bab ii dasar teori 2.1 gambaran umum ata ii.pdf · dasar teori 2.1 gambaran umum ata 2.1.1 definisi...

19
21 BAB II DASAR TEORI 2.1 Gambaran Umum Ata 2.1.1 Definisi Ata Ata merupakan tumbuhan melilit jenis pakis yang di Bali dahulu digunakan sebagai bahan tali. Seiring dengan membanjirnya bahan tali sintetik maka kini peranan ata mulai berkurang. Pada saat ini ata dipakai untuk bahan baku kerajinan anyam-anyaman. Ditangan pengrajin di Bali ata diolah menjadi barang seni yang mempunyai nilai tinggi. Ata dianyam sedemikian rupa sehingga menghasilkan jenis-jenis produk seperti alas gelas dan lepekan piring. Gambar 2.1 merupakan kerajinan ata yang berbentuk lepekan piring dan alas gelas. Gambar 2.1 Kerajinan Ata yang Berbentuk Lepekan Piring dan Alas Gelas 2.1.2 Proses Produksi Pembuatan Kerajinan Ata Proses produksi pada dasarnya merupakan suatu kegiatan konversi bahan baku (input produksi) menjadi produk (output produksi). Proses produksi yang dilakukan dalam kegiatan usaha kerajinan ata hanya memerlukan peralatan yang relatif sederhana karena lebih banyak memanfaatkan keahlian tangan manusia untuk menciptakan hasil karya yang memiliki nilai seni tinggi. Tahapan yang dilalui dalam proses produksi kerajinan ata, seperti terlihat pada diagram alir dibawah. Gambar 2.2 merupakan diagram alir proses produksi kerajinan ata.

Upload: others

Post on 27-Jun-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

21

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Gambaran Umum Ata

2.1.1 Definisi Ata

Ata merupakan tumbuhan melilit jenis pakis yang di Bali dahulu digunakan sebagai

bahan tali. Seiring dengan membanjirnya bahan tali sintetik maka kini peranan ata mulai

berkurang. Pada saat ini ata dipakai untuk bahan baku kerajinan anyam-anyaman. Ditangan

pengrajin di Bali ata diolah menjadi barang seni yang mempunyai nilai tinggi. Ata dianyam

sedemikian rupa sehingga menghasilkan jenis-jenis produk seperti alas gelas dan lepekan

piring. Gambar 2.1 merupakan kerajinan ata yang berbentuk lepekan piring dan alas gelas.

Gambar 2.1 Kerajinan Ata yang Berbentuk Lepekan Piring dan Alas Gelas

2.1.2 Proses Produksi Pembuatan Kerajinan Ata

Proses produksi pada dasarnya merupakan suatu kegiatan konversi bahan baku

(input produksi) menjadi produk (output produksi). Proses produksi yang dilakukan dalam

kegiatan usaha kerajinan ata hanya memerlukan peralatan yang relatif sederhana karena

lebih banyak memanfaatkan keahlian tangan manusia untuk menciptakan hasil karya yang

memiliki nilai seni tinggi. Tahapan yang dilalui dalam proses produksi kerajinan ata,

seperti terlihat pada diagram alir dibawah. Gambar 2.2 merupakan diagram alir proses

produksi kerajinan ata.

22

Secara umum, terdapat 3 tahap penting dalam proses pembuatan kerajinan ata, yaitu

persiapan, penganyaman, pengeringan/pengasapan.

a) Persiapan

Tahap persiapan merupakan tahapan awal untuk membuat kerajinan ata. Persiapan

yang dimaksud adalah penyiapan bahan baku kerajinan. Apabila bahan baku telah

tersedia maka proses pembuatan kerajinan ata dapat dilakukan.

b) Penganyaman

Setelah bahan baku yang diperlukan tersedia, proses selanjutnya adalah menganyam

bahan baku yang tersedia untuk dibentuk menjadi produk yang diinginkan. Jenis-

jenis produk yang dihasilkan bisa bermacam-macam sesuai dengan pesanan, namun

adapula bentuk-bentuk baru yang dihasilkan pengrajin hasil dari keterampilan,

kreativitas dan kemampuan seni dari para pengrajin.

c) Pengeringan/pengasapan

Setelah ata dianyam menjadi bentuk yang diinginkan, selanjutnya dilakukan tahap

pengeringan untuk mengurangi kandungan air yang terdapat pada ata

sehingga produk yang dihasilkan tidak berjamur ketika diekspor. Proses

pengeringan ata dilakukan dengan cara pengasapan agar warna yang dihasilkan juga

Pemesanan / Order

Pembersihan

Penganyaman

Pengeringan/pengasapan

Pengepakan

Persiapan bahan baku

Pengiriman Barang

Bagian Produksi Pemasaran/toko

Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Produksi Kerajinan Ata

23

lebih bagus. Ata diletakan di dalam oven lalu diasapi oleh asap yang dihasilkan dari

kompor biomassa. Kurang lebih waktu yang diperlukan dalam proses ini adalah

satu hari.

2.2 Biomassa

Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetis, baik

berupa produk maupun buangan. Melalui fotosintesis, karbondioksida di udara

ditransformasi menjadi molekul karbon lain (misalnya gula dan selulosa) dalam tumbuhan.

Energi kimia yang tersimpan dalam tanaman dan hewan (akibat memakan tumbuhan atau

hewan lain) atau dalam kotorannya dikenal dengan nama bio-energi. Contoh biomassa

antara lain adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan,

limbah perkebunan, tinja dan kotoran ternak. Umumnya biomassa yang digunakan untuk

diambil energinya adalah biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah

setelah diambil produk primernya.

Kandungan utama biomassa adalah karbon, oksigen, dan hidrogen. Hal ini

ditunjukkan pada tabel 2.1. tentang ultimate analysis of biomass. Pada tabel tersebut

memperlihatkan komposisi dari 13 biomassa. Rumus kimia dari biomassa umumnya

diwakili oleh CxHyOz. Nilai koefisien dari x, y dan z ditentukan oleh masing-masing

biomassa.

Tabel 2.1 Ultimate Analysis of Biomassa (Raveendran et.al.)

(Sumber: Raveendran dkk. 1995, Tercantum dalam Badeau Pierre)

24

2.2.1 Sekam Padi

Sekam padi digunakan sebagai bahan bakar, untuk kompor biomassa. Sekam padi

merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang disebut

lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan beras sekam akan

terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam

dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti

bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar. Gambar 2.3 merupakan

sekam padi.

Gambar 2.3 Sekam Padi

Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30% dari bobot

gabah. Sekam padi memiliki komponen utama seperti selulosa (31,4-36,3%), hemiselulosa

(2,9-11,8%), dan lignin (9,5-18,4%) (NOUL). Selulosa dan hemiselulosa adalah suatu

polisakarida yang dapat dipecah menjadi monosakarida untuk selanjutnya dapat

dimanfaatkan untuk produksi senyawa-senyawa yang berguna, salah satunya adalah etanol.

Ditinjau dari data komposisi kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur kimia

penting seperti dapat dilihat pada Tabel 2.2, dan tabel 2.3.

25

Tabel 2.2 Hasil Analisa Proksimat dan Ultimate Sekam Padi

(Sumber: Grover, 1996)

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Sekam Padi

(Sumber: Anonim, Balai Penelitian Pasca Panen, 2006)

2.2.2 Sekam Padi Sebagai Sumber Energi Alternatif

Dari sisi momentum saat ini adalah saat yang paling tepat untuk mempromosikan

sekam padi sebagai salah satu sumber energi alternatif. Jika ini dilakukan, bukan saja

memberikan pilihan pada masyarakat menyangkut pemenuhan sumber energi yang murah

meriah, pada saat yang sama, juga memberi solusi mengelola sekam padi dengan

mengedepankan asas manfaat. Momentumnya juga dapat dikatakan tepat karena

masyarakat kini tengah dihadapkan pada pilihan sulit dalam memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari mereka, menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak. Naiknya harga bahan

bakar minyak, jelas menuntut tambahan biaya rumah tangga. Sementara pada saat yang

26

sama, sumber penghasilan masyarakat pada saat ini cenderung tidak ada perubahan. Ini

jelas sangat memberatkan, terutama bagi masyarakat pedesaan yang sangat menghandalkan

minyak tanah sebagai sumber bahan bakar utama mereka.

Memang selain minyak tanah, masih ada sumber energi lain seperti: kayu bakar dan

turunannya. Namun, menggunakan kayu bakar secara missal member resiko besar,

kelestarian hutan terancam. Demikian pula dengan batu bara yang penggunaannya hanya

cocok untuk sistem pembakaran siklus tertutup pada boiler dan mesin uap sejenisnya,

sangat rentan mengancam kesehatan bila digunakan sebagai sumber bahan bakar sistem

skala rumah tangga.

Dengan alasan tersebut, sangat tepat jika kemudian menjadikan sekam padi yang

notabene masih dianggap limbah dan tersedia melimpah sebagai bahan bakar alternatif,

khususnya bagi masyarakat pedesaan. Caranya, dengan memodifikasi dalam bentuk

kompor biomassa sekam padi yang praktis dan murah, sehingga mudah terjangkau oleh

masyarakat luas. Fungsi kompor biomassa sekam padi, bisa sebagai alat substitusi

menggantikan 100% minyak tanah. Namun, bisa juga sebagai komplementasi, yang bisa

mengurangi biaya pembelian minyak tanah. (Mustika, 2006).

2.3 Pengenalan Sistem Pengeringan

2.3.1 Prinsip Dasar Pengeringan

Pada dasarnya pengeringan adalah suatu proses pemindahan panas dan uap air

secara simultan yang memerlukan energi untuk menguapkan kandungan air yang

dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya

berupa panas. Biasanya proses pengeringan merupakan suatu proses akhir dari suatu

deretan operasi proses dan setelah pengeringan bahan siap untuk disimpan, dijual, atau

diolah kembali.

Berdasarkan sumbernya, faktor yang mempengaruhi pengeringan dibedakan

menjadi 2 yaitu:

27

1. Faktor internal, yaitu faktor yang mempengaruhi pengeringan yang berasal dari

material itu sendiri, faktor-faktor tersebut ialah ukuran material dan kadar awal air

material.

2. Faktor eksternal, yaitu faktor yang mempengaruhi pengeringan yang berasal dari

luar material. Faktor-faktor tersebut ialah perbedaan suhu dan kelembaban antara

material dan udara pengering dan kecepatan aliran udara pengering.

Berdasarkan atas proses kontak antara media pengering dengan bahan yang akan

dikeringkan, maka pengeringan dapat dibedakan menjadi:

1. Pengeringan langsung (Direct drying), disini bahan yang dikeringkan langsung

berhubungan dengan bahan yang dipanaskan.

2. Pengeringan tidak langsung (Indirect drying), udara panas berhubungan dengan

bahan melalui perantara, umumnya berupa dinding-dinding atau tempat meletakkan

bahan. Bahan akan kontak langsung dengan panas secara konduksi.

Berdasarkan cara pemindahan bahan yang dikeringkan, maka proses pengeringan

dibedakan menjadi 2 yaitu:

1. Pengeringan Kontinyu (Continuous Drying)

Bahan yang dikeringkan dilewatkan pada alat pengering secara berkesinambungan

dengan kapasitas dan kecepatan tetap. Jenis-jenis alat pengering dengan metode

kontinyu antar lain pengering terowongan (tunnel dryer), pengeringan drum (drum

dryer), pengeringan putar (rotary dryer), pengering semprot (spray dryer).

2. Pengeringan Tumpukan (Batch Drying)

Pada proses ini bahan yang dikeringkan ditampung dalam suatu wadah, kemudian

baru dikeringkan dan bahan dikeluarkan setelah mencapai keadaan kering,

kemudian dilanjutkan dengan memasukkan bahan berikutnya.

Pengeringan merupakan proses penguapan kandungan air dalam bahan dengan

waktu tertentu sesuai dengan kondisi udara di sekitarnya. Pada prinsipnya pengeringan

merupakan suatu proses pemindahan panas dan perpindahan massa uap air secara simultan.

Panas sensibel diperlukan untuk menaikkan temperatur material yang dikeringkan,

sedangkan panas laten diperlukan untuk menguapkan kandungan air yang terdapat pada

28

material. Uap air dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media

pengering yang biasanya berupa panas. Gambar 2.4 merupakan T-V diagram.

Gambar 2.4 T-V Diagram (sumber: Yunus, A. Cengel. 1997)

Secara singkat proses yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Proses pemanasan, pada tahap ini terjadi kenaikan temperature substansi yang

dipanaskan sebagai akibat adanya penambahan energi kalor dari luar. Sekalipun

sebenarnya terjadi proses penambahan volume, namun perubahan volume yang

terjadi sangat kecil maka dianggap bahwa kondisi volume konstan. Adapun energi

yang ditambahkan pada proses ini adalah berupa sensibel heat.

2. Proses perubahan fase, sekalipun pada tahapan ini memerlukan banyak energi

(latent heat), namun seluruh energi yang diterima oleh substansi tidak menimbulkan

perubahan temperatur karena dimanfaatkan untuk terjadinya proses penguapan

cairan yang terkandung dalam substansi yang dipanaskan (perubahan fase dari cair

menjadi uap air).

3. Proses pembuangan uap bersamaan dengan udara buang, pada tahap ini uap

air dibuang keluar ruangan pengering bersamaan dengan aliran udara buang. Pada

dasarnya rangkaian proses yang terjadi selama pengeringan meliputi dua proses

sebagai berikut:

• Proses perpindahan massa.

• Proses perpindahan panas.

Pemanasan

T

Perubahan fase

Pembuangan uap

V

29

2.3.2 Perpindahan Massa

Proses pengeringan utamanya ditentukan dari besarnya perpindahan massa dari

material yang dikeringkan ke fluida pengering, adapun proses perpindahan massa ini

tergantung dari beberapa faktor antara lain:

a) Koefisien perpindahan massa (hm)

Perpindahan massa yang berhubungan dengan proses pengeringan adalah secara

konveksi.

b) Perbedaan konsentrasi air (ΔCA) antara fluida pengering dan material yang

dikeringkan.

Perpindahan massa pada material dapat terjadi secara difusi, yaitu proses

perpindahan massa dari bagian dalam material ke bagian permukaan material dan

dilanjutkan dengan perpindahan massa secara konveksi, yaitu proses perpindahan massa

dari material ke fluida pengering (udara) yang mengalir. Sehingga perpindahan massa

secara konveksi dirumuskan sebagai berikut:

Na = hm.A. (CAS - CA∞) (kmol/s)..................................................................................(2.1)

Dimana:

hm = koefisien perpindahan massa konveksi (m/s)

A = luas penampang material (luas permukaan perpindahan massa) (m2)

CAS = konsentrasi molar air (uap air) di permukaan material (kmol/m3)

CA∞ = konsentrasi molar uap air di udara pengering (kmol/m3)

Laju pengeringan tergantung pada besarnya laju perpindahan massa konveksi dari

permukaan material menuju udara pengering. Laju perpindahan massa konveksi tergantung

pada koefisien perpindahan massa konveksi (hm), dimana besar kecilnya hm tergantung

pada temperature rata-rata udara pengering dan kecepatan aliran fluida (udara) pengering.

Makin besar kecepatan dan semakin tinggi temperatur udara pengering maka semakin besar

hm, semakin besar pula laju perpindahan massa konveksi.

30

2.4 Perpindahan Panas

Perpindahan panas atau heat transfer adalah ilmu untuk meramalkan energi atau

proses perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan temperatur di antara

benda atau material, dimana energi yang berpindah tersebut dinamakan kalor atau panas

(heat). Panas akan berpindah dari medium yang bertemperatur lebih tinggi ke medium yang

temperaturnya lebih rendah. Perpindahan panas ini berlangsung terus sampai ada

kesetimbangan temperatur diantara kedua medium tersebut. Perpindahan panas dapat

terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu perpindahan panas secara konduksi, konveksi,

dan radiasi.

2.4.1 Perpindahan Panas Konduksi

Perpindahan panas konduksi adalah perpindahan panas yang terjadi akibat adanya

perbedaan temperatur antara permukaan yang satu dengan permukaan yang lain pada suatu

media padat atau pada media fluida yang diam.

Konsep yang ada pada konduksi adalah merupakan aktivitas atomik dan molekuler.

Sehingga peristiwa yang terjadi pada konduksi adalah perpindahan energi dari partikel

yang lebih energetik (molekul lebih berenergi/bertemperatur tinggi) menuju partikel yang

kurang energetik (molekul kurang berenergi/ bertemperatur lebih rendah), akibat adanya

interaksi antara partikel-partikel tersebut.

Untuk kondisi perpindahan panas keadaan steady melalui dinding datar satu

dimensi seperti ditunjukan pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Perpindahan Panas Konduksi Pada Dinding Datar

Sumber: (Incropera, Frank P and DeWitt, David P., 1996)

Persamaan laju konduksi dikenal dengan Hukum Fourier tentang Konduksi(Fourier

Low of Heat Conduction), yang persamaan matematikanya sebagai berikut:

31

qkond = dx

dTkA ........................................................................................ ……………(2.2)

Dimana:

qkond = laju perpindahan panas konduksi (W)

k = konduktivitas thermal bahan (W/m.K)

A = luas penampang tegak lurus terhadap arah aliran panas (m)

dx

dT = gradien temperatur pada penampang tersebut (K/m)

Tanda negatif (-) diselipkan agar memenuhi Hukum Kedua Termodinamika, yaitu

bahwa panas mengalir dari media yang bertemperatur lebih tinggi menuju media yang

temperaturnya lebih rendah.

2.4.2 Perpindahan Panas konveksi

Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi akibat adanya

perbedaan temperatur dari suatu permukaan media padat menuju fluida yang mengalir

(bergerak) atau sebaliknya. Suatu fluida memiliki temperatur, T, yang bergerak dengan

kecepatan, u, di atas permukaan media padat (Gambar 2.6). Temperatur media padat lebih

tinggi dari temperatur fluida, maka akan terjadi perpindahan panas konveksi dari media

padat ke fluida yang mengalir.

Gambar 2.6 Perpindahan Panas Konveksi dari Permukaan Media Padat ke Fluida yang Mengalir

Sumber: (Incropera dan DeWitt, 3rd ed.)

Laju perpindahan panas konveksi adalah merupakan Hukum Newton tentang

pendinginan (Newton’s Law of Cooling) yaitu:

qkonv = h.As.(Ts - T) .................................................................................. ………...(2.3)

32

Dimana:

qkonv = laju perpindahan panas konveksi (W)

h = koefisien perpindahan panas konveksi ( W/m2.K)

As = luas permukaan perpindahan panas (m2)

Ts = temperatur permukaan (K)

T = temperatur fluida (K)

Menurut aliran fluidanya, perpindahan panas konveksi dapat diklasifikasikan

menjadi:

a. Konveksi paksa (forced convection), terjadi bila aliran fluidanya disebabkan oleh

gaya luar, seperti: blower, pompa, atau kipas angin.

b. Konveksi alamiah (natural convection), terjadi bila aliran fluidanya disebabkan

oleh efek gaya apungnya (buoyancy forced effect). Pada fluida, temperatur

berbanding terbalik/berlawanan dengan massa jenis (density). Dimana, makin tinggi

temperatur fluida maka makin rendah massa jenis fluida tersebut, sebaliknya makin

rendah temperatur maka makin tinggi massa jenisnya. Fluida dengan temperatur

lebih tinggi akan menjadi lebih ringan karena massa jenisnya mengecil maka akan

naik mengapung di atas fluida yang lebih berat.

2.4.3 Perpindahan Panas Radiasi

Proses perpindahan panas secara radiasi (pancaran) adalah suatu proses perpindahan

energi panas yang terjadi dari benda yang bertemperatur tinggi menuju benda dengan

temperatur lebih rendah dengan tanpa melalui suatu medium perantara. (Kreith 1986).

Pada proses perpindahan energi panas secara radiasi ini semua permukaan pada

temperature tertentu mengemisikan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik,

proses perpindahan panas secara radiasi dapat pula terjadi pada dua media yang dibatasi

oleh media yang bersuhu lebih dingin daripada keduanya (Cengel 1997). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa perpindahan panas secara radiasi adalah mekanisme perpindahan panas

yang terjadi melalui gelombang elektromagnetik yang terjadi pada suatu permukaan

dengan emisivitas antara nol dan satu.

Laju perpindahan panas radiasi atau panas yang diemisika oleh permukaan suatu

benda riil (nyata) adalah:

33

q RADIASI = ε σ Ts4 A..............................................................................................................(2.4)

Dimana:

q RADIASI= laju perpindahan panas secara radiasi (Watt)

ε = emisivitas permukaan benda.

σ = konstanta Stevan – Boltzmann (5,67 . 10-8

) (W/ )

Ts = temperatur permukaan benda, selalu dalamabsolut (K)

A = luas permukaan perpindahan panas radiasi (m2)

Tsur = temperatur surrounding (K)

Laju perpindahan panas radiasi netto antara permukaan benda yang bertemperatur

lebih tinggi menuju permukaan media yang bertemperatur lebih rendah atau sebaliknya

dinyatakan dengan:

q RAD. NETTO = ε A σ (Ts4- Tsur

4) jika Tsur <Ts.........................................................................(2.5)

q RAD. NETTO = ε A σ (Tsur4- Ts

4) jika Tsur >Ts.........................................................................(2.6)

2.5 Udara Pengering

Fluida adalah suatu zat atau substanti yang akan mengalami deformasi secara

berkesinambungan apabila menerima gaya geser walaupun gaya geser yang diterimanya

tersebut sangat kecil. Fluida terdiri dari komposisi molekul-molekul dalam gerakan

konstan.

2.5.1 Aliran Udara Pengeringan

Pada proses pengering ini menggunakan proses aliran alami (Natural Flow) yaitu

menggunakan cerobong sebagai pengalir udara, sehingga laju aliran massa (mass flow rate)

udara dipengaruhi oleh efek gaya apung. (Bouyancy Force Effect). Dengan laju aliran

massa udara yang alami memungkinkan udara pengering mencapai temperatur yang lebih

tinggi, sehingga udara pengering dapat mengeringkan dengan lebih efisien.

34

Fungsi aliran udara pengering adalah:

- Sebagai perantara gelombang panas melintasi permukaan luar material, sehingga

yang terkandung pada material terevaporasi.

- Membawa uap air yang terevaporasi dari permukaan material menuju cerobong

pembuangan udara bercampur uap.

2.6 Stack Effect

Stack efek adalah pergerakan udara ke dan dari cerobong asap, tumpukan gas

buang, dan didorong oleh kemampuan mengapung. Apung terjadi karena perbedaan

tekanan antara dalam ruangan dorongan kerapatan udara bebas yang disebabkan oleh

perbedaan suhu dan kelembaban. Hasilnya adalah positif atau negatif (gaya apung).

Semakin besar perbedaan termal dan ketinggian struktur, semakin besar kekuatan daya

apung, dan dengan demikian efek tumpukan yang disebut sebagai “efek cerobong asap”

akan membantu mendorong ventilasi alami dan infiltrasi.

2.7 Kelembaban Udara (Air Humidity)

Material memiliki kemampuan untuk menyerap dan melepaskan kandungan air.

Oleh karena itu penting untuk dapat mengetahui tingkat kelembaban udara sekitarnya.

Adapun macam – macam kelembaban udara, adalah sebagai berikut:

a) Kelembaban Udara Absolut (Absolute Humidity, ω)

Kelembaban udara absolut adalah nilai jumlah kandungan uap air dalam satu

kilogram udara (gr/Kg). Namun nilai kelembaban udara absolut ini sangat

dipengaruhi oleh panas termal udara, namun demikian nilainya tidak mengalami

perubahan saat mengalami pemanasan ataupun pendinginan. Pada temperatur

tinggi, udara cenderung menghisap kelembaban (uap air).

b) Kelembaban Udara Relatif (Relative Humidity, Ф)

Adalah jumlah persentase kandungan uap air yang dihitung atas dasar udara

berkandungan maksimum (udara jenuh). Kelembaban relatif pada udara jenuh harus

selalu 100%. Kelembaban udara relatif akan menurun bila udara dipanaskan dan

meningkat bila udara didinginkan. Dengan catatan bahwa jumlah kandungan air

yang ada pada udara tidak mengalami perubahan.

35

2.8 Sistem Pengering Buatan

System pengering buatan berbeda dengan system pengering secara alami (Natural

Air Drying), pada system ini proses pengeringan tidak sepenuhnya bergantung pada kondisi

cuaca. Sirkulasi gerakan dan arah angin yang mengandung energi panas udara yang

mengalir baik proses aliran paksa maupun alami, bila udara dalam ruangan terlalu lembab

udara tersebut dapat dibuang melalui saluran pembuangan (damper) untuk kemudian

digantikan dengan udara baru yang tidak terlalu lembab.

Sifat pengering buatan dibuat untuk mendapatkan beberapa nilai positif yang tidak

dapat dicapai oleh sistem pegeringan secara, alami, misalnya:

1. Proses pengeringan tidak sepenuhnya bergantung pada panas matahari atau kondisi

musim.

2. Dengan singkatnya proses pengeringan, kapasitas pengeringan dapat ditingkatkan.

3. Proses pengeringan dapat terjadi secara kontinyu dan dapat dilakukan sewaktu-

waktu sesuai keinginan.

4. Bahan yang dikeringkan akan lebih aman dari gangguan luar yang dapat merusak

bahan atau produk, seperti: debu, hewan, gangguan cuaca dan lain-lain.

5. Penggunaan filter udara pada saluran udara masuk memungkinkan bahwa udara

pengeringan benar-benar bersih dari kotaran, debu dan lainnya.

2.9 Nilai Kalor

Nilai kalor adalah suatu angka yang menyatakan jumlah panas/kalori yang

dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah bahan bakar tertentu dengan udara/oksigen

menurut Yelina, dkk (2000). [14]

Nilai kalor dapat dicari dengan menggunakan alat bomb calorimeter untuk

mengetahui selisih perubahan temperature dalam proses pembakaran dan data tersebut

dapat dihitung dengan rumus:

..................................................................................(2.7)

HHV = ......................................................................................(2.8)

36

LHV = ..................................................................................................(2.9)

Dimana :

HHV = nilai kalor atas bahan bakar (kal/gr)

C = nilai kalor standarisasi dari natrium benzoid acid (kal/˚C)

= (T2-T1) selisih antara temperatur akhir selama temperatur awal (˚C)

LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (kal/gr)

X = massa H2O yang terbentuk dalam proses pembakaran (gr H2O/gr bb)

LH = panas latent penguapan H2O (kal/gr H2O)

2.10 Kesetimbangan Energi

Kesetimbangan energi yang terjadi dalam sistem pengering (alat pengering dan

kompor biomassa) seperti gambar 2.7 dibawah ini:

+ ĖLc

Tc

= 0

QLTP

QLTS

bb + Ėbb

QLTK

Gambar 2.7 Skematik Sistem Pengeringan

37

Keterangan:

Ėbb = laju energi bahan bakar (kJ/s)

Ėla = laju energi pada abu (kJ/s)

Ėlc = laju energi losses pada cerobong (kJ/s)

QLTK = laju panas losses transmisi pada dinding kompor (kJ/s)

QLTP = laju panas losses transmisi pada dinding pengering (kJ/s)

QLTS = laju panas losses transmisi pada saluran penghubung kompor dengan ruang

pengering (kJ/s)

Kesetimbangan energi pada sistem:

Ėin = Ėout + Ėst …………………………………………………………………………(2.10)

Dimana:

Ėin = laju energi masuk system pengering (kJ/s)

Ėout = laju energi keluar sistem (kJ/s)

Ėst = laju energi tersimpan dalam sistem (kJ/s)

Asumsi: Ėst = 0, karena sistem stedy state

Maka persamaan diatas:

Ėin = Ėout………………………………………………………………………………..(2.11)

Ėbb = Ėuse + Ėlosess…………………………………………………………………….....(2.12)

Ėlosess = Ėla + QLTK + QLTS + QLTP + ĖlC…………………………………………..........(2.13)

Ėlosess = Ėla + Ėlc………………………………………………………………………....(2.14)

Laju energi pada cerobong:

Ėlc = ( + ) Cp.Tc……………………………………………………………......(2.15)

Laju energi losses pada abu:

Ėla = . Cp . Tabu…………………………………………………………….….....(2.16)

Dimana:

= laju massa flue gas(Kg/s)

= laju massa air pada ata yang terbuang/menguap (Kg/s)

Cp = kalor jenis pada tekanan konstan (udara)

= laju massa abu (Kg/s)

Ėlc = laju energi losses pada cerobong ( Kj/s)

Ėla = laju energi losses pada abu (kJ/s)

38

Tc = temperatur cerobong (oC)

Tabu = temperatur abu (oC)

R total = R1 + R2

= LB + LA ………………………………………………………………(2.17)

KB . A KA . A

Laju panas losses transmisi pada dinding pengering:

QLTP = ∆T ……………………………………………………….………………(2.18)

R total

= TSi – Tso

R total

Laju panas losses transmisi pada saluran penghubung kompor dengan ruang pengering:

QLTS = ∆T ………………………………………………………………………(2.19)

R total

= TSi – Tso

R total

Laju panas losses transmisi pada dinding kompor:

QLTK = ∆T ………………………………………………………………………(2.20)

R total

= TSi – Tso

R total

Dimana:

R1 = tahanan thermal pada plat besi (k/w)

R2 = tahanan thermal pada glasswool (k/w)

LB = ketebalan material glasswool (m)

LA = ketebalan material plat besi (m)

KB = konduktivitas thermal material glasswool (w/m.k)

KA = konduktivitas thermal material plat besi (w/m.k)

A = luas penampang (m2)

Tsi = temperatur dinding bagian dalam sistem (K)

Tso = temperatur dinding bagian luar sistem (K)

39

2.11 Laju Massa Bahan Bakar

Laju massa bahan bakar dapat dihitung menggunakan rumus:

bb = ..........................................................................................................(2.21)

= laju massa bahan bakar (kg)

mawal = massa awal bahan bakar (gr)

msisa = massa sisa bahan bakar (gr)

t = waktu pengeringan (s)

2.12 Performansi Pengeringan

Performansi pengeringan dengan memanfaatkan energi panas dari kompor

biomassa meliputi parameter berikut ini:

a. Energi panas berguna (Ėuse

), yaitu jumlah energi kalor yang digunakan untuk

menguapkan masa air pada material persatuan waktu, dinyatakan dalam bentuk

persamaan sebagai berikut:

Ėuse = qevap = Ṁw . Lh (W) ...........................................................................................(2.22)

Dimana:

Ėuse = energi panas berguna (kJ/s)

Qevap = energi penguapan (kJ/s)

Ṁw = massa ata yang terbuang (kg/s)

Lh = didapat dari tabel saturated water yang dimana diasumsikan suhu material yang

dipanaskan

b. Sumber energi dari bahan bakar yang memasuki rak pengering, secara matematis

ditulis dalam persamaan sebagaimana berikut ini:

Ėbb = bb . HHV(W).....................................................................................................(2.23)

Dimana:

Ėbb = laju energi bahan bakar yang dipergunakan (kJ/s)

bb = laju massa bahan bakar yang dipergunakan (kg/s)

HHV = nilai kalor biomassa (kJ/kg).