bab ii landasan teori 2.1 gambaran umum ata ii.pdf · landasan teori 2.1 gambaran umum ......

21
6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gambaran Umum Ata Ata merupakan tumbuhan melilit jenis pakis yang dahulunya digunakan sebagai bahan tali. Seiring dengan banyaknya jenis dan bahan tali sintetik maka kini peranan ata mulai berkurang. Pada saat ini ata dipakai untuk bahan baku kerajinan anyamanyaman. Ditangan pengerajin Bali ata diolah menjadi barang seni yang mempunyai nilai tinggi dengan kualitas ekspor. Gambar 2.1 merupakan contoh anyaman ata. Gambar 2.1 Kerajinan Ata yang Berbentuk Tempat Gelas 2.1.1 Proses Produksi Pembuatan Kerajinan Ata Proses produksi pada dasarnya merupakan suatu kegiatan konversi bahan baku (input produksi) menjadi produk (output produksi). Proses produksi yang dilakukan dalam kegiatan usaha kerajinan ata hanya memerlukan peralatan yang relatif sederhana karena lebih banyak memanfaatkan keahlian tangan manusia untuk menciptakan hasil karya yang memiliki nilai seni tinggi. Tahapan yang dilalui dalam proses produksi kerajinan ata, dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini:

Upload: ngotuyen

Post on 05-Mar-2018

221 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Gambaran Umum Ata

Ata merupakan tumbuhan melilit jenis pakis yang dahulunya digunakan

sebagai bahan tali. Seiring dengan banyaknya jenis dan bahan tali sintetik maka kini

peranan ata mulai berkurang. Pada saat ini ata dipakai untuk bahan baku kerajinan

anyam–anyaman. Ditangan pengerajin Bali ata diolah menjadi barang seni yang

mempunyai nilai tinggi dengan kualitas ekspor. Gambar 2.1 merupakan contoh

anyaman ata.

Gambar 2.1 Kerajinan Ata yang Berbentuk Tempat Gelas

2.1.1 Proses Produksi Pembuatan Kerajinan Ata

Proses produksi pada dasarnya merupakan suatu kegiatan konversi bahan

baku (input produksi) menjadi produk (output produksi). Proses produksi yang

dilakukan dalam kegiatan usaha kerajinan ata hanya memerlukan peralatan yang

relatif sederhana karena lebih banyak memanfaatkan keahlian tangan manusia untuk

menciptakan hasil karya yang memiliki nilai seni tinggi. Tahapan yang dilalui dalam

proses produksi kerajinan ata, dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini:

7

Secara umum, terdapat 3 tahap penting dalam proses pembuatan kerajinan ata, yaitu

persiapan, penganyaman, pengeringan/pengasapan.

a) Persiapan

Tahap persiapan merupakan tahapan awal untuk membuat kerajinan

ata. Persiapan yang dimaksud adalah penyiapan bahan baku kerajinan.

Apabila bahan baku telah tersedia maka proses pembuatan kerajinan

ata dapat dilakukan.

b) Penganyaman

Setelah bahan baku yang diperlukan tersedia, proses selanjutnya

adalah menganyam bahan baku yang tersedia untuk dibentuk menjadi

produk yang diinginkan. Jenis–jenis produk yang dihasilkan bisa

bermacam–macam sesuai dengan pesanan, namun ada pula bentuk-

bentuk baru yang dihasilkan pengrajin hasil dari keterampilan,

kreativitas dan kemampuan seni dari para pengerajin.

c) Pengeringan/pengasapan

Setelah ata dianyam menjadi bentuk yang diinginkan, selanjutnya

dilakukan tahap pengeringan untuk mengurangi kandungan air yang

terdapat pada ata sehingga produk yang dihasilkan tidak berjamur

Pemesanan / Order

Pembersihan

Penganyaman

Pengeringan/pengasapan

Pengepakan

Persiapan bahan

baku

Pengiriman Barang

Bagian Produksi

Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Produksi Kerajinan Ata

Pemasaran / toko

8

ketika diekspor. Proses pengeringan ata dilakukan dengan cara

pengasapan agar warna yang dihasilkan juga lebih bagus. Ata

diletakan di dalam oven lalu diasapi oleh asap yang dihasilkan dari

kompor biomassa. Kurang lebih waktu yang diperlukan dalam proses

ini adalah satu hari.

2.2 Biomassa

Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetis,

baik berupa produk maupun buangan. Melalui fotosintesis, karbondioksida di udara

ditransformasikan menjadi molekul karbon lain (misalnya gula dan selulosa) dalam

tumbuhan. Energi kimia yang tersimpan dalam tanaman dan hewan akibat memakan

tumbuhan atau hewan lain serta dalam kotorannya dikenal dengan nama bio-energi.

Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah

pertanian, limbah hutan, limbah perkebunan, tinja dan kotoran ternak. Umumnya

biomassa yang digunakan untuk diambil energinya adalah biomassa yang nilai

ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil produk primernya tidak

dimanfaatkan kembali.

Kandungan utanma biomassa adalah karbon, oksigen, dan hidrogen. Hal ini

ditunjukkan pada tabel 2.1. tentang ultimate analysis of biomass. Pada tabel tersebut

memperlihatkan komposisi dari 13 biomassa.rumus kimia dari biomassa umumnya

diwakili oleh CxHyOz. Nilai koefisien dari x,y dan z ditentukan oleh masing-masing

biomassa.

9

Tabel 2.1 Ultimate analysis of Biomassa (Raveendran et.al.)(Sumber : Raveendran

dkk.1995,Tercantum dalam Badeau Pierre)

2.2.1 Kacang Tanah

Kacang tanah merupakan tanaman pangan berupa semak yang berasal dari

Amerika Selatan, tepatnya berasal dari Brazilia. Hasil produksin kacang tanah di

Indonesia pada tahun 2013 sebesar 786.868 ton seperti ditunjukkan pada tabel 2.2

(Kementan RI, 2013). Jika berat kulit kacang tanah 20% berat keseluruhan kacang

tanah, maka potensial pembuatan briket 157.373 ton/th. Kadar abu kulit kacang tanah

adalah 5,3%-7,3%. Kadar air pada kulit kacang rata-rata 4,95%-7,75%. Nilai kalor

kulit kacang tanah dalam bentuk bahan baku adalah 4344 kkal/kg (Eko dan

Kusnanda, 2008).

Tabel 2.2. Perkembangan Luas Panen, Produktifitas dan Produksi Kacang Tanah Di indonesia

Tahun 2003-2013.

(sumber: Kementrian Pertanian, Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi, 2013)

10

Tabel 2.3. Hasil Analisa Proksimat dan Ultimate Kacang Tanah

(Sumber:

2.2.2 Kulit Kacang Tanah Sebagai Sumber Energi Alternatif

Sebagai limbah dari hasil produksi, kulit kacang tanah memang sering kali

menimbulkan persoalan tersendiri. Di samping penyimpanannya menghabiskan

ruang-ruang, terbuka proses penghancurannya juga sangat lambat. Jika tidak

mendapat perlakuan segera, dapat menimbulkan gangguan lingkungan. Padahal kulit

kacang sangat potensial bila digunankan sebagai sumber energi alternatif yang murah

bagi masyarakat.

Dari sisi momentum saat ini adalah saat yang paling tepat untuk

mempromosikan kulit kacang sebagai salah satu sumber energi alternatif. Jika ini

dilakukan, bukan saja memberikan pilihan pada masyarakat menyangkut pemenuhan

sumber energi yang murah meriah, tetapi dapat memberikan solusi mengelola kulit

kacang tanah dengan mengedepankan asas manfaat. Momentumnya juga dapat

dikatakan tepat karena masyarakat kini tengah dihadapkan pada pilihan sulit dalam

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Menyusul kenaikan harga bahan

bakar minyak, memaksa masyarakat menyisihkan penghasilannya lebih banyak agar

biaya produksi rumah tangga dapat terpenuhi. Sementara pada saat yang sama,

Property Wt%

Moisture 4.83

Ash 32.3

Volatile Matter 50.9

Fixed Carbon 12.0

Property Wt%

Carbon 32,7

Hydrogen 4.26

Oxygen 25.11

Nitrogen 0.55

Sulpher 0.33

Moisture 4.78

Ash 32.7

Proximate Analysis

Ultimate Analysis

GROSS

CALORIFIC

VALUE (Kcal/Kg)

2960

11

sumber penghasilan masyarakat pada saat ini cenderung tidak ada perubahan. Ini

jelas sangat memberatkan, terutama bagi masyarakat pedesaan yang sangat

menghandalkan minyak tanah sebagai sumber bahan bakar utama mereka.

Memang selain minyak tanah, masih ada sumber energi lain seperti kayu

bakar dan turunannya. Jika menggunakan kayu bakar secara masal maka resiko yang

ditimbulkan pun cukup besar diantaranya yaitu kelestarian hutan mulai terancam.

Demikian pula dengan batu bara yang penggunaannya hanya cocok untuk sistem

pembakaran siklus tertutup pada boiler dan mesin uap sejenisnya sangat rentan

mengancam kesehatan bila digunakan sebagai sumber bahan bakar sistem skala

rumah tangga.

Dengan alasan tersebut, sangat tepat jika kemudian menjadikan kulit kacang

tanah yang notabene masih dianggap limbah dan tersedia melimpah sebagai bahan

bakar alternatif, khususnya bagi masyarakat pedesaan. Caranya, dengan

memodifikasi dalam bentuk kompor biomassa berbahan bakar briket kulit kacang

tanah yang praktis dan murah, sehingga mudah terjangkau oleh masyarakat luas.

Fungsi kompor biomassa kulit kacang tanah, dapat juga sebagai alat substitusi

menggantikan 100% minyak tanah. Namun, dapat juga sebagai komplementasi yang

bisa mengurangi biaya pembelian minyak tanah.

2.3 Pengenalan Sistem Pengeringan

2.3.1 Prinsip Dasar Pengeringan

Pada dasarnya pengeringan adalah suatu proses pemindahan panas dan uap

air secara simultan yang memerlukan energi untuk menguapkan kandungan air yang

dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang

biasanya berupa panas. Biasanya proses pengeringan merupakan suatu proses akhir

dari suatu deretan operasi proses dan setelah pengeringan bahan siap untuk disimpan,

dijual, atau diolah kembali.

Berdasarkan sumbernya, faktor yang mempengaruhi pengeringan dibedakan

menjadi 2 yaitu :

12

1. Faktor internal, yaitu faktor yang mempengaruhi pengeringan yang berasal

dari material itu sendiri faktor-faktor tersebut ialah ukuran material dan

kadar awal air material.

2. Faktor eksternal, yaitu faktor yang mempengaruhi pengeringan yang

berasal dari luar material. Faktor-faktor tersebut ialah perbedaan suhu dan

kelembaban antara material dan udara pengering dan kecepatan aliran

udara pengering.

Berdasarkan atas proses kontak antara media pengering dengan bahan yang

akan dikeringkan, maka pengeringan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:

1. Pengeringan langsung (Direct drying), disini bahan yangdikeringkan

langsung berhubungan dengan bahan yang dipanaskan.

2. Pengeringan tidak langsung (Indirect drying), udara panas berhubungan

dengan bahan melalui perantara, umumnya berupa dinding – dinding atau

tempat meletakkan bahan. Bahan akan kontak langsung dengan panas

secara konduksi.

Berdasarkan cara pemindahan bahan yang dikeringkan,maka proses

pengeringan dibedakan menjadi 2 yaitu:

1. Pengeringan Kontinyu (Continuous Drying)

Bahan yang dikeringkan dilewatkan pada alat pengering secara

berkesinambungan dengan kapasitas dan kecepatan tetap. Jenis-jenis alat

pengering dengan metode kontinyu antar lain pengering terowongan

(tunnel dryer), pengeringan drum (drum dryer), pengeringan putar (rotary

dryer) dan pengering semprot (spray dryer).

2. Pengeringan Tumpukan (Batch Drying)

Pada proses ini bahan yang dikeringkan ditampung dalam suatu wadah,

kemudian baru dikeringkan. Bahan akan dikeluarkan setelah mencapai

keadaan kering dan kemudian dilanjutkan dengan memasukkan bahan

berikutnya.

Pengeringan merupakan proses penguapan kandungan air dalam bahan dengan waktu

tertentu sesuai dengan kondisi udara di sekitarnya. Pada prinsipnya pengeringan

13

merupakan suatu proses pemindahan panas dan perpindahan massa uap air secara

simultan. Panas sensibel diperlukan untuk menaikkan temperature material yang

dikeringkan, sedangkan panas laten diperlukan untuk menguapkan kandungan air

yang terdapat pada material. Uap air dipindahkan dari permukaan bahan yang

dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas.

Gambar 2.3 T-V diagram (sumber : Yunus, A. Cengel. 1997)

Secara singkat proses yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Proses Pemanasan, pada tahap ini terjadi kenaikan temperature substansi

yang dipanaskan sebagai akibat adanya penambahan energi kalor dari

luar. Sekalipun sebenarnya terjadi proses penambahan volume, namun

perubahan volume yang terjadi sangat kecil maka dianggap bahwa

kondisi volume konstan. Adapun energi yang ditambahkan pada proses

ini adalah berupa sensibel heat.

2. Proses perubahan fase, sekalipun pada tahapan ini memerlukan banyak

energi (latent heat), namun seluruh energy yang diterima oleh substansi

tidak menimbulkan perubahan temperature karena dimanfaatkan untuk

terjadinya proses penguapan cairan yang terkandung dalam substansi

yang dipanaskan terjadi perubahan fase dari cair menjadi uap air.

3. Proses pembuangan uap bersamaan dengan udara buang, pada tahap

ini uap air dibuang keluar ruangan pengering bersamaan dengan aliran

udara buang.

Pemanasan T

Perubahan fase

Pembuangan uap

V

14

Pada dasarnya rangkaian proses yang terjadi selama pengeringan meliputi

dua proses sebagai berikut:

• Proses perpindahan massa

• Proses perpindahan panas.

2.4 Perpindahan Massa

Proses pengeringan utamanya ditentukan dari besarnya perpindahan massa

dari material yang dikeringkan ke fluida pengering. Adapun proses perpindahan

massa ini tergantung dari beberapa faktor antara lain:

a) Koefisien perpindahan massa (hm)

Perpindahan massa yang berhubungan dengan proses pengeringan

adalah secara konveksi.

b) Perbedaan konsentrasi air (ΔCA)

antara fluida pengering dan material yang dikeringkan.

Perpindahan massa pada material dapat terjadi secara difusi, yaitu proses

perpindahan massa dari bagian dalam material ke bagian permukaan material dan

dilanjutkan dengan perpindahan massa secara konveksi, yaitu proses perpindahan

massa dari material ke fluida pengering (udara) yang mengalir. Sehingga

perpindahan massa secara konveksi dirumuskan sebagai berikut:

Na = hm.A. (CAS - CA∞) (kmol/s)............................................................(2.1)

Dimana:

hm = Koefisien perpindahan massa konveksi (m/s)

A = Luas penampang material (luas permukaan perpindahan massa(m2).

CAS = Konsentrasi molar air (uap air) di permukaan material (kmol/m3).

CA∞ = Konsentrasi molar uap air di udara pengering (kmol/m3)

15

Laju pengeringan tergantung pada besarnya laju perpindahan massa konveksi

dari permukaan material menuju udara pengering. Laju perpindahan massa konveksi

tergantung pada koefisien perpindahan massa konveksi (hm), dimana besar kecilnya

(hm) tergantung pada temperature rata–rata udara pengering dan kecepatan aliran

fluida (udara) pengering. Makin besar kecepatan dan semakin tinggi temperatur

udarapengering maka semakin besar (hm), semakin besar pula laju perpindahan

massa konveksi

2.5 Perpindahan Panas

Perpindahan panas atau heat transfer adalah ilmu untuk meramalkan energi

atau proses perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan temperatur di

antara benda atau material, dimana energi yang berpindah tersebut dinamakan kalor

atau panas (heat). Panas akan berpindah dari medium yang bertemperatur lebih

tinggi ke medium yang temperaturnya lebih rendah. Perpindahan panas ini

berlangsung terus sampai ada kesetimbangan temperatur diantara kedua medium

tersebut. Perpindahan panas dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu

perpindahan panas secara konduksi, konveksi, dan radiasi.

2.5.1 Perpindahan Panas Konduksi

Perpindahan panas konduksi adalah perpindahan panas yang terjadi akibat

adanya perbedaan temperatur antara permukaan yang satu dengan permukaan yang

lain pada suatu media padat atau pada media fluida yang diam.

Konsep yang ada pada konduksi adalah merupakan aktivitas atomik dan

molekuler sehingga peristiwa yang terjadi pada konduksi adalah perpindahan energi

dari partikel yang lebih energetik (molekul lebih berenergi/bertemperatur tinggi)

menuju partikel yang kurang energetik (molekul kurang berenergi/ bertemperatur

lebih rendah).

Untuk kondisi perpindahan panas keadaan steady melalui dinding datar satu

dimensi seperti ditunjukan pada gambar 2.4.

16

Gambar 2.4 Perpindahan panas konduksi pada dinding datar

Sumber : (Incropera, Frank P and DeWitt, David P., 1996)

Persamaan laju konduksi dikenal dengan Hukum Fourier tentang

Konduksi (Fourier Low of Heat Conduction), yang persamaan

matematikanya sebagai berikut:

qkond = dx

dTkA ................................................................................ (2.2)

dimana :

qkond = Laju perpindahan panas konduksi (W)

k = Konduktivitas thermal bahan (W/m.K)

A = Luas penampang tegak lurus terhadap arah aliran panas (m)

dx

dT = Gradien temperatur pada penampang tersebut (K/m)

Tanda negatif (-) diselipkan agar memenuhi Hukum Kedua Termodinamika,

yaitu bahwa panas mengalir dari media yang bertemperatur lebih tinggi menuju

media yang temperaturnya lebih rendah.

2.5.2 Perpindahan Panas konveksi

Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi akibat

adanya perbedaan temperatur dari suatu permukaan media padat menuju fluida yang

mengalir (bergerak) atau sebaliknya. Suatu fluida memiliki temperatur (T), yang

bergerak dengan kecepatan (u) di atas permukaan media padat (Gambar 2.2).

Temperatur media padat lebih tinggi dari temperatur fluida, maka akan terjadi

perpindahan panas konveksi dari media padat ke fluida yang mengalir.

17

Gambar 2.5 Perpindahan panas konveksi dari permukaan media padat ke fluida yang mengalir

Sumber: (Incropera dan DeWitt, 3rd ed.)

Laju perpindahan panas konveksi adalah merupakan Hukum Newton

tentang pendinginan (Newton’s Law of Cooling) yaitu:

qkonv = h.As.(Ts - T) .......................................................................... (2.3)

dimana :

qkonv = Laju perpindahan panas konveksi (W)

h = Koefisien perpindahan panas konveksi ( W/m2.K)

As = Luas permukaan perpindahan panas (m2)

Ts = Temperatur permukaan (K)

T = Temperatur fluida (K)

Menurut aliran fluidanya, perpindahan panas konveksi dapat diklasifikasikan

menjadi 2 yaitu:

1. Konveksi paksa (forced convection), terjadi bila aliran fluidanya

disebabkan oleh gaya luar seperti : blower, pompa, atau kipas angin.

2. Konveksi alamiah (natural convection), terjadi bila aliran fluidanya

disebabkan oleh efek gaya apungnya (buoyancy forced effect). Pada fluida,

temperatur berbanding terbalik/berlawanan dengan massa jenis (density).

Dimana, makin tinggi temperatur fluida maka semakin rendah massa jenis

fluida tersebut dan sebaliknya makin rendah temperatur maka makin tinggi

massa jenisnya. Fluida dengan temperatur lebih tinggi akan menjadi lebih

ringan karena massa jenisnya mengecil maka akan naik mengapung di atas

fluida yang lebih berat.

18

2.5.3 Perpindahan Panas Radiasi

Proses perpindahan panas secara radiasi (pancaran) adalah suatu proses

perpindahan energi panas yang terjadi dari benda yang bertemperatur tinggi menuju

benda dengan temperatur lebih rendah dengan tanpa melalui suatu medium perantara.

(Kreith 1986).

Pada proses perpindahan energi panas secara radiasi ini semua permukaan pada

temperature tertentu mengemisikan energi dalam bentuk gelombang

elektromagnetik. Proses perpindahan panas secara radiasi dapat pula terjadi pada dua

media yang dibatasi oleh media yang bersuhu lebih dingin daripada keduanya

(Cengel 1997). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perpindahan panas secara radiasi

adalah mekanisme perpindahan panas yang terjadi melalui gelombang

elektromagnetik yang terjadi pada suatu permukaan dengan emisivitas antara nol dan

satu.

Laju perpindahan panas radiasi atau panas yang diemisika oleh permukaan

suatu benda riil (nyata) adalah :

q RADIASI = ε σ Ts4 A..........................................................................(2.4)

Dimana:

q RADIASI = Laju perpindahan panas secara radiasi (Watt)

ε = Emisivitas permukaan benda.

σ = Konstanta Stevan – Boltzmann (5,67 . 10-8

) (W/ )

Ts = Temperatur permukaan benda, selalu dalamabsolut (K)

A = Luas permukaan perpindahan panas radiasi (m2)

Tsur = Temperatur surrounding (K)

Laju perpindahan panas radiasi netto antara permukaan benda yang

bertemperatur lebih tinggi menuju permukaan media yang bertemperatur lebih

rendah atau sebaliknya dinyatakan dengan :

19

q RAD. NETTO = ε A σ (Ts4- Tsur

4) jika Tsur <Ts......................................(2.5)

q RAD. NETTO = ε A σ (Tsur4- Ts

4) jika Tsur >Ts......................................(2.6)

2.6 Udara Pengering

Fluida adalah suatu zat atau substanti yang akan mengalami deformasi secara

berkesinambungan apabila menerima gaya geser walaupun gaya geser yang

diterimanya tersebut sangat kecil. Fluida terdiri dari komposisi molekul–molekul

dalam gerakan konstan.

2.6.1 Aliran Udara Pengeringan

Pada proses pengering ini yang digunakan adalah proses aliran alami

(Natural Flow) yaitu menggunakan cerobong sebagai pengalir udara, sehingga laju

aliran massa (mass flow rate) udara dipengaruhi oleh efek gaya apung (Bouyancy

Force Effect).

Dengan laju aliran massa udara yang alami memungkinkan udara pengering

mencapai temperatur yang lebih tinggi, sehingga udara pengering dapat

mengeringkan dengan lebih efisien. Fungsi aliran udara pengering yaitu:

Sebagai perantara gelombang panas melintasi permukaan luarmaterial,

sehingga yang terkandung pada material terevaporasi.

Membawa uap air yang terevaporasi dari permukaan materialmenuju

cerobong pembuangan udara bercampur uap.

2.7 Kelembaban Udara (Air Humidity)

Material memiliki kemampuan untuk menyerap dan melepaskan kandungan

air. Oleh karena itu penting untuk dapat mengetahui tingkat kelembaban udara

sekitarnya.

Adapun macam – macam kelembaban udara, adalah sebagai berikut:

20

a) Kelembaban Udara Absolut (Absolute Humidity, ω)

Kelembaban udara absolut adalah nilai jumlah kandungan uap air

dalam satu kilogram udara (gr/Kg). Namun nilai kelembaban udara

absolut ini sangat dipengaruhi oleh panas termal udara dan nilainya

tidak mengalami perubahan saat mengalami pemanasan ataupun

pendinginan. Pada temperatur tinggi, udara cenderung menghisap

kelembaban (uap air).

b) Kelembaban Udara Relatif (Relative Humidity, Ф)

Adalah jumlah persentase kandungan uap air yang dihitung atas dasar

udara berkandungan maksimum (udara jenuh). Kelembaban relatif

pada udara jenuh harus selalu 100%. Kelembaban udara relatif akan

menurun bila udara dipanaskan dan meningkat bila udara didinginkan.

Dengan catatan bahwa jumlah kandungan air yang ada pada udara

tidak mengalami perubahan.

2.8 Sistem Pengering Buatan

Sistem pengering buatan berbeda dengan sistem pengering secara alami

(Natural Air Drying). Pada sIstem ini proses pengeringan tidak sepenuhnya

bergantung pada kondisi cuaca. Sirkulasi gerakan dan arah angin yang mengandung

energi panas udara yang mengalir baik proses aliran paksa maupun alami. Bila udara

dalam ruangan terlalu lembab udara tersebut dapat dibuang melalui saluran

pembuangan (damper) untuk kemudian digantikan dengan udara baru yang tidak

terlalu lembab.

Sifat pengering buatan dibuat untuk mendapatkan beberapa nilai positif

yang tidak dapat dicapai oleh sistem pegeringan secara alami, misalnya:

1. Proses pengeringan tidak sepenuhnya bergantung pada panas matahari atau

kondisi musim.

2. Dengan singkatnya proses pengeringan, kapasitas pengeringan dapat

ditingkatkan.

21

3. Proses pengeringan dapat terjadi secara kontinyu dan dapat dilakukan

sewaktu–waktu sesuai keinginan.

4. Bahan yang dikeringkan akan lebih aman dari gangguan luar yang dapat

merusak bahan atau produk seperti : debu, hewan, gangguan cuaca dan lain-

lain.

5. Penggunaan filter udara pada saluran udara masuk memungkinkan bahwa

udara pengeringan benar–benar bersih dari kotaran, debu dan lainnya.

2.9 Stack Effect

Stack efek adalah pergerakan udara ke dan dari cerobong asap, tumpukan

gas buang dan didorong oleh kemampuan mengapung. Apung terjadi karena

perbedaan tekanan antara dalam ruangan dorongan kerapatan udara bebas yang

disebabkan oleh perbedaan suhu dan kelembaban. Hasilnya adalah positif atau

negatif (gaya apung). Semakin besar perbedaan termal dan ketinggian struktur,

semakin besar kekuatan daya apung, dan dengan demikian efek tumpukan yang

disebut sebagai “efek cerobong asap” akan membantu mendorong ventilasi alami dan

infiltrasi.

2.10 Nilai Kalor

Nilai kalor adalah suatu angka yang menyatakan jumlah panas/kalori yang

dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah bahan bakar tertentu dengan

udara/oksigen menurut Yelina,dkk (2000). [14]

Nilai kalor dapat dicari dengan menggunakan alat bomb calorimeteruntuk

mengetahui selisih perubahan temperatur dalam proses pembakaran dan data tersebut

dapat dihitung dengan rumus:

..............................................................(2.7)

HHV =

................................................................(2.8)

22

LHV = ..........................................................................(2.9)

Dimana :

HHV = Nilai kalor atas bahan bakar (kal/gr)

C = Nilai kalor standarisasi dari natrium benzoid acid (kal/˚C)

= (T2-T1) selisih antara temperatur akhir dengan temperatur

awal (˚C)

LHV = Nilai kalor bawah bahan bakar (kal/gr)

X = Massa H2O yang terbentuk selama proses pembakaran

persatuan massa bahan bakar (gr H2O/ gr bb)

LH = Panas latent penguapan H2O (kal/gr H2O)

2.11 Kesetimbangan Energi

Kesetimbangan energi yang terjadi pada sistem pengering (alat pengering dan

kompor biomassa) seperti gambar 2.7 dibawah ini:

Gambar 2.6 Sistem Kesetimbangan Energi Pada Sistem Pengering

23

Keterangan :

= Laju energi bahan bakar (kJ/s)

= Laju energi losses pada abu (kJ/s)

= Laju energi losses pada cerobong (kJ/s)

= Laju panas losses pada transmisi dinding kompor (kJ/s)

= Laju panas losses pada transmisi dinding pengering (kJ/s)

= Laju panas losses pada transmisi penghubung kompor dengan ruang

pengering (kJ/s)

Kesetimbangan energi pada sistem pengering:

= + .......................................................................(2.10)

Dimana:

= Laju energi masuk sistem pengering (kJ/s)

= Laju energi tersimpan dalam sistem (kJ/s)

= Laju energi keluar sistem (kJ/s)

Asumsi : = 0, karena sistem steady state

Maka persamaan diatas:

= ............................................................................................(2.11)

= + ............................................,....................(2.12)

= ............................................(2.13)

Laju energi losses pada cerobong:

= ( + ) Cp . Tc ...........................................................(2.14)

Laju energi losses pada abu:

= x LHV .................................................................(2.15)

Laju energi losses pada kopor:

=

=

.................................................................................(2.16)

24

=

=

.................................................................................(2.17)

=

=

.................................................................................(2.18)

Rtotal =

=

.....................................................................................(2.19)

Dimana:

= Laju energi losses pada cerobong (kJ/s)

= Laju energi losses pada abu (kJ/s)

= Laju massa abu (Kg/s)

= Laju masssa fluegas (Kg/s)

= Laju massa air pada ata yang terbuang/menguap (Kg/s)

= kalor jenis pada tekanan kontas(udara)

= Temperatur cerobong (˚C)

A = Luas Penampang (m2 )

R1 = Tahanan termal pada plat besi (k/w)

R2 = Tahanan termal pada glass wool (k/w)

LB = Tebal material glass wool (cm)

LA = Tebal material plat besi (mm)

KB = Konduktifitas termal glass wool (w/m.k)

KA = Konduktifitas termal plat besi (w/m.k)

Tsin = Temperatur dalam dinding (˚C)

Tsout = Temperatur luar dinding (˚C)

25

2.12 Laju Massa Bahan Bakar

Laju massa bahan bakar dapat dihitung menggunakan rumus:

= Laju massa bahan bakar (kg/s)

bb =

..................................................................................................................(2.20)

imana :

mawal = Massa awal bahan bakar (kg)

msisa =Massa sisa bahan bakar (kg)

t = Waktu proses pengeringan (s)

2.13 Performansi Pengeringan

Performansi pengeringan dengan memanfaatkan energi panas dari kompor

biomassa meliputi parameter berikut ini :

a. Energi panas berguna ), yaitu jumlah energi kalor yang digunakan

untuk menguapkan masa air pada material persatuan waktu. Dinyatakan

dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

= = (W) ..................................................................(2.21)

Dimana:

= Laju energi panas berguna (kJ/s)

= Laju Energi penguap (kJ/s)

= Laju massa air pada ata yang terbuang/menguap (kg/s)

= Didapat dari tabel saturated water yang dimana diasumsikan

suhu material yang dipanaskan (kal/gr)

b. Sumber Energi dari bahan bakar yang memasuki rak pengering

secara matematis ditulis dalam persamaan sebagaimana berikut ini:

= bb . HHV (W) ........................................................................(2.22)

26

Dimana :

= Laju energi bahan bakar yang dipergunakan (kJ/s)

bb =Laju massa bahan bakar yang dipergunakan (kg/s)

HHV = Nilai kalor biomassa (kJ/kg)