bab ii 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · wahab...

36
14 BAB II JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA A. Jual Beli dalam Hukum Islam 1. Jual Beli dalam Hukum Islam Dorongan yang bersifat kebutuhan lahiriah (pakaian, kendaraan, rumah, uang dan sebagainya) merupakan suatu bentuk hasrat atau kebutuhan yang bersifat sekunder dan primer manusia untuk dipenuhi dalam melanjutkan serta mempertahankan kelangsungan eksistensi individu dalam pergaulan hidup sehari-hari. Pemenuhan kebutuhan tersebut tidak hanya diraih dengan merenung dan angan-angan belaka tanpa ada usaha serta kerja keras dari seorang individu. Salah satu usaha untuk mencapai syarat tersebut harus direalisir dan diwujudkan dalam berbagai aktivitas seperti perdagangan. Dalam perdagangan ada istilah jual beli (penjual dan pembeli), tukar menukar barang yang saling menguntungkan. Oleh karena itu untuk mempermudah dan mengantarkan pembahasan lebih lanjut alangkah baiknya istilah- istilah tersebut didefinisikan lewat pengertian baik yang bersifat etimologi maupun terminology. Pengertian jual beli menurut bahasa sebagaimana dikemukakan oleh Imam Taqiyuddin dalam kitabnya Kifayah al-Akhyar adalah sebagai berikut:

Upload: others

Post on 04-Dec-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

14

BAB II

JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA

A. Jual Beli dalam Hukum Islam

1. Jual Beli dalam Hukum Islam

Dorongan yang bersifat kebutuhan lahiriah (pakaian, kendaraan,

rumah, uang dan sebagainya) merupakan suatu bentuk hasrat atau

kebutuhan yang bersifat sekunder dan primer manusia untuk dipenuhi

dalam melanjutkan serta mempertahankan kelangsungan eksistensi

individu dalam pergaulan hidup sehari-hari. Pemenuhan kebutuhan

tersebut tidak hanya diraih dengan merenung dan angan-angan belaka

tanpa ada usaha serta kerja keras dari seorang individu.

Salah satu usaha untuk mencapai syarat tersebut harus direalisir

dan diwujudkan dalam berbagai aktivitas seperti perdagangan. Dalam

perdagangan ada istilah jual beli (penjual dan pembeli), tukar menukar

barang yang saling menguntungkan. Oleh karena itu untuk mempermudah

dan mengantarkan pembahasan lebih lanjut alangkah baiknya istilah-

istilah tersebut didefinisikan lewat pengertian baik yang bersifat etimologi

maupun terminology.

Pengertian jual beli menurut bahasa sebagaimana dikemukakan

oleh Imam Taqiyuddin dalam kitabnya Kifayah al-Akhyar adalah sebagai

berikut:

Page 2: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

15

���������������� ������������������

Artinya: ”Memberikan sesuatu untuk ditukarkan dengan sesuatu yang

lain”.1

Secara etimologi (lughat) kata jual beli berasal dari bahasa Arab

yaitu� artinya menukar atau menjual. Kemudian antara kata �������� dan

�������� (membeli), kadang�kadang yang satu untuk mengartikan yang lain.��

Oleh sebab itu boleh dikatakan bahwa keduanya dianggap serasi meskipun

sebenarnya saling berlawanan.2

Sebagian ulama berpendapat bahwa makna ba’i menurut bahasa

adalah menyerahkan milik atas barang dengan barang yang lain. Dan

sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa al-ba’i ������� menurut bahasa

adalah mengeluarkan zat dari milik dengan ganti. Adapun Asy-syira

�������� adalah memasukkan zat didalam milik dengan ganti atau menerima

milik atas benda dengan benda yang lain.3

Kata al ba’i (jual) dan asy syira (beli) biasanya dipergunakan

dalam pengertian yang sama. Dan kata-kata ini masing–masing

mempunyai makna dua yang satu dengan yang lainnya saling bertolak

belakang.4

Dalam firman Allah SWT:

�������� � !"��� #����� ��$ %"���&'&( ���� )���"'&( �� *" + ,�"'&( -&."/ +� 0��$�"1&2"��� 0�3���*!��4555�� �

1 Imam Taqiyudin, Kifayah Al Akhyar, Juz I, Indonesia: Dar Al-Ikhya’ Al Kutub Al

Arabiyah, Indonesia, t.th, hlm. 239 2 Anshor Umar, Fiqh Wanita, Semarang: Asy-Syifa, t,th, hlm. 490 3 Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab Fiqh Ala Al-Madzahib Al Arba’dah, Juz II, Beirut: Dar

Al Fikr, t,th, hlm. 147 4 Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah 12, Bandung: Al-Ma’arif, Cet ke I, 1987, hlm. 47

Page 3: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

16

Artinya: Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin,�diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.” (QS:�At-Taubah:�111).5

Dari ayat tersebut, bahwa lafadh isytara menunjukkan arti

membeli, sedangkan ayat yang lain mempunyai arti menjual, sebagaimana

firman Allah SWT:

���&6"7 � '�8� 9 :�;<"= ��;0 2 >���&?", � � ,� 0@�6�8��A��� 0���#�����*&/� B ,�;C :,��DE*@4FG� �

Artinya: ”Dan mereka menjual yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka tidak tertarik hatinya kepada yusuf.” (QS Yusuf: 20).6

Menurut terminologi (istilah) jual beli begitu kaya dengan

definisinya terutama di kalangan ahli hukum Islam (fuqaha) dan tentunya

ada perbedaan, khususnya dalam bidang redaksinya. Namun tetap sama

dalam maksud serta tujuan. Di sini penulis hanya memilih beberapa

definisi dari ulama yang kira-kira berdekatan dengan penulisan skripsi ini,

seperti dari Abi Yahya Zakariya al Anshari dan As Sayyid Sabiq.

Syekh Abi Yahya Zakariya al Anshari dalam kitabnya Fath al

Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut:

H=�#I,����J�2��J��#�����K *�

Artinya: ”Menukar harta dengan harta dengan cara tertentu.”7

Dari definisi di atas,� dapat kiranya dipahami adanya dua unsur

pokok dalam perilaku jual beli yaitu:

1. Tukar menukar barang, artinya masing-masing pihak menyerahkan

barang yang menjadi pengganti yang lainnya.

5 Depag RI, Al-Qur'an dan Terjemahanya, Jakarta: Praja, Cet ke I, 1992, hlm. 205 6 Ibid, hlm. 238 7�Abi Yahya Zakariya al Anshari, Fath al Wahab, Semarang: Toha Putra, t.th, hlm. 157.

Page 4: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

17

2. Dengan cara tertentu adanya akad yang berfaedah menyatakan

kepemilikan untuk selamanya.8

Menurut As Sayyid Sabiq yang dimaksud jual beli adalah

����#I*������L *7��M��N�/,��L ��!���N��E����J�2��J�� ��:��

#����,O12���

Artinya: ”Menukar harta dengan harta dengan jalan suka sama suka dan menukar milik dengan memberi ganti, dengan cara yang diizinkan padanya”.9

Definisi di atas mengandung maksud bahwa pertukaran harta itu

harus dengan kerelaan kedua belah pihak dan juga harus sesuai dengan

syara, maka apabila mengandung unsur yang tidak dibenarkan oleh syara,

jual beli dianggap tidak sah (batal).

Istilah berjual beli dalam bahasa Indonesia diambil dari kata jual

ditambah awalan “ber” yang berarti berdagang, mencari nafkah dengan

memperdagangkan sesuatu, apabila ditambah akhiran “an” yakni berjualan

maka artinya adalah mencari nafkah dengan memperdagangkan sesuatu.

Demikian pula bila diawali kata tambahan ”men” (menjual) pengertiannya

memberikan sesuatu, memperoleh bayaran atau menerima uang.10

Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan

bahwa jual beli adalah suatu peristiwa seseorang (penjual) yang

menyerahkan barangnya kepada orang lain (pembeli) setelah ada

persetujuan di antara keduanya mengenai barang dan harganya, kemudian

8 Ibid, hlm. 153 9 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz III, Beirut: Dar Al-Fikr, 1983, hlm. 126 10 Peter Salim, ed, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern English

Press, 1991, hlm. 626

Page 5: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

18

barang tersebut diterima oleh pembeli sebagai ganti yang telah diserahkan

kepada penjual dan semua itu harus dilakukan dengan saling rela (taradh)

dari kedua belah pihak.

2. Rukun, Syarat Dan Macam Jual Beli

Setiap aktivitas apapun namanya baik yang berkaitan dengan

ibadah maupun muamalah dikatakan sah apabila telah memenuhi rukun

dan syaratnya. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Muhktar Yahya dan

Fathurrahman bahwa “Setiap sesuatu apa yang telah ditetapkan oleh syar’i

akan adanya beberapa persyaratan, maka ia tidak akan berwujud jika tidak

terwujud rukun-rukunya”.11

Pernyataan senada juga dikemukakan Abdul Wahab Khallaf

bahwa segala sesuatu yang disyaratkan syar’i untuk menjadi syara’

baginya tidak akan dapat terbukti keberadaannya menurut syara’ kecuali

apabila telah ditemukan syarat-syaratnya dan ia dianggap menurut syara’

sebagai sesuatu yang tidak ada, apabila syarat-syaratnya tidak ada. Akan

tetapi harus pula ada syarat yang menentukan keberadaan masyrutnya.12

Oleh karena perbuatan jual beli merupakan perbuatan hukum

yang mempunyai konsekuensi terjadinya peralihan hak atas sesuatu barang

dan pihak penjual kepada pihak pembeli, maka dengan sendirinya dalam

perbuatan hukum ini haruslah dipenuhi rukun dan syarat jual beli.

11 Muhktar yahya dan Fathurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islami,

Bandung: Al-Ma’arif, cet ke I, 1986, hlm. 149 12 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Al-Fiqh, Semarang: Dina Utama Semarang, 1994,

hlm. 173

Page 6: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

19

Dari beberapa pernyataan para pakar tersebut, maka menurut

penulis pada prinsipnya jual beli dikatakan sah apabila telah memenuhi

rukun dan syarat-syaratnya.

a. Rukun Jual Beli

Adapun rukun jual beli terdiri dari:

1. Adanya pihak penjual dan pihak pembeli

2. Adanya barang yang dibeli (ma’qud alaih)

3. Adanya aqad (ijab dan qobul)

Dalam suatu perbuatan jual beli ketiga rukun ini hendaknya

dipenuhi, sebab andai kata salah satu rukun tidak dapat terpenuhi,

maka perbuatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan

jual beli.13

b. Syarat Jual Beli

Agar suatu jual beli yang dilakukan oleh pihak penjual dan

pihak pembeli sah maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut

yaitu:

1. Subyek Jual Beli

Yang dimaksud syarat jual beli adalah adanya penjual dan

pembeli dengan kriteria sebagai berikut:

Bahwa kedua belah pihak yang melakukan perjanjian jual

beli tersebut haruslah memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:

13 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam,

Jakarta: Sinar Grafika, 1996, hlm. 34.

Page 7: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

20

a) Hendaknya orang yang melakukan transaksi tersebut sudah

mumayiz, yaitu dapat membedakan antara mana yang boleh dan

mana yang tidak boleh, membedakan mana yang baik dan

mana yang buruk. Dengan demikian tidak sah jual beli yang

dilakukan oleh anak yang belum mumayiz.

b) Hendaknya dilakukan oleh orang yang berakal atau tidak hilang

kesadarannya, karena hanya orang yang sadar dan berakallah

yang sanggup melangsungkan transaksi jual beli secara

sempurna dan mampu berfikir secara logis.

c) Hendaknya transaksi ini didasarkan pada prinsip-prinsip

taradhi, yang di dalamnya tersirat makna mukhtar, yaitu bebas

melakukan transaksi jual beli dan dari paksaan dan tekanan.

d) Hendaknya keduanya tidak mubazir, maksudnya para pihak

yang dikategorikan sebagai orang yang tidak cakap bertindak,

maksudnya dia tidak dapat melakukan sendiri sesuatu

perbuatan hukum walaupun kepentingan hukum itu

menyangkut kepentingannya sendiri.14

2. Obyek Jual Beli

Yang dimaksud obyek jual beli adalah benda yang

menjadi sebab terjadinya perjanjian jual beli.

Syarat-syarat barang yang boleh dan sah diperjualbelikan

adalah sebagai berikut:

14 Ibid, hlm. 36

Page 8: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

21

a) Halal Dipergunakan

Segala barang yang halal dipergunakan menurut syara’

pada prinsipnya boleh diperjualbelikan. Sesuatu barang tidak

boleh diperdagangkan apabila ada nash syara’ yang melarang

dipergunakan atau memang dengan tegas dilarang

diperjualbelikan. Hal ini kita pegangi kaidah yang berkaitan

dengan muamalah:

“asal sesuatu adalah mubah” ����P��Q�����Q����NRQ��

Adapun benda-benda yang dipandang kotor atau

berlumuran najis, selama dapat dimanfaatkan, misalnya sebagai

pupuk tanam-tanaman, maka hal itu tidaklah terlarang

diperdagangkan.15 Namun demikian perlu diingat bahwa

barang ini (barang-barang yang mengandung najis, arak dan

bangkai) boleh diperjualbelikan sebatas kegunaan barang

tersebut bukan untuk dikonsumsi atau dijadikan sebagai bahan

makanan.

b) Bermanfaat

Pada asalnya segala sesuatu yang ada di muka bumi ini

mengandung manfaat, bersandar kepada firman Allah SWT:

15 Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam, Bandung: Diponegoro, Cet ke I,

1984, hlm. 88

Page 9: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

22

� ����� * !"E�� �'&S�T�7��2 I��L "9 "Q�� U��� � � "'&V �� W � X�Y�Z���� *&8

��;�"U ��[N&V��� *&8 ,�;\� ,� 2 E� �"� E��0&8��* - ����� 2�-����]'��� ��C�����4F̂� �

Artinya: “Dialah Allah SWT, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikannya tujuh langit dan dia maha mengetahui segala sesuatu”.(QS Al Baqarah: 29)16

Dengan prinsip ini, maka barulah sesuatu barang

dipandang tidak berguna, jika ditegaskan oleh nash atau

menurut kenyataan atau hasil penelitian ilmiah menunjukkan

bahwa barang itu berbahaya, seperti racun, ganja, candu, dan

sebagainya.

c) Hak Milik Mutlak

Barang yang boleh diperjualbelikan ialah milik sendiri

atau mendapatkan kuasa dari si pemilik untuk menjualnya.

Prinsip ini didasarkan pada kaidah-kaidah tidak boleh

memakan harta dengan cara batil. “dengan kata lain tidak boleh

menjual kepunyaan orang lain tanpa seizinnya, karena hal itu

merupakan perbuatan yang batil dan dapat dituntut oleh si

pemilik”.17

d) Dapat Diserahterimakan

Sehubungan dengan prinsip ini, maka tidaklah

diperjualbelikan barang yang tidak berada dalam kekuasaan

sekalipun milik sendiri. Misalnya burung yang terlepas dari

16 Departemen Agama RI, Op-Cit, hlm. 13 17 Hamzah Ya’qub, Op-Cit, hlm. 90

Page 10: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

23

sangkarnya, ikan dalam air yang sulit ditangkap, harta yang

jatuh ke tangan perampok.

Prinsip ini logis dan sejalan garis ketentuan tidak

bolehnya gharar (kesamaran dan ketidakpastian) yang bisa

menimbulkan kerumitan dan mengandung persengketaan di

kemudian hari.18

e) Barang Yang Jelas

Salah satu syarat dalam jual beli adalah kejelasan

barang dan harganya, kejelasan yang dimaksud disini adalah

meliputi ukuran, takaran atau timbangan, jenis dan kualitas

barang.

Barang-barang yang tidak dapat dihadirkan dalam

majelis transaksi, diisyaratkan agar penjual menerangkan

segala sesuatu yang menyangkut barang tersebut sampai jelas

bentuk dan ukuran, sifat dan kualitasnya.

c. Tentang Lafadz (Kalimat Ijab Qabul)

Ijab adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan

yang diiginkan, sedang qabul ialah pernyataan pihak kedua untuk

menerimanya.19 Ijab qabul itu diadakan dengan maksud untuk

menunjukkan adanya sukarela timbal balik terhadap perikatan yang

18 Ibid, hlm. 91 19 Ahmad Azhir Bashir, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam),

Yogyakarta: UII Press, 2000, hlm. 65

Page 11: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

24

dilakukan oleh dua pihak yang bersangkutan.20 Pengertian aqad

menurut istilah adalah:

���_��!��� �̀>@�a,��2��#I,����J*����b�%@Q��c��d9��

Artinya: “Perikatan antara ijab dengan qabul secara yang dibenarkan syara’ yang menetapkan persetujuan kedua belah pihake.21

��#�f���?�S��(g@�a,���#I,����J*����b�%@��c��d9��

Artinya: “Perikatan adalah ijab qabul (serah terima) menurut bentuk yang disyariatkan agama, nampak bakasnya pada yang diaqadkan itu”.22

Dalam hal ini perikatan dengan aqad atau ijab qabul menurut

para fuqaha terjadi perselisihan pendapat, yang ada garis besarnya

dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu pertama, pendapat

yang mengatakan tidak sah aqad kecuali dengan sighat yaitu sesuatu

bentuk perkataan dan yang diucapkan oleh kedua belah pihak yang

melakukan aqad. Menurut golongan ini bagi orang yang tergolong

melakukan aqad ijab qabul/dengan sighat, misalnya dengan perkataan

“saya menjual barang itu kepadamu”, dari pihak penjual, kemudian

pihak pembeli menjawab: “saya telah membelinya darimu, dari lain-

lain perkataan yang sama maknanya, menurut golongan ini bagi orang

yang terhalang melakukan ijab qabul dengan sighat, misalnya orang

bisu, dapat melakukan dengan isyarat, sedangkan orang yang terhalang

20 Ibid, hlm. 66 21 Tengku Muhammad Hasbi Ash Shidiqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang:

Pustaka Rizki Putra, 2001, hlm. 26 22 Hamzah Ya’qub, Op-Cit, hlm. 72

Page 12: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

25

karena jarak yang jauh dapat melakukan aqad secara tertulis

(kitabah)23 kebiasaan juga bisa dianggap sebagai aqad ijab qabul.

Berbeda dengan pendapat di atas, syeikh Abi Yahya Zakaria

al- Anshari, mengatakan bahwa rukun jual beli meliputi: aqad antara

penjual dan pembeli ma’qud alaih, barang dan harga, dan sighat walau

hanya samaran.24

Adapun kinayah sebagaimana yang dimaksud adalah seperti

yang dikemukakan oleh Abdurahman al-Jaziri sebagai berikut:

��������h�X��$72��J�!72���i.����(���@�$V����,�

Artinya: “Aqad jual beli secara kinayah adalah lafadz-lafadz yang mengandung makna lain selain dalam jual beli.25

Kedua, bahwa aqad itu sah dilakukan dengan perbuatan

(af’al) bagi hal-hal yang masanya dilakukan dengan perbuatan seperti

jual beli mu’athah yaitu suatu perdagangan yang disepakati oleh kedua

pelaku aqad dan tidak menggunakan ijab qabul.26� Seperti pembeli

mengambil barang dan membayar harganya pada penjual dan pembeli

menerimanya tanpa ada ucapan atau isyarat, baik pada barang mahal

maupun barang murah.27

23 Ibid 24 Abi Yahya Zakaria al-Anshari, Fath al Wahab, Juz 1, Semarang: Toha Putra, t.th,

hlm. 157 25 Abdurrahman al-Jaziri, Op. Cit., hlm. 143 26 Iman Santosa, Fiqh Muamalah, Jakarta: Pustaka Tarbiatuna, 2003, hlm. 25 27 Ibid.

Page 13: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

26

Ketiga, mengatakan bahwa aqad itu sah dilakukan dengan

cara apapun yang menunjukkan asal maksudnya, baik perkataan

maupun perbuatan.28

Dengan menilik pada beberapa pendapat golongan tersebut,

maka dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya aqad jual beli dapat

dilakukan dalam segala macam pernyataan, asalkan dapat dipahami

maksudnya oleh kedua belah pihak yang melakukan aqad, baik dalam

bentuk perkataan, perbuatan, maupun isyarat bagi orang yang bisu atau

berupa tulisan bagi orang yang jauh, dapat juga dilakukan juga

dilakukan melalui kinayah.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam ijab qabul

adalah:

1. Satu sama lain (orang yang berakad) berhubungan di satu tempat

tanpa ada yang memisahkan dan merusak.

2. Dalam ijab qabul harus ada kesepakatan pada barang dan harga,

yang didasari oleh unsur suka sama suka di antara kedua belah

pihak. Maka jika tidak ada kesepakatan yang didasari rasa kerelaan

kedua belah pihak, hukumnya tidak sah.

3. Ungkapan harus menunjukkan masa lalu, seperti perkataan penjual:

aku telah rela menjual, dan perkataan pembeli telah aku terima,

atau mengandung arti masa sekarang jika yang diinginkan pada

masa itu juga, jika yang diinginkan pada masa yang akan datang

28 Hamzah Ya’qub, Op-Cit, hlm. 73

Page 14: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

27

atau semisalnya, maka hal itu merupakan janji untuk berakad, dan

janji tidaklah sebagai akad yang sah. Oleh karena itu tidak sah

secara hukum.29

Perkataan atau ungkapan ijab qabul tidak harus sama, yakni

disesuaikan dengan kondisi kedaerahan, karena tiap-tiap daerah

memiliki dialek yang berbeda-beda, yang penting ungkapan yang

digunakan dalam berakad menunjukkan ikatan jual beli yang baik,

seperti menggunakan ucapan, surat, tulisan atau alat bukti yang lain.

Sebagaimana kata kaidah fiqhiyah:

b� =���B�b�!V���

Artinya: “Tulisan itu sama seperti pembicaraan”.30

d. Macam-Macam Jual Beli

Ada beberapa macam atau jenis jual beli ditinjau dari beberapa segi

di antaranya adalah:

1. Jual beli ditinjau dari segi pelaksanaannya dapat dibagi menjadi dua,

yaitu:

a) Jual beli yang terlarang, antara lain:

1) Jual beli gharar

Yang dimaksud jual beli gharar adalah jual beli yang

mengandung unsur penipuan atau terdapat barang yang cacat.

Contoh jual beli gharar adalah:

29 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz III, Beirut : Dar Al-Fikr, 1983, hlm. 46 30 Asmuni A. Rahman, Kaidah-kaidah Fiqh, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, hlm. 93

Page 15: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

28

a) Jual beli muhazabah adalah jual beli suatu barang dengan

kedua belah pihak mencela barang yang ada pada mereka

dan ini dijadikan dasar jual beli yang tidak rela.31

b) Jual beli muhaqalah, yaitu jual beli dengan menggunakan

takaran yang belum dikenal.

c) Jual beli muzabanah, yaitu jual beli buah-buahan yang

masih hijau dan belum nampak mutu atau kualitasnya.

d) Jual beli mulasamah, yaitu jual beli dengan cara jika

pembeli telah menyentuh atau melempar barang tersebut

harus di�beli walau tidak saling merelakan.32

2) Jual Beli Najsi

Jual beli najsi yaitu jual beli yang menggunakan harga yang

jauh lebih mahal dari harga pasaran. Sedangkan pada dasarnya

pembeli itu tidak menginginkan barang itu, jual beli semacam

ini dilarang oleh Rasulullah:

��R�j��J*E9����2��0���0� ,�#����j��0��(/�'�E

k%$���

Artinya: “Diriwayatkan dari umar, dia berkata, bahwa rasulullah melarang jual beli najis”. (H.R. Muslim)33

3) Menghambat orang-orang desa keluar kota dan membeli

barangnya sebelum mereka sampai dipasar. Jual beli ini

dilarang oleh Nabi SAW:

31 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid II, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995, hlm. 76

32 Sayyid Sabiq, Op-Cit, hlm. 146 33 Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz II, Semarang: Toha Putra, t,th, hlm. 739

Page 16: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

29

��R�j��J*E9�(/�J�l�m����0���0� ����'�E,�#����j�

�:����L �P����@���,����B����W�!d�

Artinya: “Dari ibn Abbas r.a. ia berkata : Rasulullah saw bersabda: janganlah kamu mencegat pedagang dan janganlah orang kota menjual kepada orang desa”. (H.R. Muslim).34

4) Membeli barang yang telah dibeli orang lain (dalam masa

khiyar).

Rasulullah saw bersabda:

�2��0���0� �R��$���0� Q�'�E,�#����j� ���NI�������@

����#�X�����

Artinya: “Dari Ibn Umar dari Nabi SAW bersabda: “janganlah seseorang membeli sesuatu yang sudah dibeli saudaranya.35

b) Jual Beli Yang Tidak Terlarang

Jual beli yang tidak dilarang oleh agama Islam adalah jual

beli yang dilakukan dengan kejujuran, tidak ada kesamaran

ataupun penipuan atau segala sesuatu yang tidak menimbulkan

fitnah antara keduanya.

2. Ditinjau Dari Segi Barangnya

Jual beli ditinjau dari segi barangnya atau objeknya dapat

dibedakan menjadi:

a) Jual beli al-sharf yaitu jual beli mata uang yang beredar di pasaran.

34 Ibid, hlm. 1154 35 Ibid, hlm. 1154

Page 17: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

30

b) Jual beli al-salam yaitu menjual sesuatu yang tidak bisa dilihat

dzatnya, tetapi sifat dan bentuknya telah ditentukan dan

tanggungan ada pada penjual

c) Jual beli al-mutlaq yaitu jual beli barang dengan uang secara

muthlaq

3. Ditinjau Dari Segi Harganya

Jual beli ditinjau dari segi harganya dapat dibedakan menjadi:

a) Jual beli musawamah yaitu jual beli yang sudah disepakati

harganya oleh kedua belah pihak dan pembeli telah melihat barang

yang dibelinya sehingga tidak menimbulkan fitnah antara

keduanya.

b) Jual beli murabahah yaitu menjual barang dengan harga yang lebih

dari harga semula (mengambil keuntungan)

c) Jual beli al-tauliyah yaitu menjual barang dengan harga yang sama

dari harga pengembalian

d) Jual beli al-wadiah yaitu menjual barang dengan harga yang lebih

murah dari harga pengembaliannya.36

4. Ditinjau dari segi pelaksanaannya dan pembayarannya.

Jual beli jika dilihat dari masa pembayarannya dapat

dibedakan menjadi dua macam yaitu:

36 Sayyid Sabiq, Op. Cit., hlm. 149

Page 18: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

31

a) Pembayaran kontan yaitu uang atau barang tersebut diberikan

secara bersama-sama dengan didahului kesepakatan kedua belah

pihak.

b) Pembayaran tidak kontan yaitu disepakati transaksi jual beli

dengan pelunasannya secara berkala. Jual beli ini sifatnya seperti

hutang, hukumnya bisa sunnah jika yang membeli dalam

perjalanan yang membutuhkan pertolongan.

3. Status Anak Dalam Jual Beli Menurut Hukum Islam

Untuk mengetahui lebih jauh tentang jual beli yang dilakukan

anak (sah dan tidaknya), maka perlu dikemukakan terlebih dahulu

pengertian tentang anak menurut hukum Islam.

a. Menurut Ulama Fiqh

Menurut ulama fiqh kedewasaan itu dilandasi dengan ihtilam

(mimpi keluar mani). Imam Syafi’i memberi batasan usia setinggi-

tingginya adalah delapan belas tahun dan serendah-rendahnya lima

belas tahun.37

Menurut Imam Malik orang-orang yang ada dibawah

pengampuan itu ada enam macam yaitu: anak kecil (bawah umur),

orang bodoh (fasih), hamba sahaya, orang yang bangkrut (muflis),

orang sakit dan istri (wanita).38

37 Ibn Rasyid, Bidayah al-Mujtahid, Semarang: Toha Putra, 1990, hlm. 332 38 Muhammad Ali As-Sabuni, Tafsir Al-Sabuni, Surabaya: Bina Ilmu Surabaya, 1986,

hlm. 360

Page 19: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

32

b. Menurut Ulama Tafsir

Dalam pengertian anak dibawah umur, Ali-Asabuni

berpendapat baligh yaitu: orang yang sudah ada kecerdasan, sebagai

penafsirannya pada surat An-Nisa’: 6.39

� � ! �"����*&� !"�� ,���*&7 �":� ��T�6"�&9�"'&("$��"'&!"- /n�"��o �� p� V[$����*&� � ��� O����! P

�"'&( �� *" +�"'�("� ������-$��4q� �

Artinya: “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta) maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.

Pada ayat ini para ulama memberikan penafsiran bahwa yang

dimaksud dengan yatim disini adalah yang masih kanak-kanak, yaitu

anak-anak yang belum baligh.40

Demikian juga dikatakan dalam Fathul Mu’in bahwa seorang

anak menjadi baligh adalah apabila telah mencapai usia lima belas

tahun, ataupun ia telah mengeluarkan mani.41

Dalam masalah pengertian tentang anak dibawah umur ini

tidak terlepas dari apa yang disebutkan memenuhi dua hal:

1. Sanggup memahami kitab-kitab pembenaran yaitu sanggup

memahami sendiri atau dengan perantaraan orang lain terhadap

nash-nash Al-Qur'an dan as-Sunnah

39 Departemen Agama RI, Op-Cit, hlm. 115-116 40 Ibid 41 Aly As’ad, Fathul Mu’in, Kudus: Menara Kudus. T.th, hlm. 232

Page 20: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

33

2. Mempunyai kemampuan penerimaan beban.

Kemampuan ini dibagi dalam dua macam, yaitu:

a) Ahliyatul wujud (kemampuan menerima hak dan kewajiban)

yaitu kepantasan seseorang untuk diberi hak dan kewajiban

b) Ahliyatul ada’ (kemampuan berbuat) yaitu kepantasan

seseorang untuk dipandang sah segala perbuatan dan

perkataannya.42

Masalah kedewasaan seseorang dapat ditentukan dengan dua jalan:

a) Adanya ciri-ciri kas kedewasaan seperti: menstruasi (bagi

perempuan) dan ihtilam (mimpi keluar sperma).

b) Tercapainya umur tertentu dalam hal ini ulama Syafi’iyah,

Hambaliyah menetapkan dengan umur lima belas tahun baik

laki-laki maupun perempuan.43

Dari beberapa pendapat tersebut, seseorang anak dapat

dikatakan tamyiz itu tidak dapat dibatasi dengan pencapaian tertentu,

sebab kenyataanya seseorang anak telah mencapai ketamyizannya

sebelum usia baligh.

Adapun kebijakan ulama, memberikan batasan usia lima belas

tahun sebagai tanda kedewasaan seseorang anak didalam berjual beli

kiranya sebagai keseragaman hukum

Hal ini dibatasi oleh sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Siti

Aisyah ra:

42 Muhktar yahya, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islami, Bandung: Al-Ma’arif, 1986, hlm. 165

43 Ibid, hlm. 168

Page 21: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

34

�SrS�0��'����� ��9� 4��0�,����2���0�,�i��!-@�!P�'s�$���0�

�V@�!P�U�H������*���?�,9 �:,�:��

Artinya: “Diangkat pena (dibebaskan) dari tiga golongan (orang) yaitu: orang tidur hingga ia bangun, orang gila hingga ia sembuh dan anak-anak hingga ia dewasa”.44

Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwa kecakapan

seseorang anak tidak bisa dibatasi dengan umur karena anak dikatakan

dewasa, apabila si anak tersebut telah cakap dalam mentasyarufkan

harta.

B. Jual Beli Menurut KUH Perdata

1. Pengertian Jual Beli

Setiap manusia tidak akan luput dari kebutuhan hidupnya. Untuk

memenuhi kebutuhan hidup tersebut, manusia mengembangkan

kemampuan dan akalnya masing-masing saling memberikan (atau

mempertukarkan) satu hal dengan hal yang lain, agar kehidupan individu

dalam kelompok dapat terpenuhi secara efisien, berimbang bagi individu

dan kelompok tersebut. Manusia mulai mempergunakan perkembangan

akalnya dengan menyatakan suatu bentuk alat tukar yang berlaku secara

universal, mulai dari logam-logam mulai hingga pada akhirnya

memperoleh bentuk alat tukar dalam wujud uang. Pertukaran antara

kebutuhan dan uang dinamakan jual beli. Jual beli merupakan suatu

kebutuhan hidupnya sehari-hari yang paling sederhana.

44 Abu Daud Sulaiman Ibn Asy Al-Sijistani, Sunan Abu Daud, Beirut: Dar al Fikr, t.th,

hlm. 139

Page 22: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

35

Jual beli menurut undang-undang Hukum Perdata adalah suatu

persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga

yang telah ditetapkan. 45

Jual beli biasanya dapat terjadi sedikit banyak tanpa syarat-syarat

formal. Sebagian besar jual beli tunai dilakukan semata-mata dengan lisan,

seperti jual beli barang di Toko, jual beli makanan dan minuman di

Restoran atau di tempat umum, jual beli mobil secara tunai. Apabila

diperkenankan jual beli berdasarkan secara kredit dengan pembayaran

yang berangsur. Perjanjian harus dibuat secara tertulis, baik berdasarkan

undang-undang kredit konsumen maupun berdasarkan tata tertib sewa beli

dan perjanjian jual beli kredit.46

Jual beli adalah suatu perjanjian konsesuil artinya ia sudah

dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah (mengikat atau mempunyai

kekuatan Hukum) pada detik tercapainya sepakat antara penjual dan

pembeli.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa untuk terjadi perjanjian

jual beli, cukup jika kedua pihak sudah mencapai persetujuan tentang

barang dan harganya meskipun barang itu belum diserahkan maupun

harganya belum dibayar sesuai dengan Pasal 1458 KUH Perdata.

45 Gunawan Wijaya dan Kartini Mulyadi, Jual Beli, Jakarta, Raja Grafindo Persada,

2003,hlm.7 46 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1980, hlm. 243

Page 23: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

36

2. Macam-macam jual beli

Jual beli dilihat dari segi pelaksanaannya dibagi menjadi tiga

macam yaitu:

1. Jual beli dengan percobaan (coop of proof) yaitu jual beli yang

berlakunya masih ditangguhkan pada hasil-hasil percobaan dalam satu

masa.47

2. Jual beli percobaan diatur dalam pasal 1463 KUH Perdata, jual beli

percobaan berarti pembeli baru akan memberi kepastian jadi atau

tidaknya jual beli. Setelah pembeli melakukan percobaan atau

mencoba barang yang hendak dibeli, setelah melakukan percobaan

barulah pembeli memberi penegasan tentang sesuai atau tidaknya

barang yang akan dibeli. Jual beli dengan percobaan dapat terjadi

secara tegas atau diam-diam, tergantung pada suatu benda. Apabila

terhadap benda itu, kebiasaan telah menentukan harus dicoba lebih

dahulu tanpa disebut secara tegas, dianggap jual beli dengan syarat

percobaan asalkan kebiasaan telah menentukan.48Sebagai contoh

mengenai jual beli sebuah lemari es, meskipun barang dan harga sudah

disetujui, baru jadi kalau barang sudah dicoba dan memuaskan. Begitu

juga dengan jual beli pesawat radio dan televisi.

47 C.S.T. Kansil, Hukum Perdata I, Jakarta: Pradya Paramita, t.th, hlm. 237 48 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986, hlm. 186

Page 24: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

37

3. Jual beli dengan contoh (coop op monster) yaitu jual beli yang disertai

dengan contoh-contoh jenis barang yang ditawarkan.49

Mengenai jual beli dengan contoh/monster tidak disebutkan

dalam undang-undang kecuali disebut dalam Pasal 69 Kitab Undang-

Undang Hukum Dagang. Padahal dalam praktek sehari-hari, banyak

sekali terjadi jual beli dengan contoh.50 Contoh-contoh ini maksudnya

untuk disamakan dengan barang-barang yang akan diterimanya nanti.

Jika barang-barang yang diterima pembeli tidak sama jenisnya dengan

monster, maka pembeli dapat menuntut pada penjual untuk melakukan

pembatalan jual beli tersebut.

4. Jual beli sewa (huru coop) adalah perjanjian jual beli dimana si

pembeli menjadi pemilik mutlak dari barang yang dibelinya itu, pada

saat pencicilan terakhir telah dibayar. Sedangkan selama barang itu

belum lunas dibayar, kedudukan si pembeli sama dengan seorang

penyewa. Jika si pembeli sewa tidak mau membayar sewanya,

perikatan dapat diputuskan.51

Apabila barang yang disewa hilang, maka dengan sendirinya

menurut Hukum perjanjian sewa itu gugur. Sehingga tidak perlu

diminta pernyataan batal, resiko kerugian dibagi dua antara pihak yang

menyewakan dengan pihak penyewa. Tetapi apabila terjadi kerusakan

pada barang yang disewa mewajibkan si penyewa membayar ganti

49 C.S.T. Kansil, op. cit, hlm. 237 50 M. Yahya Harahap, op. cit, hlm 186 51 C.S.T. Kansil, op. cit, hlm. 238

Page 25: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

38

rugi, atau bisa diperbaiki langsung oleh orang yang menyewakan tas

beban rekening si penyewa.

Dari ketiga bentuk jual beli di atas yang cocok digunakan

pada masa sekarang adalah jual beli percobaan dan jual beli sewa,

karena jual beli yang terjadi dalam lalu lintas kehidupan masyarakat

sehari-hari adalah jual beli dari tangan ke tangan yakni jual beli yang

dilakukan antara penjual dan pembeli tanpa campur tangan pihak

resmi. Kecuali mengenai benda-benda tidak bergerak yang selalu

memerlukan bentuk akte jual beli.

3. Hak dan Kewajiban Penjual dan Pembeli

a. Kewajiban Penjual

Dalam melakukan tugasnya penjual berkewajiban:

1) Kewajiban untuk menyerahkan barang yang dijual kepada

pembeli.

Penyerahan barang dalam jual beli, merupakan tindakan

pemindahan barang yang dijual ke dalam kekuasaan dan pemilikan

pembeli, apabila pada penyerahan barang tadi diperlukan

penyerahan yuridis/penyerahan menurut Hukum (yuridische

levering) disamping penyerahan nyata/penyerahan menurut

undang-undang (fieteljke levering), agar pemilikan pembeli

menjadi sempurna, pembeli harus menyelesaikan penyerahan

tersebut.

Page 26: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

39

2) Menjamin barang yang dijualnya

Penjual harus menanggung/menjamin barang-barang yang

dijual dalam keadaan:

(a) Tentram dan damai (rustig en vreedezaam) dalam

kekuasaan pemilikan pembeli, tanpa ganggu gugat dari

siapapun juga.

(b) Menjamin, bahwa barang yang dijual tidak mempunyai

cacat tersembunyi dan cacat yang nyata.

Vrijwaring atau jaminan atas gangguan dan cacat barang,

merupakan kewajiban yang harus ditanggung oleh penjual “demi

Hukum” (van rechtswege). Atau kewajiban menjamin barang yang

dijual adalah kewajiban yang lahir dengan sendirinya menurut

Hukum. Sekalipun jaminan tidak disebutkan dalam perjanjian,

namun hal itu tidak mengurangi hakekat, bahwa jaminan atas

barang yang dijual merupakan kewajiban karena hukum.52

Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat-cacat

tersembunyi meskipun ia sendiri tidak mengetahui hanya cacat-

cacat itu, kecuali jika dia telah meminta di perjanjian bahwa dia

tidak berkewajiban menanggung suatu apapun. Apabila penjual

sudah mengetahui adanya cacat-cacat barang, maka selain dia

diwajibkan mengembalikan harga pembelian yang telah diterima

dari pembeli dia juga diwajibkan mengganti semua kerugian si

52 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hlm. 200

Page 27: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

40

pembeli sebagai akibat barang yang dibelinya cacat, hal ini sesuai

dengan Pasal 1508 dan Pasal 1509.53

Apabila si penjual tidak menyerahkan barangnya pada

waktu yang telah ditetapkan, si pembeli dapat menuntut

penyerahan itu dengan tambahan pembayaran kerugian, atau ia

dapat langsung menuntut pembayaran kerugian sebagai pengganti

penyerahan barang, ataupun ia dapat menuntut pembatalan

perjanjian, yang dapat disertai pula dengan pembayaran kerugian.

Apabila barang sudah diserahkan dan ada seorang yang

membantah hak milik si penjual atas barang yang telah dibelinya

itu, atau jika ternyata ada cacad yang tersembunyi maka si pembeli

dapat menuntut si penjual untuk bertanggung jawab. Tuntutan

berdasar cacad-cacad yang tersembunyi harus dilakukan dalam

jangka waktu yang pendek, sebab jika sudah lama hakim dapat

menganggap si pembeli telah menerima barang yang cacad itu.54

b. Kewajiban pembeli

Kewajiban pembeli ada dua yaitu menerima barang dan

membayar harganya pada waktu dan tempat sebagaimana telah

ditetapkan menurut perjanjian. Jika pada waktu membuat perjanjian

tidak ditetapkan tentang tempat dan waktu pembayaran, maka pembeli

53 R. Soebekti dan R Tjitrosudibio, aneka Perjanjian, Bandung, Citra Aditya Persada,

1995,hlm. 20 54 Soebekti, Op. Cit, hlm. 163.

Page 28: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

41

harus membayar di tempat dan waktu di mana penyerahan harus

dilakukan.55

Jika si pembeli tidak membayar harga barang pada waktu

yang telah ditentukan, si penjual dapat menuntut pembayaran itu, yang

apabila ada alasan dapat disertai dengan tuntutan kerugian ataupun ia

dapat menuntut pembatalan perjanjian dengan pemberian kerugian.56

4. Penyerahan Hak Milik

Kewajiban penyerahan hak milik meliputi segala perbuatan yang

menurut Hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang

yang dijual itu dari penjual kepada pembeli. Oleh karena KUH Perdata

mengenal tiga macam barang, yaitu barang bergerak, barang tetap dan

barang tidak bertubuh, dan berkaitan dengan penyerahan tersebut ada tiga

macam penyerahan hak milik yang masing-masing berlaku untuk masing-

masing barang itu.

a. Barang Bergerak

Untuk penyerahan barang bergerak dilakukan dengan

penyerahan yang nyata atau menyerahkan kekuasaan atas barangnya.57

Hal ini sesuai dengan Pasal 612 KUH Perdata yang berbunyi:

“Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan bergerak itu oleh itu atau atas nama pemilik, atau

55 Ekse. T. Sulistini dan Fudy T. Ervan, Petunjuk Praktis Menyelesaikan Perkara-

perkara Perdata, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hlm. 155 56 Soebekti, Op. Cit., hlm. 21 57 Soebekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1978, hlm. 79

Page 29: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

42

dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu berada.”58

Penyerahan tak perlu dilakukan, apabila kebendaan yang

harus diserahkan dengan alasan telah dikuasai oleh orang yang hendak

menerimanya.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa apabila

yang barang-barang yang berada dalam suatu gudang, maka ada

kemungkinan menyerahkan kunci saja, karena hal tersebut merupakan

suatu penyerahan kekuasaan secara simbolis, sedang apabila barang

sudah berada dalam kekuasaan di pembeli penyerahan cukup

dilakukan dengan pernyataan saja.

b. Barang tak bergerak

Untuk barang tak bergerak dilakukan dengan penyerahan

nyata yang disertai dengan penyerahan yuridis.59

Misalnya penjualan rumah atau tanah penjual menyerahkan

kepada pembeli, baik secara nyata maupun secara yuridis, perbuatan

tersebut dinamakan balik nama yang dilakukan dimuka pegawai

kadaster, yang juga dinamakan pegawai balik nama atau pegawai

penyimpan hipotik.60 Hal ini sesuai dengan Pasal 616 jo Pasal 620,

yang berbunyi:

Pasal 616 : “Penyerahan atau penunjukan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang

58 Soebekti dan R. Tjitrosudibio, Op. Cit, hlm. 179 59 M. Yahya Harahap, Loc. Cit 60 Soebekti, Op. Cit, hlm. 9

Page 30: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

43

bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam pasal

620”.61 Pasal 620 : “Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan termuat

dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termaksud di atas dengan memindahkan sebuah salinan otentik yang atau keputusan yang bersangkutan ke kantor penyimpan hipotek, yang mana dalam lingkungannya barang-barang tak bergerak yang harus diserahkan berada, dan dengan

membukukannya dalam register”.62

Bersama dengan pemindahan tersebut, pihak yang

berkepentingan harus menyampaikan juga kepada penyimpan hipotik

sebuah salinan otentik yang kedua atau sebuah petikan dari akta atau

keputusan tersebut, agar penyimpan mencatat di dalamnya hari

pemindahan beserta bagian dan dari register bersangkutan.63

c. Barang tak bertubuh

Penyerahan dilakukan dengan pembuatan sebuah akte yang

dinamakan cessie.64 Sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUH

Perdata yang berbunyi:

“Penyerahan akan hutang piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya dilakukan dengan membuat sebuah akta otentik atau dibawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain. Penyerahan yang demikian bagi si berhutang tiada akibatnya melainkan setelah penyerahan yang demikian itu diberitahukan kepadanya secara tertulis, disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan

surat disertai dengan endosemen”.65

61 Soebekti dan R. Tjitrosudibio, Op. Cit 62 Ibid, hlm. 180 63 Soebekti, Op. Cit, hlm. 10 64 Ibid 65 Soebekti dan R. Tjitrosudibio, Op. Cit

Page 31: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

44

C. Kedewasaan menurut KUH Perdata

Apabila kita berbicara tentang jual beli, tidak akan lepas dari pelaku

jual beli. Pelaku jual beli adalah setiap orang yang dapat menggunakan atau

telah dapat melakukan kecakapan dalam jual beli.

Manusia pribadi (naturlijk persson) menurut hukum mempunyai hak

dan kewajiban sejak dalam kandungan (Ps. 2 KUH Perdata), akan tetapi

manusia tidak selalu cakap dalam hukum. Untuk mengetahui siapakah orang-

orang yang cakap/tidak bertindak, harus dilihat dalam ketentuan undang-

undang.

Ada sementara orang yang digolongkan tidak cakap untuk melakukan

tindakan hukum (handeling sbekwaam) yakni seperti yang dicantumkan dalam

pasal 1330 KUH Perdata:

1. Orang yang belum dewasa

2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan

3. Orang-orang perempuan yang sudah berkeluarga66

Menurut kitab Undang-undang Hukum Pidana orang yang belum

dewasa adalah orang yang umurnya belum genap enam tahun (Ps 45

KUHP).67

Sedangkan menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang

Perkawinan, seorang yang dewasa adalah orang yang sudah berusia 21 tahun,

tetapi untuk melakukan pernikahan seorang laki-laki yang belum berusia 19

66 Komariah, Hukum Perdata, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press,

2003, hlm. 24 67 Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. ke 19,

1996, hlm. 22

Page 32: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

45

tahun harus ada ijin dari Pengadilan. Dan apabila ia sudah berusia 19 tahun

maka harus mendapatkan ijin dari pihak wali atau orang tua.

Sedangkan menurut kompilasi Hukum Islam seorang yang akan

melangsungkan pernikahan harus sudah berusia 19 tahun untuk laki-laki dan

16 tahun untuk perempuan karena apabila belum mencapai umur 21 tahun

harus mendapat izin dari kedua orang tua68

Orang yang belum dewasa (minderjarigz) adalah mereka yang belum

mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah

kawin (Ps 330 KUH Perdata). Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum

umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali lagi

dalam kedudukan belum dewasa (Ps 330 ayat 2 KUH Perdata).69 Orang-orang

yang belum dewasa apabila memenuhi syarat-syarat tertentu dapat memohon

kedewasaan agar mereka dapat melakukan tindakan hukum.

Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan adalah orang dewasa

yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap,

meskipun kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya dan pemboros

(Ps. 433 KUH Perdata). Apabila akan menggunakan kewenangan hukumnya,

maka bagi orang-orang yang belum dewasa diwakili oleh orang tuanya atau

walinya, bagi orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan harus diwakili

oleh pengampu atau curatornya, dan bagi perempuan yang sudah kawin

68 Ibid, hlm 138 69 Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradya

Paramita, 1999, hlm. 90

Page 33: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

46

diwakili oleh suaminya.70 Namun dengan berlakunya UU Perkawinan No 1

tahun 1974, maka orang perempuan yang sudah berkeluarga tidak cakap

dalam bertindak Hukum tidak berlaku lagi. Karena menurut UU No 1 tahun

1974 masing-masing pihak (suami istri) berhak melakukan perbuatan Hukum

(Ps 31 ayat 2 UU No 1 th 1974)

Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang telah

bertindak dalam hukum/cakap bertindak dalam hukum (handelingson

bekwaam) apabila sudah dewasa dan tidak ditaruh dibawah pengampuan,

sedangkan kedewasaan (meerderjarige) dapat dicapai dengan telah genap

berumur 21 tahun, karena perkawinan dan karena pendewasaa atau

handelichting.71

Perjanjian adalah salah satu sumber perikatan. Perjanjian melahirkan

perikatan yang menciptakan kewajiban pada salah satu atau lebih pihak dalam

perjanjian. Perjanjian akan melahirkan kewajiban atau prestasi dari salah satu

atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya.72 Hal ini

sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi:

“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam jual beli

sekalipun seseorang harus dinyatakan sudah dewasa menurut Hukum, karena

kedewasaan adalah syarat subyektif dari adanya perjanjian. Dan dalam hal ini

70 Komariah, Op. Cit, hlm. 24 71 Komariah, Ibid 72 Kartini Mulyadi dan Gunawan Wijaya, Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian,

Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 127

Page 34: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

47

ada dua syarat subyektif yaitu adanya unsure kesepakatan secara bebas dari

para pihak yang berjanji dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan

perjanjian

D. Jual Beli yang Dilakukan Anak

Seorang anak lahir kedua ini, dan ia membutuhkan orang lain yang

akan memeliharanya, baik dirinya sendiri, harta benda, maupun hak miliknya.

Demikian juga, ia membutuhkan orang lain yang akan menjaga dan

memeliharanya, mendidik, mengajari, melaksanakan bermacam-macam

urusan yang berhubungan dengan jasmaniyahnya, pembentukan

kepribadiannya, juga membutuhkan orang yang akan mengawasi urusan hak

miliknya agar supaya dipelihara dan dikembangkan.

Meskipun batas usia dewasa 21 tahun merupakan tonggak dicapainya

kebebasan dan wewenang seseorang untuk bertindak dalam hukum, namun

Undang-Undang masih menetapkan juga bilangan-bilangan umur yang lebih

rendah dari 21 tahun memungkinkan kepada orang-orang tersebut untuk

bertindak sendiri dan menjalankan hak-hak istimewa yang ditetapkan oleh

Undang-Undang, misalnya:

1. Untuk melangsungkan pernikahan untuk wanita harus berumur 15 tahun

dan untuk laki-laki 18 tahun (Ps. 29 KUH Perdata), sedangkan menurut

UU No. 1 tahun 1974 wanita harus berumur 16 tahun dan untuk laki-laki

19 tahun.

2. Seseorang dalam membuat suatu wasiat atau testamen harus sudah

mencapai umur 18 tahun atau sudah dewasa (Ps. 897 KUH Perdata).

Page 35: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

48

3. Untuk memberikan kesaksian seseorang sudah harus berumur 15 tahun

(Ps. 1912 KUH Perdata).73

4. Untuk pengakuan oleh seorang bapak terhadap anak-anak di luar

perkawinan, umur 19 tahun (Ps 282 KUH Perdata).

Selain hak-hak istimewa di atas undang-undang masih memberikan

suatu perlunakan yakni pendewasaan. Pendewasaan merupakan suatu cara di

mana seseorang yang dianggap belum dewasa diberi wewenang untuk

bertindak dalam Hukum seolah-olah dia sudah dewasa atau dengan kata lain

pendewasaan adalah suatu upaya Hukum yang dicapai untuk meniadakan

keadaan belum dewasa baik untuk keseluruhan maupun tertentu.

Jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan

kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu yang di dalam hal ini

terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual dan

penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual.

Perjanjian tersebut menerbitkan perikatan, oleh karena itu perjanjian

merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Melalui rumusan

pasal 1446 yang menyatakan bahwa semua perikatan yang dibuat oleh anak-

anak yang belum dewasa dapat dinyatakan batal. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa selama dan sepanjang ketidakcakapan tersebut tidak dikuatkan, maka

perjanjian yang dibuat oleh mereka yang dibuat oleh mereka yang tidak cakap

tersebut tidak memiliki schuld (ketetapan Hukum) sama sekali.

73 Komariah, Ibid

Page 36: BAB II 2199087library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/7/jtptiain... · 2013. 1. 16. · Wahab mendefinisikan jual beli adalah sebagai berikut: K*H= #I, J2J # Artinya: ”Menukar

49

Dalam Undang-Undang tidak dinyatakan secara tegas tentang jual

beli oleh anak, namun apabila dilihat dari beberapa uraian di atas dapat

diambil kesimpulan bahwa jual beli yang dilakukan anak selama dia belum

berusia 21 tahun tidak diperbolehkan, karena pada masa itu ia dianggap belum

cakap untuk melakukan perbuatan Hukum, keadaan ini berlaku untuk semua

jenis jual beli, namun orang yang belum dewasa tersebut apabila secara

Hukum telah memperoleh handlichting, maka ia dapat melakukan jual beli

atas barang-barang tertentu.