bab i pendahuluan - perpustakaan...

276
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011 Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Amanat konstitusi sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945 ayat 4 menyatakan bahwa Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Untuk itu, langkah- langkah yang ditempuh untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat harus terus mengupayakan terwujudnya prinsip-prinsip yang diamatkan oleh UUD 1945. Sebagai tindak lanjut dari amanat konstitusi tersebut, secara teknis upaya pengembangan ekonomi masyarakat yang dilakukan/didesain oleh pemerintah daerah juga diharapkan mampu mengangkat derajat kesejahteraan masyarakat ketingkat kualitas kesejahteraan ekonomi yang lebih baik. Perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat daerah yang diikuti dengan pencapaian stabilitas ekonomi daerah pada akhirnya diharapkan akan semakin memperkuat kekuatan dan ketahanan ekonomi nasional. Oleh karena itu, indikator kekuatan ekonomi dan tingkat kesejahteraan nasional sangat ditentukan pada sejauh mana pencapaian tingkat kesejahteraan masyarakat daerah. Subtansi pokok dari tindak lanjut amanat dokumen Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bandung 2010-2015 yaitu mendefinisikan arah pembangunan ekonomi yang ingin dicapai daerah. Urgensi mendefinisikan arah pembangunan daerah disebabkan adanya kecenderungan

Upload: vuongkhanh

Post on 10-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Amanat konstitusi sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945 ayat

4 menyatakan bahwa “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas

demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,

berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga

keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Untuk itu, langkah-

langkah yang ditempuh untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat

harus terus mengupayakan terwujudnya prinsip-prinsip yang diamatkan oleh UUD

1945. Sebagai tindak lanjut dari amanat konstitusi tersebut, secara teknis upaya

pengembangan ekonomi masyarakat yang dilakukan/didesain oleh pemerintah

daerah juga diharapkan mampu mengangkat derajat kesejahteraan masyarakat

ketingkat kualitas kesejahteraan ekonomi yang lebih baik. Perbaikan tingkat

kesejahteraan masyarakat daerah yang diikuti dengan pencapaian stabilitas

ekonomi daerah pada akhirnya diharapkan akan semakin memperkuat kekuatan

dan ketahanan ekonomi nasional. Oleh karena itu, indikator kekuatan ekonomi

dan tingkat kesejahteraan nasional sangat ditentukan pada sejauh mana

pencapaian tingkat kesejahteraan masyarakat daerah.

Subtansi pokok dari tindak lanjut amanat dokumen Rencana Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bandung 2010-2015 yaitu

mendefinisikan arah pembangunan ekonomi yang ingin dicapai daerah. Urgensi

mendefinisikan arah pembangunan daerah disebabkan adanya kecenderungan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 2

perubahan dinamis kondisi lingkungan perekonomian global, nasional maupun

regional yang sangat cepat dan sulit diprediksi. Perubahan dinamis kondisi

perekonomian, pada satu sisi menuntut adanya respon/tanggapan yang cepat

seluruh stakeholders perekonomian terhadap perubahan kondisi yang terjadi. Di

sisi lain, tantangan komplek pembangunan lokal yang menuntut percepatan

penuntasan masalah yang dihadapi daerah. Untuk itu, dalam kerangka

mendefinisikan arah pembangunan tersebut pada tahap implementasi dibutuhkan

adanya: Pertama, bahan tolak ukur berbagai dokumen perencanaan yang dapat

memudahkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun program

serta kegiatan yang terpadu dan terukur sesuai dengan tugas dan fungsinya; dan

Kedua, juga dibutuhkan adanya parameter/indikator yang dapat memudahkan

kegiatan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan/program yang telah

diselenggarakan oleh seluruh elemen perangkat daerah. Dengan dukungan

ketersediaan dokumen perencanaan yang dapat memudahkan dalam penyusunan

rancangan program dan kegiatan SKPD serta ditambah sinergi adanya kesamaan

persepsi semua pemangku kepentingan perekonomian, maka akselerasi percepatan

pembangunan ekonomi daerah diharapkan dapat lebih cepat terwujud.

Dalam kerangka mengembangkan dan mewujudkan pencapaian tingkat

kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bandung, pemerintah daerah terus

mengupayakan adanya pembaharuan dan pemutahiran rancangan strategi

pengembangan ekonomi masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai dari

pengembangan ekonomi masyarakat dalam hal ini menyangkut perbaikan kinerja

berbagai elemen penting yang berkaitan dengan seluruh indikator tingkat

kesejahteraan penduduk serta perkembangan aktivitas sektor-sektor

perekonomian. Menyangkut indikator-indikator kesejahteraan masyarakat, upaya

pengembangan ekonomi masyarakat diupayakan melalui berbagai program

strategis yang bersifat/memiliki kemampuan untuk mengangkat tingkat

pendapatan masyarakat serta pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar/pokok.

Langkah peningkatan pendapatan masyarakat dalam hal ini dapat diupayakan

melalui peningkatan penyerapan lapangan kerja, perkembangan aktivitas sektor-

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 3

sektor ekonomi yang dikelola masyarakat, peningkatan investasi dan pencapaian

stabilitas harga komoditas barang/jasa.

Adapun posisi perekonomian Kabupaten Bandung dalam konstelasi

perekonomian nasional maupun Jawa Barat dipandang sangat strategis.

Pertimbangan-pertimbangan tersebut merujuk pada beberapa indikator, seperti

kedekatan wilayah perekonomian Kabupaten Bandung dengan pusat

perekonomian dan pemerintahan Jawa Barat. Dilihat dari peran sektoral, peran

sektor industri di Kabupaten Bandung dalam skala regional maupun nasional juga

sangat strategis berkaitan dengan industri tekstil produk tekstil (TPT), industri

alas kaki, industri kerajinan, produk budi daya pertanian dan industri pengolahan

hasil pertanian. Kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDRB Kabupaten

Bandung pada tahun 2010 mencapai 59,60%. Begitu juga dengan sektor pertanian,

kontribusinya terhadap PDRB mencapai 7,53% pada tahun 2010. Peran yang

sangat signifikan dari sektor industri dan pertanian di Kabupaten Bandung dalam

hal ini juga sejalan dengan peran sektoral dalam PDRB Jawa Barat dan PDB.

Adanya pola-pola tersebut mengindikasikan adanya korelasi antara peningkatan

kapasitas perekonomian nasional dan regional dengan peningkatan kapasitas

perekonomian Kabupaten Bandung. Perkembangan aktivitas transaksi

perdagangan masyarakat Kabupaten Bandung juga meningkat dari waktu ke

waktu. Tahun 2010 kontribusi sektor perdagangan (termasuk hotel dan restoran)

mencapai 16,91%. Dengan melihat dinamika perekonomian Kabupaten Bandung

yang terjadi serta memperhatikan potensi dan peluang keunggulan geografi dan

sumber daya yang ada di Kabupaten Bandung, serta mempertimbangkan potensi

pengembangan ekonomi masyarakat, maka pemerintah daerah Kabupaten

Bandung perlu memposisikan dirinya sebagai basis pengembangan industri,

ketahanan pangan, pusat pengolahan produk pertanian, perkebunan, perikanan

serta pusat mobilitas logistik perdagangan di Jawa Barat.

Indikator lain yang juga menjadi fokus perhatian dalam penyusunan desain

pengembangan ekonomi masyarakat adalah menyangkut besaran tingkat

kemiskinan. Tahun 2010 tingkat kemiskinan di Kabupaten Bandung mencapai

635.763 orang. Masih relatif tingginya tingkat kemiskinan merupakan salah satu

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 4

persoalan mendasar di Kabupaten Bandung. Berdasarkan proyeksi Badan Pusat

Statistik (BPS) Kabupaten Bandung, jumlah penduduk miskin tahun 2011 bahkan

diperkirakan meningkat menjadi 652.031 orang. Masalah perekonomian mendasar

yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat juga terlihat dari dari jumlah

pengangguran. Tahun 2010 tingkat pengangguran di Kabupaten Bandung

mencapai 130.451 orang. Proyeksi BPS tahun 2011, jumlah pengangguran

diperkirakan meningkat menjadi 133.796 orang. Peningkatan jumlah

pengangguran tersebut pada realitasnya secara langsung maupun tidak langsung

akan berdampak terhadap peningkatan jumlah penduduk miskin di Kabupaten

Bandung. Pada satu sisi meningkatnya angkatan kerja dalam jangka menengah

diharapkan mampu diikuti dengan peningkatan penyerapan lapangan kerja. Jika

yang terjadi adalah perlambatan penyerapan lapangan kerja sedangkan dari sisi

supply tenaga kerja terjadi kenaikkan angkatan kerja, maka persoalan tersebut

akan berpotensi meningkatkan tingkat pengangguran dan jumlah penduduk miskin

di Kabupaten Bandung. Oleh karena itu, jalur pengembangan ekonomi masyarakat

harus berangkat dari persoalan penciptaan lapangan kerja daerah. Persoalan

peningkatan kesejahteraan masyarakat juga terkait dengan perkembangan

stabilitas harga dalam kaitannya dengan tingkat pendapatan masyarakat. Tahun

2011 berdasarkan proyeksi BPS, tingkat pendapatan per kapita (PDRB/kapita)

masyarakat Kabupaten Bandung diperkirakan mencapai Rp.15.554,850. Angka

PDRB per kapita tersebut (2011) diasumsikan mengalami peningkatan

dibandingkan tahun 2010. Tahun 2010 nilai PDRB per kapita masyarakat

Kabupaten Bandung masih sebesar Rp.14.519,530 (atas dasar PDRB harga

berlaku). Peningkatan PDRB per kapita diharapkan dapat sejalan dengan

kenaikkan daya beli masyarakat. Korelasi antara kenaikkan pendapatan per kapita

dengan peningkatan daya beli masyarakat dalam hal ini sangat tergantung kepada

stabilitas harga komoditas barang/jasa di Kabupaten Bandung. Untuk itu, dalam

rangka peningkatan stabilitas harga, perekonomian Kabupaten Bandung juga

membutuhkan adanya peningkatan supply atas kebutuhan-kebutuhan pokok

masyarakat. Peningkatan pasokan kebutuhan pokok yang diikuti dengan

kenaikkan produksi kebutuhan pokok diharapkan tidak saja mampu menekan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 5

instabilitas harga komoditas ditingkat konsumen, tetapi juga mampu mengangkat

penyerapan tenaga kerja, pengurangan tingkat kemiskinan dan peningkatan

mobilitas perekonomian masyarakat Kabupaten Bandung.

Kerangka desain pengembangan ekonomi masyarakat Kabupaten Bandung

direkonstruksi dengan merujuk pada hasil potret kondisi aktual pencapaian kinerja

historis indikator perekonomian. Selain melihat kondisi aktual, perkiraan serta

proyeksi perkembangan masing-masing indikator perekonomian juga dilibatkan

sebagai bagian target yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu. Melalui

langkah-langkah tersebut selanjutnya dapat ditentukan tolak ukur utama (prioritas)

dalam menyusun rencana aksi yang akan digunakan untuk pengembangan

ekonomi masyarakat. Oleh sebab itu, desain pengembangan ekonomi masyarakat

ini selain bersifat memperkuat pencapaian hasil yang sudah diperoleh saat ini,

juga bersifat merespon perkembangan kebutuhan pengembangan ekonomi ke

depan berdasarkan perkembangan dinamika yang terjadi dalam perekonomian.

Target utama pengembangan ekonomi masyarakat memiliki tujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bandung dalam arti yang

sangat luas. Luasnya arti pengembangan ekonomi masyarakat diharapkan bisa

diskenariokan melalui transmisi kegiatan-kegiatan spesifik yang dikelola oleh

Pemda, swadaya masyarakat, pelaku ekonomi swasta, dan melalui skema private

public partnership (PPP).

Grand Design : Konsep dan Kegunaan Bagi Kabupaten Bandung

Latar belakang spesifik dari penyusunan Grand Design Pengembangan

Ekonomi Masyarakat Kabupaten Banadung merupakan landasan bagi upaya

memperkuat ketahanan perekonomian Kabupaten Bandung. Selain memperkuat

ketahanan ekonomi masyarakat, disadari bahwa dalam jangka pendek hingga

jangka menengah juga perlu diupayakan langkah-langkah yang dapat mengangkat

kapasitas perekonomian Kabupaten Bandung ke tingkat yang tinggi. Pada sisi

lain, sejalan dengan perkembangan dinamika perekonomian, yang ada saat ini,

maka usaha mendorong perkembangan perekonomian memerlukan adanya desain

dalam upaya merespon berbagai perubahan-perubahan internal maupun eksternal

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 6

yang pada gilirinnya hal-hal tersebut adalah merupakan variabel-variabel yang

tidak mudah untuk diprediksi. Pengembangan ekonomi masyarakat pada

prinsipnya adalah usaha untuk mendorong agar pencapaian kinerja perekonomian

saat ini dapat secara konsisten dan berkelanjutan meningkat di waktu-waktu yang

akan datang. Sejalan dengan perubahan konstelasi perekonomian yang cepat dan

dinamis, maka dinamika aktual aktivitas perekonomian masyarakat sesungguhnya

harus dikawal dengan desain kebijakan yang lebih adaptif dengan perubahan serta

mampu merespon perkembangan dinamika yang terjadi dalam perekonomian.

Tahapan Penyusunan Grand Design

Fokus utama kajian ini diarahkan agar pengembangan ekonomi

masyarakat memiliki arah yang jelas dalam merespon dinamika yang ada saat ini

maupun isu-isu aktual yang dapat diklasifikan sebagai kekuatan, kelemahan,

peluang maupun tantangan pengembangan ekonomi masyarakat. Pengembangan

ekonomi masyarakat yang diinginkan mengarah pada penguatan beberapa elemen

perekonomian, baik itu berbasis penguatan komoditas (barang dan jasa),

penguatan sektoral maupun penguatan kewilayahan. Sinergisitas pengembangan

ekonomi berbasis kekuatan komoditas pada gilirannya diharapkan mampu

memperkuat kinerja sektoral di Kabupaten Bandung. Pada sisi lain, dengan

bentuk-bentuk kewilayahan dengan basis ekonomi yang memiliki karakteristiknya

masing-masing, pengembangan ekonomi masyarakat Kabupaten Bandung juga

harus mendapat perhatian spesifik. Karakteristik kombinasi wilayah

perekonomian Kabupaten Bandung dengan aktivitas perekonomian pedesaan

berbasis pertanian serta aktivitas perekonomian perkotaan berbasis sektor industri,

perdagangan-hotel dan restoran, serta sektor jasa adalah merupakan elemen

penting yang pada akhirnya diharapkan dapat bersinergi. Tolak ukur kemajuan

perekonomian Kabupaten Bandung berpijak pada pencapaian optimal indikator-

indikator perekonomian, baik yang sifatnya makro maupun mikro. Pencapaian

kinerja tersebut diharapkan memiliki dampak multiplier terhadap kemajuan

pembangunan ekonomi masyarakat, terutama berkaitan dengan pengentasan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 7

kemiskinan, penyerapan lapangan kerja, peningkatan pendapatan asli daerah, serta

eliminasi masalah-masalah sosial yang ada di Kabupaten Bandung.

Sebagai bagian dari dokumen perencanaan, substansi mendasar dari kajian

ini adalah bagaimana arah dan perkembangan ekonomi masyarakat mampu

sejalan antara dinamika yang terjadi dengan serangkaian kebijakan/program yang

digagas oleh Pemerintah Kabupaten Bandung. Sinkronisasi antara kebutuhan

pengembangan secara riil dengan arah kebijakan yang ditempuh pemerintah

diharapkan pada akhirnya bisa semakin memperkuat perkembangan ekonomi

masyarakat Kabupaten Bandung. Sebagai salah satu dokumen perencanaan, kajian

ini juga diharapkan mampu menjadi acuan/rujukan dalam desain strategi

kebijakan/progam ditingkat teknis. Jika sinergisitas tersebut mampu diupayakan,

maka akselerasi kemajuan perekonomian Kabupaten Bandung diharapkan dapat

mencapai hasil dengan percepatan yang lebih tinggi.

Dalam konteks kekinian, sinkronisasi perencanaan pengembangan

ekonomi masyarakat juga merupakan bagian integratif dengan perencanaan

pengembangan ekonomi masyarakat ditingkat regional maupun nasional. Oleh

sebab itu, kajian ini juga berpijak pada sudut pandang yang lebih luas, yaitu

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari terjemahan sektoral dan

kewilayahan dari dokumen perencanaan dingkat Provinsi maupun Pusat.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari kajian penyusunan Grand Design Pengembangan Ekonomi

Masyarakat Kabupaten Bandung 2011-2015 adalah:

(1) Merumuskan rencana komprehensif pengembangan ekonomi Kabupaten

Bandung berbasis pengembangan sektor-sektor ekonomi yang sejalan

dengan perencanaan pengembangan ekonomi nasional dan Provinsi Jawa

Barat.

(2) Merumuskan hasil evaluasi kondisi daya dukung sektor-sektor ekonomi

terhadap rencana pengembangan ekonomi Kabupaten Bandung dalam

jangka pendek maupun proyeksinya dalam jangka panjang terkait stabilitas

indikator-indikator perekonomian nasional, regional dan lokal.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 8

(3) Merumuskan langkah-langkah sistematis yang meliputi tahapan strategi,

kebijakan, program dan kegiatan pembangunan bidang ekonomi dengan

sasaran akhir tercapainya keberhasilan pembangunan ekonomi dan

peningkatan stabilitas makro ekonomi Kabupaten Bandung.

(4) Merumuskan langkah-langkah sistematis bagi penguatan kapasitas produk

unggulan sektor-sektor ekonomi yang memiliki tingkat daya saing tinggi

dengan daya serap pasar yang terus berkembang.

(5) Menyusun dokumen rencana induk pengembangan ekonomi yang dapat

dijadikan sebagai acuan/pedoman bagi para pemangku kepentingan

ekonomi daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pemerataan

pembangunan. Dokumen tersebut dapat menjadi arah kebijakan dan

rencana implementasi bidang ekonomi di Kabupaten Bandung berdasarkan

strategi dan rekomendasi yang diperoleh dari hasil analisis berupa isu

prioritas, indikasi program, kegiatan dan sasaran dan indikator

keberhasilan yang diharapkan dalam pembangunan ekonomi berbasis

produk, kewilayahan dan sektoral.

(6) Memberikan pedoman dan arah dalam meningkatkan koordinasi seluruh

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan pemangku kepentingan

lainnya yang terkait dalam pembangunan ekonomi masyarakat.

Tujuan penyusunan Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat

Kabupaten Bandung adalah:

(1) Tersedianya dokumen perencanaan jangka panjang terkait pengembangan

ekonomi masyarakat dalam skema rancangan/desain pembangunan

ekonomi jangka panjang yang intregratif dengan skenario perencanaan

pengembangan ekonomi pusat dan daerah berbasis pengembangan produk

unggulan sektoral serta didukung oleh stabilitas makro ekonomi regional.

(2) Dimiliknya hasil evaluasi kondisi daya dukung sektor-sektor utama

(leading sector) terhadap rencana pengembangan ekonomi Kabupaten

Bandung dalam jangka menengah.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 9

(3) Dimilikinya rumuskan langkah-langkah sistematis yang meliputi tahapan

strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan bidang ekonomi

dengan sasaran akhir peningkatan aktivitas ekonomi sektoral dan stabilitas

ekonomi regional.

(4) Dimilikinya rumusan langkah-langkah sistematis bagi penguatan kapasitas

produk unggulan sektor-sektor ekonomi sebagai produk yang memiliki

tingkat daya saing tinggi dengan daya serap pasar yang terus berkembang.

(5) Dimilikinya skenario pengembangan ekonomi masyarakat yang mengarah

kepada strategi perluasan lapangan kerja, pengurangan tingkat kemiskinan,

dan peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM).

(6) Dimilikinya pedoman dan arah dalam meningkatkan koordinasi seluruh

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan pemangku kepentingan

lainnya yang terkait dalam pembangunan ekonomi masyarakat.

1.3 Output yang Diharapkan

Output yang diharapkan dari penyusunan dokumen buku perencanaan

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung 2011-

2015 yang isinya memuat:

(1) Potret kekuatan, kelemahan, dan peluang dan tantangan makro

perekonomian Kabupaten Bandung saat ini dan ke depan (2011-2015)

(2) Potret kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan mikro perekonomian

Kabupaten Bandung saat ini dan ke depan (2011-2015)

(3) Analisis permasalahan ekonomi masyarakat Kabupaten Bandung yang

mencakup indikator ketenagakerjaan, tingkat kemiskinan, dan Indeks

Pembangunan Manusia (IPM).

(4) Analisis dampak program/kegiatan Pemerintah Kabupaten Bandung

terhadap pembangunan ekonomi masyarakat Kabupaten Bandung.

(5) Skenario pola pengembangan sinergi pemerintah daerah dengan

pemerintah pusat, pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan pelaku ekonomi

swasta (private sector).

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 10

(6) Analisis pengembagan kawasan pertanian dan industri Kabupaten

Bandung sebagai basis pengembangan ekonomi masyarakat.

(7) Analisis penguatan produksi dan pasar komoditas-komoditas unggulan

Kabupaten Bandcung.

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari kajian grand design pengembangan ekonomi

masyarakat Kabupaten Bandung adalah meliputi:

(1) Analisa tentang kondisi historis dan proyeksi indikator-indikator

perekonomian masyarakat Kabupaten Bandung.

(2) Analisis mengenai strategi, kebijakan, program dan kegiatan

pengembangan ekonomi masyarakat Kabupaten Bandung.

(3) Analisis faktor internal dan eksternal terkait kekuatan, kelemahan, peluang

dan tantangan pengembangan ekonomi masyarakat Kabupaten Bandung.

(4) Analisis skenario dampak kebijakan (program/kegiatan) pemerintah daerah

Kabupaten Bandung terhadap pengembangan ekonomi masyarakat

Kabupaten Bandung.

(5) Analisis bentuk-bentuk sinergi pemerintah daerah Kabupaten Bandung

dengan seluruh stakeholders perekonomian Kabupaten Bandung.

(6) Analisis kerangka desain pengembangan ekonomi masyarakat Kabupaten

Bandung yang meliputi: tujuan, prasyarat dan strategi pengembangan.

(7) Analisis kondisi internal perekonomian Kabupaten Bandung dan

relevansinya dengan kondisi perekonomian Provinsi Jawa Barat dan

kondisi perekonomian Indonesia.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 11

1.5 Tahapan Kajian

Tahapan kajian meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Persiapan: melakukan persiapan komprehensif kajian, koordinasi teknis,

kelengkapan administratif, menetapkan indikator, menetapkan alat

analisis, menyusun kerangka analisis, dan pembagian tugas tim analisis.

(2) Pengumpulan Data: meliputi pengumpulan informasi data primer (survei

dan wawancara) maupun sekunder dari BPS, dinas-dinas/SKPD terkait,

Bank Indonesia, Perbankan, dan Bappeda Kabupaten Bandung.

(3) Pengolahan Data: meliputi evaluasi kesesuaian data, tabulasi data,

pengolahan data dan verifikasi data akhir.

(4) Analisis Data: analisa data ekonomi Kabupaten Bandung yang diderivasi

ke dalam kerangka masing-masing poin tujuan kajian. Titik penekanan

analisis data diarahkan pada perencanaan pengembagan kawasan

perekonomian Kabupaten Bandung sebagai kawasan ekonomi yang

berdaya saing dan stabil dalam jangka panjang.

(5) Presentasi Draft Hasil: menyampaikan hasil sementara, mempresentasikan

hasil, mengevaluasi dan menyempurnakan hasil.

(6) Penyampaian Laporan Akhir: menyampaikan hasil kajian analisa dalam

bentuk buku laporan grand design pengembangan ekonomi Kabupaten

Bandung 2011-2015.

1.6 Kerangka Analisis

Metode analisis kajian ini adalah menggunakan pendekatan analisis

deskriptif kuantitatif. Pendekatan deskriptif mengacu kepada kebutuhan alat

analisis perencanaan pengembangan ekonomi masyarakat yang komprehensif

(melibatkan data-data kuantitatif dan dokumen-dokumen analisis deskriptif)

mengenai kondisi masing-masing elemen indikator ekonomi masyarakat,

indikator ekonomi sektoral, dan indikator ekonomi makro regional sehingga

sesuai dengan tujuan kajian yang dilengkapi dengan informasi proses

pembentukan data; metode perhitungan data; dan kegunaan data. Analisa

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 12

kuantitatif meliputi pengolahan data yang menggunakan alat-alat uji statistik

maupun ekonometrik terkait model ekonomi maupun proyeksi indikator ekonomi

masyarakat dalam jangka menengah.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 13

BAB II REVIEW

KONSEP PERENCANAAN

DAN DOKUMEN

PERENCANAAN

KABUPATEN BANDUNG

2.1. Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

2.1.1. Konsep Pembangunan Ekonomi

Pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman dalam penelitian ini

didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil

penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno 1996:13).

Berdasarkan atas definisi ini dapat diketahui bahwa pembangunan ekonomi berarti

adanya suatu proses pembangunan yang terjadi terus menerus yang bersifat

menambah dan memperbaiki segala sesuatu menjadi lebih baik lagi. Adanya

proses pembangunan itu di diharapkan adanya kenaikan pendapatan riil

masyarakat berlangsung untuk jangka panjang.

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang terjadi terus-

menerus yang bersifat dinamis. Apapun yang dilakukan, hakikat dari sifat dan

proses pembangunan itu mencerminkan adanya terobosan yang baru, jadi bukan

merupakan gambaran ekonomi suatu saat saja. Pembangunan ekonomi berkaitan

pula dengan pendapatan perkapita riil, di sini ada dua aspek penting yang saling

berkaitan yaitu pendapatan total atau yang lebih banyak dikenal dengan

pendapatan nasional dan jumlah penduduk. Pendapatan perkapita berarti

pendapatan total dibagi dengan jumlah penduduk.

Pembangunan ekonomi dipandang sebagai proses multidimensional yang

mencakup segala aspek dan kebijaksanaan yang komprehensif baik ekonomi

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 14

maupun non ekonomi. Oleh sebab itu, sasaran pembangunan yang minimal dan

pasti ada menurut Todaro (1983:1280) dalam Suryana (2000:6) adalah:

(1) Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian atau pemerataan

bahan pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti perumahan,

kesehatan dan lingkungan.

(2) Mengangkat taraf hidup temasuk menambah dan mempertinggi

pendapatan dan penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik,

dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya manusiawi,

yang semata-mata bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi,

akan tetapi untuk meningkatkan kesadaran akan harga diri baik individu

maupun nasional.

(3) Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individu

dan nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap budak dan

ketergantungan, tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara

lain,tetapi dari sumber-sumber kebodohan dan penderitaan.

Ada empat model pembangunan (Suryana, 2000:63) yaitu model pembangunan

ekonomi yang beorientasi pada pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja,

penghapusan kemiskinan dan model pembangunan yang berorientasi pada

pemenuhan kebutuhan dasar. Berdasarkan atas model pembangunan tersebut,

semua itu bertujuan pada perbaikan kualitas hidup, peningkatan barang-barang

dan jasa, penciptaan lapangan kerja baru dengan upah yang layak, dengan harapan

tercapainya tingkat hidup minimal untuk semua rumah tangga yang kemudian

sampai batas maksimal.

2.1.2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan mengenai

faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka

panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut sehingga

terjadi proses pertumbuhan (Boediono 1999:2). Menurut Schumpeter dan Hicks

dalam Jhingan (2002:4), ada perbedaan dalam istilah perkembangan ekonomi dan

pertumbuhan ekonomi.Perkembangan ekonomi merupakan perubahan spontan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 15

dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan

mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya, sedangkan pertumbuhan

ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang

terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk.Hicks mengemukakan masalah

negara terbelakang menyangkut pengembangan sumber-sumber yang tidak atau

belum dipergunakan, kendati penggunanya telah cukup dikenal.

Sedangkan menurut Simon Kuznet dalam Jhingan (2003:57), pertumbuhan

ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara

(daerah) untuk menyediakan semakin banyak barang-barang ekonomi kepada

penduduknya; kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan

penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. Atas sudut pandang

tersebut, penelitian ini menggunakan istilah pertumbuhan ekonomi yang akan

dilihat dari sudut pandang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRB pada satu

tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB sebelumnya (PDRBt – 1).

Ahli-ahli ekonomi telah lama memandang beberapa faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi (Sukirno 1994:425) yaitu:

(1) Tanah dan kekayaan alam lain:

Kekayaan alam akan mempermudah usaha untuk membangun

perekonomian suatu negara, terutama pada masa-masa permulaan dari

proses pertumbuhan ekonomi. Di dalam setiap negara dimana

pertumbuhan ekonomi baru bermula terdapat banyak hambatan untuk

mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi di luar sektor primer yaitu

sektor dimana kekayaan alam terdapat kekurangan modal, kekurangan

tenaga ahli dan kekurangan pengetahuan para pengusaha untuk

mengembangkan kegiatan ekonomi modern di satu pihak, dan

terbatasnya pasar bagi berbagai jenis barang kegiatan ekonomi di lain

pihak, sehingga membatasi kemungkinan untuk mengembangkan

berbagai jenis kegiatan ekonomi.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 16

Apabila negara tersebut mempunyai kekayaan alam yang dapat

diusahakan dengan menguntungkan, hambatan yang baru saja dijelaskan

akan dapat diatasi dan pertumbuhan ekonomi dipercepat

kemungkinannya untuk memperoleh keuntungan tersebut dan menarik

pengusaha pengusaha dari negara-negara/daerah-daerah yang lebih maju

untuk mengusahakan kekayaan alam tersebut. Modal yang cukup,

teknologi dan teknik produksi yang modern, dan tenaga-tenaga ahli yang

dibawa oleh pengusahapengusaha tersebut dari luar memungkinkan

kekayaan alam itu diusahakan secara efisien dan menguntungkan.

(2) Jumlah dan mutu penduduk dan tenaga kerja:

Penduduk yang bertambah dapat menjadi pendorong maupun

penghambat pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan

memperbesar jumlah tenaga kerja dan penambahan tersebut akan

memungkinkan negara tersebut menambah produksi. Selain itu pula

perkembangan penduduk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi

melalui perluasan pasar yang diakibatkannya.Besarnya luas pasar dari

barangbarang yang dihasilkan dalam suatu perekonomian tergantung

pendapatan penduduk dan jumlah penduduk.

Akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi

dapat terjadi ketika jumlah penduduk tidak sebanding dengan faktor-

faktor produksi lain yang tersedia. Ini berarti penambahan penggunaan

tenaga kerja tidak akan menimbulkan pertambahan dalam tingkat

produksi atau pun kalau bertambah, pertambahan tersebut akan lambat

sekali dan tidak mengimbangi pertambahan jumlah penduduk.

(3) Barang-barang modal dan tingkat teknologi:

Barang-barang modal penting artinya dalam mempertinggi efisiensi

pertumbuhan ekonomi, barang-barang modal yang sangat bertambah

jumlahnya dan teknologi yang telah menjadi bertambah modern

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 17

memegang peranan yang penting sekali dalam mewujudkan kemajuan

ekonomi yang tinggi itu.

Apabila barang-barang modal saja yang bertambah, sedangkan tingkat

teknologi tidak mengalami perkembangan maka kemajuan yang akan

dicapai akan jauh lebih rendah.

(4) Sistem sosial dan sikap masyarakat:

Sikap masyarakat dapat menentukan sampai dimana pertumbuhan

ekonomi dapat dicapai.Di sebagian masyarakat terdapat sikap masyarakat

yang dapat memberikan dorongan yang besar pada pertumbuhan

ekonomi.Sikap itu diantaranya adalah sikap menghemat untuk

mengumpulkan lebih besar uang untuk investasi, sikap kerja keras dan

kegiatan-kegiatan mengembangkan usaha, dan sikap yang selalu

menambah pendapatan dan keuntungan. Disisi lain sikap masyarakat

yang masih memegang teguh adat istiadat yang tradisional dapat

menghambat masyarakat untuk menggunakan cara-cara produksi yang

modern dan yang produktivitasnya tinggi. Oleh karenanya pertumbuhan

ekonomi tidak dapat dipercepat.

(5) Luas pasar sebagai sumber pertumbuhan:

Adam Smith (telah) menunjukkan bahwa spesialisasi dibatasi oleh

luasnya pasar, dan spesialisasi yang terbatas membatasi pertumbuhan

ekonomi.Pandangan Smith ini menunjukkan bahwa sejak lama orang

telah lama menyadari tentang pentingnya luas pasar dalam pertumbuhan

ekonomi.Apabila luas pasar terbatas, tidak ada dorongan kepada para

pengusaha untuk menggunakan teknologi modern yang tingkat

produktivitasnya tinggi.Karena produktivitasnya rendah maka

pendapatan para pekerja tetap rendah, dan ini selanjutnya membatasi

pasar.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 18

2.1.3. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah

Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi

daerah secara komprehensif.Namun demikian, ada beberapa teori yang secara

parsial dapat membantu bagaimana memahami arti penting pembangunan

ekonomi daerah.Pada hakikatnya, inti dari teori-teori tersebut berkisar pada dua

hal, yaitu pembahasan yang berkisar tentang metode dalam menganalisis

perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor-faktor

yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu (Arsyad 1999:114).

Pengembangan metode untuk menganalisis suatu perekonomian suatu daerah

penting sekali kegunaanya sebagai sarana mengumpulkan data tentang

perekonomian daerah yang bersangkutan serta proses pertumbuhannya.

Pengembangan metode analisis ini kemudian dapat dipakai sebagai pedoman

untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil guna mempercepat

laju pertumbuhan yang ada. Akan tetapi di pihak lain harus diakui, menganalisis

perekonomian suatu daerah sangat sulit (Arsyad 1999:114).

Beberapa faktor yang sering menjadi penghambat dalam melakukan analisis

perekonomian diantaranya:

a. Data tentang daerah sangat terbatas terutama kalau daerah dibedakan

berdasarkan pengertian daerah nodal (berdasarkan fungsinya).

b. Data yang dibutuhkan umumnya tidak sesuai dengan data yang

dibutuhkan untuk analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya

ditujukan untuk memenuhi kebutuhan analisis perekonomian secara

nasional.

c. Data tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan sebab

perekonomian daerah lebih terbuka jika dibandingkan dengan

perekonomian nasional. Hal tersebut menyebabkan data tentang aliran-

aliran yang masuk dan keluar dari suatu daerah sukar diperoleh.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 19

d. Bagi Negara Sedang Berkembang, disamping kekurangan data sebagai

kenyataan yang umum, data yang terbatas itu pun banyak yang

kurangakurat dan terkadang relatif sulit dipercaya, sehingga

menimbulkankesulitan untuk melakukan analisis yang memadai tentang

keadaan perekonomian yang sebenarnya di suatu daerah.

Adapun beberapa teori dalam pembangunan daerah yang berhubungan dengan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory):

Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Harry W. Richardson (1973)

yang menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu

daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan

jasa dari luar daerah (Arsyad 1999:116). Dalam penjelasan selanjutnya

dijelaskan bahwa pertumbuhan industri-industri yang menggunakan

sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor,

akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job

creation). Asumsi ini memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan

mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan

persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat

menghasilkan ekspor (Suyatno 2000:146).

Ada serangkaian teori ekonomi sebagai teori yang berusaha menjalankan

perubahan-perubahan regional yang menekankan hubungan antara sektor-

sektor yang terdapat dalam perekonomian daerah.Teori yang paling

sederhana dan populer adalah teori basis ekonomi (economic base theory).

Menurut Glasson (1990:63-64), konsep dasar basis ekonomi membagi

perekonomian menjadi dua sektor yaitu:

1) Sektor-sektor Basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-

barang dan jasa ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang

bersangkutan atas masukan barang dan jasa mereka kepada masyarakat

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 20

yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang

bersangkutan.

2) Sektor-sektor Bukan Basis adalah sektor-sektor yang menjadikan

barang-barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di

dalam batas perekonomian masyarakat bersangkutan. Sektor-sektor

tidak mengekspor barang-barang. Ruang lingkup mereka dan daerah

pasar terutama adalah bersifat lokal.

Secara implisit pembagian perekonomian regional yang dibagi menjadi dua

sektor tersebut terdapat hubungan sebab-akibat dimana keduanya kemudian

menjadi pijakan dalam membentuk teori basis ekonomi. Bertambahnya kegiatan

basis di suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang

bersangkutan sehingga menambah permintaan terhadap barang dan jasa yang

dihasilkan, akibatnya akan menambah volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya

semakinberkurangnya kegiatan basis akan menurunkan permintaan terhadap

produk dari kegiatan bukan basis yang berarti berkurangnya pendapatan yang

masuk ke daerah yang bersangkutan. Dengan demikian kegiatan basis mempunyai

peran sebagai penggerak utama.

b. Teori Tempat Sentral:

Teori Tempat Sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki

tempat dimana setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat lebih

kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat

sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa

bagi penduduk daerah yang mendukungnya.Teori tempat sentral

memperlihatkan bagaimana pola-pola lahan dari industriyang berbeda-beda

terpadu membentuk suatu sistem regional kota-kota. (Prasetyo Supomo

2000:415). Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan

ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun daerah

pedesaaan.Misalnya, perlunya melakukan pembedaan fungsi antara daerah-

daerah yang bertetangga (berbatasan).Beberapa daerah bisa menjadi wilayah

penyedia jasa sedangkan daerah lainnya hanya sebagai wilayah

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 21

pemukiman.Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah dapat membantu

masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sistem

ekonomi daerah.

c. Teori interaksi spasial:

Merupakan arus gerak yang terjadi antara pusat-pusat pelayanan baik berupa

barang, penduduk, uang maupun yang lainnya. Untuk itu perlu adanya

hubungan antar daerah satu dengan yang lain karena dengan adanya interaksi

antar wilayah maka suatu daerah akan saling melengkapi dan bekerja sama

untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya. Dalam teori ini

didasarkan pada teori gravitasi, dimana dijelaskan bahwa interaksi antar dua

daerah merupakan perbandingan terbalik antara besarnya massa wilayah yang

bersangkutan dengan jarak keduanya.

Dimana massa wilayah diukur dengan jumlah penduduk. Model interaksi

spasial ini mempunyai kegunaan untuk:

(1) Menganalisa gerakan antar aktivitas dan kekuatan pusat dalam suatu

daerah.

(2) Memperkirakan pengaruh yang ada dan ditetapkannya lokasi pusat

pertumbuhan terhadap daerah sekitarnya. Interaksi antar kelompok

masyarakat satu dengan kelompok masyarakat lain sebagai produsen dan

konsumen serta barang-barang yang diperlukan menunjukkan adanya

gerakan. Produsen suatu barang pada umumnya terletak pada tempat

tertentu dalam ruang geografis, sedangkan para langganannya tersebar

dengan berbagai jarak di sekitar produsen.

2.1.4. Konsep Dasar Pengembangan Ekonomi Lokal

Konsep pembangunan ekonomi antara lain menempatkan pertumbuhan ekonomi

sebagai indikator pembangunan ekonomi. Menurut Syahrir (1986), dalam

dasawarsa 1960-an pertumbuhan (growth) mulai terpisah dengan pembangunan

(development). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi memang dapat dicapai namun

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 22

itu juga dibarengi dengan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan di

pedesaan, distribusi pendapatan yang timpang, dan ketidakseimbangan struktural.

Kondisi tersebut menurut Hendra Esmara (1986: 12) memperkuat keyakinan

bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan yang diperlukan (necessary) tetapi tidak

mencukupi (sufficient) bagi proses pembangunan.

Dalam konteks daerah maka pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output

daerah/Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam satu periode tertentu

(umumnya satu tahun). Pembangunan ekonomi daerah diartikan sebagai suatu

proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan per kapita penduduk suatu daerah

dalam jangka panjang yang disertai dengan perbaikan sistem kelembagaan

(Lincolin Arsyad, 1999). Menurut Budiono Sri Handoko (1984) pembangunan

ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan

masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk

suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk

menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.

Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor yaitu faktor

ekonomi dan faktor non ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tergantung pada sumber

daya alam (natural resources), sumber daya manusia (human resources), modal

(capital), teknologi (technology) dan lain-lain yang dimiliki oleh suatu wilayah

baik nasional (negara) maupun regional (propinsi dan kabupaten atau kota). Akan

tetapi pertumbuhan ekonomi tidak mungkin terjadi selama lembaga sosial, kondisi

politik dan nilai-nilai moral suatu wilayah tidak menunjang. Faktor-faktor tersebut

yang dinamakan sebagai faktor nonekonomi. Dasar pemikiran kewilayahan

(regionalisasi) sebenarnya merupakan sesuatu yang nyata, yaitu setiap kegiatan itu

pasti terjadi dan mempunyai efek dalam sebuah ruang dan bukan dalam sebuah

titik yang statis (Budiono Sri Handoko, 1984). Oleh karena itu kondisi struktural

perekonomian suatu daerah akan mempengaruhi kondisi perekonomian daerah

lain, sehingga akan tergantung pada mobilitas penggunaan faktor produksi dan

aktivitas produksi yang berlangsung, dan untuk melakukan aktivitas produksi

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 23

setiap daerah akan menghadapi kendala ketersediaan sumber daya, oleh karena itu

antara satu daerah dengan daerah lain akan saling mempengaruhi. Dengan

demikian, dalam pendekatan tata ruang tersebut, pembangunan yang terjadi di

suatu daerah akan mempengaruhi daerah lain, demikian pula sebaliknya. Dalam

perkembangan daerah, pendekatan tata ruang ini digunakan untuk membahas

hubungan antara pertumbuhan daerah perkotaan dengan pedesaan. Hubungan atau

kontrak yang terjadi antara daerah perkotaan dengan pedesaan beserta hasil-hasil

hubungannya dalam wujud tertentu diartikan sebagai interaksi (R. Bintarto, 1996).

Status lokasi kota dalam pandangan teori lokasi merupakan tempat sentral (central

place). Tempat sentral menurut Christaller dan Losch (1991) (dalam AR.Karseno

dan Sukanto Resksohadiprojo, 1997), merupakan tempat yang produktif, karena

berbagai jasa penting harus disediakan untuk daerah-daerah di sekitarnya. Oleh

karena itu, peran kota tidak saja bersifat statis dalam wilayahnya, melainkan

menjadi pendorong bagi kemajuan daerah-daerah sekitarnya. Dikatakan sebagai

pendorong daerah sekitarnya, karena kemajuan suatu daerah akan berdampak

pada daerah sekitarnya. Sebagai contoh, kemajuan ekonomi Provinsi DKI Jakarta

akan berdampak pada daerah sekitarnya. Kemajuan perekonomian DKI Jakarta

akan memberikan spread effect, terhadap aktivitas ekonomi di Kab/Kota di sekitar

DKI Jakarta.

Secara garis besar hubungan timbal balik antara desa dan kota dapat

diinterpretasikan berbagai macam hubungan antara kegiatan-kegiatan yang berada

di kota dan di desa, di antaranya ada yang menyamakan hubungan antara desa dan

kota dengan hubungan antara pertanian dan industri. Hubungan timbal balik

itulah yang mengakibatkan munculnya fungsi kota, yaitu antara lain: (1) sebagai

tempat pengumpulan hasil produksi dari daerah-daerah di belakangnya, atau desa-

desa sekitarnya (hinterland); (2) sebagai tempat pengumpulan input yang

diperlukan pedesaan (pupuk, bibit, obat-obatan, dan sebagainya); dan (3) sebagai

pusat administratif (Kadariah, 1989).

Untuk mengetahui sektor-sektor mana saja yang mengalami pergeseran kontribusi

dan layak untuk dikembangkan berdasarkan peranan pertumbuhan ekonomi

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 24

nasional, peranan penyebaran sektor-sektor ekonomi nasional dan keunggulan

kompetitif, maka digunakan teknik analisa location quotient (LQ). Teknik analisa

LQ mengambarkan sektor-sektor yang prospektif untuk dikembangkan di suatu

daerah dibandingkan dengan daerah lain diwilayah referensi (Y.Sri Susilo, 2000).

Identifikasi struktur ekonomi dapat dilakukan melalui perhitungan kontribusi

sektor-sektor ekonomi dalam pembentukan agregat PDRB di suatu daerah. Dari

indentifikasi tersebut dapat diperoleh keterangan mengenai sektor-sektor yang

mengalami peningkatan maupun penurunan kontribusi sektoral terhadap total

PDRB. Struktur ekonomi agraris adalah kondisi perekonomian suatu negara atau

daerah yang kegiatan ekonominya terpusat pada sektor pertanian. Artinya bila

dilihat dari kontribusi sektoral, maka sektor ini merupakan sektor yang memiliki

pertumbuhan dan kontribusi sektor yang lebih besar dibandingkan sektor-sektor

yang lain. Begitu juga dengan struktur ekonomi industri, dimana leading sector

dalam perekonomian daerah didominasi oleh pertumbuhan dan kontribusi sektor

industri yang tinggi dibandingkan sektor-sektor yang lain. Struktur ekonomi jasa

dan niaga apabila sektor-sektor tersebut merupakan sektor yang terbesar dalam

kontribusinya terhadap PDRB (Dumairy, 1999). Konsep tentang sektor unggulan

(leading sector) di dasarkan atas kemampuan perekonomian di setiap wilayah

yang tidak sama, baik corak maupun kepemilikan sumber daya-nya. Oleh karena

itu setiap daerah memiliki spesialisasi atas kelebihan kepemilikan sumber daya

yang dimiliki, dan spesialisasi kepemilikan sumber daya tersebut pada akhirnya

akan terlihat dari perkembangan sektor-sektor ekonomi, antara lain dilihat dari

share sektoral terhadap PDRB dan nilai absolut sektoral. Sektor unggulan dalam

hal ini merupakan sektor ekonomi yang menopang pertumbuhan ekonomi di

setiap daerah, atas dasar spesialisasi kepemilikan sumber daya. Konsep sektor

unggulan tidak saja didasarkan pada nilai absolut atau share sektoral dari PDRB,

tetapi dalam penggunaan faktor produksi, seperti tenaga kerja. Spesialisasi dalam

konsep perdagangan disebut dengan keunggulan komparatif, artinya suatu daerah

relatif memiliki kelebihan dibandingkan daerah lain dalam hal sumber daya yang

dimiliki, sedangkan ukuran spesialisasi dilihat dari kemampuan sektor ekonomi

dalam menghasilkan output setinggi mungkin dalam PDRB. Konsep spesialisasi

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 25

dapat dilihat dari sejumlah indikator, seperti: (1) besar kecilnya kemampuan

perekonomian dalam meningkatkan output atau PDRB per sektor; dan (2) dilihat

dari besar kecilnya peran sektoral dalam memaksimalkan penggunaan sumber

daya atau faktor produksi, seperti; tenaga kerja, modal, dan teknologi. Perubahan

struktur ekonomi dari basis perekonomian agraris atau sektor-sektor primer ke

arah perekonomian dengan basis sektor-sektor sekunder dan tersier dapat dilihat

dari peran sektoral dalam agregat PDRB, sektor yang nilai share-nya terhadap

PDRB kecil berarti bukan merupakan spesialisasi dan bukan sektor unggulan.

Oleh kerena itu perubahan struktur harus meningkatkan nilai output masing-

masing sektor (yang diunggulkan) dan mampu memperbaiki penyerapan faktor

produksi, seperti menyerap lebih banyak tenaga kerja. Pertumbuhan sektor-sektor

tertentu memiliki keunggulan kompetitif maka analisis tersebut perlu dilengkapi

dengan analisa sektor unggulan, artinya meskipun suatu sektor kompetitif belum

tentu sektor tersebut prospektif untuk dikembangkan menjadi leading sector

(sektor basis) bagi perekonomian kab/kota. Oleh karena itu untuk melihat

keunggulan kompetitif sekaligus keunggulan komparatif suatu sektor tertentu di

daerah kab/kota, maka digunakan analisis LQ, sehingga dari hasil tersebut dapat

diambil kesimpulan bahwa sektor tersebut prospektif untuk dikembangkan atau

tidak dengan melihat kondisi aktualnya.Ukuran yang dipakai untuk melihat

kriteria LQ adalah: bila nilai LQ sektor >1, maka sektor tersebut merupakan

sektor basis, sedangkan bila LQ = 1, maka produk domestik bruto habis

dikonsumsi di daerah tersebut, sedangkan bila LQ sektor < 1, maka sektor tersebut

merupakan sektor non-basis.

Salah satu model gravitasi yang banyak digunakan dalam melihat asesibilitas

antar wilayah adalah model gravitasi Hansen (1959) (dalam Robinson Tarigan,

2004). Model gravitasi digunakan untuk memprediksi potensi suatu daerah

berdasarkan lokasi dari pemukiman penduduk (yang dilihat berdasarkan daya tarik

masing-masing lokasi). Model gravitasi mengasumsikan ketersediaan lapangan

pekerjaan, tingkat aksesibilitas, dan adanya luas lahan kosong (untuk perumahan

dan industri), pada akhirnya akan menarik/mendorong (sebagai bentuk daya tarif

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 26

gravitasi) penduduk untuk masuk ke lokasi tersebut. Model gravitasi ini

menggabungkan jumlah lapangan pekerjaan dan kemudahan untuk mencapai

lokasi (accessibility indeks). Secara umum indeks tersebut menempatkan unsur

daya tarik yang terdapat pada suatu wilayah dan kemudahan untuk mencapai

wilayah tersebut.

Model gravitasi mulai mendapat perhatian sebagai alat analisis interaksi sosial dan

ekonomi setelah penelitian Carey dan Ravenstein (1950), dikembangkan oleh

Lloyd (1977) (dalam Robinson Tarigan, 2004), melakukan penelitian tentang asal

tempat migran yang berdatangan ke berbagai lokasi di Amerika Serikat. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa jumlah migran yang masuk ke suatu kota

dipengaruhi oleh besarnya jumlah penduduk yang didatangi, besarnya jumlah

penduduk dipengaruhi oleh besarnya jumlah penduduk tempat asal migran, dan

jarak antara kota asal dengan kota yang dituju (destination city). Konsep ini

menunjukkan bahwa kedatangan penduduk (migrasi) yang memasuki suatu kota

bukanlah bersifat acak (random), melainkan dipengaruhi oleh faktor-faktor

tertentu.

Tingkat aksesibilitas dan potensi yang berbeda akan mendorong tingkat

pertumbuhan ekonomi yang berbeda, sehingga daerah-daerah tersebut dapat

diklasifikasikan. Untuk mengklasifikasikan pertumbuhan ekonomi daerah, dapat

digunakan model Kartesian-Klaassen (1981). Dalam klasifikasi pertumbuhan

ekonomi daerah, digambarkan klasifikasi daerah-daerah serta siklus

perkembangan ekonomi yang terjadi.

2.1.5. Teori Pengembangan Ekonomi Lokal

Pengembangan Ekonomi Daerah atau Local Economic Development (LED) telah

menjadi tumpuan bagi pemulihan ekonomi nasional. Pada tataran konsep dan

pemikiran, ada "ketidakjumbuhan" (ketidaksesuaian) atau "gap" antara teori-teori

LED yang lebih bermakna sistem Dekonsentrasi dengan basis wilayah "luas"

(provinsi-provinsi) versus sistem Desentralisasi (otonomi daerah) dengan basis

kota dan kabupaten. Oleh karena tuntutan LED terus mengemuka, sementara

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 27

belum disepakati konsep yang definitif, maka muncul paradigma-paradigma baru,

unik, dan parsial yang sedang diujicobakan di beberapa daerah (kota dan

kabupaten).

Pola pertumbuhan ekonomi regional tidaklah sama dengan apa yang lazim terjadi

pada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini pada dasarnya disebabkan pada

analisa pertumbuhan ekonomi regional tekanan lebih dipusatkan pada pengaruh

perbedaan karakteristik space terhadap pertumbuhan ekonomi. (Sjafrizal, 1985:

331)

Richardson (1978) Perbedaan pokok antara pertumbuhan perekonomian nasional

dan analisis pertumbuhan daerah adalah bahwa yang dititik beratkan dalam

analisis pertumbuhan daerah adalah perpindahan faktor movements(Ricardson,

1978). Jadi adanya asumsi “perekononian tertutup” tidak dapat diterapkan pada

daerah [region]. Adanya kemungkinan masuk dan keluarnya arus perpindahan

tenaga kerja dan modal sangat memperbesar peluang bagi perbedaan tingkat

pertumbuhan regional.Teori Ekonomi Regional memberikan tekanan pada unsur

space, maka faktor-faktor yang menjadi perhatian juga berbeda dengan apa yang

lazim dibahas pada Teori Pertumbuhan Nasional (Growth Theory). Pada Teori

Pertumbuhan Nasional faktor-faktor yang sangat diperhatikan adalah modal,

lapangan pekerjaan, dan kemajuan teknologi yang bisa muncul dalam berbagai

bentuk. Akan tetapi padaTeori Pertumbuhan Regional faktor-faktor yang

mendapat perhatian utama adalah keuntungan lokasi, aglomerasi, migrasi dan arus

lalulintas modal anrae wilayah.

Gllasson (1977), pertumbuhan regional dapat terjadi akibat faktor endogen (dari

dalam), dan faktor eksogen (dari luar) serta kombinasi dari keduannya. Faktor

endogen adalah distrubusi faktor-faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja,

modal. Faktor eksogen adalah tingkat permintaan dari daerah-daerah lain terhadap

komoditas yang dihasilkan daerah tersebut (Glasson, 1977).

Adanya perubahan sistem pemerintahan, dari Dekonsentrasi dengan kontrol

dominan dari Pusat menjadi Desentralisasi ke daerah dan kabupaten (UU No.

22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 28

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah), maka pemulihan ekonomi

(economic recovery), khususnya dalam rangka mengurangi tingkat pengangguran

dan memerangi kemiskinan, sudah barang tentu lebih mengandalkan peran daerah

serta menjadi relevan untuk memikirkan bagaimana pengembangan ekonomi di

daerah (LED) di tingkat Kota dan Kabupaten.

Memikirkan pengembangan ekonomi lokal tentu tak bisa dilepaskan dari banyak

teori yang mendasarinya. Malizia dan Feser tahun 1999 dalam bukunya

Understanding Local Economic Development mengompilasi ada 10 teori LED

dan membandingkan bagaimana dasar-dasar teorinya, sasaran pengembangannya,

prosesnya, kelebihan dan kelemahan, serta penerapannya (Info URDI Vol.15: 1-

5).

Menurut kedua penulis tersebut, ke-10 teori dapat dipahami melalui dua cara,

antara lain :

1. Teori dapat dipahami sebagai suatu realitas dari suatu proses pembangunan

ekonomi;

2. Teori dipahami sebagai banyaknya faktor dan aktor yang terlibat di dalamnya.

Tidaklah mengherankan bahwasanya satu teori tidaklah cukup dan teori-teori

yang ada lebih menggambarkan paradigma pada masanya.

Ke-10 teori tentang Local Economic Development dipahami sebagai:

1. Proses pengembangan dan perkembangan ekonomi di daerah-daerah lebih pada

tataran ekonomi makro;

2. Basis wilayah (Regionalisasi) yang digunakan pada teritorial tertentu yang

cukup "luas" sehingga teridentifikasi fungsi "Homogeneity" dan atau

"Functionality/Nodality" (Perroux-1955; Myrdal-1957; Hirschman-1958, dan

Hilhorst-1977).

Sedikit banyak teori-teori tersebut pernah diterapkan di Indonesia dalam

kebijakan-kebijakan pembangunan ekonomi masa lalu (Repelita) dengan basis

wilayah (regionalisasi) berupa provinsi atau gabungan provinsi (Konsep Wilayah

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 29

Pembangunan Utama/WPU). Penggunaan basis wilayah provinsi atau gabungan

provinsi memang dimungkinkan dalam mekanisme Dekonsentrasi ketika itu.

Hanya saja penerapannya di Indonesia tidak secara utuh memilih satu teori atau

kombinasi dari berbagai teori, tetapi lebih pada "mencomot" secara "prasmanan"

(buffet) dasar-dasar teorinya sesuai dengan kebutuhan pembangunan di daerah.

Dengan sistem pemerintahan Desentralisasi, atau lebih sering disebut dengan

Otonomi Daerah yang berbasis wilayah kota dan kabupaten, bagaimana LED

berbasis kota dan kabupaten (bukan provinsi seperti penerapan teori sebelumnya)

mampu menjadi bagian dari pemulihan ekonomi nasional ? Di sinilah muncul

"gap" antara teori atau pemikiran LED yang diterapkan pada masa lalu (sebelum

Otonomi Daerah) dan pemikiran LED pada era Otonomi Daerah sekarang ini.

"Gap" ini menyangkut dua hal yaitu:

1. Basis wilayah "luas" dan fungsional seperti provinsi atau gabungan provinsi

versus wilayah kota dan kabupaten yang relatif tidak luas;

2. Sistem Dekonsentrasi dengan kontrol dari Pusat versus Desentralisasi di

kota dan kabupaten yang masing-masing daerah saling independen.

2.1.6. Faktor Pengembangan Ekonomi Regional

Beberapa hal lain yang mendasari perubahan paradigma pembangunan regional

adalah faktor-faktor internal dan eksternal yang diperkirakan dapat mempengaruhi

jalannya pembangunan regional masa kini dan masa yang akan datang, faktor

yang dimaksud antara lain disebabkan oleh adanya faktor-faktor intern

sebagaimana tersebut di bawah ini.

A. Faktor Internal

Faktor-faktor internal wilayah adalah faktor-faktor yang berpengaruh baik secara

langsung maupun tidak langsung terhadap pelaksanaan pembangunan wilayah

yang ada dan ditemukenali serta yang bersumber di dalam wilayah otoritas yang

bersangkutan.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 30

- Faktor Sumberdaya Wilayah

Sumberdaya wilayah merupakan anasir penting dalam pelaksanaan otonomi

daerah. Sumberdaya wilayah dimaksud adalah sumberdaya lahan yang terkait

dengan potensi fisik wilayah. Kiat manajemen/pengelolan yang berimbang dan

berkelanjutan merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam peningkatan

produktivitasnya. Keberhasilan pengelolaan dengan berpijak pada kaidah

kelestarian lingkungan dan berkelanjutan akan dapat menjamin terhadap

meningkatnya masukan daerah yang telah lama dieksploitasi dengan tanpa

mempertimbangkan kelestarian lingkungan secara optimal. Sebagaimana

diketahui bersama bahwa keadaan daerah saat ini telah banyak yang mengalami

perubahan sebagai akibat kurangnya pelibatan dan pemberdayaan masyarakat

dalam melakukan pembangunan di wilayah yang bersangkutan, sehingga dalam

rangka mengantisipasi terhadap pengaruh negatif berkepanjangan maka perlu

segera diupayakan adanya sinkronosasi dan peningkatan hubungan koordinasi

dan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat, serta daerah dan pusat dalam

rangka peningkatan potensi di wilayah yang bersangkutan, oleh sebab itu, melalui

Undang-Undang No 22 Tahun 1999 diharapkan dapat dibangun sebuah sistem

yang mampu memperkuat institusi pengelolaan sumberdaya daerah. Institusi ini

diharapkan akan menjadi wadah bagi para profesional dalam rangka menerapkan

profesi sumberdaya manusia sebagai pelaku pembangunan di tingkat regional.

Selain itu, persepsi tentang pembangunan daerah yang akan dibangun melalui

kebijakan ini, adalah daerah sebagai satu kesatuan sistem wilayah pembangunan,

bukan saja berkonsentrasi pada kelangsungan hidup manusia dalam kepentingan

sesaat tetapi juga menciptakan habitat bagi tumbuh dan berkembangnya makhluk

lain dalam rangka mempersiapkan sistem yang mendukung kelestarian kehidupan

secara berkesinambungan. Dengan demikian, daerah tidak lagi dipersepsikan

sebagai daerah yang masing-masing terpisah, tetapi tetap memiliki interaksi dan

interdependensi antara satu daerah dengan daerah lainnya. Keterkaitan sumberdala

lahan atau sumberdaya fisikal antara satu daerah dengan daerah lainya tidak akan

dapat dipisahkan dalam pengelolaannya. Oleh karenanya, diperlukan wadah yang

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 31

berupa institusi untuk mengakomodasikan keterpaduan perencanaan,

pelaksanaannya sampai dengan evaluasi dan monitoring-nya.

- Faktor Sumberdaya Manusia

Manusia adalah kunci keberhasilan pembangunan. Sumberdaya manusia

merupakan kunci sukses dalam setiap pelaksanaan pembangunan baik dalam skala

kecil, menengah maupun sedang. Dalam rangka peningkatan keberhasilan

pelaksanaan pembangunan tersebut maka diperlukan kualitas sumberdaya

manusia yang memadai. Peningkatan kualitas yang dibarengi oleh peningkatan

kuantitas sumberdaya manusia yang berkualitas di tingkat regional untuk masa-

masa sekarang dan yang akan datang perlu dilakukan dan perlu

memperoleh/mendapatkan perhatian yang serius dalam penanganannya sehingga

potensinya dapat dimanfaatkan secara baik dan benar. Pembangunan regional

bukanlah membangun fisik daerah semata-mata, melainkan inti pembangunan

daerah adalah membangun sumberdaya manusia. Oleh sebab itu, dalam

pelaksanaannya, aspek pemberdayaan masyarakat perlu mendapat perhatian yang

serius. Dalam rangka ini pula, diwajibkan kepada daerah untuk mempersiapkan

sarana dan prasarana pendukung bagi pengembangan sumberdaya manusia dan

ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga mampu memberikan dukungan

terhadap dilaksanakannya paradigma pembangunan berkelanjutan dan mampu

membangun daerah berdasarkan aspirasi daerah yang bersangkutan.

- Faktor Kedudukan Geografis

Letak wilayah secara geografis memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap

perkembangan wilayah baik dari segi ekonomi, budaya, social, politik dan fisikal.

Letak geografis memiliki pengaruh pula terhadap letak strategis wilayah dalam

pelbagai aspek kehidupan. Kedudukan strategis wilayah yang bersangkutan dan

dapat menjadikan wilayah tersebut sebagai salah satu pasar produksi

pembangunan baik sektoral maupun non-sektoral dan bahkan mungkin dapat

menjadi salah satu produsen handal yang mampu memasok terhadap daerah lain

disekitarnya, dengan demikian kedudukan geografi memiliki peran yang penting

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 32

dan dapat menjadi factor pengaruha yang sangat kuat terhadap perkembangan

wilayah yang bersangkutan dan sekitarnya. Disamping itu, dengan letak geografi

tersebut dapat dijadikan sebagai dasar “setting” terhadap kegiatan yang prospektif

dimasa depan termasuk penentuan pola konservasi dan preservasi serta pola

eksploatasinya. Rancangan yang didasarkan pada letak geografis akan mampu

memberikan hasil yang optimal termasuk dapat mengakomodasi terhadap jiwa

rancangan pembangunan daerah yang searah (compatible) dengan Undang-

Undang tentang otonomi daerah dan tata lingkungannya, sehingga dalam

pemanfaatan setiap sumberdaya perlu senantiasa mempertimbangkan “where,

what, when, why, how and by whom”?.

Dalam kerangka ini pula, Undang-undang menekankan pentingnya pendekatan

keruangan yang secara geografis akan memberikan dukungan secara lebih detil

melalui pendekatan kewilayahan sehingga persebaran keruangannya dapat

dipertanggung jawabkan secara akademis dan praktis.

- Faktor Perkembangan Penduduk dan Demografi

Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dimasa yang akan datang disatu sisi

merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional, sedangkan disisi lain

akan merupakan masalah, hal ini akan besar pengaruhnya terhadap laju dan

kecenderungan pembangunan regional. Sumberdaya daerah akan menanggung

beban yang lebih besar dalam rangka menyediakan lingkunan hidup yang

berkualitas baik. Proyek pembangunan regional dan bersifat lintas administratif

yang pada saat ini sedang dilaksanakan, dibangun dengan kesadaran penuh, akan

pentingnya kualitas lingkungan hidup, oleh sebab itu, salah satu indikator yang

akan dipergunakan dalam mengukur kinerja pengelolaan sumberdaya daerah

adalah neraca sumberdaya daerah.

- Faktor Peningkatan Kebutuhan

Sebagai akibat dari keberhasilan pembangunan maka secara logis kebutuhan

masyarakat akan barang dan jasa yang berasal dari sumberdaya daerah akan

semakin meningkat sehinga perlu didukung dan diantisipasi dalam pengelolaan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 33

sumberdaya alam dan pemanfaatan sumberdaya manusia, sehingga dapat

terjaminnya kebutuhan di masa yang akan datang.

- Faktor Perkembangan Persepsi Masyarakat

Dengan semakin meningkatnya wawasan masyarakat akan arti penting pelestarian

sumberdaya alam, menumbuhkan sikap masyarakat yang kritis tentang

pembangunan daerah sehingga persepsi masyarakat tentang sumberdaya tersebut

mulai bergeser dari aspek ekonomis ke aspek ekologis. Oleh sebab itu, didalam

pelaksanaan SRRP ini, mulai ditekankan perubahan pendekatan dari pendekatan

top down menjadi community base development.

- Faktor Pembangunan Sektoral dan Daerah

Pembangunan daerah dan regional sebagai bagian dari pembangunan nasional

perlu diselaraskan dan dilaksanakan secara terpadu dengan pembangunan sektor

lain dan pembangunan daerah secara holistik. Namun demikian, mengingat bahwa

sumberdaya alam sebagai sistem penyanggga kehidupan yang memiliki

kedudukan, fungsi dan peran yang sangat penting bagi hidup dan kehidupan, maka

pembangunan sektor lain yang menyebabkan perubahan peruntukan dan

pemanfaatan sumberdaya yang berdampak penting, bercakupan luas, atau bernilai

strategis, harus dilakukan secara cermat dan koordinatif .

Khusus hubungannya dengan pembangunan daerah, penyelenggaraan otonomi

dibidang pembangunan regional perlu memperoleh perhatian yang semestinya.

Untuk itu perlu dikembangkan kegiatan yang bersifat “local specific” berdasarkan

potensi dan keadaan setempat.

- Faktor Kesenjangan

Pelaksanaan pembangunan daerah khususnya dalam pelaksanaan pembangunan

sektoral, telah menimbulkan ekses terjadinya kesenjangan antara penanam modal

dengan masyarakat. Ekses tersebut tidak jarang menimbulkan kerawanan sosial

yang berdampak negatif terhadap pengelolaan sumberdaya. Oleh karena itu perlu

diusahakan terlaksananya keterlibatan masyarakat di daerah dalam setiap

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 34

pelaksanaan pembangunan daerah melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara

pembangunan kelembagaan yang mendukung.

B. Faktor Eksternal

- Faktor Era Globalisasi

Berkembangnya kerjasama Regional Asia Pasific dan pengaruh globalisasi pada

gilirannya akan mempengaruhi perkembangan pembangunan regional dan

nasional di Indonesia. Pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia bukan semata-

mata menjadi tanggung jawab bangsa Indonesia tetapi juga sudah dianggap

sebagai tanggung jawab semua umat manusia di dunia. Globalisasi yang terjadi

meliputi globalisasi ekonomi, demokrasi, lingkungan dan globalisasi sosial.

- Faktor Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Dalam rangka memenuhi kebutuhan akan peningkatan pelayanan yang layak

maka sudah waktunya apabila IPTEK yang semula hanya sebagai pendukung

pembangunan, dimasa yang akan datang harus dapat berfungsi sebagai penggerak

perkembangan pembangunan daerah dan regional.

- Faktor Persepsi Masyarakat Internasional

Perhatian masyarakat Internasional akan arti pentingnya keberadaan dan

kelestarian sumberdaya alam daerah terutama yang mendukung terhadap

kepentingan manusia baik dalam skala lokal, regional, nasional dan bahkan

internasional dalam dasa warsa terakhir semakin meningkat. Hal ini telah

menimbulkan isu global yang dapat mengakibatkan dampak yang bersifat positif

dan negatif. Sehingga terbuka kemungkinan disinformasi yang mangakibatkan

timbulnya isu global yang bersifat negatif semakin deras. Untuk itu, perlu adanya

kehati-hatian dalam setiap kebijaksanaan pengelolaan dan pemanfaatan

sumberdaya alam tersebut.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 35

2.2. Dokumen Perencanaan Kabupaten Bandung

2.2.1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun

2010-2015

A. Visi

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten

Bandung Tahun 2010 - 2015 merupakan bagian dari rencana pembangunan jangka

panjang daerah pada tahap kedua 2011-2015 Kabupaten Bandung Tahun 2005 –

2025. Pada tahap ini perlu perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi

permasalahan yang belum terselesaikan, namun juga untuk mengantisipasi

perubahan yang muncul di masa yang akan datang.

Berbagai isu global dan nasional perlu dipertimbangkan dalam

menyelesaikan isu yang bersifat lokal, dan berimplikasi pada kesejahteraan

masyarakat. Isu yang dihadapi Kabupaten Bandung antara lain : keamanan dan

ketertiban masyarakat, pelayanan publik, lingkungan hidup dan bencana, kualitas

sumber daya manusia (pendidikan, kesehatan dan keshalehan sosial),

pembangunan perdesaan dan ketahanan pangan, infrastruktur wilayah dan tata

ruang, serta kemiskinan. Dalam menangani isu tersebut diperlukan penguatan

kepemimpinan yang didukung oleh segenap komponen masyarakat dan

penyelenggara pemerintahan.

Dengan mempertimbangkan isu yang ada, maka visi Pemerintah Daerah

Kabupaten Bandung, yang dituangkan dalam RPJMD tahun 2010 – 2015, yang

hendak dicapai adalah :

“Terwujudnya Kabupaten Bandung yang Maju, Mandiri dan Berdaya

Saing, melalui Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Pemantapan

Pembangunan Perdesaan, Berlandaskan Religius, Kultural dan

Berwawasan Lingkungan”.

Memperhatikan visi tersebut serta perubahan paradigma dan kondisi yang

akan dihadapi pada masa yang akan datang, diharapkan Kabupaten Bandung dapat

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 36

lebih berperan dalam perubahan yang terjadi di lingkup regional, nasional maupun

global.

Perumusan dan penjelasan terhadap visi di maksud, menghasilkan pokok-

pokok visi yang diterjemahkan pengertiannya, sebagaimana Tabel 2.1 di bawah

ini.

Tabel 2. 1

Perumusan Penjelasan Visi RPJMD Kabupaten Bandung Tahun 2011-2015

Visi Pokok-pokok Visi Penjelasan Visi

Terwujudnya Kabupaten

Bandung yang Maju,

Mandiri dan Berdaya Saing,

melalui Tata Kelola

Pemerintahan yang Baik dan

Pemantapan Pembangunan

Perdesaan, Berlandaskan

Religius, Kultural dan

Berwawasan Lingkungan.

Maju Kondisi sumber daya manusia Kabupaten

Bandung yang memiliki kepribadian baik,

berakhlak mulia dan berkualitas pendidikan

yang tinggi.

Mandiri Kondisi masyarakat Kabupaten Bandung

yang mampu memenuhi kebutuhan sendiri,

untuk lebih maju serta mampu mewujudkan

kehidupan yang sejajar dan sederajat

dengan daerah lain yang telah maju, dengan

mengandalkan kemampuan dan kekuatan

sendiri.

Berdaya Saing Kondisi masyarakat Kabupaten Bandung

yang memiliki kemampuan untuk bersaing

dengan sehat dalam lingkup regional

maupun nasional, yang mencakup berbagai

aspek yaitu: aspek kesejahteraan

masyarakat, aspek pelayanan umum dan

aspek daya saing daerah, yang pada

akhirnya dapat meningkatkan pembangunan

Kabupaten Bandung.

Tata Kelola

Pemerintahan yang

Baik

Kondisi penyelenggaraan Pemerintahan

Kabupaten Bandung yang dilakukan secara

terpadu dan bertanggung jawab, dengan

menjaga sinergitas interaksi yang bersifat

konstruktif diantara tiga domain utama,

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 37

Visi Pokok-pokok Visi Penjelasan Visi

yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat,

serta memperhatikan tingkat efisiensi,

efektivitas, partisipatif yang berlandaskan

hukum, menjunjung tinggi keadilan,

demokratisasi, transparan, responsif, serta

berorientasi pada konsensus, kesetaraan dan

akuntabel.

Pemantapan

Pembangunan

Perdesaan

Kondisi pelaksanaan pembangunan di

Kabupaten Bandung memberikan perhatian

yang besar dan sungguh–sungguh terhadap

pengembangan perdesaan, peningkatan

kualitas SDM kelembagaan perdesaan,

peningkatan ketersediaan infrastruktur

perdesaan, penyediaan sistem transportasi

perdesaan yang memadai, peningkatan

produk pertanian yang berdaya saing,

pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat

serta pemberdayaan masyarakat perdesaan.

Religius Kondisi masyarakat Kabupaten Bandung

yang memiliki nilai-nilai, norma, semangat

dan kaidah agama, khususnya Islam yang

diyakini dan dianut serta menjadi karakter

dan identitas mayoritas Kabupaten

Bandung, yang harus menjiwai, mewarnai

dan menjadi ruh atau pedoman bagi seluruh

aktivitas kehidupan, termasuk

penyelengaraan pemerintahan dan

pelaksanaan pembangunan, dengan tetap

menjunjung tinggi toleransi dan kerukunan

hidup beragama.

Kultural Kondisi masyarakat Kabupaten Bandung

yang memiliki nilai-nilai budaya sunda

yang baik, melekat dan menjadi jati diri,

yang harus terus tumbuh dan berkembang

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 38

Visi Pokok-pokok Visi Penjelasan Visi

seiring dengan laju pembangunan, serta

menjadi perekat bagi keselarasan dan

kestabilan sosial. Pengembangan budaya

sunda tersebut dilakukan dengan tetap

menghargai pluralitas kehidupan

masyarakat secara proporsional.

Berwawasan

Lingkungan

Kondisi masyarakat Kabupaten Bandung

memiliki pengertian dan kepedulian yang

tinggi terhadap keseimbangan alam dan

kelestarian lingkungan yang didasari oleh

kesadaran akan fungsi strategis lingkungan

terhadap keberlangsungan hidup manusia.

Daya dukung dan kualitas lingkungan,

harus menjadi acuan utama segala aktivitas

pembangunan, agar tercipta tatanan

kehidupan yang seimbang, nyaman dan

berkelanjutan.

Agar visi tersebut dapat diwujudkan dan mendorong efektivitas dan

efisiensi pemanfaatan potensi yang dimiliki, maka ditetapkan misi RPJMD

Kabupaten Bandung tahun 2010-2015 yang didalamnya mengandung gambaran

tujuan serta sasaran yang ingin dicapai.

B. Misi

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten

Bandung tahun 2010-2015, berorientasi pada pembangunan dan peningkatan

kompetensi segenap sumber daya yang terdapat di Kabupaten Bandung dalam

segala bidang, guna menyiapkan kemajuan, kemandirian dan kemampuan

bersaing.

Dengan memperhatikan isu dan pencapaian visi Kabupaten Bandung yang

maju, mandiri dan mampu bersaing tersebut, maka dirumuskan 7 (tujuh) Misi

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 39

Kabupaten Bandung dalam rangka pencapaian Visi Kabupaten Bandung 2010 –

2015, sebagai berikut :

1. Meningkatkan Profesionalisme Birokrasi

Peningkatan profesionalime birokrasi adalah salah satu upaya dalam

mewujudkan Kabupaten Bandung yang “Maju, Mandiri dan Berdaya

Saing”. Hal ini memerlukan proses dan komitmen dari seluruh pemangku

kepentingan. Penyelenggaraan pemerintahan tidak semata-mata bergantung

kepada Pemerintah saja, akan tetapi harus adanya sinergi antara pemerintah,

sektor swasta dan masyarakat secara proporsional dan bertanggung jawab.

Proporsional dalam hal ini mengandung pengertian bahwa setiap domain

pemerintahan melaksanakan peran dan fungsinya sesuai dengan kapasitas

yang dimiliki berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bertanggung jawab mengandung pengertian bahwa pelaksanaan peran dan

fungsi setiap domain pemerintahan harus dapat dipertanggungjawabkan secara

objektif berdasarkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik.

Secara garis besar terdapat 4 (empat) karakter kepemimpinan Rasulullah SAW

yang harus kita teladani dalam berbagai lingkup kepemimpinan, termasuk

kepemimpinan dalam pemerintahan, yaitu :

- Karekter kepemimpinan pertama : ”siddiq” (benar) yaitu komitmen

terhadap kebenaran. Segala langkah yang ditempuh seorang pemimpin

harus berpijak pada kebenaran, berada dalam kebenaran dan menuju

kebenaran. Kebenaran inilah yang harus menjadi landasan strategi

kebijakan serta acuan utama seluruh aktivitas pemerintahan dan

pembangunan.

- Karekter kepemimpinan kedua : ”tabligh” (menyampaikan). Seorang

pemimpin harus mampu mengkomunikasikan berbagai programnya

dengan baik kepada masyarakat serta mampu mendengar, memperhatikan

dan menyikapi dengan segera apa yang menjadi aspirasi masyarakatnya,

agar kebijakannya senantiasa berorientasi pada kepentingan masyarakat

yang dipimpinnya.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 40

- Karekter kepemimpinan ketiga : ”amanah” (jujur). Seorang pemimpin

harus berlaku jujur dan adil disertai dengan keikhlasan dan ketawakalan

dalam mengemban amanah kepemimpinannya. Sekecil apapun yang

menjadi hak rakyat, harus mampu dipenuhinya sebagaimana seharusnya,

serta apa yang diucapkannya harus dapat dibuktikan dengan perbuatan

yang nyata.

- Karekter kepemimpinan keempat : ”fathonah” (cerdas). Seorang

pemimpin harus memiliki kapasitas intelektual yang tinggi serta memiliki

semangat untuk menjadikan berbagai fenomena kehidupan sebagai

pelajaran yang sangat berharga. Kepemimpinan bukan semata-mata

kekuasaan tetapi merupakan kapasitas intelektual yang dikonsepsikan dan

di praktekan dalam berbagai kebijakan untuk meningkatkan taraf hidup

masyarakat yang dipimpinnya.

Penyelenggaraan pemerintahan (birokrasi) dari masa ke masa perlu adanya

penyesuaian terhadap perkembangan dan tuntutan masyarakat saat ini.

Tuntutan masyarakat tersebut diantaranya adalah adanya kepastian hukum,

rasa keadilan, demokratis, transparan, responsif, akuntabel dan bebas dari

KKN. Untuk itu diperlukan peningkatan profesionalisme birokrasi.

Dalam rangka meningkatkan profesionalisme birokrasi menuju masyarakat

Kabupaten Bandung yang maju, mandiri dan berdaya saing, diperlukan suatu

upaya sebagai berikut : peningkatan kapasitas SDM aparatur sesuai peran dan

fungsinya; penerapan sistem reward and punishment yang berkeadilan;

peningkatan kesejahteraan aparatur; peningkatan kualitas pelayanan publik

dengan pola pendekatan pelayanan prima; peningkatan disiplin kerja aparatur;

peningkatan pemanfaatan teknologi data dan informasi; serta peningkatan

pengawasan internal.

2. Meningkatkan Kualitas Sdm (Pendidikan dan Kesehatan) yang

Berlandaskan Iman dan Takwa Serta Melestarikan Budaya Sunda

SDM berkualitas yang berlandaskan Iman dan takwa merupakan salah satu

tolok ukur menuju keberhasilan pembangunan Kabupaten Bandung yang

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 41

”Maju, Mandiri dan Berdaya Saing”. Keimanan dan ketaqwaan adalah

landasan moral dan etika yang tidak hanya memiliki muatan spiritual, tetapi

juga muatan sosial, sehingga pada prakteknya tidak saja ditunjukan dengan

ketaatan ritual individu, tetapi juga harus diaplikasikan dalam kehidupan

sosial, sehingga tercipta kesalehan kolektif untuk merajut kehidupan bersama.

Kesalehan sosial sebagai perwujudkan sifat masyarakat bertaqwa merupakan

kesatuan utuh dari pengetahuan, sikap serta nilai-nilai yang mempengaruhi

cara berfikir dan bertindak. Dalam perspektif agama, keimanan dan ketakwaan

yang terefleksikan dalam kesalehan sosial, yang merupakan syarat mutlak bagi

tercapainya kesejahteraan.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, diperlukan upaya secara terus

menerus untuk menciptakan SDM yang berkualitas, baik dari aspek

pendidikan maupun aspek kesehatan, yang berlandaskan iman dan taqwa.

Budaya sunda merupakan salah satu sumber nilai yang menunjukan jati diri,

identitas dan kepribadian suatu komunitas masyarakat. Hal ini menjadi

benteng pertahanan yang sangat efektif untuk menghadapi dampak negatif

derasnya arus perubahan. Pada sisi lain, budaya ini juga merupakan modal

utama pembangunan untuk mewujudkan keserasian dan keselarasan hidup

manusia.

Budaya sunda sangat kaya akan nilai-nilai, hal ini merupakan falsafah hidup

yang sangat menentukan bagi sikap dan karakter masyarakat Sunda dalam

mengambil peran sentral dalam pembangunan. Oleh karenanya perlu digali

dan dikembangkan nilai-nilai budaya sunda yang baik untuk memotivasi

potensi masyarakat. Masyarakat Sunda harus mempunyai kepercayaan diri dan

kemandirian untuk berperan maksimal dalam pembangunan di Kabupaten

Bandung. Oleh karena itu, karakter masyarakat Sunda anu boga wani, wanoh,

wiwaha tur wijaksana harus dikembangkan sebagai bagian dari jati diri

kesundaan.

Dalam budaya sunda dikenal istilah “Sabilulungan”, yang artinya silih asih,

silih asah dan silih asuh. Kinerja pemerintahan dan kehidupan masyarakat

harus dilandasi oleh semangat “Sabilulungan” dengan identitas nyantri,

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 42

nyunda, nyantana, nyantika, nyaloka dan sikap yang luhur, luhung, perigel,

gesit binangkit.

Peningkatan kualitas SDM yang berlandaskan Iman dan takwa serta

melestarikan budaya sunda sebagaimana dimaksud dapat dilakukan melalui :

peningkatan pendidikan non formal (keaksaraan fungsional); peningkatan

kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan; pencanangan dan

penerapan wajib belajar 12 tahun; fasilitasi kemudahan bagi anak-anak usia

sekolah jenjang SMA/Sederajat; peningkatan sarana prasarana pendidikan

menengah; pemerataan pelayanan kelembagaan satuan pendidikan menengah

dalam rangka rintisan wajib belajar 12 tahun; Peningkatan penyelenggaraan

pendidikan kejuruan; ekstensifikasi kurikulum pendidikan umum ke

pendidikan kejuruan; penguatan dan pendalaman relevansi muatan kurikulum

satuan pendidikan menengah; menyelenggarakan pendidikan usia dini;

menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga pendidik dan

kependidikan; meyediakan fasilitas pendidikan bagi tenaga pendidik dan

kependidikan; meningkatkan mutu manajemen pendidikan bermuatan lokal;

meningkatkan pembinaan olahraga prestasi dan olahraga rekreasi;

meningkatkan sarana dan prasaran olahraga; meningkatkan peran pemuda

dalam pembangunan; peningkatan rasio sarana kesehatan terhadap jumlah

penduduk; peningkatan sarana prasarana kesehatan; peningkatan kualitas

pelayanan kesehatan; peningkatan Kualitas SDM Kesehatan; peningkatan

kemitraan dan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan; penguatan

manajemen kesehatan; penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender;

peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan; peningkatan dan

peran serta kesetaraan gender; peningkatan penyediaan fasilitas PONED dan

tenaga medik terlatih di setiap wilayah; meningkatkan pemberdayaan

kelembagaan sosial; meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap

penyadang sosial, anak terlantar dan jompo; meningkatkan upaya rehabilitasi

sosial terhadap korban narkoba; peningkatan implemetasi norma-norma

religius dalam kehidupan bermasyarakat; peningkatan pemahaman

keagamaan, melalui pemasyarakatan pemahaman Al-Qur'an bagi pemeluk

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 43

agama Islam; peningkatan penggalian dan pengelolaan potensi umat, seperti

optimalisasi ZIS; peningkatan keberdayaan lembaga keagamaan; peningkatan

pengenalan dan menanamkan kecintaan terhadap Budaya Sunda sejak usia

dini; peningkatan pemasyarakatan penggunaan bahasa dan nilai-nilai budaya

Sunda dalam aktivitas pemerintahan dan kemasyarakatan; peningkatan

keberdayaan seniman dan budayawan sunda; pengembangan dan pelestarian

lembaga-lembaga adat dan tradisi masyarakat; serta pembangunan sarana dan

prasarana pengembangan dan pelestarian keragaman budaya.

Upaya-upaya yang dilakukan harus konsisten dan berkesinambungan, dalam

rangka menghadapi persaingan pada era globalisasi. Era globalisasi ini

memerlukan SDM berkualitas yang mampu mengembangkan karir secara

mandiri dan memenuhi pasar kerja sesuai keahlian yang dibutuhkan di

berbagai bidang, seperti : industri, pertanian, perdagangan/jasa dan

sebagainya, tanpa harus meninggalkan jati diri sebagai orang sunda.

3. Memantapkan Pembangunan Perdesaan

Mayoritas wilayah Kabupaten Bandung adalah perdesaan, oleh karena itu

tumpuan pembangunan, salah satunya diarahkan pada wilayah perdesaan.

Upaya dalam mewujudkan pembangunan perdesaan yang mantap, menuju

Kabupaten Bandung yang “Maju, Mandiri dan Berdaya Saing” adalah

melalui peningkatan keberdayaan lembaga perdesaan; peningkatan kapasitas

dan kapabilitas pemerintahan desa; peningkatan keswadayaan dan

kegotongroyongan masyarakat desa; peningkatan kapasitas dan pemberdayaan

masyarakat; perkuatan lembaga-lembaga keuangan mikro di desa; peningkatan

pendapatan asli daerah desa; peningkatan peran serta kelembagaan masyarakat

dalam kelancaran distribusi, kestabilan harga dan akses pangan; serta

pengembangan teknologi pengolahan pangan non beras.

Perwujudan tersebut akan mengurangi beban dan kewajiban wilayah

perkotaan dalam menyediakan sistem pelayanan.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 44

4. Meningkatkan Keamanan dan Ketertiban Wilayah

Kondisi aman dan tertib merupakan harapan masyarakat Kabupaten Bandung

yang ditandai oleh tidak adanya tindak kriminal/kejahatan ataupun kerusuhan,

serta adanya rasa saling percaya dan harmoni dari seluruh komponen

masyarakat. Kondisi ini menjadi landasan bagi kelangsungan kehidupan yang

tenang dan damai, serta merupakan jaminan bagi terselenggaranya

pembangunan sesuai harapan dan cita-cita bersama. Dinamika pemerintahan,

pembangunan dan kehidupan masyarakat akan bergerak selaras dengan

tuntutan perubahan, serta kehendak dan kebutuhan masyarakat berdasarkan

asas demokrasi yang bertanggung jawab, disertai dengan rasa kebersamaan,

persatuan dan kesatuan seluruh komponen masyarakat.

Kondisi yang aman, tertib dan tenteram akan terwujud apabila : terdapat

peningkatan kepatuhan/ketaatan masyarakat terhadap hukum, adanya

pengembangan sistem keamanan lingkungan swakarsa; terlaksananya

penegakan hukum; terlaksananya pembinaan SDM aparat penegak hukum;

adanya peningkatan peran aparat dalam meminimalisir berbagai konflik

kepentingan melalui pendekatan persuasif dan membuka ruang dialog; serta

adanya peningkatan pembinaan politik bagi masyarakat.

5. Meningkatkan Ketersediaan Infrastruktur dan Keterpaduan Tata

Ruang Wilayah

Ketersediaan infrastruktur dan keterpaduan tata ruang wilayah merupakan

unsur penunjang utama dalam mendukung terciptanya pembangunan

Kabupaten Bandung yang “Maju, Mandiri dan Berdaya Saing”.

Ketersediaan infrastruktur akan mempengaruhi tingkat pendidikan, kesehatan

dan daya beli masyarakat. Selain itu, ketersediaan infrastruktur menjadi

katalisator pencapaian pembangunan pada bidang lainnya.

Dalam rangka mewujudkan Kabupaten Bandung yang maju, mandiri dan

berdaya saing, pelaksanaan pembangunan infrastruktur, harus bertumpu pada

pengembangan kompatibilitas dan optimalisasi potensi sumber daya alam,

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 45

sumber daya manusia dan sumber daya fisik (buatan); serta memperhatikan

keterpaduan dengan tata ruang wilayah. Hal ini dimaksudkan untuk

meminimalisir dampak negatif yang terjadi akibat pembangunan yang kurang

memperhatikan kapasitas sumber daya yang ada.

Salah satu upaya untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur dan

keterpaduan tata ruang wilayah adalah peningkatan kualitas dan kuantitas

infrastruktur dasar wilayah; pengaturan pola penggunaan lahan pada wilayah

yang berkembang pesat; peningkatkan efektivitas tata ruang wilayah;

pengaturan zonasi rencana pola ruang; pengendalian dan pengawasan

pemanfaatan ruang secara konsisten; penerapan mekanisme dan prosedur

perizinan yang efisien dan efektif; penerapan sistem insentif dan disinsentif

untuk medukung perwujudan tata ruang sesuai rencana; penataan perumahan

sesuai dengan tata ruang wilayah; penataan areal pemakaman; peningkatan

kualitas SDM perhubungan; peningakatan sarana dan prasarana perhubungan;

peningkatan pelayanan jasa angkutan serta peningkatan kelaikan operasional

kendaraan.

6. Meningkatkan Ekonomi Kerakyatan yang Berdaya Saing

Peningkatan ekonomi kerakyatan yang berdaya saing merupakan salah satu

upaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Kemampuan daya beli

masyarakat erat kaitannya dengan kemiskinan. Semakin besar daya beli

masyarakat, maka semakin kecil tingkat kemiskinan pada suatu daerah.

Kemiskinan menyebabkan kemampuan masyarakat berkurang secara drastis

dalam mengakses pelayanan dasar.

Salah satu upaya untuk meningkatkan ekonomi kerakyatan yang berdaya saing

adalah peningkatan kemampuan kelembagaan UMKM; peningkatan

kemampuan pengelolaan dan permodalan bagi koperasi, usaha mikro, kecil

dan menengah; pengembangan industri produktif berbasis UMKM;

peningkatan keterampilan kewirausahaan; penciptaan iklim investasi yang

mendukung pengembangan potensi lokal; pengembangan model kemitraan

usaha hulu-hilir; memudahkan aksesibilitas pemasaran produk-produk

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 46

unggulan daerah hasil KUMKM; peningkatan posisi tawar dan daya saing

produk unggulan daerah; penataan pedagang kakilima dan asongan;

peningkatan peran dan fungsi lembaga ketenagakerjaan; peningkatan kualitas

SDM pencari kerja; peningkatan sarana dan prasarana pelatihan kerja;

pengembangan potensi agribisnis; memudahkan aksesibilitas pemasaran

produk-produk pertanian dan perikanan; mempermudah akses permodalan;

pengembangan kawasan pertanian dan perikanan penerapan konsep ekonomi

perdesaan melalui One Village One Product (OVOP); pembangunan dan

pengembangan kawasan agropolitan; pembangunan dan pengembangan

kawasan terpadu; serta pembangunan dan pengembangan kawasan wisata.

7. Memulihkan Keseimbangan Lingkungan dan Menerapkan

Pembangunan Berkelanjutan

Rusaknya lingkungan akibat bencana alam merupakan polemik yang tidak

bisa dihindari. Dalam mengatasi hal tersebut, diperlukan perubahan pola

berpikir dan bertindak dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan,

yaitu dengan mengacu pada pembangunan berwawasan lingkungan.

Pembangunan berwawasan lingkungan tidak hanya mengandalkan pada

mekanisme kinerja pemerintahan, tetapi harus mengikutsertakan segenap

lapisan masyarakat melalui penegakan hukum.

Sebagai wilayah yang rawan bencana, baik bencana banjir, longsor/gerakan

tanah dan gempa, perlu dilakukan penyusunan prosedur, tahapan mitigasi serta

penanganan bencana yang sederhana dan mudah diterapkan, sesuai dengan

pengalaman selama ini. Upaya menghindari bencana lebih mudah dilakukan

dan lebih murah dibandingkan setelah terjadi bencana. Pemulihan

keseimbangan lingkungan setelah terjadinya bencana serta penerapan

pembangunan yang berkelanjutan merupakan hal penting yang harus

diperhatikan demi mewujudkan Kabupaten Bandung yang ”Maju, Mandiri

dan Berdaya Saing”.

Faktor lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam mengatasi kerusakan dan

memulihkan keseimbangan lingkungan serta penerapan pembangunan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 47

berkelanjutan, yaitu : peningkatan sinergitas konstruktif dari seluruh

pemangku kepentingan pembangunan dalam manajemen pengelolaan

lingkungan; peningkatan penegakan hukum lingkungan; peningkatan

kesadaran masyarakat terhadap makna penting bagi kualitas kelangsungan

lingkungan; pembangunan tradisi dan budaya peduli lingkungan sejak dini;

optimalisasi pengelolaan limbah, melalui pengelolaan daur ulang, komposting,

dan konversi energi; reboisasi kawasan hutan, rehabilitasi lahan kritis dan

penanaman pohon di lingkungan pemukiman, lingkungan pendidikan,

lingkungan perkantoran dan lain-lain; pembangunan hutan kota dan ruang

terbuka hijau; penyusunan data dan informasi dalam rangka identifikasi dan

interpretasi daerah potensi bencana; pemetaan dan deliniasi kawasan rawan

bencana; serta pengendalian pembangunan di daerah rawan bencana.

2.2.2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Bandung 2005-

2025

A. Misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Bandung 2005-

2025

Untuk menangani isu/permasalahan dan mewujudkan visi jangka panjang

Kabupaten Bandung yang telah ditetapkan di atas, maka dirumuskan Misi

Kabupaten Bandung 2005-2025 sebagai berikut:

1. Mewujudkan Kabupaten Bandung yang Aman dan Tertib

2. Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

3. Meningkatkan Daya Dukung dan Kualitas Lingkungan

4. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia

5. Menciptakan Pemerataan Pembangunan dan Berkeadilan

6. Mewujudkan Perekonomian Masyarakat yang Berdaya Saing

Visi Repeh dilaksanakan melalui Misi 1 dan 2, Visi Rapih dilaksanakan

melalui Misi 3 dan 4, sedangkan untuk Visi Kertaraharja dilaksanakan melalui

Misi 5 dan 6.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 48

Penjabaran dari ke 6 (enam) visi tersebut yang berkaitan secara langsung

dengan pengembangan ekonomi masyarakat adalah pada misi ke 5 (lima dan ke 6

(enam):

(1) MISI KE 5 (LIMA) MENCIPTAKAN PEMERATAAN

PEMBANGUNAN DAN BERKEADILAN

Pembangunan wilayah merupakan pembangunan yang bersifat holistic

(menyeluruh). Ada tiga aspek utama terkait pembangunan wilayah yaitu

aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Ketiga aspek tersebut merupakan

satu keasatuan utuh yang tidak bisa dipisahkan. Pertumbuhan ekonomi

merupakan pendorong tumbuh kembangnya perekonomian wilayah secara

menyeluruh tetapi bukan merupakan satusatunya keberhasilan

pembangunan. Pertumbuhan ekonomi tanpa diikuti oleh pembangunan

kesejahteraan sosial akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang semu,

artinya ada kesenjangan di tengah masyarakat. Misi kelima merupakan

penjabaran dari visi kertaraharja yang memfokuskan pada pertumbuhan

wilayah di mana masyarakat mempunyai kesamaan terhadap semua

aksesibilitas yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat. Selain itu,

pembangunan tidak hanya diprioritaskan pada wilayah yang secara

geografis diuntungkan oleh kedekatannya dengan pusat pertumbuhan

nasional (Kota Bandung) tetapi juga wilayah-wilayah tertinggal.

(2) MISI KE 6 (ENAM) MEWUJUDKAN PEREKONOMIAN

MASYARAKAT YANG BERDAYA SAING

Kabupaten Bandung memiliki potensi di bidang pertanian, pariwisata

maupun industri dan bila seluruh potensi sumber daya yang ada

dimanfaatkan secara maksimal dan berkelanjutan serta

menunbuhkembangkan perekonomian yang memiliki daya saing dengan

berbasis sumber daya lokal melalui pemberdayaan masyarakat maka akan

berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Misi keenam

ini merupakan penjabaran dari visi kertaraharja yang memfokuskan pada

pengembangan agribisnis, industri manufaktur, pariwisata, perdagangan,

investasi daerah, pengurangan pengangguran penduduk, pengurangan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 49

kemiskinan dan penyediaan infrastruktur yang mendukung perekonomian

daerah. Dari fokus tersebut diharapkan dapat memperkuat perekonomian

daerah yang berdaya saing global dan berorientasi pada keunggulan

kompetitif dan komparatif dengan berbasis pada potensi lokal.

B. Pencapaian Misi Melalui Pembangunan Ekonomi

Tujuan pembangunan jangka panjang Kabupaten Bandung tahun 2005-

2025 adalah Terwujudnya Kabupaten Bandung yang Repeh, Rapih, Kertaraharja

2025 dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan

Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sebagai upaya yang terukur untuk tercapainya masyarakat Kabupaten Bandung

yang Repeh, Rapih, Kertaraharja 2025, sasaran pokok pembangunan di Kabupaten

Bandung dalam 20 tahun mendatang yang berkaitan dengan pengembangan

ekonomi masyarakat adalah sebagai berikut:

Terciptanya Pemerataan Pembangunan dan Berkeadilan, ditandai oleh:

a. Meningkatnya peran serta lembaga masyarakat dalam pembangunan, serta

semakin terbukanya kesempatan masyarakat untuk berorganisasi dan

berpolitik.

b. Meningkatnya indeks daya beli masyarakat, pendapatan perkapita

masyarakat, sehingga mampu menurunkan jumlah penduduk miskin.

c. Terpenuhinya pemerataan pembangunan prasarana jaringan jalan,

kebutuhan air baku dan jaringan irigasi, kebutuhan air bersih, kebutuhan

listrik serta berkurangnya daerah – daerah rawan banjir.

d. Terpenuhinya kebutuhan fasilitas publik di setiap Wilayah Pengembangan

(WP) sehingga mampu menurunkan tingkat kesenjangan pembangunan

antar WP.

Meningkatnya Perekonomian Masyarakat yang Berdaya Saing, ditandai oleh

hal – hal berikut:

a. Terwujudnya industri manufaktur berbasis potensi lokal dicirikan oleh

meningkatnya jumlah penggunaan bahan baku lokal sebagai pendorong

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 50

kegiatan industri manufaktur sehingga mampu menjadi basis ekonomi

masyarakat, serta memberi kontribusi bagi peningkatan PDRB.

b. Terwujudnya pusat-pusat perdagangan produk unggulan lokal dicirikan

oleh meningkatnya jumlah sentra perdagangan produk unggulan,

meluasnya jangkauan pasar ke tingkat internasional serta meningkatnya

prasarana pendukung fasilitas pusat perdagangan produk unggulan.

c. Terwujudnya produk pertanian yang berdaya saing dicirikan dengan

ketahanan pangan mandiri melalui pendorongan diversifikasi usaha tani ke

arah pengembangan agrobisnis dan agroindustri dalam rangka

meningkatkan pendapatan perkapita petani.

d. Meningkatnya penataan dan pembangunan sarana dan prasarana objek

wisata dicirikan dengan meningkatnya pangsa pasar pariwisata lokal di

tingkat internasional, berkembangnya keragaman objek – objek wisata,

serta ditandai oleh peningkatan kontribusi PDRB dari sektor pariwisata.

e. Terwujudnya pelayanan investasi yang mudah, murah, cepat dan pasti

dicirikan oleh meningkatnya pertumbuhan investasi di Kabupaten

Bandung.

f. Mewujudkan penyediaan infastruktur wilayah baik kuantitas maupun

kualitas secara memadai dicirikan oleh meningkatnya kondisi dan kinerja

jaringan jalan dan jembatan, terpenuhinya listrik di setiap kecamatan,

tercapainya cakupan pelayanan dan kualitas air minum, serta terpenuhinya

debit andalan air baku di setiap Daerah Irigasi (DI).

Arah Pembangunan 2005 – 2025 dalam Menciptakan pemerataan

pembangunan dan berkeadilan hendaknya menjadi keniscayaan bagi

penyelenggara pemerintahan. Pemerataan dapat bermakna luas, baik dilihat

dari aspek fisik maupun non fisik. Dalam konteks pembangunan pemerataan

mengandung arti bahwa setiap wilayah mendapatkan porsi yang sama atas

hasil – hasil pembangunan. Ketimpangan atau ketidakmerataan pembangunan

berakibat pada timbulnya rasa ketidakadilan. Sasaran pembangunan kabupaten

Bandung 20 tahun mendatang diarahkan pada upaya penciptaan pemerataan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 51

pembangunan yang berkeadilan. Untuk mewujudkannya dilakukan melalui

peningkatan pembangunan modal sosial secara berkesinambungan,

pemerataan terhadap aksesibilitas perekonomian masyarakat, peningkatan

pemenuhan pembangunan infrastruktur dasar di wilayah–wilayah tertinggal,

serta memberikan keleluasaan bagi masyarakat/swasta untuk berperan serta

dalam pembangunan. Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan untuk

mewujudkan pemerataan pembangunan yang berkeadilan adalah:

(1) Meningkatkan hubungan/interaksi horizontal yang seimbang dan

selaras berdasarkan sikap kolektivitas dan integritas sosial dalam

tatanan kemasyarakatan

(2) Menjaga hubungan yang harmonis antara penyelenggara

pemerintahan dengan masyarakat yang dilayani.

(3) Memberikan kemudahan bagi pelaku ekonomi kerakyatan terutama

dalam memberikan akses yang lebih luas terhadap sumber daya

perekonomian seperti modal, bahan baku, pangsa pasar, serta sumber

daya manusia.

(4) Mendorong dan meningkatkan kapasitas pelaku ekonomi kerakyatan.

(5) Meningkatkan pemenuhan infrastruktur dasar pada daerah – daerah

tertinggal, seperti prasarana jalan, transportasi, jaringan irigasi, air

bersih, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas

perekonomian, energi listrik, dan telekomunikasi.

(6) Mendorong keterpaduan pembangunan antar sektor dan antar

wilayah berdasarkan peran yang diembannya.

(7) Mempercepat pemenuhan penyediaan fasilitas dasar di setiap

Wilayah Pengembangan

(8) Meningkatkan peran serta swasta dalam penyediaan infrastruktur dan

fasilitas publik

Arah Pembangunan 2005 – 2025 dalam Meningkatkan perekonomian

masyarakat yang berdaya saing diarahkan pada Pembangunan perekonomian

diarahkan untuk menuju peningkatan perekonomian masyarakat yang mampu

berdaya saing. Perkembangan perekonomian dewasa ini mengarah pada nilai

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 52

kompetitif antar daerah, wilayah, bahkan antar negara. Kecenderungan ini

menjadi titik tolak bagi pengembangan perekonomian daerah agar mampu

bersaing dengan daerah–daerah lainnya. Tantangan dalam membangun

perekonomian di Kabupaten Bandung hendaknya dapat memanfaatkan

keunggulan komparatif maupun kompetitif, dengan memaksimalkan

ketersediaan potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia di

kabupaten Bandung. Sektor–sektor perekonomian yang selama ini

memberikan sumbangan terbesar bagi nilai PDRB meliputi sektor industri

pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pertanian. Ketiga

sektor tersebut, mampu menyerap tenaga kerja hingga 67,7%. Upaya untuk

meningkatkan ekonomi yang berdaya saing dilakukan melalui penguatan dan

pengembangan industri manufaktur yang berbasis potensi sumber daya lokal,

pengembangan sentra–sentra perdagangan produk unggulan lokal,

pengembangan agropolitan, pengembangan kepariwisataan, pengembangan

iklim investasi yang kondusif serta peningkatan kualitas infrastruktur wilayah.

Sasaran pembangunan di bidang ekonomi pada tahun 2025 mendatang

hendaknya mampu meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat sebesar

Rp.45.029.300/tahun atau setara dengan US$ 4.502 (asumsi kurs US Dollar

sebesar Rp.10.000). Pencapaian tersebut dapat dilakukan melalui beberapa strategi

diantaranya:

(1) Meningkatkan kualitas dan mutu hasil produksi industri manufaktur

berbahan baku potensi sumber daya lokal sehingga mampu bersaing di pasar

global

(2) Menumbuhkembangkan sentra–sentra perdagangan produk unggulan lokal

(3) Memfasilitasi perluasan akses pemasaran produk unggulan lokal hingga

pasaran nasional maupun internasional.

(4) Meningkatkan intensifikasi usaha dan diversifikasi produk – produk

pertanian

(5) Memberi kemudahan dalam menyediakan fasilitas pendukung agrobisnis,

agroindustri hingga terbentuknya kawasan agropolitan.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 53

(6) Memperkuat daya saing produk – produk pertanian di pasaran regional

maupun nasional. Meningkatkan pengelolaan dan pengembangan pariwisata

daerah.

(7) Mempermudah sistem operasional dan prosedur pelayanan investasi daerah,

dengan prinsip cepat, murah, mudah dan pasti.

(8) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembangunan dan pemeliharaan

infrastruktur yang menunjang bagi percepatan pertumbuhan perekonomian

wilayah.

(9) Membuka peluang dan kesempatan yang luas serta memberikan kemudahan/

insentif bagi swasta untuk berinvestasi baik dalam sektor ekonomi maupun

dalam penyediaan infrastruktur yang menunjang aktivitas perekonomian.

Dari target pencapaian indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks

daya beli pada tahun 2025 maka target IPM Kabupaten Bandung sebesar 92,20.

Lima tahun pertama pembangunan merupakan tahapan dasar yang menentukan

untuk tahapan pembangunan selanjutnya dengan memperhatikan potensi dan

permasalahan pembangunan saat ini. Oleh karena itu dengan memperhatikan hasil

capaian pembangunan sebelumnya, penekanan pembangunan lima tahun pertama

perlu diarahkan ke pembangunan bidang-bidang yang bisa dijadikan fondasi

tahapan pembangunan selanjutnya. Tahap lima tahun pertama diorientasikan

dalam upaya meningkatkan perekonomian masyarakat yang berdaya saing

dilakukan secara simultan dengan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia,

mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, serta mewujudkan Kabupaten

Bandung yang aman dan tertib.

2.3. Aspek Perencanaan Dalam Pengembangan Ekonomi

Setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda

dengan daerah lain. Oleh sebab itu perencanaan pembangunan ekonomi suatu

daerah pertama-tama perlu mengenali karakter ekonomi, sosial dan fisik daerah

itu sendiri, termasuk interaksinya dengan daerah lain. Dengan demikian tidak ada

strategi pembangunan ekonomi daerah yang dapat berlaku untuk semua daerah.

Namun di pihak lain, dalam menyusun strategi pembangunan ekonomi daerah,

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 54

baik jangka pendek maupun jangka panjang, pemahaman mengenai teori

pertumbuhan ekonomi wilayah, yang dirangkum dari kajian terhadap pola-pola

pertumbuhan ekonomi dari berbagai wilayah, merupakan satu faktor yang cukup

menentukan kualitas rencana pembangunan ekonomi daerah.

Keinginan kuat dari pemerintah daerah untuk membuat strategi

pengembangan ekonomi daerah dapat membuat masyarakat ikut serta membentuk

bangun ekonomi daerah yang dicita-citakan. Dengan pembangunan ekonomi

daerah yang terencana, maka semua stakeholders perekonomian akan tergerak

untuk mengupayakan peningkatan ekonomi. Kebijakan pertanian yang mantap,

misalnya, akan membuat pengusaha dapat melihat ada peluang untuk peningkatan

produksi pertanian dan perluasan ekspor. Dengan peningkatan efisiensi pola kerja

pemerintahan dalam pembangunan, sebagai bagian dari perencanaan

pembangunan, pengusaha dapat mengantisipasi bahwa pajak dan retribusi tidak

naik, sehingga tersedia lebih banyak modal bagi pembangunan ekonomi daerah

pada tahun depan.

Pembangunan ekonomi daerah perlu memberikan solusi jangka pendek

dan jangka panjang terhadap isu-isu ekonomi daerah yang dihadapi, dan perlu

mengkoreksi kebijakan yang keliru. Pembangunan ekonomi daerah merupakan

bagian dari pembangunan daerah secara menyeluruh. Dua prinsip dasar

pengembangan ekonomi daerah yang perlu diperhatikan adalah (1) mengenali

ekonomi wilayah dan (2) merumuskan manajemen pembangunan daerah yang

pro-bisnis.

I. Mengenali Ekonomi Wilayah

Dalam kerangka mengembangkan perekonomian suatu wilayah, maka hal

penting yang harus dilakukan adalah mengenali karakteristik ekonomi wilayah.

Isu-isu utama dalam perkembangan ekonomi daerah yang perlu dikenali adalah

antara lain sebagai berikut.

a. Perkembangan Penduduk dan Urbanisasi

Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama pertumbuhan ekonomi,

yang mampu menyebabkan suatu wilayah berubah cepat dari desa pertanian

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 55

menjadi agropolitan dan selanjutnya menjadi kota besar. Pertumbuhan penduduk

terjadi akibat proses pertumbuhan alami dan urbanisasi. Petumbuhan alami

penduduk menjadi faktor utama yang berpengaruh pada ekonomi wilayah karena

menciptakan kebutuhan akan berbagai barang dan jasa. Penduduk yang bertambah

membutuhkan pangan. Rumah tangga baru juga membutuhkan rumah baru atau

renovasi rumah lama berikut perabotan, alat-alat rumah tangga dan berbagai

produk lain. Dari sini kegiatan pertanian dan industri berkembang.

Urbanisasi dilakukan oleh orang-orang muda usia yang pergi mencari

pekerjaan di industri atau perusahaan yang jauh dari tempat dimana mereka

berasal. Perpindahan ke wilayah lain dari desa atau kota kecil telah menjadi tren

dari waktu ke waktu akibat pengaruh dari televisi, perusahaan pengerah tenaga

kerja, dan berbagai sumber lainnya. Suatu kajian mengindikasikan bahwa

pendidikan berkaitan erat dengan perpindahan ini. Secara umum semakin tinggi

tingkat pendidikan maka tingkat perpindahan pun semakin tinggi. Hal ini semakin

meningkat dengan semakin majunya telekomunikasi, komputer dan aktivitas high

tech lainnya yang memudahkan akses keluar wilayah.

Urbanisasi orang-orang muda ini dipandang pelakunya sebagai penyaluran

kebutuhan ekonomi mereka namun merupakan peristiwa yang kurang

menguntungkan bagi wilayah itu bila terjadi dalam jumlah besar. Untuk

mengurangi migrasi keluar ini masyarakat perlu untuk mulai melatih angkatan

kerja pada tahun-tahun pertama usia kerja dengan memberikan pekerjaan

sambilan, selanjutnya merencanakan masa depan mereka sebagai tenaga dewasa

yang suatu saat akan membentuk keluarga. Sebagai dorongan bagi mereka untuk

tetap tinggal adalah dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang sesuai.

Lembaga pendidikan/pelatihan dan dunia usaha perlu menyadari adanya

kebutuhan untuk membangun hubungan kerjasama. Pendidikan mencari cara agar

mereka cukup berguna bagi pengusaha lokal dan pengusaha lokal mengandalkan

pada pendidikan untuk meningkatkan kemampuan tenaga kerja lokal. Jika metode

pendidikan yang ada tidak dapat mengatasi tantangan yang dihadapi, maka ada

keperluan untuk mendatangkan tenaga ahli dari wilayah lain untuk memberikan

pelatihan yang dapat mensuplai tenaga kerja terampil bagi pengusaha lokal.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 56

b. Sektor Pertanian

Di setiap wilayah berpenduduk selalu terjadi kegiatan pembangunan,

namun ada beberapa wilayah yang pembangunannya berjalan di tempat atau

bahkan berhenti sama sekali, dan wilayah ini kemudian menjadi wilayah kelas

kedua dalam kegiatan ekonomi. Hal ini mengakibatkan penanam modal dan

pelaku bisnis keluar dari wilayah tersebut karena wilayah itu dianggap sudah tidak

layak lagi untuk dijadikan tempat berusaha. Akibatnya laju pertumbuhan ekonomi

wilayah itu menjadi semakin lambat.

Upaya pengembangan sektor agribisnis dapat menolong mengembangkan

dan mempromosikan agroindustri di wilayah tertinggal. Program kerjasama

dengan pemilik lahan atau pihak pengembang untuk mau meminjamkan lahan

yang tidak dibangun atau lahan tidur untuk digunakan sebagai lahan pertanian

perlu dikembangkan. Dari jumlah lahan pertanian yang tidak produktif ini dapat

diciptakan pendapatan dan lapangan kerja bagi penganggur di perdesaan. Program

kerjasama mengatasi keterbatasan modal, mengurangi resiko produksi,

memungkinkan petani memakai bahan baku impor dan produk yang dihasilkan

dapat mampu bersaing dengan barang impor yang sejenis serta mencarikan dan

membuka pasaran yang baru.

Faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi dapat berasal dari dalam

wilayah maupun dari luar wilayah. Globalisasi adalah faktor luar yang dapat

menyebabkan merosotnya kegiatan ekonomi di suatu wilayah. Sebagai contoh,

karena kebijakan AFTA, maka di pasaran dapat terjadi kelebihan stok produk

pertanian akibat impor dalam jumlah besar dari negara ASEAN yang bisa

merusak sistem dan harga pasar lokal. Untuk tetap dapat bersaing, target

pemasaran yang baru harus segera ditentukan untuk menyalurkan kelebihan hasil

produksi pertanian dari petani lokal. Salah satu strategi yang harus dipelajari

adalah bagaimana caranya agar petani setempat dapat mengikuti dan

melaksanakan proses produksi sampai ke tingkat penyaluran. Namun daripada

bersaing dengan produk impor yang masuk dengan harga murah, akan lebih baik

jika petani setempat mengolah komoditi yang spesifik wilayah tersebut dan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 57

menjadikannya produk yang bernilai jual tinggi untuk kemudian disebarluaskan di

pasaran setempat maupun untuk diekspor.

Apa yang telah terjadi di Pulau Jawa kiranya perlu dihindari oleh daerah-

daerah lain. Pengalihan fungsi sawah menjadi fungsi lain telah terjadi tanpa sulit

dicegah. Hal ini mengurangi pemasukan ekonomi dari sektor pertanian di wilayah

tersebut, disamping itu juga menghilangkan kesempatan untuk menjadikan

wilayah yang mandiri dalam pengadaan pangan, termasuk mengurangi

kemungkinan berkembangnya wisata ekologi yang memerlukan lahan alami.

c. Sektor Pariwisata

Pariwisata memberikan dukungan ekonomi yang kuat terhadap suatu

wilayah. Industri ini dapat menghasilkan pendapatan besar bagi ekonomi lokal.

Kawasan sepanjang pantai yang bersih dapat menjadi daya tarik wilayah, dan

kemudian berlanjut dengan menarik turis dan penduduk ke wilayah tersebut.

Sebagai salah satu lokasi rekreasi, kawasan pantai dapat merupakan tempat yang

lebih komersial dibandingkan kawasan lain, tergantung karakteristiknya. Sebagai

sumber alam yang terbatas, hal penting yang harus diperhatikan adalah wilayah

pantai haruslah menjadi aset ekonomi untuk suatu wilayah.

Wisata ekologi memfokuskan pada pemanfaatan lingkungan. Kawasan

wisata ekologi merupakan wilayah luas dengan habitat yang masih asli yang dapat

memberikan landasan bagi terbentuknya wisata ekologi. Hal ini merupakan

peluang unik untuk menarik pasar wisata ekologi. Membangun tempat ini dengan

berbagai aktivitas seperti berkuda, berkemah, memancing dll. akan dapat

membantu perluasan pariwisata serta mengurangi kesenjangan akibat

pengganguran.

Wisata budaya merupakan segmen yang berkembang cepat dari industri

pariwisata. Karakter dan pesona dari desa/kota kecil adalah faktor utama dalam

menarik turis. Namun kegiatan pariwisata bersifat musiman, sehingga banyak

pekerjaan bersifat musiman juga, yang dapat menyebabkan tingginya tingkat

pengangguran pada waktu-waktu tertentu. Hal ini menyebabkan ekonomi lokal

dapat rentan terhadap perputaran siklus ekonomi.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 58

Ekonomi wilayah sebaiknya tidak berbasis satu sektor tertentu. Keaneka-

ragaman ekonomi diperlukan untuk mempertahankan lapangan pekerjaan dan

untuk menstabilkan ekonomi wilayah. Ekonomi yang beragam lebih mampu

bertahan terhadap konjungtur ekonomi.

d. Kualitas Lingkungan

Persepsi atas suatu wilayah, apakah memiliki kualitas hidup yang baik,

merupakan hal penting bagi dunia usaha untuk melakukan investasi. Investasi

pemerintah daerah yang meningkatkan kualitas hidup masyarakat sangat penting

untuk mempertahankan daya saing. Jika masyarakat ingin menarik modal dan

investasi, maka haruslah siap untuk memberi perhatian terhadap:

keanekaragaman, identitas dan sikap bersahabat. Pengenalan terhadap fasilitas

untuk mendorong kualitas hidup yang dapat dinikmati oleh penduduk suatu

wilayah dan dapat menarik bagi investor luar perlu dilakukan.

Kawasan bersejarah adalah pembentuk kualitas lingkungan yang penting.

Pelestarian kawasan bersejarah berkaitan dengan berbagai aspek ekonomi lokal

seperti keuangan daerah, permukiman, perdagangan kecil, dan pariwisata dengan

menciptakan pekerjaan yang dapat signifikan. Kegiatan ini memberikan kontribusi

terhadap kualitas hidup, meningkatkan citra masyarakat dan menarik kegiatan

ekonomi yang menghasilkan pendapatan bagi penduduk. Pelestarian kawasan

bersejarah memberikan perlindungan kepada warisan budaya dan membuat

masyarakat memiliki tempat yang menyenangkan untuk hidup. Investor dan

developer umumnya menilai kekuatan wilayah melalui kualitas dan karakter dari

wilayahnya, salah satunya adalah terpeliharanya kawasan bersejarah.

Selain aset alam dan budaya, sarana umum merupakan penarik kegiatan

bisnis yang penting. Untuk melihat dan mengukur tingkat kenyamanan hidup pada

suatu wilayah dapat dilihat dari ketersediaan sarana umum di wilayah tersebut.

Sarana umum merupakan kerangka utama dari pembangunan ekonomi dan sarana

umum ini sangat penting bagi aktivitas masyarakat. Sarana umum yang palling

dasar adalah jalan, pelabuhan, pembangkit listrik, sistim pengairan, sarana air

bersih, penampungan dan pengolahan sampah dan limbah, sarana pendidikan

seperti sekolah, taman bermain, ruang terbuka hijau, sarana ibadah, dan masih

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 59

banyak fasilitas lainnya yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari

masyarakat.

Kepadatan, pemanfaatan lahan dan jarak merupakan tiga faktor utama

dalam pengembangan sarana umum yang efektif. Semakin padat dan rapat

penduduk, biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan sarana umum jauh lebih

murah jika dilihat daya tampung per unitnya. Pola pembangunan yang padat,

kompak dan teratur, berbiaya lebih murah daripada pembangunan yang linier atau

terpencar-pencar. Semakin efisien biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan dan

pengadaan sarana umum maka akan semakin memperkokoh dan memperkuat

pembangunan ekonomi wilayah tersebut.

Sarana umum yang baru perlu dibangun sejalan dengan pertambahan

jumlah penduduk. Idealnya fasilitas sarana umum yang ada harus dapat

menampung sesuai dengan kapasitas maksimalnya, sehingga dapat memberikan

waktu untuk dapat membangun sarana umum yang baru. Penggunaan lahan dan

sarana umum haruslah saling berkaitan satu sama lainnya. Perencana

pembangunan seharusnya dapat memprediksikan arah pembangunan yang akan

berlangsung sehingga dapat dibuat sarana umum yang baru untuk menunjang

kegiatan masyarakat pada wilayah tersebut. Penyediaan sarana dapat juga

dilakukan dengan memberikan potongan pajak dan ongkos kompensasi berupa

pengelolaan sarana umum kepada sektor swasta yang bersedia membangun

fasilitas umum.

Wilayah pinggiran biasanya memiliki karakter sebagai wilayah yang tidak

direncanakan, berkepadatan rendah dan tergantung sekali keberadaannya pada

penggunaan lahan yang ada. Tempat seperti ini akan membuat penyediaan sarana

umum menjadi sangat mahal. Dalam suatu wilayah antara kota, desa dan tempat-

tempat lainnya harus ada satu kesatuan. Pemerintah daerah perlu mengenali pola

pengadaan sarana umum di suatu wilayah yang efektif, baik di wilayah lama

maupun di wilayah pinggiran.

e. Keterkaitan Wilayah dan Aglomerasi

Kemampuan wilayah untuk mengefisienkan pergerakan orang, barang dan

jasa adalah komponen pembangunan ekonomi yang penting. Suatu wilayah perlu

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 60

memiliki akses transportasi menuju pasar secara lancar. Jalur jalan yang

menghubungkan suatu wilayah dengan kota-kota lebih besar merupakan prasarana

utama bagi pengembangan ekonomi wilayah. Pelabuhan laut dan udara berpotensi

untuk meningkatkan hubungan transportasi selanjutnya. Pemeliharaan jaringan

jalan, perluasan jalur udara, jalur air diperlukan untuk meningkatkan mobilitas

penduduk dan pergerakan barang. Pembangunan prasarana diperlukan untuk

meningkatkan daya tarik dan daya saing wilayah. Mengenali kebutuhan

pergerakan yang sebenarnya perlu dilakukan dalam merencanakan pembangunan

tarsnportasi.

Umumnya usaha yang sama cenderung beraglomerasi dan membentuk

kelompok usaha dengan karakter yang sama serta tipe tenaga kerja yang sama.

Produk dan jasa yang dihasilkan juga satu tipe. Sumber daya alam dan industri

pertanian biasanya berada di tahap awal pembangunan wilayah dan menciptakan

kesempatan yang potensial untuk perkembangan wilayah. Pengelompokan usaha

(aglomerasi) berarti semua industri yang saling berkaitan saling membagi hasil

produk dan keuntungan. Pengelompokan itu juga menciptakan potensi untuk

menciptakan jaringan kerjasama yang dapat membangun kegiatan pemasaran

bersama dan untuk menarik kegiatan lainnya yang berkaitan ke depan atau ke

belakang.

Pertumbuhan ekonomi yang sehat sangat penting jika suatu wilayah ingin

bersaing di pasar lokal dan nasional. Untuk mencapai tujuan ini, pendekatan

kawasan yang terpadu diperlukan untuk mempromosikan pembangunan ekonomi.

Prioritas utama adalah mengidentifikasi kawasan-kawasan yang menunjukkan

tanda-tanda aglomerasi dengan seluruh kegiatan dan institusi yang

membentuknya. Kemungkinan kawasan ini menjadi pusat usaha dan perdagangan

tergantung pada jaringan transportasi yang baik, prasarana yang lengkap, tempat

kerja yang mudah dicapai, dukungan modal, dan kesempatan

pelatihan/pendidikan.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 61

II. Manajemen Pembangunan Daerah yang Pro-Bisnis

Pemerintah daerah dan pengusaha adalah dua kelompok yang paling

berpengaruh dalam menentukan corak pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah

daerah, mempunyai kelebihan dalam satu hal, dan tentu saja keterbatasan dalam

hal lain, demikian juga pengusaha. Sinergi antara keduanya untuk merencanakan

bagaimana ekonomi daerah akan diarahkan perlu menjadi pemahaman bersama.

Pemerintah daerah mempunyai kesempatan membuat berbagai peraturan,

menyediakan berbagai sarana dan peluang, serta membentuk wawasan orang

banyak. Tetapi pemerintah daerah tidak mengetahui banyak bagaimana proses

kegiatan ekonomi sebenarnya berlangsung. Pengusaha mempunyai kemampuan

mengenali kebutuhan orang banyak dan dengan berbagai insiatifnya, memenuhi

kebutuhan itu. Aktivitas memenuhi kebutuhan itu membuat roda perekonomian

berputar, menghasilkan gaji dan upah bagi pekerja dan pajak bagi pemerintah.

Dengan pajak, pemerintah daerah berkesempatan membentuk kondisi agar

perekonomian daerah berkembang lebih lanjut.

Pemerintah daerah dalam mempertahankan keberlanjutan pembangunan

ekonomi daerahnya agar membawa dampak yang menguntungkan bagi penduduk

daerah perlu memahami bahwa manajemen pembangunan daerah dapat

memberikan pengaruh yang baik guna mencapai tujuan pembangunan ekonomi

yang diharapkan. Bila kebijakan manajemen pembangunan tidak tepat sasaran

maka akan mengakibatkan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi. Maka

manajemen pembangunan daerah mempunyai potensi untuk meningkatkan

pembangunan ekonomi serta menciptakan peluang bisnis yang menguntungkan

dalam mempercepat laju pertumbuhan ekonomi daerah.

Prinsip-prinsip manajemen pembangunan yang pro-bisnis adalah antara

lain sebagai berikut.

a. Menyediakan Informasi kepada Pengusaha

Pemerintah daerah dapat memberikan informasi kepada para pelaku

ekonomi di daerahnya ataupun di luar daerahnya kapan, dimana, dan apa saja

jenis investasi yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan yang akan datang.

Dengan cara ini maka pihak pengusaha dapat mengetahui arah kebijakan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 62

pembangunan daerah yang diinginkan pemerintah daerah, sehingga dapat

digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan dalam kegiatan apa

usahanya akan perlu dikembangkan. Pemerintah daerah perlu terbuka mengenai

kebijakan pembangunannya, dan informasi yang diterima publik perlu diupayakan

sesuai dengan yang diinginkan.

b. Memberikan Kepastian dan Kejelasan Kebijakan

Salah satu kendala berusaha adalah pola serta arah kebijakan publik yang

berubah-ubah sedangkan pihak investor memerlukan ada kepastian mengenai arah

serta tujuan kebijakan pemerintah. Strategi pembangunan ekonomi daerah yang

baik dapat membuat pengusaha yakin bahwa investasinya akan menghasilkan

keuntungan di kemudian hari. Perhatian utama calon penanam modal oleh sebab

itu adalah masalah kepastian kebijakan. Pemerintah daerah akan harus

menghindari adanya tumpang tindih kebijakan jika menghargai peran pengusaha

dalam membangun ekonomi daerah. Ini menuntut adanya saling komunikasi

diantara instansi-instansi penentu perkembangan ekonomi daerah. Dengan cara

ini, suatu instansi dapat mengetahui apa yang sedang dan akan dilakukan instansi

lain, sehingga dapat mengurangi terjadinya kemiripan kegiatan atau ketiadaan

dukungan yang diperlukan.

Pengusaha juga mengharapkan kepastian kebijakan antar waktu.

Kebijakan yang berubah-ubah akan membuat pengusaha kehilangan kepercayaan

mengenai keseriusannya membangun ekonomi daerah. Pengusaha daerah

umumnya sangat jeli dengan perilaku pengambil kebijakan di daerahnya.

Kerjasama yang saling menguntungkan mensyaratkan adanya kepercayaan

terhadap mitra usaha. Membangun kepercayaan perlu dilakukan secara terencana

dan merupakan bagian dari upaya pembangunan daerah.

c. Mendorong Sektor Jasa dan Perdagangan

Sektor ekonomi yang umumnya bekembang cepat di kota-kota adalah

sektor perdagangan kecil dan jasa. Sektor ini sangat tergantung pada jarak dan

tingkat kepadatan penduduk. Persebaran penduduk yang berjauhan dan tingkat

kepadatan penduduk yang rendah akan memperlemah sektor jasa dan perdagangan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 63

eceran, yang mengakibatkan peluang kerja berkurang. Semakin dekat penduduk,

maka interaksi antar mereka akan mendorong kegiatan sektor jasa dan

perdagangan. Seharusnya pedagang kecil mendapat tempat yang mudah untuk

berusaha, karena telah membantu pemerintah daerah mengurangi pengangguran.

Pada waktunya pengusaha kecil akan membayar pajak kepada pemerintah daerah.

Dengan menstimulir usaha jasa dan perdagangan eceran, pertukaran ekonomi

yang lebih cepat dapat terjadi sehingga menghasilkan investasi yang lebih besar.

Adanya banyak pusat-pusat pedagang kaki lima yang efisien dan teratur akan

menarik lebih banyak investasi bagi ekonomi daerah dalam jangka panjang.

Sebagian besar lapangan kerja yang ada dalam suatu wilayah diciptakan

oleh usaha kecil dan menengah. Namun usaha kecil juga rentan terhadap

ketidakstabilan, yang terutama berkaitan dengan pasar dan modal, walaupun

secara umum dibandingkan sektor skala besar, usaha kecil dan menengah lebih

tangguh menghadapi krisis ekonomi. Pemerintah daerah perlu berupaya agar

konjungtur ekonomi tidak berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha kecil.

d. Meningkatkan Daya Saing Pengusaha Daerah

Kualitas strategi pembangunan ekonomi daerah dapat dilihat dari apa yang

akan dilakukan pemerintah daerah dalam menyiapkan pengusaha-pengusaha di

daerahnya menghadapi persaingan global. Globalisasi (atau penduniaan) akan

semakin mempengaruhi perkembangan ekonomi daerah dengan berlakunya

perjanjian AFTA, APEC dan lain-lain. Mau tidak mau, siap atau tidak siap

perdagangan bebas akan menjadi satu-satunya pilihan bagi masyarakat di semua

daerah. Upaya untuk menyiapkan pengusaha daerah oleh sebab itu perlu

dilakukan. Pengusaha dari negara maju telah siap atau disiapkan sejak lama.

Pengusaha daerah juga perlu diberitahu konsekuensi langsung dari ketidaksiapan

menghadapi perdagangan bebas. Saat ini, pengusaha lokal mungkin masih dapat

meminta pengertian manajer supermarket untuk mendapatkan tempat guna

menjual produksinya. Tahun depan, bisa tidak ada toleransi untuk produksi lokal

yang tidak lebih murah, tidak lebih berkualitas dan tidak lebih tetap pasokannya.

Meningkatkan daya saing adalah dengan meningkatkan persaingan itu

sendiri. Ini berarti perlakuan-perlakukan khusus harus ditinggalkan. Proteksi perlu

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 64

ditiadakan segera ataupun bertahap. Pengembangan produk yang sukses adalah

yang berorientasi pasar, ini berarti pemerintah daerah perlu mendorong pengusaha

untuk selalu meningkatkan efisiensi teknis dan ekonomis. Peraturan perdagangan

internasional harus diperkenalkan dan diterapkan. Perlu ada upaya terencana agar

setiap pejabat pemerinah daerah mengerti peraturan-peraturan perdagangan

internasional ini, untuk dapat mendorong pengusaha-pengusaha daerah menjadi

pemain-pemain yang tangguh dalam perdagangan bebas, baik pada lingkup

daerah, nasional maupun internasional.

e. Membentuk Ruang yang Mendorong Kegiatan Ekonomi

Membentuk ruang khusus untuk kegiatan ekonomi akan lebih langsung

menggerakkan kegiatan ekonomi. Pemerintah daerah perlu berusaha

mengantisipasi kawasan-kawasan mana yang dapat ditumbuhkan menjadi pusat-

pusat perekonomian wilayah. Kawasan-kawasan yang strategis dan cepat tumbuh

ini dapat berupa kawasan yang sudah menunjukkan tanda-tanda aglomerasi,

seperti sentra-sentra produksi pertanian tanaman pangan, hortikultura,

perkebunan, peternakan, perikanan; klaster industri, dsb. Kawasan cepat tumbuh

juga dapat berupa kawasan yang sengaja dibangun untuk memanfaatkan potensi

SDA yang belum diolah, seperti yang dulu dikembangkan dengan sistim

permukiman transmigrasi. Kawasan-kawasan ini perlu dikenali dan selanjutnya

ditumbuhkan dengan berbagai upaya pengembangan kegiatan ekonomi, seperti

pengadaan terminal agribisnis, pengerasan jalan, pelatihan bisnis, promosi dan

sebagainya. Pengembangan kawasan-kawasan strategis dan cepat tumbuh ini

perlu dilakukan bersamaan dengan upaya peningkatan keterampilan,

pengembangan usaha, dan penguatan keberdayaan masyarakat.

Pentingnya pembangunan ekonomi, terjadi pada semua wilayah yang

masih menghadapi persoalan-persoalan kronis terkait tingkat kemiskinan,

pengangguran, pendapatan per kapita yang relatif rendah. Kebutuhan ini sangat

mendesak mengingat berbagai macam sarana dan prasanaran yang dimiliki harus

disiapkan dalam mendorong keberhasilan pembangunan bisa diupayakan secepat

mungkin dengan pencapaian hasil yang optimal. Pembangunan pada awalnya

diartikan sebagai pertumbuhan ekonomi, sehingga persepsi ini melahirkan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 65

pemahaman akan perlunya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Oleh

karena itu suatu daerah dikatakan berhasil melaksanakan pembangunan, bila

pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi. Untuk mengukur tingkat

pertumbuhan ekonomi, maka yang diukur adalah tingkat produktivitas daerah

tersebut setiap tahunnya. Secara ekonomi ukuran produktivitas ini menggunakan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Dalam melaksanakan pembangunan ekonomi tidak begitu saja dapat

dilaksanakan, akan tetapi diperlukan beberapa syarat-syarat yang mendukung.

Syarat utama dalam pembangunan adalah adanya kolabori optimal antara

Pemerintahan dan masyarakat. Pembangunan tergantung pada Pemerintah dan

masyarakat. Pembangunan tidak dapat berjalan apabila hanya salah satu yang

menjalankan. Sehingga pembangunan pada dasarnya adalah dari masyarakat

untuk masyarakat.

Oleh karena itu model pembangunan yang seimbang atau ideal adalah

model pembangunan dengan melibatkan dan didukung penuh masyarakat.

Dukungan ini dalam bentuk partisipasi. Jika pembangunan hanya dilakukan oleh

Pemerintah, yaitu mengandalkan sepenuhnya Pemerintah, maka dapat dipastikan

pembangunan tidak akan mencapai sasaran yang diinginkan, oleh karena itu peran

serta masyarakat menjadi sangat penting. Penduduk merupakan aset dalam

pembangunan, mengingat penduduk sebagai suatu agent of development, sehingga

tidaklah berlebihan bila dikatakan berhasil tidaknya pembangunan ditentukan oleh

sikap penduduk selama proses pembangunan berlangsung.

Faktor sosial budaya masyarakat dalam proses pembangunan adalah

sangat penting. Kebiasaan yang ada di dalam masyarakat pada umumnya sudah

terjadi cukup lama, oleh karena itu sangat sulit untuk mengadakan perubahan

begitu saja. Nilai-nilai yang terkandung dan diyakini betul sebagai suatu

kebenaran, sangatlah sulit untuk menerima perubahan-perubahan yang terjadi

dalam masyarakat modern. Faktor kekuatan yang paling penting untuk

menggerakan masyarakat dari kemandekan ekonomi atau stagnasi ekonomi ke

arah proses pembangunan adalah perubahan pada nilai sosial budayanya. Dari

berbagai hasil penelitian jika disimpulkan bahwa kemajaun ekonomi dan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 66

pembangunan ekonomi dijadikan fungsi dari (tergantung dari ) perubahan pada

kombinasi bidang sosiologis, antropologi dan psikologi dalam kehidupan

masyarakat. Sebab utama bagi perubahan masyarakat terlihat secara internal pada

faktor-faktor yang melekat pada tata susunan masyarakat dan dalam tubuh

masyarakat itu sendiri bukan pada sejumlah faktor eksternal. Perkembangan

ekonomi terjadi ditandai dengan akumulasi modal dan kemajaun teknologi hanya

bila ada perubahan nilai-nilai budaya dan perilaku warga masyarakat. Dalam

pendekatan sosial budaya juga juga ditonjolkan segi kelembagaan dan peranan

lembaga-lembaga pergaulan hidup (Social Institutional), termasuk kebiasaan

hidup dalam masyarakat (Social Habits). Faktor budaya yang melekat pada segi

kelembagaan sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku masyarakat dalam

melakukan produksi, distribusi, konsumsi, tabungan dan investasi.

Prinsip dasar dalam proses pembangunan adalah penekanan pada

pertumbuhan ekonomi dengan hasil pembangunan yang tidak semata-mata

bersifat kuantitatif tetapi juga bersifat kualitatif. Untuk mencapai hal tersebut,

maka proses pertumbuhan secara serentak mengarahkan kepada tiga prinsip kunci

bagi negara sedang berkembang maupun industri maju, yaitu: (1) Berfokus pada

semua aset : modal fisik, manusia dan alam; (2) Menyelesaikan aspek-aspek

distributif sepanjang waktu; dan (3) Menekankan kerangka kerja institusional bagi

pemerintahan yang baik.

Modal manusia dan alam akan memberikan kontribusi terhadap akumulasi

modal fisik dengan meningkatkan pengembaliannya. Modal fisik meningkatkan

pengembalian terhadap modal manusia dan modal alam serta, bila pasar

mencerminkannya, akumulasinya. Selain itu, investasi yang dilakukan dalam

modal fisik, manusia dan alam secara bersama-sama akan memberikan kontribusi

terhadap kemajuan di bidang teknologi dan pertumbuhan produktivitas faktor

total, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi. Kondisi perekonomian yang

mengalami distorsi, dapat menempatkan suatu daerah dalam sebuah jalur

akumulasi aset yangn terdistorsi dan tidak seimbang. Keadaan ini dapat

mengakibatkan kondisi daerah dalam keadaan di bawah potensial sehingga pada

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 67

akhirnya dapat mengakibatakan produktivitas total yang rendah sehingga

pernaiakan kesejahteraan menjadi terhambat.

Pembangunan ekonomi merupakan suatu keharusan, sekalipun daerah

tersebut sudah dalam keadaan makmur. Bagaimanapun juga tingkat kemakmuran

ini harus ditingkatkan, minimal dipertahankan, untuk itu pembangunan ekonomi

masih diperlukan. Bagi daerah yang sudah maju, pembangunan ekonomi lebih

banyak ditekankan pada kemajuan di bidang teknologi dan informasi. Hal ini

berbeda dengan pembangunan ekonomi di daerah sedang berkembang, yang pada

umumnya menekankan pada pembangunan secara fisik, seperti pembangunan

jalan raya dan tol, pembangunan gedung-gedung dan sebagainya. Hal ini terjadi

mengingat di daerah sedang berkembang prasarana dan sarana yang ada masih

sangat minim.

Pembangunan ekonomi yang dijalankan oleh suatu daerah dapat

memberikan dampak yang positif maupun negatif. Dampak positif ini tentu akan

sangat menguntungkan, tetapi dampak yang negatif akan sangat merugikan bagi

daerah yang bersangkutan. Pembangunan ekonomi pada dasarnya adalah suatu

kebijakan dengan berbagai strategi pilihan. Oleh karena itu kebijakan

pembangunan akan selalu menimbulkan dua sisi yang bertentangan. Kebijakan

yang dipilih adalah suatu resiko yang harus ditanggung. Tidak ada pembangunan

tanpa menimbulkan dampak yang negatif, sehingga bagi pengambil kebijakan

adalah sangat bijaksana bila dalam proses pembangunan selalu meminimalkan

dampak negatif / kerugian bagi masyarakatnya. Sebab pada dasarnya tujuan dari

pembangunan itu sendiri adalah meningkatkan kesejahteraan.

Berdasarkan peta potensi dan kendala pembangunan di suatu daerah, maka

dapat disusun suatu model alternatif pembangunan ekonomi. Dengan terbatasnya

sumberdaya maka sebaiknya pemerintah memilih satu atau beberapa sektor

unggulan saja. Sektor-sektor ini sebaiknya yang memiliki keterkaitan ekonomi

dengan sektor lain dan wilayah lain. Di dalam RTRW Kabupaten Bandung

beberapa jenis industri yang diusulkan untuk dikembangkan. Berkaitan dengan hal

tersebut maka perlu juga dikembangkan sektor-sektor pendukung. Sektor-sektor

ini merupakan sektor yang memberikan input bagi perkembangan industri-industri

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 68

tersebut. Sektor-sektor tersebut antara lain sektor pertanian (terutama perikanan,

perkebunan, dan pertanian pangan), pariwisata, dan industri ringan. Salah satu

subsektor yang dapat menjadi andalan daerah adalah komoditas pertanian. Sektor

ini disamping membutuhkan banyak tenaga kerja juga untuk memanfaatkan

potensi sektor pertanian yang cukup besar.

Dalam penerapan model pembangunan di atas perlu memperhatikan

beberapa hal antara lain:

a. Keterkaitan antar Sektor dan Daerah

Pemilihan sektor yang akan menjadi engine of growth perekonomian daerah

harus didasarkan pada keterkaitan antar sektor dan daerah. Dengan kata

lain, sektor yang dipilih sebaiknya memiliki keterkaitan yang kuat baik

dengan industri hilir maupun hulu serta dengan daerah penunjang

(hinterland).

b. Infrastruktur

Keterkaitan antar sektor dan daerah dapat terjadi apabila didukung dengan

sarana dan prasarana yang baik terutama sarana dan prasarana di bidang

perhubungan dan infrastruktur industri dan pertanian.

c. Sumberdaya Manusia

Penerapan model pembangunan apapun sangat tergantung pada kapasitas

sumberdaya manusia yang melaksanakannya. Pengembangan industri

perikanan, pengolahan pertanian dan pariwisata membutuhkan tenaga-tenaga

dengan keahlian memadai dalam jumlah yang cukup. Kurangnya tenaga

terampil dan ahli dari masyarakat lokal mengakibatkan investor membawa dari

tenaga dari luar. Hal ini merupakan salahsatu sumber potensial untuk

terjadinya konflik sosial antara masyarakat pendatang dengan masyarakat

lokal. Dengan mendidik masyarakat lokal menjadi tenaga terampil dan ahli

maka diharapkan kenaikan pendapatan masyarakat langsung memberikan

dampak positif bagi perekonomian setempat. Sangat perlu diperhatikan bahwa

masalah pendidikan bukan hanya masalah daya fikir dan kreasi, tetapi pada

hakekatnya masalah budaya. Perlu dilakukan upaya perubahan budaya ke arah

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 69

budaya produktif dan bekerja keras dan rajin sebagai prasyarat bagi

pembangunan masyarakat secara menyeluruh.

d. Penatagunaan Tanah

Agar pembangunan dapat berkelanjutan, maka diperlukan suatu penatagunaan

tanah (land use zoning) dan manajemen lingkungan yang baik. Penatagunaan

tanah diperlukan agar terdapat pembagian pemanfaatan tanah yang lebih

merata dan saling mendukung. Perlu diadakan pengaturan mengenai lokasi

industri, pertanian, permukiman dan sejenisnya yang jelas serta didukung

dengan upaya penegakan hukum yang kuat. Saat ini terdapat beberapa pulau

yang tidak berpenghuni yang berpotensi untuk menjadi daerah industri. Dengan

dikembangkannya daerah tersebut maka akan terjadi arus migrasi ke wilayah

tersebut, dan ini akan memberikan implikasi kepada masalah sosial dan

budaya. Penatagunaan tanah ini memiliki kaitan yang erat dengan masalah

sosial budaya dalam bidang pertanahan. Berbagai kegiatan investasi

membutuhkan prasyarat kepastian hukum utamanya dalam hal pertanahan,

ruang, dan lingkungan.

e. Manajemen Lingkungan

Manajemen lingkungan dibutuhkan untuk mencegah dan mengeliminasi

dampak negatif dari berbagai kegiatan pembangunan daerah sehingga

pembangunan dapat berkelanjutan. Dengan adanya ketentuan daerah untuk

mengelola kawasan budidaya yang merupakan kawasan yang dominan di

wialayah Kabupaten Bandung, maka eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya

pesisir perlu dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan konservasi

sumberdaya tersebut.

f. Keuangan Daerah

Untuk mendanai kebutuhan rutin dan pembangunannya pemerintah daerah

harus memiliki keinginan dan kemampuan mengelola sumber-sumber

pendapatannya secara efisien dan efektif. Peningkatan PAD bukan berarti

memperluas jenis dan besarnya pungutan tetapi untuk memperluas kesempatan

berusaha dan menarik investasi swasta yang sebesar-besarnya. Rasionalisasi

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 70

dan upaya peningkatan yang kontraproduktif dalam penerimaan pendapatan

daerah perlu dihindari.

Prinsip Dasar Keberhasilan Pembangunan

Sebagai suatu dokumen dengan terobosan baru, keberhasilan MP3EI

sangat ditentukan oleh prinsip-prinsip dasar serta prasyarat keberhasilan

pembangunan. Adapun prinsip-prinsip dasar percepatan dan perluasan

pembangunan ekonomi menuju negara maju membutuhkan perubahan

dalam cara pandang dan perilaku seluruh komponen bangsa, sebagai

berikut:

a) Perubahan harus terjadi untuk seluruh komponen bangsa;

b) Perubahan pola pikir (mindset) dimulai dari Pemerintah dengan

birokrasinya;

c) Perubahan membutuhkan semangat kerja keras dan keinginan untuk

membangun kerjasama dalam kompetisi yang sehat;

d) Produktivitas, inovasi, dan kreatifitas didorong oleh Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi (IPTEK) menjadi salah satu pilar perubahan;

e) Peningkatan jiwa kewirausahaan menjadi faktor utama pendorong

perubahan;

f) Dunia usaha berperan penting dalam pembangunan ekonomi;

g) Kampanye untuk melaksanakan pembangunan dengan mempertimbangkan

prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan;

h) Kampanye untuk perubahan pola pikir untuk memperbaiki kesejahteraan

dilakukan secara luas oleh seluruh komponen masyarakat daerah.

2.4. Aspek Historis Perekonomian Kabupaten Bandung

Berdasarkan pengelompokan kategori industri kecil, pola spesifik yang

sangat menonjol di Kabupaten Bandung adalah kelompok industri lokal dan

industri sentra. Kelompok industri lokal umumnya merupakan usaha kerajinan

rumah tangga yang dikerjakan oleh anggota rumah tangga dan lebih merupakan

aktivitas sambilan atau musiman dengan berpangkal tolak pada kultur tani.

Kegiatan ini lebih merupakan manifestasi dari tradisi setempat dan membantu

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 71

kegiatan utama yaitu kegiatan pertanian. Jenis yang diusahakan antara lain

anyaman bambu, anyaman mendong, kripik singkong, kripik pisang, gula aren

dan lain-lain. Ciri utama industri lokal adalah kelompok jenis industri yang

menggantungkan kelangsungan hidupnya kepada pasar setempat yang terbatas

serta relatif tersebar dari segi lokasinya. Skala usaha umumnya sangat kecil dan

mencerminkan suatu pola pengusahaan yang bersifat subsisten Target

pemasarannya sangat terbatas dan ditangani sendiri. Pada kelompok industri

sentra, terdapat indikasi pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh

terkonsentrasinya bahan mentah bagi suatu produksi di daerahdaerah tertentu. Ciri

utama dari industri sentra adalah kelompok jenis industri yang dari segi satuan

mempunyai skala kecil tetapi membentuk suatu pengelompokan atau kawasan

produksi yang terdiri dari kumpulan unit usaha yang menghasilkan barang sejenis.

Ditinjau dari target pemasarannya, industri sentra umumnya menjangkau pasar

yang lebih luas sehingga peranan pedagang perantara atau pedagang pengumpul

menjadi cukup menonjol. Jenis industrinya antara lain konveksi di Kecamatan

Soreang, alat rumah tangga di Kecamatan Cileunyi, kerajinan bambu di Pacet,

kerajinan topi di Margaasih dan boneka di Margahayu.

Sektor ekonomi yang kontribusinya paling rendah dalam PDRB

Kabupaten Bandung adalah sektor pertambangan dan penggalian. Keberadaan

kontribusi sektor pertambangan dan penggalian relatif sulit dipertahankan dalam

jangka menengah hingga jangka panjang, mengingat status sumber dayanya yang

tidak dapat diperbaharui. Sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Bandung yang

diperkirakan potensial berkembang antara lain adalah sektor pertanian,

perdagangan-hotel dan restoran, serta sektor-sektor tersier, khususnya sektor jasa.

Kemungkinan perkembangan sektor-sektor tersebut tidak saja didukung oleh

kondisi geografis Kabupaten Bandung yang memungkinkan beberapa sektor

tersebut berkembang, tetapi juga karena faktor peningkatan dampak ekonomi

masyarakat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Posisi Kabupaten

Bandung yang berbatasan dengan Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan

Kota Cimahi sangat memungkinkan perkembangan ekonominya sejalan dengan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 72

mobilitas penduduknya di ketiga wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten

Bandung.

Masih banyaknya penduduk di Kabupaten Bandung yang terkategori

”setengah penganggur” bahkan sampai ”setengah penganggur kritis” menunjukan,

kesempatan kerja yang tersedia belum bisa menjamin kehidupan para pekerja.

Sementara peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak bukan pekerjaan

yang mudah, sehingga atas dasar ini secara apriori para pekerja dapat berada pada

situasi sebagai berikut : pertama, menjadi putus asa sehingga masuk ke dalam

kategori discouraged workers atau passive unemployment (yaitu kelompok

angkatan kerja yang aktif dalam segmensegmen aktivitas yang secara ekonomis

dapat dikatakan kurang ”layak”, namun tetap bersikap menunggu secara pasif

sampai datangnya pekerjaan yang lebih baik, dan additional worker atau pekerja

sambilan); kedua, berkecenderungan menjadikan anggota keluarga sebagai

pekerja tambahan; dan ketiga, berusaha memperoleh pekerjaan tambahan atau

pekerjaan rangkap.

Perkembangan indikator-indikator makro ekonomi regional Kabupaten

Bandung dilihat dari beberapa indikator menunjukkan perkembangan positif serta

dinamis dalam setahun terakhir. Kondisi tersebut antara lain terlihat dari nilai

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan laju investasi langsung (direct

investment). Nilai PDRB atas dasar harga berlaku (ADH) diperkirakan mencapai

Rp.51,89 Triliun (proyeksi) pada akhir tahun 2011. Posisi nilai PDRB tersebut

meningkat 12,57% dibandingkan indikator yang sama tahun 2010 (Rp.46,09

Triliun). Peningkatan PDRB (ADH). Peningkatan PDRB tersebut pada satu sisi

menunjukkan kinerja positif aktivitas sektor-sektor ekonomi di Kabupaten

Bandung dalam setahun terakhir (2010-2011). Pada sisi lain, sebagai indikator

makro ekonomi utama, perubahan positif nilai PDRB tersebut diharapkan bisa

mengurangi tekanan meningkatnya jumlah pengangguran dan perubahan jumlah

penduduk miskin. Masih tingginya tekanan kenaikkan tingkat pengangguran dan

jumlah penduduk miskin diperkirakan masih berlanjut di tahun 2011. Jumlah

pengangguran di Kabupaten Bandung (berdasarkan proyeksi) meningkat 2,56%

pada tahun 2011. Peningkatan jumlah pengangguran di Kabupaten Bandung tahun

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 73

2011 menjadi 133 Ribu Jiwa diperkirakan dipengaruhi oleh beberapa faktor,

seperti: dampak melambatnya aktivitas produksi sektor-sektor utama yang

berdampak pada kuantitas penyerapan lapangan kerja, seperti untuk sektor

industri manufaktur akibat dampak liberalisasi perdagangan, meningkatnya

jumlah angkatan kerja yang belum sebanding dengan pertambahan lapangan kerja

baru, dan adanya migrasi penduduk baru yang belum terserap oleh lapangan

pekerjaan. Oleh sebab itu, meskipun terjadi kenaikkan kontribusi (share) nilai

output sektor-sektor utama lainnya terhadap PDRB, seperti sektor perdagangan,

hotel dan restoran, sektor pertanian, sektor jasa, dan sektor bangunan, akan tetapi

hal tersebut belum optimal mengimbangi tekanan kenaikkan jumlah

pengangguran. Karakteristik sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor jasa

dan sektor bangunan yang dalam beberapa hal memerlukan adanya keahlian

khusus dan tingkat pendidikan spesifik diperkirakan menjadi sumbatan

transformasi penyerapan tenaga kerja diluar sektor industri manufaktur.

Perkembangan jumlah pengangguran tahun 2011 dilihat dari perspektif

jumlah penduduk miskin terlihat berbanding positif. Indikasi positif terlihat dari

kenaikkan jumlah penduduk miskin sebanyak 16 Ribu Jiwa (menjadi 652 Ribu

Jiwa) tahun 2011 dibandingkan posisi jumlah penduduk miskin tahun 2010 (635

Ribu Jiwa). Peningkatan jumlah pengangguran dalam perspektif/terminologi

kemiskinan jelas akan berdampak pada peningkatan jumlah penduduk miskin,

sebagai akibat hilang/berkurangnya penghasilan tulang punggung pendapatan

keluarga.

Faktor lain yang diperkirakan juga berkontribusi terhadap peningkatan

pengangguran dan tingkat kemiskinan adalah kenaikkan tingkat inflasi 2011.

Tingkat inflasi 2011 diproyeksikan sedikit lebih tinggi dibanding tahun 2010.

Kenaikkan tingkat inflasi 2011 menjadi 5,83% (year on year) dibanding tahun

2011 berdampak pada penurunan permintaan sekelompok masyarakat (konsumen)

di Kabupaten Bandung. Penurunan permintaan tersebut berdampak pada

perlambatan permintaan komoditas sektoral, sehingga pada akhirnya berdampak

pada perubahan/peningkatan permintaan faktor produksi tenaga kerja sektor-

sektor yang mengalami perlambatan peningkatan output. Dampak peningkatan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 74

tingkat inflasi juga diperkirakan berdampak pada peningkatan jumlah penduduk

miskin, terutama kelompok penduduk berpendapatan tetap. Peningkatan tingkat

inflasi dalam hal ini berdampak pada kuantitas pengeluaran per kapita penduduk

(sebagai dasar ukuran perhitungan jumlah penduduk miskin). Kelompok

penduduk berpendapatan tetap dengan nilai nominal pendapatan mendekati garis

kemiskinan dalam hal ini adalah kelompok rawan yang setiap saat masuk ke

dalam kelompok masyarakat miskin, jika terjadi tekanan kenaikkan inflasi

(terutama tekanan inflasi pada komoditas makanan, bahan makanan, dan

kelompok sandang).

Faktor pendorong kegiatan ekonomi dan penekan dampak sosial ekonomi

di Kabupaten Bandung diperkirakan berasal dari pencapaian kinerja investasi

langsung (PMA/PMDN). Pertumbuhan investasi di Kabupaten Bandung 2011

diperkirakan bisa mencapai 7,43%. Peningkatan investasi langsung tersebut

diharapkan bisa berkontribusi kuat dalam menekan jumlah pengangguran dan

tingkat kemiskinan, serta disisi lain secara signifikan berdampak terhadap kinerja

pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan.

Dalam hal indikator ketenagakerjaan, perubahan tingkat pengangguran

terkait erat dengan perubahan peningkatan indikator tingkat partisipasi angkatan

kerja (TPAK). Pola penyerapan tenaga kerja dilihat dari kondisi TPAK tahun

2010 menunjukkan adanya peningkatan TPAK perempuan, dari 27.46% tahun

2009 menjadi 35,72% tahun 2010. Dilihat dari perbandingannya dengan TPAK

tenaga kerja berjenis kelamin laki-laki, TPAK tenaga kerja perempuan relatif

masih rendah. Peningkatan TPAK berjenis kelamin perempuan tersebut dalam hal

ini terlihat berdampak cukup signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di

Kabupaten Bandung, terutama jika memperhatikan masih tingginya tingkat

pengangguran angkatan kerja perempuan (19,12%). Kondisi TPAK tersebut

dalam perkembangannya di tahun-tahun mendatang diharapkan dapat lebih

berkontribusi terhadap pengurangan tingkat pengangguran. Upaya meningkatkan

TPAK perempuan dalam hal ini diharapkan bisa meningkat sejalan dengan

bertambahnya persentase kesempatan kerja bagi perempuan di Kabupaten

Bandung. Perkembangan penyerapan tenaga kerja laki-laki maupun perempuan,

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 75

diupayakan dapat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan investasi langsung

dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bandung. Sinyal positif

tersebut terlihat dari perkembangan sektor-sektor ekonomi yang seyogyanya bisa

member ruang partisipasi yang lebih tinggi kepada angkatan kerja perempuan

untuk lebih terlibat, seperti tercermin dari peningkatan kontribusi sektor pertanian;

sektor perdagangan, hotel dan restoran; dan sektor jasa. Namun demikian,

partisipasi perempuan dalam angkatan kerja cenderung bisa berbeda antar

kelompok umur, menurut status perkawinan dan perbedaan tingkat pendidikan.

Oleh sebab itu secara natural dibandingkan dengan laki-laki, tingkat partisipasi

perempuan cenderung lebih rendah, tidak hanya karena peran ganda mereka

dalam rumahtangga, tetapi juga berkaitan dengan komitmen perempuan untuk

berpartisipasi dalam angkatan kerja selama kehidupannya. Perempuan cenderung

keluar dari pasar kerja ketika mereka memasuki masa perkawinan, melahirkan dan

membesarkan anak, dan kemudian kemungkinan mereka akan kembali ke dunia

kerja ketika anak-anak sudah cukup besar. Meningkatnya pencapaian tingkat

pendidikan perempuan juga biasanya dikiuti oleh meningkatnya tingkat partisipasi

perempuan dalam angkatan kerja. Terlepas dari adanya kemungkinan keterlibatan

faktor-faktor alamiah tersebut, diharapkan kombinasi peningkatan TPAK

angkatan kerja berjenis kelamin laki-laki maupun sebaliknya terhadap TPAK

perempuan akan semakin positif sejalan menekan tingkat pengangguran sejalan

dengan perubahan maupun transformasi pola-pola produksi dan adaptasi sektoral

terhadap penggunaan tenaga kerja di Kabupaten Bandung. Peningkatan tenaga

kerja perempuan tersebut ke depan diharapkan muncul dari terserapnya mereka ke

sektor-sektor yang secara tradisional banyak menampung tenaga kerja perempuan

seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor pertanian. Masuknya

perempuan kelapangan pekerjaan ini lebih dikarenakan dorongan pemenuhan dan

usaha untuk menambah penghasilan keluarga.

Komposisi peranan sektoral terhadap total PDRB Kabupaten Bandung

tahun 2011 diperkirakan sedikit mengalami perubahan, meskipun secara agregat

komposisi alamiahnya tidak mengalami perubahan. Tiga (3) sektor utama yang

memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Bandung 2011 masih

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 76

disumbang oleh sektor industri pengolahan (58,75%), sektor perdagangan, hotel

dan restoran (17,52%) dan sektor pertanian (7,78%). Ketiga sektor tersebut

kontribusinya mencapai 84,05% terhadap total PDRB Kabupaten Bandung. Untuk

itu, pola-pola pengembangan sektoral di Kabupaten Bandung dalam jangka

pendek diarahkan untuk tetap mempertahankan peranan masing-masing sektor

dominan dan untuk selanjutnya secara bertahap diharapkan semakin kokoh

ditopang oleh sektor-sektor lain yang belum dominan tetapi cukup potensial,

seperti: sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan

jasa perusahaan; dan sektor jasa-jasa. Kondisi tahun 2011 ditandai oleh

peningkatan kontribusi 4 (empat) sektor, yaitu sektor pertanian, sektor bangunan,

sektor PHR dan sektor jasa-jasa. Sektor yang relatif dominan kenaikkan

kontribusinya terhadap total PDRB adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran

(PHR). Perkembangan positif sektor PHR merupakan sinyal yang positif bagi

perkembangan sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Bandung, karena hal tersebut

mengindikasikan meningkatnya volume serta mobilitas barang dan jasa yang

diminta oleh masyarakat Kabupaten Bandung. Pola-pola kenaikkan aktivitas di

sektor PHR diharapkan pada tahap selanjutnya bisa ikut meningkatkan permintaan

komoditas komoditas di sektor/lapangan usaha yang lain. Perkembangan positif

juga terlihat dari kenaikkan kontribusi sektor pertanian (meningkat 0,25%).

Peningkatan tersebut terlihat sudah sesuai dengan track perekonomian Kabupaten

Bandung sebagai salah satu kawasan (cluster) Agropolitan di Jawa Barat. Peranan

sektor pertanian diharapkan tidak saja meningkat dari sisi kontribusi sektoral,

tetapi juga diharapkan berdampak luas terhadap peningkatan kualitas

kesejahteraan masyarakat pedesaan di Kabupaten Bandung. Peningkatan

kesejahteraan masyarakat pedesaan tampaknya sangat terkait erat dengan

perkembangan sektor pertanian, terutama menyangkut indikator pengurangan

tingkat pengangguran dan pengentasan kemiskinan. Potensi perkembangan sektor

pertanian di Kabupaten Bandung juga sangat memungkinkan, mengingat

pemanfaatan lahan-lahan pertanian yang masih mungkin dioptimalkan, serta

potensi kenaikkan permintaan komoditas pertanian oleh konsumen di Kabupaten

Bandung dan wilayah Kabupaten/Kota sekitarnya.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 77

Sektor utama yang mengalami tekanan pengurangan kontribusi sektoral

adalah sektor industri pengolahan. Sektor industri pengolahan, meskipun

kontribusi totalnya masih tertinggi pada tahun 2011 (58,75%), akan tetapi hal

tersebut terlihat tertekan lebih dalam jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya

(59,60%). Pengurangan kontribusi ini paling tidak menunjukkan sinyal adanya

perlambatan peningkatan nilai maupun volume output sektor industri pengolahan.

Perlambatan ini diperkirakan dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama akibat

dampak liberalisasi perdagangan. Liberalisasi perdagangan diduga tidak saja

mengurangi permintaan regional akan produk-produk industri pengolahan, tetapi

juga ikut menekan permintaan ekspor produk sejenis dari mancanegara. Produk-

produk industri pengolahan di Kabupaten Bandung sebagian besar dikenal

merupakan kelompok produk dengan tingkat persaingan tinggi dengan produk

impor, seperti komoditas Tekstil Produk Tekstil (TPT) dan alas kaki. Tekanan sub

sektoral terhadap produksi komoditas-komoditas tersebut ke depan diharapkan

dapat dikurangi, sejalan dengan adanya indikasi positif dampak dari upaya

program revitalisasi mesin-mesin TPT, perbaikan tingkat pendapatan dan daya

beli masyarakat, dan dukungan stabilitas nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS.

Target pencapaian indikator-indikator makro ekonomi Kabupaten

Bandung diproyeksikan mengalami sejumlah perubahan berarti untuk beberapa

indikator, seperti untuk indikator IPM dan indeks-indeks kompositnya (indeks

daya beli, indeks kesehatan dan indeks pendidikan). Meskipun belum secara

keseluruhan perbaikan tersebut diproyeksikan sebagaimana yang diharapkan

mengingat kondisi actual saat ini, akan tetapi kalaupun terjadi tekanan

perlambatannya diharapkan/diupayakan tidak sampai terlalu dalam menekan

pencapaian stabilitas makro ekonomi regional Kabupaten Bandung di tahun 2012.

Khusus menyangkut jumlah penduduk, tahun 2011 dan 2012 diproyeksikan

jumlah penduduk Kabupaten Bandung mengalami pertumbuhan 2,63% dan

2,64%. Pertambahan penduduk tersebut bersumber baik dari angka kelahiran

maupun akibat migrasi penduduk dari luar Kabupaten Bandung. Perkembangan

aktivitas perekonomian wilayah sekitar, seperti Kota Bandung dan Kota Cimahi

diperkirakan juga berdampak pada peningkatan jumlah penduduk Kabupaten

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 78

Bandung, mengingat tingginya harga lahan tempat tinggal di kota-kota tersebut

dan faktor kedekatan jaraknya dengan Kabupaten Bandung. Pengendalian jumlah

penduduk di Kabupaten Bandung terus mendapat perhatian khusus, terutama

mengingat efek tingginya jumlah penduduk terhadap besaran distribusi

pendapatan dan indikator-indikator kesejahteraan sosial di Kabupaten Bandung.

Pertumbuhan ekonomi di 2012 diproyeksikan sedikit melambat secara

tahunan dibandingkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2011 (5,91%).

Perlambatan pertumbuhan ekonomi sebagaimana terlihat dari nilai PDRB tersebut

diperkirakan bersumber dari berlanjutnya dampak liberalisasi perdagangan

terhadap industri-industri utama di Kabupaten Bandung (terutama TPT dan alas

kaki), perubahan-perubahan skenario harga komoditas yang diatur oleh

pemerintah (administred price) yang diperkirakan akan terjadi di tahun 2012.

Jumlah penduduk miskin diperkirakan diproyeksikan meningkat.

Peningkatan tersebut diperkirakan akibat melambatnya penggunaan/permintaan

tenaga kerja di sektor-sektor utama, baik itu terkait dengan penggunaan tenaga

kerja baru maupun akibat pengurangan tenaga kerja lama akibat tekanan produksi

serta permintaan. Peningkatan jumlah penduduk miskin juga diperkirakan akibat

adanya tekanan penurunan harga komoditas-komoditas di sektor pertanian yang

selanjutnya berdampak terhadap tingkat pendapatan masyarakat, terutama di

pedesaan. Perubahan administered price seperti BBM, gas dan lain-lain

diperkirakan akan berpotensi mendorong tingkat inflasi. Dorongan terhadap

tingkat inflasi tersebut diperkirakan juga berdampak terhadap kelompok

masyarakat yang saat ini pendapatannya mendekati garis kemiskinan.

Terkait Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diharapkan posisinya

mengalami peningkatan di tahun 2012, khususnya terkait indeks pendidikan dan

indeks kesehatan. Meningkatnya indeks pendidikan dan kesehatan tersebut

diperkirakan tetap berlanjut sebagai dampak dari perubahan alokasi APBD

maupun APBN terkait komponen belanja bidang pendidikan dan kesehatan.

Untuk daya beli penduduk, secara nominal diperkirakan mencapai Rp.582 ribu di

tahun 2012. Peningkatan nominal angka daya beli tersebut ikut berkontribusi

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 79

mengangkat posisi indeks daya beli masyarakat, sehingga diharapkan tingkat

inflasi 2012 bisa lebih terkendali.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 80

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Studi ini dilakukan melalui pengumpulan data sekunder dan primer

terhadap objek-objek ekonomi terkait dengan pengembangan ekonomi di

Kabupaten Bandung. Kemudian ditambah dengan hasil focus group discussion

dengan para pemangku kepentingan juga diharapkan dapat dikumpulkan

informasi data primer sebagai bahan pengkajian ini. Penggunaan data primer

maupun sekunder dalam penelitian ini diharapkan mampu memperkaya hasil studi

sehingga mampu menjawab tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Adapun

metode analisis yang digunakan bersifat deskriptif yaitu melalui pengumpulan

informasi data primer maupun sekunder selanjutnya dilakukan analisis

permasalahan penelitian.

3.2. Pendekatan

Merujuk keluaran yang ingin diperoleh, maka dibutuhkan dukungan

kelengkapan dan akurasi data tentang kondisi existing perekonomian dan

kebutuhan tentang pengembangan ekonomi di masa depan. Untuk itu, data dicari,

dikumpulkan dan dianalisis melalui teknik survey dan telaah dokumen, yang

hasilnya dibahas dalam FGD (Focus Group Discussion) dan Uji-Publik. Ada pun

instrumen yang digunakan ialah: (1) Pedoman Observasi (Survey) dan Studi

Dokumen; (2) Pedoman Wawancara; (3) Format-format Analisis. Tahap ahir

perumusan hasil kajian, diarahkan pada penggunaan teknik perencanaan

pembangunan ekonomi masyarakat dengan ditempuh melalui tahapan: (1)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 81

pengkajian kondisi dan persoalan, (2) analisis kebutuhan, tujuan dan sasaran; (3)

pengembangan model dan asumsi-asumsi strategis, dan (4) pengembangan

alternatif rencana dan program.

Pekerjaan kajian Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat

dilakukan malalui kajian desk research, focus group discussion, kuesioner dan

workshop. Selama masa pekerjaan tim Konsultan akan berhubungan dengan tim

Counterpart yang ditunjuk dari Bappeda Kabupaten Bandung dan seluruh OPD

terkait. Hasil pengumpulan data awal tersebut kemudian dikaji untuk

mendapatkan kesinambungan program pengembangan sumber daya air yang

dimaksud di atas pada level makro sistem dan mikro sistem sehingga nampak

jelas adanya penajaman atau konsep detail dari usaha yang telah ditentukan.

Aspek yang dipelajari dari studi terdahulu meliputi :

Rekomendasi studi terdahulu dan relevansinya terhadap pekerjaan studi

yang akan dilaksanakan.

Pendekatan teknis dari permasalahan yang ada, kemudian diklarifikasi

validitasnya di lapangan.

Rekomendasi pemecahan masalah dan program penangannya baik aspek

teknik maupun skala prioritasnya apakah masih representarif untuk kondisi

saat ini.

Relevansi rekomendasi studi terdahulu terhadap kondisi existing pada saat

ini dengan melakukan komparasi secara visual di lapangan.

Ketersediaan data dari studi terdahulu, referensi dan lain - lain.

Pendakatan analisis pengolahan data dalam penyusunan kajian ini

menggunakan pendekatan (alur) seperti sebagai berikut:

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 82

Gambar 3. 1

Kerangka Analisis

Kondisi Variabel Makro Ekonomi Kabupaten Bandung

Kondisi Variabel Mikro Ekonomi Kabupaten Bandung

Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan Perekonomian Kabupaten Bandung

Pendekatan Teoritis dan Hasil-Hasil Kajian Sebelumnya

Identifikasi Poin-Poin (Isu Strategis) Permasalahan Pengembangan Ekonomi Masyarakat

Analisis Strategi,

Kebijakan, dan

Program/Kegiatan

Pengembangan

Ekonomi

Masyarakat

Pendalaman Masukan Publik: Masyarakat-Tokoh Masyarakat-SKPD-Pelaku Usaha

Road Map

Pengembangan

Ekonomi Masyarakat

Kabupaten Bandung

Tahun 2011-2015

Kedudukan Strategi Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Dalam Konstelasi Perencanaan Jawa Barat dan Pusat

Identifikasi Hubungan Desain Pengembangan Ekonomi Masyarakat Dengan Dokumen Perencanaan Kabupaten Bandung (RPJP-RPJM)

Pengolahan Data Statistik dan Ekonometrik

Sinkronisasi Desain Pengembangan Ekonomi Dengan MP3EI

Saran dan

Rekomendasi

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 83

Gambar 3. 2

Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan

Persiapan

Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Analisis Data

Presentasi Drat Hasil

Penyampaian Laporan

AKhir

PerPersiapan Komprehensif, Koordinasi

Teknis, Kelengkapan Administratif,

Penetapan Indikator, Penetapan Alat

Analisis, Penyusnsunan Kerangka Analisis,

Pembagian Tim Analisis

TAHAPAN KAJIAN

Pengumpulan Informasi Data Primer dan

Sekunder dari BPS, Dinas terkait, BI, dam

Bappeda Kabupaten Bandung

La

pra

n P

en

da

hu

lua

nL

ap

ora

n A

nta

ra

La

pra

n A

kh

ir

Evaluasi Kesesuaian Datan, Tabulasi Data,

Pengolahan Data, Verifikasi Data

Analisis Data yang Diturunkan pada

Masing-Masing Poin Tujuan Kajian

Penyampaian Hasil Sementara, Evaluas,

dan Penyempurnaan

Laporan Grand Desain Pengembangan

Ekonomi Kabupaten Bandung 2011 - 2015

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 84

Unit analisis dalam penyusunan Grand Design Pengembangan Ekonomi

Masyarakat Kabupaten Bandung meliputi: (1) Unsur Kepala Daerah dan DPRD;

(2) Unsur Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) seperti Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah, Dinas Pertanian, Dinas Perindagkop, Dinas Tenaga Kerja,

Dinas Kependudukan, dan SKPD terkait lainnya; (3) Unsur swasta seperti

Asosiasi dan kalangan pelaku usaha; (4) Unsur Masyarakat (stakeholders); (5)

Dokumen-dokumen seperti: (a) Rencana Strategis Ekonomi Kabupaten Bandung;

(b) Rencana Strategis Provinsi Jawa Barat; (c) Rencana Strategis Bappeda

Kabupaten Bandung; (d) Perda RTRW, (e) RPJPD, (f) RPJMD; (g) Renstra

bidang ekonomi Provinsi Jawa Barat; (h) RKPD 2011; (i) Perundang undangan

bidang ekonomi; dan (J) MP3EI.

Dokumen Perencanaan yang sudah diinvetaris tersebut nantinya akan

dijadikan sebagai bahan acuan ketika akan dilakukan sinkronisasi mengenai

pengembangan Grand Design Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung,

sehingga diharapkan akan ada dokumen perencanaan yang menjadi acuan dalam

pengembangan perekonomian Kabupaten Bandung

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 85

BAB IV KONDISI

SOSIAL DAN EKONOMI

DI KABUPATEN BANDUNG

4.1. Kondisi Makro Ekonomi di Kabupaten Bandung

Salah satu alat yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan pembangunan

ekonomi adalah melalui pengukuran pencapaian indikator makro ekonomi, yang

masing-masing indikatornya terdiri dari beberapa komponen. Komponen-

komponen Indikator makro tersebut diantaranya adalah : Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB), Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), PDRB perkapita dan

tingkat inflasi.

a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB Kabupaten Bandung 2009 berdasarkan harga berlaku mencapai Rp 40,94

triliun dan PDRB berdasarkan harga konstan mencapai Rp 20,53 triliun. Kondisi

PDRB berdasarkan harga konstan mengalami pertumbuhan yang lambat

dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini disinyalir karena menurunnya tingkat

produksi industri pengolahan terutama industri tekstil. Industri tekstil mempunyai

kontribusi cukup besar terhadap perekonomian di Kabupaten Bandung, sehingga

bergolaknya sektor ini cukup memberi pengaruh significant terhadap kinerja

perekonomian di Kabupaten Bandung.

Dari ke-9 sektor lapangan usaha, sektor industri pengolahan berperan paling besar

bagi PDRB Kabupaten Bandung (60 %). Sektor lainnya yang mempunyai peranan

cukup besar adalah sektor perdagangan, hotel, restoran; dan sektor pertanian;

yaitu masing-masing berperan 16,56 % dan 7,36 %.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 86

Tabel 4. 1

Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2006 sampai dengan 2010

atas Dasar Harga Konstan Tahun 2006

Kabupaten Bandung

No Sektor

Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

Nilai % Nilai % Nilai % Nilai % Nilai %

1 Pertanian/Agriculture 1.338.248,71 7,59 1.371.807,74 7,34 1.424.992,98 7,24 1.502.003,39 7,32 1.602.050,01 7,37

2 Pertambangan dan Penggalian/Mining and Quarrying

234.570,64 1,33 245.205,27 1,31 255.888,73 1,30 269.782,12 1,31 282.922,47 1,30

3 Industry Pengolahan/Manufacturing Industry

10.838.753,39 61,44 11.478.643,51 61,44 12.110.396,65 61,56 12.519327,64 60,98 13.173.587,93 60,61

4 Listrik, Gas dan Air Bersih/Electricity Gas and Water Supply

323.121,39 1,83 344.912,14 1,85 361.439,39 1,84 376.034,30 1,83 396.026,30 1,82

5 Bangunan/Konstruksi/Construction 312.842,65 1,77 327.475,13 1,75 339.547,36 1,73 355.614,56 1,73 381.103,63 1,75

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran/Trade, Hotel and Restourant

2.625.092,43 14,88 2.819.715,80 15,09 2.994.763,36 15,22 3.211.263,99 15,64 3.474.795,78 15,99

7 Pengangkutan dan Komunikasi /Transport and Communication

717.582,16 4,07 765.192,41 4,10 795.218,84 4,04 843.661,61 4,11 892.448,05 4,11

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan/

393.169,22 2,23 419.515,28 2,25 436.277,89 2,22 451.138,21 2,20 474.864,56 2,18

9 Jasa-jasa/Services 856.789,53 4,86 911.462,79 4,88 955.207,67 4,86 1.000.817,32 4,87 1.056.862,46 4,86

Total 17.640.170,12 100 18.683.930,07 100 19.673.732,87 100 20.529.643,24 100 21.734.661,19 100

Sumber : Bappeda Kabupaten Bandung

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 87

Tabel 4. 2

Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2006 sampai dengan 2010 atas Dasar Harga Berlaku

Kabupaten Bandung

No. Sektor

Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

Nilai % Nilai % Nilai % Nilai % Nilai %

1 Pertanian/Agriculture 2.228.624,62 7,57 2.465.321,20 7,40 2.753.632,27 7,19 3.013.007,10 7,36 3.471.661,92 7,53

2 Pertambangan dan Penggalian/Mining and Quarrying

368.568,14 1,25 419.179,42 1,26 468.303,79 1,22 526.035,13 1,28 580.783,81 1,26

3 Industry Pengolahan/Manufacturing Industry

17.876.119,11 60,74 20.154.147,70 60,49 23.275.745,49 60,79 24.565.562,89 60,00 27.471.535,02 59,60

4 Listrik, Gas dan Air Bersih/Electricity Gas and Water Supply

524.707,23 1,78 588.412,88 1,77 642.658,73 1,68 674.520,69 1,65 741.188,33 1,61

5 Bangunan/Konstruksi/Construction 506.056,81 1,72 571.271,13 1,71 648.394,06 1,69 696.720,83 1,70 764.990,68 1,66

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran/Trade, Hotel and Resto

4.432.799,58 15,06 5.112.043,54 15,34 6.005.197,92 15,68 6.780.385,10 16,56 7.796.200,55 16,91

7 Pengangkutan dan Komunikasi/Transport and Comm

1.360.838,71 4,62 1.566.528,90 4,70 1.766.609,79 4,61 1.795.161,77 4,38 1.933.148,22 4,19

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan/

634.303,86 2,16 721.566,11 2,17 792.877,54 2,07 820.502,95 2,00 898.354,49 1,95

9 Jasa-jasa/Services 1.499.027,98 5,09 1.721.159,87 5,17 1.936.315,52 5,06 2.069.321,52 5,05 2.434.375,72 5,28

Total 29.431.046,04 100 3.319.630,75 100 38.289.735,11 100

40.266.697,29

100 46.092.238,74 100

Sumber : Bappeda Kabupaten Bandung

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 88

b. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)

LPE Kabupaten Bandung mencapai 4,35 %. Jika dilihat dari pertumbuhan

masing-masing sektor ekonomi (9 sektor), sektor perdagangan, hotel dan restoran

mengalami pertumbuhan yang paling besar dibanding sektor ekonomi lainnya,

yaitu mencapai 7,23 %. Sektor ekonomi lainnya yang mengalami pertumbuhan

cukup besar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor pertambangan

dan penggalian; serta sektor pertanian; yaitu masing-masing mengalami

pertumbuhan sebesar 6,16 %; 5,43 % serta 5,31 %.

Sektor ekonomi lainnya seperti : sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan

air bersih; sektor bangunan/konstruksi; sektor keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan; serta sektor jasa-jasa mengalami pertumbuhan di bawah 5 %.

Tabel 4. 3

Laju Pertumbuhan EKonomi Kabupaten Bandung per tahun

2007-2010

Indikator Tahun 2007 Tahun

2008 Tahun 2009 Tahun 2010

Laju Pertumbuhan

Ekonomi 5,92% 5,30% 4,35% 5,31%

c. PDRB per Kapita

PDRB per kapita berdasarkan harga berlaku meningkat sebesar 5,01 % yaitu dari

Rp 12.242.428,00 menjadi Rp 12.856.303,00, sedangkan PDRB per kapita

berdasarkan harga konstan meningkat sebesar 0,69 %, yaitu dari Rp 6.402.393,00

menjadi Rp 6.446.689,00. Hal ini dapat dikatakan bahwa pendapatan riil

penduduk Kabupaten Bandung belum menunjukan peningkatan yang cukup

berarti. Kemudian jika dibandingkan dengan pendapatan per kapita Provinsi Jawa

Barat, tingkat pendapatan yang diterima penduduk Kabupaten Bandung tidak jauh

berbeda dengan pendapatan rata-rata penduduk Provinsi Jawa Barat.

Pendapatan/PDRB per kapita Provinsi Jawa Barat tahun 2008 berdasarkan harga

berlaku mencapai Rp 14.309.520,00.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 89

Tabel 4. 4

Pendapatan Perkapita Kabupaten Bandung per tahun

2007-2010

Indikator Tahun

2007

Tahun

2008

Tahun

2009 Tahun 2010

Pendapatan Perkapita

pertahun (Rp) 6.149.904 12.242.428 12.985.731 14.274.059

d. Tingkat Inflasi

Tingkat inflasi di Kabupaten Bandung tahun ini cukup rendah yaitu 2,49 %

dibandingkan tahun lalu yang mencapai 9,11 %. Penurunan tingkat inflasi terjadi

hampir di seluruh sektor perekonomian. Penurunan tingkat inflasi terbesar terjadi

pada sektor pengangkutan dan komunikasi yang mana pada tahun ini mengalami

deflasi hingga 5,21 %. kondisi ini merupakan dampak dari pemberlakuan

kebijakan penurunan tarif interkoneksi layanan seluler pada tahun 2008. Akibat

dari kebijakan tersebut adalah terjadinya perang tarif telekomunikasi pada tahun

2009 yang membawa Indonesia sebagai Negara dengan industri telekomunikasi

yang memiliki jumlah operator terbanyak dan tarif terendah.

Tabel 4. 5

Tingkat Inflasi Kabupaten Bandung per tahun

2007-2010

Indikator Tahun 2007 Tahun

2008 Tahun 2009 Tahun 2010

Inflasi PDRB 6,89% 9,11% 3,15% 5,78%

Tabel 4. 6

Kondisi Perekonomian Kabupaten Bandung

(PDRB, Peranan NTB, LPE dan Tingkat Inflasi) Tahun 2009

No. Sektor

PDRB (juta rupiah) Kontribusi/

Peranan NTB

(%)

LPE ADH

Konstan

(%)

Tingkat

Inflasi (%) ADH

Berlaku

ADH

Konstan

1. Pertanian 3.013.007,10 1.502.003,49 7,36 5,31 4,85

2. Pertambangan dan

Penggalian 526.035,13 269.782,12 1,28 5,43 6,54

3. Industri Pengolahan 24.565.562,89 12.519.327,64 60,00 3,38 2,09

4. Listrik, Gas dan Air 674.520,69 376.034,30 1,65 4,04 0,88

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 90

No. Sektor

PDRB (juta rupiah) Kontribusi/

Peranan NTB

(%)

LPE ADH

Konstan

(%)

Tingkat

Inflasi (%) ADH

Berlaku

ADH

Konstan

5. Bangunan 696.720,83 355.614,56 1,70 4,73 2,60

6. Perdagangan, Hotel &

restoran 6.780.385,10 3.211.263,99 16,56 7,23 5,30

7. Angkutan dan

Komunikasi 1.795.161,77 843.661,61 4,38 6,16 -5,21

8. Keuangan, Persewaan

dan Jasa Perusahaan 820.502,95 451.138,21 2,00 3,41 0,08

9. Jasa-jasa 2.069.321,52 1.000.817,32 5,05 4,77 2,00

PDRB 40.941.217,98 20.529.643,24 99,98 4,35 2,49

Sumber : BPS Kabupaten Bandung, PDRB Semesteran 2009.

Secara umum indikator makro di Kabupaten Bandung 2007-2010 dapat

tergambarkan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4. 7

Indikator Makro Kabupaten Bandung

Tahun 2007-2010

No Indikator Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010

1 Jumlah Penduduk (jiwa) 4.399.482 3.038.000 3.127.008 3.172.860 3.215.548

2 Laju Pertumbuhan Penduduk 3,20% 2,97 % 2,93 % 1,47 % 1,35 %

3 Laju Pertumbuhan Ekonomi 5,92 % 5,30% 4,35% 5,31%

4 Inflasi PDRB 7,39% 6,89% 9,11% 3,15% 5,78%

5 PDRB atas Dasar Harga Berlaku (juta

rupiah) 33.320.000 38.290.000 40.940.000 43.962.226

6 PDRB atas Dasar Harga Konstan (juta

rupiah) 22.058.759 18.684.000 19.670.000 20.530.000 21.402.977

7 Jumlah Keluarga Miskin 184.638 185.064 185.064 185.064

8 Laju Pertumbuhan Investasi

3,69% 4,73% 7,14 %

9 Pendapatan Perkapita pertahun (Rp) 6.149.904 12.242.428 12.985.731 14.274.059

10 IPM 70,11 71,88 72,5 73,39 74,36

11 Indeks Pendidikan 84,44 84,9 85,58 85,62 86,67

12 Rata-rata Lama Sekolah (thn) 8,39 8,58 8,86 8,87 9,08

13 Angka Melek Huruf 98,70 98,75 % 98,84 % 98,87% 99,74 %

14 Angka Harapan Hidup (tahun) 66,96 67,33 68,42 68,94 69,44

15 Indeks AHH 70,56 72,36 73,23 74,67

16 Indeks Daya Beli 59,25 59,55 61,31 62,35

17 Daya Beli (ribuan rupiah) 541,930 556,39 557,68 565,32 569,78

Sumber : BPS Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Dalam Angka.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 91

4.2. Kondisi APBD Kabupaten Bandung

Kondisi APBD Kabupaten Bandung dari tahun ke tahun meningkat sejalan

dengan kebutuhan pembangunan dan pembiayaan rutin. Untuk tahun 2012 (PPAS

2012), jumlah pendapatan APBD Kabupaten Bandung direncanakan mencapai

Rp.1,7 Triliun. Pos pendapatan APBD 2012 direncanakan bersumber dari PAD

sebesar Rp.236 Milyar, dari dana perimbangan sebesar Rp.1,3 Triliun dan dari

sumber-sumber lain PAD yang sah sebesar Rp.129 Milyar.

Prioritas belanja APBD 2012 diarahkan kepada 14 prioritas: (1) pelayanan

publik yang profesional; (2) peningkatan dan perluasan kualitas pelayanan

pendidikan; (3) peningkatan dan perluasan kualitas pelayanan kesehatan; (4)

peningkatan perluasan kesempatan kerja; (5) peningkatan ketahanan pangan dan

kesejahteraan pelaku pertanian; (6) peningkatan kuantitas dan kualitas

infrastruktur wilayah; (7) peningkatan kualitas pengelolaan dan pelaku UMKM;

(8) perluasan pelayanan air bersih dan air baku; (9) penanggulangan terpadu

bencana; (10) perbaikan kualitas lingkungan dan pengendalian tata ruang; (11)

pemantapan pembangunan daerah dan pedesaan; (12) penguatan budaya lokal dan

peningkatan destinasi wisata terpadu; (13) pemantapan stabilitas keamanan dan

ketertiban masyarakat; dan (14) peningkatan sarana prasarana perekonomian

kerakyatan.

Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas

umum daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah

dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Menurut

Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, pasal 157 dan Peraturan Daerah Nomor 8

Tahun 2001 tentang Pokok-pokok Pengelolaan dan Pertanggungjawaban

Keuangan Daerah Kabupaten Bandung pasal 20 (1) terdiri dari :

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), Yaitu :

a. Hasil Pajak Daerah.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 92

Hasil pajak daerah di Kabupaten Bandung terdiri dari: Pajak Hotel,

Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan

Jalan, Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Gol. C, dan Pajak

Parkir.

b. Hasil Retribusi Daerah.

Hasil retribusi daerah di Kabupaten Bandung terdiri dari: Pelayanan

Kesehatan, RSD Majalaya, RSD Soreang, Pelayanan Persampahan/

Kebersihan, Penggantian Biaya Cetak KTP, Penggantian Biaya

Cetak Akte Catatan Sipil, Pelayanan Pemakaman, Parkir di Tepi

Jalan Umum, Pelayanan Pasar, Pengujian Kendaraan Bermotor,

Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran, Fatwa Pengarahan Rencana

Pemanfaatan Lokasi, Ijin Pemanfaatan Tanah, Ijin Pemanfaatan

Hutan, Jasa Usaha Pemakaian Kekayaan Daerah, Perijinan

Perdagangan, Jasa Usaha Terminal, Perijinan Industri, Jasa Ijin

Usaha Kebudayaan dan Pariwisata, Jasa Usaha Penyedotan Kakus,

Jasa Usaha RPH, Pemeriksaan Hewan Ternak, Hasil Ternak dan

Hasil Ikutannya, Jasa Usaha Tempat Rekreasi dan OR, Izin

Pembuangan Limbah Cair, Jasa Usaha Penjualan Produksi Usaha

Daerah, Ijin Mendirikan Bangunan, Ijin Gangguan, Perijinan

Transportasi, Ijin Pelayanan Ketenagakerjaan, Perijinan

Penyelenggaraan Koperasi.

c. Bagian Laba Usaha Daerah.

Hasil Bagian Laba Usaha Daerah di Kabupaten Bandung terdiri dari:

PDAM, Bank Pembangunan Daerah, Perusahaan Daerah Tanah dan

Bangunan, Bank Karya Produksi Desa.

d. Lain-lain PAD yang Sah.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 93

Hasil Lain-lain PAD yang Sah di Kabupaten Bandung terdiri dari:

Hasil Penjualan Aset Daerah yang Tidak Dipisahkan, Penerimaan

Jasa Giro, Penerimaan Dinas Pertanian Tanaman Pangan,

Penerimaan Lainnya, Denda Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan,

Penerimaan Ganti Rugi atas Kekayaan Daerah (TP/TGR).

2. Dana Perimbangan, Terdiri atas:

a. Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak.

1) Bagi Hasil Pajak.

Bagi hasil pajak di Kabupaten Bandung terdiri dari: Pajak Bumi

dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,

dan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Termasuk PPh 21).

2) Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam.

Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam di Kabupaten

Bandung terdiri dari: Iuran Provisi Sumber Daya Alam, Iuran

Tetap/Landrent, Iuran Eksploitasi (Royalti), Penerimaan

Pungutan Pengusahaan Perikanan, Penerimaan Pungutan Hasil

Perikanan, Penerimaan dari Sektor Minyak Bumi, Penerimaan

dari Sektor Pertambangan Gas Alam.

b. Dana Alokasi Umum (DAU).

c. Dana Alokasi Khusus.

d. Dana Perimbangan dari Propinsi.

Dana Perimbangan dari Propinsi di Kabupaten Bandung terdiri dari:

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan

Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 94

(PBBKB), Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah,

Bantuan Keuangan dari Propinsi, Penerimaan Pemanfaatan Hutan.

3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.

Berdasar pada Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan

Daerah, selain unsur PAD yang telah disebut di atas, pasal 6(2)

menjelaskan tentang lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yaitu

penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan

bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dan

komisi, potongan, atau pun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan

dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.

Pendapatan Daerah tersebut setiap tahun harus dioptimalkan

penerimaannya, khususnya PAD yang sepenuhnya merupakan

tanggungjawab pemerintah daerah.

Kinerja pelaksanaan APBD khususnya mengenai Pendapatan Daerah pada periode

tahun 2006 -2010 yaitu:

Pertumbuhan rata-rata Pendapatan Asli Daerah sebesar 10,22%.

Penerimaan terbesar dari PAD terjadi pada tahun 2010, hal ini

disebabkan adanya kenaikan kontribusi dari Pajak Daerah, Retribusi

Daerah dan Hasil Pengelolaan Keuangan Daerah yang Dipisahkan

dibandingkan tahun lainnya pada periode ini. Namun Lain-lain PAD

yang Sah, justru mengalami penurunan di tahun 2010.

Pertumbuhan rata-rata Dana Perimbangan sebesar 4,72%. Penerimaan

terbesar dari Dana Perimbangan terjadi pada tahun 2007, hal ini

disebabkan adanya kenaikan kontribusi dari Dana Alokasi Umum;

sedangkan penerimaan terbesar dari Dana Bagi Hasil Pajak /Bagi Hasil

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 95

Bukan Pajak terjadi pada tahun 2009; dan penerimaan terbesar dari Dana

Alokasi Khusus terjadi pada tahun 2010.

Pertumbuhan rata-rata Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah sebesar

23,40%. Penerimaan terbesar dari Lain-Lain Pendapatan Daerah yang

Sah terjadi pada tahun 2010, hal ini disebabkan adanya kenaikan

kontribusi dari Dana bagi hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah

Daerah lainnya, dan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus; sedangkan

penerimaan terbesar Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah

Daerah lainnya terjadi pada tahun 2006.

Secara lengkap perincian mengenai alokasi penerimaan pendapatan periode tahun

2006-2010 disajikan dalam tabel di bawah ini:

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 96

Tabel 4. 8

Rata-rata Pertumbuhan Realisasi Pendapatan Daerah

Tahun 2006 s/d Tahun 2010 Kabupaten Bandung

No. Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata

Pertumbuhan (%)

1 PENDAPATAN 1.595.635.586.333,23 1.851.603.232.494,05 1.467.678.537.174,08 1.955.142.904.011,00 2.042.977.659.292,00 8,25%

1.1. Pendapatan Asli Daerah 137.532.499.196,23 147.630.987.490,05 144.660.409.277,08 153.271.649.974,00 198.658.826.439,00 10,22%

1.1.1. Pajak daerah 57.334.770.599,51 54.391.453.802,20 51.654.333.709,60 47.951.110.528,00 59.385.578.062,00 1,63%

1.1.2. Retribusi daerah 40.907.499.229,32 44.750.349.784,97 36.067.479.245,10 41.592.879.257,00 60.254.329.366,00 12,54%

1.1.3. Hasil pengelolaan keuangan daerah yang dipisahkan

19.173.811.516,00 24.386.963.267,00 35.674.088.462,00 43.280.145.688,00 52.790.345.015,00 29,19%

1.1.4. Lain-lain PAD yang sah 20.116.417.851,40 24.102.220.635,88 21.264.507.860,38 20.447.514.501,00 26.228.573.996,00 8,12%

1.2. Dana Perimbangan 1.294.064.416.457,00 1.519.650.675.014,00 1.132.888.252.124,00 1.444.122.553.979,00 1.436.030.033.073,00 4,72%

1.2.1. Dana bagi hasil pajak 93.714.268.191,00 153.249.020.498,00 112.566.362.458,00 123.122.062.283,00 150.591.707.804,00 17,17%

1.2.2. Dana bagi hasil bukan pajak 10.885.148.266,00 5.001.554.516,00 7.767.820.666,00 210.157.050.696,00 80.252.415.269,00 636,23%

1.2.3. Dana alokasi umum 1.168.636.000.000,00 1.351.912.000.000,00 1.001.542.069.000,00 1.080.215.507.000,00 1.086.282.210.000,00 -0,45%

1.2.4. Dana alokasi khusus 20.829.000.000,00 9.488.100.000,00 11.012.000.000,00 30.627.934.000,00 118.903.700.000,00 106,99%

1.3. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah

164.038.670.680,00 184.321.569.990,00 190.129.875.773,00 357.748.700.058,00 408.288.799.780,00 23,40%

1.3.1 Hibah

1.3.2 Dana darurat

3.000.000.000,00

44.266.548.000,00 - 0,00%

1.3.3 Dana bagi hasil pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah lainnya ***)

109.693.954.850,00 108.748.711.214,00 112.040.363.851,00 118.058.122.758,00 26,32%

1.3.4 Dana penyesuaian dan otonomi khusus****)

8.703.546.800,00 10.570.533.600,00 53.130.359.000,00 172.051.700.400,00 70,38%

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 97

No. Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata

Pertumbuhan (%)

1.3.5 Bantuan keuangan dari provinsi atau Pemerintah Daerah lainnya

164.038.670.680,00 62.924.068.340,00 70.696.897.479,00 148.311.429.207,00 118.178.976.622,00 -10,16%

1.3.5 Pendapatan Lainnya

113.733.480,00

0,00%

Sumber : Bappeda Kabupaten Bandung

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 98

4.3. Kondisi IPM di Kabupaten Bandung

Gambaran keberhasilan pembangunan manusia/kualitas sumber daya

manusia baik fisik maupun non fisik dapat terlihat dari Indeks Pembangunan

Manusia (IPM). IPM mencakup 3 (tiga) komponen dasar yang digunakan untuk

merefleksikan upaya pembangunan manusia. Ketiga komponen dasar tersebut

berkaitan dengan pengetahuan (pendidikan), peluang hidup (kesehatan), dan hidup

layak (kemampuan daya beli/purchasing power parity). Kesehatan dan

kemampuan daya beli dapat mencerminkan kondisi fisik manusia, sedangkan

pendidikan dapat mencerminkan kondisi non fisik manusia.

Untuk mengetahui nilai IPM digunakan indeks pendidikan, indeks

kesehatan dan indeks daya beli sebagai acuan untuk mengukur indeks

pembangunan manusia (IPM). Tahun 2009 IPM Kabupaten Bandung mencapai

73,39; yaitu kontribusi dari indeks pendidikan 85,61; indeks kesehatan 73,23 dan

indeks daya beli 61,31.

a. Pendidikan

Indikator pendidikan yang digunakan untuk mengukur kemajuan

pembangunan manusia (IPM) adalah angka melek huruf (AMH) dan rata-rata

lama sekolah (RLS). Indikator-indikator tersebut dapat menggambarkan mutu

sumber daya manusia/SDM dan jumlah tahun yang dihabiskan dalam menempuh

semua jenis pendidikan formal. Persentase penduduk dewasa (usia 15 tahun ke

atas) yang melek huruf mencapai 98,87 %, dengan rata-rata lama sekolah

mencapai 8,87 tahun.

Jika dilihat dari penduduk usia 10 tahun ke atas menurut pendidikan yang

ditamatkan (ijazah tertinggi yang dimiliki) dan jenis kelamin, jumlah penduduk

perempuan yang tamat SD dan SLTP lebih baik dibandingkan dengan penduduk

laki-laki. Namun tidak demikian pada jenjang pendidikan SLTA dan Perguruan

tinggi. Dari 2.532.526 penduduk usia 10 tahun ke atas, sebanyak 39,47 % hanya

mempunyai ijazah SD/setara SD; 23,28 % mempunyai ijazah SLTP/setara SLTP;

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 99

21,55 % mempunyai ijazah SLTA/setara SLTA; 5,45 % mempunyai ijazah

perguruan tinggi dan 10,25 % tidak/belum mempunyai ijazah.

Tabel 4. 9

Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas berdasarkan Jenjang Pendidikan yang

Ditamatkan

(Ijazah Tertinggi yang Dimiliki) di Kabupaten Bandung Tahun 2010

No Jenjang Pendidikan Jenis Kelamin

Jumlah % Laki-laki Perempuan

1 Tdk/blm punya Ijazah 127.124 132. 578 259.702 10,25%

2 SD / setara SD 484.222 515.443 999.665 39,47%

3 SLTP / setara SLTP 295.192 294.330 589.522 23,28%

4 SLTA / setara SLTA 306.693 239.027 545.720 21,55%

5 Perguruan tinggi 74.670 63.247 137.917 5,45%

Jumlah 1.287.901 1.244.625 2.532.526 100%

Sumber : Suseda Kabupaten Bandung, BPS 2010.

b. Kesehatan

Keberhasilan pembangunan bidang kesehatan salah satunya dapat dilihat

dari indikator : angka harapan hidup saat dilahirkan (AHH), angka kematian bayi

(AKB), angka kematian kasar (AKK) dan status gizi. AHH merupakan salah satu

indikator kesehatan yang digunakan sebagai acuan untuk mengukur kemajuan

pembangunan manusia (IPM). AHH berbanding terbalik dengan angka kematian

(bayi lahir mati, kematian bayi di bawah 1 tahun, kematian anak di bawah 5 tahun

dan kematian ibu). Makin tinggi kualitas kesehatan, makin rendahnya angka

kematian sehingga meningkatnya harapan untuk hidup.

Saat ini AHH Kabupaten Bandung mencapai 68,94 artinya perkiraan lama

hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas

menurut umur adalah selama lk. 68-69 tahun. Sedangkan AKB mencapai 36,02

artinya rata-rata dari setiap 1000 kelahiran hidup terdapat 36 bayi diperkirakan

meninggal. Kematian bayi tersebut lebih banyak dialami oleh ibu yang mengidap

infeksi/penyakit, berat bayi lahir rendah, pertolongan kelahiran yang kurang aman

dan perawatan bayi yang kurang baik.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 100

c. Daya Beli ( purchasing power parity/PPP)

Indikator daya beli yang digunakan sebagai acuan untuk mengukur

kemajuan pembangunan manusia adalah konsumsi/pengeluaran riil perkapita

berdasarkan paritas daya beli dalam rupiah.

Kemampuan daya beli penduduk Kabupaten Bandung tahun ini masih

terhambat oleh lesunya sektor usaha sebagai dampak dari krisis global yang

terjadi. Namun demikian kestabilan sektor moneter cukup membantu

mempertahankan kemampuan daya beli yang berada pada kisaran Rp 565.320,00

(lima ratus enam puluh lima ribu tiga ratus dua puluh rupiah).

4.4. Kondisi Kependudukan di Kabupaten Bandung

Jumlah penduduk Kabupaten Bandung adalah sebanyak 3.215.548 jiwa,

terdiri atas: laki-laki 1.638.623 jiwa (50,95 %) dan perempuan 1.576.925 jiwa

(49,05 %). Jika dilihat dari komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur,

maka jumlah penduduk kelompok umur produktif (15-64 tahun) mencapai 64,89

%, jumlah penduduk kelompok umur muda (0-14 tahun) mencapai 31,17 % dan

jumlah penduduk kelompok umur tua (65 tahun ke atas) mencapai 3,94 %. Dari

hal tersebut di atas, dapat diketahui angka beban ketergantungan (dependency

ratio) mencapai 54.09 artinya pada setiap 100 penduduk produktif harus

menanggung 54 penduduk tidak produktif.

Tabel 4. 10

Jumlah Penduduk dan Indikator Kependudukan Lainnya di Kabupaten

Bandung Tahun 2010

No Kelompok Umur (Thn) Jenis Kelamin

Jumlah % Laki-laki Perempuan

1 Muda (0-14) 513.714 488.483 1.002.197 31,17%

2 Produktif (15-64) 1.065.575 1.021.119 2.086.694 64,89%

3 Tua (65+) 59.334 67.323 126.657 3,94%

Jumlah 1.638.623 1.576.925 3.215.548 100%

Indikator Kependudukan Lainnya

4 Laju Pertumbuhan Penduduk 2,63 (2011) 2,64 (Proyeksi 2012)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 101

No Kelompok Umur (Thn) Jenis Kelamin

Jumlah % Laki-laki Perempuan

(%)

5 Rata-Rata Laju Pertumbuhan Penduduk Nasional (%)

1,49

6 Kualitas Bangunan Rumah Penduduk

21,09% Tidak Permanen

25,41% Semi Permanen

53,50% Rumah Permanen

7 3 Sektor Utama Mata Pencaharian Penduduk di Kabupaten Bandung

Industri Pengolahan (356.940 jiwa)

Pertanian (231.945 jiwa)

Perdagangan Besar dan Eceran (231.567 jiwa)

8 Kepadatan Penduduk (2010) 1.754 jiwa/KM2

Sumber: BPS Kabupaten Bandung (2011)

Relatif tingginya dependency ratio menunjukkan masih tingginya

ketergantungan penduduk yang kurang produktif, sehingga kondisi tersebut

memunculkan banyak persoalan sosial ekonomi dalam rumah tangga di

Kabupaten Bandung. Persoalan tingginya penduduk yang kurang produktif dapat

disebabkan oleh beberapa hal: (1) komposisi umur penduduk (usia produktif

dengan usia belum/tidak produktif); dan (2) pengaruh tingkat pengangguran dalam

rumah tangga.

Persoalan kependudukan mendasar lainnya di Kabupaten Bandung adalah

masih tingginya pertumbuhan jumlah penduduk. Tingginya pertumbuhan jumlah

penduduk tersebut dilihat dari perbandingannya dengan rata-rata pertumbuhan

penduduk nasional (1,49%). Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bandung

diperkirakan mencapai 2,64% pada tahun 2012. Persentase pertumbuhan

penduduk tersebut bahkan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penduduk

tahun 2011 (2,63%). Tingginya pertumbuhan jumlah penduduk dipengaruhi oleh:

(1) tingkat migrasi penduduk ke Kabupaten Bandung; dan (2) pengaruh tingkat

kelahiran jangka panjang yang berdampak pada jumlah penduduk dalam jangka

panjang. Tingginya jumlah penduduk mengandung konsekuensi tingginya

kebutuhan penyerapan lapangan kerja dan penciptaan aktivitas-aktivitas usaha

ekonomi produktif. Disisi lain, kemungkinan tingginya pertumbuhan jumlah

penduduk juga mengandung konsekuensi adanya peningkatan eksternalitas sosial

ekonomi di Kabupaten Bandung di tahun-tahun mendatang.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 102

Sebagian besar penduduk Kabupaten Bandung bekerja di sektor industri

pengolahan (356.940). Sektor ke dua dan ke tiga yang menjadi sektor penyerap

lapangan kerja penduduk adalah sektor pertanian dan sektor perdagangan, masing-

masing sebanyak 231.945 jiwa dan 231.567 jiwa. Tingginya jumlah penduduk

yang bekerja di ketiga sektor tersebut menyebabkan peningkatan aktivitas

sektoral-nya menjadi jaminan kemajuan perekonomian Kabupaten Bandung.

Konsekuensi lainnya, perkembangan sektor tersebut sangat sensistif bagi

kemajuan perekonomian Kabupaten Bandung, termasuk kaitannya dengan

penyerapan lapangan kerja dan pengurangan tingkat kemiskinan.

Komposisi jumlah penduduk dilihat dari kelompok umur adalah sebagai

berikut (Tabel 3.2):

Tabel 4. 11

Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2008-2009

Kelompok Umur 2008 (Jiwa) 2009 (Jiwa) Pertumbuhannya (%)

0-14 Thn 868.572 979.271 12,74

15-64 Thn 1.917.840 1.977.706 3,12

65+ Thn 135.281 185.216 36,91

Total 2.921.693 3.142.193

Sumber: BPS Kabupaten Bandung 2010

Dilihat dari komposisi jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur,

maka dalam 2 tahun terakhir terjadi kenaikkan jumlah penduduk di semua

kelompok umur. Namun demikian, kenaikkan tersebut (dilihat dari

pertumbuhannya) menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk kelompok 65

tahun ke atas lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penduduk kelompok umur

15-64 tahun (produktif). Relatif tingginya pertumbuhan penduduk kelompok umur

65 tahun ke atas (kelompok umur tua) mengindikasikan peningkatan kebutuhan

untuk sarana-sarana kesehatan di Kabupaten Bandung.

4.5. Kondisi Ketenagakerjaan di Kabupaten Bandung

Gambaran umum kondisi daerah terkait dengan urusan ketenagakerjaan salah

satunya dapat dilihat dari indikator kinerja sebagai berikut :

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 103

Rasio daya serap tenaga kerja

Rasio daya serap tenaga kerja pada perusahaan penanaman modal asing

(PMA) dan perusahaan penanaman modal dalam negeri (PMDN)

mencerminkan besar kecilnya daya tampung proyek investasi PMA/PMDN

dalam menyerap tenaga kerja di suatu daerah. Semakin besar rasio daya

serap PMA/PMDN semakin besar pula jumlah tenaga kerja suatu daerah

yang dapat terserap pada perusahaan tersebut.

Pada tahun 2009 jumlah tenaga kerja yang terserap pada 528 PMA/PMDN

berjumlah sebanyak 201.646 orang. Penyerapan tenaga kerja ini lebih tinggi

0,06 % bila dibandingkan dengan tahun 2008. Namun rasio penyerapan

tenaga kerja terhadap jumlah PMA/PMDN pada tahun 2009 lebih kecil bila

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (2006-2008), di mana rasio

penyerapan tenaga kerja pada tahun 2006 mencapai 397 : 1, pada tahun

2007 mencapai 426 : 1 , pada tahun 2008 mencapai 383 : 1 dan pada tahun

2009 mencapai 381 :1. Hal ini berarti pada tahun 2006 jumlah tenaga kerja

terserap sebanyak 397 orang per PMA/PMDN, pada tahun 2007 terserap

sebanyak 426 orang per PMA/PMDN, tahun 2008 terserap 383 orang per

PMA/PMDN dan tahun 2009 terserap 381 per PMA/PMDN. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4. 12

Rasio Daya Serap Tenaga Kerja di Kabupaten Bandung

Tahun 2006 s.d. 2009

No. Uraian 2006 2007 2008 2009

1

Jumlah tenaga kerja yang

berkerja pada perusahaan

PMA/PMDN

227.015 200.187 201.525 201.646

2 Jumlah seluruh PMA/PMDN 572 469 525 528

3 Rasio daya serap tenaga kerja 397 : 1 426 : 1 383 : 1 381 : 1

Sumber : Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung tahun 2010.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 104

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Berdasarkan publikasi ILO (International Labour Organization), penduduk

dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu : tenaga kerja dan bukan

tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk usia kerja, yaitu penduduk usia

15 tahun atau lebih, seiring dengan program wajib belajar 9 tahun.

Selanjutnya, tenaga kerja dibedakan menjadi: angkatan kerja dan bukan

angkatan kerja (penduduk yang sebagian besar kegiatannya adalah

bersekolah, mengurus rumah tangga, atau kegiatan lainnya selain bekerja).

Angkatan kerja merupakan bagian penduduk yang sedang bekerja dan siap

masuk pasar kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan merupakan

potensi penduduk yang akan masuk pasar kerja. Sedangkan, bukan angkatan

kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang tidak bekerja ataupun mencari

kerja.

Tabel 4. 13

Penduduk Usia 15 Tahun Keatas di Kabupaten Bandung Dirinci Menurut

Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja serta Jenis Kelamin

Tahun 2006 s.d 2009

Sumber : Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung tahun 2010.

Pada tahun 2008 TPAK laki-laki di Kabupaten Bandung mencapai 60,22 % dan

perempuan mencapai 53,50 %. Angka ini lebih besar bila dibandingkan dengan

tahun 2007, namun lebih kecil bila dibandingkan dengan tahun 2006. Adapun

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 105

tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2008 mencapai 16,72 %. Angka ini

lebih kecil bila dibandingkan dengan tahun 2007 dan 2006.

Kesempatan Kerja

Kesempatan kerja merupakan peluang atau keadaan yang menunjukkan

tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang bersedia dan

sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan sesuai

dengan keahlian, keterampilan dan bakatnya masing-masing. Kesempatan

Kerja dapat menggambarkan ketersediaan pekerjaan (lapangan kerja) untuk

para pencari kerja.

Kesempatan kerja di Kabupaten Bandung pada tahun 2009 menurut

lapangan usaha mencapai 1.324.930 orang. Angka ini lebih besar bila

dibandingkan dengan tahun 2008, namun lebih kecil bila dibandingkan

dengan tahun 2007 dan 2006. Kesempatan kerja terbesar berada pada

lapangan usaha pertanian, disusul dengan lapangan usaha industri

pengolahan serta perdagangan, restoran dan hotel.

Berikut adalah gambaran secara lengkap mengenai jumlah penduduk yang

memperoleh kesempatan kerja di Kabupaten Bandung selama kurun waktu

tahun 2006-2009 menurut lapangan usaha.

Tabel 4. 14

Jumlah Penduduk di Kabupaten Bandung yang Bekerja

Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2009

No. Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009

1 Pertanian 731.205 278.455 267.455 425.031

2 Industri pengolahan 494.056 318.816 308.418 373.763

3 Bangunan 19.540 88.475 85.596 64.537

4 Perdagangan, Restoran dan Hotel

167.202 237.968 230.212 211.794

5 Angkutan, Pergudangan, Komunikasi

62.156 101.970 98.643 87.590

6 Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan

10.944 11.617 11.226 11.262

7 Jasa Kemasyarakatan 161.913 133.065 128.734 141.237

8 Lainnya (Pertambangan, Listrik,

19.242 5.045 4.861 9.716

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 106

No. Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009

dan Air Minum)

Jumlah 1.666.258 1.175.411 1.135.145 1.324.930

Sumber : Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung tahun 2010.

Dalam hal indikator ketenagakerjaan, perubahan tingkat pengangguran

terkait erat dengan perubahan peningkatan indikator tingkat partisipasi

angkatan kerja (TPAK).

Pola penyerapan tenaga kerja dilihat dari kondisi TPAK tahun 2010

menunjukkan adanya peningkatan TPAK perempuan, dari 27.46% tahun

2009 menjadi 35,72% tahun 2010. Dilihat dari perbandingannya dengan

TPAK tenaga kerja berjenis kelamin laki-laki, TPAK tenaga kerja

perempuan relatif masih rendah. Peningkatan TPAK berjenis kelamin

perempuan tersebut dalam hal ini terlihat berdampak cukup signifikan

terhadap penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bandung, terutama jika

memperhatikan masih tingginya tingkat pengangguran angkatan kerja

perempuan (19,12%). Kondisi TPAK tersebut dalam perkembangannya di

tahun-tahun mendatang diharapkan dapat lebih berkontribusi terhadap

pengurangan tingkat pengangguran. Upaya meningkatkan TPAK

perempuan dalam hal ini diharapkan bisa meningkat sejalan dengan

bertambahnya persentase kesempatan kerja bagi perempuan di Kabupaten

Bandung. Perkembangan penyerapan tenaga kerja laki-laki maupun

perempuan, diupayakan dapat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan

investasi langsung dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Kabupaten

Bandung. Sinyal positif tersebut terlihat dari perkembangan sektor-sektor

ekonomi yang seyogyanya bisa member ruang partisipasi yang lebih tinggi

kepada angkatan kerja perempuan untuk lebih terlibat, seperti tercermin

dari peningkatan kontribusi sektor pertanian; sektor perdagangan, hotel

dan restoran; dan sektor jasa. Namun demikian, partisipasi perempuan

dalam angkatan kerja cenderung bisa berbeda antar kelompok umur,

menurut status perkawinan dan perbedaan tingkat pendidikan. Oleh sebab

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 107

itu secara natural dibandingkan dengan laki-laki, tingkat partisipasi

perempuan cenderung lebih rendah, tidak hanya karena peran ganda

mereka dalam rumahtangga, tetapi juga berkaitan dengan komitmen

perempuan untuk berpartisipasi dalam angkatan kerja selama

kehidupannya.

Perempuan cenderung keluar dari pasar kerja ketika mereka memasuki

masa perkawinan, melahirkan dan membesarkan anak, dan kemudian

kemungkinan mereka akan kembali ke dunia kerja ketika anak-anak sudah

cukup besar. Meningkatnya pencapaian tingkat pendidikan perempuan

juga biasanya dikiuti oleh meningkatnya tingkat partisipasi perempuan

dalam angkatan kerja. Terlepas dari adanya kemungkinan keterlibatan

faktor-faktor alamiah tersebut, diharapkan kombinasi peningkatan TPAK

angkatan kerja berjenis kelamin laki-laki maupun sebaliknya terhadap

TPAK perempuan akan semakin positif sejalan menekan tingkat

pengangguran sejalan dengan perubahan maupun transformasi pola-pola

produksi dan adaptasi sektoral terhadap penggunaan tenaga kerja di

Kabupaten Bandung.

Tabel 4. 15

Kondisi Ketenagakerjaan di Kabupaten Bandung Tahun 2010

No. Jenis Kelamin

2010 (%)

TPAK TPAK Kesempatan Kerja

Pengangguran 2009 2010

1. Laki-laki 76,32 70,56 94,16 5,84

2. Perempuan 27,46 35,72 80,88 19,12

Jumlah 52,00 53,44 89,80 10,20

Sumber : BPS Kabupaten Bandung, IPM Tahun 2010.

Peningkatan tenaga kerja perempuan tersebut ke depan diharapkan muncul

dari terserapnya mereka ke sektor-sektor yang secara tradisional banyak

menampung tenaga kerja perempuan seperti sektor perdagangan, hotel dan

restoran dan sektor pertanian. Masuknya perempuan kelapangan pekerjaan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 108

ini lebih dikarenakan dorongan pemenuhan dan usaha untuk menambah

penghasilan keluarga.

4.6. Kondisi Kemiskinan di Kabupaten Bandung

Persentase Rumah Tangga (RT) Miskin

Kemiskinan merupakan permasalahan krusial yang sangat berpengaruh

terhadap masyarakat di dalam mengakses pelayanan dasar yaitu pelayanan

pendidikan, pelayanan kesehatan dan kemampuan daya beli. Jumlah rumah

tangga miskin di Kabupaten Bandung pada tahun 2009 sebanyak 186.631

rumah tangga atau 21,07 % terhadap total jumlah rumah tangga. Jumlah ini

menurun bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (2007-2008), di

mana pada tahun 2007 jumlah rumah tangga miskin mencapai 184.638

rumah tangga (23,60 %) dan pada tahun 2008 mencapai 186.631 rumah

tangga (22,65 %).

Tabel 4. 16

Persentase Rumah Tangga (RT) Miskin di Kabupaten Bandung

Tahun 2007 s.d. 2009

No. Uraian 2007 2008 2009

1. Jumlah RT Miskin 184.638 185.064 186.631

2. Total RT 782.127 816.832 885.674

3. Angka Kemiskinan 2233,,6611 2222,,6666 2211,,0077

4. Persentase RT di atas Garis

Kemiskinan 76,39 77,34 78,93

Sumber : BPS Kabupaten Bandung Tahun 2007-2009.

Selanjutnya, presentase rumah tangga di atas garis kemiskinan pada tahun

2009 mencapai 78,93 %. Angka ini lebih besar bila dibandingkan dengan

tahun 2007-2008, di mana pada tahun 2006 presentase rumah tangga di atas

garis kemiskinan mencapai 76,39 % dan pada tahun 2008 mencapai 77,34

%.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 109

4.7. Kondisi Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Bandung

Pembangunan manusia sebagai insan dan sumberdaya pembangunan

merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, dilakukan pada seluruh siklus

hidup manusia yaitu sejak dalam kandungan hingga lanjut usia. Upaya tersebut

dilandasi oleh pertimbangan bahwa kualitas manusia yang baik ditentukan oleh

pertumbuhan dan perkembangannya sejak dalam kandungan, pembangunan

manusia yang baik merupakan kunci bagi tercapainya kemakmuran bangsa.

Selama periode 2006 – 2009 berbagai program yang telah dilaksanakan dapat

meningkatkan sember daya manusia Kabupaten Bandung yang ditandai dengan

meningkatnya derajat kesehatan masyarakat dan taraf pendidikan penduduk yang

berangsur meningkat.

Gambaran capaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan atas fokus

kesejahteraan sosial dilakukan terhadap indikator angka melek huruf, angka rata-

rata lama sekolah, angka partisipasi kasar, angka pendidikan yang ditamatkan,

angka partisipasi murni, angka kelangsungan hidup bayi, angka usia harapan

hidup, persentase penduduk yang memiliki lahan, dan rasio penduduk yang

bekerja.

a. Angka Melek Huruf

Peningkatan kualitas SDM ditandai oleh semakin meningkatnya Indeks

Pembangunan Manusia yang dapat terlihat dari tiga indikator utama, yaitu

kesehatan, pendidikan dan daya beli. Dalam indikator pendidikan dapat diukur

dari Angka Melek Huruf penduduk dewasa serta rata-rata lama sekolah. Faktor

lain yang berpengaruh terhadap kualitas pendidikan adalah belum idealnya rasio

siswa terhadap guru, rasio siswa terhadap daya tampung sekolah dan rasio guru

terhadap sekolah. Pencermatan atas data sebaran RLS dan AMH menunjukkan

bahwa ketersediaan sarana prasarana, aksesibilitas, serta kondisi sosial ekonomi,

berpengaruh pada peningkatan RLS dan AMH. Peningkatan signifikan AMH dan

RLS terjadi di daerah/wilayah yang berkarakter urban, sementara kondisi di

wilayah rural, akibat berbagai sebab mengalami perlambatan.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 110

Perkembangan Angka Melek Huruf di Kabupaten Bandung dari Tahun

2006 sampai dengan 2010 mempunyai kecenderungan trend yang

meningkat, walaupun rata-rata kenaikannya masih relatif kecil.

Tabel 4. 17

Perkembangan Angka Melek Huruf Tahun 2006 s.d. 2010

Kabupaten Bandung

No Uraian 2006 2007 2008 2009 2010

1 Jumlah penduduk usia diatas

15 tahun yang bisa membaca

dan menulis

3.545.469 2.220.802 2.173.926 2.243.466 2.494.907

2 Jumlah penduduk usia 15

tahun keatas

3.100.533 3.170.135 2.199.414 2.269.104 2.532.526

3 Angka Melek Huruf 98,70 98,75 98,84 98,87 98,51

Sumber: Suseda BPS Kabupaten Bandung

Sementara gambaran angka melek huruf per kecamatan selama tahun 2010, dapat

tergambarkan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 4. 18

Angka Melek Huruf tahun 2010

Kabupaten Bandung

No Kecamatan

Jumlah penduduk usia

diatas 15 tahun yang

bisa membaca dan

menulis

Jumlah

penduduk usia

15 tahun keatas

Angka Melek

Huruf

1 ARJASARI 68.858 71.081 96.87%

2 BALEENDAH 172.421 174.157 99.00%

3 BANJARAN 88.449 89.937 98.35%

4 BOJONGSOANG 80.897 81.740 98.97%

5 CANGKUANG 50.283 50.873 98.84%

6 CICALENGKA 84.480 85.384 98.94%

7 CIKANCUNG 62.424 63.458 98.37%

8 CILENGKRANG 36.066 36.898 97.75%

9 CILEUNYI 128.285 129.304 99.21%

10 CIMAUNG 55.724 57.711 96.56%

11 CIMENYAN 81.981 83.360 98.35%

12 CIPARAY 116.382 118.385 98.31%

13 CIWIDEY 57.339 58.374 98.23%

14 DAYEUHKOLOT 91.398 91.816 99.54%

15 IBUN 57.167 58.853 97.14%

16 KATAPANG 85.648 86.306 99.24%

17 KERTASARI 50.231 51.565 97.41%

18 KUTAWARINGIN 69.263 70.672 98.01%

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 111

No Kecamatan

Jumlah penduduk usia

diatas 15 tahun yang

bisa membaca dan

menulis

Jumlah

penduduk usia

15 tahun keatas

Angka Melek

Huruf

19 MAJALAYA 116.354 118.334 98.33%

20 MARGAASIH 105.354 106.361 99.05%

21 MARGAHAYU 97.870 98.093 99.77%

22 NAGREG 36.626 37.244 98.34%

23 PACET 76.385 78.439 97.38%

24 PAMEUNGPEUK 54.357 54.839 99.12%

25 PANGALENGAN 105.670 108.431 97.45%

26 PASEH 90.040 92.210 97.65%

27 PASIRJAMBU 62.413 63.106 98.90%

28 RANCABALI 37.105 37.841 98.06%

29 RANCAEKEK 132.363 133.348 99.26%

30 SOLOKANJERUK 61.006 61.778 98.75%

31 SOREANG 82.158 82.718 99.32%

Sumber: Suseda BPS Kabupaten Bandung, 2010

b. Angka Rata-rata Lama Sekolah

Tingginya kontribusi indeks pendidikan dipengaruhi oleh dua komponen

yaitu Rata-rata Lama Sekolah dan Angka Melek Hurup, setiap tahunnya ada

peningkatan. Hal ini dapat dilihat bahwa RLS pada tahun 2006 sebesar sebesar

8.41 , tahun 2007 sebesar 8.58 atau naik 0.17 dari tahun sebelumnya , tahun 2008

sebesar 8.87 atau naik 0.29, tahun 2009 sebesar 9,28 atau naik 0.41 dan pada

tahun 2010 proyrksi sebesar 9.47 atau naik 0,19, demikian pula AMH pada tahun

2006 sebesar 98.68 , tahun 2007 sebesar 98.71 atau ada kenaikan sebesar 0.03,

tahun 2008 sebesar 98.84 atau ada kenaikan sebesar 0,13, pada tahun 2009 sebesar

98,87 atau ada kenaikan sebesar 0.03. Berikut gambaran rata-rata lama sekolah

dari tahun 2006 sampai dengan 2009 per Kecamatan di Kabupaten Bandung:

Tabel 4. 19

Rata-Rata Lama Sekolah Tahun 2006 s.d Tahun 2009

Kabupaten Bandung

No Kecamatan 2006 2007 2008 2009

1 ARJASARI 9,43 9,47 9,51 9,52

2 BALEENDAH 9,14 9,21 9,28 9,29

3 BANJARAN 7,92 8,05 8,09 8,10

4 BOJONGSOANG 10,62 10,73 10,77 10,77

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 112

No Kecamatan 2006 2007 2008 2009

5 CANGKUANG 7,37 7,57 7,59 7,59

6 CICALENGKA 9,36 9,40 9,45 9,46

7 CIKANCUNG 7,87 7,90 7,93 7,93

8 CILENGKRANG 7,98 8,05 8,06 8,06

9 CILEUNYI 10,09 10,18 10,23 10,24

10 CIMAUNG 8,10 8,10 8,12 8,13

11 CIMENYAN 9,16 9,19 9,22 9,22

12 CIPARAY 9,15 9,20 9,27 9,28

13 CIWIDEY 7,42 7,97 8,00 8,00

14 DAYEUHKOLOT 10,39 10,49 10,54 10,54

15 IBUN 8,45 8,50 8,53 8,54

16 KATAPANG 9,83 9,99 10,05 10,06

17 KERTASARI 6,66 6,74 6,76 6,76

18 KUTAWARINGIN 7,24 7,27 7,27

19 MAJALAYA 8,94 9,03 9,08 9,09

20 MARGAASIH 9,94 9,99 10,04 10,04

21 MARGAHAYU 10,98 11,03 11,08 11,09

22 NAGREG 8,91 8,94 8,96 8,97

23 PACET 8,51 8,62 8,67 8,67

24 PAMEUNGPEUK 9,51 9,56 9,58 9,59

25 PANGALENGAN 8,05 8,09 8,13 8,14

26 PASEH 7,83 7,96 8,00 8,00

27 PASIRJAMBU 7,49 7,64 7,66 7,67

28 RANCABALI 7,40 7,46 7,48 7,48

29 RANCAEKEK 10,11 10,16 10,23 10,24

30 SOLOKANJERUK 7,72 7,76 7,79 7,79

31 SOREANG 7,88 8,09 8,13 8,13

Sumber: IPM BPS Kabupaten Bandung

c. Angka Partisipasi Murni

Angka Partisipasi Murni di Kabupaten Bandung dari tiap jenjang

pendidikan meningkat setiap tahunnya, kecuali pada tahun 2008 terjadi penurunan

terutama pada jenjang Perguruan Tinggi. Hal tersebut terjadi, karena adanya krisis

ekonomi yang berpengaruh pada tingginya angka drop out (DO). Kondisi tersebut

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 113

didukung oleh kurang meratanya kesempatan penduduk di pedesaan dalam

mengakses pendidikan. Hal ini kemungkinan karena gencarnya promosi program

pendidikan dasar yang dilakukan pemerintah di berbagai daerah secara luas

dengan disertai oleh bermacam-macam kucuran dana bantuan pendidikan mulai

terbatas pada kelompok masyarakat miskin hingga yang sifatnya menyeluruh

seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Gambaran mengenai angka partisipasi murni (APM) di Kabupaten

Bandung, tersajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4. 20

APM SD,SMP, SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2006-2009

TAHUN Jenjang Pendidikan

SD SMP SMA PT

2006 91.01 63.27 35.91 5.24

2007 90.96 66.02 34.73 6.62

2008 85.54 64.97 34.41 1.49

2009 93.17 72.63 43.27 6.20

Sumber: DInas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung

Selain APM, Angka Partisipasi Kasar (APK) sering digunakan untuk

menunjukan berapa besar anak usia menurut tingkat pendidikan tertentu berada

dalam lingkup pendidikan dan penyerapan dunia pendidikan formal terhadap

penduduk usia sekolah. APK di Kabupaten Bandung dari tiap jenjang pendidikan

selalu meningkat tiap tahunnya. Berikut ini gambaran mengenai APK di

Kabupaten Bandung:

Tabel 4. 21

APK SD,SMP, SMA di Kabupaten Bandung Tahun 2006-2009

TAHUN Jenjang Pendidikan

SD SMP SMA PT

2006 125.91 80.25 45.79 7.78

2007 101.99 84.27 46.72 8.88

2008 96.18 80.06 40.79 13.59

2009 105.69 88.2 59.61 8.24

Sumber: DInas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 114

d. Ketenagakerjaan

Salah satu indikator yang biasa digunakan untuk menggambarkan tingkat

kesejahteraan masyarakat adalah laju pertumbuhan angkatan kerja yang terserap

pada lapangan pekerjaan. Tingginya angkatan kerja di suatu daerah secara

langsung dapat menggerakan perekonomian daerah tersebut. Hal sebaliknya dapat

mengakibatkan timbulnya masalah sosial. Gambaran kondisi ketenagakerjaan

seperti persentase angkatan kerja yang bekerja dan distribusi lapangan pekerjaan

sangat berguna dalam melihat prospek ekonomi suatu daerah. Pertumbuhan

ekonomi dapat dilihat apakah benar-benar digerakan oleh produksi yang

melibatkan tenaga kerja daerah atau karena pengaruh faktor lain. Banyaknya

penduduk yang bekerja akan berdampak pada peningkatan pendapatan.

Peningkatan pendapatan penduduk sangat menentukan pemenuhan kebutuhan

hidup yang layak (peningkatan kemampuan daya beli).

Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) di Kabupaten Bandung

mencapai 52 %. Jika dilihat berdasarkan perspektif jender, TPAK perempuan

hanya mencapai 27,46 % relatif jauh dibandingkan laki-laki yang mencapai 76,32

%. Perempuan cenderung kurang memiliki akses untuk memasuki dunia kerja, hal

ini kemungkinan disebabkan karena sebagian besar perempuan usia produktif

berada pada posisi sebagai ibu rumah tangga.

Berkaitan hal di atas, kesempatan kerja mencapai 87,49 % dan tingkat

pengangguran terbuka mencapai 12,51 % yang pada umumnya didominasi oleh

perempuan sebesar 17,86 %.

Tabel 4. 22

Kondisi Ketenagakerjaan di Kabupaten Bandung Tahun 2009

No Jenis Kelamin

Capaian (%)

TPAK Kesempatan

Kerja Pengangguran

1 Laki-laki 76,32 89,39 10,61

2 Perempuan 27,46 82,14 17,86

Jumlah 52,00 87,49 12,51

Sumber : BPS Kabupaten Bandung, IPM 2009.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 115

Lapangan pekerjaan di Kabupaten Bandung umumnya bergerak pada sektor:

pertanian, industri, perdagangan, jasa dan lainnya (pertambangan, listrik gas dan

air, angkutan dan komunikasi, koperasi dan lembaga keuangan). Penyerapan

tenaga kerja (usia 10 tahun ke atas) pada sektor pertanian mencapai 21,87 %, pada

sektor industri 29,87 %, perdagangan 18,75 %, jasa 12,49 % dan pada sektor

lainnya menyerap tenaga kerja 17,02 %.

4.8. Kondisi Sektor Pertanian di Kabupaten Bandung

Perbedaan kondisi geografis wilayah mengakibatkan perbedaan sumber

daya alam yang dimiliki, sehinga berdampak pada perbedaan komoditi unggulan

yang diusahakan di setiap wilayah. Oleh karena itu Kabupaten Bandung memiliki

banyak komoditi unggulan yang dihasilkan oleh masing-masing wilayah, baik dari

sektor petanian maupun dari sektor industri pengolahan yang memanfaatkan

bahan baku hasil pertanian.

Diantara komoditi-komoditi unggulan yang dimiliki masing-masing

wilayah di Kabupaten Bandung, terdapat beberapa komoditi yang menjadi

unggulan tidak hanya di tingkat kabupaten tetapi sampai ke tingkat propinsi dan

nasional. Komoditi-komoditi tersebut dapat dikategorikan sebagai komoditi khas

Kabupaten Bandung. Khasnya komoditi unggulan tersebut dapat dilihat dari jenis

komoditinya yang hanya dihasilkan atau sebagian besar produksinya terpusat di

Kabupaten Bandung, dan juga dapat dilihat dari cita rasa yang dimiliki berbeda

dengan komodtit yang sama yang dihasilkan daerah lain.

Komoditi-komoditi khas yang menjadi unggulan di Kabupaten Bandung

diantaranya dari sektor pertanian yaitu stroberi, kopi, sapi perah dan produk

turunannya. Sementara dari sektor industri diantaranya industri peralatan

pertanian dan industri kerajinan wayang golek. Komoditi-komoditi tersebut

menjadi unggulan baik untuk tingkat propinsi maupun tingkat nasional, bahkan

beberapa komoditi telah dapat bersaing di pasar internasional.

1. Pertanian

Pertanian telah mempengaruhi kehidupan masyarakat di wilayah ini,

baik secara ekonomi maupun sosial budaya. Berdasarkan pada besarnya

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 116

potensi yang dimiliki, Pemerintah Kabupaten Bandung telah

menetapkan Sektor Pertanian sebagai salah satu core bussiness dan

leading sector di samping industri manufaktur dan pariwisata, serta

merupakan andalan pada pembangunan bidang ekonomi.

Kabupaten Bandung memiliki kondisi iklim, lahan dan sumberdaya

hayati yang sangat mendukung pengembangan usaha aneka jenis

komoditas pertanian, mulai dari tanaman pangan, hortikultura,

perkebunan dan kehutanan. Kawasan ini juga telah memiliki akses

pasar yang cukup baik ke Kota Bandung dan JABODETABEK dengan

penduduk berdaya beli cukup baik, sehingga sangat berpeluang untuk

memposisikan diri sebagai pemasok utama produk agribisnis bagi

masyarakat di wilayah tersebut.

Keragaman sosial ekonomi di Kawasan Metropolitan Bandung menjadi

sasaran pasar lokal pengembangan komoditas hortikultura. Secara

umum, Kabupaten Bandung sampai saat ini masih merupakan daerah

sentra produksi sayuran terbesar di Jawa Barat. Dari 79.065 hektar

pertanaman sayuran di Jawa Barat pada tahun 2006, seluas 27.606

hektar di antaranya (atau 35%) adalah pertanaman sayuran di

Kabupaten Bandung. Setelah pemekaran Kabupaten Bandung, maka

budidaya hortikultura dipusatkan pengembangannya di kawasan

Bandung Selatan dengan komoditas unggulan kentang, kubis, paprika,

tomat, wortel, bawang merah dan cabe merah.

Kondisi budidaya Hortikultura di Kawasan Bandung Selatan walau pun

telah mempunyai tujuan pemasaran yang jelas, tetapi masih dirasakan

belum optimal. Hal ini, dikarenakan penjualan komoditas hortikultura

masih didominasi oleh produk segar, sedangkan produk olahan

hortikultura belum banyak berkembang sehingga nilai tambah produk

masih terbatas, produktivitas, kualitas dan diversifikasi produk belum

optimal, sehingga kurang memiliki daya saing.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 117

2. Peternakan dan Perikanan

Berdasarkan potensi perikanan, pengembangan sektor ini diarahkan di

Kecamatan Ibun, Majalaya, Ciparay, Pacet dan Bojongsoang dan

pemanfaatan/pengelolaan situ-situ di Kecamatan Pangalengan,

Rancabali, Ibun dan Kertasari. Sementara untuk perikanan,

pengembangan dan intensifikasi difokuskan di Kecamatan

Pangalengan, Kertasari, Ciwidey, Pasirjambu, Arjasari, Cikancung,

Ibun, Pacet, Paseh dan Cimaung.

Tabel 4. 23

Kawasan/Sentra Unggulan Perikanan di Kabupaten Bandung

NO KECAMATAN

KOMODITAS UNGGULAN

Kolam

Sawah

Jaring Kolam PENANGKAPAN

IKAN

Air

Tenang Terapung

Air

Deras

DI PERAIRAN

UMUM

1 Cileunyi X X

2 Cimenyan X X

3 Cilengkrang X

4 Bojongsoang X X

5 Margahayu X X

6 Margaasih X

7 Katapang X X

8 Dayeuhkolot X X

9 Banjaran X X X

10 Pameungpeuk X X

11 Pangalengan X X

12 Arjasari X X

13 Cimaung X X

14 Cicalengka X X

15 Cikancung X X

16 Rancaekek X X

17 Ciparay X X

18 Pacet X X X

19 Kertasari X X

20 Baleendah X X

21 Majalaya X X X

22 Paseh X X

23 Ibun X X X X

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 118

NO KECAMATAN

KOMODITAS UNGGULAN

Kolam

Sawah

Jaring Kolam PENANGKAPAN

IKAN

Air

Tenang Terapung

Air

Deras

DI PERAIRAN

UMUM

24 Soreang X X X

25 Pasirjambu X X X

26 Ciwidey X X X

27 Rancabali X

28 Cangkuang X X X

29 Nagreg

30 Solokanjeruk

KETERANGAN :

X : Potensi

Sumber: PERDA NOMOR 3 TAHUN 2008 tentang RTRW Kabupaten Bandung 2007-2027

Sementara untuk potensi peternakan, dapat tergambarkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4. 24

Kawasan/Sentra Unggulan Peternakan di Kabupaten Bandung

NO KECAMATAN

POTENSI YANG ADA/KOMODITAS UNGGULAN

Sapi

Perah

Sapi

Potong Kerbau Domba Kuda Ayam Ras

Petelur

Ayam Ras

Pedaging

Itik

1 Cileunyi X X X X X X X X

2 Cimenyan X X X X X

3 Cilengkrang X X X X X X X X

4 Bojongsoang X X

5 Margahayu X X X

6 Margaasih X X X X X

7 Katapang X X X X X

8 Dayeuhkolot X X X

9 Banjaran X X X X X

10 Pameungpeuk X X X X

11 Pangalengan X X X X X X

12 Arjasari X X X X X X

13 Cimaung X X X X X X

14 Cicalengka X X X X X X X

15 Cikancung X X X X X X X

16 Rancaekek X X X X X X X

17 Ciparay X X X X X X X X

18 Pacet X X X X X X X

19 Kertasari X X X X X

20 Baleendah X X X X

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 119

NO KECAMATAN

POTENSI YANG ADA/KOMODITAS UNGGULAN

Sapi

Perah

Sapi

Potong Kerbau Domba Kuda Ayam Ras

Petelur

Ayam Ras

Pedaging

Itik

21 Majalaya X X X X X X

22 Paseh X X X X X X X

23 Ibun X X X X X X

24 Soreang X X X X X X

25 Pasirjambu X X X X X X X X

26 Ciwidey X X X X X X X

27 Rancabali X X X X X

28 Cangkuang X X X X X X

29 Nagreg

30 Solokanjeruk

KETERANGAN :

X : Potensi

Sumber: PERDA NOMOR 3 TAHUN 2008 tentang RTRW Kabupaten Bandung 2007-

2027

4.9. Kondisi Sektor Industri di Kabupaten Bandung

Gambaran umum kondisi daerah terkait dengan urusan perindustrian salah

satunya dapat dilihat dari indikator kinerja sebagai berikut :

Pertumbuhan Industri

Kecenderungan membaiknya perekonomian nasional dan regional merupakan

salah satu faktor pendorong pertumbuhan sektor industri. Sektor industri di

Kabupaten Bandung mempunyai kontribusi besar terhadap PDRB Kabupaten

Bandung, terutama indutsri olahan. Total jumlah industri di Kabupaten

Bandung pada tahun 2010 secara keseluruhan mengalami peningkatan bila

dibandingkan dengan tahun 2009, yaitu dari 701 industri menjadi 751 industri

pada tahun 2010. Peningkatan ini terjadi pada industri kecil, di mana pada

tahun 2009 berjumlah sebanyak 535 industri, dan pada tahun 2010 berjumlah

580 industri.

Apabila dilihat dari table pertumbuhan industri, mengalami kenaikan setiap

tahunnya pada industry kecil dari tahun 2006 sampai tahun 2010 dengan

kenaikan yang signifikan yaitu sebanyak 144 industri kecil. Pada industry

menengah juga mengalamikenaikan sebanyak 38 industri, sedangkan industry

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 120

besar naik sebanyak 16 industri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

di bawah ini.

Tabel 4. 25

Pertumbuhan Industri di Kabupaten Bandung

Tahun 2006 s.d 2010

Tabel Industri Aglomika

No Tahun

Industri Agro Industri Kimia Industri Elekronik Jml

Indust.

Besar

Jml

Indust

Menengh

Jml

Indust

kecil. Besar Mengah Kecil Besar Mengah Kecil Besar Mengah Kecil

1 2006 16 13 51 4 19 67 2 7 28 22 36 146

2 2007 18 21 61 6 24 92 4 8 39 28 53 192

3 2008 18 21 65 6 30 99 4 8 41 28 59 205

4 2009 19 22 69 9 30 103 4 9 42 32 61 214

5 2010 19 22 69 10 30 106 5 9 43 34 61 218

Tabel Industri Aneka

No Tahun

Industri tekstil dan produk

tekstil

Industri kulit dan produk

kulit

Industri kerajinan dan

aneka Jml

Indust.

Besar

Jml

Indust

Menengh

Jml

Indust

kecil. Besar Mengah Kecil Besar Menga

h Kecil Besar Mengah Kecil

1 2006 26 30 250 2 1 15 - - 25 28 31 290

2 2007 27 32 260 2 1 16 - 1 26 29 34 302

3 2008 28 34 265 2 2 17 - 2 27 30 36 309

4 2009 29 36 275 2 3 17 - 3 29 31 42 321

5 2010 30 37 300 2 3 30 - 4 32 32 44 362

Tabel Total Pertumbuhan Industri

No Uraian Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

1 Industri Besar 50 57 58 63 66

2 Industri Menengah 67 87 101 103 105

3 Industri Kecil 436 494 514 535 580

Jumlah total industri 553 638 673 701 751

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung Tahun 2010

dan LKPJ Bupati Bandung Tahun 2009.

Kontribusi Sektor Perindustrian terhadap PDRB

Sektor perindustrian di Kabupaten Bandung berkontribusi paling besar

terhadap perolehan nilai PDRB Kabupaten Bandung. Pada tahun 2010

persentase kontribusi sektor perindustrian terhadap PDRB Kabupaten Bandung

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 121

berdasarkan harga berlaku mencapai 59,601 % dan berdasarkan harga konstan

mencapai 60,610 %. Bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (2006-

2009) persentase kontribusi sektor ini mengalami penurunan baik berdasarkan

harga berlaku maupun berdasarkan harga konstan. Persentase kontribusi sector

perindustrian pada tahun 2006-2009 berdasarkan harga berlaku masing-masing

sebesar 60,739 %; 60,487 %, 60,788 %, dan 60,002% dan berdasarkan harga

konstan mencapai 61,444 %; 61,436 %, 61,556 %, dan 60,982%.

Berikut adalah gambaran secara lengkap mengenai persentase kontribusi sektor

perindustrian terhadap PDRB Kabupaten Bandung selama kurun waktu tahun

2006-2010.

Tabel 4. 26

Kontribusi Sektor Perindustrian terhadap PDRB

Kabupaten Bandung Tahun 2006 s.d 2010

No. Uraian

Dalam Jutaan Rupiah

2006 2007 2008 2009 2010

1. Kontribusi Sektor Perin-

dustrian :

- ADH Berlaku 17.876.119,11 20.154.147,70 23.275.745,49 24.565.562,89 27.471.535,02

- ADH Konstan 10.838.753,39 11.478.643,51 12.110.396,65 12.519.327,64 13.173.587,93

2. Jumlah PDRB :

- ADH Berlaku 29.431.046,06 33.319.630,76 38.289.735,12 40.941.217,98 46.092.238,72

- ADH Konstan 17.640.170,09 18.683.930,04 19.673.732,61 20.529.643,24 21.734.661,19

3. Persentase Kontribusi

Sektor Perindustrian thd

PDRB

- ADH Berlaku 60,739 60,487 60,788 60,002 59,601

- ADH Konstan 61,444 61,436 61,556 60,982 60,610

Sumber : BPS Kabupaten Bandung (PDRB Kabupaten Bandung Tahun 2006-

2010).

4.10. Kondisi Investasi di Kabupaten Bandung

Meningkatnya daya saing perekonomian dapat terlihat dari peningkatan

investasi langsung di Kabupaten Bandung. Disisi lain, hubungan antara daya saing

ekonomi dengan peningkatan investasi diduga bersifat hubungan dua arah (sebab-

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 122

akibat). Oleh sebab itu, dalam kerangka mendorong kenaikkan investasi

dibutuhkan adanya pra kondisi dimana faktor-faktor yang dapat menjadi daya

tarik investasi harus mampu dikelola sedemikian rupa sehingga menarik bagi

investor untuk menanamkan modalnya di Kabupaten Bandung. Beberapa faktor

yang menjadi daya tarik investasi di suatu wilayah/negara adalah sebagai berikut

(Tabel 3.18):

Daya tarik investasi antara lain dipengaruhi oleh sejumlah faktor,

seperti faktor bisnis, faktor pendukung, faktor tenaga kerja, faktor biaya, dan

faktor infrastruktur. Faktor bisnis direpresentasikan melalui pertimbangan adanya

daya tarik investasi karena alasan kedekatan dengan pasar. Bila dicermati

kondisinya saat ini, sebagian besar investasi di Kabupaten Bandung adalah

investasi di sektor sekunder dan tersier, seperti di sektor industri manufaktur dan

sektor jasa perdagangan. Melihat kondisi tersebut, posisi Kabupaten Bandung

Bandung jelas sangat mendukung karena pertimbangan utama investor adalah

melihat/mempertimbangkan kedekatan dengan pasar. Jumlah penduduk

Kabupaten Bandung saat ini sudah mencapai 3 juta jiwa lebih, ditambah

bertambahnya tingkat kunjungan warga dari luar ke Kabupaten Bandung, maka

hal tersebut jelas sangat mendukung. Wilayah perekonomian Kabupaten Bandung

merupakan pasar eksisting dan pasar potensial dalam memasarkan produk barang

dan jasa tertentu, mengingat tingginya jumlah penduduk dan pengunjung ke

Kabupaten Bandung. Tingginya kunjungan masyarakat luar Kabupaten Bandung

ke depan akan semakin banyak, sejalan dengan pengembangan sejumlah ruas

jalan dan peningkatan infrastruktur lainnya.

Faktor bisnis sangat memungkinkan menjadi daya tarik utama investasi ke

Kabupaten Bandung, selain dekat dengan pasar, wilayah perekonomian

Kabupaten Bandung juga memiliki ketersediaan bahan mentah yang cukup.

Berkembangnya investasi di Kota Bandung juga didukung dengan kedekatan

dengan konsumen. Satu-satunya pertimbangan yang memungkinkan daya saing

investasi di Kabupaten Bandung ke depan akan mengalami persoalan adalah

kesiapan lokasi. Kesiapan lokasi, terutama mengingat mulai tingginya harga tanah

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 123

dan tingginya tingkat persaingan penggunaan lahan (di sejumlah kawasan

tertentu) di Kabupaten Bandung menyebabkan pengembangan investasi ke depan

kurang bisa bergerak secara leluasa. Kondisi tersebut dapat diatasi dengan

berbagai hal, diantaranya mengembangkan kawasan-kawasan investasi ke

pinggiran Kabupaten Bandung, sehingga tidak terkonsentari di hanya kawasan

tertentu. Disisi lain, upaya menata secara baik perencanaan dan pola penggunaaan

lahan melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang baik sangat

dibutuhkan dan menjamin keselarasan pengembangan investasi dengan daya

dukung lokasi investasi di Kabupaten Bandung Bandung. Untuk itu, jalur

transportasi/aksesibilitas dari Kabupaten Bandung ke Kabupaten/Kota di

sekitarnya harus lebih baik, sehingga masalah lokasi bisa diantasi dengan adanya

sinergi di wilayah-wilayah sekitar.

Tabel 4. 27

Faktor Daya Tarik Investasi

Faktor Pertimbangan

Bisnis Kedekatan Dengan Pasar

Ketersedian Bahan Mentah

Kedekatan Dengan Konsumen

Kesiapan Lokasi

Pendukung Dukungan Perbankan

Dukungan Pemerintah

Dukungan Bahasa dan Karakteristik Lokal

Tingkat Pajak Perusahan (Insentif)

Tenaga Kerja Ketersedian Buruh

Keterampilan Buruh

Karakteristik Perburuhan

Biaya Harga dan Sewa Tanah

Upah Buruh

Infrastruktur Kualitas Infratruktur Transportasi

Kedekatan Dengan Pelabuhan dan Bandar Udara

Sumber: Laporan Perekonomian Indonesia, BI (2009)/World Competitiveness

Report (2009)

sampai saat ini baru mencapai 30 investor, yaitu terdiri dari 5 investor dalam

negeri dan 25 investor asing. Jumlah ini meningkat bila dibandingkan

dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana jumlah investor yang

menanamkan modalnya di Kabupaten Bandung pada tahun 2006 sebanyak 8

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 124

investor, tahun 2007 sebanyak 22 investor dan tahun 2008 sebanyak 17

investor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4. 28

Jumlah Investor PMDN/PMA

di Kabupaten Bandung Tahun 2006-2009

No. Uraian Jumlah Investor

2006 2007 2008 2009

1. PMDN 2 3 5 5

2. PMA 6 19 12 25

3. Total 8 22 17 30

Sumber : BPMP Kabupaten Bandung, Tahun 2010.

Semakin banyak nilai realisasi investasi PMDN dan PMA maka semakin

menggambarkan ketersediaan pelayanan penunjang yang dimililiki daerah

berupa ketertarikan investor untuk meningkatkan investasinya di daerah.

Dan semakin banyak realisasi proyek maka akan semakin menggambarkan

keberhasilan daerah dalam memberi fasilitas penunjang pada investor untuk

merealisasikan investasi yang telah direncanakan.

Tabel 4. 29

Jumlah Investasi PMDN/PMA di Kabupaten Bandung

Tahun 2007 s.d. 2009

Tahun

Persetujuan Realisasi

Jumlah

Proyek Nilai Investasi

Jumlah

Proyek Nilai Investasi

2007 28 1.151.199.749,00 21 308.486.784,80

2008 34 877.033.716,00 16 343.628.770,00

2009 22 682.269.594,00 13 89.634.094,00

Indikator Investasi Lainnya (Kondisi Tahun 2011)

Januari-Juni Tahun 2011 jumlah kegiatan investasi PMA di Kabupaten Bandung

sebanyak 9 LKPM (Laporan Kegiatan Penanaman Modal) dengan nilai sebesar

Rp.32,5 Milyar

Januari-Juni Tahun 2011 jumlah kegiatan investasi PMDN di Kabupaten Bandung

sebanyak 5 LKPM (Laporan Kegiatan Penanaman Modal) dengan nilai sebesar

Rp.84,5 Milyar

Untuk PMA, Kabupaten Bandung menempati urutan ke 6 dari 26 Kabupaten/Kota di

Jabar dan untuk PMDN menempati urutan ke 7 dari 26 Kab/Kota di Jabar

Untuk dampak PMA dan PMDN terhadap penyerapan tenaga kerja: PMA di

Kabupaten Bandung menyerap 1.892 tenaga kerja dan PMDN sebanyak 1.136 tenaga

kerja. Dalam hal penyerapan tenaga kerja, peringkat penyerapan tenaga kerja dari

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 125

Tahun

Persetujuan Realisasi

Jumlah

Proyek Nilai Investasi

Jumlah

Proyek Nilai Investasi

PMA di Kabupaten Bandung menempati urutan ke 11 (dari 26 kab/Kota di Jabar) dan

untuk penyerapan tenaga kerja oleh PMDN menempati urutan ke 3

Sumber : BPMP Kabupaten Bandung Tahun 2010 dan BKPPMD Jabar 2011

Jumlah realisasi proyek PMDN/PMA yang berinvestasi di Kabupaten

Bandung pada tahun 2009 sebanyak 13 proyek, dengan jumlah investasi

sebesar Rp 89.634.094,00. Jumlah realisasi ini lebih kecil bila dibandingkan

dengan jumlah investasi yang disetujui, yaitu 22 proyek sebesar Rp

682.269.594,00. Bila dibandingkan dengan investasi pada tahun-tahun

sebelumnya, jumlah investasi pada tahun 2009 menurun sebesar 73,92 %

bila dibandingkan dengan tahun 2008 dan menurun 70,94 % bila

dibandingkan dengan tahun 2007. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

4.11. Kondisi Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)

di Kabupaten Bandung

Sektor perdagangan (perdagangan, hotel dan restoran) mempunyai

kontribusi cukup signifikan terhadap perolehan nilai PDRB Kabupaten Bandung,

yaitu berkontribusi kedua paling besar setelah sector perindustrian. Pada tahun

2010 kontribusi sektor perdagangan terhadap capaian PDRB Kabupaten Bandung

berdasarkan harga berlaku mencapai Rp 7.796.200.550 dan berdasarkan harga

konstan mencapai Rp 3.474.795.780. Adapun jumlah PDRB Kabupaten Bandung

tahun 2010 berdasarkan harga berlaku mencapai Rp 46.092.238.720 dan

berdasarkan harga konstan mencapai Rp 21.734.661.190. Dengan demikian dapat

diketahui bahwa persentase kontribusi sektor perdagangan terhadap PDRB

Kabupaten Bandung tahun 2009 sebesar 16,914 % berdasarkan harga berlaku dan

15,987 % berdasarkan harga konstan. Persentase kontribusi ini meningkat bila

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (2006-2009), yaitu persentase

konstribusi sektor perdagangan pada tahun 2006 berdasarkan harga berlaku

mencapai 15,062 %, pada tahun 2007 mencapai 15,342 %, pada tahun 2008

mencapai 15.684 %, dan pada tahun 2009 mencapai 16,561 %. Persentase

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 126

konstribusi sektor perdagangan pada tahun 2006 berdasarkan harga konstan

mencapai 14,881 %, pada tahun 2007 mencapai 15,092 %, pada tahun 2008

mencapai 15,222 %, dan pada tahun 2009 mencapai 15,642 %.

Berikut adalah gambaran secara lengkap mengenai kontribusi sektor

perdagangan (perdagangan, hotel dan restoran) terhadap PDRB Kabupaten

Bandung selama kurun waktu tahun 2006-2010.

Tabel 4. 30

Kontribusi Sektor Perdagangan (Perdagangan, Hotel dan Restoran)

terhadap PDRB Kabupaten Bandung

Tahun 2006 s.d 2010

No. Uraian

Dalam Jutaan Rupiah

2006 2007 2008 2009 2010

1. Kontribusi Sektor

Perdagangan

(PPerdagangan,

Hotel dan

Restoran) :

- ADH Berlaku 4.432.799,58 5.112.043,54 6.005.197,92 6.780.385,10 7.796.200,55

- ADH Konstan 2.625.092,39 2.819.715,77 2.994.763,36 3.211.263,99 3.474.795,78

2. Jumlah PDRB :

- ADH Berlaku 29.431.046,06 33.319.630,76 38.289.735,12 40.941.217,98 46.092.238,72

- ADH Konstan 17.640.170,09 18.683.930,04 19.673.732,61 20.529.643,24 21.734.661,19

3. Persentase

Kontribusi Sektor

Perdagangan

(Perdagangan,

Hotel dan

Restoran) thd

PDRB

- ADH Berlaku 15,062 15,342 15,684 16,561 16,914

- ADH Konstan 14,881 15,092 15,222 15,642 15,987

Sumber : BPS Kabupaten Bandung (PDRB Kabupaten Bandung Tahun 2006-2010).

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 127

4.12. Kondisi Sektor Pariwisata di Kabupaten Bandung

Dalam pengembangan sektor pariwisata, Kabupaten Bandung mempunyai

cukup banyak potensi dan sebagian besar merupakan wisata alam dan agro.

Rincian wisata dan lokasi adalah sebagai berikut:

Kawasan Pariwisata Alam, meliputi : Gunung Patuha/Kawah Putih, Ranca

Upas, Cimanggu, Walini, Situ Patengan, Kawah Cibuni, Curug Cisabuk

(Kecamatan Rancabali), Gunung Puntang (Kecamatan Cimaung), Cibolang,

Punceling, Situ Cileunca, Kawah Gunung Papandayan, Arung Jeram

Palayangan (Kecamatan Pangalengan), Situ Cisanti (Kecamatan Kertasari),

Kawah kamojang, Situ Ciarus (Kecamatan Ibun), Gunung Keneng

(Kecamatan Ciwidey), Curug Cinulang (Kecamatan Cicalengka), Curug Eti

(Kecamatan Majalaya), Situ Sipatahunan (Kecamatan Baleendah), Oray

Tapa (Kecamatan Cimenyan), Batukuda (Kecamatan Cilengkrang), Curug

Cilengkrang (Kecamatan Cilengkrang), Curug Simandi Racun (Kecamatan

Pacet);

Kawasan Pariwisata Budaya, meliputi : Gunung Padang (Kecamatan

Ciwidey), Rumah adat Cikondang, Rumah Hitam (Kecamatan

Pangalengan), Rumah Adat Bumi Alit (Kecamatan Banjaran), Situs

Kampung Mahmud (Kecamatan Margaasih), Situs Karang Gantung

(Kecamatan Pacet), Situs Bojonmenje (Kecamatan Rancaekek), Sentra Seni

Jelekong (Kecamatan Baleendah), Sentra Seni Cimenyan (Kecamatan

Cimenyan), Sentra Kerajinan (Kecamatan Pasirjambu), Sentra wisata seni

Benjang (Kecamatan Cileunyi).

Kawasan Pariwisata Agro, meliputi :

1. Agrowisata Strawberry : Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan

Rancabali, Kecamatan Ciwidey, Kecamatan Pacet, Kecamatan

Arjasari, Kecamatan Pangalengan, Kecamatan Ibun, Kecamatan

Paseh;

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 128

2. Agrowisata Teh : Kertamanah, Malabar (Kecamatan Pangalengan),

Rancabali (Kecamatan Rancabali), Gambung (Kecamatan

Pasirjambu);

3. Agrowisata Sayuran : Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Rancabali,

Kecamatan Ciwidey, Kecamatan Pacet, Kecamatan Kertasari,

Kecamatan Arjasari, Kecamatan Pangalengan;

4. Agrowowisata Herbal : Kecamatan Rancabali, Kecamatan

pasirjambu, Kecamatan Ciwidey.

Kawasan Pariwisata Terpadu dan Olahraga, meliputi : Stadion Si Jalak Harupat

(Kecamatan Kutawaringin), Arena Golf Margahayu/BIG (Kecamatan

Margahayu), arena Dago Golf (Kecamatan Cimenyan), Kawasan Wisata Terpadu

Cimenyan (Kecamatan Cimenyan), Arena Golf (Kecamatan Cikancung), serta

Kawasan Pariwisata Terpadu Sekitar Situ Cileunca (Kecamatan Pengalengan).

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 129

BAB V ANALISIS KETERKAITAN

ANTAR SEKTOR EKONOMI

DAN ANTAR DAERAH

DI WILAYAH

KABUPATEN BANDUNG

5.1. Analisis Sektor Basis Kabupaten Bandung

Salah satu tujuan dari pada kebijaksanaan pembangunan adalah

mengurangi perbedaan dalam tingkat perkembangan atau pembangunan dan

kemakmuran antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Setelah otonomi

daerah, masing-masing daerah sudah lebih bebas dalam menentukan

sektor/komoditi yang diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan pemerintah

daerah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan dan kelemahan di

wilayahnya menjadi semakin penting. Sektor yang memiliki keunggulan,

memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat

mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang.

Location Quotient (LQ) adalah suatu perbandingan tentang besarnya

peranan suatu sektor ekonomi di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor

ekonomi tersebut secara nasional. Menggunakan LQ sebagai petunjuk adanya

keunggulan komparatif dapat digunakan bagi sektor-sektor yang telah

berkembang, sedangkan bagi sektor yang baru atau sedang tumbuh apalagi yang

selama ini belum pernah ada, LQ tidak dapat dipergunakan karena produk

totalnya belum menggambarkan kapasitas riil daerah tersebut.

Keterkaitan perekonomian Kabupaten/Kota di Wilayah Kabupaten

Bandung dengan wilayah yang lebih luas seperti Jawa Barat dapat diidentifikasi

dari penghitungan analisis Location Quotient (LQ). Dengan analisis ini dapat

dideskripsikan dampak perbandingan relatif sumbangan sektor suatu daerah

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 130

dengan daerah yang lebih luas. Indikator yang digunakan untuk melihat kondisi

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Jika nilai LQ > 1 berarti sektor tersebut dapat memenuhi konsumsi daerahnya

sendiri, juga konsumsi daerah lain (potensi eksport).

2. Jika nilai LQ = 1 berarti sektor tersebut hanya dapat memenuhi konsumsi

daerahnya sendiri.

3. Jika nilai LQ < 1 berarti sektor tersebut tidak cukup untuk memenuhi

konsumsi daerahnya sendiri bahkan cenderung mengimpor dari daerah lain.

Selanjutnya dari kemungkinan nilai-nilai LQ yang diperoleh, dapat

diperlihatkan adanya sumbangan sektor yang mempunyai nilai LQ lebih besar dari

satu (>1). Kondisi ini sekaligus menunjukkan sektor ekonomi yang strategis dan

merupakan sektor basis.

Sektor basis atau sektor unggulan merupakan sektor yang apabila

dikembangkan akan mempunyai dampak relatif lebih besar terhadap

perekonomian suatu wilayah, karena sektor ini mempunyai keterkaitan ke depan

dan ke belakang yang di atas rata-rata sektor-sektor ekonomi lainnya. Sektor

basis dikatakan juga sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi suatu wilayah

karena pengembangan sektor ini memberikan multiplier effect yang besar terhadap

kegiatan- kegiatan ekonomi sektor-sektor lainnya, ditambah lagi kemampuan

sektor basis untuk mengekspor ke luar wilayah yang disebabkan oleh kemampuan

surplus produksi di wilayah yang bersangkutan yang akan berdampak positif

terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan tersebut.

Untuk memberikan gambaran yang lebih teliti terhadap kondisi tiap sektor

pada masing-masing Kabupaten/Kota, maka dilihat pula bagaimana kondisi rata-

rata pertumbuhan tiap sektor dalam kurun waktu 4 (empat) tahun. Rata-rata

pertumbuhan tiap sektor tersebut kemudian dibandingkan dengan rata-rata

pertumbuhan tiap sektor di Jawa Barat. Jika nilai perbandingan tersebut lebih

besar dari 1 (satu), maka sektor dimaksud memiliki potensi untuk dikembangkan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 131

sebaliknya jika nilai perbandingan kurang dari 1 (satu), maka sektor dimaksud

kurang potensial untuk dikembangkan.

Sektor basis di Kabupaten Bandung berdasarkan perhitungan LQ adalah

Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Namun yang masih mendominasi adalah

Sektor Industri Pengolahan, hal ini bisa dilihat dari kontribusi sektor ini terhadap

PDRB yaitu sebesar 42,20%. Sektor perdagangan, hotel dan restoran, keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan juga merupakan sektor yang cukup maju di

Kabupaten Bandung. Adapun sektor pengangkutan dan komunikasi, jasa-jasa,

pertanian, listrik, gas dan air bersih dan sektor bangunan dan konstruksi walaupun

memiliki kontribusi yang tidak begitu besar terhadap PDRB, namun mampu

memberikan outputnya ke wilayah lain.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor

basis dan sektor-sektor yang potensial untuk dikembangkan dapat dilihat pada

tabel berikut ini.

Tabel 5. 1

Hasil Analisis Location Quotient Kabupaten Bandung

Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 1,00 0,99 1,00 1,00

2 Pertambangan dan Galian 1,00 0,99 1,00 0,99 3 Industri Pengolahan 1,00 1,00 0,99 0,99

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,00 1,00 0,99 0,99

5 Bangunan dan Konstruksi 1,00 0,98 0,99 1,00 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,00 1,01 1,04 1,06

7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,00 0,99 1,00 1,00

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

1,00 0,99 0,98 0,97

9 Jasa-Jasa 1,00 1,00 1,00 1,00

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 132

Analisis Sektor Basis per Kecamatan di Kab. Bandung

(1) Kecamatan Ciwidey

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Ciwidey dapat

dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat

pada hampir semua sektor, terkecuali Sektor Pertambangan dan

Penggalian; dan Sektor Industri Pengolahan. Hal ini megindikasikan

bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk

dikembangkan karena memberikan dampak relatif lebih besar terhadap

perekonomian wilayah ini, dan juga sektor ini mempunyai keterkaitan ke

depan dan ke belakang yang di atas rata-rata sektor-sektor lain.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Pertanian dengan nilai LQ antara 3,30 sampai

3,25 dan dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang dominan

dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Namun nilai

LQ tersebut turun dari tahun ke tahunnya sehingga dapat dikatakan bahwa

telah terjadi perubahan struktur ekonomi dari Sektor Pertanian ke sektor

lainnya.

Tabel 5. 2 Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Ciwidey

Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 3,30 3,27 3,25 3,25

2 Pertambangan dan Galian 0,23 0,23 0,22 0,23

3 Industri Pengolahan 0,32 0,32 0,32 0,32

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,14 1,14 1,13 1,13

5 Bangunan dan Konstruksi 2,05 2,02 2,00 2,00

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 2,17 2,20 2,22 2,21

7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,79 1,78 1,80 1,80

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

1,78 1,77 1,74 1,74

9 Jasa-Jasa 1,25 1,24 1,23 1,22

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 133

(2) Kecamatan Rancabali

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Rancabali

dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini

terdapat pada dua sektor, yaitu Sektor Pertanian dan Sektor Industri

Pengolahan. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi

sektor basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena

pengembangan sektor ini memberikan multiplier effect yang besar

terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi pada sektor-sektor lainnya, ditambah

lagi kemampuan sektor unggulan untuk mengekspor ke luar wilayah yang

disebabkan oleh kemampuan surplus produksi di wilayah yang

bersangkutan yang akan berdampak positif terhadap pertumbuhan

ekonomi wilayah yang bersangkutan tersebut.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Pertanian dengan nilai LQ sebesar 1,99 sampai

1,96 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang

dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung.

Tabel 5. 3

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Rancabali

Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 1,99 1,96 1,97 1,96

2 Pertambangan dan Galian 0,01 0,01 0,01 0,01 3 Industri Pengolahan 1,02 1,03 1,02 1,02

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,66 0,67 0,67 0,67

5 Bangunan dan Konstruksi 0,73 0,73 0,73 0,73 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,85 0,86 0,87 0,88

7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,68 0,67 0,68 0,68

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

0,56 0,55 0,55 0,54

9 Jasa-Jasa 0,63 0,63 0,63 0,61

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 134

(3) Kecamatan Pasirjambu

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Pasirjambu

dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini

terdapat pada hampir sebagian sektor, yaitu Sektor Pertanian; Sektor

Bangunan dan Konstruksi; Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran;

Sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Hal ini megindikasikan bahwa

sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk

dikembangkan karena memberikan dampak relatif lebih besar terhadap

perekonomian wilayah ini.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Pertanian dengan nilai LQ sebesar 3,02 sampai

2,98 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang

dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung.

Namun nilai LQ tersebut turun dari tahun ke tahunnya sehingga dapat

dikatakan bahwa telah terjadi perubahan struktur ekonomi dari Sektor

Pertanian ke sektor lainnya.

Tabel 5. 4

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Pasirjambu

Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 3,02 2,99 2,99 2,98

2 Pertambangan dan Galian 0,15 0,15 0,15 0,15 3 Industri Pengolahan 0,60 0,61 0,60 0,61

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,66 0,66 0,65 0,65

5 Bangunan dan Konstruksi 1,31 1,29 1,28 1,28

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,43 1,44 1,45 1,45

7 Pengangkutan dan Komunikasi 2,46 2,44 2,46 2,46

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

0,83 0,82 0,81 0,80

9 Jasa-Jasa 0,73 0,73 0,72 0,72

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 135

(4) Kecamatan Cimaung

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Cimaung dapat

dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat

pada hampir semua sektor, terkecuali Sektor Pertambangan dan

Penggalian; dan Sektor Industri Pengolahan. Hal ini megindikasikan

bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk

dikembangkan karena memberikan dampak relatif lebih besar terhadap

perekonomian wilayah ini, dan juga sektor ini mempunyai keterkaitan ke

depan dan ke belakang yang di atas rata-rata sektor-sektor lain.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Pertanian dengan nilai LQ antara 3,28 sampai

3,20 dan dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang dominan

dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Namun nilai

LQ tersebut turun dari tahun ke tahunnya sehingga dapat dikatakan bahwa

telah terjadi perubahan struktur ekonomi dari Sektor Pertanian ke sektor

lainnya.

Tabel 5. 5

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cimaung

Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 3,28 3,24 3,21 3,20

2 Pertambangan dan Galian 0,25 0,25 0,24 0,25 3 Industri Pengolahan 0,30 0,30 0,30 0,30

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,20 1,20 1,18 1,17

5 Bangunan dan Konstruksi 2,37 2,35 2,31 2,31

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,95 1,97 1,99 2,00

7 Pengangkutan dan Komunikasi 2,64 2,63 2,65 2,66

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

1,60 1,59 1,55 1,51

9 Jasa-Jasa 1,48 1,49 1,48 1,48

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 136

(5) Kecamatan Pangalengan

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Pangalengan

dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini

terdapat pada lebih dari sebagian sektor, yaitu Sektor Pertanian; Sektor

Pertambangan dan Penggalian; Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih; Sektor

Pengangkutan dan Komunikasi; dan Sektor Jasa-Jasa. Hal ini

megindikasikan bahwa mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang

yang di atas rata-rata sektor-sektor ekonomi lainnya.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian dengan nilai LQ

sebesar 12,13 sampai 12,06 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut

memiliki peranan yang dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB

Kabupaten Bandung.

Agar memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-

sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan untuk dikembangkan dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. 6

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Pangalengan

Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 3,50 3,48 3,48 3,49

2 Pertambangan dan Galian 12,13 12,07 12,18 12,06 3 Industri Pengolahan 0,32 0,32 0,32 0,32

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 7,73 7,72 7,63 7,56

5 Bangunan dan Konstruksi 0,58 0,57 0,56 0,56

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,80 0,81 0,82 0,82

7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,07 1,06 1,08 1,09 8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

0,71 0,71 0,69 0,69

9 Jasa-Jasa 1,11 1,12 1,11 1,11

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 137

(6) Kecamatan Kertasari

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Kertasari dapat

dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat

pada tiga sektor, yaitu Sektor Pertanian; Sektor Pertambangan dan

Penggalian; Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Hal ini

megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut

berpotensi untuk dikembangkan karena pengembangan sektor ini

memberikan multiplier effect yang besar terhadap kegiatan-kegiatan

ekonomi pada sektor-sektor lainnya, ditambah lagi kemampuan sektor

unggulan untuk mengekspor ke luar wilayah yang disebabkan oleh

kemampuan surplus produksi di wilayah yang bersangkutan yang akan

berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Pertanian dan Sektor Pertambangan dan

Penggalian dengan nilai LQ yang sama sebesar 3,77 sampai 3,75 sehingga

dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang dominan dalam

kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung.

Tabel 5. 7

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Kertasari Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 3,77 3,74 3,75 3,75

2 Pertambangan dan Galian 3,77 3,74 3,75 3,75 3 Industri Pengolahan 0,76 0,76 0,76 0,76

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,75 0,75 0,74 0,73

5 Bangunan dan Konstruksi 0,96 0,95 0,94 0,94 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,04 1,05 1,06 1,06

7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,88 0,88 0,89 0,89

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

0,63 0,62 0,61 0,60

9 Jasa-Jasa 0,36 0,36 0,36 0,36

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 138

(7) Kecamatan Pacet

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Pacet dapat

dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat

pada hampir seleuruh sektor, terkecuali Sektor Pertambangan dan

Penggalian; Sektor Industri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas, dan Air

Bersih. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor

basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena memberikan dampak

relatif lebih besar terhadap perekonomian wilayah ini, dan juga sektor ini

mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang di atas rata-rata

sektor-sektor ekonomi lainnya.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Pertanian dengan nilai LQ sebesar antara 2,54

sampai 2,52 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan

yang dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung.

Agar memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-

sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan untuk dikembangkan dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. 8

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Pacet Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 2,54 2,52 2,53 2,53

2 Pertambangan dan Galian 0,68 0,68 0,67 0,69 3 Industri Pengolahan 0,59 0,59 0,59 0,59

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,86 0,85 0,83 0,82

5 Bangunan dan Konstruksi 1,61 1,59 1,57 1,58 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,52 1,54 1,56 1,56

7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,27 1,25 1,26 1,27

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

1,20 1,19 1,17 1,15

9 Jasa-Jasa 1,83 1,81 1,79 1,77

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 139

(8) Kecamatan Ibun

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Ibun dapat

dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat

pada 3 sektor, yaitu Sektor Pertanian; Sektor Pertambangan dan

Penggalian; Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih. Hal ini megindikasikan

bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk

dikembangkan karena pengembangan sektor ini memberikan multiplier

effect yang besar terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi pada sektor-sektor

lainnya.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian dengan nilai LQ

sebesar 12,14 sampai 11,55 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut

memiliki peranan yang dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB

Kabupaten Bandung. Agar memberikan gambaran yang lebih jelas

mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan untuk

dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. 9

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Ibun

Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 1,87 1,85 1,86 1,88

2 Pertambangan dan Galian 12,14 11,99 11,89 11,55 3 Industri Pengolahan 0,61 0,61 0,61 0,61

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 7,71 7,67 7,63 7,60

5 Bangunan dan Konstruksi 0,71 0,70 0,70 0,71

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,68 0,70 0,73 0,74

7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,66 0,65 0,66 0,67

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

0,73 0,72 0,71 0,69

9 Jasa-Jasa 0,61 0,61 0,61 0,58

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 140

(9) Kecamatan Paseh

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Paseh dapat

dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat

pada empat sektor, yaitu Sektor Pertanian; Sektor Bangunan dan

Konstruksi; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; Sektor Keuangan,

Persewaan, dan Jasa. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang

menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena

memberikan dampak relatif lebih besar terhadap perekonomian wilayah

ini, dan juga sektor ini mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang

yang di atas rata-rata sektor-sektor ekonomi lainnya.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Pertanian dengan nilai LQ sebesar 2,15 sampai

2,13 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang

dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung.

Agar memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-

sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan untuk dikembangkan dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. 10

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Paseh Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 2,15 2,13 2,14 2,15

2 Pertambangan dan Galian 0,07 0,07 0,07 0,07 3 Industri Pengolahan 0,90 0,90 0,90 0,90

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,66 0,66 0,66 0,65

5 Bangunan dan Konstruksi 1,16 1,15 1,15 1,16 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,94 0,95 0,97 0,97

7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,08 1,07 1,08 1,08

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

1,03 1,02 1,00 0,99

9 Jasa-Jasa 0,95 0,94 0,94 0,93

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 141

(10) Kecamatan Cikancung

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Cikancung

dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini

terdapat pada lebih dari sebagian sektor yang ada, yaituSektor

Pertambangan dan Penggalian; Sektor Industri Pengolahan; Sektor

Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi;

Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa. Hal ini megindikasikan bahwa

sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk

dikembangkan karena pengembangan sektor ini memberikan multiplier

effect yang besar terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi pada sektor-sektor

lain.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang pada awalnya

tidak memiliki nilai LQ lebih dari satu (>), namun pada dua tahun terakhir

mengalami perubahan sehingga sektor tersebut dapat dikategorikan sektor

basis, yaitu Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Agar memberikan

gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-

sektor unggulan untuk dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. 11

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cikancung Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 0,69 0,68 0,68 0,69

2 Pertambangan dan Galian 1,10 1,11 1,11 1,16 3 Industri Pengolahan 1,08 1,08 1,08 1,07

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,52 0,52 0,51 0,51

5 Bangunan dan Konstruksi 0,94 0,92 0,92 0,92 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,99 0,99 1,01 1,01

7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,22 1,21 1,23 1,23

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

1,20 1,18 1,17 1,16

9 Jasa-Jasa 0,41 0,41 0,42 0,42

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 142

(11) Kecamatan Cicalengka

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Cicalengka

dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini

terdapat pada empat sektor, yaitu Sektor Bangunan dan Konstruksi; Sektor

Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi;

Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa. Hal ini megindikasikan bahwa

sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk

dikembangkan karena memberikan dampak relatif lebih besar terhadap

perekonomian wilayah ini, dan juga sektor ini mempunyai keterkaitan ke

depan dan ke belakang yang di atas rata-rata sektor-sektor ekonomi

lainnya.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Pengangkutan dan Komunikasi dengan nilai

LQ sebesar 1,74 sampai 1,77 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut

memiliki peranan yang dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB

Kabupaten Bandung.

Tabel 5. 12

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cicalengka

Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 0,79 0,77 0,77 0,77

2 Pertambangan dan Galian 0,52 0,52 0,52 0,53 3 Industri Pengolahan 0,89 0,89 0,89 0,89

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,64 0,63 0,63 0,62

5 Bangunan dan Konstruksi 1,27 1,25 1,25 1,25

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,39 1,40 1,42 1,43

7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,76 1,74 1,76 1,77

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

1,28 1,26 1,25 1,24

9 Jasa-Jasa 0,90 0,89 0,89 0,88

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 143

(12) Kecamatan Nagreg

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Nagreg dapat

dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat

pada lebaih dari sebagian sektor, yaitu Sektor Bangunan dan Konstruksi;

Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan

Komunikasi; Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa; Sektor Jasa-Jasa. Hal

ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut

berpotensi untuk dikembangkan karena kemampuan sektor basis untuk

mengekspor ke luar wilayah yang disebabkan oleh kemampuan surplus

produksi di wilayah yang bersangkutan yang akan berdampak positif

terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan tersebut.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Jasa-Jasa dengan nilai LQ sebesar 3,77 sampai

3,73 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang

dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Agar

memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor basis

ataupun sektor-sektor unggulan untuk dikembangkan dapat dilihat pada

tabel berikut ini.

Tabel 5. 13

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Nagreg Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 0,74 0,73 0,73 0,72

2 Pertambangan dan Galian 0,36 0,36 0,36 0,36 3 Industri Pengolahan 0,69 0,69 0,69 0,69

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,60 0,60 0,59 0,58

5 Bangunan dan Konstruksi 1,86 1,84 1,85 1,87 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,31 1,32 1,32 1,35

7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,46 1,44 1,47 1,48

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

1,45 1,43 1,41 1,38

9 Jasa-Jasa 3,77 3,77 3,77 3,73

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 144

(13) Kecamatan Rancaekek

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Rancaekek

dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini

terdapat pada lima sektor, yaitu Sektor Sektor Pertanian; Sektor Bangunan

dan Konstruksi; Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor

Pengangkutan dan Komunikasi; Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa.

Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor basis

tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena memberikan dampak

relatif lebih besar terhadap perekonomian wilayah ini.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Nilai LQ dari sektor-sektor basis

tersebut hampir sama, yaitu sekitar angka 1,2 sampai 1,4 sehingga dapat

dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang dominan dalam

kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung dibandingkan dengan

sektor-sektor lain yang non-basis. Agar memberikan gambaran yang lebih

jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan untuk

dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. 14

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Rancaekek

Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 1,29 1,28 1,29 1,31

2 Pertambangan dan Galian 0,01 0,01 0,01 0,01 3 Industri Pengolahan 0,90 0,90 0,89 0,89

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,68 0,67 0,66 0,66

5 Bangunan dan Konstruksi 1,25 1,24 1,24 1,25

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,27 1,28 1,31 1,32

7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,43 1,41 1,44 1,44

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

1,31 1,29 1,28 1,27

9 Jasa-Jasa 0,75 0,75 0,75 0,75

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 145

(14) Kecamatan Majalaya

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Majalaya dapat

dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat

pada satu sektor, yaitu Sektor Industri Pengolangan dengan nilai LQ

sebesar 1,40 sampai 1,39. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor

yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena

pengembangan sektor ini memberikan multiplier effect yang besar

terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi pada sektor-sektor lainnya, ditambah

lagi kemampuan sektor unggulan untuk mengekspor ke luar wilayah yang

disebabkan oleh kemampuan surplus produksi di wilayah yang

bersangkutan yang akan berdampak positif terhadap pertumbuhan

ekonomi wilayah yang bersangkutan tersebut.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Agar memberikan gambaran yang

lebih jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan

untuk dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. 15

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Majalaya

Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 0,20 0,20 0,20 0,21

2 Pertambangan dan Galian 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Industri Pengolahan 1,40 1,40 1,40 1,39

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,23 0,23 0,23 0,23

5 Bangunan dan Konstruksi 0,29 0,29 0,29 0,30 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,50 0,48 0,49 0,49

7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,53 0,53 0,54 0,54

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

0,57 0,57 0,57 0,57

9 Jasa-Jasa 0,18 0,18 0,18 0,19

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 146

(15) Kecamatan Solokanjeruk

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Solokanjeruk

dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini

terdapat pada satu sektor, yaitu Sektor Industri Pengolangan dengan nilai

LQ sebesar 1,17 sampai 1,19. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor

yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena

pengembangan sektor ini memberikan multiplier effect yang besar

terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi pada sektor-sektor lainnya, ditambah

lagi kemampuan sektor unggulan untuk mengekspor ke luar wilayah yang

disebabkan oleh kemampuan surplus produksi di wilayah yang

bersangkutan yang akan berdampak positif terhadap pertumbuhan

ekonomi wilayah yang bersangkutan tersebut.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Agar memberikan gambaran yang

lebih jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan

untuk dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. 16

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Solokanjeruk

Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 0,71 0,72 0,73 0,74

2 Pertambangan dan Galian 0,02 0,02 0,02 0,02 3 Industri Pengolahan 1,17 1,19 1,19 1,19

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,44 0,44 0,44 0,45

5 Bangunan dan Konstruksi 0,89 0,90 0,91 0,93 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,90 0,79 0,78 0,76

7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,74 0,74 0,75 0,75

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

0,93 0,93 0,93 0,93

9 Jasa-Jasa 0,40 0,40 0,41 0,41

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 147

(16) Kecamatan Ciparay

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Ciparay dapat

dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat

pada hampir semua sektor, terkecuali Sektor Pertambangan dan

Penggalian; Sektor Industri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas, dan Air

Bersih. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor

basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena kemampuan surplus

produksi di wilayah yang bersangkutan yang akan berdampak positif

terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan tersebut.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Pertanian dan Sektor Jasa-Jasa dengan nilai LQ

sebesar lebih dari dua, sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki

peranan yang dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten

Bandung. Agar memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-

sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan untuk dikembangkan dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. 17

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Ciparay

Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 2,49 2,47 2,48 2,50

2 Pertambangan dan Galian 0,03 0,03 0,03 0,03 3 Industri Pengolahan 0,52 0,52 0,52 0,52

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,87 0,88 0,87 0,86

5 Bangunan dan Konstruksi 1,61 1,58 1,57 1,58

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,50 1,52 1,54 1,55

7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,76 1,74 1,74 1,67

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

1,63 1,61 1,58 1,55

9 Jasa-Jasa 2,48 2,45 2,41 2,39

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 148

(17) Kecamatan Baleendah

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Baleendah

dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini

terdapat pada lima sektor, yaitu Sektor Bangunan dan Konstruksi; Sektor

Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi;

Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa; Sektor Jasa-Jasa. Hal ini

megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut

berpotensi untuk dikembangkan.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Jasa-Jasa dengan nilai LQ sebesar 2,98 sampai

2,94 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang

dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Agar

memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor basis

ataupun sektor-sektor unggulan untuk dikembangkan dapat dilihat pada

tabel berikut ini.

Tabel 5. 18

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Baleendah

Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 0,48 0,47 0,47 0,47

2 Pertambangan dan Galian 0,79 0,79 0,78 0,80 3 Industri Pengolahan 0,76 0,76 0,76 0,76

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,72 0,72 0,71 0,70

5 Bangunan dan Konstruksi 1,58 1,55 1,56 1,59 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,39 1,40 1,43 1,43

7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,21 1,19 1,20 1,19

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

1,83 1,81 1,79 1,79

9 Jasa-Jasa 2,98 2,96 2,96 2,94

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 149

(18) Kecamatan Arjasari

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Arjasari dapat

dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat

pada tiga sektor, yaitu Sektor Pertanian; Sektor Industri Pengolahan;

Sektor Bangunan dan Konstruksi. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-

sektor yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan

karena pengembangan sektor ini memberikan multiplier effect yang besar

terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi pada sektor-sektor lainnya, ditambah

lagi kemampuan sektor unggulan untuk mengekspor ke luar wilayah.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Pertanian dengan nilai LQ sebesar 1,52 sampai

1,58 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang

dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Agar

memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor basis

ataupun sektor-sektor unggulan untuk dikembangkan dapat dilihat pada

tabel berikut ini.

Tabel 5. 19

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Arjasari

Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 1,54 1,52 1,53 1,58

2 Pertambangan dan Galian 0,14 0,14 0,14 0,15 3 Industri Pengolahan 1,03 1,04 1,03 1,02

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,55 0,54 0,54 0,53

5 Bangunan dan Konstruksi 1,41 1,39 1,38 1,38

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,94 0,94 0,96 0,96

7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,85 0,84 0,85 0,85

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

0,93 0,91 0,90 0,89

9 Jasa-Jasa 0,38 0,38 0,39 0,39

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 150

(19) Kecamatan Banjaran

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Banjaran dapat

dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat

pada empat sektor, yaitu Sektor Bangunan dan Konstruksi; Sektor

Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi;

Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa. Hal ini megindikasikan bahwa

sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk

dikembangkan karena memberikan dampak relatif lebih besar terhadap

perekonomian wilayah ini, dan juga sektor ini mempunyai keterkaitan ke

depan dan ke belakang yang di atas rata-rata sektor-sektor ekonomi

lainnya.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Ke-empat sektor yang menjadi

sektor basis tersebut terbilang memiliki nilai LQ yang cukup merata, yaitu

di antara angka 1,3 sampai 1,7 serta dapat dinyatakan sektor tersebut

memiliki peranan dalam kontribusinya terhadap PDRB. Agar memberikan

gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-

sektor unggulan untuk dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. 20

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Banjaran Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 0,70 0,69 0,69 0,69

2 Pertambangan dan Galian 0,08 0,08 0,08 0,08 3 Industri Pengolahan 0,85 0,85 0,84 0,84

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,69 0,69 0,68 0,67

5 Bangunan dan Konstruksi 1,36 1,34 1,35 1,37 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,61 1,63 1,65 1,66

7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,60 1,57 1,60 1,62

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

1,71 1,70 1,67 1,67

9 Jasa-Jasa 0,85 0,84 0,84 0,83

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 151

(20) Kecamatan Cangkuang

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Cangkuang

dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini

terdapat pada hampir semua sektor, terkecuali Sektor Pertambangan dan

Penggalian; Sektor Industri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas, dan Air

Bersih. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor

basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena pengembangan

sektor ini memberikan multiplier effect yang besar terhadap kegiatan-

kegiatan ekonomi pada sektor-sektor lainnya, ditambah lagi kemampuan

sektor unggulan untuk mengekspor ke luar wilayah.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Bangunan dan Konstruksi dengan nilai LQ

sebesar 2,96 sampai 2,80 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut

memiliki peranan yang dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB

Kabupaten Bandung. Agar memberikan gambaran yang lebih jelas

mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan untuk

dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. 21

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cangkuang Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 1,70 1,67 1,64 1,63

2 Pertambangan dan Galian 0,04 0,04 0,04 0,04 3 Industri Pengolahan 0,50 0,49 0,49 0,48

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,80 0,79 0,77 0,75

5 Bangunan dan Konstruksi 2,96 2,91 2,84 2,80 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 2,33 2,39 2,45 2,50

7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,39 1,35 1,35 1,34

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

1,65 1,61 1,55 1,49

9 Jasa-Jasa 1,17 1,16 1,14 1,12

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 152

(21) Kecamatan Pameungpeuk

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Pameungpeuk

dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini

terdapat pada satu sektor, yaitu Sektor Industri Pengolahan dengan nilai

LQ sebesar 1,24 sampai 1,23. sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut

memiliki peranan yang dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB

Kabupaten Bandung. Hal ini megindikasikan bahwa sektor yang menjadi

sektor basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena memberikan

dampak relatif lebih besar terhadap perekonomian wilayah ini, dan juga

sektor ini mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang di atas

rata-rata sektor-sektor ekonomi lainnya.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Agar memberikan gambaran yang

lebih jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan

untuk dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. 22

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Pameungpeuk

Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 0,68 0,67 0,69 0,70

2 Pertambangan dan Galian 0,11 0,11 0,11 0,11

3 Industri Pengolahan 1,24 1,24 1,23 1,23

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,28 0,28 0,28 0,28

5 Bangunan dan Konstruksi 0,64 0,63 0,65 0,66 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,73 0,74 0,76 0,77

7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,62 0,61 0,63 0,63 8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

0,84 0,83 0,83 0,83

9 Jasa-Jasa 0,29 0,29 0,29 0,30

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 153

(22) Kecamatan Katapang

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Katapang dapat

dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat

pada satu sektor, yaitu Sektor Industri Pengolahan dengan nilai LQ sebesar

1,36 sampai 1,35. sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki

peranan yang dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten

Bandung. Hal ini megindikasikan bahwa sektor yang menjadi sektor basis

tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena memberikan dampak

relatif lebih besar terhadap perekonomian wilayah ini, dan juga sektor ini

mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang di atas rata-rata

sektor-sektor ekonomi lainnya.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Agar memberikan gambaran yang

lebih jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan

untuk dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. 23

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Katapang

Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 0,23 0,23 0,23 0,23

2 Pertambangan dan Galian 0,00 0,00 0,00 0,00

3 Industri Pengolahan 1,36 1,36 1,36 1,35

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,28 0,28 0,28 0,28

5 Bangunan dan Konstruksi 0,53 0,52 0,53 0,53 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,45 0,46 0,47 0,49

7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,52 0,51 0,52 0,51 8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

0,70 0,69 0,68 0,67

9 Jasa-Jasa 0,57 0,56 0,56 0,55

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 154

(23) Kecamatan Soreang

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Soreang dapat

dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat

pada lima sektor, yaitu Sektor Bangunan dan Konstruksi; Sektor

Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi;

Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa; Sektor Jasa-Jasa. Hal ini

megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut

berpotensi untuk dikembangkan karena memberikan dampak relatif lebih

besar terhadap perekonomian wilayah ini..

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Jasa-Jasa dengan nilai LQ sebesar 2,83 sampai

2,85 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang

dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Agar

memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor basis

ataupun sektor-sektor unggulan untuk dikembangkan dapat dilihat pada

tabel berikut ini.

Tabel 5. 24

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Soreang

Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 0,67 0,66 0,66 0,66

2 Pertambangan dan Galian 0,19 0,19 0,19 0,19 3 Industri Pengolahan 0,84 0,83 0,81 0,80

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,55 0,54 0,53 0,53

5 Bangunan dan Konstruksi 1,27 1,25 1,26 1,28

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,12 1,18 1,25 1,30

7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,23 1,21 1,23 1,24

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

1,82 1,80 1,76 1,76

9 Jasa-Jasa 2,84 2,83 2,85 2,84

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 155

(24) Kecamatan Kutawaringin

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Kutawaringin

dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini

terdapat pada dua sektor, yaitu Sektor Pertanian dan Sektor Jasa-Jasa. Hal

ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut

berpotensi untuk dikembangkan karena pengembangan sektor ini

memberikan multiplier effect ditambah lagi kemampuan sektor unggulan

untuk mengekspor ke luar wilayah yang disebabkan oleh kemampuan

surplus produksi di wilayah yang bersangkutan yang akan berdampak

positif terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Jasa-Jasa dengan nilai LQ sebesar 1,80 sampai

1,76 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang

dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Agar

memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor basis

ataupun sektor-sektor unggulan untuk dikembangkan dapat dilihat pada

tabel berikut ini.

Tabel 5. 25

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Kutawaringin Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 1,56 1,55 1,55 1,55

2 Pertambangan dan Galian 0,56 0,56 0,55 0,56 3 Industri Pengolahan 0,98 0,97 0,96 0,95

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,70 0,69 0,68 0,67

5 Bangunan dan Konstruksi 0,77 0,76 0,78 0,79 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,75 0,79 0,84 0,90

7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,85 0,84 0,84 0,83

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

0,70 0,69 0,67 0,65

9 Jasa-Jasa 1,80 1,80 1,80 1,76

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 156

(25) Kecamatan Margaasih

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Margaasih

dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini

terdapat pada lebih dari saparuh sekto yang ada, yaitu Sektor Bangunan

dan Konstruksi; Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor

Pengangkutan dan Komunikasi; Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa;

Sektor Jasa-Jasa. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang

menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena

memberikan dampak relatif lebih besar terhadap perekonomian wilayah

ini, dan juga sektor ini mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang

yang di atas rata-rata sektor-sektor ekonomi lainnya.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran dengan nilai

LQ sebesar 1,80 sampai 1,86 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut

memiliki peranan yang dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB

Kabupaten Bandung. Serta segi positif lainnya adalaha meningkatnya nilai

LQ dari tahun ke tahunnya.

Tabel 5. 26

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Margaasih Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 0,22 0,22 0,22 0,22

2 Pertambangan dan Galian 0,27 0,27 0,27 0,28 3 Industri Pengolahan 0,88 0,89 0,88 0,87

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,44 0,44 0,44 0,43

5 Bangunan dan Konstruksi 1,20 1,17 1,17 1,18 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,80 1,81 1,84 1,86

7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,10 1,09 1,11 1,11

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

1,29 1,28 1,26 1,26

9 Jasa-Jasa 1,27 1,25 1,25 1,24

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 157

(26) Kecamatan Margahayu

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Margahayu

dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini

terdapat pada empat sektor, yaitu Sektor Bangunan dan Konstruksi; Sektor

Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa;

Sektor Jasa-Jasa. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang

menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena

pengembangan sektor ini memberikan multiplier effect yang besar

terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi pada sektor-sektor lainnya.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Jasa-Jasa dengan nilai LQ sebesar 2,35 sampai

2,40 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang

dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Agar

memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor basis

ataupun sektor-sektor unggulan untuk dikembangkan dapat dilihat pada

tabel berikut ini.

Tabel 5. 27

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Margahayu

Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 0,03 0,03 0,03 0,03

2 Pertambangan dan Galian 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Industri Pengolahan 0,88 0,89 0,88 0,88

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,40 0,40 0,40 0,40

5 Bangunan dan Konstruksi 1,08 1,06 1,06 1,07

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,66 1,64 1,66 1,67

7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,87 0,86 0,88 0,88

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

1,26 1,26 1,25 1,26

9 Jasa-Jasa 2,35 2,36 2,39 2,40

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 158

(27) Kecamatan Dayeuhkolot

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Dayeuhkolot

dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini

terdapat pada satu sektor, yaitu Sektor Industri Pengolahan dengan nilai

LQ sebesar 1,47 tidak ada perubahan dari tahun ke tahunnya. sehingga

dapat dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang dominan dalam

kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Hal ini

megindikasikan bahwa sektor yang menjadi sektor basis tersebut

berpotensi untuk dikembangkan karena memberikan dampak relatif lebih

besar terhadap perekonomian wilayah ini, dan juga sektor ini mempunyai

keterkaitan ke depan dan ke belakang yang di atas rata-rata sektor-sektor

ekonomi lainnya.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Agar memberikan gambaran yang

lebih jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan

untuk dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. 28

Hasil Analisis Location Quotient Kabupaten Bandung Kecamatan

Dayeuhkolot Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 0,01 0,01 0,01 0,01

2 Pertambangan dan Galian 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Industri Pengolahan 1,47 1,47 1,47 1,47 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,15 0,15 0,15 0,15

5 Bangunan dan Konstruksi 0,25 0,24 0,25 0,25 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,27 0,27 0,28 0,29

7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,28 0,27 0,28 0,29 8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

0,44 0,43 0,44 0,44

9 Jasa-Jasa 0,50 0,50 0,52 0,53

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 159

(28) Kecamatan Bojongsoang

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Bojongsoang

dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini

terdapat pada lima sektor, yaitu Sektor Industri Pengolahan; Sektor

Bangunan dan Konstruksi; 6 Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran;

Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa; Sektor Jasa-Jasa. Hal ini

megindikasikan bahwa sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut

berpotensi untuk dikembangkan karena pengembangan sektor ini

memberikan multiplier effect yang besar.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang mengalami

perubahan dari yang pada awalnya tidak dikategorikan sektor basis namun

pada tahun tahun terakhir mengalami peningkatan nilai LQ, yaitu pada

Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; sehingga dapat dinyatakan

sektor tersebut memiliki peranan yang dominan dalam kontribusinya

terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Agar memberikan gambaran yang

lebih jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan

untuk dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. 29

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Bojongsoang Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 0,69 0,68 0,69 0,69

2 Pertambangan dan Galian 0,10 0,10 0,10 0,10 3 Industri Pengolahan 1,08 1,08 1,07 1,05

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,43 0,43 0,43 0,42

5 Bangunan dan Konstruksi 1,19 1,17 1,16 1,14 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,96 0,97 1,00 1,12

7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,90 0,89 0,90 0,87

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

1,02 1,01 1,01 0,99

9 Jasa-Jasa 1,06 1,05 1,04 1,02

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 160

(29) Kecamatan Cileunyi

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Cileunyi dapat

dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini terdapat

pada lebah dari separuh sektor yang ada, yaitu Sektor Bangunan dan

Konstruksi; Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor

Pengangkutan dan Komunikasi; Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa;

Sektor Jasa-Jasa. Hal ini megindikasikan bahwa sektor-sektor yang

menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena

memberikan dampak relatif lebih besar terhadap perekonomian wilayah

ini, dan juga sektor ini mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang

yang di atas rata-rata sektor-sektor ekonomi lainnya.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor ~ dengan nilai LQ sebesar ^ sehingga dapat

dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang dominan dalam

kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Agar memberikan

gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-

sektor unggulan untuk dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. 30

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cileunyi Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 0,44 0,42 0,40 0,39

2 Pertambangan dan Galian 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Industri Pengolahan 0,57 0,56 0,54 0,52

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,75 0,73 0,69 0,66

5 Bangunan dan Konstruksi 2,22 2,12 2,03 1,96 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 2,15 2,30 2,47 2,62

7 Pengangkutan dan Komunikasi 3,57 3,42 3,30 3,15

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

1,58 1,52 1,45 1,39

9 Jasa-Jasa 1,16 1,12 1,07 1,03

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 161

(30) Kecamatan Cilengkrang

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Cilengkrang

dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini

terdapat pada hampir semua sektor, terkecuali Sektor Pertambangan dan

Penggalian; Sektor Industri Pengolahan. Hal ini megindikasikan bahwa

sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk

dikembangkan karena pengembangan sektor ini memberikan multiplier

effect yang besar terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi pada sektor-sektor

lainnya.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Bangunan dan Konstruksi dengan nilai LQ

sebesar 6,75 sampai 6,60 sehingga dapat dinyatakan sektor tersebut

memiliki peranan yang dominan dalam kontribusinya terhadap PDRB

Kabupaten Bandung. Agar memberikan gambaran yang lebih jelas

mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-sektor unggulan untuk

dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. 31

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cilengkrang

Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 1,56 1,54 1,54 1,53

2 Pertambangan dan Galian 0,10 0,10 0,10 0,10 3 Industri Pengolahan 0,51 0,51 0,51 0,51

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,28 1,29 1,26 1,25

5 Bangunan dan Konstruksi 6,75 6,66 6,60 6,60

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,47 1,49 1,51 1,53

7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,49 1,49 1,50 1,47

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

3,34 3,30 3,24 3,19

9 Jasa-Jasa 1,48 1,48 1,48 1,45

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 162

(31) Kecamatan Cimenyan

Berdasarkan hasil pengolahan LQ pada Kecamatan Cimenyan

dapat dinyatakan bahwa yang menjadi sektor basis pada kecamatan ini

terdapat pada hampir semua sektor, terkecuali Sektor Pertambangan dan

Penggalian; Sektor Industri Pengolahan. Hal ini megindikasikan bahwa

sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut berpotensi untuk

dikembangkan karena pengembangan sektor ini memberikan multiplier

effect yang besar terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi pada sektor-sektor

lainnya.

Secara umum nilai LQ per sektor dari tahun ke tahunnya tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Adapun sektor yang memiliki nilai

LQ tertinggi adalah Sektor Bangunan dan Konstruksi dengan nilai LQ

sebesar 4,03 sampai 4,13 fluktuatif setiap tahunnya, sehingga dapat

dinyatakan sektor tersebut memiliki peranan yang dominan dalam

kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bandung. Agar memberikan

gambaran yang lebih jelas mengenai sektor-sektor basis ataupun sektor-

sektor unggulan untuk dikembangkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. 32

Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cimenyan

Tahun 2007-2010

No Sektor Ekonomi Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Pertanian 2,85 2,82 2,80 2,70

2 Pertambangan dan Galian 0,23 0,23 0,22 0,23 3 Industri Pengolahan 0,05 0,05 0,05 0,05

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,43 1,43 1,39 1,33

5 Bangunan dan Konstruksi 4,13 4,07 4,03 4,10

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 2,90 2,94 2,99 3,10

7 Pengangkutan dan Komunikasi 2,02 2,00 1,98 1,87

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Prsh

1,72 1,69 1,64 1,54

9 Jasa-Jasa 2,01 1,99 1,94 1,89

Sumber: Hasil Pengolahan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 163

5.2. Analisis Shift-Share Kabupaten Bandung

Analisis Shift-Share untuk perekonomian Kabupaten Bandung dilakukan dengan

menggunakan variabel regional PDRB sektoral Kabupaten Bandung dan Provinsi Jawa

Barat tahun 2008 dan 2009. Hasil analisis Shift-Share tersebut dapat dilihat pada

tabel 5.33 sebagai berikut:

Tabel 5. 33

Hasil Analisis Shift-Share Kabupaten Bandung (juta Rp)

No. Lapangan Usaha

Pertumbuhan

Prov. JABAR

(Nij)

Bauran

Industri (Mij)

Keunggulan

Kompetitif

(Cij)

Pertumbuhan

Kab. Bandung

(Dij)

1 Pertanian 227.301,44 261.610,47 -229.537,08 259.374,83

2 Pertambangan dan Penggalian 38.656,62 -135.346,26 154.420,97 57.731,33

3 Industri Pengolahan 1.921.320,61 -1.524.425,97 892.922,76 1.289.817,40

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 53.048,93 69.514,62 -90.701,60 31.861,95

5 Bangunan/Konstruksi 53.522,36 10.092,20 -15.287,79 48.326,77

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 495.705,31 410.673,03 -131.191,16 775.187,18

7 Pengangkutan dan Komunikasi 145.826,64 115.216,25 -232.490,92 28.551,98

8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 65.448,90 7.027,27 -44.850,76 27.625,41

9 Jasa-Jasa 159.835,18 127.206,67 -154.035,85 133.006,00

3.160.666,00 -658.431,73 149.248,59 2.651.482,85

119,20 -24,83 5,63 100,00

Jumlah

Persentase terhadap Pertumbuhan Kab. Bandung (Dij)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Hasil analisis Shift-share menunjukkan bahwa nilai PDRB sektoral

Kabupaten Bandung telah mengalami perubahan atau perkembangan. Nilai PDRB

tersebut tumbuh sebesar 2.651.482,85 juta Rupiah. Perkembangan tersebut

dipengaruhi oleh komponen pertumbuhan Provinsi Jawa Barat (Nij), bauran

industri (Mij), dan keunggulan kompetitif (Cij).

Menurut perhitungan komponen pertumbuhan Provinsi Jawa Barat (Nij),

pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat telah mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi Kabupaten Bandung sebesar 3.160.666 juta Rupiah atau 119,20 persen.

Namun, sebenarnya perkembangan PDRB Kabupaten Bandung hanyalah sebesar

2.651.482,85 juta Rupiah. Hal ini dikarenakan masih ada dua komponen lain yang

memberikan pengaruh, yaitu bauran industri dan keunggulan kompetitif.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 164

Komponen bauran industri (Mij) menyatakan besar perubahan

perekonomian wilayah akibat adanya bauran industri. Hasil analisis menunjukkan

bahwa bauran industri memberikan pengaruh yang negatif bagi perkembangan

perekonomian Kabupaten Bandung, yaitu sebesar -658.431,73 juta Rupiah atau -

24,83 persen. Nilai negatif mengindikasikan bahwa komposisi sektor pada PDRB

Kabupaten Bandung cenderung mengarah pada perekonomian yang akan tumbuh

relatif lambat. Pada Tabel 4.1 dapat dilihat sektor-sektor yang mendapat pengaruh

negatif bauran industri tersebut, yaitu Sektor Pertambangan dan Penggalian dan

Sektor Industri Pengolahan.

Perhitungan komponen keunggulan kompetitif menghasilkan nilai

keunggulan kompetitif (Cij) sebesar 149.248,59 juta Rupiah atau 5,63 persen.

Nilai tersebut mengindikasikan bahwa keunggulan kompetitif yang dihasilkan

akan menambah perkembangan perekonomian Kabupaten Bandung. Namun

demikian bukan berarti bahwa perekonomian Kabupaten Bandung kompetitif

secara sepenuhnya. Hal ini dikarenakan meskipun secara agregat nilainya positif,

terdapat mayoritas sektor yang mempunyai nilai negatif, yaitu hanya 2 sektor

yang positif sementara 7 sektor lainnya negatif.

5.3. Interaksi Ekonomi Kabupaten Bandung

Interaksi ekonomi wilayah merupakan wujud keterkaitan antar sektor

ekonomi dalam suatu wilayah. Interaksi ekonomi di wilayah Kabupaten Bandung

dapat dilihat dalam Tabel Koefisien Input Wilayah Kabupaten Bandung yang

merupakan turunan dari Tabel Input-Output Wilayah Jawa Barat dengan

menggunakan metode Location Quotient (LQ). Koefisien input adalah besarnya

input yang dibutuhkan dari sektor lainnya agar sektor tersebut dapat menghasilkan

produk senilai 1 (satu). Tabel tersebut mengambarkan hubungan dinamis antar

sektor produksi ekonomi melalui penyebaran input maupun output sektor-sektor

ekonomi tersebut.

Tabel Input-Output mempunyai manfaat untuk kegiatan perencanaan

pembangunan maupun analisis, sebab perencanaan sektoral dengan menggunakan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 165

model yang diturunkan dari tabel Input-Output dapat dilakukan secara simultan

dan memperlihatkan aspek keterkaitan antar sektor.

Pembacaan tabel ke bawah (kolom) menunjukkan bahwa jumlah masukan

masing-masing sektor diperoleh dari masukan (input) antara dan masukan (input)

primer. Masukan antara berupa masukan dari tiap sektor dalam proses produksi

(kode 190), sedangkan masukan primer berupa balas jasa atas pemakaian faktor

produksi yang terdiri dari upah tenaga kerja, keahlian, pemilik tanah/peralatan dan

penyertaan modal (kode 209). Sehingga jumlah masukan antara dan masukan

primer menunjukkan jumlah total input (kode 210). Pembacaan tabel ke samping

(baris) menunjukkan bahwa jumlah keluaran masing-masing sektor

didistribusikan sebagai permintaan antara dan permintaan akhir.

Permintaan antara yaitu permintaan yang dipakai dalam proses produksi

(kode 180) sedangkan permintaan akhir adalah permintaan yang digunakan oleh

masyarakat sebagai barang konsumsi (kode 309). Sehingga jumlah permintaan

antara dan permintaan akhir menunjukkan jumlah total output (kode 310).

Pembacaan Tabel, menurut kolom menunjukkan bahwa untuk

menghasilkan produknya, sektor Pertanian membutuhkan input terbesar dari

sektor Industri dan sektor Pertanian sendiri. Sektor Pertambangan memerlukan

input terbesar dari sektor Industri dan sektor Perdagangan, sektor Industri

memerlukan input terbesar dari sektor Industri itu sendiri dan sektor

pertambangan, sektor Listrik memerlukan input terbesar dari sektor Pertambangan

kemudian sektor Bangunan memerlukan input terbesar dari sektor Industri dan

sektor Perdagangan. Adapun sektor perdagangan untuk menghasilkan produknya

memerlukan input terbesar dari sektor Industri dan sektor Perdagangan itu sendiri,

sektor Pengangkutan memerlukan input terbesar dari sektor Industri dan

Perdagangan, sektor Keuangan memerlukan input terbesar dari sektor

Perdagangan dan sektor Industri sedangkan sektor Jasa memerlukan input terbesar

dari sektor Industri dan sektor Perdagangan.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 166

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sektor Industri

merupakan sektor pemberi input terbesar bagi semua sektor kecuali sektor Listrik,

Gas dan Air Bersih serta sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan.

Penerimaan input sektoral yang cukup besar tersebut menunjukkan adanya

keterkaitan antar sektor yang cukup besar pula.

Tabel 5. 34

Koefisien Input Output Kabupaten Bandung 2007 (34x34 Sektor)

Sektor 180 309 310 Sektor

1 0.01727 0.04982 0.04197 1

2 0.04843 0.00321 0.03519 2

3 0.03460 0.02279 0.03753 3

4 0.00087 0.00272 0.00224 4

5 0.00984 0.01471 0.01565 5

6 0.01905 0.00485 0.01601 6

7 0.01324 0.12854 0.08678 7

8 0.25313 0.50172 0.47704 8

9 0.00357 0.00685 0.00695 9

10 0.00750 0.01458 0.01397 10

11 0.03504 0.03258 0.04375 11

12 0.00209 0.00249 0.00293 12

13 0.00492 0.01514 0.01253 13

14 0.01217 0.02139 0.02128 14

15 0.00259 0.00259 0.00334 15

16 0.00134 0.00679 0.00502 16

17 0.04284 0.01239 0.03690 17

18 0.00040 0.00027 0.00044 18

19 0.00400 0.03126 0.02164 19

20 - - - 20

21 0.00163 0.00159 0.00208 21

22 0.00276 0.02295 0.01577 22

23 0.00021 0.00051 0.00045 23

24 0.01020 0.02061 0.01946 24

25 0.00390 0.00048 0.00297 25

26 0.00475 0.00314 0.00516 26

27 0.00821 0.00045 0.00591 27

28 0.01589 0.00611 0.01460 28

29 0.00520 0.00079 0.00405 29

30 0.00066 0.04824 0.02961 30

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 167

Sektor 180 309 310 Sektor

31 0.00098 0.01475 0.00959 31

32 0.00012 0.00069 0.00050 32

33 0.00748 0.00453 0.00787 33

34 0.00128 0.00047 0.00117 34

190 0.57616 1.00000 1.00000 190

209 0.42384 209

210 1.00000 210

Sumber : Tabel I-O Kabupaten Bandung

5.4. Keterkaitan ke Depan dan Keterkaitan ke Belakang

Pengaruh sektor ekonomi terhadap sektor ekonomi lainnya dapat juga

dilihat dengan menjumlahkan koefisien input baik menurut baris maupun kolom.

Penjumlahan koefisien input sektor ke kanan atau elemen kolom akan

menunjukkan keterkaitan langsung ke depan (forward linkage). Keterkaitan

langsung ke depan menggambarkan dampak sektor tertentu terhadap sektor-sektor

lainnya yang menggunakan keluaran sektor tersebut sebagai masukan antara untuk

setiap unit kenaikan permintaan akhir. Keterkaitan langsung ke depan

menggambarkan daya tarik terhadap pasar.

Penjumlahan koefisien input sektor ke bawah atau menurut elemen baris

akan menunjukkan keterkaitan langsung ke belakang (backward linkage).

Keterkaitan langsung ke belakang menggambarkan dampak sektor tertentu

terhadap sektor-sektor lain yang keluarannya digunakan sebagai masukan antara

untuk setiap unit kenaikan permintaan akhir. Keterkaitan langsung ke belakang

menggambarkan daya tarik terhadap bahan baku. Tabel dibawah menjelaskan

tentang keterkaitan langsung ke depan dan keterkaitan langsung ke belakang.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 168

Tabel 5. 35

Input Output Kabupaten Bandung 2007

Keterkaitan Ke Depan dan Keterkaitan Ke Belakang (34 Sektor)

Sektor Keterkaitan Ke Depan

Keterkaitan Ke Belakang

Sektor

1 0.99858 1.03099 1

2 0.62305 0.78343 2

3 0.82200 0.95567 3

4 0.65853 0.87716 4

5 1.05862 0.75278 5

6 0.62392 2.27628 6

7 1.06311 1.30737 7

8 1.30119 1.09724 8

9 1.09579 0.81411 9

10 1.21158 1.10822 10

11 1.02618 2.48497 11

12 0.94002 0.67647 12

13 1.20767 1.08112 13

14 1.42815 1.21583 14

15 1.13034 0.93478 15

16 0.98904 0.59347 16

17 1.06335 1.30784 17

18 0.75158 0.59649 18

19 1.23817 0.85657 19

20 0.79724 1.42872 20

21 1.00574 0.57136 21

22 0.94521 0.67776 22

23 2.24922 1.23719 23

24 0.99905 1.55465 24

25 0.76788 0.67535 25

26 0.78245 0.80259 26

27 0.95679 1.17375 27

28 0.97174 0.72920 28

29 0.73233 0.97157 29

30 0.96905 0.62088 30

31 1.03453 0.62498 31

32 0.91299 0.56022 32

33 0.66025 0.96933 33

34 0.98464 0.65168 34

jumlah 34.00000 34.00000

Sumber : Tabel I-O Kabupaten Bandung

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 169

Tabel di atas menunjukkan bahwa keterkaitan ke belakang maupun ke

depan terbesar dimiliki oleh sektor Industri Pengolahan, hal tersebut

mengindikasikan bahwa sektor Industri Pengolahan memiliki peran yang besar

dalam menarik sektor lain untuk berkembang, yaitu meminta output sektor lain

sebagai input kegiatan produksinya maupun menyediakan input bagi kegiatan

produksi sektor lain. Adapun posisi tiap sektor dalam keterkaitan langsung ke

depan maupun ke belakang dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) kelompok.

Dengan melihat pengelompokan sektor, nampak bahwa sektor Industri

Pengolahan merupakan sektor unggulan, karena memiliki nilai Keterkaitan ke

Depan dan Keterkaitan ke Belakang yang cukup tinggi. Selain sektor Industri

Pengolahan terdapat sektor lain yang merupakan sektor unggulan di wilayah

Kabupaten Bandung yaitu sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, sektor

Pertambangan dan Penggalian, sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, sektor

Pengangkutan dan Komunikasi serta sektor Bangunan.

Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran serta sektor Pertambangan dan

Penggalian mempunyai keterkaitan langsung kedepan (forward linkage) cukup

besar, artinya perubahan output sektor ini akan memberi dampak yang cukup

besar terhadap sektor-sektor lainnya yang menggunakan keluaran sektor tersebut

sebagai masukan antara untuk setiap unit kenaikan permintaan akhir. Adapun

sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, sektor Pengangkutan dan Komunikasi serta

sektor Bangunan mempunyai keterkaitan langsung ke belakang (bacward linkage)

cukup besar, artinya perubahan permintaan input sektor ini akan memberi dampak

dampak yang cukup besar bagi sektor tertentu yang keluarannya digunakan

sebagai masukan antara untuk setiap unit kenaikan permintaan akhir.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 170

BAB VI Kekuatan, Kelemahan, Peluang,

Tantangan dan

Isu Strategis Pengembangan

Ekonomi Masyarakat

Kabupaten Bandung

Untuk mencermati perkembangan dinamika kondisi perekonomian Kabupaten

Bandung secara historis dan berdasarkan kondisi eksisting saat ini, diperlukan adanya

evaluasi terhadap kondisi indikator-indikator utama perekonomian Kabupaten Bandung.

Evaluasi tersebut menyangkut indikator-indikator makro maupun mikro ekonomi

Kabupaten Bandung yang berhubungan dengan evaluasi kondisi perekonomian

masyarakat Kabupaten Bandung.

6.1. SWOT Sektoral Kabupaten Bandung

Nilai PDRB Kabupaten Bandung tahun 2010 (atas dasar harga konstan)

meningkat menjadi Rp.21,7 Triliun, atau meningkat Rp.1,2 Triliun dibandingkan

nilai PDRB tahun 2009 (Tabel 4.1). Peningkatan tersebesar peran sektoral

terhadap PDRB 2010 disumbang oleh sektor industri manufaktur yang

meningkat sebesar Rp.654 Milyar. Sektor lainnya yang juga signifikan

menopang kenaikkan PDRB tahun 2010 adalah sektor perdagangan, hotel dan

restoran (PHR) sebesar Rp.263 Milyar dan sektor pertanian sebesar Rp.100

Milyar. Peran sektoral yang relatif cukup besar dari ketiga sektor tersebut

menyebabkan pengaruhnya terhadap perkembangan perekonomian Kabupaten

Bandung menjadi sangat strategis.

Secara umum, kondisi SWOT sektoral PDRB dilihat dari keterkaitannya dengan

berbagai aspek perekonomian di Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut:

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 171

Identifikasi Kekuatan

Dominasi sektor ekonomi antara lain dari sektor industri pengolahan,

pertanian, dan perdagangan.

Tingginya jumlah penduduk yang bekerja di ketiga sektor tersebut

menyebabkan peningkatan aktivitas sektoralnya menjadi jaminan kemajuan

perekonomian Kabupaten Bandung.

Sektor perdagangan, hotel, dan restauran memiliki kontribusi terbesar kedua

setelah industri serta memiliki peningkatan kontribusi terhadap PDRB.

Memiliki banyak komoditi unggulan pertanian baik dari sektor petanian

maupun dari sektor industri pengolahan yang memanfaatkan bahan baku

hasil pertanian diantaranya dari sektor pertanian yaitu stroberi, kopi, sapi

perah dan produk turunannya. Sementara dari sektor industri diantaranya

industri peralatan pertanian dan industri kerajinan wayang golek.

Kabupaten Bandung mempunyai cukup banyak potensi dan sebagian besar

merupakan wisata alam dan agro.

Jumlah UKM di Kabupaten Bandung mencapai sebanyak 5.392 UKM.

Jumlah ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya

(2006-2008).

Identifikasi Kelemahan

Masih tingginya dependency ratio yang menunjukkan tingginya

ketergantungan penduduk kurang produktif.

Perkembangan sektor dominan sangat sensistif bagi kemajuan

perekonomian Kabupaten Bandung, termasuk kaitannya dengan penyerapan

lapangan kerja dan pengurangan tingkat kemiskinan.

Menurunnya kontribusi sektor industri terhadap PDRB 2010.

Identifikasi Peluang

Meningkatnya arus investasi pada beberapa sektor unggulan (meningkatnya

PMA dan PMDN).

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 172

Meningkatnya kesempatan kerja.

Adanya pola kemitraan antara industri kecil dan menengan dengan industri

besar

Sebagian besar investasi di Kabupaten Bandung adalah investasi di sektor

sekunder dan tersier, seperti di sektor industri manufaktur dan sektor jasa

perdagangan.

Wilayah perekonomian Kabupaten Bandung juga memiliki ketersediaan

bahan mentah yang cukup

Kabupaten Bandung memiliki kondisi iklim, lahan dan sumberdaya hayati

yang sangat mendukung pengembangan usaha aneka jenis komoditas

pertanian, mulai dari tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan

kehutanan.

Keragaman sosial ekonomi di Kawasan Metropolitan Bandung menjadi

sasaran pasar lokal pengembangan komoditas hortikultura.

Tersedia potensi untuk mengembangkan industri tekstil dan produk tekstil

(TPT)

Tersedia potensi untuk mengembangkan perdagangan dan Industri kreatif.

Tersedia sumber daya untuk berbagai bidang industri seperti makanan dan

minuman.

Identifikasi Ancaman

Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.

Semakin kecilnya daya serap tenaga kerja dibandingkan jumlah PMA dan

PMDN yang meningkat.

Strategi Kekuatan terhadap Peluang

Deregulasi kebijakan dan peraturan yang terkait dengan penanaman modal

(asing maupun dalam negeri)

Peningkatan pola kemitraan antara industri kecil dan menegah dengan

industry besar di sektor ekonomi yang lebih luas

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 173

Pengembangan dan pemberdayaan UKM pada sektor-sektor dominan di

Kabupaten Bandung.

Peningkatan kemampuan masyarakat yang bekerja pada sektor dominan di

Kabupaten Bandung.

Strategi Kelemahan terhadap Peluang

Pengendalian jumlah pertumbuhan penduduk guna menekan tingginya

dependency ratio.

Peningkatan kapasitas kemampuan penduduk produktif guna dapat

menopang lebih terhadap penduduk kurang produktif

Strategi Kekuatan terhadap Ancaman

Peninjauan kembali pengalihan fungsi lahan sesuai dengan kebijakan

RTRW Kabupaten Bandung.

Pemberdayaan tenaga kerja lokal dengan adanya penanaman modal baru di

Kabupaten Bandung (baik dari dalam negeri maupun asing)

Strategi Kelemahan terhadap Ancaman

Meningkatkan kemampuan tenaga kerja dan calon tenaga kerja agar

memiliki keahlian sesuai dengan yang dispesifikan oleh sektor-sektor

unggulan di Kabupaten Bandung.

Meningkatkan permberdayaan sektor-sektor unggulan dengan pemanfaatan

lahan sesuai dengan peruntukkannya.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 174

Tabel 6. 1

SWOT sektoral PDRB Kabupaten Bandung

Sektoral Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan

INTERNAL INTERNAL EKSTERNAL EKTERNAL

Pertanian Luas Lahan/Kawasan Masih

Memungkinkan Untuk di

Kembangkan Budi Daya

Pertanian

Ketersedian Tenaga Kerja

Mencukupi

Dekat Dengan Pasar Lokal dan

Wilayah Sekitar

Kondisi Lingkungan (Iklim)

Yang Cocok Untuk Banyak

Budidaya Tanaman

Secara historis Kawasan

Bandung Selatan dikenal sejak

lama sebagai kawasan

perkebunan dan pertanian

Tidak Stabilnya Harga Jual

Komoditas

Ketidakstabilan Harga Input

Produksi

(Pupuk/Bibit/Pestisida)

Diversifikasi Komoditas

Masih Rendah

Kuatnya pengaruh

ketidakstabilan iklim/cuaca

terhadap kinerja produksi

Masih rendahnya kualitas

dan perawatan infrastruktur

pertanian

Ancaman krisis pangan

menyebabkan permintaan produk

pertanian tinggi

Defisit beras dan daging

Pertambahan jumlah penduduk luar

Kabupaten Bandung berdampak

terhadap permintaan produk

pertanian

Menyusutnya lahan pertanian diluar

wilayah Kabupaten Bandung

Komitmen pemerintah pusat dan

Provinsi cukup kuat mendorong

perkembangan produksi pertanian

Membajirnya barang pertanian

impor

Tingginya persaingan pasokan

produk pertanian regional ke

pasar lokal, regional dan

nasional

Tertekannya aktivitas

pemasaran produk-produk

pertanian di pasar-pasar

tradisional

Pertambangan

dan Penggalian

Komoditas tambang dan

penggalian memiliki nilai jual

tinggi

Permintaan produk penggalian

meningkat sejalan dengan

perkembangan sektor properti

dan infrastruktur

Kedekatan pemasaran produk

dengan akses pasar

Potensinya semakin

menurun (tidak terbarukan)

Eksploitasi semakin terbatas

karena terkait pengendalian

lingkungan dan status

kawasan dalam RTRW

Permintaan pasar eksternal terus

meningkat

Dekat dengan pasar

Tingginya tingkat persaingan

pasar produk antar wilayah

Permintaan semakin kritis

terhadap kualitas produk

Ongkos logistik yang

cenderung meningkat

Industri Kemampuan pasar lokal Variasi produk yang kurang Permintaan eksternal Ketidakstabilan harga bahan

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 175

Sektoral Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan

INTERNAL INTERNAL EKSTERNAL EKTERNAL

Pengolahan menopang permintaan terus

meningkat

Biaya input relatif rendah

Dekat dengan akses pasar

Kestabilan politik dan ekonomi

Ketersediaan bahan baku,

tenaga kerja, dan lahan masih

mencukupi

berkembang

Harga bahan baku kurang

stabil

Masih rendahnya akumulasi

permodalan dan teknologi

Eksternalitas kondisi cuaca

mempengaruhi kinerja

produksi

Masih rendahnya inovasi

Dukungan infrastruktur

masih terbatas

(Regional/Nasional/Internasional)

meningkat dinamis

Kesepakatan-kesepakatan

perdagangan dapat dijadikan peluang

mengakses pasar internasional

Meningkatnya insentif pemerintah

pusat dan regional terhadap sektor

industri (semacam revitalisasi mesin

TPT)

baku kandungan impor (import

content)

Persaingan semakin ketat

sejalan dengan liberalisasi

perdagangan kawasan

Konsumen eksternal semakin

kritis terhadap kualitas

Ketidakstabilan kurs dan harga

komoditas energi

Ongkos logistic yang

cenderung meningkat

Listrik, Gas dan

Air Bersih

Permintaan lokal cenderung

meningkat

Perkembangan sektor-sektor

bisnis mendorong kenaikkan

permintaan

Sektor Listrik, Gas dan Air

Bersih masuk ke dalam

indikator pembangunan dan

berhubungan dengan

infrastruktur strategis

Potensi sumber daya dimiliki

Terkait erat denan

pembiayaanpemerintah

Investasi besar

Keterlibatan swasta masih

minim

Peluang sinergi dengan program

ketahanan energi pemerintah pusat

Perkembangan sektor ekonomi

diluar Kabupaten Bandung

berdampak terhadap

pengendalian potensi sumber

daya air

Bangunan/Kons

truksi

Permintaan meningkat sejalan

dengan perkembangan

penduduk dan aktivitas

ekonomi

Luas lahan yang mencukupi

Mensinergikannya dengan

RTRW

Dukungan infrastruktur

pendukung kawasan masih

Letak strategis Kabupaten Bandung

sebagai satelit Kota Bandung

mendorong permintaan sektoral

bangunan dan konstruksi (terkait

mobilitas dan tempat tinggal

Harga bahan baku bangunan

dan konstruksi cenderung

kurang stabil

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 176

Sektoral Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan

INTERNAL INTERNAL EKSTERNAL EKTERNAL

Dukungan sektor keuangan dan

perbankan kuat terhadap sektor

bangunan dan konstruksi

Perkembangan sektor industri

dan perdagangan mendorong

aktivitas sektor bangunan dan

konstruksi

rendah

penduduk)

Perdagangan,

Hotel dan

Restoran

Sektor PHR terkait dinamis

dengan perkembangan sektor

yang lain

Perkembangannya sejalan

dengan peningkatan jumlah

penduduk dan peningkatan

pendapatan masyarakat

Kawasan Bandung Selatan

potensial berkembang menjadi

kawasan wisata

Perkembangan usaha restoran

potensial karena kedekatan

dengan bahan baku dan cultural

Perkembangan sub sektor

pariwisata belum diikuti

dengan perkembangan sub

sektor hotel

Lama tinggal wisatawan

masih rendah

Clustering pasar moderen

sebagai pusat perdagangan

belum berjalan dan bersifat

destruktif terhadap pasar

tradisional

Meningkatkan konsistensi

terhadap RTRW

Kualitas infrastruktur yang

masih minim

Peluang kunjungan wisatawan ke

Kabupaten Bandung cukup besar

(faktor geografis)

Dampak perubahan kesejahteraan

wilayah sekitar berdampak positif

terhadap perkembangan sektor PHR

di Kabupaten Bandung

Investasi di bidang PHR berkembang

pesat dan berdampak kepada

investasi PHR di Kabupaten

Bandung

Tingkat inflasi regional

berdampak terhadap daya beli

lokal

Tingkat persaingan sektor

PHR antar Kabupaten/Kota

cukup ketat

Pengangkutan

dan

Komunikasi

Sektor Pengangkutan dan

Komunikasi berkembang

dinamis sejalan dengan

perkembangan penduduk dan

pendapatan

Perbaikan infrastruktur

masih lambat

Mobilitas penduduk luar wilayah ke

Kabupaten Bandung meningkat

Perkembangan sub sektor

komunikasi pesat secara nasional dan

regional berdampak ke dalam

Potensi ketidakstabilan harga

bahan bakar kendaraan

Biaya logistik yang cenderung

naik

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 177

Sektoral Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan

INTERNAL INTERNAL EKSTERNAL EKTERNAL

Sub sektor pengangkutan

meningkat sejalan dengan

perbaikan sarana infrastruktur

Permintaan terus meningkat

perekonomian Kabupaten Bandung

Peluang investasi secara nasional dan

regional pesat berdampak terhadap

investasi di Kabupaten Bandung

Keuangan,

Persewaan dan

Jasa Perusahaan

Perkembangan sektor

keuangan, persewaan dan jasa

terkait dengan perkembangan

sektor lainnya

Kebutuhan modal dan jasa

sektoral terus meningkat

Jumlah lembaga keuangan dan

perbankan cukup banyak

Meningkatkan kualitas

bankable sektor usaha

Meningkatkan kemudahan

investasi di sektor

keuangan, persewaan dan

jasa perusahaan

Ekspansi sektoral secara nasional dan

regional tinggi

Penurunan tingkat suku bunga secara

nasional

Ketidakstabilan inflasi

Berkembangnya bentuk

investasi keuangan skala

nasional

Jasa-jasa Mengikuti perkembangan

sektor-sektor yang lain

Meningkatkannya kebutuhan

sektor jasa sejalan dengan

perkembangan tingkat

kesejahteraan dan pertambahan

jumlah penduduk

Sektor sensitif terhadap

perubahan stabilitas makro

dan kesejahteraan

Kesesuaian investasi di

bidang jasa dengan

kebutuhan/permintaan

masyarakat lokal

Mobilitas penduduk luar daerah ke

Kabupaten Bandung berdampak

terhadap permintaan

Tingginya tingkat persaingan

sektoral di tingkat regional

dan nasional

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 178

6.2. SWOT Produk Unggulan Kabupaten Bandung

Perkembangan produk unggulan di Kabupaten Bandung secara makro terefleksi

dari perkembangan sektoral. Sektor utama penggerak perekonomian di Kabupaten

Bandung secara eksisting adalah sektor industri manufaktur, sektor perdagangan,

hotel dan restoran; dan sektor pertanian. Perkembangan sektor-sektor lain, juga

meningkat (kecuali sektor yang berbasis primer dengan komoditas tidak

terbarukan seperti sektor pertambangan dan penggalian). Perkembangan sektor-

sektor unggulan tersebut tercermin dari perkembangan kontribusi sektoral

masing-masing sektor terhadap PDRB.

Identifikasi produk unggulan sektoral di Kabupaten Bandung mengacu pada

kondisi-kondisi sebagai berikut (sumber identifikasi sektoral berdasarkan sektor

unggulan PDRB Kecamatan):

1. Peternakan dan Perikanan Komoditas unggulan pada sektor peternakan yang

dikembangkan di Kabupaten Bandung adalah sapi baik sapi perah maupun

sapi potong dan produk turunannya, tetapi jenis komoditas peternakan lain

juga berkembang di Kabupaten Bandung seperti domba, ayam ras pedaging

dan itik. Hampir di seluruh kecamatan kecuali di kecamatan Margahayu,

Margaasih dan Katapang merupakan daerah peternakan di Kabupaten

Bandung. Pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Bandung diarahkan

di Kecamatan Ibun, Majalaya, Ciparay, Pacet dan Bojongsoang dan

pemanfaatan/pengelolaan situ-situ di Kecamatan Pangalengan, Rancabali,

serta kecamatan lainnya kecuali Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang,

Margaasih dan Kertasari. Secara agregat sektoral, daerah yang memiliki

potensi sangat besar dalam sektor pertanian adalah Kecamatan Cilengkrang,

Pasirjambu, Ciwidey, Kertasari. Cikancung, Cimenyan dan Rancabali.

2. Daerah yang memiliki potensi sangat besar dalam sektor Pertambangan dan

Penggalian adalah Kecamatan Ibun dan Kecamatan Baleendah.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 179

3. Dalam sektor Industri Pengolahan kecamatan Dayeuhkolot, Majalaya,

Katapang, Pameungpeuk, dan Solokanjeruk memiliki nilai potensi terbesar

dalam sektor Industri Pengolahan.

4. Di Kabupaten Bandung kecamatan yang memiliki potensi ekonomi besar

dalam sektor listrik, gas dan air bersih hanya kecamatan Cilengkrang dan

Cimenyan.

5. Kecamatan yang memiliki potensi besar dalam sektoe Bangunan/Kosntruksi

adalah Kecamatan Cilengkarang, Cimenyan, Ciwidey, Ciparay, Cangkuang,

Pacet, dan Cileunyi. Besarnya potensi tersebut diakibatkan pada daerah

tersebut telah banyak berdiri perumahan-perumaan dan industri untuk

bangunan.

6. Sekitar 19 kecamatan di Kabupaten Bandung memiliki potensi dalam sektor

perdagangan, hotel dan restoran. Kecamatan-kecamatan tersebut meliputi

Kecamatan Pacet, Ciparay, Banjaran, Pengalengan, Cangkuang, Cimaung,

Arjasari, Beleendah, Ciwidey, Pasirjambu, Margahayu, Margasih, Cileunyi,

Rancaekek, Cilengkrang, Cimenyan, Cicalengka, Nagreg dan Cikancung. Hal

ini bisa disimpulkan jika Kabupaten bandung memiliki potensi dalam sektor

perdagangan, hotel dan restoran.

7. Kecamatan yang memiliki potensi ekonomi yang sangat besar dalam sektor

Pengangkutan dan Komunikasi adalah kecamatan Cileunyi, Ciwidey, Ciparay,

Cangkuang, Cicalengka. Sedangkan kecamatan pangalengan, Cimaung,

Nagreg, Cimenyan, Rancaekek, Paseh, Cilengkarang, Pacet, Banjaran,

Kertasari, Baleendah, dan Cikancung.

8. Daerah yang memiliki potensi sangat besar dalam sektor keuangan, persewaan

dan jasa perusahaan adalah Kecamatan Baleendah, Cileunyi, Cilengkrang,

Ciparay, Banjaran, Margahayu, dan Cimenyan.

9. Daerah yang memiliki potensi sangat besar dalam sektor Jasa-jasa adalah

Kecamatan Soreang, Baleendah, Ciparay, Pacet, Margaasih, dan Cilengkrang

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 180

Selain melihat pola unggulan berbasis sektoral, dari penelusuran data primer yang

diperoleh dari hasil focus group discussion, teridentifikasi sejumlah komoditas

(berdasarkan informasi nara sumber), seperti sebagai berikut:

Tabel 6. 2

Identifikasi Produk Potensial Kecamatan di Kabupaten Bandung

Sub Sektor Potensial Produk Potensial Kecamatan

Tanaman Bahan Makanan Padi Majalaya

Peternakan Ayam buras dan ras, domba;

Perikanan Pembenihan ikan

Industri pengolahan Makanan, konveksi, percetakan

Jasa Pertukangan

Tanaman Bahan Makanan Padi, ubi kayu Paseh

Tanaman Perkebunan Tembakau, murbey

Peternakan Sapi, domba, Ayam pedaging, kokon

Kehutanan Bambu, aren

Perikanan Ikan Nila, ikan mas

Industri pengolahan Kapas kecantikan

Tanaman Bahan Makanan Padi, Solokanjeruk

Perkebunan Sayur mayur

Peternakan Ayam buras dan ras

Industri pengolahan Lap piring, pakaian,

Tanaman Bahan Makanan Padi ketan, ubi jalar, ubi kayu Ibun

Peternakan Sapi, domba, Ayam pedaging

Kehutanan Bambu hitam

Perikanan Ikan Nila, ikan mas

Industri pengolahan Konveksi, Alat rumah tangga

Jasa Wisata alam

Tanaman Perkebunan Tanaman holtikultura, Kertasari

Peternakan Sapi Perah

Tanaman Bahan Makanan Padi Pacet

Tanaman Perkebunan Bawang merah, bawang daun, cabe merah, kacang merah,

tembakau

Kehutanan Bambu, kayu

Perikanan Bibit ikan,

Industri pengolahan Makanan, konveksi, rajut, kerajinan

Tanaman Bahan Makanan Beras, beras ketan, ubi kayu Ciparay

Perkebunan Sayur mayur

Peternakan Domba, ayam buras dan ras; kambing, sapi perah

Kehutanan Bambu; kayu albasiah;

Industri pengolahan Kulit, tapioka, makanan

Tanaman Bahan Makanan padi sawah, ketela pohon Banjaran

Perkebunan Kedele; Kacang tanah, Bawang merah

Peternakan Ayam pedaging, itik, ayam buras, domba

Kehutanan Bambu, kayu,

Industri pengolahan Tepung tapioka; Ikan pindang; tahu; krupuk, Kulit domba

Tanaman Bahan Makanan Padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar Pengalengan

Tanaman Perkebunan Tomat, alpukat, pisang, bawang merah, bawang daun, cabe,

ketang , jeruk

Peternakan Ayam buras, sapi perah, itik, domba

Industri pengolahan Susu caramel, kripik kentang, dodol susu, yoghurt, krupuk,

kerajinan miniatur

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 181

Sub Sektor Potensial Produk Potensial Kecamatan

Jasa Objek wisata

Tanaman Bahan Makanan Padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar Cimaung

Tanaman Perkebunan Tomat, alpukat, pisang, bawang merah, bawang daun, cabe,

kentang , jeruk , kacang merah, alpukat, nangka

Kehutanan Bambu, kayu

Perikanan Lele dumbo

Industri pengolahan Kripik, oven arnet, konveksi, kerajinan bambu, sepatu,

pembuatan baud,

Jasa Objek wisata, bumi perkemahan

Tanaman Bahan Makanan Padi, ubi kayu, jagung Arjasari

Tanaman Perkebunan Tanaman holtukultura, pisang, alpukat, jambu, nenas

Peternakan Itik, domba, ayam buras, sapi perah, sapi potong,

Perikanan Pembenihan ikan

Penggalian Batu pondasi, batu alam

Industri pengolahan Peuyeum, tahu, keramik keset, inkra bambu

Tanaman Bahan Makanan Padi, Pameungpeuk

Tanaman Perkebunan Jeruk, pisang

Peternakan Itik, domba, ayam buras,

Industri pengolahan Opak, kerajinan

Jasa Pertukangan

Tanaman Bahan Makanan beras ketan, ubi kayu Balendah

Perkebunan pisang

Peternakan Ayam Buras dan ras, itik

Industri pengolahan Kripik, sale pisang, tahu, kerupuk, pakaian, makanan,

Lukisan; pigura, Tutup botol

Tanaman Bahan Makanan Padi, kacang kedelai/tauge; Dayeuhkolot

Perikanan Perikanan

Industri pengolahan Tepung tapioca, baso, penggilingan padi, Mebeler, Sandal,

Sepatu, sandal sepatu, tas, konpeksi, kulit.

Tanaman Bahan Makanan Padi sawah Bojongsoang

Perkebunan Pisang,

Peternakan Ayam Pedaging dan Petelur; ayam buras, Itik, domba

Perikanan Perikanan

Kehutanan Bambu, kayu,

Industri pengolahan Batu bata, mebeler, krupuk, pemindangan, telur asin

Tanaman Bahan Makanan Padi Soreang

Tanaman Perkebunan Anggrek, tanaman holtikultura, pisang

Peternakan Itik, domba

Industri pengolahan Bata merah, makanan, inkra bambo, mebeuler

Tanaman Bahan Makanan Padi, jagung, ketela pohon; ketela rambat, sayuran, Ciwidey

Tanaman Perkebunan Teh, cengkeh, tembakau; kopi buah-buahan

Peternakan Susu sapi, Ayam buras, Susu kambing

Bangunan Bahan bangunan

Tanaman Bahan Makanan Padi, jagung, ubi jalar, bawang merah, Tanaman holtikultura Pasirjambu

Tanaman Perkebunan Strawbery, anggrek, jeruk, Pepaya, pisang

Peternakan Ayam buras, itik, kambing

Kehutanan Bambu

Tanaman Bahan Makanan Padi, ubi kayu dan ubi jalar Katapang

Tanaman Perkebunan jagung; sosin; kacang panjang; tomat; terung;

Peternakan Kambing, domba, ayam buras,itik, kerbau, kuda

Industri pengolahan Makanan, tepung beras, kayu, bambu, assesoris, tinta

komputer

Tanaman Bahan Makanan Padi, jagung, ubi jalar, bawang merah, Tanaman holtikultura Rancabali

Tanaman Perkebunan Strawbery, anggrek, jeruk, Pepaya, pisang

Peternakan Ayam buras, Domba

Bangunan Bahan bangunan

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 182

Sub Sektor Potensial Produk Potensial Kecamatan

Tanaman Bahan Makanan Jagung: ubi jalar; Padi, Margahayu

Perikanan perikanan

Industri pengolahan Krupuk, tepung, coklat, Boneka, mebeler, rajut,

konveksi; sepatu; tas

Garment; tas; sepatu; kesed

Industri pengolahan Topi, jaket, Margasih

Tanaman Bahan Makanan Padi, Jagung; Ubi Jalar; Ubi Kayu, Cileunyi

Perkebunan Pisang, nangka, mangga, Kentang, tomat, ketimun bawang

daun, Sawi, kacang merah, nangka

Peternakan Ayam buras petelur; pedaging

Perikanan Pembenihan ikan; perikanan

Kehutanan Bambu, kayu,

Industri pengolahan Kompor, oven, langseng, Pakaian, alat rumah tangga,

Makanan, senapan angin;

Tanaman Bahan Makanan Padi, Ubi-ubian Rancaekek

Tanaman Perkebunan Wortel, Kentang

Peternakan Ayam buras dan ras, domba, susu sapi

Industri pengolahan Makanan, besi tempa kerajinan, konveksi

Tanaman Bahan Makanan Padi Cilengkrang

Tanaman Perkebunan Tanaman holtukultura, jambu biji, pisang, papaya

Peternakan Itik, domba, ayam buras, sapi perah, sapi potong,

Perikanan Pembenihan ikan, ikan mas

Industri pengolahan Dendeng, inkra bamboo, mebeuler, rak kursi

Tanaman Bahan Makanan Padi, ubi kayu, jagung Cimenyan

Tanaman Perkebunan Tanaman holtukultura, pisang, alpukat, jambu, nenas

Peternakan Itik, domba, ayam buras, sapi perah, sapi potong,

Perikanan Pembenihan ikan

Penggalian Batu pondasi, batu alam

Industri pengolahan Peuyeum, tahu, keramik keset, inkra bambu

Tanaman Bahan Makanan Padi, singkong, jagung Cicalengka

Tanaman perkebunan Kedelai, cengkeh

Peternakan Ayam buras dan ras, itik

Kehutanan Kayu, bambu

Industri pengolahan Mebeuler

Bangunan Pengeringan kayu

Tanaman Bahan Makanan Jagung, kopi Nagreg

Peternakan Ikan lele, ayam buras

Kehutanan Kayu, bambu

Industri pengolahan Makanan, tas, boneka, arang, bata merah, kerajinan,

konveksi

Penggalian Kaolin

Tanaman Bahan Makanan Padi Cikancung

Peternakan Sapi, domba, ayam buras

Industri pengolahan Genting, bata merah, makanan, konveksi, alat rumah tangga,

setir mobil, kerudung

Bangunan Pengeringan kayu

Sumber: Konsultan data diolah

Secara umum, kondisi SWOT sektoral produk unggulan dilihat dari

keterkaitannya dengan berbagai aspek perekonomian di Kabupaten Bandung

adalah sebagai berikut:

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 183

Identifikasi Kekuatan

• Banyaknya kegiatan ekonomi (UKM) berbasis masyarakat

• Prosedur untuk melaksanakan ekonomi kerakyatan cukup sederhana

• Adanya konsep pengembangan OVOP (One Village One Product)

• Sumber daya alam yang melimpah sebagai bahan baku.

• Kebijakan pengembangan kawasan agropolitan

• Wilayah perekonomian Kabupaten Bandung juga memiliki ketersediaan

bahan mentah yang cukup

Identifikasi Kelemahan

• Rendahnya akses terhadap lapangan kerja

• Lemahnya SDM untuk meningkatkan produktifitas

• Aksesibilitas terhadap modal dan pasar masih rendah

• Aksesibilitas dan informasi terhadap pasar masih rendah

• Kurangnya akses masyarakat terhadap permodalan

• Produk olahan hortikultura belum banyak berkembang sehingga nilai tambah

produk masih terbatas, produktivitas, kualitas dan diversifikasi produk belum

optimal, sehingga kurang memiliki daya saing.

• Kemampuan daya beli penduduk Kabupaten Bandung tahun ini masih

terhambat oleh lesunya sektor usaha sebagai dampak dari krisis global yang

terjadi.

Identifikasi Peluang

• Sumber daya alam masih banyak tersedia

• Sektor usaha kepariwisataan cenderung meningkat

• Pasar yang masih terbuka luas

• Minat swasta dalam berinvestasi di bidang agropolitan cukup tinggi

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 184

• Keragaman sosial ekonomi di Kawasan Metropolitan Bandung menjadi

sasaran pasar lokal pengembangan komoditas hortikultura.

Identifikasi Ancaman

• Pola pekerjaan masyarakat yang memiliki kecenderungan urbanisasi.

• Perilaku masyarakat yang semakin permisif.

• Masih dominannya industri besar dalam perekonomian daerah.

• Produk sejenis dari wilayah lain.

• Ketatnya standar terhadap produk hasil pertanian

• Baku mutu air sungai kelas II, 96-99% berstatus mutu “cemar berat” dan

hanya 1-4% berstatus “cemar sedang”.

Strategi Kekuatan terhadap Peluang

• Pengembangan produk unggulan pada skala UKM dengan pola pemanfaatan

sumber daya alam secara optimal.

• Pengembangan produk unggulan berdasar pada keunggulan sumber daya per

area.

• Pemasaran produk hortikultura dengan memanfaatkan potensi pasar di

kawasan Kota Bandung sebagai pasar terdekat dari Kabupaten Bandung.

• Pengembangan kawasan agropolitan dengan memberikan tawaran investasi

kepada swasta untuk turut serta membangun kawasan unggulan per produk

tertentu.

Strategi Kelemahan terhadap Peluang

• Peningkatan pemberdayaan penduduk lokal dalam mengembangkan kawasan

unggulan per produk.

• Peningkatan kemampuan masyarakat lokal terhadap produk unggulan di

daerahnya.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 185

• Sosialisasi pemberian bantuan modal dari lemabaga keuangan bank dan non

bank kepada petani maupun pengusaha lokal.

• Pembinaan terhadap petani dan pengusaha lokal khususnya dalam pemasaran

produk-produk unggulan setiap area.

• Pemanfaatan produk-produk mentah hortikultura menjadi produk setengah

jadi maupun jadi yang dapat memberikan peningkatan nilai tambah produk.

Strategi Kekuatan terhadap Ancaman

• Peningkatan kemampuan penduduk lokal terhadap produk unggulan

daerahnya guna mengurangi pola urbanisasi.

• Sinergitas industri besar dengan industri kecil dan menengah guna

memberikan dampak positif dari dominasi industry bersar dalam

perekonomian daerah.

• Peningkatan kualitas hasil pertanian guna memenuhi standar kelayakan

produk pertanian.

• Penindakan terhadap industri-industri yang memberikan pencemaran

lingkungan yang cukup tinggi

Strategi Kelemahan terhadap Ancaman

• Peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan produk

unggulan daerahnya serta mengurangi permasalahan urbanisasi

• Peningkatan kemampuan SDM lokal dalam upayanya untuk meningkatkan

produktifitas

• Sosialisasi bantuan permodalan serta pembinaan pemasaran produk-produk

unggulan.

• Aksesibilitas dan informasi terhadap pasar masih rendah

• Kurangnya akses masyarakat terhadap permodalan

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 186

• Produk olahan hortikultura belum banyak berkembang sehingga nilai tambah

produk masih terbatas, produktivitas, kualitas dan diversifikasi produk belum

optimal, sehingga kurang memiliki daya saing.

• Peningkatan kesadaran masyarakat akan kesehatan lingkungan khususnya

dalam turut serta mengawasi pencemaran lingkungannya.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 187

Tabel 6. 3

SWOT Produk Unggulan Kabupaten Bandung

No Komoditas Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan

INTERNAL INTERNAL EKSTERNAL EKSTERNAL

1 Tanaman Pangan Tenaga kerja dan lahan yang masih

memungkinkan

Dekat dengan pasar

Permintaan konsisten meningkat

Ketidakstabilan harga

Value added produk yang

rendah

Persaingan dengan

komoditas impor tinggi

Infrastruktur pendukung

kurang mendukung

Hambatan permodalan tinggi

Permintaan luar wilayah

Kabupaten Tinggi tinggi

Lahan di wilayah lain

cenderung berkurang

Pengembangan pasar lebih

terbuka

Persaingan harga jual dengan

komoditas impor

Perubahan harga-harga input

(pupuk dan pestisida)

2 Perkebunan Tenaga kerja dan lahan yang masih

memungkinkan

Harga jual meningkat stabil

Dekat dengan pasar

Variasi komoditas rendah

Pengembangan lahan

terbatas

Persaingan pemanfaatan

lahan tinggi

Kurang terhubungan dengan

industri pengolahan (hilir)

Permintaan luar wilayah

Kabupaten Tinggi tinggi

Lahan di wilayah lain

cenderung berkurang

Pengembangan pasar lebih

terbuka

Persaingan harga jual dengan

komoditas impor

Perubahan harga-harga input

(pupuk dan pestisida

3 Kerajinan Permintaan meningkat sejalan

dengan pertambahan penduduk dan

pendapatan

Pelaku usaha terus berkembang

Variasi jenis produk lebih variatif

Kurang ada inovasi

Pengembangan pasar rendah

Penggunaan teknologi

rendah

Permintaan eksternal

meningkat

Dekata dengan pasar

eksternal potensial

Persaingan dengan produk

impor tinggi

Pengembangan pasar

eksternal bergerak lamban

4 Perikanan Permintaan lokal meningkat

Wilayah pengembangan mendukung

Permodalan rendah

Ketidakstabilan harga jual

Produksi bibit ikan terbatas

Harga pakan tidak stabil

Pengembangan pasar

eksternal terbuka

Persaingan produk dengan

wilayah sekitar meningkat

5 Peternakan Permintaan tinggi

Kondisi produksi dibandingkan

Permodalan

Rendah produksi

Permintaan eksternal

cenderung naik

Pengembangan pasar

Pengembangan investasi luar

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 188

No Komoditas Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan

INTERNAL INTERNAL EKSTERNAL EKSTERNAL

dengan pasar masih defisit bibit/bakalan

Kurang terhubung dengan

sektor hilir

Persaingan dengan produk

impor

ke Kabupaten Bandung

masih minim

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 189

6.3. SWOT Kewilayahan Kabupaten Bandung

Perkembangan ekonomi masing-masing wilayah (Kecamatan/kawasan) di

Kabupaten sangat menentukan keberhasilan pencapaian kinerja ekonomi dan

pembangunan di Kabupaten Bandung. Oleh karena itu, pada bagian ini

dipresentasikan peta masalah yang ada di setiap kecamatan dalam pengembangan

ekonomi masyarakat. Profil masalah dianalisis di tiap kecamatan berdasarkan

sembilan sektor aktvitias ekonomi, yaitu sektor:

1. Pertanian

2. Pertambangan dan penggalian

3. Industri Pengolahan

4. Listrik, Gas dan Air Bersih

5. Bangunan / Konstruksi

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran

7. Pengangkutan dan Komunikasi

8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

9. Jasa-jasa

Berdasarkan analisis masalah yang dihadapi setiap kecamatan, diperoleh suatu

profil masalah yang dihadapi berdasarkan sektor aktivitas ekonomi. Namun, tidak

semua kecamatan memiliki permasalah yang sama, sebagaimana terlihat dari

Tabel di bawah ini.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 190

Tabel 6. 4

Matrik Permasalahan Sektoral Kecamatan

Sektor Majalaya Ibun Kertasari Pacet Ciparay Solokanjeruk

Pertanian

Peternakan :

Harga murah pada saat panen

Sulitnya mendapat induk ternak unggul, peternak

kurang terampil, dan

sulitnya pengawasan kesehatan ternak

Adanya isu flu burung

menyebabkan permintaan naik, maka harga pun

menjadi naik.

Kebutuhan bibit unggas unggul sangat tinggi,

namun sampai saat ini

tidak tersedia. Metode penanggulangan bibit

unggul ada, hanya dana

minim.

Perikanan

Membutuhkan penguatan

modal usaha, khususnya

bagi perusahaan besar atau usaha yang sudah

berjalan.

Bagi usaha yang sudah berjalan terbentur syarat-

syarat bank. Dibutuhkan

dana/modal dengan tingkat bunga murah dan

jaminan/agunan ringan.

Harus ada grass period di

bank.

Ada lembaga yang sudah

berjalan yang memberikan bimbangan

bagi kegiatan usaha

perikanan, yaitu PROKSIDATANI

sebagai konsultan

Rendahnya pendapatan

petani akibat sarana dan prasarana pertanian

kurang Belum memadainya

ketrampilan dan

pengetahuan SDM pertanian

Peran Bandar dalam

pemasaran produk pertanian

Belum optimalnya upaya

pengembangan peternakan

Belum memadainya

pemasaran produk peternakan

Sarana pendukung

produksi peternakan kurang

Belum tertatanya lokasi

peternakan Bibit unggul (Sapi Perah

dan potong) sudah tidak

sesuai dengan kebutuhan Adanya bakteri penyakit

yang belum ada solusi

obatnya Sanitasi lingkungan

kurang khususnya untuk

pengolahan limbah ternak

Populasi tanam

menurun dengan adanya penutupan

lahan kehutanan yang mengakibatkan

produksi menurun

Sulitnya mendapat induk ternak unggul,

peternak kurang

terampil, dan sulitnya pengawasan

kesehatan ternak

Masih banyaknya lahan kritis

Sulitnya pemasaran

produks pertanian Sistim pengairan sawah-

sawah belum merata

Waktu panen harga

gabah murah Sulitnya mendapat

induk ternak unggul, peternak kurang

terampil, dan sulitnya

pengawasan kesehatan ternak

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 191

Sektor Majalaya Ibun Kertasari Pacet Ciparay Solokanjeruk

keuangan mitra bank. Ada dana yang bisa

dimanfaatkan seperti DKP

hanya pelaksanaannya seperti bank sehingga

memberatkan pengusaha.

Pertambangan

dan Penggalian

Kurangnya lapangan

kerja di sektor industri

sehingga banyak pengangguran

Industri Pengolahan

Penguasaan 3 industri :

hulu, budidaya, dan hilir

yang belum terintegrasi Menghadapi kendala

bahan baku karena harga

bahan baku berfluktuasi Membutuhkan bantuan

pemerintah terutama

untuk alat (mesin dan obras).

SDM rendah, dibutuhkan

pelatihan padahal BLKD ada.

Bantuan modal usaha

Penguasaan 3

industri : hulu,

budidaya, dan hilir yang belum

terintegrasi

Belum optimalnya upaya

pengembangan industri

kecil Rendahnya bahan baku

agro industri

Terbatasnya pemasaran dan permodalan industri

kecil

Penguasaan 3 industri : hulu, budidaya, dan hilir

yang belum terintegrasi

Penguasaan 3

industri : hulu,

budidaya, dan hilir yang belum

terintegrasi

Pengadaan mesin-mesin murah untuk

menunjang produksi

Penguasaan 3 industri : hulu,

budidaya, dan hilir yang

belum terintegrasi

Penguasaan 3 industri : hulu,

budidaya, dan hilir yang

belum terintegrasi

Listrik, Gas, dan Air Minum

Masih rendahnya fasilitas

air bersih.

Masih rendahnya

fasilitas air bersih.

Bangunan dan

Konstruksi

Kurang memadainya

sarana dan prasarana

pendidikan

Belum memadainya

sarana dan prasarana

pendidikan

Belum optimalnya

kegiatan belajar

mengajar karena sarana dan prasarana

pendidikan kurang

memadai

Masih kurangnya sarana

pertanian untuk

meningkatkan produksi Masih banyaknya

kondisi fisik bangunan

pemerintah dan mebelair yang rusak

Belum memadainya

sarana dan prasarana

pendidikan

Perdagangan,

Hotel dan

Restoran

Pengangkutan dan

Komunikasi

Sarana jalan

masih minim

Banyaknya jalan-jalan

yang rusak karena

banyak mobil yang tidak sesuai dengan tonasenya

Keuangan,

Persewaan dan

Jasa Perusahaan

Kurangnya bantuan modal

usaha

Perlu adanya bantuan

Bantuan

modal usaha

dengan bunga

Modal terbatas

sedangkan untuk

tanaman sayuran

Perlunya bantuan modal

usaha

Kurangnya bantuan

modal usaha dengan

bunga rendah

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 192

Sektor Majalaya Ibun Kertasari Pacet Ciparay Solokanjeruk

permodalan dengan bunga rendah

rendah memerlukan biaya yang tinggi.

Perlu adanya

bantuan permodalan dengan bunga rendah

Pembinaan bantuan modal usaha

Jasa-Jasa

Banyaknya usia tenaga

kerja yang menganggur terutama laki-laki

Perlu adanya bantuan

pelatihan dan pemasaran Kebutuhan Pelatihan bagi

para pengusaha,

pengadaan Pusdiklat di Kabupaten Bandung

cukup penting.

SDM rendah terutama

kemampuan dalam

mengelola usaha (manajemen)

Perlu ada

program pelatihan

Kebutuhan

Pelatihan bagi para

pengusaha,

pengadaan Pusdiklat di

Kabupaten

Bandung cukup

penting.

Masih berkurangnya

bidan desa yang berdomisili di desa

Kualitas SDM masih

rendah Masih tingginya

pengangguran

Kebutuhan Pelatihan bagi para pengusaha,

pengadaan Pusdiklat di

Kabupaten Bandung cukup penting.

SDM rendah terutama kemampuan dalam

mengelola usaha

(manajemen)

Perlu adanya

pelatihan Rendahnya

penanganan sampah,

kurangnya penanaman pohon

pelindung pada

bantaran sungai, sedikitnya sumur

resapan,

Kebutuhan Pelatihan bagi para pengusaha,

pengadaan Pusdiklat

di Kabupaten Bandung cukup

penting.

SDM rendah terutama

kemampuan dalam

mengelola usaha (manajemen)

Tidak adanya petugas

khusus di kecamatan yang menangani masalah

sosial

Masih kurangnya kesadaran masyarakat

terhadap lingkungan dan

pemeliharaan dengan melakukan penebangan

liar

Kebutuhan Pelatihan bagi para pengusaha,

pengadaan Pusdiklat di

Kabupaten Bandung cukup penting.

SDM rendah terutama kemampuan dalam

mengelola usaha

(manajemen)

Banyaknya usia tenaga

kerja yang menganggur

Perlu adanya bantuan

pelatihan dan pemasaran

Wilayah solokan jeruk

sering dilanda banjir Kebutuhan Pelatihan

bagi para pengusaha,

pengadaan Pusdiklat di Kabupaten Bandung

cukup penting.

SDM rendah terutama

kemampuan dalam

mengelola usaha (manajemen)

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 193

Tabel 6. 5

Matrik Permasalahan Sektoral Kecamatan (lanjutan)

Sektor Kecamatan:

Banjaran Pengalengan Cangkuang Cimaung Arjasari Pamengpek Baleendah Bojongsoang Dayeuhkolot

Pertanian Perlu Bantuan Bibit

Peternakan,

Seperti Sapi,

Kelinci,

Domba

Kampung

Memerlukan Bantuan

Alat/Teknoloigi

Sarana

Penunjang

Produksi

Pertanian

Perlu Perhatian

Terhadap Usaha

Pertanian

Khususnya Dalam Produk

Sayuran, Kopi,

Kentang dan Susu dan Teh

Perbaikan Kualitas SDM

Pertanian

Melalui

Pelatihan dan

Pendidikan

Perlu Mesin Pembuat Pelet

Ikan

Perlu

Digalakkan

Pembentukan Kelompok

Usaha

Perikanan (Sistem

Kerjasama

Lahan Perikanan,

Atau

Kerjasama Penyediaan

Benih Ikan)

Dikembangkan Sistem Penjualan

Hasil Pertanian

Melalui Sistem

Tunda Jual Melalui

Dana Talangan

Pembenahan Irigasi, Penggunaan

Berimbang Antara Organik dan

Anorganik

Bantuan Pembuatan

Sumur Air

Artesis dan

Air Baku

Bagian

Pertanian

Perlu Bantuan

Bibit Domba Yang

Berkualitas

Pemerintah Mencarikan

Jaringan nformasi

pasar untuk

Produksi Lokal,

Misalnya

Pemasaran Ketan

Pembangunan Sentra

Produksi

Sektor

Pertanian,

Seperti

Sentra Agribisnis

Pembinaan Pelaku Usaha

Pertanian

Dalam Bidang

Pemasaran,

Produksi dan Teknologi

Perlu Pembanguna

n Sentra

Agribisnis

Terpadu

Perlu Pembanguna

n Jalan

Menuju Daerah-

Daerah

Pertanian Terpecil

Perlindungan Alih

Fungsi

Lahan

Pertanian

Perlu Dibangun

Showroom

Untuk Pemasaran

Produk

Agribisnis Yang Mudah

Diakses

(Misalnya Di Sekitar

Soreang)

Industri

Pengolahan Perlu

Didirikan Asosiasi

Untuk

Berbagai Kelompok/Jen

is Produk

UMKM

Memerlukan

Bantuan Alat/Teknolo

gi Sarana

Peningkatan Produksi

Kerajinan

Bambu, Boneka,

Pemkab

Mengupayakan Penggunaan

Produk Lokal

Dengan Menyelengga

rakan

Pameran, Pekan

Promosi

Bantuan Pemasaran

Agar Tidak Dikuasai Tengkulak

Pemberian

Insentif Terhadap

Pengembangan

Home Industry, Terutama Pada

Industri

Kerajinan Bambu dan

Olahannya,

Opak, Peci

Didirikan Pusat

Informasi Pendukung

Industri,

Misalnya Dalam Hal

Informasi

Bahan Baku Industri Kecil

Yang Ada

Ditempat Lain, Agar Pelaku

UMKM Tidak

Mengalami Kesulitan

Mendapatkan

Bahan Baku

Perlu

Pembinaan Pelaku Usaha,

Khususnya

Dalam Hal Kualitas

Produk dan

Pemasaran

Bantuan

Manajemen Usaha Untuk

Industri Kecil

Olahan Bambu,

Produk Tas

dan Sepatu

Bangunan dan

Konstruksi

Perbaiki

Infrastruktur Jalan Sampai Ke Wilayah

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 194

Sektor Kecamatan:

Banjaran Pengalengan Cangkuang Cimaung Arjasari Pamengpek Baleendah Bojongsoang Dayeuhkolot

Pelosok, Agar Hasil Produksi Bisa Cepat

Dipasarkan

Perdagangan,

Hotel dan

Restoran

Perlu Pengembanga

n Lokasi-Lokasi Wisata

Di Kabupaten

Bandung Agar Menjadi Daya

Tarik Orang

Datang

Difasilitasi Usaha

Kemitraan UMKM

Dengan

Industri Besar Dilingkungan

Setempat

Maupun Ditempat Lain

Keuangan,

Persewaan dan

Jasa Prsh

Keperdulian

Bank Terhadap

UMKM

Supaya Ditingkatkan

Skim Kredit

Agar Diringankan

Syaratnya,

Seperti: Bunga, dan

Persyaratan

Lainnya

Jaminan

Untuk Kredit Agar

Diringankan

Bantuan Kepada

Pelaku Usaha Langsung, Tidak

Melewati Perantara

Bantuan Modal

Untuk Industri Sepatu

Bantuan Pemasaran

Untuk Hasil

Produksi Lokal

Masukan-

Masukan

Lainnya

Perlu Sinergi

Penguatan

Kelembagaan Melalui

Koordinasi

Dalam Merencanakan

Program/Proye

k Secara Partisipatif

(Melibatkan Warga)

Perbaiki Data Sosial

Ekonomi Kecamatan

Agar Program/Proyek Tepat Sasaran (Tidak

Asal Terlaksana)

Diperlukan

Sistem

Pengolahan Sampah

Organik Agar

Bisa Dijadikan Pupuk

Ditetapkan

Oleh

Pemerintah Upah Standar

Untuk Sektor

Pertanian

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 195

Tabel 6. 6

Matrik Permasalahan Sektoral Kecamatan (lanjutan)

Sektor Kecamatan:

Marga Asih Margahayu Soreang Katapang Ranca Bali Pasirjambu Ciwideuy

Pertanian

-Perlu optimalisasi

dan sosialisasi

kelompok usaha tani atau koperasi

(strawberry)

-Masih adanya tengkulak

-Masih adanya hama

dan penyakit tanaman

- Masih sulitnya

pupuk (tingginya

harga) - sulitnya

permodalan

- kesulitan memperoleh bibit

sapi perah (perlu

kredit dalam bentuk sapi)

- Produk-produk hasil

pertanian yang mulai

menjadi produk unggulan, belum

menarik pihak bank

umum -suku bunga tinggi

untuk peminjaman

modal kerja

Industri Pengolahan

Industri yang ada

memiliki permasalah utama yakni modal

dan pemasaran.

Industri Boneka :

-Fluktuasi harga bahan baku,

-Masih sulitnya

melakukan penetrasi ke pasar

Belum memiliki

sentra industri

Industri konveksi

(pakaian) yang ada memiliki permasalah

utama yakni modal

dan pemasaran.

Perdagangan, Hotel dan

Restoran

Belum memiliki

outlet untuk hasil

industri konveksi

Pengangkutan dan

Komunikasi

Akibat prasarana

jalan kurang

memadai, maka pengangkutan

menjadi kurang

optimal, terutama untuk mendukung

wisata alam

Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan

- Pihak perbankan

belum menunjukkan perhatian serius ke

produk sektor

pertanian - tingkat bunga kredit

masih tinggi

Jasa-Jasa

Kurangnya infrastruktur yang

disediakan

pemerintah (jalan)/aksesibilitas

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 196

Tabel 6. 7

Matrik Permasalahan Sektoral Kecamatan (lanjutan)

Sektor Kecamatan

Cikancung Cicalengka Nagreg Cilengkrang Cimenyan Rancaekek Cileunyi

Bahan tanaman pangan sarana pengairan masih kurang

sulitnya memperoleh

benih & bibit unggul

pertanian

sulitnya

memperoleh

benih & bibit unggul

pertanian

Peternakan Kurangnya pasokan bahan pakan

ternak dari kab. Bandung kepada peternak

Pengetahuan Sanitasi lingkungan

kandang masih rendah perkembangan plasma usaha

ternak kurang berjalan lancar, hanya diperuntukan untuk

masyarakat di sekitar perusahaan

ternak Pengetahuan, keterampilan dan

teknik peternak kelinci masih

minim pengetahuan budi daya ternak

masih tradisional

Kesulitan memperoleh

bibit unggul ayam buras

peningkatan kelompok usaha

ternak swadaya

masyarakat

kesulitan memperoleh

bibit unggul ayam buras "arab"

pengetahuan budi daya ternak masih

tradisional

Pengetahuan Sanitasi lingkungan kandang

masih rendah

Perikanan pengetahuan budi daya ternak ikan lele

masih tradisional

kesulitan memperoleh

bibit unggul ikan lele

Industri non migas bahan baku yang berkualitas sulit diperoleh pengrajin

peralatan rumah tangga, makanan

pengetahuan pengelolaan

pupuk kandang masih minim

Kurangnya bahan baku untuk

pengrajin mebeul

Kurangnya bahan baku untuk pengrajin

boneka

perkembangan

industri kerudung

masih terhambat

permasalahan

kekurangan modal

Fluktuasi harga

bahan baku pembuatan boneka

Fluktuasi harga bahan

baku

pembuatan kerudung,

tahu

Fluktuasi harga bahan baku

pembuatan

kerudung, tahu

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 197

Tabel 6. 8

SWOT Kewilayahan di Kabupaten Bandung

Variabel Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan

INTERNAL INTERNAL EKSTERNAL EKSTERNAL

Permodalan Sumber

permodalan

tersedia

Lembaga

permodalan

tersedia

Kedekatan

dengan pasar

pengguna

tersedia

Kelayakan

usaha perlu

ditingkatkan

Kurang

bankable

Informasi dan

aksesibilitas

permodalan

kurang

Pengembangan

sektor

keuangan dan

perbankan ke

dalam Kab

Bandung tinggi

Skim

permodalan

yang

dikeluarkan

pemerintah

pusat dan

regional

semakin

beragam

Tingkat suku

bunga kurang

kompetitif

Alternatif

investasi sektor

keuangan dan

perbankan

diluar kredit

Teknologi Kedekatan

dengan sumber

teknologi

Koneksi

sektoral dengan

pengembangan

teknologi

minim

Kandungan

peningkatan

value added

melalui

pengembangan

teknologi

masih rendah

Perkembangan

teknologi

secara nasional

mulai

berkembang

Dekat dengan

perguruan

tinggi

Akses terhadap

pengembangan

teknologi

Infrastruktur Anggaran

infrastruktur

meningkat

Keterlibatan

swasta mulai

nampak

Ada rencana

pengembangan

jaringan

infrastruktur

strategis

(jaringan jalan

tol)

Pembebasan

lahan

Perawatan

infrastruktur

kurang

memadai

Dampak

bencana dan

perubahan

cuaca tinggi

terhadap

kualitas

infrastruktur

Sinergisitas

dengan

program

pemerintah

pusat dan

Pemprov

Keterlibatan

swasta

eksternal dalam

pengembangan

infrastruktur

lokal

Kependudukan Jumlah

penduduk

meningkat

menjadi pasar

yang potensial

Meningkatnya

penduduk

Ancaman

pengangguran

dan kemiskinan

Peningkatan

ketersediaan

lahan

perumahan dan

Perkembanga

n ekonomi

wilayah

sekitar Kab

Bandung

berdampak

terhadap

Mengendalikan

migrasi

penduduk

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 198

Variabel Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan

INTERNAL INTERNAL EKSTERNAL EKSTERNAL

dengan kualitas

SDM yang

lebih tinggi

aktivitas bisnis

Munculnya

masalah-

masalah sosial

pengentasan

masalah

ekonomi dan

sosial

Secara umum, kondisi SWOT sektoral kewilayahan dilihat dari

keterkaitannya dengan berbagai aspek perekonomian di Kabupaten Bandung

adalah sebagai berikut:

Identifikasi Kekuatan

• Kondisi jaringan jalan kabupaten yang relatif baik

• Tersedianya sumber air bersih

• Tersedianya sarana transportasi yang memadai

• Nilai ekonomi lahan yang cenderung semakin meningkat

• Pola penggunaan lahan berkembang pesat

• Tingginya tingkat pembangunan perkotaan di Kabupaten Bandung

Identifikasi Kelemahan

• Belum meratanya penyebaran infrastruktur di wilayah

• Belum efisiennya pembangunan sarana dan prasarana

• Sarana dan prasarana pendukung wiayah kurang memadai

• Administrasi, sertifikasi dan pemetaan terhadap lahan masih lemah

• Tidak ada batas yang jelas antara kawasan perkotaan dan perdesaan

• Masih rendahnya pengembangan wilayah di wilayah perdesaan

• Masih kurangnya peta yang memadai.

Identifikasi Peluang

• Tingginya minat swasta untuk membangun sarana dan prasarana

• Perkembangan wilayah yang cukup pesat

• Pengembangan jaringan listrik dan energi alternatif terbarukan

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 199

• Minat investasi terhadap lahan yang cukup tinggi

• Tingginya tingkat investasi

• Pangsa penyaluran kredit perbankan di Kabupaten Bandung yang baru

mencapai 1,82% terhadap total realisasi kredit di Jawa Barat.

Identifikasi Ancaman

• Topografi wilayah merupakan daerah pegunungan yang rentan terjadinya

gerakan tanah/longsor

• Curah hujan yang tinggi hampir sepanjang tahun

• Pola dan penggunaan lahan yang tidak sesuai ketentuan

• Tingginya tingkat alih fungsi lahan

• Terjadinya pembangunan yang tidak memiliki ijin

• Baku mutu air sungai kelas II, 96-99% berstatus mutu “cemar berat” dan

hanya 1-4% berstatus “cemar sedang”.

• Jumlah total timbunan sampah yang dihasilkan adalah sebanyak lk 6.983 m3

per hari. Jumlah ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang

mencapai lk 6.452 m3 per hari. Dari jumlah tersebut, yang tertangani/terangkut

ke TPSA hanya sebesar 560 m3 per hari (8,02 %). Dengan demikian masih

tersisa sampah sebesar 6.423 (81,98 %) yang belum terangkut/terbuang ke

TPSA.

Strategi Kekuatan terhadap Peluang

• Penawaran kerja sama pembangunan sarana dan prasarana bagi swasta di

Kabupaten Bandung

• Deregulasi kebijakan investasi di Kabupaten Bandung

• Peningkatan penyaluran kredit produktif bagi industry kecil dan menengah

Strategi Kelemahan terhadap Peluang

• Peningkatan distribusi/penyebaran pembangunan infrastruktur di wilayah

Kabupaten Bandung

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 200

• Peningkatan efisiennya pembangunan sarana dan prasarana

• Penawaran kerjasama dengan swasta dalam pembangunan sarana dan

prasarana pendukung wilayah yang saat ini masih kurang memadai.

• Peningkatan tata kelola administrasi, sertifikasi dan pemetaan terhadap lahan

• Peningkatan pembangunan wilayah pedesaan

Strategi Kekuatan terhadap Ancaman

• Penertiban pembagunan pada lahan yang tidak sesuai peruntukan dan polanya.

• Peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya bencana tanah longsor dengan

tetap mempertahankan kaidah pembangunan yang ramah lingkungan.

• Penertiban dan peninjauan kembali alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan

kaidah ramah lingkungan.

• Penertiban dan sosialisasi perijinan terkait dengan pembangunan baik pada

sekal kecil maupun besar.

• Penertiban terhadap industri-industri yang melakukan pencemaran lingkungan.

• Penawaran kerjasama dengan pihak swasta terkait dengan penanganan sampah

agar tidak memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap penampungan akhir

sampah.

Strategi Kelemahan terhadap Ancaman

• Pembangunan infrastruktur di wilayah tidak saja memperhatikan distribus

penyebaran namun juga tetap memperhatikan kaidah ramah lingkungan.

• Pembangunan sarana dan prasarana pendukung wilayah sesuai dengan fungsi

lahannya.

• Peningkaan tata kelola administrasi, sertifikasi dan pemetaan terhadap lahan

masih lemah

• Pemberian batas yang jelas antara kawasan perkotaan dan perdesaan

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 201

6.4. Evaluasi Kebijakan dan Program

Dalam menjabarkan strategi dan agenda pembangunan yang telah

ditetapkan maka diperlukan arah kebijakan agar dapat menjadi pedoman bagi

pemerintah maupun stakeholder dalam melaksanakan pembangunan serta sebagai

dasar untuk menentukan pilihan program dan kegiatan, sesuai tugas dan

kewenangannya.

Terdapat beberapa permasalahan yang harus mendapat prioritas evaluasi,

diantaranya sebagai berikut:

Belum meratanya kualitas sumber daya manusia pada Pemerintahan,

terutama pada unit kerja yang melaksanakan pelayanan kepada

masyarakat. Sumber Penilaian masyarakat pada dasarnya terhadap

aparatur yang melayani dan berhadapan secara langsung pada masyarakat

baik di tingkat Kabupaten, Kecamatan maupun Desa/Kelurahan. Oleh

karena itu diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas dan sesuai

dalam rangka penyelenggaraan pelayanan prima, dan mungkin sebaiknya

lembaga/instansi tersebut harus memiliki standar tertentu dalam pelayanan

publik dan penilaian kinerja.

Masih adanya pandangan negatif akan kinerja yang dilakukan pemerintah,

hal ini terjadi karena adanya ketidakkonsistenan baik dalam proses

perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan. Selain itu belum adanya

penertiban dan penegakan hukum terhadap pelanggar hukum.

Belum adanya standar prosedur terpadu dalam menghadapi permasalahan

yang mendesak seperti: bencana, ketertiban dan pelayanan kepada

masyarakat.

Arah kebijakan dimaksudkan untuk peningkatan pemantapan penegakan

hukum dalam rangka meningkatkan keamanan dan ketertiban wilayah serta

meningkatkan profesionalisme birokrasi, peningkatan kualitas SDM (pendidikan

dan kesehatan), dan perbaikan infrastruktur (jalan, jembatan, drainase, irigasi)

dalam rangka memantapkan pembangunan perdesaan, pemeliharaan sarana dan

prasarana kota serta peningkatan ekonomi masyarakat melalui ekonomi

kerakyatan yang berdaya saing.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 202

Secara umum arah kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Bandung

adalah sebagai berikut:

1. Menegakkan supremasi hukum dengan meningkatkan kapasitas

kelembagaan, meningkatkan kualitas individu aparat, menumbuhkan

kesadaran masyarakat akan peraturan, membangun mentalitas penegak

hukum yang profesional, jujur dan tegas untuk mendukung tercapainya

kepastian, keharmonisan kehidupan hukum di tengah-tengah masyarakat

sehingga tercipta keadaan wilayah yang aman, tertib dan tenteram.

2. Mengembangkan sistem manajemen kepegawaian, struktur organisasi,

dan administrasi pelayanan publik yang efisien, efektif, transparan,

akuntabel dan profesional dengan menjunjung tinggi nilai-nilai good

governance dan clean goverment untuk meningkatkan kualitas fungsi

pelayanan pemerintah kepada masyarakat

3. Mengembangkan sistem manajemen keuangan yang mendukung

peningkatan potensi penerimaan daerah, pengelolaan, dan pemanfaatan

keuangan daerah yang digunakan sebesar-besarnya bagi peningkatan

kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan aspek-aspek

tertib, efektif, efisien, transparan dan bertanggung jawab yang tercipta

melalui sistem pengawasan keuangan yang ketat.

4. Mengembangkan sistem database yang bersifat informatif, aktual, dan

mudah diakses oleh masyarakat untuk mencapai terciptanya

pembangunan yang berbasis pada profesionalisme, terstruktur, sistematis

dan akuntabel.

5. Mengalola Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup yang Serasi,

Seimbang Menuju Pembangunan Berkelanjutan dan Mitigasi Bencana

6. Menciptakan pemerataan pendidikan dengan membuka kesempatan

sebesar-besarnya, terutama pada program pendidikan 9 tahun dengan

memanfaatkan secara optimal sarana dan prasarana fisik/non fisik

pendidikan, meningkatkan kuantitas dan kualitas pengajar, serta

menjalin kerjasama dengan pemerintah pusat dan swasta.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 203

7. Meningkatkan mayarakat yang sehat melalui pengembangan olahraga

dan kepemudaan

8. Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dengan menyediakan dan

memanfaatkan secara optimal sarana dan prasarana kesehatan, agar

tercapai standar minimum pelayanan kesehatan.

9. Memperkuat kearifan lokal masyarakat dalam kehidupan social d an

budaya

10. Mengatasi permasalahan sosial seperti penggunaan narkoba dan masalah

sosial lainnya.

11. Memantapkan arah dan tujuan pembangunan sosial dengan

mengoptimalkan peranan pemerintah, swasta dan dukungan masyarakat

untuk menghindari terjadinya penurunan moral pemerintah dan

masyarakat dengan mengoptimalkan pemahaman, penghayatan dan

pengamalan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.

12. Mendorong, mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai luhur budaya

Sunda dan antar masyarakat yang bersifat heterogen dengan

memperhatikan akar budaya masing-masing daerah sehingga seminimal

mungkin dapat menekan terjadinya konflik-konflik horizontal.

13. Meningkatkan penghasilan dan daya beli masyarakat terhadap pangan

melalui peningkatan peranserta pemerintah daerah dan masyarakat

dalam mewujudkan desa yang mandiri, memelihara dan meningkatkan

kapasitas produksi pangan daerah, mengatur perdagangan dan sistem

akses pangan daerah, serta mengembangkan konsumsi pangan beragam,

bergizi dan berimbang.

14. Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana fisik sehingga mampu

mengatasi persoalan-persoalan seperti kemacetan, banjir, pemukiman

kumuh, air bersih, ledakan pedagang kaki lima dan lain-lain.

15. Meningkatkan peran serta masyarakat dalan penyediaan infrastruktur

dasar wilayah.

16. Mengendalikan Pemanfaatan Ruang

17. Meningkatkan aksesbilitas masyarakat terhadap pelayanan perhubungan.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 204

18. Peningkatan keberpihakan pemerintah daerah kepada pelaku KUMKM

melalui pengembangan usaha-usaha pembangunan ekonomi yang

berbasis masyarakat dengan membangun kemitraan bersama usaha besar

untuk menciptakan jaringan usaha yang kuat, tahan terhadap globalisasi

dan liberalisasi ekonomi serta mampu memacu peningkatan kualitas dan

produktifitas tenaga kerja.

19. Meningkatkan perluasan lapangan kerja

20. Meningkatkan produksi pertanian dan peternakan.

21. Meningkatkan nilai tambah ekonomi yang berkelanjutan dengan

membangun sektor-sektor unggulan dan meningkatkan peranan

sektorsektor yang non unggulan dengan memperhatikan dampaknya

pada kehidupan sosial dan lingkungan hidup serta sebesar-besarnya

bermanfaat dalam menciptakan lapangan kerja.

Terkait dengan arah kebijakan tersebut, maka pencapaian kebijakan dan

program pemerintah terkait pengembangan ekonomi masyarakat diupayakan

mengacu kepada beberapa target:

Perencanaan kebijakan yang memperhatikan kebutuhan masyarakat,

sehingga akselerasi hasil Musrenbang dapat terefleksi dalam kebijakan dan

program pemerintah.

Pelaksanaan program diupayakan bersifat tematik dan berorientasi pada

hasil/pencapaian. Orientasi tersebut akan memudahkan dalam melakukan

evaluasi dan memperkuat intensitas kebijakan (strategi dan pembiayaan)

ke depan.

Terhadap upaya pengentasan kemiskinan mendapat prioritas penting

karena dapat menyebabkan kemampuan masyarakat berkurang dalam

mengakses pelayanan dasar. Kemiskinan mempunyai sifat menurun

sehingga perlu memotong jalur regenerasi kemiskinan.

Sistem pemberdayaan masyarakat perlu diarahkan dari pola bantuan ke

sistem perguliran yang bertanggung jawab. Pengembangan lembaga mikro

terutama terkait dengan pemberdayaan komunitas dan pemuda dalam

melakukan inovasi dan revitalisasi sistem keuangan mikro, sehingga dapat

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 205

diterima dan diadaptasi secara mudah dan mandiri oleh masyarakat miskin

dan tidak bermodal.

Pengembangan sistem pertanian terpadu di perdesaan dan industri kecil

terpadu di perkotaan diharapkan mampu menjadi sistem yang dapat

melindungi masyarakat lemah.

Sarana dan prasarana dasar wilayah merupakan unsur penunjang utama

dalam mendukung terciptanya tingkat keberhasilan pembangunan.

Ketersediaan dan kualitas infrastruktur akan mempengaruhi tingkat

pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat. Pembangunan dan

pemeliharaan infrastruktur seperti jalan, jembatan, penyediaan air baku

serta air bersih merupakan kebutuhan yang dapat dirasakan manfaat dan

akibatnya secara langsung oleh masyarakat. Infrastruktur harus dapat

menjadi katalisator pencapaian pembangunan pada bidang lainnya

terutama perwujudan infrastruktur strategis dan sistem yang dapat diadopsi

dalam rangka pemerataan pembangunan bidang infrastruktur.

Pembangunan Jalan tol, jalan lingkar, jalan poros/penghubung utama

diharapkan menjadi faktor yang dapat memecahkan permasalahan yang

ada. Pemenuhan kebutuhan air besih untuk permukiman perlu terus

ditingkatkan, demikian pula dalam penyediaan air baku. Di sisi lain,

diperlukan peningkatan kemampuan pengendalian dan pengawasan

pembangunan infrastruktur terutama melaui perizinan yang konsisten dan

mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku baik pada tingkat

pusat maupun daerah.

Terkait produk unggulan daerah, penerapan prinsip-prinsip efisiensi,

efektivitas usaha, penerapan sistem kemasan, standarisasi produk serta

sertifikasi secara kolektif. Diversifikasi produk dan penciptaan produk

unggulan melalui penciptaan industri kreatif diharapkan dapat menjadi

pendorong iklim usaha yang tahan terhadap krisis.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 206

6.5. Isu-Isu Strategis Kabupaten Bandung

Isu strategis merupakan permasalahan yang berkaitan dengan fenomena

atau belum dapat diselesaikan pada periode lima tahun sebelumnya dan memiliki

dampak jangka panjang bagi keberlanjutan pelaksanaan pembangunan, sehingga

perlu diatasi secara bertahap. Isu strategis Kabupaten Bandung Tahun 20011-2015

didasari pada pertimbangan masih berlanjutnya sejumlah agenda terkait

pengembangan ekonomi masyarakat, yaitu:

1) Jumlah penduduk miskin masih relatif tinggi yang disebabkan oleh

tingginya tingkat pengangguran, rendahnya tingkat pendapatan dan

tingginya LPP.

2) Koordinasi, integrasi, simplikasi, sinkronisasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan, dan belum optimalnya aplikasi konsep pembangunan

partisipatif.

3) Kualitas pelayanan publik belum optimal disebabkan antara lain oleh

terbatasnya kualitas sumberdaya manusia aparatur, kinerja birokrasi,

SPM, dan sarana prasarana yang belum memadai.

4) Masih rendahnya keterpaduan pemanfaatan ruang kota, seperti terminal,

pasar dan sistim transportasi sehingga menyebabkan kesemrawutan kota

dan kemacetan lalu lintas.

5) Menurunnya daya dukung dan kualitas lingkungan ditandai dengan

meningkatnya pencemaran air dan udara serta masalah lingkungan

lainnya seperti banjir dan longsor, yang disebabkan oleh rendahnya

kesadaran, perhatian dan kepedulian terhadap lingkungan, aktivitas

pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan, rendahnya efektivitas

penataan ruang dan lemahnya pengawasan dan pengendalian.

6) Rendahnya kinerja pembangunan desa disebabkan kualitas SDM, sarana

infrastruktur perdesaan, pemanfaatan ruang kawasan pedesaan,

lemahnya kelembagaan desa dan belum teralokasikannya sumber

keuangan desa secara memadai.

Adapun isu strategis pembangunan daerah Kabupaten Bandung yang

terkait dengan pengembangan ekonomi masyarakat adalah, yaitu:

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 207

1. Pelayanan publik

2. Kualitas sumber daya manusia

3. Pembangunan Perdesaan dan ketahanan pangan

4. Infrastruktur wilayah dan tata ruang

5. Kemiskinan

Dengan penjabaran sebagai berikut:

1) Dalam arti luas pelayanan publik adalah usaha untuk memenuhi

kebutuhan atau kepentingan masyarakat umum yang sesuai dengan

norma dan aturan yang berlaku. Penyelenggara pelayanan publik

dilakukan oleh institusi pemerintahan (birokrasi) yang meliputi pelayanan

dasar (substantif) dan pelayanan administrasi. Belum meratanya kualitas

sumber daya manusia pada Pemerintahan, terutama pada unit kerja yang

melaksanakan pelayanan kepada masyarakat menyebabkan perbaikan dan

peningkatan kapasitas aparatur dan lembaga publik perlu terus diperbaiki.

2) Sektor pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam

menentukan tingkat kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia

yang diharapkan yaitu yang mampu melakukan inovasi, kreasi serta

memiliki karakter dan budi pekerti. Beberapa peningkatan dan akselerasi

program diperlukan dalam mengatasi belum optimalnya partisipasi

masyarakat yang mampu secara ekonomi untuk mengakses layanan

pendidikan, belum memadainya kualitas dan kuantitas sarana prasarana

pendidikan, belum memadainya jumlah guru tetap dan jumlah guru yang

berpendidikan keguruan, masih kurang baiknya distribusi tenaga

pengajar. Peningkatan kualitas sumber daya manusia juga berbicara

mengenai kesehatan yang secara kontinyu diintervensi melalui

program/kegiatan yang bersifat kuratif, preventif maupun promotif.

Akselerasi dan perbaikan perlu dilakukan dalam mengantisipasi sarana

dan prasarana pelayanan kesehatan yang masih belum memadai serta

kurang dan belum meratanya jumlah dan persebaran tenaga medis.

3) Walaupun Kabupaten Bandung merupakan salah satu wilayah yang

mengalami surplus pangan terutama padi, tetapi Pemerintah Kabupaten

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 208

Bandung perlu melakukan langkah-langkah yang terstruktur dalam

mempertahankan dan meningkatkan iklim usaha yang kondusif dalam

meningkatkan nilai investasi serta memperkuat ekonomi lokal melalui

peningkatan peran UKM yang menunjang usaha pertanian dan

peternakan. Di samping itu, permasalahan pangan yang perlu menjadi

perhatian utama, ialah Penerapan Sistem Kewaspadaan serta Keamanan

Pangan dan Gizi yang belum berjalan secara optimal sehingga masih

ditemukan kasus bahan makanan yang mengandung bahan-bahan

berbahaya seperti Rhodamin B, Formalin di beberapa pasar tradisional.

4) Infrastruktur merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam

mendukung sektor prioritas bidang pendidikan, kesehatan dan daya beli.

Sektor infrastruktur terdiri atas : prasarana transportasi, sumber daya air,

dan prasarana permukiman, yang berperan sebagai pembentuk struktur

ruang, pemenuhan kebutuhan wilayah, pemacu pertumbuhan wilayah,

serta pengikat antar-wilayah. Peningkatan dan pemeliharaan infrastruktur

harus terus dilakukan dalam mendukung perekonomian. Keterpaduan

pembangunan dan saling keterkaitan antar wilayah yang terangkum

dalam dokumen ketataruangan masih perlu ditingkatkan efektivitas dan

pelaksanaannya, begitu pun dengan pengendaliannya. Beberapa masalah

yang masih perlu langkah penangangan lanjutan, di antaranya ialah perlu

adanya perda tentang RDTR sebagai tindak lanjut penyusunan dokumen

RDTR Baleendah-Dayeuhkolt, Soreang, Kutawaringin dan Tegalluar. Hal

ini menyebabkan terhambatnya rencana dan pelaksanaan pembangunan

baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat umum,

karena beberapa dokumen harus mengacu terhadap RDTR dan Peraturan

Zonasinya.

5) Kemiskinan merupakan permasalahan krusial yang sangat berpengaruh

terhadap masyarakat dalam mengakses pelayanan standar terkait dengan

pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan dan kemampuan daya beli.

Berbagai program dari beberapa sektor yang telah dilaksanakan belum

mampu/tidak signifikan dalam mengurangi jumlah keluarga miskin di

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 209

Kabupaten Bandung. Hal tersebut, terutama karena belum terpadunya

berbagai program penanggulangan kemiskinan (ego sektor) serta belum

terukur secara jelas mengenai upaya pengurangan kemiskinan pada setiap

program, hal ini dikarenakan belum adanya keseragaman data jumlah

keluarga miskin sehingga target yang ingin dicapai setiap sektor belum

jelas.

Analisis isu-isu strategis merupakan bagian penting dan sangat

menentukan dalam proses penyusunan rencana pembangunan daerah untuk

melengkapi tahapan-tahapan yang telah dilakukan sebelumnya. Identifikasi

isu yang tepat dan bersifat strategis meningkatkan akseptabilitas prioritas

pembangunan, dapat dioperasionalkan dan secara moral dan etika birokratis

dapat dipertanggungjawabkan.

Pemetaan isu strategis Kabupaten Bandung mengacu kepada sumber-

sumber evaluasi dan dokumen sebagai berikut:

Tabel 6. 9

Matrik Identifikasi Isu Strategis Yang Terkait Dengan Pengembangan

Ekonomi Masyarakat

No Jenis

Dokumen

Permasalahan Strategis Yang Berhubungan Dengan Pengembangan

Ekonomi Masyarakat

1 RPJMD 2010-

2015

1. Peningkatan kualitas administrasi pertanahan

2. Peningkatan kualitas tenaga kerja

3. Peningkatan penyerapan lapangan kerja

4. Peningkatan kualitas infrastruktur transportasi

5. Ketersediaan energi listrik

6. Kualitas air dan lingkungan

7. Peningkatan peran Koperasi

8. Meningkatkan investasi langsung

9. Ketahanan pangan

10. Pemutahiran informasi dan variasi data statistik

11. Peningkatan kesejahteraan petani

12. Pengendalian bencana

13. Peningkatan produk perikanan,peternakan dan perkebunan

14. Ekspor daerah

15. Penataan pasar

16. Peningkatan kinerja sektor industri

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 210

No Jenis

Dokumen

Permasalahan Strategis Yang Berhubungan Dengan Pengembangan

Ekonomi Masyarakat

2 RTRW 1. Sinergi rencana struktur ruang antara Kab/Kota berbatasan di

Metropolitan Bandung (peran dan fungsi kota)

2. Rencana Pola Pemanfaatan ruang menyangkut kaw lindung dan

budidaya (contoh: pengembangan zona industri Kab. Sumedang

dengan rencana tata ruang Kec Rancaekek/Kab. Bandung karena

pencemaran S. Cikijing)

3. Pengembangan Kawasan skala besar (contoh: Pengembangan

Kota Baru Gede Bage dengan rencana Kota Baru Tegalluar)

4. Terjadinya urban sprawl dan spill over perkembangan Kota

Bandung yang menyebabkan kemacetan di wilyah perbatasan,

khususnya Kab. Bandung dengan Kota Bandung yang disebabkan

adanya commuter yang sangat cepat berkembang.

5. Belum terwujudnya sistem angkutan massal yang didukung

dengan prasarana jalan yang memadai yang menghubungkan

antar Kabupaten dan Kota

Permasalahan Drainase yaitu belum adanya sistem drainase dan

sistem sewerage terpadu yang mampu menangani persoalan

terjadinya genangan banjir khususnya pada kawasan-kawasan

permukiman padat di perbatasan Kab dengan Kota Bandung serta

persoalan drainase lainnya yang bersifat lintas Kab/kota

Permasalahan Air Bersih

Pengelolaan Lingkungan Limbah

Konservasi Sumber Daya Alam

No Indikator

Formulasi

2011-2015

Formulasi Isu 2011-2015 Dengan Memperhatikan

Kondisi Eksis dan Isu Strategis Dokumen Perencanaan

1 Grand Design

Pengembangan

Ekonomi

Masyarakat

2011-2015

1. Penataan Pasar Moderen: penataan pasar moderen

memperhatikan faktor jarak dengan pasar tradisional, jumlah

penduduk sebagai konsumen dan tingkat persaingan yang sehat

2. Pengembangan Produk Unggulan Daerah: memperhatikan

faktor peningkatan inovasi, pengembangan teknologi, promosi

dan kemasan, kaitannya dengan sumber bahan baku lokal

3. Wirausaha Daerah: memperhatikan faktor terbatasnya

penyerapan lapangan kerja, pertambahan angkatan kerja,

potensi eksploitasi sumber daya daerah, minimnya penyaluran

kredit, penumbuhan entitas ekonomi baru, peningkatan produk

daerah, dan skala ekonomi perekonomian daerah

4. Peningkatan Infrastruktur: mempertimbangkan kelancaran

arus transportasi barang, arus mobilitas penduduk, peningkatan

kualitas infrastruktur pertanian, dan akses terhadap kelistrikan,

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 211

No Jenis

Dokumen

Permasalahan Strategis Yang Berhubungan Dengan Pengembangan

Ekonomi Masyarakat

pengendalian dampak bencana

5. Pengembangan Pusat Perdagangan: memperhatikan kualitas

fisik pasar tradisional dan ekspansi pemasaran produk lokal

6. Pengembangan Investasi Langsung: memperhatikan kinerja

PMA dan PMDN, potensi investasi di Kabupaten Bandung,

relaksasi kemudahan perijinan, dukungan sektor

perbankan/keuangan, ekses investasi dari Kab/Kota sekitar, dan

pengembangan investasi dari unit usaha yang sudah ada

7. Pemanfaatan Ruang: memperhatikan konsistensi dan

dukungan peruntukan tata ruang/kawasan dan skenario wilayah

pengembangan

8. Peningkatan Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat:

memperhatikan peningkatan kinerja koperasi dan lembaga

keuangan mikro, peran koperasi dan lembaga keuangan mikro

terhadap masyarakat ekonomi sekitar, pola bisnis koperasi, dan

sinergi koperasi dengan program pemerintah

9. Peningkatan Taraf Kesejahteraan Petani: memperhatikan

akses petani terhadap input (pupuk dan pestisida), ketersediaan

dan kestabilan harga kebutuhan pokok petani, jalur pemasaran

produk pertanian, pembinaan mekanisme tanam dan adaptasi

teknologi, variasi produk pertanian, dan pengembangan nilai

tambah produk pertanian

10. Akses Terhadap Sumber Permodalan: memperhatikan

variabel pembinaan terhadap standar usaha bankable,

mendorong intermediasi, skenario modal bergulir, akses

terhadap skim kredit penjaminan pemerintah, pengembangan

data base sektor usaha

11. Jejaring Informasi Peranserta Masyarakat: memperhatikan

penggalian informasi kebutuhan pengembangan ekonomi

masyarakat, peningkatan partisipatif masyarakat dalam

pembangunan daerah, serta kegiatan/program APBD yang lebih

tepat sasaran

12. Konetivitas Sektor Parwisata Dengan Produk Daerah:

memperhatikan perkembangan kawasan-kawasan wisata dalam

relevasinya dengan peningkatan perdagangan produk daerah

dan promosi produk unggulan daerah

13. Pengembangan Pelatihan Masyarakat: memperhatikan

peningkatan kemampuan teknis aplikatif SDM daerah yang

relevan dengan perkembangan ekonomi produktif terkait

otomotif, TPT, teknologi informasi, teknologi pertanian,

kerajinan, budidaya pertanian

14. Pengembangan Teknologi Daerah: memperhatikan kebutuhan

teknologi bagi pengembangan ekonomi masyarakat,

konevitasnya dengan perguruan tinggi, kebutuhan peningkatan

inovasi (kreativitas)

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 212

No Jenis

Dokumen

Permasalahan Strategis Yang Berhubungan Dengan Pengembangan

Ekonomi Masyarakat

15. Perlindungan Kawasan Budidaya Pertanian: memperhatikan

faktor ketahanan pangan, kestabilan harga pangan,

perlindungan eksistensi petani

16. Konektivitas Sektor Usaha Terhadap Pengembangan

Ekonomi Masyarakat: memperhatikan CSR perusahaan,

tanggung jawab sosial ekonomi entitas bisnis, penggunan

sumber daya lokal oleh sektor usaha menengah-besar

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 213

BAB VII ARAHAN PENGEMBANGAN

SEKTOR EKONOMI

PRODUKTIF

7.1. Arahan Umum

A. Prinsip Penjelasan

Pengembangan pada sektor produktif harus menjadi perhatian dan

fokus dalam pembangunan investasi dan memiliki keterkaitan dengan

aspek ketataruangan, ekonomi wilayah dan infrastruktur sehingga

memerlukan konsep yang terintegrasi dalam perencanaan pembangunan

supaya tidak terjadi overlaped antara aspek yang satu dengan aspek yang

lainnya.

Penanaman modal dalam sektor produktif memiliki keterkaitan antara

aspek-aspek tersebut diperlukan pula keterkaitan antar sektor-sektor

ekonomi, yaitu keterkaitan antar sektor primer, sekunder dan tersier.

Keterkaitan tersebut bisa dilihat dari faktor endowment (basis SDA)

maupun dari faktor kestrategisan lokasi (basis jasa).

Dalam konteks penanaman modal sektor produktif bisa dijadikan sebagai

sektor andalan untuk menarik investor masuk dan menanamkan modalnya

di Kabupaten Bandung. Karena sektor Sektor atau subsektor produktif

merupakan sektor atau subsektor ekonomi yang memiliki kemampuan

tinggi dalam menggerakkan pertumbuhan wilayah dan dapat diandalkan

sebagai landasan atau basis bagi terwujudnya struktur perekonomian

wilayah yang kuat dan tangguh, serta memiliki day a saing di era pasar

bebas.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 214

Sektor produktif dapat berperan menjadi sektor basis dan menjadi

penopang pertumbuhan wilayah dan dalam konteks perencanaan

dinyatakan dalam terminologi sektor potensial, sektor unggulan dan

klaster pengembangan sektoral.

B. Indikator Masalah

Terganggunya kinerja investasi sektor unggulan berbasis factor

endowment karena faktor lingkungan/pola eksploitas dan lemahnya

linkage pada sektor pendukungnya semantara sektor investasi yang

berbasis keuntungan lokasi belum dikembangkan dan belum menjadi

sektor yang kuat dalam menopang ekonomi Kabupaten Bandung masa

depan.

Untuk mengubah pola keterkaitan yang memiliki trend kurangnya linkage

tersebut maka melalui arahan penanaman modal diharapkan terbentuknya

pola hubungan positif antara pertumbuhan sektor dan wilayah yang

produktif dan berkelanjutan sehingga seluruh sektor dapat dikembangkan

secara optimal dan menjadi prospek investasi yang juga berkelanjutan.

C. Konsep Sektor Unggulan dan Sektor Potensial

Sektor unggulan adalah sektor yang telah memberikan kontribusi besar

terhadap pembentukan pendapatan masyarakat, memiliki rantai produksi

yang panjang di daerah, serta berdaya saing.

Sektor Potensial adalah sektor yang berpotensi untuk dikembangkan

karena adanya peluang baik dari sisi pasokan maupun dari sisi permintaan.

Sektor potensial dapat dikembangkan menjadi sektor unggulan. Demikian pula,

sektor unggulan dapat dikembangkan terutama dalam tingkat daya saingnya

terhadap sektor sejenis yang dihasilkan dari daerah lain.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 215

Sektor Pertanian

- Input Benih

- Sarana & Prasarana

- Produksi

- Budidaya

- Teknologi

- Pembina pelatihan SDM

- Pengolahan

- Pemasaran

- Pengelolaan Lahan

- Air

Sektor Industri

- Sarana & Prasarana

- Pengolahan

- Teknologi

- Pembinaan pelatihan SDM

Sektor Perdagangan

- Pengembangan pasar

- Informasi jaringan pasar

- Pembinaan SDM

SEKTOR/

PRODUK

UNGGULAN

Pemerintah Daerah

Kebijakan

Perda

Penjaminan Kepada Bank

Insentif

FASILITASI PEMERINTAH

Sektor Pekerjaan Umum

- Sarana & Prasarana (untuk

menunjang program

Agropolitan)

- Infrastruktur pengairan

-Infrastruktur jalan

Sektor Koperasi dan UKM

- Pelatihan SDM

pengembangan usaha

-Pendampingan modal

Fasilitasi modal usaha

- Penyiapan Kelembagaan

Lembaga Riset

- Pelatihan

- Informasi

- Teknologi

SWASTA DAN MASYARAKAT

Lembaga Pengelolaan Bisnis

- Distribusi dan pengadaan input

- Pengolahan

- Pemasaran

- Riset

- Informasi dan promosi

Koperasi dan Petani

Penyediaan dana bergulir/kredit bagi

petani dan anggota Koperasi serta

UKM

Bank/Lembaga Keuangan

Penyediaan Permodalan

Bank/Lembaga Keuangan

Penyediaan Permodalan

Petani

Kegiatan produksi dan budidaya

Pengusaha Lokal

Pengolahan dan pemasaran

Asosiasi dan Kadinda

- Kemitraan dan Informasi jaringan

pasar

LSM/Perguruan Tinggi

Pemberdayaan dan Pendampingan

Batasan Sektor Unggulan dan Sektor Potensial

Kriteria Sektor Unggulan :

1. Resource-Based, artinya adanya ketersediaan pasokan yang

berkesinambungan.

2. Market-Based, artinya adanya daya serap pasar, kesinambungannya, daya

tawar dalam penetapan harga pasar. Termasuk didalamnya pertimbangan-

pertimbangan:

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 216

Jangkauan pasar regional.

Jangkauan pasar nasional.

Jangkauan pasar internasional.

Kondisi persaingan.

Dukungan infrastruktur pemasaran.

3. Kontribusi Terhadap Perekonomian Regional Secara Umum, dengan

indikator sebagai berikut :

Peranan dalam penciptaan nilai tambah bruto (NTB).

Kontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja.

Keterkaitan dengansektor-sektor dalam daerah.

Kontribusi terhadap PAD.

Peranan dalam penciptaan pendapatan rumah tangga.

Dampak multiplier bagi perekonomian daerah.

4. Nilai Tambah Sosial, dengan indikator sebagai berikut :

Peranan terhadap peningkatan pengetahuan masyarakat.

Peranan terhadap tingkat kesehatan masyarakat.

Peranan terhadap kelestarian lingkungan hidup.

Kriteria Sektor Potensial

1. Adanya potensi dari Resource-Based saja, artinya adanya ketersediaan

pasokan yang berkesinambungan. Termasuk dalam jenis ini adalah

pengembangan industri pengolahan sayuran dan produk susu, dikarenakan

berlimpahnya hasil olahan sektor primer. Artinya ada potensi untuk

mengembangkan industri pengolahan sayuran dan susu tersebut.

2. Adanya potensi dari Market-Based saja, artinya market membutuhkan

barang dan jasa yang (spesifikasinya) belum ada. Termasuk dalam contoh

ini adalah tingginya minat sebagian masyarakat untuk berlibur dan

menikmati wisata kuliner yang berkembang di Bandung. Jasa rumah

makan maupun tempat penginapan yang saat ini banyak bermunculan

disekitar kawasan wisata, belum memenuhi spesifikasi kebutuhan mereka.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 217

Artinya ada potensi untuk mengembangkannya dengan spesifikasi yang

diiginkan oleh market.

C. Klaster pengembangan

Klaster industri merupakan jaringan produksi antara perusahaan-

perusahaan yang saling bergantung satu sama lain yang terhubung dalam

rantai nilai produksi nilai tambah. Pengaplikasian sistem klaster dalam

roadmap pengembangan sektor produktif di Kabupaten Bandung guna

diperoleh keterkaitan antara industri hulu dan hilir serta komponen sektor-

sektor yang termasuk didalamnya.

Konsep klaster digunakan agar terdapat keterpaduan antara sektor kunci,

sektor pendukung dan sektor terkait yang akan memberikan nilai tambah

optimal bagi pengembangan ekonomi daerah. Konfigurasi ketiga sektor ini

dapat berbeda antar kota/kabupaten yang ada di Kabupaten Bandung,

tergantung dari sektor apa yang menjadi sektor kuncinya (sektor basis atau

sektor unggulannya). Definisi ketiga sektor tersebut adalah :

o Sektor kunci merupakan sektor utama atau basis yang menjadi

acuan terhadap pengembangan sektor lainnya dalam konteks

pembangunan perekonomian Kabupaten Bandung. Sektor kunci

dapat berupa sektor primer (pertanian), sektor sekunder (industri

manufaktur), dan sektor tersier (jasa perdagangan dan pariwisata).

o Sektor Pendukung merupakan sektor yang menjadi pendukung

dalam rangakaian rantai nilai tambah produksi. Sektor pendukung

dapat berupa sektor primer, sekunder (terutama sektor bangunan

dan LAG) dan tersier (terutama sektor pengangkutan dan

telekomunikasi, serta Jasa Keuangan).

o Sektor Terkait merupakan sektor yang perkembangannya dipasok

dari perkembangan. Tergantung dari linkage yang ada dengan

sektor kuncinya, sektor terkait dapat berasal pula dari sektor

sekunder atau sektor tersier.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 218

D. Tahapan-tahapan Pengembangan dalam keterpaduan sektor dan lokasi

Kerangka Berpikir Logis keterkaitan sektoral Kabupaten Bandung

A. Bila sektor kunci berasal dari sektor primer (pertanian) :

- Sektor pendukung adalah:

i. Sektor Sekunder (misalkan sektor bangunan dan sektor

listrik, gas dan air minum)

ii. Sektor Tersier (misalkan sektor pengangkutan dan

telekomunikasi, serta jasa keuangan)

- Sektor terkait adalah berdasarkan hubungan dari sektor sekunder

dan sektor tersier

B. Bila sektor kunci berasal dari sektor sekunder (Industri Manufaktur):

- Sektor pendukung adalah:

i. Sektor Sekunder (misalkan sektor bangunan dan sektor

listrik, gas dan air minum)

ii. Sektor Tersier (misalkan sektor pengangkutan dan

telekomunikasi, serta jasa keuangan)

- Sektor terkait adalah berdasarkan hubungan dari sektor sekunder

dan sektor tersier

C. Bila sektor kunci berasal dari Sektor Tersier (Jasa perdagangan dan

Pariwisata) :

- Sektor pendukung adalah :

i. Sektor Sekunder (misalkan sektor bangunan dan sektor

listrik, gas dan air minum)

ii. Sektor Tersier (misalkan sektor pengangkutan dan

telekomunikasi, serta jasa keuangan)

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 219

- Sektor terkait adalah berdasarkan hubungan dari sektor sekunder

dan sektor tersier

Kerangka Berpikir Logis Keterkaitan Pengembangan Sektoral-

Kewilayahan

Dibutuhkannya sinergitas antara sektoral dan kewilayahan, sehingga dari hal

tersebut bisa dilihat adanya keterkaitan dalam pengembangan antara sektor

kunci, sektor pendukung dan sektor terkait,

- Sebagai contoh, secara faktual Kabupaten Bandung merupakan

penghasil pertanian (sayuran), beberapa kecamatan memiliki sektor

kunci yang sama dalam sektor pertanian. Jika letaknya berdekatan

antara daerah yang satu dengan daerah yang lain dan daerah-daerah

tersebut memiliki sektor kuncinya sama maka untuk sektor pendukung

dalam hal industri pengolahan. Demikian pula serta sektor terkaitnya

seperti jasa angkutan, tidak semuanya harus memiliki atau

membangunnya, tetapi di pilih di salah satu daerah yang letaknya

strategis diantara daerah-daerah tersebut, sehingga selain terjadinya

pengembangan klaster. Hal ini akan meningkatkan efisiensi dalam segi

biaya, sehingga produk yang dihasilkan menjadi kompetitif dari sisi

harga bila dibandingkan dengan masingmasing daerah membangun

sektor pendukung dan sektor terkaitnya tersebut.

Tahapan-tahapan pengembangan sektor dalam lingkup Provinsi dan

tahapan dalam lingkup Kabupaten

Dalam tahapan pengembangan sektor dalam lingkup provinsi dan tahapan

kabupaten/kota, harus diperkuat dulu sektor kunci yang berupa sektor basis

atau sektor unggulan yang menjadi fundamental perekonomian dari tiap-tiap

daerah tersebut. Tahap selanjutnya adalah membangun infrastruktur yang

menunjang dalam pembentukan subuah klaster tersebut, seperti

pengembangan sektor terkait dan sektor pendukung.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 220

7.2. Sektor Primer

Prinsip. Sektor Primer merupakan sektor yang memanfaatkan kekayaan

alam secara langsung, baik sektor pertanian maupun sektor pertambangan.

Dalam konteks Kabupaten Bandung sektor ini diharapkan memiliki

keterkaitan dengan sektor lainnya yaitu industri pengolahan yang akan

mengolah hasil dari kedua sektor tersebut, bahkan hingga sektor tersier

yang masuk kedalam perdagangannya.

Arahan Pengembangan. Arahan yang dilakukan untuk sektor primer

dengan cara mengoptimalkan sektor pertanian dan memperkecil

ketergantungan terhadap sektor industri, karena saat ini sektor industri di

Kabupaten Bandung, didominasi oleh Sektor Indutri TPT, maka perlu

dikembangakan industri yang berbasis kepada sektor pertanian.

Selanjutnya bila fase I dari pertumbuhan ekonomi telah terlewati dimana

pada fase I lebih bergantung kepada sektor primer, maka fase selanjutnya

akan terjadi pergesaran dari sektor primer kepada sektor sekunder (fase II

atau industrialisasi). Diharapkan terdapat linkage antara pengembangan

sektor manufaktur dengan pembangunan (dan penanaman modal) di sektor

primer.

Sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang memberikan kontribusi

cukup besar bagi Kabupaten Bandung, berdasarkan data publikasi pada

tahun 2011, sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 7.37%

terhadap struktur PDRB Kabupaten Bandung, dengan nilai Rp. 1.37

triliun, meningkat sebesar 6.7% dibandingkan tahun 2009 yakni sebesar

Rp. 1.59 triliun.

TAHUN 2007 2008 2009 2010

1. PERTANIAN 7.34% 7.25% 7.32% 7.37%

a. Tanaman Bahan Makanan 5.16% 5.10% 5.15% 5.20%

b. Tanaman Perkebunan 1.11% 1.10% 1.11% 1.11%

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 0.85% 0.83% 0.84% 0.85%

d. Kehutanan 0.04% 0.03% 0.03% 0.03%

e. Perikanan 0.18% 0.18% 0.18% 0.18% Sumber : BPS Kabupaten Bandung 2011

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 221

Berdasarkan tabel diatas, dapat diperoleh informasi, bahwa sub sektor

pertanian yang memberikan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten

Bandung yaitu : (i) Tanaman bahan makanan; (ii) tanaman perkebenunan;

(iii) peternakan, (iv) perikanan dan (v) kehutanan. Sehingga jika dilakukan

identifikasi mengenai sektor produktif yang akan dikembangkan di

Kabupaten Bandung, maka sub sektor tersebut antara lain :

1. Sub sektor Tanaman Bahan Makanan.

2. Tanaman Perkebunan

3. Peternakan dan hasilnya

4. Perikanan

Agar pengembangan sektor produktif menjadi lebih optimal, maka

pengembangannya dilakukan dengan mengitrgrasikan dengan wilayah

lainnya yang memiliki karakteristik sama, sehingga pengembangan sektor

yang dilakukan akan berdasarkan kepada kawasan atau wilayah yang

memiliki karakteristik yang sama.

Arahan Kawasan (Koridor). Dengan salah satu pertimbangan bahwa

sektor basis adalah sektor kunci bagi Kecamtan yang ada di Kabupaten

Bandung, maka gambar berikut menggambarkan sektor kunci yang ada di

Kabupaten Bandung sebagai berikut :

7.2.1. Kawasan Berbasis Sub Sektor Pertanian Tanaman Bahan Makanan

a. Fokus

Berdasarkan kontribusi sektor terhadap PDRB, dan perhitungan LQ

kecamatan di Kabupaten Bandung, serta ketersedian lahan yang dimiliki,

sub sektor Pertanian tanaman bahan makanan dengan komoditas padi,

jagung dan ubi jalar menjadi salah satu lumbung pangan di Provinsi Jawa

Barat.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 222

Gambar 6. 1

Wilayah Kecamatan dengan Sub Sektor Basis Pertanaian Tanaman

Bahan Makanan

Hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Bandung memiliki potensi pada

sub sektor pertanian tanaman bahan makanan, namun ada 13 Kecamatan

yang memiliki sub sektor basis pada pertanian tanaman bahan makanan

dengan metode perhitungan LQ.

Bila dilihat dari pola sub sektor kawasan, maka untuk pertanian tanaman

bahan makanan, pola yang terbentuk adalah ke arah utara yang memiliki

kontur dataran rendah.

b. Industri Penunjang

Dalam rangka peningkatan nilai tambah yang bisa diciptakan di Kabupaten

Bandung, maka upaya yang bisa dilakukan adalah dengan membangun

industri penunjang atau dengan kata lain, tidak menjual komoditas yang

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 223

dihasilkan dalam bentuk bahan baku atau tidak melalui proses pengolahan

terlebih dahulu.

Industri yang dikembangkan bisa dalam skala besar maupun skala kecil

(IKM). Industri penunjang bagi sub sektor pertanian bahan makanan

adalah industri makanan, diketahui bersama dalam 5 tahun terakhir

industri makanan dan minuman di Indonesia cukup meningkat.

c. Target Pasar

Walaupun mempunyai bahan baku cukup banyak dan berpotensi ekspor ke

luar wilayah Kabupaten Bandung, strategi pemasaran bagi sub sektor

tanaman bahan makanan belum tersusun, karena masih didominasi oleh

tengkulak, bukan oleh kelompok tani.

d. Analisis Keterkaitan

Analisis keterkaitan ke belakang dan ke depan diperlukan untuk

menentukan sektor penggerak utama ekonomi di Kabupaten Bandung.

Berdasarkan kriteria produk unggulan, padi dan jagung serta ubi jalar

menjadi salah satu pilihan dalam pengembangan perekonomian Kabupaten

Bandung.

Keberadaan potensi komoditas dan industri olahannya diharapkan dapat

memberi dampak berganda yang positif terhadap kegiatan sektor

perdagangan dan sektor industri.

e. Pengembangan Kelembagaan

Untuk meningkatkan nilai tambah yang diciptakan oleh Kabupaten

Bandung, maka bisa diinisiasi dengan mengembangkan kelompok tani

atau koperasi yang dibina oleh pemerintah daerah, dengan tujuan agar

masyarakat bisa mengatur tata kelola dan tata niaga untuk komoditas

tersebut, selain itu juga perlu dikembangkan IKM untuk pengolahan

makanan pada salah satu titik strategis yang akan mengolah komoditas

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 224

padi, jagung dan ubi jalar, sehingga bisa meningkatkan nilai tambah pada

komoditas padi, jagun dan ubi jalar.

f. Strategi Pengembangan Komoditas

Agar memberikan hasil produksi yang optimal, maka diperlukan strategi

pengembangan untuk komoditas padi, jagung dan ubi jalar, diantaranya :

1. Bekerjasama dengan instansi pemerintah (SKPD terkait) dalam rangka

pengembangan komoditas

2. Mengembangkan pusat atau balai besar untuk penyediaan bibit ungul

3. Mensinergikan dan melakukan pembinaan kepada kelompok tani

maupun koperasi tani, untuk mengembangkan tata kelola pertanian

dan mengembangkan aspek pasar.

4. Memberikan stimulus secara berkala kepada kelompok tani maupun

koperasi untuk pengembangan nilai tambah.

5. Memfasilitasi antara kelompok tani atau koperasi dalam rangka

kerjasama pengadaan bahan baku untuk industri makanan (PT. Sari

Nabati) di wilayah Rancaekek.

7.2.2. Kawasan Berbasis Sub Sektor Perkebunan

a. Fokus

Sama halnya dengan penilaian sub sektor sebelumnya, untuk penentuan

fokus pengembangan kawasan ditentukan berdasarkan kontribusi sektor

terhadap PDRB, dan perhitungan LQ kecamatan di Kabupaten Bandung,

untuk sub sektor holtikultura dengan komoditas sayur-mayur dan buah-

buahan, maka Kabupaten Bandung dengan topografi pegunungan

merupakan salah satu daerah yang menjadi penyuplai sayuran (kentang)

dan buah-buahan (strawbery dan jambu biji) di Provinsi Jawa Barat.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 225

Gambar 6. 2

Wilayah Kecamatan dengan Sub Sektor Basis Perkebunan

b. Industri Penunjang

Seperti diketahui, beberapa wilayah di Kabupaten Bandung telah di

identifikasi melalui kajian One Village One Product (OVOP) oleh

Kementerian Perindustrian sebagai penghasil strawberry untuk wilayah

Jawa Barat. Selain itu juga untuk sub sektor perkebunan, wialayah

Kabupaten Bandung bagian selatan memiliki potensi teh yang cukup besar

pula, sehingga jika terus dikembangkan, maka potensi tersebut bisa

berubah menjadi komoditas unggulan Kabupaten Bandung.

Kemudian dalam rangka peningkatan nilai tambah yang bisa diciptakan di

Kabupaten Bandung, maka upaya yang bisa dilakukan adalah dengan

membangun industri penunjang dengan cara membentuk suatu lembaga

yang akan mengolah terlebih dahulu komoditas tesebut, lembaga tersebut

bisa dalam bentuk Industri dengan skala kecil (IKM).

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 226

c. Target Pasar

Walaupun mempunyai bahan baku cukup banyak dan berpotensi ekspor ke

luar wilayah Kabupaten Bandung, selain itu, bisa dijadikan sebagai bahan

baku untuk industri makanan dan minuman yang ada di sekitar Jawa Barat.

d. Analisis Keterkaitan

Analisis keterkaitan ke belakang dan ke depan diperlukan untuk

menentukan sektor penggerak utama ekonomi di Kabupaten Bandung.

Berdasarkan kriteria produk unggulan. Keberadaan potensi komoditas dan

industri olahannya diharapkan dapat memberi dampak berganda yang

positif terhadap kegiatan sektor lainnya terutama sektor perdagangan dan

sektor pariwisata.

e. Pengembangan Kelembagaan

Untuk meningkatkan nilai tambah yang diciptakan oleh Kabupaten

Bandung, maka bisa diinisiasi dengan mengembangkan UKM di

Kecamatan Pasir Jambu yang akan mengolah komoditas sayuran

(Kentang) dan buah-buahan (strawberry dan jambu biji), pengembangan

UKM untuk pengolahan makanan tersebut nantinya bisa diinisiasi dan

dibina oleh pemerintah daerah.

f. Strategi Pengembangan Komoditas

strategi pengembangan komoditas sayuran bisa dikembangan dengan

menelusuri pohon industri yang bisa terbangun dari komoditas yang telah

teridentifikasi antara lain :

1. Mengembangkan industri selai untuk strawberry

2. Mengembangkan industri minuman untuk jambu biji dan strawberry

3. Mengembangkan industri kemasan untuk produk sayuran

4. Membantu mengembangkan kemitraan dengan sektor industri

makanan dan minuman, serta dengan sektor perhotelan dalam rangka

pengadaan bahan baku minuman untuk jambu biji dan strawberry.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 227

5. Pemerintah daerah memfasilitasi pemasaran produk-produk tersebut

kepada pasar-pasar (Giant, Griya atau Yogya) modern yang ada di

wilayah Kabupaten Bandung.

7.2.3. Kawasan Berbasis Sub Sektor Peternakan dan Hasilnya

a. Fokus

Wilayah Kabupaten Bandung bagian selatan terkenal dengan wilayah

peternakan sapi dan menjadi salah satu penghasil susu perah dengan

kualitas baik yang dijadikan bahan baku untuk industri-industri makanan

dan minuman di wilayah Jawa Barat.

Gambar 6. 3

Wilayah Kecamatan dengan Sub Sektor Basis Peternakan

b. Industri Penunjang

Kondisi sub sektor peternakan di Kabupaten Bandung saat ini, masih

memberikan angka nilai tambah yang kecil dalam proses produksinya,

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 228

padahal tingginya potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Bandung untuk

sub sektor tersebut.

Sama halnya dengan sub sektor sebelumnya, pola pengembangan industri

penunjang untuk sektor ini bisa diinisiasi oeh pemerintah daerah dengan

membentuk industri dengan skala kecil.

c. Target Pasar

Target pasar yang bisa dicapai yakni melakukan ekspor ke luar wilayah

Kabupaten Bandung untuk peternakan ayam dan itik, sedangkan untuk

peternakan sapi dan hasilnya yang saat ini telah mendapatkan pasar utama

yakni industri-industri pengolahan makanan dan minuman di sekitar

wilayah Jawa Barat.

d. Analisis Keterkaitan

Analisis keterkaitan ke belakang dan ke depan diperlukan untuk

menentukan sektor penggerak utama ekonomi di Kabupaten Bandung.

Berdasarkan kriteria produk unggulan, maka keterkaitan kedepan industri

pengolahan makanan diharapkan dapat memberi dampak berganda yang

positif terhadap kegiatan sektor lainnya. selain itu juga perlu

dikembangkan keterkaitan dengan sektor pariwisata, karena tingginya

minat wisatawan untuk mengetahui proses pemerahan sapi perah.

e. Pengembangan Kelembagaan

Untuk meningkatkan nilai tambah yang diciptakan oleh Kabupaten

Bandung, maka bisa diinisiasi dengan mengembangkan UKM pada salah

satu titik strategis yang akan mengolah komoditas sapi perah.

pengembangan UKM untuk pengolahan makanan tersebut nantinya bisa

dibina olehh pemerintah daerah.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 229

f. Strategi Pengembangan Komoditas

Pengembangan komoditas peternakan saat ini bisa diarahkan kepada

peningkatan nilai tambah yang bisa diciptakan dalam proses produksi

tersebut antara lain :

1. Meningkatkan kapasitas produksi melaui intesifikasi (peningkatan

kualitas bibit unggul) maupun ekstensifikasi (penambahan jumlah

peternak sapi).

2. Balai besar sapi untuk wilayah pangalengan dan sekitarnya, dalam

rangka peningkatan kapasitas produksi sapi.

3. Bekerjasama dengan SKPD terkait dalam rangka monitoring kualitas

produksi ayam dan itik di wilayah Kabupaten Bandung.

4. Melakukan sinergitas dengan UKM pengolahan hasil sub sektor

tanaman bahan makanan untuk dijadikan sebagai pakan ternak.

5. Memfasilitasi pengembangan kemitraan dengan restoran di wilayah

Kabupaten Bandung untuk memasarkan bahan baku hasil peternakan.

7.2.4. Proyeksi Sektor Pertanian

Dengan mengacu kepada asumsi-asumsi yang telah ditetapkan, yakni

dijalankannya strategi pengembangan komoditas untuk sektor pertanian,

maka bisa diprediksi bahwa dalam kurun waktu 5 tahun kedepan sektor

pertanian Kabupaten Bandung akan terus berkembang.

TAHUN PERTANIAN Tanaman

Bahan Makanan

Tanaman Perkebunan

Peternakan dan Hasil-hasilnya

2007 1,371,807.74 964,613.57 208,135.54 158,625.37

2008 1,426,244.50 1,003,335.18 217,140.10 164,117.38

2009 1,502,003.49 1,057,171.63 228,775.99 172,980.14

2010 1,602,050.01 1,130,485.87 241,385.29 184,669.31

2011* 1,667,147.89 1,176,764.90 251,705.52 191,846.69

2012* 1,743,796.47 1,231,910.24 262,844.03 200,546.15

2013* 1,820,445.05 1,287,055.57 273,982.54 209,245.61

2014* 1,897,093.63 1,342,200.91 285,121.06 217,945.06

2015* 1,973,742.21 1,397,346.24 296,259.57 226,644.52

* Angka Proyeksi

Sumber : BPS, Data Diolah

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 230

Pengembangan kawasan (koridor) berdasarkan sektor kunci yang dimiliki

setiap wilayah di Kabupaten Bandung, untuk mengembangkan klaster

dengan sektor kunci sektor primer, maka untuk membangun sektor

pendukung dan terkait hendaknya dilakukan sinergitas antar wilayah

terdekat guna memperoleh manfaat dari efisiensi biaya produksi.

7.3. Sektor Sekunder

Prinsip. Sektor sekunder merupakan sektor manufaktur (industri), dimana

pada tahapan ini sudah melakukan proses pengolahan dari sektor primer

(bahan baku) atau proses industrialsasi. Dalam konteks Kabupaten

Bandung perkembangan sektor ini diharapkan memiliki linkage

kebelakang dengan pengembangan sektor primer. Dengan demikian

penanaman modal di sektor ini juga terkait dengan penanaman modal di

sektor primer.

Arahan Pengembangan. Sektor sekunder dalam konteks pertumbuhan

ekonomi berada pada fase II, dimana pada fase ini sektor industri sangat

dominan. Arahan yang dilakukan untuk sektor sekunder adalah dengan

cara memperpanjang rantai nilai produksi yang berada di Kabupaten

Bandung dengan mengembangkan metode klaster industri. Dengan

demikian, output yang dihasilkan dari Kabupaten Bandung tidak hanya

produk setengah jadi, melainkan produk jadi yang siap di pasarkan baik

pada skala lokal, regional maupun ekspor dengan nilai tambah bagi

Kabupaten Bandung menjadi lebih besar. Peran kestrategisan wilayah bisa

lebih dikembangakan.

Arahan Klaster. Dengan salah satu pertimbangan bahwa sektor basis

adalah sektor kunci bagi kabupaten/kota yang ada di Kabupaten Bandung,

maka tabel berikut menggambarkan sektor kunci yang ada di Kabupaten

Bandung.

Pengembangan klaster dengan sektor kunci sektor sekunder (manufaktur),

dengan tujuan untuk memperpanjang rantai nilai dan nilai tambah yang

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 231

dihasilkan oleh Kabupaten Bandung. Besarnya potensi yang dimiliki oleh

Kabupaten Bandung dengan sumberdaya berbasis factor endowment yang

tersedia cukup banyak, selain itu klaster industri yang dibangun harus

memperhatikan kestrategisan wilayah dan sinergitas antar wilayah serta

faktor keseimbangan dengan lingkungan.

Untuk pengembangan sektor pendukung bagi sektor sekunder

(manufaktur), maka sektor yang akan dikembangkan adalah sektor listrik,

gas dan air minum.

Untuk sektor terkait yang dikembangkan adalah sektor pengangkutan,

komunikasi dan jasa keuangan.

7.3.1. Kawasan Berbasis Sektor Industri Pengolahan

a. Fokus

Gambar 6. 4

Wilayah Kecamatan dengan Sektor Basis Industri Pengolahan

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 232

Seperti diketahui bersama, bahwa Kabupaten Bandung merupakan salah

satu sentra industri tekstil di Provinsi Jawa Barat, namun seiring dengan

berjalannya waktu dan beberapa krisis yang menerpa Negara Indonesia,

maka hal tersebut langsung memberikan dampak negatif terhadap

perkembangan sektor industri tekstil dan produk tekstil di wilayah

Kabupaten Bandung.

Wilayah Majalaya, Dayeuh Kolot dan sekitarnya memang dahulu sebagai

pusat pengembangan sektor industri, namun dalam kurun waktu 5 tahun

terakhir pasca krisis yang menerpa, tidak sedikit perusahaan yang

bangkrut, walaupun demikian sektor industri masih memberikan kontribusi

terbesar, yakni lebih dari 50% disumbang oleh sektor industri pengolahan.

Sehingga kedepannya, sektor industri yang akan dikembangkan di

Kabupaten Bandung untuk lebih diarahkan kepada industri yang

memanfaatkan pengembangan nilai tambah dari sektor pertanian

(Agroindustri)

b. Sektor Penunjang

Kondisi sektor pertanian yang menjadi sektor basis di Kabupaten Bandung

saat ini, harus terus dioptimalkan, sehingga seluruh produk atau komoditas

pertanian yang diekspor keluar Kabupaten Bandung tidah hanya sebatas

bahan baku (raw material), namun telah mengalami proses pengolahan

terlebih dahulu, sehingga tercipta nilai tambah baru dalam setiap proses

produksi yang dilakukannya.

Di sisi lain, sektor industri yang saat ini ada, seperti industri tekstil harus

lebih ditingkatkan lagi dari sisi produktivitasnya, kemudian diharapkan

adanya pekembangan industri kreatif akhir ini juga bisa menjadi sebuah

peluang yang harus dikembangkan oleh masyarakat di Kabupaten

Bandung, yakni dengan cara, bekerjasama dengan sektor industri tekstil,

untuk dilakukan proses kerjasama dalam rangka pengembangan indsutri

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 233

olahan dari limbah (kain-kain yang tidak terpakai) untuk dijadikan bahan

baku dalam pengembangan industri kreatif tersebut.

c. Target Pasar

Target pasar yang saat ini telah dilakukan yakni ekspor kebeberapa negara,

baik di asia, eropa maupun amerika.

d. Analisis Keterkaitan

Analisis keterkaitan ke belakang dan ke depan diperlukan untuk

menentukan sektor penggerak utama ekonomi di Kabupaten Bandung.

Berdasarkan kriteria produk unggulan, maka keterkaitan kedepan industri

sektor indsutri kreatif dalam mengembangan rantai nilai pada sektor

industri pengolahan.

e. Pengembangan Kelembagaan

Untuk meningkatkan nilai tambah yang diciptakan oleh Kabupaten

Bandung, maka bisa diinisiasi dengan mengembangkan IKM yang

difasilitasi oleh pemerintah dalam pengembangan industri kreatif tersebut..

f. Strategi Pengembangan Komoditas

Pengembangan komoditas peternakan saat ini bisa diarahkan kepada

peningkatan nilai tambah yang bisa diciptakan dalam proses produksi

tersebut antara lain :

1. Meningkatkan kapasitas produksi.

2. Meningkatkan kualitas infrasruktur

3. Memberikan insentif-insentif (pajak dan/atau retribusi) bagi

perusahaan yang mengembangkan local content

4. Melakukan sinergitas dengan UKM untuk mengembangkan rantai

nilai dalam pengembangan produk turunan.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 234

7.3.2. Proyeksi Sektor Industri Pengolahan

TAHUN INDUSTRI

PENGOLAHAN Industri Migas

Industri Tanpa Migas **)

2007 11,478,643.51 - 11,478,643.51

2008 12,110,396.65 - 12,110,396.65

2009 12,517,223.97 - 12,517,223.97

2010 13,173,587.93 - 13,173,587.93

2011* 13,692,878.16 13,692,878.16

2012* 14,242,044.22 14,242,044.22

2013* 14,791,210.27 14,791,210.27

2014* 15,340,376.33 15,340,376.33

2015* 15,889,542.39 15,889,542.39 * Angka Proyeksi

Sumber : BPS, Data Diolah

Berdasarkan hasil proyeksi pada tabel diatas, sektor industri pengolahan di

Kabupaten Bandung memberikan sumbangan terhadap PDRB Kabupaten

Bandung pada tahun 2015 sebesar Rp. 15,889 milar rupiah, dengan

asumsi, bahwa sektor pertanian yang menjadi sektor hulu (bahan baku),

kemudian dikembangkan produk turunan yang diolah melalui proses

produksi di Kabupaten bandung untuk mengoptimalkan rantai nilai dalam

suatu proses produksi tersebut.

7.4. Sektor Tersier

Prinsip. Sektor Tersier atau deindustrialisasi adalah tahapan suatu daerah

berada pada fase III dari pertumbuhan ekonomi. Pada fase ini daearah

tersebut telah mengurangi fokus pertumbuhannya pada sektor sekunder

maupun sektor primer, tetapi lebih terfokus pada pengembangan sektor

tersier, dimana banyak tumbuh sektor-sektor jasa. Dalam konteks

Kabupaten Bandung sektor tersier berarti sektor perdagangan dan sektor

pariwisata. Sektor perdagangan dapat muncul bukan saja karena adanya

linkage dengan sektor primer dan sekunder tapi juga dari kestrategisn

wilayah. Di sisi lain sektor pariwisata juga muncul karena adanya potensi

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 235

objek dan atraksi wisata (keindahan alam, budaya, dll) selain dari

kestrategisan wilayah juga.

Arahan Pengembangan. Pada sektor tersier (fase III), dimana suatu

daerah telah bergeser dari daerah industri, menjadi daerah yang lebih

mengandalakan sektor jasa pelayanan, baik itu perdagangan maupun

pariwisata. Bila suatu daerah telah berada pada fase ini, maka struktur

perekonomiannya sudah berubah, mulai dari tata kota yang semakin

teratur, tingkat polutansi sangat diperhitungkan, karena yang ditawarkan

kepada masyarakat adalah jasa pelayanan.

Arahan Klaster. Dengan salah satu pertimbangan bahwa sektor basis

adalah sektor kunci bagi kabupaten/ kota yang ada di Kabupaten Bandung,

maka tabel berikut menggambarkan sektor kunci yang ada di Kabupaten

Bandung.

Pengembangan klaster dengan sektor kunci sektor tersier (jasa

perdagangan dan pariwisata). Untuk pengembangan klaster dengan sektor

kunci berdasarkan kepada sektor tersier, maka harus dibangun suatu

kawasan yang saling terintegrasi antara segala aspek-aspek pelayanan

umum dan perdagangan. Pada fase ini peran kestrategisan wilayah sangat

berdampak poostitf pada perkembagannya, disamping dari tata kelola dari

daerah terebut.

Sektor pendukung yang dikembangkan guna mendukung sektor tersier

(jasa perdagangan dan pariwisata), maka dikembangkan sektor bangunan,

konstruksi serta sektor listrik, gas dan air minum

Sedangkan untuk sektor terkait, maka sektor yang dikembangkan adalah

sektor jasa angkutan dan komunikasi serta jasa keuangan dan persewaan.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 236

7.4.1. Kawasan Berbasis Sektor Industri Pengolahan

Gambar 6. 5

Wilayah Kecamatan dengan Sektor Basis Industri Pengolahan

a. Fokus

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir peranan kontribusi sektor jasa

(pariwisata) di Kabupaten Bandung dalam struktur PDRB terus meningkat,

hall ini tidak terlepas pasca dibukanya tol cipularang pada tahun 2004,

sehingga aksesibilitas menuju ke Bandung (baik kota maupun kabupaten)

menjadi lebih mudah.

Untuk itu dalam kurun waktu 5 tahun ke depan, tren prekembangan sektor

jasa bisa terus dikembangkan, dengan cara mensinergikan keunggulan

wilayah-wilayah yang memiliki potensi wisata dengan peningkatan

kualitas infrastruktur.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 237

Selain itu juga, ada beberapa desa wisata yang telah ditetapkan oleh pihak

pemerintah Kabupaten Bandung yang saat ini telah menjadi daerah tujuan

wisata.

Target Pasar

Target pasar dari sektor jasa (PHR) adalah para wisatawan domestik dan

mancanegara, selain itu juga tren perkembangan dalam 5 tahun terakhir

pihak pnyelengga sering mengadakan acara Meeting, Incentive,

Convention and Exhibition (MICE) di sekitar Bandung (kota dan

kabupaten)

b. Analisis Keterkaitan

Analisis keterkaitan ke belakang dan ke depan diperlukan untuk

menentukan sektor penggerak utama ekonomi di Kabupaten Bandung.

Berdasarkan kriteria produk unggulan, maka keterkaitan kedepan industri

sektor industri kreatif dan sektor pertanian.

c. Strategi Pengembangan

Pengembangan komoditas peternakan saat ini bisa diarahkan kepada

peningkatan nilai tambah yang bisa diciptakan dalam proses produksi

tersebut antara lain :

1. Meningkatkan kualitas infrasruktur

2. Meningkatkan promosi daerah wisata yang masih belum

tersosialisakan kepada masyarakat umum

3. Bekerasama dengan agen-agen pariwisata

4. Merevitalisasi sentra-sentra kerjinan khas Kabupaten Bandung

5. Melakukan sinergitas dengan UKM untuk mengembangkan industri

kreatif.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 238

7.4.2. Proyeksi Sektor Jasa (PHR)

Dengan menggunakan asumsi-asumsi pengembangan klaster dengan

sektor kunci sektor tersier (jasa perdagangan, hotel, restoran dan

pariwisata). Untuk pengembangan klaster dengan sektor kunci berdasarkan

kepada sektor tersier, maka harus dibangun suatu kawasan yang saling

terintegrasi antara segala aspek-aspek pelayanan umum dan perdagangan,

hotel, restoran dan pariwisata, serta peran kestrategisan wilayah sangat

berdampak posititf pada perkembagannya, disamping dari tata kelola dari

daerah terebut.

untuk itu dalam 5 tahun kedepan bisa diprediksi perkembangan sektor jasa

(PHR) akan terus meningkatkan peranananya dalam struktur PDRB

Kabupaten Bandung, dan diperkirakan pada tahun 2015 sektor PHR akan

memberikan kontribusi kepada PDRB sebesar Rp. 4, 543 miliar, seperti

pada tabel dibawah ini.

TAHUN

PERDAGANGAN, HOTEL &

RESTORAN

Perdagangan Besar & Eceran

Hotel Restoran

2007 2,819,715.76 2,338,657.77 2,726.94 478,331.05

2008 2,994,763.36 2,480,600.77 2,888.40 511,274.19

2009 3,211,277.00 2,675,061.64 3,053.38 533,161.98

2010 3,474,808.55 2,888,561.75 3,275.02 582,971.78

2011* 3,670,589.17 3,056,763.69 3,438.24 610,387.24

2012* 3,888,768.37 3,241,180.97 3,619.16 643,968.24

2013* 4,106,947.57 3,425,598.25 3,800.08 677,549.23

2014* 4,325,126.77 3,610,015.53 3,981.00 711,130.23

2015* 4,543,305.97 3,794,432.82 4,161.92 744,711.23 * Angka Proyeksi

Sumber : BPS, Data Diolah

Sektor pendukung yang dikembangkan guna mendukung sektor tersier

(jasa perdagangan dan pariwisata), maka dikembangkan sektor bangunan,

konstruksi serta sektor listrik, gas dan air minum, Sedangkan untuk sektor

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 239

terkait, maka sektor yang dikembangkan adalah sektor jasa angkutan dan

komunikasi serta jasa keuangan dan persewaan.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 240

BAB VIII ANALISIS KEBUTUHAN

INVESTASI

8.1. Analisis Incremental Capial Output Ratio (ICOR)

Perhitungan ICOR pada kajian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar tingkat

investasi yang dilakukan dan berapa persenkah dampaknya terhadap total output

yang dihasilkan.

Tabel 8. 1

ICOR Kabupaten Bandung

TAHUN INVESTASI PDRB PDRB INVESTASI ICOR

2007 308,468.78 18,339,017.89

2008 343,628.77 19,674,494.54 1,335,476.65 35,159.99 9.77

2009 89,634.09 20,529,643.24 855,148.70 (253,994.68) (0.35)

2010 162,752.20 21,734,661.00 1,205,017.76 73,118.10 2.23

2011 123,643.98 23,012,659.00 1,277,998.00 (39,108.22) (3.16)

RATA-RATA ICOR 2.12

Sumber : BPS data diolah

Berdasarkan hasil perhitungan ICOR dengan membandingkan nilai realisasi

investasi yang tercatat di BKPMD Kabupaten Bandung dengan Output yang

dihasikan dalam bentuk Produk Domsetik Bruto (PDRB). Untuk Kabupaten

Bandung diperoleh rata-rat ICOR dari tahun 2007-2011sebesar 2.12. Hal tersebut

berarti untuk meningkatkan Rp. 1 triliun output yang ingin dihasilkan, maka

dibutuhkan investasi sebanyak Rp. 2.12 triliun, cukup besarnya nilai investasi

yang harus ditanamkan agar bisa mentriger angka pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten Bandung

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 241

8.2. Analisis Kebutuhan Investasi

Analisis kebutuhan investasi ini dihitung dengan mengkomparasikan nilai ICOR

yang diperoleh pada daerah tertinggal dengan tingkat outputnya, hasil dari

perhitungan tersebut nantinya akan digunakan sebagai dasar kebutuhan investasi

untuk pengembangan komoditas dan pada akhirnya menjadi dasar pertimbangan

untuk melakukan mobilisasi tenaga kerja.

Tabel 8. 2

Analisis Kebutuhan Investasi

Pertumbuhan ekonomi 5.87 %

selisih penduduk mengganggur (140,779) orang

Angka Penyerapan Tenaga Kerja setiap 1%

pertumbuhan ekonomi 23,984 orang

Rata-rata Nilai ICOR 2.12

Target peunurunan Pengangguran (di asumsikan

setengahnya dari jumlah penduduk menganggur

tahun terakhir)

130,451 orang

Target Pertumbuhan Ekonomi yang ingin dicapai 5.44 %

Kebutuhan investasi 2,269,866,529,670 Rupiah

Sumber : BPS data diolah

Dengan mengacu kepada hasil ICOR dan total output di Kabupaten Bandung,

maka diperoleh hasil kebutuhan investasi sebanyak Rp 2,269,866,529,670

Kebutuhan investasi tersebut telah memperhatikan kepada asums-asumsi yang

telah ditetapkan, seperti angka pengangguran yang ingin diturunkan dari total

angka pengangguran terakhir di Kabupaten Bandung. Sedangkan target

pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai, merupakan hasil dari pencapaian yang

ingin diperoleh dari tingkat pengangangguran yang ingin diturunkan.

8.3. Analisis Kebutuhan Tenaga kerja

Perhitungan analisis Kebutuhan tenaga kerja sangat erat kaitannya dengan

kebutuhan investasi dalam kajian mobilisasi tenaga kerja untuk daerah tertiggal,

dimana setalah diperoleh hasil mengenai kebutuhan investasi dengan

mempertimbangkan jumlah pengangguran yang ingin diturunkan, kegiatan

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 242

selanjutnya adalah memperhatikan tingkat kebutuhan tenaga kerja di daerah

tersebut.

Tabel 8. 3

Proyeksi Kebutuhan Tenaga Kerja

Indikator Satuan 2011 2012* 2013* 2014* 2015*

Jumlah Angkatan

Kerja orang 1,349,059 1,094,283 983,252 872,221 761,190

Jumlah Penduduk

Menganggur orang 133,796 52,104 26,052 13,026 6,513

Sumber : BPS

Untuk Kabupaten Bandung, berdasarkan tabel diatas, jumlah penduduk

menganggur sebanyak 133,796 orang, sedangkan jumlah angkatan kerja sebanyak

1,349,059 orang, sehingga persentase penduduk yang menganggur pada tahun

2012 diproyeksi sebanyak 52,104 orang. Bila megacu kepada asumsi yang

digunakan dalam pertumbuhan ekenomi yang ingin dicapai itu memperhatikan

tingkat pengangguran penduduk yang ingin dikurangi sebanyak setengahnya dari

jumlah yang ada, maka jumlah penduduk yang akan diserap dengan nilai

kebutuhan investasi sebanyak Rp 2,269,866,529,670, diharapkan akan menyerap

tenaga kerja sebanyak 130,451 orang. Tenaga kerja yang akan diserap nantinya

akan disesuaikan dengan strategi yang akan dikembangkan guna mendukung

pengembangan Kabupaten Bandung

8.4. Implikasi Investasi Kabupaten Bandung

Tabel 6. 10

Implikasi Investasi Kegiatan Grand Design Ekonomi

Kabupaten Bandung

NO Pengembangan

Sektor Potensial

Implikasi Investasi Investasi

Peran

Pelaku Konteks

Mewujudkan

Kebijakan

Potensi &

Prospek

Investasi

Infrastruktur Sektor

Produktif

1. Pengembangan

Sektor Pertanian

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 243

NO Pengembangan

Sektor Potensial

Implikasi Investasi Investasi

Peran

Pelaku Konteks

Mewujudkan

Kebijakan

Potensi &

Prospek

Investasi

Infrastruktur Sektor

Produktif

Pengembangan

Pengolahan hasil

pertanian

Regulasi yang

jelas dan tegas.

Koordinasi

dengan semua

pihak terkait.

Teknologi

yang tepat

guna.

Pembiayaan

yang jelas.

Promosi yang

real dan lokasi

siap pakai.

Pengembangan

industri

pengolahan

hortikultura dan

produk

turunannya

Penyediaan

infrastruktur

pendukung

Penyediaan

pabrik

pengolahan hasil

pertanian

Sektor terkait

dalam

pengembangan

pertanian

Pemerintah

Swasta

Pengembangan

industri hasil buah-

buahan (Straberry)

Menjadi

komoditas

unik dan

potenisl bagi

Pengembangan

industri makanan

dan minuman

berbasis pada

straberry

Idem Idem Pemerintah

Swasta

Peningkatan

produktivitas

peternakan

Idem Pengembangan

Industri

pengolahan

makanan dan

produk

turunannya

berbasis pada

produk

peternakan.

Idem Idem Pemerintah

Swasta

2. Pengembangan

Sektor Perkebunan

Pengembangan

industri

pengolahan hasil

perkebunan utama

seperti teh

Regulasi yang

jelas dan tegas.

Koordinasi

dengan semua

pihak terkait.

Teknologi

yang tepat

guna.

Pembiayaan

yang jelas.

Pengembangan

Industri

Pengolahan dan

produk turunan

yang berbasis

hasil perkebunan

Infrastruktur

pendukung

berupa jaringan

jalan

Pembangunan

pabrik

pengolahan hasil

teh

Pembangunan

pabrik

pengolahan

produksi turunan

Semua sektor

terkait

Pemerintah

Swasta

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 244

NO Pengembangan

Sektor Potensial

Implikasi Investasi Investasi

Peran

Pelaku Konteks

Mewujudkan

Kebijakan

Potensi &

Prospek

Investasi

Infrastruktur Sektor

Produktif

Promosi yang

real dan lokasi

siap pakai.

teh

3. Sektor Industri

Pengembangan

Kawasan industri

terpadu

Regulasi yang

jelas dan tegas.

Koordinasi

dengan semua

pihak terkait.

Teknologi

yang tepat

guna.

Pembiayaan

yang jelas.

Pengembangan

Industri berbasis

endowment factor

dan kestrategisan

wilayah dengan

mengembangkan

dan meningkatkan

kawasas-kawasan

industry yang

telah disediakan

Penyediaan

infrastruktur

jaringan jalan

dan

kelengkapannya

Kemudahan

aksesibilitas ke

semua

Pemerintah

Swasta

3. Sektor Jasa

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 245

BAB IX PENTAHAPAN

PELAKSANAAN

GRAND DESIGN EKONOMI

KABUPATEN BANDUNG

9.1 Pentahapan Grand Design Ekonomi Kabupaten

Bandung

Penyusunan tahapan pelaksanaan Masterplan Investasi Kabupaten Bandung

didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan berikut :

1. Konsep dan Tujuan Pengembangan Kabupaten Bandung

Tujuan pengembangan Kabupaten pada dasarnya merupakan penjabaran dari

visi dan misi Kabupaten Bandung, yaitu

Terwujudnya masyarakat kabupaten bandung yang maju, mandiri dan

berdaya saing, melalui tata kelola pemerintahan yang baik dan

pemantapan pembangunan perdesaan, berlandaskan religius, kultural dan

berwawasan lingkungan.

Sedangkan, misi Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut:

Adapun misi-misi pembangunan Kabupaten Bandung tersebut yang secara

khusus berkaitan dengan pengembangan penanaman modal/investasi di

Kabupaten Bandung, yaitu misi pertama (Mewujudkan Kabupaten Bandung

sebagai Pusat Kegiatan Perekonomian) dan misi kedua (Mewujudkan

Perekonomian yang Berkelanjutan dan Bersaing). Arahan kebijakan

pembangunan jangka panjang Kabupaten Bandung tahun 2005-2025 yang

menjabarkan misi-misi tersebut adalah sebagai berikut:

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 246

A. Mewujudkan Perekonomian yang Berkelanjutan dan Bersaing

1) Mendorong pertumbuhan sektor ekonomi unggulan, yakni industri

pengolahan, pertanian, pertambangan, dan jasa untuk meningkatkan laju

pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang dengan dukungan sektor-

sektor prospektif yang secara agregatif akan memberikan kontribusi

terhadap laju pertumbuhan ekonomi, yaitu sektor perikanan, peternakan

dan pariwisata.

2) Meningkatkan upaya eksplorasi dan penerapan teknologi eksploitasi migas

untuk peningkatan produksi; pelibatan pemangku kepentinngan di daerah

dalam produksi migas; perkuatan aspek hukum; dan kelembagaan bagi

hasil yang lebih adil.

3) Meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian tanaman pangan

melalui penyiapan lahan pertanian, pengembangan riset dan penyuluhan

untuk peningkatan mutu bibit dan produk yang tahan hama dan penyakit,

dan penyediaan sarana produksi pertanian secara kontinyu.

4) Meningkatkan produksi perkebunan melalui pola-pola pengelolaan yang

pernah diterapkan yang menunjukkan kinerja positif sekaligus untuk

pemulihan lahan-lahan kritis.

5) Mendorong tumbuhnya industri hilir produk tanaman pangan dan

perkebunan berbasis teknologi maju untuk tujuan konsumsi, industri

pangan, serta mendorong tumbuhnya agrobisnis dengan memanfaatkan

potensi pasar regional melalui diversifikasi, jumlah, dan mutu produk

dalam rangka pertambahan nilai dan perluasan lapangan kerja.

6) Meningkatkan usaha perikanan dan peternakan rakyat dan usaha skala

besar melalui pemanfaatan bioteknologi dalam penyediaan bibit unggul

dan peningkatan mutu produk serta mengembangkan industri

pengolahannya dengan memanfaatkan teknologi pasca panen untuk

menjamin mutu dan ketersediaan produk dalam jangka panjang.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 247

7) Meningkatkan pengelolaan perkebunan rakyat, pertanian tanaman pangan,

perikanan, dan peternakan yang bersifat subsisten secara lebih profesional

dan terintegrasi dengan kegiatan off-farm serta kegiatan bisnis lainnya.

8) Membangun obyek dan destinasi pariwisata, menyediakan prasarana dan

sarana penunjang, dan meningkatkan pelayanan jasa kepariwisataan,

termasuk pengembangan wisata minat khusus dan agrowisata yang

terintegrasi dengan perlindungan plasma nutfah dan spesies dilindungi.

9) Membina kegiatan usaha berskala kecil dan menengah agar menjangkau

persyaratan dan standar internasional untuk mutu produk dan jasa

pelayanan.

10) Menciptakan iklim investasi melalui pembenahan kebijakan, regulasi, dan

perijinan; pemberian insentif bagi sektor unggulan; penyiapan lokasi

kegiatan; promosi potensi daerah; dan menjaga stabilitas politik, sosial,

keamanan dan ketertiban umum dan kepastian hukum.

11) Meningkatkan peran Pemerintah Daerah sebagai regulator, katalisator, dan

fasilitator pembangunan ekonomi melalui penghapusan ekonomi biaya

tinggi; penciptaan akses terhadap permodalan dan pasar; dan peningkatan

kualitas dan produktifitas sumber daya manusia agar memiliki daya saing

yang tinggi.

12) Meningkatkan upaya intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi potensi

sumber keuangan daerah untuk meningkatkan kemampuan pendanaan

daerah dalam pembangunan infrastruktur eksternal penunjang kegiatan

ekonomi, seperti jaringan jalan, sumber air, sumber energi, dan

telekomunikasi.

13) Membangun pola kemitraan dalam pembangunan ekonomi antara

Pemerintah Daerah, swasta, UKM, dan koperasi sebagai wadah

pengembangan kegiatan usaha produktif, pemberdayaan masyarakat

golongan ekonomi lemah, dan mengembangkan lembaga keuangan mikro

dalam rangka ekonomi kerakyatan.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 248

14) Mengelola dan mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam untuk

menjaga keberlanjutan perkembangan perekonomian daerah dan

perlindungan lingkungan guna penyelarasan terhadap entry barrier pasar

dunia.

2. Karakteristik Struktur Ruang

Indikasi program jangka menengah (15 tahun) Kabupaten Bandung

mempertimbangkan karakteristik struktur ruang yang dituju, dan perumusan

programnya diarahkan untuk mendorong terbentuknya struktur ruang dengan

karakteristik hirarki fungsional yang bersifat lebih merata terutama ke daerah

pengembangan setiap kecamatan di kabupaten Bandung, yang didukung oleh

jaringan jalan dan prasarana yang proporsional.

3. Skenario Tahapan Pengembangan

Untuk mewujudkan struktur ruang yang diinginkan, maka diperlukan jangka

waktu perencanaan yang sesuai dengan waktu selama masa perencanaan.

Skenario dan tahapan pengembangan telah ditetapkan sebagai dasar bagi

kerangka waktu pencapaian tujuan pengembangan tata ruang yang diharapkan.

Kerangka waktu bagi pelaksanaan program pembangunan dilakukan dengan

mempertimbangkan hirarki tingkat pelayanan untuk masing-masing sektor

pembangunan.

Tahapan pengembangan merupakan arahan mengenai tahapan implementasi

pembangunan fungsi-fungsi utama dalam rangka mewujudkan arahan alokasi

penanaman modal yang akan dituju pada masa mendatang (2011-2015)

berdasarkan skala prioritas.

4. Kemampuan Pemerintah dalam hal pembiayaan pembangunan

Pelaksanaan strategi penanaman modal menuntut dukungan dana dan

pembiayaan. Pembiayaan pembangunan tergantung pada kemampuan

pemerintah daerah dalam menghimpun dana untuk pelaksanaan program

penanaman modal dalam mewujudkan masterplan yang dituju. Dengan adanya

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 249

keterbatasan dana yang mampu dihimpun oleh pemerintah daerah, maka

disusun prioritas pengembangan.

Beberapa alternatif sumber pendanaan yang bisa diambil antara lain:

APBN

APBD Propinsi Jawa Barat

APBD Kabupaten Bandung

Sumber lainnya, seperti kemitraan, Sistem BOT, BOO, BOL, joint venture

dan swadaya masyarakat.

Dalam hal masalah pembiayaan untuk mendukung penanaman modal tidak

terlepas dari besarnya dana yang diperoleh oleh Kabupaten Bandung. Oleh

karena itu sumber dana bagi pengembangan penamanan modal dapat

diusahakan dari pemerintah pusat, provinsi, kota, bahkan dari swasta dan

masyarakat.

5. Konsep Pengembangan Grand Design Ekonomi Kabupaten Bandung

Dalam konteks koordinasi Grand Design Kabupaten Bandung diserahkan

kepada Bappeda bekerjasama dengan BKPM sebagai agen dan koordinator

dalam mengatur perekonomian dengan berkoordianasi dengan instansi-

instansi terkait. Pola pengembangan tersebut tidak terlepas dari pelaku yang

akan menanamkan modalnya, para pelaku tersebut berasal dari pemerintah,

masyarakat maupun dari swasta. Oleh karena itu dibutuhkan keterkaitan

(linkage) dan koordinasi antara aspek-aspek tersebut sebagai pemangku

kepentingan (stakeholder) dalam penanaman modal.

Pada umumnya untuk masyarakat (PMDN) dan sektor swasta (PMA dan

PMDN) selalu memperhitungkan faktor keuntungan dan biaya sebagai salah

satu faktor utama dalam menentukan keputusannya dalam menanamkan

modalnya, sehingga untuk beberapa sektor yang bersifat sosial dan penunjang

bagi sektor produktif (infrastruktur) penanaman modalnya dilakukan oleh

pemerintah.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 250

INVESTASI

REGULASI DAN

KELEMBAGAAN

SEKTOR

STRATEGIS

LOKASI

SPASIAL

TATA RUANG

INFRASTRUKTUR

PEMERINTAH

SWASTA MASYARAKAT

Selanjutnya, selain sebagai pelaku investasi untuk sektor-sektor sosial dan

penunjang (infrastruktur) yang memberikan keuntungan relatif rendah,

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 251

pemerintah berperan dalam kelembagaan dan regulasi dalam konteks

penanaman modal.

Beberapa permasalahan yang muncul setelah dilakukan pengidentifikasian

sektor-sektor yang ditawarkan kepada para pelaku penanaman modal,

terutama kepada masyarakat (PMDN) dan swasta (PMA dan PMDN)

menunjukan rendahya minat terhadap penanaman modal untuk pengembangan

sektor infrastruktur (energi listrik, air bersih, terminal dan jalan toll), padahal

sektor tersebut bisa menjadi pendorong bagi berkembangnya sektor-sektor

produktif, sehingga untuk sektor tersebut harus dikembangkan oleh

pemerintah.

Banyak skema yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam pengembangan

sektor tersebut, mulai dari pemerintah sebagai pelaku utama penanaman

modal tersebut hingga dilakukan sharing dengan pihak swasta melalui konsep

Public-Private Partnership dengan pembagian yang proporsional antara kedua

belah pihak.

Dari permasalahan tersebut, bila mengacu kepada konsep pertumbuhan maka

untuk konteks Kabupaten Bandung, konsep yang cocok untuk dikembangkan

adalah mengikuti pola Unbalanced Growth (Pertumbuhan Tidak Berimbang),

dimana fokus untuk pengembangan lebih diprioritaskan kepada pembagunan

sektor infrastruktur yang pada akhirnya akan mendorong berkembangnya

sektor produktif (Ship Follow The Trade), kemudian untuk prioritas pada

jangka menengah dan jangka panjang proporsi untuk pengembangan sektor

produktif lebih besar dibandingkan sektor infrastruktur, sehingga pada jangka

menengah dan jangka panjang peran dari sektor swasta lebih besar dalam

pengembangan penanaman modal daripada peranan pemerintah, pada tahapan

ini pemerintah lebih bersifat sebagai regulator bukan sebagai pelaku dari

penanaman modal.

Tahapan-tahapan dalam pengembangan Grand Design Ekonomi Kabupaten

Bandung untuk lima tahun kedepan, sehingga untuk mencapai tujuan akhir

dibutuhkan Tahapan-tahapan pengembangan antara lain :

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 252

Prinsip. Perencanaan pengembangan investasi tidak terlepas dari peran

instansi-instansi pemerintah dan sektor swasta maupun masyarakat,

sehingga dalam penentuan pengembanganya dibutuhkan sinergitas

diantara para pemangku kepentingan (stakeholders) tersebut supaya terjadi

keterpaduan dalam perencanaan pengembangan penanaman modal di

Kabupaten Bandung. Selain itu perlu ditunjuknya koordinator dalam

penanaman modal, jika dilihat dari peran dan fungsinya, maka instansi

yang bertugas untuk mengkoordinir, yakni Bapppeda dan BKPMD sangat

cocok untuk dijadikan sebagai koordinator dalam penanaman modal, pada

akhirnya akan bertugas dalam melakukan koordinasi dengan instansi-

instansi terkait dan selalu berinteraksi dengan investor (penanam modal),

karena salah satu peran dari instansi tersebut adalah sebagai pembuka

pintu bagi masuknya investor yang akan menanamkan modalnya di

Kabupaten Bandung.

Tabel 8. 4

Tahapan Umum Pengengembangan Grand Design Kabupaten Bandung

No RENCANA AKSI 2011 2012 2013 2014 2015 INSTANSI

1. Konsolidasi BAPPEDA

2.

Pembangunan

Infrastruktur utama

(Jalan highway,

Terminal, Listrik,

Air bersih)

\

Dinas Bina

Marga, Dinas

Perhubungan,

Dinas SDA &

Tamben

3. Penguatan sektor

industri produktif

berbasis endowment

Dinas

Koperasi,

UKM dan

Perindag

4. Pengembangan

Kualitas SDM

Dinas

Koperasi,

UKM dan

Perindag

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 253

Prinsip. Pada tahapan ini dimana proporsi pengembangan investasi diarahkan

kepada sektor produktif. Pola pengembangan yang digunakan menggunakan

pendekatan klaster industri, karena dengan pola pengembangan tersebut

diharapkan Kabupaten Bandung akan mendapatkan nilai tambah yang lebih

besar dari rantai nilai produksi yang dihasilkan oleh industri produktif

tersebut. sehingga upaya yang dilakukan adalah membangun dan

memperbanyak downstream industry sebagai indutri penunjang dan terkait.

Selain itu upaya-upaya yang sebelumnya harus dilakukan adalah memperkuat

industri hulu yang berbasiskan endowment yang dijadikan sebagai industri

utama (inti).

Pada tahapan akhir dari pengembangan Grand Design Ekonomi Kabaupaten

Bandung adalah dilakukannya pemantapan, dimana terlebih dahulu telah

melalui tahapan konsolidasi dan tahapan pengembangan. Pada tahapan

pemantapan ini diharapkan sudah terbangunnya industri yang tangguh dengan

pendekatan klaster industri, selain itu sudah terbangunnya keterkaitan antar

sektor dan antar wilayah, kemudian pada tahapan ini sektor industri sudah

melakukan ekspansi pasar dan lebih berorientasikan ekspor.

Tahapan pengembangan penanaman modal di Kabupaten Bandung

berdasarkan kepada pengembangan sektor industri produktif dengan

pendekatan klaster industri, disertai dengan pengembangan industri penunjang

dan industri terkaitnya. Kerangka pengembangan untuk jangka menengah dan

jangka panjang tampak pada tabel berikut :

Tabel 9. 5

Tahapan Pengembangan Industri Inti , Penunjang dan Industri Terkait

Industri Inti Industri Penunjang Industri Terkait

Meningkatnya produktifitas petani

Meningkatknya utilitas IKM

pengolahan hasil alam (perkebunan

dan peternakan)

Mendorong industri terkait untuk

memproduksi produk turunan.

Penggunaan komoditi yang bisa

memberikan nilai tambah terbesar

Meningkatnya jumlah IKM dan

industri pengolahan

Terwujudnya diversifikasi produk

Mewujudkan industri kecil menengah

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 254

Industri Inti Industri Penunjang Industri Terkait

Meningkatnya kapasitas produk

pengolahan

Mendorong peningkatan nilai

tambah termasuk pengolahan dan

pemanfaatan industri pengolahan

berbasiskan endowment

yang tangguh sebagai penyedia

sekaligus pengelola bahan baku

industri bebasis endowment.

Perluasan jaringan pasar baik untuk

pasar Lokal, Regional, Nasional

maupun Internasional

Strategi

Pengembangan sektor produktif dengan konsep pengembangan klaster industri

dan memperpanjang downstream industry di Kabupaten Bandung yang

berbasiskan teknologi dan menyerap tenaga kerja, mulai dari pengolahan bahan

baku hingga ekspansi pasar yang lebih luas.

Optimalisasi pemanfaatan areal

lahan

Penelitian dan pengembangan

teknologi bagi industri pengolahan

Peningkatan produktifitas melalui

intensifikasi dan rehabilitasi

Meningkatkan Uniqueness product

yang bisa dijadikan ciri khas yang

akan membedakan dengan produk

yang sama dari daerah lain.

Penguatan SDM

Pengembangan riset dan teknologi

Mengembangkan industri berbasis

endowment dan dindustri jasa.

Kerjasama lebih lanjut antar

wilayah

Pengembangan infrastruktur

pendukung budidaya dan industri

pengolahan berbasis endowment

Penguatan kelembagaan

Unsur Penunjang

Pasar

Meningkatkan jaringan pemasaran

ekspor

Meningkatkan kualitas produk

Meningkatkan promosi dan ekspansi

ekspor serta efisiensi rantai

pemasaran

Membangun pola kemitraan

Kelembagaan

Memfasilitasi pengembangan

kawasan industri

Membangun kepercayaan buatan

daerah di pasar regional, nasional

maupun internasional

SDM

Pelatihan manajemen mutu

Peningkatan keahlian dan

kemampuan SDM.

Peningkatan kemampuan teknologi

budidaya

Optimalisasi kompetensi SDM

Infrastruktur

Meningkatkan peran Litbang

Pembangunan sarana dan prasarana

penunjang

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 255

8.2 Indikasi Program

Grand Design Ekonomi Kabupaten Bandung memiliki fungsi sebagi acuan bagi

Pemerintah Kabupaten Bandung dalam menyusun program lima tahunan ataupun

program tahunan. Indikasi program-program akan diarahkan kepada penanaman

modal sebagai bagian dari penjabaran kebijakan dan rencana penanaman modal

yang telah ditetapkan kedalam program-program sektoral. Indikasi program dalam

Masterplan Penanaman Modal ini dijabarkan secara sektoral untuk kawasan atau

bagian wilayah Provinsi. Jangka waktu perencanaan program selama 5 tahun

mengingat masa jabatan kepala daerah adalah 5 ahun. Dalam kurun waktu

tersebut diharapkan seluruh rencana yang telah disusun dapat dilaksanakan

sehingga tujuan dan sasaran pengembangan penanaman modal Kabupaten

Bandung yang telah ditetapkan dapat dicapai pada akhir tahun perencanaan.

Berdasarkan tingkat kepentingannya, sektor/sub sektor yang akan disusun indikasi

program pembangunannya adalah sektor/sub sektor yang langsung terkait dengan

penanaman modal (sebagai bentuk dari penjabaran dari masterplan yang telah

disusun), beserta lokasi realisasi program dalam kurun waktu 5 tahun perencanaan

dari tahun 2010 – 2015, instansi pengelola dan kemungkinan sumber dana yang

bisa diperoleh.

Pada dasarnya program-program yang disusun masih bersifat indikatif, namun

diharapkan dapat memberikan indikasi bagi penyusunan program penanaman

modal sektoral serta penanaman modal pada wilayah kota/kabupaten yang

diprioritaskan pengembangannya baik dalam jangka lima tahun pertama, lima

tahun kedua, dan dua tahun terakhir.

Secara umum indikasi program yang dilaksanakan sampai 15 tahun mendatang

akan dikaitkan pula dengan sektor/sub sektor yang secara langsung dan banyak

terkait dengan penanaman modal, sebagai implikasi dari masterplan yang telah

dirumuskan.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 256

Tabel Indikasi Program

No Tahapan Indikasi Program Tahun Pembangunan

Sumber

Dana

Instansi

Pengelola 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2014-2015

1 KONSOLIDASI

1.1 Regulasi dan

Kelembagaan

1. Sinronisasi Kebijakan Pusat dan Daerah

APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

2. Penetapan GDE Kabupaten Bandung sebagai arahan Kebijakan utama

APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

3. Penguatan SDM APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

1.2 Tata Ruang 4. Penyesuaian RTRW Kabupaten Bandung

APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

5. Pengendalian Pemanfaatan Ruang Secara Masif

APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

1.3 Sektor Produktif 6. Identiufikasi Sektor-sektor Produktif Kunci

APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 257

No Tahapan Indikasi Program Tahun Pembangunan

Sumber

Dana

Instansi

Pengelola 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2014-2015

7. Koordinasi Pengembangan Sektor dengan pihak terkait

APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

8. Membuka kawasan industri strategis yang terintegrasi

APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

9. Penguatan sektor industri berbasiskan endownment (SDA).

APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

1.4 Infrastruktur 10. Pembangunan Jalan Tol Seroja

APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

11. Pemantapan Supply Listrik dengan membangun pembangkit untuk pengembangan industri

APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

12. Pembangunan Infrastruktur Air Bersih

APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

13. Pengaturan dan Pengembangan Jaringan Gas untuk industri

APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

2 PENGEMBANGAN Kabupaten

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 258

No Tahapan Indikasi Program Tahun Pembangunan

Sumber

Dana

Instansi

Pengelola 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2014-2015

Bandung

2.1 Regulasi dan

Kelembagaan

14. Penetapan Kebijakan Pendukung Investasi yang berkelanjutan

APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

15. Penguatan SDM APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

2.2 Tata Ruang 16. Pelaksanaan RTRW APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

17. Pengendalian RTRW APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

18. Optimalisasi pemanfaatan areal lahan

APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

2.3 Sektor Produktif 19. Pembangunan Industri Downstream (peningkatan rantai nilai)

APBD

Kabupaten,

Swasta

Kabupaten

Bandung,

Swasta

20. Pengembangan klaster industri

APBD

Kabupaten,

Kabupaten

Bandung,

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 259

No Tahapan Indikasi Program Tahun Pembangunan

Sumber

Dana

Instansi

Pengelola 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2014-2015

Swasta Swasta

21. Penelitian dan pengembangan teknologi bagi industri pengolaan

APBD

Kabupaten,

Swasta

Kabupaten

Bandung,

Swasta

22. Peningkatan produktivitas melalui intensifikasi dan rehabilitasi

APBD

Kabupaten,

Swasta

Kabupaten

Bandung,

Swasta

23. Meningkatkan produk unik dan unggulan Kabupaten Bandung

APBD

Kabupaten,

Swasta

Kabupaten

Bandung,

Swasta

3 PEMANTAPAN APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

3.1 Regulasi dan

Kelembagaan

24. Penetapan Kebijakan Pendukung Investasi yang berkelanjutan

APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

25. Kerjasama lebih lanjut antar wilayah

APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 260

No Tahapan Indikasi Program Tahun Pembangunan

Sumber

Dana

Instansi

Pengelola 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2014-2015

26. Penguatan Kelembagaan

APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

3.2 Tata Ruang 27. Pelaksanaan RTRWP

APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

28. Pengendalian RTRWP

APBD

Kabupaten

Kabupaten

Bandung

3.3 Sektor Produktif 29. Pengembangan Kawasan AgroIndustri terpadu

APBD

Kabupaten,

Swasta

Kabupaten

Bandung,

Swasta

30. Pengembangan Riset dan teknologi

APBD

Kabupaten,

Swasta

Kabupaten

Bandung,

Swasta

31. Pengembangan industri berbasis endownment dan diindustri jasa

APBD

Kabupaten,

Swasta

Kabupaten

Bandung,

Swasta

3.4 Infrastruktur 32. Pengembangan infrastruktur pendukung budidaya dan industri pengolahan berbasis

APBD

Kabupaten,

Swasta

Kabupaten

Bandung,

Swasta

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 261

No Tahapan Indikasi Program Tahun Pembangunan

Sumber

Dana

Instansi

Pengelola 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2014-2015

endownmwent

33. Pengembangan Jalan Lingkar Selatan Kabupaten Bandung

APBD

Kabupaten,

Swasta

Kabupaten

Bandung,

Swasta

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 262

BAB X KESIMPULAN DAN SARAN

Arah dan perkembangan ekonomi masyarakat diharapkan dapat sejalan antara

dinamika yang terjadi dengan serangkaian kebijakan/program yang digagas oleh

Pemerintah Kabupaten Bandung. Sinkronisasi antara kebutuhan pengembangan

secara riil dengan arah kebijakan yang ditempuh pemerintah diharapkan pada

akhirnya dapat memperkuat perkembangan ekonomi masyarakat Kabupaten

Bandung. Sinergisitas tersebut diharapkan mampu memberikan akselerasi

kemajuan perekonomian Kabupaten Bandung dalam mencapai hasil dengan

percepatan yang lebih tinggi.

10.1 Kesimpulan

Kondisi makro ekonomi secara historis menunjukkan bahwa penurunan

tingkat produksi industri pengolahan terutama tekstil memiliki dampak

cukup besar terhadap perekonomian di Kabupaten Bandung. Selain itu,

sektor yang memiliki peranan cukup besar dalam membentuk PDRB

antara lain sektor perdagangan, hotel, dan pertanian. Laju Pertumbuhan

Ekonomi (LPE) Kabupaten Bandung dari pertumbuhan masing-masing

sektor ekonomi, sektor perdagangan, hotel dan restoran mengalami

pertumbuhan yang paling besar dibanding sektor ekonomi lainnya. Sektor

lain yang mengalami pertumbuhan cukup besar adalah sektor

pengangkutan dan komunikasi; pertambangan dan penggalian; serta

pertanian.

Dari kondisi kependudukan, persoalan mendasar yang ada hingga saat ini

adalah masih tingginya pertumbuhan jumlah penduduk dan relatif

tingginya dependency ratio yang menunjukkan masih tingginya

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 263

ketergantungan penduduk yang kurang produktif, sehingga kondisi

tersebut memunculkan banyak persoalan sosial ekonomi dalam rumah

tangga di Kabupaten Bandung.

Dari kondisi ketenagakerjaan, kesempatan kerja terbesar berada pada

lapangan usaha pertanian, disusul dengan lapangan usaha industri

pengolahan serta perdagangan, restoran dan hotel. Selanjutnya Tingkat

Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tenaga kerja perempuan relatif masih

rendah terutama jika memperhatikan masih tingginya tingkat

pengangguran angkatan kerja perempuan.

Dari kondisi pertanian, Kabupaten Bandung memiliki kondisi iklim, lahan

dan sumberdaya hayati yang sangat mendukung pengembangan usaha

aneka jenis komoditas pertanian, mulai dari tanaman pangan, hortikultura,

perkebunan dan kehutanan. Kabupaten Bandung memiliki banyak

komoditi unggulan yang dihasilkan oleh masing-masing wilayah yaitu

stroberi, kopi, sapi perah dan produk turunannya.

Berdasarkan potensi perikanan, pengembangan sektor ini diarahkan di

Kecamatan Ibun, Majalaya, Ciparay, Pacet dan Bojongsoang dan

pemanfaatan/pengelolaan situ-situ di Kecamatan Pangalengan, Rancabali,

Ibun dan Kertasari. Sementara untuk pengembangan dan intensifikasi

difokuskan di Kecamatan Pangalengan, Kertasari, Ciwidey, Pasirjambu,

Arjasari, Cikancung, Ibun, Pacet, Paseh dan Cimaung.

Sektor industri di Kabupaten Bandung mempunyai kontribusi besar

terhadap PDRB Kabupaten Bandung, terutama indutsri olahan yang

didominasi oleh peningkatan pertumbuhan pada industri kecil.

Dari kondisi investasi, sebagian besar investasi di Kabupaten Bandung

adalah investasi di sektor sekunder dan tersier, seperti di sektor industri

manufaktur dan sektor jasa perdagangan. Hal tersebut didukung oleh

kedekatan dengan pasar dengan jumlah penduduk sudah mencapai 3 juta

jiwa lebih. Faktor lain yang menjadi daya tarik adalah ketersediaan bahan

mentah yang cukup. Satu-satunya pertimbangan yang memungkinkan daya

saing investasi di Kabupaten Bandung ke depan akan mengalami persoalan

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 264

adalah kesiapan lokasi. Kesiapan lokasi, terutama mengingat mulai

tingginya harga tanah dan tingginya tingkat persaingan penggunaan lahan.

Sektor perdagangan (perdagangan, hotel dan restoran) memiliki kontribusi

cukup signifikan terhadap perolehan nilai PDRB Kabupaten Bandung,

yaitu berkontribusi kedua paling besar setelah sektor perindustrian.

Dalam pengembangan sektor pariwisata, Kabupaten Bandung mempunyai

cukup banyak potensi dan sebagian besar merupakan wisata alam dan

agro.

Berdasarkan perhitungan sektor unggulan, sektor basis di Kabupaten

Bandung adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Namun yang

masih mendominasi adalah sektor industri pengolahan dengan kontribusi

sektor sebesar 42,20% terhadap PDRB. Sektor perdagangan, hotel dan

restoran, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan juga merupakan sektor

yang cukup maju di Kabupaten Bandung. Adapun sektor pengangkutan

dan komunikasi, jasa-jasa, pertanian, listrik, gas dan air bersih dan sektor

bangunan dan konstruksi walaupun memiliki kontribusi yang tidak begitu

besar terhadap PDRB, namun mampu memberikan outputnya ke wilayah

lain.

PDRB sektoral Kabupaten Bandung telah mengalami perubahan atau

perkembangan. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh komponen

pertumbuhan Provinsi Jawa Barat, bauran industri, dan keunggulan

kompetitif. Bauran industri memberikan pengaruh yang negatif bagi

perkembangan perekonomian Kabupaten Bandung. Nilai negatif

mengindikasikan bahwa komposisi sektor pada PDRB Kabupaten

Bandung cenderung mengarah pada perekonomian yang akan tumbuh

relatif lambat. Sedangkan keunggulan kompetitif yang dihasilkan akan

menambah perkembangan perekonomian Kabupaten Bandung.

Dari segi interaksi ekonomi wilayah, sektor Industri merupakan sektor

pemberi input terbesar bagi semua sektor kecuali sektor Listrik, Gas dan

Air Bersih serta sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 265

Penerimaan input sektoral yang cukup besar tersebut menunjukkan adanya

keterkaitan antar sektor yang cukup besar pula.

Dari sisi pengaruh sektor ekonomi terhadap sektor ekonomi lainnya,

keterkaitan ke depan dan ke belakang terbesar dimiliki oleh sektor Industri

Pengolahan, hal tersebut mengindikasikan bahwa sektor Industri

Pengolahan memiliki peran yang besar dalam menarik sektor lain untuk

berkembang, yaitu meminta output sektor lain sebagai input kegiatan

produksinya maupun menyediakan input bagi kegiatan produksi sektor

lain. Selain sektor Industri Pengolahan terdapat sektor lain yang

merupakan sektor unggulan di wilayah Kabupaten Bandung yaitu sektor

Perdagangan, Hotel dan Restoran, sektor Pertambangan dan Penggalian,

sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, sektor Pengangkutan dan Komunikasi

serta sektor Bangunan.

Dalam arahan pengembangan sektor ekonomi produktif, terdapat tahapan

pengembangan sektor dalam lingkup provinsi dan tahapan kabupaten/kota

yang harus diperkuat dulu yang berupa sektor basis atau sektor unggulan

yang menjadi fundamental perekonomian dari tiap-tiap daerah tersebut.

Pada tahap selanjutnya adalah membangun infrastruktur yang menunjang

dalam pembentukan sebuah klaster tersebut, seperti pengembangan sektor

terkait dan sektor pendukung.

Pada sektor primer dimana pemanfaatan kekayaan alam secara langsung

sebagai sektor kunci. Arahan yang dilakukan dengan cara mengoptimalkan

sektor pertanian dan memperkecil ketergantungan terhadap sektor industri,

karena saat ini sektor industri di Kabupaten Bandung, didominasi oleh

Sektor Indutri TPT, maka perlu dikembangakan industri yang berbasis

kepada sektor pertanian. Dalam pengembangan klaster, perlu dibangun

sektor pendukung terkait dan sinergitas antar wilayah terdekat guna

memperoleh manfaat dari efisiensi biaya produksi.

Pada sektor sekunder dimana proses pengolahan dari sektor primer (bahan

baku) atau proses industrialsasi sebagai sektor kuncinya. Maka arahan

yang dilakukan adalah dengan cara memperpanjang rantai nilai produksi

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 266

yang berada di Kabupaten Bandung dengan mengembangkan metode

klaster industri. Dengan demikian, output yang dihasilkan dari Kabupaten

Bandung tidak hanya produk setengah jadi, melainkan produk jadi yang

siap di pasarkan baik pada skala lokal, regional maupun ekspor dengan

nilai tambah bagi Kabupaten Bandung menjadi lebih besar.

Pada sektor tersier (sektor perdagangan dan sektor pariwisata) atau

deindustrialisasi sebagai sektor kuncinya. Maka dalam arahan

pengembangannya ditandai dengan struktur perekonomian yang ada sudah

berubah, mulai dari tata kota yang semakin teratur, tingkat polutansi

sangat diperhitungkan, karena yang ditawarkan kepada masyarakat adalah

jasa pelayanan. Dalam arahan klaster, maka harus dibangun suatu kawasan

yang saling terintegrasi antara segala aspek-aspek pelayanan umum dan

perdagangan. Pada fase ini peran kestrategisan wilayah sangat berdampak

postitf pada perkembagannya, disamping dari tata kelola dari daerah

terebut.

Dalam analisis kebutuhan investasi dengan mengacu kepada hasil ICOR

dan total output di Kabupaten Bandung, maka diperoleh hasil kebutuhan

investasi sebanyak Rp 2,269,866,529,670 Kebutuhan investasi tersebut

telah memperhatikan kepada asumsi-asumsi yang telah ditetapkan, seperti

angka pengangguran yang ingin diturunkan dari total angka pengangguran

terakhir di Kabupaten Bandung. Sedangkan target pertumbuhan ekonomi

yang ingin dicapai, merupakan hasil dari pencapaian yang ingin diperoleh

dari tingkat pengangangguran yang ingin diturunkan.

Dalam analsis kebutuhan tenaga kerja dengan jumlah penduduk yang akan

diserap dengan nilai kebutuhan investasi sebanyak Rp 2,269,866,529,670,

diharapkan akan menyerap tenaga kerja sebanyak 130,451 orang. Tenaga

kerja yang akan diserap nantinya akan disesuaikan dengan strategi yang

akan dikembangkan guna mendukung pengembangan Kabupaten

Bandung.

Dalam tahapan pelaksanaan grand design ekonomi, diarahkan untuk

mendorong terbentuknya struktur ruang dengan karakteristik hirarki

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 267

fungsional yang bersifat lebih merata terutama ke daerah pengembangan

setiap kecamatan di kabupaten Bandung, yang didukung oleh jaringan

jalan dan prasarana yang proporsional. Pada skenario tahapan

pengembangan, diperlukan jangka waktu perencanaan yang sesuai dengan

waktu selama masa perencanaan. Kerangka waktu bagi pelaksanaan

program pembangunan dilakukan dengan mempertimbangkan hirarki

tingkat pelayanan untuk masing-masing sektor pembangunan.

Dari sisi kemampuan pemerintah dalam hal pembiayaan pembangunan,

perlu disusun alternatif sumber pendanaan yang ada tidak saja terbatas dari

APBN ataupun APBD, bahkan dari swasta dan masyarakat.

Dalam konsep pengembangan grand design ekonomi, konteks koordinasi

diserahkan kepada Bappeda bekerjasama dengan BKPM sebagai agen dan

koordinator dalam mengatur perekonomian dengan berkoordianasi dengan

instansi-instansi terkait. Selain itu dibutuhkan keterkaitan (linkage) dan

koordinasi antara aspek-aspek tersebut sebagai pemangku kepentingan

(stakeholder) dalam penanaman modal.

Perlu diantisipasi beberapa permasalahan yang muncul setelah dilakukan

pengidentifikasian sektor-sektor yang ditawarkan kepada para pelaku

penanaman modal, terutama kepada masyarakat (PMDN) dan swasta

(PMA dan PMDN) yang menunjukkan rendahya minat terhadap

penanaman modal untuk pengembangan sektor infrastruktur. Diantaranya

melalui skema Public-Private Partnership dengan pembagian yang

proporsional antara pihak pemerintah dan swasta.

Dari permasalahan tersebut, bila mengacu kepada konsep pertumbuhan

maka untuk konteks Kabupaten Bandung, konsep yang cocok untuk

dikembangkan adalah mengikuti pola Unbalanced Growth (Pertumbuhan

Tidak Berimbang), dimana fokus untuk pengembangan jangka pendek

lebih diprioritaskan kepada pembagunan sektor infrastruktur yang pada

akhirnya akan mendorong berkembangnya sektor produktif (Ship Follow

The Trade), kemudian untuk prioritas pada jangka menengah dan jangka

panjang proporsi untuk pengembangan sektor produktif lebih besar

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 268

dibandingkan sektor infrastruktur, sehingga pada jangka menengah dan

jangka panjang peran dari sektor swasta lebih besar dalam pengembangan

penanaman modal daripada peranan pemerintah, pada tahapan ini

pemerintah lebih bersifat sebagai regulator bukan sebagai pelaku dari

penanaman modal.

Dalam tahapan pelaksanaan grand design, tahapan awal jangka pendek

(2011 – 2015) yang merupakan tahapan konsolidasi dibutuhkan sinergitas

diantara para pemangku kepentingan (stakeholders) tersebut supaya terjadi

keterpaduan dalam perencanaan pengembangan penanaman modal di

Kabupaten Bandung. Selain itu perlu ditunjuknya koordinator dalam

penanaman modal, jika dilihat dari peran dan fungsinya, maka instansi

yang bertugas untuk mengkoordinir, yakni Bapppeda dan BKPMD sangat

cocok untuk dijadikan sebagai koordinator dalam penanaman modal, pada

akhirnya akan bertugas dalam melakukan koordinasi dengan instansi-

instansi terkait dan selalu berinteraksi dengan investor (penanam modal),

karena salah satu peran dari instansi tersebut adalah sebagai pembuka

pintu bagi masuknya investor yang akan menanamkan modalnya di

Kabupaten Bandung.

Pada jangka menengah (2015 – 2020) atau tahap pengembangan, proporsi

pengembangan investasi diarahkan kepada sektor produktif. Pola

pengembangan yang digunakan menggunakan pendekatan klaster industri,

karena dengan pola pengembangan tersebut diharapkan Kabupaten

Bandung akan mendapatkan nilai tambah yang lebih besar dari rantai nilai

produksi yang dihasilkan oleh industri produktif tersebut. sehingga upaya

yang dilakukan adalah membangun dan memperbanyak downstream

industry sebagai indutri penunjang dan terkait.

Pada jangka panjang (2020 – 2025) atau tahap pemantapan, diharapkan

sudah terbangunnya industri yang tangguh dengan pendekatan klaster

industri, selain itu sudah terbangunnya keterkaitan antar sektor dan antar

wilayah, kemudian pada tahapan ini sektor industri sudah melakukan

ekspansi pasar dan lebih berorientasikan ekspor.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 269

10.2 Saran

Dari hasil analisis sektoral, beberapa strategi yang dapat dilakukan antara

lain:

1. Deregulasi kebijakan dan peraturan yang terkait dengan

penanaman modal (asing maupun dalam negeri)

2. Peningkatan pola kemitraan antara industri kecil dan menegah

dengan industry besar di sektor ekonomi yang lebih luas

3. Pengembangan dan pemberdayaan UKM pada sektor-sektor

dominan di Kabupaten Bandung.

4. Peningkatan kemampuan masyarakat yang bekerja pada sektor

dominan di Kabupaten Bandung.

5. Pengendalian jumlah pertumbuhan penduduk guna menekan

tingginya dependency ratio.

6. Peningkatan kapasitas kemampuan penduduk produktif guna dapat

menopang lebih terhadap penduduk kurang produktif

7. Peninjauan kembali pengalihan fungsi lahan sesuai dengan

kebijakan RTRW Kabupaten Bandung.

8. Pemberdayaan tenaga kerja lokal dengan adanya penanaman modal

baru di Kabupaten Bandung (baik dari dalam negeri maupun asing)

9. Meningkatkan kemampuan tenaga kerja dan calon tenaga kerja

agar memiliki keahlian sesuai dengan yang dispesifikan oleh

sektor-sektor unggulan di Kabupaten Bandung.

10. Meningkatkan permberdayaan sektor-sektor unggulan dengan

pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukkannya.

Dari analisis produk unggulan, beberapa strategi yang dapat dilakukan

antara lain:

1. Pengembangan produk unggulan pada skala UKM dengan pola

pemanfaatan sumber daya alam secara optimal.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 270

2. Pengembangan produk unggulan berdasar pada keunggulan sumber

daya per area.

3. Pemasaran produk hortikultura dengan memanfaatkan potensi

pasar di kawasan Kota Bandung sebagai pasar terdekat dari

Kabupaten Bandung.

4. Pengembangan kawasan agropolitan dengan memberikan tawaran

investasi kepada swasta untuk turut serta membangun kawasan

unggulan per produk tertentu.

5. Peningkatan pemberdayaan penduduk lokal dalam

mengembangkan kawasan unggulan per produk.

6. Peningkatan kemampuan masyarakat lokal terhadap produk

unggulan di daerahnya.

7. Sosialisasi pemberian bantuan modal dari lemabaga keuangan bank

dan non bank kepada petani maupun pengusaha lokal.

8. Pembinaan terhadap petani dan pengusaha lokal khususnya dalam

pemasaran produk-produk unggulan setiap area.

9. Pemanfaatan produk-produk mentah hortikultura menjadi produk

setengah jadi maupun jadi yang dapat memberikan peningkatan

nilai tambah produk.

10. Peningkatan kemampuan penduduk lokal terhadap produk

unggulan daerahnya guna mengurangi pola urbanisasi.

11. Sinergitas industri besar dengan industri kecil dan menengah guna

memberikan dampak positif dari dominasi industry bersar dalam

perekonomian daerah.

12. Peningkatan kualitas hasil pertanian guna memenuhi standar

kelayakan produk pertanian.

13. Penindakan terhadap industri-industri yang memberikan

pencemaran lingkungan yang cukup tinggi

14. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan

produk unggulan daerahnya serta mengurangi permasalahan

urbanisasi

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 271

15. Peningkatan kemampuan SDM lokal dalam upayanya untuk

meningkatkan produktifitas

16. Sosialisasi bantuan permodalan serta pembinaan pemasaran

produk-produk unggulan.

17. Aksesibilitas dan informasi terhadap pasar masih rendah

18. Kurangnya akses masyarakat terhadap permodalan

19. Produk olahan hortikultura belum banyak berkembang sehingga

nilai tambah produk masih terbatas, produktivitas, kualitas dan

diversifikasi produk belum optimal, sehingga kurang memiliki

daya saing.

20. Peningkatan kesadaran masyarakat akan kesehatan lingkungan

khususnya dalam turut serta mengawasi pencemaran

lingkungannya.

Dari analisis kewilayahan, beberapa strategi yang dapat dilakukan antara

lain:

1. Penawaran kerja sama pembangunan sarana dan prasarana bagi

swasta di Kabupaten Bandung

2. Deregulasi kebijakan investasi di Kabupaten Bandung

3. Peningkatan penyaluran kredit produktif bagi industry kecil dan

menengah

4. Peningkatan distribusi/penyebaran pembangunan infrastruktur di

wilayah Kabupaten Bandung

5. Peningkatan efisiennya pembangunan sarana dan prasarana

6. Penawaran kerjasama dengan swasta dalam pembangunan sarana

dan prasarana pendukung wilayah yang saat ini masih kurang

memadai.

7. Peningkatan tata kelola administrasi, sertifikasi dan pemetaan

terhadap lahan

8. Peningkatan pembangunan wilayah pedesaan

9. Penertiban pembagunan pada lahan yang tidak sesuai peruntukan

dan polanya.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 272

10. Peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya bencana tanah

longsor dengan tetap mempertahankan kaidah pembangunan yang

ramah lingkungan.

11. Penertiban dan peninjauan kembali alih fungsi lahan yang tidak

sesuai dengan kaidah ramah lingkungan.

12. Penertiban dan sosialisasi perijinan terkait dengan pembangunan

baik pada sekal kecil maupun besar.

13. Penertiban terhadap industri-industri yang melakukan pencemaran

lingkungan

14. Penawaran kerjasama dengan pihak swasta terkait dengan

penanganan sampah agar tidak memiliki ketergantungan yang

tinggi terhadap penampungan akhir sampah.

15. Pembangunan infrastruktur di wilayah tidak saja memperhatikan

distribus penyebaran namun juga tetap memperhatikan kaidah

ramah lingkungan.

16. Pembangunan sarana dan prasarana pendukung wilayah sesuai

dengan fungsi lahannya.

17. Peningkaan tata kelola administrasi, sertifikasi dan pemetaan

terhadap lahan masih lemah

18. Pemberian batas yang jelas antara kawasan perkotaan dan

perdesaan

Dari sisi evaluasi kebijakan dan program, terdapat beberapa permasalahan

yang harus mendapat prioritas evaluasi, diantaranya sebagai berikut:

o Belum meratanya kualitas sumber daya manusia pada

Pemerintahan, terutama pada unit kerja yang melaksanakan

pelayanan kepada masyarakat.

o Masih adanya pandangan negatif akan kinerja yang dilakukan

pemerintah, hal ini terjadi karena adanya ketidakkonsistenan baik

dalam proses perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan.

Selain itu belum adanya penertiban dan penegakan hukum terhadap

pelanggar hukum.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 273

o Belum adanya standar prosedur terpadu dalam menghadapi

permasalahan yang mendesak seperti: bencana, ketertiban dan

pelayanan kepada masyarakat.

Terkait dengan kebijakan yang telah digulirkan oleh pemerintah

Kabupaten Bandung, maka pencapaian kebijakan dan program pemerintah

terkait pengembangan ekonomi masyarakat diupayakan mengacu kepada

beberapa target:

o Perencanaan kebijakan yang memperhatikan kebutuhan

masyarakat, sehingga akselerasi hasil Musrenbang dapat terefleksi

dalam kebijakan dan program pemerintah.

o Pelaksanaan program diupayakan bersifat tematik dan berorientasi

pada hasil/pencapaian. Orientasi tersebut akan memudahkan dalam

melakukan evaluasi dan memperkuat intensitas kebijakan (strategi

dan pembiayaan) ke depan.

o Terhadap upaya pengentasan kemiskinan mendapat prioritas

penting karena dapat menyebabkan kemampuan masyarakat

berkurang dalam mengakses pelayanan dasar. Kemiskinan

mempunyai sifat menurun sehingga perlu memotong jalur

regenerasi kemiskinan.

o Sistem pemberdayaan masyarakat perlu diarahkan dari pola

bantuan ke sistem perguliran yang bertanggung jawab.

Pengembangan lembaga mikro terutama terkait dengan

pemberdayaan komunitas dan pemuda dalam melakukan inovasi

dan revitalisasi sistem keuangan mikro, sehingga dapat diterima

dan diadaptasi secara mudah dan mandiri oleh masyarakat miskin

dan tidak bermodal.

o Pengembangan sistem pertanian terpadu di perdesaan dan industri

kecil terpadu di perkotaan diharapkan mampu menjadi sistem yang

dapat melindungi masyarakat lemah.

o Sarana dan prasarana dasar wilayah merupakan unsur penunjang

utama dalam mendukung terciptanya tingkat keberhasilan

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 274

pembangunan. Ketersediaan dan kualitas infrastruktur akan

mempengaruhi tingkat pendidikan, kesehatan dan daya beli

masyarakat. Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur seperti

jalan, jembatan, penyediaan air baku serta air bersih merupakan

kebutuhan yang dapat dirasakan manfaat dan akibatnya secara

langsung oleh masyarakat. Infrastruktur harus dapat menjadi

katalisator pencapaian pembangunan pada bidang lainnya terutama

perwujudan infrastruktur strategis dan sistem yang dapat diadopsi

dalam rangka pemerataan pembangunan bidang infrastruktur.

Pembangunan Jalan tol, jalan lingkar, jalan poros/penghubung

utama diharapkan menjadi faktor yang dapat memecahkan

permasalahan yang ada. Pemenuhan kebutuhan air besih untuk

permukiman perlu terus ditingkatkan, demikian pula dalam

penyediaan air baku. Di sisi lain, diperlukan peningkatan

kemampuan pengendalian dan pengawasan pembangunan

infrastruktur terutama melaui perizinan yang konsisten dan

mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku baik pada

tingkat pusat maupun daerah.

o Terkait produk unggulan daerah, penerapan prinsip-prinsip

efisiensi, efektivitas usaha, penerapan sistem kemasan, standarisasi

produk serta sertifikasi secara kolektif. Diversifikasi produk dan

penciptaan produk unggulan melalui penciptaan industri kreatif

diharapkan dapat menjadi pendorong iklim usaha yang tahan

terhadap krisis.

Beberapa isu penting dan strategis yang perlu mendapatkan perhatian

khusus pemerintah saat ini antara lain:

o Jumlah penduduk miskin masih relatif tinggi yang disebabkan oleh

tingginya tingkat pengangguran, rendahnya tingkat pendapatan dan

tingginya LPP.

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 275

o Koordinasi, integrasi, simplikasi, sinkronisasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan, dan belum optimalnya aplikasi

konsep pembangunan partisipatif.

o Kualitas pelayanan publik belum optimal disebabkan antara lain

oleh terbatasnya kualitas sumberdaya manusia aparatur, kinerja

birokrasi, SPM, dan sarana prasarana yang belum memadai.

o Masih rendahnya keterpaduan pemanfaatan ruang kota, seperti

terminal, pasar dan sistim transportasi sehingga menyebabkan

kesemrawutan kota dan kemacetan lalu lintas.

o Menurunnya daya dukung dan kualitas lingkungan ditandai dengan

meningkatnya pencemaran air dan udara serta masalah lingkungan

lainnya seperti banjir dan longsor, yang disebabkan oleh rendahnya

kesadaran, perhatian dan kepedulian terhadap lingkungan, aktivitas

pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan, rendahnya

efektivitas penataan ruang dan lemahnya pengawasan dan

pengendalian.

o Rendahnya kinerja pembangunan desa disebabkan kualitas SDM,

sarana infrastruktur perdesaan, pemanfaatan ruang kawasan

pedesaan, lemahnya kelembagaan desa dan belum teralokasikannya

sumber keuangan desa secara memadai.

Formulasi isu 2011 – 2015 dengan memperhatikan kondisi eksis dan isu

strategis dokumen perencanaan antara lain:

o Penataan Pasar Modern

o Pengembangan Produk Unggulan Daerah

o Wirausaha Daerah

o Peningkatan Infrastruktur

o Pengembangan Pusat Perdagangan

o Pengembangan Investasi Langsung

o Pemanfaatan Ruang

o Peningkatan Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat

o Peningkatan Taraf Kesejahteraan Petani

Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Hal: 276

o Akses Terhadap Sumber Permodalan

o Jejaring Informasi Peranserta Masyarakat

o Konetivitas Sektor Parwisata Dengan Produk Daerah

o Pengembangan Pelatihan Masyarakat

o Pengembangan Teknologi Daerah

o Perlindungan Kawasan Budidaya Pertanian

o Konektivitas Sektor Usaha Terhadap Pengembangan Ekonomi

Masyarakat

Adapun prayarat pengembangan ekonomi masyarakat antara lain:

o Perubahan mindset

o Peningkatan mutu modal manusia

o Pembiayaan pembangunan

o Anggaran dan kekayaan daerah

o Transformasi sektor yang berkualitas

o Jaminan sosial dan penanggulangan kemiskinan

o Ketahanan pangan dan air

o Ketahanan energi

o Reformasi birokrasi