bab ii eksplorasi isu bisnis - · pdf file19 • prinsip kerjasama prinsip ini memandang...
TRANSCRIPT
17
BAB II
EKSPLORASI ISU BISNIS
2.1 Konsep dan Sejarah Asuransi Jiwa
2.1.1 Dasar Pengertian Asuransi Jiwa
Pada hakekatnya, asuransi jiwa adalah suatu pelimpahan risiko (Risk
Shifting) atas kerugian keuangan (Financial Loss) oleh satu pihak yang disebut
Tertanggung kepada pihak lain yang disebut Penanggung. Risiko yang
dilimpahkan kepada Penanggung bukanlah risiko hilangnya jiwa seseorang
melainkan kerugian keuangan sebagai akibat dari hilangnya jiwa seseorang atau
karena mencapai usia tua sehingga tidak produktif lagi.
Dalam kehidupan, seorang manusia memiliki nilai sosial dan nilai agama
yang keduanya tidak dapat diukur, serta nilai ekonomi yang dapat diukur. Nilai
ekonomi hidup manusia memiliki relevansi dengan perasuransian jiwanya. Pihak
yang paling berkepentingan dengan nilai ekonomi seorang manusia adalah
lingkungan manusia itu sendiri, yang pada umumnya adalah pasangan hidupnya,
anak-anaknya, maupun sanak saudaranya. Sebagai contoh, nilai ekonomi seorang
kepala keluarga adalah sama dengan kapasitas penghasilannya. Jika nilai ekonomi
hidup seorang kepala keluarga hilang atau berkurang, maka istri, anak-anak, dan
sanak saudara atau pihak-pihak yang berkepentingan dengannya akan langsung
menderita kerugian.
2.1.2 Konsep Asuransi Jiwa
Konsep asuransi jiwa sendiri berangkat dari nilai ekonomi hidup manusia
(Economic Value of Human Life). Sebagai dasar perhitungan yang lazim
digunakan untuk menentukan nilai ekonomi hidup manusia adalah nilai sekarang
dari seluruh pendapatan yang diharapkan dapat diterima seseorang pada umur
sekarang sampai umur tua. Nilai ekonomi hidup manusia ini akan tercermin dari
18
besarnya proteksi atau – dalam terminologi asuransi jiwa – jumlah Uang
Pertanggungan yang tidak terlalu besar (over insured) atau terlalu kecil (under
insured).
2.1.3 Prinsip Umum Asuransi Jiwa
Ada empat prinsip umum yang melandasi asuransi jiwa yaitu:
• Prinsip Ekonomi
Prinsip ini memandang bahwa seorang manusia sepanjang hidupnya selalu
dihadapkan pada kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa yang dapat
menyebabkan hilang atau berkurangnya nilai ekonomisnya baik bagi dirinya
sendiri, keluarga, maupun pihak lain yang berkepentingan dengannya
misalnya perusahaan tempat ia bekerja. Alasan nilai ekonomi inilah yang
mendorong manusia menggunakan jasa asuransi jiwa untuk melindungi
dirinya secara ekonomi. Ada tiga jenis risiko yang mempengaruhi nilai
ekonomi hidup manusia yaitu
1. Risiko Kematian
Peristiwa ini pasti terjadi namun tidak diketahui secara tepat kapan
terjadinya. Peristiwa kematian yang terlalu dini akan menyebabkan
hilangnya penghasilan seseorang sehingga sangat berpotensi menimbulkan
kesulitan ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan dan menjadi
tanggungannya.
2. Risiko Hari Tua
Di usia tua, seseorang akan menjadi tidak produktif lagi sehingga akan
membawa dampak ekonomis bagi mereka yang menanggungnya.
3. Risiko Kecelakaan / Sakit
Sama seperti risiko kematian, risiko kecelakaan atau sakit tidak dapat
diketahui secara tepat kapan terjadinya. Selain berpotensi menyebabkan
kematian, kecelakaan atau sakit juga dapat menyebabkan cacat tubuh yang
akan menghilangkan kemampuan seseorang untuk bekerja secara
produktif sehingga secara langsung akan menurunkan nilai ekonominya.
19
• Prinsip Kerjasama
Prinsip ini memandang bahwa asuransi jiwa pada dasarnya merupakan suatu
bentuk kerjasama dari orang-orang yang ingin menghindari, atau setidaknya
memperkecil kerugian akibat terjadinya risiko. Kerjasama itu diwujudkan
antara orang-orang ini dengan suatu perusahaan asuransi jiwa.
• Prinsip Aktuaria
Prinsip Aktuaria ini digunakan dalam menentukan hubungan antara hak dan
kewajiban yang dinyatakan dalam jumlah tertentu seperti Uang
Pertanggungan, Premi, Nilai Tunai, dan lain-lain.
• Prinsip Hukum
Didalam Prinsip Hukum, dikenal Insurable Interest atau ‘Kepentingan yang
Dapat Diasuransikan’. Adapun yang menjadi dasar Insurable Interest adalah:
1. Hubungan Darah
Harus ada hubungan darah antara Tertanggung dan Pemegang Polis,
misalnya antara orangtua dan anaknya.
2. Hubungan Bisnis dan Keuangan
Harus ada hubungan bisnis dimana penerima manfaat akan mengalami
kerugian jika Tertanggung meninggal dunia, misalnya antara perusahaan
dan karyawannya, atau kreditur dan debitur.
2.1.4 Manfaat Asuransi Jiwa
Ada lima macam manfaat yang dapat diberikan asuransi jiwa antara lain :
• Sebagai sarana menabung
Untuk mengatasi keadaan yang bersifat darurat maupun untuk persiapan masa
depan, seseorang cenderung menabung di bank. Keberhasilan menabung di
bank untuk mencapai nilai nominal tertentu tergantung 3 faktor yaitu disiplin
menabung, nominal uang yang ditabung secara konsisten, dan lama atau
waktu menabung. Dengan menabung di asuransi jiwa, mendidik seseorang
agar menabung dengan disiplin, teratur, dan kontinyu karena kelalaian dalam
20
membayar premi akan menyebabkan batalnya polis yang menjadikan
Tertanggung tidak menerima manfaat proteksi lagi.
• Sebagai alat perlindungan nilai ekonomi keluarga
Bagi sebuah keluarga, seorang kepala keluarga yang ideal juga merupakan
pencari nafkah utama dan mencintai keluarganya. Mencintai keluarga harus
diwujudkan dengan selalu menyediakan dana agar dapat memenuhi kebutuhan
serta menjaga kelangsungan hidup keluarganya walaupun risiko kehilangan
nilai ekonomi akan dialaminya. Risiko kehilangan nilai ekonomi ini bisa
disebabkan karena meninggal terlalu cepat maupun hidup terlalu lama.
Peristiwa meninggal terlalu cepat akan menciptakan lima macam kebutuhan
pokok yaitu:
1. Dana Pemutihan
Merupakan sejumlah uang yang diperlukan oleh pelaksana wasiat untuk
mempertahankan keutuhan harta orang yang meninggal. Jumlah ini harus
lebih dulu tersedia sebelum ahli waris menerima bagian dari harta
peninggalan. Fungsi dana pemutihan antara lain untuk membayar biaya
penguburan, rekening-rekening almarhum yang belum dibayar, hutang-
hutang almarhum atau pinjaman perusahaan milik almarhum, biaya
perawatan sebelum meninggal, biaya jasa pengacara dan pelaksana wasiat,
dan pajak-pajak.
2. Dana Penyesuaian
Merupakan dana yang diperlukan untuk dipakai hingga janda / duda dan
keluarga yang ditinggalkan dapat menyesuaikan diri terhadap situasi hidup
yang baru. Dana penyesuaian ini adalah biaya hidup yang dibutuhkan
keluarga hingga muncul pencari nafkah baru dalam keluarga tersebut.
3. Dana Pendidikan
Merupakan dana yang dipersiapkan terutama untuk biaya pendidikan
anak-anak.
4. Pendapatan Keluarga
Merupakan nilai ekonomi almarhum untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarga dan menjadi hilang karena meninggalnya almarhum.
21
5. Biaya Hidup Janda / Duda
Merupakan biaya hidup yang sewajarnya diusahakan oleh pencari nafkah
untuk menjamin masa depan pasangannya apabila pencari nafkah
meninggal.
Sedangkan peristiwa hidup terlalu lama akan menyebabkan seseorang
mengalami masa yang tidak produktif sehingga yang bersangkutan tidak mampu
menciptakan nilai ekonomis lagi, padahal dirinya masih memiliki kebutuhan-
kebutuhan hidup, baik untuk keperluan sehari-hari maupun untuk perawatan
kesehatan. Untuk mengantisipasi hal ini, sangat dianjurkan seseorang memiliki
Dana Pensiun. Adanya dana pensiun mencegah seseorang yang telah berusia
lanjut menjadi beban bagi anak-anaknya, sanak saudaranya, atau orang lain.
• Sebagai alat bisnis
Asuransi bermanfaat untuk melindungi harta-harta yang dapat berupa:
1. Proteksi Kredit
Jika seseorang semasa hidupnya pernah meminjam uang dari bank, maka
orang tersebut harus memberikan jaminan minimal sebanding dengan nilai
pinjaman yang diberikan oleh bank. Jika tidak dipenuhi, maka bank akan
mendaftarkan peminjam ini kepada perusahaan asuransi jiwa untuk
mendapatkan proteksi senilai dana yang dipinjam.
2. Proteksi Hipotik Rumah
Jika seseorang membeli rumah secara kredit dengan masa cicilannya
cukup lama, maka pembeli rumah secara otomatis akan diikutsertakan
dalam program asuransi sehingga risiko apapun yang mungkin menimpa
pembeli rumah tidak akan merugikan developer maupun keluarga yang
ditinggalkan karena tidak menimbulkan beban hutang.
3. Proteksi Orang Penting
Jika seorang karyawan didalam suatu perusahaan merupakan orang
penting atau figur kunci keberhasilan perusahaan, maka orang tersebut
akan diasuransikan karena ketiadaan orang tersebut secara mendadak akan
sangat berpotensi menyebabkan gejolak dalam perusahaan. Apalagi
bukanlah hal yang mudah untuk mencari pengganti orang kunci dan
22
dibutuhkan waktu untuk mendidik orang baru menempati posisinya,
sehingga dengan diasuransikannya orang kunci tersebut, dapat diciptakan
stabilitas bagi perusahaan.
• Sebagai alat pemelihara harta dan kekayaan
Di sejumlah negara maju, pada saat seorang kepala keluarga meninggal, maka
harta kekayaannya akan langsung dikenakan pajak yang cukup besar oleh
negara. Oleh karena itu, asuransi jiwa merupakan pengganti dari pajak yang
harus dibayarkan.
• Sebagai alat investasi
Terdapat berbagai macam instrumen investasi yang masing-masing memiliki
karakteristik dan profil risikonya sendiri. Investasi di asuransi jiwa merupakan
salah satu investasi yang aman dan prospektif karena modal yang dibutuhkan
relatif kecil jika dibandingkan dengan bisnis konvensional, ada unsur
kepastian atas dana yang diinvestasikan dan tingkat pertumbuhan dana relatif
tinggi, serta telah dilengkapi dengan proteksi terhadap nasabahnya.
2.1.5 Sejarah dan Perkembangan Asuransi Jiwa
Pada tahun 706, berdiri The Amicable of London sebagai suatu perusahaan
asuransi jiwa berdarkan prinsip gotong royong. Kira-kira 1000 tahun kemudian,
berdiri The Equitable of London yang lebih maju dan mulai menggunakan jasa
underwriter dalam proses seleksi risiko asuransi jiwa.
Di Amerika, industri asuransi jiwa mulai berkembang seiring dengan
eksodus besar-besaran penduduk Eropa ke Amerika. Sejak tahun 1840, mulai
berdiri beberapa lembaga asuransi jiwa mutual seperti The New England Mutual
Life Insurance Company, The Mutual Life Insurance of New York, dan The State
Mutual Life Insurance Company of Worchester.
Di Asia, perusahaan asuransi jiwa yang pertama kali berdiri adalah Meiji
Life Insurance Company pada tahun 1882 di Jepang. Disusul kemudian Teikoku
Life Insurance Company pada tahun 1888 dan Nippon Life Insurance Company
pada tahun 1893. Persaingan yang tajam dan tidak sehat serta kekalahan Jepang
23
pada Perang Dunia II mengakibatkan bangkrutnya 40 perusahaan asuransi jiwa di
Jepang dan baru mulai tumbuh kembali secara drastis seiring dengan rehabilitasi
ekonomi pada tahun 1948.
Sedangkan di Indonesia sendiri, perusahaan asuransi jiwa pertama adalah
Nederlandsche Indesche Levensverzekeringen Lijfrente Maatschappij yang
dimiliki oleh Belanda dan berdiri pada tahun 1859. Pada saat ini sudah ada lebih
dari 50 perusahaan asuransi jiwa di Indonesia.
2.2 Situasi Industri
Menurut karakteristik industri asuransi jiwa, terdapat lima kekuatan yang
saling berinteraksi yaitu:
• Pesaing
Di Indonesia, AXA Financial Indonesia bukanlah satu-satunya perusahaan
yang menyediakan jasa sejenis. Setidaknya ada 18 perusahaan selain AXA
Financial Indonesia yang memiliki lingkup bidang usaha yang sama, antara
lain : AIG Lippo Life, Prudential Life Assurance, Bumiputera 1912, Bringin
Jiwa Sejahtera, AIA Indonesia, Indolife Pensiontama, Jiwasraya, BNI Life,
Panin Life Tbk, Allianz Life Indonesia, Sunlife Financial Indonesia, Sequis
Life, Manulife Indonesia, Central Asia Raya, Eka Life, Cigna, Equity
Financial Solution, Adisarana Wana Artha, dan Astra CMG Life.
• Ancaman pendatang baru
Jika pada awalnya industri asuransi dikuasai oleh pemain lokal, saat ini sudah
ada beberapa perusahaan asuransi multi nasional yang telah memasuki pasar
Indonesia antara lain AXA (Prancis), Prudential (Inggris), Manulife (Kanada),
Allianz (Jerman). Dengan jumlah penduduk sebanyak 260 juta jiwa dan hanya
sekitar 12% dari penduduk yang telah memiliki polis asuransi jiwa atas nama
sendiri, Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial bagi pemain-pemain
di industri asuransi jiwa. Dengan kondisi ekonomi yang stabil dan bertumbuh,
sangat dimungkinkan masuknya perusahaan asuransi jiwa asing lain ke
Indonesia.
24
• Ancaman subsitusi
Secara khusus tidak ada ancaman subsitusi karena industri asuransi jiwa yang
bersifat unik dan telah merupakan salah satu industri yang telah berumur
sangat panjang. Namun ada produk subsitusi yang berpotensi menjadi
ancaman bagi produk asuransi jiwa yaitu reksadana yang memiliki
karakteristik hampir sama dengan produk unit link. Menurut Undang-Undang
no 8 tahun 1995 mengenai pasar modal, reksadana didefinisikan sebagai suatu
wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal
untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portfolio oleh manajer investasi.
Kekurangan instrumen reksadana bila dibandingkan dengan unit link sebagai
produk perusahaan asuransi adalah ketiadaan proteksi bagi nasabahnya.
• Kekuatan pembeli
Dengan semakin banyaknya penyedia jasa asuransi jiwa, pembeli memiliki
kekuatan tawar yang semakin besar dalam memutuskan pembelian. Namun
disisi lain, beragamnya informasi mengenai produk dan jasa finansial sangat
berpeluang menjadikan pembeli kesulitan dalam menentukan pilihan. Oleh
karena itu, pembeli biasanya cenderung membeli dari agen yang telah mereka
kenal dan mereka percaya.
• Pemerintah
Didalam industri asuransi jiwa, pemerintah memainkan peranan yang tidak
kecil dalam menetukan arah gerak industri. Terdapat beberapa peraturan
pemerintah mengenai regulasi asuransi jiwa antara lain Peraturan no 225 tahun
1993 mengenai 5% dana dari seluruh biaya untuk pengembangan sumber daya
manusia perusahaan asuransi, Surat Keputusan Menteri Keuangan No
425/KMK.06/2003 dan No 426/KMK.06/2003 tentang agen asuransi yang
memasarkan produk perusahaan asuransi, Peraturan Pemerintah / Keputusan
Menteri Keuangan tentang Ketentuan Risk Based Capital (RBC) dimana
secara bertahap ketentuan RBC diberlakukan yaitu untuk tahun 2002
mencapai 75 persen, tahun 2003 sebesar 100 persen, dan tahun 2004 sebesar
120 persen.
25
Peranan Pemerintah ini tidak lepas dari kenyataan bahwa asuransi merupakan
salah satu dari tiga pilar ekonomi nasional, dimana kedua sektor yang lain
adalah perbankan dan pasar modal. Asuransi jiwa dan perbankan memiliki
kemiripan dalam hal pengumpulan dana masyarakat. Perbedaan mendasar
adalah dalam hal karakteristik durasi pengumpulan dana, dimana perbankan
menerima dan mengakumulasi dana melalui berbagai produk dan layanan
yang bersifat jangka pendek, sedangkan asuransi jiwa menerima dan
mengakumulasi dana yang sifatnya jangka panjang. Menurut data bisnis
asuransi jiwa, total aset di sektor perbankan hingga triwulan I/2007 mencapai
Rp 1,705 triliun. Sedangkan total aset sektor asuransi jiwa sebesar Rp 66,4
triliun. Perbedaan ini merupakan sinyal bahwa industri asuransi bisa
dimaksimalkan kapasitasnya untuk memperkokoh pilar ekonomi bangsa
dengan menghimpun dana jangka panjang dari masyarakat pemodal dan
menempatkannya pada berbagai produk investasi di pasar uang dan pasar
modal sehingga mendorong pergerakan ekonomi makro.
2.3 Proses Bisnis Perusahaan
Proses bisnis perusahaan dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.1 Proses Bisnis Perusahaan
21
6
5
73
MANAGER INVESTASI
BANK KUSTODIAN
4
BACK OFFICE
AXA FINANCIAL INDONESIANASABAH
FRONT OFFICE
26
Proses bisnis perusahaan dapat dibedakan menjadi dua area yaitu front
office dan back office sebagaimana tampak pada diagram alir diatas. Di area front
office, terdapat interaksi antara nasabah dengan AXA Financial Indonesia yang
diwakili oleh Financial Officer. Pada area back office, terjadi interaksi antara
AXA Financial Indonesia dengan Manajer Investasi dan Bank Kustodian. Untuk
lebih jelasnya, setiap tahap akan dijelaskan dengan lebih rinci sebagai berikut:
• Tahap 1
Pada tahap awal ini, nasabah yang telah memutuskan untuk membeli polis
asuransi jiwa akan mengisi Surat Permintaan Asuransi Jiwa (SPAJ). Pengisian
SPAJ oleh nasabah dilakukan dengan didampingi Financial Officer yang akan
membantu nasabah mengisi SPAJ dengan benar dan memastikan bahwa
nasabah, secara fisik dan mental nampak sehat dan berada dalam keadaan
layak untuk diasuransikan, termasuk diantaranya adalah menandatangani
SPAJ dalam keadaan bebas dan tanpa tekanan dari pihak manapun. Setelah
proses pengisian SPAJ, dilakukan proses pembayaran premi pertama baik
secara tunai kepada Financial Officer maupun secara transfer yang ditujukan
ke rekening AXA Financial Indonesia. Setelah SPAJ yang telah diisi beserta
premi pertama diserahkan kepada Financial Officer, maka proteksi terhadap
nasabah dianggap telah berjalan. Kemudian, Financial Officer akan mengirim
SPAJ asli dan premi pertama kekantor pemasaran AXA Financial Indonesia
terdekat. Kepada nasabah akan diberikan Tanda Terima Premi Sementara
(TTPS) yang berfungsi sebagai bukti bahwa nasabah telah menyerahkan SPAJ
dan premi pertama dan oleh karenanya telah berhak atas proteksi.
• Tahap 2
Setelah SPAJ diterima di kantor AXA Financial Indonesia, SPAJ tersebut
dipelajari dan dilakukan seleksi risiko. Seleksi risiko adalah proses penafsiran
jangka hidup seseorang (calon tertanggung) yang dikaitkan dengan besarnya
risiko untuk menentukan besarnya premi. Seleksi risiko ini dilakukan dengan
tujuan untuk memastikan agar setiap tertanggung membayar premi sesuai
dengan tingkat risikonya dan menjaga kelangsungan asuransi sehingga tidak
merugikan perusahaan. Berkaitan dengan hal itu, maka risiko dalam asuransi
27
jiwa dibagi atas risiko yang dapat diasuransikan dimana permintaan proteksi
asuransi jiwa oleh calon tertanggung dapat dipenuhi, dan risiko yang tidak
dapat diasuransikan sehingga permintaan proteksi asuransi jiwa oleh calon
tertanggung tidak dapat dipenuhi. Selain dilakukan seleksi risiko, juga
dilakukan verifikasi transfer dana oleh nasabah. Apabila verifikasi transfer
dana dan seleksi risiko telah dilalui, maka dana tersebut ditransfer ke manajer
Investasi. Kemudian AXA Financial Indonesia akan melakukan penerbitan
polis asuransi jiwa atas nama nasabah dengan jangka waktu maksimum 10
hari kerja.
• Tahap 3
Pada tahap ini, secara bersamaan dengan transfer dana ke manajer investasi,
AXA Financial Indonesia menginformasikan penempatan dana ke instrumen
investasi yang diinginkan nasabah kepada Bank Kustodian. Fungsi Bank
Kustodian adalah sebagai tempat menyimpan dan memelihara pembukuan dan
catatan mengenai kegiatan penitipan nilai investasi Maestro Link Plus,
mencatat semua perubahan dalam portfolio Maestro Link Plus, dan
menyimpan fisik instrumen investasi. Dengan demikian bisa disimpulkan
bahwa Bank Kustodian berfungsi untuk memenuhi persyaratan transparansi
pengelolaan dana dan menjalankan fungsi administrasi. Selain fungsi tersebut,
Bank Kustodian juga berfungsi menghitung nilai aktiva bersih setiap hari dari
seluruh jenis dana yang ada di Maestro Link Plus.
• Tahap 4
Pada tahap ini, manajer investasi setelah menganalisis kondisi investasi, dan
meminta konfirmasi penempatan dana nasabah dari Bank Kustodian, akan
melakukan kegiatan investasi atas dana nasabah. Manajer investasi secara
spesifik akan menentukan pilihannya untuk membeli instrumen-instrumen
investasi dalam batasan instrumen investasi yang diinginkan nasabah. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa manajer investasi adalah suatu lembaga
yang mengelola sejumlah dana, baik berupa dana mutual, dana pensiun, dana
asuransi, maupun dana perbankan, agar dana tersebut dapat memberikan hasil
28
maksimal dengan risiko seminimal mungkin. Selanjutnya, fisik dari instrumen
investasi yang telah dibeli tersebut akan disimpan di Bank Kustodian.
• Tahap 5
Pada tahap ini, Bank Kustodian yang telah menghitung nilai aktiva bersih
akan melaporkan nilai aktiva bersih masing-masing dana Maestro Link Plus
kepada AXA Financial Indonesia. Setelah mendapatkan laporan, maka AXA
Financial Indonesia akan menerbitkan nilai aktiva bersih tersebut dalam harian
Bisnis Indonesia.
• Tahap 6
Pada tahap ini, manajer investasi akan memberikan laporan kinerja investasi
kepada AXA Financial Indonesia
• Tahap 7
Setelah polis asuransi jiwa dan surat pernyataan transaksi nasabah diterbitkan,
maka Financial Officer bertanggung jawab untuk mengantarkan polis tersebut
kepada nasabah. Sebelum mengantarkan polis, Financial Officer berkewajiban
untuk memeriksa kesesuaian isi polis dan mempersiapkan pelayanan purna
jual lainnya. Selain itu Financial Officer juga berkewajiban untuk
menjelaskan kepada nasabah segala manfaat yang diberikan AXA Financial
Indonesia sesuai yang tercantum pada polis dan menjelaskan prosedur klaim
kepada nasabah.
Bertindak sebagai Bank Kustodian adalah Deutsche Bank yang didirikan
pada tahun 1870 di Jerman. Deutsche Bank telah memberikan pelayanan sekuritas
dan kustodian di Indonesia sejak tahun 1994 dan kini melayani 196 badan usaha
baik domestik maupun internasional. Dari Standard and Poor’s, Deutsche Bank
memperoleh rating AA sedangkan dari Moody’s Investor Services, memperoleh
rating Aa3.
Sedangkan yang bertindak sebagai manajer investasi adalah:
• Schroders Investment Management Indonesia
Merupakan manajer investasi yang didirikan pada tahun 1804 di Inggris dan
mendapat peringkat A dari Standard and Poor’s. Diseluruh dunia, Schroders
mengelola dana sebesar USD 160 milliar. Ijin operasi di Indonesia diperoleh
29
dari BAPEPAM pada tahun 1991 dan per 31 Oktober 2005 telah mengelola
dana sebesar Rp 9 trilliun. Schroders Investment Management Indonesia
mengelola dana Maestro Link Fixed Income Plus Rupiah, yang menawarkan
hasil pengembangan investasi dalam periode jangka menengah melalui
investasi nilai rupiah pada obligasi dan instrumen pendapatan tetap seperti
deposito dan Sertifikat Bank Indonesia, juga sedikit proporsi penempatan pada
saham. Pilihan jenis investasi ini memiliki tingkat risiko sedang.
• AXA Asset Management Investment Indonesia
Merupakan manajer investasi yang didirikan pada tahun 1993 dan merupakan
bagian dari grup AXA. AXA Asset Management Investment Indonesia
mengelola dana Balanced Fund Rupiah, yang menawarkan hasil
pengembangan investasi dalam jangka menengah melalui investasi nilai
rupiah pada saham dan obligasi atau instrumen pendapatan tetap lainnya
seperti deposito dan Sertifikat Bank Indonesia. Pilihan jenis investasi ini
memiliki tingkat risiko sedang – tinggi.
• Fortis Investment
Merupakan manajer investasi paling terkemuka, aman dan menguntungkan
yang berpusat di Eropa. Hingga bulan Desember 2005 telah memiliki dana
kelolaan sebesar 105,1 miliar Euro dan mendapatkan peringkat sangat baik
(AM2) dari Fitch Rating pada bulan Juni 2005. Sejak 1992, mengelola
portfolio investor di Indonesia dan per 6 Juni 2006 memiliki dana kelolaan Rp
3,4 triliun. Fortis Investment mengelola dana Equity Fund Rupiah, yang
menawarkan hasil pengembangan investasi dalam jangka panjang melalui
investasi nilai rupiah pada saham dan sedikit proporsi penempatan pada
instrumen pasar uang seperti deposito dan Sertifikat Bank Indonesia. Pilihan
jenis investasi ini memiliki tingkat risiko tinggi.
• CIMB-GK Securities Indonesia
Merupakan manajer investasi sebagai anak perusahaan grup CIMB yang
merupakan kelompok perusahaan jasa keuangan terbesar kedua di Malaysia.
Per 31 Oktober 2005, mengelola dana sebesar Rp 189,91 milliar. CIMB-GK
Securities Indonesia mengelola dana Fixed Income USD, yang menawarkan
30
hasil pengembangan investasi dalam periode jangka menengah melalui
investasi nilai US Dollar pada obligasi dan instrumen pasar uang. Pilihan jenis
investasi ini memiliki tingkat risiko sedang.
2.4 Perumusan dan Pembatasan Masalah
Dengan semakin bertambahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya
melakukan investasi, serta semakin banyaknya instrumen-instrumen investasi
seperti Reksadana dan Obligasi Ritel Indonesia, setiap perusahaan asuransi jiwa
berada pada posisi yang strategis. Jika secara konvensional, perusahaan asuransi
jiwa hanya dikenal menawarkan proteksi bagi nasabahnya, kini produk tersebut
juga mampu berfungsi sebagai instrumen investasi dengan tingkat return yang
sangat kompetitif.
Meskipun memiliki pasar potesial yang terbilang sangat besar, persaingan
di industri asuransi jiwa juga semakin ketat. Di level strategik, setiap pemain yang
ada dituntut untuk menciptakan produk yang unik, berbeda dan memiliki value
added yang tinggi bagi nasabahnya melebihi produk-produk yang ditawarkan
kompetitor. Dengan kata lain, perusahaan dituntut untuk memiliki product
leadership. Selain itu, perusahaan juga harus memperhatikan kegiatan
operasionalnya dan menyempurnakannya sehingga mencapai tahapan operational
excellence. Di level operasional, agen-agen pemasaran perusahaan asuransi jiwa
berlomba-lomba memberikan pelayanan yang memuaskan bagi para klien agar
mampu mencapai customer intimacy.
Jika dilihat dari situasi industri asuransi jiwa sendiri, meskipun industri
asuransi jiwa sedang bertumbuh pesat dan dari tahun ke tahun terdapat
peningkatan dana kelolaan yang signifikan, setiap pemain di industri asuransi jiwa
menyadari adanya tantangan-tantangan, terutama yang berkaitan dengan regulasi
pemerintah dan bargaining power dari nasabah yang semakin menguat seiring
dengan perkembangan teknologi informasi dan semakin banyaknya penawaran
produk-produk proteksi dan investasi dari berbagai lembaga keuangan baik bank
maupun manajer investasi.
31
Untuk menghadapi tantangan-tantangan ini, AXA Financial Indonesia
harus mampu menyesuaikan strategi perusahaan agar sejalan dengan perubahan-
perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnisnya. Dengan dukungan corporate
culture dan kemampuan entrepreneurial yang kuat, AXA Financial Indonesia akan
mampu menggapai visinya untuk menjadi perusahaan penyedia layanan keuangan
dan manajemen kekayaan No. 1 di Indonesia.
Corporate entrepreneurship akan mendorong perusahaan untuk bergerak
secara lincah, berani berinovasi dan mengembangkan produk baru, mampu
mengidentifikasi dan menangkap peluang yang ada sehingga memberikan nilai
tambah bagi perusahaan. Untuk menciptakan budaya entrepreneurial dalam
perusahaan, diperlukan iklim entrepreneurial dan pemimpin entrepreneurial.
Penelitian ini difokuskan pada usaha untuk mengukur dan menganalisis
dimensi-dimensi entrepreneurial di AXA Financial Indonesia di kantor pemasaran
Bandung sekaligus mempelajari karakteristik kepemimpinan level manajerial
yang ada disana.
Untuk menjaga agar penelitian lebih terarah dan tidak meluas sehingga
menjadi terlalu kompleks, maka penelitian ini dilakukan dengan pembatasan
masalah berikut:
• Penelitian dilakukan di AXA Financial Indonesia kantor pemasaran Bandung.
• Penyebaran kuesioner hanya dilakukan kepada para Financial Officer,
Recruitment Manager, Recruit and Development Manager, dan Sales Office
Manager.
• Data yang digunakan didalam penelitian diperoleh dari penyebaran kuesioner
Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) dan Entrepreneurial Leadership
Questionnaires (ELQ), beberapa data tambahan hasil wawancara, studi
literatur, dan sumber data lain yang relevan dengan penelitian ini.
• Analisis dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif dan difokuskan pada
perilaku entrepreneurial agen pemasaran dan level manajerial di AXA
Financial Indonesia kantor pemasaran Bandung.
32
• Penelitian dilakukan hingga tahapan identifikasi dan pemberian usulan atau
saran yang dapat diimplementasikan, namun tidak dilanjutkan ke tahapan
perubahan.
2.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah :
• Mempelajari dan mengukur dimensi-dimensi utama dari corporate
entrepreneurship di AXA Financial Indonesia kantor pemasaran Bandung.
Dimensi-dimensi utama corporate entrepreneurship ini antara lain dimensi
umum, dimensi rencana strategis, dimensi cross functionality, dimensi
dukungan, dimensi intelijen pasar, dimensi risiko, dimensi kecepatan, dimensi
fleksibilitas, dimensi fokus, dimensi masa depan, dan dimensi orientasi
individu.
• Mempelajari peranan orang-orang yang berada dalam level manajerial dalam
melakukan kegiatan-kegiatan entrepreneurial dalam melakukan kegiatan
operasional harian.
• Mengidentifikasi tipe kepemimpinan entrepreneurial yang ada di AXA
Financial Indonesia kantor pemasaran Bandung dan mengidentifikasi ada
tidaknya kesenjangan karakteristik kepemimpinan entrepreneurial di AXA
Financial Indonesia kantor pemasaran Bandung.
• Memberikan saran yang dapat diimplementasikan kepada pihak manajemen
dalam hal pemilihan dimensi corporate entrepreneurship yang harus
ditingkatkan sehingga perusahaan dapat mencapai visinya.
2.6 Tinjauan Mengenai Corporate Culture
Setiap perusahaan besar memiliki apa yang dinamakan dengan budaya
perusahaan atau corporate culture. Budaya perusahaan memiliki peranan sangat
signifikan dalam penentuan arah dan perkembangan suatu perusahaan. Menurut
Robbins (2005), budaya perusahaan merupakan suatu sistem yang terdiri dari
33
nilai-nilai yang dianut oleh seluruh karyawan perusahaan, dari pegawai di tingkat
bawah hingga jajaran direksi, yang membedakan suatu perusahaan dengan
perusahaan lainnya. Suatu perusahaan dengan budaya yang kuat, tidak hanya akan
memiliki visi dan misi yang jelas, namun ditandai pula dengan terintegrasinya
keputusan-keputusan strategis perusahaan dengan proses bisnis dan operasional
perusahaan di level yang lebih rendah. Dalam hubungannya dengan sumber daya
manusia, budaya perusahaan yang kuat akan sangat membantu setiap orang dalam
perusahaan untuk berpikir, berperilaku dan bekerjasama sesuai beliefs dan value
yang ada dalam perusahaan. Dengan demikian, menyatukan setiap orang dalam
seluruh fungsi yang ada dalam perusahaan untuk mencapai visi dan tujuan
perusahaan.
Menurut Wheelen & Hunger (2004), banyak perusahaan yang belum
memaksimalkan peranan budaya perusahaan dalam mendukung pengembangan
usaha perusahaan karena budaya perusahaan diartikan sebagai sesuatu yang tak
berwujud, tidak dapat diukur, dan sulit diubah. Padahal budaya perusahaan
berhubungan sangat erat dengan strategi bisnis perusahaan dan menjadi penuntun
atau pedoman dalam mengimplementasikan strategi tersebut dalam level taktikal
dan operasional.
Sering terjadi di dunia bisnis bahwa perusahaan kecil yang berhasil dan
menjadi besar, tiba-tiba mulai kehilangan nilai-nilai yang dahulu dimilikinya.
Banyak perusahaan yang menjadi besar dan kemudian menjadi terlalu birokratis,
terstruktur, lamban dan tidak lagi melakukan inovasi.
Menurut Robbins (2005), inovasi meliputi seluruh ide-ide baru yang
diterapkan untuk perbaikan suatu produk, proses, atau jasa. Seluruh inovasi
dicirikan dengan adanya perubahan meskipun tidak seluruh perubahan akan
melibatkan ide-ide baru dan perbaikan. Inovasi atas produk dan jasa, atau atas
proses operasi, serta pembentukan bisnis baru, merupakan hal yang sangat penting
bagi suatu perusahaan. Kegiatan-kegiatan tersebut memberikan added value yang
dapat meningkatkan pendapatan perusahaan, mengurangi biaya-biaya,
meningkatkan efisiensi, mengintegrasikan sumber daya yang dimiliki, dan secara
34
keseluruhan akan membawa perusahaan selangkah lebih maju dari para
pesaingnya.
Kegiatan inovasi dan pengembangan bisnis baru ini dapat dilakukan secara
independen oleh individu maupun dalam skala korporasi atau perusahaan.
Individu yang mampu melakukan inovasi dan mengembangkan bisnis baru
disebut entrepreneur. Jika dilakukan dalam skala perusahaan, maka disebut
corporate entrepreneur atau intrapreneur.
Corporate Entrepreneurship atau seringkali disebut Intrapreneurship
didefinisikan sebagai suatu proses yang berlangsung di dalam perusahaan,
ditujukan untuk mengembangkan produk, jasa, atau proses operasi yang baru dan
secara keseluruhan merupakan usaha-usaha yang dilakukan perusahaan untuk
berinovasi dan menciptakan added value secara kontinyu.
Meskipun intrapreneurship tampak sebagai suatu proses yang
menguntungkan bagi perusahaan, pada prakteknya bukanlah hal yang mudah bagi
suatu perusahaan untuk memiliki budaya intrapreneurship ini. Kecenderungan
yang ada dalam industri menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan besar
justru tidak memiliki budaya intrapreneurship. Hal ini ditandai dengan
kelambanan dalam menangkap peluang bisnis yang ada dan proses birokrasi
internal yang terlalu lama.
Menurut Thornberry (2006), keberadaan intrapreneurship dalam suatu
perusahaan bisa dicapai melalui dua pendekatan. Pendekatan yang pertama
dilakukan dengan mendatangkan seseorang dengan jiwa entrepreneurial dari luar
perusahaan dan menempatkannya di posisi puncak dalam hirarki perusahaan.
Sedangkan pendekatan kedua adalah dengan menciptakan lingkungan bersifat
entrepreneurial didalam perusahaan sehingga memunculkan individu-individu
berjiwa entrepreneurial dari internal perusahaan.
Hal yang cukup sering terjadi ketika suatu perusahaan mengambil
pendekatan pertama, adalah adanya ketidaksesuaian antara pemimpin
entrepreneurial yang baru dengan manajemen perusahaan. Seorang pemimpin
entrepreneurial selalu bergerak dengan cepat, memiliki toleransi yang rendah
terhadap apa yang mereka anggap peraturan-peraturan yang memperlambat proses
35
pengambilan keputusan. Pada kenyataannya, terdapat cukup banyak peraturan
semacam ini yang ada pada suatu perusahaan yang besar. Oleh karena itu cukup
sering terjadi bahwa pada akhirnya, seorang pemimpin entrepreneurial tidak
bertahan lama dalam perusahaan besar.
Oleh karena itu, perusahaan biasanya menempuh pendekatan yang kedua
dengan berusaha memunculkan individu-individu yang telah ada dalam
perusahaan dan yang memiliki jiwa entrepreneurial. Memunculkan intrapreneur
dari dalam perusahaan bukanlah hal yang cukup mudah untuk dilakukan.
Perusahaan harus terlebih dahulu menciptakan lingkungan entrepreneurial
sehingga para individu dalam perusahaan merasa terdorong untuk berkreativitas,
berinovasi, berani mengambil risiko dan mau berpartisipasi secara aktif dalam
menyumbangkan ide-ide baru bagi pengembangan perusahaan. Dukungan dari top
level management dan middle level management mutlak diperlukan sehingga ide-
ide positif yang diberikan oleh karyawan benar-benar ditanggapi dan didukung
dalam hal pengalokasian sumber daya perusahaan yang diperlukan. Tidak kalah
penting adalah adanya penghargaan kepada intrapreneur yang berhasil
menberikan added value bagi perusahaan karena penghargaan semacam ini dapat
menjadi contoh positif bagi karyawan-karyawan yang lain dan mendorong mereka
untuk juga berani mengembangkan jiwa entrepreneurial.
Menurut Thornberry (2006), terdapat sebelas dimensi kunci dalam
pengembangan corporate entrepreneurship dalam perusahaan yaitu :
• dimensi umum : menggambarkan budaya perusahaan secara umum dalam
kaitan dengan sifat-sifat entrepreneurial yang dimiliki.
• dimensi rencana strategi : menggambarkan keberadaan nilai-nilai
entrepreneurial dalam pengembangan rencana strategi perusahaan.
• dimensi cross functionality : menggambarkan kerjasama dan knowledge
sharing yang terjadi antar departemen dalam perusahaan.
• dimensi dukungan : menggambarkan adanya dukungan perusahaan terhadap
pengembangan ide-ide baru yang diberikan.
• dimensi intelijen pasar : menggambarkan perilaku perusahaan dalam usahanya
memahami konsumen dan melakukan riset untuk mengetahui situasi pasar.
36
• dimensi risiko : menggambarkan kesediaan perusahaan untuk mengambil
risiko dalam usahanya menangkap peluang yang ada.
• dimensi kecepatan : menggambarkan kecepatan perusahaan dalam merespon
perubahan dan menangkap peluang yang menguntungkan pengembangan
perusahaan.
• dimensi fleksibilitas : menggambarkan kemampuan perusahaan untuk berlaku
fleksibel dalam mengambil keputusan dan bertindak.
• dimensi fokus : menggambarkan tingkat fokus perusahaan dalam
merencanakan tujuan yang akan dicapai dan melaksanakan kegiatan-kegiatan
yang mendukung tujuan tersebut.
• dimensi masa depan : menggambarkan perilaku perusahaan dalam
hubungannya dengan pencapaian masa depan perusahaan tersebut.
• dimensi orientasi individu : menggambarkan bagaimana para karyawan
menerapkan nilai-nilai entrepreneurial dalam perusahaan.
Dalam lingkungan entrepreneurial, individu tidak saja didorong untuk
mengembangkan perilaku entrepreneurial, namun juga membangun
kepemimpinan bersifat entrepreneurial. Thornberry (2006), menggolongkan
kepemimpinan entrepreneurial menjadi empat golongan seperti gambar berikut:
Gambar 2.2 Karakteristik Kepemimpinan Entrepreneurial
37
Berdasarkan perannya, seorang pemimpin entrepreneurial dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu pemimpin dengan tipe aktivis dan pemimpin
dengan tipe katalis. Seorang pemimpin dengan tipe aktivis akan secara aktif
melakukan perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan atas proses bisnis
perusahaan sehingga secara langsung mendorong perusahaan untuk bergerak lebih
cepat, menjadi lebih tangguh dan lebih kompetitif. Sedangkan seorang pemimpin
dengan tipe katalis tidak terlibat langsung dalam menciptakan added value bagi
perusahaan. Tipe ini lebih cenderung mengambil peran sebagai pendukung
terciptanya budaya entrepreneurial dalam perusahaan, misalnya dengan
mendorong orang lain untuk berinovasi dan mengambil risiko.
Berdasarkan fokusnya, seorang pemimpin entrepreneurial dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu pemimpin yang berfokus kedalam (khususnya
terhadap optimalisasi sumber daya perusahaan) dan pemimpin yang berfokus
keluar (khususnya terhadap situasi pasar dan peluang-peluang yang ada disana).
Seorang aktivis dengan fokus kedalam perusahaan, merupakan seorang
miner yang mampu secara aktif mengoptimalkan sumber daya perusahaan,
menyempurnakan proses produksi atau meningkatkan efisiensi sehingga secara
keseluruhan menciptakan added value bagi perusahaan. Seorang miner biasanya
adalah orang yang benar-benar memahami jalannya suatu proses dalam
perusahaan, oleh karena itu dia dapat mengetahui dengan tepat bagian-bagian
yang memerlukan perbaikan dan masih dapat disempurnakan.
Sedangkan seorang aktivis yang memiliki fokus keluar, merupakan
seorang explorer yang secara aktif akan mencari dan membuka pasar baru, baik
untuk produk maupun jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Sebagai tambahan,
seorang explorer memiliki kepekaan yang sangat bagus mengenai apa yang terjadi
di pasar, permasalahan apa yang dihadapi konsumen dan mengetahui cukup
banyak mengenai kinerja pesaing sehingga mampu memberikan informasi
berharga bagi perusahaannya untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Seorang katalis dengan fokus kedalam, adalah seorang accelerator yang
biasanya memegang peranan sebagai kepala unit atau kepala divisi suatu
perusahaan. Accelerator berperan dalam memotivasi orang-orang yang berada
38
dalam unitnya untuk bekerja dengan lebih pandai dan lebih inovatif. Karena dia
juga merupakan seorang yang memiliki jiwa entrepreneurial, accelerator akan
mendukung orang lain untuk lebih berani mengambil risiko dan bertindak
entrepreneurial seperti dirinya.
Sedangkan seorang katalis dengan fokus keluar, adalah seorang integrator
yang biasanya berada dalam top level management. Seorang integrator memiliki
kemampuan sangat baik dalam menyusun strategi perusahaan agar sejalan dengan
perkembangan pasar dan mengintegrasikan sumber daya yang ada dalam
perusahaan, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial untuk
menunjang implementasi strategi tersebut. Keberadaan integrator dalam posisi
puncak hirarki perusahaan akan mempercepat perusahaan mencapai visi dan
tujuannya.