bab i pendahuluan latar belakang masalahrepository.upi.edu/1952/4/s_por_0908091_chapter1.pdf ·...
TRANSCRIPT
1
Agus Rijalulloh , 2013 Pengaruh Model Pembelajaran Game For Understanding (TGFU) Pada Pembelajaran Dodgeball Terhadap Keterampilan Lempar Tangkap Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fungsi dan peran utama pendidikan jasmani pada jenjang pendidikan
sekolah dasar, selain sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional. Secara khusus pendidikan jasmani menyumbang pendidikan melalui
media gerak, hal ini seperti apa yang dikatakan Pangrazi (1992:1) : ” Pendidikan
jasmani merupakan pendidikan melalui dan tentang gerak.”
Pendidikan jasmani (penjas) sebagai bagian integral dari proses
pendidikan secara keseluruhan. Penjas di sekolah mempunyai peran unik di
banding bidang studi lainnya, karena melalui penjas selain dapat digunakan untuk
pengembangan aspek fisik dan psikomotor, juga ikut berperan dalam
pengembangan aspek kognitif dan afektif secara serasi dan seimbang.
Menurut Melograno (1996: 31) dan AAHPERD (1999: 76) :
Penjas adalah suatu proses pendidikan yang unik dan paling sempurna
dibanding bidang studi lainnya, karena melalui pendidikan jasmani
seorang guru dapat mengembangkan kemampuan setiap peserta didik tidak
hanya pada aspek fisik dan psikomotor semata, tetapi dapat dikembangkan
pula aspek kognitif, afektif dan sosial secara bersama-sama.
Dari laporan hasil diskusi kajian kurikulum pendidikan dasar oleh Badan
Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum tahun 2008 menjelaskan Hakikat
kebutuhan anak usia Sekolah Dasar sesuai dengan prinsip Developmentally
Appropriate Parctice (DAP) bahwa : “Anak usia SD membutuhkan 5 hal yang
perlu di stimulasi oleh pendidik di SD, meliputi: Pengembangan Knowledge,
Pengembangan Speech, Pengembangan Emosi, Pengembangan Life Skill, dan
Pengembangan Gerak/Motorik.”
2
Agus Rijalulloh , 2013 Pengaruh Model Pembelajaran Game For Understanding (TGFU) Pada Pembelajaran Dodgeball Terhadap Keterampilan Lempar Tangkap Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pendidikan jasmani di sekolah meskipun telah diakui perannya dalam
pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia yang sempurna oleh pakar
pendidikan di manapun berada, termasuk di Indonesia. Namun dalam kenyataan
di lapangan, penjas di Indonesia belum mampu berbuat banyak dalam ikut
menciptakan manusia yang handal dari segi fisik maupun nonfisik. Fenomena ini
terjadi karena dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait, diantaranya:
Pertama, kebijakan pemerintah mengenai kurikulum penjas di sekolah
yang harus diberlakukan tidak sepadan dengan tujuan yang akan dicapai. Hal ini
ditandai oleh:
1) Perubahan nama bidang, namun tidak diikuti isi program yang harus diajarkan,
2) Tidak diperhitungkan dalam menentukan kenaikan kelas,
3) Pengurangan jam pelajaran pada sekolah menengah umum atau hanya
dijadikan sebagai bidang studi pilihan,
4) Penilaian hasil belajar tidak melibatkan aspek kognitif,
5) Tidak tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, dan
6) Kurangnya dukungan yang positif dari pihakpihak yang terkait, misalnya
kepsek, guru bidang studi lain, dan orang tua siswa.
Kedua, kondisi yang terkait langsung di lapangan, diantaranya adalah :
1) Terbatasnya kemampuan guru penjas dan sumber-sumber yang digunakan
untuk mendukung proses pembelajaran,
2) Sistem penilaian kinerja guru dalam rangka kenaikan pangkat tidak dilakukan
oleh orang yang mampu di bidangnya, sehingga tidak memacu guru untuk terus
mengembangkan karier profesional,
3) Jumlah guru bidang studi di sekolah relatif masih kurang, terutama pada
sekolah dasar,
4) Model praktek pembelajaran penjas yang dikerjakan oleh guru mulai dari TK
sampai perguruan tinggi cenderung masih bersifat tradisional dan terpusat pada
guru,
5) Guru penjas pada umumnya pasif dalam mengantisipasi pengembangan
profesinya dan
3
Agus Rijalulloh , 2013 Pengaruh Model Pembelajaran Game For Understanding (TGFU) Pada Pembelajaran Dodgeball Terhadap Keterampilan Lempar Tangkap Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6) Kurangnya dukungan dari kepala sekolah maupun guru bidang studi lain.
Dengan adanya berbagai kendala tersebut, akibat secara langsung yang
dapat kita lihat dari hasil pendidikan jasmani adalah:
1) Makin menurunnya tingkat kebugaran jasmani siswa. Hasil penelitian
secara nasional menunjukkan bahwa pelajar usia 16-19 tahun 45,9%
memiliki tingkat kebugaran jasmani kurang atau kurang sekali, pelajar 13-
15 tahun 37% memiliki tingkat kebugaran jasmani kurang atau kurang
sekali. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan juga bahwa tidak satu
persen pun pelajar usia 13 – 19 tahun berkategori baik sekali, hanya 11%
pelajar usia 16-19 tahun dan 14,8% pelajar usia 13- 15 tahun berkategori
baik (Kantor Menpora, 1997),
2) Tingkat kebrutalan remaja makin meningkat, dan
3) Kemampuan berkompetensi dengan negara lain baik dibidang olahraga
maupun bidang nasional lain makin menurun.
Menurut Golleman (1995: 73) : “Dalam kehidupan seseorang, IQ ternyata
hanya memberikan sumbangan sebesar 20% terhadap kesuksesan seseorang,
sedangkan yang 80% tentunya masih ditentukan faktor lain.” Oleh karena itu,
menurut Gardner (2003: 65) :
Intelegensi harus dipahami sebagai serangkaian kemampuan, bakat dan
keterampilan yang dimiliki seseorang, termasuk di dalamnya kemampuan
gerak (bodily-kinesthetic intelligence). Intelegensi ini mencakup tiga
kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh para atlet, penari, atau
pemburu dalam mengaktualisasikan kemampuan mereka masing-masing
yang tidak mudah begitu saja ditiru oleh orang lain.
Penguasaan keterampilan gerak dasar ini penting untuk dikuasai oleh anak
agar dia bisa mengikuti tugas gerak selanjutnya yang semakin kompleks. Ketika
anak menguasai gerak dasar yang beragam dengan baik maka analoginya akan
memiliki modal untuk bergerak lebih banyak.
Kesimpulan peneliti pada akhirnya pasti ada sesuatu yang salah berkaitan
dengan proses pembelajaran pendidikan jasmani. Beberapa kecurigaan peneliti
tentang kesalahan itu dimungkinkan adalah beberapa hal berikut:
1. Permasalahan klasik, kurangnya sarana dan prasarana
4
Agus Rijalulloh , 2013 Pengaruh Model Pembelajaran Game For Understanding (TGFU) Pada Pembelajaran Dodgeball Terhadap Keterampilan Lempar Tangkap Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Permasalahan kurangnya waktu pendidikan jasmani yang hanya 1 kali
seminggu.
3. Pembelajaran masih sistem pendekatan teknis.
4. Penilaian evaluasi yang masih menuntut skill kecabangan.
5. Kurang menariknya pembelajaran pendidikan jasmani.
6. Kurang terkuasai modal keterampilan gerak dasar ataupun teknik dasar.
7. Tersingkirnya nilai pentingnya pendidikan jasmani di mata pendidik.
Beberapa permasalahan ini harus mendapat perhatian dan solusi. Dalam
penelitian ini disoroti tentang penguasaan motorik dasar sebagai pondasi untuk
melaksanakan kegiatan olahraga. Menurut Anita Harrow (1972; dalam Agus
Mahendra, 2007: 47) Pembagian gerakan manusia menurut teori taksonomi belajar
gerak adalah sebagai berikut:
1) Refleks Bersyarat adalah gerakan refleks yang terjadi karena suatu latihan.
Contoh gerakannya adalah keterampilan menangkis pukulan yang
dilakukan atlet karate.
2) Refleks Tak Bersyarat adalah gerakan refleks yang terjadi secara otomatis
tanpa melalui proses latihan. Contoh gerakanya adalah mata akan berkedip
ketika ada suatu benda menuju ke arahnya.
3) Gerakan-gerakan Dasar Fundamental
4) Gerakan dasar fundamental adalah gerakan-gerakan dasar yang
berkembang sejalan dengan proses pertumbuhan dan tubuh dan tingkat
kematangan anak-anak. Gerakan Dasar fundamental diklasifikasi menjadi
tiga jenis yaitu: a. Gerakan lokomotor. b. Gerakan nonlokomotor. c.
Gerakan manipulatif adalah gerakan yang mempermainkan obyek
tertentu sebagai medianya, jenis gerakan dibagi menjadi:
a) Gerakan prehension, yaitu kombinasi dari beberapa refleks dan
koordinasi dengan kemampuan pengamatan.
b) Gerakan deksterilas, yaitu kemampuan tangan dan jari-jari seperti
menyusun dadu, menggambar, dan mempermainkan bola.
Sesuai dengan hal tersebut maka harus ada penekanan dalam setiap
tingkatan yang dilalui siswa dalam hal isi pelajaran yang harus terkuasai. Agar isi
pelajaran terkuasai maka dibutuhkan cara yang cocok untuk menyampaikan
kepada siswa. Sudah menjadi tradisi guru pendidikan jasmani, cara penyampaian
secara langsung atau direct masih merupakan senjata utama dalam pendidikan
jasmani.
5
Agus Rijalulloh , 2013 Pengaruh Model Pembelajaran Game For Understanding (TGFU) Pada Pembelajaran Dodgeball Terhadap Keterampilan Lempar Tangkap Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Model pembelajaran yang selama ini menjadi panutan sebagian besar guru
yang mengajar pendidikan jasmani dan kesehatan sangat perlu untuk diperbaharui.
Pembaharuan model pembelajaran ini dimaksud untuk lebih meningkatkan serta
menghasilkan mutu pendidikan jasmani dan kesehatan yang lebih oftimal. Untuk
mewujudkan tujuan pembelajaran tersebut, diperlukan pendekatan-pendekatan
pembelajaran yang tepat. Sehubungan dengan hal itu telah banyak bermunculan
model pembelajaran dalam pendidikan jasmani.
Menurut Metzler (2000: 159 – 365) terdapat tujuh model pembelajaran
pendidikan jasmani, model-model tersebut adalah: “(1) Direct Instruction Model,
(2) Personalized System for Instruction, (3) Cooperatif Learning Model, (4) The
Sport Education Model, (5) Peer Theaching Model, (6) Inquiri Teaching Model,
dan (7) The Tactical Games Models.”
Pemilihan model pembelajaran ini sangat menentukan tingkat ketercapaian
dari tujuan pembelajaran itu sendiri. Oleh karena itu guru dituntut kreativitasnya
dalam merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran dengan strategi
pembelajaran yang tepat disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat
perkembangan siswa.
Model pembelajaran dengan pendekatan permainan memang telah melekat
dalam praktek pendidikan jasmani di Indonesia. Hal ini mungkin sebabkan karena
Indonesia memiliki inventarisasi permainan tradisional yang sangat melimpah.
Namun konseptualisasi metode permainan sulit ditemui dalam literatur permainan
tradisional Indonesia.
“Proses pembelajaran permainan yang sering terjadi di sekolah adalah
mengkombinasikan proses pembelajaran keterampilan teknik dengan proses
pembelajaran bermain secara terpisah.” (Amirullah, 2007: 46).
“Di samping itu, masih terdapat ketidakseimbangan antara proses
pembelajaran yang menekankan pada penguasaan keterampilan teknik dengan
proses pembelajaran yang menekankan pada usaha untuk meningkatkan
penampilan bermain.” (Subroto, 2001: 2).
6
Agus Rijalulloh , 2013 Pengaruh Model Pembelajaran Game For Understanding (TGFU) Pada Pembelajaran Dodgeball Terhadap Keterampilan Lempar Tangkap Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Hal serupa dikemukakan Thorpe dan Bunker (Metzler, 2000: 179) yang
melihat banyaknya pengajaran permainan lebih banyak pada pengembangan
teknik.
Mereka mengamati bahwa di sekolah pendidikan jasmani,
pengembangan teknik mendapatkan porsi yang lebih banyak dalam
seluruh kegiatan pembelajarannya dan hanya sedikit dalam
mengaktualisasikan bermain dalam permainan. Oleh sebab itu, sebuah
pendekatan yang dapat memadukan atau mengkombinasikan pendekatan
keterampilan teknik dengan pemahaman bermain (kesadaran taktik) secara
bersamaan, sangat diperlukan dalam proses pembelajaran pendidikan
jasmani.
Holt , et al. (2002:163) menyatakan bahwa :
Model Pembelajaran Teaching Game for Understanding (TGfU) yang terangkum
dalam model pembelajaran permainan taktikal dalam pengajaran pendidikan jasmani
mengusulkan bahwa taktik pemainan untuk dapat dimengerti sebagai
pengenalan pertama, siswa harus mengetahui kenapa dan kapan
keterampilan itu diperlukan dalam konteks permainan, pelaksanaan teknis
dalam keterampilan permainan itu ditampilkan. Munculnya model
pembelajaran TGFU ini sebagai reaksi atas keprihatinan bahwa anak-anak
berada di sekolah dengan:
(1) kurang memperhatikan penampilannya,
(2) mengetahui sangat sedikit tentang permainan,
(3) sebagian yang mencapai daya tahan,
(4) tergantung pada pelatih dan guru, dan
(5) kurangnya pengembangan pada pemahaman sebagai penonton
dan pengetahuan administrasi
Untuk itu perlu adanya pembaharuan dalam sistem pengajaran di semua
jenjang sekolah karena kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Hal ini salah
satunya ditandai dengan tingkat penguasaan keterampilan gerak dasar yang belum
terkuasai dengan benar oleh siswa-siswa khususnya pada jenjang Sekolah Dasar.
Hasil observasi langsung serta pengalaman penulis sebagai praktisi pendidikan,
pada saat melaksanakan tugas pertama mengajar disalahsatu sekolah dasar
kondisinya cukup memprihatinkan dengan keterampilan gerak dasar yang
dikuasai siswa-siswanya. ketika materi pembelajaran permainan dengan bola kecil
(kasti) diberikan pada siswa kelas V dari jumlah siswa dalam satu kelas 40 (20
putra- putri 20) dapat disimpulkan hanya 60 % siswa yang mampu menampilkan
7
Agus Rijalulloh , 2013 Pengaruh Model Pembelajaran Game For Understanding (TGFU) Pada Pembelajaran Dodgeball Terhadap Keterampilan Lempar Tangkap Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sikap lari dengan baik, 20 % yang mampu efektif melempar bola, 15 % yang
mampu efektif menangkap bola, dan 5 % yang efektif dalam lempar & tangkap.
Pengembangan kemampuan gerak dasar merupakan dasar bagi
pengembangan gerak anak. Berbagai macam pengalaman gerak memberikan
mereka kekayaan informasi yang mendasari persepsi mereka tentang diri mereka
sendiri dan dunia mereka.
Menurut para David L.Gallahue (1982: 23):
Kematangan gerak yang efisien tidak dengan sendirinya terjadi. Agar
kematangan itu terjadi, maka dibutuhkan pengalaman yang bermakna.
Kemampuan gerak dasar dan kematangan gerak ditentukan oleh
banyaknya kesempatan yang diberikan pada anak untuk melakukan
sebanyak mungkin pengalaman. Oleh karena itu program pengajaran
pendidikan jasmani yang diselenggarakan di sekolah dasar hendaknya
dapat mengembangkan berbagai bentuk keterampilan gerak dasar agar
dapat berkembang secara baik.
Gerak dasar yang perlu dikuasai yaitu jalan, lari, lompat dan lempar.
Menurut Syarifuddin dan Muhadi (1992: 24) : “Pada dasarya gerak dasar manusia
adalah jalan, lari, lompat dan lempar.Bentuk gerakan dasar tersebut harus dimiliki
oleh murid-murid sekolah dasar.” Oleh karena itu penting untuk dikaji bagaimana
cara menanamkan dan mengembangkan bentuk-bentuk rangsangan untuk
peningkatan kemampuan gerak dasar yang telah dimilikinya itu, agar dapat
dilakukan dengan baik dan benar.
Benelli et al. (1995: 217) mengemukakan bahwa:
Since early childhood teachers often think that a child's motor skills
will develop on their own, they do not plan for motor skill development.
The importance of motor skill development is examined, and specific
guidelines for adults working with 3-, 4- and 5-year-old children are
recommended.
Dalam terjemahan bebas dapat diartikan bahwa perkembagan motor skill
anak menurut orang dewasa akan berkembang sesuai dengan perkembangannya
dan mereka (orang dewasa) tidak memiliki rencana yang khusus untuk
perkembangan gerak. Hal yang peting dari perkembangan gerak ini adalah
meneliti dan memberikan arahan untuk anak yang berumur 3 sampai 5 tahun.
Poest, et al. (1989; dalam Benelli et al. 1995: 219) mengemukakan bahwa:
8
Agus Rijalulloh , 2013 Pengaruh Model Pembelajaran Game For Understanding (TGFU) Pada Pembelajaran Dodgeball Terhadap Keterampilan Lempar Tangkap Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Failure to achieve fundamental motor skills can have long-term
negative effects on children, as the lack of these skills may prevent
children from joining in group games and other sports throughout the
school years and into adulthood
Kegagalan dalam keterampilan gerak dasar dapat berakibat negative pada
anak dalam jangka panjang, keterbatasan dalam keterampilan ini menyebabkan
anak tidak bergabung dalam kelompok-kelompok bermain dan olahraga di
sekolah.
Gabbard, C. (1988: 69) “Children from ages 2 through 6 or 7 frequently
engage in fundamental movement activities such as running, jumping, throwing
and catching.” Anak dari usia 2 sampai dengan 7 tahun seharusnya telah
menguasai beberapa aktivitas seperti berlari, melompat, melempar dan
menangkap. keterampilan gerak dasar yang harus sudah dikuasai oleh anak usia 2-
7 tahun. Jika kurang terkuasai maka anak dicurigai akan cenderung tidak
berpartisipasi dalam aktivitas yang membutuhkan keterampilan tersebut.
Salah satu gerak dasar yang penting untuk dikuasai adalah keterampilan
lempar tangkap. Keterampilan ini sangat dibutuhkan dalam berbagai permainan
olahraga. Keterampilan lempar tangkap dapat diajarkan melalui kegiatan belajar
mengajar pendidikan jasmani dan olahraga atau permainan bola besar dan bola
kecil diantaranya bola basket, bola tangan, soff ball dan kasti.
Sebuah penelitian yang berjudul The Association Between Motor Skill
Competence and Physical Fitness in Young Adults yang dilakukan oleh Stodden
et al. (2009: 223). Memberikan gambaran sebagai berikut: kemampuan
menendang,melompat dan melempar. “Diperoleh hasil for jumping (74%),
kicking (58 %), and throwing (59%) predicted 79% of the variance in overall
fitness.” Dan disimpulkan:” These data represent the strongest to date on the
relationship between motor skill competence and physical fitness. “
Dikatakan bahwa keterampilan jumping menyumbang 74% menendang
58% dan melempar 59% terhadap kebugaran. Dari penelitian diatas, maka dapat
dikatakan bahwa kemampuan melempar memiliki posisi yang penting untuk
meningkatkan kebugaran jasmani siswa. Dengan analogi bahwa siswa memiliki
9
Agus Rijalulloh , 2013 Pengaruh Model Pembelajaran Game For Understanding (TGFU) Pada Pembelajaran Dodgeball Terhadap Keterampilan Lempar Tangkap Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
keterampilan lempar tangkap yang baik akan semakin diterima oleh teman
sebayanya dalam bermain atau semakin percaya diri untuk bermain.
Roberton dan Mary Ann (2001: 11) melakukan penelitian berjudul
Predicting children's overarm throw ball velocities from their developmental
levels in throwing. Penelitian ini menganalisis perkembangan kemampuan
kecepatan melempar dari anak usia 6 – 13 tahun dengan menggunakan sampel 17
putri dan 22 putra. Instrument penelitian menggunakan instrumen yang disusun
oleh (Roberton & Halverson, 1984) terdiri dari lima komponen yaitu; humeri,
forearm, trunk, stepping and stride length. Hasil penelitian menunjukkan
peningkatan kecepatan melempar antara 69-85% per tahun.
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan
melempar pada dasarnya mengalami peningkatan dalam setiap tahunnya. Namun
dalam peneltian ini tidak disebutkan apakah selama beberapa kurun waktu
penelitian dilihat keterlibatan anak dalam aktivitas olahraga atau yang lain yang
mungkin mempengaruhi. Masih ada pertanyaan apakah peningkatan ini sebagai
efek dari kegiatan harian yang biasa atau karena keikutsertaan dalam aktivitas
tertentu atau sebagai pengaruh dari pertumbuhan struktur tubuh yang semakin
matang.
Davids et al. (Mar 2000: 3) meneliti kendala yang mempengaruhi
kemampuan menangkap. Secara tradisional kemampuan anak dalam menangkap
ditentukan oleh kematangan dalam mengolah informasi dan persefsinya, anak usia
4 – 10 tahun ada yang melempar menggunakan satu atau dua tangan, hal tersebut
mengindikasikan tingkat kematangan dan keterampilan anak tersebut. Dikatakan
terampil dan matang kemampuannya dalam menangkap ditandai dengan penilaian
visual yang cepat dan akurat dalam membaca objek dan merencanakan gerakan
untuk memotong atau menangkap dengan jari sebelum objek mendekat ke tubuh.
Peper et al. (1994: 69) dalam artikelnya sebagai berikut:
This is an important observation, because successful catching involves
not only placing the hand(s) in the right place at the right time but also
coordinating the many degrees of freedom of the movement system as the
performer strives to maintain adequate postural orientation during
interception.
10
Agus Rijalulloh , 2013 Pengaruh Model Pembelajaran Game For Understanding (TGFU) Pada Pembelajaran Dodgeball Terhadap Keterampilan Lempar Tangkap Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sebuah pengamatan yang penting, bahwa keberhasilan dalam menangkap
melibatkan bukan saja penempatan kedua tangan pada tempat dan waktu yang
benar tetapi juga koordinasi dari beberapa system gerak untuk mempertahankan
posisi tubuh selama menunggu.
Lebih lanjut Muchisky, Gershkoff-Cole, Cole & Thelen, (1996: 73)
menjelaskan:
With respect to understanding catching behavior in children, a major
implication of the dynamic systems approach to movement coordination
and control is that the constraints on the developing movement system are
many and cannot be isolated to unique influences, such as perceptual skill.
Untuk memahami anak berperilaku dalam gerakan menangkap, salah satu
implikasi dari pendakatan sistem dinamis untuk mengkoordinasikan pengontrolan
gerak ada banyak kendala pada system gerakan yang berkembang dan harus
dilihat secara keseluruhan, seperti keahlian mempersepsikan sesuatu.
Artikel ini mengidinkasikan bahwa kemampuan menangkap merupakan
kemampuan yang tidak mudah dan melibatkan beberpa system dalam tubuh
diantaranya visual system, dan system gerak. Visual system menghasilkan
keputusan apa yang harus dilakukan dan motor system menghasilkan koordinasi
antara posture, koordinasi mata tangan yang pada akhirnya menangkap sebagai
hasil akhir gerakan.
Dari beberapa artikel terkait mengindikasikan bahwa keterampilan
melempar dan menangkap adalah dua diantara beberapa keterampilan gerak dasar
anak. Keterampilan ini merupakan dasar dari kemampuan yang harus dimiliki
anak sebagai bekal anak untuk mempelajari gerakan yang lebih kompleks serta
permainan dalam cabang–cabang olahraga selanjutnya.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, kemampuan lempar tangkap masih
sangat lemah/kurang terkuasai. Padahal menurut penelitian Stodden et al.,
(2009:71) melempar memiliki sumbangan 59% terhadap kebugaran. Serta
kemampuan menangkap sangat ditentukan oleh pengalaman gerak. “Gerakan
menangkap membutuhkan tingkat keterampilan yang kompleks karena tidak
mudah dan melibatkan beberpa system dalam tubuh diantaranya visual system,
dan system gerak.” (Peper et al. (1994: 69)
11
Agus Rijalulloh , 2013 Pengaruh Model Pembelajaran Game For Understanding (TGFU) Pada Pembelajaran Dodgeball Terhadap Keterampilan Lempar Tangkap Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pada tingkat pendidikan sekolah dasar, Pendidikan Jasmani (Penjas) dapat
dijadikan media untuk mentransper dan membentuk kemampuan dasar anak
dalam keterampilan jalan, lari, lempar dan lompat, sebagai bekal anak dalam
mengikuti permainan dan olahraga yang sebenarnya. Lutan (2001: 21)
menyatakan bahwa:
Kemampuan gerak dasar dapat diterapkan dalam aneka permainan,
olahraga, dan aktivitas jasmani yang dilakukan dalam kehidupan sehari-
hari.Melalui aktivitas bermain, sangatlah tepat untuk mengembangkan
keterampilan gerak dasar anak di sekolah dasar, karena padadasarya dunia
anak-anak adalah bermain.
Salah satu bentuk permainan yang dapat menunjang bagi peningkatan
kemampuan lempar tangkap anak adalah permainan dodgeball. Permainan ini
sangat membantu anak untuk meningkatkan akurasi lemparan, melatih gerak
refleks untuk menghindar dan menangkap serangan lawan serta berbalik
menyerang. Vail dan Kathleen (2001: 62) mengatakan:
Dodgeball is a game which involves throwing balls at the opposition as
hard as possible. The game was initiated by „popular demand‟ when the
PE teacher asked the class what they wanted to do, numerous boys
demanded the game. The result was that 12 pupils declined to play (8 girls
and 4 boys).
Permainan ini adalah permainan dengan melibatkan melempar bola ke
lawan dengan keras. Permainan ini biasanya diminta dalam pelajaran pendidikan
jasmani dan disukai oleh siswa putra. Yang menjadi kontroversial adalah ada
beberapa anak yang kurang suka sehingga ada yang mengundurkan diri. Melihat
dari cara bermainnya permainan ini akan lebih aman jika dimainkan dalam
kelompok putra saja atau putri saja dengan peraturan yang lebih aman.
Selanjutnya Vail dan Kathleen (2001: 63) menjelaskan bahwa:
But fans of the game-and that includes some physical education
teachers-say children learn a great deal from dodgeball. It teaches catching,
running, throwing, and, of course, dodging. Far from dreading the game,
proponents say, most kids love to play it.
12
Agus Rijalulloh , 2013 Pengaruh Model Pembelajaran Game For Understanding (TGFU) Pada Pembelajaran Dodgeball Terhadap Keterampilan Lempar Tangkap Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Game ini adalah permainan yang menyenangkan dan memasukkan
beberapa unsur pendidikan gerak dan mengajarkan kepada anak-guru untuk
belajar sesuatu yang besar dari dodgeball. Dalam dodgeball itu diajarkan
menangkap, melempar, berlari, melempar dan tentu saja menghindar. Jauh dari
rasa takut, dan banyak anak menyukai permainan ini. Lebih lanjut Vail dan
Kathleen (2001: 66) menyatakan:
This is very good for encouraging team co-operation as in most of
these games the person throwing the ball is not able to move and if they
delay, those avoiding being tagged have moved well out of the way, so the
aim of the game is to throw to another team member who is closest to
players trying not to get tagged... that is keep the ball moving around!
Dalam terjemahan bebas dapat diartikan bahwa permainan ini dapat
meningkatkan kerjasama sepeti hal game lainnya, seseorang melempar bola dan
dapat berpindah atau tanpa berpindah, berusaha agar tidak terkena bola agar tidak
keluar dari permainan, sehingga tujuan dari permainan ini adalah untuk
melemparkan bola ke anggota team lain dan mencoba agar tidak terkena lemparan
dan menjaga agar bola tetap selalu bergerak.
Berdasarkan pada pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa permainan ini
merupakan permainan yang menarik dan menantang bagi anak-anak. Hal yang
perlu diperhatikan adalah perlunya dimodifikasi permainan agar aman untuk
dilakukan bagi anak sekolah dasar sehingga diperlukan peraturan dan peralatan
yang lebih menjaga keselamatan siswa. Permainan ini merupakan salah satu
permainan yang dapat dipergunakan untuk membelajarkan melempar, menangkap,
melompat, meloncat. Dengan bermain dodgeball ini, diharapkan siswa dapat
belajar sekaligus bermain.
Sesuai dengan pemaparan di atas, maka dalam penelitian ini, jenis
permainan yang akan dipergunakan untuk mengatasi permasalahan keterampilan
gerak dasar tersebut adalah permainan dodgeball dengan menggunakan model
pembelajaran Teaching Game for Understanding (TGfU). TGfU dalam
pelaksanaannya menawarkan suatu cara yang memampukan siswa untuk
13
Agus Rijalulloh , 2013 Pengaruh Model Pembelajaran Game For Understanding (TGFU) Pada Pembelajaran Dodgeball Terhadap Keterampilan Lempar Tangkap Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mengapresiasi kesenangan bermain sehingga mendorong keinginan anak untuk
belajar teknik bermain dan meningkatkan penampilan dalam permainannya.
B. Rumusan Masalah
Masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah model TGFU dengan menggunakan media dodgeball berpengaruh
terhadap kemampuan lempar tangkap siswa umur 9 tahun di SDN
Bulakan II Cilegon ?
2. Apakah model TGFU dengan menggunakan media dodgeball berpengaruh
terhadap kemampuan lempar tangkap siswa umur 10 tahun di SDN
Bulakan II Cilegon ?
3. Apakah model TGFU dengan menggunakan media dodgeball berpengaruh
terhadap kemampuan lempar tangkap siswa umur 11 tahun dan diatasnya
di SDN Bulakan II Cilegon ?
4. Apakah model pembelajaran TGfU dengan menggunakan dodgeball
memiliki pengaruh yang berbeda terhadap kelompok umur siswa antara
umur 9 tahun, 10 tahun dan 11 tahun?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh model TGFU dengan menggunakan media
dodgeball terhadap kemampuan lempar tangkap siswa umur 9 tahun di
SDN Bulakan II Cilegon ?
2. Untuk mengetahui pengaruh model TGFU dengan menggunakan media
dodgeball terhadap kemampuan lempar tangkap siswa umur 10 tahun
tahun di SDN Bulakan II Cilegon ?
3. Untuk mengetahui pengaruh model TGFU dengan menggunakan media
dodgeball terhadap kemampuan lempar tangkap siswa umur 11 tahun di
SDN Bulakan II Cilegon ?
4. Apakah model pembelajaran TGFU dengan menggunakan media
dodgeball memiliki pengaruh yang berbeda terhadap siswa yang berumur
9, 10, 11 tahun ?
14
Agus Rijalulloh , 2013 Pengaruh Model Pembelajaran Game For Understanding (TGFU) Pada Pembelajaran Dodgeball Terhadap Keterampilan Lempar Tangkap Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk:
1. Manfaat Secara Teoritis
a. Sebagai bahan informasi dan sumbangan bahan pemikiran untuk kajian ilmu
olahraga mengenai pentingnya permainan dodgeball dalam menunjang
kemamampuan gerak lempar dan tangkap anak-anak tingkat sekolah dasar.
b. Sebagai salah satu bahan masukan untuk pembuat kebijakan para penyusun
dan pelaksana Kurikulum Pendidikan Jasmani (Penjaskes) pada khususnya
untuk guru-guru pendidikan jasmani dan pelatih di lapangan.
c. Sebagai bahan rujukan untuk penelitian lebih lanjut bagi pengembangan
ilmu olahraga.
2. Manfaat Secara Praktis
a. Sebagai rujukan bagi Guru-guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan
tingkat Sekolah Dasar dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
b. Sebagai masukan untuk pihak-pihak yang terkait dengan pembinaan
olahraga usia sekolah dasar.
c. Sebagai bahan argumentasi untuk meyakinkan orang tua murid mengenai
pentingnya olahraga bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik siswa
sekolah dasar.