bab i pendahuluan -...

30
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Televisi saat ini merupakan salah satu media yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat, terutama di Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sebesar 91.55% penduduk Indonesia mengonsumsi televisi hampir setiap hari. Masyarakat terpapar konten media televisi dalam durasi dan frekuensi yang besar. Sesuai dengan fungsi media, stasiun televisi menayangkan berbagai macam program hiburan, pendidikan, informasi (berita), dan lain-lain. Untuk menggerakkan seluruh program tersebut, stasiun televisi tentu membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit. Dalam hal ini iklan berperan menjadi sponsor atau penyandang dana terbesar atas berlangsungnya penyiaran/program acara televisi. Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan bagaikan sihir karena mampu mentransformasikan komoditas kedalam “penanda” yang glamour dan “penanda” tersebut menghadirkan suatu dunia yang imajiner. Karena bersifat sihir, iklan mampu menyihir konsumen mengkonsumsi suatu komoditas. Iklan merupakan perangkat ampuh untuk menciptakan need, want, dan buy (Khasali, 1995:157). Di dalam iklan, tanda-tanda digunakan secara aktif dan dinamis sehingga orang tidak lagi membeli produk untuk pemenuhan kebutuhan (need), tetapi membeli makna-makna simbolik (symbolic meaning), yang menempatkan konsumen di dalam struktur komunikasi yang dikonstruksikan secara sosial oleh sistem produksi/ konsumsi (produsen, marketing, iklan) (Piliang, 2006:287). Iklan menjadi salah satu media paling efisien bagi perusahaan untuk melakukan promosi produk. Biaya iklan yang besar ternyata bisa menjadi alat promosi yang sangat murah karena masivitas media iklan serta persuasi iklan yang cukup besar. Namun ternyata tidak semua produk dapat memasang iklan dengan leluasa baik di media cetak maupun elektronik. Beberapa jenis produk

Upload: hoangdien

Post on 24-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Televisi saat ini merupakan salah satu media yang paling banyak

dikonsumsi oleh masyarakat, terutama di Indonesia. Menurut data Badan Pusat

Statistik (BPS), sebesar 91.55% penduduk Indonesia mengonsumsi televisi

hampir setiap hari. Masyarakat terpapar konten media televisi dalam durasi dan

frekuensi yang besar. Sesuai dengan fungsi media, stasiun televisi menayangkan

berbagai macam program hiburan, pendidikan, informasi (berita), dan lain-lain.

Untuk menggerakkan seluruh program tersebut, stasiun televisi tentu

membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit. Dalam hal ini iklan berperan

menjadi sponsor atau penyandang dana terbesar atas berlangsungnya

penyiaran/program acara televisi.

Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital.

Iklan bagaikan sihir karena mampu mentransformasikan komoditas kedalam

“penanda” yang glamour dan “penanda” tersebut menghadirkan suatu dunia yang

imajiner. Karena bersifat sihir, iklan mampu menyihir konsumen mengkonsumsi

suatu komoditas. Iklan merupakan perangkat ampuh untuk menciptakan need,

want, dan buy (Khasali, 1995:157). Di dalam iklan, tanda-tanda digunakan secara

aktif dan dinamis sehingga orang tidak lagi membeli produk untuk pemenuhan

kebutuhan (need), tetapi membeli makna-makna simbolik (symbolic meaning),

yang menempatkan konsumen di dalam struktur komunikasi yang dikonstruksikan

secara sosial oleh sistem produksi/ konsumsi (produsen, marketing, iklan)

(Piliang, 2006:287).

Iklan menjadi salah satu media paling efisien bagi perusahaan untuk

melakukan promosi produk. Biaya iklan yang besar ternyata bisa menjadi alat

promosi yang sangat murah karena masivitas media iklan serta persuasi iklan

yang cukup besar. Namun ternyata tidak semua produk dapat memasang iklan

dengan leluasa baik di media cetak maupun elektronik. Beberapa jenis produk

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

2

yang memiliki aturan ketat dalam beriklan antara lain produk rokok, obat-obatan,

minuman alkohol, produk khusus dewasa (kondom, dll) dan lain-lain.

Ketatnya regulasi mengenai rokok dan iklan rokok sepertinya tidak terlalu

mempengaruhi periklanan produk rokok. Menurut AC Nielsen Media Research

(dalam tempo.co), belanja iklan rokok di negeri kita menduduki peringkat (rating)

kedua sebesar Rp 100 triliun (2012), naik berlipat ganda dibanding 2007 sebesar

Rp 1,5 triliun. Iklan rokok di televisi saat ini terbilang cukup signifikan, yakni

mencapai 5 persen dari total belanja iklan, terutama free to air (FTA) TV. Dari 10

TV FTA di Indonesia pada 2014, belanja iklan mencapai Rp 15 triliun.

Salah satu batasan bagi perusahaan rokok mengenai iklan produk rokok

yang terbaru dirumuskan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor

28 Tahun 2013. Perusahaan rokok tidak boleh menampilkan produk rokok

maupun kegiatan merokok, serta wajib memasang gambar dampak merokok

dalam iklannya. Dengan semakin ketatnya peraturan mengenai rokok, maka

perusahaan rokok harus bisa menyusun strategi yang lebih baik dan kreatif untuk

tetap menjaga brand dan produk image mereka di mata publik. Banyaknya

batasan yang harus dipatuhi perusahaan rokok dalam beriklan selanjutnya

membuat inovasi baru dalam dunia periklanan. Iklan-iklan tersebut tidak bisa

menggunakan daya tarik (appeals) hardsell, namun menggunakan pendekatan lain

seperti humor, mood & image serta gaya hidup. Seperti yang dilakukan produk A

Mild dan U Mild yang menggunakan daya tarik gaya hidup di dalam iklan sebagai

bagian dari pembentukan citra produknya.

A Mild dan U Mild merupakan merek rokok dari perusahaan yang sama,,

yakni PT. HM Sampoerna. Dari segi penjualan, tahun 2014 A Mild menguasai

41,4% dari jumlah volume penjualan domestik, meningkat dari 39,9% di tahun

2013. Sedangkan U Mild juga menjadi penyumbang kedua terbesar portfolio

SKM Sampoerna dengan peningkatan volume penjualan sebesar 25,2%.

Sampoerna A Mild sejak 2012-2014 masih menempati urutan pertama kategori

rokok mild dalam Top Brand Awards dengan 53,1% (Top Brand 2014).

Sedangkan U Mild masih berada di urutan ketiga dengan persentase 6,7% saja

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

3

pada tahun 2014. Kedua merek rokok kategori mild ini sama-sama menyasar

golongan muda sebagai pasar utama produk mereka. A Mild dan U Mild

menetapkan target kaum muda di rentang usia 25-35 tahun SES A & B, meskipun

dengan psikografis yang berbeda untuk masing-masing produk.

Dilihat dari target pasar yang mereka tetapkan, maka A Mild dan U Mild

sama-sama melakukan pendekatan dengan campaign yang memang dirancang

untuk kaum muda. Iklan A Mild dan U Mild yang sama-sama ditayangkan di

periode awal tahun 2015 memiliki beberapa kesamaan dalam hal daya tarik

periklanannya (ad appeals). A Mild dan U Mild mengonstruksi citra produknya

melalui iklan dengan merepresentasi gaya hidup urban.

Dalam iklannya, A Mild dan U Mild merepresentasikan gaya hidup urban

dalam konteks sosial yang sesuai dengan citra yang akan dikonstruksikan.

Wacana gaya hidup dalam iklan televisi secara eksplisit bisa dilihat dari beberapa

aspek visualnya, antara lain melalui latar/ setting tempat, suasana, gaya

berpakaian, dan lain-lain. Namun diluar hal-hal tersebut, ternyata masih banyak

tanda, simbol, dan mitos yang secara implisit terkonstruksi di dalam iklan.

Dengan besarnya frekuensi paparan iklan di masyarakat, bukan hanya produk

yang beriklan yang dijual, namun mitos gaya hidup juga dijadikan komoditas.

Wacana gaya hidup urban menjadi suatu hal yang menarik. Berlimpahnya

media dan tanda sebagai komoditas dipahami sebagai agen pembentuk yang

dominan di masyarakat. Konsumsi juga menjadi sebuah permainan rumit yang

mengelaborasikan budaya dimana materialitas dan kegunaan barang telah menjadi

hal sekunder dalam aspek komunikasi mereka. Karena dalam proses pemenuhan

kebutuhan gaya hidup melalui konsumsi terdapat tujuan „self-construction‟ yang

dilakukan bukan semata-mata untuk memiliki barang, namun juga pembelian

identitas (Odih, 2007:109). Masyarakat mengonstruksi gaya hidupnya untuk

mengekspresikan identitas mereka dan bersaing dengan yang lain dalam

memperluas budaya konsumsi. Gaya hidup urban sangat lekat dengan

konsumerisme, serta mengedepankan aktualisasi diri dalam segala aspek

kehidupannya.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

4

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan suatu

rumusan masalah yaitu :

Bagaimana representasi gaya hidup urban dalam iklan rokok A

Mild versi Manimal dan iklan rokok U Mild versi Cowok Lebih Tau?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui bentuk representasi gaya hidup urban dalam iklan

rokok A Mild versi Manimal dan iklan rokok U Mild versi Cowok

Lebih Tau.

2. Untuk mengidentifikasi perbedaan karakter gaya hidup yang

direpresentasikan oleh iklan rokok A Mild dan U Mild.

D. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan dalam kajian

semiotika Komunikasi, khususnya semiotika di bidang periklanan. Selain itu,

penelitian ini juga dapat menjadi referensi bagi praktisi iklan untuk dapat

menghasilkan karya iklan yang kreatif namun tetap tepat sasaran dan strategis

dalam setiap unsur iklannya.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

5

E. Kerangka Pemikiran

1. Iklan Rokok di Televisi

Iklan di awal kemunculannya hanya berupa leaflet atau selebaran yang

ditempel di tempat-tempat umum, yang selanjutnya berkembang di media cetak

khususnya surat kabar, dan hingga saat ini iklan muncul dalam berbagai bentuk

dan dapat ditempatkan di berbagai media. Menurut Arens (2009:7), iklan adalah

sruktur informasi dan susunan komunikasi non personal yang biasanya dibiayai

dan bersifat persuasif, tentang produk (barang, jasa dan gagasan) oleh sponsor

yang teridentifikasi melalui, berbagai macam media. Menurut KBBI (Kamus

Besar Bahasa Indonesia), iklan merupakan berita atau pesan untuk mendorong,

membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan.

Dalam kaitannya dengan media, Marshall McLuhan (dalam Ponnui,

2007:36) menyatakan bahwa bagaimana suatu pesan disampaikan dan akan

diterima oleh komunikan tergantung dari medianya, dan bagaimana pengaruh

pesan atas kehidupan komunikasi akhirnya akan tergantung dari penggunaan

media. Oleh karena itu pemilihan media dalam periklanan sangatlah penting.

Setiap bentuk media digunakan untuk tujuan yang berbeda karena masing-masing

memiliki karakteristik tersendiri. Keputusan untuk memilih salah satu atau

beberapa bentuk media untuk beriklan harus mempertimbangkan faktor-faktor

lain seperti target market, product characteristic, advertising objectives, cost,

advertising by competitor, media selectivity, media coverage, media availability,

media restrictions, media flexibility, media life, media acceptance, quality of

workmanship, media support, dan media benefit (Bolen dalam Ponnui, 2007:37).

Di Indonesia, iklan mulai berkembang pada tahun 1615 seiring dengan

munculnya surat kabar Memorie de Nouvelles yang dibuat oleh Gubernur Jenderal

J. P. Coen. Sedangkan periklanan televisi baru dimulai pada pertengahan 1970-an

di TVRI. Perkembangan iklan televisi di Indonesia terjadi ketika RCTI mulai

mengudara pada tahun 1989. Unilever menjadi salah satu produsen pertama yang

beriklan di RCTI. Belanja iklan juga meningkat tajam dari Rp 593 miliar di tahun

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

6

1990, menjadi Rp 7,9 triliun di tahun 2000, dan di tahun 2006 sudah menjadi Rp

30 triliun (Winarno, 2008:437). Dari total tersebut, iklan televisi merajai porsi

iklan di Indonesia yang pada tahun 1990 hanya sebesar 7,9% atau Rp 51 miliar

menjadi Rp 20,4 triliun di tahun 2006 atau 63,4% dari total belanja iklan nasional

(Winarno, 2008:207).

Berdasarkan data Nielsen Indonesia, selama semester I/2015 belanja iklan

televisi mencapai Rp 41,03 triliun atau sekitar 71,7% dari total belanja iklan

selama enam bulan pertama yakni sebesar Rp57,1 triliun. Salah satu kategori

produk yang cukup sering melakukan belanja iklan di televisi adalah produk

rokok. Iklan rokok di televisi saat ini terbilang cukup signifikan, yakni mencapai 5

persen dari total belanja iklan, terutama free to air (FTA) TV. Dari 10 TV FTA di

Indonesia pada 2014, belanja iklan mencapai Rp 15 triliun.

Dunia mulai mengenal rokok (atau tembakau yang dikeringkan lalu

dibakar) sejak adanya perjalanan antar benua, yang salah satunya dilakukan

Colombus pada abad ke 15 di benua Amerika. Pabrik rokok sigaret pertama

berdiri sejak 1765 di Meksiko. Namun kebiasaan merokok baru marak di Eropa

sekitar tahun 1850, dan tahun 1865 di Amerika. Di Indonesia, riwayat kretek

bermula dari penemuan H Djamhari sekitar akhir abad XIX yang memadukan

cengkeh dengan daun tembakau. Selanjutnya pada tahun 1914 berdirilah sebuah

pabrik rokok „Tjap Bal Tiga‟ yang didirikan oleh Ki Nitisemito di Kudus, Jawa

Tengah. Iklan rokok, seperti pada umumnya iklan produk lain, pertama kali

muncul di media cetak (surat kabar).

Indonesia memiliki peraturan yang cukup ketat mengenai industri rokok,

baik dari segi produksi maupun promosinya yang dirumuskan melalui beberapa

peraturan sebagai berikut :

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang

Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang

Pengamanan bahan yang mengandung Zat Adiktif Berupa Produk

Tembakau bagi Kesehatan.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

7

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 Tahun 2013.

Iklan menjadi salah satu cara paling efisien bagi perusahaan untuk

melakukan promosi produknya. Biaya iklan yang besar ternyata bisa menjadi alat

promosi yang sangat murah karena masivitas media iklan serta persuasi iklan

yang cukup besar. Namun ternyata tidak semua produk dapat memasang iklan

dengan leluasa baik di media cetak maupun elektronik. Strategi kreatif iklan

beberapa produk rokok kemudian mencoba mengonstruksikan nilai-nilai tertentu

kepada audience yang sejalan dengan karakter produk tersebut. Strategi tersebut

terlihat dari pemilihan ad appeals yang kemudian dieksekusi dalam iklan produk

rokok tersebut.

Supaya memiliki daya persuasi yang optimal dalam menarik perhatian dan

meyakinkan sasaran, terdapat kaidah-kaidah yang harus dipenuhi dalam sebuah

iklan. Kaidah-kaidah ini menyangkut pada strategi perumusan pesan dan strategi

visualisasi iklannya, atau dengan kata lain merumuskan isi pesan dan tampilan

atau visualisasinya, serta menentukan daya tarik iklan. Merumuskan pesan,

merancang visualisasi ikan serta menentukan daya tarik iklan yang akan

digunakan merupakan bagian dari aspek kreatif dalam membuat iklan.

Unsur-unsur iklan tersebut memang terkadang tidak digunakan

seluruhnya, atau terkadang suatu iklan menggunakan beberapa hal sekaligus

dalam satu unsur. Di media televisi, copy dapat dieksekusi dalam berbagai bentuk.

Misalnya copy disampaikan melalui narasi dengan voice over, atau bisa

ditampilkan secara teks visual dalam video iklan. Iklan tidak hanya menggunakan

bahasa sebagai alatnya, namun juga menggunakan alat komunikasi lainnya seperti

gambar, warna, suara, dan lain-lain. Untuk mengkaji iklan dalam perspektif

semiotika dapat dilakukan melalui sistem tanda pada iklan. Iklan menggunakan

sistem tanda yang terdiri atas lambang, baik yang verbal maupun yang berupa

ikon (Sobur, 2004:116). Pada dasarnya, lambang yang digunakan dalam iklan

terdiri atas dua jenis, yakni verbal dan nonverbal. Lambang verbal terdiri dari

bahasa, dan lambang nonverbal terdiri dari bentuk dan warna.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

8

Menurut Belch & Belch (2009:303), pada dasarnya iklan di media televisi

terdiri dari beberapa komponen, yaitu :

1. Video

Terdiri dari beberapa elemen visual, antara lain tokoh

(talent), setting (tempat dan waktu), pencahayaan, grafis, tone,

serta simbol-simbol lainnya.

2. Audio

Terdiri dari suara, musik dan sound effects.

Untuk menghasilkan iklan yang baik dan tepat sasaran, maka setiap unsur

iklan harus saling mendukung satu dengan yang lainnya. Dengan besarnya

penonton televisi di Indonesia, maka iklan televisi memiliki potensi yang sangat

besar untuk mendapatkan perhatian dari penonton. Dengan demikian, maka

produk yang diiklankan atau ide periklanan yang ingin disampaikan akan cepat

tertanam di benak masyarakat.

Pada dasarnya televisi memainkan fungsi secara tradisional yang

diperankan oleh mitos dan ritual (memasukkan individu dalam tatanan sosial,

mereayakan nilai dominasi, menawarkan model pemikiran, perilaku, acuan

gender, dan lain sebagainya) (Kellner, 2010:324). Iklan baik melalui media cetak

maupun elektronik memiliki peranan dalam pembentukan identitas dalam

masyarakat kontemporer.

Televisi menguasai pikiran-pikiran manusia dengan cara membangun

teater dalam pikiran manusia (theater of mind), sebagaimana gambaran realitas

dalam iklan televisi (Bungin, 2006:216). Gambaran realitas tersebut mampu

menciptakan cerita realitas lain yang terus menerus hidup di dalam pikiran.

Penciptaan realitas tersebut menggunakan satu model produksi yang oleh

Baudrillard (dalam Bungin, 2006:217) disebut dengan semiluasi, yaitu penciptaan

model-model nyata yang tanpa asal usul atau realitas awal (hiper-reality).

Richard Pollay (dalam Leiss, 2005:75) membagi fungsi komunikasi iklan

dalam 2 aspek, yakni fungsi informasi, dan fungsi transformasi. Melalui fungsi

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

9

informasi, konsumen diberitahu sesuatu tentang karakteristik produk. Sedangkan

melalui fungsi transformasional, pengiklan mencoba untuk mengubah sikap

konsumen terhadap merek, pola pengeluaran, gaya hidup, teknik untuk mencapai

kesuksesan pribadi dan sosial dan sebagainya. Meskipun demikian, iklan

sebenarnya tidak memanipulasi kebutuhan, melainkan menciptakan tanda yang

digunakan untuk persaingan status dan konsumsi kebudayaan.

Menurut Chaney (1995:19), dalam era globalisasi ini gempuran iklan

menawarkan gaya visual yang mempesona dan memabukkan. Iklan tersebut

selanjutnya dapat membentuk budaya citra (image culture) dan budaya cita rasa

(taste culture). Gaya visual melalui televisi dan teknologi-teknologi representasi

bergambar lainnya telah meningkatkan dan sangat memperluas dramatisasi

kehidupan sehari-hari dalam masyarakat (Chaney, 1995:174). Iklan

merepresentasikan gaya hidup dengan menanamkan secara halus (subtle) arti

pentingnya citra diri untuk tampil di publik. Dengan demikian, perlahan tapi pasti

juga akan mempengaruhi pilihan cita rasa yang kita buat.

Iklan produk rokok tidak semata-mata menjual produknya, namun

perusahaan rokok juga berusaha mengonstruksi nilai-nilai tertentu kepada

audience berkaitan dengan citra perusahaan dan produknya. Karena pada

dasarnya, berbagai perusahaan, politisi, individu-individu, semua terobsesi dengan

citra (Chaney, 1995:19). Citra produk diciptakan melalui pengemasan pesan baik

verbal maupun non verbal (visual). Realitas bahasa yang digunakan dalam iklan

TVC mampu memberi kesan yang kuat kepada khalayak. Iklan-iklan tersebut

mampu membawa penonton kepada kesan dunia lain melalui adegan-adegan

maupun kesan realistis yang dibangun.

Konteks sosial dalam iklan merupakan bagian dalam perencanaan iklan

yang menunjukkan di mana cerita-cerita itu dikonstruksi sedemikian rupa. Hal ini

mampu mempertegas citra produk meskipun tanpa menampilkan wujud produk

rokok yang diusung dalam iklan. Konstruksi citra dibangun dengan manggunakan

simbol-simbol strata kelas sosial, simbol-simbol budaya popoler yang ditonjolkan,

misalnya kemewahan, kebebasan, kualitas, citarasa, kemudahan, kenikmatan,

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

10

aktualisasi, dan simbol-simbol budaya populer dan kelas sosial lainnya (Khasali,

1995:157).

Terdapat beberapa kategorisasi penggunaan pencitraan dalam iklan televisi

(Bungin, 2006:219-221), yaitu :

1. Citra Perempuan

Citra perempuan ini tergambar sebagai citra pigura, citra pilar, citra

pinggan dan citra pergaulan. Sebagai citra pigura, terjadi penekanan

terhadap pentingnya perempuan untuk selalu tampil memikat dengan

mempertegas sifat kewanitaannya secara biologis. Citra pilar dalam

pencitraan perempuan digambarkan ketika perempuan menjadi tulang

punggung utama keluarga dan sedearajat dengan laki-laki, namun

tetap digambarkan memiliki tanggung jawab besar terhadap urusan

rumah tangga. Dalam citra pinggan, perempuan digambarkan bahwa

ia tidak bisa melepaskan diri dari dapur. Sedangkan dalam citra

pergaulan, perempuan digambarkan sebagai makhluk yang anggun

dan menawan serta dapat masuk dalam kelas-kelas tertentu yang lebih

tinggi di masyarakat.

2. Citra Maskulin

Citra maskulin biasanya digambarkan dengan kejantanan, otot,

ketangkasan, keperkasaan, keberanian menantang bahaya, keuletan,

keteguhan hati, dan lain-lain.

3. Citra Kemewahan dan Eksklusif

Masyarakat mendambakan hidup dalam kemewahan dan

eksklusifitas. Iklan televisi mereproduksi realitas ini ke dalam iklan

dengan maksud memberi simbol-simbol kemewahan dalam objek

iklan. Karena ketika penonton merefleksikan kemewahan ke dalam

pilihan-pilihan mereka, maka secara tidak sadar, citra-citra iklan telah

memindahkan simbol-simbol tersebut ke dalam pikiran mereka.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

11

4. Citra Kelas Sosial

Banyak orang yang juga mendambakan hidup dalam kelas sosial

yang tinggi di masyarakat. Dalam pencitraan kelas sosial dalam iklan

televisi, kehidupan kelas atas menjadi acuan dan digambarkan sebagai

kehidupan yang bergengsi, modern, identik dengan kehidupan

diskotik, pesta pora dan penuh dengan hiruk pikuk musik.

5. Citra Kenikmatan

Kenikmatan adalah bagian terbesar dari dunia kemewahan dan

kelas sosial yang tinggi. Dalam iklan televisi, kenikmatan dapat

memindahkan seseorang dari kelas sosial tertentu ke kelas sosial yang

berada diatasnya.

6. Citra Manfaat

Umumnya orang mempertimbangkan faktor manfaat sebagai hal

utama dalam sikap memilih. Oleh karena itu, mafaat menjadi sebuah

„nilai‟ dalam keputusan seseorang. Citra manfaat juga dapat memberi

penilaian yang lebih positif terhadap suatu produk sehingga dapat

menciptakan kebutuhan seseorang terhadap objek iklan.

7. Citra Persahabatan

Citra persahabatan ditampilkan dalam sebuah iklan sebagai jalan

keluar terhadap banyaknya permasalahan rendah diri yang tejadi di

kalangan remaja, terutama yang bersumber dari diri remaja itu sendiri.

8. Citra Seksisme dan Seksualitas

Dalam realitas sosial sehari-hari, seksisme dan seksualitas menjadi

hal yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini menjadi bagian

kehidupan individu yang disembunyikan atau tabu untuk

diungkapkan, namun menjadi bagian dominan dalam kehidupan

„panggung belakang‟ individu. Kondisi ini menjadikan seksisme dan

seksualitas menarik tampil „sedikit-sedikit‟ ke ruang publik.

Sebuah iklan jarang muncul hanya dengan citra tunggal. Namun tidak

semata-mata pencitraan yang dilakukan melalui sebuah iklan akan selalu berhasil.

Citra memerlukan aspek-aspek lain agar dapat tertanam di pikiran masyarakat.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

12

Iklan-iklan berisikan menipulasi fotografi, pencahayaan dan taktik-taktik rekayasa

lain yang memunculkan suatu pengalaman yang seolah-olah dialami sendiri atau

yang disebut dengan a vicorius experience (Suharko dalam Bungin, 2006:224).

James Lull 1998 (dalam Wibowo, 2003:112) menyatakan bahwa iklan

merupakan sebuah wilayah simbolik yang dapat digunakan dengan baik dalam

analisis ideologi. Penyaji iklan tidak sekedar menjual produknya, tapi sekaligus

menjual sistem pembentukan ide yang berlapis-lapis, terintegrasi dan terproyeksi

ke dalam citra produknya. Kajian sistem tanda dalam iklan juga mencakup objek

atau hal yang diiklankan. Dalam proses analisis iklan, penafsiran kelompok

sasaran dalam proses interpretan merupakan hal yang penting. Dalam analisis

iklan model Roland Barthes (Cobley & Jansz, 1999:47), iklan terdiri dari pesan-

pesan yang terdiri dari:

1. Pesan linguistik, yang terdiri dari semua kata dan kalimat dalam iklan

2. Pesan ikonik yang terkodekan, merupakan konotasi yang muncul

dalam foto iklan, yang hanya dapat berfungsi jika dikaitkan dengan

sistem tanda yang lebih luas di masyarakat

3. Pesan ikonik tak terkodekan, berupa denotasi dalam iklan.

Iklan seringkali dianggap sebagai penentu kecenderungan, tren, mode, dan

bahkan dianggap sebagai pembentuk kesadaran manusia modern. Unsur repetisi,

trik, dan manipulasi dalam periklanan tidak dapat diabaikan dalam perembesan

gaya hidup. Iklan telah menjadi semacam “saluran hasrat” (chanel of desire)

sekaligus “saluran wacana” (chanel of disclosure) mengenai konsumsi dan gaya

hidup (Chaney, 1996:19).

Salah satu cara yang digunakan untuk memahami teks iklan televisi adalah

dengan memahami teks sebagai mitos untuk menemukan ideologi yang

tersembunyi dalam teks. Ideologi dalam teks dapat ditemukan dengan meneliti

konotasi yang terdapat di dalamnya. Isi pesan sebuah iklan tidak semata-mata

membentuk makna ideologis, namun juga karena makna ideologis tersebut

dibungkus oleh kepentingan akumulasi modal. Hal tersebut menandakan bahwa

makna-makna ideologi yang diciptakan iklan dipakai oleh kapitalisme untuk

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

13

keberlangsungan hidupnya. Sebaliknya, perubahan dan perkembangan kapital

memungkinkan diproduksinya makna-makna ideologis yang baru (Sobur,

2004:120).

Aktivitas produksi, distribusi dan pemasaran periklanan merupakan

industri yang memiliki ketergantungan pada industri lainnya, speerti komunikasi

massa dan hiburan. Iklan merupakan citra yang terpecah-pecah sehingga perlu

upaya untuk menemukan cara dalam menggunakan kode-kode (ways of coding)

mode-mode representasi. Cara tersebut dapat menguak ideologi-ideologi yang

tidak jelas terlihat dalam iklan (Chaney, 1996:175). Leiss, et al (2005:210)

menyajikan suatu kerangka historis yang didalamnya terdapat perubahan dalam

strategi pemasaran dan jenis-jenis presentasi. Di dalam presentasi terdapat suatu

tipologi yang terdiri dari empat format yaitu format produksi informasi, produksi

citra, personalisasi dan gaya hidup. Dalam iklan, gaya hidup orang, produk dan

pengaturan konsumsi diharmonisasi dengan suatu kesan yang menyatu.

Menurut Baudrillard (dalam Lury, 1996:71), saat ini kita hidup dalam

masyarakat yang tidak lagi mendewakan logika produksi, namun logika

signifikasi. Masyarakat telah mengalami pergeseran dari fase perkembangan

kapitalisme ke fase kelaziman bentuk tanda. Dengan demikian, maka konsumsi

juga dipahami tidak dalam hubungannya dengan nilai-guna (kegunaan materi),

namun dalam kaitannya dengan nilai-tanda (signifikasi). Komoditas mendapatkan

makna melalui operasi kode simbolik atau logika tanda-tanda. Fenomena

munculnya berbagai merek dalam periklanan, dimana aura asosiasi dilekatkan

pada suatu produk telah diidentifikasi sebagai hal penting dari operasi kode ini.

Berbagai relasi dalam budaya konsumen tidak lagi ditopang oleh nilai guna suatu

komoditas. Yang dimunculkan selanjutnya adalah permainan simbol-simbol yang

pada akhirnya akan bermuara pada sebuah bujuk rayu untuk mengonsumsi suatu

komoditas.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

14

2. Gaya Hidup Urban

Gaya hidup menurut Kotler (2002:192) adalah pola hidup seseorang di

dunia yang diekspresikan dalam aktivitas (activity), minat (interest), dan opininya

(opinion). Secara umum dapat diartikan sebagai suatu gaya hidup yang dikenali

dengan bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting

orang pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan

tentang diri sendiri dan dunia di sekitar (opini). Rhenald Kasali (2000:225) juga

menyatakan bahwa gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam

aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri

untuk merefleksikan status sosialnya. Gaya hidup mempengaruhi seseorang, dan

akhirnya menentukan perilaku-perilaku konsumsi seseorang.

Sejalan dengan pendapat Kotler, Asseal (2001:252) menyatakan bahwa

gaya hidup merupakan “a model of living that is identify by how people spend

their time (activities), what they consider important in their environment

(interest), and what they think of themself (opinion)”. Dalam ketiga pengertian

tersebut, dapat digaris bawahi bahwa di dalam gaya hidup terdapat 3 poin utama

yakni activity (A), interest (I) dan opinion (O). Masyarakat menggunakan AIO

sebagai gaya hidup untuk menafsirkan, menginterpretasikan, mengkonseptualkan

serta memprediksi peristiwa dengan nilai dan kepribadiannya masing-masing.

Pandangan sosiologi perkotaan (antropologi) menyatakan bahwa konsep

gaya hidup umumnya digunakan “to describe the way of living of groups of

people forming a cultural unity in one way or another”. Konsep gaya hidup dapat

lebih dirinci lagi dalam lima dimensi (Sobur, 2004:168) :

1. Morfologi. Sebagai aspek lingkungan dan geografi dari gaya hidup,

dimensi ini melihat sejauh mana individu menggunakan kota dan

fasilitasnya. Dari dimensi ini dapat dilihat apakah aktivitas seseorang

hanya terbatas pada suatu bagian kota tertentu saja, atau melibatkan

fasilitas kota yang ada.

2. Hubungan sosial. Dimensi ini menggali pola hubungan sosial individu.

Setiap orang memiliki beberapa lingkaran pergaulan. Dimensi ini melihat

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

15

berapa banyakkah lingkaran pergaulan individu? Apakah fungsi dari setiap

lingkaran pergaulan tersebut? Serta apakah individu tersebut merasa perlu

membuat lingkaran-lingkaran pergaulannya bersentuhan?

3. Domain. Melalui dimensi ini diperoleh informasi mengenai aktivitas yang

ditekankan dalam jaringan sosial, serta peran apa yang dinilai berharga

oleh individu.

4. Makna. Dimensi ini menggali bagaimana individu dapat memiliki tingkah

laku yang sama meskipun world-view yang mendasari tingkah laku

tersebut berbeda.

5. Style. Dimensi yang menampilkan aspek-aspek lahiriah dari gaya hidup ini

menggunakan simbol-simbol, dan memberikan nilai simbolik pada objek-

objek di sekitarnya.

Gaya hidup yang ditawarkan oleh media modern (cetak, elektronik,

internet) sebenarnya adalah ajakan bagi khalayaknya untuk memasuki apa yang

disebut budaya konsumer. Oleh Lury (dalam Hastuti & Sudarwati, 2007:75),

budaya konsumer diartikan sebagai „bentuk budaya materi‟, yakni budaya

pemanfaatan benda-benda, terutama pendukung penampilan. Budaya konsumer

dicirikan dengan peningkatan gaya hidup (lifestyle). Menurut Lury, proses

pembentukan gaya hidup merupakan hal terbaik yang mendefinisikan budaya

konsumer. Dalam budaya konsumer kontemporer, istilah itu bermakna

individualitas, pernyataan diri dan kesadaran diri (Hastuti & Sudarwati, 2007:75).

Dalam proses modernisasi, masyarakat telah mengembangkan bentuk-

bentuk individualitas tertentu yang telah difokuskan pada dan diekskresikan

melalui ruang-ruang tindakan sosial, seperti cita rasa, etiket dan fashion yang

secara konvensional ditarik menjadi wilayah praktik-praktik gaya hidup (Chaney,

1996:191). Individualitas, pernyataan diri dan kesadaran diri dapat diwujudkan

melalui fashion yang dikenakan seseorang. Fashion merupakan suatu level

representasi yang mengandung light signs atau tanda-tanda ringan. Pakaian

merupakan „bahasa diam‟ (silent language) yang berkomunikasi melalui

pemakaian simbol-simbol verbal. Goffman (dalam Sobur, 2004:171) menyebut

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

16

simbol-simbol sebagai „sign vehicles‟ atau „cues‟ yang menyeleksi status yang

akan diterapkan kepada seseorang dan menyatakan tentang cara-cara orang lain

memperlakukan mereka. Pakaian merupakan indikator yang tepat dalam

menyatakan kepribadian dan gaya hidup seseorang.

Dalam masyarakat konsumen, selain perilaku konsumsi, pola-pola waktu

luang masyarakat (the social patterns of leisure) juga harus diperhatikan. Di satu

sisi masyarakat konsumen menjunjung tinggi individualitas, namun di sisi lain

mereka juga memiliki solidaritas kelompok dengan membentuk komunitas-

komunitas tertentu. Gaya hidup dipandang sebagai cara penting untuk

menunjukkan aspek-aspek dari perubahan relasi-relasi individualitas dan

komunitas (Chaney, 1996:151). Pada akhirnya, setiap individu dan komunitas

memiliki ciri tersendiri untuk menunjukkan identitas mereka.

Gaya hidup muncul dari kawasan urban yang dapat dikatakan sebagai

sumber industrialisasi. Definisi „urban‟ sendiri secara harfiah berarti „kota‟. Dari

definisi urban yang ada, sebagian besar masih mendefinisikan urban dari segi

spasial & geografis saja tanpa mempertimbangkan faktor sosio-ekonomi

masyarakat. Padahal, transformasi spasial seharusnya dipahami dalam konteks

transformasi sosial yang lebih luas. Ruang tidak mencerminkan masyarakat,

namun mengekspresikan masyarakat. Hal tersebut merupakan dimensi yang

fundamental dalam masyarakat, terlepas dari keseluruhan proses susunan dan

perubahan sosial. Difusi (percampuran) sistem nilai, sikap dan perilaku disebut

dengan „budaya urban‟ (Susser, 2002:21).

Istilah urban selanjutnya diartikan sebagai sebuah bentuk khusus dari

pendudukan ruang oleh suatu populasi. Pusat perkotaan dihasilkan dari

konsentrasi dan nasib yang relatif tinggi sebagaimana korelasi yang diprediksi,

fungsi serta perbedaan sosial yang lebih besar (Susser, 2002:22). Gagasan kota

(sebagai lawan kata desa) merujuk pada dikotomi ideologi masyarakat tradisional/

masyarakat modern dan mengacu pada suatu heterogenitas sosial dan fungsional

tertentu, tanpa bisa mendefinisikannya dengan cara lain selain dengan jarak relatif

dari masyarakat modern (Susser, 2002:29).

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

17

Masyarakat urban dapat didefiniskan melalui budaya tertentu. Budaya

urban dalam istilah antropologi diartikan sebagai suatu sistem nilai, norma dan

hubungan sosial yang memiliki sejarah khusus dan logika organisasi dan

transformasi tersendiri (Susser, 2002:35). Susser (2002:43) juga mengungkapkan

dasar masyarakat urban yang terletak pada “the grouping of a collectivity of a

certain size and destiny, which implies a more or less rigorous division of

activities and function and makes necessary exchange between the sub-groups

endowed with a status that is proper to them : to be differentiated is so be linked”.

Perilaku urban juga ditandai dengan pendangkalan kontak dan pentingnya

hubungan sekunder (Susser 2002:54).

Hannerz (dalam Mirly, 2007:14) membagi empat tipologi gaya hidup

masyarakat perkotaan, yaitu :

1. Encapsulated

Gaya hidup yang terpusat pada lingkungan keluarga, sanak

saudara, atau pada lingkungan kultur yang sama dengan indvidu.

Lingkungan ini sangat mempengaruhi aktivitas, minat, dan pandangan atau

sikap individu. Tipe ini desebut dengan urban tribesman (tribe=suku),

karena tipe ini umumnya beranggotakan orang-orang dengan latar

belakang yang sama.

2. Segregation

Gaya hidup yang memiliki banyak jaringan hubungan sosial.

Namun, individu yang ada sengaja memisahkan hubungannya dengan

kelompok satu dengan kelompok yang lain. Aktivitas, minat, serta

pandangan individu tidak didominasi oleh salah satu jaringan hubungan

atau kelompok tertentu. Mereka termasuk orang yang memperhatikan

penampilan. Mereka juga menggunakan berbagai fasilitas yang ada di

seputar kotanya.

3. Integration

Tipe ini merupakan gaya hidup yang paling besar. Tipe gaya hidup

ini memiliki banyak jaringan sosial tanpa ada penekanan khusus pada

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

18

jaringan hubungan atau kelompok tertentu. Berbeda dengan tipe

sebelumnya, biasanya orang-orang pada masing-masing jaringan atau

kelompok saling mengenal satu sama lain. Mereka termasuk orang yang

memperhatikan penampilan dan juga menggunakan berbagai fasilitas yang

ada di seputar kotanya.

4. Isolation

Tipe gaya hidup ini tidak memiliki atau membina hubungan atau

interaksi sosial yang khusus. Tipe ini jarang menggunakan fasilitas yang

ada di seputar kotanya.

Perkembangan gaya hidup di wilayah urban dijadikan penanda bagi

identitas seseorang. Seperti yang diungkapkan oleh Ashadi Siregar dalam

tulisannya “Popularisasi Gaya Hidup : Sisi Remaja dalam Komunikasi Massa”,

bahwa sebuah gaya hidup mungkin saja dapat digunakan sebagai cara yang paling

mudah untuk mengenali perbedaan kehidupan kelompok-kelompok dalam

masyarakat. Melalui gaya hidupnya, suatu kelompok sosial dapat diidentifikasi

kehadirannya (Ibrahim, 1997:227). Siapa saja dapat mengambil alih gaya hidup,

dari strata manapun dia berasal, pada saat ia bermaksud untuk mencitrakan dirinya

ke dalam kelompok sosial yang dicitrakan.

Untuk mengonstruksi gaya hidup yang ingin dicitrakan, terdapat beberapa

dimensi sebagai instrumen pendukung gaya hidup. Joseph Plummer (dalam

Khasali, 2000:227) menggolongkan dimensi gaya hidup dalam 4 kategori, yaitu :

Tabel 1.1 Dimensi Gaya Hidup

Aktivitas Minat-minat

terhadap

Pandangan-

pandangan

Demografi

Pekerjaan

Hobi

Kegiatan-kegiatan

sosial

Liburan

Keluarga

Rumah

Pekerjaan

Komunitas

Rekreasi

Terhadap diri

sendiri

Isu-isu sosial

Politik

Bisnis

Usia

Pendidikan

Penghasilan

Pekerjaan

Tempat tinggal

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

19

Hiburan

Keanggotaan Klub

Komunitas

Belanja

Olah raga

Fashion

Makanan

Media

Prestasi

Ekonomi

Pendidikan

Produk-produk

Masa depan

Kebudayaan

Geografi

Besarnya kota

Tahap dalam

family life cycle

Melalui dimensi-dimensi gaya hidup diatas, Surindo Utama (dalam

Khasali 2000:239) menemukan 8 segmen untuk perilaku gaya hidup masyarakat

perkotaan Indonesia, yaitu :

1. The Affluent (15%) adalah pekerja keras, memiliki rasa percaya diri yang

kuat, menyukai inovasi, proaktif dan berani mengambil resiko. Senang

mencari perhatian dan menyukai kehidupan yang dinamis. Kelompok ini

cenderung terbuka terhadap hal-hal baru dan memiliki kemampuan

mempengaruhi orang lain.

2. The Achiever (14%) sama-sama memiliki ketrampilan memimpin seperti

the affluent, hanya saja ia cenderung tidak suka diperhatikan orang lain.

Mereka mengonsumsi barang-barang secara fungsional (bukan seorang

yang trendi). Pengambilan keputusannya didasarkan oleh hal-hal yang

sifatnya rasional. Meski begitu, mereka tidak terlalu mudah menerima

gagasan-gagasan baru.

3. The Anxious (6%). Segmen ini mempunyai sikap sebagai follower, tetapi

ambisius. Mereka memiliki rasa percaya diri yang kuat dalam

pengambilan keputusan dan senang menunjukkan prestasinya, namun

tidak memiliki banyak keberanian. Biasanya mereka memerlukan saran

dan dorongan dari orang lain. Mereka mudah dibujuk dengan hal-hal yang

sifatnya rasional.

4. The Loners (10%). Segmen ini terdiri dari mereka yang senang menyendiri

dan kurang berani untuk tampil. Mereka cenderung individualistik dan

kurang tertarik untuk berafiliasi dengan teman, tetangga atau orang-orang

di sekitarnya.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

20

5. The Socialite (11%) merupakan segmen yang senang bergaul,

bersosialisasi dengan orang lain. Tetapi mereka juga pengambil resiko

yang berani bertindak meski dasar rasionalnya kurang begitu kuat. Segmen

ini cenderung ingin menguasai orang lain dan senang menonjol. Mereka

juga reaktif terhadap perubahan-perubahan dan cenderung bersifat

impulsif.

6. The Pusher (6%). Ini adalah segmen yang terdiri dari orang-orang yang

tidak ingin diperhatikan tetapi ingin mendominasi sesuatu tanpa arah yang

jelas. Mereka tidak memiliki objektif yang jelas untuk meraih sesuatu

tetapi senang mengontrol orang lain. Segmen ini tidak begitu mudah

menerima hal-hal baru.

7. The Attention Seeker (17%). Orang-orang ini cenderung ingin menarik

perhatian. Mereka senang membel barang-barang baru untuk menarik

perhatian orang lain, impulsif dan seringkali irasional. Mereka cenderung

mudah dibujuk secara emosional dan cenderung followers.

8. Pleasure Seekers (20%). Segmen yang ingin mencapai sesuatu tanpa kerja

terlalu keras. Mereka cenderung individualistik, kurang senang

bersosialisasi, tetapi tekun mengikuti tren. Mereka tidak memiliki prinsip

yang cukup kuat sehingga mudah digoyahkan. Meski begitu segmen ini

tidak menghendaki terjadinya perubahan-perubahan.

Tidak hanya di kawasan urban, namun masyarakat di kawasan sub-urban

dan rural kini juga mulai mengonstruksi gaya hidup sesuai apa yang ia ingin orang

lain lihat dari dirinya. Hal tersebut dapat dilihat dari cara berpakaian, munculnya

cafe-cafe ataupun tempat nongrong bergaya urban, serta perubahan pola perilaku

masyarakat. Dengan konsumsi media yang semakin meningkat, bisa saja

masyarakat konsumer juga terbentuk di daerah-daerah yang tadinya jauh dari

kehidupan urban.

Berlimpahnya media dan tanda sebagai komoditas dipahami sebagai agen

pembentuk yang dominan di masyarakat, serta konsumsi yang menjadi sebuah

permainan rumit yang mengelaborasikan budaya dimana materialitas dan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

21

kegunaan barang telah menjadi hal sekunder dalam aspek komunikasi mereka.

Masyarakat mengonstruksi gaya hidupnya untuk mengekspresikan identitas

mereka dan bersaing dengan yang lainnya dalam memperluas budaya konsumsi.

Transformasi ini dilakukan untuk mendapatkan kebebasan individu dari

modernitas, menciptakan ruang untuk kebenaran baru, kebebasan baru,

keberagaman serta perluasan hasrat/ keinginan (Leiss, 2009:295).

3. Representasi

Stuart Hall (2003:1), menyatakan bahwa representasi berada dalam circuit

of culture. Terdapat 5 proses yang terus menerus berlangsung dalam interaksi

sosial, yaitu proses representasi, identitas, produksi, konsumsi dan regulasi.

Representasi mengonstruksi identitas, demikian juga identitas dapat membentuk

representasi dan proses-proses lainnya. Kelima proses ini saling mempengaruhi

dan tidak dapat dilepaskan satu dengan yang lainnya. Dalam teori circuit of

culture ini, representasi menjadi salah satu dari bagian siklus yang terus berputar.

Gambar 1.1 Circuit of Culture by Stuart Hall

Terdapat 3 arti dari kata representasi, to depict, to be a picture of, atau to

act or speak for (in the place of, in the name of) somebody (Chiara Giaccardi

dalam Noviani, 2002:41). Dalam kata representasi terkandung makna to represent

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

22

atau menghadirkan kembali sesuatu dan to stand in atau untuk mewakili sesuatu

(Hall, 2003:15). Sejalan dengan pengertian sebelumnya, Hall (2003:17), juga

menyatakan bahwa representasi merupakan produksi makna dari konsep-konsep

di dalam pikiran melalui bahasa. Bahasa merupakan salah satu medium

penghubung manusia dengan realita di sekelilingnya.

Representasi merupakan sebuah sistem yang memiliki proses yang dibagi

menjadi 2, yaitu representasi mental (mental representation) dan bahasa

(language/ sign) (Hall, 2003:17). Representasi mental merupakan konsep yang

ada dalam pikiran kita. Dalam proses representasi mental ini, kita akan

menghubungkan kenyataan dengan konsep yang telah ada di pikiran kita. Oleh

karena itu, pemaknaan terhadap suatu peristiwa antar individu mungkin saja

berbeda-beda dan menjadi sangat subjektif karena konsep yang tertanam di setiap

individu juga berbeda-beda.

Proses kedua dalam sistem representasi adalah bahasa. Seluruh konsep

dalam representasi mental harus diwujudkan melalui bahasa agar kita dapat

menghubungkan konsep-konsep dan ide ke dalam suatu tulisan, suara, atau

gambar visual. Bahasa itu sendiri terdiri dari tanda dan simbol sehingga juga

beroperasi sebagai sistem representasi. Dalam proses ini, konstruksi makna akan

sangat berkaitan dengan konteks. Dengan demikian representasi tidak bisa

terlepas dari relitas sosial atau konteks yang melingkupi objek dan subjeknya.

Terdapat 3 macam pendekatan untuk menjelaskan bagaimana representasi

dari suatu pemaknaan melalui bahasa bekerja (Hall, 2003:24-25), yaitu :

1. Pendekatan reflektif (reflective approach)

Pendekatan reflektif melihat bahasa berfungsi seperti cermin, yakni

hanya sebagai refleksi atas pemaknaan yang telah ada di dunia. Makna

terkandung dalam objek dan tidak terpisahkan dari dunia nyata. Dalam

pendekatan reflektif muncul istilah „mimesis‟, yaitu bahwa bahasa

merefleksikan atau menirukan kenyataan.

2. Pendekatan intensional (intensional approach)

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

23

Pendekatan intensional memandang pemaknaan sebagai bagian

dari penulis (author). Pemaknaan terdapat pada intensi penulis. Oleh

karena itu, kata-kata bermakna sesuai dengan kehendak penulis.

3. Pendekatan konstruksionis/ konstruktivis (constructionist /constructivist

approach)

Pendekatan konstruktivis menyatakan bahwa pemaknaan

terkonstruksi dalam bahasa dan melalui bahasa. Pemaknaan tidak sekedar

diperoleh dari intensi penulis melainkan melalui sistem representasi.

“Meaning does not inhere in thing. It is constructed, produced. It is the

result of a signifying practice-a practice that producess meaning,that

make things mean”. Dalam pendekatan ini, makna tidak terkandung begitu

saja dalam sebuah tanda, melainkan terbangun ketika pemaknaan tersebut

dilakukan oleh orang yang juga telah memiliki serangkaian konsep sesuai

dengan budaya yang melingkupinya.

Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam sistem representasi ini adalah

kelompok yang dapat memproduksi dan bertukar makna dengan baik terdiri dari

sekumpulan individu yang memiliki latar belakang pengetahuan/ kebudayaan

yang sama. Sehingga pemaknaan terhadap suatu objek juga akan sama. Seperti

yang dikemukakan oleh Verstergaard dan Schroder (dalam Bungin, 2006:225),

dalam bahasa komunikasi ada pesan verbal dan pesan visual. Pesan verbal

berhubungan dengan situasi saat berkomunikasi dan situasi ini ditentukan oleh

konteks sosial kedua pihak (addresser dan addressee) yang melakukan

komunikasi. Sedangkan dalam pesan visual, hubungan kedua belah pihak

sepenuhnya tidak ditentukan situasi, namun bagaimana addressee menafsirkan

teks dan gambar.

Anggota dari suatu kebudayaan yang sama harus berbagi konsep-konsep,

gambaran, dan ide yang memungkinkan mereka untuk berpikir dan merasakan

dunia dengan cara yang sama. Mereka harus berbagi dan berbicara dengan kode

kebudayaan yang sama. Dalam pengertian ini, proses pemikiran dan pendapat

merupakan sistem representasi itu sendiri (Hall, 2003:17).

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

24

F. Metodologi

1. Metode Penelitian

Peneliti memilih metode semiotika untuk menganalisis representasi gaya

hidup urban di dalam iklan karena studi ini dapat mengkaji tentang peran tanda

sebagai bagian dari kehidupan sosial. Studi sistematis suatu tanda-tanda dikenal

sebagai semiologi, yang berarti “kata-kata mengenai tanda-tanda”. Kata semi

berasal dari kata bahasa Latin semion yang berarti tanda. Dalam A Theory of

Semiotics oleh Umberto Eco (dalam Berger, 2000:4), semiotika berkaitan dengan

segala hal yang dapat dimaknai suatu tanda-tanda. Sebuah tanda adalah segala

sesuatu yang dapat dilekati (dimaknai) sebagai penggantian yang signifikan untuk

sesuatu yang lainnya.

Tanda-tanda adalah sesuatu yang berdiri pada sesuatu yang lain atau

menambahkan dimensi yang berbeda pada sesuatu, dengan memakai segala

apapun yang dapat dipakai untuk mengartikan suatu hal lainnya. Pierce (dalam

Berger, 2005:1) menyebut tanda sebagai suatu pegangan seseorang akibat

keterkaitan dengan tanggapan atau kapasitasnya. Ada satu tujuan komunikasi

yang harus diingat yaitu tanda bermakna sesuatu.

Mengkaji iklan dalam perspektif semiotika dapat dilakukan melalui sistem

tanda dalam iklan. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang,

baik yang verbal maupun yang berupa ikon. Iklan juga menggunakan tiruan

indeks, terutama dalam iklan radio, televisi dan film (Sobur, 2004:116). Kajian

sistem tanda dalam iklan juga mencakup objek, yang merupakan hal yang

diiklankan. Bermacam-macam tanda yang digunakan menarik untuk dikaji, yakni

bagaimana mereka menimbulkan arti, bagaimana mereka berhubungan, apa yang

mereka pancarkan tentang masyarakat kita dan kebudayaannya dan masalah-

masalah yang mereka tunjukkan bagi ahli pembaca tanda-tanda (semiologis) atau

interpretasi tanda-tanda yang lain. Karena terdapat kemungkinan untuk

menggunakan tanda-tanda sebagai cerminan sebuah citra (Berger, 2000:8).

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

25

Secara lebih spesifik, penelitian ini akan menggunakan teknik analisis

semiotik dari Roland Barthes. Metode ini relevan karena sesuai dengan tujuan

penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti. Dengan metode ini peneliti meyakini

dapat melihat tanda-tanda baik yang implisit maupun eksplisit dalam iklan

tersebut secara menyeluruh. Seperti yang dikemukakan oleh Barthes, bahwa

makna konotasi merupakan makna yang juga penting dalam sebuah pesan. Maka

dalam hal ini iklan dapat dilihat makna pesannya secara menyeluruh sehingga

dapat mengidentifikasi maksud yang sebenarnya dibalik iklan rokok A Mild dan

U Mild tersebut.

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan secara cermat terhadap

iklan A Mild versi Manimal dan U Mild versi Cowok Lebih Tau. Iklan A Mild

versi Manimal berdurasi 60 detik, sedangkan iklan U Mild versi Cowok Lebih

Tau berdurasi 45 detik. Selain melakukan pengamatan terhadap video iklan,

peneliti juga melakukan studi pustaka untuk menambah informasi dan

pemahaman mengenai konstruksi gaya hidup dan periklanan. Informasi tersebut

bersumber dari buku, penelitian terdahulu, jurnal, web serta artikel yang sudah

ada baik dalam bentuk fisik maupun online.

3. Analisis Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis video

iklan A Mild versi Manimal dan U Mild versi Cowok Lebih Tau adalah analisis

semiotik dari Roland Barthes. Analisis semiotik Roland Barthes dipilih karena

dalam konsepnya, ia menggunakan konsep sintagmatik dan paradigmatik untuk

menjelaskan gejala budaya seperti sistem busana, menu makanan, arsitektur,

lukisan, film, iklan serta karya sastra. Barthes memandang semua hal tersebut

sebagai suatu sistem bahasa yang berhubungan dengan sistem relasi dan oposisi.

Ada dua konsep, konotasi yang menjadi kunci penting dalam menganalisis budaya

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

26

dan konsep mitos yang merupakan hasil penerapan konsep konotasi di dalam

kehidupan sehari-hari.

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan 2 tahap analisis. Signifikasi

tahap pertama merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified

(konten) di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Hal itulah yang disebut

sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda (sign) (Wibowo, 2011:117).

Selanjutnya pada tahap kedua, peneliti akan menemukan konotasi. Hal ini

menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau

emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Pada signifikasi tahap

kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth) yang

merupakan produk kelas sosial yang sudah memiliki suatu dominasi. “The

connotative meaning that signs carry wherever they go; myth makes what is

cultural seem natural” (Griffin, 2012:333).

Dalam bukunya yang berjudul Mythologies, Barthes banyak menunjukkan

bagaimana aspek denotatif tanda-tanda dalam budaya pop menyingkapkan

konotasi yang pada dasarnya adalah mitos-mitos (myth) yang dibangkitkan

kembali oleh sistem tanda yang lebih luas yang membentuk masyarakat (Cobley

& Janz dalam Sobur, 2005:68). Dalam kajian ini, gaya hidup merupakan suatu

mitos yang akan dikaji lebih lanjut dan dapat dirumuskan dengan sistem tanda

Roland Barthes :

Gambar 1.2 Peta Tanda Roland Barthes

1. signifier 2. signified

3. denotative sign

2. CONNOTATIVE

SIGNIFIED

1. CONNOTATIVE

SIGNIFIER

3. CONNOTATIVE SIGN

MYTH

Language

(code)

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

27

Roland Barthes merupakan seorang pengikut Saussure. Dari jalur

Saussurean, membaca dan menstrukturkan teks dapat dilakukan dalam dua

langkah, yakni sintagmatik dan paradigmatik.

1. Analisis Sintagmatik, yaitu dengan mencoba mencari keberadaan struktur

tampak pada sebuah teks. Analisis ini mencari hubungan antara bagian-

bagian dalam teks (Piliang, 1999:2004). Kunci untuk memahami tanda

adalah hubungan struktural antara tanda yang terdiri dari 2 tipe hubungan,

yakni struktural paradigmatik yang terkait dengan pilihan dan sintagmatik

yang terkait dengan kombinasi (dari tanda-tanda yang terpilih) (Fiske,

2012:96).

2. Analisis Paradigmatik, berfokus pada bagaimana oposisi yang tersembunyi

dalam teks menghasilkan makna (Berger, 2000:46). Paradigmatik

(paradigms) merupakan sebuah istilah teknis untuk menggambarkan

bahwa sebuah tanda itu bermakna dalam hubungannya dengan tanda

lainnya (Danesi dalam Utami, 2014:23). Makna dari unit yang dipilih

sangat ditentukan oleh makna dari unit-unit yang tidak dipilih. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa dimana ada pilihan disitu terdapat

makna, dan makna dari yang dipilih ditentukan oleh makna yang tidak

terpilih (Fiske, 2012:95).

Karena aspek konotasi menjadi salah satu bagian terpenting dalam analisis

penelitian, Barthes juga memberikan penjelasan mengenai prosedur-prosedur

konotasi dalam sinematografi. Prosedur-prosedur konotasi tersebut antara lain :

1. Objek, misalnya dengan penataan properti yang ada dalam suatu adegan,

yang dapat menimbulkan makna tertentu sehingga muncul pemahaman

yang dapat dipahami secara konotasi

2. Trick Effect, misalnya dengan memadukan dua gambar secara artifisial

3. Pose, misal dengan mengatur arah pandangan mata atau cara duduk

seorang aktor atau aktris

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

28

4. Estetisme, misal dengan diperhatikannya nilai estetis dalam adegan yang

berdampak pada pemahaman akan teks secara keseluruhan

5. Fotogenia, dengan mengatur exposure dan lighting

6. Sintaksis, dnegan merangkai beberapa foto dengan sebuah sekuen

sehingga penanda dan petanda konotasinya tidak ditemukan pada fragmen-

fragmen, melainkan pada keseluruhan rangkaian tersebut.

Image yang dibangun melalui konotasi-konotasi tersebut memiliki banyak

pesan. Karena iklan yang akan diteliti merupakan iklan yang bersifat audiovisual,

maka banyak aspek sinematografis yang juga harus diperhatikan dalam penelitian

ini. Untuk menganalisisi iklan dapat menggunakan tanda-tanda dan sistem tanda

pada iklan tersebut. Sehingga penganalisa dan tahapannya tidak luput dari

beberapa hal menurut Berger (dalam Tinarbuko, 2008:117-118) berikut :

1. Mencari makna keseluruhan dari iklan

2. Mencermati hubungan yang muncul antara elemen gambar dan elemen

tertulis

3. Mengamati tanda-tanda dan lambang-lambang serta peran yang dimainkan

oleh tanda-tanda dan simbol yang terdapat dalam iklan tersebut

4. Memahami ekspresi-ekspresi, pose, yang ditampilkan oleh model iklan

atau figure iklan

5. Pemahaman background dan foreground pada iklan

6. Pemahaman bahasa yang digunakan dalam iklan tersebut.

Analisis yang akan dilakukan adalah dengan membagi iklan dalam suatu

struktur video iklan yaitu scene dan shot. Selanjutnya hasil analisis iklan tersebut

diberi pemakanaan terkait dengan objek yang dianalisis dengan konteks sosial dan

budaya dimana objek tersebut berada. Unit-unit yang akan dilakukan analisis

dalam iklan A Mild versi Manimal dan U Mild versi Cowok Lebih Tau terdiri dari

naskah iklan yang bersifat verbal (daya tarik/ appeals, format naskah, struktur

naskah dan gaya naskah), serta ilustrasi iklan yang bersifat visual dengan

kategori-kategori yang telah dicantumkan dalam tabel sebelumnya. Untuk

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

29

mempermudah peneliti, maka unit analisis tersebut disederhanakan dalam tabel

berikut :

Tabel 1.2 Unit Analisis

No. Unit Terteliti Unsur Sub Unsur

1. Bahasa Verbal Copy (Naskah) Gaya bahasa, format naskah,

struktur naskah dan gaya

naskah.

2. Bahasa Non-

verbal / visual

Warna Jenis warna (tone)

Subjek / Objek Iklan Aktivitas, minat, pandangan-

pandangan,identitas

(wardrobe dan perlengkapan)

Ekspresi subjek dan

objek iklan

Facial Expression

Setting Tempat, waktu dan suasana

Action Posture, gesture, the eye,

touch, personal space,

interaksi

Teknik pengambilan

gambar

Camera shot dan camera

movement

3. Audio Jenis Musik Irama musik dan sound effect

Di dalam studi semiotika, setiap shot dapat dianalisis sebagai penanda

yang memiliki makna tersendiri. Selain itu, terdapat berbagai teknik pengambilan

gambar yang digunakan untuk membedah suatu shot video iklan yang dirumuskan

dalam tabel berikut :

Tabel 1.3 Teknik Pengambilan Gambar

Penanda Petanda

Ukuran Pengambilan Gambar

Big Close Up

Close Up

Medium Shot

Emosi, peristiwa penting, drama

Keintiman

Hubungan personal dengan subjek

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93094/potongan/S1-2016...Iklan merupakan komponen vital dalam organisasi reproduksi kapital. Iklan

30

Medium Long Shot

Long Shot

Konteks, jarak publik

Hubungan sosial

Sudut Pengambilan Gambar (camera angle)

High Angle

Eye Level Angle

Low Angle

Dominasi, kekuatan, kewenangan

Kesetaraan

Kelemahan, tidak punya kekuatan

Fokus

Selective focus

Soft focus

Deep focus

Menarik perhatian penonton

Romantika, nostalgia

Semua elemen adalah penting

Pencahayaan

High key

Low key

High contrass

Low contrass

Kebahagiaan

Kesedihan

Teatrikal, dramatis

Realitas, dokumenter

Kode Sinematik

Zoom in

Zoom out

Pan (kiri atau kanan)

Tilt (atas atau bawah)

Fade in

Fade out

Dissolve

Wove

Iris out

Slow motion

Follow

Observasi

Konteks

Mengikuti, mengamati

Mengikuti, mengamati

Mulai/ awal

Selesai/ akhir

Jarak waktu, hubungan antar adegan

Kesimpulan yang menghentak

Film tua

Kesan waktu, perhatian

Evaluasi, apresiasi keindahan

Sumber : Selby & Cowdery, 1995 (dalam Utami, 2014:37)