bab i pendahuluan yakni negara-negara asia...

17
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena menarik di benua Afrika memasuki abad ke-21 diwarnai dengan kehadiran the emerging actors, yakni negara-negara Asia Timur yang semakin intens dan terlihat giat beraspirasi dalam rivalitas. China, Jepang, India, dan Korea Selatan, merupakan negara-negara yang dikenal memiliki pengaruh besar di Asia, kini semakin proaktif mendekati dan menjadi mitra utama berpengaruh di Afrika. Hubungan perdagangan dinamis, investasi, dan inisiatif baru untuk bantuan pembangunan menjadi instrumen strategis untuk memperkuat kehadiran negara-negara tersebut di Afrika. Di bawah kepemimpinan Hu Jintao, China menunjukkan pendekatan terhadap Zimbabwe dengan mengambil langkah-langkah asertif untuk mendorong hubungan ke level yang lebih tinggi. China proaktif menjadi mitra dagang, investor, dan sebagai donor utama pembangunan di Zimbabwe. Diaspora China semakin terekspos publik internasional dengan terealisasinya sejumlah pembangunan infrastruktur, transportasi, pembangkit listrik, telekomunikasi, perumahan dan mega proyek lainnya di Zimbabwe. Dari pendekatan kontemporer China terhadap Zimbabwe ini, turut mengemuka adanya perkembangan berkesinambungan kedua entitas melalui penguatan kerjasama dalam framework Strategic Partnership dengan menginisiasi hubungan “win-win relationship”. Zimbabwe sendiri merupakan negara yang mendapatkan sanksi negara- negara Barat, karena pemerintahan Zimbabwe African National Union – Patriotic Front (ZANU-PF) pimpinan Presiden Robert Mugabe dinilai telah melakukan pelanggaran demokrasi dan hak asasi manusia. Inggris dan AS bahkan memimpin dalam mendorong masyarakat internasional untuk mengisolasi Zimbabwe dengan menjatuhkan sanksi. Pada tanggal 18 Februari 2002, Uni Eropa menjatuhkan

Upload: doantu

Post on 08-Sep-2018

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN yakni negara-negara Asia …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77962/potongan/S2-2015... · Zimbabwe sendiri merupakan negara yang mendapatkan sanksi negara-negara

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fenomena menarik di benua Afrika memasuki abad ke-21 diwarnai

dengan kehadiran the emerging actors, yakni negara-negara Asia Timur yang

semakin intens dan terlihat giat beraspirasi dalam rivalitas. China, Jepang, India,

dan Korea Selatan, merupakan negara-negara yang dikenal memiliki pengaruh

besar di Asia, kini semakin proaktif mendekati dan menjadi mitra utama

berpengaruh di Afrika. Hubungan perdagangan dinamis, investasi, dan inisiatif

baru untuk bantuan pembangunan menjadi instrumen strategis untuk memperkuat

kehadiran negara-negara tersebut di Afrika.

Di bawah kepemimpinan Hu Jintao, China menunjukkan pendekatan

terhadap Zimbabwe dengan mengambil langkah-langkah asertif untuk mendorong

hubungan ke level yang lebih tinggi. China proaktif menjadi mitra dagang,

investor, dan sebagai donor utama pembangunan di Zimbabwe. Diaspora China

semakin terekspos publik internasional dengan terealisasinya sejumlah

pembangunan infrastruktur, transportasi, pembangkit listrik, telekomunikasi,

perumahan dan mega proyek lainnya di Zimbabwe. Dari pendekatan kontemporer

China terhadap Zimbabwe ini, turut mengemuka adanya perkembangan

berkesinambungan kedua entitas melalui penguatan kerjasama dalam framework

Strategic Partnership dengan menginisiasi hubungan “win-win relationship”.

Zimbabwe sendiri merupakan negara yang mendapatkan sanksi negara-

negara Barat, karena pemerintahan Zimbabwe African National Union – Patriotic

Front (ZANU-PF) pimpinan Presiden Robert Mugabe dinilai telah melakukan

pelanggaran demokrasi dan hak asasi manusia. Inggris dan AS bahkan memimpin

dalam mendorong masyarakat internasional untuk mengisolasi Zimbabwe dengan

menjatuhkan sanksi. Pada tanggal 18 Februari 2002, Uni Eropa menjatuhkan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN yakni negara-negara Asia …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77962/potongan/S2-2015... · Zimbabwe sendiri merupakan negara yang mendapatkan sanksi negara-negara

2

sanksi terhadap Zimbabwe dan kembali memberlakukan sanksi pada tahun 2013.

Rekomendasi diberlakukannya penundaan terhadap keikutsertaan Zimbabwe ke

dalam organisasi-organisasi internasional besar, seperti PBB, IMF, Bank Dunia

serta Persemakmuran turut mengemuka. Disahkannya Zimbabwe Democracy and

Economic Recovery Act (ZIDERA) oleh Kongres AS yang ditujukan untuk

mendorong reformasi ekonomi dan politik di Zimbabwe diindikasikan sebagai

sinyalemen intervensi AS menekan pemerintah Zimbabwe. Namun kontras

dengan negara Barat, China justru muncul sebagai aliansi internasional terdekat

Zimbabwe. Setelah selama periode Structural Adjustment Programs (SAP’s)

antara tahun 1991 dan 1996, peran China di Zimbabwe sangat terbatas. Kini di

bawah kepemimpinan Hu Jintao, China bahkan telah menfasilitasi sejumlah

skema unconditional aid sebagai bagian dari framework Strategic Partnership

menggantikan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank. Tentu saja

pendekatan China terhadap Zimbabwe sebagai “mitra pilihan” turut memunculkan

pandangan berbeda khususnya dari negara Barat.

Beberapa analisis mengasumsikan bahwa pendekatan China terhadap

Zimbabwe adalah murni hubungan ekonomi, didorong oleh insentif material,

terutama oleh kebutuhan untuk bahan baku. Konsekuensi pertumbuhan pesat

ekonomi China serta merta mendorong permintaan untuk bahan baku kritis, yang

banyak bersumber di Zimbabwe. Disamping itu China tengah bersaing untuk

potensi pasar yang besar di Zimbabwe. Relevansi asumsi-asumsi pada dimensi

material tersebut tidak dapat dikesampingkan, namun tidak dapat diabaikan juga

kekuatan dimensi ideasional turut mendorong perilaku negara. Dalam konteks ini,

pengaruh China di Zimbabwe telah menjadi fokus perhatian terutama mengenai

peran great power dalam menciptakan dan membuat upaya-upaya terobosan untuk

pembangunan. Berdasarkan latar belakang tersebut, posisi dan peran China di

Zimbabwe menjadi penting dan menarik yang layak untuk dibahas lebih lanjut.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN yakni negara-negara Asia …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77962/potongan/S2-2015... · Zimbabwe sendiri merupakan negara yang mendapatkan sanksi negara-negara

3

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1). Mengapa China mendekati Zimbabwe

dan (2). Bagaimana konstruksi politik luar negeri Hu Jintao terhadap Zimbabwe?

C. Tinjauan Pustaka

Studi ini akan merujuk pada beberapa sumber referensi, yang bertujuan

untuk menguatkan hasil penelitian. Sumber referensi pertama adalah tulisan Ian

Taylor (2006) berjudul “Relations between China and Zimbabwe”, dalam buku

China and Africa: Compromise and Engagement. Penelitian Taylor menyoroti

keterlibatan China di kawasan spesifik Afrika (yaitu negara-negara di bagian

selatan Afrika). Dalam tulisannya tersebut, Taylor mengelaborasi sejauh mana

China telah berhasil menjembatani kesenjangan antara ambisinya mengembalikan

“tempatnya” dalam sistem internasional, dengan kemampuan negaranya yang

relatif terbatas untuk memproyeksikan kekuatannya, dan betapa pentingnya

retorika China mengenai anti-hegemonisme untuk mengamankan dan mendorong

posisi China di benua Afrika dan negara-negara berkembang. Demikian halnya

dalam konteks studi kasus hubungan China dan Zimbabwe, Taylor menunjukkan

bahwa China mempergunakan retorika anti-hegemoni di negara tersebut. Dengan

retorika anti-hegemoni, hubungan perdagangan dinamis, peningkatan hubungan

politik, dan identifikasi diri sebagai pemimpin negara-negara berkembang,

menunjukkan upaya China untuk meningkatkan status dan posisi negaranya secara

internasional (global) serta memaksimalkan pilihan dalam merespon dinamika

perubahan dalam sistem internasional.

Framing teoritik Taylor ini sangat berguna dalam mengenali pemahaman

persepsi-diri China dan interaksinya dengan negara-negara lain di dunia. Taylor

berargumen bahwa, meskipun sejarah, ideologi, kepemimpinan, dan bahkan

faktor-faktor geografis merupakan hal-hal yang mendorong kebijakan luar negeri

China di benua Afrika, namun yang paling penting dari faktor-faktor tersebut

adalah hubungan (interaksi) China dengan negara-negara lain yang pada akhirnya

Page 4: BAB I PENDAHULUAN yakni negara-negara Asia …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77962/potongan/S2-2015... · Zimbabwe sendiri merupakan negara yang mendapatkan sanksi negara-negara

4

memiliki pengaruh signifikan dalam mendikte arah hubungan dan interaksi China

dengan negara-negara Afrika.

Tesis berjudul China in Zimbabwe: Exploring the Political and Economic

Impacts of Chinese Engagement in the Zimbabwean Crises dari Trust Mvutungayi

(2010). Penelitian Mvutungayi mengelaborasi peningkatan keterlibatan China di

Zimbabwe pada lanskap ekonomi dan politik Zimbabwe dan menilai sejauh mana

peluang dan tantangan kerjasama erat keduanya bagi Zimbabwe. Interaksi China

dan Zimbabwe diteliti, meliputi investasi China di berbagai sektor ekonomi

Zimbabwe. Penelitian ini mendeskripsikan latar belakang “krisis” Zimbabwe,

menguraikan unsur-unsur dan penyebab yang menjelaskan situasi. Penelitian

tersebut menunjukkan bahwa sejak akhir tahun 1990-an, Zimbabwe menghadapi

permasalahan ekonomi dan politik sebagai resultansi dari kombinasi faktor-faktor

yang berbeda. Antara lain, pecahnya kontrak sosial, kebijakan pemerintah yang

buruk, land reform, dan peningkatan kekerasan kolektif (memberikan kontribusi

terhadap krisis Zimbabwe). Perpaduan faktor-faktor tersebut lanskap ekonomi dan

politik Zimbabwe semakin terpuruk. Memburuknya situasi Zimbabwe memicu

maraknya kritik, terutama dari organisasi internasional, negara Barat, dan AS. AS

dan Inggris bahkan memimpin untuk mengisolasi dan menjatuhkan sanksi kepada

Zimbabwe, mulai dari penarikan fasilitas kredit, bantuan, dan investasi. Sikap

yang ditunjukkan negara Barat bertolak belakang dengan pemerintah China yang

asertif menolak untuk menekan Zimbabwe secara politik maupun menuntut untuk

melakukan reformasi politik. Di tengah-tengah sorotan ekstensif tersebut, China

justru semakin memperkuat hubungan dengan Zimbabwe.

Referensi berikutnya merupakan artikel dari Joshua Eisenman (2005)

dengan judul “Zimbabwe: China’s African Ally”. Penilaian Eisenman mengenai

kebijakan luar negeri China terhadap Afrika kontras dengan pengamat-pengamat

internasional yang memiliki kecenderungan berfokus pada kalkulasi kepentingan

China terhadap sumber daya energi dan mineral untuk memenuhi pertumbuhan

ekonomi. Perkembangan hubungan China dan Zimbabwe di tengah-tengah isolasi

negara-negara Barat dan berbagai pernyataan ekstensif para pengamat politik

Page 5: BAB I PENDAHULUAN yakni negara-negara Asia …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77962/potongan/S2-2015... · Zimbabwe sendiri merupakan negara yang mendapatkan sanksi negara-negara

5

internasional terhadap Zimbabwe. dipandang sebagai kesinambungan karena

kedua entitas memiliki historical linkages (kedekatan hubungan ZANU-PF dan

PKC yang telah terjalin sejak lama). Sehingga dapat dipahamai bagaimana

Zimbabwe dalam despotik (penguasa dengan kekuasaan mutlak) rezim Presiden

Robert Mugabe justru dipandang China sebagai aliansi berharga China. Di bawah

kepemimpinan Hu Jintao, momentum interaksi signifikan diperkuat pada ranah

diplomatik, ekonomi, perdagangan, dan militer. Pemerintah Beijing bahkan

mengafirmasikannya sebagai “hubungan persaudaraan yang mendalam” dengan

mendeskripsikannya sebagai “an all weather friendship”.

Kemudian artikel ilmiah Chris Alden & Cristina Alves (2008) berjudul

“History & Identity in the Construction of China's Africa Policy” menganalisa

sejarah dan identitas dalam konstruksi kebijakan luar negeri China terhadap

Afrika. Analisis ini kontras dengan beberapa peneliti Barat pada umumnya yang

kerap menghindari pembahasan pada konteks sejarah. Artikel ini khususnya

menggarisbawahi karakteristik kebijakan luar negeri China terhadap Afrika terkini

dengan memberikan perhatian utama pada konteks sejarah interaksi antara China

dan negara-negara Afrika yang dipandang sebagai kesinambungan dari kebijakan

China di Afrika sebelumnya. Lebih lanjut Alden dan Alves mengelaborasi

mengenai hubungan antara sejarah, identitas, dan kebijakan luar negeri. Tulisan

ini secara komprehensif menjelaskan detail kebijakan luar negeri China terhadap

Afrika sejak tahun 1955 hingga tahun 1996, dan menganalisis implikasi dari

pendekatan China dalam upayanya untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan luar

negeri baik secara regional maupun global. Penelitian ini menyimpulkan bahwa

kebijakan luar negeri China terhadap negara-negara Afrika ditemukan pada

retorika solidaritas negara-negara Dunia Ketiga dan deklarasi-diri China sebagai

negara berkembang. Penggunaan sejarah oleh aktor pembuat kebijakan luar negeri

China memberikan gambaran adanya kesinambungan kebijakan luar negeri China

terhadap Afrika. Dalam konteks ini, evokasi solidaritas politik (yang digagas

melalui sejarah) digunakan untuk menunjukkan a shared sense of identiy sebagai

Page 6: BAB I PENDAHULUAN yakni negara-negara Asia …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77962/potongan/S2-2015... · Zimbabwe sendiri merupakan negara yang mendapatkan sanksi negara-negara

6

negara Dunia Ketiga dimana kepentingan dan pandangannya terhadap sistem

internasional tetap dan tidak berubah.

Referensi-referensi di atas, memberikan dasar yang kuat bagi penulis

untuk mengembangkan penelitian dengan studi kasus politik luar negeri Hu Jintao

terhadap Zimbabwe yang ditinjau dari perspektif konstruktivis. Dengan

menggunakan pendekatan yang lebih sosial untuk mengamati dinamika hubungan

antara China dan Zimbabwe menunjukkan fenomena hubungan internasional tidak

hanya dapat dipandang berdasarkan dimensi material semata, namun yang lebih

penting adalah dimensi sosial. Politik luar negeri Hu Jintao terhadap Zimbabwe,

menggarisbawahi pemahaman bahwa negara pun terikat secara historis dan

dipengaruhi oleh identitas dalam interaksi sosialnya, dan pada gilirannya akan

membentuk kepentingan (dalam konteks ini medefinisikan perilaku negara).

D. Kerangka Konseptual

Pada bagian ini, penulis membangun konsep-konsep utama yang akan

digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Pengaturan konsep-konsep

sebagai kerangka konseptual menjadi penting, karena hal tersebut mejadi dasar

dimana bagian analisis akan dikembangkan. Adapun kontribusi konsep untuk

mendapatkan asumsi mumpuni selama proses penelitian ini adalah dengan

menggunakan perspektif konstruktivis.

Perspektif konstruktivis penulis gunakan untuk menganalisis politik luar

negeri Hu Jintao terhadap Zimbabwe. Pilihan pada perspektif ini tidak terlepas

dari beberapa kontribusi pemikiran konstruktivisme yang penulis pandang dapat

membantu memberikan pemahaman politik luar negeri Hu Jintao, khususnya

terletak pada ide untuk melihat perilaku negara melalui pendekatan yang lebih

sosial atau intrepretivist. Oleh karena, untuk memahami interaksi negara kita tidak

bisa hanya mendeskripsikannya dalam cara menjelaskan fenomena fisik namun

juga membutuhkan berbagai jenis pemahaman interpretatif. Perilaku negara dalam

sistem internasional tidak dapat dikalkulasikan hanya berdasarkan kekuatan

material, tetapi merupakan hubungan “konstruksi sosial” yang mendefiniskan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN yakni negara-negara Asia …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77962/potongan/S2-2015... · Zimbabwe sendiri merupakan negara yang mendapatkan sanksi negara-negara

7

interaksi para aktor. Pada kasus politik luar negeri Hu Jintao terhadap Zimbabwe

ini khususnya dibentuk oleh pemahaman intersubjektif dan identitas negara.

Dunia sosial dan politik meliputi hubungan internasional bukan

merupakan entitas fisik atau objek material yang berada di luar kesadaran manusia

(human consciousness). Sistem internasional sendiri adalah sebagai

intersubjective awareness, atau common understanding diantara orang- orang,

dalam konteks ini dibangun oleh ide-ide, bukan kekuatan material. Hal tersebut

merupakan intervensi dan kreasi manusia, tidak bersifat fisik atau material, namun

merupakan bentuk intelektualitas dan memiliki dimensi ideasional yang meliputi

serangkaian ide-ide, pemikiran, sistem dari norma-norma, yang telah

dikonstruksikan orang-orang pada waktu dan tempat tertentu.

Tulisan ini bertitik tolak dari pemikiran Alexander Wendt yang

menjelaskan bahwa, “premis kunci dari teori sosial idealis adalah bahwa perilaku

negara terhadap objek-objek, termasuk aktor-aktor lainnya, berdasarkan meanings

yang dimiliki objek-objek tersebut terhadap mereka” (1999: 140). Untuk

memahami meanings dari perilaku negara, maka perlu ditempatkan dalam konteks

intersubjektif atau konteks sosial intersubjektif. Tiap-tiap perilaku negara, baik itu

melakukan perang, menjalin hubungan baik, memutuskan hubungan, dan bahkan

tidak melakukan hubungan dengan negara lain sekalipun didasarkan pada

meanings. Meanings tersebut dikonstruksi dari kombinasi ide-ide sejarah spesifik,

norma-norma, dan keyakinan yang spesifik dan kompleks. Senada dengan Wendt,

Barnett memiliki argumen yang menyatakan, “reality does not exist ‘out there’ to

be discovered but depends on construct and give meaning to reality” (2004: 259).

Pemahaman atau keyakinan intersubjektif (sebagai bagian dari elemen ideasional

konstruktivis) yang dimiliki decision maker memiliki efek konstitutif dan pada

gilirannya provide broad orientation for behavior and policy”. Dengan demikian

tindakan negara ditentukan oleh struktur sosial dan bukan oleh struktur material

Lebih lanjut Wendt menguraikan konsepsi mengenai struktur sosial yang

terdiri dari tiga elemen, yaitu: intersubjektivitas (shared knowledge), sumber daya

Page 8: BAB I PENDAHULUAN yakni negara-negara Asia …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77962/potongan/S2-2015... · Zimbabwe sendiri merupakan negara yang mendapatkan sanksi negara-negara

8

material (material resources), dan praktek-praktek (practices) atau wacana (1995:

73). Pertama, struktur sosial didefinisikan sebagai bagian dari intersubjektivitas

pemahaman bersama (shared understanding, ekspektasi, atau pengetahuan).

Faktor-faktor tersebut memiliki efek konstitutif terhadap aktor dalam situasi dan

“nature” dari hubungan (sosial) mereka, apakah kooperatif atau konfliktual.

Security dilemma contohnya, merupakan struktur sosial yang tersusun dari

pemahaman-pemahaman intersubjektif dimana negara-negara saling curiga dan

membuat asumsi-asumsi buruk mengenai intention satu sama sama lain, dan

sebagai resultansinya negara-negara mendefinisikan kepentingan dalam istilah

self-help. Security community merupakan struktur sosial yang berbeda, dibangun

oleh shared knowledge dimana negara-negara saling percaya satu sama lain untuk

menyelesaikan perselisihan tanpa jalan perang. Dependensi struktur sosial pada

ide-ide adalah dalam artian dimana konstruktivis memiliki pandangan idealis

terhadap struktur. Apa yang menjadikan ide-ide (dan pada gilirannya struktur)

“sosial,” adalah kualitas intersubjektif mereka. Dengan kata lain sociality (kontras

dengan “materiality,” dalam pengertian kapabilitas fisik), adalah perihal shared

knowledge.

Kedua, struktur sosial meliputi sumber daya material. Sumber daya

material yang dimaksud adalah agar sumber daya itu memberikan pengaruh bagi

tindakan negara, maka diperlukan pemaknaan. Berbeda dengan pandangan

desocialized neorealists mengenai kapabilitas tersebut, konstruktivis berpendapat

bahwa sumber daya material hanya memperoleh makna untuk tindakan manusia

melalui struktur pengetahuan bersama (shared knowledge) dimana mereka

melekat. Sebagai contoh, 500 senjata nuklir Inggris dipandang kurang mengancam

Amerika Serikat dibandingkan 5 senjata nuklir Korea Utara, karena Inggris adalah

teman dari Amerika Serikat dan Korea Utara bukan. Dimana persahabatan (amity)

atau permusuhan (enmity) adalah fungsi dari shared understanding. Kapabilitas

material tidak dapat menjelaskan apa-apa, tetapi dapat dipahami melalui struktur

shared knowledge, yang mana bervariasi dan yang tidak dapat direduksi pada

kapabilitas. Konstruktivisme dengan demikian masih kompatibel dengan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN yakni negara-negara Asia …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77962/potongan/S2-2015... · Zimbabwe sendiri merupakan negara yang mendapatkan sanksi negara-negara

9

perubahan material power yang mempengaruhi hubungan sosial, selama efek

tersebut dapat ditunjukkan untuk mengandaikan hubungan sosial.

Ketiga, struktur sosial ada, bukan di pikiran para aktor maupun dalam

kapabilitas material, tetapi dalam praktek-praktek. Struktur sosial hanya ada

dalam proses. Dengan kata lain praktek atau wacana dimaknai sebagai proses

definisi atau redefinisi struktur sosial itu, yang berarti perilaku aktor akan

berimplikasi pada penguatan atau pelemahan struktur sosial.

Perang Dingin adalah struktur pengetahuan bersama (shared knowledge)

yang mengendalikan hubungan great powers selama empat puluh tahun, tetapi

ketika mereka berhenti bertindak atas dasar tersebut, maka berakhir pula Perang

Dingin.

Lebih lanjut tulisan ini akan mengadopsi varian konstruktivis Alexander

Wendt, dengan fokus utama identitas. Dengan asumsi, memahami identitas negara

adalah penting terutama untuk memahami interaksinya dengan negara lain. Wendt

memberikan penjelasan yang memberikan ruang bagi eksistensi dan peran agen

dalam pembentukan identitas negara. Hal tersebut diaplikasikan Wendt di dalam

melihat proses transformasi identitas dan kepentingan yang terjadi melalui, “the

intentional efforts to transform egoistic identities into collective identities” yakni

menggarisbawahi pada keinginan dan usaha kuat negara untuk merubah struktur

identitasnya (Wendt 1995: 133). Varian Wendt ini dikenal juga sebagai

konstruktivis sistemik, yang memandang penting struktur internasional sebagai

determinan dalam pembentukan identitas negara. Meskipun Wendt memberikan

ruang penjelasan bagi peran domestik (agen) di dalam proses perubahan identitas

suatu negara, namun proporsinya sangat kecil. Wendt tetap menekankan pada

peran struktur sebagai faktor yang paling signifikan di dalam pembentukan

identitas negara.

Kontras dengan konstruktivis sistemik Wendt, Peter Katzenstein

mengembangkan argumen konstruktivis dimana struktur domestik juga berperan

signifikan (memberikan kontribusi yang sama besarnya terhadap proses

Page 10: BAB I PENDAHULUAN yakni negara-negara Asia …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77962/potongan/S2-2015... · Zimbabwe sendiri merupakan negara yang mendapatkan sanksi negara-negara

10

perubahan identitas) dalam pembentukan identitas negara. Dengan

pengutamaannya terhadap peran negara (domestik) atas terbentuknya identitas dan

perilaku negara itu sendiri. Katzenstein memandang teori konstruktivis sistemik

tidak memadai, oleh karena tidak cukup memberi perhatian pada bagaimana

pembentukan internal negara dapat mempengaruhi perilaku negara dalam sistem

internasional. Penekanan dalam analisisnya adalah pada struktur normatif

domestik dan bagaimana hal itu mempengaruhi identitas negara, kepentingan, dan

pada gilirannya kebijakan negara (Jackson dan Sorensen 2007: 174).

Senada Katzenstein, Ted Hopf fokus pada pembentukan identitas domestik

(domestic formation of identity) untuk memahami bagaimana kepentingan

nasional didefinisikan dan eksekusinya terhadap arahan kebijakan luar negeri.

Hopf memberikan penjelasan “an account of how state’s own domestic identities

constitute a social cognitive structure that makes threats and opportunities,

enemies and allies, intelligible, thinkable, and possible” (ibid). Lebih lanjut

argumen Hopf, bahwa meskipun pemahaman world politics membutuhkan

penjelasan teorisasi secara domestik dan sistemik, tidak akan ada teori sistemik

world politics dikarenakan world politics tidak memiliki sistem pre-dominant;

harus ada subkultur, yang masing-masing dapat dipahami dengan menguji

bagaimana negara membangun dirinya (efek konstitutif) di dalam masyarakatnya.

Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan seputar siapa teman maupun lawan berawal

dari domestik. Mengetahui persis bagaimana identitas negara mempengaruhi

konstruksi kepentingannya vis a vis negara lain, membutuhkan konteks sosial

yang mana identitas negara ini dikonstruksikan. Hal ini berarti elaborasi tidak

hanya pada bagaimana identitas negara diproduksi dalam interaksinya dengan

negara-negara lain, namun juga bagaimana identitas tersebut diproduksi melalui

interaksi dengan masyarakatnya sendiri dan identitas-identitas dan wacana yang

membangun masyarakat tersebut (Jackson dan Sorensen 2007: 174-175).

Identitas negara ini direpresentasikan melalui decision-makers. Identitas

kunci dari decision-makers dapat diketahu melalui sumber-sumber tekstual.

Meskipun konstruktivis memiliki perdebatan mengenai signifikansi antara

Page 11: BAB I PENDAHULUAN yakni negara-negara Asia …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77962/potongan/S2-2015... · Zimbabwe sendiri merupakan negara yang mendapatkan sanksi negara-negara

11

lingkungan domestik dan internasional, yang lebih penting adalah masing-masing

varian menekankan pada kultur dan identitas yang direpresentasikan dalam

norma-norma sosial, aturan, dan pemahaman-pemahaman. Yang terpenting dari

analisis konstruktivis adalah dunia sosial dan politik merupakan shared beliefs

dibandingkan entitas fisik.

Kontras halnya dengan teori-teori dalam studi hubungan internasional

seperi realisme dan liberalisme dalam menjelaskan dan memprediksi perilaku

rasionalis negara, konstruktivisme meliputi cara pandang ontologism lebih luas

yang meneliti bagaimana identitas dan kepentingan terbentuk, dan bagaimana

berinteraksi dalam konstruksi realitas. Dengan demikian, konstruktivisme

mengadopsi pendekatan yang mendalami sejumlah aspek paradigmatik yang

kerap terabaikan dalam teori-teori berbasis kekuasaan dan kepentingan. Kritik

konstruktivis pada khususnya ditujukan pada kepentingan dan identitas yang

bersifat eksogen dari agen dan interaksi-interaksi yang telah ada sebelumnya (pre-

exist interactions).

Neorealis dengan teori balance of power menyatakan hubungan antar

negara sebagai “simple behavioural responses to the (systemic) forces of physics

that act on material objects from the outside” (Adler 1997: 321). Satu-satunya

yang mendasari kepentingan negara ditentukan oleh struktur dari sistem.

Demikian juga, neoliberal mempertimbangkan ide-ide domestik sebagai

keyakinan dues ex machine yang dimiliki oleh individu, yang menyesuaikan

preferensi-preferensi mereka, dan memilih strategi rasional mereka sesuai dengan

kendala-kendala struktural dan lingkungan. Tidak satu pun, baik realisme maupun

liberalisme menjawab pertanyaan dari transformasi atau pembentukan identitas

dan kepentingan.

Dari beberapa uraian varian di atas, konstruktivisme merupakan “middle

ground” yang bertujuan untuk menghasilkan “teori sintesis hubungan

internasional” (Adler 1997: 323) dan dapat membantu memberikan pemahaman

yang lebih baik untuk teori-teori yang berbasis power dan kepentingan.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN yakni negara-negara Asia …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77962/potongan/S2-2015... · Zimbabwe sendiri merupakan negara yang mendapatkan sanksi negara-negara

12

Konstruktivisme tidak benar-benar bersaing dengan teori-teori rasionalis, dimana

konstruktivisme“challenges their ontological and epistemological foundations”

(Adler 1997: 323). Dengan mempertanyakan asumsi-asumsi rasionalistik dan

positivistik, dan memposisikan sebagai “paradigm of paradigms” (Adler 2002:

96), yang tidak sesuai dengan metodologi realis dan liberal.

Untuk lebih memperjelas konstruktivis dalam world politics, Christian

Reus-Smit (2005) menunjukkan esensi pendekatan konstruktivis yang secara

ontologis dibangun atas tiga preposisi utama menyangkut kehidupan sosial.

Pertama, struktur dapat dikatakan membentuk perilaku aktor sosial dan politik,

baik perorangan atau negara. Argumen konstruktivis disini adalah bahwa struktur

normatif atau ideasional sama pentingnya dengan struktur material. Sistem ide-ide

bersama (shared ideas), keyakinan-keyakinan (beliefs), dan nilai-nilai (values)

juga memiliki karakteristik struktural, yang memberikan pengaruh yang kuat pada

tindakan sosial dan politik.

Ada dua alasan mengapa struktur ini begitu ditekankan, argumentasi yang

pertama dari Alexander Wendt adalah bahwa “material resources only acquire

meaning for human action through the structure of shared knowledge in which

they are embedded” (Reus-Smit 2005: 196). Misalnya, Kanada dan Kuba

keduanya memiliki letak wilayah yang berdekatan dengan AS, namun demikian

balance of military power tidak bisa menjelaskan fakta bahwa Kanada adalah

sekutu dekat AS dan Kuba merupakan musuh AS. Gagasan tentang identitas,

logika tentang ideologi, dan struktur mapan amity dan enmity menjadi material

balance of power antara Kanada dan AS, dan Kuba dan AS memiliki arti radikal

yang berbeda. Dan argumentasi yang kedua adalah, konstruktivis juga

menekankan pentingnya struktur normatif dan ideasional karena ini adalah

pemikiran yang sebenarnya membentuk identitas sosial aktor-aktor politik.

Struktur ideasional dan normatif membentuk identitas (dan, pada gilirannya, juga

kepentingan) aktor-aktor politik melalui tiga mekanisme, yaitu: imajinasi,

komunikasi dan pembatasan.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN yakni negara-negara Asia …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77962/potongan/S2-2015... · Zimbabwe sendiri merupakan negara yang mendapatkan sanksi negara-negara

13

Imajinasi mengacu pada bagaimana aktor-aktor politik melihat peluang-

peluang ataupun hambatan-hambatan mereka untuk bertindak, baik dalam artian

praktis maupun etis. Komunikasi menggambarkan upaya-upaya aktor-aktor politik

untuk memberikan justifikasi dari tindakan-tindakan mereka dengan mengacu

pada norma-norma atau cara-cara yang sah yang berlaku dalam masyarakat. Atau

dengan kata lain komunikasi merupakan upaya aktor melakukan legitimasi

terhadap tindakan yang diambil dengan cara melembagakan norma-norma yang

diyakini sebagai legitimate conduct. Kelembagaan norma tersebut tidak semata-

mata karena adanya tekanan atau relasi kekuasaan seperti yang dituduhkan oleh

realis. Namun rasionalisasi ide-ide atau norma-norma tersebut bersumber dari

kekuatan moral yang secara normatif telah tumbuh dan melekat dengan

lingkungan sosialnya. Para aktor membuat argumen-argumen moral yang

mendorong diterimanya perspektif normatif dalam interaksi politik internasional.

Sehingga tumbuh pemahaman bahwa norma atau nilai-nilai tersebut merupakan

bagian dari dirinya. Tidak jarang struktur ideasional dan normatif tidak

mempengaruhi perilaku aktor, baik sebagai kerangka imajinasi maupun sebagai

justifikasi. Tetapi, dalam kasus-kasus inipun, struktur ideasional dan normatif bisa

sangat besar pengaruhnya dalam membatasi perilaku atau tindakan-tindakan aktor.

Kedua, konstruktivis berpendapat bahwa memahami bagaimana struktur

non-material menentukan identitas aktor adalah penting, karena identitas

menginformasikan kepentingan dan pada gilirannya menginformasikan tindakan.

Kepentingan (sebagai dasar bagi tindakan atau perilaku politik) bukan

menggambarkan rangkaian preferensi yang baku, yang telah dimiliki oleh aktor-

aktor politik, melainkan sebagai produk dari identitas aktor-aktor tersebut.

Berbeda dengan para teoritisi neorealis, neoliberal ataupun marxist, yang

hanya memberi perhatian pada aspek-aspek strategis (strategic domain) dalam arti

bagaimana aktor-aktor politik bertindak mencapai kepentingan mereka.

Sebaliknya konstruktivis berpendapat, bahwa memahami bagaimana aktor

mengembangkan kepentingan mereka adalah penting untuk menjelaskan berbagai

fenomena politik internasional. Dengan kata lain teoritisi konstruktivis lebih

Page 14: BAB I PENDAHULUAN yakni negara-negara Asia …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77962/potongan/S2-2015... · Zimbabwe sendiri merupakan negara yang mendapatkan sanksi negara-negara

14

menekankan pada sumber-sumber munculnya kepentingan, yakni bagaimana

aktor-aktor politik mengembangkan kepentingan-kepentingan mereka. Dan untuk

menjelaskan pembentukan kepentingan, konstruktivis fokus pada identitas sosial

individu atau negara. Dalam artian ini, terkait dengan proposisi ontologis yang

pertama Alexander Wendt yang secara jelas menegaskan bahwa “Identities are

the basis of interests” (Reus-Smit 2005: 197).

Ketiga, konstruktivis berpendapat bahwa agen dan struktur saling

menentukan satu sama lain (mutually constituted). Struktur normatif dan

ideasional membentuk identitas dan kepentingan aktor, akan tetapi struktur-

struktur tersebut tidak akan ada jika bukan karena praktek-praktek pengetahuan

(knowledgeable practices) dari para aktor. Dengan kata lain, konstruktivis pada

dasarnya adalah strukturasionis yakni menekankan peran struktur non-material

terhadap identitas dan kepentingan serta pada saat yang bersamaan menekankan

peran praktek-praktek dalam membentuk struktur-struktur tersebut. Artinya,

meskipun sangat menentukan identitas (dan oleh karenanya juga kepentingan)

aktor-aktor politik, struktur ideasional atau normatif tidak akan muncul tanpa

adanya tindakan-tindakan (practices) para aktor politik.

Lebih lanjut dijelaskan, bahwa institusionalisasi norma-norma dan ide-ide

menentukan makna, identitas aktor individu, pola-pola ekonomi, politik, dan

budaya. Dan lebih lanjut Alexander Wendt menjelaskan bahwa “is through

reciprocal interaction that we create and instantiate the relatively enduring social

structures in terms of which we define our identities and interests” (Reus-Smit

2005: 198).

Dalam kasus politik luar negeri Hu Jintao terhadap Zimbabwe, penulis

menguraikan intersubjektivitas negara dan transformasi identitas China sebagai

bagian dari dimensi ideasional dalam konstruksi politik luar negeri Hu Jintao.

Dengan perspektif konstruktivis, penulis ingin membuktikan bahwa perilaku

negara juga kuat ditentukan oleh pemahaman intersubjektif negara, interaksi

pemahaman negara terhadap identitas, pendefinisian kepentingan, dan pada

Page 15: BAB I PENDAHULUAN yakni negara-negara Asia …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77962/potongan/S2-2015... · Zimbabwe sendiri merupakan negara yang mendapatkan sanksi negara-negara

15

gilirannya kepentingan yang melandasi pembentukan politik luar negeri Hu Jintao

terhadap Zimbabwe.

E. Argumen Utama

Kekuatan sejarah mempengaruhi intersubjektif positif dan membentuk

struktur mapan “amity” China terhadap Zimbabwe, sehingga dapat dipahami

bagaimana China memandang Zimbabwe sebagai “teman”. Sedangkan

transformasi identitas China sebagai negara “peaceful rise” mendefinisikan

pembentukan kepentingan pada China kerjasama. Penguatan kerjasama yang

dimanifestasikan dalam Strategic Partnership adalajh sebagai konsekuensi logis

dari intersubjektivitas negara dan identitas sosial “peaceful rise” China. Politik

luar negeri Hu Jintao terhadap Zimbabwe tidak hanya ditentukan oleh dimensi

material, melainkan kuat ditentukan oleh dimensi ideasional, dimana pemerintah

China ingin menunjukkan representasi identitas “peaceful rise” yang tidak lepas

dari nilai-nilai “friendship, peace, cooperation, and development.”

F. Metodologi Penelitian

Mohtar Mas’oed menyatakan bahwa metodologi merupakan prosedur yang

dipakai dalam mendeskripsikan, menjelaskan, dan meramalkan fenomena. Lebih

lanjut dijelaskan metodologi dalam ilmu hubungan internasional adalah tentang

prosedur bagaimana pengetahuan tentang fenomena hubungan internasional itu

diperoleh (1994: 3).

1. Metode Penelitian

Penulisan thesis ini akan menggunakan metode historis, deskriptif, dan

metode kualitatif.

a. Metode Historis meliputi pengumpulan dan penafsiran gejala, peristiwa atau

gagasan yang timbul di masa lampau untuk menemukan generalisasi yang

berguna dalam usaha memahami fakta-fakta sejarah sebagai suatu sebab dari

suatu keadaan atau kejadian di masa sekarang dan berbagai akibatnya. Melalui

komponen ruang, waktu, dan pokok permasalahan data yang dikumpulkan,

Page 16: BAB I PENDAHULUAN yakni negara-negara Asia …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77962/potongan/S2-2015... · Zimbabwe sendiri merupakan negara yang mendapatkan sanksi negara-negara

16

disusun dan dianalisis untuk mendapatkan gambaran dan tatanan fakta yang

seakurat mungkin.

b. Metode Deskriptif merupakan metode untuk menggambarkan kenyataan dan

situasi berdasarkan data yang satu dengan data yang lain berdasarkan pada

teori dan konsep-konsep yang digunakan. Penerapan metode ini tidak terbatas

pada pengumpulan data dan penyusunan data, namum juga melalui interpretasi

tentang data tersebut.

2. Teknik Penelitian dan Pengumpulan Data

Penelitian ini akan dikembangkan melalui studi kepustakaan (library

research). Metode ini mengasumsikan bahwa setiap kumpulan informasi tertulis

dapat digunakan sebagai indikator sikap, nilai, dan maksud politik dengan cara

menelaah secara sistematis menurut kriteria penafsiran kata dan pesan tertentu.

Dengan demikian, data-data yang digunakan adalah data-data sekunder

pendukung untuk kepentingan analisa yang bersumber dari dokumentasi dan

publikasi.

Bentuk data-data tersebut dapat ditemui dari berbagai literatur, baik buku-

buku, jurnal-jurnal, dokumen-dokumen, penerbitan khusus surat kabar, berbagai

database dan internet yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diteliti.

Dengan pertimbangan bahan-bahan ini terutama mencerminkan ide-ide dan

kebijakan dari PKC, dan dengan demikian dapat menjadi referensi yang sangat

baik untuk membantu melakukan analisis politik luar negeri China terhadap

Zimbabwe pada era Hu Jintao.

G. Jangkauan Penelitian

Fokus penelitian mengambil rentang waktu periode kepemimpinan Hu

Jintao (2003 – 2013). Dengan pertimbangan bahwa di bawah kepemimpinan Hu

Jintao, China telah benar-benar menciptakan momentum interaksi dengan

Zimbabwe. Namun demikian, data-data yang dianggap relevan sebelum periode

Hu Jintao akan tetap dijadikan sebagai referensi untuk bahan analisis lebih lanjut.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN yakni negara-negara Asia …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77962/potongan/S2-2015... · Zimbabwe sendiri merupakan negara yang mendapatkan sanksi negara-negara

17

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Tesis ini adalah sebagai berikut: Bab Pertama,

merupakan bab Pendahuluan. Bab Kedua, mengelaborasi interaksi China dengan

Zimbabwe secara historis, meliputi: China dan Gerakan Pembebasan Nasionalis

Zimbabwe sebagai bagian dari agenda revolusioner dan stance anti-hegemoni

China, interaksi China dan Zimbabwe Paska Tiananmen yang merupakan

dukungan Zimbabwe pada prinsip non-interferensi & kedaulatan yang diusung

China, dan sub-bab terakhir menganalisis identifikasi kesejarahan dalam politik

luar negeri Hu Jintao terhadap Zimbabwe.

Bab Ketiga, menganalisis transformasi identitas China sebagai “peaceful

rise”, peran agen dalam transformasi identitas China, dan implementasi “peaceful

rise” terhadap Zimbabwe. Bab Keempat, menguraikan Strategic Partnership

China dan Zimbabwe secara teoritis, dan analisa makna politik luar negeri Hu

Jintao terhadap Zimbabwe dalam Strategic Partnership. Bagian terakhir tesis ini

adalah Bab Kelima yang berisikan kesimpulan dari temuan-temuan penelitian

beserta rekomendasi.