bab i tugas respirasi ( proses )
DESCRIPTION
respirasi tugas respirasiTRANSCRIPT
-
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma bronchial adalah suatu penyakit pada jalan napas.
Asma Bronhial sering disebabkan oleh debu, spora dan allergen-
alergen yang lain. Asma bronchial juga bias disebabkan oleh
kompensasi tubuh yang tidak tahan terhadap cuaca. Di Indonesia,
banyaknya pekerja kasar menyebabkan peningkatan penderita
Asma Bronhial karena penyakit ini juga dipicu oleh kegiatan tubuh
yang berlebihan.Di dalam makalah ini, kami akan membahas
seputar gangguan pernapasan mengenai Asma bronhial yang
meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
pemeriksaan diagnostic, penatalaksanaan dan teori asuhan
keperawatan appendicitis. Penyakit Asma Bronkial dapat
menyerang semua golongan usia, baik laki-laki maupun
perempuan, dewasa maupun anak-anak. Dari waktu ke waktu baik
di negara maju maupun negara berkembang prevalensi asma
meningkat. Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan
dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survey
kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai provinsi di
Indonesia.Asma dapat timbul pada berbagai usia, gejalanya
bervariasi dari ringan sampai berat dan dapat dikontrol dengan
berbagai cara. Gejala asma dapat ditimbulkan oleh berbagai
rangsangan antara lain infeksi, alergi, obat-obatan, polusi udara,
bahan kimia, beban kerja atau latihan fisik, bau-bauan yang
merangsang dan emosi.Prevalensi asma di seluruh dunia adalah
sebsar 80% pada anak dan 3-5% pada dewasa, dan dalam 10
tahun terakhir ini meningkat sebesar 50%. Selain di Indonesia
prevalensi asama di Jepang dilaporkan meningkat 3 kali disbanding
di tahun 1960 yaitu dari 1,2 % menjadi 3,14 %.Penyebab pada
asma sampai saat ini belum diketahui namun dari hasil penelitian
1
-
terdahulu menjelaskan bahwa saluran nafas penderita asma
mempunyai sifat yang sangat khas yaitu sangat peka terhadap
rangsangan.( Somantri, Irman. 2012 )
1.2 Rumusan Masalah
1; Apa yang dimaksud dengan Asma Bronhial?2; Apa saja etiologi dari Asma Bronhial?3; Bagaimana patofisiologi Asma Bronhial?4; Apa saja tanda dan gejala dari penyakit Asma Bronhial?5; Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada
klien Asma Bronhial?6; Bagaimana penatalaksanaan medis Asma Bronhial?7; Bagaimana teori asuhan keperawatan pada klien Asma
Bronhial?
1.3 Tujuan
1; Mengetahui pengertian dari Asma Bronhial.2; Memahami apa saja etiologi dari Asma Bronhial.3; Memahami bagaimana patofisiologi Asma Bronhial.4; Apa saja tanda dan gejala dari penyakit Asma Bronhial5; Mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat
dilakukan pada klienAsma Bronhial6; Mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis bagi klien
Asma Bronhial7; Memahami teori asuhan keperawatan pada klien Asma
Bronhial.
1.4 Manfaat
Dalam penulisan makalah ini di harapkan dapat bermanfaat bagi:
2
-
1.4.1 Mahasiswa
Dapat di jadikan salah satu refrensi untuk belajar,selain itu
makalah ini dapat di jadikan sebagai salah satu refrensi
dalam melakukan asuhan keperawatan dalam ruang lingkup
epiepsi.
1.4.2; DosenDapat di jadikan salah satu sarana untuk mengukur
kemampuan mahasiswa dalam membuat sebuah makalahtentang asuhan keperawatan pada ruang lingkup asmabronkial.
1.4.3; InstitusiDapat di jadikan salah satu karya tulis ilmiah dan dapat di
jadikan referensi dalam acuan belajar.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
3
-
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun hasil
pengobatan (Muttaqin, Arif. 2008)
Tipe Asma
a; Asma alergik atau ekstrinsik
Asma alergik merupakan suatu bentuk asma dengan allergen
seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan dll.
Allergen terbanyak adalah airborne dan musiman. Klien dengan
asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada
keluarga dan riwayat pengobatan eksim atau rhinitis alergik.
Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma.
Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak anak-anak
b; Ideopatik atau nonalergik asma / intrinsic
Asma nonalergik tidak berhubungan secara langsung dengan
alergi spesifik. Factor factor seperti common cold, infeksi
saluran napas atas aktivitas, emosi atau stress, dan polusi
lingkungan akan mencetuskan serangan. Beberapa agen
farmakologi, seperti antagonis -adrenergi dan bahan sulfat
(penyedap makanan) juga dapat menjadi factor penyebab.
Serangan dari asma idiopatik atau nonalergi menjadi lebih berat
dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang
menjadi bronchitis dan empisema. Pada beberapa kasus dapat
berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini
biasanya dimulai ketika dewasa (>35 tahun).
c; Asma campuran (mixed asma)
4
-
Asma campuran merupakan bentuk asma yang paling sering.
Dikarakteristikan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan
nonalergi.
2.2 Etiologi
Sampai saat ini etiologi asma belum diketahui dengan pasti, suatu
hal yang menonjol pada semua penderita asma adalah fenomena
hipereaktifitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka
terhadap rangsangan imunologi maupun nonimunologi oleh karena
sifat inilah, maka serangan asma mudah terjadi ketika rangsangan
baik fisik, metabolic, kimia, allergen, infeksi, dan sebagainya.
Penderita asma perlu mengetahui dan sedapat meungkin
menghindari rangsangan atau pencetus yang dapat menimbulkan
asma. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Alergen utama, seperti debu rumah, spora jamur, dan tepung sari
rerumputan.
2.Iritan seperti asap, bau bauan dan polutan
3.Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus
4.Perubahan cuaca yang ekstrem
5.Kegiatan jasmani yang berlebihan
6.Lingkungan kerja
7.Obat obatan
8.Emosi
2.3 Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang
dikendalikan oleh limfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi
5
-
antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan dengan sel
mast. Sebagian besar alergen yang mencetuskan asma bersifat
airborne dan agar dapat menginduksi keadaan sensitifitas, allergen
tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk periode waktu
tertentu. Akan tetapi, sekali sensitifisasi telah terjadi, klien akan
memperlihatkan respons yang sangat baik, sehingga sejumlah kecil
allergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi
penyakit yang jelas.
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut
asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis
beta-adrenergi, dan bahan sulfat. Sindrom pernapasan sensitif-
aspirin khususnya terjadi pada orang dewasa, walaupun kedaan ini
juga dapat dilihat pada masa kanak kanak. Masalah ini biasanya
berawal dari rhinitis vasomotor perennial yang diikuti oleh
rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal baru kemudian
muncul asma progresif. Klien yang sensitive terhadap aspirin dapat
didesentisasi dengan pemberiaan obat setiap hari. Setelah
menjalani bentuk terapi ini , toleransi silang juga akan terbentuk
terhadap agen anti inflamasi nonsteroid lain. Mekanisme yang
menyebabkan brokospasma karena penggunaan aspirin dan obat
lain tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan
leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin.
Antagonis beta-adrenergi biasanya menyebabkan obstruksi jalan
napas pada klien asma, sama halnya dengan klien lain dapat
menyebabkan peningkatan reaktifias jalan napas dan hal tersebut
harus dihindarkan. Obat sulfat seperti kalium mtabisulfit, kalium dan
natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida yang secara luas
digunakan oleh industry makanan dan farmasi sebagai agen
sanitasi serta pengawet dapat menimbulkan obstruksi jalan napas
akut pada klien yang sensitive. Pajanan biasanya terjadi setelah
6
-
menelan makanan atau caira yang mengandung senyawa ini,
seperti salad, buah segar, kentang, kerang dan anggur.
Pencetus-pencetus serangan diatas ditambah dengan pencetus
lainnya dari internal klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi
antigen dan antibodi. Reaksi antigen-antibodi ini akan
mengeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya merupakan
mekanisme tubuh dalam menghadai serangan. Zat yang
dikeluarkan dapat berupa histamine, bradikinin, dan anafilatoksin.
Hasil dari reaksi tersebut adalah timbulnya 3 gejala, yaitu
berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan
peningkatan secret mucus.
2.4 Pathway
7
-
2.5 Manifestasi klinis
8
Pencetus serangan(alergen,emosi/stres,obat-obatan,dan
infeksi )
Reaksi antigen dan antibodi
Dikeluarkanya substansi vasoaktif(histamin,bradikinin,dan
anafilatoksin )
Kontraksi otot polos
Kontraksi otot polos Edema mukos hipersekresi
Obtruksi saluran nafas
Sekresi mukus
Produksi mukus bertambah
Pemeabilitas kapiler
bronkospasme
Kerusakan pertukaran gas HipoksemiaHiperkapnea
HipoventilasiDistribusi ventilasi tidak merata dengan sirkulasi
darah paru-paruGangguan difusi gas di alveoli
Ketidakseimbangan nutrisikurang dari kebutuhan tubuh
(resiko/aktual )Bersihan jalan nafas tidakefektif
-
Gejala asma terdiri atas dispnea, batuk dan mengi. Gejala yang
disebutkan terakhir sering dianggap sebagai gejala yang harus ada.
No Manifestasi klinis Skor 0 Skor 1a.
b
c
d
e
f
g
penurunan toleransi aktifitas.
penggunaan otot nafas
tambahan,adanya kontraksi
interkostaal.
wheezing
RR per menit
nadi (puse rate) per menit.
teraba pulsus paradoksus.
puncak expiratory flow rate
(L/menit).
Ya
Tidak ada
Tidak ada
25
>120
Ada
-
Pemeriksaan Laboratorium
1. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup) Hanya dilakukan pada
serangan asma berat karena terdapat hipoksemia,
hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
2. Sputum Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk
serangan asma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat
saja yang menyembabkan transudasi dari edema mukosa,
sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari
perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya
bakteri, cara tersebut kemudian di ikuti kultur dan uji resistensi
terhadap beberapa antibiotik.
3. Sel eosinofil Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus
dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma intrinsik ataupun
ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil menunjukkan
pengobatan telah tepat. 4. pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena
adanya infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan
kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.
Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma
bronkhial biasanya normal, tetapi prosedur ini harus tetap
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses
patologi di paru atau komplikasi asma seperti pneumothoraks,
pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.
2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan Nonfarmakologi :
10
-
a. Penyuluhan, penyuluhan ini ditunjukan untuk
peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma
sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, menggunakan obat secara benar, dan
berkonsultasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus. Klien perlu dibantu
mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada
pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, temasuk intake cairan yang
cukup bagi klien.
c. Fisioterapi, dapat digunakan untuk mempermudah
pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan postural
drainase, perkusi dan fibrasi dada.
Pengobatan farmakologi :
a. Agonis beta : metaproterenol (alupent, metrapel).
Bentuknya aerosol, bekerja sangat cepat, diberikan
sebanyak 3-4 kali semprot, dan jarak antara semprotan
pertama dan kedua adalah 10 menit.
b. Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 kali
sehari. Golongan metilxantin adalah aminofilin dan
teofilin obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak
memberikan hasil yang memuaskan.
c. Kortikosteroid, jika agonis beta dan metilxantin tidak
memberikan respon yang baik harus diberikan
kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan
dosis 4 kali semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam
jangka yang lama mempunyai efek samping, maka klien
yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi
dengan ketat.
11
-
d. Kromalin dan iprutropioum bromide (atroven). Kromalin
merupakan obat pencegah asma khususnya untuk anak-
anak. Dosis iprutropioum bromide diberikan 1-2 kapsul 4
kali sehari (kee dan Hayes, 1994).
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
12
-
3.1 Pengkajian
a. Anamnesis
Pengkajian mengenai nama, umur, dan jenis kelamin perlu
dilakukan pada klien dengan asma. Serangan asma pada usia
dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status
atopik. Serangan pada usia dewasa dimungkinkan adanya faktor
non-atopik. Tempat tinggal menggambarkan kondisi lingkungan
tempat klien berada. Berdasarkan alamat tersebut, dapat
diketahui pula faktor yang memungkinkan menjadi pencetus
serangan asma. Status perkawinan dan gangguan emosional
yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor
pencetus serangan asma. Pekerjaan serta suku bangsa juga
perlu dikaji untuk mengetahui adanya pernapasan bahan
alergen. Hal lain yang perlu dikaji dari identitas klien ini adalah
tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor rekam medis, asuransi
kesehatan,dan diagnosis medis. Keluhan utama meliputi sesak
napas, bernapas terasa berat pada dada, dan adanya keluhan
sulit untuk bernapas.
b. Riwayat Penyakit Saat Ini
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan
terutama dengan keluhan sesak napas yang hebat dan
mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti
wheezing,penggunaan ototbantu pernapasan, kelelahan,
gangguan kesadaran, sianosis,dan perubahan tekanan darah.
Seragam asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga
stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala
dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental
dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan
pembengkakan bronkhus. Stadium kedua ditandai dengan batuk
disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak
13
-
napas, berusahaa untuk bernapas dalam, ekspirasi memanjang
diikuti bunyi mengi (wheezing). Klien lebih suka duduk dengan
tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, tampak pucat,
gelisah,dan warna kulit mulai membiru. Stadium tiga ditandai
dengan hampir tidak terdengarnya suara napas karena aliran
udara kecil, tidak ada batuk, pernapasan menjadi dangkal dan
tidak teratur, irama pernapasan meningkat karena asfiksia.
Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang biasa diminum klien
dan memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan
untuk digunakan kembali.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu
seperti adanya infeksi saluran pernapasan atas, sakit
tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat
serangan asma, frekuensi, waktu, dan alergen-alergen yang
dicurigai sebagai pencetus serangan, serta riwayat pengobatan
yang dilakukan untuk meringankan gejala asma.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang
riwayat penyakit asama atau penyakit alergi yang lain pada
anggota keluarganya karena hipersesitivitas pada penyakit asma
ini lebih ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan (Hood,
Alsagaf,1993).
e. Pengkajian Psiko-sosio-kultural
14
-
Kecemasan dan koping yang tidak efektid sering didapatkan
pada klien dengan asma bronkhial. Status ekonomi berdampak
pada asuransi kesehatan dan perubahan mekanisme peran
dalam keluarga Gangguan emosional sering dipandang sebagai
salah satu pencetus bagi serangan asma baik gangguan itu
berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar, sampai
lingkungan kerja. Seorang dengan beban hidyp yang berat lebih
berpotensial mengalami serangan asma. Berada dalam keadaan
yatim piatu, mengalamai ketidakharmonisan hubungan dengan
orang lain. Sampai mengalami ketakutan tidak dapat
menjalankan peranan seperti semula.
f. Pola resepsi Dan tata laksana hidup sehat
Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berprilaku
hidup normal sehingga klien dengan asma harus mengubah
gays hidupnya sesuai kondisi yang tidak akan menimmbulkan
serangan asma.
g. Pola hubungan dan peran
Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalani
kehidupannya secara normal. Klien perlu menyesuaikan
kondisinya dengan hubungan dan peran klien, baik di lingkungan
rumah tangga,masyarakat, ataupun lingkungan kerja sercara
perubahan peran yang terjadi seteleah klien mengalami
serangan asma.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya.
Persepsi yang salah dapat menghambat respons kooperatif pada
diri klien. Cara memandang diri yang slaah juga akan menjadi
stresor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang
15
-
ada pada kehidupan klien dengan asma dapat meningkatkan
kemungkinan serangan asma berulang.
i. Pola penanggulangan stress
Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik
pencetus serangan asma. Oleh karena itu, perlu dikaji penyebab
terjadinya stres. Frekuensi dan pengarus stres terhadap
kehidypan klien serta cara penanggulangan terhadap stresor.
j. Pola sensorik dan kognitif
Kelain pada pola persepsi dan kognitif akan memengaruhi
konsep diri klien dan akhirnya memengaruhi jumlah stresor yang
dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asma
berulang pun akan semakain tinggi.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakininya di dunia
dipercaya dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan
klien terhadap Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya
merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum :Perawat juga perlu mengkaji tentang
kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara
bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat,
penggunaan otot-otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan
lendir lengket, dan posisi istirahat klien.
16
-
a; B1 (Breathing)
Inspeksi
Inspeksi pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha
dan frekuensi pernafasan, serta penggunaan otot bantu
pernapasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat postur
bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter
anterposterior, retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama
pernapasan, dan frekuensi pernapasan.
Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil
fremitus normal.
Perkusi
Pada perkusi didapat suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi,
dengan bunyi napas tambahan utama wheezing pada akhir
ekspirasi.
b; B2 (Blood)
Perawat perkmu memonitor dampak asma pada status
kardiovaskular meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi,
tekanan darah, dan CRT.
17
-
c; B3 (Brain)
Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping
itu, diperlukan pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat
kesadaran klien apakah compos mentis, somnolen, atau koma.
d; B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena
berkaitan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu
memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok.
e; B5 (Bowel)
Perlu juga dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda
infeksi, mengingat hal-hal tersebut juga dapat merangsang
serangan asma. Pengkajian tentang status nutrisi klien meliputi
jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi
kebutuhannya. Pada klien dengan sesak napas, sangat
potensial terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal
ini karena terjadi dipnea saat makan, laju metabolism, serta
kecemasan yang dialami klien.
f; B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor, dan tanda-tanda
infeksi pada ekstremitas karena dapat merangsang serangan
asma. pada integumen perlu dikaji adanya permukaan yang
kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan
adanya bekas atau tanda utrikaria atau dermatitis. pada rambut,
dikaji warna rambut, kelembapan, dan kusam. Perlu dikaji pula
tentang bagaimana tidur dan istirahat klien yang meliputi berapa
lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar akibat
kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak, dan
18
-
ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien.
Perlu dikaji pula tentang aktivitas keseharian klien seperti
olahraga, bekerja, dan aktivitas lainnya. Aktivitas fisik juga dapat
menjadi faktor pencetus asma yang disebut dengan exercise
induced asma.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1; Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungandengan adanya bronkhonstriksi, bronkhospasme, edemamukosa dan dinding bronkus, serta sekresi mukus yangkental.
2; Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas yang berhubungandengan peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia danancaman gagal nafas.
3; Gangguan pertukaran gas yang berhubungan denganserangan asma menetap.
4; Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuhyang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
5; Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisikumum, keletihan.
6; Cemas yang berhubungan dengan adanya ancamankematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untukbernafas).
7; Kurangnya pengetahuan yang berhubungan denganinformasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit danpengobatan.
3.3 Rencana intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
19
-
bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkhus
sekresi mukus yang kental.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam setelah di berikan intervensi kebersihan
jalan nafas kembali efektif
Kriteria evaluasi :
-dapat mendemostrasikan batuk efektif
-dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
-tidak ada suara nafas tambahan dan wheezing (-)
-pernafasan klien normal (16-20x/menit) tanpa adanya penggunaan otot
bantu nafas
Rencana intervensi Rasional
Kaji warna,kekentalan dan jumlah
sputum
Karakteristik sputum dapat
menunjukan berat ringannya
obstruksi
Atur posisi semifowler Meningkatkan ekspansi dada
Ajarkan cara batuk efektif Batuk yang terkontrol dan efektif
dapat memudahkan pengeluaran
sekret yangmelekat di jalan nafas.
Bantu klien latihan nafas dalam Ventilasi maksimal membuka lumen
jalan nafas dan meningkatkan
gerakan sekret kedalam jalan nafas
besar untuk di keluarkan
Pertahankan intake cairan
sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak
di indikasikan
Hidrasi yang adekuat membantu
mengencerkan sekret dan
mengefektikan pembersihan jalan
nafas
20
-
Lakukan fisioterapi dada dengan
teknik postural crainase, perkusi,
dan fibrasi dada
Fisioterapi dada merupakan strategi
untuk mengeluarkan sekret
Kolaborasi pemberian obat
Bronkodilator golongan B2
Nebulizer (via inhalasi )
dengan golongan terbutalin 0,2mg
fenoterol HBr 0,1%
Intravena dengan golongan
theophyline ethilenediamine
(aminofilin) bolus IV 5-6 mg/kg BB
Pemberian bronkodilator via
inhalasi akan langsung menuju area
bronkus yang mengalami spasme
sehingga lebih cepat berdilatasi.
Pemberian secara intravena
merupakan usaha pemeliharaan
agar dilatasi jalan nafas dapat
optimal
Agen mukolitik dan ekspektoran Agen mukoliti menurunkan
kekentalan dan pelengketan sekret
paru untuk memudahkan
pembersihan.
Agen ekspektoran akan
memudahkan sekret lepas dari
perlengketan jalan nafas
Kortikosteroid Kortikostiroid berguna pada
keterlibatan luas dengan hipoksemia
dan menurunkan reaksi inflamasi
akibat edema mukosa dan dinding
bronkus.
2. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan
21
-
peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia dan ancaman gagal nafas.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah di berikan intervensi pola
nafaskembali efektif.
Kriteria evaluasi : Menunjukan pola nafas efektif dengan frekuensi dan
kedalaman dalam rentang normal.
Rencana Intervensi Rasional
Kaji frequensi, kedalaman
pernafasan dan ekspansi dada,
catat upaya, termasuk penggunaan
otot bantu/pelebaran nasal.
Kecepatan biasanya meningkat,
dipsneu dan terjadi peningkatan
kerja napas. Kedaaman pernafasan
bervariasi tergantung derajat gagal
nafas. Ekspansi dada terbatas yang
berhubungan dengan nyeri dada
pleuritik.
Auskultasi bunyi nafas dan catat
adanya bunyi nafas ventisius,
seperti krekels, mengi.
Bunyi nafas menurun/tak ada jalan
nafas obstruksi sekunder terhadap
perdarahan, bekuan, jalan nafas
kecil. Ronkhi dam mengi menyertai
obstruksi jalan nafas/gagal nafas.
Tinggikan kepala dan bantu
mengubah posisi.
Duduk tinggi memungkinkan
ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.
Bantu klien dalam nafas dalam dan
latihan batuk, pengisapan peroral
atau nasotrakeal bila diindikasikan.
Dapat meningkatkan sputum dimana
gangguan ventilasi dan ditambah
ketidaknyamanan upaya bernafas.
Kolaborasi : berikan oksigen
tambahan
Memaksimalkan bernafas dan
menurunkan kerja nafas
Berikan humidifikasi tambahan :
nebulizer
Memberikan kelembaban pada
membrane mikosa dan membantu
22
-
pengenceran secret untuk
memudahkan pembersihan.
3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan asma
menetap.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi pertukaran gas kembali membaik
Hasil Karakteristik :
- Bebas gejala distres pernafasan
- Frekuensi nafas 16-20x/menit
Rencana Intervensi Rasional
Kaji frekuensi, kedalaman
pernafasan, catat penggunaan otot
aksesori, nafas bibir,
ketidakmampuan berbicara
Berguna dalam evaluasi derajat
disstres pernafasan
Tinggikan kepala tempat tidur,
bantu pasien untuk memilih posisi
yang mudah untuk bernafas
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki
dengan posisi duduk tinggi.
Auskultasi bunyi nafas, catat area
penurunan aliran udara atau bunyi
tambahan
Bunyi nafas mngkin redup karena
penurunan aliran udara. Adaanya
mengi mengidikasikan tertahannya
sekret
Berikan oksigen tambahan sesuai
indikasi
Memperbaiki/mencegah hipoksia
4. Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
23
-
berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
Tujuan : Setelah dilakuakn intervensi diharapkan pemenuhan kebtuhan
nutrisi klien terpenuhi
Hasil Kriteria :
- Menunjukan pemahaman kebutuhan diet individu
- Menunjukan peningkatan berat badan sesuai tujuan dalam nilai
laboratorium normal
Rencana Intervensi Rasional
Catat status nutrisi klien pada
penerimaan, catat turgor kulit, berat
badan dan derajat kekurangan
berat badan, riwayat mual/muntah
Berguna dalam mendefinisikan
derajat/luasnya masalah dan pilihan
intervensi yang tepat
Pastika pola diet pasien, yang
duisukai/tak disukai
Membantu dalam mengidentifikasi
kebutuhan khusus. Pertimbangkan
keinginan individu dapat
memperbaiki masukan diet
Dorong orang terdekat untuk
membawa makanan dari rumah dan
untuk membagi dengan pasien
kecuali kontraindikasi
Membuat lingkungan social lebih
normal selama makan dan
membantu memenuhi kebutuhan
personal dan cultural
Rujuk ke ahli diet untuk
menentukan komposisi diet
Memberikan bantuan dalam
perencanaan diet dengan nutrisi
adekuat untuk kebutuhan metabolic
dan diet
5. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum,
24
-
keletihan.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi diharapkan aktifitas klien terpenuhi
Hasil Kriteria : Frekuensi nafas 16-20x/menit, frekuensi nadi 60-80x/menit
Rencana Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien dalam
melakukan aktifitas
Menjadi data dasar dalam
melakukan intervensi selanjutnya
Atur cara beraktifitas klien sesuai
kemampuan
Untuk memulihkan kondisi klien
dalam beraktifitas
Ajarkan latihan otot pernafasan Setelah klien mempelajari
pernafasan digfragmatik, suatu
program pelatihan otot-otot yang
digunakan dalam bernafas. Program
ini mengharuskan klien bernafas
terhdap suatu tahanan selama 10-15
menit setiap hari
6. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan : Setelah dilakukann inervensi diharapkan rasa cemas klien
berkurang
Hasil Kriteria :
- Mengkomunikasikan esadaran perasaan dan cara sehat untuk
menerimanya
- Menunjukan perilaku pemecahan masalah untuk mengatasi situasi
25
-
yang ada
- Melaporkan ansietas/takut menurun sampai tingkat dapat ditangani
- Tampak rileks dan tidur/istirahat sesuai
Rencana Intervensi Rasional
Identifikasi persepsi klien tentang
ancaman yang ada dari situasi
Mendefinisikan lingkup masalah
individu dan mempengaruhi pilihan
intervensi
Akui ansietasdan takut terhadap
situasi. Hindari pemberian
keyakinan yang tak berarti bahwa
segalanya akan baik
Memvalidasi kenyataan situasi tanpa
meminimakan dampak emosi.
Memberikan kesempatan pada klien
mulai menerima apa yang terjadi,
menurunkan ansietas
Tunjukan penggunaan teknik
relaksasi, contoh focus pernafasan,
bimbingan imajinasi.
Memberikan manajemen aktif untuk
menurunkan perasaan tak berdaya
Berikan aktifitas olahraga, waktu
senggang dalam kemampuan
individu,
Untuk meningkatkan kualitas hidup
7. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang
tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
Tujuan : setelah dilakukan intervensi diharapkan klien mampu memahami
isi materi pembelajaran
Hasil Kriteria :
- Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program
pengobatan.
26
-
- Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan
alas an tindakan tersebut.
- Berpartisipasi dalam proses belajar.
- Melakukan perubahan pola hidup.
Rencana Intervensi Rasional
Tentukan kemampuan dan
keinginan untuk belajar
Kondisi fisik dapat mencegah klien
terlibat dalam perawatan sebelum
dan sesudah pulang.
Diskusikan kondisi khusus yang
memerlukan dukungan ventilasi,
tujuan pengobatan untuk jangka
waktu pendek atau panjang
Memberikan pengetahuan dasar
untuk klien dan orang terdekat
membuat keputusan berdasarkan
informasi.
Identifikasi gejala yang harus
dilaporkan keperawat, contoh sulit
bernafas, kehilangan pendengaran,
vertigo
Dapat menunjukan kemajuan atau
pengaktifan ulang penyakit, atau
efek obat yang memerlukan
evaluasi lanjut
27
-
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun hasil
pengobatan. Tipe-tipe Asma diantaranya Asma alergik atau
ekstrinsik, Ideopatik atau nonalergik asma / intrinsic, dan Mixed
Asma atau Asma Campuran.
Penyebab asma yaitu seperti debu rumah, spora jamur,
rerumputan., asap, bau bauan, Infeksi saluran napas terutama
yang disebabkan oleh virus, perubahan cuaca yang ekstrem,
kegiatan jasmani yang berlebihan, lingkungan kerja dan lain-lain.
Pada Asuhan Keperawatan, Diagnosa yang mungkin muncul
diantaranya :
28
-
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan
dengan adanya bronkhonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa
dan dinding bronkus, serta sekresi mukus yang kental.
b. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan
dengan peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia dan ancaman
gagal nafas.
c. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan
serangan asma menetap.
d. Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
e. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik
umum, keletihan.
f. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman
kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
g. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan
informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan
pengobatan
29
-
Daftar Pustaka
Doenges, Marilynn E dkk..1993. Rencana Asuhan Keperawatan.
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Dalam Monica Ester (Ed.). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
Somantri, Irman. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
30
-
Tipe Asma
d; Asma alergik atau ekstrinsik
Asma alergik merupakan suatu bentuk asma dengan allergen
seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan dll.
Allergen terbanyak adalah airborne dan musiman. Klien dengan
asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada
keluarga dan riwayat pengobatan eksim atau rhinitis alergik.
Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma.
Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak anak-anak
e; Ideopatik atau nonalergik asma / intrinsic
Asma nonalergik tidak berhubungan secara langsung dengan
alergi spesifik. Factor factor seperti common cold, infeksi
saluran napas atas aktivitas, emosi atau stress, dan polusi
lingkungan akan mencetuskan serangan. Beberapa agen
farmakologi, seperti antagonis -adrenergi dan bahan sulfat
(penyedap makanan) juga dapat menjadi factor penyebab.
Serangan dari asma idiopatik atau nonalergi menjadi lebih berat
dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang
menjadi bronchitis dan empisema. Pada beberapa kasus dapat
31
-
berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini
biasanya dimulai ketika dewasa (>35 tahun).
f; Asma campuran (mixed asma)
Asma campuran merupakan bentuk asma yang paling sering.
Dikarakteristikan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan
nonalergi.
32