teori geometrik jalan raya

28
TEORI PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA I. 1. PENDAHULUAN Untuk membangun jalan raya yang memenuhi kebutuhan lalu lintas pada waktu ini dan masa yang akan datang, serta meningkatkan kemajuan – kemajuan teknik pengangkutan serta lalu lintas maka perlu memperdalam pengetahuan mengenai perencanaan jalan raya dapat melalui pengalaman dan penelitian. Salah satu bagian yang penting dari perencanaan jalan adalah perencanaan geometriK jalan raya. Dalam perencanaan geometrik dapat berdasarkan pengalaman yang telah lalu dengan berdasarkan keadaan tempat untuk membuat suatu jalan yang melalui alignemen, pendakian/penurunan dan lain – lain dengan biaya yang serendah – rendahnya, bertambahnya jumlah dan kualitas kendaraan, berkembang nya pengetahuan tentang kelakuan pengandara terutama pada saat berpapasan dan meningkatkan jumlah kendaraan. Hal tersebut menjadi pertimbangan bagi perencanaan dalam memberikan pelayanan maksimum dengan keadaan bahaya minimum dengan biaya yang pantas. I. 2. PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI JALAN RAYA A. Klasifikasi Jalan Jalan raya pada umumnya dapat digolongkan dalam klasifikasi menurut fungsinya yang mana mencakup tiga golongan penting yaitu : 1

Upload: mahfuz-rachman

Post on 24-Jun-2015

3.776 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Teori Geometrik Jalan Raya

TEORI PERENCANAAN

GEOMETRIK JALAN RAYA

I. 1. PENDAHULUAN

Untuk membangun jalan raya yang memenuhi kebutuhan lalu lintas pada

waktu ini dan masa yang akan datang, serta meningkatkan kemajuan – kemajuan

teknik pengangkutan serta lalu lintas maka perlu memperdalam pengetahuan

mengenai perencanaan jalan raya dapat melalui pengalaman dan penelitian.

Salah satu bagian yang penting dari perencanaan jalan adalah perencanaan

geometriK jalan raya. Dalam perencanaan geometrik dapat berdasarkan

pengalaman yang telah lalu dengan berdasarkan keadaan tempat untuk membuat

suatu jalan yang melalui alignemen, pendakian/penurunan dan lain – lain dengan

biaya yang serendah – rendahnya, bertambahnya jumlah dan kualitas kendaraan,

berkembang nya pengetahuan tentang kelakuan pengandara terutama pada saat

berpapasan dan meningkatkan jumlah kendaraan. Hal tersebut menjadi

pertimbangan bagi perencanaan dalam memberikan pelayanan maksimum dengan

keadaan bahaya minimum dengan biaya yang pantas.

I. 2. PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI JALAN RAYA

A. Klasifikasi Jalan

Jalan raya pada umumnya dapat digolongkan dalam klasifikasi menurut

fungsinya yang mana mencakup tiga golongan penting yaitu :

Jalan utama adalah jalan yang menghubungkan lalu

lintas yang mencakup tinggi antara kota penting atau antara pusat – pusat

eksport.

Jalan sekunder adalah jalan raya yang melayani lalu

lintas yang cukup tinggi antara kota yang penting dan kota yang lebih kecil serta

melayani daerah sekitarnya.

Jalan penghubung adalah jalan untuk keperluan

aktivitas daerah yang dipakai sebagai jalan penghubung antara jalan – jalan dari

golongan yang sama atau berlawanan.

Dalam hubungan dengan perencanaan geometrik, ketiga golongan ini dibagi

dalam kelas – kelas yang menetapkannya ditentukan oleh perkiraan besarnya lalu

lintas yang akan melewati jalan tersebut.

1

Page 2: Teori Geometrik Jalan Raya

Volume lalu lintas yang akan menggunakan jalan tersebut dinyatakan dalam

Satuan Massa Penumpang (SMP) yang besarnya menunjukkan jumlah lalu lintas

harian rata – rata untuk kedua jurusan volume LHR yang baru untuk suatu jalan

dapat langsung diperoleh pada lalu lintas dimana dilakukan dalam waktu tersebut.

Klasifikasi jalan di Indonesia menurut Bina Marga dalam Tata Cara

Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) No: 038 / T/ BM / 1997, disusun

pada tabel berikut :

Tabel Ketentuan Klasifikasi : Fungsi, Kelas beban, Medan.

Tabel Ketentuan Klasifikasi : Fungsi, Kelas beban, Medan.

Fungsi Jalan ARTERI KOLEKTOR LOKAL

Kelas Jalan I II III A III B III C

Muatan Sumbu> 10 10 8 Tidak di tentukan

Terberat (ton)

Tipe Medan D B G D B G D B G

Kemiringan < 3 3 25 > 25 < 3 3 25 > 25 < 3 3 25 > 25

Medan (%)

Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan (administrasi) sesuai PP.

No. 26 / 1985 : Jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten/ Kotamadya, Jalan

desa, dan Jalan khusus.

Keterangan : Datar (D), Perbukitan (B), dan Pegunungan (G)

B. Fungsi Jalan

Jalan mempunyai fungsi sebagai alat penghubung di bidang sosial, ekonomi,

politik, militer dan kebudayaan.

Jalan arteri, adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri – ciri

perjalanan jarak jauh, kecepatan rata – rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi

secara efisien.

Jalan arteri primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu

yang terletak berdampingan, atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota

jenjang kedua.

Jalan arteri sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer

dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu

2

Page 3: Teori Geometrik Jalan Raya

dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu

dengan kawasan sekunder kedua.

Jalan Kolektor, adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan/

pembagian dengan ciri – ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata – rata sedang,

dan jumlah jalan masuk dibatasi.

Jalan Kolektor Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua

dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota

jenjang ketiga.

Jalan Kolektor Sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan

sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan

sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.

Jalan Lokal, adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri – ciri

perjalanan jarak dekat, kecepatan rata – rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak

dibatasi.

Jalan Lokal Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu

dengan persil atau yang menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang

ketiga, atau dengan jenjang di bawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil, atau

kota dibawah jenjang ketiga sampai persil.

Jalan Lokal Sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder

kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan

perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA

II.1. KAREKTERISTIK LALU LINTAS

Data lalu lintas adalah data utama yang diperlukan untuk perencanaan teknik

jalan, karena kapasitas jalan yang akan direncanakan tergantung dari komposisi lalu

lintas yang akan menggunakan jalan pada suatu segmen jalan yang ditinjau.

Besarnya volume atau arus lalu lintas diperlukan untuk menentukan jumlah dan lebar

jalur pada satu jalur jalan dalam penentuan karekteristik geometrik, sedangkan jenis

kendaraan akan menentukan kelas beban atau MST (Muatan Sumbu Terberat) yang

berpengaruh langsung pada perencanaan konstruksi perkerasan.

3

Page 4: Teori Geometrik Jalan Raya

Unsur lalu lintas, adalah benda atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu

lintas, sedangkan unsur lalu lintas di atas roda disebut kendaraan dengan unit

kendaraan.

A. Kendaraan Rencana

1. Kendaraan Ringan / Kecil (LV)

Kendaraan ringan / kecil adalah kendaraan bermotor ber as dua dengan

empat roda dan dengan as 2,0 – 3,0 ( meliputi : mobil penumpang, oplet,

microbus, pick up dan truck kecil sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

2. Kendaraan Sedang (MHV)

Kendaraan bermotor dengan dua gandar, dengan jarak 3,5 – 5,0 (termasuk

bus kecil, truck dua as dengan enam roda, sesuai dengan klasifikasi Bina

Marga).

3. Kendaraan Berat / Besar (LB – LT)

a. Bus besar (LB)

Bus dengan dua atau tiga gandar dengan jarak as 5,0 – 6,0 m

b. Truck Besar (LT)

Truck tiga gandar dan truck kombinasi tiga, jarak gandar (gandar pertama

ke kedua) < 3,5 m (sesuai sistem klasifikasi Bina Marga)

4. Sepeda Motor (MC)

Kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 ( meliputi : sepeda motor dan

kendaraan roda tiga sesuai sistem klasifikasi Bina Marga)

5. Kendaraan Tak Bermotor (UM)

Kendaraan dengan roda yang digerakkan oleh orang atau hewan (meliputi:

sepeda, becak, kereta kuda, dan kereta dorong sesuai dengan klasifikasi Bina

Marga)

Catatan : Kendaraan tak bermotor tidak dianggap sebagai bagian dari arus lalu lintas

tetapi unsur hambatan samping.

Tabel. Dimensi Kendaraan Rencana

KATEGORI DIMENSI TONJOLAN RADIUS PUTAR RADIUS

4

Page 5: Teori Geometrik Jalan Raya

KENDARAAN

KENDARAAN (cm) (cm) (cm) TONJOLAN

RENCANA Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Minimum Maksimum ( cm )

Kecil 130 210 580 90 150 420 730 780

Sedang 410 260 1210 210 240 740 1280 1410

Besar 410 260 2100 120 90 290 1400 1370

B. Komposisi Lalu Lintas

Volume Lalu Lintas Harian Rata – rata (VLHR), adalah perkiraan volume lalu

lintas harian pada akhir tahun lalu lintas dinyatakan dalam SMP/ hari.

Satuan Mobil Penumpang (SMP)

Satuan arus lalu lintas, dimana arus dari berbagai tipe kendaraan telah menjadi

ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan EMP.

Ekivalen Mobil Penumpang (EMP)

Faktor konversi berbagai jenis kendaraan dibandingkan dengan mobil

penumpang atau kendaraan ringan lainnya sehubungan dengan dampaknya

pada perilaku lalu lintas (untuk mobil penumpang dan kendaraan ringan lainnya,

EMP = 1,0)

Tabel Ekivalen Mobil Penumpang (EMP).

Faktor (F)

Faktor F adalah variasi tingkat lalu lintas per 15 menit dalam satu jam

Faktor VLHR (K)

Faktor untuk mengubah volume yang dinyatakan dalam VLHR menjadi lalu lintas

jam sibuk

Volume Jam Rencana (VJR)

VJR, adalah perkiraan volume lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu lintas,

dinyatakan dalam SMP/jam, dihitung dengan rumus :

K

VJR = VLHR x

FNo. JENIS KENDARAAN DATAR / BUKIT GUNUNG

1 Sedan, Jeep, Station Wagon 1,0 1,0

2 Pick - Up, Bus Kecil, Truck Kecil 1,2 - 2,4 1,9 - 3,5

3 Bus Besar dan Truck Besar 1,2 - 5,0 2,2 - 6,0

5

Page 6: Teori Geometrik Jalan Raya

VJR digunakan untuk menghitung jumalh jalur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya

yang diperlukan.

Tabel Penentuan Faktor K dan Faktor F berdasarkan Volume Lalu lintas Harian

Rata – rata.

VLHR FAKTOR - K (%) FAKTOR - F (%)

> 50.000 4 - 6 0,9 - 1

30.000 - 50.000 6 - 8 0,8 - 1

10.000 - 30.000 6 - 8 0,8 - 1

5.000 - 10.000 8 - 10 0,6 - 0,8

1.000 - 5.000 10 - 12 0,6 - 0,8

< 1.000 12 - 16 < 0,6

Kapasitas C

Volume lalu lintas maksimum (mantap) yang dapat digunakan dipertahankan

(tetap) pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu (misalnya : rencana

geometrik, lingkungan, komposisi lalu lintas dan sebagainya.

Derajat Kejenuhan (DS)

Rasio volume lalu lintas terhadap kapasitas, biasanya dihitung per jam.

C. Kecepatan Rencana (VR)

VR adalah kecepatan rencana pada suatu ruas jalan yang dipilih sebagai dasar

perencanaan geometrik, jalan yang memungkinkan kendaraan – kendaraan

bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas

yang lengang, dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti, VR untuk masing –

masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari tabel :

FUNGSI JALANKECEPATAN RENCANA VR (Km / Jam)

DATAR BUKIT GUNUNG

Arteri 70 - 120 60 - 80 40 - 70

Kolektor 60 - 90 50 - 60 30 - 50

Lokal 40 - 70 30 - 50 20 - 30

Catatan : Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan

dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km / jam.

6

Page 7: Teori Geometrik Jalan Raya

II.2. KARAKTERISTIK GEOMETRIK

A. Tipe Jalan

Tipe jalan menentukan jumlah jalur dan arah pada seatu segmen jalan, untuk

jalan – jalan luar kota sebagai berikut :

2 lajur 1 arah (2/1)

2 lajur 2 arah tak – terbagi (2 / 2 TB)

4 lajur 4 arah tak – terbagi (4 / 2 TB)

4 lajur 2 arah terbagi (4 / 2 B)

6 lajur 2 arah terbagi (6 / 2 B)

B. Bagian – bagian Jalan

1. Lebar Jalur (Wc)

Lebar (m) jalur jalan yang dilewati lalu lintas, tidak termasuk bahu jalan.

2. Lebar Bahu (Ws)

Lebar bahu (m) di samping jalur lalu lintas, direncanakan sebagai ruang untuk

kendaraan yang sekali – kali berhenti, pejalan kaki dan kendaraan lambat.

3. Median (M)

Daerah yang memisahkan arah lalu lintas pada suatu segmen jalan, yang

terletak pada bagian tengah (direndahkan / ditinggikan)

CL

Saluran Samping

Lebar Lebar jalur lalu lintas Lebar

Bahu Bahu

7

Page 8: Teori Geometrik Jalan Raya

Gambar Tipikal Potongan Melintang Normal dan Denah untuk 2/2 TB

Saluran samping

Trotoar

Saluran

Lebar lebar Jalur Median Lebar Jalur lebar

Bahu Lalu lintas Lalu lintas Bahu

Gambar Tipikal Potongan Melintang Normal dan Denah untuk 4/2 B

Tabel Penentuan Lebar Jalur dan Bahu Jalan

VLHR ARTERI KOLEKTOR LOKAL

SMP / Hari Ideal Min Ideal Min Ideal Min

  Jalur bahu Jalur bahu Jalur bahu Jalur bahu Jalur bahu Jalur bahu

< 3000 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,0 4,5 1,0

3000 - 10000 7,0 2,0 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,0

10001- 25000 7,0 2,0 7,0 2,0 7,0 2,0 Mengacu pada Tidak

> 25000 2 n x 2,5 2 x 2,0 2 n x 2,0 persyaran Ideal ditentukan

  3,5 7,0 3,5                

2 n x 3,5 2 = 2 jalur, n = jumlah – lajur per jalur ; n x 3,5 = Lebar / Jalur

C. Superelevasi

Pada kecepatan tertentu superelevasi maksimum dan asumsi dari faktor

gesekan maksimum bersama – sama menenrukan jari – jari minimum yang diperoleh

beberapa faktor yaitu :

a. Kondisi cuaca

b. Kondisi lapangan, datar atau pegunungan

8

Page 9: Teori Geometrik Jalan Raya

c. Tipe dari daerah pedalaman atau kota

d. Sering terdapat kendaraan yang berjalan lambat

Superelevasi maksimum untuk jalan raya terbuka pada umumnya 0,12

dimana penggunaannya terbatas di daerah yang tidak bersalju.

Pada perencanaan alinemen horizontal, umumnya akan ditemui dua jenis

bagian jalan yaitu bagian lurus dan bagian lengkung atau umumnya disebut tikungan

yang terdiri dari tiga jenis tikungan yang digunakan, yaitu :

Lingkaran (Full Circle = FC)

Spiral – Lingkaran – Spiral (Spiral – Circle – Spiral = S

– C – S )

Spriral – Spiral (S – S)

Syarat – syarat pemakaian :

Lingkaran (Full Circle = FC)

Untuk menggunakan bentuk ini adalah tergantung pada kecepatan rencana,

jika sudah memenuhi yaitu dengan melihat tabel sebagai berikut :

Kec. Rencana 120 100 80 60 40 30

Jari – Jari min. 2000 1500 1100 700 300 120

Selanjutnya dengan bantuan tabel di hitung :

1432,4

D =

R

R

Et = - R

Cos (0,5)

Tt = R x tan (0,5)

C

Lc = 2 R = 0,017453 R

9

Page 10: Teori Geometrik Jalan Raya

360

Lc = 20 m

Walaupun bentuk ini tidakl mempunyai lengkung peralihan (Ls) akan tetapi

diperlukan adanya lengkung peralihan fiktif (Ls)

Ls = B (em + e) x Landai

Dimana :

B = Lebar Pekerasan (m)

em = Kemiringan melintang maksimum relatif ( superelevasi maks. Pada

tikungan tersebut ).

e = Kemiringan perkerasan pada jalan lurus.

Spiral – Circle – Spiral

Syarat Pemakaian :

~ Bila bentuk Circle tidak dapat dipakai.

~ c < 0 c = - 2

~ Lc > 20 meter

Yang dihitung jika memenuhi syarat di atas adalah :

c = - 2 s ( Ls dari tabel )

Lc = 0,017453 x tan ( 0,5 ) + K

Tt = ( R + P ) tan ( 0,5 ) + K

R + P

Et = - R

Cos (0,5)

V 3 V x e

Ls (min) = 0,022 - 2,727

R x c c

Dimana : c = perubahan percepatan = 0,4 m / dtk

Spiral – Spiral

Syarat Pemakaian :

10

Page 11: Teori Geometrik Jalan Raya

~ Bila bentuk S – P – S tidak bisa dipakai

~ s = 0,5

Yang dihitung bila memenuhi syarat di atas adalah :

s x R

Ls =

28,648

Tt = (R + P) tan (0,5) + K

R + P

Et = - 5

Cos (0,5)

P = P x Ls

K = K x Ls

II.3. TOPOGRAFI DAN KLASIFIKASI MEDAN

Topografi adalah faktor yang penting dalam menentukan lokasi jalan di luar

kota dan pada umumnya mempengaruhi jalan kota terutama berpengaruh pada

aligmen, landai jalan, jarak pandang, penampang melintang dan lain – lain.

Bukit, lembah, landai yang curam, sungai dan sering memberikan

pembatasan terhadap lokasi dan perencanaan. Dalam hal keadaan tanah yang datar

topografi tidak memberikan pengaruh atau sedikit sekali terhadap lokasi tetapi dapat

menyebabkan kerusakan dalam hal tertentu. Dari perencanaan seperti drainase,

sebaiknya dalam daerah yang berbukit – bukit penentuan lokasi jalan dan beberapa

bagian dari perencanaan mingkin secara keseluruhan ditentukan oleh topografi.

Dalam memperkecil biaya pembangunan suatu standar perlu disesuaikan

dengan keadaan topografi. Dalam hal ini jenis medan dibagi dalam tiga golongan

umum yang dibedakan menurut besarnya lereng melintang dalam arah lebih kurang

tegak lurus terhadap sumbu jalan raya. Klasifikasi medan dan besarnya lereng

melintang yang bersangkutan adalah sebagai berikut :

Golongan Medan Lereng Melintang

- Datar ( D ) 0 sampai 9,9 %

- Perbukitan ( B ) 10 sampai 24,0 %

- Pegunungan ( G ) dari 25 % ke atas

11

Page 12: Teori Geometrik Jalan Raya

II.4. PENAMPANG MELINTANG JALAN

Potongan melintang jalan merupakan potongan melintang tegak lurus sumbu

jalan. Pada potongan melintang jalan dapat terlihat bagian – bagian jalan. Bagian –

bagian jalan yang utama dapat dikelompaokkan sebagai berikut :

a. Bagian yang langsung berguna untuk lalu lintas

Jalur lalu lintas

Lajur lalu lintas

Bahu jalan

Trotoar

Median

b. Bagian yang berguna untuk draenase jalan

Saluran samping

Kemirangan melintang jalur lalu lintas

Kemirangan melintang bahu

Kemiringan tegak

c. Bagian pelengkap jalan.

Kereb

Pengaman tepi

d. Bagian konstruksi jalan

Lapisan perkerasan jalan

Lapisan pondasi atas

Lapisan lpondasi bawah

Lapisan tanah dasar

e. Daerah manfaat jalan (damanja)

f. Daerah milik jalan (damija)

g. Daerah pengawasan jalan (dawasja)

Penjelasan :

1. Jalur Lalu Lintas

Jalur lalu lintas adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan yang

diperuntukkan untuk lalu lintas kendaraan. Jalur lalu lintas terdiri dari beberapa jalur

(lane) kendaranaan. Lajur kendaraan yaitu bagian dari jalur lalu lintas yang khusus

untuk dilewati oleh suatu rangkaian beroda empat atau lebih dalam satu arah. Jadi

jumlah lajur minimal untuk 2 arah adalah 2 dan pada umumnya disebut sebagai jalan

2 lajur 2 arah. Jalur lalu lintas untuk 1 arah minimal 1 lajur lalu lintas.

12

Page 13: Teori Geometrik Jalan Raya

Lebar Lajur Lalu Lintas

Lebar lajur lalu lintas merupakan bagian yang paling menentukan lebar

melintang jalan secara keseluruhan. Besarnya lebar lajur lalu lintas hanya dapat

ditentukan dengan pengamatan langsung dilapangan karena :

Lintasan kendaraan yang satu tidak mungkin akan

dapat diikuti oleh lintasan kendaraan lain dengan tepat.

Lajur lalu lintas mungkin tepat sama degan lebar

kendaraan maksimum. Untuk keamanan dan kenyamanan setiap pengemudi

membutuhkan ruang gerak antara kendaraan.

Lintasan kendaraan tidak mengkin dibuat tetap

sejajar sumbu lajur lalu lintas, karena selama bergerak akan mengalami gaya –

gaya samping seperti tidak ratanya permukaan, gaya sentritugal ditikungan, dan

gaya angin akibat kendaraan lain yang menyiap.

Lebar lajur lalu lintas merupakan lebar kendaraan ditambah dengan ruang

bebas antara kendaraan yang besarnya sangat ditentukan oleh keamanan dan

kenyamanan yang diharapkan. Pada jalan local (kecepatan rendah) lebar jalan

minimum 5,50 m (2 x 2,75) cukup memadai untuk jalan 2 jalur dengan 2 arah.

Dengan pertimbangan biaya yang tersedia, lebar 5 m pun masih diperkenankan.

Jalan arteri yang direncanakan untuk kecepatan tinggi, mempunyai lebar lajur lalu

lintas lebih besar dari 3,25 m sebagiknya 3,50 m.

Jumlah Lajur Lalu Lintas

Banyak lajur yang membutuhkan sangat tergantung dari volume lalu lintas

yang akan memakai jalan tersebut dan tingkat pelayanan jalan yang diharapkan.

Kemiringan melintang jalur lalu lintas dua jalan lurus diperuntukkan terutama

untuk kebutuhan drainase jalan. Air yang jatuh di atas permukaan jalan supaya cepat

dialirkan ke saluran – saluran pembuangan. Kemiringan melintang bervariasi antara

1,5% - 3% untuk jenis lapisan permukaan dengan memperguna kan bahan pengikat

seperti aspal atau semen. Semakin kedap air lapisan tersebut semakin kecil

kemiringan melintang yang dapat dipergunakan. Sedangkan untuk jalan berkerikir,

kemiringan melintang dibuat sebesar 5%. Kemiringan melintang jalur lalu lintas di

tikungan dibuat untuk kebutuhan gaya sentritugal yang bekerja, disamping

kebutuhan akan draenase.

2. Bahu jalan

13

Page 14: Teori Geometrik Jalan Raya

Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas

yang berfungsi sebagai berikut:

1. Ruangan untuk tempat berhenti sementara kendaraan yang mogok atau yang

sekedar berhenti untuk beristirahat.

2. Ruangan untuk menghindarkan diri dari saat – saat darurat, sehingga dapat

mencegah terjadinya kecelakaan.

3. Memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan demikian dapat

meningkatkan kapasilitas jalan yang bersangkutan.

4. Memberikan sokongan pada konstruksi perkerasan jalan dari arah samping.

5. Ruang pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan perbaikan atau

pemeliharaan jalan (tempat penempatan alat – alat dan penimbunan material).

6. Ruang untuk lintasan kendaraan – kendaraan patroli, ambulans, yang sangat

dibutuhkan pada keadaan darurat seperti terjadinya kecelakaan.

Jenis Bahu Jalan

Berdasarkan tipe perkerasannya, bahu jalan dapat dibedakan atas :

1. Bahu yang tidak diperkeraskan, yaitu bahu yang hanya dibuat dari material

perkerasan jalan tanpa bahan pengikat, bahu ini dipergunakan untuk daerah –

daerah yang tidak begitu penting, dimana kendaraan yang berhenti dan

mempergunakan bahu tidak begitu banyak jumlahnya.

2. Bahu yang diperkeras, yaitu bahu yang dibuat dengan mempergunakan

bahan pengikat sehingga lapisan tersebut lebih kedap air dari pada bahu yang

tidak diperkeras. Bahu dipergunakan untuk jalan – jalan dimana kendaraan yang

akan berhenti dan memakai bagian tersebut besar jumlahnya.

Lebar Bahu Jalan

Besarnya lebar bahu jalan dipengaruhi oleh :

1. Fungsi jalan, jalan arteri direncanakan untuk kecepatan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan jalan local. Dengan demikian jalan arteri membutuhkan

kebebasan samping, keamanan, dan kenyamanan yang lebih besar, atau

menuntut lebar bahu yang lebih besar dari jalan local.

14

Page 15: Teori Geometrik Jalan Raya

2. Volume lalu lintas, volume lalu lintas yang tinggi membutuhkan lebar bahu

yang lebih besar dibandingkan dengan volume lalu lintas yang lebih rendah.

Kegiatan disekitar jalan. Jalan yang melintas daerah perkotaan, pasar, sekolah,

membutuhkan lebat bahu jalan yang lebih besar dari pada jalan yang melintasi

daerah rural.

3. Ada atau tidaknya trotoar

4. Biaya yang tersedia sehubungan dengan biaya pembebasan tanah, dan biaya

untuk konstruksi.

Lereng Melintang Bahu Jalan

Berfungsi atau tidaknya lereng melintang perkerasan jalan untuk mengalirkan

air hujan sangat ditentukan oleh kemiringan melintang bagian samping jalur

perkerasan itu sediri, yaitu kemiringan melintang bahu jalan. Kemiringan melintang

bahu yang tidak baik ditambah pula dengan bahu dari jenis tidak diperkeras akan

menyebabkan turunnya daya dukung lapisan perkerasan, lepasnya ikatan antara

agregat dan aspal yang akhirnya dapat memperpendekumur pelayanan jalan.

Untuk itu, haruslah dibuat kemiringan bahu jalan yang sebesar – besarnya

tetapi maman dan nyaman bagi pengemudi kendaraan. Kemiringan melintang jalur

perkerasan jalan, yang dapat bervariasi sampai 6 % tergantung dari jenis permukaan

bahu, intensitas hujan, dan kemungkinan penggunaan bahu jalan.

3. Trotoar (Jalur pejalan kaki / side walk)

Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang

khusus dipergunakan untuk pelalan kaki (pedestrian). Untuk keamanan pejalan kaki

maka trotoar harus dibuat terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik berupa

kereb.

Lebar Trotoar

Lebar trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas

yang khusus dipergunakan untuk pejalan kaki yang di inginkan, dan fungsi jalan.

Untuk itu lebar 1,5 – 3,0 m merupakan nilai yang umum diguanakan.

4. Median

Pada arus lalu lintas yang tinggi sering kali dibutuhkan median guna

memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan arah. Jadi median adalah jalur yang

15

Page 16: Teori Geometrik Jalan Raya

terletak ditengah jalanyang membagi jalan dalam masing – masing arah. Lebar

median bervariasi 1,0 – 12 m. median dengan lebar sampai 5 m sebaiknya

ditinggikan dengan kereb atau dilengkapi dengan pembatas agar tidak dilanggar

kendaraan.

Funsi Median :

Menyediakan daerah netral yang cukup lebar dimana

pengemudi masih dapat mengontrol kendaraannya pada saat – saat darurat.

Menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi /

mengurangi kesilauan terhadap lampu besar dari kendaraan yang berlawanan

arah.

Menambah rasa kelegaan, kenyamanan dan

keindahan bagi setiap pengemudi.

Mengamankan kebebasan samping dari masing –

masing arah arus lalu lintas.

Jalur tepi Median

Jalur tepi median adalah jalur yang terletak berdampingan dengan median.

Jalur tepi median ini berfungsi untuk mengamankankebebasan samping dari arus

lalu lintas. Lebar jalur tepian median dapat bervariasi antara 0,25 – 0,75 m dan

dibatasi dengan marka berupa garis putih menerus.

5. Saluran Samping

Saluran samping berbentuk trapesium atau persegi panjang. Untuk daerah

perkotaan dimana daerah pembebasan jalan sudah sangat terbatas, maka saluran

samping dapat dibuat persegi panjang dari konstruksi beton dan ditempatkan di

bawah trotoar. Saluran samping berguna untuk :

Mengalirkan air dari permukaan perkerasan jalan atau pun dari bagian

luar jalan.

Menjaga supaya konstruksi jalan selalu berada dalam keadaan kering

tidak terendam air.

6. Talud kemiringan lereng

Talud jalan umumnya dibuat 2 H : 1 V, tetapi untuk tanah – tanah yang mudah

longsor talud jalan harus dibuat sesuai dengan besarnya landai yang aman.

16

Page 17: Teori Geometrik Jalan Raya

Berdasarkan keadaan tanah lokasi tersebut, mungkin saja dibuat bronjong, tembok

penahan tanah, lereng bertingkat (brem) atau pun hanya ditutupi rumput saja.

7. Kereb

Kereb adalah penonjolan atau peninggian tepi perkerasan atau bahu jalan ,

yang terutama dimaksudkan untuk keperluan – keperluan draenase, mencegah

keluarnya kendaraan dari tepi perkerasan, dan memberikan ketegasan tepi

perkerasan.

Berdasarkan fungsinya kereb dibedakan atas :

Kereb peninggi (mountable curb), adalah kereb yang direncanakan agar dapat

di daki kendaraan, biasanya terdapat di tempat parkir dan dipinggir jalan,

tingginya antara 10 – 15 cm.

Kereb penghalang (barriar Curb), adalah kereb yang direncanakan untuk yang

dibuat menghalangi atau mencegah kendaraan meninggalkan jalur lalu lintas,

terutama di median, trotoar, pada jalan – jalan tanpa pagar pengaman, tingginya

berkisar 25 – 30 cm. Kereb berparit (gutter curb) adalah kereb yang direncanakan

untuk membentuk sistem drainase perkerasan jalan, tingginya berkisar 10 –

20 cm.

Kereb penghalang berparit.

Kereb berparit (gutter curb), adalah kereb yang direncanakan untuk

membentuk sistem drainase perkerasan jalan. Tingginya berkisar antara 25 – 30

cm.

Kereb berparit (gutter curb), adalah kereb yang direncanakan untuk

membentuk sistem drainase perkerasan jalan. Tingginya berkisar 10 – 20 cm.

Kereb penghalang berparian memberikan ketegasan tepi perkerasan.

Berdasarkan fungsinya kereb dibedakan atas :

Kereb peninggi (mountable curb) adalah kereb yang direncanakan agar

dapat di daki kendaraan, biasanya terdapat di tempat parkir di pinggir jalan.

Tingginya antara 10 – 25 cm.

Kereb penghalang (barrier curb) adalah kereb yang direncanakan yang

untuk dibuat menghalangi atau mencegah kendaraan meninggalkan jalur lalu

lintas, terutama di median, trotoar, pada jalan – jalan tanpa pagar pengaman.

Bahan urugan yang mempunyai kadar air yang lebih tinggi dari yang

seharusnya, tidak boleh dipadatkan sebelum dikeringkan dengan cara digelar

atau cara lain yang umum dipakai. Pekerjaan pemadatan tanah urugan harus

17

Page 18: Teori Geometrik Jalan Raya

dilaksanakan pada kadar air optimum sesuai sifat – sifat pemadat yang

tersedia.

Sebelum pekerjaan konstruksi timbunan dimulai pada tempat yang

telah selesai dibabat dan dibersihkan, harus mengerjakan pengisian lubang –

lubang yang disebabkan karena pencabutan akar – akar pohon, belukar,

saluran dan sebagainya, dengan menggunakan material yang baik.

Penghamparan dan pemadatan material pada lapisan – lapisan

horizontal dengan tebalnya tidak boleh lebih dari 20 cm. Sebelum dimulai

pekerjaan pemadatan yang sesungguhnya, harus mengadakan percobaan

pemadatan atas jalur – jalur jalan yang akan dipadatkan dengan panjang

tertentu, dengan alat – alat dan bahan – bahan yang sama seperti yang akan

digunakan pada pekerjaan pemadatan yang sesungguhnya. Tujuan dari

percobaan ini adalah untuk mengatur kadar optium yang akan dipakai dan

hubungan antara jumlah penggilasan dengan kepadatan yang dapat dicapai.

Kepadatan yang harus dicapai untuk konstruksi urugan adalan sebagai berikut

:

Lapisan tanah yang lebih dari 30 cm di bawah permukaan sub grade,

harus dipadatkan sampai 95 % dari kepadatan kering maksimum yang dipakai

dengan percobaan titik.

Lapisan berikutnya tidak boleh dihamparkan sebelum laisan terdahulu

selesai dipadatkan.

Lapisan di bawah lapisan tanah dasar sedalam 30 cm atau kurang

harus dipadatkan sampai 100 % dari kepadatan maksimum.

1. Penyelesaian Pekerjaan lapisan Tanah Dasar

Harus diperhatikan beberapa hal sebagai berikut :

Penurunan, bila diakibatkan oleh penurunan, timbunan memerlukan

tambahan material tidak lebih dari 30 cm hingga dapat dicapai kembali

permukaan yang ditentukan. Bagian atas dari konstruksi timbunan tersebut

harus digarak sebelum material tambahan itu dihamparkan.

Permukaan akhir, harus dipermukaan kembali sesuai dengan

keperlukan tikungan dan kemiringan melintang.

Stabilitas timbunan, kontraktor bertanggung jawab atas stabilitasi dari

timbunan dan harus mengganti bagian – bagian yang rusak, yang diakibatkan

karena kebocoran kontraktor atau akibat aliran air.

18

Page 19: Teori Geometrik Jalan Raya

2. Pekerjaan Pondasi Bawah

Persiapan Tanah Dasar

Sebelum penghamparan agregat dimulai, terlebih dahulu tanah dasar harus

sudah siap sebagaimana dipersyaratkan dalam rencana.

Pencampuran dan Penghamparan

Dengan peralatan tidak bergerak / berjalan

(stasioner). Agregat dan air harus dicampur dalam alat pencampur yang

sudah disetujui oleh direksi. Selama pencampuran kadar air harus sesuai

dengan yang diperlukan pada pemadatan. Setelah selesai pencampuran,

bahan diangkut ke tempat pekerjaan dengan menjaga kadar air dalam batas

yang dipersyaratan dan harus dihampar dengan alat telah disetujui direksi.

Dengan peralatan bergerak / berjalan (mobil).

Setelah bahan untuk tiap lapis dihampar dengan mesin penebar agregat atau

mesin lain pencampuran berjalan sehingga campuran merata. Selama

pencampuran, jumlah air harus diatur agar diperoleh kadar air yang sesuai

dengan persyaratan.

Cara pencampuran ditempat, setelah bahan untuk

setiap lapis dihampar, sambil mengatur kadar airnya bahan dicampur dengan

motor grader sampai benar – benar rata.

Pemadatan

Setelah selesai penghamparan dan peralatan, tiap lapisan harus segera

dipadatkan dan seluruh lebar hamparan dengan menggunakan mesin gilas roda besi

atau mesin gilas roda karet, atau mesin gilas lainnya.pada bagian lurus, pemadatan

dilakukan mulai dari bagian tepi hamparan bergesar ke bagian tengah sejajar

dengan sumbu jalan dan diusahakan berlangsung terus menerus sampai seluruh

permukaan selesai terpadatkan dimulai dari bagian yang rendah ke arah bagian

yang tinggi.

Apabila pada suatu tempat harus segera dilakukan pembongkaran dan

penggantian atau penambahan bahan dan kemudian memadatkannya kembali

seperti mencapai kepadatan yang seragam dan rata dengan permukaan disekitarnya

yang telah selesai dipadatkan. Kepadatan setiap lapis minimumharus mencapai 95

% kepadatan berdasarkan percobaan kepadatan berat dan harus mencapai tebal

seluruh lapisan.

19

Page 20: Teori Geometrik Jalan Raya

3. Pekerjaan Pondasi Atas

Persiapan pada permukaan lapis pondasi bawah,

sebelum penghamparan agraret dimulai, permukaan lapisan pondasi bawah

harus sudah sempurna dikerjakan, dibentuk sebagaimana disyaratkan dalam

gambar rencana.

4. Pekerjaan Lapisan Penutup.

Lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal beton merupakan suatu lapis

permukaan konstruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang

mempunyai gradasi menerus, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada

suhu tertentu. Lapis beton mempunyai sifat – sifat yaitu :

Mempinyai nilai structural

Kedap air

Mempunyai stabilitas tinggi

Peka terhadap penyimpangan perencanaan dan

pelaksanaan.

Pelaksanaan pekerjaan lapisan aspal beton

Campuran hanya dapat dihamparkan apabila permukaan jalan benar – benar

karing, cuaca tidak berkabut atau hujan. Pekerjaan tidak boleh dilakukan apabila

peralatan pengangkutan, mesin penghampar atau mesin penggilas atau buruh tidak

memungkinkan untuk menjamin unit pencampuran dapat bekerja dengan kecepatan

produksi minimum 60 % kapasitasnya.

II.5. PENINGKATAN MUTU JALAN LAMA

Pada peningkatan jalan, bentuk konstruksinya kita temui bervariasi pada

pekerjaan sub base dan base, terutama pada lebar dan tebalnya. Ini terjadi karena

muka jalan lama (exixting road) kurang memenuhi syarat, maka kita akan

mempunyai pekerjaan :

1. Pemeliharaan rutin, adalah pemeliharaan yang dilakukan

secara berkala.

2. Pemeliharaan khusus, adalah pemeliharaan yang

dilakukan pada tempat – tempat tertentu dan waktu tertentu.

20

Page 21: Teori Geometrik Jalan Raya

3. Rekonstruksi, adalah melaksanakan konstruksi yang

dikehendaki. Adakalanya mulai dari embankment atau hanya dari pekerjaan sub

garde proporation saja.

21