bab i sampai iv

41
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum remaja berarti tumbuh menjadi dewasa, menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), adalah periode usia antara 10 sampai 19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai 24 tahun. Sementara itu, menurut The Health Resources and Services Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11-12 tahun dan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14 tahun), remaja menengah (15-17 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun) (Widyastuti dkk, 2011). Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala 1

Upload: teuku-hanafi-hanafi

Post on 29-Nov-2015

93 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

skripsi

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara umum remaja berarti tumbuh menjadi dewasa, menurut organisasi

kesehatan dunia (WHO), adalah periode usia antara 10 sampai 19 tahun,

sedangkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), menyebut kaum muda (youth)

untuk usia antara 15 sampai 24 tahun. Sementara itu, menurut The Health

Resources and Services Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang

usia remaja adalah 11-12 tahun dan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu remaja awal

(11-14 tahun), remaja menengah (15-17 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun)

(Widyastuti dkk, 2011).

Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental

dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam

segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta

prosesnya. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan kesehatan yang sempurna

baik secara fisik, mental, sosial dan bukan semata-mata terbebas dari penyakit

atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi

(Yudhi, 2008).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO), sekitar 16 juta

perempuan berusia 15-19 tahun melahirkan setiap tahunnya, sekitar 11% dari

semua kelahiran di seluruh dunia. Sembilan puluh lima persen dari kelahiran

1

2

remaja terjadi di negara-negara berkembang. Usia 10-20 tahun adalah usia

remaja, di mana usia-usia tersebut mempunyai risiko yang lebih tinggi (kesulitan

melahirkan, kematian bayi atau ibu) dari pada kehamilan dalam usia-usia di

atasnya. Wanita yang hamil pada usia 15-19 tahun mempunyai risiko yang lebih

besar untuk mengalami komplikasi kehamilan dan persalinan dibandingkan

wanita yang hamil pada usia 20-24 tahun (Sarwono, 2011).

Undang-undang di Indonesia telah mengatur batas usia perkawinan.

Dalam undang-undang perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa

perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 tahun dan pihak

perempuan mencapai umur 16 tahun. Kebijakan pemerintah dalam menetapkan

batas minimal usia pernikahan ini tentunya melalui proses dan berbagai

pertimbangan. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-benar siap dan

matang dari sisi fisik, psikis, dan mental (Narendra, 2002).

Pernikahan dini merupakan perkawinan di bawah umur (19 tahun) yang

target persiapannya belum dikatakan maksimal baik dari segi persiapan fisik,

persiapan mental juga persiapan materi. Terdapat berbagai faktor yang melatar

belakangi terjadinya pernikahan dini yang dilakukan, dan menjadi permasalahan

yang besar ketika tidak ada pencarian analisa masalah yang tepat yang didasari

oleh data yang akurat dan terpercaya serta solusi yang alternatif untuk

memecahkan masalah ini. Penangganan adanya dampak buruk pernikahan dini,

yaitu dengan pendewasaan usia kawin, keluarga sejahtera dan pemerintah peduli

3

remaja berupa solusi baru yang lebih objektif yang dapat dijadikan sebagai

langkah awal untuk mengatasi maraknya pernikahan dini (Sasmita, 2008).

Di Indonesia wanita yang berusia 25 sampai 29 tahun yang menikah

dibawah usia 18 tahun mencapai 34 %, dan Indonesia termasuk dalam lima besar

Negara-negara yang persentase pernikahan dini tertinggi di dunia. Berdasarkan

usia pernikahan dan level pendidikan, data statistik di Indonesia menunjukkan

terdapat 20 % wanita yang menikah diusia sekitar 15-19 tahun dan 18 % wanita

yang menikah dengan laki-laki dibawah usia 20 tahun. Pernikahan dini 15-20%

dilakukan oleh pasangan baru, secara nasional pernikahan dini usia pengantin di

bawah usia 16 tahun sebanyak 26,9% (Depkes RI, 2005).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh

mayoritas penduduk perempuan usia perkawinan pertamanya diantara 19-24

tahun yaitu masing-masing sebesar 45,08 persen dan 45,59 persen. Sedangkan

persentase penduduk perempuan yang menikah pada usia 18 tahun ke bawah

(10-15 dan 16-18tahun) masih lebih tinggi di daerah perdesaan dari pada daerah

perkotaan yaitu sebesar 44,02 persen dan 35,86persen. Hal ini menggambarkan

bahwa penduduk yang tinggal di daerah perkotaan memiliki kesadaran yang

lebih tinggi untuk menunda perkawinan hingga mencapai usia yang cukup

matang dari pada penduduk daerah perdesaan. Fenomena ini dapat dipahami

karena penduduk di daerah perkotaan lebih mudah untuk mengakses informasi,

fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan, sehingga perempuan yang menunda

usia perkawinan lebih banyak dibandingkan di daerah perdesaan. Semakin

4

terbukanya kesempatan kerja bagi perempuan dan jenjang pendidikan yang lebih

tinggi, merupakan beberapa faktor yang turut mempengaruhinya (BPS, 2010).

Pernikahan diusia muda menimbulkan banyak dampak baik positif

maupun negatif yang akan terjadi baik terhadap diri remaja sendiri, keluarga,

masyarakat, bangsa dan negara. Dampak negatif perkawinan usia muda terhadap

perempuan jauh lebih besar dan lebih kompleks dibandingkan laki-laki.

Dampak-dampak yang ditimbulkan ini berpengaruh pada kualitas keluarga yang

dihasilkan, ditinjau dari sisi ketidaksiapan secara fisik bagi calon ibu remaja

dalam mengandung dan melahirkan bayinya, maupun kesiapan psikis dalam

menghadapi persoalan sosial atau ekonomi rumah tangga, dan membina

pernikahan serta menjadi orang tua yang bertanggung jawab (Fransiska, 2011).

Berdasarkan hasil survey sementara dari beberapa orang siswi SMA

Negeri 2 Indra Jaya Kecamatan Indra Jaya didapatkan hasil bahwa banyak siswi

yang tidak mengerti tentang pernikahan dini dan dampak yang akan ditimbulkan

dari pernikahanan dini baik dari segi kesehatan maupun dari segi lainnya. Hasil

survey tersebut menunjukkan bahwa masih sangat rendahnya pengetahuan

siswi tentang pernikahan dini serta dampaknya pada kesehatan reproduksi, dan

masih perlu banyak bimbingan serta pengetahuan tentang pernikahan dini dan

dampak yang akan ditimbulkan bagi kesehatan.

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fenomena di atas, maka peneliti sangat

tertarik untuk meneliti tentang Bagaimana Gambaran Pengetahuan Remaja

Putri Tentang Dampak Pernikahan Dini Pada Kesehatan Reproduksi Di

SMA Negeri 2 Indra Jaya Kecamatan Indrajaya Kabupaten Pidie Tahun

2013 ?.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Ingin mengetahui gambaran pengetahuan remaja putri tentang dampak

pernikahan dini pada kesehatan reproduksi di SMA Negeri 2 Indra Jaya

Kecamatan Indrajaya Kabupaten Pidie Tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan siswi tentang dampak

pernikahan dini terhadap kehamilan.

b. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan siswi tentang dampak

pernikahan dini terhadap persalinan.

c. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan siswi tentang dampak

pernikahan dini terhadap bayi yang dilahirkan.

d. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan siswi tentang dampak

pernikahan dini terhadap organ reproduksi

6

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan ini dapat bermanfaat bagi

1. Peneliti

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan ilmu pengetahuan

tentang kesehatan reproduksi khususnya mengenai pernikahan dini

2. Remaja Putri

Dapat mengetahui dampak apa saja yang timbul akibat pernikahan

dini, khususnya untuk kesehatan reproduksi, agar remaja putri sedapat

mungkin menghindari pernikahan yang terjadi di usia dini.

3. Masyarakat

Sebagai masukan bagi masyarakat khususnya orang tua yang memiliki

remaja putri, agar dapat memberikan informasi mengenai dampak yang dapat

terjadi pada pernikahan dini.

4. Institusi Pendidikan

Dapat menjadi bahan masukan berupa referensi dalam melakukan

penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi

remaja.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu pengindraan terjadi

melalui panca indra manusia yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan

telinga (Notoatmodjo, 2003).

B. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang dicakup dalam domain

kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :

1. Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

selanjutnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang

tahu tentang apa yang di pelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension), diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham

7

8

terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya.

3. Aplikasi (aplication), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus,

metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

4. Analisa (analisys), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek dalam komponen - komponen, tetapi masih di dalam

satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis), menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dan formulasi - formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian ini

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada

C. Remaja

Remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari

masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai dengan perkembangan yang

sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial. Masa remaja merupakan masa

9

peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan

masa pubertas. Namun demikian menurut beberapa ahli, selain istilah pubertas

digunakan juga istilah adolesens, dalam bahasa inggris adolescence (Poltekes

Depkes Jakarta, 2010).

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia.

Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke

masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan

perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada

umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun

(Notoatdmojo, 2007). Menurut Soetjiningsih (2004) Masa remaja merupakan

masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan

seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa

menjelang dewasa muda.

D. Pernikahan Dini

Pengertian pernikahan dini adalah sebuah bentuk ikatan atau pernikahan

yang salah satu atau kedua pasangan berusia di bawah 18 tahun atau sedang

mengikuti pendidikan di sekolah menengah atas. Jadi sebuah pernikahan disebut

pernikahan dini, jika kedua atau salah satu pasangan masuk berusia di bawah 18

tahun (Fransiska, 2011).

Perkawinan dalam usia muda merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan keganasan mulut rahim. Kanker serviks adalah kanker yang

10

menyerang bagian ujung bawah rahim yang menonjol ke vagina. Kanker serviks

merupakan kanker yang berasal dari leher rahim ataupun mulut rahim yang

tumbuh dan berkembang dari serviks, dapat menembus keluar serviks sehingga

tumbuh diluar serviks bahkan terus tumbuh sampai dinding panggul. Remaja

tahap awal beresiko paling besar untuk menghadapi masalah dalam masa hamil

dan melahirkan bayi dengan BBLR, kematian bayi dan abortus, remaja tahap

awal cenderung memulai perawatan prenatal lebih lambat dari pada remaja

berusia lebih tua dan wanita dewasa, mereka memiliki resiko tinggi (Apriliana,

2011).

Pada masa remaja ini, alat reproduksinya belum matang untuk melakukan

fungsinya. Rahim (uterus) baru siap melakukan fungsinya setelah umur 20 tahun,

karena pada masa ini fungsi hormonal melewati masa yang maksimal. Pada usia

14-18 tahun, perkembangan otot-otot rahim belum cukup baik kekuatan dan

kontraksinya sehingga jika terjadi kehamilan rahim dapat rupture (robek). Pada

usia 14-19 tahun, sistem hormonal belum stabil, kehamilan menjadi tidak stabil

mudah terjadi pendarahan dan terjadilah abortus atau kematian janin. Usia

kehamilan terlalu dini dari persalinan memperpanjang rentang usia reproduksi

aktif. Hal ini dapat mengakibatkan resiko kanker leher rahim dikemudian hari

(Fardian, 2007).

11

E. Dampak-dampak yang ditimbulkan dari pernikahan dini

1. Dampak terhadap kehamilan

Dampak pernikahan dini terhadap kehamilan menurut Anonim, (2005)

diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Kurangnya Perawatan Selama Hamil dan Sebelum Melahirkan

Gadis remaja yang hamil terutama jika tidak mendapatkan

dukungan dari keluarganya sangat berisiko mengalami kekurangan dalam

hal perawatan selama hamil dan sebelum melahirkan. Padahal perawatan

ini sangat penting terutama dibulan-bulan awal kehamilan. Perawatan ini

berguna untuk memantau kondisi medis ibu dan bayi serta

pertumbuhannya, sehingga jika ada komplikasi bisa tertangani dengan

cepat.

b. Hipertensi

Remaja yang hamil memiliki resiko mengalami tekanan darah

tinggi atau disebut dengan pregnancy-induced hypertension, dibandingkan

dengan perempuan yang hamil diusia matang. Kondisi ini memicu

terjadinya preeklamsia, yaitu kondisi medis berbahaya yang

menggabungkan tekanan darah tinggi dengan kelebihan protein dalam

urin, pembengkakan tangan dan wajah ibu serta kerusakan organ. Pada pre

eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam

dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus.

12

Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga

hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola

dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik sebagai

usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat

dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan

oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum

diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria

dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada

glomerulus (Sinopsis Obstetri, )

c. Efek preeklampsia bagi janin

Preeklampsia dapat menyebabkan gangguan peredaran darah pada

plasenta. Hal ini akan menyebabkan berat badan bayi yang dilahirkan

relatif kecil. Selain itu, preeklampsia juga dapat menyebabkan terjadinya

kelahiran prematur dan komplikasi lanjutan dari kelahiran prematur yaitu

keterlambatan belajar, epilepsi, sereberal palsy, dan masalah pada

pendengaran dan penglihatan.

d. Resiko Tertular Penyakit Menular Seksual (PMS)

Remaja yang melakukan hubungan seks memiliki risiko tertular

penyakit seksual seperti chlamydia dan HIV. Hal ini sangat penting untuk

diwaspadai karena PMS bisa menyebabkan gangguan pada serviks (mulut

rahim) atau menginfeksi rahim dan janin yang sedang dikandung.

13

e. Depresi Pasca Melahirkan

Kehamilan yang terjadi pada saat remaja, terlebih yang tidak

mendapat dukungan dari suami (yang menghamili) berisiko tinggi

mengalami depresi pasca melahirkan. Depresi ini bisa mengganggu

perawatan bayi yang baru lahir dan juga perkembangan remaja tersebut ke

depannya, karena umurnya yang belasan tahun sudah harus mengurusi

anak, ditambah lagi jika dalam pengurusannya tidak ditunjang oleh

dukungan suami (bagi remaja yang sudah menikah) dan oleh laki-laki

yang menghamili (bagi remaja yang hamil di luar nikah).

f. Keguguran

Keguguran pada hamil usia muda dapat terjadi secara tidak

disengaja, misalnya  karena terkejut, cemas, stres. Tetapi ada juga

keguguran yang sengaja dilakukan oleh tenaga non profesional sehingga

dapat menimbulkan akibat efek samping yang serius seperti tingginya

angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat

menimbulkan kemandulan.

g. Anemia Kehamilan

Anemia gizi lebih sering dijumpai dalam kehamilan karena pada

masa ini terjadi peningkatan kebutuhan zat-zat makanan untuk mendukung

perubahan-perubahan fisiologis selama hamil. Penyebab anemia pada saat

hamil diusia muda disebabkan kurang pengetahuan akan pentingnya gizi

14

pada saat hamil di usia muda, karena pada saat hamil mayoritas seorang ibu

mengalami anemia. Tambahan zat besi dalam tubuh fungsinya untuk

meningkatkan jumlah sel darah merah, membentuk sel darah merah janin

dan plasenta, lama kelamaan seorang yang kehilangan sel darah merah

akan menjadi anemis.

2. Dampak pernikahan dini terhadap persalinan

Beberapa persoalan yang dikemukakan adalah risiko kesehatan anak-

anak yang dinikahkan di bawah umur, misalnya ibu usia di bawah 15 tahun

lima kali mengandung resiko pendarahan, serta kesulitan melahirkan.

Kematian ibu di kalangan usia bawah diestimasikan dua kali hingga lima kali

lebih banyak dari ibu berusia dewasa. Seorang remaja dari segi fisik, remaja

itu belum kuat, tulang panggulnya masih terlalu kecil sehingga dapat

membahayakan proses persalinan. Pada tahap remaja, seorang anak sedang

mengalami pertumbuhan. Bila ia juga harus mengandung janin yang sedang

tumbuh maka akan terjadi perebutan dalam perkembangan sehingga walaupun

mungkin selamat namun kualitas anak yang dilahirkan remaja tentu akan

berbeda dengan yang dilahirkan oleh perempuan dewasa yang memang sudah

siap untuk melahirkan (Fransiska, 2011).

Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot

rahim yang terlalu lemah dalam proses involusi. Selain itu juga disebabkan

selaput ketuban stosel (bekuan darah yang tertinggal di dalam rahim).

15

Kemudian proses pembekuan darah yang lambat dan juga dipengaruhi oleh

adanya robekan pada jalan lahir (Anomim. 2005).

3. Dampak pernikahan dini terhadap anak yang dilahirkan

Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat reproduksi terutama

rahim yang belum siap dalam suatu proses kehamilan, berat badan lahir

rendah (BBLR) juga dipengaruhi gizi saat hamil kurang dan juga umur ibu

yang belum menginjak 20 tahun. Cacat bawaan dipengaruhi kurangnya

pengetahuan ibu tentang kehamilan, pengetahuan akan asupan gizi rendah,

pemeriksaan kehamilan (ANC) kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil.

Selain itu cacat bawaan juga disebabkan karena keturunan (genetik) proses

pengguguran sendiri yang gagal, seperti dengan minum obat-obatan

(gynecosit sytotec) atau dengan loncat-loncat dan memijat perutnya sendiri.

Ibu yang hamil pada usia muda biasanya pengetahuannya akan gizi masih

kurang, sehingga akan berakibat kekurangan berbagai zat yang diperlukan

saat pertumbuhan dengan demikian akan mengakibatkan makin tingginya

kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan (Anonim,

2005).

Dampak bagi anak akan melahirkan bayi lahir dengan berat rendah,

sebagai penyebab utama tingginya angka kematian ibu dan bayi, cedera saat

lahir, komplikasi persalinan yang berdampak pada tingginya mortalitas.

Kehamilan yang terjadi pada saat remaja bisa beresiko tinggi mengalami

16

depresi pasca melahirkan, Para gadis ini akan merasa down dan sedih setelah

melahirkan bayinya. Depresi bisa menganggu pertumbuhan bayi yg baru lahir

dan juga perkembagan remaja tersebut karena itu remaja harus berbicara

secara terbuka dengan dokter atau orang lain yang dipercayai (Nugraha,

2002).

4. Dampak pernikahan dini terhadap organ reproduksi

Remaja yang menikah dini baik secara fisik maupun biologis belum

cukup matang untuk memiliki anak, sehingga kemungkinan anak cacat dan

anak ataupun ibu meninggal saat proses persalinan lebih tinggi. Pernikahan

dini juga berisiko mengakibatkan penyakit kanker mulut rahim dan rasa sakit

pada kemaluan wanita saat beruhubungan intim. Perempuan yang menikah

dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker leher rahim. Pada usia

remaja, sel-sel leher rahim belum matang. Kalau terpapar human papiloma

virus atau HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker. Leher

rahim ada dua lapis epitel, epitel skuamosa dan epitel kolumner. Pada

sambungan kedua epitel terjadi pertumbuhan yang aktif, terutama pada usia

muda. Epitel kolumner akan berubah menjadi epitel skuamosa. Perubahannya

disebut metaplasia. Kalau ada HPV menempel, perubahan menyimpang

menjadi displasia yang merupakan awal dari kanker. Pada usia lebih tua, di

atas 20 tahun, sel-sel sudah matang, sehingga resiko makin kecil. Gejala awal

perlu diwaspadai, keputihan yang berbau, gatal serta perdarahan setelah

senggama. Jika diketahui pada stadium sangat dini atau prakanker, kanker

17

leher rahim bisa diatasi secara total. Untuk itu perempuan yang aktif secara

seksual dianjurkan melakukan tes Papsmear 2-3 tahun sekali (Apriliana,

2011).

F. Resiko Pernikahan Dini

Resiko yang terjadi karena pernikahan dini menurut Sibagariang (2010),

adalah sebagai berikut :

1. Resiko sosial pernikahan Dini

Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas diri dan

membutuhkan pergaulan dangan teman-teman sebaya. Pernikahan dini secara

secara sosial akan menjadi bahan pembicaraan teman-teman remaja dan

masyarakat. Kesempatan untuk bergaul dengan teman sesama remaja hilang,

Sehingga remaja kurang dapat membicarakan masalah-masalah yang

dihadapinya. Pernikahan dini dapat mengakibatkan remaja berhenti sekolah

sehingga kehilangan kesempatan untuk menuntut ilmu sebagai bekal untuk

hidup di masa depan.

2. Resiko kejiwaan pernikahan dini

Perkawinan pada umumnya merupakan suatu masa peralihan dalam

kehidupan seseorang dan oleh karenanya mengandung stres. Untuk itu

menghadapi perkawinan diperlukan kesiapan mental dari suami maupun istri,

yaitu bahwa dia mulai beralih dari masa hidup sendiri kemasa hidup bersama

18

dan berkeluarga. Kesiapan dan kematangan mental ini biasanya belum dicapai

pada umur dibawah 20 tahun.

3. Resiko Kesehatan Pernikahan Dini

Resiko kesehatan terutama terjadi pada pasangan wanita pada saat

mengalami kehamilan dan persalinan. Kehamilan mempunyai dampak

negative terhadap kesejahteraan seorang remaja. Sebenarnya ia belum siap

mental untuk hamil, namun karena keadaan ia terpaksa menerima kehamilan

dengan resiko kurang darah (anemia), Kurang gizi pada masa kehamilan,

penyulit pada saat melahirkan, dan bisa saja pasangan yang kurang siap untuk

menerima kehamilan cenderung untuk mencoba melakukan aborsi yang dapat

berakibat kematian bagi wanita.

G. Upaya Penanggulangan Resiko Pernikahan Dini

Upaya penanggulangan resiko tinggi pernikahan dini menurut Sibagariang

(2010), adalah sebagai berikut :

1. Pencegahan

Orang tua perlu manyadari bahwa pernikahan dini bagi anaknya penuh

dengan resiko yang membahayakan baik secara sosial, kejiwaan maupun

kesehatan. Remaja putri perlu diberikan informasi tentang hak-hak

reproduksinya dan resiko pernikahan dini. Bagi remaja yang belum menikah,

kehamilan remaja dapat dicegah dengan cara menghindari terjadinya

19

senggama, itu berarti remaja harus mengisi waktunya dengan kegiatan-

kegiatan yang akan memberi bekal hidupnya dimasa depan.

2. Penanganan

Kehamilan remaja merupakan kehamilan yang beresiko karena itu

remaja yang hamil harus intensif memeriksakan kehamilannya. Dengan

demikian diharapkan kelainan dan penyulit yang akan terjadi dapat segera di

obati.

H. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Remaja Putri Tentang

Dampak Pernikahan Dini Pada Kesehatan Reproduksi

1. Informasi

Menurut Soetjiningsih (2004) bahwa faktor yang menjadi sebab terjadinya

pengetahuan yang kurang tentang masalah remaja terutama tentang pernikahan

dini yaitu institusi pendidikan langsung yaitu guru sekolah dan orang tua yang

kurang siap memberikan informasi yang kurang dan tepat waktu. Semakin maju

tehknologi, membaiknya komunikasi mengakibatkan membanjirnya arus

informasi dari luar yang sulit sekali diseleksi.

Informasi adalah keterangan pemberitahuan kabar berita dari suatu media

dan alat (sarana) komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, poster,

spanduk, internet, dan tenaga kesehatan. Media komunikasi adalah media yang

digunakan pembaca untuk mendapatkan informasi sesuatu atau hal tentang

pengetahuan. Berkaitan dengan penyediaan informasi bagi manajemen dalam

20

pengambilan keputusan, informasi yang diperoleh harus berkaitan. Kualitas

informasi tergantung tiga hal yaitu akurat, tepat waktu dan relevan. (Tugiman,

2006).

Sumber informasi mempengaruhi pengetahuan baik dari media maupun

orang-orang dalam terkaitnya dengan kelompok manusia memberi kemungkinan

untuk dipengaruhi dan mempengaruhi anggota-anggota. Seseorang di dalam

proses pendidikan juga memperolah pengetahuan melalui berbagai macam alat

bantu. Alat bantu media akan membantu dalam melakukan penyuluhan. Agar

pesan kesehatan dapat disampaikan dengan jelas dengan media orang dapat lebih

mengerti fakta kesehatan yang dianggap rumit sehingga mereka dapat

menghargai betapa bernilainya kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Kriteria informasi

baik jika mendapatkan informasi ≥ 6 media, dan cukup jika mendapatkan

informasi < dari 6 media (Notoatmodjo, 2005).

2. Peran Orang Tua

Orang tua merupakan tempat anak berlindung dan mendapatkan

kedamaian melalui keserasian antara ketertiban dan ketrentraman dengan

mempertimbangkan pengaruh-pengeruh yang datang dari luar rumah, tidaka

ada pihak lain yang dapat menggantikan peranan orang tua dengan seutuhnya.

Keberhasilan orang tua di dalam menunjang motivasi dan keberhasilan studi

terletak pada eretnya hubungan orang tua dengan anaknya (Soekanto, 2007).

Orang tua harus segera menjelaskan apa sesungguhnya yang terjadi

21

dalam tubuh anak dan beberapa perubahan yang harus diterimanya. Orang tua

juga harus memberikan pengetahuan tentang pernikahan dini yang akan

berdampak pada kesehatan reproduksi dan dapat mengancam masa depan

sianak, anak akan kehilangan waktu bermain dengan teman-temannya dan

kehilangan waktu untuk belajar (Anonim, 2005).

I. Kerangka Teori

Berdasarkan pendapat Tugiman (2006) dan Soekanto (2007) faktor-faktor

yang mempengaruhi pengetahuan remaja adalah informasi dan peran orang tua.

Independen Dependen

Gambar 1. Kerangka Teori

Menurut Soekanto (2007)

- Peran orang tua

Pengetahuan remaja putri tentang dampak pernikahan dini

Menurut Tugiman (2006)

- Informasi

22

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini mengacu pada teori yang

dikemukakan oleh Tugiman (2006) dan Soekanto (2007) yang mengatakan

pengetahuan remaja dipengaruhi oleh informasi dan peran orang tua.

Independen Dependen

Gambar 2. Kerangka Konsep

Informasi

Peran orang tua

Pengetahuan remaja putri tentang dampak

pernikahan dini

22

23

B. Definisi Operasional

No VariabelDefenisi

OperasionalCara Ukur

Alat Ukur

Skala Hasil Ukur

Variabel Dependen

1. Pengetahuan remaja

Segala sesuatu yang diketahui remaja

Mengedarkan kuesioner

Kuesioner Ordinal BaikCukup Kurang

Variabel Independen

1.

2.

Informasi

Peran Orang Tua

Pengetahuan yang didapat baik dari media masa maupun perorangan

Suatu peran dalam memberikan suatu informasi mengenai persoalan tentang pernikahan dini

Mengedarkan kuesioner

Mengedarkan kuesioner

Kuesioner

Kuesioner

Ordinal

Ordinal

Baik Cukup

BerperanTidak Berperan

24

C. Cara Pengukuran Variabel

1. Menurut Notoatmodjo ( 2003 ), cara pengukuran tingkat pengetahuan

terbagi atas 3 katagori :

a. Tingkat pengetahuan baik, jika jawaban responden benar lebih besar dari

76 – 100 % dari total skor

b. Tingkat pengetahuan cukup, jika jawaban responden benar antara 56 –

75 % dari total skor

c. Tingkat pengetahuan kurang, jika jawaban responden benar kurang dari

56 % dari total skor

2. Informasi terbagi atas 2 katagori (Notoatmodjo, 2005) :

a. Baik jika responden medapatkan informasi ≥ 6 informasi

b. Cukup jika responden mendapatkan informasi < 6 informasi

3. Peran orang tua terbagi atas 2 katagori (Soekanto, 2007) :

a. Berperan jika menjawab ya dengan jumlah ≥ 2 pertanyaan

b. Tidak berperan jika menjawab ya dengan jumlah < 2 pertanyaan

25

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode

pendekatan cross sectional untuk melihat Gambaran Pengetahuan Remaja Putri

Tentang Dampak Pernikahan Dini Pada Kesehatan Reproduksi Di SMA Negeri 2

Indra Jaya Kecamatan Indra Jaya Kabupaten Pidie Tahun 2013

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini akan dilaksanakan di SMA Negeri 2 Indra Jaya

Kecamatan Indra Jaya Tahun 2013. Waktu penelitian direncanakan pada bulan

Juni 2013.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi : Populasi dalam penelitian ini adalah siswi kelas 1 dan 2 yang ada di

SMA Negeri 2 Indra Jaya dengan jumlah 66 orang

2. Sampel : Sampel adalah semua populasi yang diteliti adapun tehnik

pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Total sampling yaitu seluruh

populasi dijadikan sampel dengan jumlah 66 orang siswi.

25

26

D. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari responden dengan

membagikan koesioner yang telah disusun sesuai dengan tujuan penelitian

yang berisikan daftar pertanyaan dengan pilihan jawaban yang telah

disiapkan.

2. Data Sekunder

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

didapatkan dari SMA Negeri 2 Indra Jaya.

E. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara manual. Pelaksanaanya dilakukan

dengan langkah-langkah sebagai berikut : (Notoatmodjo, 2003)

1. Editing, langkah ini bertujuan agar data yang diperoleh dapat diolah dengan

baik untuk mendapatkan informasi yang tepat.

2. Coding, yaitu memberikan kode atau angka tertentu terhadap kuisoner yang

diajukan.

3. Transfering, data yang telah diberi kode disusun secara berurutan dari

responden pertama sampai responden terakhir untuk dimasukkan ke dalam

tabel sesuai dengan variabel yang diteliti.

4. Tabulating, yaitu data yang dikumpulkan ditabulasi dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi.

27

F. Analisa Data

Analisa data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan

presentase untuk masing-masing katagori dalam tabel distribusi frekuensi dengan

menggunakan rumus yang dikutip dari Budiarto (2002) sebagai berikut :

P =

fn

100 %

Keterangan :

P = Persentase

f = Frekuensi teramati

n = Jumlah sampel