bab ii fix

30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asma 1. Definisi Asma Kata “asthma” berasal dari bahasa Yunani, yang artinya sukar bernapas. Asma didefinisikan berdasarkan gejala klinis, fisiologis dan patologis. Gejala klinis yang paling dominan adalah sesak napas episodik terutama pada malam hari disertai batuk, tanda yang sering ditemukan adalah suara mengi atau wheezing. Ciri fisiologis adalah episode obstruksi saluran napas yang ditandai dengan keterbatasan arus udara pada ekspirasi. Ciri patologis adalah inflamasi saluran napas yang kadang disertai oleh perubahan struktur saluran napas (Rengganis, 2008). 2. Faktor Risiko Asma Faktor risiko asma antara lain: a. Faktor Genetik 1) Alergi/ atopi Bakat alergi memudahkan penderita terserang penyakit asma apabila terpajan oleh faktor pencetus. 2) Hiperaktivitas bronkus 5

Upload: revy-nduut-vessueariana

Post on 19-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

rg

TRANSCRIPT

7

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Asma1. Definisi AsmaKata asthma berasal dari bahasa Yunani, yang artinya sukar bernapas. Asma didefinisikan berdasarkan gejala klinis, fisiologis dan patologis. Gejala klinis yang paling dominan adalah sesak napas episodik terutama pada malam hari disertai batuk, tanda yang sering ditemukan adalah suara mengi atau wheezing. Ciri fisiologis adalah episode obstruksi saluran napas yang ditandai dengan keterbatasan arus udara pada ekspirasi. Ciri patologis adalah inflamasi saluran napas yang kadang disertai oleh perubahan struktur saluran napas (Rengganis, 2008).2. Faktor Risiko AsmaFaktor risiko asma antara lain:a. Faktor Genetik1) Alergi/ atopiBakat alergi memudahkan penderita terserang penyakit asma apabila terpajan oleh faktor pencetus.2) Hiperaktivitas bronkusSaluran napas sensitif terhadap rangsangan alergen dan iritan.3) Jenis kelaminPada anak-anak sebelum usia 14 tahun, laki-laki lebih sering terkena asma dengan perbandingan 1,5-2 kali dengan anak perempuan. Menjelang dewasa perbandingan tersebut hampir sama dan menjelang masa menopause, perempuan lebih banyak.4) Ras/ etnik5) Obesitas b. Faktor Lingkungan1) Alergen dalam rumahAlergen dalam rumah yaitu tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit binatang (anjing, kucing).2) Alergen luar rumahAlergen luar rumah adalah serbuk sari dan spora jamur.c. Faktor Lain1) Alergen makananContoh alergen makanan adalah susu, telur, seafood, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap, bahan pengawet dan pewarna makanan.2) Alergen obat-obatanContoh alergen obat-obatan adalah penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam, eritrosin, tetrasiklin, analgesik, antipiretik.3) Bahan yang mengiritasiContoh bahan yang mengiritasi adalah parfum, household spray dan lain-lain.4) Emosi berlebihStres dapat mencetuskan serangan asma dan memperberat serangan asma yang sudah ada.5) Asap rokokAsap rokok berkaitan dengan penurunan faal paru.6) Polusi udara7) Exercise-induced asthmaPada sebagian besar penderita mendapatkan serangan asma jika melakukan aktivitas yang berat. Serangan asma terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.8) Perubahan cuacaCuaca yang lembab dan hawa dingin pegunungan dapat mempengaruhi asma. Cuaca yang mendadak dingin dapat mencetuskan serangan asma.9) Status ekonomi (Rengganis, 2008).3. Gejala AsmaAsma mempunyai interval asimtomatik diantara beberapa serangan asma. Ciri yang khas dari asma yaitu dispnea, suara mengi (wheezing), obstruksi jalan napas reversibel terhadap bronkodilator, bronkus yang hiperesponsif terhadap berbagai stimulus dan peradangan saluran pernapasan. Ciri-ciri tersebut tidak harus terjadi bersamaan. Serangan asma ditandai dengan batuk, mengi dan sesak napas. Pada serangan asma sering terlihat penggunaan otot pernapasan tambahan, pulsus paradoksus dan timbul Kussmauls sign. Biasanya penderita akan mencari posisi yang nyaman, misalnya duduk tegak dengan berpegangan pada sesuatu (misal kursi) agar bahu tetap stabil. Takikardia akan timbul di awal serangan dan diikuti sianosis sentral (Djojodibroto, 2009).4. Klasifikasi AsmaAsma dibedakan menjadi 2 golongan berdasarkan ada tidaknya riwayat keluarga dengan atopi, yaitu:a. Asma Ekstrinsik (Alergi)Asma ekstrinsik adalah asma yang berkaitan dengan riwayat atopi. Mekanisme terjadinya asma ekstrinsik melibatkan sistem imun, terjadi saat kanak-kanak dengan peningkatan kadar IgE serum.b. Asma Intrinsik (Idiosinkratik)Asma intrinsik adalah asma yang tidak berkaitan dengan riwayat atopi dan tidak melibatkan sistem imun. Asma intrinsik terjadi saat dewasa dengan kadar IgE serum nornal (Djojodibroto, 2009).Asma juga dikelompokkan berdasarkan etiologinya, antara lain asma karena obat, asma karena aktivitas dan asma karena pekerjaan.a. Asma karena obat (Drug-induced Asthma)Obat-obat anti-inflamasi non steroid (OAINS) dan aspirin dapat menimbulkan serangan asma pada 5% penderita asma. Obat tersebut menghambat jalur siklooksigenase (COX) yang mensintesis prostaglandin dan menggeser metabolisme arakidonat dari COX ke jalur lipooksigenase dan produksi LTC4 dan LTD4 (Ward et al, 2006).b. Asma karena aktivitas (Exercise-induced Asthma)Aktivitas gerak dapat memicu terjadinya bronkokonstriksi. Yang berperan dalam proses ini adalah pendinginan dan pengeringan saluran pernapasan. Pada orang yang berolahraga, ventilasi menitnya akan meningkat. Sebelum udara masuk ke dalam paru-paru, udara dingin (suhu kamar) dan udara kering harus dipanasi dan dijenuhkan dengan uap air oleh epitel trakeobronkial. Epitel tersebut menjadi dingin dan kering sehingga menyebabkan bronkokonstriksi (Djojodibroto, 2009).c. Asma karena pekerjaan (Occupational Asthma) Tenaga kerja yang memiliki riwayat atopi lebih mudah terkena serangan asma karena diinduksi oleh zat-zat yang terdapat di lapangan kerja (Djojodibroto, 2009).Berdasarkan tingkat kegawatan asma dibagi menjadi 3 tingkat (Rab, 2010) yaitu: a. Asma BronkialeAsma bronkiale adalah bronkospasme yang sifatnya masih reversibel dengan latar belakang alergi.b. Status AsmatikusStatus asmatikus adalah kegawatdaruratan paru yang disebabkan oleh bronkospasme yang persisten dan sukar disembuhkan dengan obat-obatan konvensional.c. Asmatikus Emergency (Kegawatdaruratan Asmatikus)Merupakan asma yang dapat menyebabkan kematian.Kriteria yang digunakan untuk menentukan tingkat kegawatan asma adalah sebagai berikut:1) Bila asma disertai dengan kegagalan pernapasan.2) Bila terdapat komplikasi berupa hipoksia serebri atau gangguan hemodinamik maupun gangguan cairan tubuh dan elektrolit.3) Interval dari beberapa serangan asma. Jika semakin pendek intervalnya, maka semakin tinggi nilai kegawatannya.4) Derajat serangan asma. Semakin lama serangannya, maka semakin tinggi nilai kegawatannya.5) Intensitas. Semakin tinggi intensitas serangan dengan rendahnya nilai FEV1, maka semakin tinggi nilai kegawatannya.6) Bila terdapat komplikasi infeksi.7) Bila asma tidak memberikan respon terhadap obat-obat konvensional.Klasifikasi derajat asma berdasarkan gejala antara lain (Rengganis, 2008):Tabel 1Klasifikasi Derajat AsmaDerajat AsmaGejala Gejala MalamFaal Paru

Intermiten BulananGejala < 1x/ minggu tanpa gejala diluar seranganSerangan singkat 2 kali sebulanAPE 80%

Persisten ringanMingguanGejala > 1x/ hariSerangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur

> 2 kali sebulanAPE > 80%

Persisten sedangHarianGejala setiap hariSerangan mengganggu aktivitas dan tidurBronkodilator setiap hari> 2 kali sebulanAPE 60-80%

Persisten beratKontinyuGejala terus menerusSering kambuhAktivitas fisik terbatasSering APE 60%

5. Patogenesis Asmaa. Asma sebagai penyakit inflamasiAsma dianggap sebagai penyakit inflamasi karena dijumpai tanda-tanda inflamasi tanpa membedakan penyebabnya. Inflamasi dan hiperaktivitas saluran napas dijumpai pada asma alergi dan asma non-alergi. Terdapat dua jalur terjadinya keadaan tersebut yaitu jalur imunologis yang didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom. Pada jalur IgE, alergen masuk ke dalam tubuh dan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cell), lalu hasil olahan tersebut dikomunikasikan kepada sel Th (sel T helper). Sel Th akan memberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE dan sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan mediator inflamasi. Mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin, leukotrien, PAF (Platelet Activating Factor), bradikinin, tromboksin dan lain-lain akan mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan permeabilitas dinding vaskuler meningkat, edem saluran napas, infiltrasi sel radang, sekresi mukus dan fibrosis subepitel. Keadaan tersebut menimbulkan hiperaktivitas saluran napas. Jalur non-alergi merangsang sel inflamasi dan merangsang sistem saraf otonom yang menyebabkan inflamasi dan hiperaktivitas saluran napas (Sundaru & Sukamto, 2009).b. Hiperaktivitas saluran napasSaluran napas penderita asma sangat peka terhadap iritan (debu), zat kimia (histamin, metakolin) dan fisis (kegiatan jasmani). Pada asma alergi juga sangat peka terhadap alergen spesifik. Sebagian hiperaktivitas saluran napas diduga didapat sejak lahir, sebagian lainnya didapat. Keadaan yang dapat menyebabkan hiperaktivitas saluran napas yaitu:1) Inflamasi saluran napasDitemukan adanya sel inflamasi dan mediator kimia serta dibuktikan dengan adanya fakta bahwa intervensi pengobatan dengan anti inflamasi dapat menurunkan hiperaktivitas saluran napas.2) Kerusakan epitelPada asma kerusakan epitel bervariasi dari ringan sampai berat. Perubahan struktur akan meningkatkan penetrasi alergen, mediator inflamasi dan mengakibatkan iritasi pada ujung-ujung saraf otonom sering mudah terangsang. Kerusakan sel epitel bronkus dapat mempermudah terjadinya bronkokonstriksi.3) Mekanisme neurologisTerjadi peningkatan respon saraf parasimpatis.4) Gangguan intrinsikDiduga terdapat peran otot polos saluran napas dan hipertrofi otot polos saluran napas.5) Obstruksi saluran napas (Sundaru & Sukamto, 2009)6. Patofisiologi AsmaObstruksi saluran napas merupakan kombinasi dari spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edem dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi akan bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit. Udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak dan tidak bisa diekspirasi. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF) dan pasien akan bernapas pada volume tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Hiperventilasi diperlukan otot bantu napas. Hiperventilasi tersebut bertujuan untuk membuka saluran napas dan melancarkan pertukaran gas. Penyempitan saluran napas besar menunjukkan gejala mengi. Penyempitan saluran napas kecil menunjukkan gejala batuk. Penyempitan saluran napas tidak terjadi secara merata. Terdapat daerah yang mengalami hipoksia karena kapiler darah tidak mendapatkan ventilasi. Penurunan PaO2 kemungkinan merupakan kelainan asma subklinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen maka tubuh melakukan hiperventilasi. Akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga PCO2 menurun dan menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma berat terdapat banyak saluran napas dan alveolus tertutup oleh mukus sehingga menimbulkan hipoksia, kerja otot menjadi lebih berat dan terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 disertai penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnea) dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas (Sundaru & Sukamto, 2009). 7. Pemeriksaan AsmaPemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis asma adalah sebagai berikut.a. Pemeriksaan SputumPada pemeriksaan sputum sering ditemukan:1) Kristal Charcot Leyden, merupakan degranulasi eosinofil.2) Spiral Cruschmann, merupakan sel cetakan dari cabang-cabang bronkus.3) Creole, merupakan fragmen dari epitel bronkus.4) Neutrofi dan eosinofil, terdapat pada sputum yang bersifat mukoid dengan viskositas tinggi dan kadang terdapat mukus plug.b. Pemeriksaan DarahPada pemeriksaan darah rutin terjadi peningkatan jumlah eosinofil sedangkan limfosit dapat meningkat atau normal. Pada pemeriksaan faktor alergi terjadi peningkatan IgE pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas serangan.c. Pemeriksaan Faal ParuDiagnosis asma ditegakkan apabila bronkodilator inhalasi menyebabkan > 15% perbaikan pada volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) atau kecepatan ekspirasi puncak (PEFR). Resistensi jalan napas paling kecil terjadi pada pertengahan hari dan paling berat terjadi pada pukul 3-4 pagi. Pengukuran PEFR di pagi hari, tengah hari dan saat istirahat digunakan untuk mengidentifikasi peningkatan variasi pembatasan aliran udara pada asma dan menilai respon terhadap terapi. Pada asma tidak terkontrol terjadi penurunan PEFR pagi hari yang khas.d. Tes Provokasi BronkusTes ini digunakan untuk menentukan hiperresponsivitas bila asma dicurigai tetapi pengukuran PEFR tidak mendukung diagnosis. Pasien diminta untuk menghirup histamin atau metakolin yang dosisnya ditingkatkan sampai FEV1 berkurang 20% (Ward et al, 2006).e. Tes Tusuk Kulit (Skin Prick Test)Tes ini untuk mengidentifikasi faktor ekstrinsik. Di sekitar tempat tusukan akan timbul urtikaria yang menunjukkan sensitivitas alergen.f. Pemeriksaan RadiologiGambaran radiologi asma umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru, yaitu radiolusen bertambah dan pelebaran rongga interkostal serta diafragma tampak menurun (Djojodibroto, 2009).8. Pengobatan AsmaPenatalaksanaan asma berdasarkan kontrol yaitu sebagai berikut (GINA, 2011).

Tabel 2Penatalaksanaan Asma Berdasarkan KontrolTahap 1Tahap 2Tahap 3Tahap 4Tahap 5

Penyuluhan asma dan pengendalian lingkungan

Jika diperlukan berikan agonis 2 aksi cepatAgonis 2 aksi cepat jika dibutuhkan

Pilihan pengontrolPilih salah satuPilih salah satuTambah satu atau lebihTambah satu atau keduanya

ICS dosis rendahICS dosis rendah ditambah agonis 2 aksi panjangICS dosis sedang atau dosis tinggi ditambah agonis 2 aksi panjangOCS dosis terendah

Leukotrien modifierICS dosis sedang atau dosis tinggiLeukotrien modifierPengobatan anti IgE

ICS dosis rendah ditambah leukotrien modifierTeofilin lepas lambat

ICS dosis rendah dan teofilin

ICS = inhaled glucocorticosteroidsOCS = oral glucocorticosteroidIndikasi untuk perawatan di rumah sakit yaitu (Rab, 2010):a. Detak jantung > 120/menitb. Takipneu dengan frekuensi > 30/menitc. Pulsus paradoksus 18 mmHgd. PEF 120L/menit9. Komplikasi Asmaa. Pneumotoraks, pneumodiastinum, emfisema subkutisb. Atelektasisc. Aspergilos bronkopulmoner alergid. Gagal napase. Bronkitisf. Fraktur iga (Sundaru & Sukamto, 2009)B. Kontrol Asma1. Definisi Kontrol AsmaKontrol asma adalah pengendalian terhadap manifestasi klinis penyakit asma. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) Global Strategy for Asthma Management and Prevention, kontrol asma berarti seorang penderita asma dengan kriteria:a. Tidak ada (atau minimal) gejala asma.b. Tidak terbangun pada malam hari karena asma.c. Tidak ada (atau minimal) menggunakan obat asma.d. Mampu melakukan aktivitas fisik normal dan olahraga.e. Hasil tes fungsi paru (PEF dan FEV1) normal (mendekati normal).f. Tidak ada (sangat jarang) terjadi serangan asma (GINA, 2011).2. Tingkat Kontrol AsmaTujuan penting dalam pengobatan asma adalah mencapai dan mempertahankan kontrol asma. Derajat kontrol asma berdasarkan Global Initiative for Asthma (GINA) 2011:

Tabel 3Derajat Kontrol Asma Berdasarkan GINAKriteria PenilaianTerkontrol(semua penilaian)Terkontrol sebagian (minimal salah satu)Tidak terkontrol

Gejala harian/ siangKurang dari 2 kali per mingguLebih dari 2 kali per mingguDidapatkan tiga atau lebih kriteria terkontrol sebagian dalam seminggu.

Gangguan aktivitasTidak adaKadang

Gejala malam terbangunTidak adaKadang

Penggunaan obat pelegaKurang dari 2 kali per mingguLebih dari 2 kali per minggu

Fungsi paru (PFR atau VEP1)Normal < 60% prediksi atau nilai terbaik (jika diketahui)

Tingkat kontrol asma dapat diukur menggunakan ACT (Asthma Control Test). ACT pertama kali diperkenalkan oleh Nathan dkk. ACT berisi lima pertanyaan dan masing-masing pertanyaan tersebut memiliki skor 1 sampai 5. Nilai terendah ACT adalah 5 dan nilai tertinggi adalah 25. Jika nilai ACT kurang dari atau sama dengan 19 maka menunjukkan bahwa asma tidak terkontrol. Jika nila ACT adalah 20-24 maka menunjukkan bahwa asma terkontrol. Jika nilai ACT adalah 25 maka menunjukkan bahwa asma terkontrol total (Sundaru & Sukamto, 2009). C. Kecemasan1. Definisi KecemasanKecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan dan memperingatkan seseorang tentang adanya bahaya yang mengancam serta memungkinkan seseorang untuk melakukan tindakan untuk mengatasi ancaman tersebut. Kecemasan merupakan respon terhadap ancaman yang tidak diketahui sumbernya, internal, samar-samar, atau konfliktual (Kaplan et al, 2010).2. Etiologi Kecemasana. Teori BiologiArea otak yang diduga terlibat dalam gangguan kecemasan adalah lobus oksipitalis yang memiliki reseptor benzodiazepin tertinggi di otak. Basal ganglia, sistem limbik dan korteks frontal juga diduga terlibat. Selain itu, ditemukan sistem serotoninergik yang abnormal. Neurotransmitter yang berkaitan adalah GABA, serotonin, norepinefrin, glutamat dan kolesistokimia. Penurunan metabolisme di ganglia basal dan massa putih di otak dapat ditemukan pada pemeriksaan PET (Positron Emission Tomography).b. Teori GenetikTerdapat hubungan genetik antara pasien gangguan kecemasan dan gangguan depresi mayor pada wanita.c. Teori PsikoanalitikPada teori ini dihipotesiskan bahwa kecemasan adalah gejala dari konflik bawah sadar yang tidak terselesaikan.d. Teori Kognitif-PerilakuPenderita kecemasan memberikan respon yang salah dan tidak tepat terhadap ancaman. Hal ini disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal negatif pada lingkungan, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan negatiif terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman (Elvira & Hadisukanto, 2010).3. Gejala KecemasanGejala kecemasan terdiri dari dua komponen yaitu komponen psikis/mental dan komponen fisik. Gejala psikis meliputi kecemasan itu sendiri, misalnya khawatir atau was-was. Komponen fisik meliputi manifestasi dari keterjagaan yang berlebihan (hyperarousal syndrome) yaitu jantung berdebar, napas cepat (hiperventilasi atau biasa disebut sesak), mulut kering, keluhan lambung, tangan dan kaki terasa dingin dan ketegangan otot (biasanya di pelipis, tengkuk, atau punggung). Keluhan hiperventilasi biasanya tidak disadari oleh penderita, yang dikeluhkan biasanya merupakan gejala akibat ketidakseimbangan asam-basa dalam darah, terjadi hipokapnea dan yang paling sering adalah pusing seperti melayang, rasa kesemutan di tangan dan kaki serta spasme otot tangan dan kaki (Maramis, 2009).4. Klasifikasi KecemasanDSM-IV membagi gangguan kecemasan menjadi:a. Gangguan panik dengan dan tanpa agorafobiab. Agorafobia tanpa riwayat gangguan panikc. Fobia spesifik dan sosiald. Gangguan obsesif-kompulsife. Gangguan stres pasca traumatikf. Gangguan stres akutg. Gangguan kecemasan umumh. Gangguan kecemasan karena kondisi medis umumi. Gangguan kecemasan akibat zatj. Gangguan kecemasan yang tidak dapat ditentukan, termasuk gangguan kecemasan depresif campuran5. Diagnosis KecemasanKriteria diagnostik gangguan cemas menyeluruh menurut DSM IV-TR adalah: a. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari, sepanjang hari, terjadi selama sekurang-kurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah) b. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya.Kecemasan dan kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak terjadi selama 6 bulan terakhir). Catatan: hanya satu nomor yang diperlukan pada anak.1) Kegelisahan2) Merasa mudah lelah3) Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong4) Iritabilitas5) Ketegangan otot6) Gangguan tidur (sulit tidur atau tetap tidur atau tidur gelisah dan tidur tidak memuaskan).7) Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I, misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita suatu serangan panik (seperti pada gangguan panik, merasa malu pada situasi umum (seperti pada fobia sosial), terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa jauh dari rumah atau sanak saudara dekat (seperti gangguan cemas perpisahan), penambahan berat badan (seperti anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan somatisasi) atau menderita penyakit serius (seperti pada hipokondriasis) serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi semata-mata selama gangguan stres pasca trauma.8) Kecemasan, kekhawatiran atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain.9) Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis umum (misalnya hipertiroidisme) dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan mood, gangguan psikotik atau gangguan perkembangan pervasif (Elvira & Hadisukanto, 2010).

6. Pengobatan KecemasanPengobatannya yaitu dengan farmakoterapi dan psikoterapi. a. FarmakoterapiObat pilihan pertama adalah benzodiazepin, pemberiannya dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan sampai mencapai respon terapi. Lama pengobatan rata-rata adalah 2-6 minggu, dilanjutkan dengan tapering off selama 1-2 minggu.Busipiron lebih selektif untuk memperbaiki gejala kognitif dibanding gejala somatik pada gangguan kecemasan dan tidak menyebabkan withdrawal. Busipiron bisa digunakan bersama benzodiazepin, kemudian dilakukan tapering benzodiazepin setelah 2-3 minggu, di saat efek terapi busipiron telah mencapai maksimal.SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) selektif pada pasien gangguan kecemasan dengan riwayat depresi (Elvira & Hadisukanto, 2010).b. Psikoterapi Psikoterapi tediri dari terapi kognitif-perilaku, terapi suportif dan psikoterapi berorientasi tilikan. Terapi kognitif perilaku menggunakan teknik relaksasi dan biofeedback. Terapi suportif dilakukan dengan menggali potensi pasien yang ada dan belum tampak, mendukung egonya sehingga bisa lebih beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaan. Psikoterapi berorientasi tilikan bertujuan untuk membuat pasien menjadi lebih matur dan memfasilitasi pasien agar dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya (Elvira & Hadisukanto, 2010).7. Pengukuran Tingkat KecemasanPengukuran tingkat kecemasan menggunakan skala pengukuran TMAS (Taylor Manifest Anxiety Scale). TMAS terdiri dari 50 pertanyaan yaitu 13 pertanyaan favourable dan 37 pertanyaan unfavourable. Pertanyaan tersebut memiliki tipe jawaban ya dan tidak. Pertanyaan favourabel antara lain pertanyaan nomor 2, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 13, 14, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 30, 31, 33, 34, 35, 36, 37, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49. Jawaban ya pada pertanyaan favourable bernilai 1 dan jawaban tidak bernilai 0. Pertanyaan unfavourable antara lain pertanyaan nomor 1, 3, 4, 9, 12, 15, 18, 29, 32, 38, 50. Pada pertanyaan unfavourable jawaban ya bernilai 0 dan jawaban tidak bernilai 1. Jika jumlah nilai 22 maka dinyatakan cemas. Jika jumlah nilai < 22 maka dinyatakan tidak cemas.D. Hubungan Tingkat Kecemasan dan Tingkat Kontrol AsmaKecemasan umumnya terjadi pada orang dengan asma berat dan asma yang sulit dikontrol. Kecemasan adalah respon normal untuk gejala asma seperti dispnea dan dada sesak serta mungkin dalam respon sedang menghasilkan manfaat yaitu meliputi menghindari pemicu yang tepat, penggunaan rutin obat profilaksis dan kontak yang sesuai dengan tenaga kesehatan yang profesional selama eksaserbasi. Jika kecemasan berlebihan maka dapat menyebabkan perilaku yang tidak tepat seperti keterampilan manajemen diri yang buruk, terlalu sering menggunakan obat bronkodilator, ketidakpatuhan terhadap kontrol terapi, hubungan yang buruk dengan tenaga profesional kesehatan dan gemar melakukan perilaku berisiko seperti tidak patuh, perilaku manajemen diri yang buruk dan merokok. Kecemasan umumnya terkait dengan hiperventilasi, disfungsi pita suara dan pernapasan disfungsional (Thomas et al, 2011).Kecemasan mungkin memperburuk penyakit pada orang yang sudah memilikinya. Selama periode kecemasan, serangan asma lebih sering terjadi dan kontrol asma lebih sulit. Kecemasan sebenarnya dapat membuat gejala asma lebih parah. Kecemasan dapat secara langsung mempengaruhi tubuh atau menyebabkan penderita kurang efektif dalam mengelola asma. Kecemasan dapat menyebabkan perubahan fisiologis yang dapat menimbulkan serangan. Emosi-emosi yang kuat memicu pelepasan bahan kimia, seperti histamin dan leukotrien, yang dapat memicu penyempitan saluran napas (Kam, 2007).

E. Kerangka Konsep

AsmaKecemasanTeori biologiTeori genetikTeori psikoanalitikTeori kognitif perilakuAsma tidak terkontrolAsma terkontrolAsma terkontrol totalIgE, sel radangMediator inflamasiHistamin, leukotrien, dll. permeabilitas dinding vaskuler, edem saluran napas, sekresi mukusHiperventilasiEmosi, stresSel Th 2Sel Th 1Interleukin Sel plasmaAPCSel Th Alergen

Keterangan: = yang tidak diteliti = yang diteliti

F. Hipotesis PenelitianH0: Tidak ada hubungan tingkat kecemasan terhadap tingkat kontrol asma di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta.H1: Ada hubungan tingkat kecemasan terhadap tingkat kontrol asma di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta. Jika nilai p < 0,05 maka H0 ditolak, H1 diterima.

5