bab ii kajian pustakarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3818/3/t1_292009205_bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
6
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Model Group Investigation
2.1.1.1. Pengertian Model Group Investigation
Strategi belajar kooperatif group investigation dikembangkan oleh Shlomo
Sharan dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel. Secara umum
perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik kooperatif
group investigation adalah kelompok dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan
beranggotakan 2-6 orang, tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan
unit materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan, dan kemudian membuat atau
menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok mempresentasikan
atau memamerkan laporannya kepada seluruh kelas, untuk berbagi dan saling
tukar informasi temuan mereka menurut Bruns, et al., dalam Rusman (2011:220).
Menurut Suprijono (2009:93) strategi belajar model group investigation
ialah pembelajaran dengan pembagian kelompok. Selanjutnya guru beserta didik
memilih topik-topik tertentu dengan permasalahan-permasalahan yang dapat
dikembangkan dari topik-topik itu. Setelah topik beserta permasalahannya
disepakati, peserta didik beserta guru menentukan cara penelitian yang
dikembangkan untuk memecahkan masalah.
Setiap kelompok bekerja berdasarkan cara investigasi yang mereka
rumuskan. Aktivitas tersebut merupakan kegiatan sistematik keilmuan mulai dari
mengumpulkan data, analisis data, sintesis, hingga menarik kesimpulan.
Langkah berikutnya adalah presentasi hasil oleh masing-masing kelompok.
Pada tahap ini diharapkan terjadi inter subjektif dan objektivikasi pengetahuan
yang dibangun oleh suatu kelompok. Berbagai perspektif diharapkan dapat
dikembangkan oleh seluruh kelas atas hasil yang dipresentasikan oleh suatu
kelompok. Seyogyanya di akhir pembelajaran dilakukan evaluasi. Evaluasi dapat
memasukkan assesmen individual atau kelompok.
7
Menurut Salvin dalam Rusman (2011:221) strategi belajar group
investigation sangatlah ideal diterapkan dalam pembelajaran biologi (IPA).
Dengan materi ipa yang cukup luas dengan desain tugas-tugas atau sub-sub topik
yang mengarah pada kegiatan cara ilmiah, diharapkan siswa dalam kelompoknya
dapat saling memberi kontribusi berdasarkan pengalaman sehari-harinya.
Selanjutnya, dalam tahapan pelaksanaan investigasi para siswa mencari informasi
dari berbagai sumber, baik di dalam maupun di luar kelas/sekolah. Para siswa
kemudian melakukan evaluasi dan sintesis terhadap informasi yang telah didapat
dalam upaya untuk membuat laporan ilmiah sebagai hasil kelompok.
Menurut Narudin (2009) strategi belajar group investigation merupakan
salah satu bentuk pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan
aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan
dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau
siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik
dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi.
Riadi (2012) menerangkan bahwa group investigation adalah kelompok
kecil untuk menuntun dan mendorong siswa dalam keterlibatan belajar. Model ini
menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi
maupun dalam keterampilan proses kelompok (group process skills). Hasil akhir
dari kelompok adalah sumbangan ide dari tiap anggota serta pembelajaran
kelompok yang notabene lebih mengasah kemampuan intelektual siswa
dibandingkan belajar secara individual.
Strategi belajar model group investigation dapat dipakai guru untuk
mengembangkan kreatifitas siswa, baik secara perorangan maupun kelompok.
Model pembelajaran kooperatif dirancang untuk membantu terjadinya pembagian
tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran dan berorientasi menuju
pembentukan manusia sosial menurut Mafune dalam Rusman (2011:222). Model
pembelajaran kooperatif dipandang sebagai proses pembelajaran yang aktif, sebab
siswa akan lebih bannyak belajar melalui proses pembentukan (contructing) dan
penciptaan, kerja dalam kelompok dan berbagai pengetahuan serta tanggung
jawab individu tetap merupakan kunci keberhasilan pembelajaran.
8
Asumsi yang digunakan sebagai acuan dalam pengembangan model
pembelajaran group investigation, yaitu (1) untuk meningkatkan kemampuan
kreativitas siswa dapat ditempuh melalui pengembangan proses kreatif menuju
suatu kesadaran dan pengembangan alat bantu yang secara eksplisit mendukung
kreativitas. (2) komponen emosional lebih penting daripada intelektual, yang tak
rasional lebih penting daripada yang rasional dan (3) untuk meningkatkan peluang
keberhasilan dalam memecahkan suatu masalah harus lebih dahulu memahami
komponen emosional dan rasional.
Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
group investigation ialah model pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa
dalam pembelajaran. Pertama siswa dibentuk kelompok secara heterogen,
memilih berbagai subtopik yang akan di ajarkan dimana nantinya setiap
kelompok mendpat tugas dan tujuan umum berdasarkan topik yang dipilih. Siswa
dalam kelompok mengerjakan tugas berdasar topik yang dipilih, mereka saling
kerjasama dalam mencari jawaban, mengemukakan pendapat, mencari materi
yang diperlukan baik dari buku maupun internet dan yang lainnya. Kemudian
kelompok menyimpulkan pendapat dan dari sumber yang diperoleh untuk menjadi
satu jawaban. Kelompok harus bertanggung jawab atas pendapat atau jawaban
yang mereka simpulkan. Selanjutnya kelompok atau perwakilan dari kelompok
membacakan hasil yang diperoleh dari kerja kelompok. Siswa dari kelompok lain
atau kelompok lain boleh menyakal atau memberikan saran atas jawaban
kelompok yang melakukan presentasi. Kemudian siswa bersama guru
menyimpilkan hasil dari kerja masing-masing kelompok.
9
2.1.1.2. Langkah-langkah Model Group Investigation
Langkah-langkah penerapan model group investigation menurut
Kiranawati dalam Narudin (2009) adalah.
1. Seleksi topik
Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah
masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para
siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang
berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2
hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis
kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
2. Merencanakan kerjasama
Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur
belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai
topik dan subtopik yang telah dipilih.
3. Implementasi
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan.
pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan
dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk
menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di
luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap
kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
4. Analisis dan sintesis
Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi
yang diperoleh dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu
penyajian yang menarik di depan kelas.
5. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik
dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas
saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik
tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
10
6. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi
tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan.
Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok,
atau keduanya.
2.1.1.3. Kelebihan Model Group Investigation
Menurut Setiawan dalam Nurdin (2012) mendeskripsikan beberapa
kelebihan dari pembelajaran group investigation, yaitu.
1) Secara Pribadi
a) dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas b) memberi
semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif c) rasa percaya diri dapat
lebih meningkat d) dapat belajar untuk memecahkan, menangani suatu
masalah.
2) Secara Sosial
a) meningkatkan belajar bekerja sama. b) belajar berkomunikasi baik
dengan teman sendiri maupun guru. c) belajar berkomunikasi yang baik
secara sistematis. d) belajar menghargai pendapat orang lain.
e) meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan.
3) Secara Akademis
a) siswa terlatih untuk mempertanggungjawabkan jawaban yang
diberikan. b) bekerja secara sistematis. c) merencanakan dan
mengorganisasikan pekerjaannya. d) mengecek kebenaran jawaban
yang mereka buat. e) Selalu berfikir tentang cara atau strategi yang
digunakan sehingga didapat suatu simpulan yang berlaku umum.
2.1.1.4. Kelemahan Model Group Investigation
Menurut Santoso (2011) model pembelajaran group investigation
merupakan model pembelajaran yang kompleks dan sulit untuk dilaksanakan
dalam pembelajaran kooperatif. Kemudian pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran group investigation juga membutuhkan waktu yang lama.
11
2.1.2. Belajar
2.1.2.1. Pengertian Belajar
Belajar menurut Gagne dalam Dimiyati dan Mujiono (2009:10) belajar
merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah
belajar orang memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya
kapabilitas tersebut adalah dari (i) stimulus yang berasal dari lingkungan, dan (ii)
proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar dengan demikian belajar adalah
seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus lingkungan, melewati
pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.
Belajar menurut Skiner (dalam Dimiyati dan Mujiono, 2009:9) bahwa
belajar adalah suatu prilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya akan
menjadi lebih baik. Sebaliknya bila ia tidak belajar maka resposnya menurun.
Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut:
(i) Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pebelajar,
(ii) respons pebelajar, dan (iii) konsekuensi yang bersifat menguatkan respons
tersebut. Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut.
Sebagai ilustrasi, prilaku respons sipebelajar yang baik diberi hadiah. Sebaliknya,
prilaku respons yang tidak baik diberi teguran dan hukuman.
Belajar menurut piaget dalam Dimiyati dan Mujiono (2009:13)
pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus-
menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan
adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang.
Perkembangan intelektual melalui tahap-tahap berikut. (i) sensori motor
(0;0-2;0 tahun), (ii) pra-oprasional (2;0-7;0 tahun), (iii) oprasional kongkrit (7;0-
11;0 tahun), dan oprasi formal (11;0-ke atas).
Pada tahap sensori motor anak mengenal lingkungan dengan kemampuan
sensorik dan motorik. Anak mengenal lingkungan dengan penglihatan,
penciuman, pendengaran, perabaan dan menggerak-gerakkannya. Pada tahap pra-
oprasional, anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Iya telah
mampu menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat
gambar dan menggolong-golongkan. Pada tahap operasional kongkret anak dapat
12
mengembangkan fikiran logis. Iya dapat mengikuti penalaran logis, walau
kadang-kadang memecahkan masalah secara “trial and error”. Pada tahap oprasi
formal anak dapat berfikir abstrak seperti pada orang dewasa.
Menurut Moh. Surya dalam Hariyanto (2010) belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua
pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri
seseorang.
Belajar menurut Rogers dalam Dimiyati, Mujiono (2009:16)
menyayangkan praktek pendidikan di sekolah tahun 1960-an. Menurut
pendapatnya, praktek pendidikan menitik beratkan pada segi pengajaran, bukan
pada siswa yang belajar. Praktek tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan
dan siswa hannya menghafalkan pelajaran.
Rogers mengemukakan pentingnya guru memperhatikan prinsip
pendidikan. Prinsip pendidikan dan pembelajaran tersebut sebagai berikut: (1)
Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan wajar untuk belajar. Siswa tidah harus
belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya. (2) Siswa akan mempelajari hal-hal
yang bermakana bagi dirinya. (3) Pengorganisasian bahan pengajaran berarti
mengorganisasikan bahan dan ide baru, sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
(4) Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang
proses-proses belajar, keterbukaan belajar mengalami sesuatu, bekerja sama
dengan melakukan pengubahan diri terus-menerus. (5) Belajar yang optimal akan
terjadi, bila siswa berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam proses
pembelajaran. (6) Belajar mengalami (experiental learning) dapat terjadi, bila
siswa mengevaluasi dirinya sendiri. Belajar mengalami dapat memberi peluang
untuk belajar kreatif, self evaluation dan kritik diri. Hal ini berarti bahwa evaluasi
dari instruktur bersifat sekunder. (7) Belajar mengalami menuntut keterlibatan
siswa secara penuh dan sungguh-sungguh.
Dari berbagai pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
perubahan yang dialami pebelajar berupa memiliki ketrampilan, pengetahuan,
13
sikap, dan nilai yang menuju respons yang lebih baik jika pebelajar tidak belajar
maka respons akan menurun (kurang baik) semua dapat digunakan dalam
pembelajaran karena belajar harus diterapkan dalam siswa untuk memperoleh
perubahan siswa dalam hal perilaku siswa. Perkembangan intelektual melalui
tahap-tahap berikut. (i) sensori motor (0;0-2;0 tahun) Pada tahap sensori motor
anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dan motorik, (ii) pra-
oprasional (2;0-7;0 tahun) Pada tahap pra-oprasional, anak mengandalkan diri
pada persepsi tentang realitas, (iii) oprasional kongkrit (7;0-11;0 tahun) Pada
tahap operasional kongkret anak dapat mengembangkan pikiran logis, dan oprasi
formal (11;0-ke atas) Pada tahap oprasi formal anak dapat berpikir abstrak seperti
pada orang dewasa.
2.1.2.2. Hasil Belajar
Menurut Dimyati, Mudjiono (2009:17) hasil belajar merupakan hal yang
dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa,
hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari
sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.
Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam
mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang
ditetapkan meliputi aspek kognitif, afektif, psikomotor. Menurut Muhibbin dalam
Karso (1998) menyatakan bahwa hasil belajar juga dapat dilihat dari 3 aspek ,
yaitu secara kuantitatif, institusional, dan kualitatif. Aspek kuantitatif
menekankan pada pengisian dan pengembangan kemampuan kognitif dengan
fakta-fakta yang berarti. Aspek institusional atau kelembagaan menekankan pada
ukuran seberapa baik perolehan belajar siswa yang dinyatakan dalam angka–
angka. Sedangkan aspek kualitatif menekankan pada seberapa baik pemahaman
dan penafsiran siswa terhadap lingkungan disekitarnya. Sehingga dapat
memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari–hari.
14
Menurut Oemar Hamalik dalam Munawar (2009) hasil belajar adalah bila
seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut,
misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi
siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat
perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum
belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor Slametto dalam Viklund (2012).
Menurut Bloom, dkk dalam Dimyati, Mudjiono (2009:26) mengemukakan
bahwa, ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum
dapat diklasifikasikan menjadi 3, yakni: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotor.
Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik
dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang setelah
melakukan usaha-usaha belajar. Hasil belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk
nilai. Setelah mengkaji pengertian hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman
belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan hasil yang dicapai siswa dalam mengikuti program belajar, sikap,
tingkah laku yang menunjukan taraf kemampuan siswa dalam mengikuti program
belajar pada waktu tertentu sesuai dengan kurikulum yang telah ditentukan.
Dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif,
psikomotor.
2.1.2.3. Ranah Kognitif
Ranah kognitif Bloom, dkk dalam Dimyati, Mudjiyono (2009:26)
mengemukakan adanya enam kelas/tingkatan yaitu:
1) Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah
dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan
dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode.
15
2) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang
hal yang dipelajari.
3) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah
untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.
4) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam
bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan
baik.
5) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.
6) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang
beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.
2.1.3. Pengertian IPA
Menurut Winaputra dalam Samatowa (2009:3) IPA merupakan ilmu yang
berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun
secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasian
eksperimen/sistematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu
system, tidak berdiri sendiri, satu dengan yang lainya saling berkaitan, saling
menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sedangkan
berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang
atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh
hasil yang sama atau konsisiten.
Menurut Suyoso (1998:23) IPA sendiri berasal dari kata sains yang
berarti alam. Sains merupakan “pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat
aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu
yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara universal”.
Menurut KTSP, (2006)” IPA atau SAINS merupakan suatu kumpulan
pengetahuan yang tersususn secara sistematis, dan dalam pengetahuannya secara
umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA merupakan suatu
kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis hasil kegiatan manusia
tentang alam sekitar yang terwujud melalui suatu rangkaian kerja ilmiah, nilai dan
16
sikap ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan
Yang Maha Esa.
Menurut Nash dalam Samatowa (2009) menyatakan bahwa IPA itu adalah
suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan bahwa
cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta
menghubungkanya antara suatu fenomena dan fenomena lain, sehingga
keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang
diamatinya.
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa
inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan
dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan.
Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) pengertianya dapat diseut sebagai ilmu tentng
alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini
Samatowa (2009:3).
Dari pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan satu
kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, ilmu yang mempelajari
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitar yang terwujud melalui suatu
rangkaian kerja ilmiah. Melalui metode yang teratur, sistematis, berobjek,
bermetode, berlaku secara universal dan sikap ilmiah siswa rasa mencintai dan
menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Menurut Utari (2012) peningkatan hasil belajar ilmu pengetahuan alam
pokok bahasan energi melalui pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation
pada siswa kelas 4 SD Negeri Madyo Gondo 03 kecamatan Ngablak kabupaten
Magelang semester II tahun pelajaran 2011/2012 menyatakan bahwa peningkatan
hasil belajar IPA dapat dilihat dari perolehan nilai siklus I dan II. 1. Siklus I
dengan penerapan pembelajaran group investigaton siswa yang mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM =60) sebanyak 26 siswa (72,22%) dan yang belum
mencapai KKM sebanyak 10 siswa (27,78%). Nilai rata-ratanya adalah 73,05
sedangkan nilai tertinggi adalah 95 dan nilai terendahnya adalah 30. 2. Siklus II
17
dengan penerapan pembelajaran group investigaton siswa yang mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM =60) sebanyak 34 siswa (94,44%) dan yang belum
mencapai KKM sebanyak 2 siswa (5,56%). Nilai rata-ratanya adalah 80,28
sedangkan nilai tertinggi adalah 100 dan nilai terendahnya adalah 40. Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ratih
Endarini Sudarmono (2011) dengan judul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil
Belajar siswa Kelas 5 melalui Penerapan Model pembelajaran Group
Investigation pada Pembelajaran IPA di SD Sidorejo Lor 02 Salatiga Semester I
Tahun Pelajaran 2009/2010”. Dari hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan hasil belajar
IPA di SD Sidorejo Lor 02 Salatiga.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2012) perbedaan pengaruh
metode terbimbing dengan model Group Investigation pada hasil belajar IPA
kelas 5 di SD N Cebongan 02 menyatakan bahwa nilai rerata siswa yang diberi
Pembelajaran dengan menggunakan Metode Penemuan terbimbing dan model
Group Investigation memiliki nilai rerata dengan selisih yang sedikit. Dibuktikan
dengan adanya nilai rata-rata kelas eksperimen yang berjumlah 95,23 dan untuk
kelas kontrol adalah 92,22. Hasil belajar kelas kontrol dengan menggunakan
model group investigation tidak mengalami peningkatan atau dapat dikatakan
sama. Dilihat dari nilai rerata pretest 92,22 dan rerata posttest 92,22. Hal tersebut
juga berlaku pada kelas eksperimen dengan menggunakan metode penemuan
terbimbing, hasil belajar pada kelas tersebut tidak mengalami peningkatan atau
dapat dikatakan sama. Dilihat dari nilai rerata pretest 95,23 dan rerata posttest
95,23. Melihat keadaan seperti itu maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan
model group investigation dan metode penemuan terbimbing sama-sama baik
untuk diterapkan. Kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran metode
penemuan terbimbing memiliki nilai rerata yang baik. Hal tersebut dikarenakan,
metode penemuan terbimbing menekankan pembelajaran aktif pada siswa dan
peran guru sebagai teman belajar atau fasilitator. Penerapan metode penemuan
terbimbing memunculkan ketertarikan pada siswa dengan penemuan yang
mereka peroleh atas percobaan yang mereka lakukan.
18
Sugiyanto (2012) dalam penelitiannya yang berjudul peningkatan hasil
belajar matematika menggunakan model pembelajaran Goup Investigation pada
siswa kelas 5 SD N Rejosari kecamatan Grobogan kabupaten Grobogan semester
II tahun pelajaran 2011/2012 menyatakan, setelah model pembelajaran Group
Investigation dilakukan selama 2 siklus, diperoleh hasil yaitu siswa yang tuntas
pada siklus 1 bertambah 12 siswa dengan total siswa yang tuntas 27 siswa dengan
ketuntasan klasikal 71%, sedangkan siswa yang tidak tuntas berjumlah 11 siswa
atau 39%. Meningkat lagi pada siklus 2 yaitu siswa yang tuntas bertambah 8 siswa
menjadi 35 siswa dengan ketuntasan klasikal 92%. Secara otomatis jumlah siswa
yang belum tuntas nilainya semakin berkurang jumlahnya. Jumlah siswa yang
belum tuntas setelah dilaksanakan tindakan hanya 3 siswa. Ketiga siswa itu
dikategorikan kurang dalam kemampuan akademiknya pada pelajaran Matematika
maupun pelajaran lainnya. Ketuntasan belajar siswa kelas 5 SD Negeri 3 Rejosari
pada siklus 2 sudah sesuai dengan indikator kinerja yang ditetapkan dalam
penilitian ini yaitu ketuntasan belajar klasikal siswa adalah 80%. Dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran Group Investigation dapat meningkatkan
hasil belajar Matematika siswa.
2.3. Kerangka Berfikir
Pada penelitian di kelas 4 SD Negeri 03 Karanganyar Kecamatan Geyer
Kabupaten Grobogan, guru dalam mengajarkan materi memahami gaya dapat
mengubah gerak dan/atau bentuk suatu benda menggunakan model
konvensional, sehingga siswa kurang tertarik dalam mata pelajaran IPA. Hal ini
dapat dilihat dari hasil tes pada kondisi awal ada 15 siswa yang tuntas dan 13
lainnya belum tuntas. Penelitian yang akan dilakukan dengan cara kolaborasi
antara guru kelas 4. Guru dan peneliti secara bersama menggali dan mengkaji
permasalahan nyata yang dihadapi guru dan siswa di sekolah. Penelitian
dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran group investigation pada
pelajaran IPA pokok bahasan memahami perubahan lingkungan fisik dan
pengaruhnya terhadap daratan. Model pembelajaran group investigation dipilih
karena memiliki beberapa kelebihan untuk siswa dalam proses pembelajaran,
19
siswa bisa lebih aktif, kreatif, berinisiatif ketika proses pembelajaran dan
siswanya dituntut untuk lebih aktif dari pada gurunya. Siswa bisa belajar
berkomunikasi, mengeluarkan pendapat, dan bisa menumbuhkan rasa percaya
diri. Perbaikan model pembelajaran ini melibatkan keaktifan siswa secara
menyeluruh dalam proses pembelajaran. Keterlibatan siswa secara aktif dan
menyeluruh diharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar
IPA.
2.4. Hipotesis Penelitian
Penggunaan model pembelajaran Group Investigation dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaram IPA pokok bahasan
memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan pada
siswa kelas 4 semester II SD Negeri 03 Karanganyar Kecamatan Geyer
Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2012/2013.