bab ii kajian pustakarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6007/2/t2_942012701_bab ii.pdf · 1....
TRANSCRIPT
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pendidikan dan Pelatihan
1. Pengertian Pendidikan Menurut Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003
pasal 1 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat dan bangsa. Pendidikan adalah segala upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik
individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan
(Soekidjo Notoatmojo, 2003:16). Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan
tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik (Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002: 263). Menurut John Stuart Mill (1806-1873 M)
pendidikan itu meliputi segala sesuatu yang dikerjakan
oleh orang lain untuk dia, dengan tujuan mendekatkan dia kepada tingkat kesempurnaan.
2. Pengertian Pelatihan Menurut KBBI edisi 2 tahun 1989 pelatihan atau
magang (training) adalah proses melatih; kegiatan atau pekerjaan. Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (2003:251) mengemukakan training is a planned effort to facilitate the learning of job-related knowledge, skills, and behavior by employee. Artinya pelatihan merupakan suatu usaha
yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan,
keahlian dan perilaku oleh para pegawai.
8
Menurut Gomes (2003:197), pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja
pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, atau satu pekerjaan yang ada
kaitannya dengan pekerjaannya. Menurut Bernardin dan Russell (1998:172),
Training is defined as any attempt to improve employee performance on a currently held job or one related to it. This usually means changes in spesific knowledges, skills, attitudes, or behaviors. To be effective, training should involve a learning experience, be a planned organizational activity, and be designed in response to identified needs. Jadi pelatihan didefinisikan sebagai berbagai usaha pengenalan untuk mengembangkan kinerja tenaga kerja pada pekerjaan yang dipikulnya atau juga sesuatu
berkaitan dengan pekerjaannya. Hal ini biasanya berarti melakukan perubahan perilaku, sikap, keahlian, dan
pengetahuan yang khusus atau spesifik. Dan agar pelatihan menjadi efektif maka di dalam pelatihan harus mencakup suatu pembelajaraan atas pengalaman-
pengalaman, pelatihan harus menjadi kegiatan keorganisasian yang direncanakan dan dirancang didalam menanggapi kebutuhan-kebutuhan yang
teridentifikasi. Menurut Gomez-Mejia, Balkin, dan Cardy
(2001:259), training is usually conducted when employees have a skill deficit or when an organization changes a system and employees need to learn new skill. Ini berarti
bahwa pelatihan biasanya dilaksanakan pada saat para pekerja memiliki keahlian yang kurang atau pada saat
suatu organisasi mengubah suatu system dan para perlu belajar tentang keahlian baru.
Menurut DeCenzo dan Robin (1999:227), Training is a learning experience in that it seeks a relatively permanent change in an individual that will improve the ability to perform on the job. Ini berarti bahwa pelatihan adalah suatu pengalaman pembelajaran didalam mencari
perubahan permanen secara relatif pada suatu individu
9
yang akan memperbaiki kemampuan dalam melaksanakan pekerjaannya itu.
Cut Zurnali (2004) menjelaskan bahwa pengertian pelatihan yang dikemukakan oleh para ahli di atas sering
dijadikan acuan dalam riset-riset manajemen sumberdaya manusia, psikologi industri, dan administrasi. Definisi-definisi para ahli tersebut dapat
dengan lengkap mendeskripsikan mengenai arti dan tujuan pelatihan. Menurut (Dessler, 1997:263), pelatihan memberikan karyawan baru atau lama suatu
keterampilan yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka. Dengan demikian pelatihan berarti
menunjukkan seorang masinis bagaimana mengoperasikan mesin barunya, bagi seorang juru jual baru, bagaimana menjual produk perusahaannya, atau
bagi seorang penyelia baru bagaimana mewawancarai dan menilai karyawan.
2.2 Pengertian Supervisi
Secara teoritis guru sudah memiliki kompetensi
untuk mendidik siswa, karena semua guru di Republik kita ini diangkat menjadi guru berdasarkan ijazah yang dimiliki. Ijazah itu tidak akan dimiliki jika mereka tidak
kompeten. Pengaruh globalisasi semakin kompleks, dunia
pendidikan mendapat tantangan untuk mempersiapkan siswa dalam menghadapi kehidupan nanti. Banyak para guru tidak sanggup menghadapi tantangan itu sendirian.
Padahal guru nampaknya menjadi penentu utama dalam menghadapi masalah tersebut, karena gurulah yang langsung berhadapan dengan siswa.
Usaha peningkatan mutu pendidikan di Indonesia melalui berbagai kegiatan seperti penataan guru.
Kebijakan-kebijakan di bidang pendidikan direncanakan dan dibuat di tingkat pusat. Kemudian hasilnya dilaksanakan di provinsi, kemudian kota dan akhirnya di
tingkat kecamatan. Baik penjelasan, informasi maupun pedoman dari pusat memerlukan penjabaran dan
10
interprestasi lebih lanjut, interprestasi yang bermacam-macam tidak akan menjamin tercapainya tujuan
sebagaimana telah ditentukan dari pusat. Oleh sebab itu kehadiran supervisor sangat diharapkan dan dinantikan
dalam rangka tercapainya tujuan pendidikan secara efisien melalui pembinaan profesionalitas guru.
Pemerintah dalam hal ini melakukan pengawasan
terhadap sekolah dalam rangka pembinaan, pengembangan, peningkatan mutu, perlindungan, dan
pelayanan terhadap sekolah yang bersangkutan. Pengawasan dilakukan terhadap penyelenggaraan pendidikan dan administrasi sekolah
Uraian di atas menunjukkan dengan jelas peran supervisi dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan dan pembinaan kualitas guru secara
professional sehingga tujuan pendidikan dapat dicapai secara efisien.
1. Beberapa Pengertian Tentang Supervisi Pendidikan
Istilah supervisi dikenal di berbagai bidang,
temasuk bidang pendidikan. Hanya, konotasinya saja yang berbeda di bidang satu dengan bidang lainnya.
Istilah-istilah lain yang sering dipakai adalah: inspeksi, penilikan, pengawasan, monitoring, evaluasi dan sebagainya.
Beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar menunjukkan perbedaan, misalnya Lucio (1978: 24) merumuskan supervisi akademik adalah serangkaian
kegiatan untuk membantu guru dalam mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi
pencapaian tujuan pembelajaran Dalam penelitian ini teori yang digunakan
mengacu pendapat Lucio (1978). Lucio menekankan
bahwa dalam memberikan bantuan kepada guru untuk mengembangkan kemapuan mengelola proses pembelajaran tersebut terdapat tiga konsep yang perlu
diperhatikan yaitu: (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) umpan balik yang berkaitan dengan prestasi kerja guru
11
melalui evaluasi. Dengan demikian berarti esensi supervisi akademik adalah membantu guru
mengembangkan kemampuan profesionalisme (dapat berupa dukungan dan evaluasi) bukan sekedar menilai
unjuk kerja guru saja. Bantuan berupa dukungan dan evaluasi ini merupakan fungsi utama supervisi akademik.
Penulis menyatakan bahwa kegiatan supervisi pendidikan bertujuan untuk perbaikan situasi belajar mengajar yang dilakukan melalui peningkatan
kemampuan profesi para guru dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, secara sederhana supervisi
dapat dirumuskan sebagai suatu usaha untuk memberikan bantuan kepada guru dalam memperbaiki situasi belajar mengajar.
2. Tujuan Supervisi Pendidikan
Sebagaiamana telah dirumuskan bahwa supervisi adalah suatu usaha untuk memberikan bantuan kepada guru dalam memperbaiki situasi belajar mengajar.
Sahertian dan Mataheru (1981: 23—24) merumuskan tujuan supervisi pendidikan adalah pengembangan situasi mengajar yang lebih baik.
Usaha kearah perbaikan belajar mengajar ditujukan pada pembentukan pribadi anak secara
optimal. Secara kongkrit tujuan supervisi pendidikan adalah membantu guru-guru dalam:
a. mencapai tujuan pendidikan
b. membimbing pengalaman belajar murid c. menggunakan sumber-sumber pengalaman belajar d. menggunakan metode dan alat pelajaran modern
e. memenuhi kebutuhan belajar murid f. menilai kemajuan murid-murid dan hasil
pekerjaan guru itu sendiri g. membina reaksi mental atau modal kerja guru
dalam rangka pertumbuhan pribadi dan
jabatannya sehingga mereka merasa suka dengan tugas yang diperolehnya
12
h. penyesuaian diri terhadap masyarakat dan cara-cara menggunakan sumber-sumber belajar yang
ada di masyarakat i. mencurahkan waktu dan tenaga sepenuhnya guna
pembinaan sekolah
Ametembun (1981:24 –32) membedakan tujuan
supervisi pendidikan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Tujuan umum yaitu membina orang-orang yang disupervisi menjadi manusia dewasa yang sanggup
berdiri sendiri.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yaitu perbaikan situasi pendidikan dan pengajaran pada umumnya dan
peningkatan mutu pengajaran khususnya, yaitu membantu guru
1 untuk memahami tujuan dan peranan sekolah
dalam mencapai tujuan 2 untuk dapat memahami kebutuhan-kebutuhan
dan kesulitan-kesulitan murid dan menolong
mereka untuk mengatasinya 3 untuk mengadakan diagnosa secara kritis
aktivitas-aktivitasnya serta kesulitan-kesulitan mengajar dan belajar murid-muridnya kemudian menolong mereka merencanakan
perbaikannya 4 untuk sanggup melengkapi dan menyediakan
murid-murid menjadi anggota masyarakat yang
efektif 5 untuk dapat menilai aktivitas-aktivitasnya
dalam rangka perkembangan anak didik 6 untuk memperbesar kesadaran guru terhadap
tata kerja yang demokratis dan untuk
kooperatif serta memperbesar kesediaan saling tolong menolong
13
7 untuk memperbesar ambisi guru untuk meningkatkan mutu karyanya secara maksimal
dalam bidang profesinya 8 untuk dapat lebih memanfaatkan pengalaman-
pengalaman sendiri 9 untuk lebih mempopulerkan sekolah kepada
masyarakat agar bertambah simpatik dan
kesediaan masyarakat untuk menyokong sekolah
10 dan karyawan baru mengenal instansi sekolah
dan profesinya. 11 dan melindungi guru dan karyawan pendidikan
terhadap tuntutan yang tidak wajar dan kritik-kritik yang tidak sehat dari masyarakat
12 dalam mengembangkan professional esprit de corp guru.
Berdasarkan rumusan-rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa semua tujuan supervisi pendidikan akan bermuara pada perbaikan situasi belajar mengajar.
Perlu dipahami bahwa situasi dalam proses belajar mengajar mempunyai variabel yang sangat luas,
sehingga rumusan tentang perbaikan dalam situasi belajar mengajar pun akan sangat bervariasi, sesuai dengan fokus perhatian masing-masing. Walaupun
demikian ada satu hal yang dapat diketahui bahwa semua rumusan tentang tujuan supervisi pendidikan
tersebut berusaha memperbaiki situasi belajar melalui pemberian bantuan kepada guru.
3. Prinsip-prinsip Supervisi Pendidikan Bagi supervisor, prinsip supervisi pendidikan
merupakan pedoman untuk bertindak, atau pokok-pokok yang harus dipegang dalam melaksanakan tugasnya. Sebagai satu pedoman sudah semestinya
prinsip supervisi pendidikan sesuai dengan norma dan tujuan pendidikan. Adapun prinsip-prinsip supervisi pendidikan yang dikemukan oleh Ametembun (1981:12)
14
ada dua yaitu prinsip fundamental dan prinsip praktis, yang dibedakan menjadi dua yaitu prinsip yang positif
dan yang negatif. Seiring dengan Ametembun, Indrafachrudi
(1974:72) mengemukakan adanya prinsip supervisi pendidikan yang asasi yaitu Pancasila, dan dua prinsip yang lain yaitu prinsip positif, yaitu prinsip yang patut
kita ikuti, dan prinsip negative yaitu prinsip yang sebaiknya kita hindari. Dalam uraian lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip positif itu meliputi:
a. Supervisi dilaksanakan secara demokratis dan
kooperatif Supervisor sebaiknya orang yang demokratis,
menghargai usul, pendapat, dan kepribadian guru.
Dalam pembicaraan harus memeberi kesempatan kepada guru untuk melahirkan buah pikiran,
perasaan, dan pendapatnya. Keputusan yang diambil hendaknya melalui jalan musyawarah, mufakat, dan kekeluargaan. Ujian yang akan dicapai adalah tujuan
bersama. Dalam suasana seperti ini kan sangat mendukung keberhasilan siswa dalam belajar.
b. Supervisi bersifat kreatif dan konstruktif
Supervisor yang baik akan mengetahui
kelebihan-kelebihan para guru. Supervisor memberikan dorongan untuk mengembangkan
kelebihannya guna menciptakan situasi yang kondusif. Kekurangan dan kesalahan guru dibicarakan bersama dan dicari jalan pemecahannya
secara bersama dalam rangka memperbaiki contoh.
c. Supervisi harus scientific dan efektif. Dalam melaksanakan tugasnya supervisor
harus bersifat scientific, bahwa ia harus mendengarkan dengan cermat dan penuh perhatian apa yang disampaikan guru, mengumpulkan data dan
menganalisis dengan seksama, dan akhirnya menarik
15
kesimpulan untuk mengambil keputusan. Supervisor membantu para guru dalam melaksanakan tugas
mengajar, serta mengkoordinasikan antara teori dan praktek.
d. Supervisi harus dapat memberikan perasaan aman
pada guru.
Para guru harus mengetahui dan memahami bahwa supervisor tidak akan mencari kesalahan atau
kekurangan, tetapi justru membantu mereka dalam meningkatkan mutu pekerjaan para guru, agar mereka merasa bertumbuh dan berkembang.
e. Supervisi harus berdasarkan pada kenyataan.
Pelaksanaan supervisi di sekolah hendaknya didasarkan pada data yang kenyataannya, apa yang disaksikan, dilihat, diketahui, dan bukan data yang
dibuat-buat atau dimanipulasi. Dengan data yang dapat dipercaya ini diharapkan akan memberikan kesimpulan dan keputusan yang benar dan tepat
pula, dan bukan kesimpulan yang diduga-duga.
f. Supervisi harus memberi kesempatan kepada supervisor dan guru untuk mengadakan self-evaluation.
Dengan mengadakan self-evaluation, supervisor akan mengetahui kekurangan dan kelebihannya,
sehingga akan memberikan dorongan untuk mengembangkan dirinya sendiri sebelum membantu
para guru.
Disamping prinsip itu dapat dibedakan juga prinsip
positif dan prinsip negatif. a. Prinsip positif, yaitu prinsip yang patut kita ikuti
1) Supervisi harus dilaksanakan secara demokratis dan kooperatif
2) Supervisi harus kreatif dan konstruktif
3) Supervisi harus scientific dan efektif
16
4) Supervisi harus dapat memberi perasaan aman kepada guru-guru
5) Supervisi harus berdasarkan kenyataan 6) Supervisi harus memberi kesempatan kepada
guru mengadakan self evolution. b. Prinsip Negatif, yaitu prinsip yang tidak patut kita
ikuti
1) Seorang supervisor tidak boleh bersifat otoriter 2) Seorang supervisor tidak boleh mencari
kesalahan pada guru-guru 3) Seorang supervisor bukan inspektur yang
ditugaskan memeriksa apakah peraturan dan instruksi yang telah diberikan dilaksanakan dengan baik
4) Seorang supervisor tidak boleh menganggap dirinya lebih tinggi dari para guru
5) Seorang supervisor tidak boleh terlalu banyak memperhatikan hal kecil dalam cara guru mengajar
6) Seorang supervisor tidak boleh lekas kecewa jika mengalami kegagalan
Bila prinsip-prinsip di atas diterima maka perlu
diubah sikap para pemimpin pendidikan yang hanya
memaksa bawahannya, menakut-nakuti dan melumpuhkan kreatifitas dari anggota staf. Sikap
korektif harus diganti dengan sikap kreatif yaitu sikap yang menciptakan situasi dan relasi dimana orang merasa aman dan tenang untuk mengembangkan
kreatifitasnya. Sehubungan dengan prinsip supervisi ini
Suhertian dan Mataheru (1982:30), serta Arikunto (1982) mengemukakan beberapa prinsip supervisi pendidikan sebagai berikut:
a. Ilmiah (scientific) yang mencakup 1) Sistematis yaitu dilaksanakan secara teratur,
berencana dan kontinyu
17
2) Objektif artinya data yang didapatkan haruslah data yang nyata bukan data yang bersifat
penafsiran 3) Menggunakan alat (instrumen) yang dapat
memberi informasi sebagai umpan balik untuk mengadakan penilaian terhadap proses belajar mengajar
b. Demokratis, maksudnya menjunjung tinggi atas musyawarah, memiliki jiwa kekeluargaan yang kuat serta sanggup menerima pendapat orang lain.
c. Kooperatif, maksudnya seluruh staf dapat bekerja sama sehingga tercipta situasi yang baik.
d. Konstruksi dan kreatif, yaitu mampu membina dan menciptakan situasi yang memungkinkan untuk mengembangkan potensi-potensi secara optimal.
e. Kontinyu, yaitu bahwa supervisi perlu dilaksanakan secara terus menerus.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Suharsimi
Arikunto (1982) mengemukakan prinsip-prisip supervisi
pendidikan, walaupun tidak persis sama, namun pada dasarnya mencakup unsur-unsur yang sama. Suatu hal yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah prinsip-
prinsip supervisi tersebut bukan sekedar sebagai pengetahuan saja, tetapi perlu dilaksanakan tugasnya
dengan tidak usah memaksa-maksa, tidak harus menakut-nakuti dan membunuh kreativitas para guru. Sikap korektif harus diganti dengan sikap kreatif
sehingga dapat menciptakan situasi dan relasi yang tenang utuk profesi anggota staf.
4. Batasan Teknik Supervisi Dalam membina guru kadang-kadang supervisor
menemukan kesalahan-kesalahan atau kekurangan-kekurangan dari para guru. Namun kesalahan itu bukanlah suatu yang tidak dapat dibetulkan, maka
Dersal (1978:17-18) mengemukakan bahwa dengan munculnya kesalahan-kesalahan akan membuat diskusi
18
tentang hal itu makin semarak. Kegiatan seperti ini sangat menarik sebab sesuatu yang belum tentu benar
sudah dianggap benar, misalnya kebiasaan yang rutin, dianggap sudah beres karena sudah dapat berjalan,
tidak perlu pembinaan lagi. Hal demikian membuat sesuatu tidak dapat berkembang, dan menyebabkan supervisi menjadi pasif tidak ada dinamika untuk
menghadapi tantangan era globalisasi yang selalu menuntut perubahan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 74
tahun 2009 tentang guru yang diberi tugas tambahan sebagai pengawas sekolah dan Permendiknas nomor 39
tahun 2009 tentang pemenuhan beban kerja guru dan pengawas sekolah. Seorang pengawas mempunyai beban kerja 24 jam perminggu atau membina minimal 10
sekolah atau maksimal 15 sekolah ( 2 kali seminggu satu sekolah), atau membimbing minimal 40 guru atau
maksimal 60 guru. Ada dua jenis supervisi sehubungan dengan
perubahan ini:
a. Supervisi traktif, yaitu supervisi yang hanya berusaha melakukan perubahan sedikit-sedikit, karena ingin menjaga kontinuitas. Supervisi traktif
ini berusaha merubah situasi sedikit demi sedikit agar tidak terjadi gejolak atau kekagetan bagi
guru-guru. Dengan perubahan sedikit-sedikit ini diharapkan guru tanpa terasa dapat menuju perubahan yang besar. Hal demikian sudah barang
tentu memerlukan waktu yang lama. b. Supervisi dinamis, yaitu supervisi yang berusaha
mengubah atau mengganti secara lebih intensif
cara-cara lama yang dianggap sudah usang atau tidak sesuai. Praktek yang ada sekarang diganti
yang baru sehingga hasilnya diharapkan akan lebih efektif. Hal demikian sudah barang tentu tidak membutuhkan waktu yang lama, tetapi
resiko, reaksi dan pergolakan daripada guru akan lebih besar.
19
Kenyataan bahwa dalam pelaksanaan supervisi tidak selalu terjadi secara mutlak pada kutub
traktif dan atau kutub dinamik, tetapi yang akan terjadi adalah diantara kedua kutub tersebut.
Gambar dibawah ini menunjukkan adanya kegiatan yang terjadi diantara kedua kutub.
Gambar 3. Jenis orientasi supervisi dan kontinum traktif dan
dinamika
Sehubungan dengan hal tersebut, maka supervisor dapat memilih metode mana yang akan digunakan untuk melaksanakan supervisi. Metode yang digunakan para
pakar untuk melaksanakan supervisi disebut teknik supervisi (Pidarta, 1986:225).
5. Klasifikasi Teknik Supervisi Pendidikan
Secara singkat Sahertian dan Mataheru (1986)
mengemukakan teknik-teknik supervisi pendidikan sebagai berikut:
a. Teknik yang bersifat individu, mencakup: (1) kunjungan kelas, (2) observasi kelas, (3) percakapan pribadi, (4) saling mengunjungi kelas,
(5) menilai diri sendiri.
20
b. Teknik bersifat kelompok, meliputi: (1) pertemuan orientasi guru baru, (2) panitia penyelenggara, (3)
rapat guru, (4) studi kelompok antar guru, (5) diskusi kelompok, (6) tukar menukar pengalaman,
(7) lokakarya, (8) diskusi panel, (9) seminar, (10) symposium, (11) demonstration teaching, (12) perpustakaan jabatan, (13) bulletin supervisi, (14)
membaca langsung, (15) mengikuti kursus, (16) organisasi jabatan, (17) perjalanan sekolah, (18)
curriculum laboratory.
Teknik supervisi jika ditinjau dari banyaknya guru
yang disupervisi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu teknik individu dan kelompok Teknik individu digunakan
jika supervisor melaksanakan pembinaan terhadap seorang guru. Sedang teknik kelompok digunakan apabila supervisor melaksanakan tugas pembinaan
terhadap kelompok guru untuk mencapai tujuan supervisi pengajarannya yaitu untuk memperbaiki
situasi belajar mengajar. Teknik supervisi baik individu maupun kelompok dapat dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung, melalui media atau alat
tertentu.
21
Secara singkat uraian di atas dapat dibuat skema sebagai berikut:
Gambar 5. Teknik Pembinaan Untuk Guru
Supervisor yang bertindak secara rutin, akan merasa bahwa tindakannya betul seluruhnya. Hal ini
yang membuat mereka merasa mampu dan berwenang untuk membina para guru. Untuk menggugah supervisor yang sudah terlanjur terlena oleh buaian tugas yang rutin ini.
Beberapa teknik supervisi yang bisa digunakan
oleh supervisor dalam membina para guru adalah sebagai berikut:
a. Kunjungan kelas b. Percakapan pribadi c. Rapat sekolah
d. Pendidikan in-service (in-service education) e. Teknik-teknik lain.
Dari beberapa teknik yang telah dikemukakan
tersebut, supervisor dapat memilih dan menentukan
mana yang lebih sesuai atau cocok untuk diterapkan pada kasus-kasus tertentu yang dihadapi, serta
memperhatikan situasi dan kondisi sekolah yang dibinanya.
22
Atas dasar pengalaman, pengetahuan, ketrampilan dan kejelian supervisor dalam memilih teknik supervisi
diharapkan tujuan pendidikan dapat tercapai secara efisien.
2.3 Pengertian Instrumen
Instrumen yaitu sesuatu yang dapat digunakan
untuk mempermudah seseorang melakukan tugas atau mencapai tujuan secara efektif atau efisien. Suatu
instrumen dikatakan baik apabila mampu mengevaluasi sesuatu yang dievaluasi sesuai dengan keadaan sebenarnya (Arikunto, 2009: 25--26).
2.4 Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa hasil penelitian yang relevan adalah
sebagai berikut : Wiyono (1993) dalam tesisnya berjudul: ―Study
Comperatif Pendekatan Supervisi Guru Sekolah Dasar‖. Penelitian ini membandingkan efektifitas tiga (3)
pendekatan supervisi (direktif, kolaboratif, dan bebas) terhadap penampilan professional guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada pengaruh pendekatan
supervisi terhadap penampilan guru, khususnya komponen penyajian pengajaran dan penggunaan waktu, (2) tidak ada pengaruh iklim sekolah terhadap
penampilan guru khususnya komponen-komponen hubungan dengan siswa, kehadiran, penyajian
pengajaran, penggunaan waktu dan hubungan masyarakat tetapi ada pengaruh terhadap penguasaan ilmu, (3) tidak ada pengaruh interaksi pendekatan
supervisi dengan iklim sekolah terhadap penampilan guru khususnya komponen-komponen penguasaan ilmu
hubungan dengan siswa, penggunaan waktu dan hubungan masyarakat, tetapi ada pengaruh terhadap komponen kehadiran dan penyajian pengajaran, (4) ada
pengaruh masa kerja terhadap komponen hubungan guru, siswa dan komponen kehadiran, (5) tidak ada pengaruh tingkat pendidikan dan masa kerja terhadap
23
penampilan guru. Selain itu ditemukan pula (1) pendekatan kolaboratif lebih efektif dari pendekatan
direktif, (2) guru pada sekolah beriklim baik lebih menguasai ilmu daripada guru disekolah beriklim
kurang baik, (3) pendekatan bebas lebih efektif terhadap komponen kehadiran pada sekolah yang beriklim baik, (4) pendekatan kolaboratif lebih efektif dari pendekatan
direktif maupun pendekatan bebas terhadap komponen penggunaan waktu pada sekolah beriklim kurang baik.
Penelitian Mukh. Jaenuri (2012) mengenai
―Hubungan Supervisi Akademik Kompetensi Kepala Sekolah dengan Kinerja Guru SD Kecamatan
Bandungan‖ menyimpulkan bahwa: 1. Ada hubungan yang signifikan antara supervisi
kepala sekolah dengan kinerja guru di sekolah
dasar Kecamatan Bandungan; 2. Ada hubungan yang signifikan antara kompetensi
kepala sekolah dengan kinerja guru di sekolah dasar Kecamatan Bandungan;
3. Ada hubungan yang signifikan antara supervisi
kepala sekolah dan kompetensi kepala sekolah sebagai supervisor dengan kinerja guru di sekolah
dasar Kecamatan Bandungan. Penelitian Saipul Anwar (2003) mengenai ‖Evaluasi
Pelaksanaan Supervisi Pendidikan di SLTP Negeri se Kabupaten Hulu Sungai Utara pada tahun 2003‖ menyimpulkan bahwa:
1. Guru cenderung mengajar hanya memindahkan pengetahuannya saja, dimensi pengembangan
kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif kurang diperhatikan.
2. Guru enggan beralih dari model mengajar yang
diyakini tepat, meskipun tidak selamanya benar. 2. Guru cenderung hanya memenuhi target minimal
dari keseluruhan capaian yang diharapkan dalam
proses belajar mengajar sebatas siswa mampu
24
menjawab tes dengan baik. Hasil ini sesuai dengan penelitian Suyanto dan Abbas (2001).
Kesimpulan penelitian tersebut, sangat beralasan sekali
karena pola pengelolaan pendidikan selama ini sentralistik bahkan telah memposisikan guru hanya sebagai operator pendidikan belaka. Hal ini karena guru
terbiasa dengan pendekatan pembelajaran yang tertuang dalam juklak dan juknis yang sama sekali memasung kreativitas guru dan akhirnya membuat guru berbuat
seadanya dan siswa tidak diberi ruang untuk mengembangkan kreativitasnya. Bahkan yang lebih
parah lagi dengan EBTANAS/UN yang berlangsung selama ini lebih besar mengukur aspek pengetahuannya ketimbang ketrampilannya, apalagi aspek diluar itu
sangat diabaikan. Maka wajar saja bila guru menekankan penguasaan pengetahuan siswa, tanpa
perlu bersusah payah mengembangkan daya kritis dan daya kreatif siswanya. Salah satu penyebab hal ini terjadi karena lemahnya supervisi pendidikan di dalam
pembinaan guru. 2.5 Pengembangan Program Supervisi PBM
1. Identifikasi Masalah Berdasarkan data yang saya peroleh dari teman-
teman pengawas, pelaksanaan sepervisi akademik di sekolah masih jauh dari harapan artinya pengawas jarang sekali melakukan supervisi terhadap pelaksanaan
proses belajar mengajar di kelas baik yang dilakukan guru maupun kepala sekolah. Salah satu sebab pengawas jarang melakukan supervisi proses belajar
mengajar di kelas karena instrumen supervisi yang sudah ada kurang sesuai dengan kebutuhan di
lapangan. Maka penulis menganggap perlu adanya ‖Pengembangan Instrumen Supervisi Proses Belajar Mengajar ‖.
25
2. Tujuan supervisi proses belajar mengajar Sesuai dengan identifikasi masalah di atas, maka
tujuan supervisi akademik adalah membantu guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan
pembelajaran yang dicanangkan bagi murid-muridnya (Glickman, 1981). Pengembangan kemampuan dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara sempit, semata-
mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen (commitmen) atau kemauan
(willingness) atau motivasi (motivation) guru, sebab dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja
guru, kualitas pembelajaran akan meningkat.
3. Kegiatan a. Persiapan
Mempersiapkan tempat dan peralatan yang
dibutuhkan seperti: administrasi, instrumen, soal pree test dan soal pos test, laptop, LCD dan ATK
b. Pelaksanaan Melaksanakan diskusi kelompok kecil
membahas tentang program dan instrumen supervisi
akademik yang ada supaya menjadi instrumen yang baik sesuai kebutuhan di lapangan c. Evaluasi
Setelah selesai maka instrumen supervisi perlu diujicobakan dan dievaluasi
4. Materi Kegiatan
a. Penyampaian materi (program dan instrumen
supervisi akademik ) b. Diskusi
c. Presentasi 5. Media dan Alat
a. Instrumen supervisi akademik b. Soal pree test dan pos test c. Laptop
26
d. LCD e. White Board
f. Spidol
6. Metode Metode yang dipakai untuk pengembangan
instrumen supervisi akademik ini adalah metode diskusi
7. Tujuan
7.1 Memotivasi atau memberi stimulasi kepada peserta pelatihan agar berpikir kritis, mengeluarkan pendapatnya, serta
menyumbangkan pikiran-pikirannya. 7.2 Mengambil suatu jawaban aktual atau satu
rangakaian jawaban yang didasarkan pada
pertimbangan yang saksama. Adapun jenis diskusi yang dipilih adalah diskusi kelas,
trainer mengarahkan dan mengontrol diskusi secara terstruktur (agar tujuan tercapai).
8. Pendekatan Sedangkan pendekatan yang dipakai dalam
pelatihan adalah pendekatan kontektual artinya mengaitkan antara materi yang disampaikan dengan situasi nyata dan mendorong peserta pelatihan membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kondisi yang ada atau kondisi yang
dialami oleh peserta pelatihan (US Departement of Education, 2001)
Melalui pendekatan ini memungkinkan terjadinya
lima bentuk pembelajaran yang penting yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing),
menerapkan (apllying), bekerjasama (cooperating), dan menstranfer (transferring).
27
2.6 Kerangka Pikir Berdasarkan tinjauan pustaka baik menyangkut
landasan teori maupun penelitian yang relevan, maka penulis menggunakan kerangka pikir sebagai berikut:
SUPERVISI KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR (PENDIDIKAN)
>>>
Gambar 6. Skema Kerangka Pikir
1. Kinerja pengawas dalam perencanaan program supervisi akan menentukan pelaksanaan dan hasil supervisi.
2. Kinerja pengawas dalam mengorganisir program supervisi didasarkan atas perencanaan yang
dibuat, dan akan menentukan hasil supervisi. 3. Kinerja pangawas pada hasil supervisi,
menyangkut sejauh mana hasil maksimum yang
diperoleh dari perencanaan dan pelaksanaan yang ada.
2.7 Rencana Kepengawasan Akademik
Rencana kepengawasan akademik yang dibuat
oleh teman-teman pengawas sekolah dasar di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Salatiga selama ini :
1. Indikator keberhasilan guru dalam membuat silabus sendiri masih rendah.
2. Indikator keberhasilan guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran masih rendah.
3. Indikator keberhasilan guru dalam proses belajar
mengajar baru cukup, dan indikator keberhasilan guru dalam melaksanakan penelitian tindakan
kelas masih sangat rendah.
PERENCANAAN PENGORGANISASIAN PELAKSANAAN
PELAKSANAAN