bab vi lkpj ata 2014.pdf
TRANSCRIPT
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 1
BAB VI
PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN
6.1. Kerjasama Antar Daerah
6.1.1. Kebijakan dan Kegiatan
Kerjasama antar daerah merupakan sarana untuk memantapkan hubungan
dan keterikatan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, menyerasikan pembangunan
daerah dan mensinergikan potensi antar daerah. Dengan memperhatikan esensi
penyelenggaraan kerjasama tersebut, maka kebijakan kerjasama antar daerah
diarahkan pada peningkatan kerjasama untuk menciptakan sinergitas antar
daerah provinsi, kabupaten dan kota, baik yang dilaksanakan secara bilateral
maupun regional, sesuai dengan arah kebijakan pembangunan kewilayahan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 195 menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan penyediaan pelayanan publik, daerah dapat mengadakan
kerjasama dengan daerah lainnya atau bekerjasama dengan Pihak Ketiga, yang
didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, secara
sinergi dan saling menguntungkan.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 25 Tahun 2013 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2013 –
2018, arah kebijakan kerjasama daerah adalah :
a. Peningkatan kerjasama kemitraan strategis lintas provinsi, pemerintahan
pusat, dan kabupaten;
b. Peningkatan kualitas pengelolaan kerjasama Jawa Barat melalui aliansi
strategis multi pihak dalam dan luar negeri
6.1.2. Alokasi dan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan
a. Kegiatan Mengembangkan Kerjasama antar Daerah yang dilaksanakan oleh
Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat
Tahun Anggaran 2014 dengan jumlah anggaran sebesar Rp. 600.000.000,-
realisasi anggaran sebesar Rp. 520.744.600,- atau 86,79 %,.
Output dari kegiatan ini adalah fasilitasi penyelenggaraan kerjasama antar
daerah, sebagai berikut :
1. Kesepakatan Bersama antara Dirjen SDA Kemen PU, Dirjen Cipta Karya
Kemen PU, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi Jabar,
Pemerintah Kabupaten Bekasi, Pemerintah Kota Bekasi dan Pemerintah
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 2
Kabupaten Karawang tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum Jatiluhur untuk Wilayah Jakarta, Bekasi dan Karawang;
2. Perjanjian Kerjasama antara Direktorat Irigasi dan Rawa Kemen PU,
Perum Jasa Tirta II, Sekretaris Dirjen Cipta Karya Kemen PU, Sekda
Provinsi DKI Jakarta, Sekda Provinsi Jabar, Sekda Kabupaten Bekasi,
Sekda Kota Bekasi dan Sekda Kabupaten Karawang tentang
Pelaksanaan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Jatiluhur
untuk Suplai Air Minum Wilayah Jakarta, Bekasi dan Karawang;
3. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan
Provinsi Jawa Tengah tentang Perencanaan Program dan Kegiatan
Pembangunan Daerah Perbatasan Antara Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2015-2018;
4. Perjanjian Pinjam Pakai Tanah dan Bangunan di Jalan Perintis
Kemerdekaan KM 5 Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya untuk
Dipergunakan sebagai Outlet Kerajinan Imah Tasik;
5. Perjanjian Pinjam Pakai Pinjam Pakai Tanah dan Bangunan di Jalan R.E.
Martadinata Kelurahan Panyingkiran Kecamatan Indihiang Kota
Tasikmalaya;
6. Perjanjian Pinjam Pakai Tanah yang Terletak di Jalan Raya Garonggong
Desa Patapan Kecamatan Beber Kabupaten Cirebon untuk
Dipergunakan Sebagai Kantor Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan
dan Kehutanan Beber Kabupaten Cirebon;
7. Kesepakatan Bersama Penanganan Permasalahan Pengemis,
Gelandangan, Orang Terlantar (PGOT) dan Psikotik Jalanan Secara
Terpadu di Wilayah Perbatasan Jawa Barat Bagian Timur dan Jawa
Tengah Bagian Barat;
8. Perjanjian Kerjasama antara BP3AKB Provinsi Jawa Barat dengan
BP3AKB Provinsi NAD tentang Penanganan Korban Kekerasan
Terhadap Perempuan dan Anak serta Tindak Perdagangan Orang
(Trafficking);
9. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan
Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) tentang
Kerjasama Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat dan Provinsi
NAD;
10. Perjanjian Kerjasama tentang Pelayanan Terpadu Penyelenggaraan
Perlindungan bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan serta Tindak
Pidana Perdagangan Orang;
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 3
11. Kesepakatan Bersama Antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dengan
Pemerintah Provinsi Bengkulu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat,
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tengah, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, Pemerintah Provinsi
Maluku, Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi;
12. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jabar dengan
Pemerintah Provinsi NTB tentang Pemasaran Produk/Jasa Koperasi dan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah melalui Data Cyber;
13. Kesepakatan Bersama antara Ditjen Cipta Karya Kemen PU, Pemerintah
Provinsi Jabar dan Pemerintah Kabupaten Sumedang tentang Program
Sanitasi Berbasis Masyarakat;
14. Kesepakatan Bersama Antara Dirjen Sumber Daya Air Kementerian
Pekerjaan Umum RI, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah
Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Bogor tentang
Pembangunan Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi di
Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat;
15. Kesepakatan Bersama Antara Dirjen Sumber Daya Air Kementerian
Pekerjaan Umum RI, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah
Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kabupaten Bogor, Pemerintah Kota
Bogor dan Pemerintah Depok Provinsi Jawa Barat tentang Revitalisasi
Situ-Situ di Daerah Aliran Sungai Ciliwung dan Daerah Aliran Sungai
yang Mengalir ke Jakarta yang Berlokasi di Kabupaten Bogor, Kota
Bogor dan Kota Depok Provinsi Jawa Barat;
16. Perjanjian Kerjasama Antara Kepala Balai Besar Wilayah Sungai
Ciliwung, Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum RI,
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi Jawa Barat,
Pemerintah Kabupaten Bogor, Pemerintah Kota Bogor dan Pemerintah
Depok Provinsi Jawa Barat tentang Revitalisasi Situ-Situ di Daerah
Aliran Sungai Ciliwung dan Daerah Aliran Sungai yang yang Mengalir ke
Jakarta yang Berlokasi di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kota
Depok Provinsi Jawa Barat;
17. Kesepakatan Bersama Antara Kementerian Pekerjaan Umum RI,
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi Jawa Barat,
Pemerintah Kabupaten Bogor, Pemerintah Kota Bogor, dan Pemerintah
Depok Provinsi Jawa Barat Tentang Pembuatan Sumur Resapan di
Daerah Waduk, Situ dan Aliran Sungai yang Mengalir ke Jakarta yang
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 4
Berlokasi di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kota Depok Provinsi
Jawa Barat;
18. Perjanjian Kerjasama Antara Kementerian Pekerjaan Umum RI,
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi Jawa Barat,
Pemerintah Kabupaten Bogor, Pemerintah Kota Bogor, dan Pemerintah
Depok Provinsi Jawa Barat tentang Pembuatan Sumur Resapan
Pembuatan Sumur Resapan di Daerah Waduk, Situ dan Aliran Sungai
yang Mengalir ke Jakarta yang Berlokasi di Kabupaten Bogor, Kota
Bogor dan Kota Depok Provinsi Jawa Barat;
19. Kesepakatan Bersama Antara Kementerian Pekerjaan Umum RI,
Kementerian Perhubungan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,
Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kota Bogor tentang
Pembangunan Perluasan Angkutan Masal Berbasis Jalan Jakarta–Kota
Bogor di Ruang Milik Jalan Tol Jagorawi;
20. Kesepakatan Bersama Antara Pemerintah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta, Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah
Provinsi Banten tentang Pembangunan Sistem dan Pusat Distribusi
Agrobisnis Jabodetabekjur;
21. Addendum Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota Anggota BKSP Jabodetabekjur tentang
Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Lintas Batas di Wilayah Perbatasan
Jabodetabekjur;
22. Kesepakatan Bersama Antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Pemerintah Kota Depok Tentang
Pembangunan Jembatan Penyeberangan Orang di Atas Sungai Ciliwung
Antara Kelurahan Pasir Gunung Selatan Kecamatan Cimanggis Kota
Depok Provinsi Jawa Barat dengan Kelurahan Srengseng Sawah
Kecamatan Jagakarsa Kota Administrasi Jakarta Selatan Provinsi DKI
Jakarta;
23. Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Pemerintah Kota Depok tentang
Pembangunan Jembatan Penyeberangan Orang di Atas Sungai Ciliwung
Antara Kelurahan Pasir Gunung Selatan Kecamatan Cimanggis Kota
Depok Provinsi Jawa Barat dengan Kelurahan Srengseng Sawah
Kecamatan Jagakarsa Kota Administrasi Jakarta Selatan Provinsi DKI
Jakarta;
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 5
b. Kegiatan Menyelenggarakan Rapat Gabungan Forum Kerjasama Daerah
Mitra Praja Utama XIV Tahun 2014 yang dilaksanakan oleh Biro Otonomi
Daerah dan Kerjasama Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun
Anggaran 2014 dengan jumlah anggaran sebesar Rp. 850.000.000,- realisasi
anggaran sebesar Rp.821.062.000,- atau 97,00%, output kegiatan adalah :
terselenggaranya Rapat Gabungan Forum Kerjasama Daerah Mitra Praja
Utama XIV Tahun 2014 di Bandung pada tanggal 12 s.d. 14 Mei 2014, yang
diikuti oleh para Kepala Organisasi Perangkat Daerah dari seluruh Provinsi
Anggota Rapat Gabungan Forum Kerjasama Daerah Mitra Praja Utama XIV
Tahun 2014.
6.1.3. Permasalahan dan Solusi
a. Permasalahan
1. Kurangnya koordinasi baik lingkup Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
Provinsi Jawa Barat maupun antar pemerintah daerah, baik dalam tahap
perencanaan dan pelaksanaan kerjasama antar daerah;
2. Belum optimalnya peran kelembagaan kerjasama antar daerah (seperti :
FKD-MPU, APPSI, BKSP Jabodetabekjur, dan BKAD Kunci Bersama) dalam
pemecahan permasalahan bersama.
b. Solusi
1. Meningkatkan koordinasi dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan
kerjasama antar daerah melalui optimalisasi kelembagaan Tim Koordinasi
Kerjasama Daerah (TKKSD) Provinsi Jawa Barat;
2. Merevitalisasi badan kerjasama daerah dan/atau meningkatkan peran
kelembagaan kerjasama antar daerah, yang dilakukan secara bersama-
sama dengan pemerintah, pemerintah daerah lainnya selaku anggota
kelembagaan kerjasama antar daerah.
6.2. Kerjasama Daerah dengan Pihak Ketiga
6.2.1. Kebijakan dan Kegiatan
Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahannya
berdasarkan atas asas otonomi daerah dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya yang pada hakekatnya mendorong untuk menyusun
strategi pembangunan daerah yang terintegrasi dalam mewujudkan peningkatan
kesejahteraan masyarakat, sehingga Pemerintah Daerah mempunyai
kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggungjawab dalam
mengembangkan potensi daerah.
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 6
Pelaksanaan otonomi daerah jelas mempertegas prinsip-prinsip demokrasi,
peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi
keanekaragaman daerah dan supremasi hukum. Dengan kewenangan dan
tanggungjawab yang dimiliki, pemerintah daerah perlu menggali, mengelola dan
memberdayakan potensi sumberdaya alam dan manusia di daerah melalui
kerjasama daerah. Manfaat dari adanya kerjasama daerah, yaitu :
a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sumberdaya dan potensi
yang ada di daerah dalam upaya melanjutkan serta mengembangkan usaha;
b. Meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat di daerah; dan
c. Meningkatkan kemampuan daerah dalam menstimulasi mobilitas
sumberdaya, dan memperoleh manfaat dari sumberdaya yang tersedia.
Dalam rangka pengembangan peluang penyelenggaraan kerjasama
daerah, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menetapkan Peraturan Daerah
Nomor 9 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Kerjasama Daerah dan Peraturan
Gubernur Jawa Barat Nomor 43 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Kerjasama Daerah. Khusus mengenai kerjasama pemanfaatan
aset, dilaksanakan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Sebagai tindak lanjut dari regulasi tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa
Barat telah menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, yang juga telah dilengkapi dengan
petunjuk pelaksanaannya yaitu Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 14 Tahun
2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor
6 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 64 Tahun 2011 tentang
Perubahan atas Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 14 Tahun 2010 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 7
Adapun peraturan yang mengatur kerjasama dalam bidang pembangunan
infrastruktur mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden
Nomor 66 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor
67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur.
6.2.2. Alokasi dan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan Menata Kerjasama dengan Pihak Ketiga yang dilaksanakan oleh
Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat
Tahun Anggaran 2014 dengan jumlah anggaran sebesar Rp. 378.880.000,-
realisasi anggaran sebesar Rp. 371.209.000,- atau 99,29%.
Output dari kegiatan ini adalah fasilitasi penyelenggaraan kerjasama antar
daerah ini sebagai berikut :
a. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan PT. Bank
Pembangunan Daerah Jawa Bara Dan Banten, tbk tentang Pengelolaan Kas
Daerah;
b. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan PT. Bank
Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk tentang Penyimpanan
Dan Penyelesaiaan Retur Dana;
c. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Apotik
(10) Tentang Pemenuhan Obat Bagi Pegawai Negeri Sipil Dl Lingkungan
Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat;
d. Kesepakatan Bersama antara Bpk, Pemerintah Provinsi Jawa Barat Dan PT.
BJB tentang Akses Data Transaksi Rekening Pemerintah Provinsi Jawa Barat
secara Online pada PT BJB Dalam Rangka Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Daerah;
e. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan PT.
Angkasa Pura II (Persero) tentang Penyusunan Kajian Kerjasama
Pembangunan, Pengelolaan Dan Pengembangan Bandara Internasional Jawa
Barat Di Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat;
f. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan PT. PLN
tentang Pembayaran Rekening Tagihan Listrik;
g. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Bandung
Tust Advisory Group (B-Trust) tentang Peningkatan Efisiensi, Transparansi
dan Akuntabilitas Publik Melalui Peningkatan Layanan Pengadaan
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 8
Barang/Jasa Pemerintah dan Pengembangan Sistem Penanganan
Pengaduan Masyarakat;
h. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan
yayasan Saung Angklung Udjo Tentang Pengelolaan Lahan Konservasi di
Blok Slamet Kampung Cijaringao Desa Cimenyan Kecamatan Cimenyan
Kabupaten Bandung;
i. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan tentang Pengembangan
Manajemen Keuangan Pemerintah Daerah di Lingkungan Pemerintah
Provinsi Jawa Barat;
j. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan LAN
RI Tentang Pinjam Pakai Lahan;
k. Kesepakatan Bersama tentang Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Yayasan
Jubit Internasinal Tentang Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Miskin,
Kurang Mampu dan Anak Jalanan;
l. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan PT. Jabar
Telematika tentang Optimalisasi Pengelolaan Tower pada Organisasi
Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat;
m. Addendum Keempat Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa
Barat dan Bulog tentang Subsidi Operasi Pasar Murah Kebutuhan Pokok
Masyarakat;
n. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Perum Jasa
Tirta Tentang Konservasi Sumberdaya Air di Wilayah Sungai Citarum dan
Sebagian Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane;
o. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Perum
Perhutani tentang Sinergitas Pelaksanaan Pembangunan dalam Kerangka
Gerakan Citarum BESTARI;
p. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan PT. PTPN
VII tentang Sinergitas Pelaksanaan Pembangunan dalam kerangka Gerakan
Citarum BESTARI;
q. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Yayasan
Pertamina dan Lembaga One Day School Jawa Barat tentang Program
Penghijauan, Peningkatan Kualitas Pendidikan, Pengembangan
Kewirausahaan dan Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Sumberdaya Biologi
Tropik;
r. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Yayasan
Jubit Internasional Tentang Pengelolaan Aset Jalan Batununggal Indah VII
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 9
Nomor 5 Buahbatu Bandung untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Miskin, Kurang Mampu dan Anak Jalanan;
s. Kesepakatan Bersama Antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Yayasan
Winaya Mukti Tentang Peningkatan Sumberdaya Manusia Melalui Pendidikan
Tinggi Di Kampus Jalan Raya Bandung-Tanjungsari Km 29 Kecamatan
Tanjungsari Kabupaten Sumedang;
t. Perjanjian Kerjasama antara Perum Perhutani, Pemerintah Provinsi Jawa
Barat dan Lembaga Masyarakat Desa Huan Tarumajaya tentang
Pengembangan Hijauan Makanan Hijauan Ternak untuk Mendukung
Program Pengelolaan Peternakan Komunal Dalam Kerangka gerakan citarum
BESTARI;
u. Kesepakatan Bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Badan Informasi
Geopasial tentang Penyelenggaraan, Pengembangan, Pemanfaatan Data,
Informasi dan Infrastruktur Geospasial untuk Perencanaan, Pengendalian
dan Evaluasi Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat;
v. Kesepakatan Bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan PT. Jasa Sarana
Tentang Pendirian PT. Bandar Udara Internasional Jawa Barat;
w. Kesepakatan Bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Lembaga Sensor
Film tentang Penyelenggaraan Sensor Film untuk Televisi Lokal di Jawa
Barat;
x. Perjanjian Kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Perum Perhutani
tentang Penggunaan Kawasan Hutan untuk Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) dan Pengelolaan Sampah Regional Nambo di Wilayah Kabupaten
Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok;
y. Perjanjian Kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Barat Dan PTPN VII dan
Kelompok Peternak Pejanten tentang Pengelolaan Peternakan Komunal
Terintegrasi dan Berwawasan Lingkungan dalam kerangka Gerakan Citarum
BESTARI.
6.2.3. Permasalahan dan Solusi
a. Permasalahan
1. Masih adanya ketidaksesuaian peraturan perundang-undangan sektoral
dengan peraturan perundang-undangan dibidang pemerintahan daerah
yang berhubungan dengan pelaksanaan kerjasama daerah;
2. Kurangnya koordinasi antara para pihak yang melakukan kerjasama,
sehingga berpotensi menimbulkan perselisihan;
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 10
3. Belum optimalnya ketersediaan database penyelenggaraan kerjasama
daerah, serta belum optimalnya pengendalian dokumen kerjasama daerah
baik Kesepakatan Bersama maupun Perjanjian Kerjasama.
b. Solusi
1. Harmonisasi peraturan perundang-undangan sektoral melalui konsultasi
dan penyusunan kajian yuridis normatif yang dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam penyusunan dokumen kerjasama, pelaksanaan dan
penyelesaian perselisihan;
2. Meningkatkan koordinasi dengan mitra kerjasama sejak dari tahap
perencanaan sampai dengan pelaksanaan kerjasama, untuk
meminimalisasi timbulnya potensi konflik;
3. Mengoptimalkan inventarisasi dan kompilasi data Naskah Perjanjian
Kerjasama dan Kesepakatan Bersama, terutama yang bernilai strategis;
4. Menyusun kodifikasi kerjasama Daerah.
6.3. Kerjasama Luar Negeri
6.3.1. Kebijakan dan Kegiatan
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional, dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan
Luar Negeri bahwa Daerah diberi kesempatan untuk melakukan hubungan luar
negeri diantaranya kerjasama luar negeri dimana pelaksanaannya harus melalui
koordinasi pemerintah.
Sebagai landasan operasional, terdapat beberapa peraturan pelaksanaan,
antara lain Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 09/A/KP/XII/2006/01 tentang
Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri oleh
Pemerintah Daerah; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008
tentang Pedoman Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar
Negeri; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pedoman
Kerjasama Departemen Dalam Negeri dengan Lembaga Asing Non-Pemerintah;
dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 74 Tahun 2012 tentang Pedoman
Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Badan Swasta Asing.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008, mengatur
mengenai pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kerjasama pemerintah
daerah dengan pihak luar negeri oleh Menteri Dalam Negeri, sedangkan untuk
pembinaan dan pengawasan kerjasama pemerintah kabupaten/kota dengan
pihak luar negeri, Menteri Dalam Negeri dapat melimpahkannya kepada
Gubernur.
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 11
6.3.2. Alokasi dan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan
a. Kegiatan Menyusun Grand Design Kerjasama Daerah dengan alokasi anggaran
sebesar Rp. 200.000.000,- realisasi anggaran sebesar Rp. 195.800.000,- atau
97,90%. Kegiatan ini dilaksanakan berupa kajian yang dilakukan oleh tenaga
ahli. Hasil dari kegiatan ini adalah tersedianya dokumen Grand Design
Kerjasama Daerah. Sedangkan manfaat kegiatan ini adalah terwujudnya
Grand Design sebagai acuan atau panduan pelaksanaan program Kerjasama
Daerah.
b. Kegiatan Memfasilitasi Kerjasama antar Pemerintahan Luar Negeri dan
Menguatkan Komitmen Kerjasama dengan Mitra dari Wilayah Asia Pasifik
dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 720.000.000,-, dan realisasi anggaran
sebesar Rp. 498.819.000,- atau sebesar 69,28%. Kegiatan yang dilaksanakan
adalah Kunjungan ke Prefektur Miyagi dan Kota Ishinomaki, Jepang, sebagai
tindak lanjut Kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Pemerintah
Kota Ishinomaki, Miyagi Prefecture, Jepang di bidang Perikanan; Revitalisasi
Kerjasama dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan; Kajian
mengenai Prospek dan Kerjasama dengan Provinsi Istanbul dan Provinsi
Balikesir Turki; dan kunjungan ke Prefektur Nara Jepang dalam rangka
mengikuti Forum Pemerintah Daerah se Wilayah Asia Timur ke-5.
Hasil dari kegiatan ini adalah:
1. Kunjungan ke Prefektur Miyagi dan Kota Ishinomaki, Jepang adalah :
a) Penjajagan kerjasama dengan Pemerintah Prefektur Miyagi, Jepang di
bidang ekonomi, pendidikan, dan pariwisata.
b) Penandatanganan Minutes of Meeting oleh Wakil Gubernur Jawa Barat
dan Walikota Ishinomaki Jepang. Para pihak sepakat mengembangkan
hubungan yang saling menguntungkan melalui kegiatan-kegiatan: 1)
Pertukaran informasi yang bermanfaat; 2) Pelatihan dan bimbingan
bagi semua organisasi terkait; 3) Kerja sama dalam pemberian
beasiswa; 4) Mendorong transfer teknologi kepada peserta magang
bidang perikanan; dan 5) Mendorong pertukaran individu-individu yang
terkait dengan 4 item di atas.
c) Penandatanganan Addendum Kesepakatan Bersama antara Kepala
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat selaku
Penyelenggara Pemagangan dengan Asosiasi Perikanan di Prefektur
Miyagi tentang Usaha Pemagangan Keterampilan Perikanan bagi Warga
Negara Asing yang disesuaikan dengan standar Japan International
Training Cooperation Organization (JITCO).
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 12
Kerjasama dengan Pemerintah Kota Ishinomaki, Miyagi Prefektur
Jepang dan kerjasama antara Dinas Perikanan dan Kelautan dengan
Asosiasi Perikanan Jepang telah menghasilkan kegiatan sebagai berikut:
Magang nelayan/lulusan SMK Kelautan Jawa Barat di Kota
Ishinomaki sebanyak 8 angkatan/94 orang (sampai Tahun 2014).
Menurut informasi, pada bulan Oktober 2014 peserta magang telah
menerima peningkatan salary insentif menjadi antara 70.000 –
80.000 yen (kenaikan sekitar 10.000 yen atau sekitar 1 juta rupiah)
Hasil audisi tanggal 21 Agustus 2014, diperoleh 34 (tiga puluh
empat) orang yang telah lulus seleksi. Mereka direncanakan secara
bertahap mengikuti pendidikan dan pelatihan persiapan magang
yang bertempat di Instalasi Pelatihan Penangkapan Ikan di Cirebon
milik Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jabar. Saat ini
rencananya ada 8 orang yang telah siap diberangkatkan sebagai
gelombang pertama dari Angkatan VIII, yaitu pada tanggal 10
Desember 2014, sisanya akan diberangkatkan pada bulan Maret,
Mei dan Juli 2015.
Asosiasi Perusahaan Perikanan Jepang telah memberikan beasiswa
kepada 20 (dua puluh) orang siswa baru di SMK Negeri 1 Mundu
Cirebon dan SMK Negeri 2 Indramayu sebesar Rp. 3.000.000,- per
siswa per tahun yang pengelolaannya dilaksanakan langsung oleh
kedua SMK tersebut.
Telah dijajaki pula kerjasama pemagangan di industri pengolahan
perikanan.
2. Revitalisasi Kerjasama dengan Pemerintah Negara Bagian Australia
Selatan, Australia. Hasil dari kegiatan adalah :
Draft MoU Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Negara
Bagian Australia Selatan, Australia tentang Kerjasama Provinsi
Bersaudara dengan ruang lingkup kerjasama di bidang pertanian,
pariwisata, pendidikan, pemerintahan, promosi dan kerjasama di bidang
lainnya serta rencana program/kegiatan. MoU direncanakan dapat
ditanda tangani pada tahun 2015.
Terbukanya pengembangan kerjasama di bidang pendidikan,
pengembangan kapasitas SDM aparatur, promosi potensi daerah
khususnya di bidang seni dan budaya.
3. Kajian kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Provinsi Istanbul
dan Provinsi Balikesir Turki
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 13
c. Kegiatan Melakukan Fasilitasi dan Mengembangkan Kerjasama dengan
Badan/Lembaga Luar Negeri dengan alokasi anggaran sebesar Rp.
250.000.000,-, dan realisasi anggaran sebesar Rp. 248.320.000,- atau sebesar
99,33%. Manfaat dari kegiatan ini adalah terfasilitasinya kerjasama antara
pemerintah daerah dengan badan/lembaga luar negeri. Sedangkan hasil
kegiatan ini adalah :
1. Fasilitasi implementasi kerjasama antara Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Kementerian Agama dengan Lembaga Pemerintah Amerika
Serikat Peace Corps dalam Bidang Pengajaran Bahasa Inggris dan
Pelatihan Guru Bahasa Inggris melalui penempatan 45 orang relawan di
SMA/SMK dan Madrasah Aliyah di 11 Kabupaten/kota di Jawa Barat;
2. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan
The United States Agency for International Development (USAID)
tentang Kerangka Acuan Kerjasama Penyelenggaraan Bantuan Teknis
USAID untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran, Tata Layanan dan
Manajemen Pendidikan serta Koordinasi antara Institusi Pendidikan di
Jawa Barat;
3. Perjanjian Hibah tentang Penanggulangan AIDS Provinsi Jawa Barat
antara PT. GRM Internasional dan Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi
Jawa Barat (Support to Dinkes West Java for Harm Reduction Program);
4. Draft Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang Tim Koordinasi Hibah Luar
Negeri;
5. Keikutsertaan peserta program pemagangan bidang pendidikan di Korea
Selatan yang dibiayai KOICA untuk 1 orang aparatur selama dua minggu
dan pengusulan program magang bagi 40 orang aparatur Pemerintah
Daerah di bidang :
Human Resource Development and Management (Public Sector);
Infrastruktur dan Pengembangan dan Manajemen Lingkungan (PPP
dan Obligasi Daerah);
Good and Clean Government (ICT, E-GOV);
Fiscal Capacity Development for Provincial/Municipal Government Fund.
6. Tersedianya peluang kerjasama dengan NGO Asing dan Lembaga Donor
Asing (KOICA, Save The Children International, ASB, ICCO, OISCA,
VECO, PAI, CARE, SWISS CONTACT, WINROCK INTER, SNV) dengan
ruang lingkup kerjasama di bidang: penanggulangan bencana,
pengembangan SDM pariwisata, pengembangan usaha kecil dan
menengah, dsb.
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 14
d. Kegiatan Melakukan Evaluasi Kerjasama Daerah dengan Pemerintah dan
Badan/Lembaga Luar Negeri dengan alokasi anggaran sebesar Rp.
250.000.000,- dan realisasi anggaran sebesar Rp. 249.500.000,- atau sebesar
99,80%. Manfaat dari kegiatan ini adalah terlaksananya evaluasi kerjasama
daerah dengan pihak luar negeri dan tersedianya data evaluasi kerjasama luar
negeri. Kegiatan yang dilakukan adalah :
1. Rapat Koordinasi Evaluasi Kerjasama Luar Negeri untuk meningkatkan
pemahaman dan kapasitas aparatur pengelola kerjasama luar negeri di
pemerintah kabupaten/kota.
2. Melakukan kajian mengenai Indikator dan Instrumen Pelaksanaan
Kerjasama Luar Negeri dan Pedoman Pelaksanaan Evaluasi.
3. Mengevaluasi kerjasama yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
Jawa Barat dan membuat rencana tindak lanjut atas beberapa kerjasama
yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat;
4. Melakukan monitoring dan evaluasi kerjasama daerah dengan luar negeri.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengetahui dan memahami lebih jauh
tentang pelaksanaan kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah provinsi
dan kabupaten/kota di Jawa Barat dengan lembaga pemerintah maupun
non pemerintah luar negeri.
5. Laporan Evaluasi Kerjasama Luar Negeri.
6.3.3. Permasalahan dan Solusi
a. Permasalahan
1. Tidak adanya keterpaduan program/kegiatan kerjasama antar OPD
Provinsi Jawa Barat;
2. Perencanaan kerjasama yang tidak optimal;
3. Kurangnya komitmen OPD untuk menindaklanjuti kerjasama.
b. Solusi
1. Menyusun Grand Design Kerjasama Daerah;
2. Mengintensifkan koordinasi dan konsultasi, baik dengan Kementerian
Dalam Negeri dan Kementerian Luar Negeri maupun dengan pemerintah
kabupaten/kota dan OPD Provinsi Jawa Barat.
3. Melakukan fasilitasi, monitoring, pembinaan, pengawasan dan evaluasi
terhadap pelaksanaan kerjasama luar negeri baik yang dilakukan oleh
provinsi maupun oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 15
6.4. Koordinasi dengan Instansi Vertikal di Daerah
6.4.1. Kebijakan dan Kegiatan
Dalam rangka efektifitas dan efisiensi pembinaan dan pengawasan atas
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
kabupaten/kota, Presiden melimpahkan kewenangannya kepada gubernur untuk
bertindak atas nama Pemerintah Pusat dalam melakukan pembinaan dan
pengawasan kepada daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan otonominya
berdasarkan kepada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.
Sesuai dengan Pasal 38 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, gubernur sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi
mempunyai tugas dan wewenang: a) pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota; b) koordinasi
penyelenggaraan urusan pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota; c)
koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di
daerah provinsi dan kabupaten/kota. Disamping pelaksanaan tugas tersebut
gubernur sebagai wakili Pemerintah mempunyai tugas: a) menjaga kehidupan
berbangsa, bernegara dalam rangka memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia; b) menjaga dan mengamalkan ideologi Pancasila dan
kehidupan demokrasi; c) memelihara stabilitas politik; dan d) menjaga etika dan
norma penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Peran Gubernur sebagai wakil pemerintah untuk melaksanakan
pembinaan, pengawasan, koordinasi dan penyelarasan kegiatan pembangunan di
daerah akan meningkatkan sinergitas antara bupati/walikota dengan gubernur.
Pendanaan pelaksanaan tugas dan wewenang gubernur sebagai Wakil
Pemerintah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
melalui mekanisme dana dekonsentrasi yang dituangkan dalam Rencana Kerja
dan Anggaran Kementerian Dalam Negeri, yang merupakan bagian dari Program
Penguatan Penyelenggaraan Pemerintahan Umum dan Kegiatan
Penyelenggaraan Hubungan Pusat dan Daerah serta Kerjasama Daerah.
Penguatan peran gubernur sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi
juga dimaksudkan untuk memperkuat hubungan antar tingkatan pemerintahan.
Dalam pelaksanaan peran gubernur sebagai wakil pemerintah, maka hubungan
antara gubernur dengan bupati/walikota bersifat hierarkis, gubernur melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah
kabupaten/kota. Sebaliknya bupati/walikota melaporkan penyelenggaraan
pemerintahan di daerah kabupaten/kota.
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 16
Pelaksanaan peran gubernur sebagai wakil pemerintah dijabarkan dalam
bentuk program dan kegiatan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Tugas dan Wewenang
Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17
Tahun 2013 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Tugas dan Wewenang
Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di wilayah provinsi dan Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 118-133 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Dekonsentrasi Kegiatan Penyelenggaraan Tugas dan Wewenang Gubernur
sebagai Wakil Pemerintah Tahun Anggaran 2013 serta Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) Tahun Anggaran 2013 Provinsi Jawa
Barat, yang dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan. Adapun Program
dan kegiatan dimaksud, meliputi:
a. Fasilitasi Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) dalam wewujudkan
ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
b. Koordinasi penyelenggaraan pemerintahan umum di wilayah provinsi;
c. Kesekretariatan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di wilayah provinsi;
d. Peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di wilayah provinsi;
e. Pengendalian dan evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan;
f. Koordinasi perencanaan dan program dekonsentrasi, tugas pembantuan dan
urusan bersama lingkup Kementerian Dalam Negeri;
g. Pengendalian penyelenggaraan urusan pemerintah di wilayah provinsi;
h. Fasilitasi perundang-undangan.
6.4.2. Alokasi dan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan
Realisasi pelaksanaan Kegiatan Dekonsentrasi Peningkatan Peran Gubernur
Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi pada satuan kerja Sekretariat
Daerah Provinsi Jawa Barat adalah terselenggaranya rapat pimpinan daerah
dalam mewujudkan Ketentraman dan ketertiban masyarakat sebanyak 1 (satu)
kali, terselenggaranya rapat koordinasi penyelenggaraan pemerintahan umum di
wilayah Provinsi sebanyak 1 (satu) kali, terselenggaranya rapat kesekretariatan
gubernur sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi sebanyak 1 (satu) kali,
terselenggaranya rapat Pembinaan dan Pembakuan Nama-nama Rupabumi unsur
Alami sebanyak 1 (satu) kali, terselenggaranya rapat Koordinasi dan Fasilitas
Percepatan Penyelesaian Perselisihan Batas Antar Provinsi, Kabupaten/Kota
sebanyak 1 (satu) kali.
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 17
6.4.3. Permasalahan dan Solusi
Pelaksanaan tugas gubernur sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi
masih lemah. Salah satu faktor utama yang menyebabkan lemahnya pelaksanaan
peran gubernur sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi adalah keterbatasan
dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang disediakan untuk
mendanai pelaksanaan tugas dan wewenang gubernur sebagai wakil Pemerintah,
dikaitkan dengan peran gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat yang memiliki
tugas dan kewenangan melakukan koordinasi pembinaan dan pengawasan ke
kabupaten/kota pelaksanaannya menjadi kurang maksimal.
Solusi dari permasalahan tersebut, dengan meningkatkan hubungan
koordinasi yang bersinergi melalui komunikasi secara intensif baik formal maupun
non formal serta dibuat regulasi yang jelas untuk pelaporan supaya dapat
berjalan disesuaikan dengan anggaran yang ada, sehingga kegiatan dapat
terlaksana sesuai program.
6.5. Pembinaan Batas Wilayah
6.5.1. Kebijakan dan Kegiatan
Landasan kebijakan dalam pelaksanaan batas daerah, sebagai berikut:
1. Undang-undang yang berlaku sebagai Lex Generalis, yaitu Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang merupakan acuan
dasar dan umum terkait segala hal pemerintahan daerah;
2. Undang-undang yang berlaku sebagai Lex Specialis, yaitu berbagai undang-
undang tentang Pembentukan Daerah Otonom;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2002 jo Peraturan Pemerintah No. 78
Tahun 2008 Tentang Pembentukan Daerah;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Ketelitian Peta Tata
Ruang;
5. Peraturan Daerah/Peraturan Pemerintah yang terkait dengan Pembentukan
Wilayah Tingkat Kecamatan / Desa;
6. Kesepakatan Antar Daerah Tentang Batas (Bila Ada);
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Penegasan Batas Daerah; dan
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2006 Tentang Penetapan
Dan Penegasan Batas Wilayah Desa.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012
tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, menyatakan bahwa Penegasan Batas
Daerah adalah kegiatan penentuan titik-titik koordinat batas daerah yang dapat
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 18
dilakukan dengan metode kartometrik dan/atau survei di lapangan, yang
dituangkan dalam bentuk peta batas dengan daftar titik-titik koordinat batas
daerah.
Beberapa prinsip pokok penegasan batas daerah, yaitu mewujudkan batas
antar daerah yang jelas dan pasti baik dari aspek yuridis maupun fisik di
lapangan, berpedoman pada batas-batas daerah tersebut dalam undang-undang
pembentukannya daerah, melalui tahapan yang disepakati, dilakukan oleh Tim
Penegasan Batas Daerah (PBD) Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota serta
penyelesaian perselisihan batas daerah antar provinsi, dan kabupaten/kota.
Batas Daerah sangat penting, untuk tertib administrasi kewilayahan, tertib
penyelenggaraan pembangunan, tertib pelayanan umum dan tertib kegiatan
kemasyarakatan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan, bahwa penataan batas
daerah bukan berarti mengkotakkan wilayah nusantara, tetapi sifatnya lebih pada
penataan batas wilayah kerja administrasi pemerintahan, yang pada gilirannya
mempermudah koordinasi pelaksanaan pembangunan maupun pembinaan
kehidupan masyarakat di wilayahnya. Jadi kunci suksesnya adalah kesepakatan.
Peran Pemerintah Provinsi adalah memfasilitasi penegasan batas daerah,
melaksanakan penegasan batas daerah, memfasilitasi penyelesaian perselisihan
batas daerah dan koordinator Tim Penegasan Batas Daerah yang bersangkutan.
Provinsi Jawa Barat terdiri dari 27 kabupaten/kota memiliki 67 segmen
perbatasan, baik yang berbatasan antar kabupaten/kota di Jawa Barat maupun
antar kabupaten/kota di Jawa Barat dengan kabupaten/kota di Provinsi Banten,
DKI Jakarta dan Jawa Tengah. Dari 67 segmen batas yang sudah mendapatkan
penetapan dari Menteri Dalam Negeri, baru 22 segmen yang sudah ditetapkan
yaitu 15 segmen perbatasan antar kabupaten/kota di Jawa Barat, 2 segmen
perbatasan antar kabupaten/kota di Jawa Barat dengan kabupaten/kota di
Banten dan 5 segmen perbatasan antar kabupaten/kota di Jawa Barat dengan
kabupaten/kota di Jawa Tengah.
6.5.2. Alokasi dan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan
Realisasi dari pelaksanaan Kegiatan Penegasan Batas Daerah Antar
Provinsi dan Antar Kabupaten/Kota Jawa Barat Tahun 2014, telah dilaksanakan
Rapat Fasilitasi Penegasan Batas Daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2014, sesuai
dengan target 14 (empat belas) segmen yang telah diproses untuk diterbitkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri. Data 14 Segmen Batas Daerah dalam Proses
Draft Permendagri, sebagai berikut:
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 19
Tabel 6.1 SEGMEN BATAS DAERAH DALAM PROSES DRAFT PERMENDAGRI
No. Segmen Batas Daerah Jumlah Segmen
Draft Permendagri
Antar Kabupaten/Kota
1. Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Majalengka
1 1
2. Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat.
1 1
3. Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi 1 Belum selesai
4. Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta.
1 1
5. Kabupaten Bandung Barang dan Kota Bnadung
1 1
6. Kota Bekasi dan Kota Depok 1 1
7. Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bandung Barat
1 1
8. Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bogor 1 1
9. Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut 1 1
10. Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi 1 1
11. Kabupaten Bogor dan Kota Depok 1 1
12. Kabupaten Cirebon dan Kota Cirebon 1 Belum selesai
13. Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Pangandaran.
1 1
14. Kabupaten Pangandaran dan Kabupaten Tasikmalaya.
1 1
14 Segmen 12 Draft
Permendagri
6.5.3. Permasalahan dan Solusi
Kondisi saat ini di Jawa Barat masih ada beberapa kabupaten/kota yang
belum melakukan penegasan batas daerah sehingga rawan timbul konflik yang
dapat mengganggu pelayanan kepada masyarakat.
Dalam upaya meminimalisir terjadinya konflik dibutuhkan komunikasi dan
koordinasi secara intensif dengan Kabupaten/Kota diwilayah perbatasan. Agar
pelaksanaan penegasan batas daerah dapat berjalan dengan baik dan sesuai
dengan yang diharapkan, diperlukan dukungan sepenuhnya dari Pemerintah dan
Kabupaten/Kota di Jawa Barat.
6.6. Pencegahan dan Penanggulangan Bencana
6.6.1. Bencana yang Terjadi dan Penanggulangannya
Provinsi Jawa Barat memiliki wilayah geografis yang terdiri dari daratan,
pantai dan pegunungan. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan klimatologis
Jawa Barat dikategorikan sebagai Daerah rawan bencana, meliputi : gempa
bumi, tsunami, tanah longsor/gerakan tanah, letusan gunung, banjir, puting
beliung dan sebagainya. Dalam Index Rawan Bencana, beberapa Kabupaten di
Jawa Barat menempati 6 (enam) posisi teratas secara nasional dengan tingkat
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 20
kerawanan tinggi, meliputi: Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya,
Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten
Cianjur.
Selama kurun waktu dari bulan Januari sampai dengan Desember 2014,
berdasarkan data dari PUSDALOPS BPBD Jawa Barat Bulan Desember 2014,
bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang memiliki jenis bencana
beragam (multi hazard). Hal ini terlihat dari kejadian bencana yang terjadi
dimana bencana longsor menempati jumlah kejadian tertinggi di Jawa Barat,
yaitu 264 kali, disusul dengan bencana kebakaran sebanyak 163 kali dan
menempati posisi ketiga yaitu bencana angin puting beliung sebanyak 115 kali
sementara bencana banjir terjadi sebanyak 112 kali dan gempa bumi sebanyak 9
kali. Kejadian – kejadian tersebut merupakan kejadian bencana yang
intensitasnya besar dan laporannya diterima oleh BPBD Provinsi Jawa Barat untuk
lebih rinci kejadian bencana yang terjadi di Kabupaten/Kota berikut ini dalam
tabel dibawah ini.
Tabel 6.2
KEJADIAN BENCANA BERDASARKAN JENIS BENCANA DI JAWA BARAT PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014
No. Lokasi Bencana
Jenis Bencana
Kebakaran Banjir Tanah
Longsor Puting Beliung
Gempa Bumi
Gelombang Pasang
1 Kabupaten Bandung 31 17 15 9 1 -
2 Kabupaten Garut 15 9 27 13 2 -
3 Kabupaten Tasikmalaya 13 6 32 9 3 -
4 Kabupaten Ciamis 53 12 44 28 1 -
5 Kabupaten Sumedang 3 1 1 1 - -
6 Kota Bandung 7 2 2 3 - -
7 Kota Tasikmalaya 4 4 - 1 - -
8 Kota Cimahi 2 - - - - -
9 Kota Banjar - 1 5 1 - -
10 Kabupaten Bandung Barat 3 2 11 1 - -
11 Kabupaten Bogor 4 8 19 16 - -
12 Kabupaten Sukabumi 4 5 25 8 1 -
13 Kabupaten Cianjur 4 2 14 1 - -
14 Kota Bogor - 1 3 - - -
15 Kota Sukabumi 2 2 4 1 - -
16 Kota Depok - 2 1 1 - -
17 Kabupaten Bekasi - 3 - - - -
18 Kabupaten Karawang - 1 1 2 - -
19 Kabupaten Subang - 1 2 2 - -
20 Kabupaten Purwakarta - - 1 1 1 -
21 Kabupaten Cirebon 2 15 2 6 - -
22 Kota Bekasi - 1 - - - -
23 Kabupaten Kuningan 12 10 46 9 - -
24 Kabupaten Majalengka 2 4 8 1 - -
25 Kabupaten Indramayu - 1 - - - -
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 21
No. Lokasi Bencana
Jenis Bencana
Kebakaran Banjir Tanah
Longsor Puting Beliung
Gempa Bumi
Gelombang Pasang
26 Kota Cirebon 2 2 1 1 - -
27 Kabupaten Pangandaran - 2 - - - -
JUMLAH 163 112 264 115 9 -
Setiap bencana yang terjadi tentunya selalu menyisakan penderitaan baik
harta benda maupun jiwa, baik yang meninggal, luka-luka, maupun karena
kondisi terpaksa harus mengungsi untuk menghindari korban yang lebih banyak
lagi dari data kami sepanjang tahun 2014 korban jiwa yang diakibatkan dari
bencana di Jawa Barat tercatat sebanyak 13.325 KK atau 127.014 jiwa
menderita, yang meliputi sebanyak 29 orang meninggal dunia, 138 orang luka-
luka dan sebanyak 2.668 KK atau 14.237 jiwa yang harus berada di tempat-
tempat pengungsian, Taksiran kerugian yang dikalkulasikan dalam bentuk uang
mencapai Rp. 45.438.401.000. Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat di tabel
berikut ini.
Tabel 6.3
DAFTAR KORBAN JIWA AKIBAT BENCANA DI JAWA BARAT PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014
No. Lokasi Bencana
Korban Jiwa
Menderita Hilang
Meninggal Dunia
Luka- Luka
Mengungsi
KK Jiwa KK JW
1 Kabupaten Bandung 3.211 44.168 - 1 2 2.182 10.456
2 Kabupaten Garut 1.180 5.453 - 2 9 314 1.254
3 Kabupaten Tasikmalaya 60 534 - 9 36 - -
4 Kabupaten Ciamis 103 170 - 1 13 5 8
5 Kabupaten Sumedang - - - - 5 - -
6 Kota Bandung 55 250 - 1 10 55 247
7 Kota Tasikmalaya - - - - - - -
8 Kota Cimahi - - - - - - -
9 Kota Banjar 2 8 - - 3 - -
10 Kabupaten Bandung Barat 30 122 - 3 10 5 31
11 Kabupaten Bogor 474 2.762 2 - 28 3 10
12 Kabupaten Sukabumi 87 602 - 2 5 2 313
13 Kabupaten Cianjur 5 26 1 2 - 5 1.561
14 Kota Bogor - 331 - 2 3 - 12
15 Kota Sukabumi 4 4 - - - - -
16 Kota Depok 8 - - - - - -
17 Kabupaten Bekasi - - - - - - -
18 Kabupaten Karawang - 586 - - - 7 -
19 Kabupaten Subang - 59.515 - - - - -
20 Kabupaten Purwakarta 2 - - 1 - - -
21 Kabupaten Cirebon 8.092 10.801 - 1 8 89 187
22 Kota Bekasi - - - - - - -
23 Kabupaten Kuningan 7 23 - 2 3 1 158
24 Kabupaten Majalengka 4 16 - 1 2 - -
25 Kabupaten Indramayu - - - - - - -
26 Kota Cirebon 1 7 - 1 1 - -
27 Kabupaten Pangandaran 1.280 1.636 - - - - -
JUMLAH 13.325 127.014 3 29 138 2.668 14.237
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 22
TABEL 6.4 DAFTAR KERUSAKAN AKIBAT BENCANA DI JAWA BARAT
PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014
No. Lokasi Bencana
Kerusakan
Taksiran
Kerugian
Rumah / Tempat Tinggal Sarana Lain
Han
cur
Ru
sak
Ber
at
Ru
sak
Sed
ang
Ru
sak
Rin
gan
Ter
anca
m
Ter
end
am
Sek
ola
h
Tem
pat
Ibad
ah
Saw
ah
Fas
ilita
s
Um
um
Lah
an
1 Kabupaten Bandung 4 90 73 355 33 5.505 24 30 1 11 1 2.047.000.000
2 Kabupaten Garut 18 287 132 284 503 773 6 10 4 1 2 26.517.500.000
3 Kabupaten Tasikmalaya
9 64 33 125 69 88 2 3 3 3 - 3.779.966.000
4 Kabupaten Ciamis 35 470 132 310 123 12 3 2 15 5 2 3.000.000
5 Kabupaten
Sumedang - 10 17 43 - - - - - - 1 2.000.000.000
6 Kota Bandung - 39 1.505 31 - - 1 - - - - -
7 Kota Tasikmalaya - 2 1 2 1 88 - - - - - -
8 Kota Cimahi - 4 - - - - - - - - - -
9 Kota Banjar - 1 1 65 4 - - - - - - 20.000.000
10 Kabupaten Bandung
Barat 1 18 19 25 33 1 - 1 - - - 130.000.000
11 Kabupaten Bogor 13 113 148 382 14 2.199 3 7 1 2 - -
12 Kabupaten
Sukabumi 2 13 61 316 196 480 - 1 19 - - 145.000.000
13 Kabupaten Cianjur 1 112 95 56 624 - 1 4 3 - - 100.000.000
14 Kota bogor - 8 1 22 1 46 - - - - - 466.000.000
15 Kota Sukabumi - 8 1 25 6 51 1 - - - - 73.500.000
16 Kota Depok - 6 - 2 - - - - - - - -
17 Kabupaten Bekasi - - - - - 1.050 - - - - - -
18 Kabupaten
Karawang - 7 - 139 - - 1 - - - - 75.000.000
19 Kabupaten Subang - 1 9 27 - 32.638 30 54 9 - - 335.000.000
20 Kabupaten
Purwakarta - 3 - 5 - - - - - - - -
21 Kabupaten Cirebon - 6 - 197 6.172 500 7 27 13 - 7 5.370.500.000
22 Kota Bekasi - - - - - - - - - - - -
23 Kabupaten Kuningan
1 25 11 19 181 49 2 3 7 - - 3.183.799.000
24 Kabupaten
Majalengka - 8 25 20 12 395 - - 1 - - 125.000.000
25 Kabupaten
Indramayu 27 - - - - 18.261 37 3 36 - - -
26 Kota Cirebon - - - 10 - - - - - - - 15.000.000
27 Kabupaten
Pangandaran - 1 2 - - 1.753 - - 6 - - 1.052.136.000
JUMLAH 111 1.296 2.266 2.460 7.972 62.136 118 145 112 22 13 45.438.401.000
Sumber : PUSDALOPS BPBD Jabar (Bulan Desember 2014)
6.6.2. Status Bencana
Provinsi Jawa Barat sangat rawan untuk terjadinya berbagai jenis bencana
dengan berbagai skala pada tingkat lokal, daerah, maupun nasional yang dalam
kondisi tertentu dapat mengganggu kehidupan masyarakat dan menghambat
pembangunan. Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana tentang Status dan Tingkatan Bencana, yang
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 23
berwenang menetapkan "status bencana" adalah Pemerintah (Presiden) dan
Pemerintah Daerah (Gubernur/Bupati/ Walikota). Penetapan "status bencana"
dilakukan atas rekomendasi Badan yang diberi tugas untuk menanggulangi
bencana, dalam hal ini BNPB/BPBD. "Status bencana" meliputi potensi
terjadinya bencana dan tanggap darurat
Penetapan Status Darurat Bencana dapat dilakukan melalui tiga metode,
yaitu:
a. Penetapan status keadaan darurat bencana dilakukan Pemerintah atas
rekomendasi BNPB.
b. Penetapan status keadaan darurat bencana dilakukan Pemerintah Daerah
atas rekomendasi BPBD.
c. Penetapan status keadaan darurat bencana dilakukan oleh Kepala BNPB atas
usul instansi lembaga yang berwenang, yakni :
1. Status keadaan darurat untuk gunung api dilakukan oleh
kementerian/lembaga yang membidangi kegunungapian;
2. Status keadaan darurat untuk banjir dilakukan oleh
kementerian/lembaga yang membidangi persungaian;
3. Status keadaan darurat untuk tsunami dilakukan oleh
kementerian/lembaga yang membidangi meteorologi dan geofisika;
4. Status keadaan darurat untuk tanah longsor dilakukan oleh
kementerian/lembaga yang membidangi kebumian;
5. Status keadaan darurat bencana untuk gerakan tanah/tanah longsor
dilakukan oleh kementerian/lembaga yang membidangi kebumian;
6. Status keadaan darurat bencana untuk bencana gempa bumi dilakukan
oleh Kementrian/lembaga yang membidangi kebumian;
7. Status keadaan darurat bencana angin ribut, angin puting beliung,
angin topan dilakukan oleh kementrian/lembaga yang membidangi
meteorologi dan geofisika;
8. Status keadaan darurat untuk kebakaran hutan dan lahan dilakukan
oleh kementerian/lembaga yang membidangi kehutanan
9. Status keadaan darurat untuk pencemaran dilakukan oleh
kementerian/lembaga yang membidangi lingkungan hidup
10. Status keadaan darurat untuk kekeringan dilakukan oleh kementerian/
lembaga yang membidangi pertanian
11. Status keadaan darurat untuk penyakit/epidemi dilakukan oleh
kementerian/lembaga yang membidangi kesehatan.
Status keadaan darurat bencana dibedakan atas: normal, waspada, siaga
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 24
dan awas, yang penentuannya didasarkan atas pemantauan dan informasi yang
dilakukan secara akurat oleh lembaga/instansi yang berwenang, dengan
pengertian sebagai berikut :
a. Status keadaan darurat waspada adalah suatu keadaan darurat yang
menunjukkan peningkatan suatu gejala dari suatu proses atau peristiwa
yang memungkinkan timbulnya bencana dan ditentukan berdasarkan hasil
pemantauan secara akurat.
b. Status keadaan darurat siaga adalah peningkatan dari keadaan darurat
waspada, yang penentuannya didasarkan atas pemantauan yang akurat.
c. Status keadaan darurat awas adalah peningkatan dari keadaan darurat
siaga, yang penentuannya didasarkan atas pemantauan yang akurat. Status
keadaan darurat bencana sebagaimana yang dimaksud diatas berlaku pada
semua jenis bencana, yang selanjutnya diatur oleh kementerian/lembaga
yang berwenang.
Untuk mengantisipasi dan menanggulangi bencana banjir dan tanah
longsor yang terjadi pada tahun 2014 Pemerintah Provinsi Jawa Barat membuat
Status Pernyataan Siaga Darurat Bencana Banjir dan Tanah Longsor dengan
dikeluarkan melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor
360/Kep/1720/BPBD/2013 tentang Penetapan Status Keadaan Siaga Darurat
Bencana Banjir dan Tanah Longsor Tahun 2013/2014 dan didukung dengan
Penetapan Keadaan Siaga Darurat Bencana Banjir dan Tanah Longsor melaui
Surat Nomor 360/258/BPBD/2013 yang ditandatangani oleh Gubernur Jawa
Barat, menyatakan bahwa wilayah Jawa Barat dalam keadaan Siaga Darurat
Bencana Alam Banjir dan Tanah Longsor terhitung tanggal 17 Desember 2013
sampai dengan 30 April 2014 dengan dilampirkan prakiraan hujan dari BMKG. Hal
tersebut sebagai langkah antisipasi pencegahan dan penanggulangan bencana
yang akan terjadi maupun sedang terjadi dan merupakan instruksi dari Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
6.6.3. Sumber dan Jumlah Anggaran
Pemerintah Daerah dalam rangka penanggulangan bencana telah
mengalokasikan anggaran dan mempersiapkan SDM serta logistic sebagai
berikut:
a. APBD Tahun Anggaran 2014 untuk kegiatan penanggulangan bencana
sebesar Rp. 11.029.027.400,-.
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 25
b. Personil BPBD sebanyak 62 orang, Tim Reaksi Cepat (TRC) sebanyak 50
orang dari unsur PNS, Relawan 2.500 orang dari unsur masyarakat dan
Fasilitator Rekonstruksi dan Rehabilitasi sebanyak 921 orang.
c. Kebutuhan dasar logistik dan peralatan yaitu :
1. Tenda (Tenda Regu sebanyak 20 Unit, Tenda Pleton 20 Unit, Tenda
Gulung/Terpal sebanyak 100 buah);
2. Perahu Karet (Perahu Kapasitas 8 orang sebanyak 4 Unit, Perahu
Kapasitas 6 orang sebanyak 14 Unit);
3. Alat-alat Komunikasi (Handy Talkie sebanyak 20 buah, Rig sebanyak 4
buah, GPS sebanyak 6 buah;
4. Mobil Dapur Umum Lapangan 2 unit;
5. Kendaraan Rescue 6 Unit;
6. Kendaraan Pic up 1 Unit;
7. Mobil Box 1 Unit, Mobil Tangki Air 1 Unit, Mobil Penjernih Air 1 Unit,
Motor Trail 2 Unit;
8. Genset 16 Unit, Veltbet 100 buah, Cahainshaw 3 Unit, Bronjong 300 m,
Tandu 5 buah, Raincoat 50 buah, Kantong Mayat 100 buah;
9. Peralatan Tim Rescue 5 Unit, Personal Equipmen 15 Unit, Sepatu boat
200 buah, Lampu Sorot 14 Unit dan Peralatan bantuan dari Bank
Mandiri dan BRI berupa Perahu 5 unit, dan genset 5 Unit, Tenda Pleton
10 serta 5 set Peralatan Dapur Umum Lapangan
6.6.4. Antisipasi Daerah dalam Menghadapi Kemungkinan Bencana
Dalam upaya mengantisipasi kemungkinan bencana, pemerintah daerah
telah mengambil langkah-langkah konkret sebagai berikut:
a. Relokasi Pemukiman di daerah rawan Bencana Banjir dan longsor di daerah
Kabupaten maupun kota;
b. Menyelenggarakan sosialisasi secara berkesinambungan terhadap
masyarakat dikawasan Rawan bencana Banjir maupun Tanah longsor;
c. Menyelenggarakan Pelatihan Dasar Evakuasi Penanggulangan bencana
terhadap Masyarakat di daerah rawan bencana banjir dan tanah longsor;
d. Penyediaan Logistik dalam kesiapsiagaan menghadapi Bencana Banjir dan
Tanh Longsor;
e. Mensiagakan Petugas Penanggulangan bencana baik Aparatur, Satgas PB,
Pusdalops serta Organisasi Perangkat Daerah dan TNI/Polri;
f. Peningkatan Kapasitas Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana Bajir
dan Tanah Longsor di Jawa Barat;
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 26
g. Menyelenggarakan Pelatihan Mitigasi Bencana di tingkat masyarakat, untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam merencanakan dan
melaksanakan kegiatan pengurangan resiko bencana di lingkungan
perumahan dan permukiman;
h. Menyelenggarakan Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintahan dalam
Kegiatan Mitigasi Bencana;
i. Menyelenggarakan Sosialisasi Kegiatan Pengurangan Resiko Bencana kepada
seluruh Stakeholders kebencanaan Jawa Barat. Serta memetakan Daerah
Rawan Bencana secara komprehensif, guna optimalisasi dan sinkronisasi
program mitigasi bencana di Jawa Barat;
j. Melakukan Simulasi & Sosialisasi Kebencanaan secara berlanjut kepada
masyarakat, sehingga tercapai masyarakat sadar bencana di Jawa Barat,
khususnya di daerah rawan bencana;
k. Melakukan Penguatan Kelembagaan Pusdalops BPBD Provinsi Jawa Barat,
sebagai basis data pengambilan kebijakan dan pengendalian operasional
kebencanaan di Jawa Barat;
l. Melakukan Penanggulangan Bencana Banjir dan Tanah Longsor secara
khusus;
m. Melakukan sinergi program dan kegiatan lintas SKPD, baik dalam lingkup
kab/kota, provinsi maupun dengan Kementerian & Lembaga di tingkat pusat
yang dirumuskan dalam Forum OPD Bidang Kebencanaan serta Rakor
Kebencanaan di Tingkat wilayah Perwakilan.
6.6.5. Potensi Bencana yang Diperkirakan Terjadi
Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi dengan jumlah penduduk terbesar
di Indonesia, yaitu sekitar 18% dari total penduduk Indonesia dengan 27
Kabupaten/Kota, memiliki karakteristik perpaduan antara daerah pegunungan
yang berada di wilayah selatan dan dataran rendah di wilayah pantai utara,
memiliki curah hujan yang tinggi yaitu rata-rata 219 mm/Th dengan curah hujan
yang tinggi dan berada pada jalur gempa tektonik yang topografinya bergunung-
gunung dan aliran sungai yang pada umumnya bermuara diwilayah pantai utara,
maka dibeberapa daerah merupakan daerah rawan banjir, tanah longsor, gempa
bumi dan lain-lain, dengan ilustrasi sebagai berikut:
A. Gempa Bumi dan Tsunami
Tatanan geologi dan tektonik di Jawa Barat membentuk jalur gempa dengan
ribuan titik pusat gempa yang berpotansi untuk menjadi ancaman. Gerakan
seismik yang kemudian menimbulkan gempa bumi tektonik disebabkan oleh
pergeseran di dalam perut bumi. Puast Gempa Bumi dengan kedalaman
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 27
185-300 Km terbentang di pulau Jawa. Bencana gempa bumi yang terjadi
di laut dapat mengakibatkan gelombang pasang (tsunami) yang
menghantam pemukiman pesisir pantai. Saat ini tercatat ada 5 Kab/Kota
yang rawan Gempa Bumi dan tsunami (Kota. Banjar, Kabupaten
Tasikmalaya, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten
Sukabumi).
B. Longsor
Longsor sering terjadi di daerah yang memiliki derajat kemiringan tinggi,
yang diperburuk oleh penataan penggunaan lahan yang tidak sesuai.
Longsor pada umumnya terjadi pada musim basah dimana terjadi
peningkatan curah hujan. Daerah Rawan Longsor tercatat ada 12 Kab/Kota
di Jawa Barat (Kabupaten Bandung, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten
Sumedang, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis,
Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Kuningan,
Kabupaten Bogor, Kota Depok dan Kabupaten Cianjur).
TABEL 6.5 INDEKS RISIKO BENCANA TANAH LONGSOR PROVINSI JAWA BARAT
No Peringkat
Nasional Kabupaten/Kota Skor Kelas Resiko
1. 1 Kabupaten Garut 36 Tinggi
2. 53 Kabupaten Bogor 24 Tinggi
3. 54 Kabupaten Bandung 24 Tinggi
4. 56 Kabupaten Sukabumi 24 Tinggi
5. 58 Kabupaten Cianjur 24 Tinggi
6. 60 Kabupaten Tasikmalaya 24 Tinggi
7. 63 Kabupaten Ciamis 24 Tinggi
8. 64 Kabupaten Bandung Barat 24 Tinggi
9. 67 Kabupaten Subang 24 Tinggi
10. 72 Kabupaten Majalengka 24 Tinggi
11. 75 Kabupaten Sumedang 24 Tinggi
12. 77 Kabupaten Kuningan 24 Tinggi
13. 90 Kabupaten Purwakarta 24 Tinggi
14. 152 Kota Sukabumi 24 Tinggi
15. 274 Kota Bandung 22 Tinggi
16. 301 Kabupaten Bekasi 12 Tinggi
17. 302 Kabupaten Cirebon 12 Tinggi
18. 303 Kabupaten Karawang 12 Tinggi
19. 306 Kabupaten Indramayu 12 Tinggi
20. 409 Kota Banjar 12 Sedang
21. 451 Kota Bogor 12 Sedang
22. 460 Kota Bekasi 11 Sedang
23. 464 Kota Depok 11 Sedang
24. 474 Kota Cirebon 11 sedang
Sumber Indeks Resiko Bencana Indonsia BNPB 2013
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 28
C. Banjir
Tatanan geologi ini pula yang menjadikan permukaan alam Jawa Barat
bergunung-gunung dan lembah dengan berbagai ngarai dan sungai
sehingga berpotensi untuk mengalami banjir, longsor dan erosi. Banjir pada
umumnya terjadi di wilayah Jawa Barat bagian utara dan selatan. Daerah
rawan banjir ini makin diperburuk dengan adanya penggundulan hutan
atau perubahan tataguna lahan yang kurang mempertimbangkan daerah
resapan air. Perubahan tata guna lahan dan tataruang yang kemudian
berakibat menimbulkan banjir. Daerah rawan banjir di Jawa Barat tercatat
ada 9 Kab/Kota (Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten
Subang, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Sukabumi,
Kabupaten Karawang, Kota Bekasi dan Kota Depok).
TABEL 6.6
INDEKS RISIKO BENCANA BANJIR PROVINSI JAWA BARAT
No Peringkat Nasional
Kab/Kota Skor Kelas Resiko
1. 1 Kabupaten Karawang 36 Tinggi
2. 3 Kabupaten Indramayu 36 Tinggi
3. 4 Kabupaten Bekasi 36 Tinggi
4. 5 Kabupaten Cirebon 36 Tinggi
5. 25 Kabupaten Subang 36 Tinggi
6. 52 Kabupaten Ciamis 36 Tinggi
7. 54 Kabupaten Bandung Barat 36 Tinggi
8. 99 Kabupaten Sumedang 36 Tinggi
9. 167 Kabupaten Cianjur 36 Tinggi
10. 168 Kabupaten Sukabumi 36 Tinggi
11. 220 Kabupaten Bandung 34 Tinggi
12. 226 Kota Bekasi 34 Tinggi
13. 227 Kota Bandung 34 Tinggi
14. 245 Kota Cirebon 34 Tinggi
15. 252 Kabupaten Tasikmlaya 34 Tinggi
16. 263 Kabupaten Majalengka 24 Tinggi
17. 284 Kabupaten Garut 24 Tinggi
18. 290 Kota Cimahi 22 Tinggi
19. 294 Kabupaten Bogor 22 Tinggi
20. 347 Kabupaten Purwakarta 12 Sedang
Sumber Indeks Resiko Bencana Indonseia BNPB 2013
D. Gunung Berapi
Rangkaian gunung api membentang di Jawa Barat. Tidaklah mengherankan
kalau bencana akibat letusan gunung berapi merupakan salah satu bencana
yang sejak dulu menjadi ancaman yang sewaktu-waktu dapat berubah
menjadi ancaman bagi masyarakat Jawa Barat. Saat ini tercatat ada 6
gunung berapi yang aktif dan merupakan ancaman bencana, yaitu Gunung
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 29
Tangkuban Perahu, Gunung Papandayan, Gunung Cermai, Gunung Gede
Pangrango, Gunung Guntur dan Gunung Salak.
E. Angin Topan dan Badai
Karakter klimatologi dan meteorologi Jawa Barat menimbulkan pertukaran
musim yang diwarnai depresi tropis sampai dengan badai dan angin topan.
Daerah Jawa bagaian utara merupakan kawasan yang lazim “didatangi”
angin topan dan badai. Saat ini tercatat ada 6 Kab/Kota yang rawan Angin
Topan dan Badai (Kabupaten Indramayu, Kota Cirebon, Kabupaten
Bandung, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Sukabumi dan Kota Bogor).
F. Kekeringan
Bencana Alam yang lain adalah kekeringan yang menyebabkan gagal panen
dan menimbulkan kerawanan pangan. Bencana kekeringan biasanya terjadi
pada musim kemarau panjang yang mengakibatkan kegagalan panen hasil
pertanian. Saat ini tercatat ada 3 Kab/Kota yang rawan kekeringan
(Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang).
G. Kebakaran Hutan dan Lahan
Kebakaran hutan dan lahan sudah terjadi sejak dulu, baik disebabkan oleh
faktor alam maupun disebabkan oleh kegiatan manusia seperti pembukaan
lahan. Kesejahteraan dan pendidikan penduduk di sekitar dan di dalam
hutan yang masih rendah dapat merupakan penyebab kebakaran hutan dan
lahan, atau para pengusaha/pemegang hak penguasaan hutan yang tidak
bertanggungjawab.
H. Epidemi, Wabah dan Kejadian Luar Biasa
Apidemi, wabah dan kejadian luar biasa (KLB) merupakan ancaman yang
diakibatkan oleh penyebaran penyakit menular yang berjangkit di suatu
daerah tertntu. Pada skala besar, epidemi/wabah/KLB dapat mengakibatkan
korban jiwa dan meningkatnya jumlah penderita penyakit.
I. Kecelakaan Transportasi
Beberapa kejadian dapat terjadi pada berbagai mode transpotasi darat, laut
maupun udara. Kecelakaan yang terjadi terutama pada sarana transportasi
umum (kapal laut, pesawat terbang dan angkutan darat termasuk kereta
api) dapat mengakibatkan korban jiwa yang cukup besar. Sektor utama
dalam penanganan bencana akibat kecelakaan transportasi adalah sektor
perhubungan.
J. Pencemaran Lingkungan
Di Jawa Barat pertumbuhan industri tumbuh dengan pesat. Akibat dari
munculnya industri-industri baru, timbul masalah pencemaran yang
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 30
dihasilkan dari limbah industri yang dapat mencemari lingkungan, baik
melalui udara, tanah maupun air.
K. Kerusuhan Sosial
Pada paruh kedua Tahun 90-an, telah terjadi konflik vertikal dan horizontal
yang ditandai dengan timbulnya kerusuhan sosial. Konflik antar komunitas
maupun unit sosial di atasnya terjadi apabila secara langsung maupun tidak
langsung ada upaya saling mengambil aset-aset atau mengganggu proses
mengakses aset-aset penghidupan tersebut di atas. Pengambilan aset
maupun gangguan atas akses penghidupan dapat dipicu oleh permsalahan
lingkungan. Aktifitas komunitas maupun unit sosial di atasnya yang
memunculkan permasalahan lingkungan akan menjadi ancaman bagi pihak
lain apabila aset-aset penghidupannya dan akses penghidupannya
terganggu. Saat ini tercatat ada 3 Kab/Kota yang rawan kerusuhan sosial
(Kabupaten Indramayu, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Bogor).
6.7. Pengelolaan Kawasan Khusus
Ketentuan umum Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, definisi kawasan khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau
kabupaten/kota yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi
pemerintahan yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional. Berdasarkan Pasal 9
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tersebut, Pemerintah dalam menyelenggarakan
fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus dan berskala nasional dalam
kerangka implementasi desentralisasi fungsional dapat menetapkan kawasan khusus di
daerah otonom.
Penetapan kawasan khusus dapat diusulkan oleh Menteri dan/atau Pimpinan
Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), gubernur, dan bupati/walikota.
Selanjutnya kawasan khusus ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Namun,
pemerintah belum menetapkan kawasan khusus tertentu di Jawa Barat.
6.8. Penyelenggaraan Ketenteraman dan Ketertiban Umum
6.8.1. Gangguan yang Terjadi
Kondisi ketentraman dan ketertiban umum masyarakat Jawa Barat selama
Tahun 2014 pada umumnya aman dan terkendali. Program pembangunan dan
kehidupan sosial kemasyarakatan dapat terlaksana dengan baik, aman dan
lancar. Walaupun timbul permasalahan di tengah masyarakat, hanya bersifat
local dan tidak sampai meluas dan berkepanjangan.
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 31
Pada umumnya masyarakat dapat menyikapi permasalahan yang ada
dengan arif dan bijaksana, termasuk dalam menyikapi adanya keberagaman
suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) yang relatif cukup beragam di
beberapa Kabupaten dan Kota di Jawa Barat.
Namun demikian beberapa potensi permasalahan harus diantisipasi dan
atau diwaspadai, dan perlu diupayakan penyelesaiannya hingga tidak
mengganggu ketentraman dan ketertiban umum masyarakat Jawa Barat,
diantara terkait dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Penolakan keberadaan dan kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia
(JAI)
Permasalahan terkait dengan keberadaan dan kegiatan Jemaah
Ahmadiyah Indonesia (JAI) dimulai setidaknya Tahun 2006 hingga sekarang.
Muara permasalahannya berawal dari adanya penolakan keberadaan dan
kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang cukup banyak berada di
Kabupaten Kuningan (Desa Manislor), Kabupaten Bogor (Kecamatan Parung
dan Ciampea), Kota Bandung (Jalan Sapari dan Jalan Pahlawan), Kabupaten
Tasikmalaya (Desa Tenjowaringin Kec. Salawu), Kabupaten Garut, Kabupaten
Cianjur (Kecamatan Campaka), dan Kota Depok.
Selama kurun waktu tersebut hampir selalu terjadi permasalahan antara
warga yang menolak keberadaan dan kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia
(JAI), yang pada beberapa kejadian sempat diwarnai dengan tindakan
anarki/kekerasan terhadap Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), rumah tinggal
dan tempat ibadat mereka. Di beberapa daerah, seperti di Kota Depok dan
Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Kuningan terjadi aksi penyegelan/penutupan
tempat ibadat (masjid) Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI).
Adanya Surat Keputusan Bersama Keputusan Bersama Menteri Agama,
Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2008, Nomor Kep-033/A/Ja/6/2008, Nomor 199 Tahun 2008 tentang
Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota
Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat, dan
beberapa Peraturan Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) ternyata tidak
cukup dapat menyelesaikan permasalahan di tengah masyarakat terkait
dengan adanya keberadaan dan kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI).
Nampaknya diperlukan kejelasan/produk hukum dan/atau keputusan
badan peradilan yang menegaskan status hukum tentang sah tidaknya, boleh
tidaknya keberadaan dan kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di
wilayah hukum Indonesia.
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 32
b. Permasalahan/penolakan pendirian Rumah Ibadat
Adanya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan
Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat
Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat ternyata tidak serta merta
menjadikan mekanisme pendirian/pembangunan rumah ibadat menjadi
mudah/jelas untuk diimplementasikan karena munculnya nuansa penolakan
dari kelompok yang tidak setuju dengan pendirian tempat ibadah tersebut
dengan mempermasalahkan adanya kekurangan/kesalahan dalam
pengurusan izin mendirikan bangunan/tempat ibadah tersebut.
Permasalahan yang timbul juga bisa berawal dari penolakan warga
atau kelompok masyarakat/ormas terhadap penggunaaan tempat tinggal,
rumah toko (ruko), dan/atau tempat pertemuan umum sebagai tempat
ibadah.
Adapun beberapa permasalahan mengenai Pendirian Rumah Ibadah:
1. Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin yang berlokasi di Perum Yasmin
Kelurahan Curug Mekar Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor yang
sampai saat ini berstatus quo dimana tawaran dari Pemerintah Daerah
Kota Bogor untuk relokasi GKI Yasmin tidak diterima dan sampai saat
ini mereka melaksanakan peribadatan di Gd. Harmoni dan sebelumnya
sering beribadat di depan Jalan GKI Yasmin yang juga mendapat
penolakan dari warga sekitar. Selain itu beberapa pengurus dan jemaat
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)/GKI Yasmin pernah berunjuk rasa
di depan Istana Presiden di Jakarta.
2. Rencana pendirian/pembangunan Gereja HKBP Filadelfia di Kecamatan
Tambun Bekasi mendapat penentangan oleh warga dan ormas
keagamaan karena tidak/belum memiliki izin/IMB. Pada beberapa
waktu yang lalu, sejak Tahun 2013, pendeta dan jemaat HKBP Filadelfia
pernah bersikeras mengadakan kebaktian di (calon) lokasi/di pinggir
jalan sehingga sempat mengundang keributan dengan kelompok warga
yang menentang adanya acara kebaktian tersebut.
3. Rumah Toko (Ruko) di Pasar Baru (belakang Toserba Ramayana)
Kabupaten Cianjur, dijadikan tempat peribadatan dan mendapat
penolakan dari warga sekitar karena dianggap tidak memiliki izin untuk
digunakan sebagai tempat ibadah.
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 33
4. Gereja Hok Im Tong di Jalan KH. Abdullah Bin Nuh Kabupaten Cianjur,
sejak Tahun 2013 keberadaannya dipermasalahkan oleh warga sekitar
dan kelompok GARIS karena dianggap belum memiliki izin tetapi jemaat
masih tetap melakukan peribadatan dengan tetap memproses perizinan
sebagaimana aturan yang berlaku.
5. Gereja Pentakosta Di Indonesia (GPDI) Kampung Hegarmanah No.193
RT.03/01 Desa Cibiuk Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, sejak
Tahun 2012 keberadaannya dipermasalahkan dan awal Tahun 2014
kegiatan peribadatan sempat dihentikan walaupun sekarang kegiatan
ibadah terkadang masih dilakukan di tempat tersebut sambil menunggu
proses perizinan.
6. Gereja Paroki Santo Yohanes Baptista Kampung Tulang Kuning Desa
Waru RT. 01/06 Kecamatan Parung Kabupaten Bogor, pada Tahun
2013 dan Tahun 2014 keberadaannya dipermasalahkan oleh warga dan
Ormas Islam FPI Kecamatan Parung karena dianggap belum
mempunyai izin dan sampai saat ini masih berstatus quo dan
permasalahan telah diambil alih oleh Pemerintah Daerah dengan tetap
mempersilahkan jemaat melakukan kegiatan peribadatan dengan
pengamanan pihak keamanan.
7. Gereja Pantekosta Indonesia (GPI) Sidang Kota Wisata Kampung
Bakom RT. 01/04 Desa Limusnunggal Kecamatan Cileungsi Kabupaten
Bogor yang pada Bulan Juli 2014 keberadaannya dibekukan sementara
oleh Pemerintah Kabupaten Bogor karena tidak/belum memiliki
izin/IMB, selain itu juga ada penolakan oleh warga dan ormas Islam
tertentu. Meski demikian kegiatan peribadatan masih dapat
dilaksanakan dengan pengamanan pihak keamanan.
8. Rumah Pendeta Bernard Maukar di Dusun Munggang Desa Mekargalih
Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang yang sering digunakan
sebagai tempat peribadatan sejak Tahun 2011 mendapat penentangan
oleh warga karena tidak/belum memiliki izin/IMB. Untuk
menghindarkan benturan/perselisihan dengan warga, beberapa kali
kegiatan peribadatan dipindahkan ke Kampus IPDN Jatinangor
Kabupaten Sumedang.
9. Rumah warga di Perum Pharmindo Jalan Kalasan VI Blok O No. 97
Kelurahan Melong Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi yang sering
digunakan sebagai tempat peribadatan sejak Tahun 2013 mendapat
penentangan oleh warga karena tidak/belum memiliki izin/IMB. Saat ini
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 34
kegiatan peribadatan telah dihentikan/berhenti. Masalahnya dalam
penanganan oleh Pemerintah Kota Cimahi.
10. Gereja di Komplek Taman Kopo Indah III Blok C Desa Mekar Rahayu
Kecamatan Marga Asih Kabupaten Bandung. Sejak Tahun 2013
keberadaan Gereja di Komplek Taman Kopo Indah III ini telah menjadi
sorotan karena kegiatan di tempat tersebut tidak mendapat ijin resmi.
Sambil menunggu proses perijinan, jemaat tetap diperbolehkan
melaksanakan ibadah.
11. GKP (Gereja Kristen Pasundan) di Desa Sukamanah, Kecamatan
Pengalengan Kabupaten Bandung. Keberadaannya mendapat penolakan
dari warga karena belum keluarnya ijin. Masih status quo/dihentikan
sementara sampai ada keputusan dari Pemerintah Daerah.
12. GSJA Getsemani di Kampung Pasir Ipis, Desa Kertawangi, Kecamatan
Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Meskipun belum mendapat ijin dan
mendapatkan penolakan, kegiatan peribadatan di GSJA Getsemani
tersebut masih tetap dilakukan. Hal ini dengan pertimbangan
keterbatasan tempat ibadah Umat Nasrani, sehingga sambil menunggu
proses perijinan maka kegiatan peribadatan dalam pengawasan
Muspika setempat.
13. Gedung Boromeus di Kampung Babakan Sumedang, RT. 03/05 Desa
Cinunuk Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Paska mendapat
penolakan dari Ormas Islam dan Warga Masyarakat sejak Bulan
Agustus 2014, kegiatan peribadatan di Gedung Boromeus tersebut
dihentikan, tidak ada aktivitas peribadatan.
14. Gedung Pasundan di Kampung Cibolerang RT.04/09, Desa Cinunuk
Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Mendapat penolakan dari
warga dan Ormas Islam FPI, Kecamatan Cileunyi. Untuk sementara,
sejak Bulan Juli 2014, kegiatan peribadatan dihentikan. Masih
direkomendasikan oleh Muspika Cileunyi sebagai tempat peribadatan
dan masih dalam proses perijinan.
15. Rumah Sdr. Simbolon di Kampung Cijambe RT.01/08 Desa Cinunuk,
Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Mendapat penolakan dari
warga dan Ormas Islam FPI Kecamatan Cileunyi, maka sejak Bulan
Agustus 2014, kegiatan peribadatan dihentikan. Muspika menghentikan
kegiatan peribadatan dan mengawasi keberadaan kegiatan peribadatan
di tempat tersebut.
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 35
16. Gereja Rehoboth di Jalan Soekarno – Hatta No. 405 Kota Bandung.
Mendapat penolakan dari FPI Kota Bandung, karena belum memiliki ijin.
Kegiatan peribadatan masih berlangsung dengan pengamanan dari
pihak keamanan dan pihak Gereja masih menempuh/mengurus
perijinan.
17. Gedung Serbaguna di Jalan Kawaluyaan No. 10 Buah Batu Bandung,
yang sering digunakan untuk kegiatan ibadah jamaat HKBP. Mendapat
penolakan dari FPI Kota Bandung dan FUUI Jabar, karena belum berijin
dan bukan diperuntukan untuk kegiatan ibadah. Kegiatan peribadatan
dihentikan.
18. Gereja Advent Jalan Lingkar Dadaha Kelurahan Kahuripan Kecamatan
Tawang, Kota Tasikmalaya. Dari sejak awal pembangunannya Tahun
2013 keberadaan Gereja Advent tersebut telah mendapat penolakan,
bahkan pada Tanggal 21 Maret 2013, sekitar pukul 22.40 WIB, di lokasi
pembangunan Gereja Advent tersebut telah terjadi pengrusakan yang
dilakukan oleh orang yang tidak dikenal.
Untuk mengatasi permasalahan pendirian rumah ibadat perlu terus
ditingkatkan sosialisasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam
Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan
Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat, dan intensitas pertemuan
antar pemuka/kelompok agama sehingga dapat terbangun saling pengertian
dan sikap hormat dan menghormati diantara komunitas umat beragama.
c. Penolakan paham/gerakan Islamic State of Iraq and Syria
(ISIS)/Negara Islam Irak dan Syria (NIIS)
ISIS masuk ke Indonesia sejak Bulan April 2013 dan tumbuh pada
kader-kader kelompok radikal khususnya pada kelompok Jamaah Ansharut
Tauhid (JAT) pimpinan Abu Bakar Ba’asyir, terutama di Wilayah Jawa
Tengah (Solo, Klaten dan Karang Anyer) serta Sulawesi (Poso) dan Maluku.
Di Jawa Barat kelompok yang menyatakan dukungannya terhadap
gagasan ISIS antara lain pernah dikemukakan oleh Fauzan Al Anshori,
pimpinan Pontren Tahfiz Ansharullah di Dusun Sembungjaya Desa
Mekarmukti Kecamatan Cisaga Kabupaten Ciamis yang diketahui pernah
bergabung dengan Jamaah Islamiyah (JI) yang juga pernah dipimpin Abu
Bakar Ba’asyir.
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 36
Selain itu, Chep Hermawan, Ketua Umum Gerakan reformis Islam
(GARIS) sempat mengatakan bahwa dirinya adalah “pimpinan regional ISIS
Indonesia“, namun paska penangkapan/pengamanan dirinya di Cilacap
(Jateng) sepulang membezuk Abu Bakar Ba’asyir Tanggal 12 Agustus 2014,
Chep Hermawan menyatakan keluar dari ISIS, dan setia kepada NKRI.
Tidak lama setelah isu ISIS mencuat di media massa nasional, di
hampir 27 Kabupaten/Kota di Jawa Barat justru muncul banyak deklarasi
penolakan ISIS dari komunitas masyarakat, yang pada saat deklarasi
disaksikan/dihadiri oleh seluruh unsur Pimpinan Daerah. Deklarasi tidak
hanya di tingkat Kabupaten/Kota, namun hingga di tingkat Desa/Kelurahan,
bahkan ada yang tingkat Rukun Warga (RW), seperti yang tertera di
beberapa spanduk di beberapa RW Kota Bandung.
Fenomena munculnya paham/gerakan ISIS membuktikan bahwa
paham/gerakan dari luar dapat “diimport”/masuk/merasuki pemikiran
orang/kelompok dari belahan bumi/wilayah yang lain. Oleh karena itu perlu
terus dilakukan penguatan ideologi dan jati diri bangsa hingga tidak mudah
terpengaruh paham/ideologi asing yang bertentangan dengan ideologi
Pancasila.
d. Keberadaan dan kegiatan Imigran Gelap
Permasalahan imigran gelap (illegal migrant) mulai muncul paska
penangkapan orang asing yang mencoba berlayar ke Pulau Christmas dari
pantai Ranca Buaya Kabupaten Garut. Pada Tahun 2013 dan Tahun 2014
sering terjadi penangkapan orang asing yang mencoba berlayar ke Pulau
Christmas dari pantai di Kabupaten Cianjur, Sukabumi dan
Ciamis/Pangandaran. Pada beberapa kejadian pelayaran orang asing ini
sempat menimbulkan korban jiwa/meninggal.
Disinyalir pada awalnya mereka masuk resmi melalui bandara-
bandara, namun disinyalir juga masuk melalui tempat lain diluar bandara
atau tempat pemeriksaan imigrasi (TPI).
Setelah mendapat status pengungsi (refugee) atau pencari suaka
(asylum seeker), mereka banyak berdiam di community house di Kecamatan
Cisarua Kabupaten Bogor, yang pada kurun Tahun 2014 berjumlah sekitar
650 orang.
Meski biaya hidupnya dibantu oleh International Organization for
Migration (IOM) dan atau United Nation High Commisioner of Refugee
(badan pada PBB yang mengurusi pengungsi) namun keberadaan dan
kegiatan orang asing/ pengungsi/ pencari suaka/ imigran gelap sempat
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 37
menimbulkan permasalahan dengan masyarakat karena perbedaan kultur
dan gaya hidup.
Di akhir Tahun 2014, permasalahan orang asing sempat menjadi
berita nasional dan daerah paska penangkapan 19 wanita asing asal Maroko
di Cisarua Kabupaten Bogor karena diduga telah melakukan praktek
prostitusi dengan menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK).
Ketidakadaan/belum adanya Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) telah
menimbulkan permasalahan tersendiri karena dengan bebasnya orang
asing/pengungsi/pencari suaka/imigran gelap bertempat tinggal di
community house yang merupakan rumah-rumah warga yang
dikontrakkan/disewakan telah menyulitkan pengawasan oleh pihak imigrasi
dan aparatur pemerintah lainnya.
e. Potensi Sengketa Lahan
Pada umumnya permasalahan/konflik/sengketa lahan berawal dari :
1. Penyerobotan lahan milik PT Perhutani dan/atau lahan milik pemegang
Hak Guna Usaha (HGU) oleh warga sekitar/kaum pendatang.
2. Pemanfaatan lahan-lahan terlantar milik PT Perhutani, lahan milik
pemegang Hak Guna Usaha (HGU) dan atau lahan milik Pemerintah
Daerah yang untuk waktu yang lama dibiarkan terlantar sehingga pada
akhirnya dimanfaatkan/dikelola oleh warga sekitar/kaum pendatang.
3. Klaim kepemilikan lahan antara masyarakat karena merasa telah
lama/turun temurun mengelola lahan dengan pengusaha yang memiliki
hak kepemilikan lahan tersebut.
4. Proses ganti rugi alih kepemilikan lahan yang belum tuntas/belum
dirasa tuntas oleh kelompok masyarakat.
Beberapa permasalahan sengketa lahan yang mengarah untuk
terjadinya konflik, diantaranya terjadi di:
1. Lahan di Perkebunan Teh Dayeuh Manggung di Blok Kimerak dan Blok
Ciajag, Afdeling Kebun PTPN VIII Dayeuh Manggung, Kecamatan
Cilawu, Kabupaten Garut, antara warga Desa Dangiang, Desa
Mekarmukti, dan Desa Sukamukti dengan PTPN VIII.
2. Lahan Pangonan di Desa Bogor, Kecamatan Sukra, Kabupaten
Indramayu antara masyarakat dengan Pemerintah Kabupaten
Indramayu.
3. Lahan perkebunan PT. Pernas di Blok Cikancung, Kecamatan
Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya antara masyarakat dengan PT.
Pernas.
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 38
4. Lahan milik PT. Condong (perusahaan karet milik Tommy Soeharto), di
wilayah selatan Garut antara masyarakat dengan perusahaan.
5. Lahan seluas 500 Ha di desa Tanjungpakis Kecamatan Pakisjaya
(Pantura) Kabupaten Karawang antara PT. Gunung Payung Agung
dengan Pejuang Siliwangi Indonesia.
6. Lahan seluas 350 Ha di Desa Wanakerta, Margamulya dan Wanasari
Kecamatan Telukjambe Barat Kabupaten Karawang antar masyarakat
dengan PT. Samp.
7. Konflik tanah sengketa eks-erpach seluas 10 hektar di Blok Baligo yang
menjadi rebutan antara Pemerintah Daerah dengan Kelompok Tani
Baliho.
8. Lahan “pangonan” di Palimanan Barat, Kecamatan Gempol, Kabupaten
Cirebon seluas 32 Ha yang akan digunakan pabrik semen.
Selain itu yang sempat menjadi permasalahan adalah pembangunan
rumah dan villa, bahkan pembangunan instalasi militer milik Kodam Jaya
(Jakarta) di lahan milik Taman Nasional Halimun – Salak Kabupaten Bogor
dan penyerobotan lahan HGU milik PT. Maloya di Kabupaten Ciamis.
Penyelesaian permasalahan/sengketa lahan memerlukan peningkatan
komunikasi, koordinasi, sinergitas dan kerjasama antar institusi baik di
tingkat Pusat maupun Daerah sehingga dapat dihasil langkah solutif,
implementatif serta mempunyai kekuatan hukum yang kuat dan berkeadilan
sehingga dapat diterima semua pihak.
6.8.2. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang Menangani Ketenteraman dan
Ketertiban Umum
Satuan Polisi Pamong Praja merupakan Perangkat Daerah yang
menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum berdasarkan pada
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Jawa
Barat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun
2011 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22
Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja
Provinsi Jawa Barat.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 19 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Polisi Pamong Praja menegaskan peranan Satuan Polisi
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 39
Pamong Praja dalam penanganan ketentraman dan ketertiban umum, dimana
Satuan Polisi Pamong Praja memiliki fungsi :
a. Penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Peraturan Daerah dan
peraturan pelaksanaannya, penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat;
b. Pelaksanaan kebijakan penegakan Peraturan Daerah dan peraturan
pelaksanaannya;
c. Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat di Daerah;
d. Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;
e. Pelaksanaan koordinasi penegakan Peraturan Daerah dan peraturan
pelaksanaannya, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik
Pegawai Negeri Sipil, dan/atau aparatur lainnya;
f. Pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar
mematuhi dan menaati Peraturan Daerah dan peraturan pelaksanaannya;
g. Pengamanan dan pengawalan pejabat negara serta membantu
pengamanan dan pengawalan tamu negara dan Very Very Important
Person (VVIP);
h. Pengamanan dan penertiban aset daerah;
i. Membantu pengamanan dan penertiban penyelenggaraan Pemilihan
Umum dan Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur;
j. Membantu pengamanan dan penertiban penyelenggaraan keramaian di
Daerah dan/atau kegiatan yang berskala massal; dan
k. Pelaksanaan tugas pemerintahan umum lainnya, sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
6.8.3. Jumlah Pegawai, Kualifikasi Pendidikan, Pangkat dan Golongan
Dalam rangka pencapaian ketentraman dan ketertiban umum, perlu
adanya dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) pelaksana bidang ketertiban
umum dan ketenteraman masyarakat. Saat ini potensi SDM Satuan Polisi Pamong
Praja yang meliputi jumlah pegawai, kualifikasi pendidikan, pangkat dan
golongan, adalah sebagai berikut :
a. Kualifikasi pendidikan SD sebanyak 7 orang;
b. Kualifikasi pendidikan SMP sebanyak 11 orang;
c. Kualifikasi pendidikan SMA sebanyak 77 orang;
d. Kualifikasi pendidikan S1 sebanyak 35 orang; dan
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 40
e. Kualifikasi pendidikan S2 sebanyak 9 orang.
Adapun komposisi pangkat/golongan/ruang SDM pelaksana bidang ketertiban
umum dan ketenteraman masyarakat adalah sebagai berikut :
a. Golongan I sebanyak 4 orang;
b. Golongan II sebanyak 68 orang;
c. Golongan III sebanyak 53 orang; dan
d. Golongan IV sebanyak 11 orang.
6.8.4. Sumber dan Jumlah Anggaran
Anggaran untuk mendukung terselenggaranya Kegiatan Pemeliharaan
Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat bersumber dari APBD, sebesar
Rp. 14.234.210.000,- yang terdiri dari:
a. Kegiatan Pemeliharaan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat
sebesar Rp. 500.000.000,-;
b. Kegiatan Fasilitasi Ketertiban Umum dan Penegakan Peraturan Daerah
secara terpadu di Perbatasan Provinsi/kabupaten/kota sebesar Rp.
500.000.000,-;
c. Kegiatan Pengamanan dan Penertiban Aset Vital Milik Pemerintah Daerah
sebesar Rp. 300.000.000,-;
d. Kegiatan Koordinasi Peningkatan Ketertiban Umum dan Ketentraman
Masyarakat dengan Unsur Polri, TNI dan Kabupaten/kota sebesar
Rp. 200.000.000,-;
e. Kegiatan Fasilitasi Pengamanan Wilayah Pemilu Legislatif dan Presiden
Tahun 2014 di Provinsi Jawa Barat sebesar Rp. 1.500.000.000,-;
f. Kegiatan Operasi Bersama Provinsi dengan Kabupaten/Kota dan Instansi
Vertikal untuk Pengendalian KBU sebesar Rp. 1.034.210.000,-;
g. Kegiatan Pengamanan Lahan di Ujung Run Away BIJB sebesar Rp.
200.000.000,-;
h. Kegiatan Pengamanan Pembersihan dan Pengosongan Area Genangan
Waduk Jatigede sebesar Rp. 10.000.000.000,- namun kegiatan ini tidak
dilaksanakan karena Peraturan Presiden sebagai payung hukumnya sampai
dengan akhir bulan Desember 2014 belum terbit.
6.8.5. Penanggulangan dan Kendala
Penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum di Jawa Barat
mempunyai permasalahan/kendala sebagai berikut:
a. Posisi strategis Daerah Provinsi Jawa Barat yang memiliki akses yang dekat
ke ibukota negara dan daerah lainnya, dimanfaatkan oleh kelompok yang
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 41
memiliki ideologi radikal kanan dan radikal kiri sebagai daerah basis maupun
penyebaran keyakinan/ideologi radikal kanan dan radikal Kiri serta aliran
sesat.
b. Belum maksimalnya koordinasi berbagai stakeholder dalam penyelenggaraan
pemeliharaan ketentraman dan ketertiban masyarakat di Jawa Barat
c. Penduduk Jawa Barat berjumlah sangat banyak, tetapi sebagian besar
memiliki rata-rata tingkat pendidikan dan tingkat kesejahteraan yang
rendah, mengakibatkan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap
hukum dan pemahaman terhadap nilai/norma agama, sehingga mudah
dipengaruhi dan diprovokasi oleh oknum/pihak yang tidak
bertanggungjawab.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menanggulangi
permasalahan/kendala penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum,
adalah sebagai berikut :
a. Peningkatan peran tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, organisasi
masyarakat dan stakeholder terkait dalam pemeliharaan ketertiban umum
dan ketenteraman masyarakat.
b. Peningkatan fungsi intelijen pada OPD yang berwenang dalam
penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum, guna mengantisipasi
kejadian yang akan berpotensi mengganggu ketenteraman dan ketertiban
umum.
c. Peningkatan koordinasi lintas instansi dan antar tingkatan pemerintahan.
6.8.6. Keikutsertaan Aparat Keamanan dalam Penanggulangan
Dukungan instansi terkait, dalam hal ini Kepolisian Daerah Jawa Barat dan
Komando Daerah Militer (Kodam) III/Siliwangi termasuk komponen yang ada di
dalamnya (Babinkamtibmas dan Babinsa), sangat diperlukan dalam rangka
penanggulangan gangguan ketentraman dan ketertiban umum di Jawa Barat
agar penanggulangan dapat dilakukan secara efektif dari hulu sampai hilir.
Sebagai implementasi keikutsertaan aparat keamanan dalam penanggulangan
ketenteraman dan ketertiban umum, telah ditetapkan Peraturan Bersama
Gubernur Jawa Barat dan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Nomor 32 Tahun
2011 tentang Perubahan atas Keputusan Bersama Gubernur Jawa Barat dan
Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembinaan
Penyelenggaraan Ketenteraman dan Ketertiban Umum serta Pemeliharaan
Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, yang bertujuan untuk meningkatkan
koordinasi terpadu dan memperlancar penanganan pelanggaran ketenteraman
dan ketertiban umum, serta kerjasama dalam penegakan Peraturan Daerah.