bab ii hamidah -...

31
15 BAB II BIOGRAFI DANIEL GOLEMAN DAN PEMIKIRANNYA TENTANG KECERDASAN EMOSI A. Biografi Daniel Goleman 1. Biografi dan Aktivitas Intelektualnya Daniel Goleman adalah seorang psikolog yang ikut berkiprah dalam perkembangan dunia pendidikan dan juga di dunia usaha yang sangat kompetitif dan penuh tantangan. Ia adalah seorang otodidak yang belajar langsung dari lapangan dan dunai usaha. Ia juga penulis buku The Best Seller EQ. Goleman lahir di Stockton California, dan sekarang tinggal di Berkshires Massachasetts bersama istrinya Tara Bennet Goleman seorang ahli psikoterapi dan mempunyai dua anak yang sudah dewasa. Setelah menamatkan sekolah lanjutan tingkat atas, ia melanjutkan pendidikannya di universitas Amherst, dimana ia mendapat gelar sarjana Al Fred Sloan dan lulus dengan predikat cumlaude. Setelah itu ia melanjutkan pada program S 2 dan S 3 nya di Harvard, dimana ia menjadi seorang anggota ford” dan mendapat gelar MA dan Ph.D untuk mengembangkan klinik Psikologi dan Personaliti. Ia termasuk salah seorang pendiri pembelajaran Collaborative untuk kampus-kampus. Pembelajaran sosial dan emosi di Universitas Yale pusat studi anak (sekarang di Universitas Illionis Chicago), dengan misi untuk membantu sekolah-sekolah untuk memperkenalkan pelajaran-pelajaran kiterasi emosi. Satu kelebihan dari dampak pembelajaran Colaborative adalah banyak ribuan sekolah diseluruh dunia yang telah mulai mengaplikasikan program-program tersebut. Di samping itu Goleman merupakan mantan ketua perkumpulan penelitian mengenai kecerdasan emosi dalam organisasi- organisasi, yang sesuai dengan sekolah-sekolah lulusan psikologi penerapan

Upload: dobao

Post on 07-Mar-2019

245 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

15

BAB II

BIOGRAFI DANIEL GOLEMAN DAN PEMIKIRANNYA TENTANG

KECERDASAN EMOSI

A. Biografi Daniel Goleman

1. Biografi dan Aktivitas Intelektualnya

Daniel Goleman adalah seorang psikolog yang ikut berkiprah dalam

perkembangan dunia pendidikan dan juga di dunia usaha yang sangat

kompetitif dan penuh tantangan. Ia adalah seorang otodidak yang belajar

langsung dari lapangan dan dunai usaha. Ia juga penulis buku The Best Seller

EQ.

Goleman lahir di Stockton California, dan sekarang tinggal di

Berkshires Massachasetts bersama istrinya Tara Bennet Goleman seorang ahli

psikoterapi dan mempunyai dua anak yang sudah dewasa.

Setelah menamatkan sekolah lanjutan tingkat atas, ia melanjutkan

pendidikannya di universitas Amherst, dimana ia mendapat gelar sarjana Al

Fred Sloan dan lulus dengan predikat cumlaude. Setelah itu ia melanjutkan

pada program S2 dan S3 nya di Harvard, dimana ia menjadi seorang anggota

“ford” dan mendapat gelar MA dan Ph.D untuk mengembangkan klinik

Psikologi dan Personaliti.

Ia termasuk salah seorang pendiri pembelajaran Collaborative untuk

kampus-kampus. Pembelajaran sosial dan emosi di Universitas Yale pusat

studi anak (sekarang di Universitas Illionis Chicago), dengan misi untuk

membantu sekolah-sekolah untuk memperkenalkan pelajaran-pelajaran

kiterasi emosi. Satu kelebihan dari dampak pembelajaran Colaborative adalah

banyak ribuan sekolah diseluruh dunia yang telah mulai mengaplikasikan

program-program tersebut. Di samping itu Goleman merupakan mantan ketua

perkumpulan penelitian mengenai kecerdasan emosi dalam organisasi-

organisasi, yang sesuai dengan sekolah-sekolah lulusan psikologi penerapan

Page 2: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

16

dan professional di Universitas Rutgers yang merekomendasikan praktek-

praktek terbaik dalam mengembangkan kompetensi emosi.

Pada tahun 2003, ia menerbitkan Destruction Emotions (emosi-emosi

yang merusak), yaitu sejumlah dialog ilmiah antara kelompok psikolog, ahli

saraf dan para filosof. Ia adalah anggota dewan komisaris institut “mind and

life” yang mensponsori serial yang sedang berlangsung dalam dialog-dialog

tersebut dan membuat penelitian yang relevan.

Selain itu juga aktif sebagai pengajar kelompok-kelompok peserta

bisnis, kaum professional dan juga mengajar di kampus-kampus Universitas.

Dan telah menulis banyak pengetahuan mengenai kecerdasan dan perilaku di

majalah “The New York Times” selama bertahun-tahun. Goleman dulunya

adalah seorang anggota pengunjung kepustakaan di Harvard dan ia juga

seorang jurnalistik yang bekerja sebagai wartawan di surat kabar “The New

York Times”.

Selama kurang lebih sepuluh tahun, Goleman meliputi ilmu-ilmu otak

dan perilaku pada “The New York Times” dan artikel-artikelnya di muat di

seluruh dunia dalam sindikat surat kabar ini. Ia pernah mengajar di Harvard

(tempat ia meraih gelar doktornya) dan juga pernah menjadi editor senior

dipsychology Today. Untuk itu, ia telah menerima banyak penghargaan

jurnalistik untuk karya-karya tulisan.

Termasuk dua nominasi penghargaan yaitu “Prizer” untuk artikel-artikelnya

di majalah “Times” dan sebuah penghargaan “Career Achieve Ment” (prestasi

karir) untuk jurnalistik dari asosiasi psikologi Amerika. Dalam pengenalan

terhadap usaha-usahanya untuk mengkomunikasikan ilmu-ilmu pengetahuan

sikap kepada publik. Oleh karena itu ia telah terpilih menjadi seorang anggota

persekutuan Amerika untuk ilmu pengetahuan yang tinggi.

Selain Emotional Intelligence, buku-bukunya yang telah diterbitkan

adalah Vital Lies, Simple Truths, The Meditative Mind, Working With

Emotional Intelligence dan menjadi penulis pendamping buku The Creative

Page 3: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

17

Spirit. Dan buku terbarunya adalah primal Leadership Realizing The Power

Of Emotional Intelligence.

Buku-bukunya termasuk menjadi salah satu daftar “The New York Times”

selama 1,5 tahun dengan lebih dari 5 juta cetakan eksemplar di seluruh dunia.

Buku-buku tersebut telah menduduki peringkat penjualan terlaris hampir

seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

kurang belih 30 bahasa.

2. Karya-karya Pemikiran Daniel Goleman

Keseriusan Daniel Goleman pada masalah kecerdasan dan perilaku

dapat dilihat dari penelitian-penelitian yang dilakukan dan juga buku-buku

yang ditulis. Adapun karya-karya ilmiyah yang monumental yang mewakili

gagasan dasar pemikiran Goleman tentang kecerdasan emosi adalah sebagai

berikut:

a. Emotional Intelligence (Kecerdasan emosi, mengapa EI lebih penting dari

IQ).

Daniel goleman dalam bukunya Emotional Intelligence

berpendapat bahwa pandangan kita tentang kecerdasan manusia itu

terlampau sempit, mengabaikan serangkaian penting kemampuan yang

sangat besar pengaruhnya dalam menentukan keberhasilan kita dalam

kehidupan.

Dengan memanfaatkan penelitian yang menggemparkan tentang

otak dan perilaku, Goleman memperlihatkan faktor–faktor yang terkait

mengapa orang yang ber-IQ tinggi gagal dan orang yang ber-IQ sedang

sedang menjadi sangat sukses. Faktor–faktor ia mengacu pada suatu cara

lain untuk menajdi cerdas. Cara yang disebutnya “kecerdasan emosional”.

Kecerdasan emosional mencakup kesadaran diri dan pengendalian

Page 4: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

18

dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri, empati dan

kecakapan sosial.1

Ini merupakan ciri-ciri yang menandai orang-orang yang menonjol

dalam kehidupan nyata: yang memiliki hubungan dekat yang hangat, yang

menjadi bintang di tempat kerjanya. Ini merupakan ciri-ciri utama karakter

dan disiplin diri, altruisme dan belas kasih. Kemampuan-kemampuan

dasar yang dibutuhkan apabila kita mengharapkan terciptanya masyarakat

yang sejahtera.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Goleman, kerugian pribadi

akibat rendahnya kecerdasan emosional dapat berkisar mulai dari

kesulitan perkawinan dan mendidik anak hingga buruknya kesehatan

jasmani. (penilitian baru memperlihatkan bahwa resiko besar bagi

kesehatan seperti halnya merokok berantai). Rendahnya kecerdasan emosi

dapat menghambat pertimbangan intelektual dan menghancurkan karier.

Barangkali kerugian terbesar diderita oleh anak-anak yang mungkin dapat

terjerumus dalam resiko terserang depresi, gangguan makan dan

kehamilan yang tak diinginkan, agresivitas serta kejahatan dengan

kekerasan.

Tetapi yang menggembirakan adalah bahwa kecerdasan emosi

tidaklah ditentukan sejak lahir. Argumen Goleman didasarkan pada

sintesis yang benar-benar orisinil dan penelitian terbaru, termasuk

pengetahuan baru mengerani arsitektur otak yang melandasi emosi dan

rasionalitas. Dengan cermat ia memperlihatkan bagaimana kecerdasan

emosional dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri kita semua.dan karena

pelajaran-pelajaran emosional yang diperoleh seorang anak akan

membentuk sirkuit otaknya. Goleman memberikan pedoman mendetail

1 Daniel Goleman (a), Emotonal Intelligence: Kecerdasan Emosional, Terj. T. Hermaya,

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), hlm. Xiii.

Page 5: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

19

tentang bagaimana orang tua dan sekolah-sekolah dapat memanfaatkan

kesempatan emas masa kanak-kanak itu dengan sebaik-baiknya.2

Pesan buku yang membuka perspektif baru yang harus dicamkan

dalam hati: kehidupan normal yang sejati bagi sebuah masyarakat harus

mengukur kecerdasan emosional.

Daniel Goleman menawarkan suatu pandangan baru terhadap

keunggulan dan kurikulum baru yang penting bagi kehidupan yang dapat

mengubah masa depan kita dan anak-anak kita.

b. Working With Emotional Intelligence (kecerdasan emosi untuk mecapai

puncak prestasi)

Dalam karya ini mengubah karangka pikir untuk mengenal karier

dan bagaimana bisnis memahami prioritas krusialnya Goleman

mendefinisikan kembali ukuran berhasil dalam pekerjaan.

Dengan akses yang tak terbatas kepelaku bisnis utama diseluruh

dunia, dan juga penelitian yang dilakukan di lebih dari 500 perusahaan.

Disini Goleman mendapatkan gambaran mengenai ketrampilan yang

dimiliki oleh para bintang kinerja disegala bidang, yang membuat mereka

berbeda dari yang lainnya. Dari pekerjaan tingkat bawah sampai posisi

eksekutif, faktor satu-satunya yang paling penting bukanlah IQ.

Pendidikan tinggi dan ketrampila teknis tapi yang paling penting adalah

kecerdasan emosi (emotional intelligence, El atau EQ) dan sosial yang

bersangkutan.

Kesadaran diri kepercayaan diri dan pengendalian diri: Komitmen,

integritas, kemampuan, berkomunikasi dan mempengaruhi, berinisiatif

dan menerima perubahan. Goleman memperlihatkan bahwa kemampuan-

kemampuan ini dinilai paling tinggi dalam pesan kerja masa kini. Semakin

2 Ibid, hlm. xiv

Page 6: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

20

tinggi anak tangga kepemimpinan yang anda daki, semakin penting semua

aspek kecerdasan emosi dan sering menentukan siapa di pekerjaan dan

siapa dipecat, siapa ditiggalkan dan siapa dipromosikan.

Bintang kinerja menonjol bukan hanya karena prestasi

kepribadiannya sendiri tetapi juga karena mampu bekerja sama dengan

baik antara tim dan masyarakat. Dan mereka memaksimumkan

produktivitas kelompok mereka yang tidak dapat bekerja sama atau

gampang meledak tidak mampu mengelola perubahan atau konflik dan

dapat meracuni seluruh perusahaan.

Kabar baiknya adalah seperti yang dibuktikan oleh peneliti

mengenai ilmu-ilmu otak dan tingkah laku manusia, kita semua memiliki

potensi untuk memperbaiki kecerdasan emosi pada setiap jenjang karier

kita. Disini Goleman memberikan petunjuk yang spesifik dan ilmiah untuk

menumbuhkan kemampuan yang sangat berharga ini.

c. Primal Leadership Realizing The Power Emotional Intelligence

(Kepemimpinan Berdasarkan Kecerdasan Emosi)

Dalam Karya ini, Goleman menelaah masalah peran penting

kecerdasan emosi dalam kepemimpinan. Model Primal leadership ini

merupakan trobosan baru dalam memberikan kekuatan kepemimpinan

yang cerdik secara emosi untuk menginspirasi, membangkitkan gairah,

dan antusiasisme, serta membuat orang tetap termotifasi dan

berkomitmen.

Keistimewaan dari pembelajaran keterampilan kepemimpinan itu

akan menjadi bagian dari operasi sehari-hari, dan seluruh organisasi akan

menjadi tempat dimana orang-orang tersebut berkembang dengan bekerja

Page 7: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

21

secara bersama, bukan hanya sebagai pemimpin dalam pekerjaan tetapi

juga bagi kehidupan priadi dan keluarga.3

B. Konsep Daniel Goleman Tentang Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence)

1. Pengertian Kecerdasan Emosi

Istilah Emotional Quotien (EQ) dan Emotional Intelligence (EI) dalam

penggunaannya sering disamakan. Namun secara garis besar ada berbedaan

titik tekan dari penggunaan kata tersebut. Intelligensi adalah potensi yang

dimiliki seseorang untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Adapun Quotient

adalah satuan ukuran yang digunakan untuk intelligensi. Jadi, kalau panjang

di ukur dengan meter, berat di ukur dengan gram, maka kercerdasan di

ukur dengan quotient. Karenanya tingkat kecerdasan selama ini dikenal

dengan IQ.4

Berbicara mengenai masalah kecerdasan emosi, tidak lepas dari kata

emosi, istilah yang makna tepatnya masih membingungkan baik para ahli

psikologi maupun ahli filsafat selama lebih dari satu abad. Secara harfiah,

Oxford English Dictionary, mendefinisikan emosi sebagai setiap kegiatan atau

pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau

meluap-luap. Akar kata emosi adalah movere, kata kerja bahasa latin yang

berarti “menggerakkan”, “bergerak” di tambah awalan “e” untuk memberi arti

“bergerak menjauh” menyiaratkan kecenderungnya bertindak merupakan hal

mutlak dalam emosi.5 Hal tersebut sebagai akibat dari suatu stimulan yang

menyebabkan munculnya suatu keinginan untuk bertindak.

3 Daniel Goleman (d), et.al., Primal Leadership Realizing The Power Emotional

Intelligence: Kepemimpinan Berdasarkan Kecerdasan Emosi, Terj. Susi Purwoko, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. x-xiiii

4 Monty P. Satiadarma dan Fidelis E. Warrawu, Mendidik Kecerdasan, (Jakarta: Pustaka Pelajar Obor, 2003), hlm. 26.

5 Daniel Goleman (a), Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional, Terj T. Hermaya, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), hlm. 7.

Page 8: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

22

Emotion are the effective states of feeling we experience when our needs are satisfied or frustated and as such, that influence all other aspects of our behavior.6 Emosi diartikan sebagai perasaan atau perkataan efektif yang kita alami manakala kebutuhan kita tercukupi atau terhalang dan hal tersebut mempengaruhi segala aspek tingkah laku kita yang lain.

Sebenarnya gambaran tentang emosi itu mengandung watak dan

kondisi lebih jelas. Oleh karena itu Syamsu Yusuf memandang emosi sebagai

suatu peristiwa psikologis yang mengandung ciri-ciri sebagai berikut:

a. Lebih bersifat subjektif dari pada peristiwa psikologi lainnya, seperti

pengamatan dan berfikir.

b. Bersifat fluktuatif (tidak tetap)

c. Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indra.7

Dengan demikian gejala-gejala seperti senang, sedih, marah, takut,

tegang dan relaxs itu merupakan beberapa proses manifestasi dari keadaan

emosi pada diri seseorang.

Bahkan para ahli sosiologi menunjuk keunggulan perasaan di banding

nalar. Emosi merupaan pusat jiwa manusia. Emosi menuntun kita menghadapi

saat-saat kritis dan tugas-tugas yang terlampau riskan bila diserahkan pada

otak. Semua emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, rencana

seketika untuk mengatasi masalah, yang telah ditanamkan berangsur-angsur

oleh evolusi.

Kecerdasan emosional adalah menunjuk pada suatu kemampuan

memahami perasaan diri masing-masing dan perasaan orang lain, kemampuan

untuk memotivasi dirinya sendiri dan menata dengan baik emosi-emosi yang

muncul dalam dirinya dan dalam berhubungan dengan orang lain. Kecerdasan

6 Roger H. Hermanson, (ed)., Programed Learning Aid For Developmental Psychology,

(Amerika: United States of America, 1972), P. 84. 7 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2000), hlm. 116.

Page 9: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

23

emosi menggambarkan yang walaupun berbeda namun berfungsi melengkapi

kecerdasan kognisi seseorang.8

Sedangkan menurut Patricia Patton, kecerdasan emosi adalah kekuatan

di balik singgasana kecerdasan emosi yang mencakup ketrampilan-

ketrampilan untuk:

a. Menunda kepuasan dan mengendalikan impuls b. Tetap optimis terhadap kemalangan dan ketidakpastian

c. Menyalurkan emosi-emosi yang kuat secara efektif

d. Mampu memotivasi dan menjaga semangat disiplin diri dalam usaha

mencapai tujuan.

e. Menangani kelemahan-kelemahan diri.

f. Menunjukkan rasa empati kepada orang lain.

g. Membangun kesadaran diri dan pemahaman diri.9

Pendapat Patricia di atas, bahwa kecerdasan emosi diartikan sebagai

kemampuan individu selama IQ yang didalamnya berupa pengungkapan

emosi secara efektif.

Ada juga yang mengatakan bahwa kecerdasan emosi sebagai suatu

kemampuan khusus memahami yang diungkapkan secara langsung apa yang

diharapkan sendiri dan orang lain dengan berusaha memberikan terbaik tanpa

merasa terbebani.10

Menurut Robert K. Cooper yang dikutip oleh Ary Ginanjar Agustian

mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan,

8 Daniel Goleman (b), Working With Emotional, Intelligence: Kecerdasan Emosi Untuk

Mencapai Puncak Prestasi, Terj. Alex Trikantjono Widodo, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), hlm. 512.

9 Particia Patton, EQ: Pengembangan Sukses Lebih Bermakna, Terj. Hermer, (Jakarta: Mitra Media, 2002), hlm. 1.

10 Steven J. Stein dan Howard E. Book, Ledakan EQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses. Terj. Trinanda Rainy Januarsari dan Yudhi Murtanto, (Bandung: Kaifa, 2002), hlm. 31.

Page 10: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

24

memahami dan secara efektif menerapkan daya kepekaan emosi sebagai

sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi. 11

Dan menurut Daniel Goleman mengenali konsep kecerdasan emosi

dapat dilihat dalam buku “Emotional intelligence” yang menyatakan

“emotional intelligence: abilities such as being able to motivate oneself and persist in the face of frustrations, to control impulse and delay gratification, to regulate one’s moods and keep distress from swamping the ability to think, to empathize and to hope”.12

Kecerdasan emosi adalah kemampuan-kemampuan seperti kemampuan memotivasi diri sendiri dan bertahan dalam menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak berlebihan, mengatur suasana hati dan menjaga agar tetap berfikir jernih, berempati dan berdoa.

Inilah hakekat kecerdasan emosi yang ditawarkan, oleh Daniel

Goleman menurutnya inti konsep yang menjadi titik tekan dalam

pandangannya adalah merujuk pada kecerdasan diri dan kecerdasan sosial.

Pendapat Goleman ini serupa dengan dua kecerdasan yang tercantum dalam

multiple intelligence yang dikembangkan oleh Howar Gardner lewat project

spectrum, yakni interpersonal intelligence dan intrapersonal intelligence.

Dalam penelitian ini Gardner mendapatkan bahwa otak manusia

memungkinkan untuk memiliki sampai delapan jenis kecerdasan, yaitu

sebagai berikut:

a. Kecerdasan linguistik, yaitu kemampuan dalam hal membaca, menulis dan

berkomunikasi dengan kata-kata.

b. Kecerdasan logika dan matematika, yaitu kemampuan untuk menalar dan

berhitung.

c. Kecerdasan musikal

d. Kecerdasan spasial dan visual

11 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual

ESQ: Emotional Spiritual Quotien Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, ( Jakarta: Arga Wijaya Persada, 2001), hlm. 199.

12 Daniel Goleman (c), Emotional Intelligence, (New York: Bantam Books, 1995), P. 35.

Page 11: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

25

e. Kecerdasan kinestik atau kecerdasan fisik.

f. Kecerdasan interpersonal yaitu kemampuan untuk berhubungan dengan

orang lain.

g. Kecerdasan intrapersonal atau kecerdasan instrospektif, yaitu kemampuan

untuk memiliki wawasan, mengetahui jati diri. Jenis kecerdasan ini

memungkinkan manusia untuk mengeluarkan informasi-informasi yang

disimpan dalam pikiran bawah sadar.

h. Kecerdasan Naturalis, yaitu kemampuan untuk bekerja sama dan

menyelaraskan diri dengan alam. 13

Perbedaan antara keduanya itu terletak pada titik tekannya. Pandangan

Goleman lebih mengeksplorasi wilayah emosi manusia, sedangkan Gardner

kesemua multiple intelligence hanya berkutat pada kognitif atau rasio

manusia.

Namun apabila dilihat dari kacamata Islam, kecerdasan emosi atau

yang lebih dikenal dengan Emotional Quotient (EQ) sangat terkait dengan

ajaran Islam yang terangkum dalam konsep rukun Iman dan rukum Islam.

Ary Ginanjar memandang bahwa rukun Iman dan rukun Islam di

samping sebagai petunjuk ritual bagi umat Islam. ternyata pokok pikiran

dalam rukun Iman dan rukun Islam tersebut juga memberikan bimbingan

untuk mengenali dan memahami perasaan kita sendiri dan perasaan orang

lain. Dalam pandangannya rukun Islam di samping berfungsi sebagai tatanan

ritual dalam beragama, juga merupakan metode pengasahan atau pelatihan EQ

yang telah di pahami dalam rukun Iman, mulai dari syahadat yang berfungsi

sebagai mission statement, sholat yang berfungsi sebagai character building,

puasa sebagai self controlling, serta zakat dan haji yang berfungsi untuk

meningkatkan social intelligence atau kecerdasan sosial .14

13 Aida Husna, “Kecerdasan Emosional (Pengertian dan Pentingnya Dalam Pendidikan)”,

Jurnal Pendidikan Islami, Vol. 11 No. 1., Mei, 2002, hlm. 17 14 Ary Ginanjar Agustian, Op.Cit.,hlm. 286.

Page 12: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

26

Kecerdasan emosi mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda,

tetapi saling melengkapi dengan kecerdasan akademik (academic

intelligence), yaitu kemampuan-kemampuan kognitif murni yang diukur

dengan IQ.

Meskipun IQ tinggi, tetapi bila kecerdasan emosi rendah tidak banyak

membantu. Banyak orang cerdas, dalam arti terpelajar, tetapi tidak

mempunyai kecerdasan emosi, ternyata bekerja menjadi bawahan orang yang

IQ-nya lebih rendah tetapi unggul dalam kecerdasan emosi. Ini berarti bahwa

EI tidak mengungguli IQ.15 Begitu pula sebaliknya, karena keduanya bersifat

komplementer (saling melengkapi). Ibaratnya tanpa EQ, IQ hanya merupakan

pengetahuan tanpa tenaga dan gairah.

Dua macam kecerdasan yang berbeda ini akan menjadikan makna

hidup lebih berarti apabila diikuti dengan SQ. Ketiga komponen ini

merupakan sebuah metode paripurna untuk membangun tiga dimensi

kecerdasan manusia sekaligus. Semuanya mengungkapkan aktivitas-aktivitas

bagian yang berbeda dalam otak.

Kecerdasan intelektual berada di lapisan luar otak manusia yang

didasarkan pada kerja neo-cortex dalam bentuk aplikasi. Sedangkan EQ

berada pada lapisan otak lebih dalam dari neo-cortex yaitu limbic system

(lapisan tengah). Pada otak tengah ini terletak pengendali emosi dan perasaan

kita. Kecerdasan inilay yang lebih dikonstruksikan oleh Daniel Goleman

dalam bukunya Emotional Intelligence. Pemikirannya cenderung

menitikberatkan pada mentalitas, bagaimana mengembangkan emosi supaya

cerdas dan tidak cenderung marah. Adapun mengenali SQ mengambil tempat

15 Agus Nggermanto, Quantum Quotient (Kecerdasan Quantum): Cara Praktis Melejitkan IQ,

EQ dan SQ yang Harmonis, (Bandung: Nuansa, 2002), hlm. 98.

Page 13: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

27

seputar jiwa (hati) yang merupakan wilayah spirit, karenanya dikenal dengan

The Souls Intelligence (kecerdasan hati).16

Hubungan antara ketiga dimensi tersebut dapat diilustrasikan dalam

bentuk sebagai berikut:

1 Dimensi fisk (IQ)

2 Dimensi emosi (EQ)

3 Dimensi spiritual (SQ)

Melihat berbagai uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa kecerdasan

emosi adalah suatu kemampuan untuk mengetahui dan mengenali serta

memenejnya sehingga emosi-emosi yang berdampak negatif tidak

melimpuhkan kemampuan-kemampuan yang lain yaitu kemampuan berfikir

(IQ), sehingga seseorang akan tetap berfikir jernih, berempati serta optimis.

2. Dimensi-dimensi Kecerdasan Emosi

Untuk mengetahui EQ yang dimiliki seseorang dapat dilihat dari sikap

dan perilakunya. Sekilas dapat terlihat unsur-unsur EQ melalui penjelasan EQ

di atas. Namun hal tersebut di bahas lebih mendalam oleh para pakar

psikologi, diantaranya pendapat Goleman juga Salovey dan Mayer

menjelaskan bahwa EQ mencakup lima dasar, namun Goleman

mengelompokkan menjadi dua bagian antara lain:17

a. Kecakapan pribadi

Kecakapan ini menentukan bagaimana mengelola diri sendiri.

Adapun kecakapan ini mencakup:

1) Kesadaran diri (self - Awareness); mengetahui apa yang kita rasakan

pada suatu saat dan menggunakannya untuk memenuhi pengambilan

16 Ary Ginanjar Agustian, ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al-Ihsan, (Jakarta:

Arga, 2003), hlm. 60. 17 Daniel Goleman (b), hlm.42-43.

Page 14: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

28

keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas

kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat, dengan ciri-cirinya:

a) Kesadaran diri: mengenali emosi diri sendiri dan efeknya, mereka

yang memiliki kompetensi ini:

- Mengetahui emosi mana yang sedang mereka rasakan dan

mengapa terjadi.

- Menyadari keterkaitan antara perasaan mereka dengan yang

mereka pikirkan.

- Mengetahui bagaimana perasaan mereka mempengaruhi

kinerja.

- Mempunyai kesadaran yang menjadi pedoman untuk nilai-nilai

dan sasaran mereka.18

b) Pengukuran diri secara akurat: mengetahui kekuatan dan batas-

batas diri sendiri, mereka yang memiliki komptensi ini:

- Sadar tentang kekuatan-kekuatan dan kelemahannya.

- Menyempatkan diri untuk merenung, belajar dari pengalaman

- Terbuka terhadap umpan balik yang tulus, perspektif baru, mau

terus belajar dan mengembangkan diri.

- Mampu menunjukkan rasa humor dan bersedia memandang

diri sendiri dengan perspektif yang luas.19

c) Kepercayaan diri: keyakinan tentang harga diri dan kemampuan

sendiri, mereka yang memiliki kompetensi ini:

- Berani tampil dengan keyakinan diri, berani menyatakan

keberadaannya.

- Berani menyatakan pandangan yang tidak populer dan bersedia

berkorban demi kebenaran.

18 Ibid., hlm. 84. 19 Ibid., hlm. 96.

Page 15: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

29

- Tegas, mampu membuat keputusan yang baik kendati dalam

keadaan tidak pasti dan tertekan.20

2) Pengaturan diri (self-regulation): Menangani emosi kita sedemikian

rupa sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka

terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum

tercapainya suatu sasaran mampu segera pulih kembali dari tekanan

emosi. Dengan ciri-cirinya:

a. Mengendalian diri: mengelola emosi-emosi dan desakan-desakan

hati yang merusak, mereka yang memiliki kompetensi ini:

- Mengelola dengan baik perasaan-perasaan impulsif dan emosi-

emosi yang menekan mereka

- Tetap teguh, tetap postif dan tidak goyah bahkan dalam situasi

yang paling berat.

- Berfikir dengan jernih dan tetap terfokus kendali dalam

tekanan.21

b. Sifat dapat dipercaya: memelihara norma kejujuran dan integritas,

mereka yang memiliki kompetensi ini:

- Bertindak menurut etika dan tidak pernah mempermalukan

orang.

- Membangun kepercayaan lewat keandalan diri dan otentisitas.

- Mengakui kesalahan sendiri dan berani menegur perbuatan

tidak etis orang lain.

- Berpegang pada prinsip secara teguh.

c. Sifat bersungguh-sungguh: bertanggung jawab atas kinerja pribadi,

mereka yang memiliki kompetensi ini:

- Memenuhi komitmen dan mematuhi janji

20 Ibid., hlm. 107. 21 Ibid., hlm. 130-131.

Page 16: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

30

- Bertanggung jawab sendiri untuk memperjuangkan tujuan

mereka.

- Terorganisasi dan cermat dalam bekerja22

d. Inovasi: mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan,

pendekatan dan informasi-informasi baru, mereka yang memiliki

kompetensi ini:

- Selalu mencari gagasan baru dari berbagai sumber

- Menciptakan gagasan-gagasan baru

- Berani mengubah wawasan dan mengambil risiko akibat

pemikiran baru mereka.

e. Adaptabilitas: keluwesan dalam menghadapi perubahan, mereka

yang memiliki kompetensi ini:

- Terampil menangani beragamnya kebutuhan, bergesernya

prioritas dan pesatnya perubahan.

- Siap mengubah tanggapan dan taktik untuk menyesuaikan diri

dengan keadaan.

- Luwes dalam memandang situasi 23

Pengendalian diri ini terkait dengan kemampuan kita untuk

tahan menghadapi cobaan, kemampuan untuk tetap tenang dan

berkonsentrasi, tahan menghadapi kejadian yang gawat dan tetap

tegar menghadapi konflik.

3) Motivasi (motivation): menggunakan hasrat kita yang paling dalam

untuk menggerakkan dan menuntun menuju sasaran, membantu kita

mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, serta untuk bertahan

menghadapi kegagalan dan frustasi, dengan ciri-cirinya.

22 Ibid., hlm. 142-143. 23 Ibid., hlm. 151.

Page 17: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

31

a. Dorongan untuk berprestasi; dorongan untuk menjadi lebih baik

atau memenuhi standar keberhasilan, mereka yang memiliki

kompetensi ini:

- Berorientasi kepada hasil, dengan semangat juang tinggi untuk

meraih tujuan dan memenuhi standar.

- Menetapkan sasaran yang menantang dan berani mengambil

resiko yang telah diperhitungkan.

- Mencari informasi sebanyak-banyaknya guna mengurangi

ketidakpastian dan mencari cara yang lebih baik.

- Terus berjalan untuk meningkatkan kinerja mereka.24

b. Komitmen: menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok atau

perusahaan mereka yang memiliki kompetensi ini:

- Siap berkorban demi pemenuhan sasaran organisasi yang lebih

penting.

- Merasakan dorongan semangat dalam misi yang lebih besar.

- Menggunakan nilai-nilai kelompok dalam pengambilan

keputusan dan penjabaran pilihan-pilihan.

- Aktif mencari peluang guna memenuhi misi kelompok.25

c. Inisiatif: kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan, mereka yang

memiliki kompetensi ini:

- Siap memanfaatkan peluang

- Mengejar sasaran lebih dari pada yang dipersyaratkan atau

diharapkan dari mereka.

- Berani melanggar batas-batas yang tidak prinsip bila perlu agar

tugas dapat dilaksanakan.

- Mengajak orang lain melakukan sesuatu yang tidak lazim dan

bernuansa petualangan

24 Ibid., hlm. 151. 25 Ibid., hlm. 190.

Page 18: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

32

d. Optimisme: kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada

halangan dan kegagalan, mereka yang memiliki kompetensi ini:

- Tekun dalam mengejar sasaran kendati banyak halangan dan

kegagalan.

- Bekerja dengan harapan untuk sukses bukannya takut gagal.

- Memandang kegagalan dan kemunduran sebagai situasi yang

dapat dikendalikan ketimbang sebagai kekurangan pribadi.26

b. Kecakapan Sosial

Kecakapan ini menentukan bagaimana menangani suatu hubungan.

Adapun kecakapan ini meliputi dua dimensi, antara lain:

1. Empati (empathy): merasakan yang dirasakan orang lain, mampu

memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling

percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang,

dengan ciri-cirinya:

a. Memahami orang lain: mengindra perasaan dan perspektif orang

lain, dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka,

mereka yang memiliki kompetensi ini:

- Memperhatikan isyarat-isyarat emosi dan mendengarkannya

dengan baik.

- Menunjukkan kepekaan dan pemahaman terhadap perspektif

orang lain.

- Membantu berdasarkan pemahaman terhadap kebutuhan-

kebutuhan dan perasaan orang lain.27

b. Mengembangkan orang lain: merasakan kebutuhan perkembangan

orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka,

mereka yang memiliki kompetensi ini:

26 Ibid., hlm. 196. 27 Ibid., hlm. 220.

Page 19: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

33

- Mengakui dan menghargai kekuatan, keberhasilan dan

perkembangan orang lain.

- Menawarkan umpan balik yang bermanfaat dan

mengidentifikasi kebutuhan orang lain untuk berkembang.

- Menjadi montir, memberikan pelatihan pada waktu yang tepat,

dan penugasan yang menantang serta melaksanakan

dikeraskannya ketrampilan seseorang.28

c. Orientasi pelayanan: mengantisipasi, mengenali dan berusaha

menumbuhkan kemampuan mereka, mereka yang memiliki

kompetensi ini:

- Memahami kebutuhan-kebutuhan anggota dan menyesuaikan

semua itu dengan pelayanan yang tersedia.

- Mencari berbagai cara untuk meningkatkan kepuasan dan

kesetiaan anggota.

- Dengan senanghati menawarkan bantuan yang sesuai.

- Menghayati prespektif anggota, bertindak sebagai penasehat

yang dapat dipercaya.29

d. Mendayagunakan keragaman: menumbuhkan peluang melalaui

pergaulan dengan bermacam-macam orang, mereka yang memiliki

kompetensi ini:

- Hormat dan mau bergaul dengan orang-orang dari bermacam-

macam latar belakang.

- Memahami beragamnya pandangan dan peka terhadap

perbedaan antara kelompok.

- Memandang keragaman sebagai peluang, menciptakan

lingkungan yang memungkinkan semua orang sama-sama maju

kendati berbeda-beda.30

28 Ibid., hlm. 234. 29 Ibid., hlm. 241-242.

Page 20: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

34

- Berani menentang sikap membeda-bedakan dan intoleransi.

e. Kesadaran politik: mampu membaca arus-arus emosi sebuah

kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan, mereka yang

memiliki kompetensi ini:

- Membaca dengan cermat hubungan kekerasan yang paling

tinggi.

- Mengenal dengan baik semua jaringan sosial yang penting.

- Membaca dengan cermat realitas organisasi.31

2. Ketrampilan sosial (social skills) menangani emosi dengan baik ketika

berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi

dan jaringan sosial , berinteraksi dengan lancar, menggunakan

ketrampilan-ketrampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin,

bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, serta untuk bekerja

sama dan bekerja dalam tim, dengan ciri-cirinya:

a. Pengaruh: memiliki taktik-taktik untuk melakukan persuasi,

mereka yang memiliki kompetensi ini:

- Terampil dalam persuasi

- Menyesuaikan persentasi untuk menarik hati pendengar

- Menggunakan strategi yang kuat seperti memberi pengaruh,

tidak langsung untuk membangun consensus dan

dukungannya.32

b. Komunikasi: mengirimkan pesan yang jelas dan meyakinkan,

mereka yang memiliki kompetensi ini:

30 Ibid., hlm. 248. 31 Ibid., hlm. 257. 32 Ibid., hlm. 271.

Page 21: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

35

- Efektif dalam memberi dan menerima menyertakan isyarat

emosi dalam pesan-pesan mereka.

- Menghadapi masalah-masalah yang sulit tanpa ditunda

- Mendengarkan dengan baik, berusaha saling memahami dan

bersedia berbagi informasi secara utuh.

- Menggalakkan komunikasi terbuka dan tetap bersedia

menerima kabar buruk sebagaimana kabar baik.33

c. Manajemen konflik: negosiasi dan pemecahan silang pendapat,

mereka yang memiliki kompetensi ini:

- Menangani orang-orang sulit dan situasi tegang dengan

diplomasi dan taktik.

- Mengidentifikasi hal-hal yang berpotensi menjadi konflik,

menyelesaikan perbedaan pendapat secara terbuka dan

membantu mendinginkan situasi.

- Menganjurkan dekat dan diskusi secara terbuka.

- Mengantar kesolusi menang-menang.34

d. Kepemimpinan: membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok

dan orang lain, mereka yang memiliki kompetensi ini:

- Mengartikulasi dan membangkitkan semangat untuk meraih

visi serta misi bersama.

- Melangkah di depan untuk memimpin bila diperlukan, tidak

peduli sedang dimana.

- Memandu kinerja orang lain namun tetap memberikan

tanggung jawab kepada mereka.

- Memimpin lewat teladan.35

33 Ibid., hlm. 280-281. 34 Ibid., hlm. 286 35 Ibid., hlm. 295.

Page 22: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

36

e. Katalisator perubahan: memulai dan mengelola perubahan, mereka

yang memiliki kompetensi ini:

- Menyadari perlunya perubahan dan dihilangkannya hambatan.

- Menantang status quo untuk menyatakan perlunya perubahan.

- Menjadi pelapor perubahan dan mengajak orang lain kedalam

perjuangan ini.

- Membuat model perubahan seperti yang diharapkan oleh orang

lain.36

Dari bahasan di atas menggambarkan bahwa pada dasarnya

EQ mencakup lima aspek yakni kesadaran diri, pengaturan diri,

motivasi, empati dan hubungan sosial. Antara kelima aspek

tersebut, saling terkait satu sama lain sehingga kecerdasan

seseorang pada satu dimensi juga mencerminkan dan

mempengaruhi dimensi lain.

Disamping itu Daniel Goleman juga mendaftar tujuh unsur

utama kemampuan yang sangat penting yang berkaitan dengan

kecerdasan emosi, yaitu:

1) Keyakinan atau perasaan kendali tentang penguasaan

seseorang terhadap tubuh, perilaku dan dunia. Perasaan anak

bahwa ia lebih cenderung berhasil dari pada tidak dalam apa

yang dikerjakan, bahwa orang-orang dewasa akan bersedia

menolong.

2) Rasa ingin tahu, Perasaan bahwa menyelidiki segala sesuatu ini

bersifat positif dan menimbulkan kesenangan.

3) Niat, hasrat dan kemampun untuk berhasil dan untuk bertindak

berdasarkan niat itu dengan tekun. Ini berkaitan dengan

perasaan terampil dan perasaan efektif.

36 Ibid., hlm. 312

Page 23: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

37

4) Kendali diri, kemampuan untuk menyesuaikan dan

mengendalikan. Mengendalikan tindakan dengan pola yang

sesuai usia, suatu rasa kendali batiniyah.

5) Keterkaitan kemampuan untuk melibatkan diri dengan orang

lain berdasarkan pada perasaansaling memahami.

6) Kecakapan berkomunikasi, keyakinan dan kemampuan verbal

uuntuk bertukar gagasan, perasaan dan konsep dengan orang

lain.

7) Koperatif, kemampuan untuk menyeimbangkan kebutuhannya

sendiri dengan kebutuhan orang lain dalam kegiatan

kelompok.37

Sedangkan Agustian mengemukakan hal-hal yang dapat

dijadikan sebagai tolak ukur kecerdasan emosi diantaranya:

konsistens (istiqamah), kerendahan hati (tawadlu), berusaha dan

berserah diri (tawakal), ketulusan atua sincerety (keikhlasan),

totalitas (kaffah), keseimbangan (tawazun), integritas dan

penyempurnaan (ihsan). Dalam Islam hal-hal tersebut dinamakan

akhlakul karimah.38

Secara khusus, EQ meliputi ketrampilan manusia dan

kekuatan-kekuatan emosional yang dibutuhkan untuk berhasil

dalam hidup ini tanpa memandang prestasi-prestasi pendidikan dan

skor IQ yang dimiliki. Hal ini berarti EQ adalah mencakup

kecakapan-kecakapan sosial yang cenderung memiliki pengaruh

paling besar dalam kehidupan sehari-hari.39

Kecerdasan emosi menuntut seseorang untuk belajar

mengakui dan menghargai perasaan yang ada pada diri kita dan

37 Daniel Goleman (a), Op.Cit., hlm.274. 38 Ary Ginanjar Agustian, Op.Cit., hlm.199. 39 Harry Alder, Boost Your Intelligence. Terj Cristina P. (Jakarta: Erlangga, 2001), hlm. 32.

Page 24: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

38

orang lain dan menanggapinya dengan tepat, menerapkannya

dengan efektif informasi dan energi emosi dalam kehidupan dan

pekerjaan sehari-hari.40

Untuk mengembangakan EQ. Menurut Agus Nggermanto

yang merujuk hasil penelitian Daniel Goleman yaitu ada dua

langkah: pertama, menyadari dan meyakini bahwa emosi itu benar-

benar ada dan riil. Kedua, mengelola emosi menjadi kekuatan

untuk mencapai prestasi terbaik.41

Menyadari emosi, diperlukan kejujuran dan keberanian

untuk melakukannya, terutama yang berhubungan dengan emosi

negatif. Misalnya, pada saat seseorang frustasi, sering ia tidak

menyadari atau mengakui bahwa ia sedang frustasi. Karena tidak

sadar, orang tersebut lebih senang mengambil jalan pintas

keminuman keras misalnya. Tetapi sebaliknya, bila orang tersebut

menyadari bahwa dirinya sedang frustasi dan menerima apa

adanya, maka terbuka peluang kelangkah kedua: mengelola emosi

untuk menjadi lebih baik. Menyadari emosi juga berhubungan

dengan emosi-emosi positif seperti semangat, gembira dan

bahagia.

Mengelola emosi sebagai tindak lanjut menyadari,

merupakan langkah yang sangat penting. Misalnya setelah

seseorang menyadari bahwa dirinya sangat frustasi, dia dapat

mengubah even frustasi itu menjadi kekuatan. Ia memutuskan

langkah pertama adalah relaksasi, untuk menjernihkan, pikiran dan

jiwanya. Selanjutnya ia dapat merenungkan apakah yang benar-

benar telah terjadi mungkin kegagalan, pelajaran apa yang dapat di

40 Robert K. Cooper, Ph.D., dan Ayman Sawaf, Executive EQ: Kecerdasan Emosional Dalam Kepemimpinan dan Organisasi, Terj. Alex Trikantjono Widodo, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998), hlm. XV.

41 Agus Nggermanto, Op.Cit., hlm. 50.

Page 25: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

39

petik dan dengan kejadian itu menjadikan dia lebih teguh dan hati-

hati, dan peluang positif apa yang dihasilkan oleh peristiwa itu

sehingga seseorang menemukan alternatif baru.42 Dengan

demikian kecerdasan emosi memungkinkan seseorang untuk bisa

berinteraksi dengan lingkungan dimana dia tinggal, beradaptasi

dan menghadapi berbagai macam masalah hidup.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang

yang mempunyai kecerdasan emosi tinggi adalah mereka yang

mempunyai kemampuan untuk mengetahui apa yang dirasakannya

pada suatu saat, mampu mengatur dirisendiri sehingga berdampak

positif pada pelaksanaan tugas (dapat di percaya, jujur dan

bertanggung jawab), mampu memotivasi diri sendiri sehingga

mampu bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi, mampu

merasakan apa yang dirasakan orang lain (empati) serta mampu

menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang

lain atau mempunyai kesempatan berkomunikasi dengan baik.

Dengan demikian bahwa seseorang yang mempunyai

kecerdasan emosi tinggi adalah mereka yang berakhlakul karimah,

bertingkahlaku yang baik, berbudi pekerti yang luhur dalam

kehidupan sehari-hari.

3. Fungsi Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi atau Emotional Quotien (EQ) bukan

didasarkan pada kepintaran seorang anak melainkan pada karakteristik

pribadi atau karakter. Penelitian-penelitian sekarang menemukan

bahwa ketrampilan sosial dan emosional ini lebih penting bagi

keberhasilan hidup ketimbang kemampuan intelektual.43]

42 Ibid. 43 Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak, Terj. Alex

Trikantjono Widodo, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm. 4.

Page 26: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

40

IQ kita mungkin membantu kita memehami dan menghadapi

dunia pada satu tingkat tetapi kita membutuhkan emosi kita untuk

menghadapi orang lain. Tanpa kesadaran emosi, tanpa kemampuan

untuk mengenali dan menghargai perasaan sendiri serta bertindak

jujur sesuai dengan perasaan tersebut, kita tidak dapat berhubungan

baik dengan orang lain, kita tidak dapat berhasil didunia ini (tak peduli

sebarapa cerdas kita), kita tidak dapat membuat keputusan dengan

mudah, kita sering terombang-ambing tanpa pernah bersentuhan

dengan perasaan kita.44

Emosi dan akal adalah dua bagian darisatu keseluruhan.

Liberarti kecerdasan emosi sesungguhnya membentuk pikiran rasional

(akal). Itulah sebabnya istilah yang digunakan untuk menggambarkan

kecerdasan hati adalah EQ.

IQ dan EQ adala sumber-sumber daya sinergis, tanpa yang satu

yang lain menjadi tidak sempurna dan tidak efektif. IQ tanpa EQ dapat

membuat seseorang berhaisl meraih nilai A dalam ujian, tetapi tidak

akan membuat seseorang berhasil dalam kehidupan. Inti dari EQ

adalah hubungan pribadi dan atar pribadi. EQ bertanggung jawab atas

harga diri kepekaan sosial dan kemampuan adaptasi sosial

seseorang.45

Untuk menjadikan anak mempunyai kecerdasan emosional

yang tinggi dan sekaligus memiliki kualitas kepribadian yang baik

serta sebagai bekal untuk masa dewasanya kelak dibutuhkan kesadaran

diri, keluarga, sekolah dan masyarakat.

Agar anak mempunyai kepekaan mental yang sukses,

mengendalikan diri secara seimbang, menjalin komunikasi, berempati

44 Jeanne Segal, Melejitkan Kepekaan Emosional, Terj. Ary Nilandari, (Bandung: Kaifa,

2002), Cet. I., hlm. 24. 45 Ibid, hlm. 26.

Page 27: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

41

dengan orang lain secara baik, kesemuanya itu harus di tekankan pada

upaya pendidikan lewat keluarga dan sekolah.

Keterlibatan antara keluarga dan sekolah dalam menciptakan

ketrampilan emosional sangat penting adanya.

a) Keluarga

Keluarga merupakan faktor pertama untuk mempelajari

emosi. Melalui lingkungan inilah anak belajar bagaimana

merasakan perasaannya sendiri dan bagaimana perasaan orang lain

menangani perasaannya, bagaimana berfikir tentang perasaan ini

dan langkah-langkah apa yang diambil untuk bertindak, serta

bagaimana membaca dan mengungkapkan harapan dan rasa takut.

Pembelajaran emosi ini bukan halnya melalui hal-hal yang

diucapkan dan dilakukan orang tua secara langsung kepada anak-

anaknya, melainkan juga melalui contoh-contoh yang mereka

berikan dalam sehari-hari. Ada penelitian yang memperlihatkan

bahwa perlakuan orang tua pada anak sejak kecil akan terekam

dalam benak anak. jika itu berulang terus menerus perlakuan baik

maupun buruk, maka akan menimbulkan sejumlah peran

emosional yang mendasar seumur hidup dan merupakan pelajaran

yang dapat menentukan arah kehidupan anak.46

Bahkan banyak orang tua gagal untuk mengajarkan

emosional pada anak-anak mereka. Berikut beberapa tipe orang tua

yang gagal mencerdaskan emosional anak-anak mereka lebih

disebabkan karena: pertama, orang tua yang mengabaikan, tidak

menghiraukan, meremehkan emosi-emosi negatif anak; kedua

orang tua yang tidak menyetujui, memarahi atau menghukum

mereka karena mengungkapkan emosinya dan ketiga orang tua

46 Daniel Goleman (a), Op.Cit., hlm. 268.

Page 28: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

42

yang terlalu membebaskan (Laissez-faire), yang menerima emosi

anak mereka dan berempati dengan mereka tetapi tidak

memberikan bimbingan atau memberikan batas-batas pada tingkah

laku mereka.47

Dampak pendidikan keluarga semacam itu terhadap anak-

anak sangatlah luas. Salah satunya dalah munculnya berbagai

kenakalan, emosi yang tak terkendali dan kriminalitas diri yang

terjadi pada usia anak mungkin memiliki latar belakang dan setting

keluarga yang tidak harmonis atau memang terpicu oleh kekerasan

sosial itu sendiri.

Untuk itu keluarga memiliki peran yang sangat penting

dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua

yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai

kehidupan baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya

merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak

menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.48

Keluarga yang bahagia merupakan suatu hal yang sangat

penting bagi perkembangan emosi para anggotanya (terutama

anak). Kebahagiaan ini diperoleh apabila keluarga dapat

menerapkan fungsinya secara baik. Fungsi dari keluarga adalah

memberikan rasa aman, kasih sayang dan mengembangkan

hubungan yang baik diantara anggota keluarga.49

Kaitannya dengan hal ini John Gottman dan Joan De Claire

memberikan lima langkah penting dalam mendidik emosi anak

yaitu:50

47 John Gottman dan Joan De Claire, Kiat-kiat Membesarkan Anak Yang Memilik Kecerdasan

Emosional, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1998), hlm. 4-5. 48 Syamsu Yusuf, Op.Cit., hlm. 37. 49 Ibid, hlm. 38 50 John Gottman dan Joan De Claire, Op.Cit., hlm. 65-114.

Page 29: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

43

1- Menyadari emosi anak-anak

Dalam hal ini sebagai orang tua maka harus sadar secara

emosional, sehingga siap menjadi pelatih emosi. Kesadaran

emosional berarti mengenali kapan merasakan suatu emosi,

mengidentifikasi perasan-perasaan dan peka akan hadirnya

emosi pada orang lain.

2- Mengakui emosi sebagai peluang untuk kedekatan dan

mengajar. Sebagai orang tua harus mengenali emosi negatif

anak mereka sebagai peluang untuk menjalin ikatan dan

mengajar, muncul sebagai suatu kelegaan dan suatu

pembebasan.

3- Mendengarkan dengan empati dan menggunakan perasaan

anak.

4- Menolong anak memberi nama emosi dengan kata-kata

membantu anak-anak menentukan kata-kata untuk melukiskan

apa yang sedang mereka rasakan. Ini berarti membantu mereka

menyusun kata-kata yang dapat mereka gunakan untuk

mengungkapkan emosi mereka.

5- Menentukan batas-batas sambil membantu anak memecahkan

masalah.

Dengan demikian orang tua yang terampil emosional

memiliki anak cenderung bergaul lebih baik dengan teman-

temannya, tidak banyak mengalami masalah tingkah laku dan tidak

begitu gampang melakukan tindak kekerasan. Secara keseluruhan

anak-anak yang dilatih emosinya mengalami jumlah perasaan

negatif yang kurang dan merasakan lebih banyak perasaan positif.

Pendek kata secara keseluruhan mereka lebih sehat.51

51 Ibid, hlm. 8

Page 30: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

44

b) Sekolah

Sekolah merupakan lembagan pendidikan formal yang

secara sistematik melaksanakan program bimbingan, pengajaran

dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu

mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral

spiritual, intelektual, emosional maupun sosial.52

Mengenai peran sekolah selain sebagai penentu bagi

perkembangan kepribadian anak, baik dalam cara berpikir bersikap

maupun cara berperilaku, juga berperan sebagai substansi

keluarga.

Sebagaimana pendapat Goleman yang dikutip oleh

Zamroni menyatakan bahwa emosi tidak bersifat statis tetapi

berkembang sejalan dengan perkembangan usia seseorang,

semakin dewasa perkembangan usia seseorang semakin dewasa

emosi yang dimiliki akan semakin matang. Namun kecerdasan

emosi juga bisa berkembang sebagai hasil interaksi dengan

lingkungannya baik di sengaja atau tidak. Dengan demikian guru

bisa berperan sebagai faktor lingkungan.53

Keberhasilan guru mengembangkan kemampuan anak

mengendalikan emosi akan menghasilkan perilaku siswa yang

baik. Pertama, emosi yang terkendali akan memberikan dasar bagi

otak untuk dapat berfungsi secara optimal. Kedua emosi yang

terkendali akan menghasilkan perilaku yang baik..54

Ketrampilan emosional menyiaratkan lebih diperluasnya

lagi tugas sekolah, dengan memikul tanggung jawab atas

52 Syamsu Yusuf, Op.Cit., hlm. 54. 53 Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta: Biografi Publishing, 2000),

hal, 138 54 Ibid.

Page 31: BAB II Hamidah - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/24/jtptiain-gdl-s1... · seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam

45

kegagalan keluarga dalam mensosialisasikan anak. oleh karena itu

orang tua dan guru sebagai pendidik di sekolah haruslah menjadi

pelatih yang efisien, mereka harus mempunyai pemahaman yang

cukup baik tentang dasar-dasar kecerdasan emosional.

Selain itu lingkungan sekolah adalah sebuah wadah untuk

belajar bersama karena belajar merupakan salah faktor yang

penting dalam perkembangan emosi. Hal ini dikarenakan belajar

adalah faktor yang dapat dikendalikan sekaligus mudah dievaluasi

dalam perbaikan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungai

kecerdasan emosi yaitu sebagai penileian yang bisa mencegah

munculnya perilaku buruk. Meningkatnya EQ pada anak dapat

membantu mengurangi risiko tabiat keras berlebihan dan

membantu mencegah kebrutalan yang terjadi di dalam keluarga,

sekolah maupun masyarakat. Karena itu agar terealisasikan

dengan baik dibutuhkan pembelajaran emosi dari keluarga dan

sekolah sebagai hasil pendidikan.