bab ii gereja dan pendidikan warga gereja,...
TRANSCRIPT
12
BAB II
GEREJA DAN PENDIDIKAN WARGA GEREJA,
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DEWASA DAN
TEORI PERKEMBANGAN
Salah satu tugas gereja yang cukup strategis adalah tugas pendidikan atau
pembinaan bagi umat atau jemaatnya. Tugas ini dianggap penting karena
bagaimanapun apa yang diinginkan terjadi bagi jemaat, baik secara invidivu
maupun komunal hanya mungkin kalau ada tugas pendidikan atau apapun
namanya. Tugas seperti ini selalu melekat dalam komunitas apapun, apalagi
komunitas dalam iman atau agama.1 Itu artinya, Gereja bukanlah sekedar tempat
berkumpulnya umat atau jemaat, melainkan center of education bagi seluruh
warga gereja. Dalam konteks ini gereja harus memberikan layanan pendidikan
atau pembinaan bagi warga gereja. Gereja harus mengerjakan tugas-tugas
pendidikan secara khusus dalam bingkai rohani melalui pengajaran dan
pemberitaan firman Tuhan. Karena itu gereja tidak mungkin menghilangkan
fungsi dan peran pendidikan di tengah-tengah jemaat. Istilah center of Education
atau Gereja sebagai pusat pendidikan, tidak harus kita pahami secara formal
akademis bagaikan sekolah dengan jenjang pendidikan dasar, menengah atau
tinggi.2 Akan tetapi gereja dengan segala tugas pelayanannya kepada jemaat harus
mengandung tugas mendidik kepada jemaat tentang karya Allah dan
penerapannya dalam hidup jemaat. Selain itu mengandung dorongan agar jemaat
1 Nuhamara, op.cit.,1 2 Marbun, Purim (Departemen Pendidikan dan Latihan) BPH GBI, Gereja sebagai Pusat Pendidikan Jemaat, http://www.beritabethel.com/artikel/detail/92, diakses tanggal 3 Februari 2015
13
mulai dari usia kanak-kanak sampai dengan usia lanjut mampu bertumbuh dan
berkembang baik secara pribadi maupun dalam kehidupan masyarakatnya.
Harus diakui bahwa pelayanan gereja kepada setiap kategori usia tidak bisa
disamaratakan. Masing-masing usia mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda
dan pergumulan tersendiri tidak terkecuali usia yang dimaksudkan dalam
penelitian ini adalah kelompok keluarga muda. Penggunaan istilah keluarga muda
yang terdapat di gereja-gereja Kristen Jawa Klasis Kartasura, didapati pertama
kali ketika Badan Pelaksana Klasis (Bapelklas) Kartasura mengadakan visitasi ke
GKJ Manahan. Pada tahun 2014 dalam visitasi tersebut, Komisi Warga Dewasa
(KWD) menanyakan tentang kiat-kiat yang dapat menunjang keberlangsungan
kegiatan dan perkembangan persekutuan keluarga muda. Dalam laporan Buku
Sidang Majelis Terbuka GKJ Manahan tahun 2013, yang termasuk dalam
kelompok keluarga muda ini adalah pasangan yang usia perkawinannya 0 (nol)
tahun sampai dengan 10 (sepuluh) tahun.3 Sesuai dengan teori perkembangan usia
perkawinan 0-10 tahun jika hal ini dapat dikategorikan dalam usia dewasa muda.
Dalam beberapa teori mengenai perkembangan manusia, terdapat
pembagian usia dewasa. Melalui pembagian usia dewasa tersebut, didapatkan
bahwa keluarga muda berada di rentang usia dewasa muda yaitu usia 18 (21)
tahun sampai dengan 40 tahun. Pada usia 18 tahun sampai dengan 40 tahun
memiliki banyak potensi sekaligus juga menghadapi beragam pergumulan.
Mereka juga kaya dengan idealisme yang mewarnai perasaan, sikap dan perilaku.
Segala impian atau cita-cita ingin diwujudkan mengingat kondisi fisiologis masih 3 Laporan Visitasi (kunjungan gerejawi) Badan Pelaksana Klasis Kartasura pada tahun 2014. Dengan catatan bahwa yang kategorikan usia perkawinan 0 (nol) sampai 10 (sepuluh) tahun adalah mereka yang menikah dibawah usia 40 tahun.
14
mendukung. Mereka sibuk bekerja (in market place), mungkin sendiri, bekerja
sama, atau berkompetisi dengan sesamanya. Selain untuk memenuhi keinginan
dan kebutuhan pribadi, kebutuhan keluarga dan komunitas juga turut menjadi
faktor motivasi kerja mereka. Bahkan, pantang bagi golongan usia itu untuk
menghadapi hambatan atau tenggelam dalam kegagalan. Kegiatan pembinaan
diharapkan dapat membantu kelompok usia itu untuk meraih dan mewujudkan
makna kehidupan mereka berdasarkan firman Tuhan.4
Berkaitan dengan hal tersebut, bab ini akan menjelaskan tentang tanggung
jawab gereja dalam pembinaan warga gereja dalam hubungannya dengan
Pendidikan Agama Kristen kepada warga gereja yang berusia dewasa (baca:
Pendidikan Warga Dewasa) khususnya kategori dewasa awal. Oleh sebab itu,
yang pertama dikemukakan adalah pengertian gereja dan tanggung jawab gereja
dalam pembinaan warga gereja. Kedua, berkaitan dengan hakikat dan tujuan
Pendidikan Agama Kristen (disingkat PAK) dan PAK Dewasa. Sedangkan yang
ketiga hendak mengangkat teori perkembangan masa dewasa dari Elisabeth
Hurlock dan teori perkembangan kepercayaan James Fowler, serta hal-hal yang
perlu mendapatkan perhatian khusus didalamnya. Melalui teori-teori tersebut
dapat mendeskripsikan suatu strategi pendidikan kepada warga gereja secara
secara terstruktur, sistematis dan berkesinambungan.
4 B.S. Sidjabat, Pendewasaan Manusia Dewasa : Pedoman Pembinaan Warga Jemaat Dewasa dan Lanjut Usia (Jawa Barat : Kalam Hidup, 2014), 96
15
II.1 GEREJA DAN PENDIDIKAN WARGA GEREJA
Kata “Gereja” berasal dari kata Portugis igreya, yang jika mengingat
akan cara pemakaiannya sekarang ini, adalah terjemahan dari kata Yunani
kyriake, yang berarti menjadi milik Tuhan. Adapun yang dimaksud dengan
”milik Tuhan” adalah orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus
sebagai Juruselamatnya. Jadi yang dimaksud gereja adalah persekutuan para
orang beriman. Walaupun demikian kata Kyriake sebagai sebutan bagi
persekutuan para orang yang menjadi milik Tuhan, belum terdapat di dalam
Perjanjian Baru (PB). Istilah ini baru dipakai sesudah zaman para rasul,
yaitu sebagai sebutan Gereja sebagai suatu lembaga dengan segala
peraturannya. Di dalam PB, kata yang dipakai untuk menyebutkan
persekutuan para orang beriman adalah ekklesia, yang berarti rapat atau
perkumpulan yang terdiri dari orang-orang yang dipanggil untuk berkumpul.
Mereka berkumpul karena dipanggil atau dikumpulkan.5
Di dunia Yunani kata “ekklesia” mula-mula berarti : mereka yang
“dipanggil (ke luar)” yaitu orang-orang merdeka (=bukan budak, bukan
pelayan) yang oleh bentara dipanggil berhimpun untuk menghadiri rapat
rakyat.”Gereja” terdapat di mana ada yang dipanggil berhimpun, yaitu oleh
Allah. Gereja bukanlah suatu organisasi orang-orang yang mau mendirikan
suatu perkumpulan guna suatu tujuan tertentu, melainkan orang-orang itu
telah dipanggil berkumpul oleh Allah sendiri. Istilah ekklesia tidak harus
juga diterangkan dengan kata “dipanggil”, tetapi malah dengan “dipanggil
5 Hadiwijono, Harun, Iman Kristen, (Jakarta: BPK.Gunung Mulia, 2000) 362
16
ke luar”. Gereja dipanggil keluar dari dunia bangsa-bangsa, “keluar dari
kegelapan kepada terangNya yang ajaib (I Petrus 2:9; Kol 1:13).6
Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang dimaksudkan dengan kata
ekklesia adalah kehidupan bersama keagamaan dari orang-orang yang
menanggapi karya penyelamatan Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus.
Maksudnya ialah bahwa kehidupan bersama keagamaan itu anggota-
anggotanya adalah orang-orang yang telah secara konkrit mengalami karya
penyelamatan Allah dalam Kristus Yesus, atau orang-orang yang telah
diselamatkan Allah dalam Kristus Yesus. Tindakan orang-orang yang
mengamini dan menerima keselamatan Allah itu dinyatakan dalam
pengakuan mereka bahwa Yesus adalah Juru Selamat, dan mereka yang
sama-sama mengakui pengakuan itu, terikat satu sama lain sebagai suatu
kehidupan bersama sekaligus berani menyatakan diri menerima panggilan
Tuhan kepada dunia.
Jadi, melalui hal itu. maka gereja mempunyai tanggung jawab yang
besar untuk memperlengkapi orang-orang percaya melakukan panggilan
Tuhan bagi dunia. Kata memperlengkapi menjadi relevan jika hal ini
dikaitkan dengan tugas dan tanggung jawab gereja dalam hal mendidik
warga gereja agar semakin dimampukan untuk menyatakan iman dan
panggilannya sebagai orang yang telah menerima keselamatan. Seperti yang
dikatakan oleh Yesus kepada para muridnya, dalam Injil Matius 28:19,20 :
“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan
baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan
6 Boland, B.J, op.cit., 359-360
17
ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan
kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai
kepada akhir zaman.”
Tugas panggilan Gereja merupakan kelanjutan dari misi Tuhan Yesus
kepada dunia. Dalam menjalankan tugas panggilannya, gereja mempunyai
banyak tugas kepada warga gerejanya. Namun secara garis besar tugas
gereja dibedakan dalam tiga hal yang sering disebut “Tri Tugas Gereja”
yaitu Persekutuan (Koinonia), Pelayanan (Diakonia), dan Kesaksian
(Marturia). Ketiganya merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak
terpisah satu dengan yang lain. Ketika orang percaya menjalankan tugas
pelayanannya, di sana pula ia melakukan kesaksian dan persekutuan,
demikian pula sebaliknya. Ketiganya saling jalin menjalin dan saling
mendukung, demikian pula harus dilaksanakan secara seimbang dan terpadu
sehingga menjadi pelayanan gereja yang utuh.7
Sedangkan untuk mewujudkan “tri tugas gereja” tersebut, gereja perlu
terus menerus melakukan pendampingan dan pembinaan atau pendidikan
kepada warga gerejanya. Pembinaan atau pendidikan ini bertujuan agar
jemaat tetap hidup berakar dan dibangun di dalam Kristus, bertambah teguh
dalam iman dan senantiasa bersyukur atas kelimpahan berkat yang
dianugerahkan Tuhan atas mereka. Apalagi sesungguhnya setiap tugas
panggilan gereja mengandung unsur pendidikan sehingga selayaknya dalam
setiap tugas yang menjadi kewajiban gereja perlu senantiasa mengajarkan
kepada setiap anggotanya mengerti benar akan tugas panggilannya.
7 Sumiyatiningsih, dkk, op.cit., 19-20
18
Dapat dikatakan bahwa, Pendidikan Warga Gereja merupakan usaha
gereja untuk mendewasakan warganya, agar mengalami proses
pembelajaran dan perubahan diri yang terus menerus, mereka mau dan
mampu bersaksi, bersekutu dan melayani di tengah-tengah gereja dan
masyarakat. Pendidikan warga Gereja adalah hal mutlak yang perlu
dilakukan oleh gereja sebagai bentuk tanggung jawab penggembalaan
terhadap umat Allah. Istilah pendidikan warga gereja yang dipakai dalam
penelitian ini, bukan berarti mencoba meniadakan istilah lain yang lazim
digunakan oleh gereja yaitu pembinaan warga gereja (PWG).
Sekalipun demikian, istilah antara PAK dan PWG perlu dipahami
bersama agar tidak terjadi pemahaman yang keliru. Hubungan PAK dan
PWG pernah dirumuskan dalam Keputusan Sidang Raya IX DGI Tomohon
tahun 1980. Menurut pandangan Clement,8 tugas PAK lebih banyak ke arah
perwarisan Iman dan perbendaharaan kristen lainnya agar supaya dapat
diterapkan dan diwujudkan ke dalam hidup sehari-hari, sedangkan usaha
PWG adalah lebih banyak ke arah melayani orang supaya ia dimungkinkan
mewujudkan tugas panggilannya di tengah-tengah dunia dan masyarakat di
mana ia berada, dengan segala apa yang ada padanya. Dengan demikian
tugas PAK dan PWG tidak sekali-kali bertentangan atau berlawanan satu
terhadap yang lain, melainkan justru saling mengisi, komplementer dan
melengkapi satu sama lain. Keduanya merupakan pendidikan gereja yang
mempunyai kriteria dasar pendidikan, bertujuan menolong warga gereja
8 Ismail, Andar, op.cit., 29-30
19
bertumbuh dalam iman Kristiani menuju kepada tingkat kedewasaan penuh
di dalam Kristus. Tetapi di samping itu juga, menolong setiap warga gereja
untuk mampu merealisasikan iman secara konkret dalam realitas
kehidupannya di segala tempat dan situasi.
Walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa kebanyakan orang memahami
istilah pendidikan (education) lebih pada konotasi formal, yaitu dalam
bentuk sekolah (schooling). Adapun istilah pembinaan (nurture) lebih pada
konotasi nonformal, yaitu kegiatan belajar di luar jalur sekolah. Dalam
konteks jemaat pada umumnya, warga jemaat lebih senang menggunakan
istilah pembinaan. Ada pula yang menyukai istilah pembangunan warga
jemaat. Banyak orang juga berpendapat bahwa kegiatan pembinaan di gereja
itu tidak boleh disamakan dengan aktivitas pembelajaran di sekolah yang
sifatnya berjenjang dan formal.9
Selain itu sering terjadi kekeliruan besar bahwa istilah pendidikan
hanya ditujukan kepada anak kecil dan remaja sedangkan orang dewasa
tidak lagi membutuhkan pendidikan, sehingga cukup dengan mengadakan
pembinaan. Pendidikan tidak selalu formal, ada juga yang non formal dan
informal. Pada umumnya orang menerima bahwa istilah pendidikan itu
dapat dipakai oleh semua usia dan dalam berbagai bentuk formal, informal,
maupun nonformal. Orang dewasa tidak hanya butuh pendidikan nonformal
(pembinaan), tetapi juga masih butuh pendidikan yang formal dan informal.
Pendidikan lebih luas dari sekedar pembinaan. Pembinaan, seperti juga
9 B.S, Sidjabat, op.cit., 3
20
pelatihan dan bimbingan dan pengajaran adalah bagian dari pendidikan. Jadi
pendidikan lebih luas, dan mencakup semuanya.10 Oleh karena pemahaman
yang demikian, maka pendidikan kepada warga gereja dibutuhkan kepada
semua warga gereja termasuk orang dewasa.
II.2. PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
Sebelum memahami tentang pendidikan orang dewasa, seperti yang telah
disinggung di atas, terlebih dahulu perlu memahami hakikat pendidikan agama
Kristen dan tujuannya. Mengingat bahwa pendidikan orang dewasa dalam hal ini
tidak hanya dilihat dari sudut pandang pendidikan pada umumnya, tetapi
berhubungan dengan sudut pandang agama. Sedangkan pemahaman tentang
pendidikan agama Kristen berfungsi sebagai pembimbing dalam praktik PAK
Dewasa.
II.2.1 Hakikat Pendidikan Agama Kristen
Dalam memahami hakikat pendidikan Agama Kristen, perlu
melihat definisi tentang pendidikan. Menurut akar katanya, Istilah
pendidikan, dalam bahasa Indonesia, diambil atau diterjemahkan dari
bahasa Inggris, education yang sebenarnya juga diambil dari bahasa
Latin, ducere yang berarti membimbing (to lead), ditambah awalan “e”
yang berarti keluar (out). Dengan demikian, arti kata pendidikan adalah
suatu tindakan untuk membimbing ke luar. 11
10 Nuhamara, Daniel, Pendidikan Agama Kristen Dewasa, (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 2 11 Sumiyatiningsih, Dien, Mengajar dengan Kreatif & Menarik (Yogyakarta : Penerbit ANDI,
2006), 3-4
21
Groome mengacu pada pendapat Cremin, mengatakan bahwa
pendidikan sebagai usaha sengaja, sistematis, dan terus menerus untuk
menyampaikan, menimbulkan atau memperoleh pengetahuan, sikap-
sikap, nilai-nilai, keahlian-keahlian atau kepekaan-kepekaan, juga setiap
akibat dari usaha itu.12
Sedangkan Whitehead mendefinisikan pendidikan sebagai
bimbingan bagi individu untuk memahami seni kehidupan. Seni
kehidupan diartikan sebagai pencapaian yang paling lengkap dari
berbagai aktivitas yang menyatakan potensi-potensi dari mahluk hidup
berhadapan dengan lingkungan yang aktual. Definisi Whitehead ini,
seperti juga cremin, memberikan tekanan kepada pendekatan yang
holistik terhadap manusia (manusia seutuhnya) yakni mengartikan
keseluruhan seni kehidupan.13
Berdasarkan definisi pendidikan di atas, maka yang dimaksudkan
tentang hakikat pendidikan adalah tindakan yang dilakukan secara sadar,
sistematis, dan berkesinambungan untuk menyampaikan, menimbulkan
atau memperoleh pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keahlian-keahlian
atau kepekaan-kepekaan sebagai bimbingan bagi individu untuk
memahami seni kehidupan.
Jika kemudian pendidikan ini dilakukan dalam konteks agamawi
oleh dan dari tradisi tertentu, maka tradisi agamawi itulah yang menamai
dan mencirikan pendidikan agamawi tersebut. Dengan demikian, jika
12 Groome, Thomas H., Christian Religious Education : Pendidikan Agama Kristen berbagi cerita
dan visi kita (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 29 13 Nuhamara, Daniel, op.cit., 17
22
pendidikan agamawi tersebut dilakukan oleh persekutuan agamawi
Kristen (persekutuan iman Kristen) dan dari perspektif agama Kristen,
maka istilah yang tepat untuk menamai usaha pendidikan agamawi
tersebut adalah: Pendidikan Agamawi Kristen. Jadi makna Kristen dalam
istilah Pendidikan Agama Kristen di sini adalah bahwa pendidikan agama
tersebut dilakukan oleh persekutuan iman Kristen dan perspektif agama
Kristen.14
Berkaitan dengan tugas ini, maka kita kemudian mengenal
Pendidikan Agama Kristen (PAK). Istilah ini berasal dari bahasa Inggris
yaitu Christian Religious Education, yang oleh beberapa ahli
didefinisikan sebagai berikut:
a. Hieronimus (345-420)
PAK adalah pendidikan yang bertujuan untuk mendidik “jiwa”
sehingga menjadi bait Tuhan. “Haruslah kamu sempurna sama
seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna” (Mat. 5:48).15
b. Augustinus (345-430)
PAK adalah pendidikan yang bertujuan menghantar para pelajarnya
untuk bertumbuh dalam kehidupan rohani, terbuka dengan Firman
Tuhan dan memperoleh pengetahuan akan perbuatan-perbuatan
Allah melalui Alkitab dan bacaan lain. Semuanya itu untuk
memperoleh hikmat yang dari Allah sendiri.16
14 Ibid., 23 15 Robert Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen dari
Plato Sampai Ig. Loyola, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011) 111. 16 Ibid., 128.
23
c. Marthin Luther (1483-1548)
PAK adalah pendidikan yang melibatkan semua warga jemaat
khususnya kaum muda, agar bisa belajar secara teratur dan tertib
sehingga sadar akan dosa dan kemerdekaan yang Allah kerjakan
melalui Yesus Kristus. Di samping itu memperlengkapi mereka
dengan berbagai sumber iman sehingga mampu mengambil bagian
secara bertanggung jawab dalam pelayanan terhadap masyarakat,
negara dan gereja.17
d. Calvin (1509-1664)
PAK adalah pendidikan gereja yang bertujuan untuk
mendewasakan umat Allah. Berkaitan dengan hal ini, Calvin
mengutip tulisan Paulus dalam Efesus 4: 10 dyb.18
e. E.G. Homrighausen (1955)
PAK adalah pendidikan yang melaluinya “segala pelajar, tua dan
muda memasuki persekutuan iman yang hidup dengan Tuhan
sendiri dan oleh dan dalam Dia mereka terhisap pula pada
persekutuan jemaat-Nya yang mengakui dan mempermuliakan
Nama-Nya di segala waktu dan tempat”.19
17 Ibid., 342 18 Calvin, Yohanes, Institutio Pengajaran Agama Kristen, diseleksi oleh Th. Van den End,
terjemahan Ny. Winarsih dan J.S. Aritonang, Arifin dan Th. Van den End (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2011), 230. 19 Homrighausen, E.G. & I.H. Enklaar, op.cit., 26.
24
f. Clement Suleeman/Lee Sian Hui (1980)
PAK adalah pelayanan gerejawi dalam “mendidik anggota dan
calon anggotanya untuk hidup dalam kehidupan Kristen”.20
Berdasarkan beberapa pengertian dari para ahli di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa pusat Pendidikan Agama Kristen adalah Allah
sendiri dengan kedewasaan iman jemaat-Nya sebagai tujuannya. Sejalan
dengan tugas ini, maka dapatlah dimengerti bahwa di mana gereja ada, di
situ pula gereja melaksanakan tugas mengajar ini. Sehingga dapat
dikatakan bahwa, PAK ada di mana gereja ada yakni di rumah/keluarga,
di sekolah, juga di gereja yang dalam pengertian gereja lokal. Walaupun
PAK bukan satu-satunya tugas gereja namun pengajaran ini adalah suatu
tugas yang sangat penting di samping tugas-tugas gereja lainnya. 21
Dalam penerapannya, setiap warga gereja berapapun usianya
berhak mendapatkan pendidikan agama Kristen. Pertumbuhan dan
perkembangan manusia baik fisik, psikis, sosial, emosional dan
kerohanian, turut memengaruhi daya tangkap, cara berpikir, tingkah laku
dan kebutuhan-kebutuhan manusia itu sendiri, termasuk di dalamnya
kebutuhan akan pendidikan. Bagi anak-anak dan orang muda, pendidikan
yang mereka terima yaitu untuk menyiapkan mereka menuju kehidupan
dewasa, sedangkan pendidikan yang diterima orang dewasa yaitu untuk
menolong mereka mengembangkan potensi dalam memecahkan masalah-
20 Ismail, Andar (ed), op.cit., 6-7. 21 Homrighausen, E.G. dan Enklaar, I.H, op.cit., 20
25
masalah pribadi dan sosial.22 Di Indonesia, melalui komisi PAK dari
Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) merumuskan tujuan akhir dari
PAK sebagai berikut: “Mengajak, membantu, menghantar seseorang
untuk mengenal kasih Allah yang nyata dalam Yesus Kristus, sehingga
dengan pimpinan Roh Kudus ia datang ke dalam suatu persekutuan yang
hidup dengan Tuhan.23 Dengan kata lain yang menjadi tujuan PAK
adalah untuk mensponsori orang-orang ke arah iman Kristen yang
dewasa sebagai realitas yang hidup.24
II.2.2. Sumber Utama PAK
Pada dasarnya PAK bersumber pada Alkitab. PAK adalah amanat
Tuhan dan amanat Tuhan ini terdapat dalam FirmanNya. Alkitab adalah
satu-satunya sumber pengetahuan mengenai rancangan keselamatan yang
mendasari filsafat, prinsip, kurikulum, metodologi dan aktivitas PAK.25
Di dalam kitab-kitab Perjanjian Lama yang tertulis kesaksian mengenai
perkara-perkara yang Maha Agung, yang telah dialami umat Tuhan di
bawah pimpinanNya sepanjang sejarah hidup mereka. Demikian halnya
dengan Perjanjian Baru ditulis dengan tujuan mengajar umat Kristen
tentang penyataan Allah dalam Yesus Kristus dan pengaruhnya dalam
hidup manusia.26
22 Nuhamara, Daniel, op.cit., 13. 23 Ibid., 31 24 Groome, Thomas H., op.cit., 107 25 Budiyana, Hardi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Kristen, (Solo: Berita Hidup Seminary, 2011), 22 26 Ibid, 23
26
Ada banyak fondasi Alkitab yang dapat diambil dan dirajut untuk
membangun pendidikan Kristen dengan tujuan untuk membentuk suatu
karya tenunan yang indah sekali dari pelayanan kepada Yesus Kristus.
Gulungan-gulungan benang yang kita gunakan untuk menenun
merupakan upaya-upaya yang dilakukan Allah Tri Tunggal dan orang-
orang yang telah diangkat menjadi anggota keluarga Allah, yaitu mereka
yang telah diberi karunia dan diperlengkapi bagi pelayanan pendidikan.27
Dalam hal ini, teladan para pemimpin yang dikisahkan Alkitab
menjadi inspirasi bagi jemaat Tuhan. Apalagi, Roh Kudus hadir dalam
gereja memberikan karunia sebagai pendidik atau pengajar juga gembala
(Efesus 4:11-13).28 Oleh karena itu, untuk mempelajari PAK, haruslah
kita menggali Alkitab dimana Tuhan menyatakan rahasia
keselamatanNya kepada bangsa Israel. Alkitab adalah satu-satunya
sumber pengetahuan kita mengenai rancangan keselamatan yang
mendasari filsafat, prinsip, kurikulum, metodologi dan aktivitas PAK. 29
II.2.3. PAK DEWASA
II.2.2.1 Pengertian PAK Dewasa
PAK Dewasa (Adult Religious Education) merupakan istilah
yang berkembang di Amerika Serikat. Istilah ini pertama kalinya
dikenal dengan “Adult Religious Education.” Menunjuk pada usaha
27 Pazmino, Robert W., Fondasi Pendidikan Kristen, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012), 66 28 Sidjabat, op.cit., 66 29 Budiyana, Hardi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Kristen, (Solo: Berita Hidup Seminary) 2011, 22
27
gereja dalam mendidik warganya, untuk kategori usia dewasa dan
dalam berbagai setting dan bentuk. Jika hal tersebut ditujukan
kepada orang dewasa, maka istilah yang dipakai adalah Adult
Christian (Religious) Education (PAK Dewasa) atau Adult religious
Education. Pendidikan orang dewasa (POD) merupakan bidang
pelayanan yang sangat strategis oleh karena bagaimanapun orang
dewasa adalah orang Kristen garis depan yang menghadapi dunia ini
dengan segala tantangannya, terutama dalam pekerjaan masing-
masing. Orang dewasa masih membutuhkan pendidikan dan
pembinaan dalam gereja agar mereka dapat hidup sebagai orang
Kristen yang bertanggung jawab dalam dunia kerjanya (dalam
profesi apapun).30 Gordon G. Dankenwald dan Sharon B. Merriam,
mengatakan bahwa Adult Education menaruh perhatian pada
memberi pertolongan kepada orang-orang dewasa untuk
mengembangkan potensinya, atau merundingkan perubahan dalam
peranan sosialnya (sebagai pekerja, pensiunan dan lain-lain), dengan
demikian menolong mereka memperoleh pemenuhan diri yang lebih
besar dalam kehidupan pribadi dan juga menolong mereka
memecahkan masalah-masalah pribadi dan sosial.31 Sedangkan
menurut Boehlke, dalam catatan Andar Ismail, merumuskan bahwa
PAK Dewasa ialah usaha sengaja dari gereja-gereja di bawah
pimpinan Roh Kudus untuk membuka kesempatan belajar buat orang
30 Nuhamara, Daniel, op.cit., 9 31 Nuhamara, Daniel, op.cit., .5
28
dewasa sehingga mereka dapat melayani Tuhan sesuai dengan bakat
dan minat pribadi, kebutuhan keluarga, gereja, masyarakat umum
dan dunia alam sekitarnya.32 Hal yang sama dikemukakan oleh
UNESCO mengenai definisi pendidikan orang dewasa, bahwa
pendidikan orang dewasa sebagai keseluruhan proses pendidikan
yang diorganisasikan; apa pun isi, tingkatan, dan metode baik formal
maupun tidak, yang melanjutkan atau menggantikan pendidikan
semula di sekolah, akademi, dan universitas serta latihan kerja, yang
membuat orang yang dianggap dewasa oleh masyarakat
mengembangkan kemampuannya, dan mengakibatkan perubahan
pada sikap dan perilakunya dalam perspektif rangkap perkembangan
pribadi secara utuh dan partisipasi dalam pengembangan sosial,
ekonomi dan budaya yang seimbang dan bebas.33
Oleh karenanya, Pendidikan orang dewasa mempunyai ciri
mengarahkan orang dewasa untuk mengembangkan kemampuannya
dalam pemahaman dan perkembangan diri, tanggung jawab dan
dalam menjawab persoalan-persoalan dirinya. Seperti yang
diungkapkan oleh Craig :
“Adult religious Education is the planned effort to provide
opportunities to enable adults to awaken and deepen the
knowledge, understanding and daily living of their faith”34
32 Tim Penyusun dan Redaksi BPK Gunung Mulia, Memperlengkapi bagi Pelayanan dan Pertumbuhan : Kumpulan Karangan Pendidikan Kristiani dalam Rangka Penghormatan kepada Pdt. Prof. Dr. Robert R. Boehlke, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2002), 46 33 GP, Harianto, Pendidikan Agama Kristen dalam Alkitab & Dunia Pendidikan Masa Kini, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2012), 83 34 Craig, Yvonne, Learning For Life : A Handbook of Adult Religious Education, (London: Mowbray A Cassel Imprint, 1994), 9
29
Sidjabat menyatakan beberapa alasan mengapa orang dewasa
perlu mendapatkan pembinaan :
1) Untuk perubahan diri mereka
Kehidupan orang dewasa tidak saja diwarnai perkembangan,
tetapi juga perubahan (transformation). Dalam terang iman
Kristen, perubahan kepribadian itu ialah ke arah yang lebih
menyerupai Kristus, yang tidak lepas dari pekerjaan Roh Allah.
Dalam rangka perubahan diri, diperlukan fasilitator
pembelajaran orang dewasa.
2) Untuk Pengembangan diri mereka
Orang dewasa berkembang dalam berbagai aspek kehidupan
dalam artian holistic. Itu sesuai dengan ajaran Alkitab tentang
manusia yang memiliki dimensi jasmani, jiwa, dan roh. Selain
itu, manusia juga mempunyai dimensi individual dan sosial.
Oleh sebab itu, pembinaan orang dewasa patut menyentuh dan
memperkaya aspek pengetahuan, pengertian, perasaan, sikap-
sikap, minat-minat, relasi-relasi, dan perilaku (ketrampilan)
sosial, kultural, serta terutama aspek kerohanian.
3) Untuk Tugas dan Tanggung jawab Hidup
Orang dewasa mempunyai banyak tugas dan tanggung jawab,
termasuk terhadap Tuhan, diri sendiri, keluarga dekat dan jauh,
terhadap lembaga tempat mereka berkarya, serta terhadap
masyarakat dan lingkungan alamnya. Pendidikan hidup
30
bertanggung jawab (education for responsible living) itu sangat
tepat bagi warga jemaat dewasa.
4) Untuk Menjawab kebutuhan Gereja
Gereja diutus Allah ke tengah dunia adalah untuk menjadi saksi-
Nya, yaitu memberitakan berbagai ragam hikmat Allah (Ef.3:10,
1 Ptr 2:9-10) dan dalam rangka menjadikan segala bangsa murid
Yesus hingga akhir zaman (Mat.28:19-20). Agar berita Injil itu
dapat disampaikan kepada banyak orang, pemimpin gereja
patutlah mengelola program-program pelatihan.35
Pendidikan orang dewasa (Andragogy) berbeda dengan
pendidikan anak-anak (Paedagogy). Pendidikan anak-anak
berlangsung dalam bentuk identifikasi dan peniruan, sedangkan
pendidikan orang dewasa berlangsung dalam bentuk pengarahan diri
sendiri untuk memecahkan masalah.36 Juga terdapat perbedaan
antara anak-anak dan orang dewasa jika ditinjau berdasarkan umur,
ciri psikologis, dan ciri biologis. Jika ditinjau dari segi umur,
seseorang yang mulai berumur 17 tahun ke atas dapat dikatakan
“dewasa” berbeda dengan yang berumur 16 tahun ke bawah yang
masih dikatakan remaja dan anak-anak. Jika ditinjau dari sisi
psikologis, seseorang dapat mengarahkan diri sendiri, tidak selalu
bergantung pada orang lain, bertanggungjawab, mandiri, berani
35 B.S, Sidjabat, op.cit., 9-11 36 H. Suprijatno, Pendidikan Orang Dewasa Dari Teori Hingga Aplikasi (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 11.
31
mengambil resiko dan mengambil keputusan. Sedangkan bila
ditinjau dari ciri-ciri biologis, dapat dilihat adanya tanda-tanda
kelamin sekunder pada laki-laki seperti bulu kumis, bulu jambang
dll, sedangkan pada wanita mulai menstruasi dan tumbuhnya
payudara. Sehingga karakteristik Orang Dewasa ditinjau dari sudut
pandang pendidikan pun akhirnya akan berbeda dalam hal
pengajarannya.
Menurut Knowles, dalam bukunya Nuhamara dijelaskan
bahwa ia memandang orang dewasa dalam hubungannya dengan
empat kategori kunci, yakni : self concept (Konsep diri) yang artinya
bahwa orang dewasa pada umumnya melihat drinya sebagai orang
yang mandiri, mempunyai rasa identitas individual. Ia berbeda
dengan orang dewasa lainnya. Ia lebih mampu mengarahkan dirinya
sendiri daripada diarahkan oleh orang lain, dengan kata lain ia sudah
tahu siapa dirinya dengan kekurangan dan kelebihannya. Experience
(pengalaman), orang dewasa telah mempunyai pengalaman
dibandingkan ketika masih usia anak, ia mempunyai lebih banyak
pengalaman dan latar belakang pengalaman yang berbeda secara
kualitatif; readiness to learn (kesiapan belajar), kesiapan belajar bagi
orang dewasa berkaitan dengan pemenuhan dan penyelesaian “tugas
perkembangan” dalam periode kehidupan seseorang. Yang terakhir
Orientation to learn (orientasi terhadap belajar) artinya bahwa orang
dewasa secara khas ingin belajar sesuatu agar dapat diterapkan
32
langsung dalam persoalan besar dan kecil yang dihadapinya. Atas
dasar ini ia menggambarkan suatu pendekatan generik terhadap
pendidikan orang dewasa. 37
Jadi yang dimaksudkan dengan PAK Dewasa adalah
keseluruhan proses pendidikan yang dilakukan secara sengaja,
sistematis, dan berkelanjutan. Proses pendidikan ini diterapkan
kepada warga gereja yang secara usia telah dewasa dan telah
mempunyai peranan sosial, agar dapat menjalani kehidupan spiritual
dengan baik dan benar, sehingga berdampak positif bagi orang lain,
baik dalam gereja, masyarakat dan dimanapun berada.
II.3.2.4 Tujuan PAK Dewasa
Tujuan PAK Dewasa tidak dapat dipisahkan dengan tujuan
PAK pada umumnya. Tujuan PAK Dewasa sebagaimana tujuan
PAK dapat dibagi kedalam tiga dimensi yaitu: Pertama, Aims adalah
tujuan yang diusahakan untuk dicapai pada akhirnya secara mutlak.
Misalnya tujuan usaha PAK di dalam gereja adalah untuk menolong
anggota-anggota gereja bertumbuh menjadi dewasa. Kedua, Goals,
artinya tujuan yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu,
misalnya tiga bulan dsb. Misalnya kursus. Ketiga, Objectives artinya
tujuan yang hendak dicapai dalam suatu proses belajar mengajar
dalam satu kali tatap muka.38
37 Nuhamara, Daniel, op.cit.,56-60 38 Nuhamara, Daniel, op.cit., 29
33
Sedangkan tujuan pendidikan orang dewasa dapat kita lihat
juga melalui tujuh prinsip utama dalam pendidikan yaitu: Kesehatan
(fisik, mental, keamanan dll), anggota keluarga yang berguna,
pekerjaan (bimbingan, latihan, efesiensi ekonomi), pendidikan
kewarganegaraan (prinsip demokrasi yang benar), pemanfaatan
waktu luang (rekreasi jasmani, pikiran, spiritual, pengembangan
kepribadian), etika (nilai moral, jiwa pelayanan, tanggungjawab
pribadi), dan penguasaan pengetahuan dasar.
Pendidikan Agama Kristen pada orang dewasa merupakan
suatu usaha yang dilakukan untuk membimbing dan mengarahkan
setiap orang untuk memiliki kesadaran dalam tingkat kedewasaan
dan kematangan yang dia miliki yang ditujukan dalam berbagai hal
baik dalam moralitas, maupun mental spiritualnya.39
Yang perlu kita perhatikan juga adalah pendapat para
reformator: Pertama, Calvin mengatakan bahwa tujuan PAK adalah
mendidik semua putra-putri agar dilibatkan dalam pengajaran
Alkitab secara benar. Kedua, Luther mengatakan tujuan PAK adalah
melibatkan semua warga jemaat dalam rangka belajar teratur dan
tertib agar semakin sadar akan dosanya dan bergembira dalam
firman Tuhan Yesus Kristus, yang memerdekakan setiap orang.
Dalam kitab Efesus 4:11-16 tujuannya adalah untuk memperlengkapi
39 Sudirman Lase, Pendidikan Agama Kristen Kepada Orang Dewasa, (Medan: Mitra Medan,
2011),
34
orang kudus, untuk pekerjaan pelayanan, mengajar orang dewasa di
dalam kasih Kristus, berpegang teguh pada kebenaran, dll.40
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan PAK
Dewasa adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
sikap, nilai-nilai kristiani, dan kehidupan. Memberdayakan mereka
untuk berperan dalam pelayanan di gereja maupun di luar gereja,
sebagai orang Kristen yang bertanggung jawab serta memenuhi
kebutuhan aktualisasi diri dan hidup yang lebih bermakna.
II.3.2.5 Signifikansi PAK Dewasa
Menurut Nuhamara setiap pelayanan gereja kepada setiap
kelompok/kategori usia mempunyai signifikansi khusus, demikian pula
pendidikan orang dewasa. Ada beberapa signifikansi PAK Dewasa yang
penting untuk diperhatikan:41
1. Pendidikan Orang Dewasa merupakan bidang pelayanan yang sangat
strategis oleh karena bagaimanapun orang dewasa adalah orang
Kristen garis depan yang menghadapi dunia ini dengan segala
tantangannya, terutama dalam pekerjaan masing-masing.
2. Orang dewasa adalah agen dari pelaksanaan tugas panggilan gereja.
Oleh karena itu orang dewasa perlu terus dididik agar ia semakin
mampu dan terdorong, untuk terus mengemban misi/tugas gereja
agar terlibat dalam pelayanan, kesaksian, dan persekutuan.
40 Katji Mariany, Diktat Pembimbing Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: STT IKSM Santosa
Asih, 2012), 21. 41 Nuhamara, Daniel, op.cit., 9-11
35
3. Dunia di mana orang Kristen dan gereja ditempatkan adalah dunia
yang penuh dengan berbagai permasalahan.oleh karena itu, orang
dewasa perlu diperlengkapi dengan pemahaman terhadap
permasalahan-permasalahan tersebut, dan mencoba meninjaunya
dari perspektif atau sudut pandang kristiani yang berdasarkan
Alkitab, dan didorong untuk turut serta dalam penanggulangannya.
4. Karena orang dewasa terus bertumbuh dalam berbagai aspek
kehidupan termasuk dalam memenuhi kebutuhan manusiayang
hierarkhi.
II.4. MASA DEWASA
II.4.1. Masa Dewasa
Istilah dewasa (adult) berasal dari kata kerja latin, seperti juga
istilah adolescene–adolescere yang berarti “tumbuh menjadi
kedewasaan”. Akan tetapi, kata Adult berasal dari bentuk past
partisiple dari kata kerja adultus yang berarti “telah tumbuh menjadi
kekuatan dan ukuran yang sempurna” atau “telah menjadi dewasa.”
Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah
menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan
dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. 42
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
dewasa diartikan sebagai : sampai umur; akil balig (bukan kanak-
42 Hurlock, Elisabeth, B., Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1980), 246
36
kanak atau remaja lagi); telah mencapai kematangan kelamin; telah
matang (tentang pikiran, pandangan, dan sebagainya).
Namun untuk mengerti arti kedewasaan (maturitas) secara
utuh (holistik) perlu dipahami baik dari aspek psikologis, sosiologis,
ekonomis dan spiritual. Dewasa secara psikologis artinya mapan
dalam pemikiran atau cara berpikir, bahkan dalam mengelola emosi
serta dalam menyatakan sikap bijak ketika mengambil keputusan.
Dewasa secara sosiologis, maksudnya mampu menempatkan diri
dengan baik dalam relasi dengan komunitas tempatnya berada,
sekurang-kurangnya dalam lingkup keluarga. Dewasa secara
Kultural, yaitu mampu memahami dan melakukan peran menurut
adat dan tradisi yang berlaku di dalam masyarakat tempat orang
dewasa itu bertumbuh. Dewasa secara ekonomis, yaitu dalam arti
mempunyai atau bahkan menciptakan pekerjaan sehingga
bertanggung jawab menghidupi diri sendiri dan/atau keluarganya.
Dewasa secara spiritual, yaitu memiliki kemantapan rohani serta
berkomitmen kepada Tuhan dan firmanNya, dengan mengasihi Dia
melalui totalitas kehidupan. Dalam setiap kebudayaan pembedaan
terhadap usia dewasa tidak selalu sama. Di masyarakat Amerika,
umur 21 tahun telah disebut awal masa dewasa. Sedangkan dalam
konteks masyarakat Indonesia, orang dewasa ialah pribadi yang telah
mencapai usia 22 tahun ke atas.43 Sedangkan Yudrik, menambahkan
43 B.S, Sidjabat, op.cit., 1-2
37
dengan perubahan fisik sebagai penanda kedewasaan, dari segi fisik,
usia, rangka tubuh, tinggi, dan lebarnya tubuh seseorang dapat
menunjukkan sifat kedewasaan pada diri seseorang.44
Menurut Andar ciri-ciri kedewasaan adalah sebagai berikut 45:
a. Kedewasaan berarti mampu mengenali dan menerima diri
sendiri. Orang dewasa dapat membuat perhitungan tentang
kesanggupan dan ketidaksanggupannya. Kedewasaan berarti
tahu di bidang apa ia lemah, tanpa merasa minder akan
kelemahannya; dan juga tahu di bidang apa ia kuat tanpa merasa
sombong, namun bangga dan mengembangkan kekuatannya itu.
b. Kedewasaan berarti mampu menerima keberadaan orang lain.
c. Kedewasaan berarti mampu mengarahkan hidup kepada orang
lain. Di masa ini perhatian, kepeduliaan dan cinta berjalan
timbal balik atau dua arah.
d. Kedewasaan berarti mampu berpikir dan bertindak mandiri.
Masa kedewasaan sebenarnya mempunyai rentang yang jauh
lebih luas dan panjang yaitu mulai orang disebut dewasa sampai
lanjut usia, namun para ahli telah membaginya kedalam rentang
yang lebih pendek. Pembagian ini didasarkan pada penelitian
masing-masing para ahli berdasarkan perubahan-perubahan yang
telah diamati.
44 Jahja, Yudrik, Psikologi Perkembangan Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2011), 249 45 Ismail, Andar, Selamat Panjang Umur: 33 renungan tentang hidup, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1997), 75-77
38
Seorang ahli psikologi kepribadian, Ericson menyebutkan ada
delapan tahapan perkembangan manusia di sepanjang hayatnya, dari
bayi hingga usia lanjut. Sedangkan masa kedewasaan, ia
membaginya ke dalam 3 (tiga) tingkatan yaitu young adulthood
(umur 20-30 tahun) ditandai dengan Intimacy versus Isolation,
Middle Adulthood (umur 30-65 tahun) ditandai dengan Generativity
versus Stagnation dan Later Adulthood (umur 65 tahun keatas)
ditandai dengan Ego Integrity versus Despair.46. Sedikit berbeda
dengan yang dikemukakan oleh Hurlock dalam pembagian umur,
yang juga melakukan tiga pembagian terhadap masa dewasa yaitu:47
a. Masa Dewasa Awal : Masa Dewasa ini dimulai pada umur 18
tahun sampai dengan kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-
perubahan fisik dan psikologois yang menyertai berkurangnya
kemampuan reproduktif.
b. Masa Dewasa Madya : Masa dewasa ini dimulai pada umur 40
tahun sampai pada umur 60 tahun, yakni saat baik menurunnya
kemampuan fisik dan psikologis yang jelas nampak pada setiap
orang.
c. Masa Dewasa Lanjut (Lanjut Usia) : Usia lanjut dimulai pada
umur 60 tahun sampai kematian. Pada waktu ini baik
kemampuan fisik maupun psikologis cepat menurun, tetapi
teknik pengobatan modern, serta upaya dalam hal berpakaian
46 Berk, L. Child Development. (Berlin: Pearson Education, Inc., 2003), 18 47 Hurlock, Elisabeth, B., op.cit.,246
39
dan dandanan, memungkinkan pria dan wanita berpenampilan,
bertindak dan berperasaan seperti mereka masih lebih muda.
Sedangkan Piaget (1896-1980) dengan teori perkembangan
kognitifnya, menempatkan kategori dewasa dimulai dari usia 11
tahun sampai seterusnya (yang disebut sebagai tahapan operasional
formal). Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal
seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu
hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu”
di antaranya. Dalam rentangan usia dewasa tersebut masing-masing
terdapat ciri umum yang berlaku bagi kebanyakan manusia. Antara
masa yang satu dengan masa yang lain memiliki ciri khas sebagai hal
yang membedakan masa yang bersangkutan dengan masa-masa
lainnya.48
II.4.2 Masa Dewasa Awal
II.4.2.1 Pengertian Masa Dewasa Awal
Dewasa awal adalah istilah yang digunakan untuk menandai
peralihan dari masa remaja ke masa dewasa. Masa remaja yang
ditandai dengan pencarian identitas diri mengalami perubahan pada
masa awal dewasa, identitas diri ini didapat secara sedikit-demi
sedikit sesuai dengan umur kronologis dan mental age-nya. Masa
48 Berk, L., op.cit., 21
40
dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola
kehidupan baru dan harapan-haraan sosial baru.49
Ada beberapa ahli yang mendefinisikan tentang masa dewasa
awal ini di antaranya adalah Santrock yang mendefinisikan dewasa
awal sebagai masanya bekerja dan jatuh cinta, terkadang hanya
menyisakan sedikit untuk hal-hal lainnya.50 Bagi Papalia yang
melihat perubahan masa dewasa awal dalam segi fisik, menyebutkan
bahwa orang-orang pada masa dewasa awal berada dalam kondisi
fisik yang prima. Kebanyakan orang dewasa awal berada di puncak
kesehatan , kekuatan, energi, daya tahan dan fungsi motorik.51 Pada
segi kognitifnya, masa dewasa awal cara berpikirnya adalah reflektif
yaitu jenis berpikir logis yang mungkin muncul pada masa dewasa,
melibatkan evaluasi terhadap informasi dan keyakinan secara
berkesinambungan dan aktif dengan mempertimbangkan bukti dan
implikasi.52
Sedangkan Hurlock berpendapat bahwa masa dewasa awal
adalah masa di mana seorang individu sudah mampu menyelesaikan
pertumbuhannya dan siap untuk menerima kedudukan dalam
masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. Menurutnya,
orang dewasa awal sedang mengalami perubahan dalam dua segi
49 Elisabeth, op.cit., 246 50 Santrock, W., John, Life-Span Development, Perkembangan Masa Hidup Edisi Ketigabelas jilid 2, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2002), 2 51 Papalia, Diane E., Sally, Olds, Wendkos and Fledman, Duskin Ruth, Human Development : Perkembangan Manusia, (Jakarta : Salemba Humanika, 2013), 116-11738 52 Ibid., 138
41
utama. Pertama, dalam aspek kepribadian yang berkaitan dengan
sikap mental, minat, dan emosi. Individu pun mengalami perubahan
dalam kehidupan sosialnya, khususya dalam cara-cara berelasi
dengan orang lain. Kedua, orang dewasa mengalami penyesuaian
dalam segi pekerjaan dan perkawinan serta kehidupan keluarga.
Ditinjau dari penyesuaian pribadi dan sosial, orang dewasa
awal itu diwarnai oleh sejumlah kemungkinan karakteristik ini, yaitu
periode pengaturan diri sendiri atau kemandirian dalam banyak hal;
usia reproduktif, menikah, melakukan relasi seksual dengan
pasangan, dan melahirkan anak.53
Berbagai masalah juga muncul dengan bertambahnya umur
pada masa dewasa awal, dewasa awal adalah masa peralihan dari
ketergantungan ke masa mandiri, baik dari segi ekonomi, kebebasan
menentukan diri sendiri dan pandangan tentang masa depan sudah
lebih realistis. Masalah lainnya adalah berkaitan dengan relasi
dengan semua orang, karena tidak semua yang memasuki status
dewasa mampu membina relasi dengan baik. Demikian pula yang
berkaitan dengan tugas-tugas lain di masa dewasa awal rawan
masalah jika tidak mampu dilakukan dengan baik.
Dengan demikian masa dewasa awal adalah masa di mana
seseorang memasuki area baru dalam rentang hidupnya setelah
meninggalkan masa remaja menurut teori perkembangan. Dalam
53 Hurlock, Elisabet, op.cit., 247
42
masa dewasa awal tersebut terdapat banyak perubahan yang dialami
oleh seseorang dengan status barunya.
II.4.2.2 Ciri-Ciri Masa Dewasa Awal :
Orang dewasa muda diharapkan memainkan peran baru,
seperti peran suami/istri, orang tua, dan pencari nafkah dan
mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-
nilai baru sesuai dengan tugas baru ini. Di bawah ini diuraikan ciri-
ciri yang menonjol dalam tahun-tahun masa dewasa awal:54
a. Masa dewasa awal sebagai masa pengaturan.
Pada masa ini individu menerima tanggung jawab sebagai orang
dewasa. Yang berarti seorang pria mulai membentuk bidang
pekerjaan yang ditangani sebagai karirnya, dan wanita
diharapkan mulai menerima tanggungjawab sebagai ibu dan
pengurus rumah tangga.
b. Masa dewasa awal sebagai Usia Reproduktif
Orang tua merupakan salah satu peran yang paling penting
dalam hidup orang dewasa, orang yang kawin berperan sebagai
orang tua waktu saat ia berusia duapuluh atau tigapuluh tahun.
Bagi orang yang cepat mempunyai anak dan mempunyai
keluarga besar pada awal masa dewasa atau najkan pada tahun-
tahun terakhir masa remaja kemungkinan seluruh masa dewasa
ini merupakan masa reproduksi.
54 Hurlock, Elisabeth, op.cit., 246-252
43
c. Masa Dewasa Awal sebagai masa bermasalah
Dalam tahun-tahun awal masa dewasa banyak masalah baru
yang harus dihadapi seseorang. Masalah-masalah baru ini dari
segi utamanya berbeda dengan dari masalah yang sudah dialami
sebelumnya. Masalah yang muncul ini lebih disebabkan oleh
kesulitan dan ketidakmampuan orang dewasa muda dalam
menyesuaikan diri dengan status, pekerjaan dan kondisi
barunya.
d. Masa Dewasa Awal sebagai masa ketegangan Emosional
Masa dewasa awal adalah status baru yang sedang dijalani oleh
orang-orang usia ini. Jika orang berada di suatu wilayah baru ia
akan berusaha untuk memahami keadaan. Dalam memahami
keadaan tidak jarang merasakan kebingungan dan mengalami
keresahan emosional. Apabila keadaan tersebut tidak dapat
diatasi maka akan banyak mengalami ketegangan emosional.
e. Masa Dewasa Awal sebagai Masa Keterasingan Sosial
Keterasingan diintensifkan dengan adanya semangat bersaing
dan hasrat kuat untuk maju dalam karir, sehingga
keramahtamahan masa remaja diganti dengan persaingan dalam
masyarakat dewasa. Selain itu mereka juga harus mencurahkan
sebagian besar tenaga mereka untuk pekerjaan mereka, sehingga
mereka hanya dapat menyisihkan waktu sedikit untuk sosialisasi
yang diperlukan untuk membina hubungan-hubungan yang
44
akrab. Akibatnya, mereka menjadi egosentris dan tentu
menambah kesepian mereka.
f. Masa Dewasa Awal sebagai Masa Komitmen
Setelah menjadi orang dewasa, individu akan mengalami
perubahan, di mana mereka akan memiliki tanggungjawab
sendiri dan komitmen-komitmen sendiri. Meskipun pola-pola
hidup, tanggung jawab dan komitmen-komitmen baru ini
mungkin akan berubah juga, pola-pola ini menjadi landasan
yang akan membentuk pola hidup, tanggung jawab dan
komitmen di kemudian hari.
g. Masa Dewasa Awal Sering Merupakan Masa Ketergantungan
Meskipun telah mencapai status dewasa, banyak individu yang
masih tergantung pada orang-orang tertentu dalam jangka waktu
yang berbeda-beda. Ketergantungan ini mungkin pada orang
yang membiayai pendidikan, berhubungan dengan keuangan
keluarga di tahun-tahun awal pernikahan.
h. Masa Dewasa Awal sebagai Masa Perubahan Nilai
Banyak nilai masa kanak-kanak dan remaja berubah karena
pengalaman dan hubungan sosial yang lebih luas dengan orang-
orang yang berbeda usia dan karena nilai-nilai itu dapat dilihat
dari kacamata orang dewasa. Perubahan nilai ini disebabkan
karena beberapa alasan yaitu, individu ingin diterima oleh
anggota kelompok orang dewasa, selain itu individu dewasa
45
kembali menyadari bahwa kelompok sosial berpedoman pada
nilai-nilai konvensional dalam hal keyakinan dan perilak,
sehingga mereka berusaha menyesuikannya. Sedangkan jika
mereka kemudian menjadi orang tua, mereka tidak hanya
cenderung mengubah nilai-nilai mereka tetapi juga menggeser
nilai-nilai kearah yang konservatif dan tradisional.
i. Masa Dewasa Awal sebagai masa Penyesuaian diri dengan cara
Hidup Baru
Di antara berbagai penyesuaian diri yang harus dilakukan orang
muda terhadap gaya hidup baru, yang paling umum adalah
penyesuaian diri pada pola peran seks. Pola peran seks atas
dasar persamaan derajat yang menggantikan pembedaan pola
peran seks tradisional.
j. Masa Dewasa Awal sebagai Masa Kreatif
Orang yang dewasa tidak terikat lagi oleh ketentuan dan aturan
oang tua maupaun guru–gurunya sehingga terbebas dari
belenggu; dan bebas untuk berbuat apa yang mereka inginkan.
Sehingga masa ini bisa disebut masa kreatif karena mereka
mulai menggali dan mengandalkan dengan minat dan
kemampuan individualnya.
II.4.2.3 Tugas-Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal
Masa dewasa awal merupakan babak baru bagi orang dewasa
melakukan tugas-tugas perkembangannya. Ada banyak tugas
46
perkembangan yang tidak hanya karena kebutuhan pribadi tetapi
juga karena harapan-harapan masyarakat.
Mengenai tugas perkembangan dewasa awal, Hurlock
menyebutkan beberapa hal yang berkaitan dengan mendapatkan
pekerjaan, memilih seorang teman hidup, belajar hidup bersama
dengan suami atau istri membentuk suatu keluarga, membesarkan
anak-anak, mengelola sebuah rumah tangga, menerima tanggung
jawab sebagai warga Negara dan bergabung dalam suatu kelompok
social yang cocok.55
Perhatikan bahwa dalam menjalani tugas-tugas
perkembangannya, orang dewasa awal memberi perhatian bagi
kepentingan pribadinya, pasangannya, anak-anaknya, keluarganya,
rekan-rekannya dan juga terhadap anggota kelompoknya. Mereka
berhadapan dengan masalah kehidupan rumah tangga dan pekerjaan
serta dituntut untuk membuat keputusan yang tepat.
Tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal jika tidak
dioptimalkan dengan baik akan menjadi bumerang bagi dirinya
sendiri di masa yang akan datang. Perubahan minat, mobilitas sosial,
dan penyesuaian peran seks pada masa ini juga sangat berpengaruh
bagi tiap individu dimasa selanjutnya.
II.4.2.4 Kondisi-kondisi Yang Mempengaruhi Perubahan Minat pada
Masa Dewasa Awal.
55 Ibid., 252
47
Di bawah ini adalah beberapa kondisi yang mempengaruhi
perubahan minat pada masa dewasa awal:56
1. Perubahan dalam kondisi kesehatan
Menjelang usia setengah baya, umumnya orang merasa bahwa
kekuatan dan daya tahannya tidak lagi seperti semula. Oleh
sebab itu mereka bergeser pada minat-minat yan tidak begitu
memerlukan kekuatan dan daya tahan, terutama dalam rekreasi
mereka.
2. Perubahan dalam status ekonomi
Apabila status ekonomi membaik, orang cenderung memperluas
minat mereka untuk mencakup hal-hal yang semula belum
mampu mereka laksanakan. Sebaliknya, kalau status ekonomi
mengalami kemunduran karena tanggung jawab keluarga atau
usaha yang kurang maju, maka orang cenderung untuk
mempersempit minat mereka.
3. Perubahan dalam Pola Kehidupan
Orang muda harus meninjau kembali minat-minat lama mereka
dari segi waktu, tenaga, dana dan persahabatan mereka untuk
mengetahui apakah hal-hal ini sesuai dengan pola-pola
56 Ibid., 254
48
kehidupan mereka yang baru atau apakah hal-hal itu masih
memberikan kepuasan seperti dulu.
4. Perubahan Dalam Nilai
Nilai-nilai baru yang diperoleh seseorang mempengaruhi minat
yang sudah ada atau dapat menumbuhkan minat baru.
5. Perubahan Dalam Seks
Pola kehidupan wanita dewasa sangat berbeda dengan pola
kehidupan pria dewasa. Oleh sebab itu perbedaan minat
berdasarkan seks menjadi semakin besar dibandingkan pada
masa remaja.
6. Perubahan dari Status Belum Menikah ke Status Menikah
Karena pola kehidupan yang berbeda, orang-orang yang tidak
menikah mempunyai minat yang berbeda dari mereka yang
menikah yang sama usianya.
7. Menjadi Orang Tua
Pada waktu orang-orang muda itu menjadi orang tua, mereka
umumnya tidak mempunyai waktu, uang atau tenaga untuk tetap
melanjutkan minat mereka. Minat mereka berubah. Orientasi
pada kehidupan keluarga menggantikan orientasi pada diri.
Apakah mereka nanti meneruskan lagi minat-minat lama mereka
sesudah mereka tidak perlu lagi berperan sebagai orang tua
sebagian besar tergantung pada seberapa jauh mereka merasakan
49
kehilangan kesempatan mengembangkan minat ini dan sebagian
pada kondisi umum kehidupan mereka.
8. Perubahan Kesenangan
Apa yang disenangi dan tidak disenangi sangat mempengaruhi
minat seseorang dan akan menjadi lebih kuat dengan
bertambahnya usia dan ini menyebabkan minat yang mantap
setelah ia dewasa.
9. Perubahan dalam Tekanan-tekanan Budaya dan Lingkungan
Pada tiap tahapan umur, minat seseorang dipengaruhi oleh
tekanan-tekanan dari kelompok sosialnya. Jika nilai-nilai
kelompok social berubah, minat juga akan berubah.
II.4.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi Minat Keagamaan Pada
Masa Dewasa Awal
Pergeseran minat yang merupakan ciri masa dewasa awal
adalah berkurangnya pelbagai minat. Di bawah ini adalah faktor-
faktor yang mempengaruhi minat keagamaan pada masa dewasa
awal yaitu: 57
a. Jenis Kelamin
Wanita cenderung lebih berminat pada agama daripada pria dan
juga lebih terlibat aktif dalam ibadat dan kegiatan-kegiatan
kelompok agama.
b. Kelas Sosial
57 Ibid., 258
50
Golongan kelas menengah sebagai kelompok, lebih tertarik
agama dibandingkan dengan golongan kelas yang lebih tinggi
atau yang lebih rendah; orang lebih banyak ambil bagian dalam
kegiatan gereja, misalnya, dan banyak yang duduk dalam
kepengurusan organisasi keagamaan. Orang-orang yang ingin
terpandang dalam masyarakat lebih giat dalam organisasi-
organisasi keagamaan dibandingkan dengan orang-orang yang
sudah puas dengan status mereka.
c. Lokasi Tempat Tinggal
Orang-orang dewasa yang tinggal di pedesaaan dan di pinggir
kota menunjukkan minat yang lebih besar pada agama daripada
orang yang tinggal di kota.
d. Latar Belakang Keluarga
Orang-orang dewasa yang dibesarkan dalam keluarga yang erat
beragama dan menjadi anggota suatu gereja cenderung lebih
tertarik pada agama daripada orang-orang yang dibesarkan
dalam keluarga yang kurang peduli pada agama.
e. Minat Religius Teman-teman
Orang dewasa dini lebih memperhatikan hal-hal keagamaan jika
tetangga-tetangga dan teman-temannya aktif dalam organisasi-
organisasi keagamaan daripada apabila teman-temannya yang
kurang peduli.
f. Pasangan dari Iman Yang Berbeda
51
Pasangan yang berbeda agama cenderung kurang aktif dalam
urusan agama daripada suami-istri yang menganut agama yang
sama.
g. Kecemasan akan Kematian
Orang-orang dewasa yang cemas akan kematian atau mereka
yang sangat memikirkan hal kematian cenderung lebih
memperhatikan agama daripada orang yang bersikap lebih
realitik.
h. Pola Kepribadian
Semakin otoriter pola kepribadian seseorang, semakin banyak
perhatiannya pada agama sendiri dan semakin kaku sikapnya
terhadap agama-agama lainnya. Sebaliknya, orang yang
memiliki pribadi yang berpandangan seimbang lebih luwes
terhadap agama-agama lain dan biasanya lebih aktif dalam
kegiatan agamanya.
II.5 TEORI PERKEMBANGAN IMAN
Kepercayaan kepada Tuhan pada dasarnya bukanlah hal yang statis,
melainkan dinamis, sejalan dengan perkembangan dan perubahan diri kita
seluruhnya. Tuhan Yesus mengajarkan bahwa respons orang pada pengajaran
Kerajaan Allah dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari dalam maupun dari
52
luar diri yang mendengar dan mempelajarinya.58 Seorang ahli teori
perkembangan iman di Universitas Emory, Atlanta, Georgia, Amerika, James
W. Fowler, melahirkan teori perkembangan kepercayaan hasil penelitiannya.
Melalui pendekatan Fowler terhadap teori perkembangan iman, dia
menjelaskan bahwa iman tidaklah identik dengan “agama” (religion).
Iman merupakan kepercayaan eksistensial pribadi atau iman, dan
merupakan usaha psikologis ilmiah untuk menguraikan dan menganalisis
seluruh dinamika proses perkembangan tahap-tahap kepercayaan secara
empiris dan teoritis. Sedangkan agama merupakan sebuah tradisi kumulatif
tertentu yang bersifat historis, budaya dan kultus di mana suatu masyarakat
tertentu melalui khazanah simbol, upacara, norma etis dan ekspresi estetis
secara resmi59 Iman pada dasarnya merupakan hal yang menyangkut
pemaknaan: menemukan makna dan membuat makna dalam diri kita dan di
dunia di mana kita hidup, bergerak dan ada. Iman adalah orientasi kita
terhadap kehidupan dan iman merupakan gabungan dari proses mengetahui,
merasakan, menlai, memahami, mengalami dan menginterpretasikan. Iman
juga merupakan kepercayaan dan kesetiaan kita terhadap sesuatu (apapun) di
mana kita memberikan hati dan yang memberikan makna bagi hidup kita.60
Fowler membagi perkembangan kepercayaan manusia dalam tujuh tahap
sebagai berikut:61
58 Sidjabat, B.S, op.cit., 255 59 Fowler, James, op.cit., 21-22 60 Astley, Jeff and Leslie J. Francis, Christian Perspctives on Faith Development, (Leominster,
London : William B. Eerdmand Publishing Company, 1992), xviii 61 Fowler, James, op.cit., 26-37
53
1. Tahap 0 : Kepercayaan Elementer Awal (Primal Faith) berlangsung pada
umur 0-3 tahun. Pada tahap ini disebut juga sebagai iman dasar yaitu
dasar-dasar iman yang diiletakkan melalui pengalaman-pengalaman awal
yang diambil atau diajarkan. Iman dasar ini disebut juga kepercayaan
yang belum terdiferensiasi.
2. Tahap 1 Kepercayaan Intuitif-Proyektif, berlangsung pada umur 3-7
tahun. Iman pada umur ini disebut juga iman impresionistik/imaginatif
atau tidak teratur. Ciri dari iman ini adalah dunia pengalaman sudah
mulai disusun oleh pengalaman inderawi dan kesan-kesan emosional
yang kuat, namun diangkat ke dalam imajinasi.
3. Tahap 2 : Kepercayaan Mitis-Harfiah, berlansung pada umur 7-12 tahun.
Pada umur ini yang paling berperan dalam perkembangan iman anak
adalah kelompok atau institusi kemasyarakatan yang paling dekat
dengannya, misalnya kelompok pembinaan agama, sekolah, atau
kelompok sekolah berfungsi sebagai sumber pengajaran iman.
4. Tahap 3 : Kepercayaan Sintetis-Konvensonal, berlangsung pada umur
12-20 tahun. Pada umur ini muncul kemampuan kognitif baru, yaitu
operasi-operasi formal, maka remaja mulai mengambil alih pandangan
pribadi orang lain menurut pola pengambilan perspektif antar-pribadi
secara timbal balik.
5. Tahap 4: Kepercayaan Individuatif-Reflektif, berlangsung pada umur 20
tahun ke atas (awal masa dewasa). Ciri dari umur ini adalah lahirnya
refleksi kritis atas seluruh pendapat, keyakinan, nilai (religious) lama.
54
Pribadi sudah mampu melihat diri sendiri dan orang lain sebagai bagian
dari suatu system kemasyarakatan.
6. Tahap 5: Kepercayaan Eksistensial Konjungtif, berlangsung pada umur
pertengahan (sekitar umur 35 tahun ke atas). Ciri khasnya ditandai suatu
keterbukaan dan perhatian baru terhadap adanya polaritas, ketegangan,
paradoks, & ambiguitas dalam hidupnya. Tahap ini melibatkan
kemampuan untuk terus bersama sebagai cara untuk mengungkapkan
suatu kesadaran baru bahwa kebenaran lebih beragam dan kompleks
dibanding yang sebelumnya diyakini.
7. Tahap 6: Kepercayaan Eksistensial yang mengacu pada Universalitas,
berkembang pada umur 45 tahun ke atas. Ciri dari tahap 6 ini adalah
Gaya hidup langsung berakar pada kesatuan dengan Tuhan, yaitu pusat
nilai, kekuasaan dan keterlibatan yang terdalam. Ada rasa keutuhan dan
keinginan untuk bertindak berdasarkan apa yang baik bagi semua orang.
Mereka memiliki mimpi dan akan bertindak dengan komitmen yang
mendalam, seringkali juga dengan biaya pribadi.
Kelompok usia dewasa awal menurut Fowler memiliki cara beriman
Individuatif-Reflektif, yang artinya bahwa mereka mempunyai
kecenderungan untuk menyatakan iman dengan menekankan pengalaman,
pengertian, dan pemahaman dirinya sendiri. Mereka mampu bersikap kritis
terhadap dirinya juga mengenai keyakinan (idiologi) yang diterimanya selama
ini, terutama dari lingkungan terdekatnya.
55
Luasnya pergaulan, banyaknya peran, meningkatnya wawasan dan
berubahnya pola nalar, mantapnya kemandirian (identitas diri), serta
banyaknya krisis yang telah dilalui, dapat mengarahkan orang dewasa awal
untuk menghayati imannya lebih bersifat pribadi. Oleh karena itu, tidak
jarang kita melihat orang dewasa awal, khususnya dalam usia 30-40 tahun,
berusaha keras membangun keyakinan dirinya sendiri, membela serta
mempertahankannya. Tampaknya mereka seolah-olah telah menemukan
kebenaran bagi dirinya sendiri. Adapun pandangan yang berbeda dari dirinya
dianggap salah atau keliru. Mereka pun tampil sebagai orang-orang yang
berpendirian keras dan fanatik, kalau yang diyakini itu benar dalam arti sesuai
dengan firman Tuhan serta bersesuaian pula dengan pengalaman. Sikap dan
cara beriman seperti itu tidak menjadi masalah. Namun, sebaliknya, kalau apa
yang dipercayai itu keliru, mereka dapat menstransfer hal itu kepada orang
lain, khususnya kepada generasi muda.62
Kepercayaan kepada Tuhan pada dasarnya bukanlah hal yang statis,
melainkan dinamis, sejalan dengan perkembangan dan perubahan diri kita
seluruhnya.
Oleh sebab itu, gereja patut mengajarkan tidak hanya iman yang berupa
dogma atau isi ajaran Alkitab, ia juga harus mengerti cara beriman orang
dewasa itu sendiri. Cara beriman dengan berbagai tahapan atau kemungkinan
bentuknya, dan perjalanan yang membentuknya. Hal itu akan menolong
gereja dalam memahami mengapa orang itu berbeda-beda kualitas
62 Sidjabat, B.S. op.cit., 114-115
56
berimannya. Selain itu, gereja perlu membantu warga jemaat untuk mengenali
hubungan pola pikir, keputusan moral, dan pengaruh interaksi sosial serta
budaya terhadap caranya memahami Allah. Artinya, sangat baik jika warga
jemaat mampu bersikap kritis terhadap cara berimannya sehingga dapat
belajar dari hal tersebut, lalu berkembang ke tahap berikutnya sesuai dengan
perkembangan kedewasaan.63
63 Ibid, 269