bab ii kajian pustakarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3818/3/t1_292009205_bab ii.pdf ·...

14
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Model Group Investigation 2.1.1.1. Pengertian Model Group Investigation Strategi belajar kooperatif group investigation dikembangkan oleh Shlomo Sharan dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel. Secara umum perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik kooperatif group investigation adalah kelompok dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan beranggotakan 2-6 orang, tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan, dan kemudian membuat atau menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok mempresentasikan atau memamerkan laporannya kepada seluruh kelas, untuk berbagi dan saling tukar informasi temuan mereka menurut Bruns, et al., dalam Rusman (2011:220). Menurut Suprijono (2009:93) strategi belajar model group investigation ialah pembelajaran dengan pembagian kelompok. Selanjutnya guru beserta didik memilih topik-topik tertentu dengan permasalahan-permasalahan yang dapat dikembangkan dari topik-topik itu. Setelah topik beserta permasalahannya disepakati, peserta didik beserta guru menentukan cara penelitian yang dikembangkan untuk memecahkan masalah. Setiap kelompok bekerja berdasarkan cara investigasi yang mereka rumuskan. Aktivitas tersebut merupakan kegiatan sistematik keilmuan mulai dari mengumpulkan data, analisis data, sintesis, hingga menarik kesimpulan. Langkah berikutnya adalah presentasi hasil oleh masing-masing kelompok. Pada tahap ini diharapkan terjadi inter subjektif dan objektivikasi pengetahuan yang dibangun oleh suatu kelompok. Berbagai perspektif diharapkan dapat dikembangkan oleh seluruh kelas atas hasil yang dipresentasikan oleh suatu kelompok. Seyogyanya di akhir pembelajaran dilakukan evaluasi. Evaluasi dapat memasukkan assesmen individual atau kelompok.

Upload: ngonga

Post on 21-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3818/3/T1_292009205_BAB II.pdf · memilih berbagai subtopik yang akan di ajarkan dimana nantinya setiap kelompok mendpat

6

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Model Group Investigation

2.1.1.1. Pengertian Model Group Investigation

Strategi belajar kooperatif group investigation dikembangkan oleh Shlomo

Sharan dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel. Secara umum

perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik kooperatif

group investigation adalah kelompok dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan

beranggotakan 2-6 orang, tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan

unit materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan, dan kemudian membuat atau

menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok mempresentasikan

atau memamerkan laporannya kepada seluruh kelas, untuk berbagi dan saling

tukar informasi temuan mereka menurut Bruns, et al., dalam Rusman (2011:220).

Menurut Suprijono (2009:93) strategi belajar model group investigation

ialah pembelajaran dengan pembagian kelompok. Selanjutnya guru beserta didik

memilih topik-topik tertentu dengan permasalahan-permasalahan yang dapat

dikembangkan dari topik-topik itu. Setelah topik beserta permasalahannya

disepakati, peserta didik beserta guru menentukan cara penelitian yang

dikembangkan untuk memecahkan masalah.

Setiap kelompok bekerja berdasarkan cara investigasi yang mereka

rumuskan. Aktivitas tersebut merupakan kegiatan sistematik keilmuan mulai dari

mengumpulkan data, analisis data, sintesis, hingga menarik kesimpulan.

Langkah berikutnya adalah presentasi hasil oleh masing-masing kelompok.

Pada tahap ini diharapkan terjadi inter subjektif dan objektivikasi pengetahuan

yang dibangun oleh suatu kelompok. Berbagai perspektif diharapkan dapat

dikembangkan oleh seluruh kelas atas hasil yang dipresentasikan oleh suatu

kelompok. Seyogyanya di akhir pembelajaran dilakukan evaluasi. Evaluasi dapat

memasukkan assesmen individual atau kelompok.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3818/3/T1_292009205_BAB II.pdf · memilih berbagai subtopik yang akan di ajarkan dimana nantinya setiap kelompok mendpat

7

Menurut Salvin dalam Rusman (2011:221) strategi belajar group

investigation sangatlah ideal diterapkan dalam pembelajaran biologi (IPA).

Dengan materi ipa yang cukup luas dengan desain tugas-tugas atau sub-sub topik

yang mengarah pada kegiatan cara ilmiah, diharapkan siswa dalam kelompoknya

dapat saling memberi kontribusi berdasarkan pengalaman sehari-harinya.

Selanjutnya, dalam tahapan pelaksanaan investigasi para siswa mencari informasi

dari berbagai sumber, baik di dalam maupun di luar kelas/sekolah. Para siswa

kemudian melakukan evaluasi dan sintesis terhadap informasi yang telah didapat

dalam upaya untuk membuat laporan ilmiah sebagai hasil kelompok.

Menurut Narudin (2009) strategi belajar group investigation merupakan

salah satu bentuk pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan

aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan

dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau

siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik

dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi.

Riadi (2012) menerangkan bahwa group investigation adalah kelompok

kecil untuk menuntun dan mendorong siswa dalam keterlibatan belajar. Model ini

menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi

maupun dalam keterampilan proses kelompok (group process skills). Hasil akhir

dari kelompok adalah sumbangan ide dari tiap anggota serta pembelajaran

kelompok yang notabene lebih mengasah kemampuan intelektual siswa

dibandingkan belajar secara individual.

Strategi belajar model group investigation dapat dipakai guru untuk

mengembangkan kreatifitas siswa, baik secara perorangan maupun kelompok.

Model pembelajaran kooperatif dirancang untuk membantu terjadinya pembagian

tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran dan berorientasi menuju

pembentukan manusia sosial menurut Mafune dalam Rusman (2011:222). Model

pembelajaran kooperatif dipandang sebagai proses pembelajaran yang aktif, sebab

siswa akan lebih bannyak belajar melalui proses pembentukan (contructing) dan

penciptaan, kerja dalam kelompok dan berbagai pengetahuan serta tanggung

jawab individu tetap merupakan kunci keberhasilan pembelajaran.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3818/3/T1_292009205_BAB II.pdf · memilih berbagai subtopik yang akan di ajarkan dimana nantinya setiap kelompok mendpat

8

Asumsi yang digunakan sebagai acuan dalam pengembangan model

pembelajaran group investigation, yaitu (1) untuk meningkatkan kemampuan

kreativitas siswa dapat ditempuh melalui pengembangan proses kreatif menuju

suatu kesadaran dan pengembangan alat bantu yang secara eksplisit mendukung

kreativitas. (2) komponen emosional lebih penting daripada intelektual, yang tak

rasional lebih penting daripada yang rasional dan (3) untuk meningkatkan peluang

keberhasilan dalam memecahkan suatu masalah harus lebih dahulu memahami

komponen emosional dan rasional.

Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

group investigation ialah model pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa

dalam pembelajaran. Pertama siswa dibentuk kelompok secara heterogen,

memilih berbagai subtopik yang akan di ajarkan dimana nantinya setiap

kelompok mendpat tugas dan tujuan umum berdasarkan topik yang dipilih. Siswa

dalam kelompok mengerjakan tugas berdasar topik yang dipilih, mereka saling

kerjasama dalam mencari jawaban, mengemukakan pendapat, mencari materi

yang diperlukan baik dari buku maupun internet dan yang lainnya. Kemudian

kelompok menyimpulkan pendapat dan dari sumber yang diperoleh untuk menjadi

satu jawaban. Kelompok harus bertanggung jawab atas pendapat atau jawaban

yang mereka simpulkan. Selanjutnya kelompok atau perwakilan dari kelompok

membacakan hasil yang diperoleh dari kerja kelompok. Siswa dari kelompok lain

atau kelompok lain boleh menyakal atau memberikan saran atas jawaban

kelompok yang melakukan presentasi. Kemudian siswa bersama guru

menyimpilkan hasil dari kerja masing-masing kelompok.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3818/3/T1_292009205_BAB II.pdf · memilih berbagai subtopik yang akan di ajarkan dimana nantinya setiap kelompok mendpat

9

2.1.1.2. Langkah-langkah Model Group Investigation

Langkah-langkah penerapan model group investigation menurut

Kiranawati dalam Narudin (2009) adalah.

1. Seleksi topik

Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah

masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para

siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang

berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2

hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis

kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.

2. Merencanakan kerjasama

Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur

belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai

topik dan subtopik yang telah dipilih.

3. Implementasi

Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan.

pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan

dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk

menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di

luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap

kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.

4. Analisis dan sintesis

Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi

yang diperoleh dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu

penyajian yang menarik di depan kelas.

5. Penyajian hasil akhir

Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik

dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas

saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik

tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3818/3/T1_292009205_BAB II.pdf · memilih berbagai subtopik yang akan di ajarkan dimana nantinya setiap kelompok mendpat

10

6. Evaluasi

Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi

tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan.

Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok,

atau keduanya.

2.1.1.3. Kelebihan Model Group Investigation

Menurut Setiawan dalam Nurdin (2012) mendeskripsikan beberapa

kelebihan dari pembelajaran group investigation, yaitu.

1) Secara Pribadi

a) dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas b) memberi

semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif c) rasa percaya diri dapat

lebih meningkat d) dapat belajar untuk memecahkan, menangani suatu

masalah.

2) Secara Sosial

a) meningkatkan belajar bekerja sama. b) belajar berkomunikasi baik

dengan teman sendiri maupun guru. c) belajar berkomunikasi yang baik

secara sistematis. d) belajar menghargai pendapat orang lain.

e) meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan.

3) Secara Akademis

a) siswa terlatih untuk mempertanggungjawabkan jawaban yang

diberikan. b) bekerja secara sistematis. c) merencanakan dan

mengorganisasikan pekerjaannya. d) mengecek kebenaran jawaban

yang mereka buat. e) Selalu berfikir tentang cara atau strategi yang

digunakan sehingga didapat suatu simpulan yang berlaku umum.

2.1.1.4. Kelemahan Model Group Investigation

Menurut Santoso (2011) model pembelajaran group investigation

merupakan model pembelajaran yang kompleks dan sulit untuk dilaksanakan

dalam pembelajaran kooperatif. Kemudian pembelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran group investigation juga membutuhkan waktu yang lama.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3818/3/T1_292009205_BAB II.pdf · memilih berbagai subtopik yang akan di ajarkan dimana nantinya setiap kelompok mendpat

11

2.1.2. Belajar

2.1.2.1. Pengertian Belajar

Belajar menurut Gagne dalam Dimiyati dan Mujiono (2009:10) belajar

merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah

belajar orang memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya

kapabilitas tersebut adalah dari (i) stimulus yang berasal dari lingkungan, dan (ii)

proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar dengan demikian belajar adalah

seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus lingkungan, melewati

pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.

Belajar menurut Skiner (dalam Dimiyati dan Mujiono, 2009:9) bahwa

belajar adalah suatu prilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya akan

menjadi lebih baik. Sebaliknya bila ia tidak belajar maka resposnya menurun.

Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut:

(i) Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pebelajar,

(ii) respons pebelajar, dan (iii) konsekuensi yang bersifat menguatkan respons

tersebut. Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut.

Sebagai ilustrasi, prilaku respons sipebelajar yang baik diberi hadiah. Sebaliknya,

prilaku respons yang tidak baik diberi teguran dan hukuman.

Belajar menurut piaget dalam Dimiyati dan Mujiono (2009:13)

pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus-

menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan

adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang.

Perkembangan intelektual melalui tahap-tahap berikut. (i) sensori motor

(0;0-2;0 tahun), (ii) pra-oprasional (2;0-7;0 tahun), (iii) oprasional kongkrit (7;0-

11;0 tahun), dan oprasi formal (11;0-ke atas).

Pada tahap sensori motor anak mengenal lingkungan dengan kemampuan

sensorik dan motorik. Anak mengenal lingkungan dengan penglihatan,

penciuman, pendengaran, perabaan dan menggerak-gerakkannya. Pada tahap pra-

oprasional, anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Iya telah

mampu menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat

gambar dan menggolong-golongkan. Pada tahap operasional kongkret anak dapat

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3818/3/T1_292009205_BAB II.pdf · memilih berbagai subtopik yang akan di ajarkan dimana nantinya setiap kelompok mendpat

12

mengembangkan fikiran logis. Iya dapat mengikuti penalaran logis, walau

kadang-kadang memecahkan masalah secara “trial and error”. Pada tahap oprasi

formal anak dapat berfikir abstrak seperti pada orang dewasa.

Menurut Moh. Surya dalam Hariyanto (2010) belajar adalah suatu proses

usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam

interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua

pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri

seseorang.

Belajar menurut Rogers dalam Dimiyati, Mujiono (2009:16)

menyayangkan praktek pendidikan di sekolah tahun 1960-an. Menurut

pendapatnya, praktek pendidikan menitik beratkan pada segi pengajaran, bukan

pada siswa yang belajar. Praktek tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan

dan siswa hannya menghafalkan pelajaran.

Rogers mengemukakan pentingnya guru memperhatikan prinsip

pendidikan. Prinsip pendidikan dan pembelajaran tersebut sebagai berikut: (1)

Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan wajar untuk belajar. Siswa tidah harus

belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya. (2) Siswa akan mempelajari hal-hal

yang bermakana bagi dirinya. (3) Pengorganisasian bahan pengajaran berarti

mengorganisasikan bahan dan ide baru, sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.

(4) Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang

proses-proses belajar, keterbukaan belajar mengalami sesuatu, bekerja sama

dengan melakukan pengubahan diri terus-menerus. (5) Belajar yang optimal akan

terjadi, bila siswa berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam proses

pembelajaran. (6) Belajar mengalami (experiental learning) dapat terjadi, bila

siswa mengevaluasi dirinya sendiri. Belajar mengalami dapat memberi peluang

untuk belajar kreatif, self evaluation dan kritik diri. Hal ini berarti bahwa evaluasi

dari instruktur bersifat sekunder. (7) Belajar mengalami menuntut keterlibatan

siswa secara penuh dan sungguh-sungguh.

Dari berbagai pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

perubahan yang dialami pebelajar berupa memiliki ketrampilan, pengetahuan,

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3818/3/T1_292009205_BAB II.pdf · memilih berbagai subtopik yang akan di ajarkan dimana nantinya setiap kelompok mendpat

13

sikap, dan nilai yang menuju respons yang lebih baik jika pebelajar tidak belajar

maka respons akan menurun (kurang baik) semua dapat digunakan dalam

pembelajaran karena belajar harus diterapkan dalam siswa untuk memperoleh

perubahan siswa dalam hal perilaku siswa. Perkembangan intelektual melalui

tahap-tahap berikut. (i) sensori motor (0;0-2;0 tahun) Pada tahap sensori motor

anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dan motorik, (ii) pra-

oprasional (2;0-7;0 tahun) Pada tahap pra-oprasional, anak mengandalkan diri

pada persepsi tentang realitas, (iii) oprasional kongkrit (7;0-11;0 tahun) Pada

tahap operasional kongkret anak dapat mengembangkan pikiran logis, dan oprasi

formal (11;0-ke atas) Pada tahap oprasi formal anak dapat berpikir abstrak seperti

pada orang dewasa.

2.1.2.2. Hasil Belajar

Menurut Dimyati, Mudjiono (2009:17) hasil belajar merupakan hal yang

dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa,

hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila

dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut

terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari

sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.

Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam

mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang

ditetapkan meliputi aspek kognitif, afektif, psikomotor. Menurut Muhibbin dalam

Karso (1998) menyatakan bahwa hasil belajar juga dapat dilihat dari 3 aspek ,

yaitu secara kuantitatif, institusional, dan kualitatif. Aspek kuantitatif

menekankan pada pengisian dan pengembangan kemampuan kognitif dengan

fakta-fakta yang berarti. Aspek institusional atau kelembagaan menekankan pada

ukuran seberapa baik perolehan belajar siswa yang dinyatakan dalam angka–

angka. Sedangkan aspek kualitatif menekankan pada seberapa baik pemahaman

dan penafsiran siswa terhadap lingkungan disekitarnya. Sehingga dapat

memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari–hari.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3818/3/T1_292009205_BAB II.pdf · memilih berbagai subtopik yang akan di ajarkan dimana nantinya setiap kelompok mendpat

14

Menurut Oemar Hamalik dalam Munawar (2009) hasil belajar adalah bila

seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut,

misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi

siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat

perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum

belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah

kognitif, afektif, dan psikomotor Slametto dalam Viklund (2012).

Menurut Bloom, dkk dalam Dimyati, Mudjiono (2009:26) mengemukakan

bahwa, ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum

dapat diklasifikasikan menjadi 3, yakni: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah

psikomotor.

Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik

dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang setelah

melakukan usaha-usaha belajar. Hasil belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk

nilai. Setelah mengkaji pengertian hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman

belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

merupakan hasil yang dicapai siswa dalam mengikuti program belajar, sikap,

tingkah laku yang menunjukan taraf kemampuan siswa dalam mengikuti program

belajar pada waktu tertentu sesuai dengan kurikulum yang telah ditentukan.

Dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif,

psikomotor.

2.1.2.3. Ranah Kognitif

Ranah kognitif Bloom, dkk dalam Dimyati, Mudjiyono (2009:26)

mengemukakan adanya enam kelas/tingkatan yaitu:

1) Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah

dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan

dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3818/3/T1_292009205_BAB II.pdf · memilih berbagai subtopik yang akan di ajarkan dimana nantinya setiap kelompok mendpat

15

2) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang

hal yang dipelajari.

3) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah

untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.

4) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam

bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan

baik.

5) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.

6) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang

beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.

2.1.3. Pengertian IPA

Menurut Winaputra dalam Samatowa (2009:3) IPA merupakan ilmu yang

berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun

secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasian

eksperimen/sistematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu

system, tidak berdiri sendiri, satu dengan yang lainya saling berkaitan, saling

menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sedangkan

berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang

atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh

hasil yang sama atau konsisiten.

Menurut Suyoso (1998:23) IPA sendiri berasal dari kata sains yang

berarti alam. Sains merupakan “pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat

aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu

yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara universal”.

Menurut KTSP, (2006)” IPA atau SAINS merupakan suatu kumpulan

pengetahuan yang tersususn secara sistematis, dan dalam pengetahuannya secara

umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA merupakan suatu

kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis hasil kegiatan manusia

tentang alam sekitar yang terwujud melalui suatu rangkaian kerja ilmiah, nilai dan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3818/3/T1_292009205_BAB II.pdf · memilih berbagai subtopik yang akan di ajarkan dimana nantinya setiap kelompok mendpat

16

sikap ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan

Yang Maha Esa.

Menurut Nash dalam Samatowa (2009) menyatakan bahwa IPA itu adalah

suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan bahwa

cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta

menghubungkanya antara suatu fenomena dan fenomena lain, sehingga

keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang

diamatinya.

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa

inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan

dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan.

Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) pengertianya dapat diseut sebagai ilmu tentng

alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini

Samatowa (2009:3).

Dari pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan satu

kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, ilmu yang mempelajari

peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitar yang terwujud melalui suatu

rangkaian kerja ilmiah. Melalui metode yang teratur, sistematis, berobjek,

bermetode, berlaku secara universal dan sikap ilmiah siswa rasa mencintai dan

menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Menurut Utari (2012) peningkatan hasil belajar ilmu pengetahuan alam

pokok bahasan energi melalui pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation

pada siswa kelas 4 SD Negeri Madyo Gondo 03 kecamatan Ngablak kabupaten

Magelang semester II tahun pelajaran 2011/2012 menyatakan bahwa peningkatan

hasil belajar IPA dapat dilihat dari perolehan nilai siklus I dan II. 1. Siklus I

dengan penerapan pembelajaran group investigaton siswa yang mencapai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM =60) sebanyak 26 siswa (72,22%) dan yang belum

mencapai KKM sebanyak 10 siswa (27,78%). Nilai rata-ratanya adalah 73,05

sedangkan nilai tertinggi adalah 95 dan nilai terendahnya adalah 30. 2. Siklus II

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3818/3/T1_292009205_BAB II.pdf · memilih berbagai subtopik yang akan di ajarkan dimana nantinya setiap kelompok mendpat

17

dengan penerapan pembelajaran group investigaton siswa yang mencapai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM =60) sebanyak 34 siswa (94,44%) dan yang belum

mencapai KKM sebanyak 2 siswa (5,56%). Nilai rata-ratanya adalah 80,28

sedangkan nilai tertinggi adalah 100 dan nilai terendahnya adalah 40. Hasil

penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ratih

Endarini Sudarmono (2011) dengan judul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil

Belajar siswa Kelas 5 melalui Penerapan Model pembelajaran Group

Investigation pada Pembelajaran IPA di SD Sidorejo Lor 02 Salatiga Semester I

Tahun Pelajaran 2009/2010”. Dari hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa

pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan hasil belajar

IPA di SD Sidorejo Lor 02 Salatiga.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2012) perbedaan pengaruh

metode terbimbing dengan model Group Investigation pada hasil belajar IPA

kelas 5 di SD N Cebongan 02 menyatakan bahwa nilai rerata siswa yang diberi

Pembelajaran dengan menggunakan Metode Penemuan terbimbing dan model

Group Investigation memiliki nilai rerata dengan selisih yang sedikit. Dibuktikan

dengan adanya nilai rata-rata kelas eksperimen yang berjumlah 95,23 dan untuk

kelas kontrol adalah 92,22. Hasil belajar kelas kontrol dengan menggunakan

model group investigation tidak mengalami peningkatan atau dapat dikatakan

sama. Dilihat dari nilai rerata pretest 92,22 dan rerata posttest 92,22. Hal tersebut

juga berlaku pada kelas eksperimen dengan menggunakan metode penemuan

terbimbing, hasil belajar pada kelas tersebut tidak mengalami peningkatan atau

dapat dikatakan sama. Dilihat dari nilai rerata pretest 95,23 dan rerata posttest

95,23. Melihat keadaan seperti itu maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan

model group investigation dan metode penemuan terbimbing sama-sama baik

untuk diterapkan. Kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran metode

penemuan terbimbing memiliki nilai rerata yang baik. Hal tersebut dikarenakan,

metode penemuan terbimbing menekankan pembelajaran aktif pada siswa dan

peran guru sebagai teman belajar atau fasilitator. Penerapan metode penemuan

terbimbing memunculkan ketertarikan pada siswa dengan penemuan yang

mereka peroleh atas percobaan yang mereka lakukan.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3818/3/T1_292009205_BAB II.pdf · memilih berbagai subtopik yang akan di ajarkan dimana nantinya setiap kelompok mendpat

18

Sugiyanto (2012) dalam penelitiannya yang berjudul peningkatan hasil

belajar matematika menggunakan model pembelajaran Goup Investigation pada

siswa kelas 5 SD N Rejosari kecamatan Grobogan kabupaten Grobogan semester

II tahun pelajaran 2011/2012 menyatakan, setelah model pembelajaran Group

Investigation dilakukan selama 2 siklus, diperoleh hasil yaitu siswa yang tuntas

pada siklus 1 bertambah 12 siswa dengan total siswa yang tuntas 27 siswa dengan

ketuntasan klasikal 71%, sedangkan siswa yang tidak tuntas berjumlah 11 siswa

atau 39%. Meningkat lagi pada siklus 2 yaitu siswa yang tuntas bertambah 8 siswa

menjadi 35 siswa dengan ketuntasan klasikal 92%. Secara otomatis jumlah siswa

yang belum tuntas nilainya semakin berkurang jumlahnya. Jumlah siswa yang

belum tuntas setelah dilaksanakan tindakan hanya 3 siswa. Ketiga siswa itu

dikategorikan kurang dalam kemampuan akademiknya pada pelajaran Matematika

maupun pelajaran lainnya. Ketuntasan belajar siswa kelas 5 SD Negeri 3 Rejosari

pada siklus 2 sudah sesuai dengan indikator kinerja yang ditetapkan dalam

penilitian ini yaitu ketuntasan belajar klasikal siswa adalah 80%. Dapat

disimpulkan bahwa model pembelajaran Group Investigation dapat meningkatkan

hasil belajar Matematika siswa.

2.3. Kerangka Berfikir

Pada penelitian di kelas 4 SD Negeri 03 Karanganyar Kecamatan Geyer

Kabupaten Grobogan, guru dalam mengajarkan materi memahami gaya dapat

mengubah gerak dan/atau bentuk suatu benda menggunakan model

konvensional, sehingga siswa kurang tertarik dalam mata pelajaran IPA. Hal ini

dapat dilihat dari hasil tes pada kondisi awal ada 15 siswa yang tuntas dan 13

lainnya belum tuntas. Penelitian yang akan dilakukan dengan cara kolaborasi

antara guru kelas 4. Guru dan peneliti secara bersama menggali dan mengkaji

permasalahan nyata yang dihadapi guru dan siswa di sekolah. Penelitian

dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran group investigation pada

pelajaran IPA pokok bahasan memahami perubahan lingkungan fisik dan

pengaruhnya terhadap daratan. Model pembelajaran group investigation dipilih

karena memiliki beberapa kelebihan untuk siswa dalam proses pembelajaran,

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3818/3/T1_292009205_BAB II.pdf · memilih berbagai subtopik yang akan di ajarkan dimana nantinya setiap kelompok mendpat

19

siswa bisa lebih aktif, kreatif, berinisiatif ketika proses pembelajaran dan

siswanya dituntut untuk lebih aktif dari pada gurunya. Siswa bisa belajar

berkomunikasi, mengeluarkan pendapat, dan bisa menumbuhkan rasa percaya

diri. Perbaikan model pembelajaran ini melibatkan keaktifan siswa secara

menyeluruh dalam proses pembelajaran. Keterlibatan siswa secara aktif dan

menyeluruh diharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar

IPA.

2.4. Hipotesis Penelitian

Penggunaan model pembelajaran Group Investigation dapat

meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaram IPA pokok bahasan

memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan pada

siswa kelas 4 semester II SD Negeri 03 Karanganyar Kecamatan Geyer

Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2012/2013.