bab ii fix

47
PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery BAB II PROFIL PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Singkat PT. Smelting PT. Smelting berlokasi di desa Roomo, kecamatan Manyar, kabupaten Gresik, Jawa Timur. Salah satu filosofi mengapa PT. Smelting ini didirikan di Gresik adalah karena pabrik peleburan tembaga menghasilkan produk samping berupa asam sulfat yang dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk. Selain itu pabrik ini terletak di tepi laut sehingga memudahkan transportasi bahan baku melewati jalur laut. Pada tanggal 28 Mei 1999 dimulai proses produksi komersial, PT. Smelting memproduksi 200.000 ton pertahun katoda LME mutu A dari 656.000 ton pertahun konsentrat tembaga yang disupali oleh PT. Freeport Indonesia. Kronologis pendirian PT Smelting adalah sebagai berikut : 1996 7 Februari Pendirian Perusahaan 12 Juli Peletakan Batu Pertama 1998 31 Agustus Akhir Tahap Konstruksi 14 Desember Tahap Uji Coba 1999 5 Mei Tahap Awal Produksi Komersial Departemen Teknik Metalurgi dan Material 1

Upload: heriyon-efendi

Post on 05-Aug-2015

452 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

BAB II

PROFIL PERUSAHAAN

1.1. Sejarah Singkat PT. Smelting

PT. Smelting berlokasi di desa Roomo, kecamatan Manyar, kabupaten Gresik, Jawa

Timur. Salah satu filosofi mengapa PT. Smelting ini didirikan di Gresik adalah karena

pabrik peleburan tembaga menghasilkan produk samping berupa asam sulfat yang

dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk. Selain itu pabrik ini terletak di tepi laut

sehingga memudahkan transportasi bahan baku melewati jalur laut.

Pada tanggal 28 Mei 1999 dimulai proses produksi komersial, PT. Smelting

memproduksi 200.000 ton pertahun katoda LME mutu A dari 656.000 ton pertahun

konsentrat tembaga yang disupali oleh PT. Freeport Indonesia. Kronologis pendirian

PT Smelting adalah sebagai berikut :

1996 7 Februari Pendirian Perusahaan

12 Juli Peletakan Batu Pertama

1998 31 Agustus Akhir Tahap Konstruksi

14 Desember Tahap Uji Coba

1999 5 Mei Tahap Awal Produksi Komersial

(Desain Kapasitas : 200.000 Ton/tahun)

2000 25 Agustus Peresmian oleh Presiden Republik Indonesia

2001 10 Juli Katoda Tembaga Terdaftar di LME Kategori A

2002 11 Januari Memperoleh sertifikat ISO 9001: 2000

2004 15 April Akhir Tahap Ekspansi I Pabrik Pemurnian

(Kapasitas : 255.000 Ton/tahun)

2006 Agustus Akhir Tahap Ekspansi II Pabrik Pemurnian

(Kapasitas : 270.000 Ton/tahun)

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 1

Page 2: BAB II FIX

PT. Freeport

25%

Mitsubishi

Materials

60,5%

Nippon

Metals Co. Ltd.5%

Mitsubishi

9,5 %

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

PT. Smelting menggunakan proses Mitsubishi yang telah berpengalaman beroperasi

lebih dari 30 tahun. Pabrik pertama yang menggunakan proses ini berada di Naoshima,

Jepang (1974-1991) kemudian diikuti pabrik lainnya di Timmins Kanada (1981-

sekarang), pabrik besar di Naoshima Jepang (1991-sekarang) dan di Onsan Korea

(1998-sekarang).

Gambar 2.1. Prosentase Kepemilikan Saham PT Smelting

1.2. Visi dan Misi PT. Smelting

VISI

Menjadikan perusahaan peleburan dan pemurnian tembaga yang memiliki reputasi dan

terhandal didunia, serta ramah terhadap lingkungan.

MISI

Menghasilkan katoda tembaga dan produk sampingan dengan kualitas terbaik didunia,

dengan maksud untuk memberikan kepuasan tertinggi terhadap semua pelanggan,

dengan mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja melalui proses produksi yang

efisien dan ramah lingkungan.

1.3. Proses Mitsubshi dan Pemurnian Tembaga

2.3.1. Pendahuluan

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 2

Page 3: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

Proses Mitsubishi terdiri dari 3 dapur yang saling terhubung satu sama lain

dengan menggunakan launder seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2 Dapur yang pertama

disebut sebagai smelting furnace (S furnace), digunakan untuk melebur konsentrat. Dapur

yang kedua disebut sebagai cleaning furnace (CL Furnace), disini matte akan terpisah

dengan slag. Matte grade dikontrol antara 65 % - 68 %. Karakteristik dari CL slag yang

dihasilkan oleh CL furnace memiliki komposisi sebagai berikut 0.6 % - 0.7 % copper, 34

% SiO2 dan 6 % CaO. CL slag terpisah ketika matte dialirkan ke dapur ketiga. Dapur

ketiga adalah converting furnace ( C Furnace). C Furnace mengubah matte menjadi

blister copper dengan menambahkan udara yang diperkaya oksigen (O2 enrichment) dan

juga menambahkan fluks yang terdiri dari batu kapur dan C slag. Batu kapur ditambahkan

untuk proses pembentukan slag dengan Fe, dan mencegah terbentunya magnetite.

Karakteristik dari C slag mengandung 13 % Cu dalam Cu2O, 15 – 18 % CaO dan

magnetite.

2.3.2 Smelting Furnace

Udara yang diperkaya oksigen., konsentrat, dan fluks SiO2 dinjeksikan ke dalam

tanur (furnace) melalui pipa tiup (vertical lance). Proses yang terjadi di dalam smelting

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 3

Gambar 2.2. Skematik Mitsubishi Proses

Slide presentasi PT SMELTING Co.

Page 4: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

adalah proses oksidasi Fe dan S dari konsentrat untuk menghasilkan matte Cu dengan

kadar sekitar 68% dan Fe silika slag. Matte dan slag akan mengalir menuju electric

furnace.

Partikel padat (konsentrat, fluks dan batu bara) dan gas oksidasi diumpankan ke

furnace melalui 9 atau 10 vertical lance yang ditempatkan di atas furnace. Setiap lance

terdiri dari 2 buah concentric pipes yang dimasukan melalui atas furnace. Pipa bagian

dalam berdiameter 4-6 cm, sedangkan pipa bagian luar berdiameter 8-11 cm. Konsentrat

kering, fluks dan batu bara diumpankan dari tampat penyimpanan melalui pipa tengah.

Udara yang diperkaya oksigen (45-50 volume % O2) diinjeksikan melalui annulus diantara

pipa. Pipa bagian luar secara kontinu berputar (7-8 RPM) untuk mencegah lance menjadi

sticky. Proses Mitsubishi di dalam smelting furnace ditunjukan pada Gambar 2.3.

Ujung Pipa bagian luar diturunkan hingga 1/2 - 3/4 m diatas logam cair,

sedangkan ujung pipa bagian dalam diatas atap furnace. Pipa bagian luar terbuat dari high

cromium steel (~ 18% Cr) sedangkan pipa bagian dalam terbuat dari hardened steel. Pipa

bagian luar akan terbakar sekitar 1/3 bagian per hari dan secara periodik turun ke bawah

untuk menjaga posisi dari lance. Lance yang baru (~ 3 m) dilas pada bagian atas dari pipa

sebelumnya untuk menjaga lance tetap terpasang (continuous).

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 4

Gambar 2.3 S-furnace dan CL-furnace

(Biswas,A.K and Davenport,W.G., Extractive Metallurgy of Copper,

3rd edition, Pergamon, 1994, p267.)

Page 5: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

Konsentrat, fluks, dan slag akan bercampur dengan gas pengoksidasi pada pipa

bagian dalam. Campuran tersebut diumpankan ke dalam molten bath untuk membentuk

matte dan slag. Secara kontinu, matte dan slag over flow melalui tap hole dan launder ke

dalam electric slag cleaning furnace dimana matte dan slag akan dipisahkan.

2.3.3 Electric Slag Cleaning furnace

Electric slag cleaning funace berfungsi untuk memisahkan matte dan slag hasil

reaksi smelting furnace. Matte akan mengalir secara kontinu menuju converting furnace.

Slag (0.6-0.9% Cu) mengalir secara kontinu menuju system water granulation untuk

dibuang. Electric slag cleaning funace menggunakan daya 3000 atau 3600 kW. Electric

slag cleaning funace berbentuk ellips dengan tiga atau enam elektroda grafit.

Matte secara kontinu underflows dari electric furnace menuju converting furnace.

Sistim siphon dan launder yang digunakan dalam proses slag. Slag secara kontinu

overflow melalui taphole. Slag kemudian digranulasi dengan air dan dibuang. Cairan matte

dan slag akan didiamkan di dalam Electric slag cleaning funace selama 1 sampai 2 jam.

Elektroda dan sumber listrik pada Electric slag cleaning funace bertujuan untuk

menjaga slag tetap panas dan berbentuk fluida. Panas dalam Electric slag cleaning funace

didapat dari arus listrik yang mengalir dalam slag melalui electrode. Slag keluar dari

furnace dengan suhu 1250 °C. Hanya sebagian kecil gas buang yang dihasilkan dalam

Electric slag cleaning funace. Gas buang dikumpulkan dari slag taphole hood dan diambil

melalui electrostatic precipitator kemudian diventilasikan ke atmosphere.

2.3.4 Converting Furnace

Gas yang diperkaya oksigen diinjeksikan ke dalam converting furnace bersama

denga batu kapur (CaCO3) melalui vertical lances. Di dalam converting furnace, Fe dan S

dioksidasi dari dalam matte untuk membentuk tembaga blister. Tembaga blister secara

kontinu akan keluar dari furnace menuju holding furnace untuk dilakukan proses

firerefining. Slag (12-18% Cu) mengalir secara kontinu menuju sistim granulasi dan

menghasilkan slag yang berbutir dan dilebur kembali ke dalam smelting furnace untuk

recover tembaga.

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 5

Page 6: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

Keuntungan utama dalam proses ini yaitu keefektifan dalam menangkap gas SO2.

Gas SO2 digunakan untuk menghasilkan aliran SO2 yang kuat digunakan untuk membuat

asam sulfat. Keefektifan menangkap gas SO2 karena ladle transport untuk logam cair

tertutup sehingga mengurangi adanya emisi gas.

Gas buang diambil melalui large uptake, heat boiler, electrostatic precipitator

menghasilkan gas basah yang akan dibersihkan terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam

pabrik asam sulfat. Gas dari smelting dan converting furnace dicampur di dalam

electrostatic precipitator.

Converting furnace secara kontinu menerima matte dari electric furnace. Udara

yang diperkaya oksigen (30-35% volume O2) dan fluks CaCO3 diinjeksikan ke permukaan

matte, dan menghasilkan :

a. blister copper (~0.7 % S)

b. molten slag (12-18% Cu)

c. gas SO2 (~25 volume % SO2)

Udara yang diperkaya oksigen dan fluks dimasukan ke dalam furnace melalui 6

atau 10 lance yang didesign mirip dan serupa lance pada smelting furnace. Ujung pipa

bagian luar ¼ sampai ¾ m di atas bath, sedangkan ujung pipa bagian dalam di atas atap

furnace.

2.3.4.1 Converting Furnace Slag

Salah satu perbedaan antara smelting furnace dan converting furnace adalah

material pembentuk slag. Proses converting menggunakan CaO sedangkan proses smelting

menggunakan SiO2. Hal ini dikarenakan perkembangan proses menunjukan bahwa

blowing O2 ke permukaan SiO2 akan membuat slag membentuk magnetite. Pembentukan

ini mungkin terjadi pada converting furnace. CaO akan bereaksi dengan solid magnetite,

tembaga cair, dan O2 untuk membentuk cairan (liquid) Cu2O-CaO-Fe3O4 slag (Gambar

2.4). Slag biasanya terdiri dari :

12-18% Cu

40-55 % Fe (paling banyak Fe3+)

15-20 % CaO

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 6

Page 7: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

2.3.4.2 Converting Furnace blister copper

Tembaga blister pada proses Mitsubishi memiliki kandungan S yang lebih banyak

(~0.7 %) dibandingkan dengan Pierce Smith converter furnace (~ 0.02%). Kerugian dari

mitshubishi proses adalah perlunya oksidasi yang cukup lama di dalam anode furnace.

Kandungan S bisa dikurangi dalam Mitsubishi converter dengan menginjeksikan O2,

namun cara seperti ini dapat meningkatkan jumlah Cu di dalam slag. Kandungan S pada

blister 0.7 % merupakan keadaan yang sudah optimum. S pada level tersebut atau di

bawahnya berguna untuk meminimalisir perubahan SO2 pada tembaga jika mengalir

keluar dari converter melalui launder.

2.3.5 Mekanisme pada Peleburan dalam Proses Mitsubishi

2.3.5.1 Smelting Furnace (S furnace)

Kecepatan padatan (konsentrat, fluks dan batu bara) dan gas yang masuk ke

dalam furnace melalui lance pada proses smelting adalah 150-300 m/s (Shibasaki and

Hayashi, 1991). Waktu partikel (konsentrat, fluks dan batu bara) untuk mencapai

permukaan logam cair dari ujung lance yang berjarak 0.5 m adalah 10-3 sampai 10-2 detik.

Waktu tersebut lebih singkat bila dibandingkan dengan waktu untuk mengoksidasi

konsentrat yaitu 0.1 sampai 1 detik ( Munro dan Themelis, 1991). Hal ini mengindikasikan

bahwa oksidasi dilakukan pada gas, slag, matte foam di bawah lance.

Kenyataannya, dalam industri mengindikasikan bahwa smelting furnace

menghasilkan matte (kedalaman 1.2-1.5 m) dengan gas/slag/matte foam/emulsion terdapat

di bawah lance (Goto and Echigoya,1980 ; Shibasaki dan Hayashi,1991). Slag yang baru

terbentuk (tebal ~ 0.05 m dan mengandung beberapa kandungan matte) overflow ke arah

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 7

Gambar 2.4 daerah liquid Ca-Fe-O sistim

(Biswas,A.K and Davenport,W.G., Extractive Metallurgy of Copper, 3rd

edition, Pergamon, 1994, p269.)

Page 8: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

taphole. Matte secara kontinu overflows dari mulut taphole dan matte yang baru akan

terbentuk di bawah lance.

2.3.5.2 Electric Slag Cleaning Furnace

Electric Slag Cleaning Furnace menerima matte dan slag dari smelting furnace.

Matte dan slag terpisah membentuk 2 lapisan di dalam furnace. Lapisan bawah adalah

matte dengan tebal ½ - ¾ m, dan lapisan atas adalah slag dengan tebal ½ m. Matte dan

slag tersebut didiamkan di dalam furnace selama 1 sampai 2 jam. Waktu pendiaman dan

adanya perputaran electromagnetic dari furnace membuat matte dan slag mencapai

kesetimbangannya. Aliran listrik yang melewati slag memastikan bahwa slag tetap panas

dan mengalir.

Slag yang dipisahkan dari matte kemungkinan masih mengandung kadar Cu yang

cukup tinggi. Jumlah Cu dalam slag ditunjukan pada persamaan :

Kandungan Cu dalam slag dapat dikurangi dengan cara :

a. Memaksimalkan waktu pendiaman di dalam electric furnace (untuk memaksimalkan

pemisahan matte)

b. Menjaga slag selalu panas, fluid dan tenang untuk memaksimalkan matte settling

c. Meminimalkan massa slag (Cu per ton) dengan meningkatkan matte grade Cu pada

saat peleburan dan meminimalkan penggunaan fluks.

2.3.5.1 Converting Furnace

Converting furnace diinjeksikan udara yang diperkaya oksigen dan fluks CaCO3

melalui 6 lance dari atas. Kecepatan pencampuran gas dan fluks yang masuk ke furnace

100 m/s. Oksigen diinjeksikan ke furnace dengan laju yang pasti untuk menghasilkan

tembaga blister (daripada Cu2S atau Cu2O) dari matte yang masuk.

Di dalam furnace, terdapat lapisan tipis slag 1/8 m pada bagian atas dan ~1 m

tembaga blister. Fluks dan gas dari lance menembus masuk ke dalam tembaga melalui

slag. Di dalam conveter furnace tidak ada lapisan matte yang stabil (shibasaki and

hayashi, 1991). Dalam prakteknya, tembaga blister keluar dari converting furnace dengan

0.7 % S.

Seperti mekanisme reaksi, pada liquid matte mengalir ke dalam furnace dan

menyebar pada permukaan lapisan tembaga ke arah lance dimana kecepatan gas dan fluks

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 8

% Cu-in slag x slag mass

Page 9: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

membentuk foam/emulsi sangat tinggi. Matte dioksidasi di dalam foam / emulsi oleh O2

dan Cu2O untuk membentuk :

a. Blister copper

b. Fe3O4 dimana reaksi dengan fluks batu kapur memberikan molten Cu2O dan CaO-

Fe3O4 slag

c. SO2

Tembaga blister yang baru akan terbentuk menggantikan tembaga blister yang

keluar dari furnace melalui siphon . Slag yang terbentuk mengalir ke luar melalui slag

taphole dan gas SO2 (dengan CO2 dan N2) keluar melalui gas uptake menuju system gas

treatment.

2.3.6 Anode Furnace

Blister dengan kandungan Cu sekitar 98,5 % yang dihasilkan dari proses

Mitsubishi Selanjutnya akan masuk ke Anode Furnace untuk persiapan proses casting. Hal

ini karena kandungan sulfur dalam blister masih cukup tinggi, yaitu sekitar 0,7 – 1 %.

Sulfur termasuk unsur yang reaktif terhadap oksigen sehingga dapat membentuk gas-gas

yang dapat merusak permukaan hasil casting, yang akan mengakibatkan pada penurunan

kualitas katoda proses pemurnian. Untuk itu, dilakukan proses pengurangan kandungan

sulfur dengan cara diberi oksigen (oksidasi), dari proses ini diharapkan kandungan sulfur

menjadi sekitar 0,1 %.

Proses oksidasi menyebabkan kandungan oksigen dalam blister meningkat. Proses

oksidasi ini menyebabkan kandungan oksigen dalam blister meningkat. Kandungan

oksigen yang tinggi dapat menyebabkan terbentuknya porositas pada hasil casting, selain

itu oksigen dalam proses refinery akan bereaksi dengan larutan elektrolit dan akan

mengganggu proses refinery. Oleh karena itu dilakukan proses deoksidasi setelah proses

oksidasi sampai kadar oksigen kurang dari 1500 ppm. Proses oksidasi dan reduksi pada

anode furnace itu disebut juga dengan fire refining. Proses ini merupakan batch proses,

dimana furnace ini akan diisi dengan blister terlebih dahulu baru kemudian diproses.

Selain kandungan sulfur dan oksigen, yang harus dipersiapkan sebelum casting adalah

kandungan Pb dalam blister. Kandungan Pb akan mengganggu proses pemurnian.

Bagian – bagian dari Anode Furnace antara lain :

1. Receiving Mouth

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 9

Page 10: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

Receiving Mouth merupakan lubang yang terdapat pada ujung atas anode furnace

yang berfungsi sebagai lubang pemasukan blister copper dari C furnace. Dari lubang

ini pula kita bisa mengetahui / visual inspeksi saat selesainya reduksi yaitu dengan

melihat bentuk yang keluar dari receiving mouth tersebut.

2. Charging Mouth

Charging mouth merupakan lubang yang terdapat pada tengah-tengah anode

furnace yang berfungsi sebagai :

Keluaran melt dan slag pada proses slag skimming

Masukan anoda sisa (scrap) pada refinery

Masukan anode reject dari Hazelett Casting

Memasukan tembaga dari pabrik lain.

3. Burner

Burner merupakan alat pembakar dengan sistem spray / nozzle yang berfungsi

untuk menjaga temperature tembaga cair didalam furnace. Burner menggunakan

bunker C-Oil atau natural gas sebagai bahan bakar. Pembakaran yang sempurna dapat

tercapai dengan penambahan atomizing air dan combustion air. Atomizing air hanya

ditambahkan bila natural gas tidak digunakan.

4. Tuyere

Tuyere adalah lubang berbentuk slindris dengan pipa, yang terdapat di salah satu

sisi anode furnace. Pada saat oksidasi tuyere berfungsi untuk menginjeksikan oksigen

dan udara, sedangkan pada proses reduksi tuyere digunakan untuk menginjeksikan oil

dan steam.

5. Tapping Hole

Tapping hole adalah lubang yang terletak bersebrangan dengan tuyere yang

berfungsi mengeluarkan tembaga cair selama casting.

Tahapan-tahapan proses yang terdapat pada fire refining yaitu sebagai berikut :

1. Receiving

Receiving merupakan proses pemasukan tembaga blister ke dalam anode furnace

melalui receiving mouth. Selain tembaga blister, pada proses pengumpanan juga

dimasukan scrap anoda ( yang merupakan sisa anoda pada proses pemurnian), anoda

tembaga hasil casting yang di reject, liberator katoda, serta dam pot dan exlaunder

melalui charging mouth.

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 10

Page 11: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

Anode furnace membutuhkan panas yang berasal dari burner untuk mencegah

thermal shock saat blister copper mengalir. Selain itu, panas juga diperlukan untuk

menjaga temperature logam cair selama proses pengumpanan. Proses pengumpanan

dilakukan hingga mencapai kapasitas optimal anode furnace (450 – 500) ton. Waktu

yang diperlukan untuk mencapai kondisi tersebut tergantung pada kadar Cu dalam

konsentrat dan laju pengumpanan (feeding) MI furnace, kurang dari 12 jam.

2. Oksidasi

Proses oksidasi ini merupakan proses yang dilakukan untuk mengurangi kadar

sulfur pada blister. Proses oksidasi dilakukan dengan menambahkan udara ysng

diperkaya oksigen (250 Nm3/ h ) dan udara (1700 Nm3/h ) melalui dua tuyere.

Persamaan reaksi secara sederhana dapat dituliskan sebagai berikut:

S + O2 SO2 ↑

Jumlah blister minimal agar dapat dioksidasi adalah 250 ton dengan kapasitas

maksimum anode furnace 450 ton. Proses oksidasi yang terjadi saat receiving mouth

masih menerima blister copper untuk mencapai kapasitas maksimum disebut pre-

oksidasi, sekitar 4-5 jam sebelum anode furnace tersebut penuh. Pre-oksidasi

dilakukan untuk menghemat waktu oksidasi agar tidak terlalu lama. Proses oksidasi

membutuhkan waktu sekitar 2 jam.

Pada saat pre-oksidasi dan oksidasi anode furnace diputar sehingga posisi

tuyere terendam logam cair (blister). Ini dimaksudkan agar udara yang diperkaya

oksigen dari tuyere dapat masuk kedalam blister dan mengaduk blister. Sehingga

oksigen akan bereaksi sempurna dengan sulfur di blister. Pada saat oksidasi lubang

burner yang tidak terpakai disumbat dengan menggunakan ceramic blanket (selimut

keramik). Hal ini dilakukan agar burner tidak tersumbat oleh splash. Jika kondisi

furnace memungkinkan maka proses oksidasi dan reduksi akan lebih baik

menggunakan burner untuk mempertahankan temperatur logam cair.

Proses oksidasi diakhiri jika kadar sulfur dalam logam cair kurang dari 0,01

%. Untuk mengetahui keadaan tersebut (end oksidasi) ada 2 cara :

1. Oksigen Probe

Oksigen probe merupakan alat yang dapat mengukur kadar oksigen dalam

blister secara langsung . dengan mengetahui kadar oksigen dalam blister, maka

kita juga dapat mengetahui kadar sulfur dengan menggunakan grafik antara O2

dan sulfur ( Goto M & Hayashi M the Mitshubishi continous process. Japan 1998.

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 11

Page 12: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

Page 75 ) apabila kadar oksigen dalam logam cair 5500 – 7500 ppm, maka kadar

sulfur dalam logam cair dibawah 100 ppm. Jika kondisi tersebut tercapai maka

proses oksidasi dihentikan.

2. Sampling

Proses sampling merupakan parameter yang lebih sering digunakan untuk

menentukan end oksidasi. Proses sampling dilakukan dengan mengamati bentuk

permukaan sampel yang telah membeku. Pengambilan sampel dilakukan sesering

mungkin untuk mencegah terjadinya over oksidasi. Apabila terjadi over oksidasi,

maka O2 yang dihasilkan akan semakin banyak, sehingga akan membutuhkan

waktu reduksi yang lebih lama dan energi yang lebih besar. Dengan mengamati

bentuk sampel, maka kita akan dapat memperkirakan kandungan sulfur dalam

blister tersebut.

3. Pengambilan slag (slag skimming)

Pada anode furnace, pemisahan antara slag dan blister dilakukan berdasarkan

perbedaan berat jenis (ρ) antara slag dengan tembaga cair dimana berat jenis slag

lebih ringan sehingga slag akan berada di permukaan tembaga cair. Proses

pembuangan slag dilakukan dengan memiringkan anode furnace hingga slag yang

ada diatas permukaan tumpah melalui charging mouth menuju ladle yang diletakkan

dibawah anode furnace.

Pada proses slag skimming memungkinkan adanya tembaga cair yang terbawa

kedalam ladle. Slag yang ada dipermukaan ladle lebih cepat membeku daripada

tembaga cair karena perbedaan temperature beku. Sehingga tembaga cair dapat

dipisahkan dari slag yang membeku dan dapat dimasukan lagi dalam anode furnace.

Proses slag skimming dapat dilakukan dengan menggunakan dam pot. Slag dan logam

cair yang telah membeku dalam dam pot akan dikirim kembali menuju S-Furnace

melalui lumpy conveyor.

4. Reduksi

Proses reduksi merupakan proses yang dilakukan untuk mengurangi kadar

oksigen dalam logam cair setelah proses oksidasi dengan persamaan reaksi sebagai

berikut :

CuO + C Cu + CuO2

Dimana C didapat dari natural gas atau dari oil .

Proses reduksi dilakukan dengan menggunakan :

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 12

Page 13: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

a. Natural gas

Natural gas yang digunakan (400-500 Nm3/h/tuyere). Steam (300-400

kg/h/tuyere) ditambahkan selama proses reduksi dengan menggunakan natural

gas.

b. Oil

Oil yang ditambahkan sebanyak 400-500 Nm3 /h/ tuyere dan steam (500 kg/h x

2). Pada proses reduksi menggunakan oil, udara juga ditambahkan sebesar 600

Nm3 /h/ tuyere.

Pengaliran steam berguna untuk mendekomposisikan ikatan karbon,

mengaduk (agitasi) logam cair dan mencegah supaya tuyere tidak buntu.

Sama halnya dengan proses oksidasi, pada proses reduksi lubang burner yang

tidak terpakai disumbat dengan ceramic blanket (selimut keramik). Proses reduksi

akan diakhiri jika kadar O2 pada tembaga cair lebih kecil dari 1500 ppm (O2 < 1500

ppm). Untuk menentukan akhir dari reduksi (end reduksi), dengan menggunakan

oksigen probe dapat diketahui secara langsung mengukur kadar oksigen dalam logam

cair.

Apabila proses reduksi masih menghasilkan jumlah slag yang terlalu banyak,

maka slag skimming dilakukan kembali. Setelah proses fire refining, didalam anode

furnace diperlukan peningkatan temperature logam cair. Hal ini bertujuan untuk

mencapai temperature tapping. Temperature tapping dicapai dengan menggunakan

burner. Sehingga burner dipasang kembali pada burner hole yang telah dibersihkan

dari cipratan-cipratan logam cair yang membeku menggunakan jet lance. Setelah

proses tapping, logam cair dialirkan ke holding furnace melalui launder. Untuk

menjaga temperature logam cair, launder ditutup dan pada beberapa tempat diberikan

burner.

2.3.7. Holding Furnace

Setelah proses fire refining selesai, tembaga cair dari anode furnace akan dialirkan

menuju holding furnace melalui launder. Holding furnace berfungsi untuk mengatur laju

aliran logam cair sebelum masuk ke mesin casting hazellet caster serta mempertahankan

temperature tembaga cair ( 1100- 1130oC ) dengan menggunakan burner.

Apabila temperature tembaga cair terlalu tinggi, maka dapat merusak belt dan

menimbulkan retak pada mesin caster. Keretakan pada belt dapat membuat belt menjadi

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 13

Page 14: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

bocor sehingga air dari bawah belt bersentuhan langsung dengan logam cair dan dapat

menyebabkan terjadinya ledakan. Apabila temperature terlalu rendah, maka tembaga cair

dapat membeku sebelum mengisi ruang pada mesin caster secara sempurna.

Gambar 2.6 Holding Furnace

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 14

Page 15: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

2.3.8. Casting

Alur proses casting ditunjukkan pada gambar 2.7 dan 2.9

Gambar 2.7. Flowchart Tahapan Casting

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 15

Page 16: BAB II FIX

Anode Furnace

Holding Furnace

CastingMachine ShearCooling

TunnelAnodeStacking

To TankHouse

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

Gambar 2.8 Mesin Hazzelet Caster

Gambar 2.9. Proses casting

Gambar 2.9. Proses casting

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 16

Page 17: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

Gambar 2.10 Anoda tembaga

2.3.9. Elektrorefining

Proses elektrorefining merupakan suatu proses pemurnian dengan menggunakan

prinsip elektrolisis. Tembaga dimurnikan dari pengotornya dengan melakukan elektrolisa

pada anode scrap. Elektrorefining mempunyai dua tahapan utama, yaitu :

1. Tembaga dalam copper anode terlarut secara elektrokimia pada elektrolit yang

mengandung CuSO4, H2SO4 dan H2O.

2. Kation tembaga yang terdapat dalam elektrolit kemudian melapisi permukaan katoda

membentuk tembaga murni. Pengotor (impurities) akan tertinggal pada dasar cell.

Proses ini mempunyai dua tujuan antara lain :

1. Menghasilkan tembaga yang murni, bebas dari pengotor (impurities).

2. Memisahkan impurities yang berharga (contoh : Au, Ag) dari tembaga untuk dilakukan

proses recovery lanjutan menghasilkan produk sampingan (by-product).

Tembaga yang telah dimurnikan kemudian dilebur dan dicetak. Tembaga ini

mengandung pengotor dengan kadar dibawah 20 ppm, dan juga mengandung oksigen

dengan kadar sekitar 0,025 %.

2.3.9.1 Prinsip Elektrorefining

Beda potensial yang diberikan antara anoda dan katoda pada cell yang

didalamnya terdapat elektrolit maka akan menyebabkan terjadinya proses berikut ini :

1. Tembaga pada anoda secara elektrokimia akan terlarut ke elektrolit sebagai kation

Cu0 Cu2+ + 2e- ( E0 = - 0.34 V)

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 17

Page 18: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

2. External circuit membawa electron dari reaksi menuju ke katoda.

3. Dengan konveksi dan juga difusi kation Cu2+ akan terbawa oleh elektrolit menuju ke

elektroda negative (katoda)

4. Pada permukaan katoda, electron dan ion Cu2+ dikombinasikan untuk membentuk

logam tembaga yang terdeposit pada katoda dengan persamaan reaksi

Cu2+ + 2e- Cu0 ( E0 = + 0.34 V)

Secara umum proses diatas adalah pelarutan tembaga, migrasi electron dan ion tembaga

menuju ke katoda, pelapisan katoda dengan ion tembaga,keseluruhan reaksinya

Cu0 Cu0

Pada proses ini pengotor dicegah agar tidak menempel pada katoda dengan cara :

1. Memilih elektrolit (CuSO4 +H2SO4 +H2O), dimana pengotor tidak ikut terlarut

2. Menjaga agar pengotor pada elektrolit memiliki konsentrasi rendah sehingga tidak

dapat terperangkap pada permukaan katoda

2.3.9.2 Pengotor pada Proses Elektrorefining

Pengotor yang terdapat pada anoda tembaga antara lain Ag, As, Au, Bi, Fe, Ni,

Pb, S, Sb, dan Te. Pengotor tersebut harus dijaga akar tidak menempel/terperangkap pada

permukaan katoda selama proses elektrolisa. Setiap impurities memiliki prilaku khusus

pada saat dilakukan pross elektrolisa antara lain :

1. Au dan platinum metal

Emas dan platinum metal tidak terlarut dalam sulfat elektrolit. Keduanya membentuk

slime yang terdapat pada permukaan anoda atau terendap pada dasar cell. Slime ini akan

dikumpulkan dan diolah kembali untuk dijadikan sebagai by-product.

2. S, Se dan Te

Sulfur, selenium dan tellurium yang terkandung dalam anoda biasanya berikatan

dengan Au dan Ag, contohnya Ag2Se, Cu2Se, Ag2Te4 dan juga Cu2S, yang kesemua ikatan

tersebut juga mengendap sebagai slime.

3. Pb dan Sn

Timbal dan timah membentuk endapan sulfat yang tidak terlarut dalam elektrolit

(PbSO4, Sn (OH)2SO4). Endapan ini juga bergabung dengan endapan slime.

4. As dan Sb

Antimoni dan arsen juga terdapat dalam slime, namun keduanya juga terlarut dalam

jumlah yang cukup significan dalam elektrolit (Baltazar, 1987). As dan Sb yang terlarut

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 18

Page 19: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

harus dikurangi atau dihilangkan, karena apabila jumlahnya meningkat dapat terperangkap

pada permukaan katoda.

5. Co, Fe dan Ni

Logam-logam ini hampir terlarut sempurna dalam elektrolit. Seperti As dan Sb, kadar

logam ini juga harus dikurangi dalam elektrolit agar tidak terperangkap pada permukaan

katoda. Recovery Ni dan Co selalu menguntungkan, dilakukan pada pabrik pemurnian

elektrolit.

2.3.9.3 Mekanisme Kontaminasi

Pada penjelasan sebelumnya mengindikasikan bahwa mekanisme kontaminasi

pada katoda adalah terperangkapnya slime dan juga elektrolit pada saat deposit katoda

tembaga tumbuh. Mekanisme tersebut tidak berlaku pada perak, dimana perak memiliki

prilaku :

1. Perak dapat melapisi (electroplates) pada tegangan yang lebih rendah dari tembaga

2. Terlarut dalam jumlah yang kecil dalam elektrolit

3. Pelapisan tersebut memiliki kadar 4 – 6 ppm pada cathode copper.

Tabel 2.1. Standar Potensial Elaktrokimia elemen-elemen penting dalam proses Elektrolisa (298

K, Unit Thermodynamic Activity)(Lide, 1990)

Reaksi ElektrokimiaStandar Potensial Reduksi

(volt)

Au 3+ + 3e- → Au0 1.50

Ag+ + e- → Ag0 0.80

Cu2+ + 2e- → Cu0 0.34

BiO+ + 2H+ + 3e- → BiO + H2O 0.32

HAsO2 + 3H+ + 3e- → As 0 + H2O 0.25

SbO+ + 2H+ + 3e- → Sb0+ H2O 0.21

2H+ + 2e- → H2 0.00 (pH = 0, pH2 = 1 atm)

Pb2+ + 2e- → Pb0 -0.13

Ni2+ + 2e- → Ni0 -0.26

Co2+ + 2e- → Co0 -0.28

Fe2+ + 2e- → Fe0 -0.45

Pelapisan Bi, As dan Sb membutuhkan tegangan yang lebih tinggi daripada tegangan

yang digunakan pada pelapisan tembaga. Apabila kadar Cu pada larutan tinggi, maka

kadar Bi, As, dan Sb rendah, pengotor ini tidak dapat melapisi (electroplated) katoda.

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 19

Page 20: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

Sehingga mekanisme kontaminasi logam ini berada dalam slime dan elektrolit kemudian

terperangkap pada katoda. Bi, As, dan Sb dapat melapisi permukaan katoda (electroplated)

jika konsentrasi Cu pada elektrolit diturunkan hingga sekitar 20 Kgm-3. Teknik ini

digunakan dalam proses pemurnian elektrolit.

Pelapisan Co, Fe dan Ni membutuhkan tegangan yang lebih tinggi daripada tegangan

yang dibutuhkan untuk pelapisan tembaga. Sehingga mekanisme kontaminasi logam ini

berada dalam slime dan elektrolit kemudian terperangkap pada katoda.

2.3.9.4 Alur Proses Elektrorefining

Pada industri elektrorefining anoda yang digunakan berukuran sekitar 1 m x 1 m,

serta memiliki tebal 0.05 m. Katoda yang digunakan memiliki tebal sekitar 0.0005- 0 001

m. Katoda dan anoda disusun secara selang-seling dalam cell. .Semua anoda pada cell

memiliki potensial yang sama, begitu pula semua katoda pada cell juga memiliki potensial

yang sama namun lebih negatif dari potensial anoda. Antara anoda dan katoda diberi jarak

tertentu untuk menjaga kesetimbangan arus yang mengalir Hal ini untuk memastikan

bahwa anoda terkorosi dengan laju yang sama dan juga memiliki life time yang sama pula.

Elektrolit yang memiliki kemurnian yang tinggi dialirkan masuk kedalam cell

pada bagian ujung cell melalui pipa polyvinyl chlorides, kemudian elektrolit yang

memiliki kemurnian lebih rendah meninggalkan cell melalui overflow melewati pipa

saluran di sisi yang berlawanan.

Tembaga hasil peleburan akan dicetak pada anode furnace casting. Produk

cetakan ini akan digunakan sebagai anoda pada proses pemurnian. Semakin lama anoda

akan semakin menipis karena terlarut. Anoda dipindahkan dari cell sebelum kondisinya

membahayakan untuk patah dan terjatuh. Kemudian anoda sisa (anode scrap) dicuci,

dilebur, untuk kemudian dicetak menjadi anoda baru.

Katoda yang digunakan pada awal proses dapat berupa lempengan tembaga yang

tipis atau dapat juga mengunakan plat stainless steel. Secara perlahan kation tembaga dari

elektrolit akan terdeposit pada katoda. Tembaga yang terdeposit (cathode copper)

kemudian dicuci dan dilepaskan dari stailess steel blank, untuk dijual dan digunakan.

Waktu tahan (life time) dari anoda bermacam-macam mulai 10 – 28 hari. Anoda

yang lebih tebal akan memiliki life time yang lebih lama. Satu anoda biasanya

menghasilkan dua kali panen katoda tembaga(kadang-kadang I kali panen).

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 20

Page 21: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

Pengotor pada anoda yang terlarut akan meninggalkan cell saat elektrolit

disirkulasikan untuk kemudian dikurangi kadarnya, sedangkan untuk pengotor yang tidak

terlarut akan mengendap di dasar cell sebagai slime. Slime tersebut kemudian diolah

kembali sebagai by-product.

2.3.9.5 Katoda

Katoda yang digunakan (starting sheet) dalam proses elektrolisis biasanya berupa

plat tipis dari tembaga murni , namun seiring dengan perkembangan industri pemurnian

maka katoda yang digunakan adalah stainless steel blank. hal ini disebabkan karena

penggunaan stainless steel memiliki banyak keuntungan.

Katoda tembaga awal (starting sheet) yang digunakan pada proses refinery

biasanya dibuat pada bagian pemurnian itu sendiri. Katoda (starting sheet) dapat dibuat

dengan cara pelapisan tembaga selama 24 jam pada titanium atau dapat dibuat dengan

mengerol lembaran tembaga (terkadang dilakukan pada stainless steel). Lembaran katoda

awal memiliki tebal 0,5 hingga 1 mm dan memiliki berat 4 sampai 7 kg.

Lembaran katoda awal (starting sheet) dipindahkan dari plat titanium secara

otomatis pada stripping machine (Owings and Bailey 1993 )atau secara manual. Agar

proses pelepasan (stripping) mudah dilakukan maka tembaga dilumasi dan ditakik, atau

dapat juga dengan memberi strip pada tepi plat titanium

Persiapan terakhir dari starting sheets meliputi pencucian dan juga pelurusan.

Kemudian starting sheets ini akan disusun dan diberi jarak (spacing) pada sebuah

charging beam untuk kemudian dikirim pada elektrorefining cell. Pada perusahaan yang

telah maju maka proses ini akan dioperasikan oleh mesin.

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 21

Page 22: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

Gambar 2.11. Katoda tembaga

2.3.9.6 Elektrolit

Elektrolit pada pemurnian tembaga mengandung 40 hingga 50 kg/m3, 160 – 200

Kg H2SO4, 0.02 – 0.05 Kg/m3 Cl- dan pengotor yang dijelaskan diatas. Elektrolit ini juga

mengandung 1 – 10 ppm organic leveling dan juga grain refining agent. Temperature

elektrolit dinaikkan hingga sekitar 65 – 70 0C dengan menggunakan uap (steam). Karena

temperature akan menurun hingga 2 – 5 0C saat melalui cell.

Elektolit disirkulasikan dengan laju sekitar 0.02 m3/menit. Pada laju ini elektrolit

pada cell akan diubah menjadi elektrolit baru setiap 5 – 6 jam. Sirkulasi dari elektrolit

sangat penting untuk :

Mempertahankan temperature serta kemurnian dari elektrolit pada cell

Memastikan deposit tembaga yang seragam serta mengatur konsentrasi grain

refinement yang ditambahkan pada permukaan katoda

Menghilangkan impurities yang terlarut pada elektrolit dari cell.

2.3.9.7 Cell dan saluran listrik

Pada industri pemurnian biasanya menggunakan cell dengan ukuran panjang 3 m

– 6 m dan kedalaman 1,1 m – 1,3 m. Setiap cell dapat menampung mulai dari 25 – 50

anoda dan katoda yang terhubung secara paralel. Cell terbuat dari beton (concrete).

Biasanya concrete akan dilapisi dengan flexible polyvinylchloride atau 6 % lead antimony.

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 22

Page 23: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

Banyak juga pabrik pemurnian yang menggunakan precast polymer concrete dimana cell

ini dapat bertahan lebih lama dan tanpa terjadi erosi (Harry, 1990 : Rompre et al, 1991).

Cell ini dioperasikan secara sederhana dan banyak diadopsi oleh industri pemurnian.

Cell – cell dihubungkan untuk membentuk suatu section yang terdiri dari 20 – 40

cell. Dalam satu section aliran listrik akan dihentikan jika dilakukan proses memasukkan

anoda dan katoda atau pada saat dilakukan maintenance. Jumlah cell yang terhubung

dalam satu section dipilih untuk mencapai efisiensi maksimum dari sistim ini. Sambungan

listrik antar cell dibuat dengan menghubungkan katoda pada suatu cell dengan anoda pada

cell berikutnya. Hubungan ini dibuat dengan jalan meletakkan katoda pada suatu cell dan

anoda cell sebelah pada suatu copper distribution bar .

Kontak yang bagus antara anoda dan katoda dengan distribution bar dapat

meminimalisasi energi yang hilang dan memastikan bahwa arus terdistribusi secara

seragam antara tiap anoda dan katoda.Jumlah total arus listrik yang melalui anoda dan

katoda pada suatu cell adalah 10.000 hingga 30.000 ampere.

Elektrorefinery mensyaratkan arus dan tegangan yang searah. Ini didapatkan

dengan mengkonversi arus bolak-balik menjadi arus searah.. Penyearah silicon biasanya

digunakan disini (Schloen 1987, 1991).

2.3.9.8 Tipe Siklus Refining

Produksi electrorefining dimulai dengan memasukkan anoda dan katoda pada cell

kosong yang telah dibersihkan. Anoda dan katoda diangkut dengan menggunakan crane.

Anoda dan katoda sebelum masuk kedalam cell telah di selang seling dan diatur jaraknya.

Apabila dalam satu section anoda, katoda serta elektrolit telah siap maka arus

segera dialirkan. Anoda mulai terlarut dan pada pemukaan katoda mulai terbentuk deposit

tembaga. Pada beberapa industri pemurnian setelah 2 atau 3 hari proses pelapisan

tembaga, starting cathode sheet diangkat dan ditekan (press) agar lurus (Schloen 1987,

1991). Diagram proses elektrorefining dapat diamati pada Gambar 2.12.

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 23

Page 24: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

Gambar 2.12. Siklus Elektrorefining

Katoda diangkat setelah 7 sampai 14 hari pelapisan dan katoda baru (starting

sheet atau stainless steel blank) akan dimasukkan kembali. Cathode copper kemudian

dicuci dan dijual atau difabrikasi. Dua atau tiga cathode copper dapat dihasilkan dari satu

anoda.

Hampir pada semua refinery, cell diperiksa secara teratur untuk mencari bad

contact dan juga arus pendek (short) untuk kemudian dilakukan proses perbaikan.

Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan hand held gaussmeter dan juga

menggunakan infra red scanner (dimana akan mendeteksi panas yang dihasilkan oleh

arus yang tinggi pada katoda). Proses pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan

menggunakan milivoltmeter yang dipasang permanent pada cell.

Arus pendek dapat terjadi karena anoda/katoda bengkok atau karena nodul yang

tumbuh antara katoda dan anoda. Hal ini dapat diatasi dengan meluruskan kembali

aboda/katoda yang bengkok, memperbaiki posisinya sehingga tidak terjadi kontak, serta

meghilangkan nodul pada deposit tembaga dikatoda.

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 24

Page 25: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

Electrorefining merupakan proses continue dengan range waktu 10 sampai 28

hari dimana anoda akan terlarut sekitar 80-85 %. Anode scrap kemudian diangkat dengan

menggunakan crane, dicuci, lalu dikirim kembali ke peleburan untuk menghasilkan

anoda baru. Elaktrolit dan slime dipisahkan melalui lubang dekantasi pada bagian bawah

cell. Slime akan diolah kembali untuk dijadikan by-product. Elektrolit akan disaring dan

dimurnikan kembali. Kemudian siklus dari electrorefining akan berulang kembali.

Target utama dari proses refinery adalah untuk memproduksi katoda tembaga

dengan kemurnian tinggi secara cepat dengan minimum energi yang digunakan serta

biaya yang harus dikeluarkan.

1.4. Keunggulan Proses Mitsubishi

PT. Smelting menggunakan proses Mitsubishi dalam menjalankan proses produksinya.

Proses Mitsubishi mempunyai keunggulan sebagai berikut :

a. Recovery Rate tembaga yang tinggi

Kandungan tembaga yang terbuang dalam slag rendah (0,6% - 0,7%).

b. Emisi gas rendah

Proses pemindahan logam cair melalui launder yang tertutup untuk mengurangi

tersebarnya gas yang dapat membahayakan lingkungan.

c. Konsentrasi SO2 dalam gas buang yang lebih stabil

Karena menggunakan proses yang kontinyu sehingga gas SO2 yang terbuang dari

furnace lebih stabil. Gas buangan yang mengandung SO2 tinggi tersebut dikonversi

menjadi SO3. Selanjutnya dijadikan asam sulfat dengan menggunakan Lurgi-

Mitsubishi Double Contact Process. Hasilnya berupa asam sulfat 98,5% kemudian

dijual sebagai bahan baku untuk pabrik pupuk.

d. Pengoperasian yang sangat efisien dan fleksibel

e. Fasilitas yang tepat

Biaya konstruksi dapat dikurangi dengan penyederhanaan fasilitas.

1.5. Produk PT. Smelting

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 25

Page 26: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

Pabrik peleburan dan pemurnian tembaga ini dikenal sebagai pabrik yang bersih dan

ramah lingkungan. Produknya berkualitas dunia dan telah memberikan kontribusi pada

perkembangan ekonomi Indonesia. Setelah menjalani serangkaian uji coba dengan

pelanggan di Eropa dan Jepang, akhirnya pada bulan Juli 2001, katoda tembaga

PT.Smelting terdaftar di LME (London Metal Exchange) kategori kelas A dengan nama

dagang “Gresik Copper Cathode”.

Produk-produk yang dihasilkan PT.Smelting adalah sebagai berikut:

1. Produk : Katoda tembaga

Kapasitas : 255.000 ton/tahun

Penggunaan : kawat,kabel

2. Produk : Asam sulfat

Kapasitas : 650.000 ton/ tahun

Penggunaan : bahan baku pabrik pupuk

3. Produk : terak tembaga

Kapasitas : 530.000 ton/tahun

Penggunaan : bahan baku pabrik semen

dan sand blasting

4. Produk : Gypsum

Kapasitas : 20.000 ton/tahun

Penggunaan : bahan baku pabrik semen

5. Produk : lumpur anoda

Kapasitas : 1.000 ton/tahun

Penggunaan : pemurnian logam-logam mulia

1.6. Program Strategis PT. Smelting

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 26

Gambar 2.2. Katoda Tembaga

Gambar 2.3. Asam Sulfat

Gambar 2.4. Terak Tembaga

Gambar 2.5. Gypsum

Gambar 2.6. Lumpur Anoda

Page 27: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

PT.Smelting menerapkan budaya 5S untuk mengembangkan kedisiplinan sebagai sikap

kerja dan perbaikan di tempat kerja. Program 5S merupakan dasar bagi program

strategis lainnya untuk mencapai target dan pengembangan bisnis perusahaan.

Beberapa program strategis yang ada di PT.Smelting adalah sebagai berikut :

a. Program 5S sebagai kunci sikap kerja

1. Seiri (Organisasi)

2. Seiton (Kerapian)

3. Seiso (Kebersihan)

4. Seiketsu (Standardisasi)

5. Shitsuke (Disiplin)

b. Pointing & Calling (P&C)

Merupakan tindakan konfirmasi untuk lebih meningkatkan kesadaran pada tingkat

tertentu, pada saat menjalankan pekerjaan pekerjaan yang beresiko tinggi,dengan

tujuan untuk mencegah kesalahan akibat kecerobohan dan kecelakaan kerja.

c. OSH (Occupational Safety and Health) Comitte

Komite yang bertanggung jawab menetapkan peraturan di bidang keselamatan dan

kesehatan kerja, mengevaluasi dan mengawasi pelaksanaannya.

d. Kaizen Teian

Suatu usaha yang melibatkan setiap karyawan untuk mengajukan usulan demi

perbaikan berkesinambungan dalam proses operasi dan tempat kerja.

e. HD (Harmony and Development) Commite

Suatu forum yang terdiri dari wakil karyawan dan manajemen. Forum ini berfungsi

untuk menjalin hubungan baik antara manajemen dan karyawan.

1.7. Sarana Pendukung

PT.Smelting memiliki fasilitas beragam untuk mendukung operasi yang stabil.

Fasilitas-fasilitas tersebut meliputi :

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 27

Page 28: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

a) Jetty & Wharf

Jetty sepanjang 2 km dan dermaga sepanjang 230 meter dirancang untuk menerima

kapal seberat 35.000 ton dengan kapasitas normal bongkar muatan sebesar 350

ton/jam. Dermaga ini juga dapat digunakan untuk memuat slag ke kapal dengan

menggunakan konveyor (ban berjalan) yang dapat dioperasikan bolak-balik.

Gambar 2.13 Jetty & Wharf

a) Bengkel pemeliharaan

Perbengkelan dirancang untuk mendukung pemeliharaan harian di pabrik

peleburan, pabrik asam sulfat & instalasi pengolahan air limbah, pabrik pemurnian,

penanganan bahan baku dan fasilitas-fasilitas tanbahan lainnya.

b) Konsumsi utility

Listrik : 290.000 MWh/tahun

Gas alam : 16.800 KNm3/tahun

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 28

Page 29: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

Oksigen : 186.000 KNm3/tahun

Air proses : 175 m3/jam

Air laut sebagai pendingin tak langsung : 9.000 m3/jam

Uap hasil boiler yang digunakan untuk

pembangkit tenaga listrik : 50 ton/jam

c) Laboratorium

Laboratorium memeriksa kualitas semua produk dan bertanggung jawab

menganalisa contoh-contoh untuk mengontrol kualitas bahan mentah, proses dan

memonitor lingkungan.

d) Sistem Komputer Bisnis

PT Smelting menggunakan software JDEdwards sebagai aplikasi database ERP

(Enterprise Resourse Planning) yang dijalankan di server IBM AS/400.

JDEdwards mengatur dan menangani seluruh aktivitas bisnis seperti akuntansi,

SDM, pembelian dan penyimpanan, pemeliharaan, penjualan, dan logistik serta

informasi proses pabrik.

1.8. Kebijakan Lingkungan PT. Smelting

PT. Smelting telah melaksanakan dan akan meneruskan semua kegiatan berdasarkan

kebijakan lingkungan :

Aktivitas manajemen lingkungan di PT Smelting

1. Komitmen Manajemen Lingkungan Perusahaan ( CEMC)

CEMC yang terdiri dari perwakilan setiap seksi, melaksanakan pengawasan

terhadap lingkungan secara benar dan bertanggung jawab. Dibawah sistem

manajemen ini, pemantauan rutin dan pelestarian lingkungan disetiap pabrik aka

dilaksanakan.

2. Komunikasi dengan masyarakat sekitar

Sebagai anggota masyarakat, kami melakukan komunikasi rutin dengan

masyarakat sekitar melalui beberapa program kemitraan seperti program koperasi,

seminar budaya, penghijauan, sumbagan rutin, adan sebagainya.

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 29

Page 30: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

3. Penghargaan Bendera Hijau untuk Manajemen Lingkungan

Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia melalui program Peningkatan

Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) telah memberikan penghargaan

berupa bendera Hijau dua kali berturut-turut kepada PT. Smelting atas upayanya

dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu pada periode 2003 dan

2004.

1.9. Struktur Organisasi PT. Smelting

Berikut adalah bagan struktur organisasi dari PT. Smelting:

1.10. Prestasi dan Penghargaan PT. Smelting

PT. Smelting memiliki beberapa penghargaan dan prestasi antara lain :

1. LME

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 30

Gambar 2.7. Struktur Perusahaan PT. Smelting

Page 31: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

Katoda tembaga terdaftar di LME (London Metal Exchange) kategori A pada bulan

Juli 2001

2. ISO

Sejak Januari 2002, PT Smelting memperoleh sertifikat ISO 9001:2000 dari Llyod’s

Register

3. Lingkungan

PT Smelting memperoleh Bendera HIJAU pada tahun 2004 dan 2005 dari

Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia melalui Program Peringkat

Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER)

4. OSH

Pada bulan Januari 2005, PT Smelting memperoleh bendera emas untuk gerakan K3

5. BKPM

PT Smelting memperoleh penghargaan Yasa Ayodhya Adinugraha dari BKPM

(Badan Koordinasi Penanaman Modal) pada bulan September 2002

6. 5S

PT Smelting mendapat penghargaan dari pemerintah provinsi Jawa Timur

2003: 1 Perak untuk kategori Gudang.

2004: 5 Perak untuk kategori Produksi,

Bengkel, Gudang, Kantor, dan

2005: 1 Emas untuk kategori Lingkungan,

Perak untuk kategori Produksi,

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 31

Page 32: BAB II FIX

PT. Smelting Gresik Copper Smelting and Refinery

Departemen Teknik Metalurgi dan Material 32

Gambar 2.8. Piagam Penghargaan yang telah diraih PT. Smelting