bab ii kajian teori -...
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Kajian Teori
Dalam penelitian tindakan kelas ini penulis mengutip beberapa
pendapat para ahli dalam bidang pendidikan yang dapat mendukung penelitian
ini.
2.1.1 Hakikat Matematika
Menurut Nasution (Sri Subarinah, 2006: 1) Istilah matematika berasal
dari bahasa Yunani, mathein atau manthenein yang berarti mempelajari. Kata
matematika erat hubungannya dengan kata Sansekerta, medha atau widya yang
artinya kepandaian, ketahuan atau intelegensia. Menurut Jujun 2007 (Widianto,
2011 : 18) matematika merupakan bahasa yang eksak, cermat, dan terbebas
dari emosi. Matematika sebagai bahasa merupakan bahasa yang
melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan.
Sedangkan menurut Nurhadi (2004:203) belajar matematika berarti belajar
ilmu pasti. Belajar ilmu pasti berarti belajar bernalar. Jadi, belajar matematika
berhubungan dengan penalaran. Selanjutnya Menurut Ruseffendi (Sri
Subarinah, 2006:1) Matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang
tidak didefinisikan, aksioma-aksioma dan dalil-dalil yang dibuktikan
kebenarannya, sehingga matematika disebut ilmu deduktif.
Menurut Jhonson dan Rising (Sri Subarinah, 2006:1) matematika
merupakan pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian logika,
pengetahuan struktur yang terorganisasi memuat: sifat-sifat, teori-teori dibuat
secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau
teori yang telah dibuktikan kebenarannya. Oleh karena itu penguasan terhadap
matematika mutlak diperlukan dan konsep matematika harus dipahami dengan
betul dan benar sejak dini. Hal ini karena konsep-konsep dalam matematika
merupakan suatu rangkaian sebab akibat. Suatu konsep disusun berdasarkan
konsep-konsep sebelumnya, dan akan menjadi dasar bagi konsep-konsep
6
selanjutnya, sehingga pemahaman yang salah terhadap suatu konsep akan
berakibat pada kesalah pahaman terhadap konsep-konsep selanjutnya.
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur
yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya. Ini berarti bahwa
belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, struktur konsep dan
mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. Ciri khas matematika yang
deduktif aksiomatis ini harus diketahui oleh guru sehingga mereka dapat
membelajarkan matematika dengan tepat, mulai dari konsep-konsep sederhana
sampai yang kompleks (Sri Subarinah (2006:1). Menurut Rey (Sri Subarinah,
2006:1) matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau
pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. Selanjutnya menurut
Kline (Sri Subarinah, 2006:1) mengatakan bahwa Matematika bukan
pengetahuan tersendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi
beradanya karena untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai
permasalahan sosial, ekonomi dan alam.
Matematika merupakan ilmu tentang logika mengenal bentuk,
susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang
lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang, yaitu
aljabar, analisis, dan geometri (Erman Suherman, 2001:16). Menurut Heruman
(2003:17) matematika adalah sebagai telaah tentang pola dan hubungan, suatu
jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Selanjutnya
menurut Bruner (Pitajeng, 2006:29) belajar matematika adalah belajar tentang
konsep-konsep dan struktur matematika yang terdapat didalam materi yang
dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan
struktur-struktur matematika. Selanjutnya menurut Kline (1973) (Widianto
2011:18), matematika bukan pengetahuan tersendiri yang dapat sempurna
karena dirinya sendiri tetapi beradanya untuk membantu manusia memahami
dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam. Hal ini berarti belajar
matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, struktur konsep dan
mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. Menurut Freundenthal
(Ariyadi Wijaya, 2012:42) matematika adalah suatu proses peningkatan dan
7
pengembangan ide matematika secara bertahap dan menjadi objek analisis
pada tahap selanjutnya. Sujono (1988:4) mendefinisikan matematika sebagai
berikut:
a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik.
b. Matematika adalah bagian pengetahuan manusia tentang bilangan dan kalkulasi.
c. Matematika membantu orang dalam menginterprestasikan secara tepat berbagai ide dan kesimpulan.
d. Matematika adalah ilmu pengetahuan tentang penalaran dan logika dan masalah-masalah yang berhubungan dengan bilangan.
e. Matematika berkenaan dengan fakta-fakta kuantitatif dan masalah-masalah tentang ruang dan bentuk.
f. Matematika adalah ilmu pengetahuan tentang kuantitas dan ruangan.
Jadi, dari beberapa definisi matematika di atas dapat disimpulkan
bahwa matematika adalah pelajaran yang mempelajari suatu makna yang ingin
disampaikan baik berupa konsep strukutur keterhubungan pola yang ada di
dalamnya. Matematika suatu ilmu pasti yang belajar mengenai simbol, fakta
kuantitatif, sesuatu yang abstrak, ruang dan bentuk dimana yang fungsi
prakteknya untuk mengekspersikan hubungan keruangan, fungsi teoritisnya
memudahkan berfikir, menemukan jawaban masalah yang dihadapi manusia,
pengetahuan tentang bentuk dan ukuran serta memikirkan dalam diri manusia
melihat dan mengunakan hubungan-hubungan. Oleh karena itu mata pelajaran
matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik.
2.1.1.1 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SD
berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan
menggunakan bilangan, simbol serta ketajaman penalaran yang dapat
membantu memperjelas dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-
hari. Sementara itu, menurut KTSP 2006 (Depdiknas, 2006) pembelajaran
matematika di SD diarahkan untuk:
8
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau alogartima, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang media matematika, menyelesaikan dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan;
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
2.1.2 Belajar dan Hasil Belajar
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil
interasksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Santrock dan Yussen (Sugihartono, 2007:74) mendefinisikan belajar
sebagai perubahan yang relatif permanen karena adanya pengalaman. Reber
(Sugihartono, 2007:74) mendefinisikan belajar dalam dua pengertian.
1. Belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan. 2. Kedua, belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang
relatif lama sebagai latihan yang diperkuat.
Burton, dalam buku “The Guidance of Learning Avtivitest” (
Aunurrahman, 2010:35) merumuskan pengertian belajar sebagai perubahan
tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan
individu dan individu dengan lingkungannya, sehingga mereka mampu
berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam buku Educational Psychology,
H.C.Witherington (Aunurrahman, 2010:35), mengemukakan bahwa belajar
adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai
suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan
kepribadian.
James O. Whittaker (Aunurrahman, 2010:35), belajar adalah proses
dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan dan pengalaman.
9
Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya.
Wragg 1994 (Aunurrahman, 2010:35-37) menemukan beberapa ciri-ciri
kegiatan belajar sebagai berikut:
a. Belajar menujukkan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja.oleh sebab itu pemahaman belajar sangat penting sebab dalam kegiatan belajar merupakan kegiatan yang disengaja atau direncanakan dalam bentuk aktivitas. Aktivitas ini menujuk pada keaktifan seseorang dalam melakukan kegiatan tertentu, baik dalam aspek jasmaniah maupun aspek mental yang memungkinkan terjadi perubahan pada dirinya.
b. Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya. Lingkungan dalam hal ini dapat berupa manusia atau objek-objek lain yang memungkinkan individu memperolah pengalaman dan pengetahuan baru maupun sesuatu yang pernah diperoleh atau ditemukan sebelumnya.
c. Hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku. Walaupun tidak semua perubahan tingkah laku merupakan hasil belajar, akan tetapi aktivitas belajar umumnya disertai perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku pada kebanyakan hal merupakan sesuatu perubahan yang diamati (obsevable).
Belajar ialah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya
Slameto (2003:2). Sedangkan menurut Gagne (Slameto, 2003:13), belajar
adalah proses untuk memperolah motivasi dalam pengetahuan, keterampilan,
kebiasaan, dan tingkah laku.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan belajar yang telah
dikemukakan oleh para ahli tersebut, belajar adalah suatu perubahan tingkah
laku berdasarkan pengalaman dan latihan. Perubahan tingkah laku tersebut,
baik dalam aspek pengetahuannya (kognitif), keterampilannya (psikomotor),
maupun sikapnya (afektif). Suatu perubahan, tingkah laku yang berupa
perbuatan, pemahaman, keterampilan dan sifat yang positif sehingga membawa
pada kondisi kehidupan yang lebih baik dan bermakna.
10
Menurut Gagne dalam (Agus Suprijono, 2011:8) mengatakan bahwa
hasil belajar adalah dicapainya sejumlah kemampuan setelah mengikuti proses
belajar mengajar, yaitu ketrampilan intelektual (pengetahuan), strategi kognitif
(memecahkan masalah), informasi verbal (mendeskripsikan sesuatu),
ketrampilan motorik, sikap dan nilai.
Menurut Bloom dalam (Agus Suprijono, 2011:6) hasil belajar itu
meliputi:
a. Kemampuan kognitif, yang meliputi pengetahuan, ingatan, pemahaman, menjelaskan, meringkas, mengorganisasikan, merencanakan, dan menilai.
b. Kemampuan afektif, yang meliputi sikap menerima, memberikan.
c. Kemampuan psikomotorik, yang meliputi keterempilan produktif, teknik, fisik, sosial, dan intelektual.
Menurut Darman Syah dalam Miftakhul Janah (2010:4) hasil belajar
adalah hasil penilaian terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam
bentuk angka. Hasil belajar adalah pola perbuatan, nilai, pengertian, sikap,
apresiasi dan keterampilan. Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara
keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja (Agus
Suprijono, 2011:7)
Kemudian Gagne (Agus Suprijono, 2011:5) membagi lima kategori
hasil belajar yakni,
a. Informasi verbal yaitu mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa.
b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang.
c. Stategi kognitig yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitif sendiri.
d. Sikap kemampuan menerima dan menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah hasil kecakapan manusia dari tiga aspek yang dimiliki
manusia yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik yang membuat manusia
11
berhasil dalam mencapai keberhasilan dalam segala pekerjaannya melalui
kapasitasnya yang ditunjukkan dengan perolehan angka dan perubahan
perilaku pada diri seseorang. Cara mengukur hasil belajar dari teori-teori di
atas adalah dengan menggunakan penilaian, ketuntasan Minimal belajar siswa
yaitu adanya hasil belajar siswa, di bawah ini ada satu penilaian yang akan
digunakan peneliti yaitu :
Penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir
program belajar-mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar-
mengajar. Penilaian formatif berorientasi kepada proses belajar-mengajar.
Melalui penilaian formatif diharapkan guru dapat memperbaiki program
pengajaran dan strategi pelaksanaannya. Dari segi alatnya, penilaian hasil
belajar dapat dibedakan menjadi tes dan bukan tes (nontes).
a. Tes
Tes yang digunakan penulis adalah tes tulisan (menuntut jawaban secara
tulisan), tes tindakan (menuntut jawaban dalam bentuk perbuatan). Soal tes
disusun dalam bentuk objektif, bentuk pilihan ganda.
b. Nontes
Dalam nontes alat penilaian yang digunakan penulis adalah observasi
langsung yaitu pengamatan yang dilakukan terhadap gejala atau proses yang
terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan langsung diamati oleh pengamat.
2.1.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Muhibbin Syah (2010:77), Secara global, faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Faktor Internal Siswa (faktor dalam diri siswa) yaitu jasmani dan
rohani siswa.
Ada dua aspek yang ada di dalam diri siswa yaitu :
a. Aspek Fisiologis (bersifat jasmaniah) : Kesehatan siswa sangat
berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam menyerap
informasi dalam belajar.
b. Aspek Psikologis (bersifat rohaniah).
12
1. Inteligensi Siswa : Tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ)
sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.
2. Sikap Siswa: Sikap (attitude) siswa yang positif dalam
merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang,
barang dan sebagainya merupakan pertanda awal yang baik bagi
proses belajar siswa.
3. Bakat Siswa: Kemampuan individu untuk melakukan tugas
tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan
pelatihan.
4. Minat Siswa: Kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau
keinginan yang besar terhadap sesuatu.Motivasi Siswa: Keadaan
internal organisme yang mendorong untuk berbuat sesuatu.
2. Faktor Eksternal Siswa (faktor dari luar) kondisi lingkungan di sekitar
siswa.
a. Lingkungan Sosial: Lingkungan sosial siswa yaitu sekolah seperti
guru-guru, para tenaga kependidikan, kepala sekolah dan wakil-
wakilnya dan teman-teman sekelas, orang tua, keluarga dan
masyarakat dapat mempengaruhi semangat belajar siswa.
b. Lingkungan Nonsosial: Faktor-faktor yang termasuk lingkungan
nonsosial ialah gedung sekolah, dan letaknya, rumah tempat tinggal
siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu
belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini turut menentukan
tingkat keberhasilan belajar siswa.
3. Faktor Pendekatan Belajar (approach to learning)
Yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode
yang digunakan siswa untuk untuk melakukan kegiatan mempelajari
materi-materi pelajaran.
Pendekatan belajar adalah keefektifan segala cara atau strategi yang
digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses belajar
materi tertentu. Menurut piaget dalam Widianto (2011:10) “siswa SD
13
mempunyai karakteristik berada pada tahap operasional konkret dimana siswa
memasukkan informasi melalui operasi benda-benda konkret”. Diharapkan
melalui pendekatan matematika realistik hasil belajar siswa pada pelajaran
matematika dapat meningkat. Berikut tahap perkembangan menurut Piaget :
a. Periode Sensori Motor (0-2) tahun.Karakteristik periode ini merupakan gerakkan sebagai akibat reaksi langsung dari rangsangan. Rangsangan itu timbul karena anak melihat dan meraba-raba objek. Anak belum mempunyai kesadaran adanya konsep objek yang tetap.
b. Periode pra-operasional (2-7) tahun.Proses berpikir atau logik, merupakan aktivitas mental, bukan aktivitas sensori motor. Anak berpikir didasarkan kepada keputusan yang dapat dilihat seketika. Periode ini disebut juga periode pemberian simbol.
c. Periode operasi kongkret (7-12) tahun.Anak mulai berpikir operasional. Periode ini juga disebut operasi kongkret sebagai berpikir logiknya didasarkan atas manipulasi fisik dari objek-objek
d. Periode operasi formal (> 12) tahun. Pada tahap ini anak-anak mulai memberikan alasan dengan menggunakan lebih banyak simbol atau gagasan dalam cara berpikir.
2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Slameto (2003:54), ada pun faktor yang mempengaruhi hasil
belajar dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu sebagai berikut:
1. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu (intern), yang meliputi:a. Faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran dan penglihatan.
Jika salah satu faktor biologis terganggu akan mempengaruhi hasil prestasi belajar.
b. Faktor psikologos, meliputi: intelegensi, minat, dan motivasi serta perhatian ingatan berfikir.
c. Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani nampak dengan adanya tubuh lemah, lapar dan haus.
2. Faktor yang ada pada luar individu yang disebut faktor ekstern yang meliputi:a. Faktor keluarga
Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan terutama. Keluarga merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar.
14
b. Faktor sekolah Meliputi metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan peserta didik, siswa dengan siswa dan disiplin di sekolah.
c. Faktor masyaratkat.Meliputi bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan mendorong untuk lebih giat belajar.
Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas dapat
disimpulkan bahwa belajar merupakan proses yang selamanya
menguntungkan. Kadang-kadang juga lancar, kadang mudah mengangkap apa
yang dipelajari, kadang sulit menangkap mata pelajaran. Dalam keadaan
dimana siswa dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut
belajar.
2.1.3 Pendekatan Matematika Realistik (PMR)Menurut Hans Freudenthal dalam Nyimas Aisyah dkk (2011:79)
Matematika adalah kegiatan manusia (human activity) itu artinya bahwa
Pendekatan Matematika Realistik merupakan pembelajaran yang berhubungan
dengan kehidupan nyata. Dalam istilah Freudenthal (dalam vanden Heuvel-
Panhuisen, 2012:39) matematisasi horizontal berarti bergerak dari dunia nyata
ke dalam dunia simbol, sedangkan matematisasi vertikal berarti bergerak di
dalam dunia simbol itu sendiri.
Menurut Syahrir (2010:34) pendekatan matematika adalah
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep
atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri proses
internalisasi. Guru dalam hal ini berperan sebagai fasilotator. Matematika
realistik diawali dengan fenomena kemudian siswa dengan bantuan guru
diberikan kesempatan menemukan kembali dan mengkonstruksikan konsep
sendiri. Selain itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang
lain.
15
A
lur pelaksanaan matematika realistic menurut oleh de Lange
Menurut Syahrir (2010:34)
Pembelajaran Matematika Realisitk (PMR) merupakan
operasionalisasi dari suatu pendekatan matematika yang dikembangkan di
Belanda dengan nama Realistic Mathematics Education (RME) yang artinya
pendidikan matematika realistik (Soedjadi, 2001:2). Pendekatan ini mengacu
pada pendapat Frudental yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan
dengan realitas dan kegiatan manusia (Hadi, dalam Sumaryono, 2010:10).
Pembelajaran realistik pada dasarnya adalah pemanfataan realita dan
lingkungan yang dialami oleh siswa, untuk melancarkan proses pembelajaran
matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika yang lebih baik
(Prasetyo Abadi, A, 2010: 15). Realitas yang dimaksudkan adalah hal-hal nyata
atau konkrit yang dipahami atau diamati peserta didik. Sedangkan lingkungan
adalah lingkungan tempat siswa berada, baik lingkungan sekolah, keluarga
maupun masyarakat yang dapat dipahami oleh siswa. Dalam hal ini,
lingkungan disebut juga dengan kehidupan sehari-hari di sekitar siswa
(Soedjadi, 2001: 3).
Pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik menurut
Jenning dan Dunne (dalam Prasetyo Abadi, A, 2010: 16) didasarkan pada
kenyataan bahwa banyak siswa mengalami kesulitan mengaplikasikan
matematika dalam kehidupan riil. Sementara, matematika sendiri sudah
merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit bagi siswa. Kesulitan ini terjadi
karena pembelajaran matematika kurang bermakna. Guru dalam
16
pembelajarannya, tidak mengaitkan pembelajaran dengan skema yang telah
dimiliki siswa, dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan
kembali dan mengkonstruksi ide-ide matematika (Siti, 2010:16).
Dalam pendekatan matematika realistik, digunakan istilah
matematisasi, yaitu proses memastikan dunia nyata, hal ini dilakukan karena
pendekatan ini lebih mengutamakan proses dari pada hasil. Traffers (dalam
Suherman, dkk, 2001:127), matematisasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Dalam matematisasi
horizontal, siswa mencoba untuk menyelesaikan soal-soal dari dunia nyata
dengan cara mereka sendiri, menggunakan bahasa mereka dan simbol mereka
sendiri. Matematisasi horizontal berarti pembelajaran matematika dilakukan
dengan cara mengangkat sesuatu dari dunia nyata ke dunia simbol; dengan kata
lain, matematisasi horizontal menghasilkan konsep, prinsip atau model
matematika dari masalah kontekstual sehari-hari.
Terkait dengan pendekatan pembelajaran matematika, menurut
Traffers (Suherman, dkk, 2001:127) diklasifikasikan menjadi empat
pendekatan, yaitu mekanistik, empirik, strukturalis, dan realistik. Pendekatan
mekanistik lebih menekankan pada rill, sementara empirik lebih menekanan
pada pematematikaan horizontal, strukuturalis lebih memberikan perhatian
yang seimbang antara pematematikaan horizontal dengan pematematikaan
vertikal; dan disampaikan secara terpadu kepada siswa.
Menurut Gravemaijer (Suherman, dkk, 2001:128), proses
pembelajaran matematika realistik mempunyai ciri lain, yaitu bahwa dalam
proses pembelajaran, siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan
kembali (reinvent) ide dan konsep matematika, dengan bimbingan orang
dewasa, melalui penjelasan berbagai situasi dan persoalan-persoalan dunia
nyata (real world). Proses PMR menggunakan hal-hal yang berkaitan dengan
pengalaman sehari-hari dalam belajar matematika. Dalam hal ini, mengubah
matematika dalam aktivitas langsung yang dilakukan oleh anak. Gravemaijer (
Sumaryono, 2010:17) menjelaskan bahwa memperlakukan pembelajaran
matematika atau matematika sebagai aktivitas, maka belajar matematika berarti
17
kerja dengan matematika dan pemecahan masalah hidup sehari-hari merupakan
bagian penting dalam pembelajaran.
2.1.3.1 Prinsip dan Karakteristik PMR
Menurut Gravmeijer (Shofa, 2008: 12-13), ada tiga prinsip pokok
dalam PMR, yaitu:
1. Guided reinvention and progressive mathematizing, atau menemukan
kembali matematisasi progresif. Konsep ini mengatakan bahwa
pembelajaran yang mengacu pada PMR harus memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan kembali konsep atau alogaritma. Bila
diperlukan, siswa digiring ke arah penemuan tersebut. Berawal dari
pemahaman yang telah dipunyai siswa, yang berasal dari pengetahuan siswa
sebelumnya, siswa berpikir dari matematika informal bergerak ke arah
matematika formal. Pengembangan suatu konsep matematika dimulai oleh
siswa sendiri secara mandiri, berupa kegiatan eksplorasi dan memberikan
peluang pada siswa untuk berkreasi dan mengembangkan pemikirannya.
2. Didactical phenomenology adalah fenomena yang bersifat mendidik. Dalam
hal ini, fenemona pembelajaran menekankan pentingnya masalah
kontekstual yang diberikan kepada siswa, sesuai dengan tingkat
pengetahuan yang dimiliki siswa pada saat itu. Kecocokan antara
permasalahan kontekstual dan penyelesaian permasalahan kontekstual
dalam pembelajaran, akan memberi makna tersendiri bagi siswa, karena
siswa dapat mengalami kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.
3. Self develop models, yaitu bahwa model yang dikembangkan siswa harus
dapat menjembatani pengetahuan informal ke arah pengetahuan formal.
Model matematika dikembangkan oleh siswa secara mandiri, untuk
memecahkan masalah kontekstual. Dalam PMR soal kontekstual berfungsi
sebagai titik awal dalam menyelesaikan masalah. Pada awalnya, siswa akan
membangun model dari situasi nyata (soal kontekstual), stelah terjadi
interaksi dan diskusi kelas, siswa menyusun model matematika untuk
menyelesaikan soal hingga mendapatkan pengetahuan formal matematika.
18
Sementara itu, terdapat lima karakteristik Pendekatan Matematika
Realistik menurut Nyimas Aisyah, dkk (2010: 57) sebagai pedoman dalam
merancang pembelajaran matematika. Kelima karakteristik itu adalah sebagai
berikut:
a. Pembelajaran harus dimulai dari masalah kontekstual yang diambil dari
dunia nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus
nyata bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang
sesuai dengan pengalaman mereka.
b. Dunia abstrak dan nyata harus dijembatani oleh model. Model harus sesuai
dengan tingkat abstraksi yang harus dipelajari siswa. Di sini model dapat
berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa, seperti cerita-
cerita lokal atau serta yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
Model dapat berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga ada
di sekitar siswa.
c. Siswa dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol mereka sendiri
dalam proses mematematikakan dunia mereka. Artinya, siswa memiliki
kebebasan untuk mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan
masalah nyata yang diberikan oleh guru.
d. Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antara guru dan siswa
maupun antara siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting dalam
pembelajaran matematika. Di sini siswa dapat berdiskusi dan bekerja sama
dengan siswa lain, bertanya dan menanggapi pertanyaan, serta mengevaluasi
pekerjaan mereka.
e. Hubungan di antara bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu
lain, dan dengan masalah dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan
yang saling kait mengait dalam penyelesaian masalah.
2.1.3.2 Keunggulan dan Kelemahan PMR
Menurut Mustaqimah (Dewi Kusuma, 2010: 120) Kelemahan dan
Kelebihan Pendekatan Matematika Realistik adalah sebagai berikut:
19
1. Keunggulana. Karena siswa membangun sendiri pengetahuan maka siswa tidak mudah
lupa dengan pengetahuannya.b. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan
realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika.
c. Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa ada nilainya.
d. Memupuk kerjasama dalam kelompok.e. Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya.f. Pendidikan budi pekerti
2. Kelemahan a. Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka siswa masih
kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya.b. Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi siswa yang lemah.c. Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk menanti temannya
yang belum selesai.d. Belum ada pedoman penilaian, sehingga merasa kesulitan dalam
evaluasi/memberi nilai.
Menurut Suwarsono (2001:5) terdapat beberapa keunggulan dari
Pembelajaran Matematika Realistik ( PMR) antara lain :
a) Pendekatan PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari (kehidupan di dunia nyata).
b) Pendekatan PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksikan dan dikembangkan sendiri oleh siswa.
c) PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa cara menyelesaikan suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak usah harus sama antara orang yang satu dengan yang lain. Setiap orang bisa menernukan atau menggunakan caranya sendiri, asalkan orang itu bersungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut.
d) PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalarn mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama, dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani sendiri proses itu, dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep dan materi-materi matematika yang lain, dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru).
Suwarsono (2001:8) dalam implementasi PMR di lapangan juga akan
timbul kelemahan-kelemahannya antara lain :
20
a. Di dalam PMR siswa tidak lagi dipandang sebagai pihak yang mempelajari segala sesuatu yang sudah "jadi" tetapi dipandang sebagai pihak yang aktif mengkstruksi konsep-konsep matematika. Guru tidak lagi sebagai pengajar, tetapi lebih sebagai pendamping bagi siswa. Di samping itu peranan soal kontektual tidak sekedar dipandang sebagai wadah untuk menerangkan aplikasi dari matematika, tetapi justru digunakan sebagai titik tolak untuk mengkonstruksi konsep-konsep matematika itu sendiri.
b. Pencarian soal-soal kontektual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut PMR tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut harus bisa disesuaikan dengan bermacam-macam cara.
c. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk menyelesaikan soal juga merupakan hal yang tidak mudah dilakukan oleh guru.
Kelebihan dan kelemahan dari pembelajaran Matematika Realistik
menurut Suwarsono di atas dapat disimpulan bahwa kekurangan-kekurang
yang ada masih dapat diatasi atau diminimalkan dengan menggunakan waktu
khusus dalam membelajarkannya. Penggunaan waktu yang lama dalam
pembelajaran dapat diatasi dengan menyediakan lembar kegiatan siswa (LKS)
terlebih dahulu. Sedangkan pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas
sesuai kelompok yang ada dapat dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran
dilaksanakan. Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran tidak ada waktu
yang terbuang untuk pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas.
Pembelajaran matematika realistik memang memerlukan kemampuan khusus
guru, namun hal ini dapat diatasi dengan mengunakan latihan terlebih dahulu.
2.1.3.3 Langkah-langkah Pendekatan Matematika Realistik
Menurut Zulkardi 2002 (dalam Nyimas Aisyah, dkk (2007: 70), secara
umum langkah-langkah pembelajaran matematika realistik dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Persiapan: selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.
b. Pembukaan: Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang akan dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari
21
dunia nyata. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri
c. Proses pembelajaran: Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya didepan siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain memberi tanggapan sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.
d. Penutup : Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal.
Adapun hal yang dapat disimpulan dari langkah-langkah pembelajaran
matematika realistik dari pendapat Zulkardi di atas menurut peneliti adalah
Guru memberikan siswa masalah kontekstual dan merespon secara positif
jawaban siswa. Siswa diberi kesempatan untuk memikirkan strategi siswa yang
paling efektif serta mengarahkan siswa pada beberapa masalah kontekstual
dan selanjutnya mengerjakan masalah dengan menggunakan pengalaman
mereka. Guru mendekati siswa sambil memberikan bantuan seperlunya serta
mengenalkan istilah konsep dan memberikan tugas yaitu mengerjakan soal
serta jawabannya sesuai dengan matematika formal.
2.1.3.4 Penerapan PMR dalam PBM Berdasarkan Standar Proses.
Standar proses pendidikan dapat diartikan sebagai suatu bentuk teknis
yang merupakan acuan atau kriteria yang dibuat secara terencana atau didesain
dalam pelaksanaan pembelajaran (UU No 41 Tahun 2007 Tentang Standar
Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah). Masih mengacu pada
UU tersebut (UU No 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah), hal-hal yang diatur dalam standar proses
terdiri dari perencanaan proses pembelajaran yang meliputi menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran,
standar kompentensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian
kompetensi, tujuan pembelajaran materi pembelajaran, alokasi waktu, metode
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar dan sumber
22
belajar; pelaksanaan proses pembelajaran dimana hal-hal yang harus
diperhatikan antara lain rombongan (peserta) belajar maksimal, beban kerja
minimal guru, buku pelajaran, dan pengelolaan kelas; penilaian hasil
pembelajaran tujuannya digunakan untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta didik, digunakan untuk menyusun laporan pengingkatan minat dan
hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan
secara konsisten, sistematik dan terprogram dengan menggunakan tes dalam
bentuk tes tertulis maupun tes lisan, dan nontes dalam bentuk pengamatan
kerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan atau
produk, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar
Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran; serta
pengawasan proses pembelajaran yang dilakukan dengan cara pemantauan,
evaluasi dan pelaporan.
Berdasarkan pada hal yang telah dipaparkan, maka salah satu contoh
penerapan dalam pembelajaran dengan menggunakan pedekatan matematika
realistik pada mata pelajaran matematika pada siswa SD kelas 4, Standar
Kompentensi: Memahami sifat bangun ruang dan hubungan antar bangun
datar. Kompentensi Dasar : Menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana.
Mata pelajaran Matematika kelas 4 pada semester II pada pokok bahasan
bangun ruang sederhana indikator pencapaian: Memahami sifat-sifat bangun
ruang sederhana, Menyebutkan sifat-sifat bangun ruang sederhana, dan
Memberikan contoh bangun ruang sederhana.
Pembelajaran bangun ruang sederhana dengan PMR menekankan
siswa agar dapat memahami konsep bangun ruang melalui pendekatan realistik,
sehingga siswa tidak memandang suatu bangun ruang semata hanya sebatas
bangun ruang. Siswa dapat mengetahui bahwa bangun ruang merupakan bagian
dari keseluruhan suatu kesatuan utuh serta sering kali dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari baik sengaja atau pun tidak sengaja. Kegiatan
pembelajaran melibatkan siswa aktif untuk menemukan dan mengkontruksi
konsep yang menjadi tujuan pembelajaran. Aktivitas nyata dilakukan langsung
oleh siswa dengan bimbingan dari guru.
23
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, siswa kelas 4 berada pada
tahap operasi konkrit, sehingga anak mempunyai struktur kognitif yang
memungkinkan anak bisa berpikir untuk berbuat. Kehadiran model (benda)
yang sudah dikenal siswa akan membantu siswa lebih memahami konsep dari
pembelajaran matematika.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian Sri Suwarni (2011) yang berjudul Upaya Meningkatkan
Minat dan Hasil Belajar Siswa melalui Pendekatan Matematika Realistik
dengan Menggunakan Kartu Pecahan pada Siswa Kelas 4 Sekolah Dasar
Negeri 3 Sugihan Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011. Sri Suwarni
memilih melakukan penelitian pada siswa kelas 4 Sekolah Dasar Negeri 3
Sugihan karena hasil belajar matematika siswa kelas IV masih rendah, siswa
kelas 4 SDN 3 Sugihan berjumlah 25 siswa,laki-laki 14 orang dan perempuan
11 orang. Indikator kinerja yang ditentukan oleh Sri Suwarni 80% siswa harus
tuntas dengan KKM 65. Diperoleh hasil belajar siswa pada Pra Siklus 44%
atau sekitar 11 siswa mencapai ≥KKM, Siklus I 60% atau sekitar 15 siswa
mencapai ≥KKM dan Siklus II 84% atau sekitar 21 siswa mencapai ≥KKM.
Penelitian Sri Suwarni berhasil karena ketuntasan yang diperoleh telah
memenuhi Indikator kinerja yang Sri Suwarni harapkan yaitu 80% sedangkan
hasil prosentase siswa yang tuntas pada penelitiannya adalah 84%. Melalui
Pendekatan Matematika Realistik dapat Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas 4 di Sekolah Dasar Negeri 3 Sugihan tentang Pecahan
dan Urutannya.
Penelitian Miftakhul Janah (2010) yang berjudul Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa melalui Pendekatan Matematika Realistik
dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Pokok bahasan Satuan Panjang Siswa
Kelas 4 Sekolah Dasar Negeri Gejayan. Adanya hasil belajar matematika siswa
kelas 4 Sekolah Dasar Negeri Gejayan masih rendah yang menjadi penyebab
rendahnya hasil belajar siswa kelas 4 adalah siswa mengalami kesulitan dalam
rangka memahami pokok bahasan satuan panjang dalam bentuk soal cerita.
24
Hasil analisis penelitian yang dilakukan oleh Miftakhul Janah memperlihatkan
adanya peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas. Sekolah Dasar
Negeri Gejayan. Pada Pra Siklus jumlah siswa yang tuntas sebanyak 7 siswa
atau sekitar 32% dari 22 siswa kelas 4, Siklus I 54% atau sekitar 12 siswa kelas
4 mencapai KKM dan Siklus II 82% atau sekitar 18 siswa dari 22 siswa kelas 4
mencapai KKM. Penelitian Miftakhul Janah berhasil karena hasil penelitian
melebihi indikator kinerja yang ditentukan oleh Miftakhul Janah yaitu 80% dan
KKMnya 58, sedangkan jumlah siswa yang tuntas diperoleh 82% siswa kelas 4
atau sekitar 18 siswa tuntas. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan
Pendekatan Matematika Realistik dapat Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas 4 dalam Menyelesaikan Soal Cerita.
Berdasarkan hasil penelitian para peneliti di atas disimpulkan
pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
pembelajaran matematika.
25
2.3 Kerangka Pikir
Gambar 1 Kerangka Pikir
2.4 Hipotesis Tindakan
Dengan mempertimbangkan dan merujuk kepada beberapa pendapat
pakar dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan dari penelitian ini
adalah : Melalui Pendekatan Matematika Realistik dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran matematika di SD Negeri Tanjung 01
Kecamatan Bringin Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013.
Kondisi awalGuru :
Mengajar dengan model ceramah
Siswa :
Hasil belajar siswa rendah
TindakanMenerapkan Pendekatan Matematika Realisitik
Siklus I:
Pendekatan Matematika Realistik dengan menggunakan
beberapa bangun ruang
Siklus II:
Menerapkan Pendekatan Matematika Realistik dengan perbaikan hasil refleksi.
Meningkat hasil belajar siswaKondisi Akhir