bab i pendahuluan -...

12
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan dini merupakan pernikahan yang di lakukan dengan umur rata-rata antara 15-19 tahun. Peningkatan ibu dengan usia muda biasanya karena dampak dari pernikahan di usia dini. Usia pernikahan yang ideal bagi perempuan adalah 21-25 tahun sementara laki-laki 25-28 tahun. Pernikahan dini bagi sebagian besar remaja berdampak pada fisik dan mental, bila di lihat dari segi fisik remaja belum kuat untuk hamil karena baik organ reproduksi yang belum matang maupun tulang panggul yang masih terlalu kecil di paksakan untuk mengandung sampai 9 bulan lamanya yang dapat membahayakan pada saat proses persalinan (Sasmita, 2008 dalam Cholipah, 2013). Pernikahan dini terjadi di pengaruhi oleh keadaan seksualitas pada usia muda dengan rasa ingin tahu mereka terhadap masalah-masalah seksual lebih tinggi, karena pada masa ini remaja berada dalam potensi seksual yang aktif karena pengaruh hormon. Deklarasi Hak Asasi Manusia di tahun 1954 secara eksplisit menentang pernikahan anak atau remaja, tetapi praktek pernikahan dini masih berlangsung di berbagai belahan dunia sehingga dapat mencerminkan bahwa perlindungan hak asasi kelompok usia muda yang tidak berjalan semestinya. Penerapan Undang-Undang sering tidak efektif dan terpatahkan oleh adat istiadat serta tradisi yang mengatur norma sosial suatu kelompok di masyarakat (Fadlyana & Larasaty 2009). Pernikahan dini di pengaruhi oleh beberapa faktor yakni keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga, tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya, selain itu beberapa faktor yang mendorong terjadinya perkawinan usia

Upload: ngodat

Post on 27-Jun-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pernikahan dini merupakan pernikahan yang di lakukan dengan umur rata-rata

antara 15-19 tahun. Peningkatan ibu dengan usia muda biasanya karena dampak dari

pernikahan di usia dini. Usia pernikahan yang ideal bagi perempuan adalah 21-25 tahun

sementara laki-laki 25-28 tahun. Pernikahan dini bagi sebagian besar remaja berdampak

pada fisik dan mental, bila di lihat dari segi fisik remaja belum kuat untuk hamil karena

baik organ reproduksi yang belum matang maupun tulang panggul yang masih terlalu

kecil di paksakan untuk mengandung sampai 9 bulan lamanya yang dapat

membahayakan pada saat proses persalinan (Sasmita, 2008 dalam Cholipah, 2013).

Pernikahan dini terjadi di pengaruhi oleh keadaan seksualitas pada usia muda

dengan rasa ingin tahu mereka terhadap masalah-masalah seksual lebih tinggi, karena

pada masa ini remaja berada dalam potensi seksual yang aktif karena pengaruh hormon.

Deklarasi Hak Asasi Manusia di tahun 1954 secara eksplisit menentang pernikahan

anak atau remaja, tetapi praktek pernikahan dini masih berlangsung di berbagai belahan

dunia sehingga dapat mencerminkan bahwa perlindungan hak asasi kelompok usia

muda yang tidak berjalan semestinya. Penerapan Undang-Undang sering tidak efektif

dan terpatahkan oleh adat istiadat serta tradisi yang mengatur norma sosial suatu

kelompok di masyarakat (Fadlyana & Larasaty 2009).

Pernikahan dini di pengaruhi oleh beberapa faktor yakni keinginan untuk

segera mendapatkan tambahan anggota keluarga, tidak adanya pengertian mengenai

akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun

keturunannya, selain itu beberapa faktor yang mendorong terjadinya perkawinan usia

2

muda yang sering dijumpai di lingkungan masyarakat kita yaitu : faktor ekonomi,

pendidikan, faktor orang tua, media massa dan adat istiadat (Alfiyah, 2010 dalam

Suparyanto, 2011). Kemiskinan merupakan salah satu faktor utama terjadinya

pernikahan dini. Jika kemiskinan sangat serius seorang gadis muda dapat dianggap

sebagai beban ekonomi keluarga, sehingga orang tua terdorong menikahkan anak

perempuan mereka di usia dini sebagai cara alternatif untuk mengurangi beban (Nasrin

dan Rahman, 2012).

Persentase angka kejadian pernikahan dini di dunia dari tahun 2010-2011

tercatat perempuan umur 20-24 tahun yang melakukan pernikahan sebelum usia 18

tahun yakni, lebih dari sepertiga (sekitar 34%) dari wanita berusia 20 sampai 24 tahun

di negara-negara berkembang yang menikah sebelum ulang tahun ke 18 mereka

sehingga hampir 67 juta perempuan dan sekitar 12% dari mereka yang menikah atau

dalam serikat sebelum usia 15. Persentase yang lebih rendah diamati di Eropa Timur

dan Asia Tengah 11%, negara-negara Arab 15% serta Asia Timur dan Pasifik masing-

masing 18%. Di Amerika Latin dan Karibia prevalensi sekitar 29% di bawah Afrika

Timur dan Tengah yang mencapai 34%. Prevalensi tertinggi di Asia Selatan seperti

Bangladesh mencapai 66%, di Afrika Barat dan Tengah serta di Niger 75% dan Chad

72% (United Nations Population Fund, 2012).

Daerah dengan prevalensi yang lebih rendah dari perkawinan pada anak di

Eropa Timur dan Asia Tengah, Asia Timur dan Pasifik, dan negara-negara Arab juga

di temukan negara-negara di mana proporsi yang relatif besar anak-anak yang sudah

menjadi pengantin, seperti dalam Republik Moldova 19%, Indonesia 22% dan Yaman

32% (United Nations Population Fund, 2012).

Angka kejadian pernikahan dini di Indonesia sendiri yakni, Kalimantan Selatan

9% sebagai provinsi dengan persentase perkawinan dini (<15 tahun) tertinggi, Jawa

3

barat 7,5%, serta Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masing-masing 7% dan

Banten 6,5%. Provinsi dengan persentase perkawinan dini (15-19 tahun) tertinggi

adalah Kalimantan Tengah 52,1%, Jawa Barat 50,2%, serta Kalimantan Selatan 48,4%,

Bangka Belitung 47,9% dan Sulawesi Tengah 46,3% (BKKBN, 2012).

Persentase menurut jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang berusia di

bawah 20 tahun yang sudah berstatus kawin pada tahun 2011 di Kabupaten Malang

yakni, kelompok usia 10-14 tahun untuk laki-laki sekitar 1% dan perempuan sekitar

0,36%, sedangkan untuk kelompok usia 15-19 tahun adalah 2,5% laki laki yang sudah

berstatus kawin, sementara untuk perempuan jumlahnya 16,8% dengan rata-rata Usia

Kawin Pertama (UKP) di Kab. Malang 18,89 tahun dan Kota malang 20,78 tahun

(BPS, Provinsi Jawa Timur: Hasil Susenas 2011 dalam Sudarsono, 2014). Angka

pernikahan dini di Kabupaten Malang Jawa Timur selama 2012 terus meningkat yang

dari awalnya 30,5% pada 2011, dan 32,49% pada 2012. (Rachman, 2013). Sementara di

daerah Ngantru Kecamatan Ngantang, usia pernikahan dini mencapai hampir 70% dari

jumlah penduduknya, kejadian ini disebabkan oleh tingkat pendidikan, kurangnya

motivasi dan budaya yang berkembang dalam desa bahwa wanita yang tidak segera

menikah di umur yang muda akan di cap sebagai perawan tua. Kedua faktor tersebut

secara signifikan dapat menyebabkan meningkatnya angka kejadian pernikahan usia

dini yakni kurang dari 20 tahun di desa Ngantru Kecamatan Ngantang.

Sebuah penelitian menyatakan bahwa 73% ibu muda dari hasil pernikahan dini

di india menunjukkan hubungan yang signifikan dengan bayi, diare, malnutrisi, berat

badan lahir rendah, dan kematian. Bayi yang lahir dengan tubuh kerdil dan berat badan

lahir rendah saja yang tetap signifikan dalam analisis. Tercatat terdapat efek pernikahan

dini ibu terhadap kesehatan anak laki-laki lebih besar dibandingkan terhadap anak

perempuan (Raj et al, 2010).Selama masa anak-anak atau remaja tubuh berada dalam

4

tahap berkembang. Jika kehamilan terjadi selama tahap ini gizi harus cukup untuk

pertumbuhan ibu selain untuk bayinya. Keadaan bayi saat lahir dapat dipengaruhi oleh

ketidakmatangan biologis, kehamilan yang tidak diinginkan, tidak memadai perawatan

perinatal, gizi ibu buruk dan stres. Kehamilan pada usia dini telah menunjukkan

hubungan dengan risiko yang lebih tinggi dari prematuritas, berat badan lahir rendah,

preeklamsia dan anemia dibandingkan dengan kehamilan saat usia dewasa (Kamini dan

Avvaru, 2014).

Ibu dengan umur di bawah 20 tahun merupakan usia yang dianggap risiko

dalam masa kehamilan. Kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun memiliki risiko

tinggi panggul dan rahim masih kecil dan alat reproduksi yang belum matang.

Hubungan seksual pertama kali pada usia muda juga meningkatkan risiko kelahiran

anak dengan berat badan lahir rendah. Kelahiran bayi BBLR tergolong tinggi pada para

ibu muda yang berusia kurang dari 20 tahun (Manuaba, 2009).

Berat bayi lahir merupakan badan bayi setelah kelahiran sampai atau kurang

dari 24 jam yang di ukur dengan timbangan tidur dan dinyatakan dalam gram. Berat

badan bayi yang normal adalah antara 3000 gr sampai 4000 gr dan bila di bawah atau

kurang dari 2500 gr termasuk ke dalam berat badan lahir rendah (Ahmad, 2012). WHO

tahun 1961 mendefinisikan semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari

2.500 gram disebut Low Birth Weight Infants (Yushananta, 2001 dalam

Kesmasunsoed, 2011). Kurva pertumbuhan intrauterin Lubchenko menunjukkan

bahwa sebagian besar bayi prematur akan dilahirkan dengan berat badan yang rendah

karena dipengaruhi oleh perkembangan beberapa organ dalam tubuh bayi yang belum

sempurna atau masalah-masalah yang terjadi selama proses kehamilan (Manuaba,

2007).

5

Penyebab utama kematian neonatal adalah bayi berat lahir rendah yang di

pengaruhi oleh beberapa hal yakni ras atau genetik, status gizi ibu kurang, usia ibu

terlalu muda atau terlalu tua, perkawinan usia muda, paritas atau urutan anak dalam

keluarga, perdarahan, kebiasaan atau gaya hidup, pendidikan ibu, status ekonomi dan

penyakit yang di derita oleh ibu (Pickett, 2008). BBLR berdasarkan usia kandungan

dibedakan dalam 2 kategori yaitu BBLR karena premature (usia kandungan kurang dari

37 minggu) atau BBLR karena Intrauterine Growth Retardation (IUGR) yaitu bayi

cukup bulan tetapi berat kurang untuk usianya. (Winkjosastro, 2007 dalam Budima,

Riyanto, Juhaeriah, dan Gina, 2010).

Berat badan lahir rendah berdasarkan beratnya dibedakan menjadi Berat Badan

Lahir Sangat Rendah (BBLSR), yaitu bila bayi yang di timbang setelah lahir berat badan

lahir kurang dari 1.500 gram, dan Berat Badan Lahir Ekstrem Rendah (BBLER), yaitu

bila bayi yang di timbang setelah lahir berat badan lahir kurang dari 1.000 gram

(Leveno, 2009). Berdasarkan kurva battaglia dan Lubchenko berat lahir bayi dapat di

bagi menjadi : 1) SMK (Sesuai Masa Kehamilan), 2) KMK (Kecil untuk Masa

Kehamilan), 3) BMK (Besar untuk Masa Kehamilan). Setiap bayi yang dengan berat

badan lahir < 2500 gr di klasifikasikan sebagai berat badan lahir rendah tanpa

memperhatikan usia (Komalasari, 2009).

Masalah yang harus dihadapi oleh bayi berat badan lahir rendah misalnya,

mereka membutuhkan oksigen tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan bayi yang

lahir dengan berat badan normal, karena pusat pernafasan belum sempurna. Bayi berat

badan lahir rendah memerlukan pemberian makanan yang khusus dengan alat penetes

obat atau pipa karena refleks menelan dan menghisap yang lemah. Kehangatan BBLR

harus diperhatikan juga, sehingga diperlukan peralatan khusus untuk memperoleh suhu

yang hampir sama dengan suhu dalam rahim. Bayi BBLR sangat membutuhkan

6

perhatian dan perawatan intensif untuk membantu mengembangkan fungsi optimum

bayi. Penanganan kasus BBLR harus dilakukan dalam ruang perawatan khusus dan

mendapatkan perawatan secara intensif (Rahayu, 2010).

Jumlah total kelahiran menurut data dari WHO menunjukkan bahwa terdapat

15,5% kelahiran dengan BBLR di dunia. Kelahiran dengan BBLR dua kali lebih banyak

di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju seperti di Asia mencapai

72%, sedangkan di Asia Selatan diperkirakan setiap tahunnya terjadi BBLR pada 15-30

juta bayi yakni sekitar lebih dari 20 % dari total bayi lahir. Di Indonesia persentase

angka kelahiran bayi yang mengalami BBLR mencapai yakni 11,1% pada tahun 2010

(Badan Litbangkes, Kemkes RI, Riskesdas, 2010).

Angka kejadian BBLR dari hasil laporan Dinas Kesehatan Kabupaten atau

Kota 2012, tercatat jumlah bayi dengan berat badan lahir rendah di Jawa Timur

mencapai 3,32% diperoleh dari persentase 19.712 bayi BBLR dari 594.461 bayi baru

lahir yang ditimbang. Angka tertinggi di Kota Madiun yakni sebesar 9,66% dan

terendah di Kabupaten Bangkalan sebesar 1,25%. Persentase angka kejadian bayi

BBLR di Kabupaten malang sendiri mencapai 3,44% relatif tinggi. BBLR merupakan

salah satu penyebab kematian neonatal, di samping kelainan bawaan dan lain-lain

(Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012). Laporan Tribulan (LB3) Kesehatan Ibu

dan Anak (Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur) tahun

2012, kematian neonatal yang disebabkan oleh BBLR mencapai 38,03% dan angka ini

merupakan angka tertinggi dibandingkan penyebab lainnya. WHO memperkirakan

sekitar 25 juta bayi BBLR lahir tiap tahun di dunia ini merupakan 17% dari total

kelahiran hidup. Hampir 95 % dari bayi BBLR ini lahir di negara berkembang dan

sebagian besar di antaranya lahir dari ibu usia remaja (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Timur, 2012).

7

Bayi dengan berat badan yang rendah merupakan masalah yang perlu mendapat

perhatian khusus karena mempunyai risiko mortalitas yang tinggi dan mungkin juga

terdapat penyakit maternal dan fetal yang menyertai. BBLR dapat mengakibatkan

dampak psikologis dan neurologis saat bayi masih hidup dan akan menjadi masalah

baru dalam lingkungan keluarganya (Manuaba, 2007). Terdapat tiga faktor yang dapat

mempengaruhi terjadinya BBLR yakni; faktor internal ibu, faktor janin dan faktor

eksternal seperti lingkungan, pendidikan, ekonomi yang dapat mempengaruhi

terjadinya BBLR (Suparyanto, 2012).

Pernikahan dini gadis muda yang tidak mempunyai pengalaman seksual dini

dengan suaminya dimana usia pengantin wanita yang muda yang secara fisik dan

seksual tidak matang dapat memberi konsekuensi kesehatan yang serius terbukti

dengan kejadian kelahiran prematur dan berat lahir rendah di seluruh dunia lebih tinggi

di antara ibu-ibu muda (Ijeoma, Joseph, dan Paul, 2013).

Pernikahan dini dengan umur istri atau calon ibu di bawah 20 tahun secara

biologi belum optimal, emosi cenderung labil dan mentalnya cenderung belum matang

sehingga mudah mengalami guncangan akibat kurangnya perhatian terhadap

pemenuhan zat-zat gizi selama hamil (Wibowo dan Basuki, 2006). Faktor lain juga tidak

kalah penting adalah faktor janin seperti kelainan genetik dan juga faktor eksternal

seperti tingkat sosial ekonomi rendah yang di pengaruhi dengan pekerjaan, status gizi

buruk dan kurangnya pendidikan yang dapat berkontribusi terhadap sejumlah besar

BBLR (Thomre, Borle, Naik dan Rajderkar, 2012).

Faktor fisik ibu yang melakukan pernikahan dini cenderung memiliki tubuh

kecil karena umur yang juga masih remaja dapat menyebabkan bayi yang lahir

mempunyai badan yang kecil karena hasil kompensasi badan ibu yang kecil dan jalan

lahir yang juga sempit. Besar bayi harus menyesuaikan ukuran badan dan sudah di

8

pastikan bayi harus lahir dengan cara seksio sesarea. Penurunan BB saat ibu hamil dapat

menyebabkan bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK), selain itu gaya hidup sosial ibu

juga berakibat KMK. Ibu hamil dengan gaya hidup ketergantungan rokok, alkohol dan

obat-obatan setiap hari dapat menimbulkan gangguan sirkulasi retro-plasenter dan

cenderung terjadi KMK (Leveno, 2009).

Pernikahan dini dan kehamilan di usia dini juga memunculkan masalah

psikososial yang berdampak negatif terhadap masalah sosial dalam jangka panjang. Ibu

yang mengandung di usia dini akan mengalami trauma yang berkepanjangan, selain itu

juga akan mengalami krisis percaya diri. Depresi pada saat berlangsungnya kehamilan

berisiko terhadap kejadian keguguran, berat badan lahir dan lainnya. Pernikahan dini

sering kita jumpai pada kalangan keluarga miskin, meskipun terjadi pula di kalangan

keluarga ekonomi atas dan tentunya dapat menyebabkan kualitas dan derajat kesehatan

dan kesejahteraan di suatu negara tersebut menjadi rendah baik pada anak-anak

maupun keluarga dan lingkungannya (Fadlyana & Larasaty, 2009).

Berdasarkan hasil fenomena tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Pernikahan Usia Dini Dengan Berat

Badan Lahir Bayi Di Desa Ngantru Kec. Ngantang”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat di rumuskan masalah

penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan antara pernikahan dini dengan berat

badan lahir bayi?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan pernikahan usia dini dengan berat badan lahir bayi.

9

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik responden dengan kejadian pernikahan usia dini

di Desa Ngantru Kec. Ngantang.

2. Mengidentifikasi kejadian pernikahan usia dini di Desa Ngantru Kec.

Ngantang.

3. Mengidentifikasi berat badan lahir bayi di Desa Ngantru Kec. Ngantang.

4. Mengidentifikasi hubungan pernikahan usia dini dengan berat badan lahir bayi

di Desa Ngantru Kec. Ngantang.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi, pengetahuan dan

wawasan tentang pernikahan dini beserta masalah yang meliputi, serta faktor-

faktor yang mempengaruhi berat badan lahir bagi para pasangan muda, calon

ibu, keluarga, masyarakat sekitar tempat penelitian.

2. Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui pengaruh pernikahan dini dengan

berat badan lahir bayi.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat memberikan informasi, pengetahuan dan wawasan tentang

pernikahan dini dan masalah yang meliputi serta faktor yang mendorong

terjadinya pernikahan dini.

4. Bagi Institusi Kesehatan

Penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengedukasi para tenaga kesehatan

tentang faktor yang mempengaruhi berat badan lahir bayi di masyarakat sekitar

area sekitar institusi kesehatan sehingga dapat mencegah timbulnya masalah yang

10

tidak di inginkan dan di harapkan juga dapat meningkatkan perhatian dan

pelayanan kepada ibu hamil atau pasangan muda.

1.5 Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengetahuan peneliti penelitian ini belum pernah di lakukan akan

tetapi sudah ada penelitian terkait tentang pernikahan dini beserta macam

dampak yang di timbulkan seperti :

1. Nawangsari (2010) “Nikah Dini Dan Kesehatan Alat Reproduksi Wanita

(Rahim) Perspektif Hukum Islam”. Metode yang digunakan untuk

memperoleh data dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field

research) dengan pendekatan normatif. Penelitian lapangan digunakan

untuk menghimpun informasi yang dilakukan dengan wawancara

mendalam terhadap sejumlah responden dari beberapa masyarakat, beserta

observasi lapangan untuk mengamati secara langsung penyebab terjadinya

pernikahan di bawah umur. Hasil dari penelitian ini adalah faktor-faktor

yang menyebabkan masyarakat melestarikan pernikahan di bawah umur

adalah faktor tradisi (adat istiadat), faktor ekonomi, faktor rendahnya

tingkat pendidikan, faktor perjodohan, dan faktor pergaulan bebas.

Perbedaan pada penelitian ini adalah metode yang digunakan variabel

dependen.

2. Malehah (2010) “Dampak Psikologis Pernikahan Dini Dan Solusinya

Dalam Perspektif Bimbingan Konseling Islam”. Dalam penelitian ini,

menggunakan metode kualitatif yang berguna untuk memberikan fakta dan

data mengenai dampak psikologis pernikahan dini dan solusinya di Desa

Depok Kecamatan Kalibawang Kabupaten Wonosobo. hasil penelitian ini

ditemukan pernikahan dini di Desa Depok di latarbelakangi oleh kebiasaan

11

atau budaya masyarakat yang tidak dapat di rubah sehingga turun-temurun

ke generasi berikutnya. Pernikahan dini tersebut banyak berdampak pada

pelaku, di antaranya cemas dan stress. Perbedaan pada penelitian ini yaitu

metode yang di gunakan, variabel independen dan hasil yang ingin di capai.

3. Ahmad (2011) “Dampak Sosial Pernikahan usia Dini Studi Kasus Di Desa

Gunung Sindur – Bogor”. Metode yang dilakukan digunakan dalam

penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Jenis penelitian yang dilakukan

adalah field research yaitu penelitian langsung yang dilakukan di desa

Gunung sindur. Data yang didapatkan penulis peroleh dari hasil observasi

dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan masyarakat di gunung sindur

Menikah adalah ibadah, itu berarti segala hal yang dilakukan dalam kerangka

pernikahan bernilai ibadah dan mendapat pahala yang besar. Sebagai pelaku

pernikahan usia dini, masyarakat memahami pernikahan sebagai tanda

sahnya hubungan antara laki-laki dan perempuan sebagai pasangan suami

istri.. Perbedaan pada penelitian ini terletak pada jenis penelitiannya, uji

sampel dan variabel.

4. Supriyanti (2013) “Pengaruh Perkawinan Dini Terhadap Perilaku Pasangan

Suami Istri Di Desa Pepe Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan”.

Metode yang digunakan ini adalah deskriptif kualitatif, dengan indikator:

pengertian perkawinan Dini. Perilaku Tentang Perkawinan. Hak dan

kewajiban Suami Istri. Sumber Data yang digunakan sumber data primer

dan sumber data sekunder. Metode pengumpulan data menggunakan :

metode dokumentasi, Observasi dan metode wawancara. Kesimpulan dari

hasil penelitian ini Relasi tanggung jawab baru yaitu suami maupun istri

memiliki tanggung jawab masing-masing yang harus dilaksanakan dengan

12

sebaik-baiknya. Mempunyai arah dan tujuan baru karena itu, suami dan istri

perlu sehati dalam arah dan tujuan perkawinan dengan memfokuskan

pernikahan mereka agar tetap langgeng. Setelah itu harus mempunyai

program bersama dan perubahan jadwal. Perbedaan pada penelitian ini

terletak pada jenis uji sampel dan variabel dependen.

5. Hayati (2010) “Hubungan Pertambahan Berat Badan Ibu Saat Hamil

dengan Berat Bayi Lahir di Praktik Bidan Sumiariani, AMKeb Kecamatan

Medan Johor”. Jenis penelitian ini adalah bersifat analitik dengan

pendekatan seksional silang (cross sectional) retrospektif. Alat yang

digunakan berupa rekam medis pasien dan data diolah dengan statistik uji

chi square dan Convidence Interval. Hasil penelitian ini didapati bahwa ada

hubungan antara pertambahan berat badan ibu saat hamil dengan berat bayi

lahir. Perbedaan penelitian ini terletak pada variabel independen dan alat

ukur yang di gunakan serta hasil yang dicapai.

6. Layova (2012) “Pengaruh Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Selama Kehamilan Terhadap Berat Badan Bayi lahir di Ruang Cut Nya’ Dien

RSUD Kanjuruan Kepanjen”. Desain penelitian ini adalah Cross Sectional

dan teknik samplingnya menggunakan total sampling. Hasil penelitian ini di

temukan bahwa tidak ada pengaruh kekerasan dalam rumah tangga selama

kehamilan terhadap berat badan bayi lahir di ruang Cut Nya’ Dien RSUD

kanjuruhan kepanjen.