bab i pendahuluaneprints.undip.ac.id/80968/2/12.bab_i.pdfterjadi di negara bhineka tunggal ika ini,...

26
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara dengan penuh kemajemukan baik dalam suku, ras dan agama. Indonesia menganut sistem pemerintahan demokrasi dari, oleh dan utuk rakyat. Negara berbentuk Republik dengan kepala negara dipimpin Presiden yang dipilih oleh rakyat. Maka demokrasi di Indonesia sebagai sistem yang berdaulat terhadap rakyat. Semestinya dalam praktik demokrasi ini nihilisme terhadap daulat partai, daulat elite, daulat negara, daulat militer dan daulat lainya. Selain itu Demokrasi juga merupakan sentral perubahan ekonomi-politik yang didalamnya mencangkup berbagai permasalahan baik masalah civil society, civilia supremacy upon military. 1 Bukan tidak mungkin perselisihan sering terjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi tersebut. Keberlangsungan asas demokrasi di negara Indonesia tentunya di dukung adanya media massa yang merupakan salah satu wadah sebagai kontrol sosial. Media massa juga berfungsi menjadi pusat penyebaran informasi bagi masyarakat di negara maritim tersebut. Tentunya peran media massa sangat penting untuk berada di Indonesia. Namun pada beberapa kesempatan akhir ini media massa sempat mendapatkan kritik oleh Presiden Indonesia terkait kinerja media massa. Pemberitaan ini sempat diliput oleh berbagai media massa pada hari jumat 14 Agustus 2015 singkatnya presiden Joko Widodo dalam pidatonya pada sidang tahunan di MPR-DPR salah satunya menyebutkan tentang kinerja perangkat negara sekaligus mengkritik media massa pada era sekarang. Presiden menyebutkan bahwa media massa seringkali hanya mementingkan rating media bukan lagi sebagai pemandu 1 Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, (ed. 2002), Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Jakarta: Rineka Cipta.

Upload: others

Post on 15-Nov-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara dengan penuh

kemajemukan baik dalam suku, ras dan agama. Indonesia menganut sistem

pemerintahan demokrasi dari, oleh dan utuk rakyat. Negara berbentuk

Republik dengan kepala negara dipimpin Presiden yang dipilih oleh rakyat.

Maka demokrasi di Indonesia sebagai sistem yang berdaulat terhadap rakyat.

Semestinya dalam praktik demokrasi ini nihilisme terhadap daulat partai,

daulat elite, daulat negara, daulat militer dan daulat lainya. Selain itu

Demokrasi juga merupakan sentral perubahan ekonomi-politik yang

didalamnya mencangkup berbagai permasalahan baik masalah civil society,

civilia supremacy upon military. 1 Bukan tidak mungkin perselisihan sering

terjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau

perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi tersebut.

Keberlangsungan asas demokrasi di negara Indonesia tentunya di dukung

adanya media massa yang merupakan salah satu wadah sebagai kontrol sosial.

Media massa juga berfungsi menjadi pusat penyebaran informasi bagi

masyarakat di negara maritim tersebut. Tentunya peran media massa sangat

penting untuk berada di Indonesia. Namun pada beberapa kesempatan akhir

ini media massa sempat mendapatkan kritik oleh Presiden Indonesia terkait

kinerja media massa. Pemberitaan ini sempat diliput oleh berbagai media

massa pada hari jumat 14 Agustus 2015 singkatnya presiden Joko Widodo

dalam pidatonya pada sidang tahunan di MPR-DPR salah satunya

menyebutkan tentang kinerja perangkat negara sekaligus mengkritik media

massa pada era sekarang. Presiden menyebutkan bahwa media massa

seringkali hanya mementingkan rating media bukan lagi sebagai pemandu

1 Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, (ed. 2002), Partisipasi Politik di Negara

Berkembang, Jakarta: Rineka Cipta.

Page 2: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

2

publik untuk mengetahui nilai budaya kerja produktif dan atau

menginformasikan informasi penting bagi publik. Dalam hal ini Jokowi

bermaksud untuk mengingatkan media massa semestinya dapat menjalankan

fungsinya berdasarkan ketentuan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 pada pasal

33. Dimana pada pasal tersebut menjelaskan tentang Pers yang harus

menjalankan tugas-tugas Pers dengan baik. Tidak hanya mengandalkan

kepentingan rating demi keuntungan materil semata. Faktnya selain hanya

demi kepentingan bisnis media, media massa sekarang ini sering tidak

professional dan merugikan publik. Apalagi jika media massa memiliki

keberpihakan kepada pihak tertentu. Hal ini tentunya akan mempengaruhi

kualitas media massa.

Contohnya pada pemberitaan terkait praktek demokrasi Indonesia pada

kasus “Aksi Bela Islam” tahun 2016 yang menuntut Gubernur DKI Basuki

Cahaya Purnama atau Ahok untuk dipenjara karena dianggap telah menista

agama. Kasus ini merupakan isu Politik Gubernur DKI yang diframing media

massa menjadi isu penistaan agama dan etnis. Hal ini diakibatkan oleh

maraknya kampanye media sosial seperti (#penjarakanAhok, #AksiBelaIslam,

#Aksi212) pemberitaan aksi massa tersebut terus diberitakan media

konvensional lainya secara berkelanjutan dan berulang-ulang. Sebab isu

politik saja tidak cukup untuk menarik jutaan orang ke Jakarta. Akhirnya

dilakukan propaganda oleh pihak tertentu melalui media massa dengan isu

etnis dan agama. Sehingga kasus ini naik menjadi isu nasional yang terus

berkembang dan menyasar ke isu-isu yang lain. Sehingga terjadi pergerakan

massa dari berbagai wilayah di Indonesia yang massif menuju Jakarta.

Beberapa pihak menegarai aksi damai ini merupakan puncak dari

konservasi Islam. Sehingga aksi damai tersebut seperti drama kolosal dari

Aksi Damai 411 yang berkelanjutan pada aksi 212. Mirisnya gerakan ini

sampai muncul komunitas alumni 212. Hal ini terjadi akibat peran media

massa yang mempropaganda informasi terhadap publik. Faktanya pada sebuah

studi etnografi melakukan penelitian untuk melihat bagaimana komunitas

offline-luring (luar jaringan) yang memiliki akses internet terbatas mendukung

Page 3: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

3

gagasan “Media Islam” di Indonesia yang hasilnya media sosial dimanfaatkan

untuk mengkonstruksi strategi dakwah dan politik moralitas publik yang

mengutamakan kode-kode etik ke-salekhan dan ke-islaman di Indonesia.2

Berikutnya, koflik Tolikara sebuah kabupaten di Papua pada 2015, konflik

yang mengarah pada kekerasan antar umat beragama, CRSC (Center for

Religious and Cross-Cultural Studies) UGM melaporkan diawal peristiwa

yang terjadi bertepatan pada perayaan hari raya Idul Fitri tersebut, berita-berita

yang muncul di media massa masih perlu diverifikasi, sebagian lainya dalam

keterbatasan informasi justru melakukan provokasi lebih jauh terhadap konflik

antar agama tersebut. Dalam sebuah menelitian jurnalisme damai pada

pemberitaan konflik Tolikara ini memiliki hasil yang menunjukkan sebagian

besar berita yang dimuat Tempo.co cederung kurang menampilkan pelaku

konflik, bahkan untuk sumber atau orang-orang yang terlibat langsung dalam

konflik samasekali tidak ada (orientasi masyarakat). Opini pada orientasi

kebenaran juga tidak ditemukan. Tempo.co hanya menawarkan orientasi

solusi lebih banyak.3

Kemudian, konflik Ambon dalam sebuah penelitian tesis yang

menggunakan analisis framing menyebutkan bahwa konflik di Ambon ini

menjadi sebuah pembelajaran kepada masyarakat tentang bagaimana media

atau para jurnalis dan pemilik media kehilangan orientasinya ketika konflik

dengan nuansa agama itu meledak atau sengaja diledakkan. Contohnya pada

harian Suara Maluku, yang selama puluhan tahun menjadi harian yang

menyuarakan pluralitas, seketika menghilang ketika segregasi masyarakat

menajam. Kemudian RRI Ambon yang akhirnya dinilai lebih menyuarakan

kaum Kristen Maluku, mendorong Laskar Jihad Mendirikan stasiun radio

Suara Perjuangan Muslim Maluku. Akhirnya kelompok media massa Jawa

Pos membuat Ambon Ekspress untuk mewadahi jurnalis yang Muslim dan

2 Setyaningrum Pamugkas A dan Gita Oktaviani, (2017), AKsi Bela Islam dan

Ruang Publik Muslim Dari Representasi Daringi Ke komunitas luring.

Yogyakarta, Jurnal pemikiran Sosiologi Volume 4, No.2. 3 Juditha Christiany, (2016), Jurnalisme Damai Dalam berita Konflik Agama

Tolikara DI Tempo.co, Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik

Vol.20 No. 2, Desember. Hal. 93-110.

Page 4: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

4

melayani komunitas Muslim Maluku. Maka lengkaplah segregasi masyarakat

di Ambon berdasarkan garis agama dan realitas tersebutlah yang dibangun

oleh media-media tersebut. Kelemahan jurnalis dalam pemahaman kekerasan

berbasis agama menjadikan media massa lemah akan sadarnya terhadap

pentingnya nilai Hak Asai Manusia.4

Salanjutnya pada kejadian enam tahun silam ditahun 2014 tepatnya,

dimana beberapa stasiun Televisi ramai menyiarkan hasil pemilu oleh Quick

Count, Metro TV, SCTV, Kompas TV, Trans TV yang menyiarkan hasil

hitung cepat dengan unggul capres Joko Widodo, sedangkan Pada TV One

dengan perolehan suara unggul capres Prabowo Subianto.5 Ironinya hal

tersebut menjadikan kubu Prabowo bereaksi cepat mendeklarasikan

kemenangan dan sujud syukur atas unggulnya perolehan surat suara yang

menghasilkan kemenanganya.6 Faktanya yang terjadi ialah hasil rekapitulasi

surat suara pemilu 2014 sah dimenangkan oleh Joko Widodo. Jokowi

menjabat sebagai presiden republik Indonesia pada periode tersebut. Tidak

selesai pada pemilu 2014 rupanya kejadian tersebut nyaris terulang di tahun

ini. Pemilu 2019 kembali berlawanan antara capres Joko Widodo dengan

capres Prabowo Subianto, disinilah rupanya muncul krisis kepercayaan publik

terhadap media massa. Sehingga perjalanan pemilu 2019 tidak lebih mulus

dari 2014, maraknya berita hoax di media massa dan berita terkait pemilu

2019 pemilu penuh kecurangan, Tersetruktur, Sistematis, Masif (TSM)7.

4 Hartadi Kristianto, (2012), Analisis Framing Studi Kasus Kompas dan Media

Indonesia Dalam Liputan Kerusuhan Di Temanggung 8 Februari 2011).

Tesis Fisip UI, Pascasarjana Ilmu Komunikasi. 5 Agustin, Irene, (2014,) Hasil Quick Count Pilpres 2014: Pengakuan 6 Lembaga

Survei & Siap Telanjangi 4 Lembaga di TV One,

https://nasional.kompas.com/read/2014/07/09/16384571/Merasa.Menang.d

alam.Quick.Count.Prabowo.Sujud.Syukur.di.Lantai, (diakses pada 15

Septermber 2019,Pukul 06:54 WIB) 6 Ihsanudin, (2014), Merasa Menang dalam "Quick Count", Prabowo Sujud Syukur

di Lantai, dalam Kompas.com.

https://nasional.kompas.com/read/2014/07/09/16384571/Merasa.Menang.d

alam.Quick.Count.Prabowo.Sujud.Syukur.di.Lantai, (diakses pada: 15

September 2019, Pukul 06:55 WIB) 7 Tempo, (2019), Sesumbar Berang 22 Mei. (Jakarta: Tempo Media Group) edisi 20-

26 Mei, hal.34-35.

Page 5: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

5

Lagi-lagi terjadi di tahun 2019 ini kubu Prabowo kembali terlebih dahulu

mendeklarasikan kemenangan hasil pemilu 2019 dan unggul atas perolehan

surat suara pemilu 2019, tidak lagi mempercayai Quick Count yang disiarkan

langsung oleh media massa nasional. Dalam jumpa persnya Prabowo mengaku

telah memiliki tim khusus untuk penghitungan surat suara cepat yang hasilnya

menghasilkan kubu Prabowo lebih ungul dari Jokowi menurutnya.8 Hal

tersebut menurut Prabowo dapat terjadi akibat media massa yang dinilai

seringkali membingungkan publik, masyarakat sulit mempercayai kembali

mana pemberitaan yang benar dan mana pemberitaan yang direkayasa atau

mengadudomba fakta. Mengapa hal tersebut dapat terjadi, hemat saya

mengatakan bahwa prinsip baku media massa yang kurang diperhatikan secara

khusus sehingga melebur atau bahkan dileburkan secara sengaja oleh para

penggerak media massa itu sendiri. Tentunya hal ini dipengaruhi oleh banyak

faktor, misalnya demi kepentingan masing-masing pihak, baik pemilik media

atau jurnalisnya atau faktor lain yang mepengaruhi seluruh elemen media

massa berperan serta dalam terciptanya fakta hal seperti karatkter media yang

pada akhirnya membingungkan publik tersebut.

Berangkat dari kasus-kasus diatas dimana peran media massa sangat

penting bagi keberlangsungan praktik sistem demokrasi di negara Indonesia.

Maka menarik untuk diteliti lebih lanjut pemberiataan terkait Aksi Massa 22

Mei 2019 dimana sebuah aksi massa yang terjadi di Jakarta akibat penolakan

hasil pemilu 2019 oleh sebagian kelompok yang merasi dirugikan. Hal

tersebut tentunya diberitakan oleh media massa sehingga mengakibatkan

adanya gerakan mendorong masyarakat dari seluruh penjuru Indonesia yang

dipengaruhi oleh pemberitaan media massa. Adapun massa yang dihalangi

menuju Jakarta oleh aparat kepolisian akhirnya mereka melakukan kerusuhan-

kerusuhan dan demonstrasi di wilayah masing-masing. Maka seolah-olah

8 Madani, Mohammad Amin, (2019), In pictuure: BPN Prabowo-Sandiaga Jumpa

Pers pemilu 2019. (Jakarta: Republika),

https://www.republika.co.id/berita/inpicture/nasional-

inpicture/19/05/14/prhy1r283-bpn-prabowosandiaga-jumpa-pers-pemilu-

2019, (diakses pada: 15 September 2019, Pukul 0&:28)

Page 6: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

6

terjadi kerusuhan dan serangan aksi massa di berbagai wilayah negara

Indonesia.

Narasi pemberitaan yang terkadang dilakukan secara berlebihan tentunya

menjadi alasan kuat terjadinya konflik yang berlapis dan menyeluruh di

Indonesia. Pesta demokrasi yang semestinya pesta untuk semua rakyat

Indonesia namun bukan merupakan sebuah pesta untuk beberapa pemegang

kepentingan. Perhatikan pola potongan narasi-narasi pemberitaan terkait Aksi

Massa 22 Mei 2019. Pertama, harian Republika menarasikan hari penentuan

pemilu sebagai hari yang mencekam, mengerikan. Tentunya berakibat

memunculkan skeptis baru pada masyarakat Indonesia tentang hari tersebut.

“….Hari penenutuan pilpres yang harusnya membahagiakan kini menjadi

mencekam mengerikan.” 9

Republika berhasil menggiring opini publik terhadap hari tersebut yang

dinarasikan secara berlebihan melalui diksi yang digunakan media tersebut.

Kedua, oleh Jawa Pos pada narasi pemberitaanya yang berjudul

Rombongan Aksi 22 Mei Dihadang di Suramadu.

“…..Mengakui aksi demo yang dinamai people power.”10

Jawa pos membangun isu baru dengan istilah People Power. Dimana istilah

tersebut bagi sebagian orang ialah tabu terjadi di negara demokratis ini.

Seolah-olah dalam pemberitaan tersebut mendorong pengakuan-pengakuan

dari kelompok yang akan menuju Jakarta mengakui bahwa aksi demo tersebut

dinamai people power. Banyak argumentasi pro dan kontra tentang nama

sebuah aksi massa tersebut yang disinyalir akan mengakibatkan koflik besar

yang bertujuan pada pemecah belah bangsa. Selain itu ada narasi lain yang

diterbitkan Jawa Pos yaitu,

“….Sulit menghilangkan kesan mencekam jelang tanggal keramat 22

mei.”11

9 Republika, (2019) 2 Ramadhan Harus Tetap Sejuk, (Jakarta: PT Republika Media

Mandiri). edisi 21 Mei. 10 Jawa Pos, (2019) ombongan aksi 22 mei Dihadang di Suramadu, (Surabaya: PT.

Jawa Pos Koran), edisi 21 Mei. 11 Jawa Pos, (2019) Dewasa Menerima Hasil Pemilu, (Surabaya: PT. Jawa Pos

Koraan), edisi 21 Mei.

Page 7: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

7

Pada bagian ini Jawa Pos menyuarakan hal yang sama dengan apa yang

sebelumnya disuarakan oleh Republika, kesan mencekam, mengerikan yang

disajikan oleh narasi media sebagai nilai moral yang Republika dan Jawa Pos

tawarkan atas penggambaran hari penentuan pemilu tersebut.

Jika Jawa Pos memunculkan isu Peole Power untuk gerakan aksi massa.

Maka harian Kompas memunculkan isu Terorisme yang berhasil dinarasikan

pada pemberitaan dengan judul Menutup Ruang Teror pada Momen Politik ini

singkatnya Kompas menarasikan bahwa JAD (Jaringan Ansharut Daulah)

tunggangi Aksi 22 Mei.

“…. Pihaknya Berharap TNI POLRI tidak bertindak represif pada

masyarakat yang akan menyampaikan pedapat terkait hasil pemilu”,

ketua Front KBJ (Purn).12

Tentunya hal ini mendorong publik bereaksi secara beragam menyikapi hari

penentuan pemilihan umum yang penuh dengan konflik. Kemudian oleh

Tempo memunculkan isu baru yaitu makar sebuah narasi yang membenarkan

akan berlangusngnya aksi massa 22 Mei sebagai berikut.

“…..Ketika dimintai konfirmasi mengenai video tersebut, Soenarko

rekaman diambil secara diam-diam oleh seseorang. “Massak orang

seperti saya mau makar?” ujarnya. Tapi kata dia unjuk rasa menyikapi

hasil pemilu tak dilarang undang-undang. Soenarko berniat hadir dalam

aksi 22 Mei apabila koleganya juga bergabung. “Kalau tak ada teman, ya,

saya enggak berangkat,”ucapnya.”13

Aksi Massa 22 Mei 2019 yang semula merupakan satu bentuk aktual dari

reaksi masyarakat pendukung pasangan capres cawapres Prabowo Subianto

dan Sandiaga Uno, atas ketidak puasan mereka terhadap hasil pemilu 2019

yang dianggap oleh mereka mengandung unsur kecurangan secara Terstruktur

Sistematis dan Masif (TSM) . Media massa membangun skeptis baru terhadap

publik dengan penggambaran informasi yang mengandung konflik dengan

diksi yang digunakan. Aksi massa 22 Mei 2019 dinarasikan sebagai hari yang

mencekam, mengerikan dan media massa terus memunculkan isu-isu baru

12 Kompas, (2019), Menutup Ruang Teror Pada Momen Politik, (Jakarta:

PT.Kompas Media Nusantara), edisi 21 Mei. 13 W Hilman Fathurrahman, (2019), Detik-Detik Yang Menentukan, Majalah Tempo

edisi 20-26mei 2019, Hal.29.

Page 8: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

8

yang dikait-kaitkan sebagai alasan terjadinya aksi massa 22 Mei 2019. Dengan

adanya pemberitaan-pemberitaan tersebut maka media massa melakukan

provokasi terhadap publik, media massa sebagai media yang mendorong

adanya gerakan massa menuju Jakarta. Sehingga gerakan-gerakan massa yang

terhalau menuju Jakarta mereka melakukan aksi-aksi lain diberbagai wilaya di

Indonesia.

Kasus ini hanyalah satu contoh dari puluhan atau bahkan ribuan kasus

yang berkaitan dengan peran media massa di Indonesia. Perbedaan dari kasus-

kasus sebelumnya Aksi Massa 22 Mei 2019 ini diberitakan oleh media massa

secara tidak lazim. Media massa terus membangun isu-isu baru yang dibesar-

besarkan. Antar isu tersebut sehingga dikait-kaitkan satu sama lain agar

terkesan menjadi pemicu terjadinya aksi massa. Pemberitaan yang tidak fokus

terhadap akar masalah berita tentunya memunculkan konflik yang semakin

kompleks. Dalam hal ini media massa semestinya memberikan informasi yang

sewajarnya, tidak mengakibatkan konflik semakin meluas. Meskipun

kebebasan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara dalam Undang-

Undang Pers Nomor 40 tahun 1999. Namun media massa juga memiliki

kewajiban untuk yang bersikap damai dan seimbang. Sebab tujuan utama

media adalah sebagai kontrol sosial.

Berangkat dari sebuah buku yang berjudul Jurnalisme sadar konflik

menyatakan bahwa “Bad news is a good news”. Dimana sejak jaman perang

dunia, meliput konflik, peperangan, aksi demo adalah sebuah hal yang

dianggap prestisius bahkan menjadi sumber liputan utama media massa,

semakin parah perangnya semakin seksi dan menarik dimata awak media. 14

Sehingga menarik untuk dilakukan penelitian terkait pemberitaan Aksi Massa

22 Mei 2019. Pada dasarnya media ialah mengkonstruksi realitas. Namun

apakah media dalam mengkonstruksi realitas sesuai aturan media dan tidak

secara berlebihan sehingga dapat merusak value dasar jurnalisme atau justeru

14 Sirait, P.Hasudungan. (2007). Jurnalisme Sadar Konflik, Jakarta: Aliansi Jurnalis

Independen (AJI). hal. 209-210.

Page 9: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

9

praktik-praktik jurnalisme masih banyak yang dilakukan secara berlebihan

sehingga keluar dari konteks dasar media dan berdampak pada kemunculan

konflik baru yang diakibatkan oleh pemberitaan media massa di era sekarang

ini.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang dapat diidentifikasi lebih lanjut pada penelitian ini

ialah untuk melihat konstruksi media terhadap isu dengan menggunakan

analisis framing pada narasi pemberitaan terkait Aksi Massa 22 Mei 2019

dalam harian Kompas, Jawa Pos, Republika, dan majalah Tempo.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini ialah untuk mengetahui framing media

massa terhadap pemberitaan terkait Aksi Massa 22 Mei 2019. Hal tersebut

juga dapat digunakan sebagai upaya peneliti dalam melihat sikap media massa

terhadap isu pemberitaan terkait Aksi Massa 22 Mei 2019 dalam harian

Kompas, Jawa Pos, Republika, dan majalah Tempo.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoristis

Penelitian terhadap narasi pemberitaan terkait Aksi Massa 22 Mei

2019 ini berusaha menggunakan analisis framing model Robert Entman.

Guna melihat konstruksi media terhadap isu di dalam pemberitaan terkait

Aksi Massa 22 Mei 2019.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi para

praktisi media massa pada era sekarang ini agar dalam proses framing isu

tidak dilakukan secara berlebihan sehingga tetap tegak menjalankan asas

media massa secara damai dan seimbang agar tidak merusak nilai dasar

media massa.

Page 10: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

10

1.4.3 Kegunaan Sosial

Kegunaan sosial dari penelitian ini diharapkan dapat mengedukasi

publik tentang informasi terkait aksi massa yang disajikan oleh

pemberitaan media massa. Kedepan agar publik tidak mudah terprovokasi

dan tidak mudah digiring opini dari sudut pandang yang disajikan oleh

media massa.

1.5 Kerangka Pemikiran Teoristis

1.5.1 Paradigma Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan paradigma

yang digunakan ialah Konstruksionis. Jika dapat dikelompokan

berdasarkan Sifat, ciri dan jenis pandangan konstruksionis diantaranya,

Fakta pada sebuah realitas tergolong relative, kebenaran merupakan

konstruksi atas realitas dan sesuai konsteks tertentu. Kemudian Media

merupakan agen konstruksi pesan. Sedangkan berita yang disajikan oleh

media bukan merefleksi realitas melainkan hanyalah konstruksi dari

realitas karena berita tidak mungkin mencerminkan refleksi realitas dan

berita bersifat subjektif artinya opini tidak dapat dihilangkan karena ketika

meliput berita jurnalis harus melihat dengan perspektif dan pertimbangan

subjektif masing-masing. Kemudian jurnalis berperan sebagai partisipan

yang menjembatani keragaman subjektifis pelaku sosial. Nilai, etika atau

keberpihakan jurnalis tidak dipisahkan dari proses peliputan dan pelaporan

suatu peristiwa. Terakhir, khalayak memiliki penafsiran tersendiri yang

bisa jadi berbeda dari pembuat berita.15

Penjelasan diatas merupakan hasil baca dari pandangan

konstruksionis dimana pandangan konstruksionis menganggap bahwa

kebenaran atau realitas media tidak dapat digeneralisasi hal ini berbeda

dengan apa yang selama ini para positivisme lakukan. Sehingga dalam

kajian paradigma konstruksionis ini peneliti menempatkan posisinya setara

15 Eriyanto. (2011). Analisis Framing. (Yogyakarta: LkiS), Hal.15-30.

Page 11: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

11

dan sebisa mugkin untuk masuk dengan subyeknya, berusaha

mengkonstruksi sesuatu yang menjadi pemahaman dari subyek yang akan

diteliti.

1.5.2 State Of The Art

Bebebarapa penelitan sebelumnya mengenai penelitian-penelitian

dengan analisis framing, penelitian jurnalisme damai, penelitian

demokrasi, dan penelitian terhadap media massa juga termasuk isu politik

sebagai berikut :

Pertama, penelitian dengan judul Textual Analysis Of Tempo News

Magazine Representation Of Terrorism, oleh Prayudi pada tahun 2010.

Penelitian yang menggunakan teori Konstruksi Media. Hasil temuan

penelitian menunjukkan bahwa liputan Tempo difokuskan pada proses

penyelidikan jaringan teroris. Kedua isu dibangun dalam perspektif politik

dan budaya yang kuat yang menjadi ciri dari Tempo sebagai media berita

yang kritis dan bebas dari tekanan. Aktualitas, pelaporan mendalam dan

akurasi mewakili kebijakan kuat juga mandiri dari editorial media

Tempo.16 Maka dari penelitian tersebut perlu menggunakan dijadikan

sebagai referensi, karena mengandung persamaan pada Subjek penelitian

yaitu media Tempo dan isu politik, selain pada teori dan analisisnya

memiliki kesamaan.

Kedua, penelitian dengan judul Analisis Wacana Kritis

Pemberitaan Harian Pikiran Rakyat Dan Harian Kompas Sebagai Public

Relations Politik Dalam Membentuk Branding Reputation Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono (Sby), oleh Elvinaro Ardianto pada tahun 2012.

Penelitian ini menggunakan teori Reputasi. Penelitian ini menunjukan

produksi teks Pikiran Rakyat cenderung branding reputation negatif

16 Prayudi, E-Jurnal, (2010), Textual Analysis Of Tempo News Magazine

Representation Of Terrorism, Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8,

Nomor 1.

Page 12: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

12

Presiden SBY. Sedangkan produksi teks Kompas cenderung branding

reputation positif Presiden SBY. Konsumsi teks Pikiran Rakyat adalah

pembaca mempersepsi sama (negatif) dengan produksi teks yang dibuat

oleh Pikiran Rakyat. Sedangkan konsumsi teks Kompas adalah pembaca

berseberangan (negatif) dengan produksi teks yang dibuat oleh Kompas

bahwa pemberitaan itu cenderung Branding Reputation positif Presiden

SBY.17 Pada penelitian ini dirasa perlu sebagai referensi oleh sebab

persamaan penelitian teks dan media cetak.

Ketiga, Penelitian dengan judul Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik

Dalam Berita Kampanye Pemilhan Umum Calon Kepala Daerah Jawa

Timur Periode 2014-2019 Di Tvri Jawa Timur, oleh William Wijaya

Thomas pada tahun 2015. Penelitian menggunakan Analisis isi ini

menghasilkan penelitian yang menunjukkan bahwa TVRI Jawa Timur

dalam menayangkan pemberitaan pada kampanye pemilu kepala daerah

Jawa Timur periode 2014-2019 adanya pelanggaran terhadap Kode Etik

Jurnalistik. Adapun pelanggaran yang dilakukan ialah terhadap pasal 1 dan

pasal 3. Satu, terdapat beberapa berita yang tidak melakukan verifikasi

maupun pengujian ulang atas data dari keterangan narasumber. Dua,

adanya pemberitaan yang tidak berimbang pada cover both sides maupun

durasi pemberitaan kampanye masing-masing calon. Tiga, ialah adanya

berita yang mencampuradukkan antara fakta dan opini yang

menghakimi.18 Isu pada penelitian tersebut dirasa perlu dijadikan referensi

pada penelitian ini.

Keempat, Penelitian dengan judul Jurnalisme Damai Dalam Berita

Konflik Keagamaan Tolikara Di Tempo.Co. Oleh Christiany Judhita pada

17 Elvinaro Ardianto, (2012), Analisis Wacana Kritis Pemberitaan Harian Pikiran

Rakyat Dan Harian Kompas Sebagai Public Relations Politik Dalam

Membentuk Branding Reputation Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

(Sby), Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol.2, No.1. 18 William Wijaya Thomas, (2015), Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Dalam

Berita Kampanye Pemilhan Umum Calon Kepala Daerah Jawa Timur

Periode 2014-2019 Di Tvri Jawa Timur, Jurnal E-komunikasi, Vol 3,

N0.1.

Page 13: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

13

tahun 2016. Penelitian dengan menggunakan analisis isi yang

menghasilkan penelitian ini menunjukkan bahwa orientasi perdamaian

sebagian besar ada pada berita yang dimuat oleh Tempo.co. Mayoritas

berita menonjolkan akar masalah, banyak menampilkan tokoh bijak diluar

lingkaran konflik. Tempo.co cenderung kurang menampilkan pelaku

konflik, serta gambaran kerugian koflik sebagai cermin untuk perdamaian.

Bahkan untuk sumber atau orang-orang yang terlibat langsung dalam

konflik sama sekali tidak ada (orientasi masyarakat). Opini pada orientasi

kebenaran tidak ditemukan, sedangkan orientasi penyelessaian solusi yang

di tawarkan lebih banyak.19 Penelitian jurnalisme damai sangat diperlukan

sebagai media reverensi pada penelitian kali ini selain ada persamaan

media Tempo.

Kelima, penelitian dengan judul Jurnalis Dan Jurnalisme Peka

Konflik Di Indonesia, oleh Sunarni pada tahun 2014. Sebuah penelitian

teks yang menggunakan pemahaman jurnalisme sadar konflik berdasarkan

KEJ (Kode Etik Jurnalistik), yang menghasilkan bahwa jurnalisme di

Indonesia masih cenderung memanipulasi fakta dan menjerumuskan

pembaca atau penoton. Contohnya apa yang terjadi dan dapat dilihat pada

berita-berita berikut: “Kubu PB XIII Dituding Libatkan Warga dalam

Konflik”, “Konflik Keraton, Wisata Baru Solo”, “Raja Pakubuono XIII

Disandera?”.20 Ranah isu dan media pada penelitian ini yang memiliki

kesamaan pada penelitian berikutnya dirasa perlu untuk menjadi bahan

tambahan baca.

Keenam, penelitian dengan judul Politik Keshalehan Personal

Dalam Pemilihan Presiden 2014 Dalam Media Sosial Twitter, oleh Nurul

19 Christiany Juditha, (2016), Jurnalisme Damai Dalam berita Konflik Agama

Tolikara DI Tempo.co, Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik

Vol.20 No.2.

20 Sunarni, E-Jurnal, Jurnalis Dan Jurnalisme Peka Konflik Di Indonesia, Jurnal

Interaksi, Vol 3 No 2, Juli 2014.

Page 14: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

14

Hasfi pada tahun 2017. Penelitian yang menggunakan Critical Discourse

Analysis Fairclough, Temuan utama studi ini memperlihatkan nilai-nilai

agama mayoritas digunakan untuk mengkonstruksi kepemimpinan politik

yang ideal, sementara nilai agama minoritas digunakan untuk

mengkonstruksi kepemimpinan politik yang tidak ideal. Sebagai nilai

agama mayoritas masyarakat Indonesia akan selalu menjadi tantangan

dalam proses demokrasi politik di Indonesia. Hal ini disebabkan karena

Islam merupakan agama terbesar di Indonesia sehingga logikanya menjadi

ideologi dominan yang menjadi acuan. Hal yang perlu diwaspadai yakni

manakala hegemoni Islam mulai mengarah pada penggunaan nilai-nilai

primordialisme agama yang justru mendegradasi dan mendestruksi proses

demokrasi di Indonesia yang pluralis ini.21 Kemiripan isu pada penelitian

tersebut yang perlu menjadi bahan reverensi pada penelitian berikut.

Ketujuh, Penelitian dengan judul Analisis Bingkai Pemberitaan

Aksi Bela Islam 2 Desember 2016 (Aksi 212) Di Media Massa Bbc

(Indonesia) & Republika. Oleh Abidatun Lintang Pradipta, Nadya Warih

Nur Hidayah, Afifah Nafiatun Annisa Haya, Carissa Ervania, Deny

Kristanto pada tahun 2018. Sebuah penelitian dengan Analisis Framing

model Robert N. Entman. Hasil analisis menunjukkan bahwa BBC

Indonesia yang merupakan rangkaian agensi berita internasional milik

BBC Inggris cenderung membingkai Aksi 212 sebagai aksi demonstrasi

yang mempunyai konotasi negative. Sedangkan Republika yang dikenal

sebagai berita untuk masyrakat Muslim menghasilkan pembingkaian berita

tentang Aksi 212 dalam nada yang lebih positif. Hasil analisi pada

penelitian ini juga memaknai bahwa pembingkaian ini memberikan

gambaran bagaimana signifikansi peristiwa tertentu mendorong agensi

berita untuk membentuk perspektif tertentu melalui bingkai.22 Pada

21 Nurul Hasfi, (2017), Politik Keshalehan Personal Dalam Pemilihan Presiden

2014 Dalam Media Sosial Twitter,Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4

No.2. 22 Abidatun Lintang Pradipta, Nadya Warih Nur Hidayah, Afifah Nafiatun Annisa

Haya, Carissa Ervania, Deny Kristanto, (2018), Analisis Bingkai

Page 15: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

15

penelitian ini memiliki kemiripan isu, analisis framing yang sama

digunakan juga satu media yang sama sebagai objek penelitian sehingga

penting menjadi reverensi pada penelitian kali ini.

Kedelapan, penelitian dengan judul From Policy “Frames” To

“Framing”: Theorizing A More Dynamic, Political Approach. Oleh

Merlijn van Hulst1 and Dvora, Yanow pada tahun 2014. Penelitian dengan

frame analysis, hasil review buku pada jurnal tersebut, Donald Schön and

Martin Rein mereka mengembangkan ide analitik framing kebijakan, yang

lebih dinamis dari dua istilah, dengan cara-cara yang memperkuat apa

yang dilihat. Sebagai janjinya untuk pemahaman yang lebih berorientasi,

proses dan secara politik sensitif dari kegiatan yang digunakan untuk

mengkarakterisasi. Selanjutnya Mereka berpendapat bahwa pendekatan

semacam itu perlu melibatkan aspek-aspek berikut dari; The Work of

Framing: Framing as sense-making work, Framing as the work of

selecting, naming, and categorizing, Framing as the work of storytelling.

Serta Framing sebagai proses kebijakan meta-komunikatif.23 Pada

penelitian ini dirasa perlu sebagai reverensi oleh sebab analisi yang

digunakan memiliki kesamaan juga menemukan cara baru dalam sebuah

penelitian framing yang telah dibukukan.

Kesembilan, penelitian dengan judul Framing News On Risk

Industries: Local Journalism And Conditioning Factors, oleh Enric

Castelló pada tahun 2010. Penelitian dengan analisis framing ini

menggambarkan hasil yang diperoleh dari studi tentang penanganan

jurnalistik berita yang terkait dengan kompleks industri petrokimia di

daerah Tarragona (Spanyol), salah satu kompleks yang paling penting di

Eropa. Hasilnya menunjukkan bahwa industri ini sebagian besar dibingkai

Pemberitaan Aksi Bela Islam 2 Desember 2016 (Aksi 212) Di Media

Massa Bbc (Indonesia) & Republika, Jurnal Informasi Kajian Ilmu

Komunikasi, Vol. 48, Nomor 1. 23 Merlijn van Hulst1 and Dvora,Yanow, (2014), From Policy “Frames” To

“Framing”: Theorizing A More Dynamic, Political Approach,American

Review of Public Administration 1 –21 © The Author(s).

Page 16: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

16

dalam istilah ekonomi dan hampir tiga perempat dari artikel berita di

sektor itu dibingkai positif. Studi ini menyoroti fakta bahwa kedekatan

adalah faktor pengkondisi yang mempengaruhi bagaimana jurnalis

bekerja, dan menunjuk pada konteks sosial dan politik sebagai pengaruh

kuat pada bagaimana wacana mengenai risiko petrokimia berkembang.24

Jurnal ini penting dijadikan reverensi baca pada penelitian berikutnya,

isunya memiliki kemiripan sebuah pemberitaan terhadap kasus industry

yang mengarah pada politik media, dan analisis yang digunakan sama.

1.5.3 Novelty (Kebaharuan)

Seperti state of the art diatas banyak yang memiliki kesamaan baik

dari sudut pandang penelitian, subyek penelitian atau teori dan analisis

yang digunakan dalam penelitian-penelitia diatas. Namun demikian dalam

penelitian ini tetap menawarkan kebaruan yaitu mengetahui bagaimana

sikap media yang muncul dari upaya framing pemberitaan terkait Aksi

Massa 22 Mei 2019 yang telah dilakukan oleh keempat media massa

tersebut.

1.5.4 Teori Konstruksi Realitas Sosial

Dalam teori sosial banyak definisi yang menyatakan bahwa

manusia bukan saja menjadi kontrol sosial, melainkan manusia merupakan

agen sosial of changes dimana manusia juga memiliki dasar kreatif,

proaktif dan dengan kearifan internal manusia itu yang kemudian

menjadikan manusia aktor penting dalam realitas sosial. Artinya tindakan

manusia tidak sepenuhnya ditentukan oleh Norma, kebiasaan, nilai-nilai

yang semuanya tercakup dalam fakta sosial. Manusia dapat

mengembangkan diri secara kreatif melalui respon-respon stimulus pada

dunia kognisinya. Dalam penjelasan ontologi paradigma konstruktifis,

24 Robert M. Entman George, (2010), Framing News On Risk Industries: Local

Journalism And Conditioning Factors,Journalism 11(4) 463–480 © The

Author(s).

Page 17: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

17

realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan individu. Namun

demikian kebenaran sebuah realitas ialah bersifat nisbi (relative) yang

berlaku sesuai kontek spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.25

Menurut Bungin, Istilah konstruksi sosial atau realitas menjadi

terkenal sejak diperkenalkan pertamakali oleh Peter L.Berger dan Thomas

Luckmann sekitar 1996 melalui buku mereka yang berjudul: The Social

Construction of Reality, A Treatise in the Sociological of Knowledge. Dua

ilmuan sosiologi tersebut menggambarkan bahwa proses sosial melalui

tindakan dan interaksinya. Dimana individu menciptakan secara berulang

atau terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara

subjektif. Menurutnya kembali bahwa konstruksi sosial atas realitas terjadi

secara simultan melalui tiga tahap, yakni eksternalisasi, objektivitas dan

internalisasi. Tiga proses ini terjadi diantara individu satu dengan yang

lainya dalam masyarakat.26

Substansi teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas

Berger dan Luckman ialah simultan yang terjadi tersebut berjalan secara

ilmiah melalui bahasa dalam kehidupan sehari-hari pada komunitas primer

dan semi-sekunder. Asas dasar teori dan pendekatan ini ialah masyarakat

transmisi-modern di Amerika serikat pada era 1960-an, dimana media

massa belum menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dibicarakan.

Dengan demikian, teori konstruksi realitas sosial Peter L. Berger dan

Thomas Luckman tidak memasukkan media sebagai variabel dalam

konstruksi realitas sosial. Namun pada kenyatanya konstruksi realitas

berlangsung secara lamban, membutuhkan waktu yang lama dan bersifat

spasial dan berlangsung secara hierarkis-vertikal. Dimana hal ini hanya

berlangsung dikalangan pemimpin kepada bawahan, kyai pada santri, guru

kepada murid dan seturusnya.27

25 Hidayat, (2014), Sosiologi Komunikasi, Jakarta: Prenada Media Group, hal 19. 26 Hidayat, (2014), Sosiologi Komunikasi, Jakarta: Prenada Media Group,

hal.193. 27 Hidayat, (2014), Sosiologi Komunikasi, Jakarta ; Prenada Media Group,

Page 18: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

18

Pakar sosiologi menyatakan bahwa konstruksi realitas sosial

hampir tidak dapat dipisahkan dengan jajaran teori-teori komunikasi

massa, pada perkembanganya ilmu komunikasi massa menjadi bagian dari

ilmu komunikasi dengan pesatnya hingga saat ini, gagasan awal Aristotelis

tentang sebagaimana berurutanya komunikator, pesan dan penerima telah

di perpanjang oleh gagasan Harold Dwight Laswell menjadi; Who, Say

What, in with channel, to whom, with what effect.28 Implikasi besar

komunikasi model ini ialah jika komunikator menentukan gagasan atau

pesan kemudian disiarkan kepada khalayak (audiens) melalui saluran dan

keluar hasil yang diinginkan.

Bagi kalangan masyarakat khusus media massa merupakan

infrastruktur kekuasaan (power). Adapun masyarakat khusus yang

dimaksud ialah pemuka masyarakat, tokoh-tokoh lain dimana mereka

melihat bahwa perundang-undangan dan peraturan, merupakan refleksi

dari keterlibatan kalangan “dominan class”. Kemudian masyarakat lain

(subordinate class), menghadapkan media massa sebagai Kontrol sosial

dan perubahan. Dengan demikian jelas sekali bahwa media massa

berperan penting berdasarkan kepentingan masing-masing kalangan.

Pada proses panjang perjalanan teori –teori komunikasi massa

selanjutnya, sejumlah sosiolog mulai mengformulasikan sebuah model

teori yang disebut dengan teori konstruksi sosial yang terjadi dalam media

massa sebagaimana yang dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas

Luckman. Sehingga dalam penelitian kali ini yang merupakan penelitian

terhadap media massa merasa relevan dalam proses menelitinya

mengguakan teori konstruksi realitas sosial oleh Peter L. Berger dan

Thomas Luckman bagi media massa. Dimana nantinya untuk membaca isu

dan kasus yang tersaji pada objek penelitian dengan analisis framing

diharapkan dapat menunjukkan bagaimana teori konstruksi realitas sosial

dipraktikkan oleh media (Kompas, Jawa Pos, Republika dan Tempo).

28 Ende, Andi Alimuddin, (2014), Televisi & Masyarakat Pluralistik, Jakarta:

Prenada media group, hal.1.

Page 19: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

19

1.6 Asumsi Penelitian

Asumsi dasar dalam penelitian kualitatif ini dengan menggunakan

paradigma konstruksionis melalui proses analisis framing menawarkan cara

pandang baru terhadap sikap media. Melalui keempat media tersebut nantinya

akan melihat framing media massa yang dilakukan terhadap narasi isu pada

harian Komas, Jawa Pos, Republika dan majalah Tempo. Perbandingan

pemberitaan antara satu media dengan media yang lain sangat perlu untuk

dilakukan guna melihat media mana yang layak dikonsumsi publik dalam

menyikapi isu terkait aksi massa tersebut. Peran media dalam fungsinya

sebagai kontrol sosial untuk mempengaruhi persatuan dan kesatuan bangsa

tersebut dapat terjadi apabila media massa dalam mengkonstruksi realitas

dilakukan secara seimbang. Maka dalam penelitian ini memiliki harapan

adanya media yang bersikap netral dan seimbang dalam proses konstruksi isu

yang tidak mengarah kepada sikap media massa yang berpihak kepada

kekuasan manapun.

1.7 Operasinalisasi Konsep

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian diskriptif kualiatif dengan

pendekatan metode analisis framing model Robert Entman dimana untuk

mengetahui sebuah realitas pada analisis ini secara garis besarnya

digambarkan dalam bingkai media yang meliputi peritiwa, kelompok, dan

kepentingan. Dimana media mengkonstruksi realitas sosial dengan ideologi

masing-masing media itu sendiri. Asumsi dasarnya sebagai berikut, fakta atau

peristiwa dalam berita ialah hasil konstruksi, sehingga kebenaran tidak

sertamerta dapat dinilai secara normative. Media adalah agen konstruksi berita

bukan refleksi dari realitas, berita bersifat subjektif, Jurnalis bukan pelapor

atau robot, sehingga dia mampu mengkonstruksi realitas sesuai

kepentinganya, atau kepentingan medianya. Sehingga Khalayak dapat

Page 20: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

20

memiliki penafsiran sendiri antara satu individu dengan yang lain dan

penafsiran tersebut berbeda-beda terhadap suatu berita.29

Dari beberapa konsep dan prinsip yang tercantum dalam kerangka

pemikiran teoristis maka apabila digambarkan dalam bentuk bagan

operasionalisasi konsep penelitian tersebut menjadi demikian:

Tabel 1.7.1

Kerangka Operasinonalisasi Konsep

1.8 Metoda Penelitian

1.8.1 Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat diskriptif kualitatif dengan menggunakan

analisis framing Robert N Entman yang diharapkan bisa membedah sikap

jurnalisme pada harian Kompas, Jawa Pos, Republika dan majalah Tempo,

dengan meneliti teks media dalam pemberitaan aksi massa 22 Mei. Pada

dasarnya analisis framing digunakan untuk mengetahui sebuah sudut

pandang tertentu. Salah satunya adalam membaca pemberitaan pada suatu

isu yang telah diambil oleh jurnalis untuk diberitakan. Ada beberapa

29 Eriyanto. (2011). Analisis Framing. (Yogyakarta: LkiS), hal.25-35

Untuk

mengetahui:

-Framing

Pemberitaan

Media terhadap isu

-Konstruksi Media

terhadap isu

-Sikap Media pada

pemberitaan

-

Narasi

Pemberitaan Aksi

22 Mei pada:

-Kompas

-Jawa Pos

-Republika

-Tempo

Teori, Konstruksi

Realitas Sosial

Analisi, Framing

Model Robert N

Entman

Page 21: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

21

model analisis framing diantaranya oleh Goffman (1974) yang kemudian

dikembangkan oleh, Gamson dan Mogdiliani (1989), Scheufele (1999),

dan Entman (1993). Scheufele melihat framing dari proses pembentukan

framing. Sedangkan Gamson dan Mogdiliani melihat framing dari unsur

pembingkaian dan penalaran verbal dan non-verbal dalam berita televisi.

Sedangkan model Entman melihat framing dengan menganalisis bagian-

bagian yang mempunyai unsur-unsur yang mengarah pada kecenderungan,

penonjolan pemberitaan dan infromasi tertentu pada suatu bahasan.

Sehingga hal ini dapat membantu penelitian untuk menganalisis sesuai

bagian dan unsur yang akan diteliti.30

Harapannya agar informasi-informasi tersebut dapat lebih

bermakna dan lebih mudah untuk diambil valuenya oleh khalayak. Sebab

Entman mengatakan untuk penonjolan pemberitaan tentunya melewati

proses yang bernama repetition atau pengulangan atau dengan

mengasosiasikan informasi tersebut dengan symbol yang familier secara

kurtural.31 Sehingga mengapa pada penelitian ini menggunakan analisis

framing model Robert N Entman oleh sebab model analisis tersebut dirasa

relevan untuk dilakukan. Indikator framing model Robert N Entman untuk

menganalisis berita ada empat sebagaimana berikut:

Pertama, Define Problems ialah merupakan langkah

mengidentifikasi sudut pandang yang ditampakkan oleh media terhadap

posisi media dalam pemberitaan isu tertentu. Pada tahap ini peneliti akan

melakukan identifikasi dan melihat bagaimana posisi media, posisi yang

dimaksud dapat bersifat pro dan kontra terhadap isu, atau bahkan netral

artinya media dalam memberitakan suatu isu dapat menentukan posisinya

dimana untuk dapat di identifikasi oleh peneliti.

30 Gamson, W.A & A. Mogdiliani (1989), Media discourse and public pedapaton

on nuclear power: a constructionist approach, American Journal of

Sosiology, Vol.95, hal.1-37. 31 Entman, Robert M. (1993), Framingt Toward Clarification of a fractured

Paradigm, political communication. Vol.43 No.4. hal.3

Page 22: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

22

Kedua, Diagnose Cause adalah tahapan untuk melihat bagaimana

jurnalis dalam mendiagnosa penyebab masalah atau akor utama dalam

dalam paragraf terhadap penjelasan inti berita. Pada bagian ini penelitian

akan mengkaji pada naras-narasi inti yang sudah disajikan oleh jurnalis

dalam pemberitaan aksi massa 22 Mei tersebut.

Ketiga, Make Moral Judgement merupakan proses menyusun

penilaian moral dari peristiwa yang diberitakan. Setelah masalah

teridentifikasi dan penyebabnya diketahui, maka selanjutnya yang akan

dilakukan peneliti adalah membuat penilaian moral. Maksud dari membuat

nilai moral ialah penambahan substansi yang dapat memperkuat ide-ide

yang telah diutarakan dalam narasi pemberitaan tersebut.

Keempat, Treatment rekomendation tahap ini adalah untuk

meneliti bagaimana media memberikan saran perbaikan terhadap masalah

yang diberitakan. Masalah yang diberitakan dalam isu tertentu apakah

diberi saran atau alternatif penyelesaian didalam redaksi oleh jurnalis atau

jurnalis dalam media bersangkutan. Penyelesaian yang diberikan akan

tergantung kepada sudut pandang masalah yang diambil oleh sebab hal

tersebut akan mempengaruhi apa dan siapa yang menyebabkan masalah

tersebut. Sehingga nantinya dalam penelitian ini pada tahap analisis

intrepetasi data tidak menutup kemungkinan apabila sebuah media tidak

memenuhi keseluruhan indikator analisis ini.

1.8.2 Objek Penelitian

Narasi yang terdapat dalam teks-teks Pemberitaan Aksi Massa 22

Mei 2019 pada harian Kompas, Jawa Pos, Republika, dan majalah Tempo.

1.8.3 Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini ialah harian Kompas, Jawa Pos, Republika,

dengan edisi 21 Mei sampai dengan 24 Mei 2019, dan untuk majalah

Tempo edisi 20-26 Mei. Mengingat media massa yang digunakan ialah

media massa cetak dimana pemberitaan biasanya muncul pada hari H+

Page 23: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

23

setelah kejadian, namun penelitian ini dirasa perlu mengambil pemberitaan

sebelum dan setelah pelaksanaan aksi massa tersebut, sebab pada kasus ini

menurut pemberitaan media merupakan agenda demonstrasi yang

keberadaanya sudah terencakankan atau terjadwal sesuai aturan dan ijin

berdemonstrasi.

1.8.4 Jenis Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini berupa teks atau

kalimat-kalimat pada narasi pemberitaan Aksi 22 Mei pada harian

Kompas, Jawa Pos, Republika dan Majalah Tempo.

1.8.5 Sumber Data

Data penelitian diperoleh dari sumber data primer yaitu dari

dokumentasi hasil pengumpulan narasi pemberitaan atas Aksi 22 Mei pada

harian Kompas, Jawa Pos, Republika dan majalah Tempo. Selain hal

tersebut apabila ada penambahan data-data lain yang bukan bersumber dari

keempat media tersebut pada penelitian ini maka peneliti nyatakan sebagai

tambahan data atau data sekunder.

1.8.6 Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini proses penumpulan data melalui beberapa tahap,

yang pertama observasi (pegamatan) dengan cara mengumpulkan 4

media cetak yang akan digunakan untuk penelitian yaitu diantaranya ;

Kompas, Jawa pos, Republika dan Tempo. Tahap selanjutnya menentukan

edisi yang akan masuk dalam kategori penelitian dimana pada penelitian

ini mulai pra dan pasca aksi massa 22 Mei sebab isu ini sudah cukup

menonjol dan ramai disuarakan oleh media massa dari sebelum

pelaksanaan asi massa, dan sempat kontroversial. Adapun edisinya ialah

dengan Edisi tanggal 21 Mei 2019 sampai tanggal 24 Mei 2019 untuk

Kompas, Jawa Pos dan Republika, sedangkan untuk Tempo mengambil

Page 24: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

24

edisi 20 Mei sampai 26 Mei 2019 mengingat Tempo merupakan media

cetak majalah yang edisinya disajikan mingguan bukan harian seperti ke

tiga surat kabar sebelumnya. Proses selanjutnya ialah dengan memilah

pemberitaan yang mencakup narasi dan redaksi tentang Aksi 22 Mei 2019.

Sehingga menghasilkan Jumlah berita yang berkaitan dengan aksi massa

22 Mei ini terhitung dari pra dan pasca 22 Mei pada empat media cetak

tersebut ialah 60 pemberitaan dengan rincian data sebagai berikut:

Tabel 1.8.1

Jumlah Pemberitaan Aksi Massa 22 Mei 2019

Media Cetak Jumlah Pemberitaan Aksi Massa 22 Mei 2019

Edisi 21 Mei 22 Mei 23 Mei 24 Mei

Kompas 4 6 6

Jawa Pos 5 3 7

Republika 5 7 5 6

Majalah Tempo

(edisi 20-26 Mei)

6

Jumlah 60

1.8.7 Analisis dan Interpretasi Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis framing.

Dimana redaksi berita diuraikan menurut kode-kode analisis sesuai

indikator dalam model framing oleh Robert N Entman. Indikator tersebut

meliputi Define Problem, Diagnose Cause, Make Moral Judgment,

Treatment recommendation. Dari hasil pengumpulan data sehingga

ditemukan jumlah narasi pemberitaan yang mengenai isu-isu didalam aksi

Page 25: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

25

massa 22 Mei ada 60 pemberitaan, akan tetapi penelitian ini hanya

mengambil sampel reduksi berdasarkan data dibawah ini:

Tabel 1.8.2

Sample Reduksi Penelitian

Media Massa

Edisi Harian

21 Mei 22 Mei 23 Mei 24 Mei

Kompas - 1 3 2

Jawa Pos - 2 1 3

Republika 1 1 2 2

Tempo

(Edisi 20-26 Mei)

6

Jumlah 24

Dengan demikian kesemua berita yang sudah dipilih tersebut untuk

dapat dibaca dengan teori konstruksi media, kemudian dibaca

menggunakan analisis framing model Robert N Entman. Sebagaimana

penjabarannya dalam bagan berikut:

Tabel 1.8.3

Model Framing Robert N Entman

Difine problems

(Definisi masalah)

Bagaimana melihat isu atau peristiwa

apakah sebagai masalah? atau sebagai

hal lain apa?

Diagnose Causes

(Perkiraan masalah atau

sumber masalah)

Peristiwa yang terjadi disebabkan oleh

apa? siapa yang dianggap menjadi

aktor dari penyebab masalah pada

Page 26: BAB I PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/80968/2/12.BAB_I.pdfterjadi di negara Bhineka Tunggal Ika ini, oleh sebab perbedaan pilihan atau perbedaan dalam pengaplikasian prinsip demokrasi

26

peristiwa?

Make Moral Judgment

(Membuat Keputusan Moral)

Nilai moral apa yang yang dapat

ditawarkan dalam menjelaskan masalah

yang terjadi pada peristiwa tersebut?

Nilai moral apa yang dapat

melegitimasi dan mendialektikakan

suatu tindaka?

Treatment recommendation

(Penekanan pada penyelesaian)

Penyelesaian apa yang ditawarkan

untuk mengatasi masalah?

1.9 Batasan Penelitian

Penelitian ini hanya menggunakan analisis framing, sedangkan hal-hal

yang diteliti hanya pada narasi-narasi teks yang ada pada pemberitaan terkait

aksi massa 22 Mei 2019 di media cetak yang telah terpilih sebagai subyek

penelitian diantaranya; Harian Kompas, Jawa Pos, Republika dan Majalah

Tempo. Sehingga penelitian ini tidak melakukan penelitian terhadap jurnalis,

proses produksi pemberitaan, tidak melibatkan masyarakat atau pembaca

berita (konsumen khalayak) secara langsung.

1.10 Keterbatasan penelitian

Beberapa yang menjadi keterbatasan dan kelemahan dari penelitian ini

ialah tingkat updating media cetak dalam pemberitaanya tidak lebih cepat

dibanding media online. Majalah Tempo yang merupakan media cetak

edisi mingguan sehingga untuk meneliti pemberitaan pada Aksi Massa 22

Mei 2019 memerlukan beberapa hari sebelum dan beberapa hari sesudah

tanggal kejadian yang akan diteliti.