kajian teori implementasi.docx

27
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Implementasi Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Implementasi Kebijakan Menurut Riant Nugroho (2004:158) Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. James Anderson (1979) dalam Solahuddin Kusumanegara (2010 : 97), menyatakan bahwa implementasi kebijakan/program merupakan bagian dari administrative process (proses administrasi). Proses administrasi dimaksudkan sebagai operasionalisasi sistem administrasi sepanjang waktu (Priyatno, 2011: 109). Proses administrasi mempunyai konsekuensi terhadap pelaksanaan, isi, dan dampak suatu kebijakan. Implementasi kebijakan adalah tahap yang penting dalam kebijakan. Indiahono (2009: 143) menyebutkan bahwa tahap ini menentukan apakah kebijakan yang 14

Upload: ode-parta

Post on 15-Sep-2015

241 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

implementasi promosi penanggulangan HIV/AIDS di Kecamatan Buleleng

TRANSCRIPT

15

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis2.1.1. Implementasi Kebijakan Publik2.1.1.1.Pengertian Implementasi KebijakanMenurut Riant Nugroho (2004:158) Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. James Anderson (1979) dalam Solahuddin Kusumanegara (2010 : 97), menyatakan bahwa implementasi kebijakan/program merupakan bagian dari administrative process (proses administrasi). Proses administrasi dimaksudkan sebagai operasionalisasi sistem administrasi sepanjang waktu (Priyatno, 2011: 109). Proses administrasi mempunyai konsekuensi terhadap pelaksanaan, isi, dan dampak suatu kebijakan.Implementasi kebijakan adalah tahap yang penting dalam kebijakan. Indiahono (2009: 143) menyebutkan bahwa tahap ini menentukan apakah kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah benar-benar aplikabel di lapangan dan berhasil untuk menghasilkan output dan outcome seperti yang telah direncanakan. Untuk menjaga agar kebijakan tetap aplikabel, dilaksanakan monitoring atau pemantauan. William Dunn (2003: 28) menyebut monitoring ini membantu pengambil kebijakan pada tahap implementasi.

Merujuk pada pendapat Ripley (1985:134) dalam Erwan A. Purwanto & Dyah R. Sulistyastuti (2012:68) implementasi dapat dilihat dari dua perspektif sebagaimana ia jelaskan : implementation studies have two major foci: Compliance and whats happening?. Perspektif pertama (compliance perspektif) melihat keberhasilan implementasi dalam arti sempit, yaitu melihat sejauh mana kepatuhan para implementer dalam melaksanakan kebijakan yang tertuang dalam dokumen kebijakan. Sedangkan perspektif kedua tidak hanya memandang keberhasilan implementasi dari segi kepatuhan implementernya saja namun berusaha memahami implementasi secara luas. Pertanyaan untuk mengukur keberhasilan implementasi adalah : what is it achieving? And Why or Whats happening? And why?Dari semua pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan publik adalah suatu tahapan yang dilaksanakan setelah kebijakan selesai dilegislasikan, yang berhubungan dengan proses administrasi dalam mencapai tujuan kebijakan yang telah digariskan.2.1.1.2. Model Implementasi Kebijakan PublikDalam bukunya, Ismail Nawawi (2009 : 131) menyatakan bahwa ada dua pendekatan yang digunakan untuk memahami implementasi kebijakan publik, yaitu pendekatan top down dan bottom up. Dalam pendekatan top down digunakan perspektif yang bertolak dari sentralisir dari aktor-aktor pusat. Penggunaan model untuk mengkaji kebijakan publik akan sangat besar sekali manfaatnya (Winarno, 2012: 43). Selain itu Perumusan kebijaksanaan negara akan lebih mudah dipelajari apabila menggunakan suatu pendekatan model tertentu (Luankali, 2007: 160) Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model implementasi kebijakan dari Daniel A. Mazmanian & Paul A. Sabatier (1983).Mazmanian dan Sabatier (1983) dalam Wahab (2008: 65) mengungkapkan makna implementasi dengan mengatakan bahwa: memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

Ada tiga variabel dalam model implementasi menurut Mazmanian dan Sabatier yaitu karakteristik masalah, karakteristik kebijakan dan kondisi lingkungan. Karakteristik masalah merupakan variabel independen sedangkan kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasi adalah variabel dependen. Adapun kondisi lingkungan adalah variabel di luar kebijakan. Mazmanian & Sabatier (1983) dalam (Nawawi, 2009: 145), mengungkapkan bahwa 3 variabel tersebut adalah :a. Karakteristik masalah 1. Kesulitan permasalahan yang dihadapi. Beberapa kebijakan mudah untuk diimplementasikan karena karakteristik masalah yang dihadapi tidak terlalu kompleks dan secara teknis mudah untuk dipecahkan. Misalnya masalah pelistrikan desa bagi penduduk di pedesaan atau kenaikan harga kebutuhan bahan pokok. Di sisi lain terdapat berbagai permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat yang sangat sulit untuk diatasi, biasanya masalah yang saling terkait. masalah-masalah ini saling berkaitan dan membentuk masalah tentang kemiskinan, pengangguran dan sebagainya. Dari realitas tersebut, sifat permasalahan itu sendiri akan mempengaruhi mudah tidaknya suatu kebijakan diimplementasikan2. Kemajemukan dari kelompok sasaran. Variabel ini menjelaskan bahwa suatu program akan relatif mudah diimplementasikan apabila kelompok sasaran dari kebijakan bersifat homogen. Apabila kelompok sasaran terdiri atas banyak jenis dan bervariasi atau heterogen maka implementasi program kebijakan akan relatif lebih sulit, karena tingkat pemahaman setiap anggota kelompok sasaran terhadap program relatif berbeda antara satu sama lain. Dan penerimaan antara setiap anggota kelompok yang heterogen juga berbeda-beda.3. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi. Program kebijakan akan sulit diimplementasikan apabila jumlah kelompok sasaran sangat banyak, apalagi jika sasarannya mencakup semua populasi secara global. Dan sebaliknya sebuah program akan mengalami kemudahan apabila cakupannya tidak terlalu luas dan kompleks.4. Lingkup dan cakupan perubahan perilaku kelompok sasaran yang dikehendaki dan diharapkan. Kebijakan yang bertujuan memberikan pengetahuan dan sumber daya akan lebih mudah diimplementasikan daripada kebijakan yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku masyarakat. a. Karakteristik Kebijakan :1. Kejelasan isi kebijakan. Sebuah kebijakan yang terperinci isinya dan mudah dimengerti akan mudah diimplementasikan karena implementor selalu beracuan pada isi kebijakan. Sebaliknya, ketidak-jelasan isi kebijakan merupakan potensi lahirnya kesalahan dalam implementasi kebijakan. 2. Dukungan teoritis. Suatu kebijakan yang berorientasi pada ilmu teoritis memiliki sifat lebih kuat dan mapan karena sudah teruji, walaupun untuk beberapa lingkungan sosial tertentu diperlukan modifikasi teori yang bersangkutan sesuai dengan tuntutan/harapan dan kondisi lingkungannya.3. Alokasi sumber daya finansial. Sumber daya manusia, material dan metoda adalah faktor krusial untuk setiap program sosial . setiap program juga memerlukan dukungan sumber daya. Sumber daya tersebut berupa sumber daya manusia untuk melakukan pekerjaan pekerjaan yang bersifat administrasi dan teknis, serta memonitor dan mengevaluasi program, sumber daya finansial yang memerlukan pembiayaan, dan metoda untuk mencapainya program tersebut, dan sumber daya lain-lainnya.4. Keterikatan dan dukungan berbagai institusi. Implementasi program biasanya mengalami kegagalan karena kurangnya komunikasi dan koordinasi antar instansi yang terlibat.5. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana sebuah kebijakan yang telah ditetapkan. Yaitu apakah badan pelaksana melaksanakan aturan dengan konsisten dengan jelas atau belum.6. Rekruitmen pejabat pelaksana.7. Akses kelompok-kelompok kepentingan. Suatu program kebijakan yang memberikan peluang kelompok kepentingan yang ada pada masyarakat untuk berpartisipasi, tentunya akan lebih mudah diimplementasikan daripada program yang tidak mendapat dukungan dan tidak melibatkan masyarakat. Masyarakat akan merasa hanya menjadi penonton apabila tidak dilibatkan dalam implementasi kebijakan.

b. Lingkungan Kebijakan1. Sosial ekonomi dan kemajuan teknologi masyarakat. Kemajuan masyarakat membuka dan memudahkan penerimaan program-program pembaruan dibanding dengan masyarakat yang masih terbelakang. Di sisi lain kemajuan teknologi akan membantu dalam proses keberhasilan sebuah implementasi program, karena program-program tersebut dapat disosialisasikan dan diimplementasikan dengan bantuan media yang ditunjang dengan teknologi canggih. 2. Dukungan publik. Implementasi program kebijakan yang memberikan motifasi dan intensif biasanya mudah mendapatkan dukungan publik, misalnya program-program subsidi. Sebaliknya kebijakan yang bernuansa menghilangkan motivasi dan insentif, akan kurang mendapat dukungan publik, misalnya kenaikan pajak.3. Sikap dari kelompok-kelompok pemilih. Sikap dari kelompok-kelompok pemilih (contituency groups). Dalam kehidupan masyarakat kelompok pemilih dapat memengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara, yaitu : (1) dapat melakukan intervensi terhadap berbagai macam keputusan yang dibuat oleh badan-badan pelaksana melalui berbagai komentar dengan maksud untuk mengubah keputusan (2) Kelompok pemilih dalam segala upaya memengaruhi badan badan pelaksana secara tidak langsung melalui kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja badan-badan pelaksana, dan membuat pernyataan dan ungkapan kritis yang disampaikan kepada legislatif.4. Dukungan dari pejabat atasan.5. Adanya komitmen aparat dan ketrampilan pejabat kepemimpinan pejabat pelaksana. Komitmen aparat pelaksana dalam mewujudkan tujuan program kebijakan merupakan variabel yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus memiliki kompetensi dalam menentukan skala prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan skala prioritas tujuan program kebijakan yang telah ditentukan tersebut.

Gambar 2.1 Model Implementasi Kebijakan Mazmanian & Sabatier

Karakteristik dari masalah1. Kesulitan teknis2. Keragaman perilaku kelompok sasaran3. Proporsi kelompok sasaran dibanding populasi4. Lingkup dan cakupan perubahan perilaku kelompokKarakteristik kebijakan1. Kejelasan dan konsistensi tujuan2. Digunakannya teori kausal yang memadai3. Ketepatan alokasi sumber daya4. Keterpaduan hierarki dalam dan diantara lembaga pelaksana5. Aturan-aturan keputusan dari badan pelaksana6. Rekruitmen pejabat pelaksana7. Akses kelompok-kelompok kepentinganLingkungan Kebijakan1. Kondisi sosio-ekonomi dan tekno2. Dukungan publik 3. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok pemilih4. Dukungan dari pejabat atasan5. Komitmen dan ketrampilan kepemimpinan pejabat-pejabat pelaksana

Output Kebijakan Badan PelaksanaKesediaan target group mematuhi output KebijakanDampak nyata output kebijakanDampak Output Kebijakan sebagai dipersepsikanDampak Output Kebijakan sebagai dikehendakiTahap-tahap dalam Proses Pencegahan HIV/AIDS

Sumber : Mazmanian, Daniel A. & Sabatier, Paul A, (1983) dalam Nawawi, Ismail (2009:142)

2.1.2. HIV/AIDS2.1.2.1. Apa yang disebut HIV dan AIDSHIV adalah singkatan dari human immunodeficiency virus. Yaitu suatu virus yang menyerang kekebalan tubuh yang menyebabkan AIDS (acquired immunodeficiency syndrome). HIV dapat menular melalui hubungan seksual, terpapar darah, melahirkan anak, atau menyusui. (Gallant, 2010: 16)Menurut Joel Gallant (2010:16) Kemampuan HIV untuk tetap tersembunyi dalam DNA menyebabkan virus ini tetap ada seumur hidup, bahkan dengan pengobatan yang efektif. Itulah yang membuat manusia terus mencari obat yang menyembuhkan. Jika orang dengan HIV tidak diobati dengan segera, infeksi HIV dapat menyebabkan kerusakan yang parah pada sistem kekebalan tubuh. Namun meskipun tidak ada obat untuk menghilangkan HIV, penyakit AIDS dapat dikelola dengan obat-obatan dan terapi antiretroviral. Pengobatan pada abad ini sudah sangat maju, sekarang di negara-negara yang terapinya sudah tersedia biayanya sangat terjangkau.2.1.2.2.Pencegahan HIV/AIDSHIV adalah penyakit yang dapat dicegah. Menurut Joel Gallant (2010:25), Cara pencegahannya secara langsung berkaitan dengan cara penularannya, yaitu : Penularan seksual. Tidak ada yang lebih aman daripada tidak berhubungan seksual, namun walaupun pendekatan ini mempunyai pendukung vokal, tidak semua orang mau menerimanya. Orang dengan HIV negatif harus mengambil tindakan pencegahan tidak peduli apa pun yang dikatakan mengenai status pasangannya. Pasangan tidak selalu tahu atau mau mengungkapkan statusnya, atau status mereka mungkin berubah. Orang dengan HIV positif harus bertanggung jawab untuk tidak pernah menulari siapapun (tidak peduli tingkah laku atau pilihan dari pasangannya). Kondom amat efektif jika digunakan secara reguler dan secara benar. Penggunaan narkoba. Cara paling baik untuk mencegah infeksi dari penggunaan narkoba adalah mencari pengobatan dan berhenti menggunakan narkoba. Tetapi bila memang bermaksud menggunakan narkoba, jangan menggnakan jarum dan suntikan bersamaan dengan orang lain. Hal itu lebih mudah dikatakan daripada dilakukan, terutama di tempat-tempat yang tidak mempunyai program pertukaran jarum. Bila harus menggunakan suntikan dan jarum bersama dengan orang lain, bersihkan alat itu dari kumanmenggunakan pengelantang. Penularan kepada bayi. Semua perempuan hamil harus dites untuk infeksi HIV. Pengobatan selama kehamilan hampir 100% efektif untuk mencegah penularan kepada bayi . perempuan yang positif jangan pernah menyusui bayinya.2.1.2.3. Promosi Kesehatan2.1.2.3.1. Pengertian Promosi KesehatanMenurut Lawrence Green (1984), promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.World Health Organization/WHO (1984) mendefinisikan promosi kesehatan sebagai proses membuat orang mampu meningkatkan kontrol terhadap, dan memperbaiki kesehatan mereka.Selanjutnya, promosi kesehatan dalam Piagam Ottawa (1986) mendefinisikan promosi kesehatan sebagai proses untuk meningkatkan kemampuan orang dalam mengendalikan dan meningkatkan kesehatannya. Untuk mencapai keadaan sehat, seserang atau kelompok harus mampu mengidentifikasi dan menyadari aspirasi, mampu memenuhi kebutuhan dan merubah atau mengendalikan lingkungan.Dari beberapa pengertian diatas, promosi kesehatan dapat dimengerti sebagai suatu ilmu dan seni untuk mendorong masyarakat melakukan kontrol terhadap gaya hidup mereka agar sehat dan optimal. Promosi kesehatan adalah ilmu multidisipliner dari ilmu kesehatan yang mengadaptasi ilmu sosial dan ilmu prilaku (antropologi, sosiologi, psikologi, perilaku konsumer dan marketing).2.1.2.3.2 Sasaran Promosi KesehatanMenurut Notoatmodjo (2007:28) sasaran promosi kesehatan dibagi menjadi 3 kelompok sasaran.1. Sasaran Primer (primary target)Masyarakat umum menjadi sasaran langsung segala upaya promosi kesehatan. Pada kasus HIV/AIDS maka yang menjadi sasaran primer adalah kelompok rentan, kelompok beresiko tertular, dan kelompok tertular HIV/AIDS.2. Sasaran Sekunder (secondary Target)Para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan sebagainya. Disebut dengan sasaran tersier, karena dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada kelompok ini diharapkan untuk selanjutnya kelompok ini akan memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat di sekitarnya.3. Sasaran Tersier (Tertiary Target)Kelompok yang menjadi sasaran tersier adalah para penentu kebijakan baik di tingkat pusat maupun daerah. Upaya promosi kesehatan yang ditujukan kepada sasaran tersier ini sejalan dengan strategi advokasi2.1.2.3.3. Faktor yang mempengaruhi promosi kesehatanPromosi kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut menentukan sukses atau gagalnya upaya dalam mengubah perilaku kesehatan masyarakat. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam mengubah pola perilaku kesehatan masyarakat berdasarkan Pedoman Pengelolaan Promosi Kesehatan, Dalam Pencapaian PHBS yang dikeluarkan Departemen Kesehatan RI pada tahun 2008, yaitu :a. Fasilitasi, yaitu bila perilaku yang baru membuat hidup masyarakat yang melakukannya menjadi lebih mudah, misalnya adanya sumber air bersih yang lebih dekat;b. Pengertian yaitu bila perilaku yang baru masuk akal bagi masyarakat dalam konteks pengetahuan lokal,c. Persetujuan, yaitu bila tokoh panutan (seperti tokoh agama dan tokoh masyarakat) setempat menyetujui dan mempraktekkan perilaku yang di anjurkand. Kesanggupan untuk mengadakan perubahan secara fisik misalnya kemampuan untuk membangun jamban dengan teknologi murah namun tepat guna sesuai dengan potensi yang di miliki.2.1.2.3.4. Metode Promosi KesehatanMetode Promosi Kesehatan dapat dikelompokkan ke dalam teknik komunikasi, sasaran yang dicapai dan indera penerima dari sasaran promosi. Soekidjo Notoatmodjo (2007: 56) menguraikan metode tersebut sebagai berikut :1. Berdasarkan Teknik Komunikasia. Metode penyuluhan langsung. Pada metode ini penyuluh berhadapan langsung dengan kelompok sasaran. Termasuk di sini antara lain : kunjungan rumah, pertemuan diskusi (FGD), pertemuan di balai desa, pertemuan di Posyandu, dll.b. Metode yang tidak langsung. Dalam hal ini para penyuluh tidak berhadapan langsung dengan kelompok sasaran tetapi menggunakan perantara media. Misalnya publikasi dalam bentuk media cetak, melalui pertunjukan film, dsb2. Berdasarkan Jumlah Sasaran Yang Dicapaia. Pendekatan PERORANGAN. Pada metode ini penyuluh berhadapan secara langsung maupun tidak langsung dengan sasaran orang-perorang, antara lain : kunjungan rumah, hubungan telepon, dan lain-lainb. Pendekatan KELOMPOK. Dalam pendekatan ini petugas promosi berhadapan secara langsung maupun tidak langsung dengan sasaran suatu kelompok orang, antara lain :Pertemuan, Demostrasi, Diskusi kelompok, Pertemuan FGD, dan lain-lainc. Pendekatan MASAL. Penyuluh menyampaikan pesannya secara sekaligus kepada sasaran yang jumlahnya banyak. Misalnya : Pertemuan umum, pertunjukan kesenian, Penyebaran tulisan/poster/media cetak lainnya, Pemutaran film, dll3. Berdasarkan Indera Penerimaa. Metode MELIHAT/MEMPERHATIKAN. pesan diterima kelompok sasaran melalui indera penglihatan, seperti : Penempelan Poster, Pemasangan Gambar/Photo, Pemasangan Koran dinding, dan Pemutaran Film.b. Metode PENDENGARAN. Dalam hal ini pesan diterima oleh sasaran melalui indera pendengar, umpamanya : Penyuluhan lewat radio, Pidato, Ceramah, dll.c. Metode KOMBINASI. Misalnya Demonstrasi cara (dilihat, didengar, dicium, diraba dan dicoba)2.2. Tinjauan NormatifUndang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan daerah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui meningkatkan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah adalah penanganan bidang kesehatan. Penanganan bidang kesehatan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan bahwa pembangunan kesehatan diarahkan pada upaya untuk untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.Upaya untuk mempertinggi derajat kesehatan tersebut berbenturan pada masalah epidemi HIV/AIDS. Penanggulangan HIV/AIDS telah berlangsung puluhan tahun di Indonesia. Hingga saat ini telah terbit Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS tahun 2010-2014 yang tertuang dalam Lampiran Peraturan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Selaku Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Nomor 08/Per/Menko/Kesra/I/2010. Secara umum Strategi Nasional yang baru telah menggambarkan secara komprehensif segala hal yang diperlukan demi suksesnya upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Pada Strategi Nasional yang baru ini juga telah ditentukan pemilihan Kabupaten dan Kota prioritas.Selanjutnya, Pemerintah Kabupaten Buleleng telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Buleleng Nomor 5 Tahun 2007 tentang Penanggulangan HIV/AIDS. Perda penanggulangan HIV/AIDS mencakup materi :a. Asas dan tujuan penanggulangan HIV/AIDSb. Kegiatan penanggulangan HIVc. Komisi Penanggulangan HIV/AIDSd. Peran serta masyarakate. Pembiayaanf. Pembinaan, pengawasan, dan koordinasig. Ketentuan penyidikanh. Ketentuan pidana

Penanggulangan HIV/AIDS dilaksanakan berdasarkan tindakan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Adapun kegiatan promosi diatur dalam Bab II tentang kegiatan penanggulangan HIV/AIDS, yaitu pada pasal 5 tentang promosi.

PromosiPasal 5(1)Kegiatan promosi dilakukan secara komprehensif, integratif, partisipatif, dan berkesinambungan(2)Kegiatan promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:a. peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi;b. upaya perubahan sikap dan perilaku(3)Kegiatan promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat, dan sektor usaha.

2.3. Hasil Penelitian SebelumnyaPeneliti menggunakan referensi tesis berjudul Implementasi Tugas-Tugas Pokok Komisi Penanggulangan Aids Daerah (KPAD) Dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Grobogan Tahun 2009 yang diteliti oleh Rijadi Azikin pada program pascasarjana Universitas Dipenogoro.Penelitian ini dilakukan karena adanya masalah HIV/AIDS di Kabupaten Grobogan dengan KPAD sebagai instansi yang bertugas menanganinya.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan content analysis. Rijadi Azikin menggunakan model implementasi dari van meter dan van horn untuk meneliti implementasi tugas-tugas pokok Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Grobogan tahun 2009.Adapun hasil yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa implementasi tugas-tugas pokok belum optimal dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS.Penelitian yang dilakukan peneliti berbeda dengan penelitian diatas, yaitu peneliti lebih memfokuskan pada implementasi kebijakan promosi, dalam kaitannya dengan penanggulangan HIV/AIDS. Sedangkan penelitian diatas lebih mengkaji tupoksi KPA dalam penanggulangan HIV/AIDS.2.4. Kerangka PemikiranAgar proses penelitian berlangsung sesuai dengan arah yang benar, maka perlu direncanakan suatu konsep berbentuk kerangka berpikir. Kerangka berpikir adalah alur berpikir peneliti terhadap penelitian yang dilakukannya. Untuk tujuan tersebut, peneliti membuat kerangka berpikir sebagai berikut :Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah Implementasi kebijakan promosi dalam rangka penanggulangan HIV/AIDS di Kecamatan Buleleng. Sehingga peneliti mendeskripsikan Implementasi Perda tersebut dengan konsep yang telah dirancang oleh pemerintah dan peneliti menggambarkan apa yang senyatanya terjadi di lapangan. Sehingga peneliti memproleh banyak data dan informasi mengenai apa yang sebenarnya terjadi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Kerangka berpikir dalam penelitian ini menggunakan model Implementasi kebijakan berdasarkan teori Mazmanian & Sabatier (1983). kerangka berpikir tersebut dapat dilihat melalui gambar berikut ini :

Gambar 2.2 Kerangka PemikiranKarakteristik dari masalah1. Kesulitan teknis2. Keragaman perilaku kelompok sasaran3. Proporsi kelompok sasaran dibanding populasi4. Lingkup dan cakupan perubahan perilaku kelompok

Karakteristik kebijakan1. Kejelasan dan konsistensi tujuan2. Digunakannya teori kausal yang memadai3. Alokasi sumber daya4. Keterpaduan hierarki dalam dan diantara lembaga pelaksana5. Konsistensi badan pelaksana6. Akses kelompok-kelompok kepentingan7. Upaya dan strategi dari aktor yang terlibat

Lingkungan Kebijakan1. Kondisi kemajuan dan penerimaan masyarakat terhadap program2. Dukungan publik 3. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok pemilih4. Dukungan dari berbagai institusi5. Komitmen dan ketrampilan kepemimpinan aparat pejabat pelaksana

1. Tingginya kasus HIV/AIDS di Kabupaten Buleleng2. Sulitnya mendeteksi penyebaran HIV/AIDS3. Ancaman terus meluasnya epidemi HIV Perda No. 5 Tahun 2007 tentang penanggulangan HIV/AIDSImplementasi Kebijakan Model Mazmanian & Sabatier (1983)Tertanggulanginya HIV/AIDSPromotifPreventifKuratifRehabilitatif

14