bab ii dasar teori 2.1 pasang surut laut - · pdf filecara yang paling sederhana untuk...
TRANSCRIPT
5
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pasang Surut Laut
Pasut laut adalah perubahan gerak relatif dari materi suatu planet, bintang dan benda
angkasa lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda angkasa dan luar materi itu
berada.
Berikut beberapa pengertian dan hal-hal yang berkaitan dengan pasut laut [Djunarsjah,
2005]:
a. Pasut laut terjadi karena massa bulan menghasilkan gaya tarik gravitasi terhadap air
laut dan menarik air laut tersebut ke arah kedudukan bulan yang diimbangi oleh gaya
tarik bumi terhadap air laut.
b. Pasut laut dihasilkan oleh rotasi bumi serta revolusinya mengelilingi matahari.
Gerakan tersebut kemudian menghasilkan gerakan air laut yang akan dimodifikasi
oleh air laut.
c. Pasut laut terjadi akibat adanya medan gaya di permukaan bumi yang dibangkitkan
oleh bulan dan matahari. Arah dan bedanya gaya berubah-ubah secara periodik
tergantung kepada posisi kedua benda langit tersebut terhadap bumi. Selanjutnya
gaya-gaya tersebut merupakan gaya yang membangkitkan pasut laut atau biasa
disebut gaya pembangkit pasut.
d. Pasut laut merupakan naik turunnya permukaan air laut secara periodik sebagai akibat
adanya gaya tarik menarik antara bumi, bulan dan matahari.
2.1.1 Pengamatan Pasut
Tujuan dari pengamatan pasut adalah untuk mencatat atau merekam gerakan vertikal
permukaan air laut yang terjadi secara periodik, yang disebabkan oleh gaya tarik-menarik
antara bumi dengan benda-benda angkasa terutama bulan dan matahari. Untuk
mendapatkan informasi pasang surutnya air laut diperlukan suatu pengamatan di mana
diperlukan adanya peralatan pengamatan pasut yang disebut stasiun pengamatan pasut,
yang perlu memperhatikan hal-hal:
6
a. Lokasi yang mudah dijangkau dan struktur bangunannya kokoh.
b. Ditempatkan di lokasi yang mudah diamati dalam berbagai cuaca.
c. Lokasi stasiun pasut hendaknya sedekat mungkin dengan benchmark atau titik
referensi yang ada.
d. Lokasi stasiun pasut hendaknya ditempatkan di lokasi yang mewakili keadaan
karakteristik daerah tersebut.
e. Kondisi air laut sebaiknya bersih untuk memudahkan pengamatan.
Peralatan yang digunakan dalam pengamatan pasut:
1. Alat Pengamat Pasut Sederhana
Palem (Tide Pole)
Merupakan alat sederhana yang terbuat dari kayu dengan ukuran panjang sekitar 3-5
meter, lebar 5-15 cm sedangkan tebalnya 1-4 cm. Alat ukur ini mirip seperti rambu ukur di
mana mempunyai skala bacaan dalam satuan decimeter (Gambar 2.1). Agar ukuran
pengamatan air laut benar, maka pemasangan palem harus tegak lurus dengan permukaan
air laut. Selain terbuat dari kayu, palem pasut juga dapat dibuat dari pelat tipis atau pita
plastik. Pemasangan palem pasut sebaiknya memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi
kualitas data pengamatan pasut. Pemasangan palem harus kokoh, tidak berubah naik turun.
Selain itu lokasi diusahakan agar tidak terganggu oleh kapal yang lewat atau benda
terapung lainnya.
Gambar 2.1 Alat Pengamat Pasut dengan Pemberat [Djunarsjah, 2005]
7
Gambar 2.2 Alat Pengamat Pasut dengan Pengapung (Djunarsjah, 2005)
Cara yang paling sederhana untuk mengamati pasut dilakukan dengan palem (Gambar 2.1
dan 2.2). Tinggi muka air setiap jam diamati secara manual oleh operator (pencatat) dan
dicatat pada suatu formulir pengamatan pasut. Pencatat akan menuliskan kedudukan tinggi
muka air laut relatif terhadap palem pada jam-jam tertentu sesuai dengan skala bacaan
yang tertulis pada palem. Muka air laut yang relatif tidak tenang membatasi kemampuan
pencatatan dalam menaksir bacaan skala. Walaupun demikian, cara ini cukup efektif untuk
memperoleh data pasut dengan ketelitian hingga sekitar 2,5 cm. [Poerbandono &
Djunarsjah, 2005]
2. Alat Pengamat Pasut Otomatik (Tide Gauge)
a. Jenis pelampung (float tide tide gauge)
Alat sensor berupa pelampung yang dihubungkan oleh katrol menuju alat perekam
(Gambar 2.3). Perubahan tinggi air laut dapat tercatat pada alat perekam dengan mengikuti
perubahan naik turunnya pelampung yang akan menggerakkan jarum pencatat pada alat
perekam.
8
Gambar 2.3 Alat Pengamat Pasut Tipe Pelampung [Djunarsjah, 2005]
b. Jenis tekanan (pressure type tide gauge)
Tipe ini menggunakan tekanan air di atas suatu unit yang berubah-ubah akibat besar
kecilnya lapisan air di atas unit sensor tersebut sesuai gerakan turun naiknya permukaan
laut. Perubahan tekanan ini diteruskan ke unit recorder melalui selang udara yang biasanya
terbuat dari karet atau plastik (Gambar 2.4).
Gambar 2.4 Alat Pengamat Pasut Tipe Tekanan [Djunarsjah, 2005]
9
2.1.2 Analisis dan Prediksi Pasut
Metode harmonik pasut banyak digunakan dalam menganalisis data pasut. Metode ini
memiliki hipotesis bahwa pasut yang dialami merupakan penjumlahan dari beberapa
komponen gelombang yang memiliki amplitudo dan frekuensi tertentu. Analisis pasut
bertujuan untuk mendapatkan amplitudo dan beda fase komponen-komponen pasut dengan
cara melakukan pengamatan pasut pada selang dan periode waktu tertentu.
Tujuan utama pengamatan pasut selain untuk menentukan nilai MSL dan Chart Datum
juga untuk dapat memprediksi pasut laut di suatu tempat . Salah satu metode prediksi
pasut yaitu dengan menggunakan data analisis harmonik metode kuadrat terkecil. Metode
kuadrat terkecil memiliki prinsip bahwa nilai dari kuadrat kesalahan mempunyai nilai
yang minimum. Dalam hitung perataan kuadrat terkecil terdapat beberapa metode
hitungan yang dapat digunakan, diantaranya adalah perataan parameter, perataan
bersyarat, perataan kombinasi, perataan parameter bertahap, perataan bersyarat bertahap
dan perataan kombinasi bertahap. Dasar analisis pasut ini dimaksudkan untuk
mendapatkan komponen pasut dengan menghitung besaran amplitudo dan fase dari
masing-masing komponen pasut serta permukaan laut rata-rata. Besaran tersebut
selanjutnya digunakan untuk menentukan komponen pasut manakah yang paling dominan
dalam menentukan tinggi muka laut. Adapun fungsi harmonik pasut adalah sebagai
berikut ini :
)cos()(1
0 jj
m
jijjji gvtfaCth −++= ∑
=
ω......................................(2.2)
dengan :
0C = tinggi rata-rata permukaan air diatas datum yang digunakan
ja = konstanta amplitudo
jω = rata-rata perubahan pada fase disebut konstanta pokok kecepatan
jg = fase awal konstanta pasang surut (saat t = 0)
)( ith = tinggi permukaan air laut (saat t = i)
jf dan jv = argumen astronomis
10
2.2 Pengikatan Stasiun Pasut ke BM Pasut
2.2.1 Pendefinisian Datum
Dalam praktek penentuan posisi, sistem-sistem referensi hitungan mempunyai peranan
yang sangat penting untuk melakukan hitungan serta merekam titik-titik di atas permukaan
bumi, sehingga titik-titik tersebut dapat direkonstruksi kembali untuk berbagai keperluan,
baik praktis maupun ilmiah.
Karena begitu pentingnya masalah sistem referensi hitungan dalam penentuan posisi,
maka sebelum membahas ke bab selanjutnya terlebih dulu dalam subbab ini akan
diterangkan masalah-masalah dari datum geodetik.
Tentang definisi dari datum geodetik, ada dua definisi yang perlu dikemukakan, yaitu
definisi dulu (sebelum era satelit) dengan definisi modern (era satelit). Adapun definisi-
definisi tersebut adalah :
• Datum geodetik adalah titik asal dari sistem perhitungan dan permukaan tempat
dilakukannya perhitungan-perhitungan
• Datum geodetik adalah himpunan parameter-parameter yang menggambarkan
hubungan antara elllipsoid lokal dan sistem referensi geodetik global .
Berikut ini beberapa datum dalam geodesi :
2.2.1.1 Datum Vertikal
a. Geoid
Geoid adalah salah satu bidang equipotensial yang merepresentasikan bentuk bumi.
Bidang ini dianggap berimpit dengan permukaan laut rata-rata. Karena distribusi massa
bumi yang tidak merata sehingga bentuk geoid menjadi tidak teratur. Sedangkan ellipsoid
yaitu bidang referensi yang ditetapkan secara matematis dengan dimensi massa tertentu
dan bentuk yang teratur. Maka ada perbedaan dari geoid terhadap ellipsoid yang disebut
sebagai undulasi geoid (besaran vektor) dan defleksi vertikal (arah vektor).
11
Titik-titik di permukaan bumi mempunyai arah gaya berat berlainan dan potensial gaya
berat tertentu. Permukaan yang merupakan tempat kedudukan titik-titik yang mempunyai
potensial gaya berat sama besar disebut bidang nivo atau bidang ekuipotensial.
Geoid adalah salah satu bidang ekuipotensial diantara bidang ekuipotensial lainnya yang
melingkupi bumi. Geoid merupakan permukaan acuan bagi pengukuran gaya berat dan
sistem referensi tinggi. Bentuk dari geoid ini tergantung dari distribusi massa bumi tidak
teratur maka bentuk geoid pun menjadi tidak beraturan. Geoid merupakan pendekatan
terbaik dari bentuk fisik bumi yaitu sekitar 72% dari permukaan terestrial.
b. Mean Sea Level (MSL)
MSL adalah permukaan yang didefinisikan sebagai hasil rata-rata tinggi permukaan laut
setiap saat. Stasiun pasang surut adalah sumber informasi dari data tinggi permukaan laut
setiap saat. Di stasiun pasut dicatat saat air naik (pasang) dan turun (surut) dan air laut
yang kemudian diolah sehingga diperoleh nilai MSL yang menyatakan posisi MSL. Pada
satu titik pengamatan diperlukan interval waktu antara 1-19 tahun untuk menghasilkan
MSL lokal.
MSL bukan merupakan bidang ekuipotensial. Bidang tersebut hanya menyebabkan adanya
arus yang mengalir dari satu bidang ekuipotensial ke bidang ekuipotensial yang lain.
Umumnya geoid dikatakan mempunyai lokasi fisik yang sama dengan permukaan laut
rata-rata global di mana pasang surut, keadaan atmosfir dan pengaruh arus tidak ada atau
disebut juga sebagai permukaan laut rata-rata dalam keadaan tenang. Selisih antara geoid
dan MSL adalah SST (Sea Surface Toppography).
c. Chart Datum
Chart datum atau bidang referensi kedalaman merupakan bidang referensi yang ditentukan
setelah mengetahui data-data yang diamati pada saat pengamatan pasut muka air laut.
Asumsi bahwa muka laut antar stasiun pasut merupakan bidang datar atau penggunaan
data pengamatan yang pendek secara sendiri-sendiri untuk penentuan datum tertentu,
menyebabkan kesalahan datum lokal perlu diperhitungkan. Kesalahan datum vertikal akan
membawa dampak yang besar dalam penetapan batas laut, terutama untuk kemiringan
pantai yang landai.
12
International Hydrographic Organization (IHO) merekomendasikan bahwa Lowest
Astronomical Tide (LAT) sebagai internasional Chart Datum. LAT digambarkan sebagai
tingkatan pasang yang paling rendah yang dapat di prediksi pada setiap kombinasi
kondisi-kondisi astronomi.
d. Elipsoid Referensi
Pada distribusi massa bumi yang teratur akan membentuk bidang ekuipotensial gaya berat
yang teratur pula, yaitu elipsoid yang berputar pada sumbu pendeknya. Bidang elipsoid
ditentukan sebagai bidang referensi hitungan yang tidak dapat dilakukan terhadap bidang
geoid karena bentuknya tidak teratur. Bidang elipsoid yang dipilih harus elipsoid yang
paling sesuai dengan bentuk geoid yang melingkupi permukaan bumi pada suatu daerah.
Untuk menentukan bentuk elipsoid yang paling sesuai (elipsiod referensi) adalah jika
penyimpangan dari undulasi geoid paling minimum. Elipsoid referensi merupakan bidang
acuan bagi koordinat titik tiga dimensi. Tinggi di atas elipsoid dihitung sepanjang garis
normal yang melalui titik bersangkutan atau disebut juga sebagai tinggi geometrik.
Untuk saat ini bentuk elipsoid yang paling sesuai dengan bentuk geoid bumi adalah World
Geodetic System 1984 (WGS’84). WGS dapat didefinisikan sebagai suatu sistem dari
seluruh titik-titik di mana titik pusat sistem berimpit dengan pusat massa bumi.
2.2.2 Penentuan Tinggi Orthometrik Dengan Levelling
Dalam praktek selisih bacaan rambu belakang dengan bacaan rambu muka pada
pengukuran sipat datar menghasilkan beda tinggi. Hal ini adalah benar sepanjang garis
bidik (mendatar) sejajar dengan bidang nivo yang melalui masing-masing titik yang
diukur. Dalam geodesi (fisik) definisi beda tinggi adalah jarak antara dua bidang nivo.
Pada kenyataannya menunjukkan bahwa secara global bidang-bidang nivo tidak saling
sejajar, sebab percepatan gaya berat (g) akan makin besar apabila lintang (φ) makin besar
pula. Dengan demikian apabila dikembalikan kepada definisi tersebut, pengukuran dengan
sipat datar tidak memberikan arti geometrik sebagai beda tinggi antara dua bidang nivo.
Dengan demikian agar pengukuran sipat datar mempunyai kontrol artinya mempunyai
syarat geometrik yang benar, perlu dilengkapi dengan pengukuran gaya berat. Ukuran
tambahan ini juga akan memberikan pengertian tentang sistem tinggi.
13
2.3 Pengukuran Kedalaman ( Pemeruman )
Kedalaman laut adalah jarak antara dasar laut pada suatu tempat terhadap permukaan
lautnya. Kedalaman laut ini dapat dibagi menjadi beberapa jenis, seperti kedalaman
ukuran yaitu kedalaman yang didapat dari bacaan alat ukur; kedalaman lainnya adalah
kedalaman peta, yaitu kedalaman dasar laut suatu tempat terhadap chart datumnya.
Pengukuran kedalaman laut dapat dilakukan dengan beberapa cara, metoda yang paling
sederhana adalah cara mekanis dengan menggunakan galah atau tali ukur, sedangkan yang
sangat canggih adalah dengan menggunakan sinar laser yang dipancarkan dari pesawat
terbang. Namun cara yang sering digunakan adalah metoda perum gema (echosounder).
2.3.1 Cara Mekanis.
Cara yang paling sederhana dalam mengukur kedalaman laut adalah dengan menggunakan
galah berskala, dengan membaca kedudukan muka laut pada skala galah maka kedalaman
bacaan didapat. Namun cara ini sangat berkaitan dengan panjang galah, semakin panjang
galah maka semakin banyak masalah didapat dalam pengukuran. Maka untuk lebih
memudahkan pengukuran galah diganti dengan pita ukur berskala dengan pemberat
diujungnya dikenal dengan sebutan lot, seperti terlihat pada Gambar 2.5.
Dengan cara ini pengukuran dapat dilakukan lebih dalam lagi namun masalah baru timbul
diantaranya bila pemberat cukup ringan maka pita akan mudah dipengaruhi kedudukannya
oleh arus laut sehingga bentangan pita akan melengkung, sedangkan bila pemberat cukup
berat maka pita akan meregang sehingga kedalaman bacaan akan lebih kecil dari yang
seharusnya.
Gambar 2.5 Pengukuran Kedalaman Cara Mekanis
14
Pada kedua cara mekanis tersebut diatas data yang didapat terbatas pada tempat atau posisi
alat tersebut diturunkan, sedangkan diantara dua tempat yang berurutan tidak diketahui
atau diasumsikan mempunyai kedalaman diantara kedua kedalaman pada sisinya, sehingga
untuk mendapatkan ukuran yang lebih baik Interval jarak antara dua kedalaman dirapatkan
namun berakibat waktu yang dibutuhkan untuk mengukur lebih lama.
Sekalipun demikian cara tersebut diatas tidak berarti tidak dapat digunakan pada masa
kini, cara tersebut masih dapat digunakan dalam beberapa kondisi yaitu :
a. Daerah yang diukur mempunyai kelandaian rendah yang mempunyai permukaan relatif
rata.
b. Pengukuran diikuti dengan penyapuan kedalaman walaupun dilakukan dengan cara
yang juga sederhana ( Dragging ) untuk memeriksa dasar laut dari kedalalaman yang
lebih kecil dari batas tertentu, seperti gosong-gosong pada kedalaman sampai 10 meter.
c. Pengukuran yang dilakukan untuk memeriksa secara acak pada daerah hasil ukuran
yang akan disetujui.
2.3.2 Perum Gema
Cara ini menggunakan gelombang suara yang dipancarkan oleh transducer pemancar pada
permukaan laut kemudian dipantulkan oleh dasar laut dan diterima kembali oleh
transducer penerima, transducer pemancar dan penerima dapat terletak pada tempat yang
terpisah ataupun yang relatif sama. Gelombang udara tersebut yang dikemas dalam bentuk
pulsa-pulsa menjalar pada medium air laut dengan kecepatan kurang lebih 1500 m
perdetik dengan panjang lintasannya dua kali kedalaman air laut yang dilaluinya.
Gambar 2.6 Alat Perum Gema ( Echosounder )
15
Pada alat ukur echosounder (Gambar 2.10) faktor ΔT diukur pada sistem pada alat
sedangkan faktor C merupakan besaran konstanta yang menyatakan kecepatan standar
yang digunakan pada alat tersebut. Pada kenyataannya nilai C tersebut perlu diberikan
koreksi yang bergantung kepada sifat fisik medium yang dilalui gelombang suara, masing
- masing memberikan andil dalam penentuan ketelitian kedalaman ukuran. Pada beberapa
alat ΔT tidak diukur secara langsung akan tetapi dimanipulasikan dari gerakan stillus (
kawat pembakar ). Dengan penandaan saat gelombang dipancarkan dan diterima pada
kertas grafik sepanjang lintasan kawat stilus, maka kedalaman ukuran dapat ditentukan
dari jarak anaara kedua tanda tersebut. Sedangkan nilai C manipulasikan sebagai
kecepatan lintasan pita stillus. Kedalaman ukuran digambarkan pada kertas grafik (
echogram ), seperti terlihat pada Gambar 2.7, garis jarak antara garis nol ( Zerro line )
dengan garis kedalaman, atau dapat juga ditampilkan dalam bentuk angka.
Beberapa alat telah menyediakan garis-garis skala kedalaman pada kertas grafiknya,
sedangkan yang lainnya hanya berupa kertas polos/blanko saja. Selain dari pada gambar
grafik hasil rekaman alat maka pada kertas grafik tersebut dapat juga dituliskan catatan
yang diperlukan pada saat pengukuran, seperti tanggal, waktu, nomor lajur atau fix perum,
dsb. Pada waktu atau tempat tertentu pada grafik dapat diberikan tanda garis fix untuk
memberikan tanda pada posisi atau kedalaman tersebut dilakukan pengukuran posisinya
atau hal lainnya yang dianggap penting.
16
Gambar 2.7 Kertas Grafik ( Echogram )
2.4 Penentuan Posisi di Laut Dengan GPS
Survei untuk penenentuan posisi dari suatu jaringan titik di permukaan bumi dapat
dilakukan secara terestris maupun ekstra terestris, penentuan posisi titik-titik dilakukan
dengan melakukan pengamatan terhadap target atau obyek yang terletak di permukaan
bumi. Dalam metode penentuan posisi titik secara ekstra terestris, dilakukan dengan
melakukan pengamatan atau pengukuran terhadap benda atau obyek di angkasa, baik
berupa benda-benda, seperti bintang, bulan, dan quasar, maupun terhadap benda atau
obyek buatan manusia seperti satelit.
Dari beberapa metode dan penentuan posisi secara ekstra terestris, GPS ( Global
Positioning System ) adalah sistem yang saat ini paling banyak digunakan untuk keperluan
survei penentuan posisi, termasuk penentuan posisi di laut. Karena ada beberapa hal yang
menjadikan survei menggunakan GPS lebih banyak dimanfaatkan, yaitu :
Grafik Kedalaman
Garis Nol
Draft Transducer
Garis & Nomor Fix
Angka Garis Kedalaman
Garis Kalibrasi
a.
b.
j
c.
d.
2.4.1
Pada
belak
satel
posis
diten
geos
topo
Pada surve
survei teres
GPS.
Karena tid
jaringan GP
ribuan km.
Pelaksanaan
kondisi cua
Pada survei
dan vertika
1 Prinsip
a dasarnya k
kang ) den
lit GPS yan
si dengan G
ntukan adal
sentrik satel
sentris satel
ei GPS tida
stris, yang d
dak memerl
PS bisa me
n survei GP
aca.
i GPS koor
l).
Penentuan
konsep dasa
ngan jarak,
ng koordina
GPS diperli
ah vektor p
lit GPS (r) t
lit terhadap
Gambar
ak diperluka
diperlukan
lukan salin
empunyai sp
PS dapat dil
rdinat titik-t
n Posisi di L
ar penentua
yaitu deng
atnya telah
ihatkan pad
posisi geose
telah diketa
pengamat (
r 2.8 Prinsi
an saling k
adalah salin
ng keterliha
pasi jarak y
lakukan sian
titik ditentuk
Laut denga
an posisi de
gan penguk
h diketahui.
da Gambar
entrik penga
ahui maka y
(ρ).
ip Dasar Pe
(Pendekata
keterlihatan
ng keterliha
atan antar
yang relatif
ng maupun
kan dalam
an GPS
ngan GPS a
kuran jarak
Secara ve
2.8. Dalam
amat (R). U
yang perlu d
enentuan P
an Vektor)
antartitik s
atan antara
titik, mak
jauh sampa
malam hari
tiga dimens
adalah rese
secara sim
ktor, prinsi
m hal ini pa
Untuk itu k
ditentukan a
Posisi Deng
seperti haln
titik denga
ka titik-titik
ai puluhan
i serta dalam
si (posisi ho
ksi ( pengik
multan ke b
ip dasar pe
arameter ya
karena vekto
adalah vekto
gan GPS
17
nya pada
an satelit
k dalam
maupun
m segala
orisontal
katan ke
beberapa
enentuan
ang akan
or posisi
or posisi
Pu
Pada
satel
dapa
mela
hany
Pada
meka
posis
Posi
diny
akan
posit
terha
terha
meng
Di s
peng
yang
usat Bumi
a pengamata
lit dan buka
at diterapkan
akukan pen
ya terhadap
a operasion
anisme pen
si, yang aka
si yang dibe
yatakan dala
n ditentukan
tioning). P
adap pusat
adap titik
ggunakan m
amping itu,
gamatan set
g biasanya d
ρ 2 ρ 1
an dengan
an vektor-ny
n. Untuk m
ngamatan te
satu satelit,
nalisasi, pri
ngaplikasian
an dijelaska
Gambar
erikan oleh
am datum W
n posisinya
Posisi titik
bumi deng
lainnya ya
metode difer
, GPS dapa
telah data p
dilakukan un
ρ 4
ρ 3
GPS, yang
ya. Oleh seb
mengatasi ha
erhadap beb
, seperti yan
insip penen
nnya dapat
n lebih lanj
r 2.9 Prinsi
GPS adalah
WGS (Wor
a dapat diam
dapat dite
gan mengg
ang telah d
rensial (rela
at memberik
engamatann
ntuk menda
bisa diuku
bab itu rumu
al ini, pene
berapa sate
ng ditunjukk
ntuan posis
t diklasifika
ut pada sub
ip Dasar Pe
h posisi tiga
ld Geodetic
m (static p
entukan den
gunakan me
diketahui k
atif) yang m
kan posisi s
nya diprose
apatkan kete
Satelit G
ur hanyalah
us yang terc
entuan posis
elit sekaligu
kan pada ga
i dasar den
asikan atas
bbab berikut
enentuan P
a dimensi (X
c System) 1
positioning)
ngan meng
etode penen
koordinatny
menggunakan
secara insta
es secara leb
elitian yang
GPS
jarak antar
cantum pad
si pengamat
us secara s
ambar 2.9.
ngan GPS,
beberapa
tnya.
Posisi Deng
X , Y , Z ata
1984. Deng
ataupun b
ggunakan s
ntuan posis
ya (stasiun
n minimal d
an (real time
bih ekstensi
lebih baik.
r pengamat
da gambar 2
t dilakukan
simultan, da
berdasarka
metode pe
gan GPS
aupun φ, λ,
an GPS, tit
bergerak (ki
satu receiv
si absolut,
referensi)
dua receiver
e) ataupun
if (post pro
18
t dengan
.8 tidak
n dengan
an tidak
an pada
enentuan
h) yang
tik yang
inematic
ver GPS
ataupun
dengan
r GPS.
sesudah
cessing)
19
Metode Absolut Metode Relatif
Statik
Kinematik
2.4.2 Metode Penentuan Posisi
Dalam pengukuran dengan GPS dikenal beberapa metode penentuan posisi dan secara
umum dapat dibagi sebagai berikut
Secara umum posisi dapat ditentukan dengan mengacu pada :
a. Suatu sistem koordinat yang tetap yang didefinisikan dengan baik, yaitu yang
diorientasikan, biasanya ke pusat massa bumi, disebut sebagai Penentuan Posisi
Absolut ; atau
b. Ke titik lainnya, yaitu dengan menempatkan satu titik di bumi sebagai titik asal suatu
sistem koordinat lokal, disebut sebagai Penentuan Posisi Relatif.
Namun di dalam penentuan posisi dengan metode-metode tersebut dikenal dua besaran
pengukuran atau pengamatan dengan GPS, yaitu pengukuran pseudorange dan pengukuran
fase. Kedua metode tersebut dapat digunakan untuk penentuan posisi absolut (point
positioning), juga penentuan posisi relatif (differential positioning).
2.4.2.1 Penentuan Posisi Absolut
Penentuan posisi secara absolut (absolute positioning) merupakan metode yang paling
mendasar dari GPS [Abidin, 2000]. Dalam metode ini hanya diperlukan satu receiver GPS
dan yang umum digunakan pada metode ini adalah GPS tipe navigasi (handheld). Pada
penentuan posisi secara absolut pada suatu epok dengan menggunakan data pseudorange,
ada empat parameter yang harus ditentukan yaitu parameter koordinat (X,Y,Z atau φ, λ, h)
dan parameter kesalahan jam receiver GPS. Oleh sebab itu pada penentuan posisi secara
absolut pada suatu epok dengan menggunakan data pseudorange diperlukan minimal
pengamatan jarak ke empat buah satelit.
2.4.2
Yang
mene
terha
peng
diket
lainn
Tuju
terse
K ko
deng
Ga
2.2 Penentu
g dimaksud
entukan bes
adap titik la
gamatannya
tahui koord
nya ditempa
uan penentu
ebut. Jika ke
oordinatnya
gan persama
Dimana
1
ambar 2.10
uan Posisi R
d dengan pen
sarnya beda
ain yang aka
a salah satu
dinatnya ata
atkan pada t
uan posisi r
edua receiv
a telah dik
aan sebagai
vektor peng
2
0 Penentua
Relatif
nentuan pos
a koordinat
an ditentuka
u alat pene
au titik yang
titik lain yan
relatif adal
ver masing-m
ketahui dan
berikut :
gamatan
rec
n Posisi de
sisi relatif a
antara titik
an koordina
erima (recei
g dianggap
ng akan dite
ah menentu
masing dile
titik U tid
..
3
eiver
engan Meto
adalah pene
k yang diket
atnya, atau d
iver) ditem
sebagai tit
entukan pos
ukan vekto
takkan di ti
dak diketah
..................
4
ode Pseudor
ntuan posis
tahui koord
dengan perk
mpatkan pad
ik referensi
sisinya.
r jarak ant
itik K dan t
hui, posisi
...................
range
si suatu titik
dinatnya (titi
kataan lain d
da titik yan
i dan alat p
tara kedua
titik U, dim
titik U dit
...................
20
k dengan
ik tetap)
di dalam
ng telah
penerima
receiver
ana titik
tentukan
......(2.3)
21
Penentuan posisi relatif efektif jika pengamatan dilakukan secara simultan di kedua titik
pengamatan, yaitu di titik yang diketahui dan tidak diketahui posisinya. Hal ini
dimaksudkan untuk mendapatkan pengamatan dengan besar kesalahan yang sama di kedua
titik tersebut, sehingga bila diselisihkan akan diperoleh posisi relatif yang bebas kesalahan,
terutama kesalahan akibat ionosfer dan troposfer. Penentuan koreksi diferensial pada
pengamatan pseudorange dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu DGPS
(Differential Global Positioning System) dan ACS (Active Control System). Dalam subbab
selanjutnya akan dibahas tentang penentuan posisi menggunakan metode DGPS.
2.3.2.3 Metode Penentuan Posisi dengan Sistem DGPS
Penentuan posisi kinematik dimaksudkan sebagai penentuan posisi suatu titik dimana titik
yang akan ditentukan posisinya bergerak. Penentuan posisi titik yang bergerak ini dapat
dilakukan dengan metode pengamatan relatif (point positioning) ataupun dengan metode
pengamatan relatif (differential positioning), dengan besaran pengamatan menggunakan
pseudorange atau beda fase (carrier phase). Hasil penentuan posisinya bisa didapatkan
atau diperlukan pada saat pengamatan (real time) ataupun sesudah pengamatan (post
processing).
Pada pelaksanaan penentuan posisi di laut, metode penentuan posisi kinematik yang
digunakan adalah sistem DGPS (differential GPS). Pada metode pengamatan dengan
DGPS dibutuhkan minimum dua receiver GPS yaitu di stasiun acuan dan lainnya di
stasiun pemakai. Stasiun acuan adalah stasiun yang telah diketahui koordinatnya
sedangkan stasiun pengamat adalah stasiun pengamat yang akan ditentukan posisinya
dengan DGPS.
Stasiun Acuan di titik yang telah diketahui posisinya mengukur jarak ke semua satelit GPS
yang dapat teramati. Dari hasil pengukuran data ephimeris dapat diperoleh jarak yang
sebenarnya antara satelit GPS dengan stasiun acuan di darat. Perbedaan hasil ukuran dan
hasil hitungan jarak diperoleh nilai koreksi jarak ke masing-masing satelit. Sistem DGPS
ini dapat dilihat pada Gambar 2.11.
22
Gambar 2.11 Sistem DGPS
Jika hasil koreksi jarak dari stasiun acuan dapat digunakan untuk koreksi jarak hasil
pengukuran di stasiun pengamat (kapal laut), maka akan diperoleh data pengukuran ‘yang
telah dikoreksi’. Atau dengan kata lain bisa menghapus kesalahan pengukuran jarak yang
timbul di stasiun pemakai (kapal laut). Hal ini dimungkinkan apabila stasiun pemakai dan
stasiun acuan mengamati kelompok satelit yang sama.
Prinsip DGPS tersebut cocok digunakan untuk jarak antara stasiun pengamat dengan
stasiun referensinya pendek.
Dari pernyataan di atas sedikitnya tiga komponen sistem dalam teknik DGPS, yaitu :
1. Sistem DGPS stasiun acuan yang bertugas mengamati sinyal dari satelit GPS dan
melakukan koreksi terhadap data hasil pengukuran. Sistem ini memiliki 4 bagian
utama, yaitu receiver acuan, pembangkit koreksi diferensial, pembentuk format
panduan koreksi diferensial, dan tampilan kontrol.
2. Sistem DGPS stasiun pemakai, yang bertugas mengamati sinyal satelit GPS dan
melakukan koreksi data pengamatan dengan data koreksi yang diterima dari sistem
DGPS stasiun acuan.
23
3. Sistem DGPS hubungan data, yang bertugas memancarkan sebagian atau seluruh data
diferensial ke stasiun pemakai untuk pengolahan secara real time. Sistem ini terpisah
di dua lokasi, satu di stasiun acuan dan lainnya di stasiun penerima.
2.3.2.4 Wide Area DGPS (WADGPS)
WADGPS merupakan pengembangan dari DGPS. Sistem ini akan menghasilkan koreksi
diferensial untuk wilayah yang lebih luas. Ide dasar dari pengembangan sistem ini adalah
keterbatasan stasiun acuan lokal yang mempunyai ketergantungan antara koreksi
diferensialnya dengan jarak antara stasiun acuan dan pemakai.
Jaringan WADGPS terdiri dari satu stasiun master, beberapa stasiun acuan lokal, dan
komunikasi data. Setiap stasiun acuan lokal dilengkapi dengan jam rubidum dan alat
penerima GPS yang mampu melacak semua satelit yang terlihat. Data GPS yang diambil
dari tiap stasiun acuan lokal dikirim ke stasiun master. Stasiun master mengestimasi
parameter hambatan ionosfir, dan kesalahan jam dan ephemeris satelit, berdasar pada data
posisi acuan yang sudah diketahui dan informasi yang dikumpulkan. Koreksi yang
diperoleh kemudian dikirimkan ke pemakai menggunakan sistem komunikasi yang cocok,
seperti satelit atau gelombang radio.
Proses penghitungan koreksi dapat dilihat sebagai berikut :
1. Stasiun acuan lokal pada posisi yang sudah diketahui mengumpulkan data
pseudorange GPS dari semua satelit yang terlihat.
2. Pseudorange dan ukuran hambatan ionosfir dikirim ke stasiun master.
3. Stasiun master menghitung koreksi.
4. Koreksi dikirimkan ke pemakai.
5. Pemakai menerapakan koreksi ke pseudorange amatan untuk meningkatkan ketelitian
pemakaian.