEMOKRASISetiap tahun, Freedom House (FH) menggunakan sebagian unsur-unsur demokrasi

liberal untuk mengukur demokrasi negara-negara di dunia. Variabel kebebasan sipil danpertimangan akan hak-hak politik digunakan untuk mengukur derajat kebebasan sebagaielemen dasar demokrasi. Peringkat ditetapkan didasarkan pada skor 1 – 7. Skor 1 adalahnegara-negara yang palingbebas dan paling demokratis; sedangkan nilai 7 adalah sebaliknya,tidak bebas dan tidak demokratis.

Page 8: Book Report Menjelajahi Demokrasi

Laporan yang dikeluarkan FH (Democracy’s Century; A Survey of global PoliticalChange in the 20th Century) tahun 2000 melihat sejauh mana sistem politik yang digunakanmengelola sebuah pemerintahan negara dari 1900 – 2000. Untuk membedakannya, pemilahandilakukan berdasarkan basis praktik politik menjadi beberapa kategori berikut :1. Democracy (DEM)/ Demokrasi,2. Restricted Democratic Practices (RDP)/ Demokrasi Terbatas,3. Monarchies/ Monarki,4. Authoritarian regimes (AR) / Rezim Otorian,5. Totalitarian Regimes (TR)/ Rezim Totaliter,6. Colonial and Imperial Dependencies / Negara Jajahan,7. Protectorate/ Protektorat

III TIPE-TIPE DEMOKRASIA. Tipe Demokrasi1. Demokrasi langsung

Demokrasi langsung merupakan sistem pengambilan keputusan mengenaimasalah-masalah publik yang di dalamnya warga negara terlibat secara langsung.

Demokrasi langsung adalah bentuk pemerintahan yang di dalamnya terdapat hakuntuk melakukan pengambilan keputusan politik dijalankan langsung oleh seluruh warganegara.

2. Demokrasi representatifMerupakan sistem pemerintahan yang mencakup ”pejabat-pejabat” terpilih yang

melaksanakan tugas “mewakili” kepentingan-kepentingan atau pandangan-pandangandari para warga negara dalam daerah-daerah yang terbatas sambil tetap menjunjungtinggi “aturan hukum”.

Demokrasi ini adalah bentuk pemerintahan yang di dalamnya warga masyarakatbisa menjalankan hak yang sama dalam menjalankan pengambilan keputusan politik,tetapi tidak dalam kapasitas personal, tetapi melalui perwakilan yang ditunjuk danbertanggung jawab terhadapnya. Dua elemen yang paling esensial dalam demokrasiperwakilan adalah pemisahan antara pemerintah dan warga masyarakat, dan secaraperiodik diselenggarakan pemilihan umum sebagai wahana warga masyarakatmengontrol pemerintah.

Demokrasi perwakilan pada umumnya, berkaitan erat dengan dua sistem dasarpemerintahan yang umum di dunia, yaitu:a. Demokrasi Parlementer

Dalam demokrasi parlementer kekuasaan pengambilan keputusan politikdijalankan oleh wakil-wakil rakyat sesuai dengan hasil pemilihan umum, sehinggaparlemenlah merupakan satu-satunya lembaga perwakilan tertinggi untukpengambilan keputusan. Lembaga eksekutif atau pemerintahan biasanya dipimpinoleh seorang perdana menteri yang sangat tergantung pada kepercayaan yangdiberikan oleh parlemen. Kepala negara biasanya memiliki kekuasaan yang sangatterbatas atau bahkan kepala negara bisa tidak mewakili kekuasaan eksekutif, selainhanya berperan sebagai fungsi perwakilan. Hal ini, kepala negara hanya menjalankantugas-tugas untuk mewakili negara dan pengengah dalam situasi konflik.

Page 9: Book Report Menjelajahi Demokrasi

b. Demokrasi PresidensialDalam demokrasi presidensial, kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang

presiden yang memiliki kedudukan kuat dalam pembuatan keputusan. Kekuasaanpolitiknya pun sangat kuat. Kekuasaan politik presiden sering kali disejajarkandengan parlemen, atau bahkan lebih kuat dari parlemen. Dalam demokrasi ini,kekuasaan pengambilan keputusan politik dijalankan oleh wakil-wakil rakyat sesuaidengan hasil pemilu. Sebaliknya, dalam demokrasi ini kepala negara dipilih secaralangsung oleh rakyat merupakan pusat kekuasaan mandiri. Kepala negara juga sangatberpengaruh dalam pembentukan pemerintahan dan penyusunan undang-undang.

3. Demokrasi CampuranMattew Sughart dan John Carey menjabarkan implementasi tipe campuran ke

dalam tipologi yang lebih detail dalam konteks realita demokrasi campuran, yaitu:No Tipe-tipe Penjabaran Karakteristik Contoh Negara1 Presidensial Murni Pilihan presiden secara

langsungEksekutif monistik dengan

presiden

Amerika Serikat

2 Presidensial -Parlementer

Pilihan presiden secaralangsung

Eksekutif dualistik denganperdana menteri yangtergantung pada presiden

Rusia

3 Perdana Menteri-Presidensial

Pilihan presiden secaralangsungEksekutif dualistik dengan

perdana menteri yang tidaktergantung pada presiden

Polandia

4 Parlementerdengan pilihanpresiden secaralangsung

Pilihan presiden secaralangsungEksekutif monistik dengan

perdana menteri

Austria

B. Demokrasi Elektronik1. Definisi E Democracy

E-Democracy baru berlangsung di negara-negara maju, seperti USA, Swedia, Inggris,dan Australia. Konsep E-Democracy oleh Martin Hagen, diartikan sebagai sistem politikdemokratis yang menggunakan komputer dan jaringannya untuk meningkatkan fungsi-fungsikrusial dari proses demokrasi. Fungsi-fungsi krusial itu antara lain: sebagai informasi dankomunikasi, artikulasi kepentingan dan agregasi, serta proses pengambilan keputusan. Dalamhal ini, E-Democracy menekankan makna penting komputer dan jaringan komputer sebagaialat utama dalam penggunaan sistem politik yang demokratik.

Page 10: Book Report Menjelajahi Demokrasi

2. Tipe E Democracya. Teledemocracy

Teledemocracy merupakan konsep tertua dari e democracy. Konsep ini mulaiberkembang sejak 1970-an, tepatnya ketika Ted Baker menggunakan TV kabel sebagaieksperimen dalam proses pengambilan keputusan politik akhir 1970-an.

Teledemocracy berupaya meningkatkan bentuk demokrasi langsung melaluipenggunaan teknologi komunikasi yang baru ke dalam sistem politik Amerika. Lebihjauh, Teledemocracy berusaha untuk menjawab terjadinya fenomena apatis, frustasi danaliensi dari para pemilih dalam sistem demokrasi representatif di USA. Misi yang dibawaadalah “membawa lebih dekat” pemeritah representatif kepada warga pemilihnya.

b. CyberdemocracyCyberdemocracy merupakan respons langsung atas terjadinya evolusi jaringan

komputer. Cyber bisa diartikan sebagai dunia maya, yakni dunia semu tempat bertemudan berkumpulnya pengguna jaringan komputer yang tidak mengenal batas wilayah danruang. Dunia maya digunakan sebagai wahana bagi peningkatan demokrasi langsungmelalui aktivitas politik dan diskusi. Dunia maya berupaya menciptakan komunitasvirtual dan non virtual sebagai pusat perlawanan terhadap bentuk –bentuk pemusatankekuasaan pemerintahan.

c. Electronic DemocratizationElectronic democratization diartikan sebagai peningkatan demokrasi melalui

penggunaan teknologi komunikasi yang baru dengan cara meningkatkan kekuasaanpolitik yang pada titik tertentu sering kali diminimalisir. Pelaku tipe demokrasi ini adalahorang-orang atau lembaga yang tergolong mapan seperti anggota DPR, pejabat istanakepresidenan, para jurnalis ternama dsb. Karena tujuan utamanya adaah memperluas“keuntungan informasi” jaringan komputer yang memberikan informasi-informasi elitekepada publik umum sehingga sistem pilitik yang demokratik memperoleh keuntungansecara menyeluruh. Dengan kata lain model ini ingin menciptakan saluran alternatifinformasi antara para pemilih dan wakil rakyat.

IV DEMOKRATISASI: SEBUAH IKHTIAR DEMOKRASIA. Definisi Demokratisi

Demokratisasi merupakan proses menuju demokrasi yang harus didefinisikan sebagaiadanya peningkatan penerapan pemerintahan rakyat pada lembaga, masalah dan rakyat yangsebelumnya tidak diatur menurut prinsip-prinsip demokrasi.B. Gelombang Demokratisasi

“Gelombang demokratisasi adalah sekelompok transisi dari rezim-rezim nondemokratis, yang terjadi di dalam kurun waktu tertentu dan jumlahnya secara signifikan lebihbanyak dari pada transisi menuju arah sebaliknya” demikianlah Huntington menjelaskan,sekaligus mempopulerkan istilah gelombang demokratisasi ke seluruh penjuru dunia. Tigagelombang demokratisasi yang telah terjadi pada modern yaitu:1. Gelombang Demokratisasi Pertama (1828-1926)

Dengan menggunakan standar yang digunakan oleh Jonathan Sunshine, yakninegara dapat dianggap mulai menyelenggarakan proses demokratis apabila memenuhisyarat: a) 50% laki-laki dewasa berhak memberikan suara; b) seorang pejabat yang

Page 11: Book Report Menjelajahi Demokrasi

bertanggung jawab harus mempertahankan dukungan mayoritas dalam parlemen yangterpilih atau dipilih dalam pemilu. Dalam perkembangannya standar minimal itudikembangkan dengan memperluas hak, memberikan suara, mengurangi jumlahpemberian suara ganda, memperkenalkan sistem pemberian suara secara rahasia, danmenetapkan tanggung jawab perdana menteri dan kebinet kepada parlemen.

2. Gelombang Demokratisasi Balik Pertama (1922-1942)Perkembangan politik yang dominan pada dasawarsa 1920-1930 adalah

pergeseran menjauhi demokrasi dan gerakan kembali ke bentuk-bentuk tradisionalpemerintahan otoriter atau totaliter, bentuk baru yang berlandaskan pada masa yang lebihbrutal dan luas.

3. Gelombang Demokratisasi Kedua (1943-1962)Inilah fase demokratisasi yang tergolong pendek. Pasca perang dunia II, negara-

negara yang kalah perang harus mengikuti alur dinamika politik internasional.Hengkangnya kolonialisme barat melahirkan negara-negara baru yang bergerak ke arahdemokrasi.

4. Gelombang Demokratisasi Balik Kedua (1958-1975)Inilah fase yang dikenal dengan fase berdarah. Adanya kudeta militer atau

keterlibatan militer dalam tampuk kekuasaan pada fase ini menandakan bahwa banduldemokrasi semakin menjauh dan berganti pada gaya otoriterisme. Kurang lebih 22negara beranjak dari demokrasi menuju era otoriterisme. Hal yang paling mencolokadalah kekuatan elit-elit militer dan sipil bersama mengelola kekuasaan secara sinergisotoritarian. Kekuasaan mereka ini dikenal dengan sebutan otoriterisme-birokratik.

5. Gelombang Demokratisasi Ketiga (1974- )Portugal, Spanyol dan Yunani yang menjadi pemicu lahirnya fase ini. Keadaan

tiga bangsa itu seolah-olah menjungkirbalikkan teorisasi banhwa demokrasi tidak bisahidup di negara-negara berkembang, negara-negara yang secara ekonomi , sosial danbudaya belumlah layak menyandang predikat demokrasi, sebagaimana dialami olehnegara-negara maju. Seketika saja, keruntuhan rezim otoriterisme juga mulai merambahkawasan-kawasan lain. Huntington menyebutnya sebagai fenomena ber”efek bola salju”(snow ball effect) karena rambahan dan resonansi gelombang ini yang sangat luar biasa.

Liberalisasi politik dan ekonomi dalam paket kebijakan Perestronika, Glasnostdan Demokratizatzia (restrukturisasi, keterbukaan dan demokratisasi) yangdigelindingkan oleh pemimpin Uni Soviet saat itu, Mikhael Gorbachev (Gorby),membuahkan hasil yang gemilang bagi kemenangan demokrasi secara global. Hal initerjadi karena tidak saja menelan negara-negara komunis dan berganti menjadi negaramenuju demokrasi, tetapi juga praktis mengakhiri perang dingin yang telah berlangsungpuluhan tahun.

6. Gelombang Demokratisasi Balik Ketiga ? (1991- )Larry Diamond, mempertanyakan apakah fase gelombang ketiga benar-benar

telah berlalu. Sejumlah bukti yang menggerogoti fase ini sulit untuk dipungkiri banhwagelombang ketiga memang cukup rentan keberhasilannya. Memang harus diakuigelombang demokratisasi ketiga telah meningkatkan jumlah negara demokrasi hinggadua kali lipat jumlahnya.

Page 12: Book Report Menjelajahi Demokrasi

Keraguan lainnya beranjak pada realita bahwa proporsi negara demokrasielektoral sekarang kurang lebih sedang mengalami stagnasi, banyaknya negarademokrasi gelombang ketiga terkemuka yang kinerja demokratis aktualnya sangat buruk;palanggaran hak asasi manusia yang meningkat bahkan ada di negara-negara demokrasidunia ketiga yang telah lama; adanya jurang pemisah yang signifikan antara bentukelektoral dan substansi liberal dari demokrasi; dan banyaknya negara otoriter dunia yangpaling kuat dan berpengaruh (Cina, Iran dan Arab Saudi) yang menunjukkan sedikit atautiada prospek demokratisasi dalam jangka dekat. Atas dasar tersebut, wajarlah jikagelombang ketiga mulai dipertanyakan kontinuitasnya.

C. Jalur Menuju DemokratisasiDavid Potter dkk menjelaskan pendekatan terjadinya demokratisasi, yaitu:

1. Pendekatan ModernisasiPendekatan modernisasi menekankan pada sejumlah prakondisi sosial dan

ekonomi yang dibutuhkan bagi suksesnya proses demokratisasi. Seymour Martin Lipsetadalah tokoh yang terkenal dengan tesisnya: “Semakin kaya suatu bangsa, semakin besarpeluang negara tersebut untuk melangsungkan demokrasi”. Demokrasi sangat terkait eratdengan pembangunan sosio-ekonomi atau tingkatan modernisasi yang ditempuh.Asumsinya berdasarkan alasan bahwa modernisasi dan hasil pembangunan yang berujudpada kesejahteraan akan selalu disertai oleh sejumlah faktor yang kondusif bagidemokrasi, yakni meningkatkan tingkat melek huruf dan pendidikan, urbanisasi, danpembangunan mass media.

Berbeda dengan Lipset, O’Donnell melihat bukannya meodernisasi yangmendorong terjadinya demokrasi, tetapi malah otoriterisme yang lahir. Kondisi ini terjadikarena modernisasi industri yang terjadi di beberapa negara Amerika Latin pada tahun1960-an dan awal 1970-an tidak bisa berbuat banyak untuk sebagian besar penduduknya.Karena itu, dalam rangka mencari model di tengah-tengah resistensi masyarakat, elitepenguasa membutuhkan sistem yang otoriter. Kelas menengah memang lahir, tetapikelahirannya bukanlah dari rahim medernisasi secara murni, melainkan dari suapanfasilitas dan kesempatan yang diberikan oleh penguasa.

Menurut Huntington, tingkat melek huruf dan tingkat pendidikan yang tinggi(perkembangan sosial), serta mengecilnya konflik sosial di masyarakat (perkembanganpolitik) akan memudahkan proses transisi menuju demokrasi. Kunci masalah otoritas initerletak pada kelas menengah. Tetapi, bukan karena kelas menengah memiliki potensiuntuk merobohkan rezim otoriter. Jika posisi kelas ini semakin kuat, berarti relatif sudahterjadi kesamaan kedudukan di masyarakat, dan tingkat kepuasan sosial yang tinggisehingga orang akan lebih menghargai sikap kompromi dan mengedepankan pemikiranrasional dari pada bentrok fisik.

2. Pendekatan StrukturalPendekatan struktural menekankan pada perubahan struktur kekuasaan yang

menguntungkan bagi terjadinya proses demokratisasi. Penjelasan utama dalampendekatan ini terletak pada proses perubahan historis berjangka panjang. Tidak sepertipendekatan transisi yang menyatakan proses demokratisasi dijelaskan dalam konsepsiagen-elite, menurut pendekatan ini, demokratisasi terjadi karena adanya perubahanstruktur kekuasaan (changing structure of power).

Page 13: Book Report Menjelajahi Demokrasi

Bentuk-bentuk sistem politik yang dihasilkan oleh masing-masing negara bisaberbeda-beda karena sangat ditentukan oleh pola perubahan dari hubungan antar kelastersebut. Menuju pembangunan demokrasi, Moore menawarkan lima kondisi umumyang harus dipenuhi: a) pembangunan sistem yang seimbang untuk menghindaridominasi negara atau tuan tanah; b) perubahan menuju bentuk pertanian komersial yangpantas; c) memperlemah kelas aristokrasi pemilik tanah; d) mencegah koalisi kelasborjuis dengan aristokrasi melawan kelas buruh dan petani; e) memutus masa lalu secararevolusioner yang dipimpin oleh kelas borjuis.

Studi Moore dilanjutkan oleh Dietrich Rueschmeyer dkk. Secara lebih detail danlebih mempertegas bahwa hubungan antara pembangunan dan demokrasi saling terkaiterat, serta amat bergantung pada perubahan struktur hubungan antar kelas. Rueschmeyerdkk meneliti keterkaitan erat antara pembangunan ekonomi dan perkembangandemokrasi dengan menggunakan basis studi yang bertumpu pada pendekatan pilihanrasional yang berbasis kelas. Pembatasan ini dilakukan untuk menghindari pembiasanvariabel yang dibentuk mealalui penjelasan berbasis kultural. Di sisi lain, demokrasididefinisikan dengan mengkaitkannya pada tiga aspek: pemilihan umum yang bebas, adildan teratur penyelenggaraannya, adanya tanggung jawab aparat negara terhadap pemilu,serta adanya garansi terhadap kebebasan berekspresi dan berserikat.

Asumsi dasar yang digunakan bahwa demokrasi itu bertalian erat dengan konsep“power” dan “power sharing”. Landasan premisnya bersandar pada fokus yangmemungkinkan lahirnya peluang demokrasi lebih leluasa. Pertama, keseimbangankekuasaan antara kelas-kelas sebagai aspek penting keseimbangan kekuasaan dalammasyarakat sipil. Kedua, keseimbangan kekuasaan antara rakyat sipil dan negara. Ketiga,sistem ekonomi internasional dan sistem negara.

Keseimbangan kekuasaan antara negara dan masyarakat sipil juga sangat relevanuntuk menentukan peluang terciptanya demokrasi. Negara membutuhkan kondisi yangkuat untuk proses penyelenggaraan bernegara. Meskipun demikian, kekuasaannya jugamembutuhkan counterbalance oleh organisasi-organisasi yang kuat yang dibentuk olehmasyarakat sipil sehingga memungkinkan demokrasi tumuh subur.

Sebagaimana Moore, Rueschemeyer dkk. Pun menekankan peran kelas borjuisdalam sumbangannya terhadap demokrasi. Hanya saja, Rueschemeyer secara tegasmenolak peran aktif tunggal dari kelas borjuis bagi terciptanya demokrasi, kecualiapabila kelas borjuis rela membagi kekuasaannya dalam format parlementer yangmengontrol negara. Kelas borjuis justru menjadi penghambat demokrasi apabilakepentingannya dan previlese-previlesenya terganggu atau terancam.

Sebagai karya yang mendukung Moore, temuan Rueschemeyer dkk. Bukannyatanpa kelemahan. Pendekatan yang dilakukan Rueschemeyer tergolong induktifmakrososial. Ia memiliki kelemahan dalam generalisasinya yang beresiko tinggi karenaketika analisis awal yang memusatkan pemahaman akan pentingnya analisis yangbersandarkan pada keseimbangan kekuasaan antar kelas, kesulitan akan muncul apabilasuatu negara atau kawasan memiliki dimensi yang berbeda. Disini, ada dua akibat yangmerupakan kesalahan kululatif.

Kelemahan lain, Rueschemeyer kurang begitu menjelaskan secara komplittentang proses transisi menuju demokrasi, melalui keseimbangan kekuasaan antar kelas

Page 14: Book Report Menjelajahi Demokrasi

itu. demikian pula, salah satu asumsi yang berkaitan erat dengan kekuasaan transnasionalyang juga memiliki saham akan terdorongnya demokrasi.

Para pendukung pendekatan otoritarian meyakini bahwa demokrasi justrumenghambat laju pembangunan ekonomi. Lowenthal, berpendapat bahwa sistem politikyang demokratis memberi ruang bagi masyarakat untuk menuntut kebebasan dan hak-haknya secara tidak terbatas. Terkadang tuntutan itu menghambat hal-hal penting yangperlu dilakukan awal pembangunan ekonomi.

3. Pendekatan TransisiPendekatan transisi menekankan pada proses politik dan inisiatif elite, serta

pilihan elite yang memperhitungkan terjadinya perubahan dari pemerintahan otoriter kepemerintahan yang lebih demokratis. Danwart Rostow lah orang yang pertamamengkritik tentang pendekatan modernisasi. Ia menggambarkan demokratisasi sebagaipendekatan yang dituliskan pada masa kini dan kelewat dimotivasi oleh fungsionalisme,tetapi tidak mampu menjawab pertanyaan faktor apakah yang paling dapat memeliharaatau meningkatkan kualitas atau stabilitas demokrasi. Untuk menjawabnya, Rustowmengenalkan sebuah pendekatan yang berdasarkan sejarah yang ditandai olehpertimbangan meyeluruh negara-negara yang berbeda sebagai studi kasusnya. Ia jugamemberikan basis pengingat bagi analisis dari pada mencari prasyarat fungsional. Iamemberikan jalur yang dapat ditempuh menuju demokratisasi. Jalur-jalur tersebut adalahsebagai berikut:

Pertama, tahapan ketika persatuan nasional dengan wilayah yang dimiliki harusdipahami terlebih dahulu sebelum memahami transisi menuju demokrasi.

Kedua, tahapan persiapan (preparatory phase). Tahapan ini berisi apa yang olehRustow disebut sebagai perjuangan politik yang panjang dan tidak meyakinkan.

Ketiga, tahapan keputusan (decision phase) atau transisi awal, sebuah monumenbersejarah ketika para pemimpin politik yang melakukan perjuangan politik yangpanjang dan tidak meyakinkan menetapkan sebuah keputusan yang telah dirundingkanuntuk melembagakan aspek krusial dari prosedur demokrasi.

Keempat, tahapan pembiasaan (habituation phase) atau transisi kedua atau pulaSoreson menyebutnya sebagai tahapan konsolidasi. Dilihat sebagai sebuah proses,tahapan ini jelas tumpang tindih dengan tahapan keputusan. Perkembangan gradualtahapan keputusan dari demokrasi yang lebih terbatas menuju demokrasi yang lebihnyata dapat dilihat sebagai elemen yang menyebabkan meningkatnya konsolidasi.

Secara sederhana, rangkaian tahap tersebut menggambarkan alur menujudemokratisasi; dari latar belakang persatuan nasional hingga proses transisi pemerintahnon demokrasis menuju pemerintah yang demokrasis. Sekali lagi dalam kenyataannya,penggambaran tiga tahapan tersebut sering tumpah tindih, tahapan-tahapan tersebutyaitu: pertama, tahapan persiapan. Tahapan ini bercirikan perjuangan politik untukmenjatuhkan rezim non demokratis. Kedua, tahapan keputusan yang di dalamnya elemenyang jelas dari tertib demokrati telah dibangun. Ketiga, tahapan konsolidasi yang didalamnya demokrasi baru lebih berkembang dan akhirnya praktek-praktek demokrasimenjadi bagian dari budaya politik sehingga demokrasi yang sesunguhnya akhirnyadihasilkan oleh inisiatif umat manusia. Pada gilirannya, pendekatan elite dan kelompokdominanlah yang dapat melanjutkan kontinuitas pendekatan transisi milik Rustow.

Page 15: Book Report Menjelajahi Demokrasi

4. Pendekatan Elite dan Kelompok DominanPendekatan ini merupakan pendekatan yang menganalisis pilihan-pilihan aktor

(elit) politik yang memiliki kinerja atau prosedur lembaga-lembaga politik yangmenggiring ke arah transisi menuju demokratis. Guillermo O’Donnell, PhilippeSchmitter dan Alfred Stephan, Larry Diamond, Guiseppe di Palma, Adam Przeworskidan Samuel Huntington meruapakan ahli-ahli yang dikenal sebagai analis atas perananelit politik dalam transisi demokratis.

John Highley dan Richard Gunther mendefinisikan elite sebagai person-personyang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi produk politik nasional secara regulerdan substansial melalui keuntungan posisi strategisnya dalam organisasi yang memilikikekuatan. Elite-elite adalah para pengambil keputusan yang penting dalam pemerintahan,ekonomi, militer, profesional, komunikasi, gerakan-gerakan maupun organisasi-organisasi kultural dalam masyarakat.

Adam Przeworski berpendapat bahwa transisi dari otoritarisme ke demokrasimerupakan hasil dari negosiasi dan tawar menawar di antara kelompok dominan yangbermaksud mengamankan dan mengembangkan kepentingan mereka. Baginya demokrasipolitik adalah demokrasi yang mempertahankan kepentingan kelompok yang sudahmeraka bangun. Przeworski menolak anggapan bahwa kelas dan ekonomi merupakandasar sosial penentu hasil politik. Baginya, penentu hasil politik sangat bergantung padapenyelenggara kepemimpinan, keadaan organisasi politik dan lembaga-lembagaterbentuk di dalam proses transisi.

Begitu juga D’Palma menytakan behwa demokrasi ada ketika gagasankoeksistensi menjadi cukup menarik bagi kelompok-kelompok utama dalam masyarakatsehingga mereka bisa diajak bersepakat mengenai aturan-aturan dasar permainan politik.Huntington pun berkesimpulan bahwa keberhasilan demokratisasi sangat bergantungpada kemampuan elite “pembaharu liberal” dalam pemerintah untuk mengakali pola-pola yang mapan.

Liberalisasi politik yang diawali oleh rezim dengan pola represi dan penciptaanliberalisasi sipil tidak dengan sendirinya mendorong terciptanya demokratisasi. Ini terjadikarena liberalisasi memiliki kemungkinan kembalinya otoritarian lama. Prosesliberalisasi melibatkan peraturan kekuatan rezim dengan kekuatan oposisi.

D. Tahap DemokrasiNo Jalur/Tipe Aktor Utama Hasil Prognosis Contoh

Kasus1 Dari atas

(transformasi)Rezimotoriter

Demokrasiterbatas

Bisa terbatasatau bisa keotoriter

Brasil,Spanyol,Taiwan,Meksiko

2 Dari tengah(negosiasi)

Rezim danoposisi

Demokrasipenuh

Instalasi dankonsolidasi yangcepat

Polandia,Bolivia,Nikaragua,KoreaSelatan

Page 16: Book Report Menjelajahi Demokrasi

3 Dari Bawah(replacement)

Oposisi/massa

Bisapenuh bisaterbatas

Instalasi yanglambat tetapibisa ke otoriter

Argentina,Filipina,Portugal

Pertama, jalur atau tipe dari atas, yakni transisi demokratis berlangsung ketika pihak-pihak yang berkuasa dalam rezim otoriter (aktor utama) memelopori dan memainkan peranyang menentukan dalam mengakhiri rezim itu, dan mengubahnya menjadi sistem baru yangdemokratis. Keputusan rezim memilih jalur ini biasanya berdasarkan pertimbangan kelompokelit bahwa kepentingan mereka jangka panjang akan lebih bisa terjamin apabiladiperjuangkan dalam lingkungan yang demokratis. Dalam jalur ini, pada umumnyamenghasilkan beberapa kecenderungan. Pertama, proses redemokratisasi bisa saja dihentikanoleh pemegang kekuasaan karena situasi yang muncul pada masa liberalisasi itu dianggapterlalu mahal biayanya dari pada biaya represi. Kedua, karena redemokratisasi dari atas itudikaitkan dengan pemeliharaan kepentingan elit, kecenderungan yang terjadi adalah lahirnyademokrasi terbatas. Ketiga, kekuatan militer akan terus melakukan usaha-usaha untukmempertahankan hak-haknya tertap ada dan hal ini sangat mengganggu prosesredemokratisasi.

Kedua, jalur atau tipe dari tengah atau titik antara tekanan dari bawah dan kemauandari atas. Pemerintah otoriter mendapat tekanan dari kelompok oposisi dan massa (aktorutama) yang mendesakkan demokrasi dengan mengadakan negosiasi untuk melembagakandemokrasi. Negosiasi lewat jalur ini tergolong paling aman, cepat dan sukses dalammelembagakan demokrasi ketimbang jalur lain. Sebab, pemerintah otoriter dan kekuatanoposisi memiliki kekuatan yang seimbang. Keseimbangan inilah yang pada akhirnymelahirkan kesepakatan pelembagaan demokrasi secara cepat.

Ketiga, jalur atau tipe dari bawah, transisi demokrasi terjadi ketika gerakan protes-protes sosial yang dipimpin oleh oposisi atau masyarakat (aktor utama), tersebar dariberbagai organisasi grass root, gelombang pemogokan yang massif, aksi kolektif mahasiswa,tekanan kekuatan oposisi yang memobilisasi massa untuk menekan rezim. Namun, jalurbawah ini menurut Stephan lebih merupakan jalur menuju perubahan pemerintahan dari padajalur menuju demokrasi. Hasil yang cenderung dicapai dari krisis tajam rezim otoriter akibatrangkaian dan kekuatan yang tersebar adalah pemerintahan otoriter pengganti yang dirancangsecara baru atau junta militer sementara yang menjanjikan pemilihan umum demokrastis padamasa depan.

V. ISU-ISU KRITISDalam bab ini, akan dibahas mengenai tema-tema demokrasi dan pembangunan, demokrasidan radikalisme agama, demokrasi dan konflik, serta demokrasi dan korupsi.

1. Demokrasi dan pembangunanPerdebatan tentang demokrasi dan pembangunan mengemuka sejak negara-negara EropaBarat dan Amerika Utara berhasil membangun negerinya dari kehancuran perang dunia II.Demokrasi dianggap memilki hubungan resiprokal dengan pembangunan yang suksesditerapkan di wilayah tersebut. Itulah sebabnya ada beberapa teori yang dikonsep beberapaahli, yaitu : Lipset, mengemukakan teori hubungan antara modernisasi dan demokrasi

Page 17: Book Report Menjelajahi Demokrasi

Barrington Moore Jr, mengemukakan betapa penting kelas borjuasi sebagai pilarutama demokrasi. “tidak ada borjuis berarti tidak ada demokrasi”

Dietriech Rueschmeyer dkk, mengakui pentingnya hubungan positif demokrasi danpembangunan yang berbasis perubahan struktur kelas, juga menjabarkan secara lebihvariatif variabel kelas dalam dinamika pembangunan dan menopang tumbuhnyademokrasi.

Lummis, menyatakan pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung lebih pesat jikadilaksanakan di bawah alam demokrasi.

Keyakinan beberapa ahli di atas bermuara pada kenyataan bahwa negara-negara yang relatifmakmur sekarang ini adalah negara-negara yang menyebut dirinya sebagai negarademokratis. Namun sejara bergulir tidaklah sebagaimana harapan terorisasi Lipset, Moore,maupun Rueschmeyer dan Lummis, karena peningkatan modernisasi tidak diikuti olehpeningkatan demokrasi yang dikandung. Peningkatan itu justru melahirkan apa yang disebutotoriterisme di Amerika Latin, Asia Timur, dan Asia Tenggara. Perdebatan antar kubumodernisasi-demokrasi dengan kubu otoriter saling menyuguhkan data di lapangan. Dinegara-negara miskin, sistem politik otoriter meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi,sementara sistem politik yang demokratis tampak seperti barang mewah yang menghalangipembangunan. Berikut tabel hubungan demokrasi dan pembangunan ekonomi :

Demokrasi Menghalangi Ekonomi Demokrasi MeningkatkanPembangunan Ekonomi

Nalarekonomi

Demokrasi tidak mampu mengurangikonsumsi untuk meningkatkaninvestasi. Jadi pertumbuhan ekonomitidak bagus.

Investasi demokratis dalamkebutuhan dasar manusia adalah baikbagi pertumbuhan ekonomi.

Nalarpolitik

Demokrasi meningkatkan tekananterhadap institusi-institusi yang lemahAksi bersama pemerintah lebih sulitdilakukan. Pemerintah lemah.

Demokrasi menyediakan lingkunganpolitik yang stabil dan basis bagipluralisme ekonomi.Demokrasi berarti legit imasi: sebuahpemerintah yang kuat seringkali jugamerupakan sebuah pemerintah yangdemokratis

Menyikapi perdebatan tersebut, sesungguhnya tidak ada bukti yang dapat memberikankeyakinan absolute bahwa negara yang menganut sistem otoriter atau demokrasi dapat selalumenjamin keberhasilan pembangunan ekonominya.bukti empiris lainnya membuktikanbahwa kedua sistem politik tersebut juga gagal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dibeberapa negara.sehingga dapat dikatakan bahwa keberhasilan pembangunan suatu negaratidak hanya ditentukan oleh sistem politik yang dianut tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, internal dan eksternal.

2. Demokrasi dan Radikalisme AgamaDemokrasi dan agama adalah dua fenomena besar pada akhir abad 20. Di satu sisi, tidakadanya demokrasi di negara-negara muslim dapat menumbuhkan gerakan-gerakankebangkitan agama, yang kemudian melahirkan radikalisme agama dalam bentuk terorisme.

Page 18: Book Report Menjelajahi Demokrasi

Di sisi lain adanya demokrasi yang mengijinkan adanya kebebasan berbicara, berpikir, danmengemukakan pendapat ( freedom to speech and expression) juga dapat melahirkan gerakankebangkitan agama yang berujung pada radikalisme dan terorisme.Senang atau tidak, demokrasi pada gilirannya tidak mengijinkan pembungkaman terhadaplahirnya pendapat tertentu, meskipun pendapat tersebut bertentanagn dengan nilai-nilaidemokrasi itu sendiri karena pembungkamannnya merupakan tindakan yang tidakdemokratis. Namun disinilah masalahnya, ketika demokrasi mengijinkan adanya kebebasanpluralitas maka demokrasi seakan tidak berdaya menghadapi radikalisme agama. Mekanismedemokrasi tidak bisa berbuat lain kecuali membiarkannya untuk berkompetisi dengangagasan dan ide-ide lain. Bisa dikatakan maraknya gerakan radikalisme memperolehsumbangan cukup berarti dari maraknya gelombang demokratisasi tersebut.Namun wajah paradoks ini tidak lantaran menyalahkan satu sama lain dalam menghadapiefek sampingnya, yaitu radikalisme dan terorisme. Di samping karena faktor demokrasi yangmemberi peluang kebebasan mengekspresikan ide, gagasan, dan gerakan, munculnyagerakan radikalisme agama bisa disebabkan beberapa hal. Yaitu :

Kekecewaan terhadap sistem demokrasi yang dinilai sekulerisme, dimana agama tidakdiberi tempat didalam negara. Agama adalah urusan privat yang tidak bolehdicampuri oleh siapapun.

Kekecewaan terhadap kebobrokan sistem sosial yang disebabkan olehketidakberdayaan negara untuk mengatur kehidupan masyarakat secara religius.

Ketidakadilan politik. Radikalisme agam juga muncul sebagai ekspresi perlawananterhadap sistem politik yang menindas dan tidak adil.

3. Demokrasi dan konflikFakta bahwa demokrasi dapat membawa kemakmuran dan perdamaian memang tidakdiragukan lagi. Sebagai contoh tidak adanya negara-negara demokrasi yang saling berperangadalah sisi positif implikasi yang ditimbulkan oleh demokrasi. Namun sebaliknya adanyafakta bahwa demokrasi juga menimbulkan konflik yang berlatar belakang SARA juga bukanhal yang dipungkiri. Terlebih dengan runtuhnya komunisme yang berakibat pada banyaknyanegara bekas komunis melakukan proses demokratisasi, yang ternyata malah berbenturandengan semangat nasionalisme. Francis Fukuyama mengemukakan tiga dalil tentangdemokrasi-nasionalisme, yaitu: nasionalisme bertentangan dengan demokrasi liberal,nasionalisme tidak bertentangan dengan demokrasi, dan demokrasi memerlukannasionalisme. Jack Sydner mengemukakan bahwa demokratisasi yang membuka jalan kepadanasionalisme dapat menuju pada kemakmuran atau pada kehancuran. Jalan mana yang akandilalui oleh suatu bangsa ditentukan oleh tiga hal, yaitu : kemantapan lembaga sipil, termasukprofesionalisme pers, kelenturan elite politik, yang bersifat tak langsung, adala tingkatperkembangan sosial ekonomi.Inggris, Perancis, Jerman, dan Amerika Serikat adalah sebagian di antara negara yangmenikmati kemakmuran. Demikian pula dengan Jepang, Afrika Selatan, termasuk negarabekas komunis seperti Republik Ceko, Polandia, Hongaria, Estonia, dan Latvia. Di negara inihak minorita dilindungi dan konflik SARA kian berkurang.

Page 19: Book Report Menjelajahi Demokrasi

Selanjutnya bagaimana dengan kaitan antar negara demokratisasi tanggung dan konflikberdarah. Wilayah bekas yugoslavia dan kaukasus merupakan kancah nasionalisme palingberdarah di antara negara yang sedang menuju demokrasi. Terdapat juga SARA asimilatifyaitu negara yang menerapkan kebijakan membujuk atau memaksa golongan minoritas untukmenggunakan bahasa dan identitas budaya mayoritas, seperti Rumania, Slovaakia, Estonia,Latvia, Bulgaria dan negara-nagara Asia Tengah. Negara-negara yang masih kelembagaanmereka tampak lebih beresiko dilanda konflik berdarah nasionalis.Snyder menggolongkan nasionalisme menjadi empat macam berdasarkan imbauan yangdigunakan untuk mencapai kemaslahatan umat, yaitu : nasionalisme sipil, nasionalismekontrarevolusioner, nasionalisme revolusioner, dan nasionalisme SARA. Tiga yang disebutterakhir sarat permusushan dan eksklusif berusaha agar hak kelompok ditentukan menurutgaris SARA. Nasionalisme sipil yang mendekati ideal, tidak menggunakan kriteria SARAsebagai acuan keanggotaan kelompok melainkan kesetiaan terhadap ide dan lembaga politikyang dianggap tangguh.jalan mana yang mau dilalui suatu bangsa tidak lepas dari sejarahyang turut menciptakan peluang serta membentuk motivasi para penggerak partisispasipolitik tersebut. Dalam hal ini ada tiga faktor utama yang menetukan, menurut Snyder, yaitu : Kemantapan lembaga sipil, termasuk di dalam nya lembaga pers Ketegaran kepentingan elite

Tingkat perkembangan sosial ekonomi saat transisi demokrasi dilaksanakan.

4. Demokrasi dan korupsiBerkembangnya demokrasi saat ini ternyata banyak merisaukan berbagai pihak ketikamenengok laju demokratisasi yang beriringan dengan laju korupsi yang tak kunjung reda.Apakah demokrasi justru merupakan katalisator bagi terciptanya korupsi, adalah sebuahpertanyaan yang naif karena justru demokrasi yang menekankan peran penting partisispasimasyarakat dalam sistem politik memberi ruang yang lebih untuk meminta akuntabilitaspejabat dan serta mewujudkan mekanisme politik yang transparan.Korupsi berasal dari bahasa Inggris corrupt, yang berasal dari perpaduan dua kata dalambahasa latin yaitu com yang artinya bersama-sama dan rumpere yang berarti pecah atau jebol.Banyak yang mendefinisikan tentang korupsi, salah satunya yaitu Klitgaard, yaitu korupsisama dengan monopoli plus keleluasaan, minus pertanggungjawaban (akuntabilitas).banyakistilah umum dalam kegiatan korupsi di Indonesia, diantaranya uang tip, angpao, uangadministrasi, uang diam, uang bensin, uang pelicin, uang ketok, uang kopi, uang pangkal,uang rokok, uang damai, di bawah meja, tahu sama tahu, uang lelah.Akibat yang disebabkan oleh korupsi juga dijabarkan oleh lembaga masyarakat transparansiIndonesia. Korupsi dapat membawa konsekuensi negatif dari korupsi sistemik terhadapproses demokratisasi dan pembangunan yang berkelanjutan, yaitu: Korupsi mendelegitimasi proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik

terhadap proses politik melalui politik uang. Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan kepada kebijakan publik, membuat

tiadanya akuntabilitas publik dan menafikkan supremasi hukum (the rule of law).

Korupsi meniadakan sistem promosi dan hukuman yang berdasarkan kinerja karenahubungan patron-client dan nepotisme.

Page 20: Book Report Menjelajahi Demokrasi

Korupsi mengakibatkan proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah. Korupsi mengakibatkan kolapsnya sistem ekonomi karena produk yang tidak

kompetitif dan penumpukan hutang luar negeri.Moran memilah beberapa negara yang dikategorikan menuju transisi demokrasi tetapi jugasekaligus menuju masifitas korupsi. Kategori tersebut adalah sebagai berikut :

Transisi yang berlangsung dari pemerintahan otoritarian, misalnya Indonesia,Filipina, Korea Selatan

Transisi dari negara bekas komunis, misalnya negara-negara bekas Uni Soviet,negara-negara Eropa Timur, dan Asia Tengah.

Negara-negara dekolonisasi, misalnya negara di kepulauan Karibia, Negara baru seperti Timor-Timur

Dari beberapa negara tersebut memiliki tipe yang sama yakni ketika memasuki era transisimenuju demokrasi negara dalam keadaan lemah. Proses demokratisasi yang disertai olehperubahan politik yang drastis, yakni diselenggarakannya pemilu untuk merealisasikanmekanisme pergantian kekuasaan secara konstitusional, adanya kompetisi partai politik yangbertarung dalam pemilu, kebebasan berpendapat, dan berorganisasi, adanya jaminan bagikebebasan sipil, ternyata tidak secara otomatis meredusir tingkat korupsi yang sebelumnyamarak terjadi. Untuk jelasnya dapat dilihat dari laporan transparancy internasonal yangmemberikan peringkat negara paling bersih (dengan skala 10) hingga negara paling korup(skala 0). Dapat dilihat bahwa negara-negara dengan kategorisasi Moran mendudukiperingkat terbawah dalam derajat berrsih dari korupsi, atau paling tinggi dalam artian palingkorup sedunia.Namun juga harus dilihat bahwa ada sebuah sistem yang lebih besar yang tetap melahirkankorupsi dalam mekanisme demokrasi. Menurut John Girling, bertemunya sistem demokrasidengan praktek-praktek ekonomi kapitalisme, melahirkan ketidaksesuaian yangmengakibatkan korupsi ekonomi-politik. Sistem demokrasi bermaksud untukmengakomodasi dan memperjuangkan kepentingan umum, sementara sistem ekonomi dalamkapitalisme selalu memperjuangkan kepentingan pribadi.

VI Prospek demokrasi (layu atau berkembang)Bab ini mencoba memaparkan analisis tentang prospek demokrasi dari dua sisi yang berjalanseiring bersama, yakni sisi pesimis yang memandang hambatan demokrasi dan problemanyaakan mengancam keberlangsungan demokrasi (demokrasi menjaadi layu), dan sisi optimisyang memandang masa depan demokrasi secara optimistik mengingat dialektika teorisasinyaterus mendukung dan melengkapi keberlangsungan demokrasi (demokrasi kian berkembang).

1. Demokrasi layu ?Perbincangan demokrasi memang harus diakui kini mendominasi wacana perdebatan publikakademis secara lebih optimistis. Hal ini didorong oleh kemenangan demokrasi-liberalismeatas komunisme yang ditandai oleh bubarnya uni soviet, “the end of history” kata Fukuyama.Kelompok pesimis juga lantang menyuarakan sejumlah masalah akut yang apabila dibiarkanakan menghancurkan negara pemakainya serta masyarakat penghuninya. Tuduhan ini sah sajditengahkan dalam perdebatan masa depan demokrasi.

Page 21: Book Report Menjelajahi Demokrasi

Kelompok pesimis dari awal sudah mengingatkan bahwa demokrasi tidak akan mudahberkembang dalam realitas politik aktual. Demokrasi baru bisa disemaikan jika tersedia lahanyang memang kondusif bagi pertumbuhannya. Sebagaimana dinyatakan Macpherson bahwademokrasi seringkali menimbulkan kekcewaan. Demokrasi butuh lahan yang subur untukperkembangannya, yakni: penyelenggaraan masyarakat yang bersaing individualis danberorientasi pasar, dan terselenggaranya negara liberal. Bahkan Dorothy Pickles beranimenegaskan bahwa tidak ada demokrasi yang sempurna. Begitu pula Tannsjo berpendapatbahwa bisa terjadi konflik di antara demokrasi di satu tempat dengan tempat yang lain didalam masyarakat yang sama. Dalam konteks ini ia memandang demokrasi secarakontekstual, yaitu demokrasi untuk siapa, demokrasi di mana, dan kapan serta dalam keadaanapa.Huntington sendiri, disamping menolak tesis Fukuyama jauh lebih skeptis ketika memandangmasa depan demokrasi :“sejarah telah membuktikan bahwa baik mereka yang optimis maupun yang pesimis kelirumengenai demokrasi. Kejadian di masa depan mungkinakan membuktikan hal yang sama.Terdapat hamabatan-hambatan besar bagi perluasan demokrasi di masyarakat. Gelombangketiga “revolusi demokrasi global” pada akhir abad ke 20, tidak akan terjadi untukselamanya. Gelombang tersebut mungkin akan diikuti oleh gelombang baru otoritarianismeyang cukup berkelanjutan untuk menciptakan gelombang balik yang ketiga. Hal itu,bagaimanapun juga, tidak akan menghalangi gelombang demokratisasi keempat yangdikembangkan pada suatu saat di abad ke 21.”Robert Kaplan bahkan menemukan fakta bahwa demokrasi tidak menyelamatkan bangsaAfrika. Bukan perpolitikan rasional yang muncul di benua itu, tetapi pertarungan antar sukudan agama. Maslahnya, demokrasi mengandalkan parpol yang menjadi agregasi kepentingan.Di Afrika hal itu tidak terjadi. Parpol ternyata hanya berbasis agama atau kesukuan danpertarungan antar suku dan agamaSelanjutnya tahun 1994 Freedom House (FH) telah mencatat tentang suramnya prospekdemokrasi ketika dalam laporannya diketemukan sebagian besar kelima puluh negara “tidakbebas”, yakni empat puluh sembilannya, negara itu memiliki satu atau lebih dari tigakarakteristik berikut : Mereka memilki populasi mayoritas muslim dan sering mendapat tekanan-tekanan

fundamentalis Islam yang kuat Mereka mengalami kerasnya perpecahan etnis tanpa sebuah kelompok etnis yang

dominan Mereka memiliki rezim neo-komunis atau pasca komunisme dengan dominasi satu

partai yang menyebar kuat. Bahkan pada laporan tahun 2002, FH malah menemukanbahwa dunia Islam, selain Mali di Afrika, secara umum gagal membangun rezimdemokratis.Pesimisme ini berlanjut ketika tidak hanya temuan FH yang menyatakan wilayah-

wilayah Timur Tengah, Afrika serta negara-negara mantan komunisme mengalamikemerosotan demokrasi, tetapi pada kenyataannya fenomena demokrasi yang berwajahbopeng dan bersifat merusak memang tidak bisa dipungkiri telah terjadi. Kesenjanganimplementasi demokrasi di negara-negara Afrika, Amerika Latin, Asia dan bekas negara-

Page 22: Book Report Menjelajahi Demokrasi

negara komunis dengan ketentuan-ketentuan kelembagaan formalnya adalah disebabkaninstitusi-institusi politiknya terlalu lemah untuk menjamin perwakilan dari kepentingan-kepentingan yang beragam, supremasi konstitusional, supremasi hukum, dan pembatasankekuasaan eksekutif.

Pesimisme selanjutnya bermuara pada lahirnya “spesies”baru yang memotret layunyaperkembangan demokrasi di Amerika Latin, yakni apa yang dipopulerkan oleh GuillermoO’Donnel dengan istilah demokrasi Delegatif.

Menurut O’Donnel demokrasi delegatif memberikan tekanan secara kritis padatiadanya akuntabilitas horisontal antara sang presiden terpilih dan kedua cabang pemerintahlainnya. Meski memiliki struktur-struktur konstitusional formal dari demokrasi- bahkanmemenuhi standar-standar empiris dari demokrasi liberal mereka secara konstitusionalkosong dan rapuh. Kata kuncinya adalah bahwa demokrasi delegatif bukan hanya sebuahstruktur tapi juga sebuah proses, yang seiring waktu cenderung menegaskan pelemahaninstitusi-institusi politik dan personalisasi kekuasaan politik. Dalam proses tersebut,demokrasi menjadi bukan sekedar berbeda, atau “bertahan terus tanpa konsolidasi”, tetapikian melemah, lebih keropos (kosong bagian dalamnya), dan lebih rapuh.Fransisco Werffot memberikan contoh termurni patologi-patologi demokrasi delegatif, yaknikepemimpinan personalistik, pemilihan plebisiter dan politik klien, pada kasus Brasil dimulaidari meninggalnya presiden terpilih yang populis, Tancredo Neves tahun 1985.Demikian contoh patologi demokrasi delegatif yang merupakan alur logis dari kubu pesimisyang memandang demokrasi secara minor.

2. Demokrasi berkembangFukuyama yang dengan lantangnya menyatakan ambruk komunisme menandai era

baru kemenangan demokrasi liberal sebagai akhir dari sejarah. Eforia ini dapat dipahamiterutama ketika menengok keruntuhan rezim otoriterdi Amerika Latin, Asia, serta Afrikayang dikenal dengan sebutan gelombang demokratisasi ketiga. Terlebih dengan menunjukpada jumlah negara penganut demokrasi yang peningkatannya sungguh luar biasa.

Kalau kubu pesimisme memandang kawasan Timur Tengah dan kawasan Sub SharaAfrika yang berpenduduk muslim sebagai penghambat laju demokratisasi, karena rendahnyaskor kebebasan di sana, tidak demikian halnya dengan kubu optimisme. Di negara tersebuttampaknya memungkinkan dalam jangka panjang. Secara kultural dan historis, inilah wilayahpaling sulit di dunia bagi kebebasan politik dan demokrasi. Tetapi orang Islam semakin tidakseragam dlam bersuara dan terdapat pertumbuhan arus pluralis demokratis.sebuah “kelompokreformis Islam yang baru tumbuh” sedang bergulat dengan pertanyaan tentang bagaimanamemodernisasi dan mendemokratisasi sistem politik dan ekonomi dalam sebuah konteksIslam. Lebih jauh, reformasi demokratis telah berlangsung secara signifikan di Yordania.Belum lagi ditambah oleh perkembangan demokrasi yang signifikan yang dilakukan olehnegeri Muslim lainnya. Sultan Brunei menyetujui dicairkannya kembali lembaga perwakilanyang telah lama dibekukan. Indonesia sebagai negeri berpenghuni penduduk muslim terbesardi dunia, sukses melaksanakan pemilu terumit, yakni dengan memilih anggota parlemen danpresiden secara langsung. Namun demikian, bukan berarti kubu ini tidak mendapatkankecaman. Hanya saja sika berkelit yang masuk akal rupanya menjadi jurus ampuh untukmengamankan semangat optimistik, atau meminjam istilah I. Wibowo”memaafkan

Page 23: Book Report Menjelajahi Demokrasi

demokrasi”. Wibowo mwncoba mengeksplorasi kelemahan demokrasi dengan caramemaklumi atau dengan sebutan “memaafkan demokrasi” yang dapat dipandang sebagaijalan terbaik untuk menyelamatkan demokrasi. Ada empat cara untuk itu, yaitu :

Cara yang paling persuasif yaitu mengatakan ada periode “transisi menujudemokrasi”

Dengan mengatakan masa ini adalah masa konsolidasi demokrasi

Dengan mengatakan bahwa banyak macam kualitas demokrasi di dunia. Dengan memberi ajektif pada tiap kata demokrasi. Sehingga mau dikatakan tiap

bangsa memiliki demokrasinya sendiri, tidak boleh dibandingkan dengan demokrasidi tempat lain.

Berikut konsepsi “democratic developmental State” yakni sebuah solusi bagi negara-negaraberkembang untuk memajukan pembangunan tanpa harus mengorbankan demokrasisebagaimana layaknya otoriterisme melakukannya. Democratic Developmental State

Development state kurang lebih diartikan sebagai negara yang mana hubungn internaldan eksternal politiknya menampilkan pemusatan kekuasaan yang memadai yang mencakupkewenangan, otonomi, kompetensi, dan kapasitas yang terpusat pada bentuk, tujuan, danpeningkatan pencapaian tujuan pembangunan secara eksplisit, baik melalui pendirian danpengembangan kondisi pertumbuhan ekonomi atau melalui pengorganisasian secaralangsung, atau pula melalui kedua-duanya. Ciri-ciri karakter development state :

1. Dipimpin oleh elite dominan2. Adanya wilayah otonom yang relatif antara elite dan institusi negara yang mereka

pimpin3. Baik determinasi pembangunan para elite maupun otonomi relatif negara sama-sama

membantu membentuk kekuasaan penuh, kompetisi yang tinggi dan mengisolasibirokrasi dengan kewenangan secara langsung serta mengelola pembangunanekonomi dan pembangunan sosial secara lebih luas.

4. Di dalam development state, masyarakat sispil memiliki posisi yang lemah, dibawahhegemoni negara

5. Kekuasaan, kewenangan, dan otonomi negara ditingkatkan dan dikonsolidasikan padasejarah pembangunan modernnya sebelum investasi asing masuk dan menjadiberpengaruh.

Kini ketika fenomena otoriterisme kehilangan daya jualnya, dan digantikan oleh rezim-rezimyang lebih demokratis kisah sukses development state dapat diterjemahkan ke dalam negara-negara yang selama ini mengalami problema dalam hubungan demokrasi dan pembangunan.

Dalam democratic development state (negara pembangunan yang demokratis ), negaratetap berposisi secara kuat tetapi tidak lagi bersifat otoriterisme, melainkan memilikikapasitas yang kuat menegakkan rule of law, mengejar kepentingan kesejahteraan sosial(social welfare) yang berkelanjutan dan menggalakkan pemerintahan yang bersih.Democratic development state merupakan terobosan penting karena mereka menempuhlangkah utama dalam mentransformasikan kesejahteraan secara umum ke dalammasyarakatnya dengan cara yang demokratis. Adrian Leftwich memberikan tiga contoh kasusnegara-negara yang dapat menjelaskan democratic development state, yakni :

Page 24: Book Report Menjelajahi Demokrasi

Botswana, singapura, dan malaysia. Meski di Malaysia dan Singapura track record hak asasisipil tergolong mengkhawatirkan ketika dilihat dari kacamata demokrasi liberal, terlebihsingapura, prospek negara-negara ini dalam menyejahterakan masyarakatnya tidak diragukamlagi. Rendahnya tingkat kebebasan tersebut melahirkan kritisme sehingga democraticdevelopmental state sering dituding tidak ubahnya seperti demokrasi –otoritarian..Oleh leftwich persamaan tersebut ditolak, terlebih apabila membandingkan ketiga negaratersebut dengan negara-negara otoriter seperti bekas unu soviet., afrika selatan masaapartheid, dan Indonesia masa Soeharto. Ketiga kasus tersebut di atas menggambarkan betapakekuasaan , kewenangan, otonomi, kontinuitas, dan kapasitas politik yang telah disediakanoleh developmental state dan elite politiknya didayagunakan untuk menopang dan mencapaipercepatan laju ekonomi. Hal ini dimungkinkan karena mereka memiliki partai-partai yangdominan puluhan tahun lamanya.Tentunya contoh di atas sangat berbeda dengan apa yang terjadi di dalam negara yangmenganut developmental state, tetapi tidak memiliki partai politik yang dominan, sehinggapraktis upaya demokratik mengalami kendala dalam kerangka tersebut. Hal ini terjadi di SriLanka dan Jamaika. Demokrasi kosmopolitan

Merupakan bagian dari perkembangan demokrasi dewasa ini dalam konteksglobalisasi. Demokrasi kosmopolitan merupakan suatu sistem pemerintahan demokratis yangtimbul dari dan disesuaikan dengan kondisi-kondisi yang beraneka ragam dan salinghubungan di antara rakyat dan bangsa yang berbeda-beda. Ia juga merupakan suatu konsepsihubungan legal demokratis yang disesuaikan secara tepat dengan dunia bangsa-bangsa yangterjerat dalam jaringan proses regional dan global.

Model demokrasi kosmopolitan akan mengusahakan terciptanya legislatif daneksekutif trans nasional yang efektif pada tingkat regional dan global, yang diikat oleh danberoperasi dalam syarat-syarat hukum demokratis pokok.

Page 25: Book Report Menjelajahi Demokrasi

BAB IIANALISIS

Secara parsial, pertama-tama analisis ini dikhususkan sebagai analisis Bab I. Bab Idikategorikan sebagai bab awal yang membahas bagaimana perjalanan demokrasi mulai darisejarah kemunculan demokrasi itu sendiri dengan bermacam-macam pandangan; yangsebagian diantaranya memandang kemunculannya itu sejak jaman Mesir Kuno danMesopotamia Kuno sampai pada demokrasi masa modern.

Isi dari bab ini, dilihat dari sub bab per sub babnya cukup mewakili keterikatankonten bagaimana perjalanan demokrasi yang ada di dunia. Isinya tidak banyak kiasan dantidak bertele-tele. Tersusun dan terkonsep rapih dengan pembagian koridor sub-bab babnyayang tegas.

Kekurangannya terletak pada sempitnya cakupan materi atau pengetahuan padabeberapa bagian tertentu. Seperti salah satunya pada bagian materi demokrasi masa modern.Tidak ada disinggung di dalamnya bagaimana demokrasi mampu diterpkan pada masamodern di berbagai model negara. Seperti misalnya dari kajian demokrasi berdasarkanpembagian negara maju dan negara berkembang. Bagaimana kita dapat membandingkanpenerapan demokrasi pada negara maju dan berkembang pasti akan memiliki perbedaan dangejolak yang menarik untuk dikaji.

Terlebih tentang demokrasi dan aplikasinya di negara kita Indonesia. Hal ini menarikuntuk diketahui sebagai dasar kita menerapkan dan menjalankan demokrasi. Sepertipenjelasan penjelmaan demokrasi dengan judul Sila Keempat : Menjalani EksperimenDemokrasi yang disusun oleh Tim Kompas (2010:121) dalam buku yang berjudul MerajutNusantara Rindu Pancasila, dimana dinyatakan melalui suguhan permasalahan-permasalahandemokrasi Indonesia :

Diskursus soal kerakyatan dan musyawarah-mufakat perlu dimunculkan. Pendidikandemokrasi menjadi keniscayaan di tengah pergerakan demokrasi yang tidakterkontrol. Esensi musyawarah-mufakat yang terkandung dalam Pancasila perludibumikan dalam praksis politik.Peringatan 65 tahun kemerdekaanmenjadi momen tepat bagi kita untuk melihat danmembumikan kembali relasi Pancasila, konstitusi, undang-undang serta perilakupolitik. Dengan upaya itu, kita bisa selamat dalam menjalani eksperimentasidemokrasi.Untuk analisis Bab II, dengan judul “Menjelaskan Demokrasi”, isi daripada bab ini

sudah menggambarkan keseluruhan apa itu demokrasi dari berbagai substansi, bentuk danpola. Penjabaran yang runtun mulai dari definisi umum yaitu pada bagian “UpayaPendefinisian” berlanjut ke hal-hal pendefinisan khusus selanjutnya sampai pada carapengukuran demokrasi menjadikan atau mempermudah pemahaman kita akan topikdemokrasi ini.

Begitu pentingnya kita untuk mengerti apa itu demokrasi. Sehingga pemahaman awalmengenai definisi demokrasi pada bab II ini pun sangatlah penting karena kita tidak inginbertindak salah dan menyaahi konsep demokrasi yang sudah dibangun begitu idealnya atausederhananya kita tidak menginginkan kebebasan dalam demokrasi yang tidak kenal batasterjadi seperti apa yang dikatakan oleh Prof. Azyumardi Azra dalam Kompas (2010:119)

Page 26: Book Report Menjelajahi Demokrasi

menyebut euforia demokrasi tidak berjalan sejajar dengan peningkatan pemahaman soaldemokrasi itu sendiri. Kebebasan sering disalah artkan sebagai “kebebasan tanpa aturan”(Lawlessness Freedom) dan tanpa kepatuhan pada hukum.

Sebagai tambahan, bab ini akan lebih lengkap lagi jika memasukkan poin-pointersendiri mengenai bagaimana cara merealisasikan pengembangan demokrasi disampingpenjelasan pengukuran demokrasi. Sebagaimana yang dituangkan dalam buku Teori danLandasan Pendidikan Kewarganegaraan, Wahab & Sapriya (2011) mengenai realisasipengembangan demokrasi sebagai berikut :

Untuk merealisasikan arah pengembangan pendidikan demokrasi yang baru,selayaknya dilakukan analisis terhadap “curriculum content””, buku ajar PKn dansurvei terhadap konsep piir para pakar dan praktisi guna menentukan pangkal tolakdan arrah pengembangan program pendidikan kewarganegaraan yang sesuai dengantuntutan era demokrasi dan hak asasi manusia. Dengan adanya kajian dan analisis inidiharapkan akan diperoleh suatu pola dan gambaran “curriculum content” yang sesuaidengan kebuthan dan tuntutan masyarakat dan bangsa di era informasi menujumasyarakat madani yang ditandai oleh adanya masyarakat demokratis yangberwawasan global.Untuk analisis Bab III, dengan judul “Tipe-tipe demokrasi”, pada bab ini dijabarkan

tentang tipe-tipe demokrasi secara universal yang ada di dunia. Tipe-tipe demokrasi yangdijelaskan dalam bab III ini cukup rinci dan jelas. Bahasa yang digunakan cukup mudah dipahami dengan alur runtut menjadi poin tersendiri.

Kekurangan dalam bab III yang membahas “tipe-tipe demokrasi” adalah penulishanya menjabarkan tipe demokrasi secara umum dan sama sekali tidak membahas tentangdemokrasi yang ada di Indonesia. Untuk analisis Bab IV, dengan judul “Demokratisasi:Sebuah Ikhtiar Demokrasi”. Pada bab IV yang membahas tentang materi demokratisasi yangmencakup pengertian demokratisasi, gelombang demokratisasi, masa gelombangdemokratisasi, dan jalur menuju demokratisasi dipaparkan secara jelas dan rinci denganpenjelasan-penjelasan yang tidak ambigu dan mudah dipahami.

Selanjutnya untuk analisis bab V dan VI, kami melihat bahwa dalam bab tersebutdibahas mengenai isu-isu kritis dan prospek demokrasi ke depan (layu atau berkembang).Pada bab isu-isu kritis, penulis menguraikan isu yang berkaitan dengan demokrasi danpembangunan, demokrasi dan radikal agama, demokrasi dan konflik, serta demokrasi dankorupsi. Dalam pembahasannya kami melihat bahwa buku ini memiliki cakupan pembahasanyang cukup luas. Misalnya dalam membahas tentang isu-isu kritis yang berkaitan dengandemokrasi, penulis menguraikan pihak yang pro dan kontra terhadap demokrasi. Untuk isudemokrasi dan pembangunan, penulis menguraikan negara-negara mana yang berhasil dalampembangunannya ketika menggunakan demokrasi dan juga menguraikan negara-negara yangtidak berhasil dengan pembangunannya ketika menggunakan sistem demokrasi. Begitu punjuga dengan isu-isu lain yang berkaitan dengan agama, konflik, dan korupsi. Dalam bab VIyaitu prospek demokrasi, penulis juga menguraikan tentang pihak dan pendapat darikelompok yang pesimis dan optimis akan keberlangsungan sistem demokrasi.

Namun, ada beberapa kelemahan yang mungkin bisa dijadikan bahan masukan.Menurut kami, materi yang disajikan dalam bab V dan VI ini memang cukup luas namunkurang mendalam. Pada buku tersebut pembahasan mengenai isu-isunya terlalu umum

Page 27: Book Report Menjelajahi Demokrasi

bahkan untuk negara Indonesia sangat sedikit dibahas. Mungkin akan lebih baik jika dibahaslebih mendalam atau bila perlu dibuat bab tersendiri untuk isu-isu kritis demokrasi(demokrasi dan pembangunan, demokrasi dan radikal agama, demokrasi dan konflik,demokrasi dan korupsi) yang ada di Indonesia karena itu akan jauh lebih bermanfaat bagimasyarakat kita sendiri. Seperti yang terdapat dalam buku Agama dan PendidikanDemokrasi karangan Fuad Fachrudin, ia menjelaskan bagaiman pluralisme dalam suatuagama dengan demokrasi. Misalnya NU dan masyarakat demokrasi, Muhammadiyah dandemokrasi.

Selanjutnya kami juga membaca bahwa penulis juga menguraikan tentangnasionalisme. Dalam pembahasannya kami menangkap bahwa nasionalisme tersebut tidaksejalan dengan demokrasi. Alangkah baiknya bila dalam menguraikan tentang nasionalisme,penulis memberikan penjelasan yang lebih mendalam agar tidak terjadi kesalahan dalammemahami makna nasionalisme. Seperti yang diuraikan oleh Roeslan Abdulgani (HerbertFeith dan Lance Castles), ia membahas tentang nasionalisme radikal namun ia mempertegasbahwa nasionalisme yang ada di Indonesia berdasarkan demokrasi keadilan sosial. Dengandemikian tidak akan ada kesalahan dalam memahami nasionalisme tersebut.

Kelemahan lain yang bisa kami lihat adalah, dalam pembahasannya penulismenguraikan tentang demokrasi kosmopolitan yang merupakan jenis demokrasi yang cocokuntuk era globalisasi saat ini. Menurut kami alangkah lebih baik jika dalam bab isu-isu kritikdemokrasi, penulis juga menguraikan tentang isu yang berkaitan dengan demokrasi danglobalisasi. Terakhir, dari pembahasan isu-isu dan prospek demokrasi ke depan akan lebihbaik jika penulis menguraikan juga tentang pendidikan demokrasi sebagai solusi bagi warganegara dalam menghadapi atau menjalankan sistem demokrasi. Seperti yang dijelaskan olehFuad (2006) tentang pendidikan demokrasi bagi warga negara, yaitu :

1. Mengembangkan kapabilitas pemikiran dan partisipasi masyarakat yangbertanggung jawab sebagai warga negara demokratis dalam berbagai segikehidupan

2. Memberikan seperangkat nilai-nilai inti demokrasi atau sikap demokratis sepertimenghormati perbedaan yang masuk akal, pandangan berbeda dan harga dirimanusia menghargai hak minoritas, sikap peduli terhadap orang lain keadilan,partisipasi, kebebasan sebagai syarat warga negara untuk menciptakan masyarakatdemokratis.

3. Mengajarkan bagaimana menggunakan konsep demokrasi dala pengertian bentukpemerintahan, khususnya pemerintahan demokratis.

4. Membentuk warga negara “politik” yang percaya, setia, menjunjung tinggi danmendukung prinsip-prinsip dasar demokrasi dan menjadi warga negara yang efektif.

Page 28: Book Report Menjelajahi Demokrasi

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan1. Demokrasi telah dikembangkan gagasannya sejak masa Mesir kuno dan Mesopotamia

Kuno (3000 tahun sebelum masehi). Pendapat lain mengatakan demokrasi dimulai sejakAmerika Serikat berhasil melancarkan revolusi dan mengeluarkan konstitusi yangterkenal demokratis. Banyak sarjana lain berpendapat demokrasi dimulai masa Yunanikuno. perbedaan ini muncul karena kekayaan wacana tentang sejarah demokrasi

2. Teorisasi demokrasi melahirkan dua pendekatan yang lazim digunakan apaila mengkajikonsep demokrasi : Klasik – normatif dan Empirik – minimalis. Pendekatan klasik –normatif memahami demokrasi sebagai sumber wewenang dan tujuan. Sementarapendekatan empirik lebih menekankan pada sistem politik yang dibangun. Pendekatanklasik-normatif lebih banyak membicarakan ide-ide dan modelmodel demokrasi secarasubstantif, mendefinisikan demokrasi sebagai kehendak rakyat sebagai sumber atau alatmencapai tujuan kebaikan bersama.

3. Tipe-tipe demokrasi secara universal terdiri dari: pertama, demokrasi langsung (directdemocracy); kedua, demokrasi representatif. Demokrasi representatif dibagi menjadidemokrasi parlementer dan demokrasi presidensial. Sementara itu ada juga demokrasielektronik (E – Democracy). Tipe E – Democracy dibagi menjadi tiga, yaitu:teledemocracy, cyberdemocracy dan electronic democratization.

4. Demokratisasi merupakan proses menuju demokrasi yang harus didefinisikan sebagaiadanya peningkatan penerapan pemerintahan rakyat pada lembaga, masalah dan rakyatsebelumnya tidak diatur menurut prinsip-prinsip demokrasi. Gelombang demokrasimerupakan sekelompok transisi dari rezim-rezim demokratis, yang terjadi dalam kurunwaktu tertentu dan jumlahnya secara signifikan lebih banyak dari pada transisi menujuarah sebaliknya. Jalur menuju demokratisasi dapat ditempuh dengan tigajalur/pendekatan, yaitu: pendekatan modernisasi, pendekatan struktural dan pendekatantransisi.

5. Isu-isu kritis demokrasi yang terjadi saat ini dintaranya adalah demokrasi danpembangunan, demokrasi dan radikalisme agama, demokrasi dan konflik, demokrasi dankorupsi.

6. Memandang tentang prospek demokrasi ke depan, maka ada dua kelompok yangmemberikan pandangannya, yaitu kelompok yang pesimis dan yang optimis akankeberlangsungan sistem demokrasi. Masing-masing kelompok mempunyai alasan danbukti-bukti tersendiri dalam mempertahankan pendapatnya.

B. Saran1. Buku yang membahas mengenai apa demokrasi ini akan lebih mudah dipahami jika

melebarkan pengetahuan menjadi ke ranah aplikasi dan permasalahan dewasa ini didalamperjalanan demokrasi itu sendiri.

2. Akan lebih baik jika buku ini mampu menyuguhkan kondisi demokrasi pada beberapanegara baik itu negara maju maupun negara berkembang sebagai perbandingan penerapankonsep demokrasi pada berbagai kondisi negara.

Page 29: Book Report Menjelajahi Demokrasi

3. Tipe-tipe demokrasi yang ada dalam buku ini akan lebih baik jika tidak hanyamenjelaskan tipe-tipe demokrasi secara umum yang ada di dunia saja tetapi jugamenjelskan tentang demokrasi secara khusus yang ada di Indonesia.

4. Buku yang berjudul menjelajahi demokrasi ini akan lebih sempurna jika dapatmenyajikan materi nya secara lebih mendalam

5. Alangkah lebih baik jika di dalam buku ini diuraikan dalam bab tersendiri mengenai isu-isu-isu demokrasi yang ada di Indonesia dan pendidikan demokrasi bagi warga negarasehingga akan lebih memberikan kebermanfaatan yang lebih nyata khususnya bagimasyarakat Indonesia sendiri.

DAFTAR PUSTAKAFachrudin, Fuad. 2006. Agama dan Pendidikan Demokrasi. Jakarta: pustaka Alvabet dan

Yayasan INSEP.Feith, Herbert dan Lance Castles. 1988. Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965. Jakarta:

LP3ESPenerbit Buku Kompas (2010). Merajut Nusantara, Rindu Pancasila. Jakarta : PT Kompas

Media NusantaraSuyatno. 2008. Menjelajahi Demokrasi. Bandung: Humaniora.Wahab & Sapriya (2011). Teori & Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung :

Alfabeta

Page 30: Book Report Menjelajahi Demokrasi

Filename: COVER BOOK REPORTDirectory: C:\Users\Oce\DocumentsTemplate:

C:\Users\Oce\AppData\Roaming\Microsoft\Templates\Normal.dotm

Title:Subject:Author: Acer45407Keywords:Comments:Creation Date: 19/12/2012 15:14:00Change Number: 1Last Saved On: 19/12/2012 15:16:00Last Saved By: Acer45407Total Editing Time: 3 MinutesLast Printed On: 04/03/2013 17:19:00As of Last Complete Printing

Number of Pages: 29Number of Words: 11.256 (approx.)Number of Characters: 64.162 (approx.)