bab ii kajian teorieprints.umm.ac.id/40139/3/jiptummpp-gdl-yusidwiari-51301... · 2018-11-16 ·...

27
11 BAB II KAJIAN TEORI Dalam kajian teori, akan diuraikan teori-teori dari berbagai ahli yang mendukung pembahasan penelitian yang diambil dari beberapa buku dan jurnal yang relevan. Adapun teori-teori yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi pembelajaran matematika, model pembelajaran AIR, pendekatan kontekstual, model pembelajaran AIR dan pendekatan kontekstual, dan penerapan model pembelajaran AIR dan pendekatan kontekstual. Penjelasan mengenai teori-teori tersebut adalah sebagai berikut. 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran merupakan perubahan tingkah laku suatu individu sebelum diberikan situasi pembelajaran hingga setelah diberikan kondisi pembelajaran, lebih lanjut dijelaskan yang dimaksud dengan perubahan individu adalah tingkah laku siswa sebelum adanya kegiatan pembelajaran hingga berakhirnya kegiatan pembelajaran (Sihes, 2010). Selain hal itu (Slameto, 2013) menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan proses usaha yang dialami oleh individu sendiri dengan lingkungannya untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan. Berdasarkan pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses perubahan tingkah laku siswa sebelum dimulainya pembelajaran sampai setelah pembelajaran berlangsung. Matematika merupakan cara untuk menemukan jawaban dari berbagai masalah kehidupan; suatu cara untuk menggunakan informasi; suatu cara untuk menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menghitung; dan memikirkan suatu hal yang dapat dilihat kemudian dihubungkan (Hasratuddin,

Upload: others

Post on 04-Mar-2020

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

11

BAB II

KAJIAN TEORI

Dalam kajian teori, akan diuraikan teori-teori dari berbagai ahli yang

mendukung pembahasan penelitian yang diambil dari beberapa buku dan jurnal

yang relevan. Adapun teori-teori yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi

pembelajaran matematika, model pembelajaran AIR, pendekatan kontekstual,

model pembelajaran AIR dan pendekatan kontekstual, dan penerapan model

pembelajaran AIR dan pendekatan kontekstual. Penjelasan mengenai teori-teori

tersebut adalah sebagai berikut.

2.1 Pembelajaran Matematika

Pembelajaran merupakan perubahan tingkah laku suatu individu sebelum

diberikan situasi pembelajaran hingga setelah diberikan kondisi pembelajaran, lebih

lanjut dijelaskan yang dimaksud dengan perubahan individu adalah tingkah laku

siswa sebelum adanya kegiatan pembelajaran hingga berakhirnya kegiatan

pembelajaran (Sihes, 2010). Selain hal itu (Slameto, 2013) menjelaskan bahwa

pembelajaran merupakan proses usaha yang dialami oleh individu sendiri dengan

lingkungannya untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan.

Berdasarkan pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan

suatu proses perubahan tingkah laku siswa sebelum dimulainya pembelajaran

sampai setelah pembelajaran berlangsung.

Matematika merupakan cara untuk menemukan jawaban dari berbagai

masalah kehidupan; suatu cara untuk menggunakan informasi; suatu cara untuk

menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menghitung; dan

memikirkan suatu hal yang dapat dilihat kemudian dihubungkan (Hasratuddin,

12

2012). Matematika merupakan prosedur operasional yang digunakan dalam

menyelesaikan masalah mengenai bilangan, yang biasanya dalam pembelajaran

disesuaikan dengan kemampuan intelektual siswa (Kristanti, n.d.). Matematika

adalah bahasa simbol yang berlaku secara mendunia serta memiliki makna dan

pengertian yang padat, lebih lanjut dijelaskan matematika dalam pandangan seni

memilki keteraturan, kekonsistensian sehingga menciptakan hasil yang yang indah,

sedangkan matematika dalam pandangan ratunya ilmu dianggap sebagai ilmu

tentang keteraturan, struktur yang terorganisasi dengan baik dan ilmu deduktif

(Fitria, 2013). Berdasarkan pendapat ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa

matematika merupakan prosedur operasional dalam menyelesaikan masalah

mengenai bilangan.

Berdasarkan definisi pembelajaran dan matematika yang telah dijelaskan

sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan

suatu upaya guru dalam pembentukan kemampuan berpikir yang dimiliki oleh

siswa secara abstrak dalam mencari informasi yang diperoleh terkait dengan

pembelajaran matematika. Dalam upaya pembentukan proses berpikir siswa, guru

harus mampu memilih model, metode, maupun pendekatan yang sesuai dengan

kondisi di dalam kelas, salah satu model, metode, maupun pendekatan yang dapat

di terapkan dalam proses pembelajaran yaitu model AIR dan Pendekatan

Kontekstual.

2.2 Hasil Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

2.2.1 Definisi Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah proses

pembelajaran setiap materi satu pokok selesai dengan diberikan soal tes, bertujuan

13

untuk mengetahui seberapa besar pemahaman siswa pada suatu materi (Palguna et

al., 2016). Menurut Sudjana hasil belajar dapat dikatakan sebagai kemampuan yang

dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar (Munawaroh &

Alamuddin, 2014). Bloom menjelaskan bahwa hasil belajar mencakup tiga hal,

yaitu kemampuan kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotorik

(keterampilan) (Suprijono, 2010). Pada kurikulum 2013, hasil belajar merupakan

suatu hasil pengalaman belajar siswa untuk mengembangkan sikap, pengetahuan,

dan keterampilan (Kemendikbud, 2014).

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa, hasil belajar

merupakan prestasi atau hasil yang dicapai siswa setelah melakukan proses belajar

mengajar, berupa kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan.

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

(Slameto, 2013) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor intern dan faktor

ekstern. Lebih lanjut dijelaskan bahwa faktor intern adalah faktor yang berasal dari

siswa pada saat belajar terbagi lagi menjadi 3 aspek yaitu faktor jasmani, faktor

psikologis dan faktor kelelahan. Faktor jasmani meliputi kesehatan dan cacat tubuh.

Faktor psikologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif dan kesiapan.

Faktor kelelahan meliputi kelelahan jasmani dan rohani.

Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar siswa pada saat belajar

terbagi menjadi faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Faktor

keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana

rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang

kebudayaan. Faktor sekolah meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru

14

dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pengajaran, waktu

sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas

rumah. Faktor masyarakat meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media,

teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.

Dari kedua faktor tersebut yaitu faktor intern dan ektern yang memiliki

pengaruh khusus terhadap hasil belajar siswa adalah faktor sekolah terutama guru.

Dimana guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang efektif dan

menyenangkan sehingga dalam proses pembelajaran siswa dapat berperan aktif dan

dapat meningkatkan berpikir kritis dan kreatif. Selanjutnya, guru harus dapat

menciptakan interaksi yang baik dengan siswa dan antar siswa, interaksi yang

berjalan dengan baik dapat membuat siswa menyukai pembelajaranannya begitu

juga mata pelajarannya, sehingga siswa dapat terlibat aktif dalam pembelajaran.

Selain menurut Slameto, (Mappeasse, 2009) berpendapat bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu usaha yang dikeluarkan oleh siswa,

kepandaian dan pengetahuan awal siswa, dan kesempatan yang diberikan guru

kepada peserta didik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam menentukan

keberhasilan suatu siswa usaha yang dikeluarkan oleh siswa penting adanya. Hal

ini berupa motivasi siswa untuk meningkatkan keberhasilan dalam pembelajaran.

Tidak hanya itu, faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah

kepandaian dan pengetahuan awal siswa yaitu pada saat kegiatan awal

pembelajaran guru menentukan tujuan belajar sesuai dengan kemampuan

pemahaman siswa dengan cara melakukan apersepsi. Faktor lain yang

mempengaruhi hasil belajar adalah adanya kesempatan yang diberikan kepada

peserta didik, artinya guru memberikan rancangan dan pengelolaan pembelajaran

15

yang memungkinkan kepada anak untuk bebas dalam mengeksplorasi lingkungan

sekitarnya.

Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan membawa suasana belajar

yang menyenangkan, yang dapat menumbuhkan kritis dan kreatif siswa, sehingga

dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, di perlukan model

pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa yang dapat menumbuhkan

kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Salah satu model pembelajaran yang dapat

menumbukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif yaitu model pembelajaran AIR

dan pendekatan kontekstual.

2.3 Model Pembelajaran AIR

2.3.1 Definisi Model Pembelajaran AIR

Model pembelajaran AIR merupakan model pembelajaran yang

menggunakan pendekatan konstruktivisme dengan menekankan pembelajaran pada

alat indera yang dimiliki siswa (Fauji & Winarti, 2015). Suyatno menjelaskan

bahwa model pembelajaran AIR merupakan suatu inovasi terbaru dari

pembelajaran kooperatif yang menekankan pada tiga aspek yaitu Auditory

(mendengar), Intellectually (berpikir) dan Repetition (pengulangan) (Khadijah &

Sukmawati, 2013). Sedangkan menurut Erman Suherman auditory bermakna

bahwa belajar melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi,

argumentasi mengemukakan pendapat, dan menanggapi (Shoimin, 2014). Maulana

menjelaskan bahwa intellectually merupakan kemampuan berpikir yang perlu

dilatih dengan bernalar, mencipta, memecahkan dan menerapkan, sedangkan

repetition artinya pengulangan dengan cara diberikan soal, pemberian tugas atau

kuis (Handayani, Pujiastuti, & Suhito, 2014). Berdasarkan pendapat para ahli diatas

16

dapat disimpulkan bahwa, AIR merupakan model pembelajaran yang menggunakan

alat indera yang dilakukan dengan mendengarkan, menyimak, berbicara, berpikir

dan pengulangan dengan memberikan soal latihan atau kuis.

Dalam model pembelajaran AIR, Meier menjelaskan guru harus terlibat

dalam aktivitas-aktivitas seperti memecahkan masalah, menganalisis pengalaman,

mengerjakan perencanaan strategis, melahirkan gagasan kreatif, mencari dan

menyaring informasi, merumuskan pertanyaan, mensiptakan model mental,

menerapkan gagasan baru pada pekerjaan, mencipatakan makna pribadi dan

meramalkan implikasi suatu gagasan (Huda, 2013). Dengan menerapkan model

pembelajaran AIR, maka akan membuat siswa dapat mengembangkan

pemikirannya untuk menyelesaikan masalah secara kritis (Fauji & Winarti, 2015).

2.3.2 Karakteristik dan Tujuan Model Pembelajaran AIR

AIR merupakan model pembelajaran yang melatih siswa untuk berpikir

kritis (Fauji & Winarti, 2015). Karakteristik dari model pembelajaran AIR yaitu

dimulai dengan siswa memperhatikan penjelasan guru, kemudian berdiskusi

dengan teman satu kelompok dan mempresentasikan hasil kelompok di depan kelas,

dan diberikan soal-soal latihan sebagai penguatan pemahaman (Purnamasari,

2014). Suasana pembelajaran seperti ini lebih efektif jika dilakukan dalam

kelompok heterogen dengan jumlah 4-5 orang siswa (Shoimin, 2014). Dalam hal

ini, model pembelajaran AIR akan membiasakan siswa menyelesaikan

permasalahan dengan menggunakan kemampuan penalarannya. Selain hal itu

dengan model pembelajaran AIR dapat mengembangkan kemampuan berpikir

kritis siswa (Fauji & Winarti, 2015).

2.3.3 Langkah-Langkah Model Pembelajaran AIR

17

Langkah-langkah model pembelajaran AIR berdasarkan (Shoimin, 2014)

sebagai berikut:

Pembagian Kelompok

Pada tahap ini, guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil secara

heterogen dengan jumlah anggota kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Setelah itu guru

menjelaskan materi yang akan dipelajari siswa secara garis besar.

Diskusi Kelompok

Setelah siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok

mendapatkan permasalahan yang harus didiskusikan dengan teman satu kelompok.

Presentasi Kelompok

Pada tahap ini, setelah siswa berdiskusi tentang permasalahan yang diberikan

oleh guru, setiap perwakilan kelompok maju di depan kelas untuk

mempresentasikan hasil dari diskusinya. Sedangkan kelompok lain boleh

memberikan pernyataan atau pertanyaan kepada kelompok yang memberikan

presentasi.

Pengulangan

Pada tahap ini, guru memberikan pengulangan kepada siswa sebagai penguatan

terhadap materi yang telah didapatkkan dengan cara memberikan tugas, kuis atau

pekerjaan rumah (PR).

Selain itu menurut (Linuwih & Sukwati, 2014) langkah-langkah model

pembelajaran AIR adalah sebagai berikut:

Pembentukan Kelompok

Pada langkah pembelajaran ini siswa dibagi menjadi beberapa kelompok secara

heterogen beranggotakan 4-5 siswa setiap kelompok.

18

Penjelasan Guru

Langkah selanjutnya guru memberikan penjelasan kepada siswa mengenai

materi yang akan dipelajari. Pada langkah ini guru hanya menjelaskan secara garis

besar materi yang akan dipelajari selanjutnya siswa sendiri yang akan

mempelajarinya.

Diskusi Kelompok

Pada langkah pembelajaran ini siswa melakukan kegiatan diskusi bersama

dengan teman kelompok membahas mengenai materi yang dipelajari dan

menuliskannya pada lembar kerja kelompok. Selain itu siswa juga berdiskusi

tentang langkah dalam menyelesaikan masalah berupa soal-soal. (Auditory dan

Intellectually)

Presentasi Kelompok

Setelah diskusi kelompok berlangsung salah satu siswa sebagai perwakilan

kelompok maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil yang didapatkan

selama kegiatan diskusi berlangsung, sedangkan kelompok lain memberikan

tanggapan, masukan dan menyutujui kesepakatan. (Intellectually)

Pengulangan Materi

Tahap terakhir dalam pembelajaran model AIR adalah pengulangan

(repetition). Pada tahap ini siswa diberikan penguatan materi dengan diberikan kuis

secara individu dan pekerjaan rumah.

Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran AIR yang telah

dijelaskan oleh para ahli diatas, maka peneliti mengambil langkah-langkah model

pembelajaran AIR sebagai berikut:

Pembagian Kelompok

19

Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil secara heterogen

beranggotakan 4-5 siswa.

Penjelasan Guru

Guru memberikan penjelasan secara garis besar tentang materi yang akan

dipelajari.

Diskusi Kelompok

Siswa mendiskusikan materi yang dipelajari dan menuliskannya pada lembar

kerja kelompok dan berdiskusi mengenai penyelesaian masalah yang diberikan.

Presentasi Kelompok

Salah satu siswa sebagi perwakilan kelompok maju kedepan untuk

mempresentasikan hasil diskusi kelompok ke depan kelas, dan untuk kelompok lain

boleh memberikan tanggapan, masukan, dan berupa pernyataan persetujuan atas

apa yang disampaikan oleh siswa yang presentasi.

Pengulangan Materi

Untuk menguatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan, siswa

diberikan pengulangan materi dengan cara memberikan kuis individu atau

pekerjaan rumah.

2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran AIR

Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, hal

ini serupa dengan model pembelajaran AIR pastinya memiliki kelebihan dan

kekurangan. Kelebihan AIR diantaranya Siswa lebih berpartisipasi aktif dalam

pembelajaran, siswa memiliki kesempatan lebih banyak memanfaatkan

pengetahuan dan keterampilannya secara komprehensif, siswa dengan kemampuan

rendah mampu merespons permasalahan dengan cara mereka sendiri, dan siswa

20

memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab

permasalahan (Shoimin, 2014). Selain itu kelebihan dari model pembelajaran AIR

adalah siswa menjadi terlatih pendengarannya dan berani mengungkapkan

pendapat, siswa menjadi terlatih dalam hal memecahkan masalah secara kreatif,

siswa menjadi terlatih daya ingatnya tentang materi yang baru saja dipelajari, dan

siswa menjadi lebih aktif dan kreatif (Purnamasari, 2014).

Sedangkan kelemahan model pembelajaran AIR adalah untuk

mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami oleh siswa sangat sulit

sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon

permasalahan yang diberikan (Shoimin, 2014). Dikarenakan siswa kesulitan dalam

mengemukakan masalah yang mudah dipahami maka diperlukan suatu pendekatan

yang dapat membantu siswa dalam memahami masalah yang ada, sehingga siswa

dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Salah satu

pendekatan yang sesuai untuk mendukung model pembelajaran AIR adalah

pendekatan kontekstual. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan pendekatan

kontekstual membantu siswa dalam memahami permasalahan yang ada

dikarenakan dikaitkan langsung terhadap kehidupan sehari-hari siswa.

2.4 Pendekatan Kontekstual

2.4.1 Definisi Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual merupakan suatu ide pembelajaran yang membantu

guru menggabungkan materi yang diajarkan dengan keadaan nyata siswa dan

mendorong siswa untuk menerapkan pengetahuannya pada lingkungan keluarga

dan masyarakat (Sihono, 2004). Pendekatan kontekstual juga berasal dari

pendekatan konstruktivistik yang mengatakan bahwa siswa melakukan kegiatan

21

belajar dengan membangun pengetahuannya sendiri melalui interaksi dan

penjelasan di lingkungannya, lebih lanjut dijelaskan siswa secara aktif menemukan

konsep-konsep materi berdasarkan pada pencarian sendiri yang berada disekitar

siswa, baik itu lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga, selain hal tersebut

pengetahuan yang dimiliki oleh siswa bukan berasal dari guru melainkan berasal

dari siswa (Hasnawati, 2006). Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan

bahwa pendekatan kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang

menyajikan suatu permasalahan dengan secara nyata dan berhubungan dengan

kehidupan sehari-hari siswa. Masalah kontektual dapat memotivasi siswa untuk

memahami makna materi yang dipelajari dengan mengaitkan materi yang dipelajari

dengan konteks kehidupan sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atau

keterampilan dalam menerapkan prmasalahan yang lainnya (Shoimin, 2014).

Dalam hal ini, menurut Dewi dalam (Purnawirawanti, 2013) melalui

pendekatan kontekstual siswa menjadi lebih senang dalam pembelajaran

matematika, lebih cepat merespon dalam mengerjakan LKS, lebih berani

mengungkapkan pendapatnya, menghargai teman, lebih peduli terhadap teman

yang mengalami kesulitan, siswa lebih mudah menerapkan rumus yang diteukan

dalam kehidupan nyata serta kreativitas siswa lebih berkembang. Sehingga, seperti

yang dikatakan oleh Muslich bahwa pendekatan kontekstual dapat mendorong

siswa untuk berpikir kritis (Syahbana, 2011).

2.4.2 Karakteristik dan Tujuan Pendekatan Kontekstual

Contextual teaching and learning merupakan suatu konsep belajar dimana

guru menghadirkan masalah yang nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa untuk

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam

22

kehidupan (Shoimin, 2014). Muslich menjelaskan karakteristik pendekatan

kontekstual adalah dilaksanakan secara nyata dan alami, siswa mengerjakan tugas-

tugas secara bermakna, memberikan pengalaman yang bermakna, dilakukan

dengan cara diskusi; kerja kelompok, saling mengoreksi dengan teman,

memberikan kesempatan memahami teman secara mendalam, dilaksanakan secara

aktif, kreatif, produktif dan mementingkan kerja sama dan dilaksanakan dalam

keadaan menyenangkan (Kadir, 2013). Shoimin juga menjelaskan bahwa suatu

kelas dikatakan menerapkan pendekatan kontekstual jika menerapkan tujuh

komponen pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme (constructivism), bertanya

(questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community),

pemodelan (modeling) dan penilaian sebenarnya (authentic assessment) (Shoimin,

2014).

Prasetya & Joko, 2016) mengatakan bahwa AIR merupakan belajar dengan

berbicara dan mendengarkan, belajar untuk berpikir dalam menyelesaikan masalah

dan pengulangan sebagai pendalaman siswa. Dengan adanya model AIR, siswa

akan menyimak dan mendengarkan apa yang dipelajari dari hal tersebut

menimbulkan beberapa masalah yang perlu diselesaikan kemudian siswa akan

mengkonstruksikan hasil pemikirannya yang kemudian dapat menimbulkan

beberapa pertanyaan. Selain itu dengan adanya model AIR akan terciptanya

masyarakat belajar atau yang dikenal dengan belajar kelompok.

Pendekatan kontekstual bertujuan untuk malatih kemampuan berpikir

tingkat tinggi siswa dengan melatih untuk berpikir kritis dan kreatif dalam

mengumpulkan data, memahami suatu permasalahan dan memecahkan masalah

(Suprijono, 2010). Johnson menjelaskan bahwa dengan menerapkan pendekatan

23

kontekstual membantu siswa melihat makna dalam materi yang sedang dipelajari

dengan cara menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari (Kadir, 2013).

Selain hal tersebut dengan menerapkan pendekatan kontekstual siswa menjadi lebih

aktif dan kreatif dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran (Purnawirawanti,

2013).

2.4.3 Langkah-langkah Pendekatan Kontekstual

Langkah-langkah pendekatan kontekstual menurut (Shoimin, 2014) sebagai

berikut:

Pemberian masalah kontekstual

Pada awal pembelajaran inti, guru memberikan masalah kepada siswa berupa

masalah kontektual.

Diskusi kelompok

Siswa secara berkelompok menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh

guru. Guru berkeliling untuk membimbing dan memandu kelompok apabila

ada permasalahan yang belum dimengerti.

Presentasi kelompok

Salah satu anggota kelompok mempresentasikan hasil diskusinya disertai

alasan dari jawaban permasalahan yang diberikan oleh guru.

Penyelesaian lembar kerja siswa

Siswa secara kelompok menyelesaikan lembar kerja siswa yang diberikan guru

berupa soal-soal. Guru berkeliling untung mengamati, memotivasi, dan

memfasilitasi kerja sama.

Presentasi kelompok

24

Salah satu anggota kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok dan

kelompok lain memberikan tanggapan atau pertanyaan.

Pembahasan soal pada lembar kerja siswa

Dengan mengacu pada jawaban siswa, guru bersama siswa melalui tanya jawab

membahas cara penyelesaian masalah dengan tepat.

Refleksi

Guru mengadakan refleksi dengan memberikan pertanyaan tentang hal-hal apa

saja yang dirasakan selama pembelajaran, materi yang belum dipahami, kesan

dan pesan selama mengikui pembelajaran.

Sedangkan menurut (Sihono, 2004) langkah-langkah penerapan pendekatan

kontekstual dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

Apersepsi

Pada tahap ini, guru memberikan beberapa pertanyaan untuk mengembangkan

dan mengetahui sejauh mana siswa memahami materi yang akan dipelajari.

Setelah itu dengan siswa belajar mandiri, maka siswa mampu menemukan dan

mengkontruksikan pengetahuannya sendiri.

Tanya jawab

Pada tahap ini, guru memberikan beberapa pertanyaan kepada siswa sebagai

upaya untuk mengembangkan sifat kritis siswa dalam pemberian beberapa

masalah.

Pembagian kelompok

Pada tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok secara

heterogen dengan anggota terdiri 4-5 siswa.

Menghadirkan Model

25

Pada tahap ini, guru jika memungkinkan menghadirkan model secara langsung

kepada siswa sebagai gambaran secara nyata kepada siswa.

Refleksi

Pada tahap ini, guru memberikan beberapa pertanyaan berupa refleksi kepada

siswa sebagai penguatan materi

Penilaian

Guru memberikan penilaian kepada hasil kerja siswa sesuai dengan kriteria

yang sudah ada.

Berdasarkan penjelasan para ahli, maka langkah-langkah pendekatan

kontekstual sebagai berikut:

1. Pemberian masalah kontekstual

Pada langkah pendekatan ini, guru dalam mengajarkan materi memberikan

masalah secara nyata yang terjadi dengan kehidupan disekeliling siswa.

2. Pembagian kelompok

Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil secara heterogen yang

beranggotakan 4-5 siswa setiap kelompok.

3. Diskusi kelompok

Siswa melakukan diskusi berkaitan dengan materi yang diajarkan.

4. Menghadirkan model

Dalam pendekatan kontekstual, menghadirkan model dalam pembelajaran

perlu dilaksanakan agar siswa lebih memahami tentang materi yang diajarkan.

Namun dalam menghadirkan model, guru tidak hanya menghadirkan seseorang

yang bisa dijadikan role model, tetapi juga dapat dengan memberikan latihan

soal yang berkaitan dengan materi ajar.

26

5. Presentasi Kelompok

Setelah melakukan diskusi kelompok, salah satu anggota kelompok maju

kedepan untuk mempresentasikan hasil diskusi. Sedangkan kelompok lain

memberikan tanggapan dan masukan.

6. Pembahasan Lembar Kerja Kelompok

Dengan mengacu pada jawaban siswa, guru bersama siswa melalui tanya jawab

membahas cara penyelesaian masalah dengan tepat.

7. Refleksi

Pada tahap ini, guru memberikan beberapa pertanyaan berupa refleksi kepada

siswa sebagai penguatan materi

8. Penilaian

Guru memberikan penilaian kepada hasil kerja siswa sesuai dengan kriteria

yang sudah ada.

2.4.4 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual

Setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing,

begitu juga dengan pendekatan kontekstual. Kelebihan pendekatan kontekstual

adalah pembelajaran menekankan aktivitas berpikir siswa secara penuh, baik fisik

ataupun mental, menjadikan siswa belajar bukan menghafal melainkan proses

pengalaman dalam kehidupan nyata, dalam pembelajaran kelas digunakan sebagai

tempat untuk menguji data hasil temuan mereka dilapangan, dan yang terakhir

dijelaskan bahwa materi yang dipelajari ditentukan oleh siswa bukan hasil dari

orang lain. Sedangkan kelemahan dari pendekatan kontekstual yaitu pembelajaran

yang kompleks dan sulit dilaksanakan dalam konteks pembelajaran, selain itu juga

membutuhkan waktu yang lama (Shoimin, 2014).

27

2.5 Model Pembelajaran AIR dengan Pendekatan Kontekstual

Langkah-langkah model pembelajaran AIR dengan pendekatan kontekstual

pada pembelajaran matematika adalah:

Tabel 2.1: Langkah-langkah model pembelajaran AIR dengan Pendekatan

Kontekstual

Model AIR Pendekatan Kontekstual

1. Pembagian kelompok

2. Penjelasan Guru

3. Diskusi Kelompok

4. Presentasi Kelompok

5. Pengulangan Materi

1. Pemberian Masalah Kontekstual

2. Pembagian Kelompok

3. Diskusi Kelompok

4. Menghadirkan Model

5. Presentasi Kelompok

6. Pembahasan LKK

7. Refleksi

8. Penilaian

Berdasarkan tabel 2.1 model pembelajaran AIR dengan pendekatan

kontekstual pada pembelajaran matematika dapat diuraikan pada tabel 2.2.

Tabel 2.2: Gabungan Model Pembelaaran AIR dengan Pendekatan

Kontekstual

No Aktivitas pembelajaran Pembelajaran

AIR Kontekstual

1. Pembagian kelompok √ √

2. Penjelasan Guru √ -

3. Diskusi Kelompok √ √

4. Presentasi Kelompok √ -

5. Pengulangan Materi √ -

6. Pemberian Masalah Kontekstual - √

8. Menghadirkan Model - √

9. Pembahasan LKK - √

10. Refleksi - √

11. Penilaian - √

Berdasarkan tabel 2.2, dapat diuraikan langkah-langkah gabungan dari

model pembelajaran AIR dengan pendekatan kontekstual sebagai berikut:

1. Penjelasan Guru

Sebelum kegiatan diskusi berlangsung, guru memberikan materi secara garis

besar kepada siswa.

28

2. Pemberian masalah kontekstual

Pada langkah pendekatan ini, guru dalam mengajarkan materi memberikan

masalah secara nyata yang terjadi dengan kehidupan disekeliling siswa.

3. Pembentukan kelompok

Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok heterogen, masing-masing terdiri

dari 4-5 anggota.

4. Diskusi kelompok

Setelah diberikan masalah kontekstual, setiap anggota kelompok

melaksanakan kegiatan diskusi dengan berbagai sumber antara lain buku paket.

5. Menghadirkan Model

Guru jika memungkinkan menghadirkan model secara langsung kepada siswa

sebagai gambaran secara nyata kepada siswa. Selain hal tersebut dalam

mengahadirkan model guru juga bisa berupa memberikan contoh-contoh soal

yang sesuai dengan materi yang dipelajari.

6. Presentasi kelompok

Pada saat kegiatan diskusi berakhir, setiap perwakilan kelompok

mempresentasikan hasil diskusinya dan memberikan alasan atas jawabannya.

Selain hal itu untuk kelompok lain dapat memberikan tanggapan atau

pertanyaan kepada penyaji.

7. Pembahasan LKK

Dengan mengacu pada jawaban siswa, guru bersama siswa melalui tanya jawab

membahas cara penyelesaian masalah dengan tepat.

8. Pengulangan

29

Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa mengenai materi yang

diajarkan, guru memberikan pengulangan berupa pemberian soal tugas atau

kuis yang harus dikerjakan secara individu.

9. Refleksi

Di akhir kegiatan inti pembelajaran, guru memberikan refleksi kepada siswa

tentang perasaan siswa selama pembelajaran, materi apa yang belum dipahami,

kesan dan pesan selama mengikuti pembelajaran.

10. Penilaian

Guru memberikan penilaian kepada hasil kerja siswa sesuai dengan kriteria

yang sudah ada.

2.6 Berpikir Kritis

2.6.1 Definisi Berpikir Kritis

Pada era yang semakin maju berpikir kritis sudah menjadi suatu hal yang

populer di dunia pendidikan, hal ini dikarenakan dengan berpikir kritis

memungkinkan siswa untuk menemukan kebenaran di tengah banyaknya kejadian

dan informasi yang berada disekitar (Fahrurazi, 2011). Enis dalam (Putra, Sudargo,

& Redjeki, 2014) menjelasakan bahwa berpikir kritis merupakan keterampilan atau

kemampuan dalam bernalar dengan pemikiran yang reflektif untuk menentukan apa

yang dipercaya dan apa yang harus dilakukan. Sedangkan menurut Krulick dan

Rudnick dalam (Haryani, 2012) berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir

yang melibatkan aktivitas membaca, mengidentifikasi, menghubungkan, dan

mengambil kesimpulan. Berdasarkan penjelasan dari para ahli disimpulkan bahwa

kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan dalam bernalar dengan melibatkan

berbagai aktivitas seperti membaca, mengidentidfikasi, menghubungkan kemudian

30

mampu mengambil kesimpulan mengenai apa yang dipercaya dan apa yang perlu

dilakukan.

2.6.2 Indikator Berpikir Kritis Belajar

Pada model pembelajaran ini indikator yang akan digunakan disesuaikan

dengan kompetensi dasar SMP Kurikulum 2013 revisi dimana kompetensi dasar

yang harus dicapai guru adalah siswa dapat memahami pola dan meggunakannya

untuk menduga dan membuat kesimpulan kemudian siswa menggunakan pola serta

kesimpulan untuk memecahkan masalah matematika. Agar tercapainya tujuan dari

kompetensi dasar tersebut diperlukan beberapa indikator kemampuan berpikir

kritis. Menurut Ennis dalam (Sunaryo, 2014) indikator berpikir kritis ada enam

yaitu focus (focus), reason (alasan), inference (menyimpulkan), situasion (situasi),

clarity (kejelasan), dan overview (pandangan menyeluruh), lebih lanjut dijelaskan

sebagai berikut:

a. Fokus

Dalam memahami suatu permasalahan diperlukan fokus dalam menentukan

masalah tersebut. Hal ini dilakukan agar pekerjaan menjadi lebih efektif,

karena dengan mengetahui fokus permasalahan maka tidak akan membuang-

buang waktu.

b. Reason (alasan)

Reason atau alasan artinya dalam menentukan atau memberikan jawaban atau

simpulan harus disertai alasan yang kuat.

c. Inference (menyimpulkan)

Inference atau simpulan artinya setelah menentukan jawaban disertai alasan,

maka memberikan simpulan dari apa yang didapat.

31

d. Situasion (situasi)

Artinya dalam menerapkan konsep pengetahuan yang dimiliki sebelumnya

untuk diterapkan kembali dalam menyelesaikan masalah yang lain pada situasi

yang berbeda.

e. Clarity (kejelasan)

Artinya memberikan kejelasan berupa contoh masalah atau soal yang serupa

dengan yang sudah ada.

f. Overview (pandangan menyuluruh)

Artinya setelah proses dari awal mulai dengan focus terhadap permasalahan

sampai pada memberikan kejelasan, harus memeriksa kembali jawaban yang

disampaikan hal ini dilakukan untuk mengoreksi apabila terjadi beberapa

kesalahan.

Selain itu (Facione, 2011) menjelaskan bahwa terdapat enam kemampuan

berpikir kritis utama yang terlibat di dalam berpikir kritis, yaitu interpretasi,

analisis, evaluasi, inferensi, eksplanantion, dan self-regulation. Lebih lanjut

dijelaskan berikut:

1. Interpretasi

Menginterpretasi adalah kemampuan dapat memahami dan mengekspresikan

makna/arti dari suatu permasalahan.

2. Analisis

Analisis adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan menyimpulkan

hubungan antara pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi, atau bentuk

lainnya.

3. Evaluasi

32

Evaluasi merupakan kemampuan mampu mengakses kredibilitas pernyataan

serta mampu mengakses secara logika hubungan antara pernyataan,

pertanyaan, konsep, deskripsi, atau bentuk lainnya.

4. Inferensi

Inferensi merupakan kemampuan mengidentifikasi dan memperoleh unsur-

unsur yang diperlukan untuk membuat kesimpulan-kesimpulan yang sesuai

dengan akal pikiran.

5. Explanation

Eksplanation merupakan suatu kemampuan yang mampu menetapkan dan

memberikan alasan yang logis terhadap hasil yang diperoleh.

6. Self-regulation

Self-regulation merupakan kemampuan untuk melihat aktivitas kognitif

seseorang, unsur-unsur yang digunakan dalam aktivitas menyelesaikan

permasalahan, khususnya dalam menerapkan kemampuan dalam menganalisis

dan mengevaluasi.

Namun untuk kemampuan explanantion dan self-regulation lebih terhadap

bagaimana menjelaskan apa yang ada dipikiran dan bagaimana cara sampai bisa

mendapatkan hasil akhir dari kesimpulan. Berdasarkan penjelasan indikator

kemampuan berpikir kritis siswa yang telah dijelaskan diatas maka dapat dibuat

indikator untuk mengukur kemampuan beripikir kritis siswa pada pembelajaran

matematika model AIR dengan pendekatan kontekstual. Dalam hal ini peneliti

menggunakan indikator kemampuan berpikir kritis menurut Facione, dikarenakan

indikator tersebut sesuai dengan pembelajaran matematika yang menerapkan model

AIR dengan pendekatan kontekstual.

33

Tabel 2.3: Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam

Menyelesaikan Soal

No. Kemampuan Berpikir Kritis Indikator Berpikir Siswa

1. Interpretasi

a. Siswa mampu memahami masalah yang

diajukan dengan menulis diketahui maupun

yang ditanyakan soal dengan tepat.

2. Analisis

a. Siswa mampu mengidentifikasi hubungan-

hubungan antara pernyataan, pertanyaan dan

konsep yang diberikan dalam soal dengan

ditunjukkan dengan membuat model

matematika dan memberi penjelasan yang tepat.

3. Evaluasi

a. Siswa mampu menggunakan strategi yang tepat

dalam menyelesaikan soal, lengkap dan benar

dalam melakukan perhitungan.

4. Inferensi a. Siswa mampu membuat kesimpulan dengan

tepat.

Contoh Permasalahan:

Bu Rossa membeli 150 kantong beras. Setiap kantong berisi 5 kg beras. Sebanyak

15 kg diberikan kepada nenek. Beras yang masih tersisa dibagikan kepada 49

tetangga di sekitarnya. Jika kamu menjadi Bu Rossa, berapa kg beras yang akan

kamu bagikan kepada masing-masing tetangga?

Berdasarkan permasalahan diatas, siswa diharapkan dapat mencari penyelesaian

permasalahan dengan memperhatikan komponen kemampuan berpikir kritis

sebagai berikut:

Pembahasan:

Tabel 2.4: Contoh Jawaban Siswa Berpikir Kritis dan Uraian Penjelasan

Jawaban Siswa Penjelasan

Misal, siswa menuliskan:

Diketahui:

Pembelian beras 150 kantong beras

dengan setiap kantong berisi 5 kg

Diberikan kepada nenek 15 kg

Dibagikan ke 49 tetangga

Ditanyakan: Berapa beras yang dibagikan

kepada masing-masing tetangga?

Jawab:

Beras yang dibeli: 150 × 5 = 750 𝑘𝑔

Beras untuk masing-masing tetangga

yaitu

(Interpretasi)

Siswa dapat menentukan maksud/arti dari

permasalahan yang diberikan dengan jelas.

Siswa juga mampu mendeskripsikan apa saja

yang diketahui dan ditanyakan.

(Analisis)

Siswa mampu menentukan apa yang harus

dilakukan dari hasil apa yang diketahui dengan

konsep operasi hitung bilangan bulat. Pada

tahap ini siswa juga membuat model

34

beras yang dibeli – beras yang di

berikan nenek : jumlah tetangga

= (750 – 15) ∶ 49 = 735 ∶ 49

= 15 𝑘𝑔

Jadi, beras yang diberikan ke masing-masing

tetangga adalah 15 kg.

matematika terkait apa yang akan dilakukan

selanjutnya.

(Evaluasi)

Siswa mampu menyelesaikan perhitungan dari

model matematika yang telah dibuat dengan

jelas dan rinci.

(Inference)

Siswa mampu menyimpulkan permasalahan

yang ditanyakan yaitu Bu Rossa akan

membagikan masing-masing 15 kg ke 49

tetangganya.

2.7 Berpikir Kreatif Siswa

2.7.1 Definisi Berpikir Kreatif

Haylock mengatakan bahwa sampai saat ini belum ada definisi yang pasti

mengenai kreativitas namun berpikir kreatif dapat dibagi menjadi dua pendekatan

yaitu proses dan produk atau hasil (Fardah et al., 2013). Torance dalam (Anwar,

Shamim-ur-Rasool, & Haq, 2012) mendefinisikan bahwa berpikir kreatif

merupakan kemampuan untuk memahami masalah, membuat dugaan,

menghasilkan ide-ide baru dan mengkomunikasikan hasil. Gie juga berpendapat

bahwa berpikir kreatif merupakan suatu pemikiran yang berusaha menciptakan

suatu pemikiran yang baru (Sunaryo, 2014). Sedangkan berdasarkan Infinite

Innovation Ltd menjelaskan bahwa berpikir kreatif dipandang sebagai suatu proses

yang digunakan ketika seorang individu memunculkan ide baru dengan

menggabungkan ide-ide sebelumnya yang belum pernah diwujudkan (Nur, 2016).

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir

kreatif merupakan kemampuan untuk mengungkapkan jawaban dan gagasan yang

beragam dengan menganggapnya tepat dalam menyelesaikan masalah dan

berdasarkan pemikiran sendiri yang disertai oleh gagasan atau ide-ide sebelumnya.

35

2.7.2 Indikator Berpikir Kreatif Belajar

Wardani mengungkapkan kemampuan berpikir kreatif siswa dapat dilihat

melalui empat indikator yaitu kefasihan, keluwesan, keaslian dan keterincian

(Sunaryo, 2014), lebih lanjut dijelaskan berikut:

1. Kefasihan (fluency) adalah kemampuan dalam menyampaikan berbagai macam

ide atau gagasan dan jawaban yang tepat.

2. Keluwesan (flexibility) adalah kemampuan dalam menghasilkan jawaban yang

bermacam-macam atau dengan berbagai cara, mampu melihat masalah dari

sudut pandang yang berbeda dan mampu mengubah cara berpikirnya.

3. Keaslian (originality) adalah kemampuan dalam memberikan dan

menggabungkan gagasan baru atau jawaban dengan bahasa dan cara sendiri

yang didasarkan pada gagasan atau jawaban sebelumnya.

4. Keterincian/elaborasi (elaboration) adalah kemampuan menjelaskan,

mengembangkan, memperkaya atau menguraikan lebih rinci jawaban atau

gagasan yang diberikan.

Sedangkan berdasarkan penjelasan (Istianah, 2013) kemampuan berpikir

kreatif memiliki empat tahapan, berikut penjelasannya:

1. Exploring yaitu mengidentifikasi hal-hal apa saja yang ingin dilakukan pada

saat menghadapi situasi yang baru.

2. Inventing yaitu melihat atau mereview berbagai alat, teknik, dan metode yang

telah dimiliki yang mungkin dapat membantu dalam menghilangkan cara

berpikir yang tradisional sehingga menciptakan ide baru.

3. Choosing yaitu mengidentifikasi dan memilih ide-ide yang paling mungkin

untuk dilaksanakan.

36

4. Implementing yaitu cara membuat suatu ide tersebut dapat direalisasikan.

Berdasarkan penjelasan indikator kemampuan berpikir kreatif siswa yang

telah dijelaskan diatas maka dapat dibuat indikator untuk mengukur kemampuan

beripikir kreatif siswa pada pembelajaran matematika model AIR dengan

pendekatan kontekstual. Dalam hal ini peneliti menggunakan indikator kemampuan

berpikir kritis menurut Wardani, dikarenakan indikator tersebut sesuai dengan

pembelajaran matematika yang menerapkan model AIR dengan pendekatan

kontekstual. Siswa dikatakan memiliki kemampuan berpikir kreatif apabila

memenuhi empat indikator berpikir kreatif yaitu kelancaran, keluwesan, keaslian

dan keterincian.

Tabel 2.5: Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dalam

Menyelesaikan Soal

No. Kemampuan Berpikir Kreatif Indikator Berpikir Siswa

1. Kefasihan (fluency) a. Siswa mampu memberikan ide atau jawaban

pemecahan masalah secara benar dan tepat.

2. Keluwesan (flexibility) a. Siswa mampu memperkirakan jawaban atau

cara yang digunakan.

3. Keaslian (originality) a. Siswa mampu menghasilkan cara baru/unik dari

pemikiran yang telah ada.

4. Keterincian (elaboration) a. Siswa mampu menguraikan jawaban dengan

rinci dan tepat.

Contoh Permasalahan:

Suatu ketika ada wanita cina Nona Mei Ling yang mengunjungi Indonesia. Karena

melihat pesona alam Indonesia yang begitu indah, dia memutuskan untuk tinggal di

indonesia selama 450 hari. Akan tetapi dia selalu berpindah-pindah. Dia tinggal di

pulau jawa 157 hari, di Kalimantan 121 hari, di Sulawesi 55 hari, lalu sisanya dia

tinggal di papua. Apakah bisa disimpulkan bahwa dia tinggal di papua selama 17

minggu (anggap 1 minggu = 7 hari)? (jelaskan alasan jawaban disertai proses

penyelesaiannya)

37

Berdasarkan permasalahan diatas, siswa diharapkan dapat mencari penyelesaian

permasalahan dengan memperhatikan komponen proses berpikir kreatif sebagai

berikut:

Tabel 2.6: Contoh Jawaban Siswa Berpikir Kreatif dan Uraian Penjelasan

Jawaban Siswa Penjelasan

Misal, siswa menuliskan:

Lama total tinggal di Indonesia = 450 hari. di

pulau jawa = 157 hari, di Kalimantan = 121

hari, di Sulawesi = 55 hari, di papua = x hari.

Mencari berapa hari dulu dia tinggal di Papua.

Baru ditentukan apakah dia tinggal selama

beberapa hari.

450 = 157 + 121 + 55 + x

x = 450 – 157 – 121 – 55

= 450 – 55 – 121 – 157

= 395 – 121 – 157

= 274 – 157

= 117

jadi tinggal di Papua = 117 hari = 6 minggu

5 hari jadi tidak bisa dikatakan bahwa

tinggal di papua selama 7 minggu.

(Kefasihan)

Siswa mampu menginterpretasikan mengenai

masalah matematika yaitu dengan cara

menyatakan apa yang diketahui dan apa yang

ditanyakan. Selain itu, memberikan beberapa

jawaban berupa diagram apa saja yang harus

dilakukan terlebih dahulu.

(Keluwesan)

Siswa mampu menyelesaikan masalah dengan

cara yang tepat dan sesuai hal ini terlihat dari

pengerjaan siswa dimana Siswa mampu

memberikan jawaban secara jelas dan rinci,

selain itu siswa juga mampu mengubah cara

berpikirnya.

(Keaslian)

Siswa mampu menghasilkan cara unik/baru

dalam menyelesaikan permasalahan. Dari hasil

yang diperoleh berupa diagram lingkaran,

siswa mampu membuat penjelasan terkait hasil

apa saja yang diperoleh dari diagram lingkaran

tersebut.

(Keterincian) Dalam menyelesaikan persoalan, siswa

menuliskan jawaban secara terperinci sehingga

memudahkan seseorang dalam memahaminya.

Siswa juga mampu membuat kesimpulan

berdasarkan dari langkah-langkah

pengerjaannya.