bab i pendahuluan -...

12
1 BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kehamilan yang direncanakan dan diinginkan akan menimbulkan kebahagiaan, sedangkan kehamilan yang tidak direncanakan dan tidak diinginkan dapat menimbulkan dampak tidak baik bagi si ibu maupun janin yang dikandung. Depresi hingga kematian dapat terjadi akibat kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan yang tidak direncanakan atau tidak diinginkan dapat terjadi salah satunya akibat perkosaan. Tindak pidana perkosaan dalam hukum positif Indonesia diatur dalam Buku II Pasal 285 KUHP yang bunyinya: “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.” Perempuan merupakan kelompok yang rentan menjadi korban perkosaan. Perkosaan dapat terjadi karena faktor diri pribadi, faktor interaksi dengan lingkungan dan faktor sosial kemasyarakatan. Perempuan sebagai korban perkosaan mengalami dua jenis penderitaan. Pertama, kesengsaraan akibat kekerasan fisik yang terjadi sebagai akibat langsung dari perkosaan yang berakhir pada cidera fisik, kematian, penularan penyakit kelamin, ataupun kehamilan. Kedua, kesengsaraan akibat kekerasan psikis dari perkosaan. Kekerasan psikis pada korban perkosaan menyebabkan korban marah, malu, sedih, menyesal dan cenderung menutup diri dan enggan untuk bersosialisasi dengan lingkungannya

Upload: vanliem

Post on 07-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6800/1/T1_312008036_BAB I.pdf · Tindak pidana perkosaan dalam hukum positif ... harta kekayaan, cacat,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Kehamilan yang direncanakan dan diinginkan akan menimbulkan

kebahagiaan, sedangkan kehamilan yang tidak direncanakan dan tidak diinginkan

dapat menimbulkan dampak tidak baik bagi si ibu maupun janin yang dikandung.

Depresi hingga kematian dapat terjadi akibat kehamilan yang tidak diinginkan.

Kehamilan yang tidak direncanakan atau tidak diinginkan dapat terjadi salah

satunya akibat perkosaan. Tindak pidana perkosaan dalam hukum positif

Indonesia diatur dalam Buku II Pasal 285 KUHP yang bunyinya: “Barang siapa

dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh

dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan

pidana penjara paling lama dua belas tahun.”

Perempuan merupakan kelompok yang rentan menjadi korban perkosaan.

Perkosaan dapat terjadi karena faktor diri pribadi, faktor interaksi dengan

lingkungan dan faktor sosial kemasyarakatan. Perempuan sebagai korban

perkosaan mengalami dua jenis penderitaan. Pertama, kesengsaraan akibat

kekerasan fisik yang terjadi sebagai akibat langsung dari perkosaan yang berakhir

pada cidera fisik, kematian, penularan penyakit kelamin, ataupun kehamilan.

Kedua, kesengsaraan akibat kekerasan psikis dari perkosaan. Kekerasan psikis

pada korban perkosaan menyebabkan korban marah, malu, sedih, menyesal dan

cenderung menutup diri dan enggan untuk bersosialisasi dengan lingkungannya

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6800/1/T1_312008036_BAB I.pdf · Tindak pidana perkosaan dalam hukum positif ... harta kekayaan, cacat,

2

yang keseluruhannya. Stres jangka panjang akibat perkosaan yang berlangsung

lebih dari 30 hari dikenal dengan istilah PTSD atau Post Traumatic Stress

Disorder.1

Tindak pidana perkosaan erat sekali kaitannya dengan fungsi reproduksi

perempuan. Jika korban perkosaan mengalami kehamilan, korban pada umumnya

akan berusaha untuk menghentikan kehamilan tersebut dengan melakukan

berbagai upaya, baik seperti meminum berbagai ramuan tradisional, obat peluntur

haid atau dengan bantuan tenaga medis untuk melakukan aborsi. KUHP melarang

aborsi, dan bagi ibu serta pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana. UU No. 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan juga mengatur tindak pidana aborsi. Dengan

berlakunya UU No. 36 Tahun 2009 ini maka pasal-pasal tentang aborsi dalam

KUHP tidak berlaku lagi berdasarkan asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis.

Berbeda dengan KUHP, Pasal 75 ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009

memberikan pengecualian (legalisasi) terhadap tindakan aborsi tertentu yaitu

aborsi yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu atau janinnya dan

kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi

korban perkosaan. Secara naluriah keberadaan Pasal 75 ayat (2) huruf b UU No.

36 Tahun 2009 tersebut dapat dipahami. Sebagai korban perkosaan tentu

kehamilan yang terjadi akibat perkosaan bukanlah hal yang diinginkan oleh

korban maupun keluarganya. Amat berat bagi korban perkosaan untuk menjalani

dan memelihara kehamilan tersebut karena bukan tidak hanya akan terus

1 Ekandari Sulistyaningsih & Faturochman, “Dampak Sosial Psikologis Perkosaan,” Buletin

Psikologi, Tahun X, No.1, Juni 2002 diakses

melalui:http://fatur.staff.ugm.ac.id/file/JURNAL%20%20Dampak%20SosialPsikologis%20P

erkosaan.pdf

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6800/1/T1_312008036_BAB I.pdf · Tindak pidana perkosaan dalam hukum positif ... harta kekayaan, cacat,

3

mengingatkan korban atas tindak pidana perkosaan tersebut, tetapi juga sulit

untuk menumbuhkan adanya rasa kasih sayang pada anaknya, serta sulitnya

penerimaan oleh korban maupun keluarganya.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menemukan topik yang mirip dengan

skripsi penulis yaitu skripsi Endah Kristiningayu (3198080) berjudul

“Problematika Aborsi Suatu Tinjauan Normatif”. Skripsi Endah Kristiningayu

membahas kemungkinan dapat diperbolehkannya aborsi dengan pertimbangan

pro-choice, yaitu untuk mengurangi AKI (Angka Kematian Ibu) akibat praktik

aborsi tidak aman. Selain membahas mengenai perkembangan aborsi, skripsi

tersebut juga membahas mengenai langkah-langkah yang harus ditempuh agar

pembolehan aborsi seperti tuntutan pro-choice dapat menjadi suatu norma.

Sementara skripsi penulis membahas mengenai legalisasi aborsi pada

perempuan korban perkosaan. Dalam pembahasan ini penulis berargumen tidak

setuju terhadap Pasal 75 ayat (2) huruf b UU No. 36 Tahun 2009 yang

memberikan alasan pembenar terhadap praktik aborsi pada korban perkosaan

berdasarkan indikasi medis. Menurut penulis undang-undang tersebut

bertentangan dengan Pasal 53 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

mengenai hak hidup anak dari mulai janin sampai dilahirkan. Pasal 49 ayat (3)

UU No. 39 Tahun 1999 menyatakan bahwa wanita berhak memperoleh

perlindungan hukum yang berkaitan dengan fungsi reproduksinya. Akan tetapi

pelayanan aborsi bukan merupakan fungsi reproduksi yang dilindungi oleh

hukum. Fungsi reproduksi wanita yang dilindungi oleh hukum adalah meliputi

pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan haid, hamil, melahirkan, dan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6800/1/T1_312008036_BAB I.pdf · Tindak pidana perkosaan dalam hukum positif ... harta kekayaan, cacat,

4

pemberian kesempatan untuk menyusui anak (Penjelasan Pasal 49 ayat 2 UU No.

39 Tahun 1999).

Penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan ini ke dalam penelitian

karena ada pro-kontra yang kuat dalam menerima praktik aborsi yaitu antara

pendapat pro-life versus pro-choice. Menurut penulis, dalam kasus ini, yaitu Pasal

75 ayat (2) huruf b UU No. 39 Tahun 2009, pertimbangan pro-life jauh lebih kuat

daripada pertimbangan pro-choice untuk menjawab pertanyaan dapat dibenarkan

atau tidaknya aborsi pada perempuan korban perkosaan.

B. Latar Belakang Masalah

Menggugurkan kandungan, atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan

istilah aborsi, berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel

sperma) sebelum janin hidup di luar kandungan. Abortus provocatus merupakan

istilah lain yang secara resmi dipakai dalam kalangan kedokteran dan hukum. Ini

adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan

untuk bertumbuh. Menurut Fact Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh

Institute For Social, Studies anda Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan,

aborsi didefinisikan sebagai “penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur

(ovum) yang telah dibuahi rahim (uterus), sebelum janin (fetus) mencapai 20

minggu.”2 Aborsi juga didefinisikan sebagai terjadinya keguguran janin.

2 Ade Maman Suherman, 2004, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, Jakarta : PT

RajaGrafindo Persada, Hal. 225.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6800/1/T1_312008036_BAB I.pdf · Tindak pidana perkosaan dalam hukum positif ... harta kekayaan, cacat,

5

Melakukan aborsi sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tidak

menginginkan bakal bayi yang dikandung itu).3

Ada dua pendapat mengenai aborsi yaitu paham pro-life dan paham pro-

choice. Penganut paham pro-life memiliki pendapat ekstrem bahwa manusia

dimulai sejak pembuahan, mereka memiliki hak hidup sejak mulai dari janin

sampai dilahirkan.4 Sehingga penganut paham pro-life berpendapat melakukan

aborsi sama saja dengan melakukan pembunuhan, menuduh pelaku aborsi

melanggar prinsip kemanusiaan yang sangat mendasar yaitu meniadakan hak

hidup calon anak kandungnya sendiri dan melawan hukum negara. Pada sisi lain

penganut paham pro-choice menganggap bahwa aborsi tidak sama dengan

pembunuhan, karena janin belum memiliki status hukum yang sama dengan

manusia. Janin merupakan bagian tubuh perempuan hamil, sehingga otonomi

dalam mengambil keputusan menyangkut janin yang tumbuh dirahimnya

sepenuhnya merupakan hak perempuan tersebut.5 Melarang aborsi berarti

melanggar hak asasi individu dan dalam hal ini reproduksi perempuan. Aborsi

merupakan konsekuensi logis dari munculnya kehamilan tidak dikehendaki di

masyarakat. Pilihan aborsi oleh perempuan yang mengalami kehamilan tidak

dikehendaki adalah pilihan yang wajar, dapat diterima, bahkan harus dilindungi.

3 J. S. Badudu, Sutan Muhammad Zain, 1996, Kamu Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan. 4 Loebby Loqman, 2003, Jurnal Obsetri dan Ginekologi Indonesia, Yogyakarta: Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Hal 232. 5 Muhadjir M. Darwin, MPA, 2005, Negara dan Perempuan: Reorientasi Kebijakan Publik,

Yogyakarta: Media Wacana, Hal. 245.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6800/1/T1_312008036_BAB I.pdf · Tindak pidana perkosaan dalam hukum positif ... harta kekayaan, cacat,

6

Posisi ini mewakili pikiran kalangan aktivis perempuan dan kesehatan

reproduksi.6

Yang menjadi perhatian penulis dalam penelitian ini adalah Pasal 75 ayat

(2) huruf b UU No. 36 Tahun 2009 yang memperbolehkan dilakukannya aborsi

dengan alasan medis pada perempuan korban perkosaan, aborsi pada korban

perkosaan dapat dilaksanakan dengan syarat sebelum kehamilan berumur 6

minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan

medis ( Pasal 76 huruf a UU Kesehatan) . Penulis berpendapat bahwa aborsi pada

perempuan korban perkosaan tidak dapat dibenarkan, karena aborsi melanggar

HAM, yaitu hak janin untuk hidup. Perbuatan aborsi menentang hukum alam dan

hukum Allah. Aborsi adalah tindakan pembunuhan manusia, walaupun ada

sebagian orang yang menutup mata terhadap kenyataan ini. Hidup manusia

dimulai saat konsepsi atau fertilisasi, maka manusia harus dihormati dan

diperlakukan sebagai manusia sejak masa konsepsi dan karenanya, sejak saat

konsepsi, hak-haknya sebagai manusia harus diakui, terutama haknya untuk

hidup”.7 Pengajaran Alkitab dan Gereja Katolik menyatakan, “Kehidupan

manusia adalah sakral karena sejak dari awalnya melibatkan tindakan penciptaan

Allah”.8 Kehidupan, seperti halnya kematian adalah sesuatu yang menjadi hak

Allah,9 dan manusia tidak berkuasa untuk mempermainkannya. Gereja Katolik

tidak pernah urung dalam menyatakan sikapnya yang “pro-life“ atau mendukung

6 Ibid.

7 Congregation for the Doctrine of the Faith, Instruction on Respect for Human Life in its Origin

and on the Dignity of Procreation Donum Vitae: (22 February 1987), I, No. 1, AAS 80

(1988), 79. 8 Evangelium Vitae 53.

9 Evangelium Vitae 39.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6800/1/T1_312008036_BAB I.pdf · Tindak pidana perkosaan dalam hukum positif ... harta kekayaan, cacat,

7

kehidupan, sebab, Gereja menghormati Allah Pencipta yang memberikan

kehidupan itu.

Dalam Convention on the Rights of the Child (CRC) yang disetujui Majelis

Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November 1989, terdapat

sebuah paragraf dalam pembukaan yang terkenal dan sering dikutip untuk

menjustifikasi signifikansi perlindungan terhadap janin: “Whereas the child, by

reason of his physical and mental immaturity, needs special safeguards and care,

including appropriate legal protection, before as well as after birth.”10

Hal ini

membuktikan bahwa hak anak yang dimaksud dalam konvensi ini mencakup anak

sebelum lahir. Anak sebelum lahir diakui haknya tak kurang dari anak setelah

kelahiran dan merupakan subjek hukum hak asasi manusia dan berhak untuk

perlindungan hukum yang sesuai. Dalam konvensi ini juga disebutkan Negara-

negara Pihak harus menghormati dan menjamin hak-hak yang dinyatakan dalam

Konvensi ini pada setiap anak yang berada di dalam yurisdiksi mereka, tanpa

diskriminasi macam apa pun, tanpa menghiraukan ras, warna kulit, jenis kelamin,

bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lain, kewarganegaraan, etnis, atau

asal-usul sosial, harta kekayaan, cacat, kelahiran atau status yang lain dari anak

atau orang tua anak atau wali hukum anak (Pasal 2 ayat [1] Konvensi). Hal ini

juga dikukuhkan dalam Pasal 52 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 yang berbunyi

“Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu

diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan”, dan Pasal 53

ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 yang berbunyi “Setiap anak sejak dalam

10

Rita Joseph, 2009, Human Rights and Unborn Children, Leiden Boston: Martinus Nijhoff

Publishers, Hal 2.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6800/1/T1_312008036_BAB I.pdf · Tindak pidana perkosaan dalam hukum positif ... harta kekayaan, cacat,

8

kandungan berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf

kehidupannya.”

Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan. Hal ini membuktikan bahwa hak

anak yang dimaksud dalam undang-undang ini mencakup anak sebelum kelahiran.

Anak sebelum kelahiran diakui haknya tak kurang dari anak setelah kelahiran dan

merupakan subjek hukum perlindungan anak dan berhak untuk perlindungan

hukum yang sesuai. Anak dalam kandungan dimulai sejak masa konsepsi. Pasal 4

UU No. 23 Tahun 2002 juga menentukan: “Setiap anak berhak untuk dapat hidup,

tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan

martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi.” Hal ini juga sesuai dengan Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 dan

prinsip-prinsip pokok yang tercantum dalam Konvensi Hak-Hak Anak.

Penulis dapat menerima abortus provocatus medicinalis sebagai

pengecualian terhadap ketentuan larangan aborsi, misalnya untuk menyelamatkan

nyawa ibu atau janin. Tetapi penulis menolak aborsi pada perempuan korban

perkosaan dengan alasan trauma psikologis sebagai abortus provocatus

medicinalis karena melanggar hak janin untuk hidup. Hal ini tidak menutup

kemungkinan terjadinya abortus provocatus medicinalis pada perempuan korban

perkosaan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka melalui penelitian ini penulis

hendak mengemukakan argumen ketidaksepahaman penulis terhadap pengaturan

UU No. 36 Tahun 2009 yang melegalisasi abortus provocatus medicinalis bagi

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6800/1/T1_312008036_BAB I.pdf · Tindak pidana perkosaan dalam hukum positif ... harta kekayaan, cacat,

9

perempuan korban perkosaan. Legalisasi tersebut menurut penulis melanggar atau

bertentangan dengan HAM. Penulis akan fokus pada argumen HAM yaitu hak

janin guna hidup untuk mendukung ketidaksepahaman penulis terhadap Pasal 75

ayat (2) huruf (b) UU No. 36 Tahun 2009.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada alasan pemilihan judul dan latar belakang

masalah di atas, maka rumusan masalah dalam skripsi ini yaitu: Apakah legalisasi

praktik aborsi dengan alasan medis pada perempuan korban perkosaan oleh UU

No. 36 Tahun 2009 dapat dibenarkan dari perspektif HAM?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan

dari penelitian ini adalah untuk mengemukakan argumen tidak setuju (argue

against) terhadap ketentuan Pasal 75 ayat (2) huruf b UU No. 36 Tahun 2009

yang mengatur dan memberi legalisasi terhadap praktik abortus provocatus

medicinalis bagi perempuan korban perkosaan karena bertentangan dengan HAM.

Sesuai tujuan tersebut maka fokus penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Prinsip-prinsip HAM berkenaan dengan perlindungan terhadap janin.

2. Argumen bahwa legalisasi aborsi dengan alasan medis pada perempuan

korban perkosaan melanggaran HAM, yaitu HAM janin.

Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6800/1/T1_312008036_BAB I.pdf · Tindak pidana perkosaan dalam hukum positif ... harta kekayaan, cacat,

10

Pembahasan terhadap masalah dalam skiripsi ini akan menambah pemahaman

dan pandangan masyarakat tentang aborsi dan dapat dijadikan bahan

pertimbangan lebih lanjut dalam rangka pengembangan hukum pidana dan

HAM di Indonesia.

2. Manfaat Praktis hasil penelitian ini dapat digunakan:

a. Sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah, peradilan dan praktisi

hukum dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah mengatasi

persoalan aborsi di masyarakat.

b. Sebagai bahan kajian bagi akademisi untuk menambah wawasan keilmuan

terutama di bidang hukum pidana dan HAM.

E. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan di sini adalah penelitian hukum (legal

research) dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.

Pendekatan perundang-undangan yaitu pendekatan dengan menggunakan legislasi

dan regulasi untuk menjawab isu hukum atau permasalahan penelitian.11

Pendekatan konseptual mengkaji konsep-konsep dan teori-teori yang berkembang

di bidang hukum HAM dan hukum pidana yang relevan dengan permasalahan

penelitian.

Sumber-sumber hukum penelitian ini meliputi bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

11

Peter Mahmud Marzuki, 2006, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, Hal. 97.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6800/1/T1_312008036_BAB I.pdf · Tindak pidana perkosaan dalam hukum positif ... harta kekayaan, cacat,

11

a. Bahan hukum primer, yaitu Perundang-Undangan yang merupakan

kesepakatan antara pemerintah dan rakyat sehingga mempunyai kekuatan

mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bernegara.12

Penulis dalam

melakukan penelitian ini menggunakan bahan hukum primer: UUD 1945;

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; UU No. 39 Tahun 1999 tentang

HAM, UU No. 23 Tahun 2002 tentang kesehatan, UU No. 36 Tahun 2009

tentang kesehatan, UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga, UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM,

UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan saksi dan korban, American

Convention on Human Rights (ACHR), International Covenant on Civil and

Political Rights (ICCPR), Convention on the Rights of the Child (CRC),

Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms

(European Convention on Human Rights).

b. Bahan Hukum Sekunder yang penulis gunakan adalah buku-buku hukum di

bidang HAM oleh penulis yang terkualifikasi sebagai yuris yang otoritatif

sehingga pendapatnya layak dijadikan sebagai acuan dalam menyusun

argumen.

c. Bahan Hukum Tersier, adalah adalah bahan hukum yang memberikan

petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder, misalnya ensiklopedia dan lain-lainnya. Penulis

menggunakan bahan hukum tersier berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia

dan Black’s Law Dictionary.

12

Johny Ibrahim, 2006, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia

Publishing, Hal. 142.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6800/1/T1_312008036_BAB I.pdf · Tindak pidana perkosaan dalam hukum positif ... harta kekayaan, cacat,

12

Yang menjadi unit-unit analisis dalam penelitian ini adalah: Pertama,

argumen berdasarkan HAM bahwa pembentuk undang-undang (legislator) tidak

seyogianya memfasilitasi perempuan korban perkosaan untuk melakukan aborsi

dengan alasan medis (abortus provocatus medicinalis). Di sini penulis akan

mengemukakan prinsip-prinsip HAM berkenaan dengan perlindungan terhadap

janin (hak untuk hidup pada janin).13

Kedua, argumen tentang ketidaksesuaian

atau pertentangan Pasal 75 ayat (2) huruf (b) UU No. 36 Tahun 2009 dengan

prinsip-prinsip HAM berkenaan dengan perlindungan terhadap janin sehingga

oleh karena itu konsekuensinya adalah tidak seyogianya pembentuk undang-

undang melegalisasi praktik aborsi dengan alasan medis pada perempuan korban

perkosaan.14

13

Hal ini akan menjadi pokok bahasan penulis pada Bab II. 14

Hal ini akan menjadi pokok bahasan penulis pada Bab III.