bab ii dasar teori perencanaan geometrik jalan raya

78
BAB II DASAR TEORI 2.1 Dasar Perencanaan Jalan Raya Jaringan jalan raya yang merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan yang sangat penting dalam sektor perhubungan terutama untuk kesinambungan distribusi barang dan jasa. Keberadaan jalan raya sangat diperlukan untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya kebutuhan sarana transportasi yang dapat menjangkau daerah-daerah terpencil yang merupakan sentral produksi pertanian. Untuk membangun jalan baru maupun peningkatan, yang diperlukan sehubungan dengan penambahan kapasitas jalan raya, tentu akan memerlukan metode efektif dalam perancangan maupun perencanaan agar diperoleh hasil yang terbaik dan ekonomis, tetapi memenuhi unsur keselamatan pengguna jalan dan tidak mengganggu ekosistem. Konstruksi jalan raya adalah suatu bagian jalur tertentu yang dilewati kendaraan dan memenuhi syarat- syarat tertentu. Syarat-syarat tertentu sangat erat hubungannya dengan keadaan daerah setempat dan keamanan serta kenyamanan yang dituntut dalam suatu perjalanan. Suatu kontruksi jalan yang baik adalah jalan yang dapat memenuhi kebutuhan pelayanan lalu lintas dalam batas Praproyek Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan II - 1

Upload: anestia-orilian

Post on 18-Dec-2015

243 views

Category:

Documents


42 download

TRANSCRIPT

BAB I

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Dasar Perencanaan Jalan Raya

Jaringan jalan raya yang merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan yang sangat penting dalam sektor perhubungan terutama untuk kesinambungan distribusi barang dan jasa. Keberadaan jalan raya sangat diperlukan untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya kebutuhan sarana transportasi yang dapat menjangkau daerah-daerah terpencil yang merupakan sentral produksi pertanian. Untuk membangun jalan baru maupun peningkatan, yang diperlukan sehubungan dengan penambahan kapasitas jalan raya, tentu akan memerlukan metode efektif dalam perancangan maupun perencanaan agar diperoleh hasil yang terbaik dan ekonomis, tetapi memenuhi unsur keselamatan pengguna jalan dan tidak mengganggu ekosistem.

Konstruksi jalan raya adalah suatu bagian jalur tertentu yang dilewati kendaraan dan memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tertentu sangat erat hubungannya dengan keadaan daerah setempat dan keamanan serta kenyamanan yang dituntut dalam suatu perjalanan. Suatu kontruksi jalan yang baik adalah jalan yang dapat memenuhi kebutuhan pelayanan lalu lintas dalam batas masa tertentu yang dikenal dengan umur rencana jalan. Salah satu bagian perancangan terpenting dalam suatu konstruksi jalan adalah perencanaan geometrik.

Perencanaan geometrik merupakan suatu perhitungan berdasarkan waktu dan daerah lokasi jalan sehingga didapat suatu hubungan yang efisien, aman dan nyaman dalam batas pertimbangan ekonomi yang layak.

Perencanaan geometrik secara umum yaitu perencanaan bagian jalan seperti lebar, tikungan, landai dan jarak pandang serta hubungan satu sama lainnya yang berkaitan dengan arah lalu lintas yang ada.2.2 Perencanaan Geometrik Jalan Raya

Dalam suatu perencanaan geometrik jalan raya, bentuk geometrik haruslah ditetapkan sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanaan yang optimal bagi lalu lintas sesuai dengan fungsinya. Di Indonesia standar perencanaan geometrik telah dilakukan dalam suatu peraturan yang dinamakan Peraturan Geometrik Jalan Raya No. 13/1970 dan Tata cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) No. 038/T/BM/2000 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. Peraturan ini disusun sedemikian rupa sehingga standar yang dibutuhkan tidak hanya memperlihatkan faktor utama lalu lintas tetapi juga keselamatan dengan keseimbangan dari segi ekonomi.

2.2.1Faktor Faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Geometrik Jalan Raya

1. Kondisi lalu lintas

Data lalu lintas merupakan landasan utama dalam perencanaan jalan raya, karena pengaruhnya dalam perencanaan bentuk-bentuk geometrik jalan dan perencanaan tebal perkerasan jalan sangat besar sekali.Kondisi lalu lintas yang berpengaruh terhadap perencanaan jalan tersebut antara lain:a. Volume lalu lintas

Volume lalu lintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melewati satu titik pengamatan selama satu satuan waktu. Jumlah kendaraan yang hendak memakai jalan dinyatakan dalam volume lalu lintas. Satuan volume lalu lintas yang umum dipergunakan sehubungan dengan penentuan jumlah dan lebar lajur adalah :

a. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah volume lalu lintas rata-rata dalam satu hari. Dari cara memperoleh data LHR ini ada dua jenis yaitu Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT) dan Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR).b. Volume Jam Perencanaan (VJP) adalah menunjukkan jumlah arus lalu lintas yang direncanakan akan melintasi suatu penampang jalan selama satu jam.

c. Kapasitas adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati suatu penampang jalan pada jalur jalan selama 1 jam dengan kondisi serta arus lalu lintas tertentu.

Untuk perencanaan geometrik jalan, volume lalu lintas sangat berpengaruh terhadap perencanaan jumlah lajur dan lebar jalan yang dibutuhkan. Makin besar jumlah kendaraan berat dan jumlah kendaraan tak bermotor lewat, makin banyak jumlah lajur dan lebar jalan yang dibutuhkan. Di Indonesia lebar jalan satu lajur berkisar 3 3,75 m.

b. Kendaraan Rencana

Kendaraan rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari kelompoknya, dipergunakan untuk merencanakan bagian-bagian dari jalan. Untuk perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana akan mempengaruhi lebar lajur yang dibutuhkan. Sifat membelok kendaraan akan mempengaruhi perencanaan tikungan dan lebar median dimana mobil diperkenankan untuk memutar. Daya kendaraan akan mempengaruhi tingkat kelandaian yang dipilih dan tinggi tempat duduk pengemudi akan mempengaruhi jarak pandangan pengemudi. Kendaraan rencana mana yang akan dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan ditentukan oleh fungsi jalan dan jenis kendaraan dominan yang memakai jalan tersebut. Tipe kendaraan yang dimaksud disini adalah pembagian kendaraan menurut jenis yang biasanya dibagi dalam 3 (tiga) golongan yaitu: (Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) No. 038/T/BM/2000)a) Kendaraan ringan / kecil.

Yaitu kendaraan bermotor ber as dua dan mempunyai berat total kecil dari 5 T dengan 4 roda dan dengan jarak 2 3 m, misalnya mobil penumpang, pick up, mobil hantaran.b) Kendaraan sedang Yaitu kendaraan bermotor dengan dua gandar dengan jarak 3,5 5,0 m misalnya bus kecil, truk 2 as dengan 6 roda dan lain-lain. c) Kendaraan berat / besar

Yaitu kendaraan yang mempunyai berat total besar dari 5 ton.c. Kecepatan Rencana

Kecepatan adalah besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan dibagi waktu tempuh.Biasanya dinyatakan dalam km/jam.Kecepatan rencana adalah kecepatan aman maksimum yang dipilih untuk keperluan perencanaan setiap bagian jalan raya seperti tikungan, kemiringan jalan, jarak pandang dan lain-lain. Kecepatan yang dipilih tersebut adalah kecepatan tertinggi menerus dimana kendaraan dapat berjalan dengan aman dan kemanan itu sepenuhnya tergantung dari bentuk jalan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kecepatan rencana adalah:

Keadaan medan (terrain), apakah datar, berbukit atau gunung.

Sifat dan tingkat penggunaan daerah, apakah jalan di dalam kota atau di luar kota.

Tabel 2.1 Ketentuan Kecepatan Rencana

Kelas JalanKeadaan MedanKec.Rencana (km/jam)

IDatar

Berbukit

Gunung120

100

80

II ADatar

Berbukit

Gunung100

80

60

II BDatar

Berbukit

Gunung80

60

40

II CDatar

Berbukit

Gunung60

40

30

IIIDatar

Berbukit

Gunung60

40

30

Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin, 20002. Keadaan Topografi

Topografi merupakan faktor dalam menentukan lokasi jalan dan pada umumnya mempengaruhi penentuan trase jalan. Bukit, lembah, sungai dan danau sering memberikan pembatasan terhadap lokasi dan perencanaan trase jalan. Hal demikian perlu dikaitkan dengan kondisi medan yang direncanakan.

Kondisi medan mempengaruhi hal-hal sebagai berikut :

Tikungan

Jari-jari tikungan dan pelebaran perkerasan sedemikian rupa sehingga terjamin keamanan jalannya kendaraankendaraan dan pandangan bebas yang cukup luas.

Tanjakan

Adanya tanjakan yang cukup curam dapat mengurangi kecepatan kendaraan dan kalau tenaga tariknya tidak cukup, maka berat muatan kendaraan harus dikurangi, yang berarti mengurangi kapasitas angkut dan sangat merugikan, karena itu diusahakan supaya tanjakan dibuat landai sesuai dengan peraturan yang berlaku.Adapun pengaruh medan meliputi antara lain :

Jari-jari tikungan dan pelebaran perkerasan diambil sedemikian rupa sehingga terjamin keamanan jalannya kendaraan dan pandangan luas kedepan.

Adanya tanjakan yang cukup tajam dan curam dapat mempengaruhi kecepatan kendaraan dan tenaga tariknya tidak cukup maka berat muatan kendaraan harus dikurangi yang berarti mengurangi kapasistas angkut dan sangat merugikan, karena itu diusahakan tanjakan dibuat landai.

Bentuk penampang melintang jalan.

Trase jalan.

3. Kondisi Geologi

Adanya daerah-daerah yang merupakan faktor kegagalan geologi seperti daerah patahan atau daerah bergerak baik vertikal maupun horizontal. Daerah ini merupakan daerah yang kurang cocok dalam pembuatan suatu jalan karena keadaan tanah dasar sendiri dapat mempengaruhi lokasi dan bentuk geometrik jalan tersebut, misalnya daya dukung tanah dasar yang sangat jelek dan muka air tanah yang sangat tinggi.4. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Penggunaan tanah seperti pertanian, perindustrian, perkampungan, tempat rekreasi dan lain-lain dapat mempengaruhi suatu perencanaan. Jalan yang melalui daerah industri dimana persentase kendaraan berat terhadap jumlah total kendaraan besar akan berbeda dengan jalan yang melalui daerah perkampungan dimana persentase kendaraan berat lebih kecil.2.2.2 Komposisi Lalu Lintas

Volume Lalu Lintas Harian Rata-rata (VLHR) adalah prakiraan volume lalu lintas harian pada akhir tahun rencana lalu lintas yang dinyatakan dalam smp/hari.1. Satuan Mobil Penumpang (SMP)

Satuan arus lalu lintas dimana arus dari berbagai kendaraan telah diubah menjadi kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan EMP.2. Ekivalen Mobil Penumpang (EMP)

Faktor konversi berbagai jenis kendaran dibandingkan dengan mobil penumpang atau kendaraan ringan lainnya. Sehubungan dengan dampaknya pada perilaku lalu lintas (untuk mobil penumpang dan kendaraan ringan lainnya, emp = 1,0).Tabel 2.2 Ekivalen Mobil Penumpang (EMP)

No.Jenis KendaranDatar/BukitGunung

1.Sedan, Jeep, Station, Wegen1,01,0

2.Pick-Up, Bus Kecil, Truck Kecil1,2 2,41,9 3,5

3.Bus dan Truck Besar1,2 5,02,2, - 6,0

Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin, 2000

3. Faktor (F)

Faktor F adalah variasi tingkat lalu lintas per 15 menit dalam 1 jam.4. Faktor VLHR (K)

Faktor untuk mengubah volume yang dinyatakan dalam VLHR menjadi lalu lintas jam sibuk.5. Volume Jam Rencana (VJR)

VJR adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu lintas,dinyatakan dalam smp/jam,dihitung dengan rumus :

VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya yang diperlukan.

Tabel 2.3 Penentuan Faktor K dan F berdasarkan VLHRVLHRFaktor K (%)Faktor F (%)

> 50.000

30.000 50.000

10.000 30.000

5.000 10.000

1.000 5.000

< 1.0004 6

6 8

6 8

8 10

10 12

12 160,9 1

0,8 1

0,8 1

0,6 0,8

0,6 0,8

< 0,6

Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin, 20006. Kapasitas (C)

Volume lalu lintas maksimum (mantap) yang jarak dipertahankan (tetap) pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu (misalnya : rencana geometrik, lingkungan, komposisi lalu lintas dan sebagainya)7. Derajat Kejenuhan (DS)

Rasio volume lalu lintas terhadap kapasitas yang diperhitungkan per jam.2.2.3 Standar Perencanaan Geometrik Jalan

Di Indonesia, standar perencanaan geometrik telah dilakukan dalam suatu peraturan yang dinamakan peraturan Geometrik Jalan Raya No.13/1970 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum.

Peraturan itu disusun sedemikian rupa sehingga standar yang dibutuhkan tidak hanya memeperhatikan faktor utama lalu lintas tetapi juga keselarasan dengan keseimbangan ekonomi.

Tujuan adanya suatu standarisasi adalah untuk mencapai suatu perencanaan jalan yang paling optimal sesuai dengan fungsinya:

1. Jarak Pandangan

Adalah panjang jalan di depan pengemudi yang masih dapat dilihat dengan jelas diukur dari titik kedudukan pengemudi itu sendiri.

Dilihat dari kegunaannya jarak pandangan dapat dibedakan atas:

a. Jarak Pandang Henti (Jh)

Yaitu jarak pandangan yang dibutuhkan pengemudi untuk menghentikan kendaraannya. guna memberikan kemanan pada pengemudi kendaraan,maka pada setiap panjang jalan haruslah dipenuhi paling sedikit jarak pandangan sepanjang jarak pandangan henti minimum.

a) Jarak minimum

Jarak pandangan henti minimum adalah jarak yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya rintangan pada lajur jalannya.

Asumsi Tinggi

Asumsi tinggi diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 105 cm,yang diukur dari permukaan jalan. Elemen-Jh

Jh terdiri atas dua elemen jarak yaitu :1) Jarak Tanggap (Jht)

Adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi melihat suatu halangan dan sampai saat pengemudi menginjak rem.2) Jarak Pengereman (Jhr)

Adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.

Rumus yang digunakan:

Jh = Jht + Jhr ...(2.1a)

. (2.1b)

dimana :

VR= Kecepatan rencana (km/jam)

T= Waktu tanggap (2,5 detik)

G= Percepatan gravitasi (9,8m/dt2)

Fp= Koefisien gesek memanjang antara ban dengan aspal

Jht= Jarak tanggap

Jhr= Jarak pengereman

Tabel 2.4 : Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum yang dihitung berdasarkan pembulatan untuk berbagai VRVR km/jam120100806050403020

Jh min (m)2501751207555402716

Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin, 2000

H = Jarak pandang henti

A = Kendaraan yang sedang melaju

Ao = Kendaraan setelah melihat adanya kendaraan

A = Kendaraan menginjak rem setelah melihat halangan

A = Kendaraan yang berhenti setelah menginjak rem

B = Halangan

Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin, 2000

Gambar 2.1 Jarak Pandang Hentib. Jarak pandang menyiap/ mendahului

Jarak pandang menyiap adalah panjang bagian suatu jalan yang diperlukan oleh pengemudi suatu kendaraan untuk melakukan suatu gerakan menyiap kendaraan lain yang lebih lambat dan aman pada jalur yang dilewati.

Faktor-faktor yang mempengaruhi jarak pandang menyiap:

a) Kecepatan kendaraan yang bersangkutan

b) Kebebasan

c) Reaksi

d) Kecepatan pengemudi

e) Besar kecepatan maksimum

Besar jarak pandang menyiap dan panjangnya dapat dihitung berdasarkan rumus berikut :

D = d1 + d2 + d3 + d4

(2.2)

Dimana :

D = jarak pandang menyiap (m)

d1 = jarak pandang PIEV (percepatan, intelection, emotion, vilition)

= 0,278 Tl (V m + (aTl/2) d2 = jarak yang ditempuh dalam menyiap

= 0,278 VR.T2 d3 = jarak bebas

= (30 100)m

d4 = jarak yang ditempuh dari arah lawan

= 2/3 d2

Catatan :

V = Kecepatan rata-rata kendaraan menyiap

M=Perbedaan kecepatan kendaraan yang disiapkan dan menyiap adalah 15 km/jam

T= Waktu kendaraan menyiapkan berjalan dijalan kanan

`

Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin, 2000

Gambar 2.2 Proses Gerakan Mendahului Ket :

A = Kendaraan yang mendahului.

B = Kendaraan yang berlawanan arah.

C = Kendaraan yang didahului kendaraan A.

2. Klasifikasi Jalan Jalan Umum Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Jalan umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelas.

a. Menurut Sistem

a) Sistem jaringan jalan primerMerupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.b) Sistem jaringan jalan sekunder

Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

b. Menurut Fungsi

a) Jalan Arteri

Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

b) Jalan Kolektor

Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

c) Jalan Lokal

Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. d) Jalan Lingkungan

Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.c. Menurut status

a) Jalan Nasional

Merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.

b) Jalan Provinsi

Merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau anta ribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.

c) Jalan Kabupaten

Merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk pada jalan nasional dan provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

d) Jalan Kota

Adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.

e) Jalan Desa

Merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.d. Menurut SpesifikasiPengaturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil.

a) Jalan bebas hambatan (Freeway)Adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh dan tanpa adanya persimpangan sebidang serta dilengkapi dengan pagar ruang milik jalan.b) Jalan raya (Highway)

Adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah.c) Jalan sedang (Road)Adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi.

d) Jalan kecil (Street)Adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat.e. Berdasarkan Kelasa) Jalan Kelas I Kelas ini mencakup semua jalan utama dan dimaksudkan untuk dapat melayani lalu lintas cepat dan berat. Jalan raya dalam kelas ini merupakan jalan raya yang berjalur banyak dengan konstruksi perkerasan dari jalan yang terbaik dalam arti tingginya tingkat pelayanan terhadap lalu lintas.b) Jalan Kelas IIKelas ini mencakup jalan-jalan sekunder, dalam komposisi lalu lintas lambat, kelas jalan ini berdasarkan komposisi dan sifatnya dibagi dalam tiga kelas yaitu II A, II B dan IIC.c) Jalan Kelas II A Jalan raya sekunder dua jalur dengan konsep permukaan jalan dan jenis aspal beton (hot mix) atau yang setara, dimana dalam komposisi lalu lintasnya tersebut kendaraan lambat tapi tanpa kendaraan tak bermotor untuk lalu lintas lambat harus disediakan jalan sendiri.d) Jalan Kelas II B Jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan dari penetrasi berganda atau yang setaraf dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat tapi tanpa kendaraan tak bermotor.e) Jalan Kelas II C Jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan dari jenispenetrasi tunggal dimana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tidak bermotor.f) Jalan Kelas III

Kelas jalan ini mencakup semua jalan penghubung dan merupakan konstruksi jalan berjalur tunggal. Konstruksi permukaan jalan yang paling tinggi adalah peleburan dengan aspal. Jalan Khusus

Jalan Khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri. Jalan tol

Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol.Jalan tol diselenggarakan untuk:

a. memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembangb. meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomic. meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan

d. meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan.Tabel 2.5 Standar Klasifikasi Jalan

Klasifikasi JalanLHR dalam SMP

FungsiKelas

ArteriI>25.000

KolektorIIa10.00-25.000

IIb3.000-10.000

IIc25

Sumber : Tata Cara Peraturan Geometrik Jalan AntarKotaAdapun pengaruh medan meliputi hal-hal sebagai berikut :a. Tikungan, jari-jari tikungan dan pelebaran perkerasan diambil sedemikian rupa sehingga terjamin keamanan jalannya kendaraan dan pandangan bebas yang cukup luas.

b. Tanjakan, adanya tanjakan yang cukup curam dapat mempengaruhi kecepatan kendaraan dan tenaga tariknya tidak cukup maka berat muatan kendaraan harus dikurangi/mengurangi kapasitas angkut dan sangat merugikan, karena itu diusahakan supaya tanjakan dibuat landai.

c. Bentuk penampang melintang jalan, bentuk penampang melintang yang digunakan harus sesuai dengan klasifiakasi jalan dan kebutuhan lalu lintas yang bersangkutan, demikian pula lebar badan jalan, drainase dan kebebasan pada jalan raya harus disesuaikan dengan peraturan yang berlaku.

2.2.4 Alinemen Horizontal

1. Definisi

Alinemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal. Alinemen horizontal dikenal juga dengan nama situasi jalan atau trase jalan. Alinemen horizontal terdiri dari dua garis lurus yang disebut tangen dan dihubungkan dengan garis lengkung.

Pada perencanaan alinemen horizontal,umumnya akan ditemui dua jenis bagian jalan yaitu : Bagian lurus dan bagian lengkung atau umum disebut tikungan yang terdiri dari tiga jenis tikungan yaitu:

a. Tikungan Penuh (Full Circle / FC)

b. Spiral-Lingkaran-Spiral (Spiral Circle Spiral / S-C-S)

c. Spiral-Spiral (Spiral Spiral / S-S)2. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Perencanaan Alinyemen Horizontal

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan alinemen horizontal ini adalah sebagai berikut :

a. Sedapat mungkin menghindari broken back, yaitu tikungan searah yang hanya dipisahkan oleh bentang yang pendek.

b. Pada bagian yang lurus dan panjang jangan sampai seakan-akan terdapat tikungan yang panjang dan akan mengejutkan si pengemudi.

c. Kalau tidak terpaksa, jangan sampai menggunakan jari-jari minimum dalam perencanaan sebab jalan akan sulit mengikuti perkembangan nantinya.

d. Jika terpaksa menghadapi tikungan yang majemuk, agar diusahakan R1 minimum 1,5 R2.

e. Untuk tikungan yang berbentuk S panjang bagian tangen antara kedua tikungan harus cukup untuk memberikan rounding (25-30 m) pada ujung-ujung tepi perkerasan.

f. Harus memperhitungkan drainase yang cukup.

g. Hindari daerah rawa, sungai dan perbukitan sedapat mungkin menghindari pekerjaan tanah yang besar.

h. Memanfaatkan material atau bahan yang ada di sekitar tempat pekerjaan.

3. Ketentuan-ketentuan Lengkung Horizontal

a. Garis lurus (tangen) yaitu jalan bagian lurus

Tabel 2.8 Panjang Bagian Lurus Maksimum

FungsiPanjang Bagian Lurus Maksimum (m)

DatarBukitGunung

Arteri300025002000

Kolektor200017501500

Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin, 2000

b. Tikungan

Jari-jari minimum

Kendaraan pada saat melalui tikungan dengan kecepatan (V) akan menerima gaya sentrifugal yang menyebabkan kendaraan tidak stabil, maka untuk mengimbangi gaya itu, perlu dibuat suatu kemiringan melintang jalan pada tikungan yang disebut Superelevasi (e).Rumus umum untuk lengkung horizontal :

2.3a

2.3b

Dimana :R= Jari-jari lengkung ( m )

D= Derajat kelengkungan ( o )

emax = Superelevasi maksimum

fmax = Koefisien gesekan melintang maksimumTabel 2.9 Panjang Jari-jari Minimum (dibulatkan, untuk emax = 10%)VR km/jam12010090806050403020

R min (m)60037028021011580503015

Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin, 20004. Bentuk-bentuk Lengkung atau Kurva Dalam Alinemen Horizontal

a. Full Circle (FC)

Full Circle (FC) adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian suatu lingkaran saja. Tikungan FC hanya digunakan untuk R (jari-jari tikungan) yang besar agar tidak terjadi patahan,karena dengan R kecil, maka diperlukan superelevasi yang besar.Tabel 2.10 Jari-jari Tikungan Yang Tidak Memerlukan Lengkung PeralihanVR km/jam120100806050403020

Rmin (m)2500150090050035025013030

Sumber :Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin, 2000Tabel 2.11 Batas Jari-jari Minimum Full CircleV Rencana (km/jam)R minimum (meter)

120

100

80

60

50

40

302000

1500

1100

700

440

300

180

Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin, 2000

Gambar 2.3 Bentuk Busur Lingkaran Full Circle

Keterangan :O= Titik pusat lingkaranCc= Titik tengah busur lingkaranPC= Titik awal lingkaran (Point of Curvature)PI= Titik perpotongan tangen (Point of Intersection)PT= Titik akhir lingkaran (Point of Tangency).

Tc= Panjang tangen (Tc ke PI).

c= Sudut tikungan/persilangan.

Lc= Panjang busur lingkaran.

Ec= Jarak luar (PI ke Cc).

Rc= Jari-jari lingkaran Rumus yang digunakan :

Perhatikan segitiga PC-PI-O

PI

Tc Ec

PC

Rc

Rc

2

O

Tan = Tc

Rc

Tc = Rc tan ((2.4)

Sin = Tc PI-O

Sin = Tc

R + Ec

Ec = Tc - Rc

Sin

Ec = Rc ( Tc - Rc ) (2.5)

Rc . Sin

Lc =

(2.6)Perhatikan Segitiga PC-M-O PI

Tc Cc

PC M

Rc

Rc

2

O

Cos = Rc CcM (2.7)

Rc

CcM = Rc - Rc. Cos

b. Spiral-Circle-Spiral (S-C-S)

Pada bentuk ini spiral merupakan peralihan/transisi dari bagian lurus kebahagian lingkaran dan sebaliknya,sehingga disebut dengan transition curve.

Lengkung peralihan dibuat untuk menghindari terjadinya perubahan alinemen yang tiba-tiba dari bentun lurus ke bentuk lingkaran,jadi lengkung peralihan ini diletakkan antara bagian lurus dan bagian lingkaran (circle), yaitu pada sebelum dan sesudah tikungan berbentuk busur lingkaran.Fungsi utama dari transition curve ini adalah :

a. Menjaga gaya sentrifugal yang timbul pada waktu kendaraan memasuki tikungan yang dapat terjadi berangsur-angsur, agar kendaraan dapat melintasi jalur jalan yang tersedia dengan amat nyaman.

b. Untuk mengadakan perubahan lereng melintang dari normal ke maksimal secara berangsur-angsur sesuai dengan gaya sentrifugal yang terjadi.

Lengkung peralihan dengan bentuk spiral ini banyak digunakan oleh Bina Marga, dengan adanya lengkung peralihan ini maka tikungan menggunakan S-C-S.

Tabel 2.12 Batas Jari-jari Minimum Untuk Tikungan S-C-S

V Rencana (km/jam)R minimum (meter)

120

100

80

60

50

40

30

20600

370

210

115

80

50

30

15

Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin, 2000Rumus yang digunakan :

Xs= Ls

(2.8)

Ys=

(2.9)

s=

(2.10)

p=- Rc (1-Cos s)(2.11)

k= Ls -

(2.12)

(2.13)

(2.14)

< 2 Ts

(2.15)

(2.16)

(2.17)

(2.18)

Gambar 2.4 Bentuk Busur Lingkaran Spiral Circle SpiralKeterangan :

Xs = Absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC (jarak lurus lengkung peralihan).

Ys = Ordinat titik SC pada tegak lurus garis tangen, jarak tegak lurus ke titik SC pada lengkung.

Ls = Panjang lengkung peralihan (panjang dari titik TS ke SC atau CS ke TS).

Lc = Panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS).

Ts = Panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST.

TS = Titik dari tangen ke spiral

SC = Titik dari spiral kelingkaran

Es = Jarak dari PI ke busur lingkaran

s = Sudut lengkung spiral

Rc = Jari-jari lingkaran

p = Pergeseran tangen terhadap spiral..........( Tabel 2.13 )

k = Absis dari p pada garis tangen spiral......( Tabel 2.13 )Panjang lengkung peralihan (LS) menurut tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota diambil nilai yang terbesar dari tiga persamaan 2.19 ; 2.20 dan 2.21.a) Berdasarkan waktu tempuh max 3 detik.

Ls =

(2.19)

b) Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal.

(2.20)

c) Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian.

(2.21)

Dimana :

T= Waktu tempuh (3 detik)

Rc=Jari-jari busur lingkaran (m)

C= Perubahan kecepatan, 0,3 -1,0 disarankan 0,4 m/det3 C= Tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan, sebagai berikut:

Untuk VR < 70 km/jam, maka c maks = 0,035 m/m/det.

Untuk VR > 80 km/jam, maka c maks = 0,025 m/m/det.

e=Superelevasi (%)

em=Superelevasi maksimum

en=Superelevasi normal

VR=Kecepatan rencana (km/jam)

c. Spiral-Spiral (S - S)

Lengkung horizontal berbentuk spiral-spiral adalah lengkung tanpa busur lingkaran, sehingga titik SC berimpit dengan titik CS. Panjang busur lingkaran Lc = 0, dan s = . Rc yang dipilih harus sedemikian rupa sehingga Ls yang dibutuhkan lebih besar dari Ls yangmenghasilkan landai relatif minimum yang disyaratkan. Tikungan ini digunakan pada tikungan tajam.

Rumus-rumus yang digunakan sama dengan rumus-rumus yang ada pada tikungan Sp-Sr-Sp.

(C = 0(2.22)

,

(2.23)

Ls =

(2.24)

Ls minimum = m ( en + emax )(2.25)

Ls > Ls minimumP = P*.Ls(2.26)

x = X*.Ls(2.27)

y = y*.Ls(2.28)k = k*.Ls(2.29)

Lc = 0, Ltotal = 2 Ls(2.30)

Ts = (Rc + P) tg ( + K(2.31)Es =

(2.32)Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin, 2000

Gambar 2.5 Bentuk Lengkung Peralihan ( S - S )5. Stationing (STA)

Stationing adalah suatu cara menentukan panjangnya suatu jalan dan juga menentukan letaknya titik-titik pada trase jalan yang direncanakan.

STA dimulai dari titik awal proyek dengan nomor stationing 0+000. Angka di sebelah kiri tanda (+) menunjukkan kilometer, dan angka di sebelah kanan tanda (+) menunjukkan meter. Angka stationing bergerak ke atas dan tiap-tiap 50 m ditulis pada gambar rencana serta dicantumkan juga nomor-nomor station titik-titik penting tikungan yaitu titik TS, SC dan ST serta PI, dan berakhir pada titik akhir proyek.

Dengan diketahui stationing titik awal proyek pada sta 0 + 0,00 maka, stationing titik-titik lain dapat ditentukan.6. Diagram Superelevasi

Diagram superelevasi menggambarkan pencapaian superelevasi dari lereng normal ke superelevasi penuh,sehingga dengan diagram superelevasi dapat ditentukan bentuk penampang melintang pada titik tikungan. Diagram superelevasi dapat dicapai dengan 3 cara yaitu:

a. Elevasi sumbu jalan sebagai sumbu putar (garis nol) CL en

b. Elevasi tepi perkerasan luar sebagai sumbu putar

CL

enc. Elevasi tepi perkerasan dalam sebagai sumbu putar

CL En

Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin, 2000

Gambar 2.6 Metoda Pencapaian Superelevasi Pada Tikungan Type FC

Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin, 2000Gambar 2.7 Metoda Pencapaian Superelevasi Pada Tikungan type S-C-S

Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin, 2000Gambar 2.8 Metoda Pencapaian Superelevasi Pada Tikungan Type S Sa. Landai Relatif

Kemiringan melintang atau kelandaian pada penampang jalan diantara tepi perkerasan luar dan sumbu jalan sepanjang lengkung peralihan disebut dengan landai relatif.

Landai relatif ini dapat dihitung dengan rumus :

(2.33)

Dmana :

= landai relatif (%)

emax= Superelevasi maksimum (m/mI)

en= Superelevasi normal (m/mI)

B= lebar jalur (m)b. Pelebaran di Tikungan

Kendaraan yang bergerak dari jalan lurus menuju ke tikungan, seringkali tak dapat mempertahankan lintasannya pada lajur yang disediakan. Hal ini disebabkan karena:a) Pada waktu membelok yang diberi belokan pertama kali hanya roda depan, sehingga lintasan roda belakang agak keluar lajur (off tracking).

b) Jejak lintasan kendaraan tidak lagi berimpit, karena bemper ban depan dan belakang kendaraan akan mempunyai lintasan yang berbeda dengan lintasan roda depan dan roda belakang kendaraan.

c) Pengemudi akan mengalami kesukaran dalam mempertahankan lintasannya tetap pada lajur jalannya terutama pada tikungan-tikungan yang tajam atau pada kecepatan yang tinggi. Untuk menghindari tikungan tersebut, maka pada tikungan yang tajam perlu diperlebar perkerasan jalannya. Pelebaran perkerasan ini merupakan faktor dari jari-jari lengkung,kecepatan kendaraan,jenis dan ukuran kendaraan rencana yang dipergunakan sebagai dasra perencanaan. Pada umumnya truk tunggal merupakan jenis kendaraan yang dipergunakan sebagai dasar penentuan tambahan lebar perkerasan yang dibutuhkan.Tetapi pada jalan-jalan yang banyak dilewati kendaraan berat, jenis kendaran semi trailer merupakan kendaran yang cocok dipilih untuk kendaraan rencana.

Elemen-elemen dari pelebaran perkerasan tikungan terdiri dari:

a) Off Tacking

Bina Marga memperhitungkan lebar B dengan mengambil posisi kritis kendaraan yaitu pada saat roda depan kendaraan pertama kali dibelokkan dan tinjauan dilakukan untuk lajur sebelah dalam.b) Kesukaran dalam mengemudi di tikungan

Diberikan oleh AASHTO sebagai fungsi dari kecepatan dan radius lajur sebelah dalam. Semakin tinggi kecepatan kendaraan dan semakin tajam tikungan tersebut, semakin besar tambahan pelebaran akibat kesukaran dalam mengemudi. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan terlemparnya kendaraan ke arah luar dalam gerakan menikung tersebut. Dari gambar 2.9 dibawah dapat dilihat :

b= lebar kendaraan rencana.

B

= lebar perkerasan yang ditempati satu kendaran di tikungan pada jalur sebelah dalam.C= kebebasan samping B = n ( b + C ) + ( n 1 ) Td + Z

p= jarak antar gandar = 6,5 m

A= tonjolan depan kendaraan = 1,5 m

n= jumlah jalur.

Z= lebar tambahan akibat kesukaran mengemudi ditikungan.

0,105 x

Td=

b=

Sumber : Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Silvia SukirmanGambar 2.9 Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan2.2.5 Alinemen Vertikal

Alinemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam masing-masing perkerasan untuk jalan dengan median. Seringkali disebut juga sebagai penampang memanjang jalan.

Penarikan alinemen vertikal sangat dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan seperti kondisi tanah dasar, keadaan medan, fungsi jalan, muka air banjir, muka air tanah dan kelandaian yang masih memungkinkan.

Parameter yang ada pada alinemen vertikal :

1. Kelandaian

Kelandaian jalan atau disebut juga dengan landai adalah suatu besaran untuk menunjukkan besarannya kenaikan ataupun penurunan vertikal dalam satuan jarak horizontal (datar) dan biasanya dinyatakan dalam persen (%). Untuk menghitung dan merencanakan lengkung vertikal, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu : Kelandaian Maksimum

Kelandaian maksimum yang ditentukan untuk berbagai kecepatan rencana, dimaksudkan agar kendaran dapat bergerak terus tanpa kecepatan yang berarti. Kecepatan maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh mampu bergerak dengan kecepatan tidak kurang dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.Tabel 2.13 Kelandaian Maksimum Yang Diizinkan (%)

Vr (km/jam)120110100806040< 40

Kelandaian334581010

Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin, 2000 Kelandaian Minimum

Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi perkerasan,perlu dibuat kelandaian minimum 0,5 % untuk keperluan kemiringan saluran samping,karena kemiringan melintang jalan dengan kerb hanya cukup untuk mengalirkan air kesamping.2. Bentuk-bentuk Lengkung Vertikal

Pada lengkung ini digunakan lengkung parabola sederhana simetris dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

a. Volume pekerjaan tanah

b. Panjang jarak pandangan yang dapat diperoleh pada setiap titik pada lengkung vertikal.

c. Untuk kenyamanan pemakai jalan.

d. Perhitungan-perhitungan mudah.Adapun bentuk-bentuk lengkung vertikal adalah:

a. Lengkung Vertikal CembungGambar 2.10 Tipikal lengkung vertikal cembung bentuk parabola Keterangan :

PLV= Titik awal lengkung vertikal

PVI = Titik persilangan lengkung vertikalPTV = Titik akhir lengkung vertikalA = Perbedaan aljabar landai ( % )L = Jarak horizontal dari PLV ke PTVhi = Pergeseran vertikal titik i pada lengkung secara vertikal.

Xi = Jarak horizontal titik i dihitung dari PLV

g1 = Kemiringan tangent PLV - PVI dalam %, (+) karena menaik

g2 = Kemiringan tangent PVI-PTV dalam %, ( - ) karena menurun

EV

= Offset dari PVI ke pertengahan lengkung b. Lengkung Vertikal Cekung

Kriteria yang digunakan yaitu:

Jarak sinar lampu besar dari kendaraan Kenyamanan pengemudi Ketentuan drainase

Gambar 2.11 Tipikal lengkung vertikal cekung bentuk parabolaKeterangan : PLV= Titik awal lengkung vertikal.

PVI= Titik persilangan lengkung vertikal.

PTV= Titik akhir lengkung vertikal.

A= Perbedaan aljabar landai ( % ).

L = Jarak horizontal dari PLV ke PTV. hi = Pergeseran vertikal titik i pada lengkung vertikal.

Xi= Jarak horizontal titik i dihitung dari PLV.

g1= Kemiringan tangent PLV- PVI dalam %( - ) karena menurun.

g2 = Kemiringan tangent PVI-PTV dalam %, (+ ) karena menaik.

EV= Offset dari PVI ke pertengahan lengkung vertikal = jarak dari titik pada pertengahan lengkung ke bagian lurus penghubung PTV PLV (m).Rumus-rumus yang digunakan :

EV =

(2.34)

Jika Xi = LV ; Yi = EV ( Yi Maksimum

LV didapatkan dari grafik :

Yi =

(2.35)

q1 =

(2.36)

q2 =

(2.37)

A = g2 g1(2.38)

Panjang L, berdasarkan JhJh < LV : LV =

(2.39)

Jh > LV : LV = 2 Jh

(2.40)

Panjang L, berdasarkan JdJd < LV : LV =

(2.41)

Jh > LV : LV = 2 Jd

(2.42)

2.3 Perencanaan Lapis Perkerasan Lentur Jalan Raya

Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar (subgrade),yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Jenis perkerasan jalan pada umumnya ada dua jenis, yaitu :

1. Perkerasan lentur ( flexible pavement)

2. Perkerasan kaku (rigid pavement)

Selain dari dua jenis tersebut,sekarang telah banyak digunakan jenis gabungan (composite pavement) yaitu perpaduan antara lentur dan kaku.

Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku :

1. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)a. Bahan pengikat (aspal)

b. Repetisi beban,timbul rutting (lendutan pada jalur roda)

c. Penurunan tanah dasar,jalan bergelombang mengikuti tanah dasar

d. Perubahan temperatur,modulus kekakuan berubah dan timbul tegangan kecil

e. Jika dibebani permukaan akan melendut

f. Kekuatan tergantung pada tanah dasar

g. Investasi biaya,biaya awal relatif murah

h. Distribusi beban disalurkan pada tiap lapis perkerasan

i. Umur jalan relatif lebih pendek dari perkerasan kaku

2. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)a. Bahan pengikat (semen)

b. Repetisi beban (timbul retak-retak pada permukaan)

c. Perubahan temperatur modulus kekauan tidak berubah dan timbul tegangan yang besar

d. Jika dibebani permukaan tetap kaku

e. Kekuatan tergantung pada lapisan beton dan tidak pada tanah dasar

f. Investasi biaya,biaya awal relatif mahal

g. Distribusi beban disalurkan pada lapis permukaan

h. Umur jalan relatif lebih lama dari perkerasan lentur

Bentuk umum dari konstruksi perkerasan :

1. Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course)

Lapis pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar, berupa material berbutir kasar setebal 10-25 cm.

Fungsi dari lapis pondasi bawah adalah :

Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban roda.

Untuk mencapai efisiensi penggunaan bahan yang relatif murah agar lapis selebihnya dapat dikurangi.

Meredam perubahan volume subgrade

Sebagai filler mencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi

Sebagai lapisan pertama atau lantai kerja agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.

2. Lapis Pondasi Atas (Base Course)Fungsi dari lapis pondasi atas adalah :

Sebagai inti dari perkerasan

Menerima beban dari lapis permukaan dan menyebarkannya pada pondasi bawah.

Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan akibat pengaruh cuaca.

3. Lapis Permukaan (Surface)Fungsi dari lapis permukaan adalah :

Menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapis dibawahnya.

Sebagai lapisan aus (wearing course)

Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan akibat pengaruh cuaca.Karakteristik perkerasan lentur : Bersifat elastis jika menerima beban, sehingga dapat memberi kenyamanan bagi pengguna jalan

Selalu menggunakan bahan pengikat aspal

Seluruh lapisan ikut menanggung beban

Penyebaran tegangan ke lapisan tanah dasar sedemikian sehingga tidak merusak lapisan tanah dasar (subgrade)

Usia rencana maksimum 20 tahun (menurut MKJI = 23 tahun) Selama usia rencana diperlukan pemeliharaan secara berkala (routine maintenance).Karakteristik perkerasan kaku :

Bersifat kaku karena yang digunakan sebagai perkerasan dari beton. Digunakan pada jalan yang mempunyai lalu lintas dan beban muatan tinggi. Kekuatan beton sebagai dasar perhitungan tebal perkerasan. Usia rencana bisa lebih 20 tahun.

Gambar 2.12 Bentuk Perkerasan Lentur

Gambar 2.13 Bentuk Perkerasan KakuGambar 2.13 Bentuk Perkerasan KakuAdapun prosedur perencanaan perkerasan dengan menggunakan Metoda Analisa Komponen dapat dilihat melalui gambar 2.15 berikut :

Gambar 2.14 Diagram Alir Perancangan Perkerasan Lentur dengan MAK2.3.1 Perhitungan Lalu Lintas RencanaMetoda yang akan digunakan tergantung dari data lalu lintas yang ada dan prosedur perencanaan yang digunakan. Secara ideal data lalu lintas baru mencakup jumlah dan berat setiap jenis sumbu dalam arus lalu lintas.

Lalu lintas harian rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur rencana yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing-masing arah pada jalan dengan median.

Kerusakan perkerasan jalan raya pada umumnya disebabkan oleh terkumpulnya air dibagian perkerasan jalan dank arena repetisi dari lintasan kendaraan. Oleh karena itu, perlu ditentukan beberapa jumlah repetisi beban yang akan memakai jalan tersebut. Repitisi beban dinyatakan dalam lintas sumbu standar, dikenal dengan nama Lintas Ekivalen.1. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

Angka ekivalen (E) adalah angka yang menunjukkan jumlah lintasan dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton yang akan menyebabkan kerusakan yang sama atau penurunan indeks ermukaan yang sama apabila kendaraan tersebut lewat satu kali.

Setiap jenis kendaraan mempunyai konfigurasi sumbu yang berbeda-beda. Sumbu depan merupakan sumbu tunggal roda tunggal, sumbu belakang dapat merupakan sumbu tunggal ataupun sumbu ganda. Dengan demikian setiap jenis kendaraan akan mempunyai angka ekivalen yang merupakan jumlah angka ekivalen dari sumbu depan dan sumbu belakang.

Bina Marga memberikan rumus untuk menentukan angka ekivalen beban sumbu sebagai berikut :

Dimana :

K = 1 (untuk sumbu tunggal)

K = 0.086 (untuk sumbu ganda)

K = 0.026 (untuk sumbu triple) Tabel 2.14 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

Beban satu sumbuAngka Ekivalen

KgLbsSumbu tunggalSumbu ganda

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

8160

9000

10000

11000

12000

13000

14000

15000

160002205

4409

6614

8818

11023

13228

15432

17637

18000

19841

22046

24251

26455

28660

30864

33069

352760,0002

0,0035

0,0183

0,0577

0,1410

0,2923

0,5415

0,9238

1,0000

1,4797

2,2555

3,3022

4,6770

6,4417

8,6647

11,4148

14,7815-

0,0003

0,0016

0,0050

0,0121

0,0251

0,0466

0,0794

0,0860

0,1273

0,1740

0,2840

0,4022

0,5540

0,7452

0,9820

1,2712

Sumber : Pedoman Penentuan Tabel Perkerasan Lentur Jalan Raya No.01/PD/B/1983

2. Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan ( C )

Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang menampung lalu lintas terbesar.Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur,maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan seperti tabel 2.16

Tabel 2.15 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan

Lebar perkerasan (L)Jumlah lajur (n)

L < 5,50 m1 lajur

5,50 m ( L < 8,35 m2 lajur

8,25 m ( L < 11,25 m3 lajur

11,25 m ( L < 15,00 m4 lajur

15,00 m ( L < 18,75 m5 lajur

18,75 m ( L < 22,00 m6 lajur

Sumber: Pedoman Penentuan Tabel Perkerasan Lentur Jalan Raya No.01/PD/B/1983

Tabel 2.16 Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada lajur rencana

Jumlah lajurKendaraan Ringan*Kendaran berat**

1 arah2 arah1 arah2 arah

1 lajur

2 lajur

3 lajur

4 lajur

5 lajur

6 lajur1,00

0,60

0,40

-

-

-1,00

0,50

0,40

0,30

0,25

0,201,00

0,75

0,50

-

-

-1,00

0,50

0,475

0,45

0,425

0,40

Sumber : Pedoman Penentuan Tabel Perkerasan Lentur Jalan Raya No.01/PD/B/1983Catatan :* berat total < 5 ton, misalnya: mobil penumpang, pick up, mobil

Hantaran.

** berat total ( 5 ton, misalnya: bus, truk, traktor, semi trailer, trailer.3. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP), adalah lintas ekivalen pada saat jalan tersebut dibuka.

4. Lintas Ekivalen Akhir (LEA), adalah besarna lintas ekivalen pada akhir umur rencana pada sat jalan tersebut membutuhkan perbaikan secara structural.

5. Lintas Ekivalen Tengah (LET), adalah jumlah lintas ekivalen harian dari sumbu tunggal sebesar 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana pada pertengahan umur rencana.

6. Lintas Ekivalen Rencana (LER), adalah jumlah lintas ekivalen yang akan melintasi jalan tersebut selama masa pelayanan, dari saat dibuka sampai akhir umur rencana.LER = LET x FP Faktor penyesuaian (FP) tersebut ditentukan dengan rumus :

Dimana:

I=Perkembangan lalu lintas

Ej =Angka ekivalen beban sumbu untuk satu jenis kendaraan

LHR =Lalu lintas Harian Rata-rata

UR = Usia Rencana (tahun)

FP = Faktor Penyesuaian2.3.2 Perhitungan Daya Dukung Tanah Dasar (DDT)

Daya dukung lapisan tanah dasar adalah hal yang sangat penting dalam merencanakan tebal lapisan perkerasan, jadi tujuan evaluasi lapisan tanah dasar ini untuk mengetimasi nilai daya dukung subgrade yang akan digunakan dalam perencanaan.

1. Faktor pertimbangan untuk estimasi daya dukung

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mengenstimasi nilai kekuatan dan kekakuan lapisan tanah dasar.

Urutan pekerjaan tanah

Penggunaan kadar air (w) pada saat pemadatan (compaction) dan kepadatan lapangan ((d) yang dicapai

Perubahan kadar air selaa usia pelayanan

Variabilitas tanah dasar

Ketebalan lapisan perkerasan total yang dapat diterima lapisan lunak yang ada di bawah lapisan tanah dasar.

2. Pengukuran daya dukung SubgradePengukuran daya dukung subgrade (lapisan tanah dasar) yang digunakan, dilakukan dengan :a. California Bearing Ratio (CBR)

CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu lapisan tanah atau perkerasan terhadap lahan standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi. CBR merupakan singkatan dari California Bearing Ratio yang berarti perbandingan beban penetrasi yang sama yaitu 0,1 dan 0,2.

a) Pengujian CBR Insitu (di tempat) dilakukan untuk mendapatkan nilai CBR yang diperlukan untuk mengetahui daya dukung lapisan tanah dasar, akan tetapi pengujian ini memerlukan banyak waktu dan biaya yang mahal. Disamping itu, untuk trase jalan baru, metoda/pengujian ini sangat tidak praktis.b) Metoda Penetralisasi (Cone Penetration) dapat digunakan sebagai pengganti metoda CBR. Metoda ini terdiri dari dua metoda yang sesuai dengan alat yang digunakan yaitu: DCP (Dynamic Cone Penetration) nilai dari metoda ini dapat dikorelsikan untuk mendapatkan nilai CBR

Sumber : Pavement Design, NAASRA 1987Gambar 2.15 Korelasi Nilai DCP dan CBR Sondir (Static Cone Penetration) nilai dari metoda ini dapat dikorelasikan untuk mendapatkan nilai CBR

Sumber : Pavement Design, NAASRA 1987Gambar 2.16 Korelasi Nilai qc dan CBR Modulus Reaksi Tanah Dasar (K)

Modulus K ini dapat ditentulan dari pengujian pembebanan plat (plate loading test) yang dapat digunakan untuk evaluasi daya dukung lapisan tanah dasar (subgrade), menggunakan plat berdiameter relatif besar, dengan metoda pengujian dari ASTM D1 196-64(1997) atau AASHTOT 221-66 (1982) untuk perkerasan lentur maupun kaku.

Modulus K ini dapat ditentukan dan langsung dimasukkan ke proses perencanaan perkerasan kaku. Nilai CBR dapat diperoleh dari hubungan dengan nilai k tersebut. Sumber : Pavement Design, NAASRA 1987Gambar 2.17 Korelasi Nilai (k) dan CBRb. Mencari Nilai Daya Dukung Tanah Dasar

Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi. Daya dukung tanah dasar diperoleh dari nilai CBR atau Plate Bearing Test, DCP, dan lain-lain. CBR disini adalah harga CBR lapangan atau CBR laboratorium. CBR lapangan biasanya digunakan untuk perencanaan lapis tambahan, sedangkan CBR laboratorium digunakan untuk pembangunan jalan baru. Harga CBR yang mewakili dari sejumlah harga CBR yang dilaporkan, ditentukan sebagai berikut : Tentukan harga CBR terendah

Tentukan jumlah harga CBR yang sama atau lebih besar dari masing-masing nilai CBR

Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100 % dan yang lainnya merupakan persentase jumlah trsebut

Buat grafik hubungan CBR dan persentase jumlah tersebut.

Nilai CBR rata-rata adalah nilai yang didapat dari angka 90%.

DDT = 4,3 log (CBR) + 1,7

2.3.3 Perhitungan Tebal Lapis Perkerasan

Adapun data yang diperlukan untuk menentukan perencanaan tebal lapis perkerasan adalah sebagai berikut :

1. Menentukan Faktor Regional (FR)

Faktor Regional (FR) adalah factor koreksi sehubungan dengan adanya perbedaan kondisi dengan kondisi percobaan AASHTO Road Test dan sesuaikan dengan keadaan di Indonesia. FR ini dipengaruhi oleh bentuk alinemen, persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim.

Tabel 2.17 Faktor Regional (FR)

Curah HujanKelandaian I

(< 6 %)Kelandaian II

(< 6 10 %)Kelandaian III

( 30 %( 30 %> 30 %( 30 %> 30 %

Iklim I

< 900 mm/th0,51,0 1,51,01,5 2,01,52,0-2,5

Iklim II

> 900 mm/th1,52,0 2,52,02,5 3,02,53,0 3,5

Sumber : Pedoman Penentuan Tabel Perkerasan Lentur Jalan Raya No.01/PD/B/1983

Catatan : pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah dengan 0,5. Pada daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1,0.2. Menentukan Indeks Permukaan (IP)

Indeks permukaan adalah nilai kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.

Tabel 2.18 Indeks Permukaan Pada Akhir Usia Rencana (IPT)

LER *)Klasifikasi jalan

LokalKolektorArteriTol

< 101,0 1,51,51,5 2,0-

10 1001,51,5 2,02,0-

1100 10001,5 2,02,02,0 2,5-

> 1000-2,0 2,52,52,5

Sumber: Petunjuk perencanaan tebal perkerasan jalan raya dengan Metoda Analisa Komponen No. 378/KPTN/1987Catatan : pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT/jalan Murah atau jalan darurat maka Ipt dapat diambil 1,0Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut di bawah ini :

Keterangan:

Ipt = 1,0Menyatakan ukaran jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan

Ipt = 1,5Adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus)

Ipt = 2,0Adalah tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih mantap

Ipt = 2,5Menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik

Tabel 2.19 Indeks Permukaan Pada Awal Usia Rencana (Ipo)

Jenis Lapis PerkerasanIpoRoughness (mm/km)

LASTON( 4

3,9 3,5( 1000

> 1000

LASBUTAG3,9 3,5

3,4 3,0( 2000

> 2000

HRA3,9 3,5

3,4 3,0( 2000

> 2000

BURDA3,9 3,5< 2000

BURTU3,4 - 3,0( 2000

LAPEN3,4 3,0

2,9 2,0( 3000

> 3000

LATASBUM2,9 2,5-

BURAS2,9 2,5-

LATASIR2,9 2,5-

JALAN TANAH( 2,4-

JALAN KERIKIL( 2,4-

Sumber : Pedoman Penentuan Tabel Perkerasan Lentur Jalan Raya No.01/PD/B/19833. Mencari harga Indeks Tebal Perkerasan (ITP)ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3

Dimana:

ITP = Indeks tebal perkerasan

a = Koefesien lapisan

D = Tebal lapisan (cm).Adapun data-data untuk tebal lapisan yang akan direncanakan dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.20 Batas-Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan

ITPTebal

Minimum (cm)Bahan

1. Lapisan Permukaan

< 3,005Lapis pelindung: (BURAS/BURTU/BURDA

3,00 6,705LAPEN/Aspal Macadam, HRA, ASBUTAG, LASTON

6,71 7,497,5LAPEN/Aspal Macadam, HRA, ASBUTAG, LASTON

7,50 9,997,5LASBUTAG, LASTON

( 10,0010LASTON

2. Lapisan Pondasi Atas

, 3,0015Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur

3,00 7,4920*)Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur

7,50 9,9910

20LASTON Atas

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam

10 12,1415

20LASTON Atas

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, LAPEN, LASTON Atas

( 12,2525Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, LAPEN, LASTON Atas

2. Lapisan Pondasi Bawah

Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm.

Sumber : Pedoman Penentuan Tabel Perkerasan Lentur Jalan Raya No.01/PD/B/1983*) Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah digunakan material berbutir kasar.Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaanya sebagai lapis permukaan (a1), pondasi (a2), dan pondasi bawah (a3) diturunkan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah)Tabel 2.21 Koefesien Kekuatan Relatif (a)

Koefesien kekuatan

relatifKekuatan

bahanJenis bahan

a1A2a3MS (kg)Kt (Kg/cm)CBR

(%)

0,40

0,35

0,32

0,30-

-

-

--

-

-

-744

590

454

340-

-

-

--

-

-

-LASTON

0,35

0,31

0,28

0,26-

-

-

--

-

-

-744

590

454

340-

-

-

--

-

-

-LASBUTAG

0,30

0,26

0,25

0,20-

-

-

--

-

-

-340

340

-

--

-

-

--

-

-

-HRA

ASPAL MACADAMLAPEN (mekanis)

LAPEN (manual)

-

-

-0,28

0,26

0,24-

-

-590

454

340-

-

--

-

-LASTON Atas

-

-0,23

0,19-

--

--

--

-LAPEN (mekanis)

LAPEN (manual)

-

-0,15

0,13-

--

-22

18-

-Stabilitas tanah

Dengan semen

-

-

-0,14

0,13

0,12-

-

--

-

--

-

-100

80

60Batu pecah (kelas A)

Batu pecah (kelas B)

Batu pecah (kelas C)

-

-

--

-

-0,13

0,12

0,11-

-

--

-

-70

50

30SIRTU/Pitrun (Kelas A)

SIRTU/pitrun (Kelas B)

SIRTU/Pitrun (kelas C)

--0,10--20Tanah/Lempung Kepasiran

Sumber : Pedoman Penentuan Tabel Perkerasan Lentur Jalan Raya No.01/PD/B/1983 Keterangan : MS (Marshall Test), Kt (Kuat tekan)4. Merencanakan Susunan Lapisan Perkerasan

Setelah seluruh data yang dibutuhkan telah didapat, maka langkah selanjutnya yaitu perencanaan susunan lapis perkerasan seperti gambar berikut :

Gambar 2.18 Susunan Lapis Perkerasan

2.4 Galian dan Timbunan2.4.1 GalianGalian adalah jumlah volume tanah yang dibuang pada perencanaan sebuah jalan raya yang bertujuan untuk membentuk badan jalan raya yang baik dan rata.Dan sebaliknya timbunan yaitu jumlah volume tanah yang ditimbun untuk membentuk badan jalan yang rata dan baik.Ada beberapa unsur macam galian yaitu :

1. Galian melintang

Yaitu tanah digali dari sisi yang satu dan digunakan untuk menimbun sisi yang lain.2. Galian tinggi

Untuk galian tinggi dimana tingginya lebih dari 1 meter, maka pengaturannya akan sulit yaitu sulitnya penyediaan ruang yang cukup untuk tempat bekerja. Untuk itu disarankan pengerjaannya dilakukan secara bertahap, setiap lahan digali sampai kedalaman ( 1 meter sehingga ada daerah datar.

3. Galian U

Galian U adalah galian dimana jalan melewati daerah bukit ( tengah-tengah ) dengan tujuan untuk mengurangi kelandaian yang terjadi.2.4.2 Timbunan

Timbunan adalah volume tanah yang ditimbun untuk membentuk badan jalan yang baik, rata dan padat.

Beberapa faktor yang menyebabkan dasar timbunan menjadi lemah antara lain :

Air, baik air tanah atau air rembesan Bahan dasar timbunan jelek Lerang sangat curah2.4.3 Dasar-dasar Perhitungan

Langkah-langkah perhitungan galian dan timbunan :

1. Tentukan stationing (jarak patok)Stationing dicari berdasarkan pada jenis tikungan yang kita gunakan sehingga didapat titik-titik dan didapat panjang jalan rencana.2. Gambarkan profil potongan memanjangPotongan memanjang jalan dibuat berdasarkan panjang jalan rencana yang didapat sehingga dapat dilihat beda tinggi muka tanah asli dengan muka perkerasan jalan raya yang akan direncanakan.3. Gambarkan profil melintang jalanPada titik penting digambarkan potongan melintang jalan sesuai dengan skala gambar dan didapat luas penampang baik itu galian atau timbunan dengan menggunakan sistem koordinasi rumus.

Luas galian/timbunan =

Volume galian/timbunan =

Keterangan :

x = Koordinat sumbu x

y = Koordinat sumbu y

xy = Jumlah perkalian sumbu x dan sumbu y

yx = Jumlah perkalian sumbu y dan sumbu x4. Hitung volume galian dan timbunanDidapat dari mengalikan luas penampang rata-rata antar patok dengan jarak patok tersebut.Jarak profil melintang adalah 100 meter (daerah datar) dan dengan adanya langkah perhitungan seperti di atas,dapat kita nyatakan sebagai berikut :

G= Luas penampang melintang galian satu stationing (m2)

T = Luas penampang melintang galian rata-rata antara dua stationing (m2)

G= Luas penampang melintang timbunan rata-rata antara dua stationing (m2)T = Luas penampang melintang timbunan rata-rata antara dua stationing (m2).

D = Jarak antara dua stationingVG = Volume galian antara dua stationing (m3)

VT = Volume timbunan antara dua stationing (m3)

Semakin kecil jarak antara station dengan yang lainnya, maka akan didapat volume galian dan timbunan yang mendekati harga sesungguhnya.

A

A0

A

A

B

H

Jht

Jhr

TAHAP PERTAMA

d 1 1/3 d2

2/3 d2

TAHAP KEDUA

d1 d2 d3 d 4

A

A

A

C

C

B

B

B

A

A

C

C

PI

c

Tc

Ec

Cc

PC Lc M PT

Rc Rc Rc

/2 /2

O

PI

Ts Ys Es

Xs SC CS

k

Rc Rc

TS p ST

c

s s

O

PI

Ts

k

TS

ST

SC=CS

s

s

Es

Rc

Rc

O

1/3 LS

(-)

(+)

LS

en

Sisi dalam tikungan

(-)

(+)

e max

Sisi dalam tikungan

h

emax

Ls

en

en

EMBED PBrush

EV

PLV

PTV

PVI

A

i

hi

L

L

L

Xi

g1

g 2

Lapis Pondasi Atas

Lapis Pondasi Bawah

Lapis Permukaan

Tanah Dasar

Lapis Permukaan

Lapis Pondasi

Tanah Dasar

ITP Tahap I & II

ITP Tahap I

Daya Dukung Tanah (DDT)

Factor Regional (FR)

Lintas Ekivalen Rencana

(LER)

Indeks Permukaan

(IP0 IPt)

Kondisi Perkerasan

Peningkatan

(Overlay)

Jenis Material

perkerasan

ITP Eksisting

ITP Rencana

Tebal Lapis

Perkerasan

Koefisien

Kekuatan Relatif

Tebal Lapis Perkerasan

ITP

Jalan Baru

Konstruksi Bertahap

D1

D3

D2

Lapis Pondasi Atas

Lapis Pondasi Bawah

Lapis Permukaan

Tanah Dasar

PAGE Praproyek Perencanaan Geometrik dan Perkerasan JalanII - 53

_1329810364.unknown

_1334038538.unknown

_1348421781.unknown

_1349641904.unknown

_1386617037.unknown

_1336180232.unknown

_1336180561.unknown

_1334039707.unknown

_1329814031.unknown

_1330150779.unknown

_1330151642.unknown

_1330151751.unknown

_1329814726.unknown

_1329813798.unknown

_1329813812.unknown

_1329810810.unknown

_1168414419.vsd

_1224121720.unknown

_1329809920.unknown

_1329810181.unknown

_1262186473.unknown

_1329809901.unknown

_1262186582.unknown

_1225561165.unknown

_1168420737.vsd

_1169451335.unknown

_1224121603.unknown

_1169451457.unknown

_1169451219.unknown

_1168414705.vsd

_1166870930.unknown

_1166874455.unknown

_1166874675.unknown

_1166874858.unknown

_1166874952.unknown

_1167420830.unknown

_1166874918.unknown

_1166874767.unknown

_1166874597.unknown

_1166870989.unknown

_1166873213.unknown

_1166870984.unknown

_1166865259.unknown

_1166870839.unknown

_1166865082.unknown

_1166032718.unknown