bab ii gambaran umum tentang metafisika a....

21
15 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. Pengertian Metafisika Metafisika secara bahasa berakar dari kata “ta meta ta physica”, yaitu sebuah bahasa Yunani yang diperkenalkan oleh Aristoteles yang pada akhirnya disebarluaskan oleh Andronikos dari Rodi pada abad I SM. Hal ini disandarkan pada karya Aristoteles sebagai etikat bibliografis yang tercampakkan akibat perang, ketika Athena dikalahkan oleh Sisilia pada tahun 86 SM. Dalam karya yang berjumlah 14 buah buku tersebut kebanyakan berkaitan dengan teori dan pemahaman empiri-fisik dan buku yang keempat belas tersebut diberi nama oleh Andronikos dengan ta meta ta physica, yang di dalamnya membahas tentang realitas, kualitas, kesempurnaan, yang ada, yang tidak terdapat pada dunia fisik, tetapi mengatasi dunia fisik. Istilah metafisika muncul karena sebagai akibat terbatasnya dunia fisik dalam menjelaskan fenomena yang ada di alam ini. Metafisika mempunyai arti filosofis, yang berlandaskan pada ilmu yang ada, karena setelah dan melebihi yang fisika (post physicam et supra physicam). 1 Artinya masalah metafisika adalah masalah yang paling dasar dan menjadi inti dalam filsafat, karena metafisika mempersoalkan eksisitensi Sang Ada sebagai jawaban terakhir dari semua proses perubahan. Adanya pengakuan atas Sang Ada sebagai sebab yang tidak disebabkan, sebagai penggerak yang tidak digerakkan, realitas 1 Lorens Bagus, Metafisika, Gramedia Pustka Utama, Jakarta, 1991, hlm. 18-19

Upload: tranduong

Post on 31-Jan-2018

230 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

15

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA

A. Pengertian Metafisika

Metafisika secara bahasa berakar dari kata “ta meta ta physica”, yaitu

sebuah bahasa Yunani yang diperkenalkan oleh Aristoteles yang pada

akhirnya disebarluaskan oleh Andronikos dari Rodi pada abad I SM. Hal ini

disandarkan pada karya Aristoteles sebagai etikat bibliografis yang

tercampakkan akibat perang, ketika Athena dikalahkan oleh Sisilia pada tahun

86 SM. Dalam karya yang berjumlah 14 buah buku tersebut kebanyakan

berkaitan dengan teori dan pemahaman empiri-fisik dan buku yang keempat

belas tersebut diberi nama oleh Andronikos dengan ta meta ta physica, yang

di dalamnya membahas tentang realitas, kualitas, kesempurnaan, yang ada,

yang tidak terdapat pada dunia fisik, tetapi mengatasi dunia fisik. Istilah

metafisika muncul karena sebagai akibat terbatasnya dunia fisik dalam

menjelaskan fenomena yang ada di alam ini. Metafisika mempunyai arti

filosofis, yang berlandaskan pada ilmu yang ada, karena setelah dan melebihi

yang fisika (post physicam et supra physicam).1 Artinya masalah metafisika

adalah masalah yang paling dasar dan menjadi inti dalam filsafat, karena

metafisika mempersoalkan eksisitensi Sang Ada sebagai jawaban terakhir dari

semua proses perubahan. Adanya pengakuan atas Sang Ada sebagai sebab

yang tidak disebabkan, sebagai penggerak yang tidak digerakkan, realitas

1Lorens Bagus, Metafisika, Gramedia Pustka Utama, Jakarta, 1991, hlm. 18-19

Page 2: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

16

yang selalu berubah ini tidak menjadi absurd, tetapi masuk dalam akal dan

dapat dipikirkan.2

Metafisika secara terminologis dipahami sebagai semua studi

mengenai “sesuatu” (ada) yang mengatasi fenomena atau mengatasi realitas

fisik yang tampak. Pengertian ini menampik pemahaman bahwa metafisika

sama saja dengan pengetahuan yang bersifat post physicam, yaitu ilmu yang

ada karena muncul sesudah fisika dan matematika.3 Artinya metafisika yang

dikatakan sebagai filsafat pertama memuat uraian tentang sesuatu yang ada di

belakang gejala-gejala fisik

Pandangan inilah yang mematahkan pendapat Plato bahwa hanya

dunia bukan fisik (ta paradeigmata atau idea-idea) mempunyai kenyataan

yang sungguh-sungguh (ontoos on), sedangkan dunia fisik cuma merupakan

bayangannya, karena menurut Aristoteles dunia fisik sendiri memiliki

kenyataan yang sungguh-sungguh, sehingga istilah metafisika tidak

menunjukkan bidang ekstensif atau objek material tertentu, akan tetapi

mengenai suatu inti yang termuat dalam setiap kenyataan ataupun unsur

formal. Nama metafisika merupakan “nivo pemikiran”, yaitu merupakan

refleksi filosofis mengenai kenyataan yang secara mutlak paling mendalam

dan paling utama.4

Dengan demikian istilah memuat uraian tentang sesuatu yang ada di

belakang gejala-gejala fisik seperti gerak, berubah, hidup dan mati. Metafisika

2Ibid., hlm. xv-xvi

3Ibid., 20-dst 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat, Yogyakarta,

1992, hlm. 14-15

Page 3: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

17

dapat didefinisikan sebagai studi pemikiran tentang sifat yang terdalam

(ultimate nature) dari kenyataan atau keberadaan. Aristoteles menyebutnya

dengan beberapa istilah yang maknanya setara dengan metafisika, yaitu

filsafat pertama (first philosophy), pengetahuan tentang sebab (knowledge of

cause). Dengan demikian studi metafisika terbagi menjadi beberapa bidang

kajian, yaitu: studi tentang Ada sebagai ada (the study of Being as being),

studi tentang Ousia (being), studi tentang hal-hal yang abadi yang tidak dapat

bergerak (the study of the eternal and immovable), dan theologi.5

Ungkapan yang “ada”, baik Tuhan maupun manusia sendiri adalah

hasil dari pengalaman atau penghayatan manusia, sehingga metafisika tidak

terlepas dari kancah berfilsafat. Hal ini didasarkan pada penuturan kata-kata

atau verbal yang tersusun secara sistematis dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Tuhan adalah ada semesta atau ada mutlak

2. Alam semesta merupakan pengejawantahan Tuhan

3. Alam semesta dan manusia merupakan suatu kesatuan dengan bahasa lain

disebut juga dengan makrokosmos dan mikro kosmos.

Metafisika tidak bisa dilepaskan dari dunia dan kajian filasafat, karena

metafisika merupakan ujung dari filsafat6. Berfikir filsafati adalah usaha untuk

menemukan realitas yang mutlak yang memegang kendali di balik realitas

dunia yang bersifat fisik, Dia-lah kekuatan adikodrati yang ber-ada di balik

5Rizal Muntasyir, “Aliran -Aliran Metafisika (studi Kritis Filsafat Ilmu)”, Jurnal Filsafat,

Fakultas Filsafat UGM, seri 28, Juli 1997, hlm. 3 6Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hlm.

87-88

Page 4: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

18

semua yang ada ini. penjelasan term ini adalah keniscayaan untuk menguak

hakekat dari metafisika.

Secara umum varian sumber pengetahuan secara teori adalah beragam

jenis, sehingga berlandaskan pada pengklasifikasiannya, pengetahuan terbagi

dalam 3 kategori:

1. Pengetahuan indera, yaitu pengetahuan di hasilkan dari kerja atau

pengalaman panca indera, semisal melihat, mendengar, merasa, mencium

segala sesuatu akhirnya melalui proses pemikiran, jadilah pengetahuan.

2. Pengetahuan ilmu, ini didasarkan pada penelitian yang menggunakan alur

berfikir sistematik dan radikal yang disertai dengan eksperimen. Hasil dari

penelitian atau riset itulah yang disebut dengan ilmu

3. Pengetahuan filsafat, alur pencapaian pengetahuan dengan jalan berfikir

yang sistemik, radikal dan universal.7

Ketiga pengelompokan sumber pengetahuan tersebut, sumber ketiga-

lah yang paling digunakan dalam menempuh suatu pengetahuan, baik

pengetahuan alam (yang kasat mata) maupun pengetahuan metafisika (unsur

Ilahiyah). Berfilsafat adalah mencari kebenaran dari kebenaran untuk

kebenaran tentang segala sesuatu dipermasalahkan dengan berfikir secara

radikal, sistematis dan universal. Sehingga bertolak dari kata kerjanya, filsafat

sebagai kata benda dapat didefinisikan sebagai: “sistem kebenaran tentang

segala sesuatu yang dipersoalkan sebagai hasil dari berfikir secara radikal,

sistematis dan universal. Artinya filsafat secara umum dapat didefinisikan

7 Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta, 1972, hlm. 4

Page 5: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

19

sebagai pencarian pengertian menurut akar dan dasar terdalam (ex ultimis

causis)8

Tujuan dari mempelajari filsafat adalah mengetahui Tuhan Yang

Maha Esa, sehingga seorang filosof ialah orang yang memiliki pengetahuan

tentang “al-wajib li dza tihi”, dzat yang ada dengan sendirinya, wujud yang

sempurna. Makhluk adalah wujud yang tidak sempurna, karena itu

pengetahuan tentang makhluk adalah pengetahuan yang tak sempurna. Filsafat

bisa tercapai jika ada kemampuan untuk bisa membedakan antara yang benar

dengan yang salah, yang didukung dengan tenaga pikiran untuk mengetahui

kebenaran, sehingga akan dapat mengetahui yang benar adalah benar dan yang

salah adalah salah.9

Metafisika merupakan bagian dari filsafat10, sedangkan filsafat sendiri

diidentikkan dengan ilmu pengetahuan umum. Filosof kenamaan, Aristoteles

membagi filsafat menjadi: ilmu pengetahuan yang produktif, ilmu

pengetahuan yang praktis dan ilmu pengetahuan yang teoritis.

Ilmu pengetahuan teoritis sendiri terbagi dalam tiga bidang, yaitu

fisika, matematika dan metafisika (istilah lain dari filsafat pertama,

sebagaimana yang dilontarkan Arisoteles), secara sistematis filsafat terbagi

dalam:

1. Metafisika (filsafat tentang hal yang “ada”)

2. Epistemologi (teori pengetahuan)

8Anton Bekker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Yogyakarta, 1992, hlm. 18

9Sidi Gazalba, op.cit., hlm. 21 10Sudarto, Metode Penelitian Filsafat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 38-39

Page 6: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

20

3. Metodologi (teori tentang metode)

4. Logika (teori tentang penyimpulan)

5. Etika (filsafat tentang pertimbangan moral)

6. Estetika (filsafat tentang keindahan)

7. Sejarah filsafat.11

Dengan demikian metafisika sebagai salah satu pokok kajian filsafat,

menjadikan eksistensi metafisika tidak terlepas dari filsafat, karena bertitik

tolak dari eksistensi manusia dan alam dunia sebagai wujud yang nyata yang

dapat ditangkap dengan panca indera.12

Filsafat dapat dicapai dengan kemampauan untuk membedakan antara

yang benar dan yang salah. Kepandaian itu didapat dengan tenaga pikiran

untuk mengetahui kebenaran. Tenaga itu terwujud, apabila memiliki

kesanggupan mengetahui perkara yang salah itu salah, kemudian menjauhi

dan mampu pula untuk mengetahui kesalahan yang kelihatan benar, sehingga

tidak tertipu. Sebaliknya dapat pula mengetahui hal-hal yang hakekatnya

benar, tetapi kelihatannya salah, sehingga kita menyalahkannya.13 Metafisika

merupakan cabang dari filsafat yang berbicara mengenai sesuatu di luar alam

biasa.14

Orang mulai mengadakan pemilahan terhadap pelbagai macam bagian

dari metafisika pada abad ke-17 dan 18 M. Pemilhan yang paling berpengaruh

11Ibid.,hlm. 26 12Abdullah Ciptoprawiro, Filsafat Jawa, Balai Pustaka, Semarang, 1992, hlm. 22 13Sidi Gazalba, op.cit., hlm 21

14W. J. S. Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hlm. 520

Page 7: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

21

adalah pemilahan yang dilakukan oleh Christian Wollf sebagaimana yang

dikutip oleh Damarjati Supajar15, yaitu antara metaphysica generalis dan

metaphysica specialis. Wollf menggunakan istilah ontologis bagi metaphysica

generalis, yang membahas asas-asas atau prinsip-prinsip yang seumum-

umunya, sedang metaphysica specialis membahas penerapan asas-asas atau

prinsip-prinsip yang khusus. Pembagian metaphysica specialis terdiri atas tiga

bidang, yaitu cosmologia, psichologia dan theologia. Jadi antara metafisika

dan ontologi pada mulanya satu istilah, yaitu metafisika, kemudia pad aabad

ke-17 antara metafisika dan ontologi mulai dipisahkan.

Ada empat macam aliran yang timbul dalam filsafat metafisika

menurut Hasbullah Bakry, di antaranya:

1. Dualisme

Aliran ini berpendapat bahwa alam maujud ini terdiri atas dua macam hakekat,

yaitu materi dan rohani. Keduanya sama-sama azazli dan abadi. Keterkaitan

antara keduanya itulah yang menciptakan kehidupan dalam alam ini.

2. Materialisme

Aliran ini menganggap bahwa yang ada hanylah materi, segala sesuatu yang

lainnya hanyalah merupakan akibat dari proses gerakan kebendaan dengan

salah satu cara tertentu. Aliran ini juga menganggap bahwa kenyataan ini

benar-benar merupakan mekanis seperti seperti suatu mesin yang besar.

15Damarjati Supajar, “Konsep Kefilsafatan tentang Tuhan menurut Whitehead” Jurnal Filsafat, Fakultas Filsafat UGM, Seri 03, Agustus 1990, hlm. 3

Page 8: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

22

3. Idealisme

Idealisme merupakan lawan dari materialisme, karena idealisme materi

hanyalah suatu jenis dari penjelmaan rohani. Roh dianggap sebagai hakekat

yang sebenarnya dan materi diangap sebagai bayangan atau penjelmaannya.

4. Agnoticisme

Aliran ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakekat

metafisika. Aliran ini dengan tegas menyangkal adanya suatu kenyataan

mutlak yang bersifat transendental.16

Lebih lanjut Hasbullah Bakry membagi aliran metafisika spesialis

(theologia) dalam dua aliran, yaitu theisme dan pantheisme. Theisme

adalahaliran yang berpendapat bahwa ada sesuatu kekuatan yang berdiri di

luar alam dan menggerakkan alam ini, kekuatan yang menggerakkan tersebut

disebut dengan Tuhan. Sedangkan pantheisme merupakan aliran yang

menganggap bahwa semua alam ini adalah Tuhan.17 Artinya kajian secara

umum dari metafisika adalah membahas sesuatu di balik yang tampak.

B. Rumusan Filsafat Jawa

Secara harfiyah filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia

yang berarti cinta kearifan (the love of wisdom), sedangkan menurut filsafat

jawa sebagaimana pengamatan yang telah dilakukan oleh Romo Zoetmulder

bahwa pengetahuan (filsafat) senantiasa hanya merupakan sarana untuk

mencapai kesempurnaan. Filsafat jawa adalah cinta kesempurnaan (the love of

16A. Hasbullah Bakry, Sistematika Filsafat, Widjaya, t.th., hlm. 45-53 17Ibid., hlm. 54-59

Page 9: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

23

perfection) dengan memakai analogi philosophis Yunani, adapun dalam

bahasa jawa dikenal dengan bahasa ngudi kasampurnan, yaitu berusaha

mencari kesempurnaan. Sedangkan philosophia yunani bila dibaca dengan

bahasa jawa menjadi ngudi kawicaksanan.18

Filsafat jawa memang berkaitan dengan Tuhan dan manusia, yaitu

wujud yang mutlak dan wujud ilapi (realative) yang selalu melatarbelakangi

oleh pengalaman ekstase kesatuan abdi dan Tuhan. Hal tersebut dilakukan

demi usaha mencari keterangan pengertian dan untuk mendalami makna dari

seluruh yang ada.

Pengertian tersebut-lah yang membedakan dengan pemahaman filsafat

barat, karena dalam filsafat jawa yang ditekankan adalah dari mana dan ke

mana semua wujud ini atau dengan istilah sangkan paran:

1. Sangkan paraning dumadi: awal-akhir alam semesta

2. Sangkan paraning manungsa: awal-akhir manusia

3. Dumadining manungsa: penciptaan manusia

Tujuan akhir dari filsafat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

filsafat jawa bermuara pada sangkan paraning dumadi dan manungsa, yaitu

awal berarti berasal dari Tuhan dan akhir berarti kembali kepada Tuhan.

Usaha untuk kembali kepada Tuhan, sebagai realitas yang mutlak ini-lah

akhirnya manusia menempuh jalan berfilsafat dengan mencurahkan kekuatan

jasmani (lahir) maupun rohani (batin). Usaha yang terakhir ini-lah yang pada

18Abdullah Ciptoprawiro, op.cit., hlm. 14

Page 10: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

24

perkembangan selanjutnya dalam budaya masyarakat jawa dikenal dengan

aliran kebatinan.19

Menjawab permasalahan di atas ini-lah yang akhirnya metafisika

berbicara, karena wilayah metafisika adalah mempersoalkan eksistensi Sang

Ada Tertinggi, sebagai jawaban terakhir dari semua proses perubahan. Adanya

pengakuan atas Sang Ada sebagai sebab yang tidak disebabkan sebagai

penggerak yang tidak digerakkan, realitas yang selalu berubah ini tidak

menjadi absurd, tetapi masuk dalam akal dan dapat dipikirkan20

Metafisika adalah usaha sistematis, reflektif dalam mencari hal yang

ada di belakang hal-hal yang fisik dan bersifat particular. Itu berarti usaha

mencari prinsip dasar yang mencakup semua hal. Yang ada merupakan prinsip

dasar yang dapat ditemukan pada semua hal, karena metafisika khususnya

yang dimaksudkan dalam karya ini adalah ilmu mengenai yang ada yang

bersifat universal atau ilmu mengenai yang ada qua yang ada.21

Menjawab keraguan akan metafisika, sesungguhnya dapat dijawab,

kalau kita melihat pohon, maka yang ada di benak kita adalah pohon adalah

sesuatu yang mempunyai batang, akar, ranting dan daun tanpa mengetahui

mengapa dapat hidup, siapa yang menggerakkan dia sehingga dapat

berkembang biak menjadi banyak dan semakin menjulang. Pertanyaan-

pertanyaan inilah yang nantinya akan digarap oleh metafisika, karena ia

berusaha mengungkap sesuatu di balik yang ada atau realitas.

19Ibid., hlm. 22 20Lorens Bagus, Metafisika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991, hlm. xv-xi 21Ibid., hlm. 20-21

Page 11: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

25

Jawa sebagai salah satu rumpun bangsa yang beradab, tentunya

mempunyai filsafat sendiri, terutama filsafat hidup. Bukti berkembangnya

Filsafat Jawa dapat ditelusuri dalam sejarah filsafat jawa, Hamengkubuwono

X adalah salah satu tokoh Jawa yang memeberikan kontribusi tentang

pengertian filsafat sebagia hasil perenungan jiwa manusia melalui pandangan

reflektif yang mendasar, mendalam dan menyeluruh sebagai pandangan hidup

manusia. Berfilsafat berarti melakukan kegiatan analitik-normatif, evaluatif-

fenomenologis dan simplifikasi dari kehidupan yang amat kompleks.22

Filsafat jawa terbentuk karena perkembangan kebudayaan jawa asli

(animisme-dinamisme sebagai akibat dari pengaruh agama Hindu dan Budha

dan Islam. Orang-orang Hindu dan Budha dari India yang membawa agama

tersebut serta orang-orang muslim yang datang ke tanah Jawa juga

menyebarkan agama Islam serta alam pikiran Islam (filsafat Islam). Akhirnya

kebudayaan jawa asli, filsafat Hindu-Budha, filsafat serta agama Islam

melebur menjadi suatu alam pikir jawa (filsafat jawa).23

C. Eksistensi Filsafat Jawa

Banyak kalangan yang meragukan eksistensi filsafat jawa dengan

pernyataan bahwa: “Indonesia tidak mempunyai filsfat asli” atau van

autochtone philosophie hier te lande is geen sproke. Akhirnya, pernyataan

tersebut mendapat tanggapan serius dari tokoh budaya jawa, Zoetmulder

22Slamet Riyadi, HANACARAKA (Kelahiran, Penyusunan, Fungsi dan Makna), Yayasan

Pustaka Nusantara, Yogyakarta, 1996, hlm. 58

23Budiono Herusatoto, Simbolisme Dalam Budaya Jawa, cet. ke-3., Hanindita, Yogyakarta, 1997, hlm. 72

Page 12: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

26

dalam majalah Djawa yang berjudul geen eigen wjisbegeerte (tidak ada

filsafat sendiri). Berdasarkan fakta-fakta yang nyata, dapat diyakini bahwa

pendapat yang mengingkari adanya pemikiran filsafat asli itu tidak benar24

Dipertegas dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan sarjana

barat yang mengakui keberadaan filsafat jawa yang berdiri sendiri. Di

antaranya adalah:

a. Robert Jay, seorang ahli yang telah menyelidiki secara mendalam tentang

agama asli, di sana dikatakan bahwa pemikiran jawa tradisional

merangkum suatu sistem filsafat lengkap dan pengindahan hidup yang

berdiri sendiri.

b. Y.M. Lee Khoen Choy dalam bukunya yang berjudul “Indonesia Between

Mith and Reality” (1976), mengakui bahwa cerita wayang merupakan

simbolisme dari filsafat jawa. Simbol-simbol tersebut dapat dilihat dalam

mengartikan filosofi pewayangan, layar yang diterangi adalah dunia yang

nyata dan wayang-wayang nya menggambarkan bermacam-macam ciptaan

Tuhan. Gedebog pisang yang dipergunakan untuk menyangga wayang

dengan menancapkan cempurik wayang ke dalamnya menggambarkan

permukaan dunia. Blencong lampu yang dipasang di atas dalang adalah

sinar kehidupan, gamelan adalah lambang keserasian (harmoni) kegiatan

duniawi25

c. Soetoko Djojosoebroto berpendapat bahwa filsafat jawa dapat

dikelompokkan dalam jajaran filsafat mistik. Tujuan filsafat mistik adalah

24Abdullah Ciptoprawiro, Filsafat Jawa, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hlm. 10 25Budiono Herusatoto, op.cit., hlm. 72

Page 13: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

27

peleburan diri dalam kodrat-iradat Tuhan sebagai yang tampak

mengejawantah dalam hukum evolusi yang berlaku dalam alam semesta.

Istilah yang cukup populer dikalangan orang jawa yaitu manunggaling

kawula gusti, atau curiga manjing warangka. Istilah manungaling di sini

hendaknya diberi arti kiasan; tidak menggambarkan bersatunya dzat Tuhan

dengan dzat manusia, melainkan jumbuhnya (samanya) karsa Tuhan

dengan tujuan hidup orang jawa.26

Manusia yang oleh filsafat jawa dianggap berhasil dalam hidupnya

ialah yang sanggup mencapai sukses dalam hidup teori dan praktek, sehingga

tampak dengan nyata sikap arif dan bijaksana, dalam melaksanakan tugas

masyarakatnya sebagai satria-pinandita, yang mempunyai tugas untuk

berjuang secara ksatria, memberantas segala rintangan yang menghalangi

tercapainya kesejahteraan semesta atau dengan istilah “memayu rahayuning

sarira, memayu rahayuning praja dan memayu rahayuning bawono”.27 Romo

Zoetmulder mengemukakan tentang filsafat jawa bahwa pengetahuan atau

filsafat itu sendiri merupakan sarana untuk mencapai kesempurnaan, sehingga

dapat dirumuskan bahwa filsafat jawa adalah cinta kesempurnaan (the love of

perfection) dengan memakai analogi philosophia Yunani, yang dalam

translitrasi jawa menjadi ngudi kasampurna (berusaha mencari

kesempurnaan).28

26Soetoko Djojosoebroto, Theorema Filsafat Kepercayaan Tentang Tuhan Yang Esa

Dasar Filsafat Kejawen, Pancasila, Semarang, 1984, hlm. 67 27Ibid., hlm. 67 28Abdulah Ciptoprawiro, op.cit., hlm. 14

Page 14: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

28

Membedakan filsafat barat dengan filsafat jawa yang lebih

menekankan pada unsur rasa. Perbedaan ini dapat dijumpai dalam ungkapan:

“wong jawa iku nggone rasa”, karena orang akan dianggap kasar bila ia tidak

tahu rasa. Rasa menjadi satu dengan jawa. Bukankah Descartes menggunakan

istilah “cogito ergo sum”, de Brian menyatakan “volo ergo sum”, sehingga

rasa menjadi istilah yang sangat luas maknanya, mulai dari penginderaa

sampai hidup itu sendiri.29

Rasa dipahami sebagai substansi atau dzat yang mengaliri alam sekitar

berupa suasana pertemuan antara jagad gedhe (makro kosmos) dan jaghad

cilik (mikro kosmos), bahkan terkadang muncul sebagai daya hidup. Rasa

terbagi dalam hirarki sebagai berikut:

a. Rasa pangrasa, yaitu rasa badan wadagh, seperti yang dihayati seseorang

melalui inderanya dan hadir dalam kebadanan seseorang.

b. Rasa rumangsa, yakni rasa eling, rasa cipta, rasa grahito, seperti ketika

seseorang menyatakan bahwa kramadangsa telah “ngrumangsani

kaluputane” atau rumangsa amung titah kramadangsa amung caos

syukur”.

c. Rasa sejati, yakni rasa yang masih mengenal rasa yang merasakan dan

rasa yang dirasakan, sudah manunggal, tetapi masih dapat di sebut seperti

rasa damai, bebas dan abadi.

d. Sejatining rasa, yaitu rasa yang berarti hidup itu sendiri yang abadi.30

29Darmanto Jatman, Psikologi Jawa, Bentang Budaya, Yogyakarta, 1997, hlm. 25-26 30ibid., hlm. 27

Page 15: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

29

D. Rumusan Metafisika Jawa

Secara garis besar cakupan metafisika jawa berkubang dalam bahasan

mencari sejating urip. Dalam hal ini Abdullah Ciptoprawiro menyatakan

bahwa ungkapan tentang ada (Tuhan), alam dan manusia dianggap sebagai

hasil dari pemikiran dan pengalaman atau penghayatan manusia Jawa.

Pernyataan tersebut berangkat dari asumsi tentang eksistensi manusia dan

alam sebagai wujud nyata yang dapat ditangkap panca indera, sehingga dapat

digambarkan dalam pembagian tentang tiga entitas tersebut, yaitu:

1. Tuhan adalah Ada semesta atau Ada Mutlak

2. Alam Semesta merupakan pengejawantahan Tuhan

3. Alam Semesta dan manusia merupakan suatu kesatuan, yakni kesatuan

makrokosmos dan mikrokosmos.31

Upaya pencarian hidup manusia di dunia ini senantiasa berakhir pada

wikan, weruh atau mengerti sangkan paran, karena Tuhan merupakan

sangkan paraning dumadi dan manusia mengalami awal dan akhir dengan

pengertian:

a. Awal berarti berasal dari Tuhan

b. Akhir berarti kembali kepada Tuhan32

Konsepsi metafisika jawa adalah terfokus bagaimana menyibak dari

sesuatu yang ada sebagai sebuah realitas dan realitas tunggal tersebut adalah

Tuhan, inilah tujuan dari metafisika jawa. Tujuan filsafat jawa dengan

31Abdullah Ciptoprawiro, op.cit., hlm. 22 32Ibid., hlm. 23

Page 16: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

30

metafisika-nya berusaha mencari sangkan paran, karena awal berarti berasal

dari Tuhan dan akhir berarti kembali kepada Tuhan.

Pengejawantahan menuju Tuhan tersebut dikenallah dengan istilah

manunggaling Subyek-Obyek, sehingga diperoleh pengetahuan mutlak atau

kewicaksanaan, kaweruh sangkan paran dalam mencapai kesempurnaan.

Memperoleh hakikat tersebut ada jalan untuk sampai ke sana, yaitu dengan

pengoptimalan cipta-rasa-karsa. Tahapan-tahapan dalam menempuh kesadaran

adalah sebagai berikut:

1. Kesadaran panca inderawi atau Aku (Ego consciousness)

2. Kesadaran hening: manunggaling dalam cipta-rasa-karsa

3. Kesadaran pribadi (Ingsun, Suksma Sejati) manunggal Aku-Pribadi (self

conciousness).

4. Kesadaran Ilahi; manunggaling Aku-Pribadi- Suksma Kawekas.

Dari keempat tingkat kesadaran tersebut, jalan untuk mencapai

kesempurnaan adalah dengan mengolah kemampuan akan cipta-rasa-karsa

dalam kehidupan sehari-hari, yaitu dalam kata dan karya, ucapan dan

perbuatan.33

Uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa untuk bisa sampai

kepada Ada bukanlah diperoleh melalui penalaran rasio, melainkan melalui

penglaman atau penghayatan batin (inner experience), karena pada dasarnya

semua pengetahuan itu ada berasal dari “experiential knowledge”.

Pengetahuan yang diperoleh dengan panca indera dan rasio lebih mudah

33Abdullah Ciptoprawiro, op.cit., hlm. hlm. 24-25

Page 17: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

31

dijadikan pengetahuan konseptual (conceptual knowledge) dan dinyatakan

dengan kata (verbal), sebaliknya pengetahuan yang diperoleh melalui

penghayatan batin, sering tidak dapat dinyatakan dengan kata dalam

sistematis-logis, melainkan melalui perumpamaan, simbolisme atau bentuk

syair.34

Unsur fundamental dalam kajian metafisika Jawa adalah tentang roh,

raga dan alam kosmos. Roh dan raga atau badan pada dasarnya adalah satu,

sehingga muncul istilah loroning atunggal (monodualisme) atau dualisme

tunggal.

Serat Wedhatama membuktikan antara alam tetap dan tidak berubah

dengan alam yang selalu berubah. Alam yang tetap dan tidak berubah disebut

dengan alam suwung. Ini adalah tempat asal dan sekaligus tempat kembali

manusia yang dapat memperoleh karunia Tuhan. Alam Suwung juga disebut

dengan kinoat yang dapat memuat waktu langgeng atau abadi. Alam ini juga

merupakan tempat bersemayamnya Tuhan sendiri. Kekuatan alam suwung

inilah yang menguasai dunia fisik secara keleluruhan (ta hyper ta phisika).35

Pemahaman inilah yang pada akhirnya muncul konsep manunggaling

kawula gusti, karena antara roh dan raga adalah bersumber dari satu, yaitu

Tuhan sebagai kekuatan metafisika yang mengatur dunia fisik.

Eksistensi dalam kosmos alam raya dipandang sebagai sesuatu yang

teratur, dan tersusun secara hirarkis. Tugas moral segala sesuatu yang ada

34Ibid., hlm. 38

35Parmono, Menggali Unsur-Unsur Flsafat Indonesia, Andi Offset, Yogyakarta, 1985, hlm. 95

Page 18: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

32

adalah menjaga keselarasan dengan tata tertib yang universal. Orang-orang

yang mentaati tata tertib universal, akan hidup selaras dengan Sang Hidup

(Allah) dan menjalankan hidup yang benar. Kehidupan manusia hendaklah

dalam keadaan seimbang-tenang dengan jagad raya; tidak bertentangan

dengan kodrat alam, dan tidak terlalu mengejar materi kebendaan. Pendekatan

hidup dan kenyataan sesuatu terhadap Sang Maha Kuasa, jika manusai sadar

akan dirinya, maka dengan cara tertentu telah bersangkut paut dengan dunia

manusiawi. Kesadaran akan kehadiran diri berarti juga kesadaran dunia di

mana manusia itu sendiri mendapatkan diri sendiri secara kritis, sehingga ia

mengakui berdiri dalam diri sendiri, tidak tergantung dari obyek lain

melainkan sebagai substansi. Refleksi itu sekaligus sebagai kesadaran dan

kehadiran manusia pada dunia serta manusia lain, di mana manusia tidak

pernah secara menyeluruh dapat memisahkan diri. Kesadaran inilah yang

menuntun manusia untuk berjalan dalam keteraturan kosmos di mana manusia

melibatkan diri dan hadir di dalamnya.36

Masyarakat dan alam merupakan lingkup kehidupan orang jawa sejak

kecil. Masyarakat baginya pertama-tama terwujud dalam keluarganya sendiri,

termasuk sebagai anak dan sebagai adik atau kakak, kemudian ada para

tetangga, keluarga yang lebih jauh dan akhirnya seluruh desa.Dalam

lingkungan manusia akan selalu berusaha untuk mencari identitas dan

keamanan psikisnya.37.

36Sunoto, Pemikiran tentang Kefilsafatan Indonesia, Andi Offset, Yogyakarta, 1983, hlm. 81

37 Franz Magnis-Suseno, Etika Jawa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993, hlm 85

Page 19: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

33

Melalui masyarakat manusia dapat membentuk hubungan sosial

sekaligus membina kerukunan, dengan tujuan untuk mempertahankan

masyarakat dalam keadaan harmonis. Artinya berada dalam keadaan selaras,

tenang dan tentram, tanpa perselisihan dan pertentangan, bersatu dalam

maksud untuk saling membantu. Prinsip kerukunan pertama-tama tidak

menyangkut suatu sikap batin atau keadaan jiwa,melainkan penjagaan

keselarasan dalam pergaulan.38

Manusia harus jadi “Manungso sejati, sejatine manungso”, di sini

nurani jadi titik dan sumber tuntunan hidup. Olah pikir sebagai alat untuk

melaksanakan tuntunan Illahi tersebut. Manusia harus terus digembleng untuk

jadi manusia yang benar. Menyelaraskan batin, pikiran, ucapan serta tindak

dan sikap. Dengan begitu manusia bakal jadi manusia menurut kodrat Illahi.

Sukma sejati jadi percikan Illahi, sebagai utusan Sang Pencipta (Hanacaraka).

Menyelaraskan batin, pikiran, ucapan dan tindakan merupakan upaya

yang harus dilakukan manusia untuk bisa masuk kedalam golongan makrifat.

Manusia tersebut bisa berdiri di dalam posisi “Jumbuhing kawulo gusti”.

Dengan demikian berarti manusia itu bisa jadi pemimpin (gusti=bagusing ati).

Laku topobroto, manusia kembali ke asalnya. Dalam budaya Jawa

disebut “Sangkan Paraning Dumadi”. Hakikat hidup manusia sama dengan

ciptaan lainnya, selaras dengan hukum ekosistem. Manusia bisa mendudukkan

batin, pikiran, ucapan dan tindakannya dengan pas, tidak lain adalah tuntunan

38 Ibid., hlm. 39-40

Page 20: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

34

yang berasal dari Sang Pencipta lewat batin dan nurani. Suara batin ini disebut

‘Suara Sejati’.

Melaksanakan sesanti dengan benar orang Jawa punya pegangan yang

disebut ‘sumeleh’. Sumeleh atau sumarah atau pasrah kepada Tuhan pencipta

alam seisinya atau yang menjadi awal dari sejarah. Bekas atau petilasan di

tanah Jawa menunjukkan bahwa Orang Jawa itu pada ‘sumeleh marang

Gusti’. Ini bukan berarti ‘pasrah yang tidak berkarya’. Tetapi di dalam

hidupnya manusia Jawa tak begitu ‘ngangsa’. Tidak mengikuti ‘hawa

nepsu’.39 Metafisika Jawa yang menitikberatkan kekuatan manunggaling

kawula Gusti dengan mengembangkan kekuatan rasa.

Kesatuan masyarakat dan alam adikodrati dilaksanakan dalam sikap

hormat terhadap nenek moyang. Orang mengunjungi makam untuk memohon

berkah, untuk minta kejelasan sebelum suatu keputusan yang sulit, untuk

memohonkan kenaikan pangkat, uang, agar hutang bias dibayar kembali.

Setiap tahun dalam bulan ruwah, makam orang tua dibersihkan secara meriah.

Kebanyakan desa memilki punden di mana pendiri desa (cikal bakal)

dihormati. 40

Sifat gaib alam menyatakan diri melalui kekuatan-kekuatan yang tak

kelihatan dan dipersonifikasikan sebagai roh-roh. Semua kekuatan alam

dikembalikan kepada roh-roh dan kekuatan halus. Roh pelindung desa sering

disebut sebagai cikal bakal atau dhanyang. Ada yang mengangetkan manusia

39Damardjati Supadjar, “Ajining Dhiri” Wulang Wuruk - Rabu, 18 September 2002

damardjati s.htm 40Franz Magnis-Suseno, op. cit., hlm. 87

Page 21: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG METAFISIKA A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s1... · 4Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum, Kanisius, Pustaka Filsafat,

35

(memedi); ada lelembut yang masuk ke dalam manusia dan dapat membuat

dia menjadi gila; di pohon-pohon, pada persimpangan jalan, di dekat sumur

dan di banyak tempat lain terdapat demit; ada tuyul yang mencuri demi

majikannya dan banyak makhluk halus lainnya. Ada sakit dan kecelakaan

dianggap disebabkan oleh roh-roh itu, begitu pula sukses dan kebahagiaan.

Akhirnya masyarakat jawa mempercayai bahwa roh mempunyai peranan

penting dalam menentukan kelangsungan hidup manusia. Masyarakat Jawa

dengan segala upaya tetap menjalin hubungan yang baik dan menghormati

roh-roh yang ada.