bab ii fix

22
BAB II TEORI DASAR 2.1 Sistem Kontrol Menurut Katsuhiko Ogata, sistem adalah kombinasi dari beberapa komponen yang bekerja bersama-sama dan melakukan suatu sasaran tertentu. Menurut Anthony I. Karamanlis, kontrol dapat diartikan dengan mengatur, mengarahkan atau memerintah. Fungsi mengatur, mengarahkan dan memerintah tersebut berkaitan dengan masukan (input) dan keluaran (output). Kontrol berfungsi mengatur masukan (input) untuk memperoleh keluaran (output) yang diinginkan. Dari kedua uraian definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem kontrol adalah susunan komponen fisik yang dihubungkan sedemikian rupa untuk mengatur suatu kondisi agar mencapai kondisi yang diharapkan. 2.2 Kontrol PID Kontrol PID merupakan standar bagi otomasi industri. Fleksibilitas pada kontroller membuat kontrol PID digunakan pada banyak situasi. Kontroller juga

Upload: muhammad-arifin

Post on 03-Dec-2015

237 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab 2 TA

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II FIX

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Sistem Kontrol

Menurut Katsuhiko Ogata, sistem adalah kombinasi dari beberapa

komponen yang bekerja bersama-sama dan melakukan suatu sasaran tertentu.

Menurut Anthony I. Karamanlis, kontrol dapat diartikan dengan mengatur,

mengarahkan atau memerintah. Fungsi mengatur, mengarahkan dan memerintah

tersebut berkaitan dengan masukan (input) dan keluaran (output). Kontrol

berfungsi mengatur masukan (input) untuk memperoleh keluaran (output) yang

diinginkan. Dari kedua uraian definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem

kontrol adalah susunan komponen fisik yang dihubungkan sedemikian rupa untuk

mengatur suatu kondisi agar mencapai kondisi yang diharapkan.

2.2 Kontrol PID

Kontrol PID merupakan standar bagi otomasi industri. Fleksibilitas pada

kontroller membuat kontrol PID digunakan pada banyak situasi. Kontroller juga

dapat digunakan pada selective control maupun konfigurasi kontroller yang lain.

Algoritma PID dapat didefinisikan sebagai berikut :

.............................................................. (1)

Dimana : = sinyal kontrol

= error

= gain kontroller

Page 2: BAB II FIX

= integral time

= derivative time

Ada beberapa representasi dari transfer function PID controller :

Transfer Function PID controller dalam domain s dapat dinyatakan

sebagai berikut :

....................................................................................... (2)

Dengan Kp, Ki, dan Kd masing – masing adalah gain P, I, dan D.

Bentuk diatas dapat pula ditulis dalam bentuk lain, sebagai berikut :

............................................................................... (3)

Bila dinyatakan dalam domain waktu (t), PID controller dapat

ditulis:

......................................................(4)

a. Pengendali Proporsional (P)

Kontroler proporsional memiliki 2 parameter, pita proporsional

(proportional band) dan konstanta proporsional. Daerah kerja kontroler efektif

dicerminkan oleh pita proporsional [Gunterus,1994], sedangkan konstanta

proporsional menunjukkan nilai faktor penguatan terhadap sinyal kesalahan,

Page 3: BAB II FIX

Kp. Hubungan antara proporsional band (PB) dengan konstanta proporsional

(Kp) ditunjukkan secara oleh Persamaan berikut :

............................................................................................................(5)

Dimana : = Proportional Band

= Gain Proses

Diagram blok pengendali proportional ditujukkan seperti pada gambar 1

:

Gambar 1. Diagram Blok Pengendali Proporsional

Penggunaan mode kontrol proporsional harus memperhatikan hal –

hal berikut :

Jika nilai Kp kecil, mode kontrol proporsional hanya mampu melakukan

koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon

sistem yang lambat.

Jika nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat

mencapai keadaan stabilnya.

Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang

berlebihan, akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon

sistem akan berosilasi.

Page 4: BAB II FIX

Kontrol P (Proportional) selalu sebanding dengan besarnya input. Bentuk

transfer function dari kontrol P adalah

...............................................................................................................(6)

Dimana : = gain kontrol proposional

b. Pengendali Integral (I)

Kontroller integral memiliki karakteristik seperti halnya sebuah integral.

Keluaran kontroller sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding dengan

nilai sinyal kesalahan. Keluaran kontroller ini merupakan jumlahan yang terus

menerus dari perubahan masukannya. Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami

perubahan, keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya

perubahan masukan. Diagram blok mode kontrol integral ditunjukkan oleh

gambar 2.12.

Kontroler integral mempunyai beberapa karakteristik berikut ini:

Keluaran kontroler butuh selang waktu tertentu, sehingga kontroler integral

cenderung memperlambat respon.

Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler akan bertahan pada

nilai sebelumnya.

Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan

kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan

dan nilai Ki

Konstanta integral Ki berharga besar, offset akan cepat hilang. Saat

nilai Ki besar akan berakibat peningkatan osilasi dari sinyal keluaran

kontroller .

Page 5: BAB II FIX

Transfer function dari unit control integral adalah :

...................................................................................................(7)

Dimana : TI = integral time

e = error (input dari unit control)

Kc = gain dari controller

c. Pengendali Differensial (D)

Keluaran kontroller differensial memiliki sifat seperti halnya suatu operasi

derivatif. Perubahan yang mendadak pada masukan kontroller, akan

mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat. Diagram blok pengendali

difrensial ditunjukkan oleh gambar 2.

Gambar 2. Diagram Blok Pengendali Diferensial

Karakteristik dari kontroller differensial adalah sebagai berikut:

Kontroler ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada perubahan

atau error sebagai sinyal kesalahan untuk masukannya.

Jika sinyal error berubah terhadap waktu, maka keluaran yang

dihasilkan kontroller tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal

kesalahan.

Kontroller differensial mempunyai karakter untuk mendahului, sehingga

kontroller ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum

Page 6: BAB II FIX

pembangkit error menjadi sangat besar. Jadi kontroller differensial dapat

mengantisipasi pembangkit error, memberikan aksi yang bersifat korektif,

dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem [Ogata, 1997].

Transfer function dari unit control differential adalah :

........................................................................................................(8)

Dimana : Kc = gain

e = error

TD = derivative time

Unit pengendali differensial yang bersifat reaktif sangat tepat bagi

pengendalian temperatur karena mampu bereaksi secara cepat terhadap

perubahan input. Sebaliknya mode control D tidak dapat dipakai untuk process

variable yang beriak (mengandung noise) seperti pengendalian level dan flow,

karena riak dan gelombang akan dideferensialkan menjadi pulsa-pulsa yang tidak

beraturan. Akibatnya, control valve terbuka dan tertutup secara tidak beraturan

dan sistem menjadi kacau. Selain itu, mode control D tidak dapat megeluarkan

output bila tidak ada perubahan input. Sehingga, control D tidak pernah

dipakai sendirian. Unit control D selalu dipakai dalam kombinasinya dengan

P dan I, menjadi mode control PD atau mode control PID.

Keluaran kontroller PID merupakan penjumlahan dari keluaran kontroller

proporsional, kontroller integral dan kontroller differensial. Gambar diatas

menunjukkan hubungan input dan output pada mode control PID. Karakteristik

kontroller PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga parameter P, I

Page 7: BAB II FIX

dan D. Penngaturan nilai konstanta Kp, Ti, dan Td akan mengakibatkan

penonjolan sifat dari masing-masing elemen.

Gambar 3. Diagram Blok Pengendali PID.

Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut dapat disetting lebih menonjol

dibanding yang lain sehingga konstanta yang menonjol itulah akan memberikan

kontribusi lebih dominan pada respon sistem secara keseluruhan [Gunterus,

1994]. Pengaruh nilai Kp, Ti dan Td pada respon sistem adalah :

a. Kp yang kecil akan membuat pengendali menjadi sensitif dan cenderung

membawa loop berosilasi, sedangkan KP yang besar akan meninggaakan

offset yang besar juga.

b. Ti yang kecil bermanfaat untuk menghilangkan offset tetapi juga cenderung

membawa sistem menjadi lebih sensitf dan lebih mudah berosilasi,

seangkan Ti yang besar belum tentu efektif menghilangkan offset dan juga

cenderung membuat sistem menjadi lambat.

c. Td yang abesar akan membawa unsur D menjadi lebih menonjol sehingga

respon cenderung cepat, sedangkan Td yang kecil kurang memberi nilai ekstra

pada saat-sat awal.

Page 8: BAB II FIX

2.1 Metode Tyreus-Luyben Untuk Menala P, I dan D

Tuning kontroler PID selalu didasari atas tinjauan terhadap

karakteristik yang diatur (Plant). Dengan demikian betapapun rumitnya suatu

plant, perilaku plant tersebut harus diketahui terlebih dahulu sebelum

tuning PID itu dilakukan. Karena penyusunan model matematik plant tidak

mudah, maka dikembangkan suatu metode eksperimental. Metode ini

didasarkan pada reaksi plant yang dikenai suatu perubahan. Dengan

menggunakan metode itu model matematik perilaku plant tidak

diperlukan lagi, karena dengan menggunakan data yang berupa kurva

keluaran, tuning kontroler PID telah dapat dilakukan. Dalam hal ini, tuning

bertujuan untuk mendapatkan kinerja sistem sesuai spesifikasi perancangan.

Dalam penalaan kontrol PID ada beberapa metode seperti ; Ziegler-

Nichols, Tyreus-Luyben, Ciancone- Marlin dan yang lainnya. Ziegler-

Nichols pertama kali memperkenalkan metodenya pada tahun 1942. Metode

ini memiliki dua cara, metode kurva reaksi dan osilasi. Kedua metode ditujukan

untuk menghasilkan respon sistem dengan lonjakan maksimum sebesar

25%. Gambar 4 menunjukkan kurva dengan lonjakan 25%. Tahapan untuk

melakukan uji sistem antara satu metode dengan metode lainnya adalah tidak

jauh berbeda. Akan tetapi dalam penelitian ini sengaja dilakukan penalaan

dengan metode Tyreus-Luyben.

Page 9: BAB II FIX

Gambar 4. Kurva respons tangga satuan yang memperlihatkan 25 % lonjakan

maksimum

Metode Kurva Reaksi

Metode ini didasarkan terhadap reaksi sistem untaian terbuka. Plant

sebagai untaian terbuka dikenai sinyal fungsi tangga satuan (gambar 5). Kalau

plant minimal tidak mengandung unsur integrator ataupun pole-pole kompleks,

reaksi sistem akan berbentuk S.

Gambar 5. Respon tangga satuan system

Gambar 6 menunjukkan kurva berbentuk S tersebut. Kelemahan

metode ini terletak pada ketidakmampuannya untuk plant integrator maupun

plant yang memiliki pole kompleks.

Page 10: BAB II FIX

Gambar 6. Kurva Respons berbentuk S.

Kurva berbentuk-s mempunyai dua konstanta, waktu mati (dead time) L

dan waktu tunda T. Dari gambar 6 terlihat bahwa kurva reaksi berubah naik,

setelah selang waktu L. Sedangkan waktu tunda menggambarkan perubahan

kurva setelah mencapai 66% dari keadaan mantapnya. Pada kurva dibuat suatu

garis yang bersinggungan dengan garis kurva. Garis singgung itu akan memotong

dengan sumbu absis dan garis maksimum. Perpotongan garis singgung dengan

sumbu absis merupakan ukuran waktu mati, dan perpotongan dengan garis

maksimum merupakan waktu tunda yang diukur dari titik waktu L.

Penalaan parameter PID didasarkan perolehan kedua konstanta itu.

Tyreus-Luyben melakukan eksperimen dan menyarankan parameter penyetelan

nilai Kp, Ti, dan Td dengan didasarkan pada kedua parameter tersebut. Tabel 3.2

merupakan rumusan penalaan parameter PID berdasarkan cara kurva reaksi.

Tabel 1. Tuning paramater PID dengan metode kurva reaksi metode Ziegler

Nichols.

Page 11: BAB II FIX

Tabel 2. Tuning paramater PID dengan metode kurva reaksi metode

Tyreus Luyben.

Metode Osilasi

Metode ini didasarkan pada reaksi sistem untaian tertutup. Plant disusun

serial dengan kontroller PID. Semula parameter parameter integrator

disetel tak berhingga dan parameter diferensial disetel nol (Ti = ~ ;Td = 0).

Parameter proporsional kemudian dinaikkan bertahap. Mulai dari nol sampai

mencapai harga yang mengakibatkan reaksi sistem berosilasi. Reaksi sistem

harus berosilasi dengan magnitud tetap (Sustain oscillation). Gambar 2.16

menunjukkan rangkaian untaian tertutup pada cara osilasi.

Gambar 7. Sistem rangkaian tertutup dengan alat kontrol proporsional.

Nilai penguatan proportional pada saat sistem mencapai kondisi sustain oscillation disebut ultimate gain Ku. Periode dari sustained oscillation disebut ultimate period Tu. Gambar 2.17 dibawah ini menggambarkan kurva reaksi untaian tertutup ketika berosilasi.

Page 12: BAB II FIX

Gambar 8. Kurva respon sustain oscillation.

Penalaan parameter PID didasarkan terhadap kedua konstanta hasil eksperimen, Ku dan Pu. Tyreus- Luyben menyarankan penyetelan nilai parameter Kp, Ti, dan Td berdasarkan rumus yang diperlihatkan pada Tabel 8.

2.3 Motor DC

Merupakan suatu mesin listrik berfungsi sebagai motor listrik apabila

terjadi proses konversi energi listrik menjadi energi mekanik di dalamnya.

Motor DC adalah motor yang memerlukan suplai tegangan searah pada

kumparan jangkar dan kumparan medan untuk diubah menjadi energi

mekanik. Berdasarkan karakteristiknya, motor arus searah ini mempunyai

daerah pengaturan putaran yang luas dibandingkan dengan motor arus bolak-

balik, sehingga sampai sekarang masih banyak digunakan pada pabrik-pabrik

yang mesin produksinya memerlukan pengaturan putaran yang luas.

Motor arus searah (motor dc) adalah salah satu jenis motor yang telah

ada selama lebih dari seabad. Keberadaan motor dc telah membawa perubahan

besar sejak dikenalkan motor induksi yang nama lain dari motor listrik arus

bolak balik (ac) karena motor dc mempunyai keunggulan dalam kemudahan

untuk mengatur dan mengontrol kecepatan dibandingkan motor ac (motor

bolak-balik yang bekerja memerlukan suplay tegangan bolak balik ). Motor dc

dapat berfungsi sebagai motor apabila didalam motor listrik tersebut terjadi

proses konversi dari energi listrik menjadi energi mekanik. Motor dc itu sendiri

memerlukan suplai tegangan yang searah pada kumparan jangkar dan kumparan

medan untuk diubah menjadi energi mekanik. Pada motor dc kumparan medan

disebut stator (bagian yang tidak berputar) dan kumparan jangkar disebut rotor

(bagian yang berputar)

Page 13: BAB II FIX

Gambar 9. Hubungan antara daya dengan torsi/kecepatan.

Dari grafik 2.1 terlihat bahwa torsi berbanding terbalik dengan

kecepatan putaran, dengan kata lain terdapat tradeoff antara besar torsi

yang dihasilkan motor dengan kecepatan putaran motor. Dua

karakteristik penting terlihat dari grafik yaitu:

a. Stall torque, menunjukkan titik pada grafik dimana torsi maksimum

,tetapi tidak ada putaran pada motor.

b. No load speed,,menunjukkan titik pada grafik dimana terjadi kecepatan

putaran maksimum,tetapi tidak ada beban pada motor.

Motor DC konvensional mempunyai sikat dan komutator mekanik.

Menurut pembentukan jangkarnya, motor DC dengan magnet permanen

dapat dibagi menjadi tiga jenis perancangan jangkar, yaitu : motor

inti besi, motor dengan belitan permukaan dan motor kumparan

bergerak.

a. Motor DC magnet permanen dengan inti besi

Bahan magnet permanen dapat berupa barium-ferrite, alcino, atau senyawa.

Fluks magnetik yang dihasilkan magnet melewati suatu struktur rotor

yang mengandung slot. Konduktor jangkar diletakkan pada slot rotor. Jenis

motor DC ini dikarakterisasi oleh inersia rotor yang relative tinggi (karena

bagian rotasi mengandung kumparan jangkar), induktansi jangkar, biaya

rendah.[3]

b. Motor DC dengan belitan permukaan

Page 14: BAB II FIX

Konduktor jangkar diikat ke permukaan struktur rotor silindris yang

terbuat dari piringan lapisan t ipis yang diletakkan ke batang motor.

Karena tidak terdapat slot yang digunakan pada rotor pada perancangan ini,

jangkar tidak mempunyai efek cogging. Karena konduktor dirancang pada

pemisah udara antara rotor dan medan megnet permanen, jenis motor ini

mempunyai induktansi yang lebih rendah daripada induktansi pasa struktur

inti besi. [3]

c. Motor DC tanpa sikat

Motor DC tanpa sikat berbeda dari motor DC yang lain, dimana motor

tersebut menggunakan komunitasi listrik (bukan mekanik) arus jangkar.

Konfigurasi motor DC tanpa sikat umum digunakan terutama untuk aplikasi

gerak increment merupakan motor yang rotornya mengandung magnet dan

tambahan back iron, dan kumparan komunitasinya diletakkan di luar

bagian rotasi. Motor DC tanpa sikat dapat digunakan ketika suatu

momen inersia yang rendah diperlukan seperti penggerak poros pada

penggerak penggerak piringan performansi tinggi yang digunakan.

d. Motor DC kumparan bergerak

Motor dengan kumparan bergerak dirancang dengan mempunyai momen

inersia yang sangat kecil dan induktansi jangkar yang sangat kecil. Hal ini

dapat dicapai dengan meletakkan konduktor jangkar pada pemisah udara

antara lintasan balik fluks stasioner dan struktur magnet permanen. Struktur

konduktor dilengkapi oleh bahan yang bersifat megnetik (biasanya kaca

fiber) untuk membentuk silinder cekung. Satu ujung silinder membentuk

suatu pusat yang disambungkan ke batang motor.

2.4 IC L298N

Page 15: BAB II FIX

Gambar 10. Penampakan dari IC L298

Pengontrolan motor DC secara sederhana dibagi menjadi dua. Pertama

yaitu dengan mengatur arah putaran dan besarnya kecepatan dari putaran motor.

Arah putaran motor secara prinsip di atur dengan membalikan polaritas tegangan

yang masuk ke motor. Sedangkan besarnya kecepatan putaran motor diatur

dengan mengatur tegangannya. Mekanisme pengaturan ini ditangani oleh driver

motor.

Driver motor yang digunakan banyak jenisnya. Yang paling sederhana dan

mudah dijumpai adalah driver dengan tipe IC L293D dan L298. Driver ini

masing-masing memiliki kemampuan memberikan arus maksimal motor sebesar

1A dan 4A. Untuk motor-motor kecil yang memiliki rating arus rendah sangat

cocok menggunakan driver motor ini.

IC L298 itu sendiri adalah sebuah IC H-bridge  yang mampu

mengendalikan beban-beban induktif seperti relay, solenoid, motor DC dan motor

stepper. IC L298 mempunyai 2 buah H-bridge di dalamnya sehingga bisa

mengendalikan kecepatan dan arah 2 buah motor DC dengan arus 2 Amps setiap

H-bridge nya. Kedua H bridge di dalam IC ini bisa di parallel untuk meningkatkan

kemampuan menopang arus mencapai 4 Amp.

Dalam penggunaan nya IC L298 biasanya dipasangi heat sink untuk

mecegah terjadinya over temperature. IC L 298 ini sering digunakan untuk robot

line follower, robot KRI ataupun KRCI karena praktis dan melewatkan arus yang

cukup besar. 

Page 16: BAB II FIX

Gambar 11. Contoh pengaplikasian IC L298