bab ii 3198249 - uin walisongo semarang | perpustakaan...

23
13 BAB II KONSEP GANJARAN DAN HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM A. Pengertian Ganjaran dan Hukuman Dalam kamus bahasa Inggris discipline itu berasal dari kata disciple, yang artinya “ketertiban”. 1 Elizabeth mengartikan disiplin ialah seseorang yang belajar atau dengan sukarela mengikuti seseorang pemimpin (orang tua dan guru), sedangkan anak adalah murid yang belajar untuk mencapai hidup yang berguna dan bahagia. Dengan demikian discipline adalah cara masyarakat mendidik anak sebagai tingkah laku moral yang disetujui oleh suatu kelompok. 2 Sebaliknya, hukuman dalam istilah psikologi adalah cara yang digunakan pada waktu keadaan yang merugikan atau pengalaman yang tidak menyenangkan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja menjatuhkan orang lain. Secara umum disepakati bahwa hukuman adalah ketidaknyamanan (suasana tidak menyenangkan) dan perlakuan yang buruk atau yang jelek. 3 Pada dasarnya metode mengandung implikasi bahwa proses penggunaannya bersifat konsisten dan sistematis, mengingat sasaran metode itu adalah manusia yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Jadi penggunaan metode dalam proses kependidikan pada hakikatnya adalah pelaksanaan sikap hati-hati dalam pekerjaan mendidik atau mengajar. 4 1 Jhon M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (An English-Indonesian Dictionary), (Jakarta: Gramedia, 1992), hlm. 185 2 Elizabeth Bergner Hurlock, Child Develoment, (Tokyo-Japan: Grawhill, kogakhusa, 1978), hlm. 392 3 Abdurrahman Mas’ud, Reward dan Punishment dalam Pendidikan Islam, Media, Edisi 28, Th. IV, Nopember, 1999, hlm. 23 4 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm. 98

Upload: truongque

Post on 17-May-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

13

BAB II

KONSEP GANJARAN DAN HUKUMAN

DALAM PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Ganjaran dan Hukuman

Dalam kamus bahasa Inggris discipline itu berasal dari kata disciple, yang

artinya “ketertiban”.1 Elizabeth mengartikan disiplin ialah seseorang yang belajar

atau dengan sukarela mengikuti seseorang pemimpin (orang tua dan guru),

sedangkan anak adalah murid yang belajar untuk mencapai hidup yang berguna

dan bahagia. Dengan demikian discipline adalah cara masyarakat mendidik anak

sebagai tingkah laku moral yang disetujui oleh suatu kelompok.2

Sebaliknya, hukuman dalam istilah psikologi adalah cara yang digunakan

pada waktu keadaan yang merugikan atau pengalaman yang tidak menyenangkan

yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja menjatuhkan orang lain. Secara

umum disepakati bahwa hukuman adalah ketidaknyamanan (suasana tidak

menyenangkan) dan perlakuan yang buruk atau yang jelek.3

Pada dasarnya metode mengandung implikasi bahwa proses

penggunaannya bersifat konsisten dan sistematis, mengingat sasaran metode itu

adalah manusia yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Jadi

penggunaan metode dalam proses kependidikan pada hakikatnya adalah

pelaksanaan sikap hati-hati dalam pekerjaan mendidik atau mengajar.4

1 Jhon M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (An English-Indonesian

Dictionary), (Jakarta: Gramedia, 1992), hlm. 185 2 Elizabeth Bergner Hurlock, Child Develoment, (Tokyo-Japan: Grawhill, kogakhusa, 1978),

hlm. 392 3 Abdurrahman Mas’ud, Reward dan Punishment dalam Pendidikan Islam, Media, Edisi 28,

Th. IV, Nopember, 1999, hlm. 23 4 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm. 98

Page 2: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

14

Berkaitan dengan konsep ganjaran dan hukuman sebagaimana firman Allah

SWT:

�������������� ���������������������������������� ����������� ��������������������������� ���!"#"#"��$�%�&�“Barang siapa yang melakukan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya, dan barang siapa yang melakukan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat balasannya”. (Q.S. Al-Zalzalah: 7-8).5

Dengan menyimak ayat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa

balasan yang pertama adalah apa yang dikenal dengan istilah ganjaran (reward),

sedangkan balasan yang ke dua adalah hukuman (punishment), di mana ayat ini

juga menjelaskan bahwa ganjaran dan hukuman merupakan pedoman dari Allah

SWT, dan Islam mengakui hal tersebut sebagai salah satu hukum yang berlaku

dalam kehidupan manusia atau masyarakat.

Ganjaran di dalam al-Qur’an biasanya disebutkan dalam berbagai bentuk

uslub, di antaranya ada yang mempergunakan lafadz ajr ( ) dan tsawab ( ),

seperti dalam surat al-Baqarah: 62, al-Ankabut: 58 dan al-Bayyinah: 8.6

Dafid. L Sills mendefinisikan ganjaran ialah: “reward is one of educations

tools with given to the pupil as apprecation toward accomplis ment was he

reached”. 7 Ganjaran ialah salah satu alat pendidikan yang diberikan pada murid

sebagai imbalan terhadap prestasi yang dicapainya.

Sedangkan al-Ghazali mengartikan ganjaran ialah

5 Soenarjo, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1971), hlm. 1087 6 Muhammad Fuad Abdi al-Baqi, Al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fadz al-Qur’an, (Beirut:

Daar al-Fikr, 1992), hlm. 17-18, 205-206 7 Dafid. L Sills, International Ensyclopedia of the Social Seiences, (London: Collier

Macmillan, 1972), hlm. 320

Page 3: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

15

��'(�)��������*�+,��-.-/"��� ��01���0 �2�3�4�,5�6�7��89�:;<=���

��>�-="���019�?@�ABC��4@�A�D���E�4�,5�FG�H��I�

“Sewaktu-waktu anak telah nyata budi pekerti yang baik dan perbuatan yang terpuji, maka seyogyanya ia dihargai dan dibalas dengan sesuatu yang menggembirakan dan dipuji di depan orang banyak (diberi hadiah)”.

Yang perlu diingat dan digaris bawahi ganjaran identik dengan tujuan

baik, sedang suap lebih identik dengan tujuan jelek. Meskipun beberapa studi

menunjukkan, bahwa untuk meningkatkan motivasi, pemberian ganjaran lebih

efektif dibanding dengan cara lainnya; memberi sanksi, mengomeli, memarahi

dan lain sebagainya, tetapi sebagian orang tua kurang setuju dengan hal itu.

Dikhawatirkan anak terlalu mengharapkan ganjaran yang akan diberikan,

sehingga hanya bekerja bila ada hadiah. Memang inilah yang menjadi tantangan

bagi para pendidik atau orang tua, oleh karena itu diusahakan bagaimana caranya

supaya dapat menghilangkan pemberian hadiah tidak sesering mungkin terutama

dalam bentuk materi, berikan hadiah sewajarnya dan jangan terlalu berlebihan. 9

Dari penjelasan tersebut penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa yang

dimaksud ganjaran ialah suatu pemberian yang diberikan anak didik karena anak

telah melakukan kebaikan dan juga merupakan pembinaan yang dipandang

sebagai proses sosial dapat melahirkan anak yang berwatak sosial, yang dapat

meraih watak kemanusiaannya yang memiliki bekal nilai-nilai dan yang

mematuhi perintah serta larangan moral dan sosial yang merupakan syarat bagi

tercapainya kehidupan anak yang baik dan stabil.

Berkaitan dengan hukuman (punishment) ada beberapa pandangan bahkan

ada yang berpendapat dan percaya tentang hukuman itu sendiri dan juga

8�Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, I’hya’ Ulumuddin, Juz III, (Beirut-Libanon: Daar al-

Kutub al-Ilmiyyah, t. th), hlm. 78 9 Charles Schaefer, Bagaimana Mempengaruhi Anak, (Jakarta: Dahara Prize, 1989), hlm.

21-22

Page 4: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

16

sebaliknya. Untuk itu perlu ditegaskan pula apa yang dimaksud dengan hukuman

dalam pembahasan ini, sebagaimana ganjaran yang sudah disinggung di atas.

Dalam al-Qur’an hukuman juga biasanya disebutkan dalam berbagai

bentuk uslub, di antaranya ada yang mempergunakan lafadz i’qab ( ), adzab

( ), rijz ( ), ataupun berbentuk pernyataan (statement). Kata adzab seperti

dalam surat at-Taubah: 74, al-Imron: 21, kata rijz seperti dalam surat al-A’raf:

134 dan 165, dan kata i’qab seperti dalam surat al-Baqarah: 61 dan 65, al-Imron:

11.10

Elizabeth B. Hurlock mendefinisikan hukuman ialah:“punishment means

to inpose a penalty on a person for a fault offense or violation or retaliation”.11

Hukuman ialah menjatuhkan suatu siksa pada seseorang karena suatu pelanggaran

atau kesalahan sebagai ganjaran atau balasannya.

Abdullah Nashih Ulwan berpendapat hukuman ialah “hukuman yang tidak

ditentukan oleh Allah untuk setiap perbuatan maksiat yang di dalamnya tidak ada

had atau kafarat”.12 Sehingga bisa dibedakan antara hukuman yang khusus

dikeluarkan negara dengan hukuman yang diterapkan oleh kedua orang tua dalam

keluarga dan para pendidik di sekolah. Karena baik hudud atau hukuman ta’zir

keduanya sama bertujuan untuk memberi pelajaran baik bagi si pelaku ataupun

orang lain, semua itu adalah sebagai cara yang tegas dan tepat untuk

memperbaikinya.13

Berdasarkan pengertian di atas, adanya hukuman disebabkan oleh adanya

pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang. Jadi, yang dimaksud menghukum

yaitu memberikan suatu hukuman yang tidak menyenangkan atau pembalasan

dengan sengaja pada anak didik dengan maksud supaya anak tersebut jera. Perlu

10 Muhammad Fuad Abdi al-Baqi, op. cit., hlm. 572-578 11 Elizabeth Begner Hurlock., op. cit., hlm. 396 12 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan anak dalam Islam, Jilid II, (Jakarta: Pustaka Amani,

1999), hlm. 308 13 Ibid., hlm. 311

Page 5: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

17

dijelaskan disini bahwa pembalasan bukan berarti balas dendam, sehingga anak

benar-benar insyaf dan sadar kemudian berusaha untuk memperbaiki atas

perbuatan yang tidak terpuji.

Sedangkan Athiyah al-Abrasyi berpendapat bahwa :

���!-� J�KL��!�@�-M"��N��0= �O �;"��P8�…���6��MQR����S-#"��L�AJTL����'���L�UV�

‘Maksud hukuman dalam pendidikan Islam ialah…sebagai tuntutan dan perbaikan, bukan sebagai hardikan atau balas dendam.’

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa hukuman

memiliki tujuan perbaikan, bukan menjatuhkan hukuman pada anak didik dengan

alasan balas dendam. Maka dari itu seorang pendidik dan orang tua dalam

menjatuhkan hukuman haruslah secara seksama dan bijaksana.

Kalau dilihat secara ringkas mengenai kedudukan hukuman dalam

masyarakat Islam yang bersumber dari al-Qur’an, menurut Abdurrahman Shaleh

Abdullah Islam mengenal tiga kategori hukuman yaitu hudud, qishasdan ta’zir.15

Adapun dalam pembahasan ini, hukuman yang dimaksud bersifat edukatif atau

mendidik dan dalam masyarakat Islam dikenal dengan sebutan hukuman ta’zir.

Kata “ta’zir” menurut kamus istilah fiqih adalah bentuk masdar dari kata kerja

“azzara” yang artinya menolak, sedang menurut istilah hukum syara’ berarti

pencegahan dan pengajaran terhadap tindak pidana yang tidak mempunyai hukum

had, kafarat dan qishas.16 Maka dari itu hukuman haruslah mengandung unsur-

unsur pendidikan baik diputuskan oleh hakim ataupun yang dilakukan orang tua

14�Athiyah al-Abrasyi, Tarbiyah al-Islamiyah wa falsafaiuha, (Mesir: As-Syirkham, 1975),

hlm. 155 15 Abdurrahman Shaleh Abdullah, Landasan dan Tujuan Pendidikan menurut al-Qur’an

serta Implementasinya, (Bandung: Diponegoro, 1991), hlm. 236 16 Muhammad Abdul Mujib, dkk., Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994),

hlm. 384

Page 6: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

18

dan para pendidik terhadap anaknya, ini kepentingan si pelaku maupun

masyarakat umum.

Dari beberapa uraian tentang pengertian hukuman tersebut, dapatlah

penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan hukuman dalam pendidikan,

khususnya pendidikan Islam sebagai tindakan edukatif berupa perbuatan orang

dewasa atau pendidik yang dilakukan dengan sadar pada anak didiknya dengan

memberi peringatan dan pelajaran kepadanya atas pelanggaran yang telah

diperbuatnya sesuai dengan prinsi-prinsip dan nilai-nilai keislaman. Sehingga

anak didik menjadi sadar dan menghindari segala macam pelanggaran dan

kesalahan yang tidak diinginkan atau dengan berhati-hati dalam setiap melakukan

sesuatu.

B. Dasar dan Tujuan Ganjaran dan Hukuman

Istilah ganjaran dan hukuman sudah lama dikenal manusia, lantaran hal itu

pada awalnya bukanlah ciptaan manusia, dan memang sudah ada sejak manusia

pertama Adam as lahir ke dunia yang fana ini. Hanya dengan adanya pergantian

zaman dan peralihan dari satu generasi kegenerasi lain, ditambah dengan kegiatan

dan kebutuhan manusia yang beraneka ragam, maka bentuk dari ganjaran dan

hukuman berbeda. Istilah yang digunakan sama hanya penerapannya yang

berbeda, namun demikian Islam telah memberikan dan menunjukan batasan dan

pengertian yang jelas dan umum antara ganjaran dan hukuman tersebut, melalui

berbagai dalil dan bukti.17

Hukuman pada dasarnya merupakan akibat dari suatu perbuatan manusia

sendiri, sebagaimana firman Allah SWT berfirman :

17 Abdurrazak Husain, Hak dan Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Fikahati, 1992),

hlm. 102-103

Page 7: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

19

�������L���W:�"������ ��O ��XY���N��Z�0�"�� ���[�����XY��������Q\B"���N�������"�����@��]�5�̂_���Z�0�@̀]�����(a"�(�M���8����������/�Q �!@�(M"��$���&�

“Dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan menghazab mereka, dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.” (Q.S. At-Taubah: 74) 18

Sedangkan dalam hadits diterangkan sebagai berikut :

b ����@�����5��5�34�@���5�3�-BS��5�3���c�$��ZP,K��4�,5�_��dP,T�_���(K����ce� ?=K�f<K�g�=@��Zh���J-/"�@�Zi'L�9����3�j5�g�=@��Zh���0�,5�Zh(@�k���3

�fS�lm��n�Z0=�@��(c-���o�e�

������������������

“Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Suruhlah anak-anak kalian mengerjakan shalat sejak mereka berusia tujuh tahun. Pukullah mereka jika melalaikannya ketika mereka berusia sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.” (H R. Abu Daud)

Berdasarkan ayat dan hadits di atas, dijelaskan bahwa barang siapa

mengerjakan perbuatan dosa atau melakukan kesalahan, maka akan mendapatkan

hukuman sesuai dengan tingkat kesalahan yang diperbuatnya.

Secara rasional, ibadah (seperti shalat, shaum dan ibadah lainnya)

berperan mendidik pribadi manusia yang kesadaran dan pikirannya terus-menerus

berfungsi dalam semua pekerjannya.20 Dari hadits di atas dapat diambil

pengertian bahwa anak harus diperintahkan mengerjakan shalat ketika berusia

tujuh tahun, dan diberi hukuman pukul apabila anak menolak mengerjakan shalat

18 Soenarjo, dkk., op.cit., hlm. 291 19�Muhammad Muhyidin Abdul Hamid, Sunan Abu Daud, Juz I, (Indonesia: Maktabah

Dahlan, t. th), hlm. 133 20 Muhammad Ali Quthb, Auladuna Fi Dlau-it Tarbiyah al-Islamiyah; Sang Anak dalam

Naungan Pendidikan Islam, (Kairo: Maktabah Qur’an, 1993), hlm. 89

Page 8: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

20

jika sudah berusia 10 tahun, tujuan diberikannya hukuman pukul ini supaya anak

menyadari kesalahannya.

Makna dari kata ( ) dalam hadits tersebut adalah memberikan pukulan

secara fisik, karena anak meninggalkan shalat. Di samping itu, pukulan yang

diberikan harus mengenai badannya dan tidak boleh mengenai wajahnya.Oleh

karena itu, pukulan tersebut harus diberikan kepada anak ketika sudah berumur 10

tahun, karena pada usia 10 tahun ke atas ini seorang anak sudah dianggap

mempunyai tanggung jawab (baligh).21

Hukuman dengan memukul adalah hal yang diterapkan oleh Islam

sebagaimana hadis Nabi di atas. Dan ini dilakukan pada tahap terakhir, setelah

nasehat dan cara lain tidak bisa. Tata cara yang tertib ini menunjukkan bahwa

pendidik tidak boleh menggunakan yang lebih keras jika yang lebih ringan sudah

bermanfaat, sebab pukulan adalah hukuman yang paling berat dan tidak boleh

menggunakannya kecuali jika dengan jalan lain tidak bisa dan perlu diketahui

pula bahwa Rasulullah SAW sama sekali belum pernah memukul seorangpun dari

istri-istrinya.

Adapun tujuan hukuman dalam pendidikan ialah :

a. Untuk memperbaiki individu yang yang bersangkutan agar menyadari

kekeliruannya, dan tidak akan mengulanginya lagi.

b. Melindungi pelakunya agar dia tidak melanjutkan pola tingkah laku yang

menyimpang, buruk dan tercela.

c. Sekaligus juga melindungi masyarakat luar dari perbuatan dan salah (nakal,

jahat, asusila, kriminial, abnormal dan lain-lain) yang dilakukan oleh anak

atau orang dewasa.22

21 Abu Thayyib Muhammad Syamsul Haq, A’unul Ma’bud; Syarah Sunan Abi Daud, Juz II,

(Beirut : Daar al-Fikr, t. th), hlm. 161 22 Kartini Kartono, Pengantar Mendidik Ilmu Teoritis (Apakah Pendidikan masih

Diperlukan), (Bandung: Mandar Maju, 1992), hlm. 261

Page 9: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

21

d. Menurut Emile Durkeim dalam dunia pendidikan ada teori pencegahan.

Dalam teori ini hukuman merupakan suatu cara untuk mencegah berbagai

pelanggaran terhadap peraturan. Pendidikan menghukum si anak selain agar

anak tidak mengulangi kesalahannya juga untuk mencegah agar anak lain

tidak menirunya.23

Sedangkan Asma Hasan Fahmi mengungkapkan tujuan hukuman dalam

Pendidikan Islam sebagi berikut :

“tujuan hukuman mengandung arti positif, karena ia ditujukan untuk memperoleh perbaikan dan pengarahan, bukan semata-mata untuk membalas dendam, oleh karena itu orang Islam sangat ingin mengetahui tabi’at dan perangai anak-anak sebelum menghukum mereka, sebagaimana mereka ingin sekali mendorong anak-anak ikut aktif dalam memperbaiki kesalahan mereka sendiri, dan untuk ini mereka melupakan kesalahan anak-anak dan tidak membeberkan rahasia mereka”.24

Berdasarkan penjelasan tujuan hukuman di atas maka dapat diambil

pengertian bahwa tujuan hukuman dalam pendidikan Islam untuk perbaikan

kesalahan yang dilakukan anak-anak yang sama serta membutuhkan motivasi

dalam berfikir dan bertindak sehingga akan tercapai tujuan yang diinginkan.

Sedangkan tujuan pokok hukuman dalam syariat Islam ialah pencegahan,

pengajaran dan pendidikan, arti pencegahan ialah menahan si pembuat kejahatan

supaya tidak ikut-ikutan berbuat kesalahan.

Kata ganjaran biasanya dikenal dengan istilah ‘ajr atau tsawab,

sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an, yang menunjukkan bahwa apa yang

diperbuat oleh seseorang dalam kehidupan ini atau di akhirat kelak karena amal

perbuatan yang baik.25 Allah SAW berfirman :

23 Emile Durkeim, Pendidikan Moral (Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi

Pendidikan), (Jakarta: Erlangga, 1990), hlm. 116 24 Asma Hasan Fahmi, Sejarah Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979),

hlm. 140 25 Abdurrahman Shaleh, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an, (Jakarta: Rineka

Cipta, 1994), hlm. 221

Page 10: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

22

����p�q�������Q\B"���r ��(�s�̂_���Z[t�����������L���r ��(�sd,c�������=�p�u��"��\b �u���̂_����

�8���5����$������&�”Karena itu Allah memberikan mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q.S. Al-Imron: 148)26

Kelebihan ganjaran di akhirat berasal dari sumbernya yang unggul. Hal

ini diilustrasikan mengapa Nabi Muhammad SAW hanya mengharap balasan dari

Allah semata. Maka dengan adanya kenyataan seperti ini pelajar menurut sistem

pendidikan Islam harus diberi motivasi sedemikian rupa dengan ganjaran.27

Dan dalam surat yang sama pula al-Imron : 159 bertemulah pujian yang

tinggi dari Tuhan terhadap Rasulnya, karena sikapnya yang lemah lembut, tidak

lekas marah pada umatnya yang tengah dituntun dan didiknya iman mereka agar

sempurna. Sudah demikian kesalahan beberapa orang yang meninggalkan

tugasnya karena tamak akan harta, tetapi Rasulullah tidak langsung marah-marah,

melainkan dengan jiwa besar mereka dipimpin. Dalam ayat ini Tuhan

menegaskan sebagai pujian kepada Rasulnya bahwasnya sikap lemah lembut itu

dikarenakan dalam dirinya telah dimasukkan Tuhan berupa rahmat, rasa belas

kasihan, cinta kasih itu telah ditanamkan Tuhan ke dalam diri beliau, sehingga

rahmat itulah yang mempengaruhi sikap beliau dalam memimpin. Tentunya

masih banyak lagi ayat-ayat yang menjelaskan tentang pujian baik secara khusus

ditujukan kepada beliau atau untuk seluruh umat manusia.28

Ganjaran bila diterapkan dalam pendidikan tentunya akan memiliki kesan

positif, yaitu sebagai motivasi bagi anak didik, untuk itu perlu dibedakan antara

ganjaran dan suap. Dengan adanya ganjaran anak didik akan terus melakukan

pekerjaannya dengan baik dan tentunya ingin melakukan yang terbaik lagi.

26 Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 100 27 Abdurrahman Shaleh, op. cit., hlm. 233 28 Hamka, Tafsir al–Azhar, Juz IV, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987), hlm. 129

Page 11: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

23

Karena dengan memberikan dorongan dan menyayangi anak adalah sangat

penting. Dalam hal ini, harus diperhatikan keseimbangan antara dorongan yang

berbentuk materi dengan dorongan yang spirituil, sebab tidaklah benar jika

pemberian dorongan tersebut hanya terbatas pada hadiah-hadian yang sifatnya

materi saja. Hal ini dimaksudkan agar si anak tidak menjadi orang yang selalu

meminta balasan atas perbuatannya.

Sehingga ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai bahan

pertimbangan dalam memberikan ganjaran berupa benda yaitu :

1. Hadiah tersebut harus benar-benar berhubungan dengan prestasi yang dicapai.

2. Hadiah tersebut disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang menerima.

3. Hadiah tersebut sebaiknya tidak perlu terlalu mahal.29

Adapun tujuan diberikannya ganjaran telah dijelaskan dalam al-Qur’an,

yaitu tentang ganjaran yang diberikan untuk membalas orang beriman dan

beramal shaleh agar mereka mempertinggi keimanan dan ketaqwaannya.

Sebagaimana firman Allah SWT :

��!�����<"����������Z�h��v w"��[���x u�,-/"�([,���5����(�=� 9�������]a"��a8���o��8�B�5��x -=�S��Z�0y@����B�=�5��Z�h�z��#�S��B�@�9���0{����������B�,�����0�QXY����0�M�u�|���� ��F���}�|�3������:�j��������"��v �"���4�=�5��(�k������Z�0�=�5̂�_���:�k��

�4�@��� �o�!=-�<"��$�%���&�“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka disisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha terhadapNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.30

29 Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, (Jakarta: Rineka Cipta,

1993), hlm. 165 30 Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 1085

Page 12: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

24

Dalam pemberian ganjaran belum tentu selalu diberikan pada anak

terpandai terutama di sekolah, karena memang anak yang pandai selalu

menunjukkan hasil yang baik dan hal tersebut tidak perlu selalu diberi ganjaran,

sebab jika begitu ganjaran akan berubah fungsi menjadi upah. Di satu sisi ada

anak yang biasa-biasa saja tapi mau berusaha meningkatkan prestasinya itulah

yang perlu diberikan ganjaran, karena dengan begitu ia akan semakin giat untuk

selalu meningkatkan prestasi dan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik.

Menurut para ahli psikologi, seperti penganut teori kondisional

mengatakan bahwa “ganjaran merupakan pendorong utama dalam proses belajar”.

Teori empiristik juga memandang bahwa “ganjaran membantu anak dalam

belajar, sebab tatkala kita memberi ganjaran kepada anak sesungguhnya kita

membantu anak untuk berperilaku baik, lalu kita menarik anak pada pengalaman

yang ingin kita ajarkan”. Teori-teori belajar menekankan bahwa berbagai

ganjaran dapat menimbulkan respon positif pada anak dan dapat menciptakan

kebiasaan relatif kokoh dalam dirinya. 31

Dengan kata lain, anak didik menjadi lebih keras kemauannya untuk

berbuat yang lebih baik lagi, jadi yang terpenting disini bukanlah karena hasil

yang dicapai seseorang melainkan dengan hasil tersebut bertujuan membentuk

kata hati dan kemauan yang lebih baik dan lebih keras pada anak.32

Untuk itu perlu dibedakan antara ganjaran, suap dan upah. Suap yang

berarti pemberian dengan terpaksa sedangkan upah bersifat sebagai ‘ganti rugi’.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pemberian ganjaran dalam

pendidikan sebagai dorongan atau motivasi bagi anak didik untuk melakukan

sesuatu, karena dengan pemberian ganjaran akan terkesan positif yang membekas

31 Ahmad Ali Budaiwi, Imbalan dan Hukuman Pengaruhnya bagi Pendidikan Anak,

(Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hlm. 40 32 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Praktis dan Teoritis, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

1995), hlm. 182

Page 13: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

25

dalam dirinya dan timbul suatu keinginan kuat untuk selalu melakukan sesuatu

yang terbaik dan lebih baik tentunya. Karena ganjaran mempunyai peran sebagai

dorongan dalam menguatkan perilaku yang positif dalam diri anak didik.

C. Macam dan Fungsi Ganjaran dan Hukuman

Untuk menentukan ganjaran apakah yang layak dan baik diberikan kepada

anak merupakan suatu hal yang sangat sulit. Karena ganjaran sebagai alat

pendidikan banyak sekali macamnya, ganjaran pada dasarnya dapat berupa materi

dan non materi, yang berupa materi seperti barang atau benda dan yang non

materi tentunya lebih banyak lagi seperti pujian, perhatian, penghargaan dan lain

sebagainya.

1. Macam ganjaran

a. Pujian yang baik (memberi kata-kata yang menggembirakan)

b. Berdo’a

c. Menepuk pundak

d. Memberi pesan

e. Menjadi pendengar yang baik

f. Mencium buah hati dengan penuh cinta dan kasih sayang33

g. Ganjaran dapat juga berupa benda yang menyenangkan dan berguna

bagi anak-anak seperti :�pensil, buku tulis, makanan ringan, permainan

dan lain sebagainya.34

Ganjaran yang berbentuk materi dalam prakteknya telah banyak

dilakukan oleh pendidik atau guru yakni pemberian hadiah berupa barang-

barang yang diperkirakan mengandung nilai bagi siswa. Perlu diingat bahwa

dalam memberikan ganjaran yang berupa benda ini dari para pendidik atau

33 Muhammad Bin Jamil Zainu, Solusi Pendidikan Anak Masa Kini, (Jakarta: Mustaqim,

2002), hlm. 142-144 34 Ngalim Purwanto, op. cit., hlm. 183

Page 14: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

26

guru dituntut pertimbangan yang lebih cermat dibandingkan dengan

pemberian ganjaran dalam bentuk lain. Untuk itu seorang guru harus sangat

berhati-hati dan bijaksana sebab dengan benda-benda itu mudah benar

berubah fungsi menjadi upah bagi siswa.

Pada dasarnya anak dalam semua usia suka pada pujian yang

ditujukan pada dirinya, pujian tidak hanya memberikan kepada perasaan puas

akan tetapi yang lebih penting adalah menimbulkan perasaan aman,

menolongnya untuk menerima kenyataan suatu kelompok. Oleh karena itu

patokan yang paling penting ialah pujian, pujian hanya menyangkut usaha

anak untuk melakukan sesuatu dan pujian hanya menyangkut hasil yang

dicapai anak, bukan menyangkut watak dan kepribadiannya. Misalnya bila

anak membersihkan lantai, komentar yang wajar ialah “betapa ia bekerja

keras dan betapa lantai kini tampak menjadi bersih”. Sama sekali tidak pada

tempatnya untuk mengatakan kepadanya “kau anak yang baik“. Kata-kata

pujian harus merupakan suatu cermin yang menampakkan pada anak berupa

gambaran yang realistis tentang apa yang dibuatnya dan juga prestasinya,

sebaliknya bukan menyajikan gambaran muluk-muluk tentang

kepribadiannya. Untuk semua alasan ini pujian adalah hadiah yang paling

baik yang bisa diberikan karena perbuatan baik.

Durkheim mengatakan, pada umumnya ganjaran secara eksklusif

berupa ucapan penghargaan dan pujian secara terbuka, sebagai ungkapan rasa

hormat dan kepercayaan tinggi seorang yang telah berbuat sesuatu yang baik

secara istimewa sekali. 35

Selanjutnya perhatian, yang dimaksud ganjaran berupa perhatian di

sini ialah si pendidik senantiasa mencurahkan perhatian penuh dan mengikuti

perkembangan aspek aqidah dan moral anak, mengawasi dan memperhatikan.

35 Emile Durkheim, op. Cit., hlm. 148

Page 15: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

27

Kesiapan mental dan sosial, di samping selalu bertanya tentang situasi

pendidikan jasmani dan kemampuan ilmiahnya, hendaknya para pendidik

selalu memperhatikan dan senantiasa mengikuti serta mengamati anak-

anaknya dalam segala segi kehidupan dan pendidikan yang universal.36

Menurut Elizabeth, fungsi ganjaran dalam pendidikan ialah :

1) Hendaknya ganjaran mempunyai nilai mendidik. Dan anak merasa bahwa

hal itu baik, ganjaran mengisyaratkan bahwa perilaku mereka itu baik.

2) Ganjaran berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang

disetujui secara sosial. Karena anak akan bereaksi dengan positif terhadap

persetujuan yang dinyatakan dengan ganjaran, di masa mendatang mereka

berusaha untuk berperilaku dengan cara yang akan lebih banyak

memberikan hadiah.

3) Ganjaran berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara

sosial, dan tiadanya ganjaran melemahkan keinginan untuk mengulangi

perilaku itu. Ganjaran harus digunakan untuk membentuk asosiasi yang

menyenangkan dengan perilaku yang diinginkan.37

Dengan demikian hendaklah para pendidik atau orang tua dalam

memberikan ganjaran harus benar-benar punya arti tersendiri atas apa yang

sudah diperbuat oleh anak didik dan harus memiliki fungsi untuk

memperkuat pendapat/ keyakinan individu bahwa perbuatan tersebut benar.

Yang dalam psikologi dikenal dengan istilah “reinforcement” (penguatan).

Sehingga dengan pemberian ganjaran yang dilakukan secara terus-menerus

lama-kelamaan tidak akan berfungsi efektif lagi, untuk itu berilah ganjaran

dengan sewajarnya dan sebijaksana mungkin, supaya mempunyai nilai positif

bagi anak didik maupun pendidik.

36 Abdullah Nashih Ulwan, op. cit., hlm. 275 37 Elizabeth Begner Hurlock, op. cit., hlm. 396

Page 16: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

28

2. Macam hukuman

Hukuman yang dapat diterapkan pada anak dapat dibedakan menjadi

beberapa pokok bagian yaitu :

a. Hukuman bersifat fisik seperti : menjewer telinga, mencubit dan

memukul. Hukuman ini diberikan apabila anak melakukan kesalahan,

terlebih mengenai hal-hal yang harus dikerjakan anak.

b. Hukuman verbal seperti : memarahi, maksudnya mengingatkan anak

dengan bijaksana dan bila para penddidik atau orang tua memarahinya

maka pelankanlah suaranya.

c. Isyarat non verbal seperti : menunjukkan mimik atau raut muka tidak

suka. Hukuman ini diberikan untuk memperbaiki kesalahan anak dengan

memperingatkan lewat isyarat.

Seperti sabda Nabi :

.=�"���=s�-Bq�3�v "�� ��5�3r �0���@��5�3��p���@�8���,K��53��_��B<5��5>�<5��@�3��c�$���~ �_���(K��� �'��>�-<5��@��lD"��8�i��o6��$������9� ��4|�}�

���4�"����=|���0�"����=���lD"���}��4�MDMp|�ZM��$���~ �_���(K����}�o���6������Y���-+-j"������lD"��4S��� �/� �o�'��'�(@�������&�I

“Kami diberitahu oleh al-Qa’naby, dari Malik dia berkata, Fadhl bin Abbas pernah dibonceng Rasulullah, lalu ada seorang wanita dari Khutsum meminta fatwa kepada beliau, pada waktu itu Fadhl memandangnya, begitu juga sebaliknya wanita itu memandang Fadhl, dan Nabi memalingkan muka ke lain pihak”.(H.R. Abu Daud)

d. Hukuman sosial seperti : mengisolasi dari lingkungan pergaulan agar

kesalahan tidak terulang lagi dengan tidak banyak bicara dan

meninggalkannya agar terhindar dari ucapan buruk.

38�Abu Daud Sulaiman Ibn al-Asy’ats as-Sijistani, Sunan Abu Daud, jilid I, (Beirut: Daar al-

Fikr, t. th), hlm. 552

Page 17: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

29

!<�������@��7@�(@���=s�-Bq�3�r (-����5�!�,5��@�������=s�-Bq�3���@�B�K��5�<S�3������� ]���D; ��@�_��B<"��<��c�P89�3���c����0=��$���~ �_���(K��P8�o���:��6

� ]����5��3��c��$�-�B5��7=|�L��B�T�B�/|�L��0-Q��o����-�-p"���p7|��0-=7"����?"����D|���o������$���_���(K��P89�v s�-Bq9�~ ��o�4=5�d��6���3�� ]��2�����L�B@9�v �,i9 ��o��Z,p �������&�� �

“Kami diberitahu oleh Abu Bakar bin Abi Syaibah, kami diberitahu oleh Ismail bin Ulaiyah dari Ayyub, dari Sa’id bin Jubair, bahwasannya tetangga Abdullah bin Mughaffal melempar dengan kerikil, lalu dilarang oleh Abdullah katanya:”bahwa rasul melarang orang yang membidik dengan kerikil (melempar dengan kerikil)”. Lalu ia tetap mengulanginya lagi, dan dikatakan kepadanya:”telah kukatakan padamu, bahwa Rasulullah melarang melempar dengan kerikil, tapi kamu masih tetap ngotot!, maka aku tidak akan mengajakmu berbicara (tidak menegur lagi)”. �(H.R. Muslim)

Menghukum merupakan sesuatu yang “tidak disukai” namun perlu

diakui bersama bahwa hukuman itu memang diperlukan dalam pendidikan

karena berfungsi menekan, menghambat atau mengurangi bahkan

menghilangkan perbuatan yang menyimpang.40

Dari uraian di atas tentang macam hukuman kiranya dapat

disimpulkan bahwasanya hukuman itu dapat diterapkan dalam pendidikan,

terutama hukuman yang bersifat pedagogis. Menghukum bilamana perlu dan

jangan terus-menerus serta hindarilah hukuman jasmani atau badan jikalau

benar-benar tidak terpaksa.

Hukuman pukulan berupa psikis antara lain ; terlalu banyak perintah,

larangan, teguran dan tidak mengindahkan keinginan anak, sehingga banyak

menyebabkan gangguan terhadap ketegangan anak. Menjadikan anak kurang

39� Abu al-Husain Muslim, Shahih Muslim, Bab Karoha al-Khadhaf, juz III, (Beirut-

Libanon: Daar al-Kitab al-Ilmiyyah, t. th), hlm. 154

Page 18: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

30

mempunyai inisiatif dan spontanitas, tidak percaya diri sendiri dan dipilihnya

selalu tanggung jawab.41 Sedangkan dalam proses belajar itu perlu adanya

motivasi untuk berbuat sesuatu, sedang bila kita menghindari untuk berbuat

dengan cara tertentu, timbul kecenderungan yang kuat untuk memastikan

tentang kebenaran dari keinginan kita tersebut.

Ingat bahwa perbuatan salah mencerminkan kekurangtrampilan dan

kelemahan. Untuk itu, ini masih bisa disembuhkan selama anak masih

mempunyai percaya diri terhadap kemampuannya, jangan langsung

menghukum akibat kesalahan yang diperbuatnya. Justru anda sebagai

pendidik dituntut untuk memusatkan perhatian terhadap minat anak terhadap

sesuatu yang telah dikerjakan dengan baik.

Fungsi hukuman dalam pendidikan hendaknya meliputi tiga peran

penting dalam perkembangan moral anak.

1. Menghalangi, hukuman menghalangi pengulangan tindakan yang tidak

diinginkan oleh masyarakat.

2. Mendidik, sebelum anak mengerti peraturan, maka dapat belajar bahwa

tindakan tertentu benar dan yang lain salah, dengan mendapatkan

hukuman karena melakukan tindakan yang salah, dan tidak menerima

hukuman bila melakukan tindakan yang diperbolehkan. Dan dengan

meningkatnya usia, mereka belajar peraturan terutama lewat pengajaran

verbal. Tetapi mereka juga belajar dari pengalaman bahwa jika mereka

gagal mematuhi peraturan sudah barang tentu mereka akan mendapatkan

hukuman. Aspek edukatif lain dari hukuman yang sering kurang

dipehatikan adalah membedakan besar kecilnya kesalahan yang diperbuat

mereka.

40 Suharsimi Arikunto, op. cit., hlm. 168 41 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hlm. 84

Page 19: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

31

3. Memberi motivasi untuk menghindari dari perilaku yang tidak diterima

masyarakat.

Dengan demikian selagi anak masih bisa dididik dengan lembut dan

penuh kasih sayang, maka jangan sekali-kali orang tua melayangkan

tangannya. Kita tahu bahwa hukuman dalam pendidikan anak merupakan

metode terburuk yang sedapat mungkin kita hindari, akan tetapi dalam kondisi

itu harus dipergunakan. Oleh karena itu, hukuman harus dianggap sebagai

metode kuratif yang bertujuan untuk memperbaiki anak yang melakukan

kesalahan.

D. Syarat Penerapan Ganjaran dan Hukuman

Masalah ganjaran dan hukuman berhubugan erat dengan topik

menimbulkan minat anak didik terhadap proses belajar. Banyak para pendidik

atau guru yang menggunakan ganjaran dan hukuman sebagai cara untuk

mendorong anak didik untuk belajar. Alasan mereka dalam hal ini adalah bahwa

anak memerlukan rasa harga diri dan keberhasilan untuk melanjutkan

kemajuannya, dan untuk menjadikannya mengetahui bahwa kelengahan dan

keburukan hasil perbuatan ada akibatnya.42 Di antara cara untuk membuat anak

didik merasakan keberhasilannya adalah kita puji dia, atas perbuatan yang patut

dipuji, dan di antara cara untuk mengingatkannya adalah dengan menggunakan

hukuman, dan hukuman itupun harus dimulai dari yang paling ringan dulu,

hukuman fisik baru boleh dilakukan sebagai alternatif terakhir. Dianjurkan bagi

para pendidik, guru maupun orang tua yang percaya akan cara ini harus

mengetahui tentang hakekat yang berhubungan dengan ganjaran dan hukuman.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai acuan dasar dalam

memberikan ganjaran, sehingga mampu memotivasi perilaku baik anak didik

sebagai berikut :

42 Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), cet. 2, hlm. 30

Page 20: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

32

1) Untuk memberi ganjaran yang pedagogis perlu sekali guru mengenal betul-

betul muridnya.

2) Ganjaran yang diberikan anak jangan sampai menimbulkan cemburu atau

iri hati anak yang lain.

3) Memberikan ganjaran hendaklah hemat

4) Jangan memberikan ganjaran dengan menjanjikan terlebih dahulu sebelum

anak melakukan sesuatu .

5) Pendidik harus berhati-hati memberikan ganjaran, jangan sampai ganjaran

yang diberikan anak berubah fungsi menjadi upah.43

Ganjaran tidak harus berupa barang, maka dari itu pujian, perhatian,

penghargaan dan lainnya itu akan lebih berkesan. Dengan keberhasilan anak didik

dalam proses belajar mengajar itupun sudah merupakan hadiah, sehingga anak

didik merasa puas dan lega terhadap dirinya. Hal itu akan membawa kemajuan

yang berkelanjutan. Dan dalam memberikan hadiah hendaknya disesuaikan

dengan keadaan dan sifat dari aspek yang menunjukkan keistimewaan prestasi.44

Sehingga dapat dikatakan, pemberian ganjaran yang berbentuk materi

haruslah sesuatu yang menarik dan digemari anak, hadiah haruslah secukupnya,

bersifat wajar dalam batas-batas tertentu serta tidak berlebih-lebihan, tidak terus

menerus, karena dengan seringnya memberi ganjaran akan berakibat tidak baik

yang menjadikan anak manja dan hanya bekerja untuk suatu ganjaran. Hendaknya

ganjaran langsung diberikan setelah melakukan perbuatan itu, sehingga terjadi

hubungan jelas antara perbuatan dan ganjaran yang diperoleh karenanya.

Demikian pula hukuman yang diterapkan para pendidik baik di rumah

atau sekolah berbeda-beda. Dari segi jumlah dan tata caranya, tidak sama dengan

hukuman yang diberikan pada orang umum.

43 Ngalim Purwanto, op. cit., hlm. 184

44 Zakiah Daradjat, op. cit., hlm. 30-31

Page 21: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

33

Hukuman yang bersifat pendidikan (pedagogis), harus memenuhi syarat

sebagai berikut :

a. Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, kasih dan sayang.

b. Harus didasarkan pada alasan “keharusan”.

c. Harus menimbulkan kesan di hati anak.

d. Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik.

e. Diikuti dengan pemberiam maaf dan harapan serta kepercayaan.45

Adapun Hukuman Berupa Fisik, Athiyah al-Abrasyi Memberikan Kriteria

Yaitu :

a. Pemukulan tidak boleh dilakukan pada anak didik dibawah umur 10 tahun

b. Alat pemukulnya bukan benda-benda yang membahayakan, misalnya lidi,

tongkat kecil dan lain sebagainya.

c. Pukulan tidak boleh lebih dari tiga kali, dan

d. Hendaknya diberi kesempatan untuk tobat dari apa yang ia lakukan dan

memperbaiki kesalahan yang pernah mereka kerjakan.46

Sedangkan Rasulullah menetapkan hukuman sebagai metode memberikan

batas-batas dan persyaratan sehingga tidak keluar dari maksud dan tujuan

pendidikan Islam yaitu:

1. Pendidik tidak menggunakan hukuman kecuali setelah menggunakan semua

metode.

2. Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan

3. Menunjukkan kesalahan dengan kerahmatan

4. Menunjukkan kesalahan dengan isyarat dan kecaman

5. Menunjukkan kesalahan dengan memutuskan hubungan47

45 Arma’i Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat pers,

2002), hlm. 131 46 Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Loc. cit. 47 Abdullah Nashih Ulwan, op. cit., hlm.316-324

Page 22: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

34

Begitu juga yang dikatakan oleh Muhaimin dan Abdul Majid yang dikutip

oleh Arma’i Arief dalam bukunya “Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan

Islam”. bahwa hukuman yang diberikan anak haruslah mengandung makna

edukasi, merupakan jalan atau solusi terakhir dari beberapa pendekatan dan

metode yang ada, dan diberikan setelah anak didik mencapai usia 10 tahun

sebagaimana hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Daud tentang

perintah sholat.48

Sedangkan Abdullah Nashih Ulwan berpendapat bahwa metode yang

dipakai Islam dalam upaya memeberikan hukuman pada anak ialah :

a. Lemah lembut dan kasih sayang adalah dasar pembenahan anak.

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Bukhari

6'9��=s-Bq�3!<���=s-Bq�3A�-�|��9��5�3��c�$�����4=5�_��:k��v "� ��@�� Q9�x ���c�$~ �.-="����c�o��6�$����-p|L������-p���3����PD=|��L�����-j@� ����<"�������&V�

“Kami diberitahu Adam, kami diberitahu Syu’bah, dari Abi Tayyakh, ia berkata: saya mendengar Anas bin Malik ra berkata, Nabi Saw bersabda: Permudahkanlah dan jangan kalian persulit, dan berilah kabar gembira dan janganlah kalian beraku tidak simpati”. (H.R. Bukhari)

b. Menjaga Tabi’at anak yang salah dalam menggunakan hukuman.

c. Dalam upaya pembenahan, hendaknya dilakukan secara bertahap, dari yang

paling ringan hingga yang paling keras.50

Pedoman dan petunjuk praktis bagi para orang tua, guru dan para pendidik

dalam memberikan pengajaran dan pendidikan yang benar dan lurus bagi anak-

anaknya, sesungguhnya dapat mencontoh pada akhlak Rasulullah dan sikap serta

48 Arma’i Arief, op. cit., hlm. 132 49�Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz I, (Beirut-Libanon: Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1992),

hlm. 31�� 50 Abdurrazak Husain, op. cit., hlm. 102

Page 23: Bab II 3198249 - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/14/jtptiain-gdl-s1-2004-iisshohiha-668-BAB... · Dengan demikian discipline

35

tindakan para sahabat terhadap kaum muslimin pada masa itu, yang seharusnya

memberi inspirasi kepada kita semua dalam mendidik dan mengajar anak-anak.51

Demikianlah kiranya tahapan yang harus diperhatikan bagi para pendidik.

Sesungguhnya para pendidik tidak boleh melalaikan metode yang efektif dalam

membuat anak menjadi jera. Sehingga para pendidik harus berlaku bijaksana dan

sewajar mungkin dalam memberikan/menerapkan ganjaran dan hukuman pada

anak didik. Islam mengakui bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci,

kedua orang tualah yang menjadikan ia sebagai nasrani dan majusi, demikian

tergantungnya anak oleh para pendidik (orang tua). Perlu diingat, karena ganjaran

dan hukuman dalam pendidikan Islam tidak bisa dipisahkan dari konsep tujuan

pendidikan Islam itu sendiri.