munir bab iii - uin walisongo semarang | perpustakaan...

33
BAB III BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN PENDIDIKAN NONDIKOTOMIK (Prof. Abdurrahman Mas’ud, M. A., Ph. D.) A. BIOGRAFI Dalam biografi ini penulis akan mengungkapkan sejarah singkat Prof. Abdurrahman Mas’ud secara Umum, latar belakang pendidikan prof. Abdurrahman Mas’ud, karya-karya beliau dan pengalaman serta perananya dalam pendidikan 1. Sajarah Singkat Prof. Abdurrahman Mas’ud Secara Umum. Prof. Abdurrahman Mas’ud, M.A., Ph. D. adalah Nama lengkap beliau. Pak Rahman, begitu ia akrab disapa. Ayah Beliau bernama H. Mas’ud bin KH. Irsyad. Haji Irsyad dikenal sebagai seorang kiai yang ampuh alam bidang ilmu tauhid dengan pondok pesantrnya yang diberi Nama Roudlatul muta’alimin dijagalan Kudus. Sekarang pondo itu diasuh oleh paman Abdurrahman Mas’ud yang bernama KH. Ma’ruf Irsyad sekaligus sebagai Ro’is Syuriah NU Kabupaten Kudus. Haji Mas’ud adalah seorang santri yang berkiprah di bidang tekstil dan sangat sukses. Ibu beliau bernama Hj. Chumaidah binti H. Amir Hadi. “Dur” begitu ia akrab disapa di waktu kecil dan ia adalah anak pertama dari keluarga H. Mas’ud. Situasi dan tradisi lingkungan peantren dimana Pak Rahman dilahirkan pada tanggal 16 April 1960 di Desa Damaran Kabupaten Kudus Jawa Tengah dimana sangat erat dengan kegiatan religius. Di samping itu dengan lingkungan yang sudah padat dengan rumah-rumah penduduk dan matapencaharian mereka yang mayoritas pengusaha konfeksi atau sejenis industri rumah tangga seperti bordir dan tenun tangan atau non-mesin. Karena

Upload: lecong

Post on 07-May-2018

220 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

BAB III BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN PENDIDIKAN NONDIKOTOMIK

(Prof. Abdurrahman Mas’ud, M. A., Ph. D.) A. BIOGRAFI

Dalam biografi ini penulis akan mengungkapkan sejarah singkat Prof.

Abdurrahman Mas’ud secara Umum, latar belakang pendidikan prof.

Abdurrahman Mas’ud, karya-karya beliau dan pengalaman serta perananya dalam

pendidikan

1. Sajarah Singkat Prof. Abdurrahman Mas’ud Secara Umum.

Prof. Abdurrahman Mas’ud, M.A., Ph. D. adalah Nama lengkap

beliau. Pak Rahman, begitu ia akrab disapa. Ayah Beliau bernama H. Mas’ud

bin KH. Irsyad. Haji Irsyad dikenal sebagai seorang kiai yang ampuh alam

bidang ilmu tauhid dengan pondok pesantrnya yang diberi Nama Roudlatul

muta’alimin dijagalan Kudus. Sekarang pondo itu diasuh oleh paman

Abdurrahman Mas’ud yang bernama KH. Ma’ruf Irsyad sekaligus sebagai

Ro’is Syuriah NU Kabupaten Kudus. Haji Mas’ud adalah seorang santri yang

berkiprah di bidang tekstil dan sangat sukses. Ibu beliau bernama Hj.

Chumaidah binti H. Amir Hadi. “Dur” begitu ia akrab disapa di waktu kecil

dan ia adalah anak pertama dari keluarga H. Mas’ud.

Situasi dan tradisi lingkungan peantren dimana Pak Rahman dilahirkan

pada tanggal 16 April 1960 di Desa Damaran Kabupaten Kudus Jawa Tengah

dimana sangat erat dengan kegiatan religius. Di samping itu dengan

lingkungan yang sudah padat dengan rumah-rumah penduduk dan

matapencaharian mereka yang mayoritas pengusaha konfeksi atau sejenis

industri rumah tangga seperti bordir dan tenun tangan atau non-mesin. Karena

Page 2: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

itulah suasan kehidupan di kawasan Damaran,1 yang penuh dengan Susana

kerja. Bila kita menelusuri gang-gang, baik pada pagi maupun sore hari,

suasana kawasan ini tampak lenggang, kecuali suara mesin jahit yang

bersahut-sahutan dan berirama tanpa putus.2

Suara kerja tersebut akan berubah total ketika malam tiba, terutama

antara waktu magrib dan isya’. Pada saat seperti inilah semua warga

masyarakat Damaran mengaji. Bagi mereka yang tidak mengaji, tidak

membaut gaduh. Semua radio, tape dan televisi pada jam-jam tersebut

dimatikan. Jika pada saat yang demikian ada orang yang keluar rumah,

apalagi duduk bersantai, akan segera diperingatkan oleh orang tua mereka.

Orang akan menganggap bahwa duduk bersantai atau keluar rumah tanpa

tujuan yang jelas pada jam-jam pengajian itu dianggap tabu atau “saru”.

Sehingga apabila dilihat dari sosio-historis sebagaimana di atas tentu

mempunyai pengaruh pada pola pikir Pak Rahman yang tidak terlepas dari

tradisi pesantren yang mana mencari ilmu merupakan sesuatu yang sangat

ditentukan.

Di samping faktor tersebut di atas pengaruh kedua orang tua atau bisa

disebut lingkungan keluarga, juga merupakan komponen yang sangat penting.

Haji Mas’ud adalah seorang ayah yang sangat peduli terhadap pendidikan

agama bagi anaknya. Ayahnya sangat rajin menghadiri pengajian, bahkan Pak

Rahman di waktu kecil pernah diajak ayahnya ke Rembang untuk menghadiri

pengajian bersama K.H. M. Sya’roni Ahmadi, padahal jarak antara Kudus-

1 Menurut cerita kata “Damaran” berasal dari kata damar yang berarti lamapu, desa ini

dikatakan Damaran karena pada zaman Wali dulu pernah para murid yang tinggal di desa ini ketika hendak bersuci pada malam hari memerlukan damar karena tempat bersucinya cukup jauh dan harus jalan kaki. Tempat suci tersebut sekarang dinamakan kampung “Sucen”, yang berarti tempat bersuci. Kampung Sucen ini terletak disebelah timur-laut Masjid Menara, sementara desa Damaran berada disebelah baratnya. Radjasa Mu’tasim dan Abdul munir Mulkhan, Bisnis Kaum Sufi: Study Tarekat Dalam Masyarakat Industri, Cet.I., (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 64-65.

2 Ibid, hlm. 56-57.

Page 3: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

Rembang cukup jauh atau hampir dua jam bila ditempuh dengan mobil

pribadi.

Sikap apresiatif haji Mas’ud ini juga diwujudkan dengan mendorong

Abdurrahman untuk di sekolah di Raudlatul Athfal Banat Kudus dan

selanjutnya meneruskan di Qudsiyyah selama 12 tahun lulus tahun 1980.

Setelah itu ia melanjutkan di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan mengambil

Fakultas Tarbiyah, yang sekarang menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.3

Pak Rahman juga memanfaatkan media radio dan buku. Melalui media

tersebut Rahman dapat mengetahi informasi baik di dalam maupun di luar

negeri. Pengalaman seperti ini telah dimulainya sejak kelas I Tsanawiyah. Hal

ini tidak hanya diikutinya dengan fasilitas media yang berbahasa Indonesia,

namun juga media radio dan buku yang berbahas Inggris.4 Kedua media inilah

yang merupakan pendorong keinginan besar Pak Rahman untuk mengetahui

berbagai pemikiran yang berkembang di luar tradisinya. Dari sinilah

pemikiran Pak Rahman mulai terbuka untuk lebih meningkatkan dan

mengembangkan ilmu pengetahuan secara luas, di luar pengetahuan

keagamaan yang dipelajari di pesantren keluarganya sendiri.

Faktor sosio-historis Pak Rahman tidak hanya mempengaruhi

pandangannya terhadap pendidikan Islam, tetapi juga menjadikan ia sebagai

seorang pemikir yang dapat memahami wacana tradisionalitas dan

modernitas. Pandangan Pak Rahman terhadap pendidikan Islam tradisional

sebagaimana di lingkungan pesantren merupakan konsekuwensi logis untuk

3 Abdurrahman Mas’ud, Antologi Studi Agama dan Pendidikan, (Semarang: Aneka Ilmu, 2004) yang ditulis pada sampul belakang.

4 Media yang sering didengarkan Pak Rahman adalah pertama radio Australia dan BBC dari London yang disiarkan bekerjasama dengan radio Indonesia. Kalau pada saat ini yang sering bekerjasama dengan radio BBC adalah El-Sinta Jakarta, Kedua, buku di antara buku-buku yang biasa dibaca Pak Rahman adalah buku-buku yang berasal dari Australia yaitu majalah Kang Guru Radio English sedang kantornya ada di Bali Indonesia yang ia ikuti secara tuntas sejak kelas satu MTs, ketiga televisi sedang acara televisi yang sering diikuti oleh Pak Rahman yaitu TVRI yang diasuh oleh Arif Rahman di Tahun 1970-an. “Mengenal Lebih Dekat Prof. H. Abdurrahman Mas’ud M. A., Ph. D.” dalam Membuka Lembaran Baru Dialog Islam-Barat Telaah Teologis-Historis yang ditulis oleh M. Rikza Chamami dan Eko Budi Utomo, 20 Maret 2004, hlm. 55-56.

Page 4: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

dapat dilanjutkan sebagaimana pondok pesantren yang ditinggalkan kakeknya.

Model pendidikan pesantren yang dibentuk di lingkungan keluarganya, telah

berhasil dibela secara akademis. Hal ini terbukti bahwa dalam disertasinya

dengan menggunakan bahasa Inggris yang berjudul “The Pesantren Architects

and Their Sosio Relegious Teaching”, disertasi S-3, UCLA, AS, 1997, yang

tidak hanya dibaca oleh komunitas pesantren sendiri, tetapi juga dapat dibaca

oleh komunitas non-pesantren termasuk masyarakat Barat, atau para akademis

di luar negeri.

Namun Pak Rahman juga menerima budaya Barat. Ia berpendapat

bahwa para pelajar Islam zaman sekarang perlunya untuk belajar ke-Barat

guna untuk mengambil “permata” yang sementara ini telah dipinjam oleh

dunia Barat dan ia juga mendukung sekali adanaya dialog antara Islam-Barat

untuk menghadapi globalisasi sekarang ini.5

Di samping faktor sosio-historis, pemikran Pak Rahman juga

dipengaruhi oleh faktor “sosio-politik”, karena keterlibatannya dalam struktur

organisasi seperti di PMII Cabang Ciputat Jakarta dan NU (LAKPESDAM di

Jakarta). Sebagai pemuda yang sudah terbiasa dengan bacaan dan pemberitaan

yang berkaitan dengan pemikiran di luar komunitasnya, Pak Rahman tampak

konsisten mengikuti akar tradisinya dan pemikiran-pemikiran baru secara

rasional dan proporsional. Sehingga walaupun Pak Rahman komitmen dengan

tradisi yang dibentuknya, dalam pemikirannya, ia tetap obyektif dan tidak

memihak.

Pola pemikiran Pak Rahman saat ini dapat dibuktikan dari cara

pandangnya ketika masih dalam komunitasnya, yaitu tidak taqlid begitu saja

pada doktrin ajaran pesantren dan NU yang mempengaruhinya, misalnya,

dalam menghadapi Muhammadiyah, Pak Rahman sangat moderat, walaupun

anrtar NU dan Muhammadiyah terdapat perbedaan prinsip dan pemahaman

5 Pendapat beliau ini bisa ditemukan di dalam buku pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar di bidang Sejarah dan Kebudayaan Islam, Ibid, hlm 13.

Page 5: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

dalam menginterpretasikan al-Qur’an dan al-Hadits. Namun demikian, Pak

Rahman masih tetap berada dalam ruang lingkup sosio-politik tradisi yang

membangun pola pikirnya, seperti penghormatan yang ditujukan pada seorang

pemimpin, tokoh masyarakat, dan seorang kyai karena kharisma dan

penguasaan kailmuan mereka. Walaupun masih tetap mengikuti tradisi seperti

ini, Pak Rahman tidak meninggalkan kritisisme seperti yang berkembang di

Barat untuk membangun tradisi berupa kesadaran keilmuan dan intelektual.

Oleh karena itu Pak Rahman tidak menjauhina. Karena dengan

konsistensinya pada tradisi yang dipertahankan, akan membudahkan peluang

Pak Rahman untuk mengadakan perubahan dari dalam dan menawarkan

interpresentasi-interpretasi baru dari sebuah wacana yang berkembang dalam

sebuah kultur yang mempengaruhinya.

Keterpanggilan memeprbaharui akar tradisi sendiri itulah yang

mendorong Pak Rahman untuk memperdalam studi Islam. oleh karena itu ia

mengkonsentrasikan wilayah belajarnya dalam bidang pemikiran Islam

kehusunya sejarah peradaban Islam. Namun sebagaimana yang diakuinya,

studi pada Islamic Studies di Amerikan adalah tidak terlepas dari dorongan

kedua orang tuanya yang gethol dalam mendidik anak-anaknya.

2. Latar Belakang Pendidikan

Prof. Abdurrahman Mas’ud, M.A., Ph.D. mendapatkan pendidikan

formal pertama kalinya di Radlatuil Athfal NU pada usia enam tahun tepatnya

pada tahun 1966. pada tahun 1968 ia masuk di Madrasah Qdsiyah Kudus6 ia

harus berada di tingkat shifir dulu selama dua tahun dan selanjutnya baru

6 Madrasah Qudsiyyah didirikan oleh K.H.R. Asnawi pada tahun 1318 H. Pada mulanya

madrasah ini mempunyai dua bagian, bagian Ibtidaiyyah dan bagian Tsanawiyah serta memberikan pelajaran agama 75% dan pendidian umum 25%. Kemudian sekarang ini pendidikan yang ada di madrasah Qudsiyyah sudah mulai imbang antara pendidikan agama dan pendidikan umum bahkan sudah mendirikan pendidikan Aliyah. Pada masa pendudukan jepang madrasah ini terpaksa di tutup dan baru dibuka kembali pada tahun 1950 M. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1993), hlm. 253-254.

Page 6: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

Tingkat Dasar (MI), Tsanawiyah dan Aliyah selama dua belas tahun (1968-

1980).

Gelar Doctorandus (Drs) diperoleh pada tahun 1987 di IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Pengalamannya selam kuliah diantaranya, pernah

mengikuti Workshop Non-Government Organization (NGO) di Philipina

selama 2 bulan pada tahun 1986. pak Rahman juga pernah menjadi tenaga

pengajar di IAIN Syarif Hidayatullah tempat dia kuliah pada tahun 1984-

1988.

Kemudian Pak Rahman melanjutkan pendidikan di Islamic Studies,

University of California Los Angeles, USA, dengan bantuan atau beasiswa

Fulbrigh Scholarship.7 Setelah lolos S-2 pada tahun 1992 ia melanjutkan S-3

pada tahun 1993 di lembaga yang sama dan akhirnya pada tahun 1997 ia telah

gelah Ph.D. (Doctor of Philosophy).

Pada bulan April 2003, Pak Rahman mendapat gelar professor di

bidang Ilmu Sejarah dan Kebudayaan Islam.8 Selain itu beliau juga ditetapkan

sebagai pakar keagamaan Dewan Pertimbangan Pembangunan Kota.

3. Karya-karya Ilmiah

Sebagai seorang guru besar di bidang Ilmu Sejarah dan Kebudayaan

Islam, Abdurrahman Mas’ud telah menghasilkan banyak karya-karya ilmiah.

Karya-karya beliau berada dalam bentuk buku, artikel-artikel, hasil-hasil

penelitian dan makalah. Abdurrahman Mas’ud telah mampu menyampaikan

gagasan-gagasan pemikirannya dengan diperkuat hasil-hasil penelitiannya

yang diramu secara baik sehingga menghasilkan tulisan-tulisan yang diperkaya

referensi studi studi pemikiran Islam. Di samping itu, tulisannya banyak juga

yang dimuat di Majalah, Koran maupun dalam Jurnal baik Nasional maupun

7 Dari 600 orang lebih yang ikut seleksi namun yang diberangkatkan hanya 13 orang. 8 Atas dinobatkannya beliau menjadi guru besar, ada salah crew majalah yang memberi

selamat atas pengukuhan tersebut. Edukasi Ajang Pergulatan Mahasiswa, “Menimbang Signifikansi Pendidikan Agama”, Edisi XXVIII, Th.XI/VI/2003, hlm. 71.

Page 7: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

International. Sebagian besar karya-karyanya disesuaikan dengan disiplin

keilmuannya, yaitu mengenai studi pemikiran Islam.

Hasil karya Abdurrahman Mas’ud yang pernah diterbitkan dalam

bentuk buku diantaranya adalah sebagai berikut:

1. “Inteletual pesantren: Perhelatan agama Dan Tradisi, yang diterbitkan Lkis

Yogyakarta, Februari 2004.9 Karya beliau ini terjamahan dari “The

Pesantren Architects and Their Sosio Religious Teaching”, disertasi S-3,

UCLA, AS. 1997, (disertasi yang disusun di Amerika dalam rangka

memeproleh gelar Ph.D.)”.

2. “Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik: Humanisme Religius

sebagai Paradigma Pendidikan Islam”, Gama Media, Yogyakarta, 2002.10

3. “Menuju Paradigma Humanis”, diterbitkan oelh Gama Media,

Yaogyakarta, November 2003.

4. “Membuka Lembaran Baru Dialog Islam-Barat: Telaah Teologis-Historis,

buku saku yang merupakan rangkaian dari pidato pengukuhannya sebagai

Guru Besar di bidang Ilmu Sejarah dan Kebudayaan Islam, 20 Maret 2004”.

5. “Antologi Studi Agama dan Pendidikan”, di terbitkan oleh CV. Aneka Ilmu,

Semarang, September 2004.

Disamping itu, masih banyak karya-karya beliau yang dimuat dalam

bentuk buku yang dirangkum dan disertai dengan karya-karya ide pokok

para tokoh yang lainnya. Hasil klarya-karya tersebut diantaranya:

1. “Pesantren dan Walisongo Sebuah Interaksi Dalam Dunia Pendidikan”

dalam “Islam dan Kebudayaan Jawa”, pusat Kajian Islam dan Budaya Jawa

IAIN Walisongo Semarang bekerja sama dengan Gama Media, Yogyakarta,

2000, (Editor) Drs. H.M. Darori Amin, M.A.

9 Karya ini telah diresensi oleh Farid Bani Adam, “Melacak Para Master Dunia Pesantren”,

Edukasi Ajang pergulatan Mahasiswa, edisi XXIX, Th. XI/VI/2004, hlm. 84. 10 Diresensi oleh Sugiyanto, “Dikotomi, Penyebab Kemandegan Islam”, Jurnal Edukasi

Pendidikan Islam Liberal, Colum I, Th.X/Desember, 2002, hlm. 161.

Page 8: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

2. “Reformasi Pendidikan Agama Menuju Masyarakat Madani”, dalam Ismail

S.M., dan Abdul Mu’thi (Editor), “Pendidikan Islam; Demokratisasi dan

Masyarakat Madani” Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang

bekerjasama denga pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000.

3. “Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam”, dalam “Paradigma

Pendidikan Islam”, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang

bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001.

4. “Sejarah dan Budaya Pesantren dan Tradisi Learning pada Era Pra

Madrasah” dalam “Dinamika Pesantren dan Madrasah”, Fakultas Tarbiyah

IAIN Walisongo bekerja sama denga Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002.

(Editor) Isma’il SM, Nurul Huda, dan Abdul Khaliq.

5. “Agama dan Prilaku Politisi dalam Proses Pilkada”, dalam Pilkada di Era

Otonomi, Buku bunga Rampai bersama sama dengan Darmanto Jatman,

dkk, diterbitkan oleh Aneka Ilmu tahun 2003.

Sedangkan karya-karya beliau yang ditulis dalam jurnal antara lain:

1. “The Transmission Of Knowledge in Medieval Cairo”, (Book Review),

Jusur, UCLA, January 1993, pp. 117-121.

2. “The Islamic Quesst: A Fascinating Account of Muslim Thirst for

Knowledge”, Al-Thalib, MSA UCLA News Magazine, March 1993,

pp.12,14.

3. MISI (Muslim Intellectual Society of Indonesia/ICMI) Project on Human

Resources Development For Indonesian Studients In the USA, 1994-1996.

4. “Sunnism and Orthodoxy In the Eyes Of Modern Scholars”, PROGNOSA,

Monthly Magazine In Indonesia. “Jentera Times, Monthly Magazine In Los

Angeles, September 1996, pp.22-23.”

5. “Ulama’ and Muslim Intellectual In Indonesia”. Jentera Times, Monthly

Magazine In Los Angeles, September 1996, pp. 22-23.

6. “Nawawi Al-Bantani An Intellectual Master Of The Pesantren Tradition”

Studia Islamika 3, No.3, Jakarta, November 1996, hlm. 81-114.

Page 9: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

7. “Asal-usul Pemikiran Sunni: Sebuah Catatan Awal”, Suara Umat, Vol.1.,

No.2, Desember 1997, hlm. 53-56.

8. “Why The Pesantren In Indonesia Remains Unique And Stronger”,

disampaikan dalam International Seminar On Islamic Studies In The Asean:

history, Approaches, and future Trens. Seminar ini dilaksanakan pada

tanggal 25-28 juni 1998 oleh College Of Islamic Studies PSU Pattani.

9. “Mahfudz Al-Tirmizi: An Intellectual Biography” Studies Islamika, No.3,

Jakarta, November 1998, hlm. 106-118.

10. “The Da’wa Islamiyya in Medieval Java, Indonesia,” Ihya’ Ulum al-Din

International Journal, Number 01, Vol.1., 1999, pp.25-52.

11. “Etika Profesi dalam Menghadapi Perubahan Millennium”dalam Journal

bima Suci, No.11., hlm. 73-77, BAPPEDA Tingkat I Jawa Tengah, Tahun

2000.

12. “Reward And Punishment In Islamic Education”, Ihya’ Ulum al-Din

International Jounal number 1, Vol.1., 2000, pp.94, Pasca Sarjana IAIN

Walisongo Semarang.

13. “Tarekat dan Modernitas; Perspektif Pendidikan Islam” dalam Journal

Religia, Volume 3, No.2, hlm. 31-36, STAIN Pekalongan, Juni 2000.

14. “Khalil Bangkalan (1819-1925 a.d): An Intellectual Biography”

International Journal Ihya’ Ulum al-Din, Volume 2, hlm157-170, Pasca

Sarjana IAIN Walisongo Semarang, Desember 2000.

15. “Humanisme Religius sebagai Paradigma Pendidikan Islam” dalam

Journal Penelitian IAIN Walisongo Semarang, Edisi 17, hlm. 17, hlm.92-

106, Pusat Penelitian IAIN Walisongo Semarang, tahun 2001.

16. “Diskursus Pendidikan Islam Liberal” dalam jurnal “Edukasi” Vol.1, Th.

X/Desember/2002. Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2002.

Selain beberapa buku dan journal yang dihasilkan dari pemikirannya,

Abdurrahman Mas’ud juga gemar menulis beberapa makalah yang

Page 10: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

disampaikan dalam berbagai seminar baik regional maupun nasional serta

dalam lokakarya. Makalah-makalah tersebut antara lain:

1. “Muslim Education Before The Establishment of The Madrasa”, Seminar

Midle East Studies Association of North America (MESA) di North

California AS, tahun 11-14 september 1993.

2. “Moslem Secholarship: Between Challenges and Prospect,” seminar San

Fransisco, AS, 3 Juni 1995.

3. “Why The Pesantren In Indonesia Remins Unique And Stronger”.

disampaikan dalam seminar Pattani campus Thailand, 25-28 Juni 1998.

4. “Beberapa Catatan Sekitar Islamologi” disampaikan dalam “Diskusi

Kelompok Ilmuwan Sejarah dan Peradaban Islam”, IAIN Walisongo

Tanggal 26 Juni 1999.

5. “Beberapa Potensi dan Watak Pesantren” disampaikan dalam Fakultas

Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Tanggal 19 Januari 2000.

6. “Revalitas Pendidikan Islam dalam Konteks Peradaban” disamapaikan

dalam “Diskusi Kelompok Ilmuan Sejawah dan Peradaban Isalm IAIN

Walisongo Semarang” Tanggal 1 Pebruari 2000.

7. “Tantangan dan Prospek Jurusan K.I” disampaikan dalam “Seminar

Regional Fakultas Tarbiyah IAIN Walisogo Semarang” Tanggal 15

Pebruari 2000.

8. “Tarekat dan Modernitas”, disampaikan dalam Seminar Nasional tentang

“Tariqoh Mu’tabaroh” STAIN Pekalongan, Tanggal 27 Pebruari 2000.

9. “Transformasi Kebudayaan Masyarakat Kudus Menuju Terciptanya Civil

Society” disampaikan dalam seminar sehari “Membangun kebudayaan dan

peradaban Masyarakat Kudus”, Cermin, Tanggal 8 April 2000.

10. “Gerakan-gerakan Sosial Keagamaan dan Potensi Civil Society di

Indonesia”, disampaikan dalam “Loka Society di Indonesia”, WRI

Semarang, tAnggal 13-14 Juni 2000.

Page 11: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

11. “Metode Da’wah Bil Hal” disampaikan dalam “Lokakarya Da’wah

Reforamsi Pembangunan”, UNISSULA, Semarang, Tanggal 13 Juni 2000.

12. “Metodologi Pengajaran Agama dan Aswaja” disampaikan dalam seminar

dan Lokakarya Nasional “Pembaharuan Kurikulum PAI dan Aswaja”, al-

Ma’arif, tgl. 14-16 Juni 2000.

13. “Psikologi Kepemiminan” disampaikan dalam “Training of Trainer Pusat

Study Wanita IAIN Walisongo Semarang” Tanggal 14-15 Agustus 2000.

14. “Model-model Penelitian” disampaikan dalam “Pelatihan Penelitian”,

STAIN Pekalongan, Tanggal 24 Agustus 2000.

15. “Metode Pendekatan dan Pengajaran PAI di PT umum”, disampaikan

dalam “Semiloka Dosen Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum”

Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, Tanggal 4 Nopember

2000.

16. “Potret dan Peta Dunia Pesantren”disampaikan dalam “Lokakarya

Kebijakan Pendidikan Nasional Nasional dan Pesantren” WRI, Tanggal

23-25 Nopember 2000.

17. “Cros-culture Understanding” disampaikan dalam Diskusi Dosen IAIN

Walisongo Semarang, Tanggal 24 Nopember 2000.

18. “Beberapa Catatan Profesi Teknologi Kejujuran” disampaikan dalam

Seminar Nasional “Pengujian Teori Teknologi Kejuruan”, Tanggal 11-12

Maret 2001.

19. “Pendidikan Seks Dalam Islam” disampaikan dalam “Seminar sehari

Pendidikan Seks Dalam Berbagai Perspektif, UNISSULA, Semarang,

Tanggal 20 Maret 2001”]

20. “Upaya Preventif penularan Violence Berbaju Agama” disampaikan

dalam “Sarasehan Perdamaian RIBATH Pekalongan, Tanggal 26 Maret

2001”.

Page 12: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

21. “Perspektif Tentang Komunikasi Global” disampaikan dalam “Seminar

Regional Perpustakaan UPT Perpustakaan” UNISSULA, Semarang

Tanggal 17 Mei 2001.

22. “Represi Pendidikan Islam”, disampaikan dalam Seminar Nasional

“Pendidikan Islam” STAIN Sunan Drajad, Lamongan, Tanggal 27 Mei

2001.

23. “Islam and Terorism”, Diskusi Panel dengan Prof. Ron Lukens-Bull UNF,

As Oktober 2001.

24. “The Concept Of Khalifatullah In Islam”, Seminar Round Table Discation

dengan para pakar, professor UNF AS, November 2001.

25. “Ramadan: Finding Common Ground Between Islamic and Westren

Values”, VOA Washinton DC., AS., 28 November 2001, disiarkan secara

langsung oleh INDOSIAR kamis pagi Indonesia.

26. “Inklusifisme dalam Wacana ke-Islam-an dan Kebangsaan” disampaikan

dalam “Lokakarya Pra Muktamar I PKB”, Tanggal 2-3 Juli 2003.

27. “Pengembangan Ilmu Ke-Islaman di IAIN: Sejarah dan problematikanya”,

Dipresentasikan dalam Simposium Nasional IAIN Walisongo, 11 juli

2003.

28. “Konteks Sosiologis Pendidikan Agama Islam” disampaikan dalam

“Pelatihan Penelitian Metodologi Tarbiyah”, STAIN Kudus, Tanggal 19-

31 Juli 2003.

Sedang penelitian yang pernah dilakukan oleh Pak Rahman baik

secara colektif maupun individual antara lain sebagai berikut:

1. “Project on Community Development And Research” The Institute For

Human Resources Development And Studies (LKPSM-NU) Jakarta, 1984-

1988.

2. “Human Resources Development For Indonesian Student In The USA”,

MISI (Muslim Intelektual Society Of Indonesia/ICMI) Project 1994-1996.

Page 13: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

3. “Pesantren dan Kebudayaan: Kajian Ulang Tentang Peran Pesantren

Sebagai Pembentukan Kebudayaan Indonesia”, Penelitian Kolektif

bersama Prof. Abdul Djamil, MA. (dkk) dengan bantuan dari DIP IAIN

tahun Anggaran 1998-1999.

4. “Dikotomi Ilmu dan Agama: Kajian Sosio-Historis Pendidikan Islam”,

Penelitiandengan bantuan DIP IAIN tahun anggaran 1999-2000.

5. “Human Religious sebagai paradigma Pendidikan Isalm”, Penelitian

dengan bantuan DIP IAIN Tahun anggaran 2000.

6. “Islam And Humanism, When Moslem Learns From The West: A Cross

Culture Project”, Penelitian postdoc dengan beasiswa Fulbright Agustus

2001 Januari 2002 di Amerika.

7. “Kopetensi Lulusan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) dalam

pandangan masyarakat pengguna di Jawa Tengah”, Penelitian kompetitif

dosen PTAI se-Indonesia Depag RI Bersama Dr. Achmadi (dkk), Prof.

Rahman Sebagai ketua Tim, tahun 2004.

4. Pengalaman dan Peranannya Dalam Pendidikan

Di samping pengalaman-pangalaman beliau di atas ada beberapa

pengalaman-pengalaman beliau yang lain terutama setelah beliau kembali dari

Amerika pada bulan Januari tahun 1997 dengan mendapatkan gelar Ph.D.

(Doctor Of Philosophy) dalam Islamic studies (Interdepartemental Studie

UCLA), Pak Rahman diberi amanat untuk menjabat sebagai Wakil Direktur

Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang (1997-1999). Pada tahuan

1999-2000, beliau menjabat Kepala Pusat Penelitian (PUSLIT) dan Direktur

Walisongo Research Institute (WRI) IAIN Walisongo Semarang. Di tahun

yang sama, Pak Rahman dipercaya sebagai Konsultan BEP (Basic Educational

Project) dan SIMES (Semarang Institut For Moslem Educational Studies).

Selanjutnya, pada bulan September 2000, beliau mendapat kepercayaan untuk

memegang jabatan sekarang. Selain itu, beliau juga memegang jabatan Ketua

Page 14: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

MP3A Jawa Tengah,11 Wakil Ketua DRD (Dewan Riset Daerah) Jawa Tengah

dan editor Journal Internasional “Ihya’ Ulum al-Din”.

Pak Raman juga menjadi tenaga pengajar di IAIN Walisongo Semarang

(S 1 dan S 2), Pasca Sarjana Universitas Diponegoro (MM-UNDIP) Semarang,

Pasca Sarjana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakart, Pasca Sarjana

IAIN Sunan Kalijogo Yogyakarta, Universitas Islam Malang (UNISMA) Jawa

Timur.12 Di samping itu ia sudah menetap di Semarang tepatnya di perum BPI

K-26 Ngaliyan.13

Sedang pengalaman Pak Rahman selama di Amerika di antaranya

adalah menjadi penasehat atau pembimbing pengajian Konsultan Indonesia

untuk masyarakat Muslim di Los Angeles, California dan anggota konsultan

ICMI di Amerika pada tahun 1992 sampai tahun 1995. beliau juga pernah

menjadi editor OASE, sebuah bulletin keagamaan untuk komunitas Muslim di

Los Engeles (1994-1996).14

Pak Rahman juga menapatkan kepercayaan dari Fullbright untuk

mengadakan penlitian di Amerika selama enam bulan. Selama di sana, beliau

mengadakan penelitian yang akhirnya menghasilkan dua buah buku yang layak

dibaca oleh kalangan akademis, buku-buku tersebut diantaranya adalah,

Pertama, “Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik; Humanisme

Religius sebagai Paradigma Pendidikan Islam” yang telah diterbitkan oleh

Gama Media, Yogyakarta, pada bulan September 2002. buku yang Kedua

11 MP3A kepanjaganya “Majlis Penembangan Pendidikan dan Pengajaran Agama” namun

akhir-akhir ini kepanjangan tersebut akan direvisi kembali, yang jelas salah satu dari “P3” ada yang berarti Pembaharuan. MP3A ini sebenarnya sudah lahir sejak tahun 1955 sedang ketua pusatnya sekarang adalah Pak Sukri Zarkasi di Jakarta, institusi ini bergerak di bidang pembaharuan pendidiakn agama Islam. wawancara dengan Prof. H. Abdurrahman Mas’ud pada hari jum’at tanggal 22 Juli 2005.

12 Abdurrahman Mas’ud, “Diskursus Pendidikan Islam Liberal” jurnla Edukasi Pendidikan Islam Liberal, Colum I, Th.X, Desember, 2002, hlm. 14.

13 Nomor Telepone beliau (024) 7604716 dan Email: Walisongo @yahoo.com, Abdurrahman Mas’ud, Antolog Studi Agama dan Pendidikan, op.cit., yang ditulis pada sampul belakang.

14 Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik (Humanisme Religius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam), (Yogyakarta: Gama Media, 2002), hlm. 235.

Page 15: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

adalah “Menuju Paradigma Islam Humanis” yang juga diterbitkan oleh Gama

Media, Yogyakarta pada bulan November 2003.

Peran Pak Rahman dalam bidang akademik pun sekarang masih aktif

yang dapat dilihat secara langsung di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

Semarang. Di samping itu beliau terkenal sangat ramah, disiplin juga tegas

dalam mengajar sehingga banyak mahasiswa yang segan kepadanya. Ia

memegang matakuliah perpen (Perbandingan Pendidikan).15 Di perkuliahan

program pascasarjana ia juga dikenal akrab dengan mahasiswa bahkan

kebanyakan dari mereka menganggap Pak Rahman bagaikan mitra belajar.

B. PEMIKIRAN POF. ABDURRAHMAN MAS’UD TENTANG

PENDIDIKAN NONDIKOTOMIK

Pada pembahasan kali ini, penulis akan memaparkan tentang pandangan

prof. Abdurahman mas’ud mengenai model pendidikan nondikotomik yang

terkait dengan latar belakang kemunculan pendidikan nondikotomik serta konsep

pendidikan nondikotomik beliau.

1. Latar Belakang Munculnya Ide Pendidikan Nondikotomik

Mengenai kemunduran Islam yang tak kunjung akhir hingga saat ini

tampaknya para tokoh Islam berfikir keras untuk mencari solusi bagaimana

agar Islam dapat jaya kembali sebagaimana yang pernah didapatkannya pada

awal kemunculannya hingga abad ke-11 M. Prof. Abdurahman Mas’ud adalah

seorang guru besar di suatu perguruan tinggi Islam di Indonesia tampaknya

beliau terpanggil untuk mencari solusi atas decadency yang terjadi dalam dunia

pendidikan Islam sebagaimana tokoh-tokoh Islam lainnya. Keikutsertaan

beliau ini tampak begitu jelas dengan konsepnya Humanisme Religius sebagai

15 Pak Rahman setiap mengadakan tes biasanya berbentuk lisan dan harus menggunakan

bahasa Inggris, ini ia lakukan semata-mata hanya mendorong mahasiswa untuk aktif belajar bahasa Inggris, ia melakukan ini tidak hanya pada mahasiswa S-1 tapi juga mahasiswa S-2.

Page 16: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

solusi atas terjadinya dikotomik di dalam dunia pendidikan Islam. Munculnya

sistem dikotomik di dalam dunia pendidikan Islam telah dianggap oleh

kebanyakan tokoh Islam sebagai penyebab utama atas decadency in Islamic

civilization.

Secara umum latar belakang ide model pendidikan nondikotomik versi

Prof. Abdurahman Mas’ud ini dilatarbelakangi oleh dua bentuk yaitu secara

non-akademis dan secara akademis16 sebagai berikut:

1. Secara Non-Akademis

Latar belakang secara non-akademis ini berupa pengalaman-

pengalaman beliau semenjak melakukan research yaitu pertama, research

yang beliau lakukan di Indonesia pada tahun 1999 yang bersifat individual

sedang tema besar pada penelitian ini adalah “Mencari akar-akar dikotomi

ilmu di dalam dunia pendidikan Islam”. Kedua, research postdoct-nya

yang beliau lakukan di Amerika dengan mendapat bantuan dari Fulbright.

Walaupun orisinilitas penelitian beliau tentang “dialog Islam-Barat”,

namun Prof. Abdurrahman Mas’ud di tengah-tengah kesibukannya meneliti

beliau teringat dengan penelitian yang beliau lakukan di Indonesia yaitu

tentang akar permasalahan dikotomik keilmuan di dalam dunia pendidikan

Islam karena dari penelitian yang pertama tersebut beliau hendak

menjadikannya sebuah buku, maka beliaupun tak menyia-nyiakan waktu di

Amerika. Jadi beliau di samping sibuk meneliti tentang dialog Islam-Barat

beliau juga masih memikir-mikir, “bagaimanakah solusi yang tepat untuk

mengatasi adanya dikotomik di dalam pendidikan Islam dan kira-kira

bagaimanakah bentuk pendidikan Islam yang paling ideal pada zaman

sekarang dengan tanpa dikotomisasi ilmu”.17

16 Wawancara dengan Prof. Abdurrahman Mas’ud di kantor pasca sarjana pada hari Jum’at

tanggal 22 Juli 2005 pukul 09.00 WIB. 17Ibid

Page 17: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

Sepulang dari penelitiannya di Amerika akhirnya beliaupun

menyelesaikan bukunya yang diberi judul “Menggagas Pendidikan

Nondikotomik, Humanis Religius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam”.18

Di dalam bukunya ini Prof. Abdurrahman Mas’ud menawarkan paradigma

humanisme religius sebagai solusi atas diktomisasi yang sedang terjadi di

dunia pendidikan Islam plus sebagai model pendidikan nondikotomik

menurut beliau.19

2. Secara Akademis

Sebenarnya latar belakang secara akademis ini sudah banyak Prof.

Abdurrahman mas’ud terangkan di dalam karyanya yang berjudul

Menggagas Pendidikan Nondikotomik, Humanisme Religius Sebagai

Paradigma Pendidikan Islam. Kirannya penulis perlu menerangkan

kembali keterangan-keterangan Prof. Abdurahman Mas’ud secara singkat.

Semenjak kelahiran Islam pada abad ke-7 sampai abad ke-11, Islam

telah menunjukkan kehebatannya yang mampu melahirkan pemikir-

pemikir Islam yang pandai di segala bidang keilmuan dengan beberapa

lintas keilmuan yang mereka miliki baik umum maupun agama di samping

itu mereka juga memiliki akhlak yang tinggi. Gerangan apa yang terjadi

saat ini Islam telah mengalami krisis yang berkepanjangan dan entah smpai

kapan semuanya ini akan berakhir sehingga Islam bisa jaya kembali.

Dengan adanya decadency di dalam Islam tersebut Prof. Abdurrahman

Mas’ud menerangkan:20

Menarik untuk disimak kembali bahwa pada puncak kemajuan peradaban Islam, empat belas abad pertama sejak kemunculannya agama ini (7-11 M), tidak ditemukan dikotomi antara ilmu agama dan

18M. Rikza Chamami dan Ekobudi Utomo, “Mengenal lebih dekat, Prof. Dr. Abdurrahman

Mas’ud, M.A, Ph.D” dalam membuka Lembaran Baru Dialog Islam-Barat: Telaah Teologis-Historis, Buku Pidato Pengukuhan Prof. Abdurrahman Mas’ud sebagai Guru besar tanggal 20 Maret 2004, hlm. 78.

19 Wawancara dengan Prof. Abdurrahman Mas’ud pada hari Jum’at tanggal 22 Juli 2005 20 Abdurrahman Mas’ud, “Tradisi Learning pada Era Pra-Madrasah”, dalam Isma’il SM

(eds.), Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), Cet. I, hlm 186

Page 18: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

ilmu-ilmu umum. Pengaruh perdana Yunani kuno, Firs Wafe Of Helenism (meminjam istilah Montgomery watt, 1973), tidak pernah disambut dengan antagonisme dalam empat abad pertama peradaban Islam. Namun setelah simtom dikotomi menimpa umat Islam di abad ke-12, perkembangan berikutnya adalah orientasi umat Islam yang lebih puas pada pendalaman ilmu agama dengan supremasi fiqih tanpa diimbangi dengan cabang-cabang ilmu lain yang luas sebagaimana prestasi mengesankan yang pernah diraih di masa-masa sebelumnya. Di sinilah terlihat secara jelas bagaimana kemunduran peradaban. Culture decline, mulai menghinggapi dunia Islam.21

Dari keterangan di atas bisa kita ketahui bahwa penyebab utama

layunya intelektualisme Islam adalah saat terjadinya dikotomi keilmuan di

dalam dunia pendidikan Islam yang terjadi sekitar abad ke-12. sedang

penyebab dikotomik sebagaimana di atas ternyata cukup kompleks yang

bersifat menyeluruh, semuanya tampak berperan terhadap trend munculnya

gejala dikotomik, dari penguasa sampai ilmuan, dari ulama’ sampai militer

dan dari lembaga pendidikan sampai jauh di luar lembaga pendidikan

sungguh merupakan sebuah gejala alami dari kekayaan intelektual menjadi

kekayaan spiritual.22 Pola pikir dikotomik ini tampaknya sudah mendarah

mendaging sampai sekarang yang menyisakan image bahwa Islamic

learning identik dengan kejumudan, kemandegan dan kemunduran.23

Prof. Abdurrahman Mas’ud membagi bentuk dikotomik dalam

dunia pendidikan Islam menjadi tiga bentuk yaitu:

1. Ilmu agama dan ilmu nonagama (umum)

Image ini juga telah membuat langgengnya supremasi ilmu-

ilmu agama yang berjalan secara monotik.

2. Wahyu dan alam

21 Abdurrahman Mas’ud, Antologi Pendidikan Agama (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2003)

hlm. 119. 22 Abdurrahman Mas’ud, “Dikotomi Ilmu agama dan Non-agama Kajian Sosio Historis

Pendidikan Islam”, hasil Penelitian beliau yang mendapatkan bantuan dari IAIN Walisongo Semarang, (Semarang, Pustaka Pusat Penelitian IAIN Walisongo Semarang: 1999/2000), hlm. 128 23 Abdurrahman Mas’ud, “Tradisi Learning pada Era Pra-Madrasah”, Op.cit, hlm 186

Page 19: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

Image ini juga telah menyebabkan miskinnya penelitian

empiris dalam pendidikan Islam

3. Wahyu dan akal

Image yang terakhir ini telah menjauhkan disiplin filsafat dari

pendidikan Islam.24

Sistem hafalan yang tidak mengerjakan akal secara proporsional

dan mengesampingkan makna, padahal makna jauh lebih penting karena

menurut para ahli filsafat menyatakan bahwa lebih baik salah tapi jelas dari

pada benar tapi samar-samar dan konsep ini sangat penting dalam meraih

kebenaran ilmiah. Sistem hafalan tersebut menurut prof. Abdurrahman

Mas’ud adalah dampak dari dikotomi yang ketiga.25

Sebenarnya dasar ajaran Islam tidak mengenal dikotomisasi ilmu

sebagaimana pendapat Prof. Abdurrahman Mas’ud yang menampik adanya

tiga model dikotomi di dalam dunia pendidikan Islam tersebut di atas

beliau menerangkan: pertama, bahwa Islam adalah Religion of nature,

segala bentuk dikotomi antara agama dan sains harus dihindari. Alam

penuh dengan tanda-tanda, pesan-pesan Ilahi yang menunjukkan kehadiran

sistem global. Semakin jauh ilmuan mendalami sains, dia akan

memperoleh wisdom berupa philosophic perenis yang dalam filsafat Islam

disebut transedence. Iman tidak bertentangan dengan sains, karena iman

adalah rasio dan rasio adalah alam. Konflik di antara keduanya hanya

merupakan struggle antara dua kekuatan yang bertikai yang satu bersifat

tertutup conservative sedang yang lain terbuka, seculler. Kedua, alam

adalah ciptaan Allah yang agung sekaligus sebagai bukti atas tanda-tanda

24Abdurrahman Mas’ud, “Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, (Yogyakarta: Gama

Media, 2002) hlm. 9 25Ibid,

Page 20: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

keberadaan Allah maka alam merupakan wahyu yang tak tertulis. Untuk

meraih kebenaran maka manusia harus membaca dan menganalisa wahyu

Allah baik yang tertulis atau di sebut Qur’aniyyah dan yang tidak tertulis

atau alam atau di sebut Kauniyyah. Manusia merupakan khalifah di bumi

yang mempunyai missi memenuhi perintah-perintah Allah. Segala upaya

manusia ditujukan untuk ibadah maka perencanaan, investment dan

pemanfaatan alam sudah merupakan perwujudan pemujaan kepada Allah.

Dengan demikian penciptaan alam semesta bukanlah berhubungan dengan

keimanan saja tetapi juga motivasi bagi manusia untuk peduli terhadap

alam. Ketiga, di dalam pendidikan Islam seharusnya tidak ada dikotomi

antara wahyu dengan alam sebagaimana keyakinan Ibnu Taimiyyah bahwa

tidak terjadi pertentangan antara ration and revelation. Nabi Muhammad

SAW mengajarkan agar umat Islam tidak mengikuti tradisi taklid buta,

yakni dengan meniru adat nenek moyang tanpa menggunakan akal kritis.

Islam juga mengajarkan mempertahankan akal, harta benda, keluarga,

martabat, kehormatan, nyawa dan agama adalah suatu keharusan bagi

setiap individu. Maka sebaiknya wahyu dan akal tidak perlu

dipertentangkan dalam Islam.26

Apabila dalam penggunaan ke-enam pilar yaitu ilmu umum dengan

agama, alam dengan wahyu dan akal dengan wahyu ada ketidak

keseimbangan maka akan terjadi ketimpangan dan kegagalan seperti

sekarang ini. Maksud dari dikotomi itu sendiri prof. Abdurrahman Mas’ud

menerangkan bahwa:

“Makna dikotomi adalah devision into two, usually contradictory classes or mutually exclusive pairs, pembagian dua kelompok yang berbeda atau dua pasangan yang sama-sama eksklisif, secara sederhana dapat dipahami pada penghujung abad ke-11, yakni pada focus pembicaraan ini, di kalangan umat islam telah terjadi

26Abdurrahman Mas’ud, “Konteks Sosiologis Pendidikan Agama Islam”, Jurnal Studi Islam,

03, 01, Februari, 2003, hlm. 171-172

Page 21: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

pemilahan antara ilmu agama dan ilmu umum dengan memandang yang satu lebih supreme dari pada yang lain.” 27

Selain bentuk-bentuk dikotomik di atas prof. Abdurrahman Mas’ud

juga menyebutkan bahwa hilangnya Humanisme Religius dari dunia

pendidikan Islam, maka saat itu pula anak didik telah kehilangan

identitsnya. Peserta didik yang seharusnya dipersiapkan sebagai makhluk

berfikir dan berdzikir dengan tidak mendikotomikan antara wahyu dengan

akal, wahyu dengan alam dan ilmu agama dengan ilmu umum atau

nonagama. Absennya humanisme religius dan hadirnya dikotomi dalam

dunia pendidikan Islam hanya akan menyebabkan hilangnya semangat

membaca dan meneliti yang dulu menjadi supremasi utama di dunia

pendidikan Islam pada zaman klasik dan pertengahan.28

Di samping permasalahan-permasalahan yang menimpa dunia

pendidikan Islam di atas, Prof. Abdurrahman Mas’ud menambahkan

sebagai berikut:

a. Kurang berkembangnya konsep humanisme religius dalam dunia

pendidikan Islam yakni suatu pendidikan yang lebih mengutamakan

konsep Abdullah dari pada Kholifatullah dan hablum minallah dari

pada hablumminannas.

b. Orientasi yang timpang itu memunculkan masalah-masalah besar dan

bahkan sampai bentuk pembelajaran.

c. Masih dominannya skolastik yang terlembaga dalam sejarah Islam,

sementara gerakan humanisme lemah maka perlu ditinjau kembali

sejarah humanisme religius yang terlupakan.29

Dengan keadaan dunia pendidikan Islam yang sudah penulis

paparkan di atas maka Prof. Abdurrahman Mas’ud menawarkan suatu

27Abdurrahman Mas’ud, “Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik”, Op.cit. hlm 16 28Ibid, hlm. 14 29Ibid, hlm, 150

Page 22: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

paradigma baru yaitu humanisme religius sebagai solusi atas dikotomi

keilmuan Islam yang merupakan penyebab utama atas terjadinya

decadency culture in Islamic education. Paradigma humanisme religious

tampak jelas sebagai penawaran atas dikotomik di dalam dunia pendidikan

Islam berlandaskan pada keterangan Prof Abdurrahman Mas’ud,

menyatakan:

“Sementara itu, humanisme religius sebagai paradigma pendidikan Islam dimaksudkan sebagai tawaran metodologis munculnya sistem dikotomik dalam pendidikan Islam. Secara etimologi humanisme yang dimaksud itu sendiri berarti kesetiaan kepada manusia atau kebudayaan, humanisme is a devition to the humanioties or literary culture. Pencerahan kemanusiaan menjadi sepirit untuk belajar, yang kemudian berkembang di akhir abad pertengahan dengan tulisan-tulisan klasik dan sebuah pembaharuan yang dipercaya dalam kesanggupan kejadian manusia untuk kebenaran dan kesalahan terhadap diri mereka.” 30

Selanjutnya beliau juga mengatakan:

“Jika kita sepakat bahwa humanisme religius sebagai paradigma, maka orientasi pendidikan kita dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, formal, dan informal perlu diarahkan ke titik ini. Dengan humanisme religius pendidikan Islam tidak akan mengabaikan pentingnya pendidikan alam, lingkiungan, akal, serta pengembangan potensi individu secara maksimal sesuai dengan ajaran dasar Islam yang tidak mendikotomikan elemen-elemen tersebut.”31

2. Paradigma Humanis Religius Sebagai Konsep Pendidikan Nondikotomik

Untuk membahas paradigma humanisme religius sebagai konsep

bentuk pendidikan nondikotomik dalam dunia pendidikan Islam maka penulis

perlu memaparkan sedikit sejarah humanisme religius secara singkat terlebih

dulu.

1. Sejarah Singkat Humanisme Religius.

30Ibid, hlm. 17 31Ibid, hlm. 59

Page 23: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

Kultur humanisme adalah tradisi rasional dan empiric yang mula-

mula sebagian besar berasal dari Yunani dan Romawi Kuno. Kemudian

berkembang melalui sejarah Eropa. Filsafat humanisme mempunyai dua sub

kategori yaitu humanisme naturalistic atau humanis scientivic atau

humanitic dan humanisme demokratis. Humanisme Kristen didefinisikan

oleh Webster sebagai penganjur filsafat pemenuhan diri manusia dalam

prinsip-prinsip Kristen, sedang humanisme modern didefinisikan oleh

Charliss Lamont sebagai berikut: “sebagai filsafat alam aliran ini menolak

seluruh aliran supranatural dan menyepakati utamanya di atas alasan dan

ilmu, demokrasi dan keharuan pada manusia.32

Humanisme modern ini mempunyai dua sumber yaitu sekuler dan

agama. Humanisme sekuler merupakan salah satu hasil perkembangan pada

abad ke-18 berupa pencerahan rasionalisme dan kebebasan pemikiran.

Sedang humanisme religius muncul dari etika dan kebudayaan

unitarianisme dan universalisme. Namun dalam perkembangannya kedua

kubu tersebut telah mengalami pertikaian yang sangat hebat humanisme

religius menganggap aksi kemanusiaannya karena konsistensi mereka

terhadap agama, sedangkan humanisme sekuler menganggap bahwa

eksistensi mereka karena pemberontakan terhadap agama. Dalam hal ini

Prof. Abdurrahman Mas’ud berpendapat, “Sebenarnya keduanya bisa

didamaikan dengan syarat mereka tidak terjebak pada formalisme agama

dan lebih mengacu pada nilai substansi agama”.33

Manusia adalah makhluk yang berakal. Secara Probabilitas, dengan

akal itu mereka dapat menemukan kebenaran. Di sinilah konteks pencarian

wacana kemanusiaan yang dilakukan oleh humanisme sekuler. Selanjutnya,

karena pencarian secara akal ini bersifat probabilitas dan ada potensi untuk

32Abdurrahman Mas’ud, “Diskursus Pendidikan Islam Liberal”, Jurnal Edukasi Pendidikan

Islam Liberal, I, X, Desember, 2002, hlm 16 33Ibid, hlm. 17-18

Page 24: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

tersesat, Tuhan pun membuat petunjuk berupa agama, di sinilah konteks

wacana kemanusiaan humanisme religius.34 Selanjutnya beliau menyatakan

“Kalau kita bisa mengembalikan nilai kritis dan substansi dasar agama,

seperti dalam nilai-nilai Islam al-‘adlah (keadilan), al-musawah

(egalitarian), asyuro (musyawarah), dan al-khuriatul ikhtiar (kebebasan

memilih) dalam kontek Khifdhul mal (perlindungan harta), khifdhul nafs

(perlindungan jiwa), khifdhul din (perlindungan agama), khifdhul ‘aql

(perlindungan akal), dan Khifdhul nazl (perlindungan keturunan), niscaya

tidak ada sengketa antara humanisme religius dan sekuler. 35

Demikianlah sejarah perjalanan humanisme religius, sedang

humanisme dalam pendidikan adalah proses pendidikan yang lebih

memperkaitkan aspek potensi manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk

religius,36 sementara itu humanisme dalam pandangan Islam tidak mengenal

sekulerisme Islam adalah humanisme religius yang tidak bisa lepas dari

konsep hablum minannas, manusia sebagai agen tuhan di bumi atau

kholifatullah yang memiliki seperangkat tanggung jawab baik sosial atau

lingkungan.37

2. Pentingnya Humanisme Religius Dalam Pendidikan Islam

Humanisme religius yaitu suatu cara pandang agama yang

menempatkan manusia sebagai manusia dan suatu usaha humanisasi ilmu-

ilmu pengetahuan dengan penuh keimanan yang disertai hubungan manusia

dengan Allah SWT dan sesama manusia atau hablum minallah dan hablum

minannas. 38

34Abdurrahman Mas’ud, “Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, Op.cit, hlm. 134 35Ibid, hlm. 134 36Ibid, hlm. 135 37Ibid, hlm. 139 38Abdurrahman Mas’ud, “:From “abd Allah to Kholifah Allah Imagining a Bew Model Of

Indonesian Muslim Education”, Jurnal Edukasi, Pendidikan Islam Kritis Konstruksi intelektual Islam Organik, II, I, Januari 2004, hlm. 115

Page 25: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

Menurut Prof. Abdurrahman Mas’ud pentingnya humanisme religius

dikenalkan di dalam pendidikan Islam karena ada beberapa alasan yaitu:

a. Keadaan masyarakat Islam sekarang cenderung menekankan hubungan

vertical dan kesemarakan spiritual.

b. Sebagai akibat persoalan pertama kesalahan sosial sepertinya masih jauh

dari orientasi masyarakat kita.

c. Potensi peserta didik belum dikembangkan secara proporsional,

pendidikan belum berorientasi pada pembangunan sumber daya manusia

seutuhnya.

d. Kemandirian anak didik dan tanggung jawab (responsibility) masih jauh

dalam pencapaian dunia pendidikan Islam.39

Tampaknya keempat alasan yang diungkapkan oleh Prof.

Abdurrahman Mas’ud di atas sngat suitable dengan keadaan umat Islam

pada masa sekarang dan pada umumnya mereka memang mengutamakan

ibadah mahdlah, sedangkan kesalahan sosial masih sangat jauh dari

realisasi. Bangsa Indonesia yang merupakan negara yang mempunyai

mayoritas Islam terbesar misalnya, dalam melakukan ibadah haji selalu

menolak karena terlalu banyaknya jama’ah yang akan melakukannya di sisi

lain korupsi tetap berlangsung, kelaparan dan kemiskinan terus menjadi-

jadi.40 Kalau kita analisa persoalan tersebut memang ada yang salah dalam

hal ini yaitu gape yang sangat jauh antara ibadah sosial dan ibadah vertical,

yang seharusnya keduanya sama-sama diperhatikan.

Ciri-ciri pendidikan Islam yang berparadigma humanistic dihasilkan

dari upaya refleksi dan rekonstruksi sejarah Islam yang ada pada masa lima

39Abdurrahman Mas’ud, “Humanisme Religius sebagai Paradigma Pendidikan Islam”, Jurnal

Penelitian Walisongo, 17, 2001, hlm. 92-95 40Abdurrahman Mas’ud, “From ‘Abd Allah to Kholifat Allah: Imaging a New Model of

Indonesian Education”, Op.cit, hlm 116

Page 26: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

abad pertama dan dari nilai-nilai normatif Islam serta dalam tataran

pendekatan dengan menawarkan enam pokok dasar41 yaitu:

a. Common Sense

Dalam hal ini prof. Abdurrahman Mas’ud mengajak agar umat

Islam menggunakan akal sehatnya secara proporsional dengan lebih

mengutamakan pemanfaatan telinga sebagai alat pendengar dan mata,

dari pada mulut dan tangan. Dengan akal sehat inilah manusia

dijadikan Kholifah di bumi. Dengan telinga kita dapat sabar dalam

mendengarkan pengajaran-pengajaran atau pengajian-pengajian dan

dengan mata kita bisa menganalisa mana yang baik, benar serta jelek

dan salah.

b. Individualisme menuju Kemandirian

Pengembangan individu menjadi individu yang saleh, manusia

sempurna disertai berbagai keterampilan dan kemampuan serta

mandiri adalah sasaran utama pendidikan Islam. Maksud

individualisme di sini sangat berbeda dengan arti individualisme yang

diartikan sebagai egoisme dan lebih mementingkan diri sendiri, tetapi

makna individualisme di sini adalah sesuai dengan pernyataan

“sesungguhnya seorang pemuda adalah yang mengandalkan dirinya

sendiri, bukanlah seorang pemuda yang membanggakan ayahnya”.

Jadi individualisme di sini menjadikan individu-individu yang

bertanggung jawab atas dirinya sendiri, keluarganya dengan tanpa

menggantungkan atau mengandalkan orang lain.

c. Thirst of Knowledge

Dalam ajaran Islam memerintahkan umatnya untuk semangat

dalam mencari ilmu dan meneliti bahkan sampai ke negeri Cina dan

Islam menempatkan derajat yang tinggi bagi mereka yang beriman

41Abdurrahman Mas’ud, “Humanisme Religius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam”, Op.cit, hlm. 96

Page 27: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

dan berilmu. Saat ini budaya meneliti mulai hilang dalam dunia

pendidikan Islam, padahal budaya tersebut sangatlah langgeng di masa

pendidikan klasik. Dewasa ini budaya tersebut telah berhasil

diteruskan oleh orang-orang Barat yang notebenenya mayoritas

nonmuslim.

d. Pendidikan Pluralisme

Secara normatif Islam sangat mendukung pluralisme dan

kegiatan-kegiatan lintas budaya dan bangsa. Islam pada dasarnya

mendukung persaudaraan manusia dan Islamlah yang sangat

menentang prasangka-prasangka rasial, suku, bangsa dan primodial.

Allah SWT telah berfirman di dalam al-Qur’an al-Karim sebagai

berikut:

Artinya: “Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah SWT ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Al-Hujuraat:13).42

Berkat lintas budaya antara pemikiran Islam dengan Yunani di

masa sejarah Islam klasik telah melahirkan sebuah peradaban baru, di

dalam Islam yang sangat mengesankan bahkan disebut dengan masa

keemasan Islam.

e. Kontekstualisme lebih mementingkan fungsi dari pada simbol

42Al-Qur’an dan terjemahnya, (Semarang, Toha Putra dan Depag: 1998), hlm.84

Page 28: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

Kehidupan masyarakat kita sangat cenderung dengan simbol-

simbol yang demikian lekat hingga mengalahkan fungsi simbol itu

sendiri. Karena kecenderungan pada simbol inilah yang menyebabkan

masyarakat kita lebih berorientasi ke belakang dari pada ke depan.

Bentuk kecenderungan itu terealisasi pada mengapa masyarakat kita

masih mementingkan mitos dari pada ethos. Di dalam ajaran Islam,

esensi dan fungsi tentu tidak dikalahkan oleh segala bentuk

simbolisme.

f. Keseimbangan antara Reward and Punishment

Punishment berarti hukuman atau siksaan yang mengacu

kepada kedisiplinan anak sedang reward berarti ganjaran. Dari reward

and punishman ini diharapkan bisa melahirkan reinforcement. Dengan

adanya reinforcement tingkah laku atau perbuatan individu semakin

menguat, sebaliknya absennya reinforcement menyebabkan tingkah

laku individu semakin melemah. Dalam mengaplikasikan reward and

punishment secara efektif di dalam dunia pendidikan Islam sebaiknya

reward lebih dominan dari pada punishment. 43

Bentuk pendidikan yang mengedepankan punishment,

sebagaimana kebanyakan berlaku di Indonesia merupakan warisan dari

pada penjajah yang muncul jauh setelah zaman Walisongo.44

Konsep dasar pendidikan Islam harus berkaca pada perilaku

Nabi Muhammad SAW yang ditandai dengan:

43Abdurrahman Mas’ud, “Reward And Punishment In Islamic Education”, Internastional

Journal, 2, 1, Februari, 2000, hlm 94 44Abdurrahman Mas’ud, “Model Pendidikan Islam Walisongo”, Jurnal Dinamika Islam dan

Budaya Jawa Dewa Ruci, 2, 1999, hlm. 78

Page 29: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

a. Kesabaran, keuletan, serta ketegarannya dalam menegakkan

kebenaran yang diimplementasikan pada dakwah serta pendidikan

Islam.

b. Pemaaf, tanpa dendam dan dengki pada orang lain yang berbuat

salah kepada beliau.

c. Mencintai dan menyayangi sesama mukmin. Murid Nabi pada

masanya mendapatkan sebutan yang istimewa yaitu sahabat. 45

Sedang bentuk gambar diagram dari dialektika dan pembahasan humanisme

religius dalam dunia pendidikan Islam sebagai berikut: 46

Humanisme Religius

- Pendidikan anak - Pendidikan akal sehat Produk Akhir - Pendidikan

Nondikotomik - Pendidikan

Lingkungan - Pendidikan Wahyu - Pendidikan Pluralisme

(Menghargai Perbedaan) - Pendidikan

Individualisme

3. Implikasi Humanisme Religius Dalam Pendidikan Islam.

45Abdurrahman Mas’ud, “Reward And Punishment In Islamic Education”, Op.cit, hlm. 94 46Abdurrahman Mas’ud, “Menggagas Pendidikan Nondikotomik, Op.cit, hlm. 154

Peserta Didik KhaliFatullah Insan Kamil

Page 30: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

Untuk mengimplikasikan humanisme religius ke dalam dunia

pendidikan Islam maka ada beberapa perubahan paradigmatic dalam dunia

pendidikan Islam perubahan tersebut meliputi beberapa aspek yang

merupakan unsur-unsur terpenting dalam dunia pendidikan. Aspek-aspek

tersebut antara lain.

i. Aspek Guru

Guru ini termasuk unsur yang terpenting dalam proses belajar

mengajar maka menurut Prof. Abdurrahman Mas’ud ada tiga kualifikasi

dasar yang harus dimiliki seorang guru yaitu: menguasai materi,

antusiasme dan penuh kasih sayang dalam mengajar dan mendidik dengan

tanpa memandang ras, jabatan, bangsa dan klasifikasi peserta didik. Missi

utama guru adalah mencerdaskan bangsa.

Secara teknis guru harus melakukan hal-hal sebagai berikut:

1- Guru hendaknya bertindak sebagai role model atau suri tauladan bagi

kehidupan sosial, akademisi siswa baik di luar maupun di dalam.

2- Guru harus menunjukkan sikap kasih sayang, antusias dan ikhlas

dalam mendengar atau menjawab pertanyaan-pertanyaan dari siswa,

menjauhkan diri dari sikap emosional dan feodal seperti cepat marah

karena pertanyaan siswa sehingga sering disalah artikan sebagai

mengurangi wibawa.

3- Guru hendaknya memperlakukan siswa sebagai subyek dan mitra

belajar bukan obyek.

4- Guru hendaknya bertindak sebagai fasilitator, menumbuhkan

kreativitas siswa, interaktif dan komunikatif. 47

ii. Aspek Metode

Metode di sini tidak hanya diartikan sebagai cara mengajar

dalam teaching-learning procces, tetapi di pandang sebagai upaya

47Ibid, hlm. 202-203

Page 31: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

perbaikan secara komprehensif dari semua elemen pendidikan sehingga

menjadi sebuah iklim yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan.

Metode guru dalam paradigma baru harus lebih menekankan

pengembangan kreativitas, penajaman hati nurani dan religiusitas siswa

dan meningkatkan kepekaan sosialnya.

Kata kunci untuk pengembangan metode humanisme religius

adalah sejauh mana seorang guru memahami, mendekati dan

mengembangkan siswa sebagai individu yang memiliki potensi

kekhalifahan di bumi plus sebagai makhluk Allah SWT yang didesain

sebagai “Ahsani Taqwim” dengan melalui tiga proses yaitu: pertama,

liberating berarti guru membebaskan siswa dari belenggu yang

berhubungan dengan kultur, irasionalitas, tradisi dan ideologi juga

belenggu sejarah. Kedua, educating yakni menuju kesempurnaan siswa

dengan posisi guru sebagai mitra kesempurnaan, fasilitator dan motivator

dan ketiga, civilizing yakni betul-betul akan menempatkan murid pada

posisi fitrahnya sebagai khalifah Allah SWT di bumi. Dari ketiga proses

tersebut harus didukung oleh seluruh aspek pendidikan yang ada.

iii. Aspek Murid

Seorang peserta didik dalam mencari ilmu sebaiknya mempunyai

enam syarat yaitu: cerdas, semangat, waktu yang memadai, modal,

petunjuk guru dan ulet atau sabar.

iv. Aspek Materi

Pada bagian ini Prof. Abdurrahman Mas’ud menyatakan bahwa

masalah utama pengajaran agama saat ini paling tidak ditandai oleh hal-

hal sebagai berikut:

a- Pengajaran materi secara umum termasuk juga agama belum mampu

melahirkan kreativitas siswa.

b- Moralitas

c- Punishment lebih dominan dari pada reward.

Page 32: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

Akar permasalahan yang pertama diakibatkan terlalu

banyaknya materi yang diberikan dan waktu yang begitu menyibukkan

siswa sehingga siswa jadi kelelahan dan kekeringan kreativitasnya.

Permasalahan yang kedua berkurangnya pendidikan budi pekerti pada

siswa di samping itu bentuk pendidikan agama tidak dipadukan dengan

materi pelajaran yang lain. Seharusnya dipadukan dengan materi yang lain

terutama pada tingkah laku sehari-hari. Dan permasalahan yang ketiga

disebabkan bentuk pendidikan yang mengedepankan punishment dari pada

reward sehingga siswa dalam keadaan psikologis yang ketakutan dengan

keadaan seperti itu tidak akan menjadikan siswa yang cerdas, apalagi

kreatif serata tidak berani mengungkapkan gagasan-gagasannya.

Dari permasalahan sebagaimana di atas Prof. Abdurrahman

Mas’ud menawarkan solusi sebagai berikut:

a- Perlunya pengayaan literatur di lingkungan kita mengenal Aswaja

khususnya dari dimensi histories, filosofis yang selama ini

menunjukkan titik terlemah. Aswaja jangan dibatasi pada bayang-

bayang Syafi’i dan Al-Ghazali saja.

b- Karena Aswaja menegakkan prinsip middle way semestinya anak didik

diberi ruang untuk mengenal dan mempelajari ekstrem-ekstrem yang

ada, sebagai bahan perbandingan ideologi aswaja itu sendiri, maka

anak juga perlu mengetahui dari aliran atau madzhab lain. 48

v. Aspek Evaluasi

Evaluasi ini seharusnya tidak terbatas hanya pada guru saja akan

tetapi siswa juga diberi tanggung jawab untuk mengevaluasi guru

sehingga terjadi timbal balik di antara keduanya guna meningkatkan

48Ibid, hlm. 209.

Page 33: Munir BAB III - UIN Walisongo Semarang | Perpustakaan Pusatlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · Irsyad. Haji Irsyad dikenal ... bersahut-sahutan dan

kualitas proses belajar mengajar. Dalam mengevaluasi siswa sebaiknya

meliputi tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. 49

Demikianlah humanisme religius sebagai paradigma pendidikan

Islam nondikotomik. Namun pada akhirnya Prof. Abdurrahman Mas’ud

menyatakan bahwa bentuk pendidikan yang ideal dalam Islam, selalu

mencontoh pada model pendidikan yang telah diperlihatkan Nabi

Muhammad SAW. Pendidikan Islam yang diajarkan Nabi Muhammad

memberi respon dan solusi positif terhadap permasalahan-permasalahan

yang berhubungan dengan fitrah individu dan kelompok insan kamil

adalah sasaran pendidikan dalam Islam. Nabi telah meneladankan

pendidikan manusia seutuhnya insan kamil dengan mendahulukan

pembangunan tauhid serta menawarkan penajaman kepekaan sosial yang

bersumber dari wahyu, hati, nurani, akal, jiwa dan realitas sosial. 50

49Abdurrahman Mas’ud, “Humanisme Religius sebagai Pardigma Pendidikan Islam”, Op.cit, hlm. 96-105 50Abdurrahman Mas’ud, “Menggagas Pendidikan Nondikotomik, Op.cit, hlm. 62