bab ii a. men, money, method, materials, machines dan...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
A. Pengertian MSDM
“Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Manajemen ini terdiri dari enam unsur (6 M) yaitu : men, money, method, materials, machines dan market. MSDM adalah bagian dari Manajemen yang merupakan suatu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam organisasi perusahaan. Unsur MSDM adalah manusia yang merupakan tenaga kerja pada perusahaan” (Malayu Hasibuan, 2009: 9-10).
B. Komponen MSDM
Menurut Malayu Hasibuan (2009: 12-13), tenaga kerja manusia pada
dasarnya dibedakan atas pengusaha, karyawan, dan pimpinan.
1. Pengusaha, adalah setiap orang yang enginvestasikan modalnya untuk
memperoleh pendapatan dan besarnya pendapatan itu tidak menentu tergantung
pada laba yang dicapai perusahaan.
2. Karyawan, adalah penjual jasa (pikiran dan tenaganya) dan mendapat
kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu. Karyawan
merupakan kekayaan utama suatu perusahaan, karena tanpa keikutsertaan
karyawan, maka aktifitas perusahaan tidak akan terjadi. Karyawan berperan
aktif dalam menetapkan rencana, system, proses, dan tujuan yang ingin dicapai.
9
3. Pimpinan/Manajer, seseorang yang dapat mempergunakan wewenang dan
kepemimpinannya untuk mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas
pekerjaan orang tersebut dalam mencapai suatu tujuan.
C. Tujuan Perencanaan SDM
Tujuan perencanaan SDM menurut Veithzal Rivai (2009: 5) ialah sebagai
berikut :
1. Menentukan kualitas dan kuantitas karyawan yang akan mengisi semua jabatan
dalam perusahaan
2. Menjamin tersedianya tenaga kerja masa kini maupun masa depan, sehingga
setiap pekerjaan ada yang mengerjakannya
3. Menghindari terjadinya mismanajemen dan tumpang tindih dalam pelaksanaan
tugas
4. Mempermudah koordinasi, integrasi dan sinkronisasi (KIS) sehingga
produktifitas meningkat
5. Menghindari kekurangan atau kelebihan karyawan
6. Menjadi pedoman dalam menetapkan program penarikan, seleksi,
pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan
pemberhentian karyawan
7. Menjadi pedoman dalam melaksanakan mutasi (vertikal dan horizontal) dan
pension karyawan
8. Menjadi dasar dalam penilaian kinerja karyawan
10
D. Tahapan Perencanaan SDM
Menurut Suwatno dan Donni (2011:48) ada beberapa tahap yang terkait
dengan perencanaan SDM antara lain disajikan sebagai berikut :
1. Tahap peramalan kebutuhan SDM dimasa depan
Prakiraan kebutuhan secara garis besar terbagi atas empat kelompok yaitu:
a. Eksternal dan Internal yang meliputi pertumbuhan ekonomi dan kondisi
sosial politik, undang-undang dan peraturan ketenagakerjaan, penduduk dan
pertumbuhan angkatan kerja, suplay tenaga kerja, transformasi pengetahuan
dan teknilogi (eksternal), kemudian kapasitas produksi, kemampuan
keuangan perusahaan, fokus invasi perusahaan, program evisiensi dan
efektifitas tenaga kerja, ketersediaan berbagai peralatan dan perlengkapan,
mesin-mesin produksi. Penerapan strategi (internal) dan lain sebagainya.
b. Persyaratan SDM dimasa depan antara lain : organisasi dan rancangan
pekerjaan, perencanaan dan anggaran, kebijaksanaan manajemen dan
filosofi organisasi, sistem dan teknologi dalam organisasi, dan tujuan dan
rencana organisasi. Persyaratan SDM yang dibutuhkan dimasa mendatang
berpengaruh langsung pada prakiraan kebutuhan (jumlah dan jenis) SDM
dimasa mendatang.
c. Ketersediaan SDM dimasa mendatang yang dapat diprediksi melalui
inventarisasi bakat karyawan yang ada (talent Management), prakiraan
penguranga pegawai, prakiraan perpindahan dan pengembangan, dan
pengaruh paska program SDM. Sebagaimana halnya persyaratan SDM
11
dimasa mendatang, prakiraan ketersediaan SDM juga berpengaruh langsung
pada prakiraan kebutuhan SDM.
d. Prakiraan kebutuhan SDM.
2. Perencanaan program (programe planning)
Rancangan atau rencana program tersebut meliputi dua hal besar yaitu :
a. Manajemen Kinerja, meliputi (1) Hal-hal yang berkaitan dengan
keorganisasian seperti aktivitas kerja, hubungan kerja, tanggung jawab
kerja, standar kerja, alur delegasi wewenang dan jabatan, kualitas kerja,
iklim organisasi. (2) Penilaian kinerja yang terdiri dari perencanaan kinerja,
tujuan kinerja, bimbingan, evaluasi kinerja, alat dan model analisis kinerja.
(3) Struktur imbalan seperti kompensasi dan pembagian keuntungan.
b. Manajemen Karir, meliputi (1) sistem dan kebijaksanaan perusahaan seperti
analisis jabatan, rekrutmen, seleksi dan penempatan, promosi dan transfor,
pengembangan, pendidikan, serta pemberhentian atau pensiun. (2) Suksesi
manajemen yang meliputi kajian individu, persyaratan posisi, peta suksesi
kepemimpinan, rencana penggantian, dan perjalanan kemajuan karir. (3)
Kesempatan berkarir yang meliputi syarat jabatan, pola karir dan
komunikasi karir. (4) rencana karir individu yang terdiri dari analisis diri
sendiri, rencana karir perorangan dan rencana aksi pengembangan
perorangan.
12
2.1.2 Kinerja Karyawan
A. Pengertian Kinerja Karyawan (SDM)
Suwatno dan Donni (2011:196) menatakan bahwa kinerja merupakan
performance atau unjuk kerja. Kinerja dapat pula diartikan sebagai prestasi kerja
atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja. Menurut August W. Smith (dikutip
oleh Suwatno dan Donni, 2011) menyatakan bahwa “performance is output
derives from processes, human otherwise ”, kinerja merupakan hasil dari suatu
proses yang dilakukan manusia. Berdasarkan hal tersebut, maka kinerja atau
prestasi kerja marupakan hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang
berlaku dalam kurun waktu tertentu dan berkenaan dengan pekerjaan serta
perilaku dan tindakannya.
Selanjutnya bahwa “kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja
secara kualitas mauun kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.” Oleh karena itu, disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah prestasi
kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang icapai SDM
per satuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
B. Manajemen Kinerja SDM
Manajemen kinerja menurut Ahmad S. Ruky (2002:6) adalah suatu bentuk
usaha kegiatan atau program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan
organisasi atau perusahaan untuk mengarahkan dan mengendalikan prestasi
13
karyawan. Sedangkan Robert Bacal (2004) mendefinisikan bahwa manajemen
kinerja adalah suatu proses komunikasi yang terus-menerus dilakukan dalam
kerangka kerja sama antara seorang karyawan dan atasannya langsung, yang
melibatkan penetapan pengharapan dan pengertian tentang fungsi kerja karyawan
yang paling dasar, bagaimana pekerjaan karyawan memberikan kontribusi pada
sasaran organisasi, makna dalam arti konkret untuk melakukan pekerjaan dengan
baik, bagaimana prestasi kerja akan diukur, rintangan yang mengganggu kinerja
dan cara untuk meminimalkan atau melenyapkan.
Kinerja merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan pengendalian terhadap pencapaian kinerja dan dikomunikasikan secara terus
menerus oleh pimpinan kepada karyawan, antara karyawan dengan atasannya
langsung.
C. Pengertian Penilaian Kinerja Karyawan
Menurut Veithzal Rivai (2009:549), penilaian kinerja mengacu pada suatu
sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai, dan
mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil,
termasuk tingkat ketidakhadiran. Dengan demikian penilaian kinerja merupakan
hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggung jawabnya.
Sedangkan Mejia dkk (2004:222-224) mengungkapkan bahwa penilaian
kinerja merupakan suatu proses yang terdiri dari :
a) Identifikasi, yaitu menentukan faktor-faktor kinerja yang berpengaruh terhadap
kesuksesan organisasi
14
b) Pengukuran, yang merupakan inti dari proses sistem penilaian kinerja
c) Manajemen, proses ini merupakan tindak lanjut dari hasil penilaian kinerja
Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan yang dikemukakan oleh Leon C. Mengginson (1981:310) yang dikutip dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2000:69) adalah sebagi berikut “penilaian prestasi kerja (performance apprasial) adalah suatu proses yang digunakan pipinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.”
Selanjutnya Andrew E. Sikula (1981:205) dalam A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2000:69) mengemukakan bahwa “penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa objek orang ataupun seseuatu (barang).”
Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi
kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil
pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu juga untuk menentukan
kebutuhan kemampuan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang
sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik
dimasa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal
promosi jabatan atau penentu imbalan.
D. Tujuan dan Kegunaan Penilaian Kinerja Karyawan
Menurut Werther dan Davis (1996:342) yang dikutip dalam Suwatno dan
Donni (2011:197), menyebutkan bahwa penilaian kinerja mempunyai beberapa
tujuan dan anfaat bagi perusahaan dan karyawan yang dinilai, antara lain :
1. Performance Improvement. Memungkinkan karyawan dan manager untuk
mengambil tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja.
2. Compensation Adjustment. Membantu para pengambil keputusan untuk
menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.
15
3. Placement Decision. Menentukan promosi, transfer, dan demotion.
4. Trainning adn Development Needs. Mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan
pengembangan bagi karyawan agar kinerja mereka lebih optimal.
5. Carrer Planning and Development. Memandu untuk menentukan jenis karier
dan potensi karier yang dapat dicapai.
6. Staffing Process Deficiencies. Mempengaruhi prosedur perekrutan karyawan.
7. Informational Inaccuracies and Job-Design Errors. Membantu menjelaskan
apa saja kesalahan yang telah terjadi pada manajemen sumber daya manusia
terutama dibidang informasi job-analysis, job-design, dan sistem informasi
manajemen sumber daya manusia.
8. Equal Employment opportunity. Menunjukkan bahwa placement decision
telah diskriminatif.
9. Externel challenges. Kadang-kadang kinerja karyawan dipengaruhi oleh
faktor external seperti keluarga keuangan pribadi, kesehatan, dan lain-lain.
Biasanya faktor ini tidak terlalu terlihat, namun dengan melakukan penilaian
kinerja faktor-faktor eksternal ini akan terlihat sehingga dapat membantu
departemen sumber daya manusia untuk memberikan bantuan bagi
peningkatan kinerja karyawan.
10. Feedback. Memberikan umpan balik bagi urusan kekaryawanan maupun bagi
karyawan itu sendiri.
Tujuan dilaksanakannya penilaian kinerja menurut Milkovich (1991:91)
yang dikutip dalam Suwatno dan Donni (2011:198) ialah untuk mengenali
kekuatan dan kelemahan karyawan, sehingga proses umpan balik sebagai
16
motivator dapat berjalan dengan baik untuk memperbaiki kesalahan karyawan
dalam bekerja dan penentuan alokasi rewards yang tepat sesuai dengan prestasi
kerja masing-masing karyawan. Umpan balik bagi karyawan merupakan
informasi untuk mendapatkan bimbingan dalam pembinaan agar terbentuk tingkat
kemampuan kerja dan usaha kerja karyawan.
E. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan
faktor mutivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis dalam
A.A.Anwar Prabu Mangkunegera (2008:67).
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005: 14).
Menurut Hersey and Blanchard, kinerja menjadi suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Rivai dan Basri, 2006: 15).
Mangkunegara (2005: 14) mengatakan bahwa Kinerja (performance)
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
1. Faktor individual yang terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang
dan demografi.
2. Faktor psikologis yang terdiri dari persepsi, sikap (attitude), kepribadian
(personality), pembelajaran dan motivasi.
3. Faktor organisasi yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan,
struktur, dan job design.
17
Menurut A. Dale Timple (Mangkunegara, 2005: 15), faktor-faktor kinerja
terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal (disposisional), yaiu
faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Faktor eksternal yaitu
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan,
seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau
pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Faktor-faktor internal dan eksternal
ini merupakan jenis-jenis atribusi yang mempengaruhi kinerja seseorang.
Menurut Mangkunegara (2005: 16-17), faktor penentu prestasi kerja
individu dalam organisasi adalah faktor individu dan faktor lingkungan.
1. Faktor Individu
Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki
integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisiknya. Konsentrasi yang baik
ini merupakan modal utama individu untuk mampu mengelola dan
mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan
atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam
mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara
lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang
menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim
kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang relatif
memadai.
18
2.1.3 Kemampuan Kerja
A. Pengertian Kemampuan
Kemampuan adalah kesanggupan seseorang terhadap suatu hal dengan
dasar penguasaan dan pemahaman dengan berbagai pengetahuan dan
keterampilan yang dimilikinya.
Kemampuan merupakan ungkapan dan perwujudan diri individu termasuk
kebutuhan pokok manusia yang bisa terwujud memberikan rasa kepuasan dan rasa
keberhasilan yang mendalam. Kemampuan dapat menentukan dan meningkatkan
makna hidup manusia dengan segala kompleksitas dan problemnya juga
keindahannya (Riduwan, 2006: 252).
Menurut Gibson dalam Enjang Suhaedin (2009:14) mengemukakan bahwa
“An ability is trait (inate or learned) that permits a person to do something mental
or physycal”, jika diterjemahkan berarti kemampuan adalah sifat
(bawaan/dipelajari) yang memungkinkan seseorang melakukan sesuatu yang
bersifat mental/fisik.
Menurut Campbel yang dikutip dalam Mangunhardjana Riduwan (2006:
253), ciri pegawai yang memiliki kemampuan adalah sebagai berikut :
1. Kelincahan mental berpikir dari segala arah
Kelincahan mental adalah kemampuan untuk bermain-main dengan ide-ide
atau gagasan-gagasan, konsep, kata-kata dan sebagainya. Berpikir dari segala
arah adalah kemampuan untuk melihat masalah atau perkara dari berbagai
arah, segi dan mengumpulkan berbagai fakta yang penting dan mengarahkan
fakta itu pada masalah atau perkara yang dihadapi, sedangkan kelincahan
19
mental berpikir ke segala arah adalah kemampuan untuk berpikr dari ide atau
gagasan, menyebar ke segala arah.
2. Fleksibilitas konsep (conceptual flexibility) adalah kemampuan untuk secara
spontan mengganti cara memandang, pendekatan, kerja yang tidak jalan.
3. Orisinalitas (originality) adalah kemampuan untuk mengeluarkan ide,
gagasan, pemecahan, cara kerja yang tidak lazim, yang jarang bahkan
mngejutkan.
4. Lebih menyukai kompleksitas daripada simplisitas
Orang yang kreatif dan mampu itu lebih menyukai kerumitan dari pada
kemudahan dengan maksud untuk memperkaya dan memperluas cakrawala
berpikir.
5. Orang yang kreatif mengatur rasa ingin tahunya secara baik, intelektualnya
giat bekerja dan dinamis.
6. Orang yang berani berpikir dan berprasangka terhadap masalah yang
menantang.
7. Orang yang terbuka dan menerima informasi, misalnya meminta informasi
dari rekannya untuk keperluan memecahkan masalah.
8. Orang yang matang dan konseptual melalui penelitian dalam menghadapi
masalah.
9. Orang yang mandiri (independent), ia bekerja sendiri tanpa menggantungkan
pada orang lain.
20
Maman Ukas dalam Dewi Indrayani (2008:61) mengemukakan
kompetensi yaitu:
1. Kemampuan membuat konsep (coceptual skill)
Yaitu kemampuan mental untuk berfikir dalam memberikan pengertian,
pandangan, pendapat dalam menangani kegiatan organisasi secara menyeluruh
baik mengenai kebijakan, kemungkinan-kemungkinan dalam mengahadapi
perubahan dan bagaimana dalam mengatasinya.
2. Kemampuan kemanusiaan (human skill)
Yaitu kemampuan bekerja dalam kelompok lain secara organisasi maupun
individu dalam memperbaiki motivasi, berkomunikasi, memimpin dan
mengarahkan orang-orang untuk mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan
yang diinginkan.
3. Kemampuan teknis (technical skill)
Yaitu kecakapn menangani suatu masalah atau penggunaan peralatan,
prosedur, metoda dan teknik dalam proses operasional terutama menyangkut
manusia bekerja yang berhubungan dengan alat-alat yang harus digunakan
dalam menyelesaikan pekerjaan.
Linggohan dalam Enjang Suhaedin (2009:15) mengemukakan bahwa
kemampuan kerja itu pada dasarnya merupakan:
1. Kecakapan dibidang tugas
2. Keterampilan melaksanakan tugas
3. Pengalaman dibidang tugas
4. Bersungguh-sungguh dalam melaksanakan tugas
21
5. Kesegaran dan kesehatan jasmani dan rohani
6. Melaksanakan tugas secara berdaya guna
7. Hasil kerja melebihi yang ditentukan
B. Strategi Meningkatkan Kemampuan Kerja
Pengembangan kemampuan sumber daya manusia merupakan kegiatan
yang harus dilaksanakan organisasi agar pengetahuan, keterampilan, dan sikap
pegawai dapat sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang harus mereka laksanakan.
Menurut Mohamad as’ad dalam Enjang Suhaedin (2009:20) bahwa
mengembangkan kemampuan kerja pada pegawai/ karyawan berarti
meningkatkan kemampuan mereka untuk lebih memahami dalam hal:
1. Seluk beluk pelaksanaan pekerjaan lebih mendalam
2. Perkembangan perusahaan
3. Sasaran yang akan dicapai perusahaan
4. Perlunya kerjasama melaksanakan pekerjaan
5. Informasi yang disampaikan perusahaan
6. Hubungan perusahaan dengan lingkungan
7. Kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan
8. Sistem dan prosedur yang digunakan dalam pelaksanaan tugas perusahaan
9. Perilaku yang mendukung dan dituntut oleh perusahaan
Menurut Surya Dharma dalam Enjang Suhaedin (2000:20) bahwa untuk
meningkatkan kemampuan kerja pegawai/ karyawan agar dapat memenuhi
tuntutan kerja yang tinggi, dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
22
1. Kontrol: memberi karyawan kewenangan untuk mengontrol keputusan
mengenai bagaimana mereka mengerjakan pekerjaannya.
2. Strategi atau visi: menaawarkan kepada karyawan visi dan arahan yang
membuat mereka memiliki komitmen untuk bekerja keras.
3. Tantangan kerja: memberi karyawan stimulasi kerja yang dapat
mengembangkan keterangan baru.
4. Kolaborasi dan team work: membentuk tim-tim untuk melakukan pekerjaan.
5. Kultur kerja: membangun suatu lingkungan dan suasana keterbukaan,
menarik, menyenangkan, dan penuh penghargaan.
6. Memberi keuntungan: memberi kompensasi kepada karyawan, karena sudah
menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
7. Komunikasi: menyebarkan informasi sesering mungkin dan secara terbuka.
8. Perhatian: memastikan bahwa setiap karyawan diperlakukan sesuai
martabatnya.
9. Teknologi: memberi karyawan teknologi yang membuat pekerjaan mereka
menjadi lebih mudah.
10. Pelatihan dan pengembangan: memastikan bahwa karyawan memiliki
keterampilan untuk mengerjakan pekerjaan mereka dengan baik.
Upaya umum yang sering dilakukan yaitu dengan mengikutsertakan
karyawan pada kegiatan-kegiatan pendidikand dan pelatihan agar kemampuan
kerja karyawan dapat sesuai dengan tuntutan dan perkembangan pekerjaan.
23
2.1.4 Motivasi Kerja
A. Pengertian Motivasi
Sejumlah teori motivasi telah dikembangkan para ilmuan untuk membahas
motivasi pekerja di dalam berbagai organisasi kerja. Teori motivasi dipahami agar
pimpinan mampu mengidentifikasi apa yang memotivasi karyawan bekerja,
hubungan perilaku kerja dengan motivasi dan mengapa karyawan berprestasi
tinggi.
Stephen P.Robbins dan Mary Counter (1999:50) yang dikutip dalam Suwatno dan Donni (2011:171) menyatakan motivasi kerja sebagai kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan keorganisasian yang dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu.
Sedangkan menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermarhorn, Hunt, Osborne (2001:92) motivasi kerja : “motivation to work describes the forces within an individual that account for the level, direction and persintence of effort expended adequately yang berarti motivasi dalam bekerja yang mendasari kekuatan untuk bekerja di dalam diri perorangan yang meliputi tingkatan, arah dan persentase usaha untuk dapat mencukupi kebutuhannya.”
Motivasi yang ada pada diri seseorang merupakan pendorong yang akan
mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan kepuasan dirinya. Seseorang
mau bekerja untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan yang disadari
(concscious needs) maupun kebutuhan/keinginan yang tidak disadari
(unconcscious needs), demikian juga orang mau bekerja untuk mendapatkan
kebutuhan fisik dan mental (Suwatno dan Donni, 2011:172).
B. Teori-teori motivasi
Secara psikologis, aspek yang sangat penting dalam kepemimpinan kerja
adalah sejauh mana pimpinan mampu mempengaruhi motivasi kerja sumber daya
manusia yang dimiliki agar mampu bekerja produktif dengan penuh tanggung
24
jawab agar kinerja pun dapat dicapai semaksimal mungkin sesuai dengan yang
diharapkan. Hal tersebut disebabkan karen beberapa alasan, antara lain :
1. Karyawan harus senantiasa didorong untuk bekerja sama dalam organisasi.
2. Karyawan harus senantiasa didorong untuk bekerja nekerja dan berusaha
sesuai dengan tuntutan kerja.
3. Motivasi karyawan merupakan aspek yang sangat penting dalam memelihara
dan mengembangkan sumber daya manusia dalam organisasi.
Teori motivasi dipahami agar pimpinan mampu mengidentifikasi apa yang
memotivasi karyawan bekerja, hubungan perilaku kerja dgn motivasinya, dan
mengapa karyawan berprestasi tinggi.
Prof. DR. David C. McClelland (Mangkunegara, 2005) seorang ahli
psikologi bangsa Amerika dari Universitas Harvard, dalam teori motivasinya
mengemukakan bahwa produktivitas seseorang sangat ditentukan oleh “virus
mental” yang ada pada dirinya. Virus mental ini adalah kondisi jiwa yang
mendorong seseorang untuk mampu mencapai prestasinya secara aksimal. Virus
mental yang dimaksud terdiri dari tiga dorongan kebutuhan, yaitu :
1. Kebutuhan untuk berprestasi (Need of achievement), merupakan kebutuhan
untuk mencapai sukses, yang diukur berdasarkan standar kesempatan dalam
diri seseorang. Kebutuhan ini berhubungan erat dengan pekerjaan dan
mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk encapai prestasi tertentu.
2. Kebutuhan berafiliasi (Need for affiliation), merupakan kebutuhan akan
kehangatan dan sokongan dalam hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan
25
ini engarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan secara akrab dengan
orang lain.
3. Kebutuhan kekuatan (Need for poweri), merupakan kebutuhan untuk
menguasai dan mempengaruhi situasi dan orang lain agar menjadi dominan
dan pengontrol. Kebutuhan ini menyebabkan orang yang bersangkutan kurang
memperdulikan perasaan orang lain.
Berdasarkan teori McClelland tersebut, sangat penting dibinanya virus
mental manajer dengan cara mengembangkan potensi karyawan melalui
lingkungan kerja secara efektif agar terwujudnya produktivitas perusahaan yang
berkualitas tinggi dan tercapainya tujuan utama organisasi. Atas dasar teori
McClelland’s Achievement Motivation Theory tersebut dapat disimpulkan ada tiga
faktor atau dimensi dari motivasi, yaitu motif, harapan dan insentif.
1. Motif adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan
bekerja. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Suatu
dorongan di dalam diri setiap orang, tingkatan alasan atau motif-motif yang
menggerakkan tersebut menggambarkaan tingkat untuk menempuh sesuatu.
2. Harapan merupakan kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi tertentu.
Seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya tinggi bila
karyawan meyakini upaya tersebut akan menghantarkan ke suatu penilaian
kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-
ganjaran organisasional (memberikan harapan kepada karyawan) seperti
bonus, kenaikan gaji, atau promosi, dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan
pribadi karyawan.
26
3. Insentif yang diberikan kepada karyawan sangat berpengaruh terhadap
motivasi dan produktivitas kerja. Hal ini sesuai dengan Edwin Locke
(Mangkunegara, 2005: 74) yang menyimpulkan bahwa insentif berupa uang
jika pemberiannya dikaitkan dengan tujuan pelaksanaan tugas sangat
berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas kerja karyawan. Pimpinan
perlu membuat perencanaan pemberian insentif dala bentuk uang yang
memadai agar karyawan terpecut motivasi kerjanya dan mampu mencapai
produktivitas kerja maksimal.
Teori-teori motivasi dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu Teori
kepuasan (content theory), Teori motivasi proses (process theory), Teori
pengukuhan (reinforcement theory).
1. Teori Kepuasan (content theory) yang memusatkan pada apa-nya motivasi.
Teori kepuasan mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan
kepuasan individu yang menyebabkan bertindak serta berprilaku dengan car
tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang
yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilakunya.
Teori ini mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan
seseorang dan apa yang mendorong semangat bekerja seseorang.
Hal yang memotivasi semangat kerja seseorang adalah untuk memenuhi
kebutuhan serta kepuasan baik materiil maupun nonmateriil yang diperolehnya
sebagai imbalan balas jasa dari jasa yang diberkannya kepada perusahaan.
Apabila materiil dan nonmateriil yang diterimanya semakin memuaskan, maka
semangat kerja seseorang akan semakin meningkat. Jadi, pada dasarnya teori
27
ini mengemukakan bahwa seseorang akan bertindak atau semangat bekerja
untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya (inner needs). Semakin tinggi
standar kebutuhan yang diinginkan, maka semakin giat seseorang akan bekerja.
a. Teori Motivasi Klasik
Federik Winslow Taylor mengemukakan teori motivasi klasik atau teori
motivasi kebutuhan tunggal. Teori ini berpendapat bahwa manusia mau
bekerja giat untuk dapat memenuhi kebutuhan fisik atau biologisnya, baik
berbentuk uang atau barang dari hasil pekerjaannya. Konsep dasar teori ini
adalah orang yang akan bekerja giat, bilamana ia mendapat iambalan materi
yang mempunyai kaitan dengan tugas-tugasnya. Manager menetukan
bagaimana tugas dikerjakan dengan menggunakan sistem insentif untuk
memotivasi para pekerja. Semakin banyak mereka berproduksi, semakin
besar penghasilan mereka. Manager mengetahui bahwa kemampuan pekerja
tidak sepenuhnya dikerahkan untuk melaksanakan pekerjaannya. Pekerja
hanya dapat memotivasi dengan memberikan imbalan materi dan jika balas
jasanya ditingkatkan maka dengan sendirinya gairah bekerjanya akan
meningkat.
b. Maslow’s Need Hierarchy Theory
Maslow (1943) mengemukakan teori motivasi yang dinamakan Maslow’s
Need Hierarchy Theory atau A Theory of Human Motvation atu Teori
Hierarki Kebutuhan dari Maslow. Hierarki kebutuhan dari Maslow ini
diilhami oleh Human Science Theory dari Elton Mayo. Hierarki Kebutuhan
mengikuti teori jamak yakni seseorang berperilaku atau bekerja karena
28
adanya dorongan untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan. Maslow
berpendapat, kebutuhan yang diinginkan seseorang itu berjenjang. Artinya,
jika kebutuhan yang pertama telah dipenuhi, kebutuhan tingkat kedua akan
muncul menjadi yang utama. Selanjutnya juka kebutuhan tingkat kedua
telah terpenuhi, muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai
tingkat kebutuhan kelima. Dasar Teori Hierarki Kebutuhan :
1) Manusia adalah makhluk sosial yang berkeinginan. Ia selalu
menginginkan lebih banyak. Keinginan ini terus-menerus dan hanya akan
berhenti bila akhir hayatnya tiba.
2) Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivator bagi
pelakunya, hanya kebutuhan yang belu terpenuhi yang menjadi
motivator.
3) Kebutuhan manusia tersusun dalam suatu jenjang atau hierarki, yakni:
a) Physiologicsl Needs (kebutuhan fisik dan biologis), yaitu kebutuhan
untuk mempertahankan hidup. Yang termasuk kedalam kebutuhan ini
adalah kebutuhan makna, minum, perumahan, udara, dan sebagainya.
Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang
berperilaku atau bekerja giat. Dalam dunia perusahaan, industri atau
pemerintahan, pemenuhan kebutuhan ini sudah seharusnya ada. Akan
tetapi, Maslow memperingatkan bahwa kebutuhan ini mempunyai
kekuatan untuk menarik individu kembali ke suatu pola kelakuan yang
kuat untuk memenuhi kebutuhan. Misalnya, tidak ada seorangpun
yang memikirkan kebutuhan akan udara. Pemenuhan kebutuhan
29
tersebut dianggap sudahsemestinya.akan tetapi, apabila karena sesuatu
hal tidak bisa mengambil nafas, kita akan berusaha memenuhi
kebutuhan tersebut tanpa memperhatikan kebutuhan lainnya.
b) Safety and Security Needs (kebutuhan keselamatan dan keamanan),
adalah kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni ancaman
kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan.
Kebutuhan ini mengarah kepada dua bentuk. Pertama : kebutuhan
akan keamanan, terutama keamanan jiwa di tempat kerja pada saat
bekerja di waktu jam-jam kerja. Dalam arti luas, setiap manusia
membutuhkan keamanan dan keselamatan jiwanya dimanapun ia
berada. Kedua : kebutuhan keamanan harta di tempat bekerja pada
waktu jam-jam kerja, seperti motor yang disimpan jangan sampai
hilang. Pentingnya memuaskan kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat
pada organisasi modern. Organisasi selalu mengutamakan keamanan
dengan menggunakan alat-alat sanggih atau pengawalan untuk tepat
pimpinan. Bentuk lain dari pemuas kebutuhan adalah dengan
memberikan perlindungan asuransi (astek) kepada para karyawan.
c) Affiliation oa Acceptance Needs or Belongingness (kebutuhan sosial),
adalah kebutuhan sosial, teman, afiliasi, inteeraksi, dicintai dan
mencintai, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan
masyarakat lingkungannya. Pada dasarnya manusia normal tidak akan
mau hidup menyendiri di tempat terpencil. Ia akan selalu
membutuhkan kehidupan berkelompok. Karena manusia adalah
30
makhluk sosial, sudah jelas ia mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial
yang terdiri atas empat golongan. Pertama : kebutuhan akan perasaan
diterima orang lain di lingkungan tempat tinggal dan bekerja (sense of
beloging). Kedua : kebutuhan akan perasaan dihormati karena setiap
manusia merasa dirinya penting (sense of omportanti). Serendah-
rendahnya pendidikan dan kedudukan seseorang, ia akan tetap merasa
dirinya penting. Oleh karena itu, dalam memotivasi bawahan,
pimpinan harus dapat melakukan tindakan yang menimbulkan kesan
bahwa tenaga mereka diperlukan dalam proses pencapaian tujuan
perusahaan. Ketiga : kebutuhan akan kemajuan dan tidak gagal (sense
of achievment). Setiap orang senang akan kemajuan dan tidak
seorangpun yang menyenangi kegagalan. Kemajuan, baik dalam
bidang karier, harta, jabatan, dan sebagainya merupakan kebutuhan
serta idaman setiap orang. Keempat : kebutuhan akan perasaan ikut
serta (sense of participantion). Setiap individu anggota organisasi
akan merasa senang jika diikutsertakan dalam berbagai kegiatan
organisasi, dalam arti diberi kesempatan untuk memberikan saran-
saran atau pendapat-pandapatnya kepada pimpinan mereka.
d) Esteem or Status Needs (kebutuhan penghargaan atau prestise),
kebutuhan akan penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan
prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya
prestise timbu karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya
demikian. Akan tetapi, perlu juga diperhatikan oleh pimpinan bahwa
31
semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi
seseorang dalam organisasi, maka semakin tinggi pula prestisenya.
Prestise dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan
sebagai simbol status.
e) Self Actualization (aktualisasi diri), adalah kebutuhan akan aktualisasi
diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi
optial untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan dan luar
biasa. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang
secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan
sepenuhnya dapat berbeda satu dengan yang lainya. Pemenuhan
kebutuhan dapat dilakukan pimpinan perusahaan dengan
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. Kebutuhan aktualisasi
diri berbeda dengan kebutuhan lain dalam dua hal, yaitu Pertama :
kebutuhan aktualisasi diri tidak dapat dipenuhi dari luar.
Pemenuhannya berdasarkan keinginan atas usaha individu itu sendiri.
Kedua : aktualisasi diri berhubungan dengan pertumbuhan seorang
individu. Kebutuhan ini berlangsung terus terutama sejalan dengan
meningkatkan jenjang karier seorang individu.
Kebaikan dan kelemahan Maslow’s Need Hierarchy atau Hierarki
Kebutuhan, antara lain sebagai berikut :
Kebaikannya :
1. Teori ini memberikan informasi bahwa kebutuhan manusia itu jamak
(material dan nonmaterial) dan bobotnya bertingkat-tingkat pula.
32
2. Manajer mengetahui bahwa seseorang berperilaku atau bekerja adalah untuk
dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, materiil dan nonmateriil yang
akan membarikan kepuasan kepadanya.
3. Kebutuhan manusia berjenjang dengan kedudukannya atau sosial
ekonominya. Seorang yang berkedudukan rendah cenderung dimotivasi oleh
materi, sedangkan orang yang berkedudukan tinggi cenderung dimotivasi
nonmateriil.
4. Manajer akan lebih mudah memberikan alat motivasi yang paling sesuai
untuk merangsang semangat bekerja bawahannya.
Kelemahannya :
1. Kebutuhan manusia menurut teori ini adalah berjenjang/hierarki, tetapi
dalam kenyataannya manusia menginginkan tercapai sekaligus dan
kebutuhan manusia itu merupakan siklus seperti lapar-makan-lapar lagi-
makan dan seterusnya.
2. Walaupun teori ini popular, tetapi belum pernah dicoba kebenarannya
karena Maslow mengembangkannya hanya dasar pengamatannya saja.
3. Herzberg’s Two Factors Motivation Theory
Federick Herzberg (1950), seorang profesor ilmu jiwa pada Universitas di
Cleveland, Ohio, mengemukakan Teori Motivasi dua faktor atau Herzberg’s
Two factors Motivation Theory atau sering disebut juga teori Motivasi
Kesehatan (faktor higienis).
Dua faktor tersebut adalah :
33
a. Faktor pemeliharaan (maintenance factor)
Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan habitat
manusia yang ingin memperoleh ketenangan badaniah. Faktor-faktor
pemeliharaan ini meliputi hal-hal gaji, kondisi kerja fisik, kepastian
pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, mobil dinas, rumah dinas dan
macam-macam tunjangan lainnya. Faktor ini bukanlah merupakan
motivasi bagi karyawan, tetapi merupakan keharusan yang harus
diberikan pimpinan kepada mereka, demi kesehatan dan kepuasan
bawahan.
b. Faktor psikologis (motivation factor).
Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis
seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan.
Konsep higiene juga disebut teori dua faktor yaitu :
1) Isi (content = satisfiers) pekerjaan
a) Prestasi (achivement)
b) Pengakuan (recognition)
c) Pekerjaan itu sendiri (the work it self)
d) Tanggung jawab (responsibility)
e) Pengembangan potensi individu (advancement)
2) Faktor higienis (demotivasi = dissatisfiers)
a) Gaji atau upah (wages or salaries)
b) Kondisi kerja (working condition)
34
c) Kebijaksanaan dan administrasi perusahaan (company policy and
administration)
d) Hubungan antar pribadi (interpersonal relation)
e) Kualitas supervisi (quality supervisor)
2. Teori Motivasi Proses (process theory) yang memusatkan pada bagaimana-
nya motivasi.
Teori motivasi proses pada dasarnya berusaha menjawab pertanyaan
bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan menghentikan perilaku
individu agar setiap individu bekerja sesuai dengan keinginan manajer. Apabila
diperhatikan secara mendalam, teori ini merupakan proses sebab dan akibat
bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperolehnya. Jika bekerja
dengan baik saat ini, hasilnya akan diperoleh baik untuk hari esok. Jadi hasil yang
akan dicapai tercermin pada bagaimana proses kegiatan yang dilakukan
seseorang.
Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik-baik saja,
daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari
harapan yang akan diperolehnya pada masa depan. Inilah sebabnya teori ini
disebut teori harapan (expectacy theory). Apabila harapan dapat menjadi
kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya,
jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjadi malas.
35
3. Teori Pengukuhan (reinforcement theory) yang menitikberatkan pada cara
dimana perilaku dipelajari.
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab akibat dari prilaku dengan
pemberian kompensasi. Misalnya, promosi tergantung dari prestasi yang selalu
dapat dipertahankan. Bonus kelompok tergantung dari tingkat produksi kelompok.
Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara prilaku dan
kejadian yang mengikuti prilaku.
Teori pengukuhan terdiri dari dua jenis, yaitu sebagai berikut :
a. Pengukuhan positif (positive reinforcementi) yaitu bertambahnya frekuensi
prilaku. Terjadi apabila pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
b. Pengukuhan negatif (negative reinforcement) yaitu bertambahnya frekuensi
prilaku. Terjadinya apabila pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
C. Tujuan dan Alat Motivasi
Tujuan motivasi antara lain sebagai berikut :
1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan
3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan
4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan
5. Mengefektifkan pengadaan karyawan
6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan
8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan
36
9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku
Alat motivasi (daya perangsang) yang diberikan kepada bawahan dapat
berupa material incentive dan nonmaterial incentive. Material incentive adalah
motivasi yang bersifat materiil sebagai imbalan prestasi yang diberikan pada
karyawan. Yang termasuk material incentive adalah berbentuk uang dan
barang-barang. Sedangkan nonmaterial incentive adalah motivasi yang tidak
berbentuk materi. Yang termasuk nonmaterial incentive adalah penempatan
yang tepat, pekerjaan yang terjamin, piagam penghargaan, bintang jasa,
perlakuan yang wajar dan sejenisnya.
D. Faktor-faktor Motivasi Kerja
Motivasi kerja melibatkan dua jenis faktor, yaitu :
1. Faktor-faktor Individual, diantaranya Kebutuhan individu, Tujuan individu,
Sikap dan Kemampuan
2. Faktor-faktor Organisasi, diantaranya Pembayaran gaji atau upah,
Keselamatan dan kesehatan kerja, Mandor dan Para pengawas fungsional.
E. Jenis-jenis Motivasi
Jenis-jenis motivasi antara lain :
1. Motivasi Positif (insentif positif), manajer memotivasi bawahan dengan
memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi
37
positif ini semangat kerja bawahan akan meningkat, karena manusia pada
umumnya senang menerima yang baik-baik saja.
2. Moivasi negatif (insentif negatif), manajer memotivasi bawahannya dengan
memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik
(prestasinya rendah). Dengan motivasi negatif ini semangat kerja bawahan
dalam jangka waktu pendek akan meningkat, karena mereka takut dihukum,
tetapi untuk jangka waktu panjang akan berakibat kurang baik.
2.1.5 Pemberian Kompensasi (Penghargaan)
A. Pengertian Pemberian Kompensasi
Kompensasi merupakan pengeluaran dan biaya bagi perusahaan.
Perusahaan mengharapkan agar kompensasi yang dibayarkan memperoleh
imbalan prestasi dan kinerja yang lebig besar dari karyawan. Begitupun
sebaliknya, karyawan akan berprestasi jika imbalan kompensasi yang mereka
terima sesuai dengan kinerja yang diberikannya kepada perusahaan. Oleh karena
itu, faktor kompensasi ini sangat penting untuk karyawan dan perusahaan. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Dale Yoder Ph. D. dalam Malayu Hasibuan
(2009: 118) yang mengemukakan bahwa “the payment made to member of work
teams for their participation”, artinya balas jasa (kompensasi) membuat anggota
tim kerja dapat bekerja sama dan berprestasi untuk mencapai kinerja yang baik.
Menurut Malayu Hasibuan (2007: 118) “Kompensasi adalah semua
pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang
diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan”.
38
Kompensasi berbentuk uang, artinya kompensasi dibayar dengan sejumlah uang
kartal kepada karyawan bersangkutan. Kompensasi berbentuk barang, artinya
kompensasi dibayar dengan barang. Misalnya kompensasi dibayar 10% dari
produksi yang dihasilkan.
Kompensasi dibedakan menjadi dua yaitu : kompensasi langsung (direct
compensation) berupa gaji, upah, dan upah insentif; kompensasi tidak langsung
(indirect compensation atau employee welfare atau kesejahteraan karyawan). Gaji
adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan tetap serta
mempunyai jaminan yang pasti. Maksudnya, gaji akan tetap dibayarkan walaupun
pekerja tersebut tidak masuk kerja. Upah adalah balas jasa yang dibayarkan
kepada pekerja harian dengan berpedoman atas perjanjian yang disepakati
membayarnya. Upah insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada
karyawan tertentu yang prestasinya diatas prestasi standar. Upah insentif ini
merupakan alat yang dipergunakan pendukung prinsip adil dalam pemberian
kompensasi.
Kompensasi (balas jasa) langsung merupakan hak bagi karyawan dan
menjadi kewajiban perusahaan untuk membayarnya. Benefit dan service adalah
kompensasi tambahan (financial atau non financial) yang diberikan berdasarkan
kebijaksanaan perusahaan terhadap semua karyawan dalam usaha untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka. Seperti tunjangan hari raya, uang pensiun,
pakaian dinas, cafeteria, mushola, olahraga, dan darmawisata.
Program kompensasi atau balas jasa umumnya bertujuan untuk
kepentingan perusahaan, karyawan, dan pemerintah/masyarakat. Agar tujuan
39
tercapai dan memberikan kepuasan bagi semua pihak hendaknya program
kompensasi ditetapkan berdasarkan prinsip adil dan wajar, undang-undang
perburuhan serta memperhatikan internal dan eksternal konsistensi.
Program kompensasi harus dapat menjawab pertanyaan apa yang
endorong seseorang bekerja dan mengapa ada orang yang bekerja keras,
sedangkan orang lain bekerja sedang-sedang saja.
Peterson dan Plowman mengatakan bahwa orang mau bekerja karena hal-
hal berikut :
1. Desire to live, artinya keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama dari
setiap orang. Manusia bekerja untuk dapat makan dan makan untuk dapat
melanjutkan hidupnya.
2. The desire for possession, artinya keinginan untuk memiliki sesuatu
merupakan keinginan manusia yang kedua dan ini salah satu sebab mengapa
manusia mau bekerja.
3. The desire for power, artinya keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan
selangkah diatas keinginan untuk memiliki, mendorong orang mau bekerja.
4. The desire for recognation, keinginan akan pengakuan merupakan jenis
terakhir dari kebutuhan dan juga mendorong orang untuk bekerja.
B. Tujuan Manajemen Kompensasi (balas jasa)
Secara umum tujuan manajemen kompensasi adalah untuk membantu
perusahaan memncapai tujuan keberhasilan strategi perusahaan dan menjamin
terciptanya keadilan internal dan eksternal. Keadilan eksternal
40
menjaminpekerjaan-pekerjaan akan dikompensasi secara adil dengan
membandingkan pekerjaan yang sama di pasar kerja. Kadang-kadang tujuan ini
bisa menimbulkan konflik satu sama lainnya, dan trade off harus terjadi.
Misalnya, untuk mempertahankan karyawan dan menjamin keadilan, hasil analisis
upah yang tinggi untuk menarik pekerja yang berkualitas, maka terjadilah trade
off antara tujuan rekrutmen dan konsistensi tujuan dari manajemen kompensasi.
Tujuan manajemen kompensasi efektif, meliputi:
1. Memperoleh SDM yang berkualitas
Kompensasi yang cukup tinggi sangat dibutuhkan untuk memberi daya tarik
kepada para pelamar. Tingkat pembayaran harus responsive terhadap
penawaran dan permintaan pasar kerja karena para pengusaha berkompetisi
untuk mendapatkan karyawan yang diharapkan.
2. Mempertahankan karyawan yang ada
Para karyawan dapat keluar jika besaran kompensasi tidak efektif dan
akibatnya akan menimbulkan perputaran karyawan yang semakin tinggi.
3. Menjamin keadilan
Manajemen kompensasi selalu berupaya agar keadilan internal dan eksternal
dapat terwujud, keadilan internal mengisyaratkan bahwa pembayaran dikaitkan
dengan nilai relatif sebuah pekerjaan sehingga pekerjaan yang sama dibayar
dengan besaran yang sama. Keadilan eksternal berarti pembayaran terhadap
pekerjaan merupakan yang dapat dibandingkan dengan perusahaan lain di
pasar kerja.
41
4. Penghargaan terhadap perilaku yang diinginkan
Pembayaran hendaknya memperkuat periaku yang diinginkan dan bertindak
sebagai insentif untuk perbaikan perilaku dimasa depan, rencana kompensasi
efektif, menghargai kinerja, ketaatan, pengalaman, tanggung jawab, dan
perilaku-perilaku lainnya.
5. Mengendalikan biaya
Sistem kompensasi yang rasional membantu perusahaan memperoleh dan
mempertahankan para karyawan dengan biaya yang beralasan. Tanpa
manajemen kompensasi efektif, bisa jadi pekerja dibayar di bawah atau di atas
standar.
6. Mengikuti aturan hukum
Sistem gaji dan upah yang sehat mempertimbangkan faktor-faktor legal yang
dikeluarkan pemerintah dan menjamin pemenuhan kebutuhan karyawan.
7. Memfasilitasi pengertian
Sistem manajemen kompensasi hendaknya dengan mudah dipahami oleh
spesialis SDM, (HRD), manajer operasi dan para karyawan.
8. Meningkatkan efesiensi administrasi
Program pengupahan dan penggajian hendaknya dirancang untuk dapat
dikelola dengan efisien, membuat sistem informasi SDM optimal, meskipun
tujuan ini hendaknya sebagai pertimbangan sekunder dibanding tujuan-tujuan
lain.
42
C. Komponen Kompensasi
1. Gaji
Gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima karyawan sebagai
konsekuensi dari kedudukannya menjadi seorang karyawan yang memberikan
sumbangan tenaga dan pikiran dalam mencapai tujuan perusahaan. Atau, dapat
juga dikatakan sebagai bayaran tetap yang diterima seseorang dari
keanggotaannya dalam sebuah perusahaan.
2. Upah
Upah merupakan imbalan finansial langsung yang dibayarkan kepada
karyawan berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau
banyaknya pelayanan yang diberikan. Jadi tidak seperti gaji yang jumlahnya
relatif tetap, besarnya uoah dapat berubah-ubah tergantung pada keluaran
(kinerja) yang dihasilkan.
3. Insentif
Insentif merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada karyawan
karena kinerjanya melebihi standar yang ditentukan. Insentif merupakan
bentuk lain dari upah langsung diluar upah dan gaji yang merupakan
kompensasi tetap, yang biasa disebut kompensasi berdasarkan kinerja (pay
performance plan).
4. Kompensasi tidak langsung (fringe benefit)
Fringe benefit merupakan kompensasi tambahan yang diberikan berdasarkan
kebijakan perusahaan terhadap semua karyawan sebagai upaya meningkatka
43
kesejahteraan para karyawan. Contohnya seperti fasilitas-fasilitas, asuransi,
tunjangan, uang pensiun dan lainnya.
D. Asas dan Tujuan Kompensasi
1. Asas Kompensasi
Program kompensasi (balas jasa) harus ditetapkan atas asas adil dan layak
serta dengan memperhatikan undang-undang perburuhan yang berlaku. Prinsip
adil dan layak harus mendapat perhatian dengan sebaik-baiknya supaya balas jasa
yang akan diberikan merangsang gairah dan kepuasan kerja karyawan.
a. Asas Adil
Besarnya kompensasi yang dibayar kepada setiap karyawan harus disesuaikan
dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung jawab,
jabatan pekerja, dan memenuhi persyaratan internal konsistensi.
Jadi adil bukan berarti setiap karyawan menerima kompensasi yang sama
besarnya. Asas adil harus menjadi dasara penilaian, perlakuan, dan pemnerian
hadiah atau hukuman setiap karyawan. Dengan asas adil akan tercipta suasana
kerjasama yang baik, semangat kerja, disiplin, loyalitas, dan stabilisasi
karyawan akan lebih baik.
b. Asas Layak dan Wajar
Kopensasi yang diterima karyawan akan dapat memenuhi kebutuhannya dalam
tingkat normatif yang ideal. Tolak ukur layak adalah relatif, penempatan
besarnya kompensasi didasarkan atas batas upah minimal pemerintah dan
eksternal konsistensi yang berlaku.
44
Manajer personalia harus selalu memantau dan menyesuaikan kompensasi
dengan eksternal konsistensi yang sedang berlaku. Hal ini sangat penting
supaya semangat kerja dan karyawan yang qualified tidak berhenti, tuntutan
serikat buruh dikurangi dan lain-lain.
2. Tujuan Kompensasi
Tujuan pemberian kompensasi (balas jasa) antara lain adalah :
a. Ikatan kerjasama
Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerjasama formal antara
majikan dan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan
baik, sedangkan pengusaha atau majikan wajib membayar kopensasi sesuai
dengan prjanjian yang disepakati.
b. Kepuasan kerja
Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik,
status social, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari
jabatannya.
c. Pengadaan efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang
kualified untuk peusahaan akan lebih mudah.
d. Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manager akan mudah memotivasi
bawahannya.
45
e. Stabilitas karyawan
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal
konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena
turn over relative kecil.
f. Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan
semakin baik. Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang
berlaku.
g. Pengaruh serikat buruh
Dengan program kompensasi yang baik, pengaruh serikat buruh dapat
dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.
h. Pengaruh pemerintah
Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang
berlaku (seperti batas upah minium) maka intervensi pemerintah dapat
dihindarkan.
2.1.6 Pelatihan
A. Pengertian Pelatihan
Pelatihan merupakan sarana penting dalam pengembangan sumber daya manusia yang baik. Pengembangan di bidang pelatihan menurut Edwin B Flippo (1995:76) yang dikutip dalam Suwatno dan Donni (2011:117), merupakan “suatu usaha peningkatan knowledge dan skills seorang karyawan untuk menerapkan aktivitas kerja tertentu. Dengan pelatihan perusahaan memperoleh masukan yang baik menghadapi tantangan-tantangan manajemen yang terus berkembang dengan memiliki karyawan yang dapat memenuhi penyelesaian masalah-masalah yang ada”.
Pelatihan merupakan proses jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi dimana pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan terbatas. Pelatihan terdiri dari program-program yang disusun terencana untuk memperbaiki kinerja di level
46
individual, kelompok, dan organisasi, memperbaiki kinerja yang dapat diukur perubahannya melalui pengetahuan, keterampilan, sikap dan prilaku sosial dari karyawan itu” (Wayne F.Cascio, 1995:245) dalam Suwitno dan Donni (2011:117).
Pelatihan menurut Wexley dan Yukl (1976:282) dalam Suwitno dan Donni (2011:118) merupakan suatu istilah yang menunjukan perencanaan, pembentukan dan memfasilitasi anggota organisasi atau karyawan dalam penggabungan keahlian, pengetahuan dan sikap yang sesuai dengan keadaan yang ada. Sementara menurut Gary Dessler (1997:263), pelatihan merupakan proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka.
Dan menurut Suwatno dan Donni (2011:118), pelatihan berarti suatu perubahan yang sistematis dari knowledge, skill, attitude dan behaviour yang terus mengalami peningkatan yang dimiliki oleh setiap karyawan dan dengan itu dapat mewujudkan sasaran yang ingin dicapai oleh suatu organisasi atau perusahaan dalam pemenuhan standar kinerja SDM yang diinginkan.
B. Analisis Kebutuhan Pelatihan (Training Needs Analysis)
Untuk menghindari terjadinya pemberian suatu pelatihan yang tidak tepat
yang akan berakibat pada penggunaan waktu dan biaya yang sia-sia, maka perlu
dilakukan identifikasi kebutuhan pelatihan. Analisis kebutuhan pelatihan ini
berguna sebagai pondasi bagi keseluruhan upaya pelatihan.
Analisis kebutuhan ini merupakan usaha-usaha yang sistematis untuk
mengumpulkan informasi pada permasalahan kinerja dalam organisasi dan untuk
mengoreksi kekurangan-kekurangan kinerja yang berkenaan dengan
ketidakcocokan antara perilaku aktual dengan perilaku yang diharapkan.
Kesenjangan ini merupakan suatu perbedaan antara perilaku aktual karyawan
yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap dengan perilaku karyawan
yang diharapkan oleh perusahaan untuk menyelesaikan berbagai tugas atau
pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan sehingga untuk mengatasi adanya
kesenjangan kompetensi individu tersebut, maka perusahaan melaksanakan
program pelatihan (Simamora, 2001).
47
Berkaitan dengan kebutuhan pelatihan tersebut, aka harus diketahui
pengetahuan dan keterampilan apa saja yang dibutuhkan karyawan untuk bekerja
dan pengetahuan serta keterampilan apa saja yang telah dimiliki karyawan.
Menurut Dale (2003: 35), pengetahuan yang dimikili oleh seseorang bisa
dikategorikan dalam dua jenis, yaitu pengetahuan yang disadari dan pengetahuan
yang tidak disadari. Dale juga berpendapat (2003: 29), keterampilan ialah aspek
perilaku yang bisa dipelajari dan ditingkatkan melalui latihan yang digunakan
untuk memenuhi tuntutan pekerjaan yang tidak bisa diperoleh melalui pendidikan
formal, karena dalam penerapannya pada tugas tertentu menuntut kemampuan
pribadi masing-masing. Keterampilan yang diwujudkan tersebut menurut
Riduwan (2006: 256) antara lain ketermapilan dalam menjalankan tugas dan
keterampilan mengadakan variasi.
1. Keterampilan Menjalankan Tugas
Pada proses pekerjaan di lapangan, para karyawan sebagai pelaksana kegiatan
operasional mengalami hal-hal yang luas dan kompleks, sehingga pegawai
harus dibekali pengetahuan dan keterampilan yang mantap dan handal.
Pimpinan yang baik akan memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan
agar para karyawan biasa menjalankan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya
sebagai berikut :
a. Meningkatkan partisipasi dalam volume pekerjaan
b. Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu pegawai terhadap sesuatu
c. Masalah yang sedang dihadapi atau sedang dibicarakan
d. Mengembangkan pola berpikir pegawai dan cara bekerja yang baik
48
e. Menuntun proses berpikir pegawai agar dapat bekerja lebih baik
f. Membantu pimpinan dala meningkatkan kinerja karyawan
g. Membantu perhatian pegawai terhadap masalah-masalah yang sedang
ditangani di lapangan
2. Keterampilan Mengadakan Variasi
Variasi pemberian rangsangan (motif) pegawai adalah suatu kegiatan
pimpinan dalam konteks proses interaksi pekerjaan atau tugas di lapangan
yang ditujukan untuk mengatasi kebosanan pegawai sehingga dalam situasi
melaksanakan pekerjaan, pegawai senantiasa menunjukkan disiplin, kejujuran,
tanggung jawab, antusiasme, seerta penuh partisipasi.
C. Alasan Pentingnya Diadakan Pelatihan
Menurut Hariandja (2002: 168), ada beberapa alasan penting untuk
mengadakan pelatihan, yaitu :
1. Karyawan yang baru direkrut sering kali belum memahami secara benar
bagaimana melakukan pekerjaan.
2. Perubahan-perubahan lingkungan kerja dan tenaga kerja. Perubahan-perubahan
disini meliputi perubahan dalam teknologi proses seperti munculnya teknologi
baru atau munculnya metode kerja baru. Perubahan dalam tenaga kerja seperti
semakin beragamnya tenaga kerja yang memiliki latar belakang keahlian, nilai,
sikap yang berbedayang memerlukan pelatihan untuk menyamakan sikap dan
perilaku mereka terhadap pekerjaan.
49
3. Meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki produktivitas. Saat ini
daya saing perusahaan tidak lagi hanya dengan mengandalkan asset berupa
modal yang dimiliki, tetapi juga harus sumber daya manusia yang menjadi
elemen paling penting untuk meningkatan daya saing sebab sember daya
manusia merupakan aspek penentu utama daya saing yang langgeng.
4. Menyesuaikan dengan peraturan-peraturan yang ada, misalnya standar
pelaksanaan pekerjaan yang dikeluarkan oleh asosiasi industry dan pemerintah,
untuk menjamin kualitas produksi atau keselamatan kerja.
D. Manfaat atau Keuntungan Pelatihan
Menurut William B. Werther dan Keith Davis (1993: 309), ada beberapa
manfaat pelatihan, yaitu:
1. Keuntungan bagi organisasi
Meningkatkan kemampuan organisasi untuk memperoleh keuntungan dan atau
sikap yang positif terhadap orientasi keuntungan.
a) Memperbaiki pengetahuan dan keterampilan di semua level organisasi
b) Meningkatkan efektivitas proses pengambilan keputusan dan pemecahan
masalah
c) Membantu meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja
d) Menciptakan iklim kerja yang tepat untuk pertumbuhan dan komunikasi
50
2. Keuntungan bagi karyawan yang akhirnya akan menguntungkan organisasi
Membantu karyawan membuat keputusan yang lebih baik dan pemecahan
masalah yang efektif melalui pelatihan dan pengembangan factor-faktor
motivasi, yaitu pengakuan, prestasi pertumbuhan, dan tanggung jawab.
a) Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri sendiri dan
kepercayaan diri
b) Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan
c) Memberikan kepada peserta pelatihan sebuah kesempatan untuk
berkembang dan pandangan tentang masa depan sendiri
d) Membantu seseorang meningkatkan keterampilan berbicara, mendengar dan
kemampuan menulis
3. Keuntungan dalam hubungan kepegawaian, hubungan-hubungan antar
kelompok dan dala kelompok, dan pelaksana kebijakan
a) Memberikan sarana komunikasi antar kelompok dan pelaksanaan
kebijaksanaan
b) Memberikan informasi dengan kesempatan yang sama dan tindakan
penyesuaian
c) Meningkatkan keterampilan hubungan antar pribadi
E. Metode Pelatihan
Menurut Henry Simamora (2004) metode pelatihan dapat dikelompokkan
dalam tiga cara yaitu :
51
1. Presentasi Informasi : memberikan informasi-informasi yang dimiliki dari
suatu pelatihan kepada trainer.
2. Metode Simulasi : teknik penerapan yang dilakukan dalam pelatihan.
3. Pelatihan pada pekerjaan : Pelaksanaan langsung pelatihan pada pekerjaan
yang sedang dilaksanakan.
Menurut Hariandja (2002: 184-185) ada dua bentuk metode pelatihan,
yaitu on the job training, yaitu melatih seseorang untuk suatu pekerjaan sambil
mengerjakannya dan dalam setting kerja, dan off the job training, yang dilakukan
secara di luar setting pekerjaan atau di lokasi atau fasilitas terpisah dari setting
kerja.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih metode pelatihan,
yaitu:
1. Cost/ effectivebess
Dalam menyelenggarakan pelatihan perlu dipertimbangkan besarnya biaya
yang akan dikeluarkan akibat diselenggarakannya pelatihan yang akan
diselenggarakan berikut. Perlu diperhatikan bahwa program pelatihan harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal
melalui biaya yang seminimum mungkin.
2. Desired Program Content
Dalam merencanakan program pelatihan, perlu dilaksanakan suatu evaluasi
pendahuluan oleh manajemen untuk menilai apakah pelatihan tersebut memang
dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja karyawannya, serta melakukan kajian
52
lebih lanjut untuk menilai metode serta materi pelatihan yang diperlukan oleh
mereka.
3. Appropriateness of the facilities
Kesediaan fasilitas,alat penunjang serta alat peraga yang tepat akan turut
menunjang kesuksesan program pelatihan yang akan diadakan.
4. Trainee preferences and capabilities
Peserta pelatihan adalah karyawan-karyawan yang dinilai oleh manajemen
membutuhkan program pelatihan tersebut.
5. Trainer preferences and capabilities
Kesuksesan dari suatu program pelatihan juga tergantung pada kemampuan
dan sikap interpersonal dari trainer (pelatih) yang menyampaikan materi
pelatihan tersebut. Adapun kriteria-kriteria yang harus dimiliki oleh seorang
trainer adalah :
a) Menguasai materi pelatihan dengan baik dan antusias dalam menyampaikan
materi yang dibawakannya.
b) Dapat beradaptasi dengan peserta pelatihan dengan baik, memahami bahwa
sebagian orang dapat belajar dengan cepat, sedangkan yang lainnya
mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama lagi.
c) Ketulusan dalam memberikan perhatian pada peserta pelatihan.
d) Memiliki sense of humour sehingga suasana pelatihan dapat terasa legih
hidup dan menarik.
53
e) Menyediakan waktu dan memberikan bantuan secara pribadi kepada peserta
pelatihan yang mengalami masalah dengan materi pelatihan yang telah
disampaikan.
6. Learning principle (prinsip belajar)
Secara teoritis terdapat beberapa prinsip belajar yang dianggap sangat penting
untuk meningkatkan efektivitas pelatihan, yaitu :
1. Participation
Keterlibatan seorang peserta latihan dalam kegiatan pelatihan secara aktif
dan secara langsung. Partisipasi merupakan aspek penting dalam pelatihan
sebab partisipasi dapat meningkatkan pemahaman yang lebih baik dan sukar
dilupakan.
2. Repetition
Melakukan atau mengatakan secara berulang-ulang dalam usaha
menanamkan suatu ide dalam ingatan seseorang.
3. Relefance
Pelatihan mempunyai arti atau manfaat yang sangat pemting pada
seseorang, misalnya seseorang melaksanakan suatu pekerjaan melalui
langkah-langkah tertentu dan ingin mempunyai arti penting karena
memudahkan dia dalam pelaksanaan pekerjaan.
4. Transparence
Adanya kesesuaian antara pelatihan dan pekerjaan yang dilakukan sehari-
hari oleh karyawan. Transparans akan memotivasi seseorang untuk belajar
54
sebab pelatihan akan dirasakan bermanfaat oleh peserta karena dapat
mempermudah peserta dalam melakukan tugas sehari-hari.
5. Feedback
Pemberian informasi atas perkembangan kemajuan yang telah dicapai oleh
peserta pelatihan, mana yang perlu diperbaiki dan mana yang dapat
dipertahankan.
F. Evaluasi Pelatihan
Menurut Hariandja (2002: 190), evaluasi pelatihan dilihat dari efek
pelatihan dikaitkan dengan:
a. Reaksi peserta terhadap isi dan proses pelatihan
Dapat diukur dengan cara menanyakan kepada peserta, apakah peserta
menyukai program pelatihan, program pelatihan dirasakan bermanfaat, mudah
dipahami, dan lain-lain, yang dapat dilakukan dengan menyebarkan questioner.
b. Pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman pelatihan
Diketahui dengan mengukur seberapa besar tambahan pengetahuan yang
diperoleh setelah pelatihan dilakukan. Ini dapat dilakukan dengan mengadakan
pretest yakni test sebelum pelatihan dan posetest yakni test sesudah pelatihan.
c. Perubahan perilaku
Diketahui dengan mengukur perubahan perilaku setelah pelatihan dilakukan,
dengan menanyakan langsung kepada atasan, rekan kerjanya, atau melakukan
pengamatan dilapangan.
55
d. Perbaikan dalam organisasi
Dapat dilihat dari perputaran kerja yang menurun, kecelakaan kerja yang
makin rendah, meningkatnya prestasi kerja dan menurunnya ketidakhadiran.
2.2 Kerangka Pemikiran
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang
dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengendalian dalam usaha pencapaian tujuan perusahaan.
Permasalahan yang dihadapi manajemen bukan hanya terdapat pada bahan
mentah, alat-alat kerja, mesin produksi, uang dan lingkungan kerja saja, tetapi
juga menyangkut karyawan. Dalam manajemen sumber daya manusia, karyawan
adalah kekayaan (asset) utama perusahaan, sehingga harus dipelihara dan dikelola
dengan baik agar menghasilkan kinerja karyawan yang maksimal dan mampu
mengembangkan perusahaan. Pengelolaan karyawan yang mendasar dapat
dilakukan melalui pelatihan kerja yang diadakan secara rutin demi mendukung
proses kerja yang efektif dan efisien, sehingga kinerja yang dihasilkan sesuai
dengan harapan perusahaan.
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan
dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau
kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Rivai
dan Basri, 2005: 14).
Menurut Hersey and Blanchard, kinerja menjadi suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus
56
memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Rivai dan Basri, 2006: 15). Mangkunegara (2005: 14) mengatakan bahwa Kinerja (performance)
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
1. Faktor individual yang terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang
dan demografi.
2. Faktor psikologis yang terdiri dari persepsi, sikap (attitude) kepribadian
(personality), pembelajaran dan motivasi.
3. Faktor organisasi yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan,
struktur, dan job design.
Faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan
faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan Keith Davis dalam A.A.Anwar
Prabu Mangkunegara (2008:67). Seseorang yang sangat termotivasi, yaitu orang
yang melaksanakan upaya substansial gunamenunjang tujuan-tujuan perusahaan.
Seseorang yang tidak termotivasi hanya memberikan upaya minimum dalam hal
bekerja. Konsep motivasi merupakan sebuah konsep penting dalam studi tentang
kinerja individual. Dengan kata lain, memotivasi merupakan sebuah determinan
bagi kinerja individu.
Seperti yang dikatakan oleh (Mitchell, 1982:80-82) bahwa “tujuan teori-
teori motivasi adalah memprediksi prilaku-prilaku ditekankan perbedaan-
perbedaan antara motivasi, prilaku, dan kinerja (performa). Motivasilah penyebab
perilaku, andaikata perilaku tersebut efektif, maka akibatnya adalah berupa kinerja
tinggi.”
57
Oleh sebab itu, apabila motivasi kerja karyawan rendah dan jika dibiarkan,
maka akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan yang pada akhirnya apabila
hal tersebut tidak diatasi dengan baik maka akan mempengaruhi kinerja
perusahaan secara keseluruhan. Untuk memelihara dan meningkatkan motivasi
serta kinerja karyawan, perusahaan perlu memperhatikan apa yang menjadi
kebutuhan serta tuntutan karyawan, baik berupa kegiatan yang mendukung proses
kerja, kepuasan kerja maupun besarnya balas jasa (kompensasi). Kompensasi
yang diberikan kepada pegawai sangat berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja
dan motivasi kerja serta hasil dan prestasi kerja” (A.A Anwar Prabu
Mangkunegara (2008:84).
Menurut Gomes (1997: 197), “Pelatihan adalah setiap usaha untuk
memperbaiki prestasi kerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi
tanggung jawabnya. Idealnya, pelatihan harus dirancang untuk mewujudkan
tujuan-tujuan organisasi atau perusahaan, yang pada waktu bersamaan juga
mewujudkan tujuan-tujuan para pekerja secara perorangan. Pelatihan sering
dianggap aktivitas yang paling umum dan para pimpinan mendukung adanya
pelatihan karena melalui pelatihan, para pekerja akan menjadi lebih trampil dan
karenanya akan lebih produktif sekalipun manfaat-manfaat tersebut harus
diperhitungkan dengan waktu yang tersita ketika pekerja sedang dilatih”.
Pelatihan menurut Gary Dessler (1997: 263) adalah “Proses mengerjakan
karyawan baru atau yang ada sekarang, untuk keterampilan dasar yang mereka
butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka.” Sedangkan menurut John R.
Sehermerhon, Jr (1999: 323), pelatihan merupakan “Serangkaian aktivitas yang
58
memberikan kesempatan untuk mendapatkan dan meningkatkan keterampilan
yang berkaitan dengan pekerjaan”.
Pelatihan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber
daya manusia dalam perusahaan. Karyawan, baik yang baru ataupun yang sudah
ada perlu mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat
berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya.
Berdasarkan teori-teori diatas yang penulis kemukakan, maka dapat
digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan kesimpulan sementara yang masih harus diuji
kebenarannya melalui penelitian. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sudjana
(2005: 219) bahwa “Hipotesis adalah asumsi atau dugaan sementara mengenai
sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal tersebut yang sering dituntut untuk
melakukan pengecekan”.
Untuk memberi jawaban sementara terhadap permasalahan dalam
penelitian, yang kebenarannya akan di uji melalui pengujian model dan analisis
data yang diperoleh kemudian, maka diperlukan hipotesis. Setelah dilakukan
Kemampuan (X₁)
Motivasi (X₂)
Pelatihan (X₄)
Kinerja Karyawan (Y)
Kompensasi (X₃)
59
wawancara, penulis menentukan beberapa indikator sebagaimana yang telah
digambarkan pada kerangka pemikiran yang dijadikan standar ukur kinerja
karyawan. Maka dalam hal ini jenis variabel hipotesisnya adalah multivariate
karena terdapat 4 variabel independent yang mempengaruhi satu variabel
dependentnya.
Hipotesisnya adalah :
1. Kemampuan mempunyai pengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan.
2. Motivasi mempunyai pengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan.
3. Kompensasi mempunyai pengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan.
4. Pelatihan mempunyai pengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan.
5. Kemampuan, Motivasi, Kompensasi dan Pelatihan mempunyai pengaruh
positif terhadap Kinerja Karyawan.
2.4 Kajian Empiris
Di dalam penelitian ini tidak hanya mengemukakan data teoritis saja,
melainkan mengemukakan dasar empirik dari penelitian yang terdahulu. Dasar
empirik tersebut, sebagai berikut :
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
No Peneliti Tahun Judul Hasil Sumber 1 Yustina
Saksono 33499005
2004 Hubungan dan Pengaruh Pelatihan dan Pemberian Kompensasi Terhadap Peningkatan
Hasil penelitian menunjukkkan bahwa 68,72% dari perubahan-perubahan yang terjadi pada kinerja Karyawan Hotel Shangri-La Surabaya dipengaruhi oleh Pelatihan dan Pemberian Kompensasi.
Thesis
60
Kinerja Karyawan Pada Hotel Shangri-La Surabaya
2 Khairul Akhir Lubis 057019017/IM
2008 Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 52,55% dari kinerja Karyawan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan dipengaruhi oleh pelatihan kerja. Sedangkan sisanya 47,45% dipengaruhi oleh motivasi yang dimiliki Karyawan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan
Thesis
3 Anoki Herdian Dito C2A006017
2010 Pengaruh Pengaruh Kemampuan dan Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan PT Slamet langgeng Purbalingga dengan Motivasi kerja sebagai Variabel Intervening
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 43,80% dari kinerja Karyawan PT Slamet langgeng Purbalingga dipengaruhi oleh kemampuan, sedangkan 56,20% dari kinerja Karyawan PT Slamet langgeng Purbalingga dipengaruhi oleh Kompensasi.
Jurnal