bab ii kajian pustaka 2.1 jurnalistik media onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/bab ii.pdf2.1...

25
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa cetak yang khusus dalam koran dan majalah serta media elektroknik yang khususnya pada radio dan televisi. Telah hadir jurnalistik yang disiarkan lewat internet yang disebut situs berita atau media online. Sejak dunia internet berkembang dengan sangat pesat dan canggih, jurnalistik lewat dunia internet pun turut berkembang. Jurnalistik ini menjadi pesaing yang sangat ketat bagi jurnalistik media cetak, khususnya koran dan majalah. Jurnalistik media online juga dianggap paling unggul diantara jenis-jenis jurnalistik yang lain seperti media cetak dan elektronik. (Zaenuddin, 2011:7-8) menyatakan, Jurnalistik media online memliki sejumlah keunggulan dibanding jurnalistik media cetak. Pertama, berita-berita yang disampaikan jauh lebih cepat, bahkan setiap berapa menit dapat di -up date. Peristiwa-peristiwa besar yang baru saja terjadi sudah dapat diketahui dengan membaca berita di media online, masyarakat tidak harus menunggu esok hari lewat koran atau pekan depan lewat majalah. Faktor kecepatan inilah yang tidak diperoleh lewat media cetak dan membuat media online sangat dibutuhkan bagi mereka yang ingin mengetahui perkembangan dunia setiap saat, termasuk foto- foto peristiwa yang menyertai berita tersebut. kedua, untuk mengakses berita- berita yang disajikan, tidak hanya dapat dilakukan lewat komputer atau laptop yang dipasang internet, tetapi lewat ponsel pun bisa sehingga sangat mudah dan

Upload: others

Post on 24-Aug-2020

7 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Jurnalistik Media Online

Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa cetak yang

khusus dalam koran dan majalah serta media elektroknik yang khususnya pada

radio dan televisi. Telah hadir jurnalistik yang disiarkan lewat internet yang

disebut situs berita atau media online. Sejak dunia internet berkembang dengan

sangat pesat dan canggih, jurnalistik lewat dunia internet pun turut berkembang.

Jurnalistik ini menjadi pesaing yang sangat ketat bagi jurnalistik media cetak,

khususnya koran dan majalah. Jurnalistik media online juga dianggap paling

unggul diantara jenis-jenis jurnalistik yang lain seperti media cetak dan

elektronik.

(Zaenuddin, 2011:7-8) menyatakan, Jurnalistik media online memliki

sejumlah keunggulan dibanding jurnalistik media cetak. Pertama, berita-berita

yang disampaikan jauh lebih cepat, bahkan setiap berapa menit dapat di-up date.

Peristiwa-peristiwa besar yang baru saja terjadi sudah dapat diketahui dengan

membaca berita di media online, masyarakat tidak harus menunggu esok hari

lewat koran atau pekan depan lewat majalah. Faktor kecepatan inilah yang tidak

diperoleh lewat media cetak dan membuat media online sangat dibutuhkan bagi

mereka yang ingin mengetahui perkembangan dunia setiap saat, termasuk foto-

foto peristiwa yang menyertai berita tersebut. kedua, untuk mengakses berita-

berita yang disajikan, tidak hanya dapat dilakukan lewat komputer atau laptop

yang dipasang internet, tetapi lewat ponsel pun bisa sehingga sangat mudah dan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

11

praktis. Ketiga, pembaca media online dapat memberikan tanggapan atau

komentar secara langsung terhadap berita-berita yang disukai atau tidak

disukainya dengan mengetik pada kolom komentar yang telah disediakan.

2.2 Bahasa Jurnalistik

Bahasa jurnalistik adalah salah satu ragam bahasa Indonesia, bukan bahasa

yang benar-benar khusus hingga berbeda sekali dengan bahasa Indonesia. Bahasa

jurnalistik harus tetap didasarkan pada bahasa baku bahasa Indonesia yang tetap

memperhatikan kaidah-kaidah tata bahasa, ejaan dan tanda baca yang benar, serta

dalam pemilihan kosa kata juga mengikuti perkembangan bahasa dalam

masyarakat. Hanya saja bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat tertentu, dan ini

terkait dengan sifat-sifat media massa, baik cetak maupun elektronik (Zaenuddin,

2011:148).

Widarmanto (2015:43) menyatakan bahwa bahasa jurnalistik diciptakan

untuk semua lapisan masyarakat di kota dan di desa, di gunung dan di lembah, di

darat dan di laut. Tidak ada satupun kelompok masyarakat yang dianakemaskan

atau dianaktirikan oleh bahasa jurnalistik. Oleh karena itu bahasa jurnalistik

sangat mengutamakan kemampuan untuk menyampaikan semua informasi yang

dibawa kepada pembaca secepatnya dengan mengutamakan daya komunikasinya.

Bahasa yang terdapat dalam berita atau laporan surat kabar, tabloid,

majalah, radio, televisi, dan media online yang tidak akrab di mata, telinga, dan

benak khalayak, tidak layak disebut bahasa jurnalistik, bahkan harus jelas-jelas

ditolak sebagai bahasa jurnalistik (Widarmanto, 2015:44). Dalam penampilannya

bahasa jurnalistik yang baik bisa ditengarai dengan kalimat-kalimat yang mengalir

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

12

lancar dari atas sampai akhir menggunakan kata-kata populer yang merakyat,

akrab di telinga masyarakat sehari-hari. Susunan kalimat jurnalistik yang baik

akan menggunakan kata-kata yang paling tepat untuk menggambarkan suasana

serta isi dalam pesannya. Bahkan nuansa yang terkandung dalam masing-masing

kata pun perlu diperhitungkan (Dewabrata dalam Widarmanto, 2015:47)

2.3 Pengertian Gaya Bahasa

Gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Gaya bahasa atau

style menjadi masalah atau bagian dari diksi atau pilihan kata yang

mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu untuk

menghadapi situasi tertentu. Sebab itu, persoalan gaya bahasa meliputi semua

hirarki kebahasan seperti halnya, pilihan kata secara individual, frasa, klausa, dan

kalimat. Dilihat dari segi bahasa, gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa.

Gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak, dan kemampuan

seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Semakin baik gaya bahasanya,

semakin baik pula penilaian orang terhadapnya, semakin buruk gaya bahasa

seseorang, semakin buruk penilaian diberikan padanya (Keraf: 1987:112-113).

Menurut Dale [et al] (dalam Tarigan, 2013:4) gaya bahasa adalah bahasa

indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan

serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain

yang lebih umum. Secara singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat

mengubah serta menimbullkan konotasi tertentu. Arsyad Dkk (1999:3.3)

berpendapat bahwa, gaya bahasa adalah cara mengatakan, mengungkapkan, atau

menggambarkan pikiran atau perasaan dengan mempergunakan bentuk-bentuk

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

13

bahasa tertentu, sehingga yang diungkapkan itu menjadi menarik dan bersifat khas

yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis.

Pendapat lain menyatakan, gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu

penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau

mempengaruhi penyimak dan pembaca. Gaya bahasa dan kosa kata mempunyai

hubungan erat, hubungan timbal balik. Semakin kaya kosa kata seseorang,

semakin beragam pula gaya bahasa yang dipakainya. Peningkatan pemakaian

gaya bahasa jelas memperkaya kosakata pemakainya (Tarigan, 2013:4-5).

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh beberapa pakar di atas

dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa untuk

menggambarkan, meyakinkan dan mempengaruhi pembaca atau penyimak yang

dilakukan oleh penulis atau pengguna bahasa tersebut. Melalui gaya bahasa,

seseorang dapat menilai kepribadian, watak dan kemampuan orang lain yang

menggunakan gaya bahasa tersebut. Semakin baik gaya bahasa yang digunakan

semakin baik pula penilaian seseorang. Semakin buruk gaya bahasa yang

digunakan semakin buruk pula penilaian seseorang.

2.4 Jenis-Jenis Gaya Bahasa

Gaya bahasa dapat dikategorikan dalam berbagai cara. Lain penulis lain

pula klasifikasi yang dibuatnya. Gorys Keraf dalam bukunya “Diksi dan Gaya

Bahasa” membagi jenis-jenis gaya bahasa menjadi dua kategori, yaitu gaya bahasa

dari segi nonbahasa dan gaya bahasa dari segi bahasa (Keraf, 1987:115),

keduanya akan dijelaskan sebagai berikut.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

14

2.4.1 Gaya Bahasa dari Segi Nonbahasa

Gaya bahasa dari segi nonbahasa dapat dibagi atas tujuh gaya bahasa

(Keraf, 1987:115-116). Pertama, yaitu gaya bahasa berdasarkan pengarang

merupakan gaya yang disebut sesuai dengan nama pengarang atau dikenal

berdasarkan ciri-ciri yang digunakan oleh pengarang atau penulis dalam

karangannya. Kedua, yaitu gaya bahasa berdasarkan masa dikenal karena ciri-ciri

tertentu yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tertentu. Ketiga, yaitu gaya

bahasa berdasarkan medium merupakan bahasa dalam arti komunikasi. Keempat,

yaitu gaya bahasa berdasarkan subjek, dalam hal ini subjek yang dimaskud adalah

yang menjadi pokok pembicaraan dalam sebuah karangan dapat mempengaruhi

pula gaya bahasa sebuah karangan. Kelima, yaitu gaya bahasa berdasarkan tempat

yang mendapatkan namanya dari lokasi geografis, kerana ciri-ciri kedaerahan

mempengaruhi ungkapan atau ekspresi bahasanya. Keenam, yaitu gaya bahasa

berdasarkan hadirin seperti halnya dengan subjek, maka hadirin atau jenis

pembaca juga mempengaruhi gaya yang dipergunakan seorang pengarang.

Ketujuh, yaitu gaya bahasa berdasarkan tujuan yang memperoleh namanya dari

maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang, dimana pengarang ingin

mencurahkan segala perasaanya.

2.4.2 Gaya bahasa dari Segi Bahasa

Dari sudut bahasa atau unsur-unsur bahasa yang digunakan, maka gaya

bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang digunakan,

yaitu.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

15

a. Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata

Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata mempersoalkan kata mana yang

paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat

tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam

masyarakat. Dengan kata lain gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan

kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Dalam bahasa standar atau

bahasa baku dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu gaya bahasa resmi, gaya bahasa

tak resmi dan gaya bahasa percakapan (Keraf, 1987:117).

b. Gaya Bahasa Berdasarkan Nada yang Terkandung dalam Wacana

Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan

dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. dikarenakan nada

itu pertama-tama lahir dari sugesti yang dipancarkan oleh rangkaian kata-kata,

sedangkan ramgkaian kata-kata itu tunduk pada kaidah-kaidah sintaksis yang

berlaku, maka nada, pilihan kata, dan struktur kalimat sebenarnya berjalan sejajar.

Yang satu akan mempengaruhi yang lain. Dengan latar belakang ini, gaya bahasa

dilihat dari sudut nada yang terkandung dalam sebuah wacana, dibagi atas: gaya

yang sederhana, gaya mulia dan bertenaga, serta gaya menengah (Keraf,

1987:121).

c. Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur kalimat

Keraf (1987:124) menjelaskan bahwa struktur sebuah kalimat dapat

dijadikan landasan untuk menciptakan gaya bahasa. Yang dimaksud dengan

struktur kalimat disini adalah bagaimana tempat sebuah unsur kalimat yang

dipentingkan dalam kalimat tersebut. Ada kalimat yang bersifat periodik, kendur,

dan kalimat berkembang.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

16

Berdasarkan ketiga macam struktur kalimat sebagai yang dikemukakan di

atas, maka diperoleh gaya-gaya bahasa sebagai berikut.

1) Klimaks

Gaya bahasa klimaks adalah gaya bahasa yang memaparkan suatu pikiran

atau hal berturut-turut dari yang sederhana dan kurang penting kemudian

meningkat kepada suatu hal atau gagasan yang penting atau kompleks. Shadily

(dalam Tarigan, 1986:79) menyatakan, gaya bahasa klimaks merupakan sejenis

gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang semakin lama semakin

mengandung penekanan, kebalikannya dengan antiklimaks. Sedangkan Arsyad

Dkk (1999:3.5) berpendapat bahwa gaya bahasa klimaks adalah gaya bahasa

penegasan dengan menyatakan beberapa hal berturut-turut yang semakin lama

semakin meningkat.

Pendapat lain menyatakan bahwa gaya bahasa klimaks diturunkan dari

kalimat yang bersifat periodik. Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang

mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat

kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya (Keraf, 1987:124).

Contoh : Di depan sidang yang terhormat ini, saya ingin menyampaikan terima

kasih dan penghargaan kepada seluruh lembaga negara, atas

kekompakkan, sinergi dan atas kerjasama yang baik selama ini.

2) Antiklimaks

Antiklimaks merupakan kebalikan gaya bahasa klimaks. Keraf (1987:125)

menyatakan, Gaya bahasa ini dihasilkan oleh kalimat yang berstruktur

mengendur. Antiklimaks sebagai gaya bahasa merupakan suatu acuan yang

gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

17

yang kurang penting. Antiklimaks sering kurang efektif karena gagasan yang

penting ditempatkan pada awal kalimat, sehingga pembaca atau pendengar tidak

lagi memberi perhatian pada bagian-bagian berikutnya dalam kalimat ini.

Contoh : Kita ingin kerja bersama tidak hanya dalam pemerataan ekonomi yang

berkeadilan tapi juga dalam pembangunan ideologi, politik, sosial

dan budaya.

3) Paralelisme

Paralelisme merupakan gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran

dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama

dalam bentuk gramatikal yang sama. Kesejajaran tersebut dapat berbentuk anak

kalimat yang bergantung pada sebuah induk kalimat yang sama. Gaya ini lahir

dari struktur kalimat yang berimbang (Keraf, 1987:126).

Contoh : Dalam semangat persatuan Indonesia itu, lembaga-lemabaga negara

justru bisa bekerja dengan lebih baik, bila saling mengingatkan, bila

saling kontrol, bila saling mengimbangi dan saling melengkapi.

4) Antitesis

Antitesis merupakan gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang

bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang

berlawanan. Gaya ini timbul dari kalimat berimbang (Keraf, 1987:126).

Contoh : Tindak kejahatan sekarang tidak membedakan lagi siang malam, pagi

petang, laki-Iaki perempuan, dengan kekerasan atau tanpa

kekerasan.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

18

5) Repetisi

Keraf (1987:127) menyatakan, Repetisi merupakan perulangan bunyi, suku

kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberikan tekanan

dalam sebuah konteks yang sesuai. Seperti halnya dengan paralelisme dan

antitesis, repetisi lahir dari kalimat yang berimbang. Repetisi yang berbentuk kata,

frasa atau klausa dianggap mempunyai nilai yang tinggi, maka dalam oratori

timbullah bermacam-macam variasi repetisi yang pada prinsipnya didasarkan

pada tempat kata yang diulang dalam baris, klausa, atau kalimat.

Contoh : Bangsa kita adalah bangsa yang teruji. Bangsa kita adalah bangsa petarung.

d. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung tidaknya Makna

Gaya bahasa berdasarkan makna diukur dari langsung tidaknya makna,

yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau

sudah ada penyimpangan. Bila acuan yang digunakan itu masih mempertahankan

makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos. Namun bila sudah ada

perubahan makna, entah berupa makna konotatis atau sudah menyimpang jauh

dari makna denotatifnya, maka acuan itu dianggap sudah memiliki gaya sebagai

yang dimaksudkan disini. Gaya bahasa ini dibagi atas dua kelompok, yaitu gaya

bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan (Keraf, 1987:129-145).

1. Gaya Bahasa Retoris

a) Aliterasi

Aliterasi merupakan gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang

sama. Gaya bahasa Aliterasi biasa dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang

dalam pros yang dipergunakan untuk perhiasan atau untuk penekanan.

Contoh : Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

19

b) Asonansi

Asonasi merupakan gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal

yang sama. Gaya bahasa Asonasi biasa digunakan dalam puisi, kadang-kadang

juga dalam prosa untuk memperoleh penekanan atau sekedar untuk keindahan.

Contoh : Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote.

c) Anastrof

Anastrof merupakan gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan

susunan kata yang biasa dalam kalimat. Merupakan gaya bahasa permutasi atau

perubahan urutan unsur-unsur konstruksi sintaksis, yaitu dengan kata lain

perubahan urutan subjek-predikat menjadi predikat-subjek.

Contoh : Pergilah ia meninggalkan kampung halamannya untuk mencari harapan

baru di kota.

d) Apofasis atau Preterisio

Apofasis atau preterisio merupakan gaya bahasa dimana penulis atau

pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal. Gaya bahasa yang

digunakan penulis, pengarang atau pembicara untuk menegaskan sesuatu tetapi

tampaknya menyangkalnya.

Contoh : Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa Saudara telah

menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara.

e) Apostrof

Apostrof merupakan gaya bahasa yang berbentuk pengalihan amanat dari para

hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir. Dalam pidato yang disampaikan kepada

suatu massa, para orator tiba-tiba mengarahkan pembicaraannya langsung kepada

sesuatu yang tidak hadir atau kepada yang gaib, misalnya kepada orang yang sudah

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

20

meninggal dunia, kepada roh-roh atau kepada barang atau objek khayalan, yang

abstrak, yang membuat dia seolah-olah tidak berbicara kepada yang hadir.

Contoh : Hai kamu dewa-dewa yang berada di surga, datanglah dan bebaskanlah

kami dari belenggu penindasan ini.

f) Asindeton

Asindenton adalah gaya bahasa yang berupa acuan, yang bersifat padat

dimana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan

kata sambung. Bentuk-bentuk tersebut biasanya dipisahkan dengan koma.

Contoh : Pelajaran yang sangat penting dari sejarah bangsa kita adalah

kemerdekaan bisa kita rebut, bisa kita raih, bisa kita proklamasikan

karena semua anak-anak bangsa mampu untuk bersatu, mampu untuk

bekerjasama, mampu untuk kerja bersama.

g) Polisindeton

Polisindeton merupakan kebalikan dari asindeton. Beberapa kata, frasa, atau

klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung.

Contoh : Saya yakin dengan kekompakan, dengan sinergi, dengan kerja bersama

itu, tidak akan memperlemah tugas dan tanggung jawab konstitusional

yang dijalankan oleh setiap lembaga negara, tetapi justru memperkuat

semua dalam memenuhi amanah rakyat.

h) Kiasmus

Kiasmus adalah acuan atau gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian, baik

frasa atau klausa, yang sifatnya berimbang, dan dipertentangkan satu sama lain,

tetapi susunan frasa atau klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa

atau klausa lainnya.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

21

Contoh : Jangan kamu putar-balikkan yang benar menjadi salah, dan yang salah

menjadi benar.

i) Elipsis

Elipsis adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur

kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau

pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang

berlaku.

Contoh : Makanan ringan itu telah habis olehnya. (penghilangan unsur predikat

verbal intransitif “dimakan” sebelum kata “olehnya”)

j) Eufemismus

Eufemismus adalah semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak

menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk

menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung

perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan.

Contoh : Banyak warga negara kita yang masih berada di kelas ekonomi

menengah ke bawah. (ekonomi menengah ke bawah = miskin)

k) Litotes

Litotes merupakan gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu

dengan tujuan merendahkan diri. Tarigan (2013:58) menyatakan dalam

pengungkapannya gaya bahasa litotes menyatakan sesuatu yang positif dengan

bentuk yang negatif atau bentuk yang bertentangan untuk mengurang atau

melemahkan kekuatan pernyataan yang sebenarnya.

Contoh : Aku hanya bisa memberikan bantuan ala kadarnya dan tidak seberapa.

Silakan diterima dengan senang hati.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

22

l) Histeron Proteron

Histeron proteron merupakan gaya bahasa kebalikan dari sesuatu yang logis

atau kebalikan dari sesuatu yang wajar, misalnya menempatkan sesuatu yang

terjadi kemudian pada awal peristiwa.

Contoh : Pegang teguhlah maka kamu bakal hancur, bertindaklah adil maka kamu

akan terpencil.

m) Pleonasme dan Tautlogi

Pleonasme dan tautlogi adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih

banyak daripada yang diperlukan untuk menyatukan suatu pikiran atau gagasan.

Dalam artian lain pleonasme merupakan bila kata yang berlebihan tersebut

dihilangkan, maka artinya tetap utuh.

Contoh : Majulah engkau ke depan dan kemudian mundur ke belakang.

n) Perifrasis

Perifrasis merupakan gaya yang sama dengan pleonasme, yaitu

menggunakan kata-kata yang berlebihan dari yang diperlukan. Perbedaanya

terletak pada kata-kata yang berlebihan tersebut sebenarnya dapat diganti dengan

hanya satu kata.

Contoh : Ia telah beristirahat dengan damai (=mati, atau meninggal)

o) Prolepsis atau Antisipasi

Prolepsis atau antisipasi adalah semacam gaya bahasa dimana menggunakan

lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan

sebenarnya terjadi.

Contoh : Kami sangat gembira, minggu depan kami memperoleh hadiah dari

Bapak Bupati.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

23

p) Erotesis atau Pertanyaan Retoris

Erotesis atau pertanyaan retoris merupakan sejenis gaya bahasa yang berupa

pertanyaan yang digunakan dalam tulisan atau pidato yang bertujuan untuk

mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali

tidak menuntut suatu jawaban.

Contoh : Rakyatkah yang harus menanggung akibat semua korupsi dan

manipulasi di negara ini?

q) Silepsis dan Zeugma

Silepsis dan zeugma adalah gaya dimana orang mempergunakan dua

konstruksi rapatan dengan menguhubungkan sebuah kata dengan dua kata lain

yang sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata yang

pertama.

Contoh : Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya.

r) Koreksio atau Epanortosis

Koreksio atau epanortosis merupakan suatu gaya yang berwujud mula-mula

ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaiki mana-mana yang salah.

Contoh : Bukankah kau putri Pak Lurah, ah, maaf, putri Pak Bupati?

s) Hiperbol

Hiperbol merupakan semacam gaya bahasa yang mengandung suatu

pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal. Dengan kata

lain hiperbol adalah ungkapan yang melebih-lebihkan apa yang sebenarnya

dimaksudkan: jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

24

Contoh : Kepercayaan rakyat adalah jiwa dan sekaligus energi bagi lembaga-

lembaga negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-

masing.

t) Paradoks

Paradoks merupakan semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan

yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks dapat juga berarti semua hal

yang menarik perhatian karena kebenarannya.

Contoh : Aku sangat menderita dalam pertemuan yang membahagiakan ini.

u) Oksimoron

Oksimoron adalah suatu acuan yang beruasaha untuk menggabungkan kata-

kata untuk mencapai efek yang bertentangan. Atau dapat juga dikatakan,

oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan

menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama, dan sebab itu

sifatnya lebih padat dan tajam dari paradoks.

Contoh : Itu sudah menjadi rahasia umum.

2. Gaya Bahasa Kiasan

Gaya bahasa kiasan ini pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan

atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal lain, berarti

mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal

tersebut.

a) Persamaan atau Smile

Persamaan atau smile merupakan suatu perbandingan yang bersifat eksplisit.

Yang dimaksud dengan perbanding eksplisit ialah bahwa langsung menyatakan

sesuatu yang sama dengan hal yang lain. Arsyad Dkk (1999:3.16) menyatakan

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

25

gaya bahasa ini merupakan perbandingan yang bersifat eksplisit dalam

menunjukkan kesamaan-kesamaan itu dengan menggunakan kata-kata laksana,

bagaikan, seperti dan sebagainnya.

Contoh : Bibirnya seperti delima merekah.

b) Metafora

Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara

langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Metafora adalah pemakaian kata-kata

bukan arti sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan

atau perbandingan (Poerwadarminta dalam Tarigan, 2013:15).

Contoh : Generasi muda adalah tulang punggung negara (generasi muda

dianalogikan sebagai tulang punggung).

c) Alegori, Parabel, dan Fabel

Alegori merupakan suatu cerita singkat yang mengandung makna kiasan,

makna kiasan ini harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Tarigan

(2013:24) menyatakan alegori biasanya mengandung sifat-sifat moral atau spritual

manusia. Biasanya cerita-cerita panjang dan rumit dengan maksud dan tujuan

yang terselubung namun bagi pembaca yang jeli justru cerita tersebut nyata dan

jelas.

Parabel adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya manusia,

yang selalu mengandung tema moral. Fabel adalah suatu metafora berbentuk

cerita mengenai dunia binatang, di mana binatang-binatang bahkan makhluk-

makhluk yang tidak bernyawa bertindak seola-olah sebagai manusia.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

26

d) Personifikasi atau Prosopopoeia

Personifikasi atau prosopopoeia adalah gaya bahasa kiasan yang

menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa

seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.

Contoh : Angin yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah lagi

ketakutan kami.

e) Alusi

Alusi adalah gaya bahasa yang berusaha mensugestikan kesamaan antar

orang, tempat, atau peristiwa. Biasanya, alusi ini adalah suatu referensi yang

eksplisit atau implisit kepada peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, atau tempat dalam

kehidupan nyata, mitologi, atau dalam karya-karya sastra yang terkenal.

f) Eponim

Eponim merupakan suatu gaya dimana seseorang yang namanya begitu

sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehinnga nama itu dipakai untuk

menyatakan sifat itu.

g) Epitet

Epitet adalah gaya bahasa yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus

dari seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang

menjelaskan atau mengantikan nama seseorang atau suatu barang.

Contoh : Kembang desa jadi rebutan buaya darat.

h) Sinekdoke

Sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama bagian sebagai

pengganti nama keseluruhannya. Sinekdoke merupakan semacam bahasa figuratif

yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

27

(sinekdoke pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan

sebagian (sinekdoke totum pro parte).

Contoh : Setiap tahun semakin banyak mulut yang harus diberi makan di Tanah

Air kita ini. (sinekdoke pars pro toto)

Indonesia dikecam oleh Australia akan hukuman mati yang menimpa

warganya. (sinekdoke totum pro parte)

i) Metonimia

Metonimia adalah gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk

menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat (Keraf,

1987:142). Dengan kata lain, metonimia adalah gaya bahasa yang memakai nama

ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal, sebagai

penggantinya (Moeliono dalam Tarigan, 2013:121).

Contoh : Dan akhirnya ia menjual honda kesayangannya untuk biaya sekolah.

(motor)

j) Antonomasia

Antonomasia merupakan bentuk khusus dari sinekdoke yang berupa

pemakaian sebuah epitet untuk menggantikan nama diri atau gelar resmi, atau

jabatan untuk menggantikan nama diri (Keraf, 1987:142). Dengan kata lain,

antonomasia adalah gaya bahasa yang merupakan penggunaan gelar resmi atau

jabatan sebagai pengganti nama diri.

Contoh : Yang saya hormati Yang Mulia duta besar negara-negara sahabat bapak

ibu hadirin sekalian yang berbahagia.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

28

k) Hipalase

Hipalase merupakan semacam gaya bahasa dimana sebuah kata tertentu

dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada

sebuah kata lain. Atau secara singkat dapat dikatakan bahwa hipalase adalah suatu

kebalikan dari suatu relasi alamiah antara dua komponen gagasan.

Contoh : Ia duduk pada sebuah bangku yang gelisah. (yang gelisah adalah ia,

bukan bangku)

l) Ironi, sinisme, dan sarkasme

Ironi adalah gaya bahasa yang mengimplikasikan sesuatu yang nyata

berbeda, bahkan seringkali bertentangan dengan yang sebenarnya (Tarigan,

2013:61). Sebagai bahasa kiasan, ironi atau sindirian adalah suatu acuan yang

ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang

terkandung dalam rangkaian kata-katanya (Keraf, 1987:143).

Kadang-kadang digunakan juga istilah lain, yaitu sinisme yang diartikan

sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan

terhadap keikhlasan atau ketulusan hati. sinisme adalah ironi yang lebih kasar

sifatnya. Berbeda dengan ironi dan sinisme, sarkasme merpukan suatu acuan yang

lebih kasar yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir.

Contoh : (Ironi) Maaf, Ibu. Tulisan Ibu terlalu besar sehingga saya tidak dapat

membaca! dari sini. (kenyataannya, tulisan bu guru terlalu kecil)

m) Satire

Satire merupakan suatu ungkapan yang menertawakan atau menolak

sesuatu. Bentuk ini tidak perlu harus bersifat ironis. Satire mengandung kritik

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

29

tentang kelemahan manusia. Tujuan utamanya adalah agar diadakan perbaikan

secara etis maupun estetis.

n) Ineundo

Ineundo merupakan semacam sindiran yang mengecilkan kenyataan yang

sebenarnya. Seseorang menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan

sering tampaknya tidak menyakitkan kalau dilihat sambil lalu.

Contoh : Ia menjadi kaya-raya karena sedikit mengadakan komersialisasi

jabatannya.

o) Antifrasis

Antifrasis merupakan semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah

kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri,

atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan

sebagainya.

p) Pun atau Paronomasia

Pun atau paronomasia merupakan suatu kiasan dengan mempergunakan

kemiripan bunyi tetapi bermakna lain. Istilah paronomasia sering juga disamakan

dengan yang mengandung makna yang sama.

Contoh : Pada pohon paku di muka rumah kami tertancap beberapa buah paku

tempat menyangkutkan pot bunga.

2.5 Makna dan Jenis Makna

2.5.1 Makna

Makna adalah arti atau maksud yang terkandung dalam penggunaan bahasa

seperti halnya dalam kata, kalimat dan pembicaraan. Djajasudarma (2009:7

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

30

menyatakan makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu

sendiri terutama kata-kata. Istilah makna (meaning) merupakan kata dan istilah

yang membingungkan. Ogden dan Richards (dalam Pateda, 2001:81) berpendapat

bahwa, dalam kehidupan sehari-hari orang sulit menerapkan makna yang terdapat

dalam kamus, sebab makna sebuah kata sering bergeser jika berada dalam satuan

kalimat. Dengan kata lain setiap kata kadang mempunyai makna luas. Itu

sebabnya kadang-kadang orang tidak puas dengan makna kata yang tertera di

dalam kamus. Hal-hal ini muncul jika orang bertemu atau berhadapan dengan

idiom, gaya bahasa, metafora, peribahasa dan ungkapan.

2.5.2 Jenis-Jenis Makna

Terdapat beberapa pendapat mengenai jenis makna. Pateda (dalam Chaer,

2013: 59), misalnya, secara alfabetis telah mendaftarkan adanya 25 jenis makna, yaitu

makna afektif, makna denotatif, makna deskriptif, makna ekstensi, makna emotif,

makna gereflekter, makna ideasional, makna intensi, makna gramatikal, makna

kiasan, makna kognitif, makna kolokasi, makna konotatif, makna konseptual, makna

konstruksi, makna leksikal, makna luas, makna piktonal, makna proposional, makna

pusat, makna referensial, makna sempit, makna stilistika, dan makna tematis. Ada

istilah yang berbeda untuk maksud yang sama atau hampir sama, tetapi ada pula

istilah yang sama untuk maksud yang berbeda-beda.

Chaer (2013:59-60) menyatakan bahwa, sesungguhnya jenis atau tipe makna

dapat dibedakan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya

dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada

tidaknya referen pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna referensial

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

31

dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau

leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan

ketepatan maknanya dikenal dengan adanya makna kata dan makna istilah atau makna

umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteria lain atau sudut pandang lain dapat

disebut adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik, dan sebagainya.

Dalam penelitian ini memfokuskan pada jenis makna berdasarkan ada tidaknya nilai

rasa pada sebuah kata atau leksem yaitu makna denotatif dan makna konotatif, berikut

akan dijelaskan secara jelas.

a. Makna Denotatif

Makna denotatif (denotatif meaning) adalah makna kata atau kelompok kata

yang didasarkan atas hubungan lugas antara satuan bahasa dan wujud diluar

bahasa yang diterapkan satuan bahasa itu secara tepat. Makna denotatif adalah

makna polos, makna apa adanya yang bersifat obejktif. Makna denotatif

didasarkan atas penunjukkan yang lugas pada sesuatu luar bahasa atau yang

didasarkan pada konvesi tertentu (Harimurti dalam Pateda, 2001:98).

Keraf (1987: 28) berpendapat bahwa makna denotatif disebut juga dengan

beberapa istilah lain seperti: makna denotasional, makna kognitif, makna

konseptual, makna ideasional, makna referensial, atau makna proposional.

Disebut makna denotasional, referensial, konseptual, atau ideasional, karena

makna itu menunjuk (denote) kepada suatu referen, konsep, atau ide tertentu dari

suatu referen. Disebut makna kognitif karena makna itu bertalian dengan

kesadaran atau pengetahuan; stimulus dan respon menyangkut hal-hal yang dapat

dicerap pancaindra dan rasio manusia. Dan makn ini disebut juga makna

proposional karena ia bertalian dengan informasi-informasi atau pernyataan-

pernyataan bersifat faktual.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

32

Makna denotatif lazim disebut sebagai makna yang sesuai dengan hasil

observasi menurut pengelihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau

pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi

faktual objektif. Lalu karena itu makna denotatif sering disebut juga sebagai

“makna sebenarnya” (Chaer, 2013: 65-66). Makna denotatif dapat dibedakan atas

dua macam relasi, yaitu relasi antara sebuah barang individual yang diwakilinya

dan relasi antara sebuah kata dan ciri-ciri atau perwatakan tertentu dari barang

yang diwakilinya (Keraf, 1987:29)

b. Makna Konotatif

Makna konotatif disebut juga makna konotasional, makna emotif, atau

makna evaluatif. Makna konotatif adalah suatu jenis makna dimana stimulus dan

respon mengandung nilia-nilai emosional. Makna konotatif sebagian terjadi

karena pembicara ingin menimbulkan persaan setuju atau tidak setuju, senang

atau tidak senang dan sebagainya pada pihak pendengar atau pembaca, di pihak

lain, kata yang dipilih itu memperlihatkan bahwa pembicaraanya juga memendam

perasaan yang sama (Keraf, 1987:29).

Makna konotatif sebuah kata dapat berbeda dari suatu kelompok masyarakat

yang satu dengan kelompok masyarakat yang lain, sesuai dengan pandangan

hidup dan norma-norma penilaian kelompok masyarakat tersebut(Chaer,

2013:69). Makna konotatif juga dapat berubah dari waktu ke waktu. Makna

konotatif tidak terbatas pada bahasa tetapi juga pada sistem komunikasi yang lain.

Makna konotatif tidak stabil sesuai dengan intensitas rasa yang dimiliki

pembicara, pendengar, penulis dan pembaca (Keraf, 1987:113).

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

33

2.6 Fungsi Bahasa

Sudaryanto (dalam Aslinda, 2010: 89) menyatakan bahwa fungsi mengarah

untuk keperluan apa saja bahasa itu digunakan manusia. Bahasa mempunyai

fungsi yang amat penting bagi manusia, terutama fungsi komunikatif. Fungsi dari

penggunaan bahasa menjadi hal yang sangat penting bagi perkembangan bahasa.

Melalui fungsi, dapat diketahui untuk apa saja suatu bahasa digunakan oleh

pemakai bahasa. Halliday dalam bukunya “Explorations in the Functions of

Language” (dalam Tarigan, 1986:5-6) mengemukakan tujuh fungsi bahasa, yaitu.

a. Fungsi Intrumental

Fungsi instrumental untuk melayani pengelolaan lingkungan, menyebabkan

peristiwa-peristiwa tertentu terjadi. (Aslinda, 2010: 89) menyatakan fungsi

instrumental bertujuan untuk memanipulasi lingkungan penghasil kondisi tertentu

sehingga menyebabkan suatu peristiwa terjadi. Fungsi ini mengingatkan dengan apa

yang umumnya dikenal dengan perintah (Sudaryanto dalam Aslinda, 2010: 89).

b. Fungsi Regulasi

Fungsi regulasi bertindak untuk mengawasi serta mengendalikan peristiwa-

peristiwa serta mengandalkan peristwa-peristiwa. Fungsi regulasi atau pengaturan

ini bertindak untuk mengatur serta mengendalikan orang lain. Fungsi ini

merupakan kontrol perilaku sosial.

c. Fungsi Representasional

Fungsi representasional adalah penggunaan bahasa untuk membuat

pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan

atau melaporkan, dengan perkataan lain “menggambarkan” realitas yang

sebenarnya, seperti yang dilihat seseorang. Sudaryanto (dalam Aslinda, 2010: 91)

menyatakan, bahwa fungsi ini mengingatkan pada apa yang dikenal dengan berita.

d. Fungsi Interaksional

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jurnalistik Media Onlineeprints.umm.ac.id/38128/3/BAB II.pdf2.1 Jurnalistik Media Online Dunia jurnalistik saat ini tidak hanya terdapat pada media massa

34

Fungsi interaksional bertugas untuk menjamin serta menetapkan ketahanan

dan kelangsungan komunikasi sosial. Aslinda (2010: 91) menyatakan fungsi ini

mengacu pada pembinaan mempertahankan hubungan sosial antarpenutur dengan

menjaga kelangsungan komunikasi.

e. Fungsi Personal

Fungsi personal memberi kesempatan kepada seseorang penulis atau

pembicara untuk mengekspresikan perasaan, emosi, pribadi, serta reaksi-reaksinya

yang mendalam. Orientasi fungsi ini tertuju pada penuturnya sendiri.

f. Fungsi Heuristik

Fungsi heuristik melibatkan penggunaan bahasa untuk memperoleh ilmu

pengetahuan, mempelajari seluk-beluk lingkungan. Fungsi heuristik seringkali

digunakan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang menuntut jawaban. Aslinda

(2010: 92) menyatakan fungsi heuristik disebut sebagai pemertanya yang

berfungsi untuk memperoleh pengetahuan.

g. Fungsi Imajinatif

Fungsi imajinatif melayani penciptaan sistem-sistem atau gagasan yang

bersifat imajinatif. Mengisahkan cerita-cerita dongeng, membaca lelucon, atau

menulis novel merupakan praktek penggunaan fungsi imajinatif bahasa. Aslinda

(2010: 92) menyatakan fungsi imajinatif berfungsi sebagai pencipta sistem,

gagasan, atau kisah imajinatif.