bab ii fix

29
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan pasien dengan dokter 2.1.1 Komunikasi efektif dokter pasien Komunikasi adalah proses penyampaian dengan memberikan informasi, pesan, atau gagasan kepada orang lain yang bertujuan agar orang lain tersebut memiliki kesamaan informasi, pesan atau gagasan dengan pengirim pesan (Effendy, 2003; Arianto, 2013). Proses komunikasi yang baik dan efektif terdiri dari beberapa elemen penting seperti digambarkan dalam skema berikut: (Schermertorn, Hunt & Osborn, 1994)

Upload: maya-farahiya

Post on 05-Feb-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II fix

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hubungan pasien dengan dokter

2.1.1 Komunikasi efektif dokter pasien

Komunikasi adalah proses penyampaian dengan memberikan

informasi, pesan, atau gagasan kepada orang lain yang bertujuan agar

orang lain tersebut memiliki kesamaan informasi, pesan atau gagasan

dengan pengirim pesan (Effendy, 2003; Arianto, 2013).

Proses komunikasi yang baik dan efektif terdiri dari beberapa

elemen penting seperti digambarkan dalam skema berikut: (Schermertorn,

Hunt & Osborn, 1994)

Gambar 2.1 Bagan Teori Komunikasi (Wasisto et al, 2008; Schermertorn, Hunt

& Osborn, 1994)

Page 2: BAB II fix

Pesan yang disampaikan pada suatu komunikasi dimulai dari

adanya penyampaian pesan (message) oleh sumber pesan atau source yang

disampaikan (encoding) dalam bentuk verbal, tulisan, nonverbal, atau bisa

juga gabungan dari ketiganya. Pesan ini disampaikan melalui saluran

(channel) tertentu yang sesuai dengan kebutuhan saat komunikasi tersebut.

Penerima pesan (receiver) akan menerima pesan yang telah disampaikan

oleh pengirim pesan dan menerjemahkan (decoding) pesan tersebut sesuai

pesan yang dikirim oleh pengirim pesan. Dalam penyamapaian pesan

tersebut terdapat akan ada kendala (noise) yang mengganggu dalam

penyampaian pesan.

Dalam komunikasi terdapat beberapa faktor yang memperlancar

dan menghambat komunikasi. Faktor yang memperlancar komunikasi

diantaranya yaitu a) saling membutuhkan; b) menggunakan media; c)

menggunakan bahasa yang mudah dipahami & dimengerti; d)

menggunakan bahasa isyarat (komunikasi non verbal); e) waktu yang

cukup; f) menguasai metode penyampaian (Pohan, 2011).

Faktor yang menghambat komunikasi diantaranya yaitu (Pohan,

2011):

a. Keterbatasan waktu sehingga tidak sempat berkomunikasi, tergesa-

gesa dalam berkomunikasi, artinya tak memenuhi persyaratan

komunikasi,

b. Jarak psikologis biasanya terjadi akibat adanya perbedaan status

yaitu status sosial maupun status dalam pekerjaan,

Page 3: BAB II fix

c. Evaluasi dini seringkali pada orang sudah berprasangka atau

menarik kesimpulan sebelum menerima seluruh informasi dengan

baik,

d. Lingkungan yang tidak mendukung,

e. Suhu, panas atau dingin akan mengganggu komunikasi,

f. Ribut, lingkungan fisik yang tidak mendukung,

g. Keadaan fisik, perasaan pengirim pesan berpengaruh terhadap

suksesnya komunikasi,

h. Komunikator bermasalah pribadi, akan mengakibatkan pesan yang

disampaikannya juga kacau,

i. Komunikator yang sakit fisik seperti suara sengau, gagap, dan

sebagainya, akan mengakibatkan pesan yang disampaikan tidak

jelas tertangkap oleh sasaran.

Komunikasi antara dokter dan pasien yang efektif yaitu komunikasi

yang terjadi dua arah, dimana dokter maupun pasien sama-sama bisa

bertindak sebagai pengirim atau penerima pesan. Pesan yang disampaikan

oleh dokter kepada pasien perlu dilakukan klarifikasi kembali untuk

memastikan kepahaman dari pasien tersebut (Rumanti, 2002).

Efektifitas komunikasi akan terjadi secara maksimal jika dalam

proses tersebut paling tidak harus memenuhi lima komponen berikut

(Rumanti, 2002):

a. Adanya kesamaan kepentingan antara komunikator dengan

komunikan,

Page 4: BAB II fix

b. Adanya sikap yang saling mendukung dari kedua belah pihak,

c. Terdapat sikap positif dari keduanya, yaitu sikap saling menerima

pikiran atau ide yang disampaikan,

d. Sikap terbuka antara kedua pihak,

e. Masing-masing pihak mencoba menempatkan diri pada mitra

wicaranya.

2.1.2 Komunikasi efektif dan hubungan pasien dengan dokter

Tujuan komunikasi efektif yang dilakukan oleh dokter dan pasien

adalah untuk menggali secara lengkap dan akurat setiap keluhan yang

disampaikan oleh pasien guna membantu menegakkan suatu diagnosis atau

membantu memberikan pilihan serta dukungan kepada pasien dalam

mengambil suatu keputusan terapi (Wasisto et al, 2008; Kurtz, 1998).

Terdapat dua komunikasi yang digunakan dalam hubungan dokter

pasien (Wasisto et al, 2008; Kurtz, 1998):

a. Disease centered communications style, merupakan komunikasi yang

didasarkan atas kepentingan kepentingan dokter dalam usaha

menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik

mengenai tanda dan gejala,

b. Illness centered communications style, merupakan komunikasi

berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya secara

individu merupakan pengalaman unik, termasuk pandapat pasien, apa

Page 5: BAB II fix

yang menjadi kepentingannya, apa kekhawatirannya, apa yang

dipikirkannya akan menjadi akibat dari penyakitnya.

Penelitian tentang kejelasan informasi yang diterima oleh pasien

pernah dilakukan di Rumah Sakit Umum William Booth Semarang

melalui survey yang dilakukan dengan menyebarkan angket pada 20

pasien dengan hasil, yaitu dokter menjelaskan mengenai penyakit yang

diderita (90%), pengobatan yang diperoleh (50%), resiko penyakit yang

diderita (20%), manfaat tindakan yang dilakukan (45%), resiko dari

tindakan yang akan dilakukan (15%), kemungkinan alternative yang lain

(0%), prognosa operasi (25%), pemantauan hasil pengobatan (5%), dan

biaya pengobatan (60%) (Sarimin, 2006).

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa tingkat kejelasan pasien

tentang informasi yang diberikan dokter masih belum maksimal dan tentu

saja akan mempengaruhi tingkat pemahaman dari pasien yang menerima

informasi tersebut.

2.2 Kewajiban dan Hak Dokter

2.2.1 Kewajiban Dokter

Kewajiban dokter atau dokter gigi yang diatur dalam Undang-

Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran antara lain

(UU Kesehatan, 2004):

a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan

standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien,

Page 6: BAB II fix

b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang memiliki keahlian

dan kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan

suatu pemeriksaan atau pengobatan,

c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien,

bahkan setelah pasien meninggal dunia,

d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali

bila ia yakin ada orang lain yang bertugas mampu malakukannya,

e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu

kedokteran atau kedokteran gigi.

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dijelaskan bahwa

seorang dokter memiliki kewajiban untuk memberikan penjelasan atau

informasi yang lengkap dan jelas mengenai tindakan yang akan dilakukan

terhadap pasien seperti yang dicantumkan dalam pasal 56 yaitu setiap

orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan

pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan

memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap (UU

Kesehatan, 2009).

2.2.2 Hak Dokter

Hak dokter atau dokter gigi yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran antara lain (UU

Kesehatan, 2004):

Page 7: BAB II fix

a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas

sesuai dengan standar profesi dan standar profesi dan standar prosedur

operasional,

b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar

prosedur operasional,

c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau

keluarganya,

d. Menerima imbalan jasa.

2.3 Kewajiban dan Hak Pasien

2.3.1 Kewajiban Pasien

Kewajiban pasien menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

Pasal 53 Tentang Praktik Kedokteran dinyatakan sebagai berikut (UU

Kesehatan, 2004):

a. Memberikan informasi yang jelas, lengkap, dan jujur mengenai

masalah kesehatannya,

b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter maupun dokter gigi,

c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan,

d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang telah diterima.

Page 8: BAB II fix

2.3.2 Hak Pasien

Hak pasien yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun

2004 Tentang Praktik Kedokteran adalah sebagai berikut (UU Kesehatan,

2004):

a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis

sebegaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) yang meliputi:

1) diagnosis dan tata cara tindakan medis

2) tujuan tindakan medis yang dilakukan

3) alternatif tindakan lain dan risikonya

4) risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi

5) prognosis terhadap tindakan yang dilakukan

b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain (second opinion),

c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis,

d. Menolak tindakan medis,

e. Mendapatkan isi rekam medis (menurut Konsil Kedokteran Indonesia

diartikan sebagai dapat mengutarakan maksud dan tujuan dengan jelas

kepada dokter, dan bukan berarti pasien membuat fotokopi dari rekam

medis).

Hak pasien lainnya diakui oleh World health Organisation (WHO)

namun belum tercermin dalam undang-undang dan peraturan yang berlaku

di Indonesia yaitu (Mulyohadi Ali et al, 2006):

a. Mendapatkan pelayanan medis tanpa mengalami diskriminasi ras,

suku, warna kulit, asal, agama, bahasa, jenis kelamin, kemampuan

Page 9: BAB II fix

fisik, orientasi seksual, aliran politik, pekerjaan, dan sumber dana

untuk membayar,

b. Menerima atau menolak untuk dilibatkan dalam penelitian, dan jika

bersedia ia berhak memperoleh informasi yang jelas tentang penelitian

tersebut,

c. Mendapat penjelasan tentang tagihan biaya yang harus dibayar.

2.4 Kewajiban dan Hak Rumah Sakit

2.4.1 Kewajiban Rumah Sakit

Kewajiban Rumah Sakit menurut Undang-undang No 44 Tahun

2009 Pasal 29 tentang Rumah Sakit adalah sebagai berikut (UU Rumah

Sakit, 2009):

a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit

kepada masyarakat,

b. Memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti

diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien

sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit,

c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan

kemampuan pelayanannya,

d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,

sesuai dengan kemampuan pelayanannya,

e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagimasyarakat tidak mampu atau

miskin,

Page 10: BAB II fix

f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas

pelayanan pasien tidak mampu/ miskin, pelayanan gawat darurat tanpa

uang muka, ambulans gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian

luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan,

g. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan

kesehatan di Rumah Sakitsebagai acuan dalam melayani pasien,

h. Menyelenggarakan rekam medis,

i. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain

sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita

menyusui, anak-anak, lanjut usia,

j. Melaksanakan sistem rujukan,

k. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi

dan etika serta peraturan perundang-undangan,

l. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai hak dan

kewajiban pasien,

m. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien,

n. Melaksanakan etika Rumah Sakit,

o. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan

bencana,

p. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara

regional maupunnasional,

q. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran

atau kedokterangigi dan tenaga kesehatan lainnya,

Page 11: BAB II fix

r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit

(hospital by laws),

s. Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas

Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas,

t. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan

tanpa rokok.

2.4.2 Hak Rumah Sakit

Hak Rumah Sakit menurut Undang-undang No 44 Pasal 30 Tahun

2009 tentang Rumah Sakit adalah sebagai berikut (UU Rumah Sakit,

2009) :

a. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasisumber daya manusia sesuai

dengan klasifikasiRumah Sakit,

b. Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi,

insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan,

c. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan

pelayanan,

d. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan,

e. Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian,

f. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan

kesehatan,

Page 12: BAB II fix

g. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,

h. Mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit

yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.

2.5 Informed Consent

2.5.1 Definisi Informed Consent

Informed Consent adalah kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya

medis yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya setelah mendapat

informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk

menolong dirinya disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin

terjadi. Informed consent juga merupakan istilah yang merujuk pada

proses ikut menentukan tindakan oleh pasien setelah ia mendapatkan

informasi yang lengkap mengenai tindakan medis yang akan diberikan

(Komalawati, 1989).

2.5.2 Bentuk Informed Consent

Bentuk Informed Consent dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Afif, 2014):

a. Implied Consent, adalah persetujuan yang bersifat tersirat atau tidak

dinyatakan. Pasien dapat saja melakukan gerakan tubuh yang

menyatakan bahwa mereka mempersilahkan dokter melaksanakan

tindakan kedokteran yang dimaksud. Misalnya adalah bila pasien

menggulung lengan bajunya dan meyodorkan lengannya pada saat

Page 13: BAB II fix

dokter menanyakan mau atau tidaknya diukur tekanan darahnya atau

saat dilakukan pengambilan darah vena untuk pemeriksaan

laboratorium,

b. Expressed Consent, adalah persetujuan yang dinyatakan. Pasien dapat

memberikan persetujuan dengan menyatakan secara lisan (oral

consent) ataupun tertulis (written consent).

Persetujuan yang paling sederhana ialah persetujuan yang

diberikan secara lisan, misal untuk tindakan-tindakan rutin. Tindakan

invasif tertentu dan tindakan lain yang kompleks yang mempunyai risiko

yang kadang-kadang tidak dapat diperhitungkan dari awal dan yang

mempunyai risiko yang tinggi, memperoleh persetujuan yang yang tertulis

agar suatu saat apabila diperlukan persetujuan itu dapat dijadikan bukti

(Afif, 2014).

Persetujuan yang dibuat secara tertulis tersebut tidak dapat dipakai

sebagai alat untuk melepaskan diri dari tuntutan apabila terjadi suatu yang

merugikanpasien. Hal ini harus diingat karena secara etik dokter

diharapkan untuk memberikan yang terbaik bagi pasien. Apabila dalam

suatu kasus ditemukan unsur kelalaian dari pihak dokter, maka dokter

tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Begitu pula

dari pihak pasien, mereka tidak bisa langsung menuntut apabila terjadi hal

diluar dugaan karena harus ada bukti-bukti yang menunjukkan adanya

kelalaian. Dalam hal ini, harus dibedakan antara kelalaian dan kegagalan.

Page 14: BAB II fix

Apabila hal tersebut merupakan risiko dari tindakan yang telah disebutkan

dalam persetujuan secara tertulis, maka pasien tidak bisa menuntut. Oleh

sebab itu, untuk memperoleh persetujuan dari pasien dan untuk

menghindari adanya salah satu pihak yang dirugikan, dokter wajib

memberikan informasi sejelas-jelasnya agar pasien dapat

mempertimbangkan apa yang akan terjadi terhadap dirinya (Afif, 2014).

2.5.3 Cara Penyampaian Informed Consent

Cara penyampaian dilakukan secara lisan, karena untuk teknis

pelaksanaannya akan dilaporkan atau dicantumkan di dalam rekam medik

pasien. Setelah penjelasan diberikan oleh dokter, pasien atau keluarganya

harus menandatangani pernyataan yang berisi kesediaan untuk melakukan

tindakan medis, menyadari resikonya dan tidak akan menuntut dokter yang

merawatnya. Setelah pasien siap untuk melakukan tindakan yang berisiko

tersebut, dimana seorang dokter atau petugas kesehatanpun tidak berani

menjamin hasilnya, dengan alasan seorang dokter atau petugas medis

bukan garantor keberhasilan atau kesembuhan pasien. Informed consent

baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3 (tiga) unsur yaitu

a) keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter; b) kompetensi

pasien dalam memberikan persetujuan; c) kesukarelaan (tanpa paksaan

atau tekanan) dalam memberikan persetujuan (Fuady, 2005).

Page 15: BAB II fix

2.5.4 Isi Informed Consent

Informasi yang harus disampaikan dan dijelaskan dalam informed

consent oleh dokter kepada pasien adalah (Biben, 2005):

a. Diagnosis penyakitnya,

b. Sifat dan luasnya tindakan medis yang akan dilakukan,

c. Manfaat dan urgensi dilakukannya tindakan medis tersebut,

d. Risiko-risiko dari tindakan medis yang akan dilakukan,

e. Alternatif prosedur atau cara lain dari tindakan yang akan dilakukan,

f. Konsekuensi dari tindakan medis tersebut apabila tidak dilakukan,

g. Prognosis dari penyakit,

h. Hari depan dari akibat penyakit tidak medis tersebut,

i. Keberhasilan/ ketidakberhasilan tindakan medis tersebut.

2.5.5 Pemberi Informasi dalam Informed Consent

Pemberi informasi harus dokter yang bersangkutan yang

menyampaikannya secara langsung kepada pasien atau keluarganya dan

tidak dibenarkan jika dokter tersebut mewakilkannya kepada perawat,

bidan, atau pegawai administrasi (Biben, 2005).

2.5.6 Pihak yang Berhak Memberikan Persetujuan dalam Informed

Consent

Pihak yang berhak untuk memberi pilihan dalam informed consent

adalah (Biben, 2005):

Page 16: BAB II fix

a. Pasien yang bersangkutan sudah dewasa, berpikiran sehat, dan tidak

dibawah pengampunan,

b. Batas dewasa yaitu berusia 21 tahun dan telah menikah,

c. Bagi yang belum dewasa, diwakilkan oleh orang tuanya dan bagi yang

berada dibawah pengampunan diwakili oleh walinya.

2.5.7 Kendala dan Masalah dalam Informed Consent

2.5.7.1 Faktor Dokter

Salah satu kendala yang dapat terjadi dalam penyampaian informed

consent yaitu informasi yang diberikan oleh dokter secara tidak lengkap.

Contoh kasus di Indonesia yaitu Prita Mulyasari yang merasa dirugikan

hak-haknya sebagai pasien di Rumah Sakit Omni Internasional. Pada

kasus ini, dokter dan pihak rumah sakit tidak menjelaskan nama penyakit

yang diderita pasien dan langsung menginstruksikan perawat memberi

sejumlah suntikan. Dilihat dari kasus tersebut merupakan salah satu bukti

masyarakat yang tidak menerima hak-haknya sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 56 UU Kesehatan yang berbunyi: "Setiap orang berhak

menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang

akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi

mengenai tindakan tersebut secara lengkap." (UU Kesehatan, 2004).

Masalah lain yang ditemukan dalam penyampaian informed

consent yaitu sering terjadi salah tafsir dari dokter bila dalam

Page 17: BAB II fix

penyampaiaan informed consent seakan-akan beranggapan bahwa (Biben,

2005):

a. sudah sepenuhnya memberikan informasi kepada pasien

b. informed consent menjadi adekuat setelah memperoleh tanda tangan

dari pasien tersebut

c. menganggap informed consent sebagai pelindung dari sentuhan

pasien.

2.5.7.2 Faktor Pasien

Kendala yang umum terjadi dalam penyampaian informed consent

yaitu kurangnya tingkat pengetahuan pasien tentang istilah medis, kondisi

pasien yang tidak mendukung, dan proses diskusi yang tidak lancar. Usia

juga dapat mempengaruhi penyampaian informed consent. Sebagian besar

pada usia lanjut mempengaruhi tingkat penyerapan dan ingatan informasi

yang diterima sehingga akan mengganggu penerimaan informed consent

yang diberikan. Pada orang dengan usia lanjut paling sering terjadi depresi

karena pada usia ini orang akan merasa kehilangan cinta kasih dari orang-

orang yang berarti disekitarnya selain itu pada usia tua pasien sudah mulai

mengalami gangguan dalam proses komunikasi baik mendengar atau pun

mengingat sesuatu. Emosi juga akan tidak stabil karena status sosialnya

berubah, misalnya yang biasa dihormati karena jabatannya kini tidak lagi

setelah dia sudah pension (Biben, 2005).

Page 18: BAB II fix

Faktor Dokter

Faktor Pasien

Faktor Lingkungan

Tingkat Pemahaman Informasi

Medis

ProsesTransfer Informasi

2.5.7.3 Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi penyampaian informed

consent seperti sosial budaya yang ditandai dengan adanya masalah adat

istiadat seperti harga diri yang tinggi dan rasa malu bertanya sehingga

penya2mpaian informasi tidak maksimal. Hal yang sering menjadi kendala

juga karena ramainya pasien yang berkunjung sehingga waktu untuk

memberikan informasi kurang dan oleh karena tempat praktik yang tidak

mendukung seperti tempat yang terlalu sempit, di pinggir jalan yang ramai,

atau tempat yang kotor (Soewono, 2005).

2.6 Kerangka Konsep

Page 19: BAB II fix

2.7 Hipotesis

H0 : Tidak terdapat pengaruh masing-masing faktor terhadap tingkat

pemahaman informasi medis pada pasien poli THT di Rumah Sakit

Bhayangkara Mataram.

H1: Terdapat pengaruh masing-masing faktor terhadap tingkat pemahaman

informasi medis pada pasien poli THT di Rumah Sakit Bhayangkara Mataram.