bab ii filsafat manusia a. pengertian filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/bab ii.pdfkepercayaan...

68
35 BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat Manusia Studi tentang manusia sampai dua abad yang lalu disebut de anima. Studi ini bersifat empiris dan metafisik. Menurut Muji Sutrisno, Ch. Wolff (1679-1754) telah memisah istilah diatas menjadi dua buah studi baru yaitu psikologi empirik dan psikologi rasional. 1 Tahun 1798 dalam bukunya Antropologie in Pragmatischer Hinsicht, Immanuel Kant mengganti istilah tersebut dengan kata antropologi yang juga membatasi kata tersebut sebagai suatu ajaran tentang pengertian manusia yang disusun secara sistematik. Dewasa ini ketika terdapat istilah antropologi secara luas telah menunjukkan tiga disiplin ilmu yang berbeda, yaitu pertama, antropologi ragawi yang membahas manusia dilihat dari aspek asal-usul fisiknya, kedua antropologi budaya yang membatasi diri pada aspek asal-usul historis kebudayaannya, ketiga, antropologi filsafat yaitu sebuah kajian yang mengkaji tentang asal- usul fundamentalnya. 2 Sehingga antropologi filsafat dapat juga disebut sebagai filsafat manusia dalam kajian ini. Filsafat manusia adalah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan sistem filsafat yang secara khusus menyoroti tentang hakikat atau esensi 1 Manusia dalam kesimpulan psikologi disebut „binatang yang berfikir‟, belakangan kesimpulan ini mendapat berbagai pertimbangan untuk ditinjau kembali. Diantaranya Ernest Sosa and David Galloway, Man The Rational Animal?, dalam Synthese,(June, 2000), hlm. 165-166. 2 Selebihnya lihat FX. Mudji Sutrisno (Ed.). Manusia dalam Pijar-Pijar Kekayaan Dimensinya..., hlm. 18.

Upload: hadat

Post on 04-May-2018

252 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

35

BAB II

FILSAFAT MANUSIA

A. Pengertian Filsafat Manusia

Studi tentang manusia sampai dua abad yang lalu disebut de anima.

Studi ini bersifat empiris dan metafisik. Menurut Muji Sutrisno, Ch. Wolff

(1679-1754) telah memisah istilah diatas menjadi dua buah studi baru yaitu

psikologi empirik dan psikologi rasional.1 Tahun 1798 dalam bukunya

Antropologie in Pragmatischer Hinsicht, Immanuel Kant mengganti istilah

tersebut dengan kata antropologi yang juga membatasi kata tersebut sebagai

suatu ajaran tentang pengertian manusia yang disusun secara sistematik.

Dewasa ini ketika terdapat istilah antropologi secara luas telah menunjukkan

tiga disiplin ilmu yang berbeda, yaitu pertama, antropologi ragawi yang

membahas manusia dilihat dari aspek asal-usul fisiknya, kedua antropologi

budaya yang membatasi diri pada aspek asal-usul historis kebudayaannya,

ketiga, antropologi filsafat yaitu sebuah kajian yang mengkaji tentang asal-

usul fundamentalnya.2 Sehingga antropologi filsafat dapat juga disebut

sebagai filsafat manusia dalam kajian ini.

Filsafat manusia adalah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan

sistem filsafat yang secara khusus menyoroti tentang hakikat atau esensi

1 Manusia dalam kesimpulan psikologi disebut „binatang yang berfikir‟, belakangan

kesimpulan ini mendapat berbagai pertimbangan untuk ditinjau kembali. Diantaranya Ernest Sosa

and David Galloway, “Man The Rational Animal?”, dalam Synthese,(June, 2000), hlm. 165-166. 2 Selebihnya lihat FX. Mudji Sutrisno (Ed.). Manusia dalam Pijar-Pijar Kekayaan

Dimensinya..., hlm. 18.

Page 2: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

36

manusia yang paling dalam.3 Ada definisi yang lain yang dapat dirumuskan

sebagai suatu refleksi atas pengetahuan dan pengalaman yang dilaksanakan

dengan rasional, kritis-ilmiah dengan tujuan memahami diri manusia dari segi

yang paling dasar.4 Berpijak dari uraian sebelumnya, filsafat manusia dapat

diuraikan sebagai suatu kajian yang paling fundamental tentang pengetahuan

dan pengalaman segala dimensi manusia yang dilaksanakan dengan rasional,

metodologis-sistematis dengan filosofis-reflektif dengan tujuan memahami

manusia sedalam-dalamnya.

B. Ontologi Filsafat Manusia

1. Pengertian Manusia

Manusia sebagai makhluk Allah yang paling sempurna (ahsanul

taqwim) dan paling unik sebagai objek dan subjek dari berbagai ilmu dan

dengan kajian ini banyak muncul berbagai ilmu. Manusia sebagai subjek

berarti diri sendiri ini mengkaji dirinya sendiri, manusia sebagai objek

apabila manusia tersebut ada dalam ada, sehingga ada sebagai objek untuk

menjadi objek yang ada. Adapun pertanyaan „Siapakah manusia itu?‟

menjadi pertanyaan yang paling mendasar dan pertanyaan yang paling

klasik sepanjang sejarah manusia. Sebelum Sokrates (469-399 SM) sudah

muncul pertanyaan semacam ini. Pada zaman tersebut sudah banyak para

pemikir yang berusaha menjawab pertanyaan tersebut.5

3 Kasdin Sihotang, Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme..., hlm. 22.

4 Selebihnya lihat Adelbert Snijders, Antropologi Filsafat Manusia: Paradoks dan Seruan,

cet. ke-6, (Yogyakarta: Kaninius, 2014), hlm. 18. 5 Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari

Zaman Kuno hingga Sekarang, terj. Sigit Jatmiko, dkk, Cetakan III, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2007), hlm. 583

Page 3: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

37

Menurut Laming, ada beberapa cara atau kerangka teori yang dapat

digunakan dalam memahami manusia. Pertama, apa yang disebut sebagai

perilaku semi mekanis dari manusia. Manusia mempunyai aspek isntingtif

yang bersifat mekanis dalam dirinya. Perilaku ini seringkali

mempengaruhi perilaku manusia yang dapat dipelajari dengan pendidikan

dan dengan kultur secara rutin. Akan tetapi perilaku manusia tidak

sepenuhnya mekanis. Terkadang menyebut perilaku manusia sebagai

mekanis, karena terbiasa dengan berpikiran secara mekanis. Namun, ketika

dilihat (berfikir) secara jauh tidak ada perilaku yang tidak mekanik dan

sama sekali terlepas dari kesadaran pelakunya.

Kedua, dengan mengambil celah dari sudut pandang pertama,

Laming menyebut teori ini dengan sudut pandang personal atau sudut

pandang kamera (personal and camera view). Sebagai contoh, ketika Sang

Dalang dalam memainkan wayang semalam suntuk tidak pernah pergi

kekamar kecil. Bagi para penonton itu adalah hal yang biasa dan mudah

dilihat dan bersifat mekanis. Namun bagi Sang Dalang samasekali tidak

bersifat mekanis, ia harus melatih setiap waktu dengan beberapa resiko.

Inilah perilaku sadar yang hanya dipahami dengan mengunakan sudut

pandang personal. Ketiga, dengan sudut pandang teori pengaruh sosial.

Perilaku dan motivasi manusia sangatlah dipengaruhi oleh lingkungan

sosial, tempat lahir dan berkembangnya. Tidaknya perilaku-perilaku itu

saja yang mempengaruhi, tetapi juga konsep-konsep, atau dasar-dasar yang

Page 4: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

38

tertanam pada ranah sosial.6 Dengan sudut pandang ini manusia setidaknya

dapat melihat bagaimana keadaan manusia tersebut, sehingga ia mengerti

dirinya sendiri.

Menurut Adelbert Snijders ada beberapa hal menyangkut tentang

berbagai sisi manusia, yaitu pertama, manusia sebagai makhluk yang

selalu bertanya. Manusia akan selalu bertanya, dan mencari jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan yang dialaminya. Satu pertanyaan akan melahirkan

atau melibatkan setidaknya satu macam ilmu yang akan berperan dalam

memberikan jawaban dari pertanyaan tersebut. Tentunya, satu ilmu

mempunyai disiplin dan metode sendiri dalam menjawabnya. Khazanah

antropologi filsafat atau juga sering disebut sebagai filsafat manusia

pertanyaan tersebut dijawab dengan refleksi filosofis. Kedua, manusia

sebagai makhluk yang eksentris. Hal ini berkaitan dengan titik tolak dalam

kajian filsafat manusia yang berbeda-beda dan terbuka berbagai macam

kemungkinan untuk itu. Akhirnya, semua jalan filsafat akan berangkat dari

intuisi yang dari implisis, kabur, remang-remang, menjadi nyata dan pada

gilirannya akan menjadi eksplisit.

Ketiga, manusia sebagai makhluk paradoksal, ini artinya manusia

dalam perumusan atas dirinya sendiri terjadi dalam dua kebenaran yang

bertentangan, bukan kebenaran yang salah satu benar dan yang lain salah

(baca: kontradiksi). Manusia termasuk dalam alam ini namun sekaligus

bergantung kepadanya, manusia bebas dan terikat, jasmani dan rohani.

6 Reza AA Wattimena, G Dewi Nugrohadi dan A. Untung Subagya, Menjadi Manusia

Otentik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm. 9-10.

Page 5: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

39

Keempat, manusia adalah makhluk yang dinamis. Manusia maju dengan

dunianya menuju diri sejati dengan tetap mempererat tali hubungannya

dengan Tuhan. Dinamika manusia ada dalam dunia manusi itu, manusia

bebas dan bertanggung jawab, yang sekaligus ada dorongan secara

metafisik untuk menuju diri yang sejati yang tidak diikuti dengan

keperluan (dorongan kodrati yang bersifat keperluan seperti ulat menjadi

kupu). Tetapi secara nyata tetap terikat secara etis. Kelima, manusia

sebagai makhluk multidimensional. Sudah terjadi bahwa manusia adalah

makhluk kesatuan, tetapi dalam kesatuan itu ditemukan berbagai dimensi

manusia dengan segala tingkatan ontologisnya yang tentunya berbeda-

beda. Dapat terjadi dalam diri manusia hidup seolah-olah bagaikan satu

dimensi saja.7 Akan tetapi jawaban diatas hanya dapat memberikan

jawaban atas masalah-masalah temporer tidak mencakup masalah abadi,

yaitu masalah masa silam, akan datang maupun masa selanjutnya. Tidak

ada jawaban yang dapat menjawab permasalahan diatas kecuali

kepercayaan agama yang diyakini kebenarannya secara mutlak oleh umat

manusia.

2. Eksistensi Manusia

Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme adalah suatu istilah

filosofis yang mengandung arti khusus. Kata eksistensi dikhususkan untuk

cara berada manusia yang khas. Hanya manusialah yang bereksistensi.

Karena eksistensi tidak dapat disamakan dengan berada. Pohon, batu,

7 Selebihnya lihat Adelbert Snijders, Antropologi Filsafat Manusia: Paradoks dan

Seruan..., hlm. 13-16. Lihat juga Murtadho Mutahari, Perspektif Al-Quran tentang Manusia dan

Agama (Bandung: Mizan, 1992), hlm. 125.

Page 6: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

40

kucing dan segala yang lain pun ada, tetapi tidak bereksistensi. Hal ini

akan lebih jelas, jika kekhasan manusia ini dihadapkan dengan

materialisme dan spiritualisme.8 Arti khas kata eksistensi menjadi jelas

bila dilihat dari susunan katanya. Kata ini berasal dari bahasa Latin

existere, dari ex yang artinya keluar dan sistentia yang artinya berdiri,

artinya apa yang ada, apa yang memiliki aktualitas, apa saja yang dialami.

Konsep ini menekankan bahwa sesuatu itu ada. Selain itu, konsep ini tidak

sama dengan apa yang dapat dilihat manusia dengan pancaindera.

Misalnya, perdebatan pada zaman prasokratik, yaitu kelompok

materialisme yang diwakili oleh Empedokles, Anaxagoras, dan

Demokritos. Demokritos berpendapat bahwa satu-satunya yang ada adalah

yang dapat disentuh tangan manusia. Sokrates dan Plato membantah hal

ini, Plato berpendapat bahawa apa yang disentuh dengan tangan itu

semata-mata wakil dari ide-ide. Berkat Aristoteles perdebatan dua ajaran

ini dapat dipadukan.

Konsep eksistensi juga tidak sama dengan pemikiran pluralisme

dan filsafat nilai modern. Satu-satunya faktor dalam konsep eksistensi

yang membedakan setiap hal yang ada dari tiada adalah fakta. Setiap hal

yang ada itu mempunyai eksistensi atau ia adalah suatu eksisten, dengan

demikian jika sesuatu itu sama sekali tidak berhubungan dengan eksistensi

maka juga sama sekali tidak tampil sebagai suatu eksisten. Dengan

menyatakan bahwa manusia bereksistensi berarti manusia baru dapat

8 Selebihnya lihat Adelbert Snijders, Antropologi Filsafat Manusia: Paradoks dan

Seruan..., hlm. 23.

Page 7: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

41

menemukan diri sebagai aku yang keluar dari dirinya. Salah satu cara

untuk mendekati eksistensi sebagai pengalaman asasi ialah dengan

mengintensifkan kehadiranku pada diriku yang berbadan. Aku berada

didunia melalui badanku. Badanku menjadi badan manusiawi karena

kesatuannya dengan aku. Jika badanku sakit, maka aku juga sakit. Jika

kakiku berjalan, maka aku juga berjalan. Jika mataku terbuka, akulah yang

memandang. Jika badanku disentuh, akullah yang disentuh. Akan tetapi

jika, bajuku robek, bukan aku yang robek. Badanku merupakan satu

kesatuan dengan aku. Badanku dan aku adalah identik, tetapi sekaligus

tidak identik. Aku melalui badanku hadir di dunia. Aku yang terlepas dari

dunia tidak kutemukan. Tidak mungkin memikirkan suatu cara berada

manusia yang tidak sekaligus suatu cara berada didunia. Aku menjadi aku

berkat bertemu dengan sesama dan dunia.9 Dengan demikian manusia

dikatakan bereksistensi, jika manusia tersebut sudah bergabung antara aku

dan badan yang berada didunia. Jika manusia masih berada dalam alam

ruh atau belum tercipta, maka aku belum berada.

Ber-eksistensi menurut Heidegger disebut dasein, dari kata da yang

berarti „disana‟ dan kata sein yang berarti „berada‟, sehingga kata ini

berarti berada disana, yaitu ditempat. Manusia senantiasa menempatkan

diri ditengah-tengah dunia sekitarnya, sehingga ia terlibat dalam alam

sekitar dan bersatu dengannya. Sekalipun demikian manusia tidak sama

dengan dunia sekitarnya, tidak sama dengan benda-benda, sebab manusia

9 Uraian secara luas dapat dilihat dalam Adelbert Snijders, Antropologi Filsafat Manusia:

Paradoks dan Seruan..., hlm. 25-28 dan Save M. Dagum, Filsafat Eksistensialisme, (Jakarta:

Rineka Cipta, 1990), hlm. 18-24.

Page 8: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

42

sadar akan keberadaannya itu. Ajaran eksistensialisme sebenarnya adalah

suatu aliran filsafat yang bersifat teknis, yang menjelma dalam bermacam-

bermacam sistem yang berbeda dengan ciri-ciri yang sama. Ada empat

pemikiran yang setidaknya secara jelas dapat disebut filsafat

eksistensialisme, yaitu pemikiran Martin Heidegger, Jean Paul Sartre, Karl

Jaspers dan Gabriel Marcel. Ciri persamaan tersebut adalah pertama,

eksistensi, yaitu cara manusia berada, hanya manusialah yang

bereksistensi. Eksistensi adalah cara khas manusia berada. Pusat perhatian

ini terletak pada manusia itu sendiri, sehingga bersifat humanities.

Kedua, bereksistensi harus diartikan secara dinamis. Bereksistensi

berarti menciptakan dirinya secara aktif untuk berbuat, menjadi dan

merencanakan. Setiap saat manusia menjadi lebih atau kurang dari

keadaannya. Ketiga, manusia adalah realitas yang belum selesai, harus

„membentuk‟. Pada hakekatnya manusia terikat kepada dunia sekitarnya,

terlebih kepada sesama manusia. Keempat, Filsafat eksistensialisme

memberi tekanan kepada pengalaman yang berbeda-beda. Heidegger

memberi tekanan kepada kematian, yang menyuramkan segala sesuatu,

Marcel kepada pengalaman keagamaan dan Jaspers kepada pengalaman

hidup yang bermacam-macam seperti kematian, penderitaan, perjuangan

dan kesalahan.10

10

Harun Hadiwiyono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Cetakan Kesebelas (Yogyakarta:

Kanisius, 1995), hlm. 149 dan Burhanuddin Salam, Filsafat Manusia: Antropologi Metafisika,

Cetakan kedua, (Jakarta: PT. Bina Aksara Jakarta, 1988), hlm. 27-29.

Page 9: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

43

3. Esensi dan Hakikat Manusia

Esensi berasal dari bahasa Latin, essentia yang artinya „ada‟.

Secara filosofis adalah sesuatu yang membuat sesuatu itu sebagaimana

adanya, bukan menjadi sesuatu yang lain, atau sesuatu yang dimiliki oleh

sesuatu dan yang membuatnya dapat dikenal sebagai sesuatu yang

partikular, dan tanpanya sesuatu itu tidak akan dikenal sebagai adanya,

sebagai karakteristik penentu dari sesuatu. Esensi berbeda dengan

eksistensi, jika esensi lebih menekankan „apanya‟ sesuatu, sedangkan

eksistensi menekankan „apanya‟ sesuatu yang lebih sempurna. Esensi dan

eksistensi dapat dikatakan identik dalam hal-hal tertentu seperti Tuhan,

alam semesta atau yang absolut. Esensi berkaitan dengan hakikat manusia,

maka berkaitan dengan unsur penyusun manusia itu, ruh dan jasad. Esensi

dari manusia itu terletak dalam ruh sebagai peparing Tuhan atau jasad

yang terbuat dari unsur tanah, malah kedua-duanya sebagai esensi atau

hakikat manusia yang sering dilabeli dualisme atau monodualis. Dengan

kesempurnaan ini sesuatu itu menjadi suatu eksisten.11

Rujukan yang

paling kuno adalah Plato yang menyatakan bahwa jiwa manusia (atau

pikiran) adalah entitas nonmaterial yang dapat tinggal terpisah dari tubuh.

Plato adalah salah satu sumber utama pandangan dualistik yang

menyatakan bahwa jiwa manusia (pikiran) adalah sebuah entitas

nonmaterial yang dapat hidup terpisah dari tubuh. Menurut Plato, jiwa

sebagai sesuatu yang tidak dapat hancur dan akan hidup abadi setelah mati.

11

Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1995), hlm.

99-100 dan lihat Ali Mudhafir, Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat (Yogyakarta: Liberty,

1988), hlm. 27.

Page 10: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

44

Argumen-argumen Plato terdapat dalam Meno yang membuktikan

praeksistensi jiwa, menjelaskan bahwa kegiatan belajar sesungguhnya

hanya sejenis jiwa yang “mengingat kembali” benda-benda sebelum lahir

(dialog Adam As dengan malaikat (Islam) atau sejenis reinkarnasi). Plato

menyatakan bahwa kemampuan menyadari validitas langkah-langkah dan

sebuah kesimpulan merupakan sifat bawaan sejak lahir. Bukti lain dalam

Phaedo, Plato menyebutkan beberapa argumen lain mengenai jiwa

manusia yang tetap ada setelah kematian tubuh. Plato ingin membuktikan

kesalahan teori materialisme yang diusung oleh atomisme Yunani awal,

seperti Demokritos yang menyatakan bahwa jiwa manusia tersusun atas

partikel-partikel kecil yang berhamburan ke udara pada saat mati. Ia juga

menentang konsep bahwa jiwa adalah sejenis harmoni yang memfungsikan

tubuh seperti musik yang berasal dari instrumen yang dimainkan dengan

nada-nada yang tepat.

Plato menyajikan teori tiga elemen jiwa ini dalam imajinasi-

imajinasi yang halus. Plato membandingkan jiwa seperti kereta kuda,

ditarik seekor kuda putih (roh) dan kuda hitam (nafsu), di kendarai oleh

seorang penunggang kuda (rasio) yang terus berusaha mengontrol laju

kereta. Plato menyatakan bahwa roh biasanya ada di samping rasio ketika

konflik batin muncul. Tetapi, roh suatu saat merupakan elemen yang

berbeda dalam pikiran, pasti ada beberapa kasus pikiran yang bertentangan

dengan Rasio. Kasus ini dapat dilihat dari pengalaman masing-masing

Page 11: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

45

manusia. Aspek sosial yang tidak dapat dihilangkan dari teori hakikat

manusia menurut Plato sebagai sifat alami bagi kemanusiaan.12

Al-Farabi dalam menyikapi hakikat manusia menggunakan teori

emanasi yang dinamakan nadhariatul-faidl dengan uraiannya sendiri,

walaupun ia menyetujui teori al-Kindi. Pada mulanya al-Farabi menerima

prinsip Aristotelianisme yang menyatakan bahwa Tuhan itu ialah Akal

yang berfikir, al-Farabi menamakannya akal murni. Akal murni itu Esa

adanya, dalam arti bahwa akal itu berisi satu pikiran saja, yakni senantiasa

memikirkan dirinya sendiri. Jadi Tuhan itu adalah akal yang berfikir (aqil)

dan dipikirkan (ma‟qul). Dengan ta‟aqul ini mulailah ciptaan Tuhan.13

Ibnu Sina, seperti pendahulunya al-Farabi, juga menyatakan bahwa

manusia terdiri dari unsur jiwa dan jasad. Jasad dengan segala

kelengkapannya yang ada merupakan alat bagi jiwa untuk melakukan

aktifitas atau kerja. Jasad selalu berubah, berganti, tumbuh, bertambah, dan

semakin berkurang sesuai dengan berjalannya waktu (usia). Sehinggga ia

mengalami kefanaan setelah berpisah dengan jiwa. Jadi menurut Ibnu Sina

hakikat manusia adalah jiwa, bukan jasad, sehingga perhatian para filosof

lebih jauh dalam mengkaji jiwa daripada jasadnya.14

Hal berbeda disampaikan oleh Ibnu Thufayl, bahwa kesadaran

tentang diri akan membawa pada derajat tercapainya kesadaran tentang

12

Leslie Stevensen dan David L. Haberman, Sepuluh Teori Hakikat Manusia, terj. Yudi

Santoso dan Saur Pasaribu, (Jogjakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2001), hlm. 144-154. 13

Poerwantana, A. Ahmadi dan MA. Rosali, Seluk Beluk Filsafat Islam, cetakan keempat,

(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1994), hlm. 133-134. 14

Hasbullah Bakry, Disekitar Filsafat Skolastik Islam, (Jakarta: Tintamas, 1984), hlm. 50.

Page 12: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

46

yang wajib-ada. Kesadaran tentang yang wajib ada sebagai hakikat esensi

diri manusia dalam pandangan Ibnu Thufayl.15

Ia menulis”

“Esensi yang telah mencerap pengetahuan tentang Wujud yang

Wajib-Ada haruslah sesuatu yang bersifat immateri. Segala sesuatu

diluar dirinya yang bersifat ragawi bukanlah hakikat dirinya.

Hakikat esensi dirinya adalah sesuatu yang membawanya

mengetahui Wujud Mutlak yang Wajib-Ada.”16

Muhammad Iqbal dari Pakistan berpendapat bahwa esensi manusia

terletak pada pusat kesadaran yang bernama ego atau khudi. Kenyataan ini

membuat manusia dipandang sebagai makhluk kerohanian. Sebagai

makhluk rohani, khudi merupakan kesadaran dan perasaan bawaan yang

membimbing manusia menuju martabat yang Agung. Iqbal bertolak dari

al-Qur`an surat ar-Ra`du ayat 11, “Sesungguhnya Allah tidak akan

mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan

mereka sendiri.” Esensi khudi mengacu pada pengertian yang

dikemukakan al-Qur`an tentang kedudukan manusia di alam semesta dan

di tengah makhluk lain, yaitu sebagai khalifah Tuhan dan juga sebagai

hamba-Nya.17

Ali Syari`ati mempunyai beberapa kategori konsep tentang

bagaimana memaknai manusia, yaitu: khalifah, manusia dua dimensional,

insan dan manusia tercerahkan. Keempatnya katagori di atas memiliki

makna berbeda namun saling berhubungan antara makna satu dengan

15

Selebihnya lihat Muhammad „Usman Najati Jiwa dalam Pandangan Para Filosof

Muslim terj. Gazi Saloom, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), hlm .266. 16

Abu Bakar Ibn Thufayl, Hay Bin Yaqzan dalam Abdul Kadir Riyadi, Antropologi

Tasawuf: Wacana Manusia Spiritual dan Pengetahuan..., hlm. 264. 17

Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam: Dilengkapi dengan

Puisi-Puisi Asrar-I-Khudi, terj. Ali Audah, Taufik Ismail dan Goenawan Muhammad, (Jakarta:

Tinta Mas, reprint: Jalasutra, 2002), hlm.137-138.

Page 13: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

47

makna yang lainnya. Hubungan makna inilah yang secara lahir tidak akan

terjadi, akan tetapi adanya hubungan yang lebih erat lagi yang disebut

hubungan esensi atau hubungan makna esensi manusia. Selanjutnya, Ali

Syaria‟ati mengemukakan hubungan esensi dari kategori tersebut, yaitu

bahwa manusia memiliki daya intelektual yang dilengkapi dengan atribut

kesadaran diri, kebebasan, kreativitas serta memiliki moral yang agung

untuk menuju tanggung jawab sebagai manusia sempurna. Kalimat

sempurna dalam pemaknaan Ali Syari'ati dapat dilihat dalam tulisannya,

“Saya mencari esensi saya dan tidak dapat menemukannya, saya adalah

bayangan-Nya. Dimanakah Dia?”

4. Stuktur Manusia

Manusia adalah makhluk yang diciptakan Tuhan yang paling

sempurna, sebagai „Pengganti‟ Tuhan dibumi ini. Manusia mempunyai dua

unsur yaitu jiwa dan jasad. Jiwa berasal dari alam perintah (alamu‟l amar)

dan akal kesepuluh dan unsur jasad berasal dari alam ciptaan. Sehingga

jiwa merupakan unsur yang terpenting dan paling berpengaruh daripada

jasad. Menurut al-Farabi kesatuan jiwa dan jasad merupakan kesatuan

accident. Artinya, kedua unsur tersebut mempunyai substansi yang

berbeda dan hancurnya jasad juga tidak dibarengi dengan hancurnya jiwa.

Al-naf al-nathiqah yang berasal dari Alam Illahi, sedangkan jasad dari

alam khalaq, bentuk, rupa, dan berkadar. Jiwa-jiwa manusia mempunyai

daya-daya, yaitu: pertama, daya gerak yang terdiri dari daya makan

(nutrion), memelihara (preservation), dan daya berkembang

Page 14: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

48

(refroduction). Kedua, daya mengetahui yang terdiri dari daya merasa

(sensation) dan imajinasi (imajination). Ketiga, daya berfikir yang

mempunyai akal praktis (practical intellect) dan akal teoritis (theoretical

intellect).

Jiwa menurut al-Farabi adalah kesempurnaan pertama bagi jisim

alami yang organis yang memiliki kehidupan dalam bentuk potensial. Jiwa

ada forma dari jasad, yang diartikan sebagai jauhar (substansi) yang

berdiri sendiri yang juga berasal dari akal kesepuluh. Hal ini membentuk

hubungan antara jiwa dan jasad tidak berhubungan esensial melainkan

hubungan aksidental (tidak ada saling ketergantungan). Apabila jasad mati,

jiwa tidak akan mati sebab jasadnya hancur. Maka, jiwa adalah abadi,

inilah paham al-Farabi. Jiwa yang dinyatakan abadi oleh al-Farabi, masih

dibedakan menjadi jiwa khalidah dan jiwa fana‟. Jiwa khalidah adalah

fadilah, yaitu jiwa yang mengetahui kebaikan dan berbaik, serta dapat

melepaskan diri dari ikatan jasmani atau materi. Jiwa ini tidak akan hancur

dengan hancurnya badan. Termasuk juga jiwa yang ada dalam tingkat akal

mustafad. Sedangkan jiwa fana adalah jiwa jahilah, tidak akan mencapai

kesempurnaan karena belum dapat melepaskan diri dari ikatan materi

dunia. Jiwa ini akan hancur bersama hancurnya badan.18

Ibnu Sina, seperti pendahulunya al-Farabi, juga menyatakan bahwa

manusia terdiri dari unsur jiwa dan jasad. Jasad dengan segala

kelengkapannya yang ada merupakan alat bagi jiwa untuk melakukan

18

Hasyim Nasution, Filsafat Islam dalam Udang Ahmad Kamaluddin, Filsafat Manusia:

Sebuah Perbandingan Antara Islam dan Barat, (Bandung : Pustaka Setia, 2013), hlm. 128-129.

Page 15: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

49

aktifitas atau kerja. Jasad selalu berubah, berganti, tumbuh, bertambah, dan

semakin berkurang sesuai dengan berjalannya waktu (usia). Sehinggga ia

mengalami kefanaan setelah berpisah dengan jiwa.19

Jiwa berasal dari akal

kesepuluh dibawah bulan dalam teori emanasi Ibnu Sina.20

Objek

pemikiran dalam teori emanasinya adalah Tuhan, dirinya sebagai wajibul

wujudnya dan dirinya sebagai mumkinul wujud, dari objek pemikiran

tentang Tuhan muncul Akal-Akal, dari objek pemikiran tentang dirinya

yang wajibul wujud timbul jiwa-jiwa dan dari pemikiran tentang dirinya

sebagai mumkinul wujud timbul langit-langit. Jiwa dalam kajian

Aristoteles terbagi menjadi tiga jiwa yang juga diamini oleh Ibnu Sina,21

yaitu: pertama jiwa tumbuh-tumbuhan yang mempunyai daya kekuatan

makan (nutrition), tumbuh (growth) dan berkembang biak (reproduction).

Kedua jiwa binatang yang terdiri dari jiwa gerak (locomotion) dan jiwa

menangkap (perception). Daya menangkap ini mempunyai dua bagian

yaitu daya tanggap dari luar dengan alat pancaindera dan daya tangkap

dari dalam dengan indera-indera dalam. Daya tangkap dari dalam ini juga

mempunyai beberapa komponen yang mempunyai beberapa fungsi sesuai

dengan daya komponen tersebut.

19

Hasbullah Bakry, Disekitar Filsafat Skolastik Islam, (Jakarta: Tintamas, 1984), hlm. 50. 20

Ada beberapa bukti untuk meyakinkan adanya jiwa ini, yaitu argumen alam kejiwaan,

argumen „aku‟ dan kesatuan gejala-gejala kejiwaan, argumen kesinambungan dan argumen

manusia terbang, secara jelas diuraikan dalam Poerwantana, A. Ahmadi dan MA. Rosali, Seluk

Beluk Filsafat Islam..., hlm. 157-161. 21

Pengertian jiwa menurut Ibnu Sina diuraikan oleh Usman Najati secara luas, demikian

juga macam macam stuktur daya jiwa, selebihnya lihat Muhammad „Usman Najati, Jiwa dalam

Pandangan Para Filosof Muslim..., hlm.171.

Page 16: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

50

Komponen indera bersama (common sense), yang berfungsi untuk

menangkap semua rangsang yang ada dalam sensorik segala pancaindera.

Komponen representasi (representation) yang bertugas untuk menyimpan

segala apa yang ditangkap dan telah disampaikan oleh rangsang indera

bersama. Selanjutnya, komponen imajinasi (imagination) berusaha

menyusun apa-apa yang ada dan melanjutkan segala yang ada dalam

komponen refresentasi. Dilanjutkan ke komponen estimasi (estimation),

komponen ini dapat menangkap dari sensorik komponen imajinasi yang

bersifat abstrak dan diluar benda imajinasi. Terakhir komponen sensorik

rekoleksi, komponen sensorik tersebut berguna untuk menyimpan apa-apa

yang bersifat abstrak yang ada dalam estimasi. Ketiga, adalah jiwa

manusia, yang terdiri dari jiwa praktis (practical) yang berhubungan

dengan badan-wadag. Jiwa teoritis (theoretical) sebagai isi dari jiwa

manusia yang berhubungan dengan jiwa-jiwa abstrak.

Jiwa yang abstrak ini terdapat maqam-maqam, yaitu: maqam akal

materi (material intellect) sebagai maqam awal yang berfungsi untuk

berfikir yang belum terlatih samasekali. Maqam akal abstrak (intelektus

inhabitu) sebagai maqam kedua yang sudah terlatih untuk berfikir hal-hal

yang bersifat abstrak. Maqam aktuil adalah maqam ketiga yang berfungsi

sebagai akal yang dapat berfikir hal-hal yang bersifat abstrak. Maqam

terakhir, adalah akal mustafad, yaitu akal yang sudah terbiasa untuk

berfikir hal-hal yang abstrak, tentunya juga sudah terlatih sedemikian rupa.

Sehingga hal-hal yang bersifat abstrak sudah ada dalam akal tersebut, akal

Page 17: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

51

inilah yang sanggup berhubungan dan berinteraksi dengan akal-aktif.22

Menurut Ibnu Rusy, akal-aktif dan akal-materi sebagai substansi yang

kekal yang independen ada di luar dari jiwa manusia. Artinya, antara akal-

aktif dan akal-materi berpisah satu sama lain, tidak saling berhubungan

atau tidak saling mempengaruhi.23

Menurut al-Farabi, akal-aktif bukan merupakan maqam dari

manusia intelek, melainkan merupakan substansi imaterial yang ada dari

jiwa manusia. Tugas dari akal-aktif adalah membawa manusia ke tingkat

tertinggi dari kesempurnaan, yang didedikasikan hanya untuk manusia.

Akal-aktif berfungsi mengaktualisasikan potensi rasional dalam manusia

dan membuat benda-benda lain dapat dimengerti dalam pikiran manusia,

hal ini dilihat dari tercapainya kecerdasan yang sebenarnya dan

kemakmuran akhirnya. Al-Farabi mengibaratkan peran akal-aktif dalam

kesempurnaan jiwa rasional, dengan matahari yang menyinari benda,

sehingga benda tersebut terlihat manusia. Benda terlihat mata karena

tersinari matahari. Mata dapat melihat karena ia menerima cahaya dari

matahari. Akal manusia dapat mengaktualisaikan potensi jiwa rasionalnya,

apabila mampu menerima aktualisasi dari akal-aktif.24

22

Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, cetakan kedua, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1978), hlm. 35-37. 23

Selebihnya lihat Davoud Zandi, “Rational Explanation of the Relationship between the

Material Intellect and the Active Intellect from the Perspective of Averroes”, dalam International

Journal of Islamic Thought, Vol. 8: (Dec. 2015), hlm. 14. 24

Davoud Zandi, “A Comparative Study of the Relationship between the Material Intellect

and the Active Intellect from the Perspective of Averroes and Al-Farabi”, dalam Journal of

Islamic Studies and Culture, Vol. 3, No. 2, (December 2015), hlm.40-41.

Page 18: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

52

Menurut Ibnu Sina, jiwa manusia sebagai entitas tersendiri yang

mempunyai wujud tersendiri terlepas dari badan (benda) atau wadah. Jiwa

manusia tercipta ada karena ada wadah atau badan yang sesuai dengan

frekuansi jiwa yang dapat menerimanya untuk lahir didunia. Hubungan

wujud yang sempurna antara jiwa (shurah) dan benda (maddah) dalam

kajian Ibnu Sina terletak dalam diri al-khair yang tidak terdapat dalam

jirmul-falakil-aqsha. Benda (maddah) akan selau rindu kepada jiwa

(shurah) yang diandaikan dengan topeng yang sangat indah. Rasa

kerinduan ini akan berdampak pada rasa keinginan untuk mencapai pada

maqam zat yang tertinggi (al-jawahirul „alawiyah).25

Pada awalnya jiwa

sebagai entitas tersendiri dari badan, tetapi pada awalnya penciptaan jiwa

(didunia) wujud badanlah yang menolong jiwa manusia untuk dapat

berfikir. Pancaindera dan daya-daya batin dari jiwa binatang seperti indera

bersama, estimasi dan rekoleksi yang menolong jiwa manusia untuk

memperoleh konsep-konsep dasar yang diperlukan jiwa untuk mencapai

tahap kesempurnaannya (al-jawahirul „alawiyah). Tetapi pada suatu waktu

jiwa binatang tersebut malah menjadi penghalang jiwa manusia untuk

mencapai derajat kesempuraan. Karena jiwa manusia merupakan satu

entitas tersendiri yang terlepas dari badan.

Jiwa binatang dan jiwa tumbuh-tumbuhan yang ada pada diri

manusia, hanya berfungsi fisik dan jasmani akan mati bersamaan dengan

matinya badan wadah yang tidak akan hidup kembali pada hari

25

Selebihnya lihat Poerwantana, A. Ahmadi dan MA. Rosali, Seluk Beluk Filsafat Islam...,

hlm. 149.

Page 19: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

53

pembangkitan. Jiwa manusia karena bersifat dan berfikir abstrak yang

berbeda dengan jiwa binatang dan tumbuh-tumbuhan, maka

pembalasannya tidak didunia ini, tetapi akan disampaikan diakhirat kelak.

Jiwa jenis ini bersifat kekal selamanya. Jika jiwa manusia ini sudah

sempurna sebelum berpisahnya dengan badan (meninggal), maka jiwa ini

akan terus sempurna selamanya dan mendapatkan kesenangan yang kekal.

Selanjutnya, jika jiwa ini berpisah dengan badan tidak dalam keadaan

sempurna, karena telah dipengaruhi jiwa-jiwa binatang dan tumbuh-

tumbuhan maka ia akan menyesal dan akan terkutuk untuk selamanya

dialam akhirat kelak.26

Manusia menurut Ali Syari‟ati adalah gabungan dari lumpur dan

roh Allah, manusia adalah zat yang berdimensi, makhluk yang bersifat

ganda, berbeda dengan makhluk Allah yang unidimensional. Dimensi yang

satu cenderung kepada susunan lumpur yang bersifat rendah, stagnan dan

immobilitas. Dimensi yang lain, berasal dari roh Allah, sebagaimana al-

Qur‟an menyebutkan asal-muasal tersebut, dimensi ini cenderung untuk

meningkat dan berjalan kepuncak yang setinggi-tingginya yang dapat

diraih yaitu menuju kepada-Nya bukan bersatu dengan Tuhan. 27

Hal yang sama juga disampaikan oleh Muhammad Baqir ash-Shadr

yang membagi manusia menjadi dua sisi, yaitu sisi spritual dan sisi

material. Sisi materialnya tersusun dari komposisi organik, sedangkan sisi

26

Ibid, hlm. 38. 27

Ali Syari‟ati, Tentang Sosiologi Islam, terj. Saifullah Mahyudin, (Yogyakarta: Ananda,

1982), hlm. 90 dan lihat Ali Syari‟ati, Tugas Cendikiawan Muslim, terj. M. Amien Rais,

(Yogjakarta:Shalahuddin Press;reprint: Jakarta: PT RajaGrafndo Persada, 1995), hlm. 6-7.

Page 20: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

54

spiritualnya atau nonmaterial yang merupakan pentas aktivitas pemikiran

dan mental. Manusia tidak hanya berwujud kumpulan dari materi yang

sangat kompleks, tetapi personalitasnya terdiri dari materi dan nonmaterial

yang jamak disebut dualitas. Sadr mengatakan cukup sulit untuk

mengetahui hubungan antara dua komponen manusia tersebut. Ada

pendapat yang menjelaskan hubungan antara keduanya sangat erat, dan

saling mempengaruhi diantara keduanya. Apabila seseorang melihat

pocong dalam kegelapan, maka gemetarlah seseorang tersebut, apabila

seseorang berfikir, maka terjadilah suatu aktifitas tertentu. Ini akibat

pengaruh jiwa (nonmateri). Apabila usia ketuaan secara perlahan sudah

merayapi tubuh, lemahlah segala aktifitas mental, atau jika seseorang

pemabuk sedang tenggelam dalam minumannya, ia akan melihat benda

sebagai dua benda yang sama. Akibat dari pengaruh jiwa terhadap tubuh.

Sadr sependapat dengan filosof muslim Sadr al-Muta‟allihin asy-

Syirazi tentang hubungan antara nonmaterial dan material. Filosof ini telah

menemukan gerak substansial dalam jantung alam. Gerak ini sebagai

sumber primer dari setiap gerak yang dapat ditangkap oleh segala indera

yang terjadi di alam raya, termasuk manusia. Materi dalam gerakan

substansialnya berusaha untuk menyempurnakan wujudnya dan terus-

menerus berusaha melepaskan wujud materialitasnya dengan syarat-syarat

tertentu menjadi wujud yang nonmaterial, yaitu wujud spiritual. Jadi,

antara keduanya tidak ada dinding pemisah, tetapi keduanya sebagai dua

wujud keberadaan yang berbeda. Meskipun ia nonmaterial, ia tetap

Page 21: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

55

memiliki hubungan material, karena yang nonmaterial tersebut adalah

maqam tertinggi dari riyadhah materi dalam gerak penyempurnaanya yang

substansial. Jembatan yang baik ini sebagai temuan yang apik dalam

hubungan antara materi dan nonmateri dari filosof diatas. Sadr

menambahkan bahwa jiwa itu sendiri tidak lain adalah imaji material yang

menjadi tinggi karena gerak substansial. Perbedaan antara sisi spritualitas

dan materialitas hanya terletak pada perbedaan derajat saja, seperti panas

yang tinggi dengan panas yang rendah. Tidak boleh juga beranggapan

bahwa jiwa adalah produk materi dan menjadi salah satu efeknya. Namun,

sebenarnya adalah produk gerak substansial yang bukan produk dari

materi itu sendiri. Sebab, setiap gerak berasal dari munculnya sesuatu dari

potensialitas ke aktualitas secara berangsur-angsur. Potensialitas tidak

dapat menciptakan aktualitas dan kemungkinan tidak dapat menciptakan

keberadaan. Jadi, gerak substansial memiliki sebab diluar materi yang

bergerak. Ruh yang merupakan sisi nonmaterial manusia adalah produk

gerak tersebut. Adapun gerak ini sendiri adalah jembatan antara

materialitas dan spritualitas.28

C. Epistemologi Filsafat Manusia

1. Penciptaan Manusia

Kreasionisme berarti bahwa dunia fisik dan segala yang ada di

dalamnya ada secara obyektif dan secara nyata; dunia fisik bukan rupa dan

28

Muhammad Baqir Ash-Shadr, Falsafatuna: Pandangan Muhammad Baqir Ash-Shadr

Terhadap Pelbagai Aliran Filsafat Dunia, terj. M. Nur Mufid bin Ali, Cetakan V (Bandung:

Mizan, 1995), hlm. 270-272. Keterangan berkaitan dengan teori gerak potensialitas dan aktualitas

dapat dilihat pada buku yang sama pada halaman 155-163.

Page 22: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

56

ilusi. Gagasan penciptaan dunia dan (peng)ada-(peng)ada hanya

mempunyai arti jika dunia ada secara nyata, dengan suatu eksistensi yang

khas baginya. Penciptaan berarti alam semesta secara fisik bukan “ada”

mutlak, dan tidak mencukupi untuk dirinya sendiri. Dengan demikian,

alam semesta secara fisik didedivisasi dan di deklarasi. Alam semesta itu

ada, tetapi ia bukan “ada” yang mutlak. Ia bersifat kontingen dan

tergantung pada Dia, satu-satunya yang dapat memberikan keadaan. Ia

tergantung pada Ada yang mutlak, yaitu Allah.

Tuhan dalam memberikan keadaan kepada alam semesta tidak

berpangkal dari suatu khaos materi dan alam semesta bukan bagian Dzat

Ilahi. Semua pengada yang ada dalam alam semesta selalu mempunyai

awal. Sebab jika pengada-pengada itu merupakan bagian Dzat Ilahi,

pengada-pengada itu tentu tidak diciptakan, karena mereka adalah keahlian

itu sendiri dalam keadaan tercerai-berai, terpotong-potong, atau terasing.

Penciptaan dunia dan pengada-pengada yang mendiami dunia tidak

membawa perubahan dalam diri Tuhan, tidak mengubah Tuhan. Pengada-

pengada sebagai isi dunia diadakan berdasarkan anugerah kebaikan hati

Tuhan. Alam semesta bukanlah hasil dari suatu keharusan dalam diri

Tuhan, bukan pula akibat dari tragedi yang terjadi secara berturut-turut

dalam diri Tuhan. Teisme kreasionisme sama sekali tidak mengenal mitos-

mitos teogini, sistem-sistem gnostik dan spekulasi-spekulasi teofis. Karya

Tuhan adalah karya kemurahan hati-Nya dan karya kasih-Nya.

Page 23: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

57

Paham kreasionis mewariskan kepada pemikiran manusia ialah

keunggulan radikal eksistensi fisik, kosmik, inderawi, badani, atau suatu

optimism mendasar. Ajaran teis-kreasionis mengajarkan bahwa alam

semesta bukan bagian Dzat Ilahi dan bahwa alam semesta tidak kekal,

ajaran teis kreasionis telah mendesakralisasi dan mend-dedivinisasi alam

semesta samasekali. Ajaran ini merupakan suatu hal yang baru, sebab

bangsa-bangsa Timur purba dan orang-orang Yunani justru mengakui

keilahian alam semesta.

Teisme kreasionis yang muncul dari tradisi Yudeo-Kristiani

sebagai pendahulu rasionalitas modern, ilmu-ilmu yang berasarkan

percobaan, dan teknik. Teisme kreasionis terluput juga dari mitos

pengulangan abadi dalam suatu alam semesta abadi dan siklis. Teisme

kreasionis justru mengakui bahwa alam semesta mempunyai awal, dan

menegakkan suatu pandangan sejarah kosmik yang bersifat tanpa ulangan

dan terarah kepada suatu titik akhir yang akan merupakan pemenuhan

akhirnya. Mistik yang muncul dari tradisi Yudeo-Kristiani merupakan

sesuatu yang baru, jika dibandingkan dengan keadaan pemikiran manusia

saat itu di Timur zaman purba. Mistik yang khas bagi teisme kreasionis

adalah berpangkal dan bertujuan dalam persatuan antara pengada-pengada

tercipta dengan Dia yang merupakan penciptanya; persatuan itu tidak

mengakibatkan lenyapnya pribadi-pribadi melainkan justru mengukuhkan

mereka untuk selama-lamanya dengan tetap memiliki perbedaan dan

keaslian mereka masing-masing.

Page 24: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

58

Kasih antara pengada-pengada hanyalah mungkin jika pengada-

pengada itu benar-benar berbeda dengan yang lain dan masing-masing

pengada itu unik kepribadiannya. Metafisika kasih hanyalah mungkin jika

didasarkan pada metafisika pencipta, yang mengakui kenyataan eksistensi

pengada-pengada yang beranekaragam itu dan yang memandang

kejamakan itu bukannya sebagai suatu kekurangan atau suatu hal yang

negatif melainkan justru sebagai suatu sifat yang positif dan dikehendaki

oleh Tuhan. Teisme kreasionis mempunyai titik pandang eksistensi badani,

unik, individual merupakan suatu penciptaan yang positif, bukanlah suatu

kemalangan, ilusi ataupun kemerosotan dalam tradisi falsafi India. Etika

teismekreasionisme didasarkan pada suatu ontologi kepribadian, suatu

teori umum tentang “ada”, tentang yang satu dan yang beranekaragam.29

Teori kreasionisme diatas bertolakbelakang dengan pandangan

teori evolusi yang digagas oleh Lamarck dan C. Darwin. Lamarck telah

menunjukkan ketidakberubahan relatif, spesies, yang tetap hanya secara

temporer. Jika kondisi kehidupan itu berubah, maka spesies-spesies itu

berubah, ukuran, bentuk, proporsi pada berbagai bagian, warna, kekuatan,

kegesitan dan ketekunannya. Perubahan-perubahan yang terjadi didalam

lingkungan telah memodifikasi kebutuhan-kebutuhan atau menciptakan

kebutuhan-kebutuhan baru. Kebiasaan-kebiasaan baru itu akan membuat

mereka lebih mengutamakan organ-organ tertentu dan mengabaikan

organ-organ yang lain. Jika sebuah organ dibiarkan tidak berguna, maka

29

Louis Leahy SJ, Filsafat Ketuhanan Kontemporer, (Yogyakarta: Kanisius dan BPK

Gunung Mulia), hlm. 203-207.

Page 25: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

59

organ tersebut akan mengerut, yang mungkin pada akhirnya akan

menghilang.

Menurut pengamatannya, gigi hewan-hewan yang tidak

mengunyah makanan, cenderung berhenti tumbuh atau tidak muncul

samasekali. Contohnya adalah tikus mondok, yang matanya kecil sehingga

tikus tersebut sering tidak dapat melihat semasekali. Suatu organ jika

digunakannya secara terus-menerus akan membuat organ tersebut terus

berkembang. Telaah atas variasi-variasi ini mendorong Lamarck untuk

menyimpulkan bahwa ketika perubahan terjadi, suatu perubahan itu adalah

perubahan untuk menjadi organ yang lebih kompleks secara intensif dan

variasi-varasi ini diturunkan kepada anaknya. Pendapat yang sama juga

dikemukakan oleh C. Darwin. Darwin menamai teorinya dengan seleksi

alam. Seperti dalam kutipan “...Terlestarinya variasi-variasi yang

menguntungkan dan tertolaknya variasi-variasi yang tak menguntungkan,

saya namakan Seleksi Alam.” Darwin bermaksud mengemukaan sebuah

teori mengenai asal-usul spesies melalui sarana seleksi alam atau

bertahannya ras-ras yang beruntung dalam perjuangan untuk

mempertahankan kehidupan.

Darwin mencatat bahwa terdapat banyak ragam ciri khas yang ada

pada individu-individu yang termasuk dalam suatu spesies tertentu, alasan

ini sangat mirip dengan alasan yang dikemukakan oleh Lamarck. Darwin

menyatakan bahwa sel-sel reproduktif juga termodifikasi yang memiliki

sifat-sifat baru itu turun-temurun kepada anaknya. Darwin selangkah lebih

Page 26: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

60

maju dari Lamarck, keuntungan-keuntungan yang didapat dari modifkasi-

modifikasi tententu yang dikekalkan oleh alam, melalui seleksi, dengan

cara mengalahkan yang lemah diantara mereka yang mampu bertahan

hidup. Seleksi alam tersebut juga terjadi seleksi seksual, jenis perempuan

memilih jenis laki-laki yang paling kuat.

Darwin berusaha menemukan mekanisme yang melalui mekanisme

tersebut satu spesies dapat berubah menjadi spesies lainnya, dia tidak

melihat asal-usul jenis-jenis dasar organisasi. Dia tidak hanya menolak

masalah-masalah umum yang menyangkut kesatuan rencana

organisasional, tetapi dia juga benar-benar tidak mempercayai hal-hal itu.

Dia mengucapkan kata-kata, “Sanggatlah mudah menyembunyikan

kebodohan kita di balik ungkapan-ungkapan seperti rencana penciptaan‟,

kesatuan penciptaan dan sebagainya.” Ungkapan rencana penciptaan‟

benar-benar mendorong suatu penafsiran tendensius yang tidak dapat

diterima. Pemikiran Darwin mengenai seleki alam menjelaskan segalanya,

oleh karena itu dia memandang bahwa seekor hewan itu adalah suatu

spesies.

Karya Darwin memuat dua aspek yang berbeda, yaitu pertama

aspek ilmiah, data yang digunakannya secara kuantitas sangat

mengesankan, namun ketika semuanya dilaksanakan dan diterapkan, aspek

ilmiahnya sangatlah lemah, tetapi nilai pengamatan-pengamatannya sangat

Page 27: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

61

menarik jika dilihat dari sudut pandang berbagai jenis spesies. Kedua,

bersifat filosofis, persoalan ini diungkap dan dijelaskan secara jelas.30

Al-Farabi dan Ibnu Sina melontarkan teori pancaran atau emanasi

dalam proses penciptaan alam. Proses penciptaan atau pemberian

eksistensi dan inteleksi adalah sama. Inteleksi dan kontemplasi inilah

realitas dan tatanan yang lebih tinggi memunculkan yang lebih rendah.

Wujud Niscaya ini bertafakkur (berfikir) tentang Tuhan tentang Dzat-Nya

yang merupakan prinsip dari peraturan dan kebaikan dalam alam

memunculkan akal pertama, atau Ibnu Sina menyebut first intellect dan

disamakan dengan Malaikat Tertinggi. Akal ini kemudian berfikir tentang

Wujud Niscaya sebagai yang niscaya, esensinya (akal pertama) sendiri

sebagai niscaya yang tergantung kepada Wujud Niscaya serta berfikir

tentang esensinya sendiri sebagai mumkinul wujud. Jadi ia memiliki tiga

dimensi pengetahuan tersebut yang berkontemplasi secara sistematis

melahirkan Akal Kedua yaitu jiwa dan tubuh langit pertama.31

Akal Kedua yang dihasilkan dengan proses inteleksi dan

kontemplasi yang serupa akan menghasilkan Akal Ketiga,yaitu Wujud ke-

IV dan bintang-bintang. Dari proses inteleksi dan kontemplasi yang sama

Akal Ketiga akan dapat menghasilkan Akal Keempat, yaitu planet

Saturnus (Zuhal), dan jiwanya (Wujudnya). Dengan proses inteleksi dan

kontemplasi yang sama, Akal Keempat menurunkan Akal Kelima yang

30

Maurice Bucaille, Asal-Usul Manusia: Menurut Bibel, al-Qur`an dan Sains, terj.

Rahmani Astuti, cetakan IX, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 42-43 dan 45-54 lihat juga John

Gribbin, Bengkel Ilmu Fisika Modern, terj. Dimas H, (Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. 183. 31

Seyyed Hossein Nars, Tiga Mazhab Utama Filsafat Islam, terj. Ach. Maimun

Syamsuddin (Yogyakarta: IRCiSod, 2006), hlm. 60.

Page 28: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

62

mempunyai anggota planet Yupiter (al-Masytara) dan jiwanya

(Wujudnya). Proses inteleksi dan kontemplasi yang sama dari Akal Kelima

keluarlah Akal Keenam yang berisi planet Mars, beserta jiwanya

(Wujudnya). Proses inteleksi dan kontemplasi yang sama dari Akal

Keenam turunlah Akal Ketujuh yang berisi Matahari (as-Syams), beserta

jiwanya (Wujudnya). Proses inteleksi dan kontemplasi yang sama dari

Akal Ketujuh turunlah Akal Kedelapan yang berisi planet Venus (az-

Zuharah), beserta jiwanya (Wujudnya). Proses inteleksi dan kontemplasi

yang sama dari akal kedelapan jatuhlah akal kesembilan yang didiami

planet Mercurius (U‟tarid), beserta jiwanya. Proses inteleksi dan

kontemplasi yang sama dari Akal Kesembilan, keluarlah Akal Kesepuluh

yang terdiri dari bulan (Qomar) dan jiwanya (Wujudnya), sering disebut

akal kesepuluh ini dengan sebutan al-aqlul fa‟al (akal yang aktif bekerja

atau active intelec) Jibril atau Al-Wahib Ash-Shuwar.32

Dari sini semesta

„substansi‟ tidak lagi memiliki kemurnian untuk melakukan turunan atau

melahirkan langit yang lain.

Akal kesepuluh dalam dunia alamiah (sebagai dunia yang mengitari

kehidupan manusia) memiliki berbagai fungsi dasar. Ia tidak hanya

memberikan eksistensi kepada dunia ini tetapi juga akan terus memberikan

bentuk yang dalam dengan materi yang melahirkan makhluk yang ada di

wilayah ini. Ketika semua makhluk lahir, Akal Kesepuluh berperan

memberikan bentuk untuk memungkinkan adanya eksistensi dan ketika

32

Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam..., hlm. 27-28.

Page 29: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

63

makhluk tersebut binasa, Akal Kesepuluh akan menarik kembali sebuah

bentuk tersebut dari diri yang lain. Akal Kesepuluh juga berfungsi sebagai

pemberi cahaya kepada pikiran manusia. Manusia mengabtraksikan

bentuk-bentuk yang manusia dapatkan dari berbagai indera yang kemudian

bentuk-bentuk tersebut bercampur dengan materi yang sudah ada di

pikiran manusia dan bentuk yang sudah bercampur tersebut akan diangkat

ke tataran universal melalui pancaran cahaya dari cahaya iluminasi yang di

terima dari Akal Kesepuluh. Sehingga, semua bentuk dan alam raya berada

dalam „pikiran kemalaikatan‟, kemudian turun kembali kedunia materi

untuk menjadi bentuk material dan dipartikularisasikan hanya untuk

dimunculkan kembali dalam pikiran manusia melalui illuminasi malaikat

menuju tingkat bentuk yang universal kembali. Pikiran yang berupa bentuk

alam raya yang ada dipikiran manusia mengalami dua proses, sehingga

Akal Kesepuluh tidak hanya alat mencipta tetapi juga alat illuminasi dan

penyampai wahyu kepada para nabi dan kepada para wali dan kaum

gnostik dalam artian yang lebih khusus.33

Ali Syari‟ati dalam memahami konsep informasi penciptaan

manusia yang ada dalam al-Qur`an dan dalam shuhuf Ibrahim

dipahaminya dengan simbolik, suatu makna yang dapat diungkapkan dan

dimaknai dengan simbol-simbol dan imajinasi. Informasi penciptaan Nabi

Adam As sebagai manusia pertama dalam pemahaman Ali Syari‟ati juga

33

Seyyed Hossein Nars, Tiga Mazhab Utama Filsafat Islam..., hlm. 60-61.

Page 30: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

64

memiliki makna simbolik,34

sampai sekarang kisahnya tetap memiliki nilai

(value) yang tinggi, jika kisah Adam ini dalam al-Qur`an dirinci secara

rigid, tidak menutup kemungkinan kisah ini akan termakan oleh sejarah.

Kisah penciptaan Adam secara lengkap dimulai dari pemberitahuan Tuhan

kepada malaikat bahwa Dia ingin menciptakan wakil-Nya di atas bumi.

Tuhan Yang Maha Kuasa, menyatakan kepada malaikat akan menunjuk

manusia sebagai khilafah-Nya, wakil-Nya di bumi.

Tuhan menganugerahkan status spiritual tertinggi bagi manusia dan

mempercayakan misi suci dialam raya ini. Misi suci ini membuat malaikat

bertanya: Apakah Tuhan akan menciptakan makhluk yang akan

menumpahkan darah, berbuat kejahatan, menyebar kebencian dan balas

dendam? Tuhan menjawab, bahwa Ia lebih mengetahui apa-apa yang

mereka tidak ketahui. Kemudian, Tuhan memulai menciptakan manusia,

wakil-Nya dari tanah, dari bentuk paling rendah dari tanah-tanah liat hitam

atau lempung yang berbau. Substansi atau bahan pertama disebutkan

seperti tanah tembikar. Berkaitan dengan bahan ini, al-Qur‟an menunjuk

pada “air yang hina” atau “tanah yang membusuk” dan “tanah yang

sederhana”. Allah memulai menciptakan seorang khalifah atau wakil-Nya

dari tanah liat kering. Dan kemudian Ia tiupkan sebagian dari roh-Nya

34

Akhmad Azmir Zahara, Manusia dalam Pemikiran Ali Syari‟ati, (Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 2011), hlm. 43-44. Muhammad Iqbal menjelaskan bahwa Adam merupakan sebuah

konsep daripada sebuah nama seorang manusia pertama. Ayat-ayat didalam al-Qur‟an yang

berkaitan dengan proses penciptaan manusia menggunakan kata “Bashar‟ atau „Insan‟ bukan

„Adam‟ yang menunjukkan kedudukan manusia sebagai wakil Tuhan dibumi. Selebihnya lihat,

Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam: Dilengkapi dengan Puisi-Puisi

Asrar-I-Khudi..., hlm.146-147.

Page 31: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

65

sendiri pada acuan tanah liat itu dan kemudian lahirlah manusia. Manusia

tersebut lahir dari dua hakikat yang berbeda, yaitu tanah bumi dan roh

suci. Tanah dalam bahasa manusia adalah simbol kerendahan, kenistaan,

dan kekotoran. Tuhan dalam bahasa manusia adalah Maha Suci, Maha

Sempurna. Manusia yang telah diciptakan menjadi dua dimensional

dengan dua arah dan dua kecenderungan, yang satu membawanya ke

bawah kepada stagnasi sedimenter, kearah hakikat yang paling rendah,

seluruh dorongan dan gerak khidupannya akan membeku, terbenam kearah

rawa-rawa yang berhahikat hina. Akan tetapi dimensi manusia yang lain,

dimensi spritualnya, cenderung naik kepuncak yang lebih tinggi, yaitu

Dzat Yang Maha Suci. Pada hahikatnya kedua kutub ini memungkinkan

memiliki kebebasan memilih diantara kedua pilihan dengan kekuatan

potensial yang mengubah dan kekuatan yang menarik. Perjuangan dan

peperangan kedua kutub ini memaksa manusia untuk memilih satu kutub

tersebut untuk menentukan nasibnya. Kemudian, Tuhan mengajarkan pada

manusia berbagai nama-nama tumbuhan atau hewan. Berbagai tafsir telah

muncul, tetapi semua sepakat bahwa hal ini menunjukkan ada pengajaran

atau pendidikan dalam alam penciptaan diatas. Manusia sebagai pemberi

nama-nama pada dunianya, menyebutkan segala sesuatu dengan tepat.

Tuhan menjadi guru yang pertama dan pendidikan manusia yang pertama.

Jadi, pendidikan yang pertama kepada manusia adalah dengan cara

menyebutkan nama benda-benda.

Page 32: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

66

Penciptaan wanita dari tulang rusuk pria sebagaimana terjemahan

dari bahasa Arab dan bahasa Persi. Kata “rusuk” merupakan terjemahan

yang tidak tepat dalam kedua bahasa tersebut. Kedua bahasa ini

menerjemahkan kata “rusuk” tidak diterjemahan literer, akan tetapi

bermakna hakikat atau esensi. Oleh karena itu, wanita di ciptakan dari

esensi yang sama dengan pria.

Hal lain yang menarik adalah hanya manusia sajalah diantara

seluruh makhluk-Nya yang mampu menjadi pemegang dan pengembang

amanah Tuhan. Hanya manusia yang memiliki keyakinan dan kemampuan

untuk menjadi pengemban amanah Tuhan, penjaga karuni-Nya yang

paling berharga. Dengan demikian manusia tidak hanya sebagai khalifah

tetapi juga sebagai pemegang amanah-Nya. Hal lain yang menandai

superioritas manusia adalah kekuatan, kemauannya atau kekuatan

iradahnya, yaitu satu-satunya makhluk yang dapat bertindak melawan

dorongan instingnya. Manusia yang hanya melawan dirinya sebndiri,

menentang hakikatnya dan memberontak terhadap kebutuhan fisik dan

spritualnya.

Ali Syari‟ati berpendapat bahwa konsep penciptaan keturunan

Adam atau penciptaan manusia secara umum diciptakan dari air yang hina,

air mani, dari bahan yang hina itu diciptakannya makhluk yang terbaik,

manusia. Ali Syari‟ati menyitir ayat al-Qur‟an yaitu “Dialah yang

menyempurnakan segala sesuatu yang diciptakan-Nya dan Ia telah

memulai pembuatan manusia dari tanah; kemudian Ia jadikan turunannya

Page 33: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

67

(manusia) itu dari air mani; kemudian ia sempurnakan kejadiannya dan Ia

tiupkan padanya sebagian dari spiritnya.....(al-Qur‟an surat as-Sajadah(32)

ayat 7).35

2. Cara Manusia Memahami Dirinya Sendiri

Kebebasan dalam memahami diri ini menyangkut potensialitas dan

aktualitas manusia sebagai jenis maupun sebagai pribadi.36

Karena

semakin manusia mendekati asal-usulnya, maka semakin „memiliki‟

kemungkinan-kemungkinan yang tidak terbatas jumlahnya. Masih dapat

berubah-ubah, masih dapat menjadi apa-apa, masih tabula rasa.

Kemungkinan-kemungkinan ini masih dapat dilihat secara keseluruhan

walaupun tidak ada hubungan dengan yang lainnya. Kemungkinan-

kemungkinan ini masih manusiawi murni, sehingga tidak ada

kemungkinan-kemungkinan yang lain, kecuali potensialitas itu.

Kemungkinan-kemungkinan yang potensial itu berkaitan dengan substansi

manusia yang lebih dalam, maka tidak aneh disebut dengan potensialitas-

substansial. Sedangkan, aktualitas manusia secara penuh merupakan

proses pengempalan padat yang mensintesiskan semua yang berharga

dalam diri manusia, sampai tidak ada satupun aspek potensialitas yang

masih potensial untuk dikembangkan. Sudah menjadi konkrit-riil yang

bulat penuh. Dengan demikian substansi manusia menyangkut kesatuan

35

Ali Syari‟ati, Tugas Cendikiawan Muslim, terj. M. Amien Rais..., hlm. 5-10. 36

Manusia dalam arti sebagai pribadi dapat diartikan sebagai pribadi yang lahir, unik, pusat

ber‟ada‟ yang baru, bebas, dan bertanggung jawab. Sedangkan manusia sebagai jenis berkaitan

dengan peralihan dari benda ke makhluk hidup dan dari makhluk hidup ke manusia bukan sebagai

yang serba baru melainkan sebagai proses peralihan dari „tingkat ada‟ yang lebih rendah menuju

tingkat ada yang lebih tinggi atau berkaitan dengan „evolusi‟. Selengkapnya lihat Adelbert

Snijders, Antropologi Filsafat Manusia: Paradoks dan Seruan..., hlm. 165-171.

Page 34: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

68

yang utuh-murni antara potensialitas-substansi dengan aktualitas yang

murni. Ada potensialitas yang perlu di perhatikan yaitu potensialitas

tentang cara memahami diri sendiri (penyempurnaan) diri. Berbagai aliran

dan paham telah muncul dengan menggunakan tema, „visi‟ dan konsentrasi

pada hal-hal tertentu dari kehidupan manusia yang disampaikan oleh para

filosof dan para sufi dalam pendakian menuju kesempurnaan diri

manusia.37

Zaman pertengahan ada beberapa petunjuk kearah penyempurnaan

manusia. Salah satunya jalan kelima Thomas Aquinas sebagai bukti bahwa

ada pikiran metafisis menuju Tuhan yang bertolak kepada fenomena-

fenomena yang nyata. Karena Thomas sendiri adalah termasuk kedalam

filosof abad pertengahan yang tentunya menggunakan jalan sebagaimana

seorang filosof, „dari bawah ke atas‟ (taraqi), bukan tanazul. Jalan tersebut

adalah pertama, movement (jalan gerakan). Sebuah gerakan harus ada

penggerak. Namun jika penggerak sendiri membutuhkan pengerak, maka

tidak cukup sebagai dasar. Akhirnya, harus diterima bahwa penggerak ada

yang menggerakan diluar penggerak itu atau diluar dirinya. Kedua,

causality (jalan kausalitas). Artinya, suatu rangkaian penyebab

membutuhkan penyebab diluar penyebab dirinya. Jadi harus ada penyebab

pertama yang penyebabkan (cauca prima). Ketiga, contingence (jalan

kemungkinan). Suatu rangkaian yang ada bersifat kontingen, dapat ber-ada

37

Anton Bakker, Antropologi Metafisik..., hlm. 78-79.

Page 35: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

69

dan dapat tidak ber-ada. Ada dasar yang cukup ialah Ada yang mustahil

ada yaitu Ada mutlak.

Keempat, exsemplarity (jalan tingkatan). Argumen ini berangkat

dari kenyataan bahwa ada dan sifat transenden (seperti: baik, benar, indah

dan sebagainya) ditemukan dalam tingkatan yang lebih dan kurang (magis

et minus). Lebih dan kurang tersebut menunjuk ke „Summum Bonum‟ dan

Maha Ada. Maha Baik dan Maha-ada sebagai dasar yang cukup dan akan

hadir dalam segala ada dan mengikuti segala ada dalam partisipasi

menurut lebih dan kurang. Kelima, finaly (jalan teleologi). Alasan yang

kelima bertolak dari kenyataan bahwa dunia ini menunjukkan suatu

keteraturan dan ketertiban untuk menuju kesatu tujuan. Tujuan itu tidak

berasal dari makhluk yang tidak berbudi, tetapi makluk yang berbudi yang

dapat berhubungan dengan makhluk yang ada dari segala ada. Oleh karena

itu, ada budi yang menciptakan segala yang ada dengan terarah menuju

kesatu tujuan dalam keharmonisan dengan segala makhluk yang ada.38

Khazanah pemikiran Islam mempunyai kontribusi yang cukup kaya

dalam hal ini, khususnya riyadhah hati (manajeman hati). Ibnu „Arabi

(1165-1240 M) dengan memunculkan wahdatul wujud yang cukup

kontroversial itu secara sistematis telah menyusun pendakian menuju insan

kamil atau hakikat al-Muhammadiyyah. Ibnu „Arabi membedakan dua

jenis insan kamil, yaitu insan kamil universal dan insan kamil particular-

individual, berkaitan dengan yang kedua dalam hal ini Ibn „Arabi sering

38

Tentang uraian ini lihat Adelbert Snijders, Antropologi Filsafat Manusia...,hlm. 154-155

dan Ahmad Tafsir, Fisafat Ilmu, Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Pengetahuan,

(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Bandung, 2009), hlm. 91-93.

Page 36: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

70

membedakan manusia sempurna (al-insan al-kamil) dan manusia hewan

(al-insan al-hayawan). Ibn „Arabi telah memberikan pengertian tentang

insan kamil dengan dimensi kehadiran Nama-nama Tuhan yang muncul

padanya disertai dengan sisi ciptaan luarnya (khalq). Ibn „Arabi

melanjutkan gambarannya tentang dua dimensi kognitif manusia. Dimensi

batinnya adalah Tuhan dan dimensi lahirnya adalah makhluk. Jika manusia

hanya memiliki sifat lahirnya saja, dan tanda perpaduan Nama-nama

Tuhan, maka dia bukan manusia dalam arti yang sesungguhnya. Lebih

tepatnya ia disebut manusia binatang yang lebih rendah dari binatang-

binatang lainnya. Perbedaan ini tidak se-ekstrim yang dibayangkan, karena

dalam realitasnya manusia diciptakan untuk mencapai kesempurnaan itu.

Jadi, setiap manusia memiliki potensi untuk mencapai derajat

kesempurnaan.39

Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali (1059-1111 M) yang terkenal

dengan Ihya‟ „Ulum al-Din-nya menguraikan maqam-maqam yang harus

dilalui seorang salik untuk mencapai mahabbah (cinta), yaitu maqam

taubat, sabar, kefakiran, zuhud, tawakal, mahabbah, ma‟rifat dan ridha.40

Ada dua model penyempurnaan diri dari dua tokoh tersebut diatas, yaitu

penyempurnaan diri yang ada kaitannya dengan nilai-nilai kemanusiaan

yang bersumber dari olahan pemikiran berdasarkan data-data atau

39

Uraian yang sama lihat dalam Masataka Takeshita, Insan Kamil: Pandangan Ibnu Arabi,

terj. Harir Muzakki, (Surabaya: Risalah Gusti, 2005), hlm. 130-134. 40

Uraian secara panjang lebar tentang masing-masing maqam secara terinci lihat dalam

Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al-Qusyairi An-Anisaburi, Risalah Qusyairiyah: Sumber

Kajian Ilmu Tasawuf, peny. Umar faruq (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hlm. 115-127, 251-257,

153-159, 225-242, 473-490, 463-473, 272-278 dan Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme

dalam Islam..., hlm. 62.

Page 37: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

71

fenomena-fenomena terdalam yang sering disebut humanisme (filsafat

humanism). Penyempurnaan diri yang lain adalah berkaitan dengan

kehidupan rohaniah dan „pengolahan hati‟ (riyadhah) yang sering identik

dengan tasawuf.

D. Aksiologi Filsafat Manusia

1. Nilai-nilai Humanis-Religius

a. Persatuan

Pemahaman Max Scheler (1874-1928) dapat membantu untuk

melihat betapa pentingnya nilai ini dalam kehidupan bersama. Scheler

menempatkan solidaritas sebagai satu sikap yang sebenarnya dalam

masyarakat. Solidaritas merupakan cara melihat realitas dan menerima

orang lain, bahkan terlibat dalam dunia. Prinsip solidaritas adalah suatu

prinsip hidup yang paling dekat dengan pengalaman hidup bersama.

Dalam komunitas solidaritas dapat dilihat sebagai prinsip yang

mempersatukan setiap orang menurut tingkat partisipasinya. Setiap

orang menghargai keunikan dari anggota-anggota komunitas lain dan

etos-etosnya.

Relasi sosial menurut Scheler dapat terjadi dalam tiga bentuk,

yakni solidaritas organis, solidaritas mekanistik serta solidaritas

personalistis. Solidaritas organis terjadi dalam unit sosial seperti

keluarga, suku dan banyak bentuk kehidupan komunitas yang

didasarkan pada kekerabatan. Anggota-anggota dalam kebersamaan ini

diikat oleh tradisi, kebiasaan, adat kebiasaan yang sudah diturunkan

Page 38: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

72

dari generasi ke generasi. Solidaritas mekanistik terjadi dalam ranah di

mana hubungan didasarkan pada kepentingan individu atau kelompok

semata. Setiap individu mencapai tujuannya dengan berbagai macam

cara. Perhatian dalam hal ini adalah caranya masing-masing. Semua

kontrak bisnis, misalnya, kerap kali mendukung tujuan individualistik

bukanlah kepentingan masyarakat sebagai keseluruhan. Solidaritas

personalistis adalah solidaritas yang mengatasi kepentingan keseluruhan

dan kepentingan individu. Solidaritas ini berdasarkan penghargaan

terhadap pribadi manusia sebagai nilai tertinggi. Individualitas dari

pribadi dalam solidaritas ini tidak tergantikan. Solidaritas ini hanya

menjadi nyata dalam komunitas yang mengakui eksistensi persona.41

b. Amanah atau Kepercayaan

Nilai ini menjadi sebuah tuntutan mendasar dalam relasi sosial,

bahkan menentukan mutu hubungan bermasyarakat. Francis Fukuyama

menempatkan kepercayaan sebagai social capital, artinya modal sosial

yang harganya tidak ternilai. Apa arti dan maksud dari kepercayaan?

Kepercayaan dalam hal ini tidak dimaksudkan dalam arti religius, suatu

keyakinan yang bersifat vertikal, melainkan dalam arti humanis yang

bersifat horizontal. Dengan demikian, kepercayaan yang dibicarakan

adalah menyangkut hubungan manusia dengan manusia.

Terkait dengan topik di atas dua hal penting, yakni mempercayai

dan dipercayai. Mempercayai orang lain memuat tiga hal. Pertama,

41

Ibid, hlm. 116-117.

Page 39: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

73

percaya pada perkataan orang lain. Mendengar dan menyimak

perkataan orang lain serta menerimanya sebagai benar merupakan inti

dalam hal ini. Itu berarti di depan orang yang berbicara harus berani

(kita) menghilangkan sikap-sikap curiga apalagi berpikir negatif. Akan

tetapi percaya pada perkataan orang lain bukan berarti menerima begitu

saja perkataan secara mentah-mentah. Percaya dalam hal ini tetap

menyertakan ketelitian dan kehati-hatian. Langkah pertama berhadapan

dengan orang lain perlu diawali dengan kepercayaan, bukan

ketidakpercayaan atau kecurigaan.

Kedua, kepercayaan terkait dengan kesediaan mengakui orang

lain. Sikap ini tentunya hanya bisa terwujud kalau di dalam diri ada

pengakuan terhadap orang lain. Pengakuan ini bersangkuan dengan

potensi yang dimiliki oleh orang lain sekaligus kesediaan melihat dan

mengakui kemampuan orang lain. Ketiga,kepercayaan terkait dengan

sikap keterbukaan. Dasar kepercayaan terhadap orang lain adalah sikap

terbuka. Artinya supaya orang percaya pada orang lain ia harus

pertama-tama membuka diri terhadap yang lain.42

c. Keterbukaan

Manusia hanya benar-benar menjadi dirinya sendiri sepanjang

dia membuka dan menyatukan diri dengan sesamanya. Tanpa

pembukaan diri ini, ia terkekang dan kehilangan bentuk wujud yang

sewajarnya. Dengan kata lain, manusia tanpa bersama-sama dengan

42

Ibid, hlm. 116-118.

Page 40: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

74

manusia yang lain tidak bisa berkembang, bahkan tanpa syarat ini ia

sebenarnya tidak bisa menjadi manusia. Manusia yang tunggal dan

tersendiri tidak merasa diri lengkap tanpa hubungan keterbukaan

dengan manusia-manusia lain. Martin Buber mengatakan keterbukaan

merupakan syarat mendasar untuk menciptakan hubungan interpersonal

dan dialog yang baik. Tanpa nilai ini hidup bersama tidak akan

memiliki arti. Yang ada adalah kehampaan yang membuahkan

kecurigaan, prasangka satu sama lain.

Keterbukaan memiliki dua sisi yang dapat dibedakan satu

dengan yang lainnya. Kedua sisi itu adalah terbuka kepada yang lain

dan terbuka bagi yang lain. Terbuka kepada yang lain bersifat aktif,

dalam arti individu lebih banyak bertindak memperkenalkan diri dan

keberadaannya pada orang lain. Ini berarti kesediaan dituntut dari setiap

individu untuk mengungkapkan reaksi-reaksi dan pengalaman hidupnya

kepada orang lain dalam relasi sosial. Sedangkan terbuka bagi yang lain

sifatnya lebih pasif, karena di sini individu menyediakan diri untuk

orang lain. Pada sisi ini individu memperlihatkan kesediaan untuk

mendengarkan orang lain dan membiarkan orang lain untuk

mengungkapkan diri. Sikap menerima dan mengakui serta

mendengarkan merupakan inti dari sisi ini.43

43

Ibid, hlm. 112-113.

Page 41: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

75

d. Propetik-Humanis

Sikap propetis berarti sikap yang bercirikan kenabian. Kata ini,

seperti yang disampaikan dimuka, mempunyai misi illahiyah yang

termanifestasi dalam misi kemanusiaan yang luhur. Ciri khas yang

konseptual adalah terjadinya kesinambungan antara ortodoksi dengan

ortopraksi, antara teks dan praksis berkesinambungan. Secara lebih luas

ciri-ciri ini menyangkut pembebasan, sekularisasi, dan demistifikasi.

e. Tanggung jawab

Aktivitas hidup manusia sebagai makhluk sosial tentunya tidak

hanya menerima, namun juga memberi. Artinya, orang tidak bisa hidup

hanya dengan menerima, melainkan juga dengan memberi. Justru

dengan memberi manusia berkembang secara baik. Sebaliknya,

manusia tidak akan bisa hidup hanya memberi saja, melainkan juga

menerima, sebab ia juga tergantung pada orang lain. Keduanya harus

saling mengisi dan seimbang. Namun demikian dari dua aktivitas itu

aktivitas memberi memiliki nilai lebih dibandingkan dengan kegiatan

menerima. Karena melalui aktivitas itu manusia mewujudkan dimensi

sosialnya secara nyata.44

2. Nilai Religiuitas Manusia

Manusia dalam sejarah mengenalkan diri sebagai makhluk religi

atau “homo religius”. Dimensi religius dapat ditemukan dalam diri

manusia itu sendiri (kita). Penghayatan religius termasuk salah satu

44

Ibid, hlm. 112-113.

Page 42: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

76

penghayatan manusiawi yang menjadi refleksi manusia. Refleksi ini tidak

mempunyai tujuan yang lain, kecuali memperdalam diri manusia itu

sendiri. Temuan dari refleksi ini adalah manusia menemukan dirinya yang

terarah kepada Tuhan. Setidaknya ada tiga faktor yang mempengaruhi

manusia untuk memikirkan atau menimbulkan rasa dan potensi ketuhanan

sebagai ciri makhluk berketuhanan. Faktor-faktor tersebut adalah faktisitas

manusia. Maksud dari faktor ini secara singkat ialah cara yang digunakan

manusia untuk berhubungan dengan suatu kesadaran yang menangkap

eksistensi atau berada dalam keadaan yang tidak sempurna untuk

mengungkapkan dan mengutarakan eksistensi yang khas bagi sesuatu

hakikat yang maha sempurna. Kedua, pertanyaan transendensi manusia,

suatu faktor yang nampak secara langsung dalam diri manusia.

Manusia telah melebihi dari suatu barang atau benda yang terletak

di samping yang lain, selalu mengatasi diri manusia sendiri (kita),

melampui segala tujuan yang telah ditetapkan dan yang ditawarkan. Tidak

ada rencana atau kesadaran yang bersifat final, kehadiran aktual tertentu

akan menimbulkan sesuatu yang lain yang melebihinya. Eksistensi

(kehadiran) manusia dalam hal ini bersifat terbuka, sifat terbuka ini untuk

menanyakan masalah ketuhanan sebagai batas terakhir manusia dan pada

akhirnya masalah tentang arti transendensi. Ketiga, sifat mengerti manusia,

kesadaran manusia akan stukturnya yang mendalam (hakikat-berfikir-

terbatas) memunculkan masalah arah realitas yang sejati diarahkan,

Page 43: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

77

kemudian tidak boleh tidak menimbulkan masalah tentang Tuhan, setidak-

tidaknya dalam bentuk pertanyaan.45

Gabriel Marsel menyatakan masalah ketuhanan berhubungan

dengan ada, dari segala kenyataan yang ada. Tuhan dikemukakan

bagaikan “the Ground of all being”. Orang yang menghayati kehadiran

Allah sebagai Pencipta dalam kenyataan, pada saat itu orang tersebut

benar-benar melihat kenyataan yang sesungguhnya. Kenyataan ini dihayati

multi-dimensional oleh orang yang melihat dengan hati yang suci-murni.

Penghayatan religius seseorang bahwa melihat Allah sebagai kehadiran

Sang Pencipta adalah dalam segala kenyataan. Tuhan terlebih dahulu

dihayati seseorang, baru kemudian diungkapkan dengan argumen-argumen

dengan berbagai disiplin ilmu ilmiah yang sistematis metodologis.46

3. Kualitas Manusia

Kualitas manusia dalam hal ini akan menuju kesempurnaan.

Kesempurnaan manusia sama dengan „menjadi aku‟ yang sebenar-

benarnya dari proses menjadi manusia dalam kerangka cita-cita induk

manusia. Cita-cita ini adalah memanusiakan manusia secara sadar dan

terbangun. Kesempurnaan ini tidak melayang-layang dilangit sebagai

kenyataan lengkap, tidak merupakan „blue-print‟ yang telah disusun

dengan selesai yang langsung dikerjakan. Kesempurnaan seperti ini belum

ada. „Manusia sempurna‟ yang harus muncul belum ada, dunia yang ideal

belum ada, moral yang harus dikerjakan belum tersedia, yang ada adalah

45

Louis Leahy SJ, Filsafat Ketuhanan Kontemporer..., hlm. 38-42. 46

Adelbert Snijders, Antropologi Filsafat Manusia: Paradoks dan Seruan..., hlm. 143.

Page 44: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

78

aku yang aktual ini. Semua yang saya sadari dan saya cita-citakan dapat

hadir disini, termasuk janji, ramalan konkrit, dan harapan atau proyek. Hal

ini masih harus diamalkan, tetapi hanya sebuah janji yang masih kabur.

Sehingga kesempurnaan diketahui atau tidak diketahui.

Kesempurnaan manusia ialah aku dalam korelasinya dengan yang

lain. Sambil berkorelasi, cita-cita indukku juga berkembang, bukan

sebagai fatamorgana, melainkan menjadi semakin lengkap dan kaya.

Setiap saat cita-citaku ditinjau kembali dan diberi re-evaluasi, semakin

dipahami mana kepenuhan adanya manusia yang telah dibentuk. Cita-cita

induk itu diintegrasikan oleh seribu satu cita-cita sekunder. Mereka

merupakan aspek-aspek khusus dari cita-cita induk, misalnya cita-cita

menjadi orang kaya, lulus ujian, pemimpin dan sebagainya. Ada yang

sentral dan mendalam, ada yang dangkal dan perifir, ada yang berjangka

panjang dan yang pendek. Cita-cita khusus itu merupakan satu kesatuan,

harus terus-menerus ditinjau kembali baik isi maupun harmoni dengan

yang lain. Manusia akan selalu setia berhubungan dengan cita-citanya,

setia kepada diri sendiri, kepada pengakuannya, kepada hubungannya

dengan yang lain. Manusia akan mencari diri bersama dengan yang lain,

bahkan dalam perkara yang berdosa dan penyelewengan. Inilah yang

secara stuktural disebut kesetiaan stuktural yang juga bertahan secara terus

menerus dalam cita-cita sekunder. Mereka menggintegrasikan dan

mengkonkretkan cita-cita induk, makin central cita-cita sekunder itu,

makin pula ada tedensi untuk melanjutkan arah itu, dan tetap setia secara

Page 45: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

79

dinamis. Makin dangkal cita-cita sekunder itu, maka makin mudah diubah

dan ditinggalkan secara perlahan-lahan.47

Cita-cita induk ini misalnya adalah mencari pengetahuan

kebenaran. Secara operasional telah ditunjukkan oleh kisah seorang Hayy

yang berada disebuah hutan belantara.48

Fase pertama dimulai dari

pengasuhan dan penjagaan serta perlindungan induk Rusa dari kecil

sampai berusia tujuh tahun. Fase kedua, dimulai dengan kematian sang

Rusa. Ia mencari penyebab kematian rusa itu. Akhirnya dapat ditarik

kesimpulan bahwa penyebab kematian sang induk Rusa adalah sesuatu

yang ada dalam jantungnya. Fase ketiga terjadi ketika sang Hayy

menemukan api, ia belajar cara mengunakan dan memperolehnya. Dari

penemuan ini ia mulai mengetahui keberadaan ruh hewani (ruh

hayawanii). Fase keempat, Hayy mulai meneliti benda-benda yang ada

didalam kawn (penciptaan) dan alam jasad (benda). Ia mengenal benda

yang bersifat tunggal dan majemuk, benda dan jiwa. Ia melihat kesesuaian

antara materi al-Ka‟inat (benda yang ada di alam semesta) dan

ketidaksesuaian (surah: bentuk) materi. Ia juga mengenal dua macam

benda, yaitu berat dan ringan, bergerak kebawah dan keatas, menemukan

penyebab yang ada tertinggi dari segala penyebab sampai Hayy berumur

duapuluh tahun.

47

Anton Bakker, Antropologi Metafisik, Cetakan ke-7 (Yogyakarta: Kanisius Bekerjasama

dengan Yayasan Adikarya Ikapi Dan The Ford Foundation, 2000), hlm. 89-90. 48

Kisah Hay Bin Yaqdhan secara lengkap yang terletak dalam Risalah Hayy Bin Yaqdhan fi

Asrar Al-Hikmah Al-Masyraqiah dapat dilihat dalam Abu Bakr Ibn Thufayl Al-Andalusi, Hayy

Bin Yaqdhan (Dar Al Kitab Al-Lubani, 1987) terj. Indonesia Dahyal Afkar (Surabaya: Menara,

tth).

Page 46: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

80

Fase kelima, Hayy mulai bergerak keatas dari sekedar mengamati

benda-benda yang ada dibumi kebenda-benda yang ada di langit.

Kemampuan ini mengambarkan bahwa Hayy menyadari akan keberadaan

wujud-wujud diluar manusia, apakah alam itu qadim atau hadist?

Pertanyaan ini membawa kepada siapa wujud yang hakiki itu? Fase

keenam, Hayy sudah berusia tigapuluh lima tahun dan telah mencapai

kematangan berfikir. Hayy sekarang memahami bahwa ruh terpisah dan

berbeda dengan badan. Tidak ada kaitannya antara ruh dan yang

disemayami. Hayy telah sampai kepada kematangan berfikir, sehingga

menuntun jiwanya kedalam kemapanan jiwanya. Hayy berpendapat bahwa

kebahagiaan yang abadi dan kekal dapat diraih oleh jiwa-jiwa yang

mampu menyakinkan dan menyaksikan Tuhan Allah. Inilah jiwa yang

abadi. Fase terakhir adalah Ibnu Thufayl secara tegas menyatakan bahwa

mushahadah adalah metode yang harus ditempuh oleh manusia untuk

mencapai kebahagian dan keselamatan.49

Cita-cita mencapai kesempurnaan merupakan cita-cita luhur dan

cita-cita induk bagi setiap insan. Literatur dalam kajian kesempurnaan ini

secara umum ada dua, yaitu tanazulat dan taraqi. Tanazulat adalah turun-

Nya Tuhan dengan melewati beberapa martabat ketuhanan. Hal ini sama

seperti konsep tajjali Tuhan yang melewati tujuh martabat. Dengan kata

lain, Tuhan melewati tujuh martabat menuju alam manusia untuk „bersatu‟

dengan manusia pilihannya. Hal ini merupakan sesuatu yang jarang terjadi

49

Abdul Kadir Riyadi, Antropologi Tasawuf: Wacana Manusia Spiritual dan Pengetahuan,

(Jakarta: LP3ES, 2014), hlm. 259-262.

Page 47: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

81

dalam dunia sufistik, kecuali beberapa hamba seperti Nabi Musa yang

dapat berdialog dengan Tuhan Allah Swt. Selain itu, dalam kajian

pemikiran Muhammadiyah hal ini merupakan hal yang mustahil, karena di

dalam diri Muhammadiyah tidak ada praktek-praktek sufi seperti diatas.

Kedua, taraqi. Konsep ini merupakan cara menuju Tuhan yang

berlawanan dengan tanazul. Konsep taraqi ini merupakan cara atau

perjalanan mi`roj atau naiknya suatu insan untuk menatap Tuhan.50

4. Model Manusia

a. Rausyan-Fikr model Ali Syari`ati

Ali Syari‟ati membedakan antara manusia sebagai basyar dan

sebagai insan. Basyar adalah makhluk yang sekedar berada (being).

Insan adalah manusia yang memiliki karakteristik khusus yang

berlainan dengan yang lain sesuai dengan tingkatan realitas dan

esensinya. Manusia jenis ini bergerak kearah taraf-taraf yang lebih

tinggi dalam proses menjadi insan. Jelasnya, insan adalah manusia yang

berproses bergerak maju (becoming) kearah kesempurnaan. Hanya

manusia saja yang “menjadi” (maju), bukan fenomena lainnya dialam

ini. Misanya, semut dan serangga tidak pernah dapat melampui

keadaannya atau eksistensinya; ia menggali lubang dengan cara yang

sama sebagaimana ia melakukannya 15 juta tahun yang lalu diafrika.

50

Shayk Ibrahim Gazur Illahi, Mengungkap Misteri Sufi Besar Al-Hallaj: Ana Al-Haqq,

terj. Hr. Bandaharo dan Joebaar Ibrahim Ajoeb, (Jakarta: Cv. Rajawali, 1986), hlm. 37-38.

Page 48: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

82

Keadaan ini tidak usah dipandang dimana, bagaimana sudah begitu

pasti dan tidak berubah.51

„Proses menjadi„ sebagai tujuan dari manusia yang digagasnya

akan bermuara kepada adanya manusia rausyan fikr. Kata raushan

fikr merupakan bahasa Persia yang bermakna ganda yang berasal dari

bahasa Arab munawwar al-fikr. Kata ini boleh disamakan dengan kata

“intelektual”, tetapi terkadang Ali Syari`ati memberikan dua, makna

„intelektual‟ atau „nabi sosial‟. Sehingga kata ini dapat dimaknai

„intelektual‟ dan „orang yang tercerahkan‟, karena akan tergantung

kepada konteksnya.52

Kata ini mempunyai arti orang yang sadar akan

keadaan kemanusiaan dimasanya, serta setting kesejarahan dan

kemasyarakatannya. Keadaan ini dengan sendirinya akan memberinya

rasa tanggung jawab sosial, menumbuhkan rasa tanggungjawab,

kesadaran dan memberikan arah intelektual dan sosial kepada

masyarakat.

Peran dan tanggungjawab orang-orang masa kini yang

tercerahkan didunia ini sama dengan tanggungjawab dan peranan para

nabi dan para pendiri agama-agama besar yang mendorong terwujudnya

perubahan-perubahan struktural yang mendasar di masa lampau.

Mendorong gerakan-gerakan besar yang revolusioner, yang mendobrak

tetapi konstruktif, yang akan mengubah masyarakat-masyarakat yang

51

Ali Syari‟ati, Tugas Cendikiawan Muslim, terj. M. Amien Rais..., hlm. 51-52. 52

Selebihnya, lihat catatan kaki dalam Ali Syari‟ati, Membangun Masa Depan Islam:

Pesan Untuk Intelektual Muslim, Cet. V, terj. Rahmani Astuti, (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 24.

Page 49: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

83

beku, statis dan mandek menjadi masyarakat yang memiliki arah, gaya

hidup, pandangan, budaya dan nasib mereka sendiri. Orang-orang ini

tidak termasuk golongan para nabi dan juga bukan bagian dari rakyat

jelata yang tidak berkesadaran dan mandek. Mereka adalah individu-

individu yang sadar dan bertangungjawab membangkitkan karunia

Tuhan yang mulia, yaitu kesadaran diri dari rakyat jelata yang mampu

mengubah rakyat yang statis dan bobrok menjadi kekuatan yang

dinamis dan kreatif. Secara ideal sang pencerah yang memberi

pencerahan adalah hanya Nabi Muhammad saw. Orang-orang yang

tercerahkan bukan orang yang pernah pergi ke Eropa, Amerika, Mesir,

mempelajari aliran pemikiran tertentu, lulus sebuah kursus tertentu, atau

memperoleh gelar kesarjanaan yang tertinggi. Jika hal ini terjadi

ketercerahkan bukan merupakan hasil pendidikan universitas, namun

sebelum ia mendapatkan pendidikan universitas. Secara nyata tidak ada

contoh manusia tercerahkan secara universal pada zaman ini. Ada orang

dari berbagai jenis yang termasuk orang yang tercerahkan.53

Manusia

model ini tidak serta merta ada dengan sendirinya, akan tetapi

sebagaimana maqam-maqam dalam ilmu tasawuf harus menyingkirkan,

menjauhi atau melepaskan dari penjara-penjara humanisme, cobaaan,

53

Konsep teori tentang Rausyan-fikr secara luas dapat dilihat dalam Ali Syari`ati,

Membangun Masa Depan Islam..., hlm. 1-52.

Page 50: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

84

atau godaan, yaitu alam (biologisme), sejarah (historisisme),

masyarakat (sosiologisme), dan dirimu sendiri (ego).54

Manusia ideal menurut Ali Syari‟ati adalah manusia

theomorphis yang dalam dirinya terdapat ruh Allah yang telah

dimenangkan dengan iblis, lempung dan lumpur endapan. Manusia

tersebut telah bebas dari dua infinita, bergerak maju menuju sasaran dan

kesempurnaan mutlak, sebuah evolusi yang abadi dan tidak terhingga,

bukan sebagai acuan manusia yang seragam. Manusia tersebut hidup

dan bergerak ditengah-tengah alam, sang manusia ideal lebih

memahami Allah, dia mencari serta memperjuangkan umat manusia

dengan demikian dia dapat menemui Allah. Dia tidak meninggalkan

alam dan tidak mengabaikan umat manusia.55

b. Monodualis Model Notonagoro

Menurut Notonagoro hakikat manusia terdiri dari tiga kodrat,

yaitu susunan kodrat, sifat kodrat dan kedudukan kodrat menjadi

kesatuan yang bulat dan harmonis dalam bingkai monodualis

manusia.56

Hakekat manusia sebagai susunan kodrat manusia terdiri

atas jiwa (rukhani) yang tidak maujud berupa benda, yang mempunyai

sumber-sumber kemampuan, kekuasaan tiga jenis yaitu: akal, rasa

kejiwaan dan kehendak kejiwaan. Perbedaannya dengan keinginan

54

Ali Syari‟ati, Makna Haji, terj. Burhan Wirasubrata, (Jakarta: Yayasan Fatimah, 2001),

hlm. 122. Lihat juga uraian secara lebih rinci dalam Ali Syari‟ati, Tugas Cendikiawan Muslim...,

hlm. 49-82. 55

Ali Syari‟ati, Tentang Sosiologi Islam..., hlm. 161-162. 56

Notonagoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Cetakan kesembilan, (Jakarta: Bumi

Aksara, 1995), hlm. 12.

Page 51: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

85

hewani, unsur benda mati atau tumbuhan mempunyai kehendak

kejiwaan yang dapat tarik-menarik dan menolak-nenolak secara

otomatis. Kehendak kejiwaan dalam diri manusia adalah bersifat aktif

tidak pasif, tidak otomatis tertarik oleh hal yang baik dan senang serta

mampu menolaknya, sebaliknya tidak otomatis menolak hal yang tidak

senang serta mampu mengendalikan diri berpedoman kepada kebaikan

kejiwaan.

Manusia yang terdiri atas tubuh atau raga dan jiwa itu tidak

terpisah satu dari lainnya, akan tetapi dalam susunan organis kedua-

tunggalan, tersusun atas dua unsur hakekat yang bersama-sama

merupakan suatu keutuhan dan keseluruhan baru, tidak hidup raga saja

atau hidup jiwa saja dalam dirinya sendiri. Mausia mempunyai sifat

kodrat sebagai perseorangan dan sebagai warga hidup bersama atau

makhluk sosial. Sifat kodrat yang dimiliki manusia yang harus hidup

bersama sebagai perseorangan dan sebagai warga masyarakat (warga

negara) atau makhluk sosial. Sifat kodrat diatas akan nampak dalam

kehidupan kenegaraan khususnya, karena kodrat selalu ada, selalu

menjelma, tidak dapat dihilangkan, tidak dapat diabaikan. Kadang-

kadang menurut keadaan, kebutuhan dan kepentingan pada sesuatu saat,

sifat perseorangan manusia lebih muncul, lebih kuat menjelma daripada

yang lain, sifat makhluk sosial manusia. Pada waktu lain, yang muncul

lebih kuat menjelma adalah sifat makhluk sosial manusia.57

57

Ibid, hlm. 13.

Page 52: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

86

Manusia mempunyai kedudukan kodrat sebagai pribadi yang

berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan. Manusia sebagai pribadi

merupakan keutuhan, keseluruhan diri, dengan susunannya atas raga

dan jiwa dalam kedua-tunggalan, sumber-sumber kemampuan jiwanya

akal-rasa-kehendak maupun sifat-sifat hakekatnya sebagai individu dan

pribadi bermasyarakat atau makhluk sosial. Sekarang sifat monodualis

itu ternyata meliputi pula susunan dari manusia, kedua-tunggalan raga

dan jiwa, sedangkan di dalam unsur hakekat jiwa terdapat ketiga-

tunggalan akal, rasa dan kehendak. Jadi karena semua unsur hakekat

mewujudkan ketunggalan, maka hakekat manusia adalah majemuk

tunggal, monopluralis. Dengan demikian hakekat manusia sebagai

keutuhan, keseluruhan, diri, yang hidup, di dalam hidupnya penjelmaan

daripada unsur-unsurnya hakekat mempunyai sifat ketunggalan sebagai

bawaan mutlak hakekat, berkeragaan, berkejiwaan, berakal, berasa,

berkehendak, berindividu, bermakhluk sosial, berpribadi berdiri sendiri.

Manusia monopluralis yang terdiri dari berbagai hakikat ini sekaligus

berhakikat sebagai makhluk Tuhan.

Penjelmaan hidup hakekat manusia untuk melakukan perbuatan-

perbuatan lahir dan batin atas dorongan kehendak, berdasarkan atas

putusan akal, selaras dengan rasa untuk memenuhi hasrat-hasrat sebagai

ketunggalan, yang ketubuhan, yang kejiwaan, yang perseorangan serta

Page 53: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

87

yang kemakhlukan sosial, yang berkepribadian berdiri sendiri serta

yang bermakhlukan Tuhan.58

c. Insan Kamil Model Hamzah Fansuri

Hamzah Fansuri berpandangan bahwa manusia sebagai alam

shaghir (mikrokosmos) yang dapat menjadi representasi alam kabir

(makrokosmos) maka manusia menjadi barzakh, penghubung antara

Tuhan dan alam semesta sebagaimana air menjadi penghubung antara

ombak dan laut. Doktrin insan kamil ini oleh Hamzah ditempatkan

sebagai puncak kajian tasawufnya. Hamzah memberikan tamsil laksana

sungai yang mengumpulkan segala air hujan. Sungai adalah tempat

pertemuan segala air, yang akhirnya akan ke laut. Tuhan ditamsilkan

sebagai laut, sedangkan sungai adalah insan kamilnya yang pada dirinya

terkumpul segala sifat alam semesta. Teori hujan menyatakan bahwa air

dari laut akan kembali ke laut. Dengan kata lain, insan kamil adalah

wadah tajalli Tuhan yang paripurna, dan dalam bentuk taraqqi ia akan

kembali sebagaimana air sungai akan kembali lagi ke laut setelah

melalui hujan untuk menyadari wujud hakikinya.59

Gagasan Hamzah dalam pendakian (taraqqi) yang harus di

tempuh seorang sufi serupa dengan gagasan al-Jilli. Hamzah juga

mengungkapkannya dalam bentuk pengalaman syariat, tarekat, hakikat

dan makrifat. Hamzah menyamakan pengalaman diatas secara

berurutan dengan perjalanan melalui „alam nasut (alam manusia), „alam

58

Ibid, hlm. 94-96. 59

Yunasril Ali, Manusia Citra Illahi:Pengembangan Konsep Insan Kamil Ibn „Arabi oleh

Al-Jilli (Jakarta:Paramadina, 1997), hlm. 184.

Page 54: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

88

malakut (alam malaikat), „alam jabarut (alam asma‟ dan sifat Ilahi atau

alam ruh) dan „alam lahut (alam ketuhanan).60

Syariat adalah aspek

awal dalam menempuh insan kamil yang berupa amalan lahiriah yaitu

syahadat, sholat, puasa, zakat, dan naik haji bagi yang mampu. Dengan

suatu syariat yang terlihat dan yang tidak terdengar, suatu syariat yang

disuruhnya, dan syariat yang dilaksanakan Nabi Saw. Seorang sufi

melaksanakan pengalaman tersebut dilandasi dengan percaya bahwa

Nabi Saw adalah utusan Allah.61

Pengamalan tarekat yakni upaya secara ruhaniah menuju Tuhan.

Tangga ini dibarengi dengan taubat nashuka, tidak diperbolehkan

menyimpan harta terlalu banyak, menjauhi segala larangan Tuhan,

sholat sunnah rawatib, tahajjud, dhuha, dan bertawakal semampunya,

mengucap tasbih, dzikrulah, tilawah Qur`an, puasa sunnah dan

seterusnya. Dengan usaha yang sungguh-sungguh seorang sufi dapat

mencapai tingkat hakikat yaitu pengenalan Tuhan secara sempurna.

Adapun amalannya adalah mengenal Tuhan dengan sempurna.

Hakikat itu perbuatan makrifat, apabila bermakrifat maka dapat

mengerjakan hakikat. Ahli hakikat ada dua kebahagiaan satu

kebahagiaan dengan keluarga, dan kedua kebahagiaan dengan Tuhan. Ia

cinta akan Tuhan, mengenal-Nya, menafi‟kan diri-Nya, mengitsbatkan

diri-Nya, berkata dengan diri-Nya, fana‟ didalam diri-Nya, dan baqa‟

60

Ibid, hlm. 186-187. 61

Abdul Hadi W.M, Hamzah Fansuri:Risalah Tasawuf dan Puisi-Puisinya,

(Bandung:Mizan, 1995), hlm. 65. Lihat juga Sangidu, Wahdatul Wujud:Polemik Pemikiran

Sufistik antara Hamzah Fansuri dan Syamsuddin As-Sumatrani dengan Nuruddin Ar-Raini

(Yogjakarta:Gama Media, 2003), hlm. 47-54.

Page 55: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

89

dengan diri-Nya dan seterusnya. Akhirnya seorang sufi dapat secara

langsung mengenal Tuhan, bahkan sirna dalam alam ketuhanan (alam

lahut). Kata Hamzah, inilah yang disebut dengan ahlul suluk.62

Pada

tahap hakikat (ahlul suluk) inilah seorang sufi telah berma‟rifat dengan

Tuhan dengan peringkat al-kamil al mukammil yaitu golongan „arifin

atau disebut juga ahlut-tamam. Manusia ideal sebagai manusia

sempurna yang dicitakan Hamzah, diuntai dalam jalinan “Syair Burung

Pingai”, di mana Manusia Sempurna digambarkan seperti Burung

Pingai, yaitu burung yang warnanya keemasan.63

E. Mazhab-Mazhab Filsafat Manusia

Menurut Zainal Abidin ada dua aliran filsafat manusia yang tertua dan

terbesar, yaitu materialisme dan idealisme. Aliran-aliran lain pada prinsipnya

hanya merupakan reaksi dan respon yang berkembang terhadap kedua aliran

tersebut, yaitu:

1. Monisme

Aliran filsafat manusia yang menolak pemahaman bahwa badan dan

jiwa merupakan dua unsur yang terpisah. Artinya, badan dan jiwa

merupakan satu kesatuan yang membentuk diri manusia64

atau suatu aliran

filsafat yang menyatakan bahwa substansi manusia hanya salah satu dari

62

Abdul Hadi W.M, Hamzah Fansuri:Risalah Tasawuf dan Puisi-Puisinya..., hlm. 64-79. 63

M. Afif Anshori, Tasawuf Falsafi Syaikh Hamzah Fansuri, (Yogyakarta: Gelombang

Pasang, 2004), hlm. 164. 64

Jika mengkaji substansi, teringat dengan kajian yang disampaikan oleh Aristoteles yang

membedakan substansi dan aksiden, selebihnya lihat K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani: dari

Thales ke Aristoteles, Edisi kedua, (Yogyakarta: Kanisius, 1979), hlm. 153-154.

Page 56: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

90

kedua unsur tersebut baik jiwa maupun badan. Aliran ini memiliki beberapa

sekte, diantaranya:

a. Materialisme

Materialisme merupakan alian filsafat manusia yang

membicarakan dan mengkaji hubungan jiwa dan badan yang paling tua.

Dalam perjalananya aliran ini menggunakan beberapa varian. Akan tetapi

ada satu prinsip sebagai inti dari aliran ini, paham filsafat yang meyakini

bahwa esensi segala kenyataan, termasuk esensi manusia bersifat

material atau fisik. Bersifat objektif, memiliki keluasaan dan menempati

ruang dan waktu adalah sebagai ciri utama dari keberadaan fisik atau

material. Kareana keberadaan yang menempati ruang dan waktu yang

bersifat objektif, maka keberadaan tersebut dapat diukur, dikuantifikasi

dan dapat diobservasi. Alam spiritual atau alam jiwa yang tidak

menempati ruang, tidak dapat diukur dan dilihat tidak dapat disebut

sebagai esensi kenyataan oleh karena itu ditolak keberadaannya.

Para materialis percaya bahwa tidak ada kekuatan apapun ynag

bersifat spiritual dibalik gejala atau peristiwa yang bersifat material. Jika

ada peristiwa atau gejala alam yang belum diketahui atau belum

terpecahkan oleh manusia, bukan berarti ada kekuatan spiritual akan

tetapi manusia saja yang belum mengetahui hal tersebut. Teka-teki

tersebut tidak perlu dicari dalam dunia spiritual, karena tidak ada dalam

dunia spritual tersebut.65

65

Zainal Abidin, Filsafat Manusia: Memahami Manusia Melalui Filsafat..., hlm. 25-26.

Page 57: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

91

b. Idealisme

Sekte monisme yang lain adalah idealisme. Sekte ini memandang

segala esensi yang ada dibelakang yang nampak secara fisik ada

kenyataan spiritual yang tidak dapat diterangkan secara materi, termasuk

manusia seperti pengalaman spitual, nilai-nilai, makna. Selanjutnya,

untuk dapat mengkaji fenomena yang hanya spasial, temporal sampai

pada esensi atau hakikatnya tidak boleh menafikan dimensi spritual.

Karena dimensi ini mempunyai peranan yang penting bagi dimensi

waktu, berfungsi untuk menyatukan waktu yang lampau, waktu kini dan

waktu yang akan datang. Selain itu juga menyatukan antara fakta-fakta

yang ada dengan nilai-nilai dan apa-apa yang sesungguhnya ada dan

mungkin ada. Esensi dari kenyataan yang bersifat spiritual ini adalah

berfikir. Kekuatan-kekuatan spiritual tidak dapat diukur secara materi

atau dijelaskan secara empiris, akan tetapi harus menggunakan metafor-

metafor pikiran kesadaran manusia. Fungsi metafor-metafor dalam

kesadaran manusia tersebut sejatinya untuk menjelaskan kenyataan yang

ada secara esensi, seperti sebuah komputer atau hewan sebagai media

untuk menjelaskan perilaku manusia.

Esensi spritual yang telah diklaim sekte ini, tidak berarti semua

ynang dijumpai bersifat spritual. Sebagimana yang di sampaikan oleh

Hegel (1770-1831) kekuatan alam dan hukum kausalitas itu ada,tetapi

keberadaanya hanya merupakan manifestasi dari kekuatan dan

keberadaan yang lebih tinggi, yakni Roh Absolut. Para penganjur sekte

Page 58: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

92

ini beriman bahwa pada gerak planet maupun hukum-hukum alam yng

sudah berjalan telah didesain terlebih dahulu oleh kekuatan spiritual, Roh

Absolut. Sebagian besar sekte ini mempunyai kacamata deterministik

tentang manusia (baca: fatalistik (Islam)). Roh Absolut mempunyai

kebebasan yang absolut, tetapi manusia tidak mempunyai kebebasan

yang absolut ini baik kedudukan manusia maupun tindakannya, baik

secara personal maupun secara kolektif. Kebebasan tersebut telah hilang,

kareana sudah teratur dan ditentukan oleh Roh Absolut. Sebagian lain

berpendapat bahwa roh-roh tersebut bersifat pribadi-pribadi yang

masing-masing berdiri sendiri, sehingga setiap roh atau pribadi-pribadi

mempunyai kebebasan untuk mengekspresikan dirinya, inilah yang

disebut dengan personalisme.66

c. Identitasisme (teori identitas)

Teori ini berasaskan pada persoalan yang dinafikan oleh

materialisme yaitu persoalan aktivitas mental. Karena aktivitas mental

sebagai identitas inti dari manusia yang membedakannya dengan

makhluk yang lainnya. Penganjur teori ini adalah J.J Smart dan H. Feigl

yang memberikan indikator dalam memberikan makna manusia secara

filosofis yaitu arti dan referensi atau konotasi dan denotasi. Keduanya

mengakui bahwa pernyataan mental dan fisik yang sering disebutkan

bukanlah dua ciri yang berbeda secara hakiki, melainkan hanya

perbedaan konotasi yang menunjukkan pada gejala objek yang sama.

66

Zainal Abidin, Filsafat Manusia: Memahami Manusia Melalui Filsafat..., hlm. 51-52 dan

Kasdin Sihotang, Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme..., hlm. 50.

Page 59: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

93

Oleh karena itu, terjadinya perbedaan yang ada antara jiwa dan badan

hanya perbedaan yang bersifat referensi saja, sama artinya dengan jiwa

dan badan merupakan dua elemen yang tidak berbeda atau dua dalam

satu atau tunggal.67

d. Vitalisme

Kajian filsafat yang menyatakan kesajatian itu ada pada energi,

daya, kekuatan atau nafsu yang bersifat irrasional atau tidak irasional.

Berbeda juga dengan kajian materialisme yang menekankan kenyataan

bertitik dari fisik, sedangkan idealisme menganggap kenyataan berada

pada tingkat spritual dan rasional. Seluruh aktifitas dan perilaku

manusia pada dasarnya merupakan perwujudan dari energi-energi atau

kekuatan yang tidak rasional dan insting. Perilaku manusia yang

dianggap rasional pada dasarnya merupakan rasionalisasi dari

keputusan-keputusan yang tidak rasional tersebut. Manusia merasa

bahwa segala keputusan dan tindakannya bersifat rasional, tetapi

sesungguhnya didasari oleh emosi, naluri atau nafsu yang tidak

rasional. Rasio hanya sebagai alat untuk merasionalisasikan atau

membenarkan ide yang sebenarnya bukan rasional. Dasar dari aliran ini

adalah ilmu biologi dan sejarah. Biologi memberikan doktrin bahwa

kehidupan bukan rasio, melainkan kekuatan untuk bertahan hidup yang

sifatnya tidak rasional dan intenstif saja (liar). Organisme dapat hidup

hanya dengan naluri untuk mempertahankan hidup, tidak membutuhkan

67

Kasdin Sihotang, Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme..., hlm.51.

Page 60: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

94

hidup, tidak membutuhkan pertimbangan yang rasional. Sejarah juga

memberikan argumen yang sama, yaitu peristiwa-peristiwa penting

yang menentukan jalannya sejarah dan peradaban manusia, hampir-

hampir digerakkan oleh energi dan dorongan-dorongan liar yang

bersifat sepele. Sumber dari peristiwa ini adalah kehendak buta

(Schopenhauer), kehendak untuk berkuasa (Nietzsche), atau Id

(Freud).68

e. Eksistensialisme

Eksistensialisme memiliki arti sebuah paham kefilsafatan yang

sanggup keluar dari keberadaannya atau sesuatu yang mampu melampui

diri sendiri (baca: kekuatan adi kodrati) kenyataannya, tidak ada dalam

kehidupan itu sesuatu yang paling eksis, kecuali hanya manusia itu

sendiri. Hanya manusia yang sanggup keluar dari dirinya, melampui

keterbatasan biologis atau lingkungan fisiknya, tidak tersandra oleh

batasan yang dimilikinya sendiri (manusia). Mereka menyebut dirinya

sebagai suatu manusia yang berproses “menjadi” gerak yang aktif-

dinamis.

Kajian dalam filsafat manusia bukan mencari energi manusia

secara abstrak tetapi meneliti secara khusus kenyataan konkrit manusia

sebagaimana manusia itu benda dalam dunianya sendiri. Selain itu, tidak

juga mencari esensi atau eksistensi dari manusia, tetapi hendak

mengungkap eksistensi manusia sebagaimana yang ada dalam manusia

68

Zainal Abidin, Filsafat Manusia:Memahami Manusia Melalui Filsafat..., hlm. 32-33.

Page 61: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

95

itu. Berbagai tema kehidupan yang mencoba menjadi objek dari para

eksistensialis, tema ini mendasari dan selalu dialami oleh manusia,

kebebasan, kecemasan, kematian, ketiadaan, keberadaan, kehidupan

yang otentik dan sebagainya. Beberapa tema yang sering diungkapkan

oleh para eksistensialis adalah kebebasan dan kehidupan yang otentik.

Hal ini diyakini sebagai modal besar untuk menjadi mereka yang otentik

dan bertanggung jawab.69

Selain itu, yang dahulu itu esistensi atau

esensi dulu, perdebatan ini telah menyentuh pemikiran-pemikiran

keagamaan yang terkadang berbahaya.

f. Stukturalisme

Suatu pemahaman dalam filsafat manusia yang menempatkan

stuktur atau sistem ketatabahasaan dan budaya sebagai kekuatan-

kekuatan yang menentukan perilaku dan kesadaran manusia sebagai

batasan dari strukturalisme. Para penganjurnya menegaskan bahwa

manusia adalah makhluk yang bebas yang terstuktur oleh jaringan

bahasa dan budaya. Akibatnya, tidak ada perilaku, pandangan dunia

ataupun kesadaran manusia yang individualistik dan unik yang terbebas

dari sistem bahasa dan budaya yang mengurungnya. Jika ada sebuah

bahasa yang masih murni baru ada dalam masyarakat yang

individualistik yang memiliki cara pandang dan pola pikir murni yang

unik, maka dapat dipastikan tidak ada orang yang mengerti dan tahu

bahasa tersebut, asing, dan luar biasa. Secara tegas aliran ini juga

69

Ibid, hlm. 33-34, tentang tema-tema eksistensialisme dan pembelaannya lihat Jean Paul

Sartre, Eksistensialime dan Humanisme, terj. Yudhi Murtanto, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2002), hlm. 33-107.

Page 62: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

96

menolak humanisme, menolak pandangan kebebasan dan keluhuran

manusia dalam kancah filsafat manusia pada umumnya. Aku atau

manusia bukan sebagai pusat realitas, keberadaan, atau eksistensi, tidak

tergantung pada diri manusia itu sendiri, melainkan kedudukannya

dalam sistem tertentu, seperti pada sistem bahasa atau budaya,

sehinggga membuat manusia harus mematuhi sistem tersebut.70

g. Postmodernisme

Diskusi-diskusi postmodernisme telah masuk kedalam relung-

relung kehidupan manusia yang lebih kompleks, beragam dan aktual.

Seperti stukturalisme, aliran ini secara tegas juga menolak humanisme,

yaitu melepas leluhuran dan kegunaan manusia dari sistem sosial

budayanya. Dominasi sistem budaya, sosial, kesenian, ekonomi,

arsitektur, jender, dan sistem yang berfungsi menyeragamkan tingkah

laku dan pola pikir manusia juga menjadi objek penoalakan kaum

postmodernisme.

Menurut kaum postmodernis, telah terjadi dominasi (kolonisasi)

yang halus dan diam-diam dalam kehidupan manusia. Pelaku dari

kolonisasi (dominasi) tersebut adalah sistem-sistem besar yang bersifat

tunggal (the one) terhadap sistem-sistem kecil yang bersifat banyak atau

lebih komplek dan rumit (the plural). The one adalah kebudayaan barat,

sedangkan the plural adalah kebudayaan timur yang diangggap kecil,

misalnya: nilai religius barat yang dianggap adiluhung terhadap nilai

70

Zainal Abidin, Filsafat Manusia:Memahami Manusia Melalui Filsafat..., hlm. 34-45

Page 63: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

97

religius timur atau negara ketiga. Agama Kristen, Katolik serta Yahudi

dianggap sebagai agama tertinggi, mulia, hebat, sedangkan Islam, Budha

dan budaya-budaya timur lainnya adalah kecil, teroris, jahat, bengis,

kaku dan lainnya. Penganjur postmodernisme ini telah berani menentang

daya dominasi nilai-nilai tersebut diatas. Ia melahirkan proyek

dekonstruksi nilai dan pandangan untuk mencoba menunjukkan

kelemahan dan kerapuhan the one. Selain itu, ia melahirkan pandangan

bahwa penting dan berharganya the plural, sehingga tidak bisa the one

meremehkan the plural atau sebaliknya. Kejama`ahan dan pluralitas

terhadap budaya-budaya lokal atau sistem budaya yang tidak dianggap

penting oleh the one, harus diangkat kepermukaan untuk disejajarkan

dengan budaya the one, karena the plural memiliki nilai-nilai yang

penting yang tidak dapat diukur oleh nilai-nilai yang terkandung

didalam budaya the one tersebut.71

2. Dualisme

Dualisme adalah aliran yang menganjurkan dua dimensi antara jiwa

dan badan sebagai dua substansi yang tidak terpisah dan masih perlu

berkaitan antara satu dengan yang lainnya atau perpaduan antara materi dan

roh. Artinya, keberadaan sejati pada dasarnya adalah badan dan jiwa. Semua

hal dan fenomena yang ada di alam ini pada hakikatnya tidak dapat dibantah

bahwa asal dari segalanya adalah hanya satu substansi atau esensi saja.

Tidak benar apabila berbagai kejadian didunia ini hakikatnya hanya bersifat

71

Ibid, hlm. 35-36.

Page 64: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

98

fisik material saja, karena banyak kejadian didunia ini yang tidak dapat

dijelaskan atau diamati oleh pancaindera maupun ilmu-ilmu alam. Dan tidak

benar juga bahwa keberadaan yang dinyatakan secara esensi hanya roh atau

jiwa, karena semua manusia telah mafhum bahwa ada kekuatan dan

keberadaan yang nyata dari materi.

Manusia merupakan makhluk yang terdiri dari dua esensi, yaitu

materi dan ruh atau tubuh dan jiwa. Tokoh dalam hal ini adalah Rene

Descartes (1596-1650), keberadaan tubuh (res extensa) adalah substansi

yang karakteristiknya adalah keleluasaan yang berarti menempati ruang dan

menempati waktu. Keberadaan jiwa, meski tidak dapat diindera tetapi dapat

dibuktikan melalui rasio (pikiran). Dengan keberadaan jiwa yang

karakteristiknya berpikir (res cogitans) justru lebih jelas dan tegas dalam

membuktikannya jika dibandingkan dengan tubuh. Cara yang diajukan

Descartes dalam membuktikan keberadaan jiwa tersebut adalah dengan

berfikir skeptis.72

Dualisme secara umum memiliki beberapa sekte, yaitu:

a. Interaksionisme

Paham ini bertitik tolak dari interaksi timbal balik antara badan

dan jiwa. Aliran ini telah mengakui bahwa fenomena-fenomena mental

terkadang juga menyebabkan peritiwa badani, dan sebaliknya kegiatan

badani juga berpengaruh pada fenomena mental, keduanya saling

berpengaruh dan saling berhubungan. Dalam rasa kesenangan disebabkan

72

Pembuktian secara skeptis dimulai dengan cara meragukan keberadaan apa saja yang

bersifat fisik, tanpa kecuali apakah itu keberadaan rumah, masjid, nottebook, kejadian kemarin

atau kejadian beberapa tahun yang lalu dan lainnya, selebihnya lihat Zainal Abidin, Filsafat

Manusia: Memahami Manusia Melalui Filsafat..., hlm. 30-31.

Page 65: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

99

dari rasa keceriaan, sehingga keceriaan wajah bersumber dari

kesenangan. Demikian juga jika seseorang mengalami sakit influenza,

tentunya akan menurunkan semangat bekerja dari seseorang yang

bersangkutan. Peristiwa badan dan peristiwa mental saling berkaitan dan

saling mempengaruhi, namun kaum interaksionis berpandangan bahwa

badan dan jiwa tetap merupakan dua entitas yang berbeda.73

b. Okkasionisme

Okkasionisme berasal dari bahasa Inggris yaitu occasion yang

artinya kesempatan. Sekte ini mempertahankan secara tegas bahwa antara

jiwa dan badan ataupun sebaliknya tidak dapat saling mempengaruhi

antara satu dengan yang lainnya. Tetapi, jika terjadi kesempatan adanya

perubahan yang terjadi didalam tubuh, Allah berperan untuk

menyebabkan perubahan yang sesuai dengan kondisi tersebut dalam jiwa

sebaliknya, jika jiwa terjadi gejolak yang berarti, maka Allah akan

berperan dalam menyebabkan perubahan tersebut. Misalnya, tangan

seseorang terkena panasnya lelehan besi, maka Allah mengakibatkan rasa

sakit dalam jiwa tersebut. Sebaliknya, apabila seseorang mengulurkan

tangannya maka Allah akan menyebabkan tangan benar-benar diukurkan.

Ini berarti bahwa hanya Allahlah sebagai penyebab dalam arti yang

sebenar-benarnya (causa prima).74

Penganut teori ini adalah Arnold

Geulincix (1624-1669) dan Nicolas de Mallebranche (1638-1715).

73

Kasdin Sihotang, Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme..., hlm.53. 74

Uraian secara terstruktur dapat dilihat dalam K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat,

cetakan ke-15, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm. 47.

Page 66: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

100

Keduanya berkeyakinan bahwa interaksi antara jiwa dengan

badan bisa terjadi karena campur tangan Allah. Tanpa intervensi ini

hubungan antara jiwa dan badan tidak akan terjadi. Hanya Allahlah

sebagai penghubung antara hal-hal yang bersifat fisik dan hal-hal yang

bersifat spritual. Selalu ada kesempatan bagi Allah untuk dapat

menyesuaikan dua entitas yang berbeda ini. Misalnya, ada perasaan

takut, maka Allah mempunyai kesempatan untuk mendirikan bulu kuduk

seseorang.75

c. Paralelisme

Aliran ini berpegangan pada kesejajaran antara fenomena ragawi

dan rohani. Ia menyatakan bahwa sistem fenomena ragawi terdapat di

alam, sedangkan sistem kejadian kejiwaan terdapat dalam jiwa manusia.

Diantara kedua entitas tersebut tidak terdapat hubungan sebab akibat

yang pasti. Badan mempunyai peristiwa dan fenomena sendiri dan jiwa

juga mempunyai peristiwa rohani sendiri. Namun keduanya berjalan

seiring bersamaan. Sehingga didalam diri manusia terjadi dua peristiwa

yang bersamaan, yakni peristiwa fisik dan peristiwa mental, namun

keduanya bersumber dari dirinya sendiri tidak salah satu bersumber dari

yang lainnya. Masing-masing sistem berjalan sendiri-sendiri. Sistem fisik

berjalan menimbulkan kejadian fisik, sedangkan kejadian mental

menimbulkan kejadian mental. Kejadian fisik tidak pernah mungkin

menimbulkan kejadian mental dan sebaliknya.

75

Kasdin Sihotang, Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme..., hlm.53-54.

Page 67: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

101

Penganjur teori ini adalah Gottfried Wilhelm Leibnitz (1646-

1716) yang menegaskan bahwa peristiwa mental dan peristiwa fisik

sudah di setel secara otomatis oleh Tuhan sedemikian rupa bagaikan dua

jam yang berjalan beriringan secara sempurna dalam satu waktu.

Hubungan keduanya terjadi secara serentak dengan mekanisme yang

sempurna sehingga peristiwa badan dan jiwa juga berjalan serentak

secara bersama-sama, meskipun keduanya tidak mempunyai hubungan

kausalitas yang berarti.76

d. Epifenomenalisme

Epifenomenalisme secara bahasa, terdiri dari kata epi yang berarti

penampakan, fenomena yang artinya gejala-gejala, serta isme adalah

aliran atau suatu pandangan. Sehingga secara harfiah adalah aliran atau

paham yang menekankan bahwa gejala yang terlihat sebenarnya

hanyalah gejala, bukan menunjukkan suatu hal yang sesungguhnya.

Secara filsafat artinya adalah paham yang menegaskan bahwa bayangan

yang ditimbulkan oleh tubuh tidak mempunyai pengaruh kausalitas atas

tubuh atau atas bayang-bayang yang lain, demikian juga otak juga

menimbulkan kesadaran tetapi kesadaran itu juga tidak mempengaruhi

otak. Hal ini diibaratkan seperti lokomotif yang menghasilkan uap atau

asap yang tidak berpengaruh terhadap lokomotif, demikian tubuh yang

76

Betrand Russell, Sejarah Filsafat Barat: Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik Zaman

Kuno hingga Sekarang...,hlm. 583.

Page 68: BAB II FILSAFAT MANUSIA A. Pengertian Filsafat …eprints.ums.ac.id/45946/8/BAB II.pdfkepercayaan agama yang diyakini kebenarannya ... Kata eksistensi dalam kajian eksistensialisme

102

menghasilkan kesadaran yang tidak mempunyai hubungan kausalitas

dengan sumbernya didalam proses otak.77

Aliran ini secara tegas melihat interaksi antara badan dan jiwa

dari fungsi syaraf. Ia menyatakan bahwa satu-satunya unsur yang dapat

disepakati untuk penyelidikan kejiwaan ialah syaraf manusia. Proses

kejiwaan seperti kesadaran dilihat sebagai gejala nyata yang berasal dari

proses-proses syaraf. Aliran ini menyangkal pengaruh kesadaran

terhadap proses kejiwaan.78

77

Loren Bagus, Kamus Filsafat..., hlm. 211. 78

Kasdin Sihotang, Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme..., hlm.54-55.