bab i pendahuluan - suaidinmath.files.wordpress.com fileevaluasi pendidikan halaman 2 sesuai dengan...

51
EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) menegaskan bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya pasal 57 ayat (1), menyebutkan evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dan ayat (2); evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan. Evaluasi pendidikan di tingkat satuan pendidikan merupakan bagian yang melekat dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan pendidik untuk mengetahui pencapaian standar kompetensi lulusan. Sesuai dengan penerapan kurikulum yang berbasis kompetensi, penilaian yang dilakukan menggunakan acuan kriteria, yaitu membandingkan hasil yang dicapai dengan kriteria atau standar yang ditetapkan. Ditinjau dari sudut profesionalisme tugas kependidikan, bahwa kegiatan evaluasi merupakan tugas yang melekat pada pendidik profesional. Seorang pendidik profesional selalu menginginkan umpan balik atas program pendidikan yang telah dilakukannya. Melalui suatu evaluasi yang dilakukan secara sistematis dapat ditentukan keputusan sampai sejauh mana tujuan program telah tercapai. Evaluasi bukan hanya sekumpulan teknik semata, tetapi evaluasi merupakan suatu proses berkelanjutan yang mendasari keseluruhan kegiatan belajar mengajar untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang efektif.

Upload: lamhanh

Post on 03-May-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional (UUSPN) menegaskan bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan

pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai

komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai

bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya pasal 57

ayat (1), menyebutkan evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu

pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara

pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dan ayat (2); evaluasi

dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur

formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.

Evaluasi pendidikan di tingkat satuan pendidikan merupakan bagian yang

melekat dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan pendidik untuk

mengetahui pencapaian standar kompetensi lulusan. Sesuai dengan penerapan

kurikulum yang berbasis kompetensi, penilaian yang dilakukan menggunakan

acuan kriteria, yaitu membandingkan hasil yang dicapai dengan kriteria atau

standar yang ditetapkan.

Ditinjau dari sudut profesionalisme tugas kependidikan, bahwa kegiatan

evaluasi merupakan tugas yang melekat pada pendidik profesional. Seorang

pendidik profesional selalu menginginkan umpan balik atas program

pendidikan yang telah dilakukannya. Melalui suatu evaluasi yang dilakukan

secara sistematis dapat ditentukan keputusan sampai sejauh mana tujuan

program telah tercapai. Evaluasi bukan hanya sekumpulan teknik semata,

tetapi evaluasi merupakan suatu proses berkelanjutan yang mendasari

keseluruhan kegiatan belajar mengajar untuk mewujudkan proses belajar

mengajar yang efektif.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2

Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan

proses terjadinya perubahan tingkah laku dalam diri peserta didik, dengan

sendirinya evaluasi pendidikan dapat dijadikan alat untuk mengetahui

perubahan tersebut. Ini berarti bahwa dalam proses belajar mengajar harus ada

kriteria tertentu yang dapat dijadikan patokan untuk pelaksanaan evaluasinya.

Materi penunjang pelatihan ini bermaksud membekali pengawas untuk

dapat membina para guru dalam melaksanakan evaluasi pendidikan dengan

baik dan benar.

B. Dimensi Kompetensi

Dimensi kompetensi yang dilatihkan pada pendidikan dan latihan ini adalah “

Kompetensi Evaluasi Pendidikan”

C. Kompetensi Capaian

Setelah menyelesaikan materi pelatihan ini, pengawas diharapkan dapat

membimbing guru dalam menentukan aspek-aspek penting yang harus dinilai

oleh guru dalam pembelajaran.

D. Indikator Capaian Kompetensi

Setelah mengikuti pelatihan ini pengawas diharapkan mampu:

1. Menjelaskan pengertian, fungsi, tujuan, kedudukan, prosedur dan danruang lingkup.

2. Menjelaskan aspek-aspek yang dievaluasi dalam pembelajaran.

3. Menjelaskan kriteria penilaian, jenis-jenis penilaian dan teknik penilaian disekolah, dan bentuk-bentuk soal tes penilaian hasil belajar.

4. Membuat soal tes hasil belajar berdasarkan langkah-langkah konstruksi tesyang benar.

5. Membuat pensekoran dan menggunaan hasil evaluasi untuk perbaikan

program pembelajaran.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 3

E. Alokasi Waktu

No. Materi Diklat Alokasi

1.Pengertian, fungsi, tujuan, kedudukan, prosedur dan ruanglingkup evaluasi.

4 Jam

2. Aspek-aspek yang dievaluasi dalam pembelajaran

3. Kriteria penilaian, Jenis-jenis alat dan teknik penilaian di sekolah,dan Bentuk-bentuk soal tes hasil belajar

4. Penyusunan Tes Hasil Belajar

5. Pensekoran, Pemberian Nilai dan penggunaan hasil penilaianuntuk perbaikan kualitas pembelajaran

F. Skenario Dilkat

IInnttrroodduuccttiioonn (Pendahuluan)

Pada tahap pengalaman pembelajaran ini, para instruktur menanamkan

pemahaman tentang isi dari materi kepada para peserta. Bagian ini berisi

penjelasan tujuan pelajaran/sesi dan apa yang akan dicapai-hasil selama

pelajaran/sesi tersebut. Introduction (pendahuluan) harus singkat dan

sederhana.

CCoonnnneeccttiioonn (Menghubungkan)

Semua pengalaman pembelajaran yang baik perlu dimulai dari apa yang sudah

diketahui, dapat dilakukan oleh peserta, dan mengembangkannya. Pada tahap

connection dari pelajaran/sesi, instruktur berusaha menghubungkan bahan ajar

yang baru dengan sesuatu yang sudah dikenal para peserta dari pembelajaran

atau pengalaman sebelumnya. Anda dapat melakukan hal ini dengan

mengadakan latihan brainstorming yang sederhana untuk memahami apa yang

telah diketahui para peserta, dengan meminta mereka untuk memberitahu

anda apa yang mereka ingat dari pelajaran/sesi sebelumnya atau dengan

mengembangkan sebuah kegiatan yang dapat dilakukan peserta sendiri.

Sesudah itu, anda dapat menghubungkan para peserta dengan informasi baru.

Ini dapat dilakukan melalui presentasi atau penjelasan yang sederhana. Akan

tetapi, perlu diingat bahwa presentasi seharusnya tidak terlalu lama.

C

I

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 4

AApppplliiccaattiioonn (Penerapan)

Tahap ini adalah yang paling penting dari pelatihan. Setelah peserta

memperoleh informasi atau kecakapan baru melalui tahap connection, mereka

perlu diberi kesempatan untuk mempraktikkan dan menerapkan pengetahuan

dan kecakapan tersebut. Bagian application harus berlangsung paling lama dari

pelatihan di mana peserta bekerja sendiri, tidak dengan instruktur, secara

pasangan atau dalam kelompok untuk menyelesaikan kegiatan nyata atau

memecahkan masalah nyata menggunakan informasi dan kecakapan baru yang

telah mereka peroleh.

RReefflleeccttiioonn (Refleksi)

Bagian ini merupakan ringkasan dari materi/sesi, peserta diberi kesempatan

untuk merefleksikan apa yang telah mereka pelajari. Tugas intruktur adalah

menilai sejauh mana keberhasilan pembelajaran. Kegiatan refleksi atau

ringkasan dapat melibatkan diskusi kelompok dimana instruktur meminta

peserta untuk melakukan presentasi atau menjelaskan apa yang telah mereka

pelajari. Mereka juga dapat melakukan kegiatan penulisan mandiri dimana

peserta menulis sebuah ringkasan dari hasil pembelajaran. Refleksi ini juga

dapat berbentuk kuis singkat dimana instruktur memberi pertanyaan

berdasarkan isi materi/sesi. Poin penting untuk diingat dalam refleksi adalah

bahwa instruktur perlu menyediakan kesempatan bagi para peserta untuk

mengungkapkan apa yang telah mereka pelajari.

EExxtteenndd (Memperluas)

Extension adalah kegiatan dimana fasilitator menyediakan kegiatan yang dapat

dilakukan peserta setelah sesi berakhir untuk memperkuat dan memperluas

pembelajaran. Kegiatan Extension dapat meliputi penyediaan bahan bacaan

tambahan, atau latihan.

E

R

A

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 5

BAB II

EVALUASI DI BIDANG PENDIDIKAN

A. Pengertian, Fungsi, Tujuan, Kedudukan, Prosedur, dan Ruang Lingkup Evaluasi

1. Pengertian Evaluasi

Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu evaluation. Menurut

Gronlund (1985), evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan

atau membuat keputusan, sampai sejauh mana tujuan program telah tercapai.

Evaluasi mencakup sejumlah teknik yang tidak dapat diabaikan oleh pelatih.

Evaluasi bukan sekumpulan teknik semata, tetapi evaluasi merupakan suatu proses

berkelanjutan yang mendasari keseluruhan kegiatan belajar mengajar untuk

mewujudkan proses belajar mengajar yang efektif.

Dalam rangka kegiatan belajar mengajar, selanjutnya Norman E. Gronlund

(1976 : 6) mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses sistematik dalam

menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran. Ada dua aspek penting dari

definisi tersebut. Pertama, evaluasi menunjuk pada proses yang sistematik. Kedua,

evaluasi mengasumsikan bahwa tujuan pembelajaran ditentukan terlebih dahulu

sebelum proses belajar mengajar berlangsung.

Edwind Wand dan Gerald W. Brown (1957 : 1) menyatakan bahwa evaluasi

berkenaan dengan kegiatan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.

Sesuai dengan pendapat tersebut, evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai

suatu kegiatan atau proses untuk menentukan nilai dari segala sesuatu yang

berkenaan dengan pendidikan. Witherington (1980 : 24) menyatakan bahwa

evaluasi adalah pernyataan bahwa sesuatu itu mempunyai nilai atau tidak. Jadi,

mengevaluasi diartikan sebagai memberikan pernyataan bahwa sesuatu hal, apakah

ia bernilai atau tidak. Yang dimaksud dengan nilai di sini dapat dalam bentuk

kuantitatif, kualitatif, atau pun keduanya.

Mechrens dan Lechman (1984 : 5) menyatakan bahwa evaluasi diartikan

sebagai penentuan kesesuaian antara tampilan dengan tujuan-tujuan. Dalam

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 6

hubungan ini, hal yang dievaluasi bukanlah orang secara fisik, tetapi karakteristik-

karakteristik dari orang itu dengan menggunakan suatu tolok ukur tertentu.

Karakteristik-karakteristik tersebut dalam ruang lingkup kegiatan proses belajar

mengajar adalah tampilan peserta didik dalam bidang kognitif (pengetahuan,

intelektual, akal), afektif (sikap, minat, motivasi, emosional), dan psikomotorik

(keterampilan, gerak, dan tindakan). Tampilan tersebut dapat dievaluasi melalui

lisan, tertulis, maupun perbuatan. Dengan demikian, mengevaluasi adalah

menentukan apakah tampilan peserta didik telah sesuai dengan tujuan instruksional

yang telah dirumuskan atau belum.

Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan

proses terjadinya perubahan tingkah laku dalam diri peserta didik, dengan

sendirinya evaluasi dapat dijadikan alat untuk mengetahui perubahan tersebut. Ini

berarti bahwa dalam proses belajar mengajar harus ada kriteria tertentu yang dapat

dijadikan patokan untuk pelaksanaan evaluasinya.

Dari beberapa pengertian evaluasi yang telah dikemukakan di atas

menunjukkan bahwa evaluasi sifatnya lebih luas dari pengukuran. Evaluasi meliputi

aspek kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran hanya terbatas pada deskripsi

kuantitatif saja.

2. Fungsi Evaluasi

Untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan prestasi belajar perlu

dilakukan evaluasi. Evaluasi tidak hanya memberikan gambaran tentang

kemampuan yang dimiliki peserta didik, tetapi dapat pula untuk memberikan

informasi lain. Misalnya tentang sikap, minat, bakat, dan kepribadian peserta didik

dalam kegiatan belajar mengajar atau sesudahnya. Selain daripada itu evaluasi

dapat pula bermanfaat untuk menentukan kebijakan dan balikan (feed back).

Peranan evaluasi begitu hakiki dalam situasi belajar mengajar. Data evaluasi

yang dikumpulkan secara hati-hati membantu pelatih dalam memahami peserta

didik, merencanakan pengalaman belajar bagi peserta didik, dan merumuskan

tujuan pembelajaran yang akan dicapai sehingga keputusan-keputusan instruksional

didasari oleh informasi yang akurat, relevan, dan komprehensif.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 7

Pencapaian tujuan instruksional, diagnosa kesulitan belajar peserta didik,

penentuan kesiapan belajar untuk dapat mencerna pengetahuan dan pengalaman

baru, penempatan peserta didik dalam suatu kelompok atau kelas tertentu,

bantuan kepada peserta didik dalam menyelesaikan masalahnya, persiapan laporan

kemajuan belajar peserta didik, semuanya harus berdasarkan program evaluasi

yang cermat.

Efisiensi dan efektifitas suatu kegiatan akan terwujud jika terlebih dahulu

dilakukan evaluasi terhadap rencana kegiatan tersebut. Dalam bidang pendidikan,

evaluasi mempunyai makna bagi peserta didik dan guru maupun institusi

pendidikan karena evaluasi biasanya dilakukan sebelum, selama, dan setelah

kegiatan belajar mengajar berlangsung. Bagi peserta didik dapat diketahui apakah

ia telah berhasil atau belum dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Jika ia

berhasil akan mendapat kepuasan. Hal ini akan mendorong peserta didik untuk

lebih termotivasi dalam meraih prestasi akademiknya. Sebaliknya, jika ia tidak

berhasil, ia tidak mendapat kepuasan. Dua kemungkinan yang dapat terjadi,

kesadaran yang mendorong motivasi belajarnya atau sebaliknya menjadi frustasi.

Makna bagi guru, ia akan mengetahui kualitas peserta didiknya, secara individual

maupun kelompok. Di samping itu ia dapat mengevaluasi diri mengenai kegiatan

belajar mengajar yang telah dilaksanakannya, kekurangan atau kelebihannya.

Dengan mengetahui makna evaluasi dalam sistem pendidikan seperti yang

diuraikan di atas, evaluasi (pendidikan) berfungsi selektif untuk menentukan input

(calon peserta didik), sebagai alat penempatan untuk pengelompokan peserta didik

sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Selain itu, evaluasi dalam pendidikan

dapat pula berfungsi sebagai alat untuk mendiagnosa kesulitan belajar peserta didik

dan pengukur keberhasilan belajar dan sebagai balikan bagi lembaga pendidikan.

Secara terinci, fungsi evaluasi tersebut di atas adalah sebagai berikut:

1) Sebagai alat seleksi

Evaluasi dapat digunakan untuk melakukan penyaringan (seleksi) dalam

penerimaan peserta didik baru.. Dengan evaluasi ditentukan sejumlah peserta

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 8

didik tertentu yang memenuhi syarat dari sejumlah peserta didik pendaftar

sebagai calon peserta didik yang akan diterima.

2) Sebagai alat pengukur keberhasilan

Fungsi evaluasi sebagai alat ukur keberhasilan adalah untuk mengukur

seberapa jauh tujuan pembelajaran dapat dicapai setelah kegiatan belajar

mengajar dilaksanakan. Selain itu, melalui evaluasi dapat dilihat pula sampai

sejauh mana seorang pelatih telah berhasil dalam menerapkan metode dan

pendekatan, penguasaan materi, serta kebaikan dan kelemahan kurikulum

yang dipakai.

3) Sebagai alat penempatan

Untuk dapat mengetahui dengan baik termasuk kelompok mana seorang

peserta didik harus ditempatkan digunakan evaluasi. Penempatan yang cocok

dengan kondisi masing-masing peserta didik lebih memungkinkan untuk dapat

mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal.

4) Sebagai alat diagnostik

Dengan melakukan evaluasi, guru dapat mendiagnosis kesulitan belajar peserta

didik, ia dapat mengetahui letak kelemahan dan kebaikan peserta didik dalam

penguasaan setiap konsep yang telah diajarkan. Dari hasil diagnosis ini guru

dapat mengambil langkah untuk memberikan upaya “penyembuhan” yang

tepat sesuai dengan jenis dan tingkat kesulitan yang dialami.

3. Tujuan Evaluasi

Sesuai dengan fungsi evaluasi yang telah dikemukakan, evaluasi mempunyai

tujuan seperti berikut ini.

1) Dalam fungsi evaluasi sebagai alat seleksi terkandung di dalamnya tujuan

evaluasi, yaitu untuk mendapatkan calon peserta didik pilihan yang cocok

dengan suatu program dan jenjang pendidikan tertentu. Hal ini dimaksudkan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 9

agar peserta didik yang menempuh program pendidikan tersebut berjalan

lancar dan mencapai prestasi yang optimal.

2) Dalam fungsi evaluasi sebagai alat pengukur keberhasilan dan diagnostik

digunakan untuk mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai dalam

proses pendidikan dan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Apakah hasil

yang dicapai sudah sesuai dengan yang diharapkan atau belum. Kalau belum

perlu dicari faktor penyebab yang menghambat tercapainya tujuan tersebut.

Selanjutnya dapat dicari jalan untuk mengatasinya.

3) Dalam fungsi evaluasi sebagai alat penempatan (replacement), evaluasi

bertujuan untuk menentukan pendidikan lanjut peserta didik agar sesuai

dengan minat, bakat, dan kemampuannya. Hal ini dimaksudkan agar

pendidikan yang ditempuhnya berjalan lancar dan mencapai prestasi yang

optimal.

4) Evaluasi dalam rangka kegiatan belajar mengajar dikenal dengan istilah tes

awal, yaitu evaluasi yang dilaksanakan sebelum kegiatan belajar mengajar

berlangsung. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui taraf kesiapan peserta

didik dalam memahami konsep-konsep baru yang akan dipelajarinya.

5) Dalam rangka promosi, evaluasi bertujuan untuk mendapatkan bahan informasi

dalam menentukan peserta didik berhasil dalam suatu pogram pendidikan atau

mengulang pada program tersebut. Jika berdasarkan hasil evaluasi dari

sejumlah mata pelajaran yang ditempuh peserta didik tersebut telah

memenuhi kriteria minimal untuk lulus, maka peserta didik tersebut dapat

mengikuti program berikutnya. Jika tidak, dengan diberikan nasihat untuk

mengulang program tersebut.

6) Secara intuitif, seorang pelatih dalam mengajar telah berusaha untuk memilih

metode mengajar yang paling tepat sesuai dengan kondisi peserta didik,

lingkungan, atau pun sifat materi yang disajikan.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 10

4. Kedudukan Evaluasi

Sesuai dengan fungsi dan tujuan evaluasi dalam pendidikan, kedudukan

evaluasi dalam kegiatan belajar mengajar sebelum, selama, dan sesudah kegiatan

belajar berlangsung. Kedudukan evaluasi selama kegiatan belajar mengajar

berlangsung dimaksudkan sebagai evaluasi yang dilakukan dalam interval waktu

pelajaran dimulai hingga saat berakhirnya kegiatan belajar mengajar.

Setelah kegiatan belajar mengajar berlangsung dapat melaksanakan

evaluasi terhadap pencapaian hasil belajar peserta didik, baik individual maupun

kelompok. Dari hasil evaluasi tersebut dapat diketahui pula kelemahan dan

kelebihan peserta didik dalam memahami konsep-konsep yang telah dipelajari. Jadi

kedudukan evaluasi ditinjau dari segi waktu pelaksanaannya terdiri dari tiga jenis,

yaitu sebelum, selama, dan sesudah kegiatan belajar berlangsung. Ditinjau dari

sudut transformasi pendidikan, kedudukan evaluasi berperan untuk mengevaluasi

input (calon peserta didik), proses (kegiatan belajar mengajar beserta komponen-

komponen penunjangnya seperti pelatih, metode dan pendekatan, materi, sumber,

alat pelajaran dan sarana lainnya, lingkungan), out put (lulusan), tujuan dan balikan

(feed back) dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu dalam kegiatan yang

akan datang. Balikan ini terutama ditujukan untuk peninjauan input maupun proses.

Balikan tersebut dapat diungkapkan berupa input yang kurang baik, seleksi yang

kurang tepat, pelatih dan personal yang kurang berkualitas dan kurang tepatnya

fungsi dan tugas, materi yang kurang cocok, metode dan sistem evaluasi yang

kurang memadai, kurangnya sarana penunjang, dan sistem administrasi yang

kurang baik.

5. Prosedur Evaluasi

Prosedur evaluasi dimaksudkan sebagai langkah-langkah terurut yang harus

ditempuh dalam melaksanakan evaluasi. Langkah-langkah tersebut merupakan

tahapan dari kegiatan permulaan sampai kegiatan akhir dalam rangka pelaksanaan

evaluasi pendidikan.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 11

Muchtar Buchari (1972 : 24) menyebutkan bahwa langkah-langkah pokok

yang harus ditempuh sebagai prosedur evaluasi terdiri dari perencanaan (planning),

pengumpulan data (collecting), verifikasi data (verification), analisis data (analysis),

dan penafsiran (interpretation).

Tahap perencanaan meliputi kegiatan merumuskan tujuan evaluasi yang

akan dilaksanakan. Tujuan ini harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai

dalam program pendidikan dan latihan tersebut. Tentunya tujuan evaluasi berbeda

satu sama lain, tergantung pembuatnya. Tujuan evaluasi yang dibuat oleh panitia

seleksi akan berbeda dengan tujuan evaluasi yang dibuat oleh pelatih.

Hal lain yang termasuk dalam tahap perencanaan adalah metode evaluasi

yang akan dipakai, seperti inventori, checklist, interview, observasi, atau tes;

menyusun alat evaluasi yang akan digunakan, misalnya pedoman observasi dan

wawancara, kisi-kisi tes hasil belajar; menentukan kriteria penilaian yang akan

digunakan, misalnya penilaian acuan patokan (PAP) atau penilaian acuan normatif

(PAN).

Selanjutnya tahap pengumpulan data, terdiri dari : pemeriksaan hasil dan

pemberian sekor. Setelah pemberian sekor selesai kemudian dikelompokkan

menurut tinggi rendahnya, jenis kelamin, atau hal lainnya sesuai dengan tujuan

pengelompokan tersebut. Langkah-langkah tersebut dinamakan langkah verifikasi

data. Setelah diverifikasi, data tersebut dianalisis atau diolah dengan menggunakan

teknik analisis statistik atau non-statistik.

Tahap akhir dalam prosedur evaluasi adalah interpretasi. Interpretasi

dimaksudkan sebagai pernyataan atau keputusan tentang hasil evaluasi. Data

interpretasi ini dilakukan atas dasar kriteria tertentu yang telah disusun secara

rasional atau telah dibakukan. Interpretasi hasil evaluasi tersebut dapat berupa

pernyataan atau keputusan yang diungkapkan dengan kata-kata baik-cukup-buruk,

tinggi-sedang-rendah, lulus-tidak lulus, dan lain-lain.

Julian C. Stanley (1964 : 299) mengemukakan hal yang hampir sama dengan

pendapat tersebut di atas mengenai prosedur evaluasi. Bedanya ia mengungkapkan

dengan cara lain. Langkah-langkah evaluasi menurut J.C. Stanley adalah

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 12

menetapkan tujuan program, memilih alat yang layak, pelaksanaan evaluasi,

pemberian sekor, menganalisis dan menginterpretasi sekor, membuat catatan, dan

menggunakan hasil evaluasi.

.

6. Ruang Lingkup Evaluasi

Sesuai dengan tujuan pendidikan, khususnya tujuan pembelajaran, ruang

lingkup evaluasi yang akan dibicarakan adalah mengenai obyek evaluasi, ciri-ciri

evaluasi dalam pendidikan, evaluasi program, evaluasi hasil belajar (tes), dan

evaluasi non hasil belajar (non tes).

1) Obyek evaluasi

Obyek atau sasaran evaluasi adalah segala sesuatu yang menjadi titik pusat

perhatian evaluasi. Obyek evaluasi terdiri dari tiga bagian, yaitu input, proses,

dan output.

a. Input atau Masukan

Karakteristik peserta didik sebagai input dalam proses belajar mengajar yang

dievaluasi mencakup empat hal, yaitu:

i) Kemampuan. Untuk dapat mengikuti program dalam suatu lembaga

pendidikan, calon peserta didik harus memiliki kemampuan dasar yang

cocok. Alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur kemampuan ini

disebut tes kemampuan (aptitude test).

ii) Kepribadian. Kepribadian adalah sifat yang terdapat pada diri seorang

individu dan tampak dalam bentuk tingkah laku. Alat evaluasi untuk

mengetahui tentang kepribadian disebut tes kepribadian (personality

test).

iii) Sikap. Sikap lebih cenderung bersifat psikis daripada fisik. Tingkah laku

seseorang yang sifatnya fisik adalah manifestasi dari sikap yang dimiliki

seseorang yang bersumber pada kepribadiannya. Alat evaluasi untuk

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 13

mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu hal disebut dengan tes

sikap (attitude test). Sebenarnya istilah tes di sini kurang tepat,

seharusnya non tes karena berbentuk angket.

iv) Inteligensi. Inteligensi berkenaan dengan kemampuan berpikir.

Inteligensi seseorang disebut tinggi bila kemampuan berpikirnya tinggi

pula. Manifestasi dari inteligensi ini dapat berupa tingkat pemahaman

atau daya ingat terhadap rangsangan (stimulus) terhadap struktur

kognitif. Struktur kognitif yang dimiliki seseorang dapat dengan cepat

mengadaptasi dan tahan mengingat stimulus itu disebut inteligensinya

tinggi.

b. Proses

Unsur-unsur yang terlibat dalam proses kegiatan belajar mengajar adalah

kurikulum, materi pelajaran, pendekatan dan metode, cara menilai, sarana dan

media, sistem administrasi, guru dan personal lainnya. Unsur-unsur tersebut

saling berinteraksi secara fungsional satu sama lain dalam rangka kelancaran

kegiatan belajar mengajar. Jadi tidak berdiri sendiri.

Untuk mengevaluasi proses dapat dilakukan dengan menyajikan soal tertulis. Di

samping itu evaluasi proses dapat dilakukan melalui observasi .

c. Keluaran (output)

Output pendidikan dan latihan dalah lulusan suatu jenjang pendidikan tertentu.

Namun dalam hal kegiatan belajar mengajar, yang disebut output adalah kondisi

setelah kegiatan belajar mengajar (proses) dilaksanakan, baik untuk 1 kali

pertemuan, 1 semester, atau bahkan setelah lulus pada tingkat akhir. Evaluasi

terhadap output ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat

pencapaian peserta didik setelah menjalani proses belajar mengajar.

2) Evaluasi Hasil Belajar

Evaluasi hasil belajar dapat dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar

berlangsung atau sesudahnya. Selama kegiatan belajar mengajar berlangsung,

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 14

peserta didik dapat dievaluasi melalui tanya jawab lisan sambil mengarahkannya

pada konsep atau materi baru. Evaluasi pada akhir kegiatan dapat dilaksanakan

pada setiap akhir pertemuan, pada setiap minggu, setiap akhir program.

Evaluasi hasil belajar sifatnya berupa tes kemampuan, yaitu mengukur

sampai sejauh mana tingkat penguasaan materi pelajaran yang telah disajikan

dalam kegiatan belajar mengajar.

B. Aspek-Aspek yang Dievaluasi Dalam Kurikulum

Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, sikap, keterampilan yang

harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh siswa dalam melaksanakan tugas

kehidupannya. Berdasarkan pengertian ini, maka secara garis besar aspek-aspek

yang dinilai dalam penilaian berbasis kompetensi meliputi aspek kognitif, afektif,

dan psikomotor atau kompetensi intelektual, emosional (ahlak dan moral), spritual,

dan keterampilan.

Sejalan dengan hal tersebut diatas, Benyamin S. Bloom dan (1956), telah

mengklasifikasi tujuan pendidikan yang dikenal dengan Taksonomi Bloom. Bloom

mengelompokkan kemampuan manusia ke dalam tiga ranah (domain), yaitu: (1)

Ranah kognitif (cognitive domain), (2) Ranah afektif (affective domain), dan (3)

Ranah psikomotor (psychomotorik domain). Baru-baru ini, taksonomi ini telah

direvisi oleh sekelompok siswa Bloom (Anderson et al., 2001) dan beri nama baru

taxonomy for learning, teaching, and assessing (taksonomi untuk belajar, mengajar,

dan menilai).

Seperti disiratkan oleh namanya, taksonomi yang telah direvisi ini

memberikan kerangka kerja dalam mengklasifikasikan tujuan belajar dan cara untuk

menilainya.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 15

Tabel 1. Tabel Taksonomi

DimensiPengetahuan

Dimensi Proses KognitifC1

MengingatC2

MemahamiC3

MenerapkanC4

MenganalisisC5

MengevaluasiC6

MenciptakanA. Pengetahuan

FaktualB. Pengetahuan

KonseptualC. Pengetahuan

ProseduralD. Pengetahuan

MetakognitifSumber : Adrerson et al. (2001), hlm.28

Taksonomi Bloom yang telah direvisi itu bersifat dua dimensi. Salah satu

dimensinya, dimensi pengetahuan, mendeskripsikan berbagai tipe pengetahuan

mengorganisasikan pengetahuan menjadi pengetahuan kognitif. Kategori-kategori

tersebut terletak di sepanjang kontinum yang bergerak mulai dari pengetahuan

yang sangat konkret (faktual) sampai yang lebih abstrak (metakognitif). Dimensi

kedua, dimensi proses kognitif (cara berpikir) berisi enam kategori: remember

(mengingat), understand (memahami), apply (menerapkan), analyze

(mengaanaalisis), evaluate (mengevaluasi), dan create (menciptakan). Seperti

halnya dimensi pengetahuan, dimensi proses kognitif juga diasumsikan terletak di

sepanjang kontinum kompleksitas kognitif. Sebagai contoh, memahami sesuatu

lebih kompleks dibanding semata-mata meningatnya saja; menerapkan dan

menganalisis suatu ide lebih kompleks dari sekadar memahami ide itu. Tabel 1

menunjukkan kedua dimensi taksonomi itu dan hubungan antara dimensi

pengetahuan dan dimensi proses kognitif.

Kategori-Kategori Dimensi Pengetahuan. Taksonomi yang telah direvisi itu

membagi pengetahuan menjadi empat kategori: Pengetahuan faktual termasuk

elemen-elemen dasar yang perlu diketahui siswa yang akan dipelajari dengan

sebuah topik. Pengetahuan konseptual adalah pengetahuan tentang saling

keterkaitan di antara elemen-elemen dasar. Pengetahuan prosedural adalah

mengetahui cara mengerjakan "sesuatu". Pengetahuan metakognitif adalah

pengetahuan tentang kognisi siswa sendiri dan pengetahuan tentang kapan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 16

menggunakan pengetahuan konseptual atau prosedural tertentu. Tabel 2

menjelaskan keempat tipe utama pengetahuan dan contohnya masing-masing.

Tabel 2. Tipe-Tipe Utama Pengetahuan daiam Dimensi Pengetahuan

BEBERAPA TIPE DAN SUB-TIPE UTAMA CONTOH

A PENGETAHUAN FAKTUAL elemen-elemen dasar yang harus diketahuisiswa, yang dipelajari dengan sebuah disiplinatau dengan menyetesaikan masalah yang adadi dalamnya.

Aa Pengetahuan tentang terminologi Perbendaharaan kata teknis, simbol-simbolmusik.

Ab Pengetahuan tentang detail-detaildan elemen-elemen yang spesifik

Sumber-sumber alam utama, sumber-sumber informasi yang dapat dipercaya.

B PENGETAHUAN KONSEPTUAL Saling keterkaitan di antara elemen-elemendasar dalam struktur yang lebih besar yangmemungkinkan mereka untuk berfungsibersama-sama.

Ba Pengetahuan tentang klasifikasi dankategori

Periode-periode waktu geologis, bentuk-bentuk kepemilikan usaha/ bisnis.

Bb Pengetahuan tentang prinsip dangeneralisasi

Dalil Pythagoras, hukum supply anddemand (penawaran dan permintaan),

Bc Pengetahuan tentang teori, model,dan struktur

Teorievolusi, struktur pemerintahan, Struktur DPR, dsb.

C PENGETAHUAN PROSEDURAL Bagaimana cara melakukan sesuatu, metodepenyelidikan, dan kriteria untuk menggunakanberbagai keterampilan, algoritma, teknik, danmetode.

Ca Pengetahuan tentang berbagaiketerampilan spesifik-subjek danalgoritma

Berbagai keterampilan yang digunakandalam menggambar dengan cat air

Algoritma pembagian bilangan bulat.Cb Pengetahuan tentang berbagai

teknik dan metode Spesifik-subjekTeknik-teknik wawancara, metode ilmiah.

Cc Pengetahuan tentang krtteria untukmenentukan kapan meng-gunakanprosedur yang tepat

Kriteria yang digunakan untukmenentukan kapan menerapkan proseduryang melibatkan hukum Kedua Newton

Kriteria yang digunakan untuk menilaifisibilitas penggunaan metode tertentuuntuk mengestimasikan biaya usaha.

D PENGETAHUAN METAKOGNITIF Pengetahuan tentang kognisi secara umummaupun kesadaran dan pengetahuan tenteng

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 17

kognisinya sendiri.Da Pengetahuan strategis Pengetahuan tentang membuat ikhtisar

sebagai cara menangkap struktur sebuahunit subjek dalam sebuah textbook

Pengetahuan tentang penggunaanheuristik

Db Pengetahuan tentang tugas-tugaskognitif, termasuk pengetahuankontekstual dan kondisional yangtepat

Pengetahuan tentang tipe-tipe tes yang diadministrasikan guru-guru tertentu

Pengetahuan tentang tuntutan kognitifberbagai tugas.

Dc Pengetahuan tentang diri-sendiri Pengetahuan bahwa mengkritik esaiadalah kekuatan personal, sedangkanmenulis esai adalah kelemahan personal;

Kesadaran tentang tingkat pengeta-huannya sendiri.

Sumber : Adrerson et al. (2001), hlm.29

Tabel 3. Dimensi Proses Kognitif dan Proses Kognitif yang Terkait

KATERGORI PROSES PROSES KOGNITIF DAN CONTOH

1. Remember (mengingat) MengambIl pengetahuan yang relevan dariingatan jangka panjang

1.1 Recognizing (mengenali) (misalnya, mengenali tanggal peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah)

1.2 Recalling (mengingat kembali) (misalnya, mengingat kembali tanggalperistiwa-peristiwa penting dalam sejarah)

2 Understand (memahami) Mengonstruksikan makna dari pesan-pesaninstruksional, termasuk komunikasi lisan,tulisan, dan grafis

2.1 Interpreting (menginterpretasikan) (misalnya, menafsirkan pidato dan dokumenpenting)

2.2 Exemplifying (memberi contoh) (misalnya, memberikan contoh berbagai gayalukisan artistik)

2.3 Classifying (mengklasifikasikan) (misalnya, mengklasifikasikan kasus-kasusgangguan mental)

2.4 Summarizing (merangkum) (misalnya, menulis ringkasan pendek darirekaman peristiwa tertentu)

2.5 Inferring (menyimpulkan) (misalnya, dalam mempelajari bahasa asing,menyimpulkan prinsip gramatikal dari contoh-contoh)

2.6 Comparing (membandingkan) (misalnya, membandingkan peristiwabersejarah dengan situasi sekarang)

2.7 Explaining (menjelaskan) (misalnya, menjelaskan penyebab peristiwapenting abad kedelapan belas di Perancis)

3 Apply (menerapkan) Melaksanakan atau menggunakan prosedurdalam situasi tertentu

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 18

3.1 Executing (melaksanakan) (misalnya, membagi sebuah bilangan bulatdengan bilangan bulat lain, keduanya denganbanyak digit)

3.2 Implementing(menglmplementasikan)

(misalnya, menentukan dalam situasi manahukum Newton kedua dapat diterapkan)

4 Analyze (menganalisis) Memecah materi menjadi bagian-bagiankonstituen dan menentukan hubungan antarasatu bagian dengan bagian lain dan denganstruktur atau maksud keseluruhan

4.1 Differentiating (mendiferensiasikan) (misalnya, membedakan antara bilangan yangrelevan dan tidak relevan dalam soal kalimatmatematika)

4.2 Organizing (mengorganisasikan) (misalnya, bukti struktur dalam deskripsihistoris menjadi bukti-bukti yang mendukungdan yang bertentangan dengan penjelasanhistoris tertentu)

4.3 Attributing (mengatribusikan) (misalnya, menentukan sudut pandang penulissebuah esai dalam kaitannya denganperepektif politisnya

5 Evaluate (mengevaluasi) Membuat judgment berdasarkari kriteria ataustandar.

5.1 Checking (mengecek) (misalnya, menentukan apakah kesimpulanseorang ilmuwan sesuai dengan data yangterobservasi)

5.2 Critiquing (mengkritik) (misalnya, memutuskan mana di antara duametode yang merupakan cara terbaik untukmenyelesaikan masalah tertentu)

6 Menciptakan (Creating) Meletakkan unsur-unsur secara bersamauntuk membentuk sesuatu yang koheren ataufungsional

6.1 Reorganizing (mengorganisasikankembali)

Mereorganisasi unsur-unsur ke dalam polabaru atau struktur baru dengan caramembangun (generating), merencanakan(planning) atau memproduksi (producing).

Kategori-Kategori Dimensi Proses Kognitif. Dimensi kognitif memberikan

skema klasifikasi untuk berbagai proses kognitif yang mungkin termasuk dalam

sebuah tujuan instruksional. Proses-proses ini terletak di sepanjang kontinum yang

bergerak mulai dari yang agak sederhana (mengingat) ke yang lebih kompleks

(menriptakan). Seperti ditunjukkan dalam Tabel 3, mengingat, menurut para

kreator taksonomi, berarti mengambil informasi yang relevan dari ingatan jangka

parijang, sementara memahami berarti mengonstruksikan makna dari berbagai

pesan instruksional. Menerapkan berarti melaksanakan atau menggunakan suatu

prosedur; menganalisis berarti menguraikan materi menjadi bagian-bagian

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 19

konstituen dan menentukan bagaimana hubungan bagian yang satu dengan bagian

yang lain. Mengevaluasi dan menciptakan, dua kategori yang terletak dalam ujung

kontinum yang lebih kompleks, berarti membuat judgment berdasarkan kriteria

dan menyatukan berbagai elemen untuk membentuk sebuah pola atau struktur

baru. Perhatikan juga dalam Tabel 3 bahwa masing-masing kategori proses

dikaitkan dengan dua proses kognitif atau lebih. "Mengingat", misalnya, termasuk

proses kognitif mengenali dan mengingat kembali. "Mengevaluasi" termasuk proses

kognitif checking (memeriksa), dan critiquing (mengkritik).

RANAH AFEKTIF.

Taksonomi orisinal Bloom membagi tujuan dalam affective domain (ranah

afektif) menjadi limajkategori. Masing-masing kategori menyebutkan derajat

komitmen atau intensitas emosional yang dibutuhkan dari siswa:

Receiving (menerima)— Siswa menyadari atau memerhatikan sesuatu di

lingkungan.

Responding (merespons)—Siswa memperlihatkan perilaku baru tertentu sebagai

hasil pengalaman dan respons terhadap pengalaman.

Valuing (menghargai)— Siswa memperlihatkan keterlibatan mutlak atau

komitmen terhadap pengalaman tertentu.

Organization (organisasi)—Siswa telah mengintegrasikan sebuah nilai baru ke dalam

nilai-nilai umumnya dan memberinya tempat yang layak

dalam sistem prioritas.

Characterization by value (karakterisasi menurut nilai)— Siswa bertindak secara

konsisten menurut nilainya dan memiliki komitmen

yang kuat terhadap pengalaman itu.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 20

RANAH PSIKOMOTOR.

Kita biasanya mengaitkan kegiatan psikomotorik paling dekat dengan

pendidikan jasmani dan atletik, meskipun pada kenyataannya banyak subjek lain

yang membutuhkan gerakan fisik tertentu. Jelas, menulis dengan tangan dan

worJrnut essitig berhubungan erat dengan semua subjek. Pekerjaan di laboratorium

untuk siswa sains membutuhkan penggunaan rumit berbagai peralatan yang

kompleks. Koordinasi mata dibutuhkan untuk melihat semua bentuk karya seni

rupa; koordinasi tangan dibutuhkan untuk menghasilkan karya seni tersebut Find ah

dari satu siswa ke siswa lain, menggunakan peralatan audiovisual, dan

mengomunikasikan berbagai maksud dengan gerakan wajah dan tangan adalah

contoh contoh keterampilan guru di ranah psikomotorik. Berikut ini adalah rentang

kategori mulai dari reaksi refleks sederhana sampai tindakan kompleks yang mengo-

munikasikan berbagai ide dan ernosi kepada orang lain:

Gerakan refleks— Tindakan siswa dapat terjadi di luar kehendak sebagai

respons terhadap stimulus tertentu.

Gerakan fundamental dasar—Siswa memiliki pola gerakan bawaan yang terbentuk

dari kombinasi berbagai gerakan refleks.

Kemampuan perseptual—Siswa dapat mentranslasikan stimuli yang diterima

melalui indra menjadi gerakan yang tepat seperti yang

diinginkan.

Gerakan yang terampil— Siswa telah mengembangkan gerakan-gerakan yang

lebih kompleks yang membutuhkan derajat efisiensi

tertentu.

Komunikasinon diskursif— Siswa memiliki kemampuan untuk berkomunikasi

melalui gerakan tubuh.

Taksonomi-taksonomi orisinal untuk tujuan afektif dan psikomotorik belum pernah

direvisi.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 21

Taksonomi orisinal Bloom juga tidak terlepas dari kritik. Sebagian orang

keliru menginterpretasikannya dengan mengatakan bahwa tipe pengetahuan

tertentu yang tidak begitu kompleks tidak sepenting tipe pengetahuan yang lebih

kompleks. Hal ini bukan yang dimaksudkan oleh Bloom. Sebagian lainnya

menantang pengurutan hierarkis tujuan-tujuan instruksional itu. Kemungkinan

besar kritik yang sama akan terjadi pada taksonomi yang telah direvisi, terutama

terkait dengan kontinum kompleksitasnya yang baru. Terakhir, para pengkritik

mengatakan, dan memang benar demikianlah adanya, bahwa taksonomi dan

pengurutan kategori-kategori itu tidak selalu cocok dengan semua bidang

pengetahuan.

Terlepas dari kritik dan kelemahan yang diidentifikasi dalam taksonomi

orisinalnya, taksonomi itu masih tetap populer di antara para guru. Kemungkinan

besar versi yang direvisi dari taksonomi itu akan menemukan audiens pendidik yang

sama reseptifnya karena memberikan cara yang berharga untuk memikirkan

tentang maksud dan asesmen instruksional dan, oleh sebab itu, dipandang sebagai

alat perencanaan yang berharga. Taksonomi itu memberikan reminder yang baik

bahwa kita menginginkan siswa untuk mempelajari beragam pengetahuan dan

keterampilan dan mampu berpikir dan bertindak dengan cara-cara yang efektif-

praktis maupun kompleks.

C. Jenis-jenis Instrumen Evaluasi

Secara umum, yang dimaksud dengan instrumen adalah suatu alat yang

memenuhi persyaratan akademis, sehingga dapat dipergunakan sebagai alat untuk

mengukur suatu obyek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel.

Pada dasarnya, instrumen dapat dibagi dua, yaitu tes dan non-tes. Termasuk dalam

kelompok tes adalah tes prestasi belajar, tes intelegensi, tes bakat, dan tes

kemampuan akademik, sedangkan yang termasuk dalam kelompok non-tes ialah

skala sikap, skala penilaian, pedoman observasi, pedoman wawancara, angket,

pemeriksaan dokumen, dan sebagainya. Instrumen yang berbentuk tes bersifat

performansi maksimum sedang instrumen non-tes bersifat performansi tipikal.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 22

a. Tes

1) Pengertian

Secara umum tes diartikan sebagai alat ukur yang dipergunakan untuk

mengukur pengetahuan atau penguasaan obyek ukur terhadap seperangkat

konten dan materi tertentu. Menurut Sudijono (1996), tes adalah alat atau

prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian. Tes dapat

juga diartikan sebagai suatu prosedur yang sistematis untuk mengamati atau

mendeskripsikan satu atau lebih karakteristik seseorang dengan menggunakan

standar numerik atau sistem kategori (Cronbach , 1984).

Norman (1976) mengemukakan bahwa tes merupakan salah satu prosedur

evaluasi yang komprehensif, sistematik, dan obyektif yang hasilnya dapat

dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dalam proses pengajaran

yang dilakukan oleh pelatih. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa tes memiliki peranan yang sangat penting dalam dunia

pendidikan.

2) Fungsi Tes

Secara umum, ada beberapa macam fungsi tes di dalam dunia pendidikan.

Pertama, tes dapat berfungsi sebagai alat untuk mengukur prestasi belajar

peserta didik. Kedua, tes dapat berfungsi sebagai motivator dalam

pembelajaran. Ketiga, tes dapat berfungsi untuk upaya perbaikan kualitas

pembelajaran. Keempat, tes yang dimaksudkan untuk menentukan berhasil

tidaknya peserta didik sebagai syarat untuk melanjutkan pendidikan pada

jenjang yang lebih tinggi.

Salah satu tes yang perlu dibahas untuk upaya perbaikan kualitas

pembelajaran adalah tes formatif. Tes formatif pada dasarnya adalah tes yang

bertujuan untuk mendapatkan umpan balik bagi usaha perbaikan kualitas

pembelajaran dalam konteks kelas. Tes formatif ini akan memberikan masukan

atau umpan balik yang dapat digunakan oleh guru sebagai pengelola kegiatan

pembelajaran dalam meningkatkan intensitas proses belajar dalam diri setiap

diri peserta didik melalui peningkatan kesesuaian antara tiga unsur, yaitu

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 23

struktur kognitif peserta didik, karakteristik konsep yang dipelajari, dan strategi

pembelajaran yang digunakan.

Selanjutnya, untuk keperluan menentukan berhasil tidaknya peserta didik

sebagai syarat untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi

dikenal dengan istilah tes sumatif. Tes sumatif (summative test) adalah tes hasil

belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan materi pelajaran atau satuan

program pengajaran selesai diberikan.

Di sekolah, tes sumatif ini dikenal dengan tes ulangan umum. Tes sumatif ini

dilaksanakan dengan tujuan untuk menentukan nilai yang menjadi lambang

keberhasilan peserta didik setelah mereka menempuh proses pembelajaran

dalam waktu tertentu. Hasil tes sumatif berguna untuk (a) menentukan

kedudukan atau ranking masing-masing peserta didik di kelompoknya; (b)

menentukan dapat atau tidaknya peserta didik melanjutkan program

pembelajaran berikutnya; dan (c) menginformasikan kemajuan peserta didik

untuk disampaikan kepada pihak lain.

3) Penggolongan Tes

Ditinjau dari fungsinya sebagai alat untuk mengukur hasil belajar peserta

didik sebagai efek atau pengaruh kegiatan pembelajaran, tes dibedakan menjadi

dua golongan. Pertama, tes awal (pre-test). Tes jenis ini dilaksanakan dengan

tujuan untuk mengetahui sejauhmana materi pelajaran yang akan diajarkan

telah diketahui oleh peserta didik. Kedua, tes akhir (post-test). Tes jenis ini

dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran

yang penting telah dikuasai dengan baik oleh peserta didik atau belum.

Ditinjau dari aspek psikis yang akan diungkap, tes dibedakan menjadi lima

golongan. Pertama, tes inteligensi (intellegency test) yang dilaksanakan dengan

tujuan untuk mengungkap atau memprediksi tingkat kecerdasan seseorang.

Kedua, tes kemampuan (aptitude test) yang dilaksanakan dengan tujuan untuk

mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus yang dimiliki oleh peserta

tes. Ketiga, tes sikap (attitude test) yang dilaksanakan dengan tujuan untuk

mengungkap pre-disposisi atau kecenderungan seseorang untuk melakukan

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 24

sesuatu respon terhadap obyek yang disikapi. Keempat, tes kepribadian

(personality test) yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap

ciri-ciri khas dari seseorang yang sedikit banyaknya bersifat lahiriah, seperti gaya

bicara, cara berpakaian, nada suara, hobi, bentuk tubuh, cara bergaul, cara

mengatasi masalah, dan lain sebagainya. Kelima, tes hasil belajar (achievement

test) yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap tingkat

pencapaian terhadap tujuan pembelajaran atau prestasi belajar.

Ditinjau dari jumlah peserta yang mengikuti tes, maka tes dibedakan

menjadi dua golongan. Pertama, tes individual (individual test), yaitu tes

dimana pelaksana tes hanya berhadapan dengan satu orang peserta. Kedua, tes

kelompok (group test), yaitu tes dimana pelaksana tes berhadapan dengan lebih

dari satu orang peserta.

Ditinjau dari waktu yang disediakan bagi peserta, maka tes dibedakan

menjadi dua golongan, yaitu power test dan speed test. Ditinjau dari bentuk

respon, tes dibedakan menjadi dua golongan, yaitu tes verbal dan tes non

verbal. Ditinjau dari cara mengajukan pertanyaan, tes dibedakan menjadi tiga

golongan, yaitu tes tertulis (pencil and paper test), tes tidak tertulis (non-pencil

and paper test), dan tes perbuatan.

Ditinjau dari aspek yang hendak diukur, tes dibedakan atas tes tertulis, tes

lisan dan ter perbuatan atau tes praktek. Tes tertulis digunakan untuk mengukur

aspek kognitif, tes lisan digunakan untuk pendalaman terhadap aspek kognitif

yang belum terukur melalui tes tertulis, sedang tes perbuatan atau tes praktek

digunakan untuk mengukur aspek psikomotorik atau keterampilan.

b. Non Tes

1) Pedoman Observasi

Secara umum pengertian observasi adalah cara menghimpun bahan-

bahan/keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan

pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan

obyek pengamatan.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 25

Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku

individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati. Observasi

dapat dilakukan baik secara partisipatif maupun non-partisipasi. Observasi

dapat pula berbentuk observasi eksperimental yaitu observasi yang dilakukan

dalam situasi yang dibuat dan observasi non-eksperimental yaitu observasi yang

dilakukan dalam situasi yang wajar.

Jika observasi digunakan sebagai alat evaluasi, maka pencatatan hasil

observasi lebih sukar daripada mencatat jawaban yang diberikan oleh peserta

tes terhadap pertanyaan yang diberikan dalam suatu tes karena respon

observasi adalah tingkah laku dimana proses kejadiannya berlangsung cepat.

Obervasi yang dilakukan dengan perencanaan yang matang disebut observasi

sistematis.

2) Pedoman Wawancara

Secara umum yang dimaksud dengan wawancara adalah cara menghimpun

bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan tanya jawab baik secara

lisan, sepihak, berhadapan muka, maupun dengan arah dan tujuan yang telah

ditentukan. Ada dua jenis wawancara yang dapat digunakan sebagai alat

evaluasi, yaitu:

(a) Wawancara terpimpin, yang juga dikenal dengan wawancara terstruktur

atau wawancara sistematis.

(b) Wawancara tidak terpimpin, yang dikenal dengan wawancara sederhana

atau wawancara bebas.

Salah satu kelebihan wawancara adalah pewawancara sebagai evaluator

dapat melakukan kontak langsung dengan peserta didik yang akan dinilai,

sehingga dapat diperoleh hasil penilaian yang lebih lengkap dan mendalam.

Jika wawancara dilakukan secara bebas, maka pewawancara tidak perlu

persiapan yang matang, tetapi jika wawancara dilakukan secara sistematis,

maka pewawancara perlu ada pedoman wawancara yang berisi pokok-pokok

pertanyaan yang akan ditanyakan kepada responden. Mencatat dan

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 26

mengolah hasil wawancara jauh lebih sulit dibandingkan dengan mencatat

dan mengolah hasil observasi atau hasil tes.

3) Angket (Kuesioner)

Angket dapat juga digunakan sebagai alat ukur untuk menilai hasil belajar.

Angket dapat diberikan langsung kepada responden, dapat juga diberikan

kepada orang lain yang mengenal berbagai karakteristik responden.

Data yang dihimpun melalui angket biasanya adalah data yang berkenaan

dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik dalam

mengikuti pelajaran. Angket pada umumnya dipergunakan untuk menilai

hasil belajar pada ranah afektif. Selain sebagai alat ukur untuk mengukur

hasil belajar peserta didik, angket juga berguna untuk mengungkapkan latar

belakang orangtua peserta didik maupun peserta didik itu sendiri.

4) Pemeriksaan Dokumen

Untuk mengukur kemajuan belajar peserta didik dapat juga dilakukan

dengan tanpa pengujian tetapi dengan cara melakukan pemeriksaan

dokumen-dokumen, misalnya dokumen yang memuat informasi kapan

peserta didik itu diterima di lembaga kursus tersebut, darimana lembaga

kursus asalnya, apakah peserta didik tersebut pernah tidak lulus dalam suatu

program, dan sebagainya.

Berbagai informasi yang direkam melalui angket, baik informasi pribadi

peserta didik dan lingkungannya akan bermanfaat pada saat-saat tertentu.

Dengan demikian, maka dalam pelaksanaan pengukuran hasil belajar tidak

semata-mata dilakukan dengan tes, tetapi dapat juga dilakukan dengan

menggunakan non-tes, terutama untuk masalah-masalah yang berhubungan

dengan masalah kejiwaan peserta didik, seperti persepsi terhadap mata

pelajaran tertentu, persepsi terhadap pelatih, minat, bakat, tingkah laku,

dan sikap yang tidak mungkin diukur dengan tes.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 27

D. Kriteria Penilaian

Kriteria penilaian hasil belajar pada umumnya dibedakan ke dalam dua

standar, yakni kriteria penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan

(PAP).

a. Penilaian Acuan Norma (PAN)

Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah penilaian yang menggunakan acuan

pada rata-rata kelompok. Dengan demikian dapat diketahui posisi kemampuan

peserta didik dalam kelompoknya. Untuk itu norma atau kriteria yang di-

gunakan dalam menentukan derajat prestasi seorang peserta didik selalu

dibandingkan dengan nilai rata-rata kelasnya. Atas dasar itu akan diperoleh tiga

kategori prestasi peserta didik, yakni prestai peserta didik di atas rata-rata

kelas, berkisar pada rata-rata kelas, dan prestasi peserta didik yang berada di

bawah rata-rata kelas. Dengan kata lain, prestasi yang dicapai seseorang

posisinya sangat bergantung pada prestasi kelompoknya.

Keuntungan kriteria ini adalah dapat diketahui prestasi kelompok atau

kelas sekaligus dapat diketahui keberhasilan pembelajaran bagi semua peserta

didik. Kelemahannya adalah kurang meningkatkan kualitas hasil belajar. Jika

nilai rata-rata kelompok atau kelasnya rendah, misalnya sekor 40 dari seratus,

maka peserta didik yang memperoleh nilai 45 (di atas rata-rata) sudah

dikatakan baik, atau dinyatakan lulus, sebab berada di atas rata-rata kelas,

padahal sekor 45 dari maksimum sekor 100 termasuk rendah. Kelemahan yang

lain ialah kurang praktis sebab harus dihitung dahulu nilai rata-rata kelas,

apalagi jika jumlah peserta didik cukup banyak. Sistem ini kurang

menggambarkan tercapainya tujuan pembelajaran sehingga tidak dapat

dijadikan ukuran dalam menilai keberhasilan mutu pendidikan. Demikian juga

kriteria keberhasilan tidak tetap dan tidak pasti, bergantung pada rata-rata

kelas, makanya standar penilaian ini disebut standar relatif.

Dalam konteks yang lebih luas penggunaan standar penilaian ini tidak

dapat digunakan untuk menarik generalisasi prestasi peserta didik sebab rata--

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 28

rata kelompok untuk kelas yang satu berbeda dengan kelas yang lain, sekolah

yang satu akan berbeda dengan sekolah yang lain. Standar penilaian acuan

norma tepat jika digunakan untuk penilaian formatif.

b. Penilaian Acuan Patokan (PAP)

Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah penilaian yang menggunakan acuan pada

tujuan pembelajaran atau kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Derajat

keberhasilan peserta didik dibandingkan dengan tujuan atau kompetensi yang

seharusnya dicapai atau dikuasai peserta didik bukan dibandingkan dengan

prestasi kelompoknya. Dalam penilaian ini ditetapkan kriteria minimal harus

dicapai atau dikuasai peserta didik. Kriteria minimal yang biasa digunakan

adalah 80% dari tujuan atau kompetensi yang seharusnya dikuasai peserta didik.

Makin tinggi kriterianya makin baik mutu pendidikan yang dihasilkan. Standar

penilaian acuan patokan berbasis pada konsep belajar tuntas atau mastery

learning. Artinya setiap peserta didik harus mencapai ketuntasan belajar yang

diindikasikan oleh penguasaan materi ajar minimal mencapai kriteria yang telah

ditetapkan. Jika peserta didik belum mencapai kriteria tersebut peserta didik

belum dinyatakan berhasil dan harus menempuh ujian kembali. Karena itu

penilaian acuan patokan sering disebut standar mutlak. Dalam sistem ini

pendidik tidak perlu menghitung nilai rata-rata kelas sebab prestasi peserta

didik tidak dibandingkan dengan prestasi kelompoknya. Melalui sistem penilaian

acuan patokan sudah dapat dipastikan prestasi belajar peserta didik secara

bertahap akan lebih baik sebab setiap peserta didik harns mencapai kriteria

minimal yang telah ditentukan. Namun sistem ini menuntut pendidik bekerja

lebih keras sebab setiap pendidik harus menyediakan remedial bagi peserta

didik yang belum memenuhi standar yang telah ditentukan. Sistem penilaian ini

tepat digunakan baik untuk penilaian formatif maupun penilaian sumatif.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 29

E. Penyusunan Tes Hasil Belajar

Untuk memperoleh gambaran yang lebih komprehensif mengenai evaluasi

hasil pembelajaran, maka uraian berikut ini akan membahas konstruksi dan

pengembangan tes. Konstruksi dan pengembangan tes dimaksudkan untuk

memperoleh tes yang valid sehingga hasil ukurnya dapat mencerminkan secara

tepat hasil belajar dicapai peserta didik setelah selesai mengikuti proses

pembelajaran.

Untuk itu maka langkah-langkah konstruksi tes yang ditempuh adalah

sebagai berikut:

1. Menetapkan tujuan tes

Tes hasil belajar dapat dibuat untuk bermacam-macam tujuan, seperti:

a. Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA) atau evaluasi belajar pada akhir program

Pendidikan.

b. Seleksi, misalnya untuk ujian saringan masuk lembaga pendidikan tertentu

(misalnya SPMB untuk masuk PT).

c. Diagnosis kesulitan belajar, yang dikenal dengan tes diagnosis.

Untuk evaluasi bersifat akhir diperlukan tes yang terdiri atas butir-butir yang

mudah sampai yang sukar, tes semacam ini merupakan Mastery Tes. Dengan

hasil tes ini dapat dilihat level mastery peserta tes, yaitu sejauh mana ia

menguasai materi yang diberikan. Untuk tujuan seleksi dibutuhkan tes

dengan butir-butir soal dengan tingkat kesukaran yang lebih tinggi (tingkat

kesukaran di atas rata-rata) terutama jika calon yang diseleksi cukup banyak.

Untuk ujian diagnosis, butir-butir soal harus dinilai menurut pokok bahasan

atau sub pokok bahasan. Pada tes diagnosis bukan nilai akhir yang

diperhatikan, melainkan nilai pada tiap pokok bahasan (pokok bahasan

mana belum dikuasai atau bermasalah).

2. Analisis kurikulum

Analisis kurikulum bertujuan untuk menentukan bobot setiap pokok bahasan

sebagai dasar dalam menentukan jumlah item atau butir soal baik soal obyektif

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 30

maupun soal bentuk uraian pada setiap pokok bahasan. Penentuan bobot

untuk setiap pokok bahasan dilakukan berdasarkan jumlah jam pertemuan yang

tercantum dalam silabus pembelajaran.

3. Analisis buku pelajaran dan sumber materi belajar lainnya

Analisis buku pelajaran dan sumber materi belajar lainnya mempunyai tujuan

sama dengan analisis kurikulum, yaitu menentukan bobot setiap pokok bahasan.

Akan tetapi analisis buku pelajaran menentukan bobot setiap pokok bahasan

berdasarkan kedalaman materi (jumlah halaman materi) yang termuat dalam

buku pelajaran atau sumber materi belajar lainnya. Tes yang akan disusun

merupakan sampel yang dapat mewakili populasi materi yang telah diajarkan.

Soal yang tidak di sampel akan menghasilkan beratus-ratus soal pada setiap

bidang studi untuk mewakili populasi materi yang pernah diajarkan. Hal ini

sangat sulit dilakukan mengingat waktu yang dibutuhkan peserta tes untuk

menyelesaikan tes dengan butir soal sebanyak itu terlalu lama. Untuk dapat

memilih sampel yang tepat diperlukan (a) analisis kurikulum, dan (b) analisis

buku pelajaran dan sumber materi lainnya. Kegiatan inilah yang dimaksudkan

dengan timbangan buku, sehingga tidak mengakibatkan kesimpulan dan

penilaian yang sesat.

4. Membuat Kisi-kisi

Kisi-kisi atau Blueprint atau Tabel of Spesification bermanfaat untuk menjamin

sampel soal yang baik, dalam arti mencakup semua pokok bahasan secara

proporsional. Agar butir-butir tes mencakup keseluruhan materi secara

proporsional maka sebelum menulis butir-butir tes terlebih dahulu harus dibuat

kisi-kisi sebagai pedoman. Sebuah kisi-kisi memuat jumlah butir yang harus

dibuat untuk setiap bentuk soal, untuk setiap pokok bahasan dan untuk setiap

aspek kemampuan yang akan diukur.

5. Penulisan Indikator (PI)

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 31

Penulisan PI harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. PI harus

mencerminkan tingkah laku peserta didik, oleh karena itu harus dirumuskan

secara operasional, dan secara teknis menggunakan kata-kata operasional.

6. Penulisan Soal

Berdasarkan kisi-kisi dalam bentuk tabel spesifikasi yang tersedia, maka dibuat

butir-butir soal atau item-item tes. Banyaknya butir yang harus dibuat untuk

setiap bentuk soal, untuk setiap kompetensi dasar, dan untuk setiap aspek

kemampuan yang hendak diukur harus disesuaikan dengan yan tercantum

dalam kisi-kisi.

7. Telaah Soal (Validasi konsep)

Setelah soal dibuat sesuai dengan indikator dan sudah mewakili KD, selanjutnya

ditelaah dari aspek isi dan bahasa.

8. Reproduksi Tes Terbatas

Tes yang sudah dibuat diperbanyak dalam jumlah yang cukup menurut jumlah

sampel uji-coba atau jumlah peserta yang akan mengerjakan tes tersebut dalam

suatu kegiatan uji-coba tes.

9. Uji-Coba Tes

Tes yang telah direproduksi atau diperbanyak itu diuji-cobakan pada sejumlah

sampel yang telah ditentukan. Sampel uji-coba harus mempunyai karakteristik

yang kurang lebih denga peserta tes yang sesungguhnya , untuk itu cara

penentuan sampel harus dilakukan dengan menggunakan metode yang tepat

dan disesuaikan dengan tujuan uji-coba.

10. Analisis hasil uji-coba

Berdasarkan data hasil uji-coba dilakukan analisis meliputi validitas butir, tingkat

kesukaran, dan fungsi pengecoh. Berdasarkan validitas butir soal tersebut

diadakan seleksi soal dengan menggunakan validitas tertentu. Soal-soal yang

tidak valid akan didrop dan soal-soal yang valid akan ditetapkan atau dirakit

menjadi suatu tes yang valid. Selanjutnya untuk memberikan gambaran kualitas

tes tersebut secara empirik dihitung reliabilitasnya.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 32

11. Revisi soal

Soal-soal yang valid berdasarkan kriteria validitas empirik dikonfirmasikan

dengan kisi-kisi. Soal-soal yang sudah memenuhi syarat dan telah mewakili

semua materi yang akan diujikan, dirakit menjadi sebuah tes sedangkan soal-

soal valid belum memenuhi syarat berdasarkan konfirmasi dengan kisi-kisi dapat

diperbaiki atau direvisi sesuai keperluan.

12. Merakit soal menjadi tes

Soal-soal yang valid dan telah mencerminkan semua pokok bahasan serta aspek

kemampuan yang hendak diukur dapat dirakit menjadi sebuah tes yang valid.

Urutan soal dalam suatu tes pada umumnya dilakukan menurut tingkat

kesukaran soal, yaitu dari soal yang mudah sampai soal yang sulit.

Penulisan Butir Tes

Tipe Pilihan Ganda

1. Butir tes atau soal hendaklah menanyakan hal yang penting untuk diketahui,

2. Tulislah butir tes yang berisi pernyataan yang jelas.

3. Utamakan butir tes yang mengandung pernyataan urnum yang bertahan lama.

4. Buatlah butir tes yang berisi hanya satu gagasan saja.

5. Buatlah butir tes yang menyatakan inti pertanyaan dengan jelas. Gunakan

kalimat sederhana dan tidak berlebih-lebihan.

6. Sebaiknya butir tes tidak didasari oleh pemyataan negatif.

7. Gunakan bahasa yang jelas, kata yang sederhana, dan pernyataan yang

langsung.

8. Butir tes harus memberikan alternatif bagi isi pernyataan yang paling penting.

9. Berikan alternatif jawaban yang jelas berbeda.

10. Alternatif yang ditawarkan hendaknya mempunyai struktur dan arti yang

sejajar atau dalam satu kategori. Penggunaan alternatif yang semata-mata

meniadakan atau bertentangan dengan alternatif yang lain, haruslah dihindari.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 33

11. Bilamana mungkin, susunlah alternatif jawaban dalam urutan besamya atau

urutan logisnya.

12. Penggunaan alternatif "bukan salah satu di atas" atau "semua yang di atas"

hanya baik apabila kebenaran bersifat mutlak dan bukan semata-mata masalah

lebih dan kurang baik atau masalah ; kebenaran relatif.

13. Jangan menjebak peserta tes dengan menanyakan hal yang tidak ada

jawabannya.

14. Hindari penggunaankata-kata yang dapat dijadikan petunjuk oleh siswa dalam

menjawab.

Tipe Benar-Salah

Kaidah atau petunjuk penulisan butir tes tipe benar salah telah dikemukakan oleh

Ebel (1979) sebagai berikut ini:

1. Butir tes haruslah mengungkap ide atau gagasan yang penting.

2. Butir tes tipe benar salah hendaknya menguji pemahaman, jangan hanya

mengungkap ingatan mengenai suatu fakta atau hafalan.

3. Kebenaran atau ketidakbenaran suatu butir tes haruslah bersifat mutlak.

4. Butir tes harus menguji pengetahuan yang spesifik dan jawabannya tidak jelas

bagi semua orang, kecuali bagi mereka yang menguasaipelajaran.

5. Butir tes harus dinyatakan secara jelas.

Tipe Jawaban Pendek

1. Pernyataan atau pertanyaan butir tes harus ditulis dengan hati-hati, sehingga

dapat dijawab dengan hanya satujawaban yang pasti.

2. Sebaiknya rumuskan jawabannya lebih dahuiu baru kemudian menulis

pertanyaannya.

3. Gunakan pertanyaan langsung, kecuali bilamana model kalimat tak selesai akan

memungkinkan jawaban yang lebih jelas.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 34

4. Usahakan agar dalam pertanyaan tidak terdapat petunjuk yang mungkin

digunakan oleh subjek dalam menjawab butir tes.

5. Jangan menggunakan kata atau kalimat yang langsung dikutip dari buku.

Tipe Pasangan

1. Premis dan respon hendaknya dibuat dalam jumlah yang tidak sama.

2. Baik premis maupun respon haruslah berisi hal yang homogen, yaitu dari

sejenis kategori isi.

3. Usahakan agar premis dan responnya berisi kalimat-kalimat atau kata yang

pendek.

4. Buatlah petunjuk pernasangan yang jelas, sehingga penjawab soal atau

pertanyaan mengetahui dasar apakah yang harus digunakan dalam

memasangkan premis dan responnya.

5. Sedapat mungkin susunlah premis dan respon masing-masing secara alfabetik

atau menurut besarankuantitatifnya.

Tipe Karangan (Esai)

1. Berikan pertanyaan atau tugas yang mengarahkan penjawab pertanyaan

(siswa) agar dapat menunjukkan penguasaan pengetahuan yang penting.

2. Buatlah pertanyaan yang arah jawabannya jelas, sehingga para ahli dapat

setuju bahwa satu jawaban akan lebih baik dari pada yang lainnya.

3. Jangan menanyakan sikap ataupendapat.

4. Sebaiknya pertanyaan diawali oleh kata-kata seperti, "Bandingkan ...",

"Berikan alasan ...", "Jelaskan mengapa ..."", "Beri contoh ...", dan

semacamnya.

5. Jangan memberi kesempatan kepada penjawab soal untuk memilih dan

menjawab hanya sebagian di antara nomor pertanyaan yang disediakan.

6. Sebaiknya, tulis lebih dahulu satu jawaban ideal yang dikehendaki, baru

kemudian menyusun pertanyaannya.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 35

BAB III

PENSEKORAN, PEMBERIAN NILAI DAN PELAPORAN HASIL EVALUASI

Tes yang telah disusun dengan sebaik-baiknya, dan dikembangkan menurut

prosedur yang benar, maka diharapkan bahwa hasil ukur tes tersebut akan dapat

mengungkapkan dengan tepat ciri atau keadaan sesungguhnya dari peserta tes.

Dengan kata lain, tes yang telah mempunyai validitas dan reliabilitas yang memadai,

misalnya untuk mengukur tingkat pencapaian atau penguasaan peserta didikt

terhadap materi pelajaran A diharapkan dapat mengungkapkan dengan tepat

penguasaan (kemampuan) siswa terhadap materi pelajaran A tersebut. Artinya

sekor yang diperoleh sebagai hasil ukur tes itu, betul-betul menggambarkan

kemampuan atau penguasaan terhadap materi A itu, sehingga hasil ukur itu tepat

digunakan untuk menentukan nilai atau kelulusan/keberhasilan peserta tes.

A. Pengertian Sekor dan Nilai

Selain penyusunan dan pengembangan tes, seperti telah dibahas seblumnya,

hal penting lain dalam penilaian hasil belajar dengan menggunakan tes, adalah

memberi nilai atau memberi sekor.

Sebelum dibahas tentang pengertian sekor, terlebih dahulu dibahas mengenai

bobot (weight). Bobot adalah bilangan atau angka yang dikenakan terhadap setiap

butir soal yang nilainya ditentukan berdasarkan usaha peserta tes dalam

menyelesaikan soal itu. Tinggi-rendahnya usaha itu dipengaruhi oleh derajat

kesukaran dan waktu yang diperlukan untuk menjawab soal tersebut dengan

benar. Jika derajat kesukaran suatu butir soal makin tinggi, maka makin besar pula

bobot untuk soal tersebut, karena memerlukan usaha (kognitif) yang derajatnya

lebih tinggi. Disamping itu waktu penyelesaian soal tersebut lebih lama dari soal

lainnya.

Bobot suatu butir soal disebut sekor untuk butir soal tersebut. Sekor untuk

keseluruhan butir soal dari perangkat tes yang diperoleh seseorang disebut sekor

tes dari orang tersebut. Sekor ini disebut sekor aktual, artinya sekor kenyataan

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 36

(empirik) atau sekor mentah yang diperoleh peserta tes. Jika seluruh soal dalam

perangkat tes dapat dijawab dengan benar sesuai harapan pembuat soal, sekor

untuk menyatakan kondisi ini disebut sekor maksimal ideal. Sebaliknya untuk

kondisi tidak ada satupun benar disebut sekor minimal ideal. Dengan demikian

sekor adalah bilangan yang merupakan data mentah dari hasil suatu penilaian,

belum diolah lebih lanjut. Jadi bersifat kuantitatif.

Sekor merupakan data mentah yang tidak dapat diinterpretasikan bila ia

masih berdiri sendiri tanpa informasi lain yang relevan. Misalnya sekor peserta

Diklat dalam suatu tes akhir adalah 80. Sekor tersebut tidak dapat diinterpretasikan

karena tidak ada pembanding sebagai kriteria (tolok ukur). Jika sekor maksimum

ideal (SMI) nya adalah 100, interpretasi dari sekor 80 dapat ditafsirkan tergolong

baik, karena tingkat penguasaanya sekitar 80%. Sedangkan jika SMI-nya 500 dapat

ditafsirkan tergolong jelek, karena tingkat penguasaanya hanya sekitar 16%. Begitu

pula jika diketahui dua buah sekor dari dua peserta diklat yang berbeda, tidak dapat

ditafsirkan mana yang lebih baik sebelum diketahui data lain sebagai kriteria.

Data mentah yang telah diolah lebih lanjut dengan menggunakan aturan dan

kriteria tertentu sehingga dapat diinterpretasikan dinamakan nilai. Nilai ini dapat

berupa bilangan (kuantitatif), misalnya nilai 9 dalam skala 1 sampai 10, atau berupa

kualitatif, misalnya B dalam skala penilaian A, B, C, D, dan E.

1. Penentuan Sekor dan Pemberian Nilai

Dalam kaitan dengan memberi sekor dan menilai terhadap hasil tes dapat

dibedakan atas dua macam berdasarkan jenis sekor yang diperoleh dari masing-

masing butir tes, yaitu (1) memberi sekor untuk tes bentuk uraian, dan (2)

memberi sekor untuk tes obyektif (pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan,

dan sejenisnya).

(a) Pemberian Sekor untuk Tes Uraian

Untuk tes uraian (subyektif) setiap butir diberi sekor dari 0 sampai dengan 10

tergantung dari tingkat kebenaran jawabannya, yaitu diberi sekor 10 jika

jawabannya tepat sama dengan pendapat pemberi sekor, diberi sekor 5 jika

Page 37: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 37

jawabannya setengah benar menurut pendapat pemberi sekor, diberi sekor 0

jika jawabannya salah sama sekali, dan seterusnya. Sekor setiap peserta tes

diperoleh dari jumlah sekor semua item atau buitr tes. Sekor yang diperoleh di

sini di sebut sekor mentah. Misalnya seorang peserta mendapat sekor 75

dengan SMI-nya 100 berarti peserta tersebut telah mencapai 75% tingkat

penguasaan dari tes uraian tersebut.

(b) Pemberian Sekor untuk Tes Obyektif

Tes obyektif seperti pilihan berganda, setiap butir tes hanya dapat dijawab

benar atau dijawab salah oleh peserta tes. Oleh karena itu maka setiap butir

hanya mempunyai sekor 0 atau 1. Jenis tes semacam ini juga disebut sebagai

tes dikotomus. Jika peserta tes menjawab benar diberi sekor 1, dan jika siswa

menjawab salah diberi sekor 0. Sekor setiap peserta tes diperoleh dari jumlah

sekor semua butir tes. Pendapat pemberi sekor tidak mempengaruhi sekor

peserta tes dalam tes obyektif. Dengan demikian maka sekor tes obyektif

ditentukan oleh banyaknya butir yang dijawab benar. Sekor yang diperoleh di

sini juga masih disebut sekor mentah.

Dalam suatu ujian dengan tes obyektif seorang peserta tes, misalnya dapat

menjawab 8 buah soal dari 10 soal bentuk B – S. Apakah tingkat penguasaan

peserta tes tersebut 80%? Menurut teori probabilitas option (pilihan) B dan S

masing-masing nilai kemungkinannya sama untuk terpilih jika ditebak, yaitu ½ .

Untuk menentukan tingkat penguasaan soal bentuk obyektif diperoleh

hubungan: Jumlah jawaban benar = banyaknya jawaban yang benar-benar

dikuasai + banyaknya jawaban tebakan. Jika kita misalkan banyaknya jawaban

yang benar-benar dikuasai peserta tes X, maka untuk contoh B – S di atas

diperoleh persamaan: 8 = X + (10 - X). ½ , diperoleh X = 6. Jadi tingkat

penguasaan sebenarnya dari peserta tes tersebut adalah 60%.

Jika soal tersebut berbentuk pilihan ganda dengan 4 pilihan, maka tingkat

penguasaan peserta tes dapat dicari melalui hubungan:

8 = X + (10 - X). 1/4 ,

Page 38: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 38

diperoleh X = 7. Jadi tingkat penguasaan sebenarnya dari peserta tes tersebut

adalah 70%.

Misalkan disajikan 100 butir soal pilihan ganda dengan 5 pilihan. Seorang

peserta tes menjawab benar sebanyak 60 butir. Berapa butir soal yang benar-

benar dikuasai oleh peserta tes tersebut? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita

misalkan banyak butir yang dikuasai dengan X. Sisanya, yaitu (10 – X) butir

dijawab dengan tebakan, sehingga diperoleh hubungan:

60 = X + (100 - X). 1/5 , diperoleh X = 50. Jadi banyaknya butir soal yang

benar-benar dikuasai sebanyak 50 butir atau 50% dari seluruh materi.

Pada contoh-contoh di atas, tampak bahwa tingkat penguasaan selalu relatif

lebih kecil dari jumlah jawaban yang benar. Untuk menanggulangi masalah

tersebut, maka pemberian sekor untuk soal tipe obyektif menggunakan rumus-

rumus seperti di bawah ini.

(a) Rumus sekor untuk soal bentuk B – S

S = (JB - JS) x b

dengan:

S = sekorJB = Jumlah jawaban benarJS = Jumlah jawaban salahb = bobot

(b) Rumus sekor untuk soal bentuk Pilihan Ganda (P–G)

S = bxn

JJ S

B

)1(

Dengan n = banyaknya pilihan yang disediakan setiap butir

(c) Rumus sekor untuk soal bentuk menjodohkan

S = bxnn

JJ S

B

)1)(1( 21

dengan n1 = banyaknya stem pada kolom sebelah kiri

Page 39: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 39

n2 = banyaknya alternatif jawaban pada kolom sebelah kanan

(d) Rumus sekor untuk soal bentuk Isian

S = JB x b

Tanpa pengurangan (hukuman) sebab tidak ada pilihan.

Misalkan suatu tes sumatif terdiri dari 10 bentuk Benar-Salah, 20 butir

bentuk P-G dengan 4 option, 5 butir bentuk Memasangkan dengan 7

alternatif jawaban, dan 10 butir isian. Mengingat kadar kesulitan dan usaha

peserta Diklat dalam mengerjakan setiap bentuk soal tersebut berlainan

maka bobot untuk soal bentuk B-S ditentukan 1, bentuk P-G bobotnya 3,

bentuk Memasangkan bobotnya 1 ½, dan bentuk isian bobotnya 2. jika

seorang siswa dapat menjawab benar bentuk B-S 7 soal, bentuk P-G 15

soal, bentuk Memasangkan 2 soal, dan bentuk isian 8 soal, maka berapa

sekor yang diperoleh peserta Diklat tersebut? Berapa pula tingkat

penguasaannya? (Silahkan dikerjakan)

(c) Pemberian Nilai Berdasarkan Acuan Patokan

Pemberian nilai jenis ini berdasarkan atas tujuan instruksional yang telah

ditentukan. Artinya nilai diberikan kepada peserta tes menunjukkan tingkat

pencapaian tujuan instruksional atau tingkat penguasaan terhadap materi yang

telah ditentukan. Untuk keperluan tersebut, pertama-tama sekor mentah

diterjemahkan ke dalam sekor 1 sampai 100, yang menunjukkan prosentase

pencapaian tujuan instruksional yang dicapai. Untuk yang menggunakan nilai 1 –

10, maka sekor 1 – 100 yang ditransformasikan ke nilai 1- 10, sedang yang

menggunakan 0 – 4, maka sekor 1 – 100 ditransformasikan ke nilai 0 – 4

misanya dengan ketentuan berikut:

X < 56 diberi nilai 0

56 < X < 65 diberi nilai 1

65 < X < 80 diberi nilai 2

80 < X < 90 diberi nilai 3

Page 40: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 40

X > 56 diberi nilai 4 (Djaali, 2004)

(d) Pemberian Nilai Berdasarkan Acuan Kelompok

Pemberian nilai sejenis ini menggunakan kelompok sebagai kriteria. Nilai

peserta tes ditentukan oleh posisinya dalam kelompok. Misalnya seorang

peserta Diklat mendapat sekor 75 (hanya 75% dari tujuan instruksional yang

dicapai) dapat diberi nilai 9 dalam penilaian acuan kelompok. Atau peserta

Diklat yang hanya mendapat sekor 35 dapat diberi nilai 6, sehingga dapat lulus

dalam tingkat penguasaan 35%. Tetapi dapat terjadi bahwa Peserta Diklat yang

mendapat sekor 75 tidak berhasil lulus karena peserta-peserta lain dalam

kelompoknya mendapat nilai di atas 75 (75% dari tujuan tercapai). Ada

beberapa cara yang dapat ditempuh dalam pemberian nilai dengan

menggunakan acuan kelompok, yang akan dibahas dengan menggunakan

beberapa skala penilaian.

B. Skala Penilaian

Untuk mengubah sekor menjadi nilai digunakan teknik analisis tertentu dan

skala penilaian sebgai berikut.

1. Skala Sebelas

Skala sebelas atau “standard Eleven” yang disingkat Stanel adalah cara

mengubah sekor mentah yang diperoleh peserta tes ke dalam 11 kelompok

nilai, yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Skala ini paling biasa, sering , dan

paling mudah proses perhitungannya.

Ada dua cara pengolahan dengan menggunakan skala 11, yaitu dengan (1)

menghitung prosesntase tingkat penguasaan, dan (2) pendekatan distribusi

normal sistem PAP dan PAN.

2. Skala Sepuluh

Dengan menggunakan skala 10, maka sekor mentah ditransfer ke dalam nilai 1,

2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Pembagian interval untuk skala 10 dilakukan dengan

cara selang kurva normal dibagi menjadi 10 selang bagian yang sama jaraknya,

yaitu 0,6 s. Cara lain yang lebih mudah dan banyak dipakai adalah dengan

Page 41: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 41

menggunakan selang konversi untuk skala 11, dengan membuang satu selang

yang paling kiri pada kurva normal atau paling bawah pada tabel konversi.

3. Skala Sembilan

Skala sembilan atau “standard nine” yang disingkat Stanin. Dengan

menggunakan skala 9, maka sekor mentah ditransfer ke dalam nilai 1, 2, 3, 4, 5,

6, 7, 8, dan 9. Pembagian interval untuk skala 9 dilakukan dengan cara selang

kurva normal dibagi menjadi 9 selang bagian yang sama jaraknya, yaitu 0,67s.

Cara lain yang lebih mudah dan banyak dipakai adalah dengan menggunakan

selang konversi untuk skala 10, dengan membuang satu selang yang paling

kanan pada kurva normal atau paling atas pada tabel konversi.

4. Skala Lima

Skala lima disebut pula skala huruf karena nilai akhir biasanya tidak dinyatakan

dengan angka, melainkan dengan huruf A, B, C, D, dan E. Pembagian interval

untuk skala 5 dilakukan dengan cara selang kurva normal dibagi menjadi 5

selang bagian yang sama jaraknya, yaitu 1,20s atau 1s. Misalkan seorang

instruktur menentukan batas lulus dalam suatu tes, jika pesera tes telah

menguasai 40% atau lebih dari materi yang harus dikuasainya. Tabel konversi

yang dapat digunakan adalah:

90% A 100% istimewa, sangat baik

75% B < 90% baik

55% C < 75% sedang, cukup

40% D < 55% kurang

00% E < 40% jelek, buruk, tidak lulus

5. Skala Baku

Agar sekor mentah mempunyai arti kaitannya dengan posisi atau kedudukan

relatif secara keseluruhan, diperlukan adanya sekor yang dapat dibandingkan

satu sama lain yang disebut sekor baku. Sekor baku disebut juga skala baku atau

sekor Z.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 42

Sekor baku adalah sekor mentah yang ditransformasikan secara linear ke dalam

bentuk lain berdasarkan rata-rata hitung dan deviasi standar distribusinya.

Konversi sekor mentah X menjadi sekor baku Z dilakukan dengan menggunakan

rumus konversi Z seperti berikut.

bakudeviasis

hitungratarataX

ikementahskorX

zskorZdenganS

XXZ

i

i

:

Misalnya Peserta Diklat memperoleh sekor 75 pada pelajaran A dan

memperoleh sekor 90 pada pelajaran B. Dari sekor ini belum dapat ditentukan

pada pelajaran mana Peserta Diklat tersebut lebih berprestasi. Apabila rata-rata

sekor pelajaran A (X) = 55 dan deviasi bakunya (S) = 10, sedangkan untuk

pelajaran B rata-ratanya (X) = 80 dan deviasi bakunya (S) = 12.

Untuk pelajaran A: Untuk pelajaran B:

210

5575

Z 83.0

12

8090

Z

melalui perhitungan sekor- Z dapat dibandingkan posisi relatif kedua sekor

peserta Diklat tersebut. Tampak bahwa prestasi pada pelajaran A relatif lebih

baik dibandingkan pada pelajaran B.

6. Skala Seratus

Nilai dengan menggunakan skala 100 disebut juga sekor T yang bergerak dari 10

sampai dengan 90. Sekor T mempunyai rata-rata 50 dan simpangan baku 10.

Rumus sekor T adalah:

T = 50 + 10Z atau T = 50 + 10

s

XX i

Jika nilai Z pada skala Z di atas ditransformasikan ke sekor T, maka diperoleh:

Untuk pelajaran A: Untuk pelajaran B:

Page 43: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 43

T = 50 + 10(2) =70 T = 50 + 10(0.83) =58,3

Jadi prestasi peserta diklat tersebut pada pelajaran A relatif lebih baik

dibandingkan pada pelajaran B.

C. Sekor Komposit dan Nilai Akhir

Dalam kaitannya dengan penilaian, terkadang sekor harus diperoleh dari

beberapa kali pelaksanaan tes. Sekor yang dipakai dalam kasus seperti ini adalah

sekor akhir. Jika sekor akhir diperoleh dari beberapa komponen, misalnya dari

ujian formatif, kuis harian, tugas rumah, dan ujian akhir, maka sekor tunggal

diperoleh dengan melakukan penggabungan sekor dari berbagai komponen

disebut sekor komposit. Sekor komposit merupakan ukuran yang lebih reliabel

terhadap prestasi peserta tes daripada sekor yang diperoleh dari satu tes saja.

Penetapan sekor komposit dimaksudkan untuk memperoleh satu ukuran yang

mencerminkan secara proporsional berbagai sumber sekor dari berbagai

komponen yang diujikan secara terpisah. Salah satu rumusan sekor komposit

misalnya adalah:

Sekor komposit =

b

bz

dimana b = bobot komponen, z = sekor- z pada setiap komponen

Pembobotan komponen ditentukan dengan melihat urgensi komponen yang

bersangkutan dalam program pengajaran. Apabila tugas praktikum, misalnya

sangat penting dalam penguasaan suatu pelajaran, maka sekor pada tugas ini

harus diberi bobot lebih tinggi. Jika ujian formatif mencakup setengah dari

keseluruhan materi pelajaran, maka sekor pada ujian tersebut perlu diberi

bobot yang sama besar dengan ujian akhir.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 44

Contoh menentukan sekor komposit.

Misalnya nilai akhir Diklat PSD diperoleh dari ujian teori dengan bobot 60% dan

ujian praktek laboratorium 40%. Ujian teori menggunakan tes pilihan ganda

dengan jumlah butir 50 sehingga sekor mentah ujian teori adalah (0 – 50),

sedang ujian praktikum diberi sekor mentah (0 – 10). Karena kedua sekor tidak

layak banding maka sebelum dibandingkan kedua sekor harus dibakukan dulu

menjadi sekor T, dengan rumus T = 50 + 10Z.

Hasil ujian teori dan ujian praktikum 15 orang siswa

Keterangan: (data fiktif)

No Sekor Teori (X1) Sekor Praktek(X2)

T1 T2 N

1 46 5 69,96 42,30 58,90

2 40 8 55,70 61,55 58,00

3 42 4 60,46 35,88 50,63

4 30 6 31,94 48,72 38,65

5 36 8 46,20 61,55 52,34

6 36 6 46,20 35,88 42,07

7 36 6 46,20 48,72 47,21

8 38 7 50,95 61,55 55,20

9 38 5 50,95 48,72 50,06

10 34 5 41,44 48,72 44,35

11 34 7 41,44 55,14 46,92

12 32 3 36,69 29,46 33,80

13 40 9 55,70 67,97 60,61

14 38 7 50,95 55,14 52,63

15 44 7 65,21 55,14 61,18

Page 45: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 45

Penyelasaian:

558,1220,6210

46:208,416,371 21

SX

TTNRumusSX

61,6010

)97,67(4)70,55(6

MN 63,52

10

)14,55(4)95,50(6

NN

Nilai-nilai tersebut adalah nilai dalam bentuk sekor T, nilai akhit harus

disesuaikan dengan rentangan nilai sesuai kebutuhan.

Penentuan nilai akhir ini dilakukan terutama pada saat pendidik akan mengisi

nilai raport. Beberapa rumus yang mencerminkan sekor komposit yang dapat

digunakan antara lain sebagai berikut.

a) Penentuan nilai akhir dengan mempertimbangkan nilai tes formatif dan tes

sumatif

NA =3

2)........( 21 S

n

FFF n

Keterangan:

NA = Nilai Akhir

F = Nilai tes formatif

S = Nilai tes sumatif

b) Penentuan nilai akhir dengan mempertimbangkan nilai tugas, nilai formatif dan

nilai sumatif dengan bobot 2, 3, dan 5.

NA =10

532 SFT

Keterangan:

T = Nilai Tugas, F = Nilai tes formatif , S = Nilai tes sumatif

c) Penentuan nilai akhir dengan mempertimbangkan nilai formatif, nilai formatif

dan nilai praktek dengan bobot 2, 2, dan 1.

Page 46: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 46

NA =5

22 PFT

Keterangan:

T = Nilai tes formatif

F = Nilai tes sumatif

P = Nilai tes praktek

D. Daya Serap

Dengan menentukan daya serap peserta tes, dapat diketahui materi mana

yang telah dikuasai dan mana yang belum dikuasai. Dalam ruang lingkup yang lebih

besar dapat diketahui keberhasilan belajar dalam berbagai mata pelajaran. Hal ini

berguna sebagai feed back untuk perbaikan pengajaran yang akan dilaksanakan

kemudian.

Pengertian daya serap itu sendiri adalah sebagai prosentase penguasaan peserta tes

terhadap bahan pelajaran yang telah dipelajarinya atau materi tes yang telah

disajikan. Ada beberapa daya serap, diantaranya daya serap pokok/sub pokok

bahasan, daya serap mata pelajaran, dan daya serap umum.

a.Daya serap Kompetensi Dasar

Daya serap Kompetensi Dasar ditentukan dengan cara menghitung rata-rata

prosentase jawaban benar dari semua soal yang disajikan dalam Kompetensi

Dasar.

Tabel. Daya Serap Kompetensi Dasar X

Nomor Soal Prosentase

1

2

3

4

5

90%

85%

70%

45%

15%

Rata-rata 61%

Page 47: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 47

Misalkan untuk soal yang berkenaan dengan Kompetensi Dasar X, disajikan 5

butir soal dengan prosentase jawaban benar seperti pada tabel di atas. Tampak

pada tabel bahwa daya serap Kompetensi Dasar X adalah 61%.

b. Daya serap pokok bahasan

Daya serap mata pelajaran adalah rerata prosentase jawaban benar dari seluruh

pokok bahasan dalam mata pelajaran tertentu. Misalkan untuk pokok bahasan

berkenaan dengan mata pelajaran A, disajikan 6 pokok bahasan dengan daya

serap sebagai berikut.

Tabel Daya Serap pokok bahasan

No Pokok Bahasan Daya Serap

1

2

3

4

5

6

Persamaan Kuadrat

Suku Banyak dan Teorema Sisa

Fungsi Eksponen dan Logaritma

Vektor

Fungsi f(x) = a Cos x + b Sin x

Diferensial dan Integral

75%

85%

82%

65%

67%

40%

Rata-rata 69%

Keterangan: cantoh dan data fiktif

Tanpak pada tabel di atas bahwa daya serap Mata Pelajaran Matematika

adalah sebesar 69%.

c. Daya serap umum

Daya serap umum adalah rerata dari daya serap seluruh mata pelajaran. Pada

tabel di atas merupakan contoh dari daya serap salah satu mata pelajaran. Tabel

berikut merupakan contoh daya serap umum.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 48

Tabel Daya Serap Mata Pelajaran

No Mata Pelajaran Daya Serap

1

2

3

4

5

6

PPKn

Pendidkan Agama

Bahasa Indonesia

Matemátika

IPA

IPS

69%

80%

65%

75%

87%

62%

Rata-rata 73%

Keterangan: data fiktif

Tampak pada tabel di atas bahwa daya serap seluruh Mata Pelajaran adalah

73%.

E. Penentuan Peringkat

Peringkat atau rank adalah suatu istilah untuk menyatakan kedudukan

seseorang peserta tes dalam kelompoknya menurut urutan tingkatan. Proses

penentuan rank disebut rangkin, yaitu dengan cara mengurutkan nilai-nilai peserta

mulai dari sekor paling tinggi menuju ke sekor paling rendah.

Ada beberapa macam cara untuk menentukan peringkat, diantaranya dengan

menggunakan:

1. Peringkat sederhana (Simple Rank)

Peringkat sederhana merupakan urutan yang dinyatakan dengan nomor

untuk menunjukkan letak kedudukan peserta tes dalam kelompoknya.

Misalkan dalam suatu pelatihan terdiri dari 20 orang peseta didik, dengan nilai

untuk setiap peserta adalah seperti di bawah ini.

Salman = 73 Rani = 63 Kajol = 86 Poeja = 56

Vijay = 48 Esha = 63 Ajay = 73 Kumar = 47

Fikran = 55 Rahul = 90 Taqur = 84 Juhi = 73

Dixit = 65 Rohan = 69 Liza = 56 Dian = 82

Page 49: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 49

Anjani = 77 Mirza = 57 Desi = 56 Inul = 56

Untuk menentukan peringkat dari 20 peserta tersebut di atas, dilakukan

dengan langkah-langkah sebagai berikut.

(i) urutkan nilai-nilai tersebut dari yang tertinggi ke terendah;

(ii) beri nomor urut sesuai dengan urutan pada bagian (i);

(iii) untuk nomor urut yang menyatakan satu nilai, maka nomor urut tersebut

adalah nomor peringkat peserta yang bersangkutan;

(iv) untuk nomor urut yang menyatakan dua nilai, nomor peringkat untuk kedua

peserta yang bersangkutan adalah rerata dari dua nomor urut tersebut.

Begitupula untuk tiga nomor urut yang menyatakan tiga nilai sama, dan

seterusnya.

Tabel Peringkat Sederhana

Sekor Terurut Nomor Urut Peringkat Subyek

90

86

84

82

77

73

73

73

69

65

63

63

57

56

56

1

2

3

4

5

876

9

10

1211

13

1

2

3

4

5

7)876(3

1

9

10

2

111)1211(

2

1

13

Rahul

Kajol

Taqur

Dian

Anjani

JuhiAjaySalman

Rohan

Dixit

EshaRani

Mirza

Page 50: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 50

56

56

55

48

47

17161514

18

19

20

2

115)17161514(

4

1

18

19

20

InulPoejaDesiLiza

Fikran

Vijay

Kumar

Keterangan: nama dan data fiktif

Tolok ukur untuk membandingkan peserta tes adalah jumlah seluruh peserta

dalam kelompoknya. Dengan demikian untuk menuliskan peringkat peserta

harus disertai dengan jumlah seluruh siswa dalam kelompoknya. Misalnya

peringkat untuk “Anjani” adalah 5 dari 20 atau biasa ditulis 5/20. Jadi Anjani

tergolong 5 orang pandai di kelompoknya. Peserta lainnya, yaitu sebanyak

15 orang prestasinya adalah di bawah Anjani.

Dalam praktek peserta yang nilainya sama kadang-kadang diberi peringkat

berbeda dengan meninjau aspek-aspek lain, misalnya kerajinan, gains,

disiplin, kesungguhan, kreativitas dan aktivitas lainnya.

2. Peringkat dengan Simpangan Baku

Peringkat dengan menggunakan simpangan baku menggolongkan peserta tes

dalam kelompok-kelompok kecil yang dibatasi oleh suatu simpangan baku

tertentu. Pengelompokan ini ada dua cara, yaitu pengelompokan menjadi tiga

peringkat dan pengelompokan menjadi beberapa peringkat.

Pengelompokan menjadi 3 peringkat menggunakan kurva normal standar, yaitu:

a. Kelompok atas sebanyak 15,87% yang berada pada interval lebih dari atau

sama dengan SX 1

b. Kelompok tengah sebanyak 68,26% yang berada pada interval dari

SX 1 sampai SX 1

Page 51: BAB I PENDAHULUAN - suaidinmath.files.wordpress.com fileEVALUASI PENDIDIKAN Halaman 2 Sesuai dengan prinsip belajar yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan

EVALUASI PENDIDIKAN Halaman 51

c. Kelompok bawah sebanyak 15,87% yang berada pada interval lebih dari

atau sama dengan SX 1 .

Sebagai contoh dengan menggunakan data tabel 4.1 diperoleh X 66,45 dan

s = 13,52. Kemudian dihitung batas-batas kelompok: SX 1 = 78,97 dan

SX 1 = 53,93, sehingga pengelompokan itu adalah: Kelompok atas : X

78,97, sebanyak 4 orang;

Kelompok tengah : 53,93 X 78,97, sebanyak 14 orang;

Kelompok bawah : X 53,93, sebanyak 2 orang.

Pengelompokan yang lain adalah dengan pembagian ke dalam 5 kelompok, 9

kelompok, kelompok 10 dan 11 yang prinsipnyan sama dengan pembagian dalam 3

kelompok di atas.

PUSTAKA ACUAN

Bloom, Benyamin S (1979). Taxonomy of Educational Objective. London: Longman,1979.

Bloom, Benyamin S, et al.(1985) Evaluation to Improve Learning. New York:McGraw-Hill Book Company, 1981.

Djaali. (2004). Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PPs UniversitasNegeri Jakarta

Nana Sudjana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Nana Sudjana, R. Ibrahim. 2000. Penelitian dan Penilaian Guruan. Bandung: SinarBaru.

Suherman, Erman. (1990). Penilaian Pendidikan Matematika. Bandung:Wijayakusuma

Nitko, Anthony J. Educational Assessment of Students. Ohio: Merril, 1996.

Suryabrata, Sumadi. Pengembangan Alat Ukur Psikologis, Yogyakarta: PenerbitANDI, 2000.