bab i semisolid
DESCRIPTION
Kemasan adalah wadah, tutup dan selubung sebelah luar. Kemasan dapat mempengaruhi stabilitas dan mutu produk akhir. Menurutkeputusankepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.4.1745, wadah adalah kemasan yang bersentuhan langsung dengan isi. Menurut SK Menkes No.193/Kab/B/VII/71 peraturan tentang pembungkus dan penandaan wadah, wadah adalah salah satu komponen yang penting untuk sediaan farmasi, karena ketidaksesuaian wadah akan mempengaruhi obat secara keseluruhan termasuk kestabilan dan efek terapi obat. Menurut USP, wadah adalah alat untuk menampung suatu obat, atau mungkin dalam hubungan langsung dengan obat tersebutTRANSCRIPT
Makalah FTS Semi Solid-Liquid
Kemasan Sediaan Farmasi
Disusun oleh :
Tri Suliatin 1308010087
Qurrotul Aen 1308010089
Kun Wisnu Subekti 1308010091
Lutfi Alfyiah 1308010095
Edo Hary Wibowo 1308010097
Randika Alamsyah 1308010099
Suryat 1308010101
Dewi Susanti 1308010103
Lulu Habibah Widyaningtias 1308010105
Dwi Merisandy 1308010107
Anifah Sulistiani 1308010109
Rachmi Gladiawati 1308010111
Iin Wahyu Suryani 1308010113
Intan Riyanty Maharani 1308010115
Muh. Fajar Fauzi 1008010141
Naely ifada
Kelompok : 4
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur senantiasa penulis penjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “KEMASAN SEDIAAN”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah FTS Semi Solid.
Pada kesempatan kali ini penyusun ingin berterima kasih kepada pihak-pihak
yang berkenan membantu penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari walaupun tugas ini telah dibuat maksimal, namun mungkin
masih terdapat beberapa hal yang perlu disempurnakan.Penulis menerima kritik saran
serta petunjuk dari semua pihak bagi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Penulis
berharap mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkan.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………… 1
1.3 Tujuan………………………………………………………………….. 1
BAB II ISI
2.1 Jenis Kemasan Sediaan Farmasi………………………………………… 3
2.2 Kualitas Wadah…………………………………………………………. 4
2.3 Penutup Wadah dan Bahan Penutup Wadah…………………………… 5
2.4 Pengujian Kemasan dan Kerusakan Wadah…………………………… 19
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………… 30
3.2 Saran……………………………………………………………………. 30
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….. 31
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemasan adalah salah satu komponen penting dari bentuk sediaan farmasi.
Menurut ketentuan yang berlaku di seluruh dunia, pengujian stabilitas sediaan farmasi
harus dilakukan dalam kemasan akhir yang akan dipasarkan. Kemasan terdiri dari
bermacam material (gelas, logam, plastik, material multi lapis, karet dan elstomer
sintetik) yang tidak selalu inert terhadap obat yang dikemas, karena secara sederhana
dapat menyebabkan terjadinya adsorpsi dan desorpsi dari pengemas menuju obat
disamping kemungkinan terjadinya interaksi.
Pengemasan merupakan sistem yang terkoordinasi untuk menyiapkan barang
menjadi siap untuk ditransportasikan, didistribusikan, disimpan, dijual, dan dipakai.
Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi
kerusakan, melindungi produk yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya
pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan, getaran). Di samping itu
pengemasan berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau
produk industriagar mempunyai bentuk-bentuk yang memudahkan
dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi termasuk produk sediaan farmasi.
Menurut keputusankepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.00.05.4.1745, wadah adalah kemasan yang bersentuhan
langsung dengan isi. Menurut SK Menkes No.193/Kab/B/VII/71 peraturan tentang
pembungkus dan penandaan wadah, wadah adalah salah satu komponen yang
penting untuk sediaan farmasi, karena ketidaksesuaian wadah akan mempengaruhi
obat secara keseluruhan termasuk kestabilan dan efek terapi obat.
Menurut USP, wadah adalah alat untuk menampung suatu obat, atau mungkin dalam
hubungan langsung dengan obat tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja macam jenis kemasan sediaan farmasi ?
2. Bagaimana kualitas wadah yang baik ?
3. Apa saja macam penutup wadah dan bahan penutup wadah ?
4. Apa saja uji kemasan dan kerusakan wadah ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis – jenis kemasan sediaan farmasi.
2. Untuk mengetahui kualitas wadah yang baik.
3. Untuk megetahui macam penutup wadah dan bahan penutup wadah sediaan
farmasi.
4. Untuk mengetahui macam – macam uji kemasan dan kerusakan wadah
sediaan farmasi.
BAB II
ISI
2.1 Jenis Kemasan Sediaan Farmasi
Kemasan adalah wadah, tutup dan selubung sebelah luar. Kemasan dapat
mempengaruhi stabilitas dan mutu produk akhir. Menurutkeputusankepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.4.1745, wadah
adalah kemasan yang bersentuhan langsung dengan isi. Menurut SK Menkes
No.193/Kab/B/VII/71 peraturan tentang pembungkus dan penandaan wadah, wadah
adalah salah satu komponen yang penting untuk sediaan farmasi, karena
ketidaksesuaian wadah akan mempengaruhi obat secara keseluruhan termasuk
kestabilan dan efek terapi obat. Menurut USP, wadah adalah alat untuk menampung
suatu obat, atau mungkin dalam hubungan langsung dengan obat tersebut.
Berdasarkan urutan dan jaraknya dengan produk, kemasan dapat dibedakan
atas kemasan primer, sekunder dan tersier.
1. Kemasan primer adalah kemasan yang langsung bersentuhan dengan produk,
sehingga bisa saja terjadi migrasi komponen bahan kemasan ke produk yang
berpengaruh terhadap kualitas produk.
2. Kemasan sekunder adalah kemasan lapis kedua setelah kemasan primer, dengan
tujuan untuk lebih memberikan perlindungan kepada produk.
3. Kemasan tersier adalah kemasan lapis ketiga setelah kemasan sekunder, dengan
tujuan untuk memudahkan proses transportasi agar lebih praktis dan efisien.
Kemasan tersier bisa berupa kotak karton atau peti kayu.
Berdasarkan proses pengemasannya, kemasan dibedakan atas kemasan
aseptikdan non-aseptik.
1. Kemasan aseptik adalah kemasan yang dapat melindungi produk dari berbagai
kontaminasi lingkungan luar. Pengemasan jenis ini biasanya dipakai pada bahan
pangan yang diproses dengan teknik sterilisasi.
2. Kemasan non-aseptik, kontaminasi mudah terjadi, sehingga masa simpan produk
umumnya relatif lebih rendah. Untuk memperpanjang masa simpan, produk dapat
ditambahkan gula, garam atau dikeringkan hingga kadar air tertentu.
Berdasarkan bahannya, kemasan dapat dibedakan atas kemasan kertas, karton,
plastik, aluminium foil, logam, gelas dan Styrofoam. Masing-masing kemasan
tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan, serta hanya cocok untuk jenis produk
tertentu.
2.2 Kualitas Wadah
Dalam industri farmasi, kemasan yang terpilih harus cukup melindungi
kelengkapan suatu produk. Karenanya seleksi kemasan dimulai dengan penetuan
sifat-sifat fisika dan kimia dari produk itu, keperluan melindunginya, dan tuntutan
pemasarannya. Secara umum, hal-hal penting yang harus diperhatikan dari wadah
adalah:
1. Harus cukup kuat untuk menjaga isi wadah dari kerusakan
2. Bahan yang digunakan untuk membuat wadah tidak bereaksi dengan
isi wadah
3. Penutup wadah harus bisa mencegah isi kehilangan yang tidak diinginkan
dari kandungan isi wadah dan kontaminasi produk oleh kotoran yang
masuk seperti mikroorganisme atau uap yang akan mempengaruhi
penampilan dan bau produk.
4. Untuk sediaan jenis tertentu harus dapat melindungi isi wadah dari cahaya
5. Bahan aktif atau komponen obat lainnya tidak boleh diadsorpsi oleh bahan
pembuat wadah dan penutupnya, wadah dan penutup harus mencegah
terjadinya difusi melalui dinding wadah serta wadah tidak boleh
melepaskan partikel asing ke dalam isi wadah
6. Menunjukkan penampilan sediaan farmasi yang menarik
Berdasarkan pertimbangan tentang kondisi penutupan dalam Farmakope
Indonesia, penyimpan obat dikelompokkan :
1. Wadah tertutup baik, yaitu wadah yang dapat melindungi isinya dari zat
padat dari luar dan dari hilangnya obat pada kondisi pengangkutan,
pengapalan, penyimpanan dan distribusi yang lazim.
2. Wadah tertutup baik terlindung dari cahaya
3. Wadah tertutup rapat, yaitu wadah yang dapat melindungi isinya dari
kontaminasi cairan-cairan, zat padat atau uap dari luar, dari hilangnya obat
tersebut, dan dari pengembangan, pencairan, atau penguapan pada kondisi
pengangkutan, pengapalan, penyimpanan, dan distribusi yang lazim. Suatu
wadah tertutup rapat ditutup kembali sehingga kemampuan yang sama
seperti sebelum dibuka.
4. Wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya
Bahan kemas yang kontak langsung dengan bahan yang dikemas, dinyatakan
dengan bahan kemas primer, sebaliknya pembungkus selanjutnya, seperti kotak
terlipat, karton dan sebagainya dinamakan sebagai bahan kemas sekunder. Untuk
menjamin stabilitas produk, harus ditetapkan syarat yang sangat tegas terhadap bahan
kemas primer, yang seringkali menyatu dengan seluruh bahan yang diisikan baik
berupa cairan dan semi padatan. Bahan kemas sekunder pada umumnya tidak
berpengaruh terhadap stabilitas.
2.3 Penutup Wadah dan Bahan Penutup Wadah
2.3.1 Wadah Gelas
Gelas umumnya digunakan untuk kemasan dalam farmasi, karena
memilikibeberapa keuntungan. Kelebihan menggunakan gelas antara lain, inert,
kedap udara, dibuat dari bahan yang relatif murah, tidak mudah terbakar, bentuknya
tetap, mudah diisi, mudah ditutup, dapat dikemas menggunakan packaging line,
mudah disterilisasi, mudah dibersihkan dan dapat digunakan kembali.
Kekurangan gelas sebagai wadah untuk menyimpan sediaan semisolid
dibandingkan dengan logam dan plastik adalah lebih rapuh (mudah pecah) dan lebih
berat untuk pengiriman. Kemasan untuk konsumen yang terbuat dari gelas bukan
merupakan wadah yang paling higienis karena wadah akan sering dibuka berulang –
ulang oleh konsumen, dimana tangannya tidak selalu bersih.
a. Komposisi gelas
Gelas terutama tersusun dari pasir, soda abu, batu kapur, dan cullet. Pasir
adalah silica yang hamper murni, soda abu adalah natriumkarbonat, dan batu kapur
adalah kalsium karbonat. Cullet adalah pecahan gelas yang dicampur
dengan batch pembuatan dan berfungsi sebagai bahan penyatu untuk seluruh
campuran. Komposisi gelas bervariasi, dan biasanya diatur untuk tujuan-tujuan
tertentu. Kation-kation yang paling umum didapatkan dalam bahan gelas farmasi
adalah silicon, alumunium, boron, natrium, kalium, kalsium, magnesium, zin dan
barium. Satu-satunya anion yang paling penting adalah oksigen.
b. Pembuatan Gelas
Dalam produksi gelas ada empat dasar pembuatan, diantaranya : meniup,
menarik, menekan, dn menuang. Peniupanmenggunakan udara yang ditekan untuk
membentuk cairan gelas kedalam ruang cetakan dari logam. Pada penarikan,
cairan gelas ditarik melalui gulungan atau cetakan yang member bentuk pada gelas
yang lunak. Dalam penekanan digunakan kekuatan mekanik untuk menekan caira
gelas pada sisis cetakan. Cara menuang menggunakan kekuatan grafitasi atau
sentrifugasi yang menyebabkan cairan erbentuk dalam ruang cetakan.
Gelas Berwarna-Perlindungan terhadap Cahaya
Wadah gelas untuk obat umumnya terdapat sebagai gelas jernih tidak
berwarna atau berwarna amber. Untuk tujuan dekoratif, warna-warna kusus seperti
biru, hijau zamrud, dan kunig opal dapat diperoleh dari pengusaha gelas. Hanya gelas
berwarna amber dan merah yang efektif untuk melindungi isi botol dari pengaruh
cahaya matahari dengan menyaring keluar sinar ultra violet yang berbahaya.
Spesifikasi dalam USP untuk wadah tahan cahaya harus memberikan perlindungan
terhadap cahaya engan kekuatan 2900 samapai 4500 amstrong. Gelas amber
memenuhi spesifikasi ini, tetapi oksida besi yang ditambahkan dapat lepas dan masuk
ke dalam obat.
Gelas untuk Obat
USP dan NF menguraikan tipe gelas dan memberikan pengujian gelas yang
diserbukkan dan pengaruh air terhadap gelas untuk mengevaluasi ketahanan kimiawi
gelas. Pengujian yang diserbukkan dilakukan terhadap butir-butir yang hancur dengan
ukuran tertentu, dan pegujian pengaruh air terhadap gelas hanya dikerjakan terhadap
gelas tipe II yang telah dipaparkan pada uap sulfur diosida.
Tipe I- Gelas Borosilikat
Pada gelas yang paling resisten ini, sebagian besar alkali dan kation tanah
diganti dengan boron dan alumunium serta zink. Penambahan boron kurang lebih 6 %
untuk membentuk gelas borosilikat tipe I mengurangi proses pelepasannya, sehinga
hanya 0,5 bagian per sejuta yang terlarut dalam waktu satu tahun.
Tipe II- Gelas natrium Karbonat yang Diolah
Bila alat gelas disimpan beberapa bulan lamanya, terutama dalam atmosfer
yang lembab atau dengan variasi temperature yang ekstrem, pembasahan permukaan
oleh uap air yang terkondensasi mengakibatkan terlarutnya garam-garam dan gelas.
Wadah tipe II dibuat dari gelas natrium karbonat yang ada dalam prdagangan dan
telah didealkalisasi atau diolah sehingga alkali dipermukaannya hilang. Pengolahan
dengan sulfur menetralkan alkali oksida pada permukaan, sehingga menyebabkan
gelas lebih tahan terhadap bahan kimia.
Tipe III- Gelas natrium Karbonat Biasa
Wadah-wadah tidak diolah dulu dan dibuat dari gelas natrium karbonat yang
ada dalam perdagangan dengan ketahanan terhadap bahan kimia yang sedang atau
lebih dari sedang.
Tipe IV- Gelas natrium Karbonat untuk Penggunaan Umum
Wadah-wadah terbuat dari natrium karbonat dipasok untuk produk non-
parental yang dimaksud untuk pemakaian topical atau oral.
2.3.2 Logam
Setiap logam yang dapat dibentuk dalam keadaan dingin cocok untuk
pembuatan tube yang dapat dilipat, tetapi yang paling umum digunakan adalah timah
(15%), aluminium (60%), dan timbal (25%). Timah yang paling mahal, dan timbal
yang paling murah. Karena timah paling mudah dibentuk, maka tube-tube kecil
seringkali dibuat dari timah yang lebih murah, meskipun biaya logamnya lebih tinggi.
Lembaran timbal yang diberi lapisan timah memberikan penampilan dan resistensi
tehadap oksidasi dari timah kemas dengan harga yang lebih rendah.
Timah yang digunakan untuk maksud ini dicampur dengan kira-kira 0,5%
tembaga supaya kaku. Bila digunakan timbal, maka kira-kira 3% antimon
ditambahkan untuk menambah kekerasan. Aluminium mengeras jika dibuat tube, dan
harus didinginkan perlahan-lahan agar memberikan kelenturan yang diperlukan.
Aluminium juga mengeras pada pemakaian , kadang-kadang mengakibatkan tube
menjadi bocor.
a. Timah
Wadah-wadah dari timah lebih disukai penggunaannya untuk makanan, obat,
atau produk apapun dimana pertimbangan kemurnian maha penting. Timah adalah
yang paling inert secara kimiawi diantara logam untuk pembuatan tube yang dapat
dilipat. Timah memberikan penampilan yang lebih baik dan dapat bercampur dengan
berbagai produk.
b. Aluminium
Tube aluminium memberikan penghematan yang berarti dalam biaya
pengangkutan produk karena ringannya. Memberikan daya tarik seperti timah dengan
biaya yang agak lebih rendah.
c. Timbal
Timbal memberikan biaya yang paling rendah dari semua logam untuk
pembuatan tube, dan digunakan secara luas untuk produk bukan makanan seperti lem,
tinta, cat dan pelincir. Timbal tidak boleh digunakan sendirian untuk segala sesuatu
yang ditelan, karena bahaya keracunan timbal. Dengan penggunaan lapisan dalam,
maka tube timbal digunakan untuk produk seperti itu, misalnya pasta gigi dengan
fluorida.
d. Pelapisan
Jika produk tidak dapat bercampur dengan logam, bagian dalamnya dapat
disiram dengan suatu formula semacam lilin atau dengan larutan resin, meskipun
resin ataulacquer biasanya disemprotkan keatasnya. Tube dengan
larutan epoxy biayanya kira-kira 25% lebih besar daripada jika tube tersebut tidak
diberi lapisan.
Lapisan yang menggunakan lilin paling sering digunakan pada produk yang
mengandung air di dalam tube timah, dan fenol, epoxy, serta vinil dipakai pada tube
aluminium, memberikan perlindungan yang lebih baik daripada lilin, tetapi dengan
biaya yang lebih tinggi. Lapisan fenol paling efektif bagi produk
asam; epoxy memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap bahan-bahan alkali.
2.3.3 Wadah Plastik
Plastik dalam kemasan telah membuktikan kegunaannya disebabkan oleh
beberapa alasan, termasuk kemudahannya untuk dibentuk, mutunya yang tinggi, dan
menunjang kebebasan desainnya. Plastik yang digunakan sebagai wadah untuk
berbagai produk, baik sediaan farmasi maupun produk lainnya, harus memiliki
kriteria berikut:
1. Komponen produk yang bersentuhan langsung dengan bahan plastik tidak
diadsorpsi secara signifikan pada permukaan plastik tersebut dan tidak
bermigrasi ke atau melalui plastik
2. Bahan plastik tidak melepaskan senyawa-senyawa dalam jumlah yang dapat
mempengaruhi stabilitas produk atau dapat menimbulkan risiko toksisitas
Terdapat dua jenis plastik yang digunakan dalam
pengemasan sediaanparenteral, yaitu :
1. Termoset, yaitu jenis plastik yang stabil pada pemanasan dan tidak dapat
dilelehkan sehingga tidak dapat dibentuk ulang. Plastik termoset digunakan
untuk membuat penutup wadah gelas atau logam.
2. Termoplastik, yaitu jenis plastik yang menjadi lunak jika dipanaskan dan akan
mengeras jika didinginkan. Dengan kata lain, termoplastik adalah jenis plastik
yang dapat dibentuk ulang dengan proses pemanasan. Polimer termoplastik
digunakan dalam pembuatan berbagai jenis wadah sediaan farmasi.
Beberapa keuntungan penggunaan plastik untuk kemasan adalah sebagai
berikut :
Fleksibel dan tidak mudah rusak/pecah
Lebih ringan
Dapat disegel dengan pemanasan
Mudah dicetak menjadi berbagai bentuk
Murah
Di samping keuntungan-keuntungan di atas, penggunaan plastik untuk
kemasan juga memiliki berbagai kerugian, antara lain sebagai berikut :
Kurang inert dibandingkan gelas tipe I
Beberapa plastik mengalami keretakan dan distorsi jika kontak dengan beberapa
senyawa kimia
Beberapa plastik sangat sensitif terhadap panas
Kurang impermeabel terhadap gas dan uapseperti gelas
Dapat memiliki muatan listrik yang akan menarik partikel
Zat tambahan pada plastik mudahdilepaskan ke produk yang dikemas
Senyawa-senyawa seperti zat aktif dan pengawet dari produk yang dikemas
dapat tertarik
Wadah plastik untuk produk farmasi pada mulanya dibuat dari polimer-
polimer berikut ini: polietilen, polipropilen, polivinil klorida, polistiren (walau tidak
terlalu banyak), polimetil metrakilat, polietilen teretalat, politrifluoroetilen, amino
formaldehide, dan poliamida.
Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yakni rantai yang
paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa monomer yang akan membentuk
rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan bersama-sama dalam
suatu pola acak, menyerupai tumpukan jerami maka disebut amorp, jika teratur
hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat yang lebih keras dan tegar. Bahan kemasan
plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebabkan polimerisasi dengan menggunakan
bahan mentah monomer, yang tersusun sambung-menyambung menjadi satu dalam
bentuk polimer.
Tabel 4. Contoh plastik yang digunakan untuk wadah sediaan parenteral
Sterile plastic device Plastic material
Container for blood products Polyvinyl chloride
Disposable syringe Polycarbonate, polyethylene, polypropylene
Irrigating solution container Polyethylene, polyolefins, polypropylene
IV infusion fluid container Polyvinyl chloride, polyester, polyolefins
Administration set Acrylonitrile butadiene styrene
Nylone (spike)
Polyvinyl chloride (tube)
Polymethylmetachrylate (needle adapter)
Polypropylene (clamp)
Catheter Teflon, polypropylene
Untuk wadah-wadah plastik pada umumnya, zat penambah terdiri atas
antioksidan, zat antistatik, warna, pengisi,pengubah-pengubah sifat benturan ,
pelincir, plasticizer, dan stabilizer.
Bahan tambahan
a. Antioksidan
Polimer sering kali terurai dengan adanya panas, cahaya, ozon dan tekanan
mekanik yang menimbulkan udara yang terperangkap selama proses pembuatan dan
penggunaan akhir. Reaksi oksidasi dapat menghasilkan bentuk radikal bebas yang
dikontribusikan secara bergiliran untuk degradasi polimer yang menyebabkan plastik
kehilangan fisik penting dan sifat mekanik. Dengan adanya antioksidan di dalam
formulasi plastik akan mengurangi tingkat degradasi secara significant dan
memperpanjang umur penggunaan wadah plastik tersebut.
Ada dua tipe antioksidan, yaitu:
Antioksidan primer: merupakan ujung rantai radikal bebas. Pada dasarnya
antioksidan primer merupakan donor hydrogen yang dapat mengakhiri reaksi
penggabungan radikal bebas.Contoh: arilamin sekunder.
Antioksidan sekunder: dapat merusak peroksida dan hal ini menyebabkan
eliminasi pembentukan radikal bebas. Contoh: fosfat dan tioester.
Sering kali lebih dari satu antioksidan digunakan dalam suatu polimer untuk
mendapatkan efek yang sinergis dari kombinasi beberapa antioksidan.
b. Stabilizer
Berguna untuk mencegah degragasi polimer oleh panas dan cahaya. Selain itu
juga dapa berguna untuk memperpanjang umur polimer. Contoh: garam asam lemak,
oksida anorganik, organometalik.
c. Lubricant
Lubricant digunakan untuk memodifikasi karakteristik permukaan dari polimer
yang dicetak dan membantu proses pencetakan. Penambahan lubricantpada polimer
secara umum mengurangi viskositas dari polimer tersebut, yakni menyenyebabkan
polimer lebih mudah mengalir selam rposes pencetakan.Lubricant juga memodifikasi
permukaan polimer yang dibuat agar polimer tersebut tidak melekat pada mesin
pencetak.Lubricant yang paling banyak dipakai adalalah asam lemak, logam stearat,
lemak paraffin, silicon, fatty alcohol, fatty esters, fatty amides.
d. Plasticizer
Plasticizer digunkan untuk memperbaiki daya kerja dari polimer, fleksibilitas,
ekstensibilitas, daya banting, dan kelenturan. Disamping itu
penamabahan plasticizer dapat mengurangi daya rentang polimer.Plasticizer yang
sering dipakai adalah dialkil phtalat, polimer dengan BM kecil.
e. Filler (Bahan Pengisi)
Penambahan bahan pengisi pada polimer memperbaiki fleksibilitas, ketahanan
terhadap bantingan, stabilitas terhadap panas, dan mengurangi biaya pembuatan.
Penambahan bahan pengisi biasanya tidak mengurangi transparansi dari wadah
plastik.
f. Colorant (Bahan Pewarna)
Bahan pewarna ditambahkan untuk memberikan warna pada plastik.
Beberapa jenis kemasan plastik :
a. Polietilen
Polietilen dengan kerapatan tinggi adalah bahan yang paling banyak digunakan
untuk wadah-wadah bagi industri farmasi. Kebanyakan pelarut tidak merusak
polietilen, dan tidak dipengaruhi oleh asam dan alkali kuat. Kekurang jernihan dan
perembesan bau atsiri, rasa, dan oksigen bertentangan dengan penggunaan polietilen
sebagai pembuat wadah untuk preparat farmasi tertentu. Meskipun ada masalah-
masalah ini, polietilen dengan semua variasinya memberikan perlindungan yang
paling sempurna pada seumlah produk dengan biaya yang paling rendah.
Kerapatan polietilen yang berkisar antara 0,91 sampai 0,96 secara langsung
menentukan empat sifat dasar fisik dari wadah yang dicetak dengan cara meniup: (1)
kekakuan, (2) tranmisi lembab-uap, (3) retak karena tekanan, dan (4) kejernihan atau
sifat tembus cahaya. Jika kerapatan bertambah, maka bahan menjadi lebih kaku,
mempunyai distorsi dan titik leleh yang lebih tinggi, menjadi kurang permeable
terhadap tekanan dan uap, serta menjadi kurang resisten terhadap kejernihan atau sifat
tembus cahaya. Jika kerapatan bertambah, maka bahan menjadi lebih kaku,
mempunyai distorsi dan titik leleh yang lebih tinggi, menjadi kurang permeable
terhadap tekanan dan uap, serta menjadi kurang resisten terhadapetakan terhadap
tekanan. Karena umumnya polimer-polimer ini mudah terpengaruh degradasi karena
oksidasi selama proses pembuatan dan pemaparan selanjutnya perlu ditambah sedikit
antioksidan. Penambahan zat antistatik sering dilakukan untuk meningkatkan mutu
polietilen pada pembuatan botol, tujuannya adalah untuk mengurangi akumulasi debu
yang terbawa oleh udara pada permukaan selama penanganan, pengisian dan
penyimpanan. Biasanya polietilen glikol atau amida asam lemak rantai panjang,
dengan konsentrasi 0,1 sampai 0,2% utuk polietilen dengan kerapatan tinggi.
b. Polipropilen
Polipropilen belakangan ini menjadi populer karena mempinyai banyak sifat
yang lebih baik dari polietilen, dengan satu kekurangan besar yang dapat dikurangi
atau dihilangkan. Polypropylene memiliki daya rentang yang tinggi yang mampu
menahan tekanan. Daya rentang yang tinggi, dalam hubungannya dengan titik leleh
yang tinggi pula yaitu 165C, sangat penting untuk manufaktur LVP karena wadah
yang dibuat dari polypropylene memiliki kemapuan untuk menahan temperatur tinggi
pada proses sterilisasi tanpa terurai. Polimer ini memiliki resistensi yang baik hampir
terhadap semua jenis bahan kimia, termasuk asam kuat, alkali kuat, dan kebanyakan
bahan organik.
Polipropilen merupakan rintangan yang paling baik bagi gas atau uap.
Resisitensi terhadap perembesan setara atau sedikit lebih baik dari pada polietilen
dengan kerapatan tinggi atau polietilen linier (rantai lurus) dan lebih unggul dari
polietilen dengan kerapatn rendah atau polietilen bercabang. Salah satu kekurangan
terbesar dari polipropilen adalah mudah pecah pada temperatur rendah. Dalam
keadaan murni, agak mudah pecah pada 0°F dan harus dicampur dengan polietilen
atau bahan lain untuk memberikan resistensi terhadap benturan yang diperlukan pada
pengemasan. Kelemahan yang dimiliki polypropylene adalah rapuh pada temperatur
kamar.
c. Copolymer
Kopolimer dari ethylene dan propylene telah banyak digunakan sebagai
wadah sediaan LVP. Dalam kenyataannya, polypropylene dan kopolimer dari etilen-
propilen merupakan polyolefins yang paling banyak digunakan sebagai wadah LVP.
Dengan pepaduan sedikit fraksi etilen sebagai kompleks polimer dengan
propilen, sejumlah sifat yang diinginkan dapat diperoleh. Penggabungan etilen
mengurangi kekakuan atau kekerasan dari propilen, memperbaiki pengolahan, dan
sedikit mengurangi titik leleh dari propilen. Titik lelehnya berkisar antara 145 dan
150C. Hal ini membuat kopolimer ethyl propylene (EP) cocok untuk digunakan
pada sterilisasi uap.
d. Polivinil Klorida
Botol-botol polivinil klorida yang jernih dan kaku mengatasi kekurangan dari
polietilen. Dalam keadaan normal polivinil klorida tampak sejernih kristal dan kaku,
tetapi mempunyai resistensi yang buruk terhadap benturan. Dapat dibuat lunak
dengan bahan plastisator. Berbagai stabilisator, antioksidan, pelincir atau zat pewarna
dapat ditambahkan. Tidak boleh dipanaskan berlebihan karena akan mulai terurai
pada temperatur 280°F, dan hasil penguraiannya sangat merusak. Polivinil klorida
dapat menjadi kuning bila dibiarkan terkena panas atau sinar ultra violet, kecuali jika
ditambahkan suatu stabilisator oleh pemasok resmi. Dalam formula senyawa PVC
dengan bahan-bahan stabilisator kalsium zink, semua bahan digunakan dengan
konsentrasi dibawah konsentrasi maksimal. Polivinil klorida adalah penghalang yang
sangat baik terhadap minyak , alkohol yang mudah dan yang tidak menguap, dan
pelarut-pelarut hidrokarbon. Polivinil klorida yang kaku adalah penghalang yang
cukup baik bagi lembab dan gas secara umum, tetapi plastisator mengurangi sifat-
sifat ini. Polivinil klorida tidak dipengaruhi asam atau alkali, kecuali beberapa asam
yang dapat mengoksidasi. Resistensi terhadap benturan buruk, terutama pada
temperatur rendah. PVC dapat juga digunakan sebagai pelapis permukaan botol-botol
gelas. Hal ini dilakukan dengan mencelupkan botol kedalam plastisol PVC dan
menghasilkan pelapis tahan hancur yang melapisi botol gelas.
Sifat-sifat dari PVC antara lain adalah sebagai berikut:
Rusak pada pemanasan yang berlebihanmulai 280C
Barier yang sangatbaikterhadapminyakmenguap, alkohol dan
pelarutpetrolatum.
Menahan odors dan flavors.
Barier yang baik terhadap oksigen, tidak dipengaruhi oleh asam, basa
kecuali beberapa asam oksidator.
Memiliki kerapatan yang lebih tinggi (1,16–1,35 g/cm3) dibandingkan
dengan polimer lain seperti polyethylene (0,92–0,96 g/cm3) dan
polypropylene (0,90 g/cm3).
Tabel 5. Formulasi komponen PVC
Component Level (phr)a
PVC resin 100
Plastikizer 30 – 40
Stabilizer 0,25 - 7aphr = parts per hundred parts of resin by weight
e. Polistiren
Polistiren serba guna adalah plastik yang kaku dan sejernih kristal. Polistiren
telah digunakan oleh ahli farmasi selama bertahun-tahun sebagai wadah untuk bentuk
sediaan padat, karena relatif murah. Dewasa ini, polistiren tidak dipakai untuk produk
cairan. Plastik ini mempunyai transmisi uap yang tinggi dan permabilitas oksigen yag
tinggi. Polistiren resisten terhadap asam, kecuali asam yang mengoksidasi dengan
kuat terhadap alkali. Mudah dirusak oleh bahan kimia yang menyebabkan retak dan
pecah, sehingga umumnya digunakan untuk mengemas produk yang kering saja.
Untuk memperbaiki kekuatan terhadap benturan dan kerapuhan polistiren
dikombinasikan dengan berbagai konsentrasi karet dan senyawa akrilik.
f. Nilon (Polimida)
Nilon dibuat dari asam bermartabat dua dikombinasi dengan diamina. Karena
ada banyak asam bermartabat dua dan banyak amina yang berbeda, maka terdapat
banyak ragam nilon tipe asam dan amina yang dinyatakan oleh nomor pengenal jadi
nilon 6/10 mempunyai enam atom karbon dalam amina dan sepuluh dalam asamnya.
Nilon dan bahan-bahan poliamida yang sama dapat dibuat menjadi wadah-wadah
dengan dinding tipis. Nilon dapat diautoklaf dan sangat kuat serta agak sulit
dihancurkan dengan cara-cara mekanik. Tidak merupakan bahan penghalang yang
baik terhadap uap, tapi bila sifat ini diperlukan, lapisan nilon dapat ilaminasi pada
polietilen atau pada berbagai bahan lainnya.
g. Polikarbonat
Polikarbonat dapat dibuat menjadi wadah yang jernih transparan. Bahan yang
relatif mahal ini mempunyaai banyak keuntungan salah satunya adalah dapat
disterilkan berulang kali. Wadahnya keras sama seperti gelas, dan telah dipikirkan
kemungkinannya sebagai pengganti vial dan alat penyuntik dari gelas. Plastik ini
dikenal karena stabilitas dimensional, kekuatan benturan yang tinggi, resisten
terhadap peregangan, sedikit meyerap air, transparan, serta resisten terhadap panas
dan api. Polikarbonat resisten terhadap asam encer, oksidator atau reduktor garam,
minyak, lemak, dan hidrokarbon alifatik,. Dapat dirusak oleh alkali, amina, keton,
ester, hidrokarbon aromatik, dan beberapa alkohol.resin polikarbonat harganya
mahal, sehingga digunakan untuk wadah-wadah yang istimewa.
h. Akrilik Multipolimer (Nitril Polimer)
Polimer-polimer ini mewakili akrilonitril atau metakrilonitril atau
metakrilonitril monomer. Sifat-sifat uniknya sebagai penghilang gas yang kuat,
resistensi yang baik terhadap bahan kimia, kekuatan yang sangat baik, serta
keamanan pembuangannya dengan membakar hangus membuatnya menjadi wadah
yang efektif untuk produk yang sulit dikemas dalam polimer lainnya. Penggunaan
nitril polimer untuk makanan dan kemasan farmasi diatur menurut standar FDA.
Standar keamanan saat ini kurang dari 11 bagian per sejuta residu monomer
akrilonitril, dengan perubahan yang dapat diterima kurang dari 0,3 per sejuta untuk
semua makanan.
i. Polietilen Tereftalat (PET)
Polietilen tereftalat, umunya disebutkan PET adalah polimer hasil kondensasi
yang dibentuk khas dari reaksi asam tereftalat atau dimetiltereftalat dengan etilen
glikol dengan adanya katalisator. Perkembangan botol-botol PET berorientasi yang
bersumbu dua mempunyai pengaruh lebih besar pada pembotolan minuman yang
mengandung CO₂, dihitung dari besarnya perkiraan pemakaian resin selama setahun
sebesar kurang-lebih 350 juta pound. Kekuatan benturanya dan sebagai penghalang
gas serta aroma yang baik membuatnya menarik untuk digunakan dalam kosmetik
dan cairan pencuci mulut, maupun untuk produk lainnya di mana kekuatan,
kekerasan, dan penghalang merupakan pertimbangan yang penting.
j. Plastik-plastik Lainnya
Resin koekstrusi digunakan untuk membuat botol dan blitser yang dibentuk
dengan pemanasan dengan sifat-sifat penghalang yang sebelumnya tidak dapat
dicapai dengan resin tunggal, campuran resin, atau kopolimer. Suatu koekstrusi
seperti polipropilen etilen-vinyl-alkohol/polipropilen mempersiapkan penghalang
lembab dan polipropilen yang menyatu dengan penghalang gas yang membesar dari
etil-venyl-alkohol. Resin yang terkoektrusi menyediakan pilihan kemasan untuk
produk yang sebelumnya hanya dikemas dengan gelas. Plastik dengan sifat
penghalang yang kuat dapat bersaing dengan wadah gelas dan logam dapat diperoleh
melalui pembuatan baru yang dikembangkn oleh Du Pont Co.Tekologi ini meliputi
penyebaran nilon dalam resin poliolefin sedemikian rupa, sehingga matriks polimer
akhir akan mengandung sussunan laminar keping-keping nilon yang unik, yang
menyediakan suatu seri dinding penghalang yang saling bertindihan.
2.3.4 Tutup Elastomerik (tutup karet)
Tutup karet digunakan dalam industri farmasi untuk membuat sumbat botol,
berlapis tutup, dan bagian atas dari suatu alat penetes. Sumbat karet utama digunakan
untuk vial takaran ganda dan alat suntik sekali pakai. Polimer karet yang paling
umum digunakan adalah karet alam, neoprene, dan butil. Jenis bahan tambahan yang
umum didapat dalam tutup karet adalah:
Karet
Bahan untuk vulkanisir
Akselerator
Bahan pengisi untuk memperpanjang
Bahan pengisi untuk memperkuat
Bahan pelunak
Antioksidan
Zat pigmen
Komponen-komponen tertentu, lilin
Komponen polimer utamanya adalah elastomer. Tutup elastomerik dapat
berasal dari bahan alam atau sintetis. Sifat tutup elastomerik tidak hanya bergantung
pada bahan-bahan di atas, tetapi juga pada prosedur pembuatan seperti pencampuran,
penggilingan, bahan pengabu yang digunakan, pencetakan dan pemasakan. Contoh
sifat yang diinginkan dari elastomer adalah kompresibilitas dan kemampuan untuk
menutup kembali.
Faktor-faktor seperti prosedur pembersihan, media kental dan kondisi
penyimpanan juga mempengaruhi kesesuaian tutup elastomerik untuk penggunaan
khusus. Evaluasi terhadap faktor demikian harus dilakukan uji khusus tambahan yang
sesuai,untuk menentukan kesesuaian tutup elastomerik untuk penggunaan yang
diinginkan. Kriteria pemilihan tutup elastomerik juga harus mencakup penelitian teliti
terhadap semua bahan, untuk meyakinkan bahwa tidak ada penambahan unsur yang
dicurigai atau diketahui bersifat karsinogenik atau bahan toksik lain.
Persyaratan kecocokannya sebagai materi tutup pada wadah sediaan injeksi
adalah bahwa karet menunjukkan elastisitas yang cukup dengan demikian menjamin
wadah yang kedap dan tahan terhadap pengaruh suhu.
Sifat-sifat tutup elastomerik yang baik :
a. Permukaan harus licin dan tidak berlubang agar dapat dicuci bersih.
b. Menutup rongga-rongga kecil pada permukaan, seperti leher bagian dalam
vial atau dinding-dinding bagian dalamsyringe hipodermik. Bahan lain seperti
gelas, logam tak memiliki kemampuan ini.
c. Kekerasan dan elastisitasnya harus mencukupi sehingga ia dapat melewatkan
jarum suntik tanpa membuatnya menjadi tumpul.
d. Mudah ditembus oleh jarum syringe hipodermik dan menutup rapat kembali
dengan cepat setelah jarum ditarik.
e. Pada masuknya jarum infeksi tidak ada partikel tutup elastomerik yang
mencapai ke dalam larutan injeksi.
f. Tak mengalami perubahan sifat akibat proses sterilisasi
g. Impermeabel terhadap udara dan lembab (untuk meghindari peruraian obat
yang sensitif terhadap air)
Karena komposisi sumbat karet sangat rumit dan proses pembuatannya sulit,
maka biasanya timbul persoalan-persoalan pada formula karet tertentu. Sumbat karet
tidak boleh mengabsorpsi bahan aktif, pengawet antibakteri dan bahan lainnya atau
bahan karet tidak boleh mengekstraksi larutan karena alasan berikut;
(1) Dapat mengganggu analisis kimia bahan aktif.
(2) Mempengaruhi toksisitas atau pirogenitas dari larutan injeksi.
(3) Berinteraksi dengan pengawet dan menjadikannya inaktif, dan
(4) Mempengaruhi stabilitas kimia dan fisika dari sediaan
Contoh penggunaan tutup elastomerik :
1. Tutup vial
Tutup vial elastomer digunakan sebagai tutup primer vial parenteral dan
merupakan salah satu jenis bahan yang banyak digunakan sebagai tutup sediaan
farmasi. Karet dapat dibentuk menjadi tutup vial dalam berbagai bentuk dan ukuran,
dari unit-dose sampai tutup wadah bermuatan beberapa liter. Kedudukan tutup vial
dijaga oleh lapisan segel logam sampai ke leher vial.
2. Tutup univial
Zat aktif yang tidak stabil dalam bentuk larutan berada dalam bentuk kering
sampai pada saat akan digunakan. Serbuk zat aktif berada pada bagian bawah vial
sedangkan diluen steril berada pada bagian atas. Dua bagian vial ini dibatasi oleh
karet, yang akan bergeser akibat adanya tekanan hidrostatik dari tekanan yang
diberikan pada tutup univial. Saat karet tergeser, akan terjadi proses pencampuran dan
disolusi dari serbuk zat aktif pada kompartemen bagian bawah.
Sifat Kimia dan Fisika Elastomer secara Umum
Karet yang dikatakan sangat baik dalam hal resistensi terhadap transmisi gas
atau uap air memiliki sifat impermeabel terhadap gas (seperti O2, N2, CO2) dan uap
air. Karet ini baik digunakan untuk tutup vial yang digunakan untuk kemasan obat
serbuk atau yang bersifat liofilik. Contohnya adalah karet butil.
Coring resistance adalah kemampuan untuk mempertahankan keutuhan akibat
penusukan oleh jarum suntik. Vial multidose,yang mengalami banyak penusukan
selama digunakan, akan lebih kuat ditutup dengan karet alami dibandingkan dengan
silikon.
Compresion recovery adalah kemampuan untuk kembali ke bentuk semula
setelah mengalami kompresi selama periode tertentu dengan suhu tertentu. Karet
alami akan lebih baik digunakan sebagai piston syringe dari pada karet butil.
Shelf life adalah kemampuan untuk mempertahankan sifat-sifatnya setelah
terpapar oleh oksigen, ozon, cahaya, panas, dan kelembaban. Karet silikon dan
fluoroelastomer (jenuh) dapat mempertahankan sifat-sifatnya lebih lama dari pada
karet alami tak jenuh.
Ketahanan terhadap pelarut (solvent resistance) merupakan sifat yang penting
bagi karet farmasetis karena karet seringkali bersinggungan dengan cairan.
Kemampuan karet untuk menahan lewatnya pelarut,swelling, ekstraksi dan degradasi
pelarut merupakan parameter yang sangat penting. Minyak nabati kompatibel dengan
karet butil, tetapi tidak demikian halnya dengan minyak mineral.
Resilience berhubungan dengancompression recovery. Bola yang terbuat dari
karet alami dapat dipantulkan sedangkan bola dari karet butil tidak dapat dipantulkan.
Alat seperti katup darah (blood valve) yang berhubungan dengan tube pengumpul
darah (blood collection tube) harus dapat bergerak maju dan mundur berkali-kali
sejalan dengan panjang jarum untuk membuka dan menutup aliran darah. Karet yang
dipilih biasanya karet alami.
Ozon merupakan zat yang dapat mendegradasi karet.Ozon berada di atmosfer,
terutama di sekeliling lampu UV dan peralatan listrik. Karet alami memiliki
ketahanan buruk terhadap ozon, sehingga karet menjadi keras dan retak. Karet etilen-
propilen-dien (EPDN) cukup resisten terhadap ozon.
Ketahanan terhadap radiasi (radiation resistance) adalah kemampuan untuk
mencegah terjadinya perubahan sifat akibat terpajan sinar gamma. Sifat ini menjadi
penting karena saat ini sering digunakan sterilisasi radiasi untuk sediaan farmasetik.
Piston karet syringe yang digunakan pada syringe plastik sekali pakai umumnya
disterilkan melalui radiasi.
Bahan-bahan dalam formulasi karet dapat diklasifikasikan menurut
fungsinya dalam formulasi, yaitu :
Elastomer atau polimer
Merupakan komponen dasar dalam formulasi karet. Sifat formula karet sangat
bergantung pada sifat elastomer
Vulcanizing agent
Merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk mentautsilangkan (cross-
link) rantai elastomer sehingga terbentuk jaringan tiga dimensi sehingga terbentuk
formulasi karet dengan sifat fisika dan kimia yang diinginkan.
Istilah vulcanizingdigunakan untuk menunjukkan bahwa pada proses ini dibutuhkan
panas. Karet yang divulcanizing dengan sulfur membutuhkan senyawa kimia lain
untuk menghasilkan proses vulkanisasi yang efisien, sehingga karet tersebut tidak
“sebersih” karet yang divulkanisir dengan resin, oksida logam ataupun peroksida.
Kini industri farmasi lebih sering menerapkan proses vulkanisasi yang lebih bersih.
Melalui vulkanisasi karet alami, artinya melalui penambahan vulcanizing
agent seperti sulfur atau pemanasan di bawah tekanan, karet memperoleh
elastisitasnya, kekompakan, dan daya tahannya terhadap pengaruh panas. Dari
penambahan sulfur dapat diperoleh karet lunak (5-10% sulfur) dan karet keras (30-
50% sulfur).
Akselerator
Akselerator mengurangi waktu vulkanisasi dengan meningkatkan kecepatan
vulkanisasi. Zat ini bukan katalisator karena ia mengalami perubahan kimiawi dan
seringkali juga bekerja sebagai cross-linking agent.Vulkanisasi dengan sulfur harus
disertai akselerator agar menghasilkan derajat cross-linking yang efektif.
Aktivator
Aktivator berfungsi meningkatkan kecepatan reaksi cross-linking dengan cara
bereaksi dengan akselerator, menghasilkan senyawa yang lebih efisien. Aktivator
yang umum digunakan adalah zinc oksida dan asam stearat. Pada sistem vulkanisasi
sulfur konvensional, zinc oksida dan asam stearat digunakan sebagai koaktivator.
Antioksidan-antiozon
Antioksidan dan antiozon dikelompokkan sebagai antidegradasi. Antioksidan
adalah senyawa yang berfungsi melindungi terhadap oksigen, dan antiozon berfungsi
melindungi dari ozon yang bersifat lebih reaktif. Senyawa-senyawa ini digunakan
untuk meningkatkan resistensi elastomer tak jenuh terhadap usia. Elastomer jenuh,
seperti silikon atau fluoroelastomer, tidak membutuhkan antidegradasi.
Antidegradasi kimia, seperti fenol,melindungi karet dengan cara mengalami
oksidasi untuk menggantikan polimer. Antidegradasi fisika seperti lilin (wax), bekerja
dengan membentuk lapisan protektif pada permukaan karet. Lilin tersebut juga dapat
berfungsi sebagai lubrikan pada piston syringe.
Plasticizer- lubrikan
Senyawa ini digunakan dalam formulasi karet sebagai bahan pembantu dalam
pembuatan karet, sebagai pelunak pada karet yang telah divulkanisir atau sebagai
pelicin tutup. Contohnya yaitu parafin wax, minyak silikon, minyak parafin, minyak
naftenat (Naphtenic oil), ftalat, dan fosfat organik.
Pengisi
Karet adapt diformulasikan tanpa pengisi. Jika demikian maka hasilnya
disebut karet “gum” yang bersifat tembus pandang, misalnya untuk pembuatan dot
bayi. Dalam pembuatan karet, seringkali dilakukan modifikasi untuk meningkatkan
kekerasan karet, karakteristik fisika, resistensi terhadap abrasi atau menurunkan biaya
produksi. Pengisi digunakan untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut.
Pigmen
Pigmen biasanya berupa garam anorganik dan oksida, karbon hitam, atau
pewarna organik, yang digunakan untuk tujuan estetika atau fungsional. Dari segi
estetika, pabrik farmasi mungkin menginginkan tutup karet yang berwarna serasi
dengan sefel alumunium atau label, sehingga penampilan kemasan menjadi lebih
menarik.
2.4 Pengujian Kemasan dan Kerusakan Wadah
2.4.1 Wadah Gelas
a. Uji Transmisi cahaya
Alat:
Spektrofotometer dengan kepekaan dan ketelitian yang sesuai untuk
pengukuran jumlah cahaya yang ditransmisi oleh wadah sediaan farmasi yang terbuat
dari bahan gelas.
Penyiapan contoh:
Potong wadah kaca dengan gergaji melingkar yang dipasang dengan roda
abrasif basah, seperti suatu roda berlian. Wadah dari kaca tiup dipilih bagian yang
mewakili ketebalan rata-rata dinding dan potong secukupnya hingga dapat sesuai
untuk dipasang dalam spektrofotometer. Wadah gelas tadi dicuci dan dikeringkan
dengan hati-hati untuk menghindari adanya goresan pada permukaan. Gelas contoh
kemudian dibersihkan dengan kertas lensa dan dipasang pegangan contoh dengan
bantuan paku lilin.
Prosedur:
Potongan diletakkan dalam spektrofotometer denagn sumbu silindris sejajar
terhadap bidang celah dan lebih kurang di tengah celah. Jika diletakkan dengan benar,
sorotan cahaya normal terhadap permukaan potongan dan kehilangan pantulan cahaya
minimum. Ukur tranmitans potongan dibandingkan dengan udara pada daerah
spektrum yang diinginkan terus-menerus dengan alat perekam atau pada interval
lebih kurang 20 nm dengan alat manual pada daerah panjang gelombang 290 nm—
450nm.
Batas:
Transmisi cahaya yang diukur tidak melewati batas yang tertera pada tabel 1,
untuk wadah sediaan parenterral. Transmisi cahaya wadah kaca atau gelas tipe NP
untuk sediaan oral atau topikal tidak lebih dari 10% pada setiap panjang gelombang
dalam rentang 290nm—450nm.
Ukuran nominal
(dalam ml)
Presentase maksimum Transmisi Cahaya pada
panjang gelombang antara 290 dan 450 nm
Wadah segel-bakar Wadah segel tutup rapat
1
2
5
10
20
50
50
45
40
35
30
15
25
20
15
13
12
10
Catatan setiap wadah dengan ukuran antara seperti yang tertera pada tabel di
atas menunjukkan transmisi tidak lebih dari wadah ukuran lebih besar seperti yang
terterapada tabel. Untuk wadah lebih dari 50 ml, gunakan batas untuk 50 ml.
b. Uji Tahan Bahan Kimia
Prinsip: Menetapkan daya tahan wadah kaca atau gelas baru (yang belum
pernah digunakan) terhadap air. Tingkat ketahanan ditentukan dari jumlah alkali yang
terlepas dari kaca karena pengaruh media pada kondisi ynag telah ditentukan.
Pengujian dilakukan di ruangan yang relatif bebas dari asap dan debu berlebihan.
Tabel 3. Alat dan pereaksi untuk uji bahan kimia
Alat Pereaksi
1) Otoklaf dengan suhu yang
dipertahankan 121 2,0 dan mampu
menampung 12 wadah diatas permukaan
air.
2) Lumpang dan alu yang terbuat dari
baja-diperkeras
3) Pengayak terbuat dari baja tahan
karat ukuran 20,3 cm yaitu nomor 20,40
dan 50
4) Labu erlenmeyer 250ml terbuat dari
1) Air kemurnian tinggi dengan
konduktivitas 0,15m
2) Larutan merah metil
kaca tahan lekang
5) Palu 900 g
6) Magnit permanen
7) Desikator
8) Alat volumetrik secukupnya
Prosedur :
Bahan uji ditambahkan 5 tetes indikator dn memerlukan tidak lebih dari
0,020ml natrium hidroksida 0,020 N LV untuk mengubah warna indikator dan ini
terjadi pada pH 5,6.
c. Uji Serbuk Kaca
Penyiapan contoh:
Pilih secara acak 6 atau lebih wadah, bilas dengan air murni, keringkan
dengan udar bersih dan kering. Hancurkan wadah hingga menjadi ukuran lebih
kurang 25mm. Lalu pecahan kaca dtumbuk dengan lumpang dan alu diteruskan
dengan pengayakan nomor 20 setelah itu nomor 40. Ulangi kembali penghancuran
dan pengayakan. Kemudian pecahan kaca diayak dengan ayakan yang menggunakan
penggoyang mekanis selama 5 menit. Pindahkan bagian yang tertinggal pada ayakan
nomor 50, yang bobotnya harus lebih dari 10 g ke dalam wadah bertutup dan simpan
dalam desikator hingga saat pengujian
Sebarkan contoh pada sehelai kertas kaca dan lewatkan magnit melalui contoh
tersebut untuk menghilangkan partikel besi yang terikut selama pengahancuran.
Masukkan contoh kedalam labu Erlenmeyer 250 ml terbuat dari kaca tahan bahan
kimia dan cuci 6 kali, tiap kali dengan dengan aseton. Keringkan labu dan isi pada
suhu 140 selam 20 menit, pindahkan butiran ke dalam botol timbang dan dinginkan
dalam desikator. Contoh uji digunakan dalam waktu 48 jam setelah pengeringan.
Prosedur :
Timbang contoh uji, masukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml yang
diekstraksi dengan air kemurnian tinggi dalam tangas air pada suhu 90 selama tidak
kurang dari 24 jam atau pada suhu 121 selama 1 jam. Tambahkan 50,0 ml air
kemurnian tinggi ke dalam labu dan ke dalam labu lain untuk blanko. Tutup semua
labu dengal gelas piala terbuat dari borosilikat yang sebelumnya telah diperlakukan
seperti ditetapkan denagn ukuran sedemikian hingga dasar gelas piala menyentuh
bagian tepi labu. Letakkan wadah dalam otoklaf dan tutup hati-hati, biarkan lubang
ventilassi terbuka. Panaskan hingga uap keluar dan lanjutkan pemanasan selama 10
menit. Tutup lubang ventilasi dan atur suhu 121 . Pertahankan suhu pada
121 2 selam 30 menit dihitung saat suhu tercapai. Kurangi panas hingga
otoklaf mendingin dan mencapai tekanan atmosfer dalam 38 menit hingga 46 menit,
jika perlu buka lubang ventilasi untuk mencegah terjadinya hampa udara. Dinginkan
segera labu dalam air mengalir, enaptuangkan air dalam labu ke dalam bejana sesuai
yang bersih dan cuci sisa serbuk kaca 4 kali , tiap kali dengan 15 ml air kemurnian
tinggi.
Tambahkan 5 tetes larutan merah metil dan titrasi segera dengan asam sulfat
0,020 N LV. Catat volume asam sulfat 0,020 N yang digunakan untuk menetralkan
ekstrak dari 10 g contoh uji, lakukan titrassi blanko. Volume tidak lebih dari yang
tertera pada tabel tipe kaca dan tabel uji untuk tipe gelas yang diuji.
d. Uji Ketahanan terhadap Air pada Suhu 121
Penyiapan contoh:
Pilih secara acak 3 atau lebih wadah bilas 2 kali dengan air kemurnian tinggi.
Prosedur :
Isi setiap wadah dengan air kemurnian tinggi hingga 90% dari kapasitas penuh
dan lakukan prosedur seperti yang tertera pada uji serbuk kaca mulai dengan “Tutup
semua labu”, kecuali waktu pemansan dengan otoklaf 60 menit bukan 30 menit dan
diakhiri dengan “untuk mencegah terjadinya hampa udara”. Kosongkan isi dari 1 atau
lebih wadah ke dalam gelas ukur 100 ml. Jika wadah lebih kecil, gabungkan isi dari
beberapa wadah untuk memperoleh voluyme 100 ml. Masukkan kumpulan contoh
dalam labu erlenmeyer 250 ml terbuat dari kaca tahan bahan kimia, tambahkan 5 tetes
larutan metil merah, titrasi dalam keadaan hangat dengan asam sulfat 0,020N LV.
Selesaikan titrasi dalam waktu 60 menit setelah otoklaf dibuka. Catat volume asam
sulfat 0,020 N yang digunakan , lakukan titrasi blanko dengan 100 ml air kemurnian
tinggi pada suhu yang sama dan dengan jumlah indikator yang sama. Volume tidak
lebih dari yang tertera pada tabel tipe kaca dan batas uji untuk tipe kaca yang diuji.
e. Uji Arsen
Arsen tidak lebih dari 0,1 bpj;gunakan sebagai larutam uji 35 ml air dari 1
wadah kaca tipe I, atau jika wadah lebih kecil , 35 ml dari kumpulan isi dari beberapa
wadah kaca tipe I, yang disiapkan sesuai prosedur seperti yang tertera pada ketahanan
terhadap Air pada suhu 121.
2.4.2. Evaluasi dan Uji Plastik
FDA telah memberikan batasan petunjuk masalah evaluasi dan uji bahan
polimer. Dengan penggunaan plastik sebagai bahan untuk wadah LVP, berikut ini
dapat dipertimbangkan kerangka dasar untuk melakukan pengujian:
1. Pemeriksaan, menurut prosedur USP XXI-NF XVI untuk uji biologi dan
fisikokimia, jumlah dan tipe senyawa yang potensial untuk leaching atau
terlepas dari wadah plastik.
2. Pemeriksaan integritas atau stabilitas dengan uji terhadap efek kondisi
penyimpanan, misal: waktu, suhu, cahaya, kelembaban dan efek siklus
sterilisasi terhadap sifat fisik, kimia dan biologi dari wadah.
3. Melakukan uji lainnya dan menghasilkan data perkiraan untuk menjamin
keamanan dari wadah.
Berbeda dengan bahan plastik, penggunaan gelas sebagai wadah LVP telah
diterima sejak dulu kala karena kebijakan lebih dahulu dan penggunaan dalam waktu
yang lama. Hal ini bukan berarti bahwa gelas dapat digunakan pada aplikasi LVP
tanpa deretan uji yang umum. Walaupun keuntungan bahan gelas melebihi bahan
plastik, penggunaan bahan plastik didukung oleh spesifikasi USP XXI-NF XVI.
Secara umum berbagai wadah atau komponen yang kontak langsung dengan cairan
LVP harus diveluasi dengan perhatian yang khusus.
2.4.2.1 Uji Fisika
a. Uji resin (Resin testing)
Berdasarkan penerimaan karet mentah, manufaktur farmasi mencatat
banyaknya jumlah dari karet mentah dan percaya tingkat spesifikasi penerimaan
ditetapkan oleh manufakture resin. Uji fisik yang dilakukan meliputi ukuran titik
leleh dan ukuran endapan spesifik.
b. Uji wadah (Package testing)
Uji fisika pada wadah yang berisi komplit merupakan cara yang paling banyak
dilakukan. Pengujian biasanya meliputi uji visual, seperti kejernihan, lapisan
tambahan, uji tetesan, dan uji kebocoran. Uji integritas fisik meliputi uji kebocoran
wadah, kebocoran tutup dan integritas, uji dimensional (ukuran), dan kerusakan label.
c. Pemeriksaan visual pada kejernihan dan lapisan tambahan
Standard untuk kejernihan wadah telah ditetapkan oleh manufaktur farmasi.
Kejernihan ini mengungkinkan untuk pemeriksaan.
d. Keretakan wadah atau Paneling
Wadah dapat menjadi rapuh karena sterilisasi atau proses manufaktur yang
tidak sesuai.Pemeriksaan visual dilakukan padawaktu yang sama dengan pemeriksaan
kejernihan produk. Paneling adalah peristiwa dimana wadah rata atau memipih pada
salah satu sisi dari botol.
e. Kebocoran wadah (Body leakage)
Uji integritas setelah produk diisikan ke dalam LVP, dapat dilakukan secara
manual maupun menggunakan instrumentasi elektronik, dilakukan untuk mengukur
ketahanan yang berkurang ketika melewati jembatan voltase. Cara ini medeteksi
media cairan yang meninggalkan wadah. LVP ditolak bila terjadi kebocoran pada
wadah.
f. Kebocoran tutup dan Integritas (Closure leakage and integrity)
Sisi dari wadah biasanya disegel dengan menggunakan tutup karet untuk
menutup rongga udara. Tutup ini harus menjamin integritas dari wadah. Berdasarkan
validasi siklus sterilisasi untuk LVP khusus, bagian ini harus diperhatikan karena bila
terjadi kebocoran, maka akan berpengaruh pada sterilitas.
g. Pemeriksaan ukuran (Demensional testing)
Ukuran dan berat dari wadah harus diperiksa sebelum wadah diterima.
Volume juga harus diperiksa seperti pada integritas wadah.
h. Pelabelan (labeling)
Label harus dilihat untuk memeriksa kelengkapan dari label pada wadah,
termasuk expiration date, penjelasan mengenai komposisi. Jika label stampel panas
dicetak pada wadah atau botol maka harus dilakukan uji kebocoran dan integritas
untuk menegaskan bahwa tidak ada kerusakn pada wadah setelah pencetakan.
2.4.2.1 Uji Kimia
Uji kimia dari wadah LVP dan bahan polimer mentah itu sendiri dilakukan
tergantung pada polimer yang digunakan dan sifat yang dinginkan pada wadah.
Umumnya, pemeriksan kimia dari polimer yang digunakan pada wadah LVP
dilakukan oleh supplier/pemasok polimer.Pemeriksaan tersebut meliputi analisis berat
molekul, sisa pijar, presentase logam berat dan pemeriksaan bahan tambahan seperti
stearat atau antioksidan.Pemeriksaan meliputi:
a. IR spectra.
Identifikasi polimer dengan menggunakan spektroskopi IR sudah biasa
dilakukan. Sampel disiapkan pada pellet KBr atau tekanan kuat hingga menjadi
lapisan yang tipis. Gugus seperti –OH, C=O, dan –CH dapat identifikasi berdasarkan
pita serapan yang khas.
b. Uji logam berat
Kalsium (Ca) dan seng (Zn) merupakan logam yang sering diuji, biasanya
dilakukan dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrum). Logam berat
ini ditambahkan pada formula polimer LVP sebagai stabilizer (logam oksida), mold
releasing agent (zinc stearat), pewarna, seperti kalsium karbonat.
c. Pengisi tambahan
Pengisi ini merupakan bahan khusus yang harganya murah dan berguna untuk
memperpanjang polimer dan mengurangi harga plastik. Pengisi memiliki efek
menguatkan dam mengurangi penyusutan pada cetakan serta meningkatkan koefisien
panas. Pengisi yang sering digunakan adalah kalsium karbonat dan talc. AAS dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya kalsium dari kalsium karbonat dan
analisis thermogravimetric dapat digunakan untuk mengevaluasi jumlah talc yang
diisikan pada polimer.
d. Plasticizer
Plasticizer seperti senyawa phtalat (DEHP, di-2-ethyl-hexylphtalate sering
digunakan pada wadah PVC) harus diperiksa untuk melihat apakah terjadi leaching
dari wadah parenteral ke larutan dengan akumulasi lebih lanjut di jaring tubuh dan
organ pasien.
e. Antioksidan
Produk polyolefin mengandung antioksidan tertentu, seperti BHT(butylated
hydroxytoluene) dan DLPTDP (dilauril thiopropionate). Untuk mengekstraksi
antioksidan ini dapat digunkan kloroform sebagai pelarut. Saat ini, ketika bahan
plastik digunakn untuk wadah LVP, QC testing akan menghitung secara kuantitatif
antioksidan yang lepas atau migrasi dari wadah ke cairan LVP untuk memeriksa
bahwa senyawa yang lepas masih di bawah tingkat toksik.
2.4.2.3 Uji Biologi Plastik dan Polimer Lain
Uji ini terdiri dari dua tahap pengujian. Tahap pertama lakukan uji biologis
secara in-vitro sesuai prosedur seperti yang ertera pada Uji Reaktivitas secara Biologi
in-vitro. Bahan yang memerlukan uji in vitro tidak memerlukan uji lanjutan. Tidak
ada kelas plastik dinyatakan termasuk golongan ini. Bahan yang tidak memenuhi
persyaratan uji in-vitro harus diuji tahap kedua yang dilakukan denga uji in-vivo
seperti Uji injeksi sistemik, Uji intra-kutan, dan Uji implantasi sesuai dengan
prosedur yang tertera pada Uji Reaktivitas secara Biologi in-vivo.
a. Uji Reaktivitas secara Biologi in-vitro
Uji berikut dirancang untuk menentukan reaktivitas biologik biakan sel
mamalia setelah kontak dengan plastik elastomer dan bahan polimer lain yang
kontak dengan penderita secara langsung, atau dengan ekstrak khusus yang dibuat
dari bahan uji. Hal yang penting adalah menyediakan luas permukaan spesifik untuk
ekstraksi. Jika luas permukaan specimen tidak dapat ditentukan, gunakan 0,1 g
elastomer atau 0,2 g plastik atau bahan lain untuk setiap mL cairan ekstraksi. Juga
penting untuk berhati-hati dalam penyediaan bahan-bahan tersebut untuk
menghindari kontaminasi mikroba dan zat asing lain.
Prosedur
Penyiapan sampel untuk ekstrak. Lakukan prosedur seperti yang tertera pada Uji
Reaktivitas secara Biologi in-vivo.
Penyiapan ekstrak. Lakukan penyiapan ekstrak seperti yang tertera pada Uji
Reaktivitas secara Biologi in-vivo, menggunakan larutan ijeksi Natrium Klorid
(natrium klorida 0,9%) atau media biakan sel mamalia bebas serum sebagai pelarut
ekstraksi. (Catatan bila ekstraksi dilakukan pada suhu 37C selama 24 jam, dalam
inkubator, gunakan mdia biakan yang ditambah serum. Kondisi ekstraksi tidak boleh
menyebabkan perubahan fisik seperti fusi atau pelelehan potongan kecuali sedikit
pelengketan.
b. Uji Reaktivitas secara Biologi in-vivo.
Uji berikut dirancang untuk menentukan respon biologik hewan terhadap
plastik elastomer dan bahan polimer lain yang kontak dengan penderita
secara langsung atau tidak langsung, atau dengan penyuntikan ekstrak khusus yang
dibuat dari bahan uji. Hal yang penting yaitu menyediakan daerah permukaan spesifik
untuk ekstraksi. Jila daerah permukaan specimen tidak dapat ditentukan, gunakan 100
mg elastomer atau 200 mg plastik atau bahan lain untuk tiap mL cairan ekstraksi.
Jugauntuk berhati-hati dalam penyediaan bahan-bahan yang akan disuntikkan atau
diteteskan guna menghindari kontaminasi mikroba dan zat asing lain.
2.4.3. Uji Tutup Karet Elastomerik
2.4.3.1 Prosedur Uji Biologi
Ada dua tahap pengujian. Tahap pertama adalah uji reaktivitas secara biologi
invitro. Bahan yang yeng memenuhi syarat uji invitro, tidak perlu dilakukan uji tahap
kedua. Bahan yang tidak memenuhi syarat invitro lanjutkan dengan tahap kedua yaitu
uji intrakutan yaitu uji reaktivitas secara biologi invitro.
2.4.3.2 Prosedur Uji Fisikokimia
Uji berikut dimaksudkan untuk menetapkan sifat fisikokimia yang
berhubungan dengan ekstraksi tutup elastomeric. Karena uji berdasarkan pada
ekstraksi elastomer, maka jumlah luas permukaan dari contoh yang akan diekstraksi
adalah penting. Dalam tiap pengujian ditetapkan luas permukaan untuk diekstraksi
pada suhu yang telah ditetapkan. Metode uji direncanakan untuk mengetahui variasi
utama yang diharakan.
Larutan pengekstraksi:
a. Air murni
b. Pembawa obat (bila digunakan)
c. Isopropanol
Peralatan
a. Otoklaf digunakan dapat mempertahankan suhu 121˚C ± 2˚C, yang dilengkapi
dengan thermometer, pengukur tekanan, dan rak yang sesuai untuk tempat wadah
pengujian diatas permukaan air.
b. Oven dapat mempertahankan suhu 105˚C ± 2˚C.
c. Alat Refluks, mempunyai kapasitas lebih kurang 500 ml.
Prosedur
Penyiapan contoh letakkan dalam wadah ekstraksi yang sesuai sejumlah tutup
elastomeric yang memberikan luas permukaan 100 cm2. Tambahkan 300 ml air murni
kedalam masing-masing wadah, tutup dengan gelas piala yang dibalik dan masukkan
dalam otoklaf pada suhu 121˚C ± 0,5˚C selama 30 menit. Enaptuangkan,
menmggunakan penapis baja tahan karat, sehingga tutup tertahan dalam wadah. Cuci
dengan 100 ml air murni goyangkan perlahan dan buang air cucian. Ulangi pencucian
dengan air murni 100 ml. lakukan prosedur yang sama untuk wadah blangko.
Ekstrak (dengan larutan pengekstraksi A) masukkan sejumlah contoh yang
telah dipersiapkan pada penyiapan contoh, dengan luas permukaan 100 cm2, kedalam
wadah yang sesuai, tambahkan 200 ml air murni. Tutup dengan gelas piala yang
dibalik dan ekstraksi dengan pemanasan dengan otoklaf pada suhu 121˚C selama 2
jam, biarkan selama waktu yang secukupnya hingga cairan dalam wadah mencapai
suhu ekstraksi. Biarkan otoklaf mendingin dengan cepat dan dinginkan hingga suhu
kamar. Lakukan prosedur yang sama pada blangko.
Ekstrak (dengan larutan pengekstraksi B atau larutan pengekstrak C)
masukkan sejumlah contoh yang telah dipersiapkan pada penyiapan contoh, dengan
luas permukaan 100 cm2, kedalam alat refluks yang sesuai berisi 200 ml larutan
pengekstraksi B atau larutan pengekstrak C, dan refluks selama 30 menit. Lakukan
prosedur yang sama pada blangko.
Kekeruhan (Gunakan ekstrak yang disiapkan dengan larutan pengekstraksi
A, larutan pengekstraksi B atau larutan pengekstrak C). Goyangkan wadah masukkan
sejumlah ekstrak kedalam sel, jika perlu encerkan dengan pengekstraksi, dan ukur
kekeruhannya dengan nefelometer, terhadap baku tetap yang direproduksibel (baku
nefelos). Kekeruhan adalah perbedaan antara harga yang diperoleh untuk blangko dan
contoh yang dinyatakan dalam unit nefelos, sesuai skala numeric linier arbitrary,
menunjukkan rentang kekaburan dari kejernihan mutlak sampai daerah kekeruhan.
Zat mereduksi (ekstrak yang digunakandengan larutan pengekstraksi A).
goyangkan wadah pindahkan 50 ml ekstrak contoh kedalam wadah yang sesuai, dan
titrasi dengan iodium 0,01 N, menggunakan 3 ml kanji sebagai indicator. Lakukan
penetapan blangko. Perbedaan volume titran antara blangko dan contoh dinyatakan
dalam ml iodium 0,01 N.
Logam berat (Gunakan ekstrak yang disiapkan dengan larutan pengekstraksi
A atau larutan pengekstraksi B). masukkan 20 ml ekstrak blangko dan ekstrak contoh
kedalam tabung pembanding warna yang terpisah. Masukkan 2 ml, 6 ml dan 10 ml
larutan baku timbale kedalam tiga tabung pembanding warna yang berbeda,
tambahkan 2 ml as.asetat 1 N pada tiap tabung, dan tambahkan air hingga 25 ml.
tambahkan 10 ml hydrogen sulfide yang dibuat segar kedalam tiap-tiap tabung,
campur diamkan 5 menit dan amati dari atas kebawah diatas permukaan putih.
Tetapkan jumlah logam berat dalam blanko dan dalam contoh. Kandungan logam
berat adalah perbedaan antara blangko dan contoh.
Perubahan pH ( Gunakan ekstrak yang disiapkan dengan larutan
pengekstraksi A atau larutan pengekstraksi B). tambahkan kalium klorida secukupnya
kedalam ekstrak A hingga kadar 0,1%. Tetapkan pH dari contoh ekstrak A dan
ekstrak B secara potensiometrik, lakukan penetapan blangko ekstrak A dan Ekstrak
B. perubahan pH adalah perbedaan pH antara blangko dan contoh.
Bahan terekstraksi (Gunakan ekstrak yang disiapkan dengan larutan
pengekstraksi A, larutan pengekstraksi B atau larutan pengekstrak C). Goyangkan
wadah, masukkan 100 ml balangko dan contoh kedalam cawan penguap yang telah
dipisah dan telah ditara. uapkan diatas tangas uap hingga kering atau dalam oven
pada suhu 100˚, keringkan pada suhu 105˚ selama 1 jam, dinginkan kedalam
desikator dan timbang. hitung bahan terekstraksi total, dalam mg dengan rumus:
2(Wu-WB)
Wu adalah bobot residu dari contoh dalam mg
WB adalah bobot residu blangko dalam mg
2.4.3.3 Uji Kebocoran
Pengujian keutuhan kemasan merupakan hal yang kritis. Hal ini karena
berhubungan dengan keamanan dan kualitas produk. Untuk keperluan tersebut
dibutuhkan uji yang bersifat non destruktif. Beberapa test yang sering digunakan
ialah:
a. Test elektrolit, digunakan untuk mengetahui kerusakan yang berhubungan
dengan kebocoran kemasan, test ini menggunakan larutan elektrolit, bila terjadi
kebocoran maka akan terjadi arus listrik.
b. Test tekanan, digunakan untuk mendeteksi kebocoran dari kemasan, dalam test
ini, gas diinjeksikan ke dalam kemasan yang telah dicelup dalam air. Injeksi
gas dilakukan dengan pompa. Bila terjadi kebocoran maka terjadi gelembung
dalam air.
c. Test mikrobiologi, digunakan untuk mendeteksi adanya kontaminasi dari
mikroba dalam kemasan. Test ini juga digunakan untuk menguji efektifitas sterilan
yang digunakan.
Contoh Pengujian Kebocoran Pada Ampul
Ampul dimaksudkan sebagai wadah tersegel yang kedap udara untuk suatu
dosis tunggal obat, sehingga secara sempurna menghalangi tiap perubahan antara isi
ampul yang disegel dan lingkungannya. Adanya pori-pori kapiler atau retakan halus
dapat menyebabkan masuknya mikroorganisme atau kontaminan lain yang berbahaya
ke dalam ampul, atau isinya dapat bocor keluar dan merusak penampilan kemasan.
Perubahan temperatur selama penyimpanan dapat menyebabkan ekspansi dan
kontraksi ampul dan isinya, sehingga menonjolkan perubahan jika ada lubang.
Uji kebocoran dimaksudkan untuk mendeteksi ampul yang belum ditutup
dengan sempurna, sehingga ampul-ampul tersebut dapat dibuang. Ampul yang
ditutup pada ujungnya kelihatannya tidak begitu sempurna penutupannya
dibandingkan dengan ampul yang ditutup dengan segel tarik. Di samping itu, retak
kecil bisa terjadi sekitar segel tersebut atau pada dasar ampul sebagai hasil dari
penanganan yang kurang sempurna.
Kebocoran biasanya dideteksi dengan menghasilkan suatu tekanan negatif
dalam ampul yang ditutup tidak sempurna, biasanya dalam ruang vakum, selagi
ampul tersebut dibenamkan dalam larutan yang diberi zat warna (biasanya 0,5 sampai
1,0% biru metilen). Tekanan atmosfer berikutnya kemudian menyebabkan zat warna
mempenetrasi ke dalam lubang, dapat dilihat setelah bagian luar ampul dicuci untuk
membersihkan zat warnanya. Vakum (27 inci Hg atau lebih) harus dengan tajam
dilepaskan setelah 30 menit. Hanya setetes kecil zat warna bisa mempenetrasi ke
lubang yang kecil.
Laporan pengkajian menunjukkan bahwa deteksi kebocoran lebih efektif bila
ampul dicelupkan dalam bak zat warna selama siklus pensterilan dengan autoklaf. Ini
mempunyai keuntungan tambahan membantu deteksi kebocoran dan sterilisasi dalam
satu pelaksanaan. Kapiler yang berdiameter 15 mikron atau lebih kecil bisa atau bisa
tidak dideteksi dengan cara uji ini.
Uji kebocoran tidak dilaksanakan untuk vial dan botol karena tutup karetnya
tidak kaku; tetapi botol seringkali disegel selagi suatu vakum ditarik, sehingga botol
tetap kosong (terevakuasi) selama waktu penyimpanan. Adanya vakum bisa dideteksi
dengan membenturkan dasar botol dengan keras dengan pangkal telapak tangan untuk
menghasilkan suara “memukul air”. Uji lainnya adalah dengan memakai pemeriksaan
penguji percikan ke luar botol tersebut, yang bergerak dari lapisan cairan ke dalam
ruang udara. Penglepasan percikan baru terjadi jika ruang udara dievakuasi
(dikosongkan).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengemasan dalam dunia farmasi mempunyai peran penting, yaitu untuk menempatkan bahan atau hasil pengolahan atau hasil industri dalam bentuk yang memudahkannya dalam penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi sampai ke tangan konsumen.
3.2 Saran
Demi perbaikan mutu pembuatan makalah dikemudian hari, maka kami
sebagai penulis dan penyusun berharap berbagai kritik serta saran dari pembaca yang
bersifat membangun dan dapat memotivasi mahasiswa lain, supaya mengetahui
mengenai pengemasan sediaan obat yang baik agar dapat bermanfaat untuk kita
semua dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.1995.Farmakope Indonesia Edisi IV.Departemen Kesehatan RI.Jakarta.
Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat danMakanan RI. Materi Talkshow di RRI tentang Kemasan Pangan. 2008.
Goeswin,Agoes.2009.Sediaan farmasi Steril. ITB Press.Bandung.
Kurniawan, Dhadang Wahyu & Teuku Nanda, S.S . 2012. Teknologi Sediaan Farmasi. Purwokerto : Laboratorium Farmasetika Unsoed.
Stefanus,Lukas.2006.Formulasi Sediaan Steril. C.V Andi Offset.Yogyakarta.
Voight,R.1995.Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta