kapital dalam masyarakat dan pengaruhnya

285
KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS HIDUP (Suatu Analisis Persepsi Masyarakat Banjar di Buleleng - Bali ) DISERTASI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor KETUT GEDE MUDIARTA 0706222782 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI SOSIOLOGI Depok, 2010 Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Upload: phamngoc

Post on 11-Dec-2016

226 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

KAPITAL DALAM MASYARAKATDAN PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS HIDUP

(Suatu Analisis Persepsi Masyarakat Banjar di Buleleng - Bali )

DISERTASIDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

KETUT GEDE MUDIARTA0706222782

UNIVERSITAS INDONESIAFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI SOSIOLOGIDepok, 2010

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 2: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

ii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Disertasi ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah dinyatakan dengan benar

Nama : Ketut Gede Mudiarta

NPM : 0706222782

Tanda Tangan :

Tanggal : 22 Nopember 2010

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 3: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

iii

HALAMAN PENGESAHAN DISERTASI

Disertasi ini diajukan oleh :

Nama : Ketut Gede MudiartaNPM : 0706222782Departemen : SosiologiJudul Disertasi : KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN

PENGARUHNYA TERHADAP KUALITASHIDUP (Suatu Analisis Persepsi Masyarakat Banjar diBuleleng –Bali)

Promotor

Iwan Gardono Sudjatmiko, Ph.D

Ko Promotor

Dr. Der Soz. Rochman Achwan

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 4: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

iv

HALAMAN PENGESAHAN DISERTASI

Disertasi ini diajukan oleh :

Nama : Ketut Gede MudiartaNPM : 0706222782Departemen : SosiologiJudul Disertasi : KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN

PENGARUHNYA TERHADAP KUALITASHIDUP (Suatu Analisis Persepsi Masyarakat Banjar diBuleleng –Bali)

Promotor

Iwan Gardono Sudjatmiko, Ph.D

Ko Promotor

Dr. Der Soz. Rochman Achwan

MENGETAHUI,KETUA PROGRAM PASCASARJANA

DEPARTEMEN SOSIOLOGIFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA

Lugina Setyawati, Ph.D.

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 5: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

v

HALAMAN PENGESAHAN

Disertasi ini diajukan oleh :

Nama : Ketut Gede MudiartaNPM : 0706222782Departemen : SosiologiJudul Disertasi : KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN

PENGARUHNYA TERHADAP KUALITASHIDUP (Suatu Analisis Persepsi Masyarakat Banjar diBuleleng –Bali)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagaibagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Doktor dalambidang Sosiologi pada Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan PolitikUniversitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Promotor : Iwan Gardono Sudjatmiko, Ph.D. (.................................................)

Ko Promotor : Dr. Der Soz. Rochman Achwan (.................................................)

Tim Penguji : Prof. Paulus Wirutomo, Ph.D (Ketua) (................................)

Lidya Triana, Msi (Sekretaris) (................................)

Prof. Dr. Robert M.Z. Lawang (Anggota) (................................)

Dr. Rusydi Syahra (Anggota) (................................)

Dr. Linda Darmajanti, MT (Anggota) (................................)

Lugina Setyawati, Ph.D. (Anggota) (................................)

Ditetapkan di : DepokTanggal : 22 Nopember 2010

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 6: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahaesa penulis panjatkan, karena penulis

selalu memperoleh rahmat dan limpahan karunia Nya dalam menyelesaikan

Disertasi ini tepat pada waktunya. Penulisan Disertasi ini merupakan tugas yang

sangat berat dan penting bagi upaya penulis dalam pencapaian karir akademik

tertinggi, dan memberi kebanggaan pada diri dan keluarga penulis, serta institusi

tempat penulis bekerja.

Secara umum, Disertasi ini bertujuan untuk mengetahui penguasaan kapital

dalam masyarakat dan pengaruhnya terhadap kualitas hidup, ditinjau dari persepsi

masyarakat. Secara khusus, studi ini bertujuan untuk menjelaskan potensi masing-

masing jenis kapital yakni kapital sosial, kapital budaya, kapital politik, dan kapital

ekonomi dalam mempengaruhi kualitas hidup masyarakat. Untuk memperdalam

analisis, studi ini juga menjelaskan peran pemerintah, swasta, dan potensi komunitas

lokal dalam mempengaruhi penguasaan kapital dan kualitas hidup masyarakat. Topik

Disertasi ini secara konsisten penulis kembangkan sejak penulis menyusun Pra-

Proposal sebagai syarat masuk Program Doktor Sosiologi tahun 2007, di Universitas

Indonesia. Penyelesaian Disertasi ini tidak terlepas dari berbagai masukan bagi

pengembangan dan penyempurnaan Disertasi selama masa studi, antara lain melalui

proses pembelajaran dan perkuliahan, ujian Pra Kualifikasi, Ujian Proposal, Ujian

Seminar Hasil, dan bimbingan yang sangat berharga dan sedemikian tulus dari

Promotor dan Ko Promotor penulis, hingga pelaksanaan Ujian Prapromosi dan

Promosi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan

dan terima kasih yang sangat tulus kepada semua pihak yang secara langsung maupun

tidak langsung membantu penulis dalam penyelesaian Disertasi ini.

Pertama-tama penghargaan dan terima kasih yang sangat tulus penulis

sampaikan kepada Bapak Iwan Gardono Sudjatmiko, Ph.D selaku Promotor serta

Bapak Dr.der Soz Rochman Achwan selaku Ko Promotor, yang telah banyak

membimbing dan memberikan arahan yang mendalam serta selalu memotivasi

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 7: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

vii

penulis untuk menyelesaikan Disertasi ini. Saya bangga memiliki kesempatan belajar

dan memperoleh bimbingan yang sedemikian intensif dan mendalam dari beliau.

Penghargaan dan ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak

Prof Dr. Paulus Wirutomo selaku ketua Dewan Penguji, Prof Dr. Robert M.Z.

Lawang selaku penguji internal, Bapak Dr. Rusydi Syahra dari LIPI sebagai penguji

eksternal, Bapak Dr. Iwan Tjitradjaja selaku ketua Tim Penguji Prapromosi, Ibu

Lugina Setyawati, PhD selaku anggota Dewan Penguji sekaligus Ketua Program

Doktor Sosiologi Univesitas Indonesia. Terima kasih kepada Dekan FISIP UI, Prof

Dr. Bambang Shergy Laksmono dan kepada Ketua Departemen Sosiologi, Ibu Dr.

Linda Darmajanti Ibrahim sekaligus sebagai anggota penguji, yang telah

membimbing dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh dan

menyelesaikan studi.

Pada kesempatan ini, penulis juga sangat berterima kasih dan menyampaikan

penghargaan yang tulus kepada seluruh staf pengajar Departemen Sosiologi UI

terutama kepada Bapak Prof Dr. der Soz Gumilar R Sumantri yang dalam kesibukan

beliau selaku Rektor UI, berkesempatan memberikan pencerahan dalam perkuliahan

metode kualitatif. Kepada Bapak Prof Dr. Kamanto, Ibu Dr. Meuthia Gani

Rochman, dan Ibu Dr. Rosa Diniari yang telah membimbing proses penelahaan

jurnal internasional, yang sangat bermanfaat bagi kedalaman wawasan penulis.

Selanjutnya kepada Bapak Dr. Ignas Kleden, Ibu Francisia SS Erry Seda, PhD yang

membekali pengetahuan teori-teori sosial dan Sosiologi secara mendalam, serta

Bapak Dr. Fu Xie dan Dr. Heru Prasadja yang membimbing pendalaman metode

statistik dan kuantitatif dibawah koordinasi Bapak Iwan Gardono Sudjatmiko, PhD.

Pengahargaan dan terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada segenap

pengajar yang tidak penulis sebutkan satu persatu, dan juga kepada staf program

Doktor Sosiologi UI yakni Ibu Lidya Triana MSi, Pak Santoso S Sos, Mba Vidya,

Mba Rini, dan Pak Agus yang sedemikian tulus membantu penulis, dalam proses

maupun penyelesaian studi.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Kepala Badan

Litbang Pertanian dan Bapak Sekretaris Badan Litbang Pertanian, yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh jenjang pendidikan

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 8: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

viii

tertinggi melalui tugas belajar di Universitas Indonesia dengan biaya dari DIPA

Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian.

Penulis juga sangat berterima kasih kepada rekan-rekan di BPTP Denpasar-

Bali, terutama kepada Ir. Nyoman Adijaya MSi dan Putu Sugiarta, SP serta kawan-

kawan yang telah banyak membantu proses pengumpulan data di lapangan.

Selanjutnya kepada rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Program Doktor Sosiologi

UI angkatan 2007, pertemanan dan keakraban selama belajar serta berjuang di UI

sangat mendorong penulis dalam menyelesaikan Disertasi ini. Terima kasih teman

sekaligus sesepuh saya angkatan 2007, kandidat Doktor Bapak Marsdya (Purn)

Koesnadi Kardi dan Kang Gerry Jusuf yang telah mewarnai masa-masa studi dan

diskusi kita selama ini. Demikian juga kepada rekan-rekan lainnya yang telah

kandidat doktor: Mba Kustini, Mba Devy, Mba Waidah, Mas Trisno, Pak Ramly,

Pak Sabar Sitanggang, Mas Faizin, Mas Heru Cokro, Pak Yacob, Pak Servulus, dan

juga teman sekaligus yang saya anggap adik sendiri: Pak Iskandar. Sekali lagi terima

kasih atas kerja sama selama ini sehingga Disertasi ini dapat diselesaikan. Semoga

teman-teman semuanya dapat segera menyusul untuk menyelesaikan studi.

Akhirnya penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada

keluarga besar, terutama orang tua, isteri (Dra. Ni Wayan Sri Agustini) dan anak-anak

(Agy dan Ama) tercinta yang sedemikian tulus selalu mendoakan, mendampingi, dan

memberikan semangat serta dukungan yang tidak terhingga selama menempuh studi

program Doktor Sosiologi di Universitas Indonesia.

Depok, 22 Nopember 2010

Penulis

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 9: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

ix

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASITUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

_____________________________________________________

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Ketut Gede MudiartaNPM : 0706222782Program Studi : SosiologiFakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikJenis Karya : Disertasi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepadaUniversitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

KAPITAL DALAM MASYARAKATDAN PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS HIDUP

(Suatu Analisis Persepsi Masyarakat Banjar di Buleleng –Bali)

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas RoyaltiNoneksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan,mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari sayaselama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagaipemilik Hak Cipta.

Demikianlah pernyataan saya ini, saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: DepokPada Tanggal: 22 Nopember 2010

Yang menyatakan,

(Ketut Gede Mudiarta)

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 10: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

x

ABSTRAK

Nama : Ketut Gede Mudiarta (0706222782)Program Studi : SosiologiJudul : KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

TERHADAP KUALITAS HIDUP (Suatu Analisis PersepsiMasyarakat Banjar di Buleleng –Bali)

Disertasi ini bertujuan untuk menjelaskan peran kapital dalam masyarakatdan pengaruhnya terhadap kualitas hidup masyarakat (QoL), ditinjau dari persepsimasyarakat. Upaya memperdalam analisis juga dilakukan dengan membahas perantripartit pemerintah-swasta-masyarakat dalam peningkatan penguasaan kapital dankualitas hidup masyarakat agribisnis berbasis komunitas banjar. Studi inimenggunakan model desain penelitian dominan-kurang dominan, yaknimenggunakan metoda kuantitatif sebagai pendekatan utama yang didukungpendekatan kualitatif. Lokasi penelitian ditetapkan pada lokasi implementasi PRIMATANI yakni program percepatan akselerasi pemasyarakatan inovasi teknologipertanian di Bali, tepatnya di Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak-Buleleng.

Temuan utama penelitian ini adalah: Pertama, hasil regresi dilanjutkananalisis jalur yang dilakukan menunjukkan bahwa ternyata kapital sosial merupakanfaktor yang paling dominan pengaruhnya bagi peningkatan kualitas hidup,dibandingkan jenis kapital lainya, yakni kapital budaya, politik, dan ekonomi. Kedua,lingkungan institusional berupa peraturan dan kebijakan-kebijakan formal, ataupununsur-unsur baru secara dinamis berjalan menjadi kerangka dalam mengaturtindakan ekonomi aktor atau kelompok pelaku agribisnis, berbasis banjar. Tindakanekonomi aktor, berbasis pada relasi informal yang dilandasi kepercayaan bersama,norma, dan aturan-aturan in-formal banjar yang ternyata memiliki kelenturan(fleksibilitas) yang kuat dalam mewadahi aktivitas anggotanya. Pertalian danpertautan antara lingkungan institusional dengan relasi informal yang mengikattindakan aktor dalam mengejar kepentingan-kepentingannya merupakan sebuahkerangka, yakni kerangka institusional. Pada kerangka itu, peran pemerintah-swasta-komunitas lokal, memainkan fungsi penting bagi peningkatan penguasaan kapitalsosial, budaya, politik, dan kapital ekonomi yang bermuara pada peningkatan kualitashidup komunitas agribisnis berbasis banjar. Tingginya peran kapital sosial dalampeningkatan kualitas hidup mesti didukung intervensi kebijakan dalam halpenganggaran program pembangunan yang dapat merangsang semakin tumbuh danberkembangnya jaringan sosial. Kebijakan agribisnis terutama implementasi inovasiteknologi mesti bersifat tranformatif bagi perubahan budaya dan struktur sosialmasyarakat. Pada sisi lain, investasi pembangunan ruang sosial perlu ditingkatkan,karena investasi bidang ini relatif tertinggal dibandingkan investasi dalam bidangekonomi.

Kata Kunci: kapital, masyarakat, tripartit, kualitas hidup (QoL)

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 11: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

xi

ABSTRACT

Name : Ketut Gede Mudiarta ( 0706222782)Program Studi : SosiologiJudul : CAPITAL IN COMMUNITY AND ITS INFLUENCE TO THE

QUALITY OF LIFE (An Analysis of Banjar CommunitiesPerception in Buleleng, Bali)

The purpose of the research in general is to analyze the capital in communityand its influence to the quality of life (QoL), analized by the public perception. Inmore spesific way, it explains the role of government, private sector, and localcommunity in influencing capital namely social capital, cultural capital, politicalcapital, and economic capital and their influence to improve the quality of life. Thisstudy applies the dominant –less dominant design model. Main approach appliedquantitative study supported by qualitative approach. This research conducted inlocation of implementation PRIMA TANI namely program disseminationacceleration of agriculture technology innovation in Bali, precisely in Sanggalangit,District of Gerokgak-Buleleng.

The main finding in this dissertation are: First, result of regression and pathanalysis indicates that social capital is the most dominance influence for improvementof QoL, compared to other capital form. Second, in the agribussiness developmentshow that institutional environment as formal regulation and policies, integrated withinformal relationship at the messo and micro levels of individuals and theirinterpersonal ties as institutionalism mechanism. At the mechanism, the role oftripartit, plays necessary function for improvement of capital and improve the qualityof life. Domination of the role of social capital in improvement the QoL must besupported by policy intervention in the case of budgeting and development programswhich can stimulate social networks grows. Implementation of agriculturalinnovation must transformativelly for social changes, both for cultural and structural.Investation for social space need to be improved, because the invesment of this caserelatively lag than in the field of economics.

Keyword: capital, community, the role of tripartit, quality of life.

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 12: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

xii

DAFTAR ISIHalaman

PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAH PEMBIMBIMG DISERTASI ................ iii

HALAMAN PENGESAHAN DISERTASI ............................................ iv

KATA PENGANTAR ............................................................................... vi

ABSTRAK .................................................................................................. x

ABSTRACT ............................................................................................... xi

DAFTAR ISI ............................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xviii

I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.11.1.11.1.2

Latar Belakang .................................................................................Kualitas Hidup (QualityofLife/QoL)Masyarakat ..................................................Peran Tripartit (Pemerintah –Swasta –Masyarakat) dan DinamikaPembangunanPertanian Nasional ..............................................................................

113

1.2 Pokok Permasalahan ........................................................................ 91.3 Pernyataan Tujuan Penelitian ..................................................................................... 101.4 Signifikansi Penelitian ..................................................................... 14

1.4.1 Manfaat PenelitianSecara Akademis ....................................................................... 141.4.2 Aspek Kebijakan ........................................................................................................... 15

1.5 Pertanyaan Penelitian dan Hipotesa .............................................. 16

II. KERANGKA TEORITIS ........................................................ 18

2.12.2

2.2.12.2.22.2.32.2.4

Kerangka Pemikiran .......................................................................Tinjauan Pustaka dan Hasil Studi-studi Terdahulu ......................Teori dan Konsep Kapital dalam Kegiatan Ekonomi .................Kapital Sosial dan Pengembangan Ekonomi Wilayah...................Kapital Budaya dalam Kehidupan Masyarakat.............................Kapital Politik dalam Pengembangan Ekonomi Masyarakat .......

182020253032

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 13: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

xiii

2.2.5

2.2.6

Sinerji Kapital Ekonomi, Kapital Sosial, dan PotensiSumberdaya Alamiah dalam Pengembangan Agribisnis BerbasisKomunitas .......................................................................................Peran Tripartit Pemerintah, Swasta, dan Komunitas Lokal dalamPerspektif Teori New Institutionalism ............................................

35

382.2.7 Kualitas Hidup (Quality of Life/QoL) dalam Pengembangan Agribisnis

BerbasisKomunitasBanjar........................................................................................... 542.3 Landasan Teori Studi Representasi Kapital dalam Peningkatan

Kualitas Hidup Komunitas Agribisnis Berbasis Banjar di Bali.. 67

III. METODOLOGI ............................................................................ 69

3.1 Subyek Penelitian (Populasi Penelitian) ........................................................... 703.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 733.3 Metoda Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel Penelitian... 74

3.3.1 Metoda Kuantitatif ......................................................... 743.3.2 Pengumpulan data Kualitatif ........................................... 77

3.4 Analisis Data ............................................................................... 803.5 Variabel Penelitian dan Operasionalisasi Konsep ...................... 853.6 ProsesPenelitian .............................................................................................................. 91

IV. KONSTRUKSI SOSIAL KOMUNITAS AGRIBISNISBERBASIS BANJAR DI BULELENG-BALI ........................... 101

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian................................................. 1014.2. Profil Demografi Masyarakat Sanggalangit ................................... 1044.3 Struktur Sosial Masyarakat ............................................................ 1064.3.1 Sistem Perekonomian Masyarakat Sanggalangit ........................... 1064.3.2 Sistem Integrasi dan Religi Masyarakat Sanggalangit ................... 1074.3.3 Sistem Stratifikasi Masyarakat ........................................................ 108

4.4 Dimensi Sejarah dan Konflik dalam Masyarakat ............................ 1104.5 Banjar dan Posisinya dalam Pemerintahan di Propinsi Bali ............ 1124.6 Fleksibilitas Banjar dalam Mewadahi Kebijakan Pembangunan

Pertanian Terpadu di Bali ................................................................ 1204.7.4.8.

Pengembangan Agribisnis Pedesaan Berbasis Banjar ....................Beberapa Isu Pokok dalam Pengembangan Agribisnis ...................

131132

V. KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYATERHADAP KUALITAS HIDUP

137

5.1. Peranan Kapital dalam Peningkatan Kualitas Hidup .................... 138

5.1.1. Kapital Sosial Memiliki Peran Penting Terhadap PeningkatanKualitas Hidup Masyarak................................................................. 144

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 14: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

xiv

5.1.2. Kapital Budaya Sebagai Faktor Penunjang Kualitas HidupMasyarakat....................................................................................... 150

5.1.3. Kapital Politik dalam Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat....... 153

5.1.4. Dominasi Peran Kapital Ekonomi dalam Peningkatan KualitasHidup .............................................................................................. 155

5.2. Diskusi Temuan Data Lapangan: Persepsi Masyarakat TentangPenguasaan Kapital dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Hidup .. 160

VI. KAPASITAS TRIPARTIT PEMERINTAH-SWASTA-MASYARAKAT DALAM PENINGKATAN PENGUASAANKAPITAL DAN KUALITAS HIDUP (QoL) MASYARAKAT

163

6.1. Peran Tripartit Pemerintah, Swasta, dan Masyarakan MemainkanFungsi Penting Bagi Peningkatan Penguasaan Kapital...................

163

6.1.1 Kapasitas Tripartit dan Koproduksi Pemeritah, Swasta, danMasyarakat dalam Penguasaan Kapital Sosial Masyarakat .......... 168

6.1.2 Kapasitas Tripartit dan Koproduksi Pemeritah, Swasta, danMasyarakat dalam Penguasaan Kapital Budaya ........................... 170

6.1.3 Kapasitas Tripartit dan Koproduksi Pemeritah, Swasta, danMasyarakat dalam Penguasaan Kapital Politik ............................. 171

6.1.4 Kapasitas Tripartit dan Koproduksi Pemeritah, Swasta, danMasyarakat dalam Penguasaan Kapital Ekonomi ........................ 173

6.2. Integrasi Lingkungan Kebijakan Formal dan In-formal Rulesdalam Peningkatan Kualitas Hidup ................................................. 174

6.3. Keberlakuan Hipotesis (5) dan (6) : Pengaruh Peran Tripartit danKoproduksi Pemerintah-Swasta- Masyarakat Terhadap PenguasaanKapital dan Kualitas Hidup.......................................... 181

6.4 Analisis Jalur Hubungan Antar Variabel Yang MempengaurhiQoL ................................................................................................ 198

VII. DISKUSI TEMUAN PENELITIAN: IMPLIKASI TEORITISDAN IMPLIKASI METODOLOGIS .......................................... 210

7.1. Implikasi Teoritis ............................................................................. 2107.1.1. Persepsi Masyarakat Tentang Penguasaan Kapital dalam Komunitas

Agribisnis Berbasis Banjar, serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas HidupMasyarakat. ....................................................................................................................... 210

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 15: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

xv

7.1.2. Peran Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat dalam PeningkatanRepresentasi Kapital ........................................................................ 214

7.1.3. Integrasi Lingkungan Institusional Level Makro dan InformalRules di Level Mikro: Tinjauan Terhadap DimensiCoupling (Keserasian) dan Decoupling (Ketidakserasian) dalamImplementasi Prima Tani ................................................................. 215

7.1.4. Model Peningkatan Kualitas Hidup (QoL) Masyarakat .................. 2177.2. Implikasi Metodologis ..................................................................... 218

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ........... 221

8.1. Kesimpulan ...................................................................................... 2218.2. Rekomendasi Kebijakan .................................................................. 222

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 229

LAMPIRAN .................................................................................... 235

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 16: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

xvi

Daftar Tabelhalaman

2.1. MatrikPrinsip-prinsipTeoriNewInstitusional.............................................................. 463.1. Matriks Teknik Pengumpulan dan Sumber Data ............................. 783.2. Matrik Catatan Hasil Wawancara dan Observasi ............................... 803.3. Definisi Operasional Variabel dan Indikator yang Diukur ............. 853.4. Nilai Alpha Cronbach Variabel-variabel Penelitian Berdaasarkan

Data Pretest di Desa Musi, Kecamatan Gerokgak-Buleleng .......... 943.5. Nilai Alpha Cronbach Variabel-variabel Penelitian Berdasarkan

Data Hasil Survai, di Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak-Buleleng .......................................................................................... 99

4.1. Keadaan Penduduk Desa Sanggalangit Menurut TingkatPendidikan ....................................................................................... 105

4.2. Angkatan Kerja Penduduk Sanggalangit Menurut Jenis MataPencaharian ...................................................................................... 105

4.3. Perkembangan Jumlah Petani dan Kelompok Tani yangBerparisipatif dalam Prima Tani di Desa Sanggalangit 2005-2008................................................................................................... 129

4.4. Posisi Kredit Perbankan Menurut Sektor Ekonomi 2008 (Rp.Milyar), BPS, Bali. 2008 .............................................................. 135

5.1. Peran Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat MendukungPenguasaan Kapital ......................................................................... 139

5.2. Pengaruh Penguasaan Kapital yang Dipersepsikan Masyarakat,Terhadap Kualitas Hidup............................................................... 141

5.3. Tingkat Kualitas Hidup Responden........................... 142

5.4. Kepercayaan Responden terhadap OrganisasiTerkait.........................................

146

5.5. Kategori Penguasaan Kapital Sosial dalam Masyarakat .................148

5.6. Crosstab Kategori Penguasaan Kapital Sosial dengan KualitasHidup................................................................................................ 149

5.7. Kategori Skor Penguasaan Kapital Budaya.................................... 150

5.8. Crosstab Kategori Penguasaan Kapital Budaya dengan KualitasHidup ................................................................................................ 152

5.9. Kategori Skor Penguasaan Kapital Politik........................................153

5.10. Crosstab Kategori Penguasaan Kapital Politik dengan KualitasHidup ..............................................................................................

154

5.11. Kategori Skor Penguasaan Kapital Ekonomi ...............................156

5.12. Crosstab Kategori Penguasaan Kapital Ekonomi dengan KualitasHidup................................................................................................. 157

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 17: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

xvii

5.13. Kategori Penguasaan Kapital dan Kualitas Hidup Responden ........ 159

6.1. Peran Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat MendukungPenguasaan Kapital .........................................................................

165

6.2. Pengaruh Peran Tripartit dan Koproduksi Pemerintah, Swasta danMasyarakat Terhadap Penguasaan Kapital Sosial ........................... 170

6.3. Pengaruh Peran Tripartit dan Koproduksi Pemerintah, Swasta danMasyarakat Terhadap Penguasaan Kapital Budaya ........................ 171

6.4. Pengaruh Peran Tripartit dan Koproduksi Pemerintah, Swasta danMasyarakat Terhadap Penguasaan Kapital Politik .......................... 172

6.5. Pengaruh Peran Tripartit dan Koproduksi Pemerintah, Swasta danMasyarakat Terhadap Penguasaan Kapital Ekonomi ...................... 174

6.6. Peran Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat MendukungPeningkatan QoL. ..........................................................................

177

6.7. Model Regresi Pengaruh Peran Pemerintah, Swasta, Masyarakat,dan Koproduksi Ketiga Unsur Itu, Terhadap Kualitas Hidup..........

179

6.8. Pengaruh Peran Tripartit dan Ko-Produksi Pemerintah, Swasta,Masyarakat, Representasi Kapital, Terhadap Kualitas HidupMasyarakat........................................................................................ 180

6.9. Peringkat Tingkat Kepentingan Indikator Kualitas Hidup .............. 2066.10 HasilRegresi Variabel Eksogen Terhadap QoLObyektif ................................. 2086.11 HasilRegresi Variabel Eksogen Terhadap QoLSubyektif .................................. 2097.1. Tahapan Analisis dan Implikasi Teori: Penguasaan Kapital dalam

Masyarakat dan sertaPengaruhnya Terhadap QoL ..............................................213

7.2. Tahapan Analisis dan Implikasi Teori Peran Tripartit danRepresentasi Kapital ....................................................................... 214

7.3. Tahapan Analisis dan Implikasi Teori ............................................ 2168.1. Matriks Rekomendasi Kebijakan ..................................................... 226

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 18: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

xviii

Daftar Gambarhalaman

2.1. Kerangka Pemikiran Analisis Kapital dalam Masyarakat danPengaruhnya Terhadap Kualitas Hidup Komunitas AgribisnisBerbasis Banjar, Ditinjau dari PersepsiMasyarakat......................................................................................... 19

2.2. Tahapan Perkembangan Pembangunan Agribisnis(Divisualisasikan dengan menyarikan pandangan Sitorus, et.all.2001, h. 3-5)..................................................................................... 37

2.3. Model Interaksi Regulasi Formal (Level Makro) denganOrganisasi (Level Messo)), dan Individu (Level Mikro). (Nee,2005, h.56)....................................................................................... 45

2.4. Model Analisis Sajogyo (1984) mengenai KesejahteraanMasyarakat (Divisualisasikan dengan menyarikan pandanganSitorus,1999 (h. 6) dan Sajogyo, 1985, h. 229) ............................ 57

2.5. Model Analisis Kualitas Hidup (QoL) Masyarakat(Divisualisasikan dengan menyarikan pandangan Castelli, et.all.(2009) h. 111.................................................................................. 58

2.6. Model Hubungan antara Kapital Sosial, Fungsi Negara, danKesejhateraan (Dimodifikasi dari Sumber: Woolcock M, danNarayan D. 2000. Social Capital: Implication for DevelopmentTheory, Research, and Policy. The World Bank ResearchObserver. Vol.15.No.2 (Agustus 2000) p:225-249................................................................................................... 63

2.7. Keterkaitan Kapital Sosial dengan Fungsi Negara (KinerjaPemerintah) dalam Menciptakan Kesejahteraan. Sumber:Woolcock M, dan Narayan D. 2000. Social Capital: Implicationfor Development Theory, Research, and Policy. The World BankResearch Observer. Vol.15.No.2 (Agustus 2000) p:225-249 64

2.8. Model Pengukuran Kapital Sosial (Sumber: Stone W dan HughesJ. 2002. Social Capital: Empirical Meaning and MeasurementValidity. Research Papper 27, Australian Institute of FamilyStudies. Melbourne.) ....................................................................... 65

2.9.. Rincian Model Pengukuran Kapital Sosial (Sumber: Stone W danHughes J. 2002. Social Capital: Empirical Meaning andMeasurement Validity. Research Papper 27, Australian Instituteof Family Studies. Melbourne.) ...................................................... 66

3.1. Kerangka Sampling dan Ukuran Penarikan Sampel ........................ 753.2. Hubungan Represenasi Kapital dengan QoL ................................... 813.3. Diagram Hubungan Peran Tripartit dengan Penguasaan Kapital ... 823.4. Peran Tripartit dalam Peningkatan QoL ......................................... 83

3.5. Model Hipotetik Hubungan antara Peran Tripartit dan Koproduksidengan Representasi Kapital dan Kualitas Hidup (QoL).................. 84

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 19: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

xix

4.1. Peta Kabupaten Buleleng, Bali dan Lokasi Penelitian ................... 1024.2. Peta Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak, Buleleng ............ 1034.3 Struktur Pemerintahan Desa dan Kedudukan Banjar di Bali

(Disarikan dari berbagai sumber, terutama Perda Bali No.06/1986) 1174.4. Multi Fungsi salah satu Balai Banjar di Lokasi Penelitian .............. 1214.5. Pertumbuhan Kelembagaan Pertanian di Sanggalangit................... 1305.1. Kategori Tingkat Kualitas Hidup Masyarakat................................. 1435.2. Penguasaan Kapital Sosial................................................................ 1485.3. Proporsi Penguasaan Kapital Budaya ............................................................ 151

5.4. Penguasaan Kapital Politik dalam Masyarakat................................. 1545.5. Tingkat Penguasaan Kapital Ekonomi dalam Masyarakat .............. 1576.1 Mekanisme Perencanaan Pembangunan Pertanian ......................... 1886.2 Model Hipotetik Kerangka Berpikir Analisis Jalur.......................... 1996.3 Hasil Akhir Analisi Jalur Hubugan Antar Variabel ........................ 203

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 20: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

xx

OM A NO BHADRAHKRATAWO YANTU WICWATAH

BRAHMANYA BRAHMAWANDINI SARASWATI

KRIYATE KARAMANA PACCAT (Reg Wedha. I. 89.1)

Semoga semua pikiran yang baik, datangdari segala penjuruSebab pikiran dan pengertian sumber karya yangbaik....

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 21: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

1

Universitas Indonesia

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.

1.1.1. Kualitas Hidup (Quality of Life/QoL) Masyarakat.

Fenomena sosial mengenai kondisi kualitas hidup (Quality of Life) merupakan

aspek penting dalam menganalisis kesejahteraan sosial masyarakat. Analisis mengenai

quality of life (QoL) dalam kajian sosiologis bertujuan utuk mengetahui tingkat

kesejahteraan masyarakat, yang dalam studi ini difokuskan pada komunitas banjar1 di Bali.

Menganalisis aspek kualitas hidup masyarakat (QoL) tidak dapat dipisahkan

dari pembahasan mengenai konsep kesejahteraan yang pada intinya

merupakan aspek penting dalam mengukur pertumbuhan suatu negara.

Selama beberapa waktu, Bank Dunia menggunakan tolok ukur pendapatan

perkapita (GNP) sebagai suatu ukuran pokok dari pertumbuhan suatu negara,

sehingga sedemikian fokusnya negara-negara berkembang seperti Indonesia

akhirnya terperangkap dalam orientasi kebijakan pembangunan nasional yang

sangat menekankan aspek pertumbuhan ekonomi melalui target peningkatan

pendapatan perkapita. Pada akhir dekade 1980 an mulai diterapkan tolak ukur

lain dalam memandang tingkat pertumbuhan, yakni dengan menggunakan

tolak ukur Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang digagas oleh United

Nations Development Program (UNDP) dan disebut sebagai Human

Development Index (HDI). HDI tidak hanya menekankan pertumbuhan suatu

negara dengan menitikberatkan pada capaian pendapatan perkapita (GNP)

melainkan menambahkannya dengan indikator lain berupa usia harapan hidup

(Expextancy of life), dan juga indikator lain berupa angka kematian bayi

1) Banjar secara sosilogis merupakan organisasi sosial tradisi sebagai wadah persekutuan hidup sosialdi Bali, yang beranggotakan sekelompok masyarakat pada suatu kesatuan wilayah tertentu, danmemiliki ikaan tradisi yang sangat kuat terutama untuk mengatur aktivitas pemeritahan, keagamaan,tugas adat, dan aktivitas lainnya termasuk kegiatan ekonomi secara umum berdasarkan kekeluargaandan kebersamaan yang dipimpijn oleh seorang atau lebih pemimpin banjar (prajuru banjar) sesuaidengan peraturan yang berlaku di banjar yang disebut awig-awig banjar. Dalam konteks administrasipemerintahan, banjar ada di bawah desa yang merupakan organisasi pemerintah terendah di bawahcamat (diadaptasi dari Pasal i PERDA Tingkat I Bali No.06/1996; Yasa 1997:20).

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 22: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

2

Universitas Indonesia

(Infant Mortality Rate/IMR), angka melek huruf atau tingkat literacy dan daya

beli masyarakat. HDI pada dasarnya sejalan dengan ukuran lain dari

pertumbuhan suatu negara dalam mengukur tingkat kesejahteraan

masyarakatnya dengan menggunakan indeks mutu hidup (IMH) yang

terutama terdiri dari indikator usia harapan hidup dan angka melek huruf.

IMH dikenalkan pertama kali oleh Morris (1979) dan sampai saat ini masih

digunakan Biro Pusat Statstik (BPS) sebagai salah satu aspek pengukuran

tingkat pertumbuhan pembangunan nasional. Studi-studi mengenai QoL

umumnya banyak disponsori oleh World Bank, yang lebih difokuskan untuk mengukur

keberhasilan operasionalisasi kebijakan-kebijakan publik. Pada pekerkembangannya,

tingkat kesejahteran tidak hanya diukur berdasarkan indikator fisik, melainkan

telah mulai digagas mengenai indikator non fisik seperti peran kebijakan

negara maupun ketersediaan potensi kapital, terutama kapital sosial (Castelli,

et.all, 2009; Dasgupta, 1999).

Realitas sosial yang ada saat ini menunjukkan adanya gejala semakin

sulitnya masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidupnya, terutama

masyarakat marjinal yang sebagian besar tinggal di pedesaan, dan

kehidupannya masih sangat tergantung dari sektor pertanian. Di Indonesia,

saat ini ditengarai bahwa dinamika pembangunan dan pengembangan sektor

pertanian, termasuk didalamnya sub sektor agribisnis belum menampakkan

hasil yang memadai, serta pada beberapa wilayah bahkan cenderung

mengalami stagnasi, sehingga peningkatan kualitas hidup masyarakat petani

relatif masih belum menunjukkan peningkatan yang signifikan. Melemahnya

eksistensi pembangunan agribisnis dalam mendukung perekonomian

wilayah yang tentunya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, sesungguhnya menunjuk pada suatu masalah sosiologis yang

sangat mendasar, yaitu semakin terpinggirkannya komunitas agribisnis dalam

mendukung pembangunan sektor pertanian yang pernah sedemikian eksis. Di

Bali misalnya, sektor pertanian pernah sedemikian mendominasi kontribusi

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 23: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

3

Universitas Indonesia

sektoral terhadap pendapatan daerah dan kesempatan kerja, yang diantaranya

didukung organisasi tradisi subak dan banjar yang dikenal bergerak dalam

kegiatan sektor pertanian. Akan tetapi sejak beberapa dekade terakhir hingga

saat ini, pertanian ditenggerai tak berdaya didesak arus perubahan budaya

agraris ke manufaktur dan jasa, terutama dengan pesatnya pertumbuhan sektor

pariwisata. Oleh karena itu, dinamika pembangunan saat ini lebih berorientasi

pada sinergi peran pemerintah yang didukung segenap elemen pembangunan

termasuk peran swasta dan tentunya dukungan partisipasi masyarakat.

1.1.2. Peran Tripartit (Pemerintah –Swasta –Masyarakat) dan DinamikaPembangunan Pertanian Nasional.

Pemerintah dalam hal ini Badan Litbang Pertanian khususnya dan

Departemen Pertanian pada umumnya telah berupaya untuk memfasilitasi

pembangunan pertanian nasional, termasuk didalamnya pengembangan sistem

dan usaha agribisnis yang juga merupakan program utama pembangunan

pertanian disamping program peningkatan ketahanan pangan dan program

peningkatan kesejahteraan petani (RPJM Deptan 2005-2009:45-46). Secara

implisit, senyatanya program itu dimaksudkan untuk mengembangkan sistem

dan usaha agribisnis, termasuk didalamnya aspek pemberdayaan potensi lokal

(local resource based), tentunya termasuk potensi lokal komunitas banjar di

Bali yang sebagian besar masih tergantung pada sektor pertanian. Dalam

kerangka operasional, sejak tahun 2005 telah diimplementasikan kegiatan

Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Pertanian yang

selanjutnya disebut Prima Tani. Prima Tani merupakan salah satu upaya

untuk memperkenalkan dan memasyarakatkan hasil inovasi pertanian kepada

masyarakat pengguna dalam rangka memacu adopsi inovasi di tingkat petani.

Pada dasarnya keberhasilan pembangunan melalui introduksi program

pemerintah (supra sistem) dan keberlanjutannya (sustainability) pada

komunitas agribisnis (sistem sosial) dipengaruhi oleh realitas sosial pada aras

lokal, termasuk representasi kapital dalam komunitas bersangkutan. Saat ini

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 24: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

4

Universitas Indonesia

ada kecendrungan bahwa fasilitasi pemerintah sebagai representasi “state”

belum sepenuhnya berhasil, yang antara lain disebabkan karena kurang

terintegrasinya arah kebijakan dengan kondisi wilayah. Pemanfaatan

organisasi sosial tradisi seperti subak ataupun banjar misalnya yang eksis di

Bali, belum diberdayakan secara optimal. Demikian juga halnya dengan

peran swasta dalam pembangunan pertanian, masih relatif kurang memadai

dalam hal investasinya pada sektor swasta maupun upaya pengembangan

perannya dengan pihak masyarakat, terutama perannya dalam mendukung

pelaksanaan Prima Tani.

Prima Tani pada dasarnya merupakan strategi baru dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsi Badan Litbang Pertanian. PRIMA

TANI dirancang melalui proses yang cukup panjang dan konsisten (konsep

dirancang sejak tahun 2004), serta secara kontinu dilakukan berbagai

penyempurnaan yang disesuaikan dengan perkembangan di lapangan dan

dinamika kebijakan di Departemen Pertanian. Implementasi di lapangannya

sendiri dimulai pada tahun 2005, pada 22 lokasi/desa yang meliputi 14

provinsi. Pada tahun 2006, program ini diperluas di 11 lokasi/desa pada 11

provinsi, dan pada tahun 2007 program ini dilaksanakan di 33 propinsi

tersebar di 201 lokasi/desa pada 200 kabupaten/kota, termasuk di Bali2.

Dengan demikian diharapkan beberapa target pembangunan pertanian seperti

peningkatan PDB sebesar 4,2% dan pencapaian nilai tukar petani menjadi 110

pada taun 2008, bisa diwujudkan3.

Studi ini akan menjadi menarik apa bila berhasil menjelaskan dan

memberikan implikasi kebijakan dalam mengembangkan pembangunan

2) PRIMA TANI direncanakan dan diimplementasikan secara partisipatif dengan sistem BOT (build –operate –transfer) dalam satu desa/kecamatan atau Laboratorium Agribisnis Lapangan, denganmenggunakan lima pendekatan, yaitu (i) agro-ekosistem, (ii) agribisnis, (iii) wilayah, (iv)kelembagaan, dan (v) pemberdayaan masyarakat secara partisipatif. Resultan dari kelima pendekatandi atas, selama 3 sampai 5 tahun, salah satunya adalah terciptanya suatu Sistem UsahataniIntensifikasi dan Diversifikasi (SUID) yang juga sesuai dengan agroekosistem (Badan LitbangPertanian, 2005)

3) Target pembangunan pertanian 2008, seperti yang dikemukakan Menteri Pertanian dalam wawancaradengan AGRO OBSERVER No.9 Tahun I. Agustus 2007.

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 25: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

5

Universitas Indonesia

pertanian berbasis komunitas, melalui pemberdayaan sumber-sumber sosial

terutama kapital yang bertalian erat dengan performa kualitas hidup masyarakat.

Selama ini, sebagian besar kajian atau penelitian terdahulu mengenai kapital

yang dilakukan di Indonesia didominasi oleh analisis mengenai kapital sosial.

Itu pun masih belum ada yang memfokuskan pertalian antara peran kebijakan

negara, dukungan swasta dan masyarakat, representasi kapital, dan aspek

kualitas hidup sebagai salah satu indikator penting kesejahteraan masyarakat.

Peran negara dalam pengembangan komunitas agribisnis berbasis

banjar di Bali, dapat didekati dengan mencermati pandangan dari hasil studi

Papanek (2006) mengenai adanya peran kebijakan negara dalam mendorong

perkembangan usaha di Bali, khususnya perkembangan industri pakaian jadi

yang didukung kebijakan yang kondusif. Keberhasilan kebijakan negara itu

ditandai dengan meningkatkan jumlah pengusaha, nilai ekspor, dan jumlah

alokasi kredit bank dalam sektor itu, yang bahkan dilakukan dengan tidak

menerapkan kebijakan subsidi bagi pengusaha lokal pakaian jadi di Bali. Hal

ini dipandang sebagai refleksi peran yang semakin baik antara pemerintah

dengan swasta, selain dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam setiap

proses pembangunan. Oleh karena itu, studi mengenai bagaimana peran

kebijakan negara, swasta dan masyarakat dalam mendukung perkembangan

usaha agribisnis di Bali juga perlu dilakukan, terutama dengan mengkaji

pertaliannya dengan representasi kapital sebagai upaya meningkatkan

peluang terjadinya peningkatan kesejahteraan komunitas agribisnis, sesuai

dengan salah satu program Departemen Pertanian yang tercantum dalam

Renstra Deptan 2004-2009.

Studi yang memfokuskan kapital dalam masyarakat dan pengaruhnya

terhadap kualitas hidup, tentunya akan lebih lengkap jika ditambahkan

analisis peran tripartit (pemerintah – swasta – masyarakat) dalam

pembangunan. Menurut Bourdieu dalam Richardson 1986, terdapat empat

jenis kapital yang menentukan posisi setiap agen (individu) yakni kapital

ekonomi, berupa tingkat kepemilikan atas kekayaan dan pendapatan,

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 26: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

6

Universitas Indonesia

kemudian kapital sosial berupa jaringan sosial, lantas kapital budaya berupa

kepemilikan atas benda-benda materiil yang menentukan juga prestise agen

atau individu, dan terakhir kapital simbolik yang lebih memberikan legitimasi

atas posisi individu. Bisa saja terjadi keragaman tingkat ketersediaan kapital

diantara individu, kelompok, atau dalam komunitas tertentu, yang didominasi

oleh kontribusi salah satu kapital yakni kapital sosial, kapital ekonomi, kapital

budaya, ataupun kapital simbolik. Aspek ini tentunya menjadi pertimbangan

tersendiri, bagi pelaksanaan studi ini yang berbeda dari hasil studi

sebelumnya, yakni dengan menekankan bagaimana peran masing-masing

kapital dalam memberi peluang bagi komunitas agribisnis untuk memperoleh

kesempatan melakukan peningkatan kesejahteraan, dengan dukungan peran

pemerintah, swasta, dan potensi komununitas lokal.

Oleh karena itu, penelitian ini akan lebih menyoroti pentingnya peran

kapital-kapital dalam implementasi suatu program pembangunan introduksi

supra system yang didukung peran kebijakan pemerintah, swasta, maupun

pemberdayaan masyarakat petani dan potensi lokalnya. Hal ini diyakini ada

pengaruhnya terhadap tingkat kesejahteraan yang diindikasikan dengan

meningkatnya kualitas hidup masyarakat. Realitas ini relevan untuk dikaji,

apa lagi jika kita menyelami adanya kecendrungan semakin terdesaknya

sektor pertanian dalam pembangunan wilayah Bali. Bali sebagai wilayah

yang memiliki berbagai kekhasan dibanding wilayah lain di Indonesia,

memerlukan terobosan-terobosan baru dalam mengatasi kemandegan

pembangunan pertanian. Setidaknya, mengembangkan agribisnis dengan

memperhatikan keseimbangan (equality) pembangunan antar sektor dan

pemanfaatan sumberdaya lokal sebagai katalisator pencapaian tujuan

pembangunan ekonomi, pada akhirnya akan dapat membuka peluang

tercapainya peningkatakan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan

sumberdaya lokal salah satunya sering dicermati dengan mempertimbangkan

sistem sosial masyarakat yang menyangkut aspek struktur dan kultur

masyarakat. Pada kontkes ini, aspek struktural masyarakat di Bali umumnya

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 27: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

7

Universitas Indonesia

dikenal memiliki kekhasan dalam sistem pelapisan masyarakatnya, yakni

secara tradisional didasari sistem kasta yang hingga kini masih menjadi dasar

sistem stratifikasi sosial yang spesifik dan relatif tertutup. Sementara aspek

kultur masyarakat Bali pun memiliki kekhasan karena sedemikian kuatnya

kelekatan nilai-nilai budaya masyarakat dengan agama Hindu yang dianutnya,

dan juga sistem sosial tradisional banjar yang sangat lekat dengan kehidupan

masyarakat Bali.

Saat ini mesti disadari bahwa perhatian terhadap masalah peningkatan

kualitas hidup masyarakat masih belum menemukan pijakan yang sesuai

dengan dinamika pembangunan dan dinamika lingkungan strategis

pembangunan nasional. Hal ini tercermin dari rendahnya ranking Indonesia

dalam hal kondisi kualitas hidup masyarakatnya. Diantara beberapa lembaga

internasional yang berkompeten dalam merelease ranking kualitas hidup

negara-negara di dunia, UNDP (United Nations Development Program)4

bahkan menempatkan ranking Indonesia pada urutan ke 111 yakni di bawah

angka seratusan dari 195 negara. Diantara negara-negara ASEAN Indonesia

berada dibawah ranking Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand, Filipina, dan

bahkan di bawah ranking Vietnam. Oleh karena itu studi-studi empiris

mengenai kesejahteraan yang lebih fokus pada peningkatan kualitas hidup

masyarakat relatif perlu dilakukan secara lebih intensif guna mendukung

pengambilan keputusan dalam menetapkan dan implementasi kebijakan

peningkatan kesejahteraan. Secara regional, untuk wilayah Bali ternyata

kesejahteraan masyarakatnya yang diindikasikan melalui angka Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) menempatkan Bali pada kelompok wilayah

propinsi yang memiliki angka IPM pada urutan sedang. Akan tetapi secara

nasional peringkat Bali pada tahun 2002, 2004, dan 2005 mengalami

penurunan dari perigkat 9 ke peringkat 15. Hal ini mencerminkan menurunya

perhatian dan kemauan politik dalam menerapkan kebijakan pembangunan di

4) Ranking Indeks Pembangunan Manusia Indonesia tahun 2009, yang direlease UNDP perAgustus 2009 (http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_by_Human_Develop_Index)

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 28: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

8

Universitas Indonesia

wilayah propinsi Bali (BPS, 2009). Aspek ini sudah selayaknya dan perlu

mendapat perhatian serius mengingat adanya kecendrungan semakin

menurunnya PDRB di Bali.

Berdasar data BPS yang dituangkan pada “Statistik Indonesia Tahun

2007”, kontribusi pertanian Bali dalam PDRB selama hampir empat

dasawarsa merosot tajam dari 59,3 persen (1971), menjadi 21,5 persen (2006).

Sebaliknya penduduk yang menggantungkan hidup di sektor ini justru naik

dari 466.226 orang pada tahun 1971, menjadi 643.396 pada tahun 2006 yang

merupakan prosentase tertinggi (60,21%) dibandingkan dengan angkatan

kerja di sektor lain yakni perdagangan (14,68%), jasa (10,99%), industri

(10,89%), dan jasa kemasyarakatan (3,23%). Fakta ini bisa disejajar-

maknakan bahwa pengangguran dan kemiskinan, potensial terjadi di Bali. Jika

pertanian dipandang dari aspek fungsi dan kontribusinya terhadap PDRB

Bali, terlihat memang berkecendrungan menurun.

Pada sisi lain seringkali pembangunan sumberdaya sosial dan

dukungan lingkungan kebijakan (policy environment) yang berupa dukungan

regulasi (formal rules) dan dukungan politik pertanian masih kurang

memadai, yang mengakibatkan lemahnya persediaan sumber-sumber sosial

sehingga berdampak pada rendahnya produktivitas. Pembangunan pertanian

ataupun pengembangan agribisnis seperti abai pada kenyataan bahwa banyak

orang yang menggantungkan diri pada sektor pertanian yang tidak diimbangi

ketersediaan lahan. Dengan demikian studi ini sekali lagi ingin mendalami

pentingnya peran kapital yang diikuti peningkatan peran pemerintah-swasta-

masyarakat dalam pembangunan pertanian, sehingga penelitian ini diharapkan

dapat menjadi rintisan dalam pengembangan pertanian di Bali, sebagai salah

satu upaya dalam menigkatkan inklusi sosial dan peluang terbukanya kualitas

hidup komunitas agribisnis. Celah ini tersedia dan diamanatkan dalam UU.

No.32 tentang pemerintahan daerah yang mengamanatkan bahwa efisiensi dan

efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan

lebih memperhatikan peningkatan peluang bagi pemerintah daerah untuk

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 29: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

9

Universitas Indonesia

mengembangkan peran dengan pihak swasta maupun masyarakat setempat,

guna tercapinya tujuan pembangunan yang bermuara pada pencapaian kualitas

hidup masyarakat yang semakin meningkat.

1.2 Pokok Permasalahan.

Perkembangan terakhir mengenai pembangunan wilayah di Bali

menunjukkan gejala memudarnya sistem dan usaha agribisnis. Gejala itu

diyakini sebagai akibat dari adanya kecendrungan in-equality pengembangan

sektor-sektor pembangunan. Ketidakmerataan pengembangan antar sektor

ditunjukkan dengan timpangnya pertumbuhan sektor pertanian dan non

pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian adalah yang terendah (2,49%)

dibandingkan sektor lainnya yang tumbuh di atas 6%5). Rendahnya

pertumbuhan sektor pertanian menegaskan adanya gejala semakin tedesaknya

komunitas agribisnis pedesaan. Memudarnya pengembangan pertanian antara

lain juga ditengarai sebagai akibat dari adanya gejala negasi gerakan sosial

dalam pengembangan agribisnis. Negasi gerakan sosial tampak dalam hal

kurang memadainya dukungan pihak swasta maupun belum optimalnya

pemberdayaan potensi lokal, dalam implementasi kebijakan pembangunan

pertanian.

Saat ini, model-model pemberdayaan masyarakat yang pernah

diimplementasikan belum sepenuhnya berhasil menggerakan sistem dan usaha

agribisnis. Hal ini antara lain disebabkan karena adanya kecenderungan

untuk mempertahankan orientasi kebijakan pembangunan yang terlalu fokus

pada aspek pertumbuhan ekonomi tanpa mencermati peran yang semestinya

difasilitasi oleh negara dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Target-target

yang terukur merupakan hal yang niscaya mesti dicapai, sehingga kebijakan

pembangunan daerah di Bali cenderung mengabaikan keseimbangan antar

sektor sebagai akibat dari kurang tegasnya arah politik pertanian, bahkan

5). BPS Propinsi Bali, 2007. Tinjauan Perekonomian Bali 2007.

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 30: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

10

Universitas Indonesia

terlalu fokus pada sektor tertentu khususnya pariwisata. Pada sisi lain

terdapat kecendrungan lemahnya sistem pendukung usaha agribisnis dalam

hal penciptaan akses dan kesempatan untuk penguasaan jenis kapital,

terutama kapital sosial, kapital budaya, dan kapital politik, selain kapital

ekonomi. Lemahnya dukungan lingkungan kebijakan pemerintah (policy

environment) dan belum optimalnya dukungan sektor swasta dalam

pemberdayaan potensi kelembagaan dan organisasi sosial tradisi dalam

pengembangan agribisnis, akhirnya bermuara pada rendahnya akses bagi

komunitas agribisnis dalam menguasai kapital. Selain itu ketersediaan ruang

bagi inklusi sosial dalam penguasaan kapital belum mendapat perhatian yang

memadai. Rendahnya penguasaan kapital dalam masyarakat, akan berdampak

kepada semakin stagnannya produktivitas masyarakat. Gejala ini

menyebabkan timbulnya masalah dalam hal pencapaian peningkatan kualitas

hidup masyarakat. Untuk menjawab bagaimana realita yang sesungguhnya

terkait dengan fenomena itu, maka studi ini difokuskan untuk dapat

memberikan gambaran sosial tentang penguasaan kapital dalam masyarakat

dan kualitas hidup komunitas agribisnis di pedesaan, dikaitkan dengan

integrasi lingkungan kebijakan (policy environment) dengan informal rules di

level messo maupun aktor pelaku agribisnis.

1.3 Pernyataan Tujuan Penelitian.

Mengacu pada latar belakang dan permasalahan penelitian yang telah

dikemukakan maka the purpose statement penelitian ini dimaksudkan

sebagai studi yang memusatkan analisis terhadap keterkaitan peran kapital

dalam masyarakat yang erat pertalianya dengan kebijakan negara (policy

environment), peran swasta, dan potensi lokal dan pengaruhnya terhadap

pencapaian peningkatan kualitas hidup (QoL) komunitas agribisnis berbasis

banjar di Bali. Hal ini ditengarai kuat pertalianya dengan aspek kultural

masyarakat Bali. Studi ini dilandasi teori kelembagaan baru (New

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 31: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

11

Universitas Indonesia

Institutionalism) dari Victor Nee (2005), yang mengemukakan pentingnya

integrasi kebijakan negara sebagai formal rules di level makro dengan

informal rules, yakni kelembagaan dan organisasi sosial di level messo, serta

pertaliannya dengan preferensi indigenous kelompok masyarakat ataupun

aktor di level mikro. Kebijakan dan peraturan formal dalam pengembangan

agribisnis merupakan suatu kondisi yang disebut lingkungan institusional

(institutional environment). Lingkungan institusional itu mendorong kegiatan

ekonomi dalam sistem agribisnis yang dilandasi relasi sosial, dan membentuk

perilaku ekonomi aktor atau kelompok pelaku agribisnis. Pada kondisi ideal,

perilaku ekonomi aktor didasari oleh adanya kepercayaan bersama, norma,

nilai dan pertauran-peraturan informal yang mengarahkan pelaku ekonomi

mengejar kepentingan melalui sistem dominan yang berbasis elemen formal.

Intinya, Nee (2005) mengemukakan pertautan antara lingkungan institusioanal

dengan relasi informal yang mengikat tindakan aktor dalam mengejar

keuntungannya disebut dengan kerangka institusional. Dalam kerangka

analisis keterkaitan peran tripartit pemerintah-swasta-masyarakat dengan

representasi kapital dalam masyarakat, maka studi ini juga menerapkan teori

yang dikemukakan oleh Svendsen & Svendsen (2003) tentang

“Bourdieuconomics”, yakni teori Bourdieu yang mengembangkan konsep

kapital secara lebih luas. Kapital tidak hanya mencakup kapital berbentuk

material, tetapi juga non material dalam kegiatan ekonomi.

Bourdiecomonomics terkait dengan konsep tentang ranah (field), dan habitus

dalam menganalisis praktik sosial. Hubungan antara peran negara,

representasi kapital, sistem stratifikasi sosial dan kualitas hidup masyarakat

pelaku agribisnis juga relevan dengan salah satu pandangan yang

dikemukakan oleh Castelli, et.all (2009) yang mengemukakan bahwa kualitas

hidup juga ditentukan oleh adanya hubungan antara kapital sosial, kebijakan,

dan pelayanan publik.

Studi ini merupakan penelitian yang bersifat multi level yang terfokus

pada dua tataran perhatian, yakni tataran kebijakan dan tataran operasional-

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 32: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

12

Universitas Indonesia

empiris. Pertama, dalam kerangka operasional penelitian yang dimaksudkan

untuk menjawab pertanyaan studi, maka tataran kebijakan dianalisis melalui

pengumpulan data kualitatif, dengan menggali gambaran mengenai proses

ataupun gejala mengenai integrasi lingkungan kebijakan (formal rules) yang

meliputi peraturan perundang-undangan dalam konteks pembangunan

agribisnis, informal rules dan preferensi kelompok individu anggota

komunitas agribisnis berbasis banjar serta mengkaitkanya dengan peran

swasta.

Kedua, pada tataran empiris yang lebih jauh dimaksudkan untuk

menganalisis hubungan antara kapital dalam masyarakat didukung peran

tripartit pemerintah-swasta-masyakat sebagai variabel eksogen dengan tingkat

kualitas hidup masyarakat komunitas agribisnis berbasis banjar. Peran

tripartit pemerintah-swasta-masyarakat ditentukan oleh indikator yang

meliputi peran pemerintah dalam pengembangan agribisnis yang meliputi

persepsi masyarakat terhadap: inovasi teknologi pertanian, kebijakan subsidi,

anggaran, dan dukungan politik; peran swasta mencakup investasi, dukungan

kredit usahatani, dukungan penyediaan sarana produksi, dan pemasaran yang

dikembangkan; serta peran masyarakat yang ditentukan dengan

mempertimbangkan persepsi masyarakat anggota banjar terhadap aspek

potensi banjar yang terdiri dari potensi fisik, potensi nilai-nilai, dan potensi

kepemimpinan dalam banjar, serta partisipasi masyarakat. Sedangkan

representasi kapital ditentukan berdasarkan persepsi penguasaan anggota

komunitas agribisnis terhadap: (i) kapital sosial berupa networks (jaringan

sosial) yang direpresentasikan dengan menggunakan indikator relasi

kepentingan, relasi sentimen, relasi power, dan juga adanya peran indikator

structural holes serta potensi organisasi (terutama organisasi sosial tradisi)

dalam komunitas agribisnis; (ii) Kapital budaya yang ditentukan indikator-

indikator dari dimensi manusia (embodied state) yang melekat pada aktor,

seperti halnya kasta pada masyarakat Bali; dimensi obyek, yakni berupa

karya yang dihasilkannya sebagai kekhasan aktor berdasarkan keahliannya

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 33: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

13

Universitas Indonesia

(sangging, pande, undagi, dan sebagainya yang dikenal turun temurun oleh

masyarakat Bali) dan dimensi institusional ; (iii) Kapital Politik yang terdiri

dari dominasi relasi produksi, meritokrasi, legitimasi, dan komitmen politik;

serta (iv) Kapital ekonomi yang ditentukan berdasarkan indikator penguasaan

modal finansial, daya enterpreneurship (kewirausahaan, profesionalisme, dan

keterampilan). Adapun variabel indogen atau variabel dependent yang

dipengaruhi oleh variabel-variabel lain adalah kualitas hidup (QoL) yang

ditentukan berdasarkan indikator-indikator obyektif berdasarkan pendekaan

model “Scandinivian Level of Living” yang menekankan kondisi obyektif

kualitas hidup berdasarkan pendapatan, tingkat pendidikan, status okupasi

yang dicermati melalui indikator peluang kerja dan berusaha, relasi sosial,

kemanan sosial (Noll, 2002) serta dengan mempertimbangkan pemenuhan

kebutuhan dasar manusia (basic needs approach) secara obyektif yang

meliputi: kebutuhan primer (pangan, sandang, dan papan), akses pada

pelayanan publik (ketersediaan air minum, sanitasi, dan fasilitas kesehatan

atau yang sering dinyatakan sebagai morbiditas), serta aspek partisipasi di

level komunias lokal maupun pada level politik secara nasional. Selain itu,

kualitas hidup (QoL) juga didekati dengan menganalisis indikator-indikator

persepsi aktor yang melingkupi persepsi kebahagiaan, makna hidup, kualitas

lingkungan, kualitas religius, dan persepsi mengenai mobilitas vertikal.

Selain itu QoL juga ditentukan berdasarkan indikator makro berupa angka

kematian bayi (Infant Mortality Rate/IMR) dan angka harapan hidup bayi satu

tahun. Mengacu pada perumusan masalah penelitian maka tujuan penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis persepsi masyarakat dalam hal penguasaan

kapital dan pengaruhnya terhadap pencapaian peningkatan

kualitas hidup komunitas agribisnis berbasis banjar.

2. Mendiskripsikan persepsi masyarakat mengenai kualitas hidup

komunitas agribisnis berbasis banjar.

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 34: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

14

Universitas Indonesia

3. Menganalisis persepsi masyarakat tentang peran tripartit dan

koproduksi pemerintah-swasta-masyarakat serta pengaruhnya

terhadap peningkatan penguasaan kapital.

4. Menganalisis persepsi masyarakat tentang peran tripartit dan

kopoduksi pemerintah-swasta-masyarakat dalam peningkatan

kualitas hidup masyarakat.

1.4 Signifikansi Penelitian.

1.4.1. Manfaat PenelitianSecara Akademis

Secara umum, hasil studi ini diharapkan akan dapat memberikan

kontribusi bagi pengembangan teori sosiologi khususnya pengembangan teori-

teori “sosiologi ekonomi pertanian”yang terkait dengan representasi kapital

dalam masyarakat dan performa kualitas hidup masyarakat. Studi ini juga

diharapkan mampu menggali dan menghasilkan status terkini (state of the art)

perkembangan sosial masyarakat pedesaan terutama aspek penguasaan kapital

dan kesejahteraan masyarakat yang diindikasikan dengan kualitas hidupnya

sebagai dampak atas dinamika hubungan sosial yang melekat (embedded)

dengan struktur ekstra lokal, termasuk dalam hal ini peran negara

(pemerintah), swasta (korporasi dan pasar), serta peran masyarakat yang

ditekankan pada peran potensi komunitas lokal.

Pemikiran tentang perlunya analisis tentang peran pemerintah, swasta,

dan masyarakat dalam pembangunan, memberikan landasan pemikiran bagi

studi ini dalam menggambarkan bagaimana peran ketiga elemen

pembangunan itu berkontribusi dalam meningkatkan representasi kapital

sosial, kapital budaya, kapital politik, dan kapital ekonomi, yang bermuara

pada terjadinya peningkatan kualitas hidup (QoL) masyarakat. Selain itu,

pemikiran mengenai pentingnya integrasi lingkungan kebijakan (policy

environment) pada tataran makro dengan informal rules berupa kelembagaan

informal pada tataran messo, serta integrasinya dengan preferensi indegenus

ataupun kebutuhan individu anggota masyarakat, seperti yang dikemukakan

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 35: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

15

Universitas Indonesia

oleh Nee (2005). Dengan demikian signifikansi studi ini dibidang sosiologi

ekonomi diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam hal memperkaya

konsep tentang hubungan dan integrasi peran-peran ketiga elemen

pembangunan, yakni pemerintah-swasta- masyarakat, dengan memfokuskan

analisis pada peran banjar sebagai kelembagaan lokal dapat bersinergi dengan

peran yang dimainkan pemerintah maupun swasta dalam pengembangan

agribisnis. Umumnya studi-studi terdahulu menekankan peran pemerintah

dalam kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Akan tetapi disertasi ini ingin

mengemukakan pentingnya integrasi peran secara proporsional dan bersifat

spesifik lokasi bagi tumbuh-kembangnya keberadaan kapital-kapital dan

pertalianya dengan kualitas hidup masyarakat agribisnis di pedesaan. Lebih

lanjut, disertasi ini juga ingin mempertajam pandangan bahwa kapital fisik

dalam perspektif ekonomi tidak lagi memadai untuk menjelaskan fenomena

kualitas hidup masyarakat, tanpa membahas secara lebih detail peran kapital

sosial, kapital budaya, dan kapital simbolik (dalam studi ini disebut sebagai

kapital politik), seperti yang digagas oleh Svendsen & Svendsen (2003)

mengenai “Bourdieunomics”, yakni gagasan Bourdieu (1986) tentang

reformulasi kapital.

Selanjutnya, terdapat pemikiran lain yang melandasi studi ini berupa

temuan dari studi Castelli (2009) mengenai pentingnya peranan kebijakan

(policy context), kapital sosial, dan organisasi pelayanan publik dalam

peningkatan kualitas hidup masyarakat. Pada konteks itu, studi ini ingin

menjelaskan bahwa selain kapital sosial, jenis kapital lainnya juga memainkan

peranan yang penting bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat.

1.4.2. Aspek Kebijakan

Berlandaskan pengetahuan tersebut di atas diharapkan proses

perumusan kebijakan pembangunan pertanian yang lebih akurat dan

transformatif, menjadi semakin mungkin diwujudkan. Disertasi ini diharapkan

mampu memberikan signifikansinya, terutama dalam membantu pemerintah

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 36: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

16

Universitas Indonesia

pusat maupun daerah memformulasikan bentuk-bentuk intervensi kebijakan

peningkatan kapital dalam masyarakat yang bermuara pada tercapainya

peningkatan kualitas hidup masyarakat, dengan mempertimbangkan dan

mencermati sistem sosial yang spesifik lokal. Hal tersebut akan mendukung

berlangsungnya proses perencanaan dan implementasi kebijakan dan program

pembangunan pertanian yang lebih efektif dan lebih tepat sasaran. Secara

khusus, ketersediaan data dan informsi tentang model pemberdayaan

masyarakat dengan penguatan sinerji dari representasi kapital, diharapkan

dapat menjadi landasan bertolak bagi pihak-pihak yang akan menjalankan

peranan sebagai fasilitator dalam perumusan atau pelaksanaan program-

program pembangunan komunitas agribisnis dengan tetap mempertimbangkan

integrasi peran tripartit pemerintah-swasta-masyarakat.

1.5 PertanyaanPenelitiandan Hipotesis.

Mencermati sedemikian kompleksnya permasalahan pembangunan

pertanian dikaitkan dengan aspek perubahan sosial yang didasari perspektif

sosiologis yang ada, maka unit analisis pada penelitian ini dibatasi pada

komunitas petani berbasis banjar. Komunitas agribisnis di lokasi penelitian

yakni di Desa Sanggalangit-Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng saat

ini mendapat perhatian sebagai lokasi program rintisan percepatan

pemasyarakatan inovasi pertanian (PRIMA TANI) dari Badan Litbang

Pertanian, DEPTAN. Oleh karena itu, studi ini dilandasi oleh pertanyaan

penelitian (grand research question): “Apakah penguasaan kapital dalam

masyarakat dapat meningkatkan kualitas hidup komunitas, dikaji dari peran

tripartit pemerintah, swasta, dan potensi komunitas lokal dalam

pengembangan agribisnis berbasis banjar, ditinjau dari persepsi

masyarakat?”. Lebih lanjut, menunjuk pada kerangka pemikiran penelitian

yang dibangun, serta berdasarkan pertanyaan pokok penelitian (grand

research question) tersebut di atas, maka pertanyaan yang lebih spesifik

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 37: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

17

Universitas Indonesia

berupa hipotesa yang disusun dalam pelaksanaan penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut :

1. Kuatnya penguasaan kapital sosial yang dipersepsikan masyarakat,

memainkan peranan yang penting bagi peningkatan kualitas hidup

(QoL) komunitas agribisnis.

2. Semakin tinggi penguasaan kapital budaya yang dipersepsikan

masyarakat, maka semakin baik juga kualitas hidup masyarakat.

3. Kuatnya kapital politik yang dipersepsikan masyarakat, akan

meningkatkan kualitas hidupnya.

4. Persepsi masyarakat tentang penguasaan kapital ekonomi sangat

menentukan tingkat kualitas hidup masyarakat.

5. Peran tripartit pemerintah-swasta-komunitas lokal yang dipersepsikan

masyarakat, memainkan fungsi penting bagi peningkatan representasi

kapital dalam komunitas agribisnis berbasis banjar.

6. Persepsi masyarakat mengenai kuatnya peran tripartit pemerintah-

swasta-komunitas lokal, akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 38: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

18

Universitas Indonesia

BAB 2

KERANGKA TEORITIS

2.1. Kerangka Pemikiran

Pada tataran empiris, kapital yang diperlukan dalam proses produksi

pertanian tidak hanya mencakup kapital yang bersifat fisik seperti

sumberdaya alam (natural capital), human capital, serta kapital finansial,

tetapi juga kapital yang bukan berwujud material. Sumberdaya material

belum cukup memadai dalam menjelaskan fenomena pembangunan, termasuk

pembangunan pertanian. Terdapat keterbatasan individu dalam penguasaan

sumber-sumber produksi berupa kapital ekonomi yang bersifat material,

terutama penguasaan sumberdaya lahan, modal finansial dan teknologi,

sehingga diperlukan upaya untuk memberdayakan potensi kapital yang lain

seperti kapital sosial, kapital budaya, dan kapital politik yang tumbuh dan

berkembang dalam setiap individu, kelompok ataupun masyarakat. Dengan

demikian, secara relatif terdapat kecendrungan penguasaan kapital-kapital

yang tersedia akan menciptakan peluang pencapaian peningkatan

kesejahteraan yang dapat diindikasikan melalui peningkatan kualitas hidup

(QoL) komunitas agribisnis berbasis banjar di Bali.

Gejala semakin meningkatnya motivasi masyarakat petani dalam

mengembangkan agribisnis, senyatanya sangat terkait dengan dukungan

ataupun peran pemerintah, swasta, dan potensi lokal yang ada. Peran tripartit

pemerintah-swasta-masyarakat dalam pembangunan, khususnya

pengembangan agribisnis diyakini memainkan peranan penting dalam

meningkatkan atau memperkuat representasi kapital dalam masyarakat.

Sementara, peningkatan penguasaan kapital dalam masyarakat akan bermuara

pada tumbuhnya peluang untuk meningkatkan kualitas hidup komunitas

agribisnis. Pada konteks kemitraan peran tripartit itu, maka aspek koproduksi

antar tiga elemen pembangunan tersebut juga memiliki kecendrungan

mendukung penguasaan kapital dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Disamping itu, integrasi kebijakan pada tataran makro berupa lingkungan

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 39: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

19

Universitas Indonesia

kebijakan (policy environment) dengan informal rule di level messo, serta

pertaliannya dengan preferensi indigenous kelompok masyarakat ataupun

aktor di level mikro merupakan aspek yang cukup berperan dalam

operasionalisasi pengembangan agribisnis berbasis komunitas banjar.

KAPITALSOSIAL(SOCIAL NETWORKS ):

KAPITALBUDAYA(CULTURAL CAPITAL ):

KAPITALPOLITIK(POLTICAL CAPITAL ):

KAPITALEKONOMI(ECONOMIC CAPITAL ):

KUALITASHIDUP/QualityofLife (QoL)

- Obyektif

POTENSILOKALSWASTAPEMERINTAH

- Subyektif

KAPITAL:

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Analisis Kapital dalam Masyarakat danPengaruhnya Terhadap Kualitas Hidup Komunitas AgribisnisBerbasis Banjar, Ditinjau dari Persepsi Masyarakat.

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 40: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

20

Universitas Indonesia

2.2. Tinjauan Pustaka dan Hasil Studi-studi Terdahulu.

2.2.1. Teori dan Konsep Kapital dalam Kegiatan Ekonomi.

Pada umumnya konsep kapital sangat dekat kaitannya dengan sistem

produksi dalam kegiatan ekonomi. Konsep kapital mulai meluas setelah

merebaknya studi-studi mengenai kapital sosial yang banyak dilakukan dan

dikaitkan dengan bidang sosial dan politik, ataupun pembangunan secara

umum, seperti yang dilakukan oleh Bourdieu, Putnam, dan Coleman, yang

dikenal sebagai penggagas utama teori kapital sosial yang dikaikan dengan

teori pilihan rasionalnya, serta pada beberapa dekade terakhir juga giat

didukung oleh studi-studi yang dilakukan World Bank. Sementara itu, dalam

studi-studi mengenai strategi nafkah rumahtangga petani di pedesaan juga

dibahas mengenai pemanfaatan sumberdaya kapital dalam strategi nafkah

komunitas petani. Salah satu hasil studi itu adalah mengenai pentingnya

pemilihan strategi nafkah yang didasari oleh rasionalisme dalam

memanfaatkan sumberdya yang tersedia. Sumberdaya itu berupa beragam

jenis kapital yakni kapital finansial, kapital fisik, kapital almiah (sumbedaya

alam), kapital manusia, dan kapital sosial. Menurut Haan (2000), kombinasi

pemanfaatan kelima jenis kapital itu akan menentukan keberhasilan strategi

nafkah rumahtangga petani, disamping adanya faktor penentu lainya seperti

peran kebijakan negara dan dinamika interkasi sistem sosial dan sistem

ekologi.

Saat ini konsep kapital semakin meluas semenjak Bourdieu (1986)

mengemukakan beberapa jenis kapital selain kapital ekonomi yang

dikemukakan dalam karyanya “The Forms of Capital”. Sering dipersepsikan

bahwa konsep kapital merujuk pada referensi ekonomi yang terbatas, yakni

belum adanya upaya untuk mempertimbangkan konsep kapital dari referensi

yang non ekonomi, seperti halnya refererensi sosiologis atau referensi ilmu

sosial pada umumnya. Demikian juga sebaliknya, konsep-konsep kapital

yang bersumber pada referensi ilmu sosial masih relatif kurang merujuk

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 41: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

21

Universitas Indonesia

kepada referensi ekonomi sehingga menimbulkan kemandegan dan

problematika konsep kapital, karena diskusi-diskusi mengenai kapital ini

cenderung mengedepankan ego disiplin yang sedemikian kukuh dalam

mempertahankan referensi masing-masing.

Diskusi mengenai status ontologis kapital dalam referensi ilmu sosial

dan sosiologi khususnya dikemukakan oleh sejumlah ahli, baik yang berlatar

belakang ekonomi maupun sosiologi. Diskusi status ontologis kapital sosial

mesti mengedepankan aspek “apanya” dari kapital sosial itu. Kemudian,

beberapa ahli juga memfokuskan untuk menentukan sumber-sumber kapital

sosial itu, atau menentukan dimana kapital sosial dapat ditemukan (Robinson

et.al, 2002 dalam Lawang 2005:9). Selain kapital sosial, saat ini berkembang

diskusi mengenai representasi bentuk-bentuk kapital lainnya seperti yang

dikemukakan oleh Bourdieu (1986). Menurutnya selain kapital ekonomi,

dalam perjuangan untuk memperoleh posisi-posisi obyektif dalam sistem

sosial maka penguasaan dan penggunaan berbagai bentuk kapital sangat

menentukan individu dalam melakukan srategi dan perjuangan meningkatkan

posisi obyektif.

Kapital dalam referensi ekonomi mempunyai fungsi penting pada

proses produksi. Hal ini senada dengan pandangan Putnam (1993) yang

mengemukakan bahwa faktor-faktor non ekonomi turut menentukan jalannya

proses produksi dan hasil akhirnya. Dalam menjelaskan konsep kapital,

Lawang (2005: 9) memaparkan mengenai bentuk-bentuk kapital dalam sistem

produksi. Untuk memfokuskan perhatian pada bentuk-bentuk kapital secara

sosiologis, maka studi ini akan menekankan perhatian pada konsep kapital

yang ditinjau dari fungsi produktif bentuk-bentuk kapital yang ada yaitu: (i)

kapital finansial yang dikenal dengan sebagai bentuk kapital berupa uang.

Akan tetapi dalam konsep ekonomi dan sosiologis, bentuk kapital ini

dipandang tidak dalam arti sempit itu, melainkan menganggap kapital

finansial tidak identik dengan uang, tetapi lebih dilihat sebagai simbol dan hak

yang justru menekankan aspek kapital finansial sebagai kapital dalam bentuk

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 42: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

22

Universitas Indonesia

hubungan sosial yang berfungsi mengelola kesempatan memperoleh uang atau

dana untuk menjalankan kegiatan ekonomi.; (ii) kapital fisik yang bersifat

nyata (tangible) dan dapat diukur. Kapital fisik dalam pengertian ini

merupakan bentuk kapital yang sengaja dibuat manusia untuk keperluan

tertentu dalam proses produksi; dan (iii) kapital manusia yang menunjuk pada

kemampuan yang dimiliki manusia dalam bentuk pengetahuan dan

keterampilan untuk melakukan kegiatan ekonomi.

Diskusi mengenai konsep kapital terus berkembang, hingga

menghasilkan konsep mengenai bentuk-bentuk kapital lainnya yang ikut

dipertimbangkan dalam kegiatan ekonomi. Kapital itu antara lain meliupti

kapital personal, kapital budaya, dan kapital politik. Jika merujuk kepada

pemikiran Bourdieu mengenai teori praktik sosial yang melahirkan dua

konsep utama yakni ranah (field) dan habitus, maka studi ini akan

memfokuskan bagaimana agen atau individu menguasai dan menggunakan

berbagai bentuk kapital dalam memperebutkan posisi-posisi obyektif. Pada

kerangka itu, dapat dikemukakan bahwa penguasaan dan penggunaan kapital

memiliki kecendrungan sebagai alat untuk memperoleh peningkatan kualitas

hidup. Oleh karena itu, representasi kapital dalam pengembangan komunitas

agribisnis berbasis banjar di Bali, akan didekati dengan menerapkan teori

Bourdieu tentang kapital yang meliputi kapital material dan non-material.

Pengembangan konsep kapital yang lebih luas dari pandangan sebelumnya,

seperti yang dikemukakan oleh Marx yang menekankan kapital fisik dalam

bentuk penguasaan alat produksi. Reformulasi konsep kapital oleh Bourdieu

meliputi dua aspek penting, yakni konsep kapital yang meliputi kapital non-

material seperti kapital budaya, simbolik, dan kapital sosial, disamping kapital

material berupa kapital fisik seperti alat produksi, kapital finansial, dan kapital

sumberdaya manusia. Aspek berikutnya adalah mengenai konversi atau

transformasi bentuk-bentuk kapital dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Pada

konteks ini, Bourdieu menekankan pentingnya kapital non-material dalam

kegiatan ekonomic. Keseluruhan pandangan Bourdieu mengenai reformulasi

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 43: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

23

Universitas Indonesia

kapital dikenal sebagai “Bourdieuconomics” (Svendsen & Svendsen, 2003).

Menurut Bourdieu, dalam kegiatan ekonomi khususnya, kapital dipandang

sebagai strategi investasi pada level individu maupun kelompok (meso), yang

bermuara kepada munculnya fenomena the game of society, yakni permainan

atau arena perjuangan masyarakat. Pada kerangka ini, dapat dikemukakan

adanya keterkaitan “Bourdieuconomics” dengan teori ranah (field), habitus,

dan paraktik yang juga dikemukakan oleh Bourdieu. . Menurut Ritzer dan

Goodman (2003:517), pemikiran Bourdieu diawali dan diinspirasi pandangan

yang ia anggap keliru mengenai oposisi antara obyektivisme dan

subyekktivisme. Kemudian Bourdieu memusatkan perhatiannya pada

hubungan dialektika antara struktur obyektif dan fenomena subyektif. Untuk

menanggulangi dilema obyektivisme-subyektivisme, Bourdieu memusatkan

perhatiannya pada praktik yang dipandang sebagai hasil hubungan dialektika

struktur dan agen. Orientasi teoritis mengenai hal itu ia beri label sebagai

“strukturalisme konstruktivis”, “konstrukturalisme strukturalis”, atau

“strukturalisme genetis”. Pada kerangka ini, Bourdieu tidak sepaham dengan

pemikiran ekonomisme Marx yang cenderung mereduksi ranah sosial ke

dalam hubungan-hubungan ekonomi dan proses produksi dan mengabaikan

kontruksi sosial sebagai proses yang dialami aktor dalam membangun

struktur. Pada sisi lainya, Bourdieu juga kurang sependapat dengan pemikiran

Durkheim dan gagasannya mengenai fakta sosial. Pandangan ini dikritik oleh

Bourdieu karena perspektif itu terlalu menekankan kepada struktur obyektif

yang mengabaikan keagenan dan agen. Intinya, Bourdieu ingin

menjembatani subyektivisme dan obyektivisme. Orientasi itu melahirkan dua

konsep utama yang sedemikian penting bagi karya Bourdieu, yakni ranah

(field) dan habitus. Ranah merupakan relasi antar posisi obyektif dari agen

atas dasar kapital (modal) yang dikuasainya. Ketika posisi-posisi itu dicapai,

agen akan dapat berinteraksi dengan habitus. Ranah juga mecerminkan suatu

ruang atau area-area perjuangan. Pencapaian dan perjuangan memperebutkan

posisi-posisi obyektif, menurut Bourdieu sangat ditentukan oleh dua hal

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 44: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

24

Universitas Indonesia

yakni kepemilikian atau penguasaan kapital dan relasinya dengan posisi

obyektif agen lainnya (Bourdieu dalam dalam Harker, R (1990). Ranah atau

lingkungan juga ditegaskan oleh Bourdieu (Ritzer dan Goodman, 2003: 522)

sebagai semacam pasar kompetisi (the game of society) yang sangat

ditentukan oleh penguasaan dan penggunaan berbagai jenis kapital.

Bourdieu (1986) menjelaskan ada empat jenis kapital yang

menentukan posisisi obyektif agen yang meliputi (i) kapital sosial, yaitu

berupa jaringan sosial yang menurutnya untuk mempermudah agen dalam

upayanya mengakumulasikan kapital lainnya; (ii) kapital budaya yang

berdimensi manusia, yakni kapital yang embodied state , kemudian dalam

dimensi obyektif, dan berdimensi institusional; (iii) kapital ekonomi yang

merupakan kepemilikan agen terhadap kekayaan dan dalam bentuk uang; serta

(iv) kapital simbolik adalah kekuatan politik par exellence yang mempertegas

antara lain pembagian kelas sosial, ras, dan gender melalui proses labeling.

Selain itu kapital simbolik juga merupakan beragam simbol yang memberikan

legitimasi atas suatu posisi obyekif agen, cara pandang, serta tindakan agen

yang diangggap absah oleh agen lainnya.

Secara umum, kapital simbolik dapat disejajarmaknakan dengan

kapital politik yang dapat ditentukan melalui indikator ikatan moral, karisma,

meritokratik, dan dominasi (Svendsen & Svendsen, 2003). Keempat

representasi kapital itu akan sangat menentukan posisi agen untuk melakukan

interaksinya dalam habitus. Dalam kerangka itu, habitus mesti dipahami

sebagai suatu sistem disposisi yang berlangsung lama dan berubah-ubah

(durable, trasposible dispotition) yang berfugsi sebagai basis generatif bagi

praktik-praktik yang terstruktur dan terpadu secara obyektif. Lebih lanjut

dijelaskan bahwa habitus tidak pernah tidak berubah (fixed) baik melalui

waktu maupun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Seperti halnya

dengan posisi yang selalu berubah dalam ranah (field) maka disposisi juga

sama sifatya selalu berubah dalam membentuk habitus. Bourdieu juga

mengemukakan bahwa selain ranah (field), pada agen juga melekat habitus

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 45: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

25

Universitas Indonesia

yang terdiri dari berbagai disposisi yang membentuk sistem klasifikasi

(Bourdieu, 1977:214). Keseluruhan penjelasan teori Bourdieu tersebut, pada

dasarnya dapat dikaitkan dengan sistem stratifikasi sosial yang terutama

menyangkut posisi tertentu dari agen yang antara lain ditentukan oleh

penguasaan kapital dan kombinasi posisi sosial dalam ranah (field) akan

menghasilkan habitus tertentu seperti kelas-kelas sosial. Hal ini dikemukakan

juga oleh Ritzer dan Goodman (2003: 520) dengan memperhatikan

menjelaskan pemikiran Bourdieu mengenai habitus yang mencerminkan

pembagian obyektif dalam struktur kelas dan diperoleh sebagai akibat dari

lamanya posisi yang diraih. Kelas-kelas itu dipandang sebagai kumpulan

agen yang menduduki posisi-posisi serupa dan kepentingan serupa, yang

akahirnya memiliki kemungkinan untuk memproduksi praktik ataupun

tindakan agen. Dengan demikian habitus akan bervariasi atau berbeda-beda

tergantung pada manifestasi posisi individu dalam kehidupan sosial, dan akan

menggambarkan fenomena kolektif. Dalam skala yang lebih luas mengenai

bentuk kapital material dan non-material terdapat pandangan neo-kapital

yang menghubungkan orientasi mikro analisis sosiologis mengenai relasi

power dengan orientasi makro mengenai analisis ekonomi politik. Pada sisi

ini, pandangan “Bourdieuconomics” menganggap bahwa institusi formal dan

politik ekonomi sangat berperan penting dalam kegiatan ekonomi (Svendsen

& Svendsen, 2003).

2.2.2. Kapital Sosial dan Pengembangan Ekonomi Wilayah.

Salah satu jenis kapital yang akhir-akhir ini sering diteliti adalah

kapital sosial. Wolz, Reinsberg dan Fiege (2004) mengemukakan bahwa

pembangunan pertanian di negara-negara Eropa Tengah dan Timur masih belum

berhasil sebagaimana yang diharapkan. Ketidakberhasilan usahatani tidak hanya

disebabkan karena kurangnya keterampilan manajemen, dukungan pasar dan

kapital tetapi juga dukungan organisasi dan kerja sama sosial. Menurutnya

jaringan sosial sebagai kapital sosial merupakan salah satu faktor penentu

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 46: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

26

Universitas Indonesia

keberhasilan kegiatan ekonomi. Sayangnya temuan itu belum dilengkapi

penjelasan mengenai keterkaitannya dengan kualitas hidup masyarakat petani.

Temuan tersebut dipertegas oleh Vipriyanti (2007) melalui studinya

mengenai bagaimana keterkaitan antara kapital sosial dengan pembangunan

ekonomi wilayah. Salah satu temuan Vipriyanti (2007) yang cukup menarik

adalah mengenai dominannya kontibusi jaringan kerja dalam pembangunan

ekonomi wilayah, terutama dalam organisiasi sosial tradisional di Bali seperti

subak dan banjar. Akan tetapi jika dibandingkan dengan hasil penelitian

sebelumnya, ternyata kepadatan jaringan kerja di Bali relatif rendah yakni

3,19 sementara kepadatan jaringan sosial di Jambi (3,7), Jawa Tengah (6,0),

dan Nusa Tenggara Timur sebesar 6,5 (Grootaert, 1999). Mencermati temuan

Vipriyanti (2007) seperti dijelaskan di muka, bisa diketengahkan bahwa ada

kecendrungan kuatnya ikatan sosial (strongth ties) pada organisasi sosial

tradisi seperti subak maupun banjar di Bali, ternyata mampu memanfaatkan

jaringan kerja secara optimal. Penelitian itu pun masih memfokuskan

analisisnya terhadap satu jenis kapital yakni kapital sosial. Pada umumnya

studi mengenai kapital sosial relatif mengabaikan peran negara dan

kesejahteraan masyarakat, serta cenderung memfokuskan perhatian kepada

hubungan sosial antar aktor. Dengan demikian studi ini masih perlu

ditindaklanjuti dengan mengkaitkan temuannya dengan aspek kesejahteraan

masyarakat di Bali dengan mempertimbangkan aspek peran negara dalam

pengembangan agribisnis.

Konsep pengembangan agribisnis dalam studi ini dibatasi pada

pengembangan pelaku agribisnis, yakni pengembangan aktor manusia sebagai

individu anggota komunitas agribisnis berbasis komunitas. Komponen dari

aktor manusia pelaku agribisnis diarahkan kepada pengembangan empat

komponen utama yang meliputi produktivitas, inklusi sosial, kesetaraan atau

equality yang berupa akses aktor terhadap sumber-sumber pertumbuhan

sosial ekonomi, dan pemberdayaan (empowerment). Oleh karena itu, konsep

pengembangan agribisnis yang digunakan dalam studi ini lebih luas dari

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 47: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

27

Universitas Indonesia

definisi formal pengembangan agribisnis ditinjau dari konsep yang hanya

menekankan pertumbuhan ekonomi dari agibisnis itu sendiri. Pengembangan

agribisnis merupakan upaya pemerintah membangun suatu sistem atau

struktur agribisnis yang mencakup industri hulu pertanian, usaha budidaya

(on-farm), industri hilir pertanian, serta jasa-jasa pendukung yang berdaya

saing, berkerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi. Definisi formal itu

memperlihatkan bahwa senyatanya pengembangan agribisnis belum

sepenuhnya berorientasi kepada aspek pengembangan aktor manusia pelaku

agribisnis.

Pengembangan manusia pelaku agribisnis sesungguhnya merujuk

kepada konsep pembangunan manusia yang mengedepankan proses pilihan-

pilihan rasional aktor pelaku agribisnis. Mencermati hal itu, studi ini salah

satunya merujuk teori pilihan rasional yang digagas oleh James S Coleman,

seperti yang telah dijelaskan di muka. Hal ini dilandasi pemikiran bahwa

Coleman merupakan teoritisi pertama yang mengembangkan konsep pokok

kapital sosial sebagai salah satu jenis representasi kapital dalam kegiatan

ekonomi. Konsepnya mengenai kapital sosial terkait dengan teori pilihan

rasional yang menekankan kapital sosial sebagai nilai dari aspek struktur

sosial yang bagi aktor dapat dipergunaan sebagai sumber dari apa yang dapat

mereka gunakan untuk mencapai keinginan. Lebih lanjut, ia lebih

mengarahkan perhatian kepada keterlibatan kewajiban dan harapan, saluran

informasi, norma sosial, dan saksi efektif yang sesuai dan mendukung sikap

tertentu yang ada dalam hubungan antar manusia. Tentunya hal yang terkahir

itu dapat dikaitkan dengan jaringan sosial (Coleman, 1990) dan juga secara

spesifik Bourdieu (1986); Torkelsson (2007) bahkan menyatakan kapital

sosial sebagai network. Sementara itu, dimensi kapital sosial lainnya yakni jaringan

kerja dikemukakan oleh Dasgupta dan Serageldin (2002), yang menyatakan bahwa

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 48: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

28

Universitas Indonesia

jaringan kerja pada awalnya merupakan suatu sistem komunikasi untuk melindungi,

memelihara, danmengembangkan hubungan interpersonal.

Ditinjau dari tujuan hubungan sosial yang membentuk jaringan sosial

dalam komunitas dapat dibedakan tiga jenis jaringan sosial yaitu: (i) jaringan

interest (jaringan kepentingan), yakni hubungan sosial yang dibentuk adalah

hubungan-hubungan sosial yang bermuatan kepentingan; (ii) jaringan

sentiment (jaringan emosi), yang terbentuk atas adanya hubungan-hubungan

sosial yang bermuatan emosi; dan (iii) jaringan power, yakni hubungan-

hubungan sosial yang membentuk jaringan lebih bermuatan power. Jaringan

kepentingan terbentuk atas dasar hubungan-hubungan sosial yang bermaknsa

pada tujuan-tujuan tertentu dan khusus yang ingin diraih para aktor atau

pelakunya. Oleh karena itu tindakan dan interaksi yang terjadi dalam jaringan

tipe yang pertama selalu dievaluasi berdasarkan tujuan-tujuan relasional.

Dalam kaitan ini aktor dapat memanipulasi hubungan-hubungan emosi

maupun hubungan-hubungan power. Sedangkan jaringan power umumnya

diujukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Jaringan sosial

tipe power harus mempunyai pusat power yang terus-menerus mengkaji-ulang

performa unit-unit sosialnya dan memolakan kembali struktur sosialnya

untuk peningkatan efisiensinya. Terakhir mengenai tipe jaringan emosi

terbentuk atas hubungan sosial yang mana hubungan sosial itu sendiri menjadi

tujuan tindakan sosial, seperti dalam hubungan pertemanan, kekeluargaan

ataupun kekerabatan (Agusyanto, 2007).

Sementara itu, Dasgupta dan Serageldin (2002) menyatakan bahwa

jaringan kerja pada awalnya merupakan suatu sistem komunikasi untuk

melindungi,memelihara, dan mengembangkan hubungan interpersonal.

Mengenai jaringan kerja itu, terdapat hubungan yang sifatnya inter dan antar

organisasi dalam masyarakat yang akan mencerminkan adanya kapital sosial

yang bersifat mengikat, menyambung, dan mengait (bonding, bridging, dan

linking social capital). Kapital sosial yang mengikat (bonding) berasal dari

dalam komunitas, sementara yang bersifat menyambung (bridging) terjadi

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 49: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

29

Universitas Indonesia

dari interaksi antar organisasi (kelompok), dan yang bersifat mengait (linking)

terbentuk dari hubungan formal kelembagaan seperti antara pemerintah

(pemerintah daerah) dengan komunitas (Szreter dan Woolcock, 2004 dalam

Silva, D.MJ; Harpham, T; Huttly SR; Bartolini, R; dan Penny, ME.

2007).

Menurut Woolcock dan Narayan (2000), pada dasarnya terdapat empat

perspektif kapital sosial dalam pembangunan sosial ekonomi, yakni: (i)

Network View; (ii) Commutarian View; (iii) Institutional View; dan (iv)

Synergy View. Secara ringkas, perspektif itu dikemukakan sebagai berikut:

(i) Network View: Perspektif ini memfokuskan perhatian kepada

pentingnya asosiasi baik vertikal maupun horizontal dari setiap

individu, serta hubungan didalam maupun antar organisasi.

Dihubungkan dengan sifat kapital sosial, maka perspektif ini

lebih mencermati ikatan sosial dalam organisasi, atau lebih

menaruh perhatian pada sifat bonding dan bridging dari kapital

sosial.

(ii) Commutarian View: Perspektif ini mengarahkan perhatian pada

masalah densitas atau kepadatan suatu organisasi dalam

komunitas tertentu. Menurut perspektif ini, kapital sosial dapat

dipandang sebagai organisasi sosial lokal, yang sering dijumpai

dalam bentuk asosiasi ataupun kelompok-kelompok

masyarakat.

(iii) Institutional View: Umumnya perspektif ini digunakan dalam

mencermati kapital sosial yang bersifat makro. Lebih lanjut,

perspektif institusional memandang bahwa jaringan kerja

komunitas merupakan hasil dari keadaan kelembagaan yang

ada.

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 50: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

30

Universitas Indonesia

(iv) Synergy View: Perspektif ini merupakan perpaduan dari

pandangan network dan institusional. Intinya, perspektif yang

berpandangan sinergis melihat bahwa inklusi dalam

pembangunan akan tercapai jika terdapat koordinasi dan sifat

kooperatif antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Penjelasan mengenai kapital sosial yang telah diuraikan di muka pada

dasarnya sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Bourdieu (1986) bahwa

intinya kapital sosial merupakan kapital dalam bentuk jaringan sosial.

Jaringan sosial (network) menurutnya akan mempermudah agen dalam

mengakumulasi bentuk-bentuk kapital lainnya, seperti yang dipertegas oleh

Lin (2001) dalam Akdere (2005) mengenai teori kapital sosial yang

mengemukakan bahwa kapital sosial pada intinya merupakan bentuk investasi

dalam meningkatkan relasi sosial.

2.2.3. Kapital Budaya dalam Kehidupan Masyarakat.

Kebudayaan pada hakekatnya merupakan konsep yang sedemikian

abstrak dalam mempelajari Sosiologi. Salah satu definisi yang terkait dengan

representasi kapital budaya pada kegiatan produksi mengenai kebudayaan,

dikemukakan oleh Griswold (2004: 12) yang menyatakan secara umum bahwa

kebudayaan merupakan produk manusia baik material maupun non material

seperti yang terekspresikan dalam kebiasaan maupun gagasan-gagasan dalam

kehidupan sosialnya. Kebudayaan dalam hal itu juga meruapakan obyek

yang melekat pada aktor dan itu dapat didengar, dilihat, dan diartikulasikan.

Dengan demikian, kebudayaan merujuk kepada sisi kehidupan manusia yang

ekspresif dan sangat erat pertaliannya dengan kehidupan sosial. Lebih lanjut

dikemukakan bahwa antara kebudayaan dan struktur sosial tidak dapat

dipisahkan, sehingga dalam mengkaji keterkaitan antara kebudayaan dengan

kehidupan sosial masyarakat diperlukan suatu obyek kebudayaan (cultural

object) sebagai alat analisis yang akan menjelaskan pertalian antara

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 51: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

31

Universitas Indonesia

kebudayaan dan masyarakat. Secara lebih detail, Griswold (2004; 16-17)

menjelaskan keterkaitan aspek kebudayaan dengan masyarakat dalam analisis

sosiologi kebudayaan melalui yang ia sebut sebagai Cultural Diamond, yakni

bentuk hubungan antar empat komponen utama analisis hubungan antara

kebudayaan dengan masyarakat yang terdiri dari kreator, receiver, obyek

kebudayaan, dan social world. Pada bentuk cultural diamond intinya ia

ingin mejelaskan hubungan yang terjadi antara obyek kebudayaan dengan

kehidupan sosial (social world) seperti kehidupan ekonomi, politik, sosial, dan

budaya. Sejalan dengan pandangan itu, Raymond Williamns dalam Syahyuti

(2006:74) juga menyatakan bahwa kebudayaan sebagai alat atau instrumen

dalam kehidupan masyarakat. Pengertian kebudayaan sebagai alat dalam

kehidupan masyarakat dapat disejajarkan maknanya menjadi sebagai suatu

bentuk kapital, seperti halnya dikemukakan oleh Bourdieu (1986).

Lebih lanjut Bourdieu (1986) mengemukakan secara rinci tiga jenis

dimensi kapital budaya yang merujuk pada keadaan (state), yakni embodied

state yakni kapital yang keadaannya mewujud pada badan agen. Secara

harfiah hal ini mengandung pengertian bahwa agen sebagai manusia

mengandung potensi kapital tersendiri, berupa kekuatan ataupun kemampuan

yang melekat pada aktor, seperti halnya kasta pada masyarakat Bali;

Berikutnya kapital budaya yang sifatnya objectified state, yakni merujuk pada

dimensi obyek, yakni berupa karya yang dihasilkannya sebagai kekhasan

aktor berdasarkan keahliannya (sangging, pande, undagi, dan sebagainya yang

dikenal turun temurun oleh masyarakat Bali). Dalam hal ini kapital budaya

bentuknya sebagai hasil karya yang has dapat dijadikan obyek oleh agen.

Beberapa bentuk kapital budaya berdimensi obyek, oleh Bourdieu

dicontohkan seperti alat-alat, atau mesin, bahkan hasil karya seperti gambar

atupun ukiran dan bangunan digolongkan dalam kategori ini. Intinya contoh-

contoh itu jelas memiliki status obyek. Benda-benda dimaksud, diciptakan

oleh manusia dengan tujuan untuk mempermudah kehidupan dan membuat

hidup menjadi lebih senang karena memiliki benda-benda itu. Bentuk yang

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 52: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

32

Universitas Indonesia

ketiga adalah kapital budaya berdimensi institusional yang menunjuk kepada

keadaan dimana benda-benda itu sudah memperlihatkan entitasnya yang

sudah berbeda. Bourdie mencontohkan bentuk kapital budaya ini seperti

sistem pendidikan. Pada dasarnya ketiga bentuk kapital budaya itu tidak dapat

dianggap sebagai sesuatu yang berwujud kapital secara aktual, tetapi masih

bersifat potensial yang dapat ditransformasikan agen menjadi kapital-kapial

lainnya.

Sistem dan usaha agribisnis pun pada dasarnya tidak terlepas dari

kotribusi kapital budaya. Beberapa pandangan ahli Sosiologi Pedesaan

menyatakan kebudayaan lokal sangat mempengaruhi keberhasilan sistem dan

usaha agribisnis. Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa faktor

kepemilikan alat-alat dan mesin dalam mekanisasi pertanian, sedemikian besar

kontribusinya dalam proses produksi. Selain itu kepemilikan terhadap mesin-

mesin yang modern juga meningkatkan gengsi bagi agen yang memilikinya.

Senada dengan itu, Castelli, et.all (2009) yang meneliti mengenai faktor-faktor

yang mempengaruhi kualitas hidup masyarakat di Inggris mengemukakan

bahwa kapital turut menentukan pencapaian kualitas hidup oleh individu.

Selain kapital sosial, dalm studi ini juga dicermati peran kapital politik dan

peran kapital budaya sebagai bentuk kapital yang intangible. Pendidikan pada

dasarnya merupakan salah satu faktor yang sangat penting pengaruhnya

terhadap penguasaan kapital budaya, dan ini dimungkinkan karena keterkaitan

faktor pendidikan dengan kapital budaya seperti yang diungkapkan Bourdieu

(1986).

2.2.4. Kapital Politik dalam Pengembangan Ekonomi Masyarakat.

Konsep politik dalam Sosiologi erat pertaliannya dan lebih operasional

dengan konsep kekuasaan, dibandingkan dengan konsep politik yang

dikaitkan dengan atau tentang negara (Duverger, 2002 dalam Dhakidae, 2002

h.17-27). Duverger (2002) mengemukakan politik erat kaitannya dengan

institusi-institusi yang berhubungan dengan kekuasaan. Pertalian antara

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 53: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

33

Universitas Indonesia

politik dan kekuasaan terutama dicermati dari aspek kekuasaan sebagai

hubungan yang mengandung otoritas yang mempengaruhi kehidupan sosial

baik dalam bentuk negara maupun komunitas-komunitas yang lebih kecil.

Terdapat dua dimensi pengaruh yang ditimbulkan oleh kekuasaan. Pertama

bilamana politik dipandang sebagai arena pertarungan dalam rangka

memperoleh dan mempertahakan kekuasaan serta mengontrolnya untuk

berpengaruh dalam kehidupan masyarakat, sementara masih dalam konteks ini

pihak lain akan selalu menentang dan berupaya mengambil alih kekuasaan.

Duverger (2002) dalam Dhakidae (2002) memandang bahwa kekuasaan

memungkinkan kelompok-kelompok dan individu-individu yang

menguasainya untuk mempertahankan dominasinya terhadap pihak lain yang

didalamnya terdapat kepentingan untuk mengeksploitasinya. Sedangkan

kedua, politik dipandang sebagai instrumen atau alat untuk menjaga dan

menegakkan ketertiban dan keadilan dalam kehidupan sosial. Dalam hal ini

politik merupakan pelindung kepentingan dan kesejahteraan umum. Konteks

yang terakhir dijelaskan, memainkan peranan integratif dari politik itu sendiri,

disamping berperan untuk memihak dan melindungi kepentingan bersama

dalam kehidupan sosial. Sifat integratif itu sendiri dijelaskan sebagai aspek

interdependensi-saling ketergantungan antara komponen-komponen,

kelompok, atau individu anggota masyarakat. Penjelasan di muka merupakan

pemikiran Duverger yang kemudian dituangkan sebagai tesis utamanya dalam

konteks sosiologi politik dengan mengemukakan bahwa politik meliputi

konflik antara individu-individu dan kelompok untuk memperoleh kekuasaan

yang dipergunakan untuk kepentingannya, serta sekaligus sebagai usaha untuk

mencapai dan menjaga kesejahteraan sosial dalam setiap kegiatan

pembangunan.

Dinamika pembangunan itu sendiri, tidak dapat dilepaskan dari pendekatan

ekonomi politik, termasuk dalam pembangunan pertanian dan khususnya

pengembangan agribisnis. Menurut Rachbini (1996) dalam Sudjana (2004),

ekonomi politik lazimnya diartikan sebagai analisis terhadap proses-proses

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 54: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

34

Universitas Indonesia

politik yang berkaitan dengan bidang ekonomi politik. Pendekatan ekonomi

politik dalam hal ini merupakan keniscayaan mengingat dalam masalah-

masalah pembangunan akan selalu menyangkut peranan pemerintah, yaitu

seberapa jauh dan dengan cara bagaimana pemerintah menjalankan model

pembangunannya. Politik secara umum dimaknai sebagai bagian terpenting

dalam hubungan antara negara dan masyarakat, yakni bagaimana hubungan

antara negara dan masyarakat dirumuskan dan selanjutnya diselenggarakan

untuk memenuhi tujuan-tujuan dari hubungan itu sendiri. Dengan demikian,

politik semestinya mengarahkan negara untuk membuka peluang dan

memberikan fasilitasi bagi seluruh anggota masyarakat dalam pemenuhan

kepentingan-kepentingan secara individual auatupun sebagai bagian dari

kehidupan sosial bernegara (Legowo, 2004)

Disisi lain politik senantiasa dikaitkan dengan upaya-upaya untuk

menetapkan dan melindungi hak-hak warga negara, sehingga warga negara

tersebut dapat menerima dan mempertahankan hak-haknya. Sedangkan untuk

mendiagnosis ekonomi politik tentang kinerja atau fenomena pembangunan

dapat dilakukan dengan menggunakan tiga indikator yaitu upaya bersama

(collective actions), kelembagaan (institutions), dan ketidaksempurnaan pasar

politik (political market imperfections). Indikator pertama merujuk kepada

proses pembangunan yang melibatkan interaksi seluruh aktor; indikator

kedua menyangkut sistem nilai atau norma dalam menjaga komitmen; dan

indikator terakhir mengenai pasar politik menunjuk kepada unsur rekam jejak

(track record) aktor politik (Arifin, 2007:1). Dengan demikian, jika dikaitkan

dengan pembangunan pertanian maka keberhasilan pengembangan agribisnis

akan turut ditentukan oleh unsur politik atau kemauan politik (political will)

dari negara. Selain itu, kebijakan dan peraturan perundang-undangan dalam

bentuk formal rules sangat menentukan keberhasilan pembangunan pertanian.

Intinya, pada studi ini akan dikaji apakah lingkungan kebijakan yang terdiri

dari regulasi (formal rules) dan politik pertanian dapat mendukung serta

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 55: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

35

Universitas Indonesia

berperan dalam meningkatkan adopsi inovasi, atau bahkan secara tidak

langsung mempengaruhi pendapatan pelaku agribisnis.

Memandang bahwa kapital politik merupakan bagian dari suatu sistem

produksi, maka Lawang(2005: 26) mengemukakan bahwa kenyataan dan

pernyataan yang sedemikian meyakinkan dari begitu banyak ahli menyatakan

pembangunan ekonomi sangat memerlukan dukungan politik. Dalam hal ini,

pertumbuhan pembangunan ekonomi tidak terlepas dari peran kapital politik.

Pada tataran yang lebih konkrit, kapital politik antara lain meliputi institusi

formal dan kebijakan ekonomi di level makro, informal rules pada level

messo, dan pada level individu (mikro) disebutkan antara lain berupa karisma,

ikatan moral, sistem meritokratis, dan dominasi (Svendsen&Svedsen, 2003).

Pandangan ini dipertegas juga oleh Bourdieu yang menekankan pentingnya

aspek dominasi dalam relasi-relasi sosial produksi. Pemikiran itu ditekankan

juga oleh Harker (1990), yang mengemukakan bahwa dalam hal konversi

atau pertukaran bentuk kapital, maka kapital simbolik menunjukkan proses

pertukaran kapital yang paling nyata karena mengandung aspek legitimasi

dan aspek kekuasaan yang terwujud dalam bentuk basis dominasi.

2.2.5. Sinerji Kapital Ekonomi, Kapital Sosial, dan Potensi SumberdayaAlamiah dalam Pengembangan Agribisnis Berbasis Komunitas.

Dalam kerangka operasional modernisasi sistem dan usaha pertanian,

perlu mencermati potensi ekonomi wilayah, sumberdaya lokal setempat (local

resources based), yaitu berupa sumberdaya petani (kapital manusia) dan

karakteristik individu lainnya dari petani, potensi ketersediaan lahan (kapital

fisik), potensi kapital sosial, yang semuanya merupakan input penting dalam

proses produksi. Sinerji dari aspek tersebut sangat penting dalam peningkatan

efektifitas dan efisiensi proses produksi. Gejala perubahan sosial khususnya

menyangkut struktur sosial yang diakibatkan oleh proses difusi inovasi pada

hakekatnya tergantung juga kepada potensi masyarakat ataupun komunitas,

disamping kekuatan eksternal seperti misalnya yang dilakukan pemerintah

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 56: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

36

Universitas Indonesia

sebagai suprasistem suatu komunitas. Dalam hal ini intervensi dan peran

pemerintah sebagai represetasi state mesti lebih menekankan aspek

pertumbuhan pembanguan berlandaskan prinsip inklusi sosial, terutama dalam

arti tidak terjadi penumpukan akumulasi kapital dalam sebagian kecil

masyarakat, sehinga mampu meredam gejala timbulnya elitisme dalam hal

penguasaan kapital.

Menurut Sitorus (1999), bahaya elitisme agribisnis terkait dengan sifat

elitisme yang melekat pada agribisnis sebagai artikulasi cara produksi

kapitalis atau sekurang-kurangnya komersialis. Sifat elitisme juga

dimaksudkan sebagai pemihakan agribisnis pada kepentingan elit ekonomi,

yaitu para pemilik modal uang. Sehubungan dengan itu pemanfaatan

sumberdaya dan potensi lokal termasuk kapital sosial, budaya, maupun politik

diyakini dapat mereduksi peluang elitisme agribisnis. Dalam rangka

mengantisipasi bahaya elitisme agribisnis itu, maka kritik Sosiologi yang

dikemukakan oleh Sitorus, et.all (2001) sangat baik untuk dicermati. Kritik

yang disampaikan dalam laporan hasil penelitiannya mengenai Agribisnis

Berbasis Komunitas:”Sinergi Modal Ekonomi dan Modal Sosial”, diawali

dengan mengemukakan tahapan perkembangan agribisnis yang dilandasi

pemikiran dari sudut ekonomi yang terdiri dari tiga tahap. Pertama, agribisnis

berbasis sumberdaya, yaitu pembangunan agribisnis yang digerakkan leh

kelimpahan faktor poduksi (factor driven) yakni sumberdaya alam dan

sumberdaya manusia berupa tenaga kerja yang unskilled labor. Tahap kedua

adalah pembangunan agribisnis yang berbasis invesatasi (investment driven)

yang padat modal dengan didukung tenaga kerja terdidik (capital intensive

and skilled-labor). Kemudian tahap yang terakhir adalah pembangunan

agribisnis yang berbasis inovasi (innovation driven) yang lebih digerakkan

oleh kemajuan teknologi serta peningkatan sumberdaya manusia terdidik

(science and skilled labor-based). Secara ringkas, visualisasi dari ketiga

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 57: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

37

Universitas Indonesia

tahapan dan alternatif pemikiran sosiologis perkembangan pembangunan

agribisis dapat dilihat pada Gambar 2.3. Visualisasi tersebut menjelaskan

bahwa tahap perkembangan agribisnis relatif didominasi oleh representasi

kapital ekonomi. Kapital ekonomi secara umum dikelompokkan kedalam

kapital finansial (modal uang), modal fisik yang bersifat tangible, seperti alat-

alat produksi pertanian, dan juga berupa kemampuan (skill) sumberdaya

manusianya.

AGRIBISNISBERBASIS

Sumberdaya

DigerakkanKelimpahan

Faktor Produksi

(Factor Driven)

TAHAP PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN AGRIBISNIS

TAHAP I

AGRIBISNISBERBASISInvestasi

DigerakkanKekuatan

Investasi danSDM terdidik

(InvestmentDriven)

TAHAP II

AGRIBISNISBERBASIS

Inovasi

Digerakkantemuan baruatau inovasi

(InnovationDriven)

TAHAP III

AGRIBISNISBERBASIS

KOMUNITAS

Digerakkan olehproses interaksi

sosial danproses kerja:

aktualisasi tigajenis modal:

modal alamiah;modal ekonomi;dan modal sosial

TAHAP IV

Tahapan dari sudut pandang EkonomiTahapan dari

Pemikiran Sosiologis

Gambar2.2.Tahapan Perkembangan Pembangunan Agribisnis(Divisualisasikan dengan menyarikan pandangan Sitorus, et.all.2001, h. 3-5).

Menurut Sitorus, et.all (2001), pada titik ini konsep ekonomi neo

klasik tentang kelembagaan sistem agribisnis tersebut dihadapkan pada suatu

kritik Sosiologi, yang berkenaan dengan adanya bahaya penyingkiran

mayoritas kaum tani. Dari sudut pandang Sosiologi, proses pembangunan

sistem agribisnis bertahapan tiga sebagaimana dirumuskan para ahli ekonomi

tersebut di atas cenderung bersifat elitis, yakni sangat tampak dalam hal

akses dan penguasaan modal fisik dan uang yang distribusinya didominasi

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 58: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

38

Universitas Indonesia

oleh sebagian elit. Oleh karena itu ada tantangan bagi Sosiologi untuk

merumuskan suatu pengembangan sistem agribisnis yang bersifat melibatkan

mayoritas kaum tani sebagai subyek. Tantangan itulah yang melandasi

munculnya pemikiran tentang agribisnis berbasis komunitas. Konsep

agribisnis berbasis komunitas merujuk kepada pemikiran Juergen Habermas,

yakni agribisnis dipahami sebagai proses interaksi sosial dan proses kerja

sekaligus, dan di dalam proses tersebut teraktualisasikan representasi bentuk-

bentuk kapital, yaitu modal alamiah, modal ekonomi, dan kapital sosial, yang

jika dicermati lebih lanjut akan didapat kecendrungan perbedaan penguasaan

masing-masing kapital itu oleh aktor. Pada konteks itu, pembahasan

mengenai dukungan peran tripartit pemerintah, swasta, dan potensi lokal perlu

dicermati. Peran ketiga elemen pembangunan itu ditengarai memiliki

pertalian yang erat dengan penguasaan kapital dalam masyarakat, yang tentu

akan mempengaruhi kualitas hidup masyarakat.

2.2.6. Peran Tripartit Pemerintah, Swasta, dan Komunitas Lokal dalamPerspektif Teori New Institutionalism.

Hubungan dan peran antara negara (pemerintah), korporasi (swasta),

dan masyarakat sering menjadi topik menarik dalam menganalisis teori-teori

pembangunan sosial ekonomi masyarakat. Hal ini antara lain disoroti oleh

Campana (2000), yang melakukan studi tentang peran elemen-elemen

pembangunan dalam mengentaskan kemiskinan. Menurutnya, kemitraan

(partnership) antara pemerintah, swasta, dan institusi multilateral yang

berkembang dalam komunitas lokal ternyata mampu menekan angka

kemiskinan masyarakat di pedesaan Chili, melalui program-program

pembangunan pertanian yang diinisiasi pemerintah Chili. Dalam konteks

operasionalisasi program pembangunan pertanian, keterlibatan dan dukungan

lembaga swadaya masyarakat (NGO’s) sangat kental terutama melalui

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 59: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

39

Universitas Indonesia

inisiatifnya dalam mengembangkan demokratisasi proses pembangunan yang

diawali dari perencanaan dan desain program hingga kontrol terhadap

pelaksanaan pembangunan pertanian di Chili. Pemberdayaan kelompok dan

organisasi sosial di tingkat desa berhasil menguatkan hubungan antara

komunitas desa dengan pemerintah. Hubungan erat dan partisipasi

masyarakat mendukung program pemerintah sedemikian kuat terutama dalam

proses transfer teknologi, sehingga mampu meningkatkan kinerja

pembangunan pertanian di pedesaan Chili. Peran lembaga edukasi yakni

Instituto de Education Rural (IER) dalam membentuk lembaga-lembaga

pendidikan non formal di pedesaan memainkan peranan yang sangat penting

bagi peningkatan kapasitas masyarakat desa di Chili.

Hasil studi lainnya juga dikemukakan oleh Jiwa (2005) yang

mengemukakan mengenai model hubungan tripartit dalam mendukung usaha

produksi madu di Kenya. Pada intinya, Jiwa (2005) menggambarkan”Honey

Care’s Tripartite Model” sebagai sebuah strategi sinegri “win-win-win

partnership” antara pemerintah - sektor swasta - komunitas desa yang mampu

mempromosikan usaha kecil ke arah pengembangan komunitas berkelanjutan.

Pemerintah dan sektor swasta berperan dalam mobilisasi komunitas melalui

pengembangan serta pembinaan kelompok petani madu dan memfasilitasi

kredit bagi petani lebah madu. Selain itu, pemerintah menginisiasi kebijakan

alih teknologi melalui training, penyediaan informasi pasar, serta melakukan

pengembangan kelembagaan pasar lokal.

Studi tentang hubungan negara ataupun pemerintah dengan masyarakat

dalam bentuk ko-produksi juga telah dilakukan di Bali oleh Zaenuddin,

Syahra, dan Suprihadi (2007). Studi ini mengetengahkan keberhasilan Desa

Sanur, sebuah desa pariwisata di Bali mewujudkan pembangunan yang

bercirikan ko produksi. Ko produksi masyarakat Sanur ditunjukan dengan

berperannya kelembagaan sosial budaya, terutama dalam wadah organisasi

sosial desa adat. Sedangkan pemerintah juga mampu melakukan

pengakomodasian kultur dan tatanan keswadayaan masyarakat dalam

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 60: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

40

Universitas Indonesia

pembangunan (Zaenuddin, Syahra, dan Suprihadi; 2007:67). Sementara itu,

dalam pembangunan pertanian di Indonesia yang merupakan bagian dari

pembangunan sosial ekonomi nasional, peran pemerintah, swasta dan

masyarakat juga dikemukakan oleh Arifin (2005:147-148) terutama untuk

menyoroti paradigma kebijakan dan strategi revitalisasi pertanian nasional.

Menurutnya, pengembangan industrialisasi pertanian dengan menerapkan

strategi kemitraan pemerintah-swasta-masyarakat adalah suatu strategi yang

baru berkembang pada beberapa waktu belakangan ini.

Lebih lanjut Arifin (2005:147-148) mengemukakan elemen pertama

dalam kemitraan tripartit adalah negara ataupun pemerintah yang merupakan

lembaga publik dengan fungsi menyelenggarakan dan menciptakan

kesejahteraan umum, yang antara lain dilakukan dengan kegiatan-kegiatan

pembangunan. Pada kerangka ini, peran pemerintah (negara) dalam falsafah

kemitraan tripartit bergeser dari yang semula sebagai penggerak utama

pembangunan, ke arah peran sebagai fasilitator dan dinamisator pembangunan

sosial ekonomi. Peran tersebut meliputi perumusan kebijakan, fasilitasi

infrastruktur, penyediaan dan pengembangan inovasi teknologi, dukungan

subsidi, anggaran pembangunan yang berprinsip berkeadilan dan dukungan

politik bagi pengembangan usaha pertanian. Lembaga ini memiliki kekuasaan

yang bersifat regulatif yang berperan dalam mengatur kehidupan bersama.

Dalam aspek ini, dapat dijelaskan fungsi negara sebagai pengatur elemen-

elemen pembangunan. Kedua, adalah elemen swasta atau korporasi yang

memiliki ruang gerak pada area publik melalui produksi hingga transaksi jual-

beli barang dan jasa yang berorientasi pada keuntungan. Dunia usaha ini baik

langsung maupun tidak langsung memiliki peran yang sedemikian penting

bagi pembangunan sosial ekonomi nasional. Pada perkembangan terkini,

sorotan yang relatif tajam sering tertuju pada peran dunia usaha yang dianggap

mementingkan orientasi maksimalisasi keuntungan dan melupakan falsafah

moral maupun tanggung jawab sosial. Aspek yang terakhir ini berkembang

dan sering dikaji sebagai suatu pembahasan yang memunculkan paradigma

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 61: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

41

Universitas Indonesia

baru “Corparate Social Responsibility/CSR” yang mengutamakan

keberlanjutan dan kesejahteraan sosial dalam pembangunan sosial ekonomi

nasional. Elemen Ketiga, adalah masyarakat yang berinteraksi pada ruang

publik atas dasar tata nilai dan perilaku sosial tertentu, yang saat ini tidak lagi

hanya menjadi obyek pembangunan, melaikan bergeser peranya sebagai

subyek yang menentukan pembangunan sosial ekonomi bangsa. Peran dan

hubungan simetris dari ketiga elemen pembangunan itu, merupakan prasarat

utama dalam strategi pencapaian tujuan-tujuan pembangunan, seperti yang

banyak diungkapkan dalam beberapa hasil studi belakangan ini, dan disebut

sebagai koproduksi antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Ko produksi

itu sendiri pada hakekatnya merupakan suatu kondisi yang mencerminkan

adanya partispasi masyarakat termasuk dalam penyediaan barang dan

pelayanan untuk kepentingan mereka. Partisipasi masyarakat menunjukkan

bahwa masyarakat tidak hanya bersikap pasif untuk dilayani tetapi ikut

berpartisipasi dalam segala kegiatan pembangunan ekonomi, sosial, politik,

budaya, dan kepetningan lain untk kesejahteraannya (Ostrom, 1997).

Pada hakekatnya, peran pemerintah sangat penting dalam perumusan

kebijakan pengembangan usaha, hingga pada kebijakan subsidi dan

mengembangkan dukungan politik bagi berkembangnya usaha. Selain itu,

introduksi inovasi teknologi juga diperlukan dengan melakukan pendekatan

pemberdayaan potensi organisasi yang berkembang di level komunitas lokal.

Di Indonesia, peran negara dalam pelembagaan ide baru antara lain

diimplementasikan melalui program percepatan pemasyarakatan inovasi

teknologi pertanian. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian

No.798/Kpts/T.210/12/94 telah dibentuk dan ditetapkan organisasi dan tata

kerja Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), sebagai lembaga

penelitian pusat yang berada di setiap propinsi, dan ditujukan untuk

mendukung pembangunan pertanian daerah dan mengoptimalkan pemanfaatan

sumberdaya pertanian wilayah melalui percepatan alih teknologi. Hal ini

tentunya sangat erat pertaliannya dengan semangat desentralisasi

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 62: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

42

Universitas Indonesia

pembangunan, bahwa desentralisasi perlu dilakukan dalam bidang penelitian

dan pengembangan teknologi pertanian dan lebih mendekatkan pelayanan

penelitian kepada masyarakat, termasuk dalam hal ini komunitas agribisnis di

Bali. Sejak terbentuknya BPTP di setiap propinsi pada tahun 1994, maka

percepatan pemasyarakatan teknologi pertanian spesifik lokasi terus

dikembangkan antara lain melalui program pengembangan sistem usaha

pertanian (SUP) berbasis potensi lokasi spesifik. Di Bali, program ini antara

lain telah relatif berhasil melalui pengembangan sistem dan usaha agribisnis

salak Bali yang juga memiliki dampak di daerah produsen salak di Bali, yakni

di beberapa kecamatan wilayah kabupaten Karangasem. Keberhasilan

program SUP salak Bali telah menjadikan salak Bali sebagai salah satu

komoditas unggulan propinsi Bali yang tentunya erat pertaliannya dengan

upaya peningakatan kesejahteraan petani ataupun aktor agribisnis salak di Bali

(Badan Litbang Pertanian, 2004).

Sejalan dengan dinamika perkembangan lingkungan strategis, upaya

penigkatan pelayanan penelitian terhadap masyarakat terus berkembang

hingga pada beberapa tahun terakhir, terutama sejak diimplementasikannya

program rintisan akselerasi pemasyarakatan inovasi teknologi pertanian

(PRIMA TANI) yang dimulai sejak 2005. Prima Tani terus berkembang

secara dinamis, baik tujuan maupun harapan yang ingin dicapai, serta jumlah

lokasi yang sesuai dengan harapan masyarakat agribisnis. Perkembangan ini

menunjukkan bahwa Prima Tani diyakini oleh berbagai komponen

(stakeholders) sebagai model pembangunan agribisnis yang berawal dari desa.

Bahkan, pelaksanaan Prima Tani ke depan dapat bersinergi dengan berbagai

program sejenis yang ada di pedesaan, baik yang diinisiasi oleh Departemen

Pertanian maupun lembaga lain, seperti halnya dengan implementasi program

nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) yang didalamnya terintegrasi

program pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) yang berlokasi di

10. 000 desa, termasuk didalamnya seluruh desa lokasi pengembangan Prima

Tani (Badan Litbang Pertanian, 2008).

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 63: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

43

Universitas Indonesia

Pada tataran operasional, Prima Tani dilaksanakan dengan empat

strategi yakni, (i) menerapkan teknologi inovatif tepat guna secara partisipatif;

(ii) membangun model usaha agribisnis berbasis teknologi inovatif yang

mengintegrasikan sistem inovasi dan kelembagaan dengan sistem agribisnis;

(iii) mendorong proses difusi dan replikasi model pengembangan agribisnis;

serta (iv) mengembangkan agroindustri pedesaan berdasarkan karakteristik

agroekosistem dan kondisi sosial ekonomi setempat. Sedangkan pendekatan

yang dilakukan dalam implementasi Prima Tani adalah dengan pendekatan

Agro-ekosistem. Pendekatan ini mempertimbangkan aspek kesesuaian

kondisi bio-fisik lokasi yang meliputi sumberdaya pertanian, sebagai modal

alamiah. Berikutnya adalah melakukan pendekatan agribisnis dengan

mencermati struktur dan keterkaitan subsistem input, usahatai, pasca panen,

pengolahan, dan lembaga penunjang dalam satu sistem agribisnis. Pedekatan

lainya adalah pendekatan kelembagaan, yakni Prima Tani tidak hanya

memperhatikan keberadaan dan fungsi suatu organisasi ekonomi atau individu

yang berkaitan dengan input dan output, melainkan juga mencakup aspek

kultural diantaranya kebiasaan dan adat istiadat ataupun norma yang berlaku

di lokasi Prima Tani. Terakhir adalah pendekatan pemberdayaan dan

partisipasi masyarakat yang menekankan pertumbuhan kemandirian aktor

agribisnis dalam memanfaatkan potensi sumberdaya pertanian, termasuk

dalam hal memberdayakan potensi kapital yang tersedia alam sistem sosialnya

(Badan Litbang Pertanian, 2008)

Sementara peran swasta lebih kurang tidak berbeda dengan yang

diperankan oleh pemerintah, yakni mendukung dan memfasilitasi kredit usaha

dan mendukung pemasaran produksi petani lebah madu (Jiwa, 2005); dan

untuk di Indonesia peran swasta sangat diperlukan dalam mendukung kredit

usahatani, seperti yang diutarakan oleh Ashari (2009). Adapun peran

masyarakat adalah melalui partisipasinya dalam pengembangan usaha dan

pengembangan organisasi lokalnya.

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 64: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

44

Universitas Indonesia

Pada dasarnya, keseluruhan gambaran peran tripartit antara kebijakan

negara, swasta dan masyarakat lokal dalam pengembangan komunitas

agribisnis dapat didekati dengan penelaahan teori yang dikemukakan Nee

(2005) mengenai “New Institusionalism” atau teori mengenai kelembagaan

baru dalam kegiatan ekonomi. Secara ringkas pemikiran Nee (2005)

mengenai new institutionalism diawali dengan gagasannya untuk menjelaskan

bagaimana institusi formal berinteraksi dengan jaringan sosial (social

network) dan norma-norma sosial yang sifatnya informal dalam mengarahkan

tindakan-tindakan ekonomi. Nee (2005) mengemukakan pandangannya

mengenai pentingnya lingkungan institusi dan budaya dalam membentuk

tingkah laku ekonomi masyarakat. Ia menegaskan perlunya integrasi hub

sosial dan institusi dalam studi tingkah laku ekonomi dengan fokus pada

mekanisme yang mengatur bagaimana kombinasi formal dan (in) formal rules

memfasilitasi dan mengatur tingkah laku ekonomi serta hubungan antar

elemen pada tingkatan kausal. Konkritnya, lingkungan institusional adalah

berupa peraturan dan kebijakan-kebijakan formal, bahkan dapat berupa

gagasan ataupun unsur-unsur baru yang secara dinamis berjalan menjadi

kerangka dalam mengatur tindakan ekonomi aktor atau kelompok. Tindakan

ekonomi aktor, pada kondisi yang ideal berbasis pada relasi informal yang

dilandasi kepercayaan bersama, norma, dan aturan-aturan in-formal yang

mengarahkan tindakan ekonomi aktor dalam mengejar kepentingannya.

Pertalian dan pertautan antara lingkungan institusional dengan relasi informal

yang mengikat tindakan aktor dalam mengejar kepentingan-kepentingannya

merupakan sebuah kerangka, yakni kerangka institusional. Sebenarnya

pandangan Nee (2005) mengenai new institutionalism merupakan pemikiran

gabungan antara ekonomi institusional, teori pilihan rasional (rational choice

theory) dari Coleman, dan teori keterlekatan (embeddedness theory) yang

dikemukakan Granovetter. Oleh karena itu new institutionalism atau konsep

pelembagaan baru menelaah tentang bagaimana institusi (lembaga)

memainkan peran yang sedemikian pentingnya dalam menstrukturisasi

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 65: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

45

Universitas Indonesia

transaksi-transaksi sosial maupun ekonomi dan memahami dasar norma-

norma sosial, jaringan sosial, dan kepercayaan pada lembaga atau institusi

dalam menjelaskan persoalan-persoalan yang terjadi pada ekonomi modern.

Penjelasan Nee (2005) mengenai new intitutionalism pada dasarnya tidak

hanya membahas mengenai sosiologi ekonomi melainkan juga ekonomi

institusional yang baru. Pandangannya sangat kontributif dalam memahami

secara lebih baik hubungan antara individu dengan kelompok (mikro-messo)

yang menciptakan kegiatan-kegiatan ekonomi secara bersama-sama dalam

berinterkasi dengan aturan-aturan formal (formal rules) di tataran makro.

Pada konteks itu, Nee senyatanya ingin menegaskan mekanisme sosial dimana

aspek formal dan informal saling berhubungan atau berintegrasi dan menjadi

dasar bagi setiap individu dalam mencapai kepentingan ekonominya. Lebih

lanjut Nee mengemukakan pendekatan yang dikemukakan oleh Granovetter

dalam memandang jaringan sosial, yang menyatakan bahwa aktor ekonomi

bukan atom yang lepas dari konteks masyarakat, bukan pula sepenuhnya

patuh pada aturan sosial. Tingkah laku aktor melekat pada realitas relasi

sosial (concrete, on-going social relation). Dalam hal ini pandangan New

Institutionalism mengemukakan bahwa Granovetter hanya menjelaskan

proximate causes tanpa menjelaskan large/macro causes. Juga menurut Nee,

Granovetter tidak menjelaskan mengapa aktor decouple (terpisah/terlepas)

dari hubungan sosial untuk mengejar kepentingan ekonomi?. Berlandaskan

kepada kritik terhadap pendekatan New Institutional Economic dan

mencermati pandangan Garnovetter di atas, Nee mengemukakan model

institusional baru yang digambarkan seperti berikut:

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 66: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

46

Universitas Indonesia

Gambar 2.3. Model Interaksi Regulasi Formal (Level Makro) denganOrganisasi (Level Messo)), dan Individu (Level Mikro).(Nee, 2005, h.56).

Model multi level di atas menerangkan mengenai fungsi lingkungan

institusional, regulasi formal yang diterapkan oleh government (policy

environment) dalam menata hak-hak kepemilikan, menata pasar, dan

perusahaan. Model ini memandang mekanisme institusional memiliki

penyebab yang lebih dalam karena sangat menentukan insentif. Dalam

pandangan New Institusional Sosiologi Ekonomi, norma-norma yang ada

akan berinteraksi dengan formal rules dalam merealisasikan kepentingan

individu. Adapun prinsip-prinsip dasar dari New Institusional Sosiologi

Ekonomi senyatanya berada pada posisi yang menengahi pandangan neo

institusionalisme dalam analisis organsasional dan pandangan lainnya yaitu

ekonomi neo institusional, seperti yang terutuang dalam matrik berikut ini:

LingkunganInstitusional

Proses Produksi-Pasar/Organisasi

Organisasi Usaha/Non Profit

Kelompok Sosial

Individual

Mekanisme Pasar ;State Regulation

KerangkaInstitusi

TindakanKolektif

ComplianceDecouple

Monitoring;Enforcement

Incentives;Preferensi indigenous

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 67: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

47

Universitas Indonesia

Tabel 2.1. Matrik Prinsip-prinsip Teori New Institusional

KOMPONEN DESKRIPSI

Asumsi perilaku Rationality terikat dalam konteks masyarakat;Aktor didorong oleh interest, biasanya dibentukoleh beliefs (kepercayan bersama), norms dannetwork ties (ikatan dalam jaringan sosial)

Aktor Organisasi adalah aktor; individumengartikulasikan interests di dalam organisasidan network

Definisi Institusi Sistem saling terhubung antara institusi formaldan informal. Sistem ini memfasilitasi,mendorong dan mengatur tindakan ekonomi

Mekanisme Level Makro Regulasi negara (UU, Peraturan pemerintah,dll); mekanisme pasar; tindakan kolektif

Mekanisme Level Mikro Tindakan individu dalam network/ organisasi;Tindakan itu didorong oleh interest individu

Sumber: Nee dalam Smelser dan Swedberg (2005: 63)

Pandangan new institutisionalisme sesungguhnya berposisi

menengahi pemikiran teori institusional dalam analisis organisasional yang

lebih menekankan tindakan non rasional sebagai akibat dari kepercayaan

berorientasi kultural yang menunjukkan ciri lingkungan institusionalnya, serta

pada level makro diatur regulasi negara dan juga adanya isomorfis yang

koersif dan normatif. Demikian juga teori new institusioanlisme berbeda

dengan pemikiran aliran neo institusionalisme yang mengasumsikan

rasionalitas terbatas, yakni individu yang bertujuan memaksimalkan utilitas

dibatasi ketidakpastian, asimetris atau ketidakseimbangan informasi, dan

adanya kemampuan kognitif yang tidak sempurna. Oleh karena itu, teori Nee

(2005) mengenai new institutionalisme berada ditengah yang intinya

mengemukakan adanya mekanisme integrasi hubungan formal dan informal

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 68: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

48

Universitas Indonesia

pada setiap level kausal, yakni pada tataran mikro (individu), meso (kelompok

ataupun organisasi), dan tataran makro berupa lingkungan kebijakan (policy

environment), termasuk tetentunya dalam pengembangan system dan usaha

agribisnis. Gambar 2.2 merupakan visualisasi konsep Nee yang menekankan

hubungan integrasi institusi formal dan informal pada tataran makro, meso,

dan mikro. Rusaknya salah satu mekanisme integrasi akan menyebabkan

terjadinya kegagalan integrasi (decoupling), dan sebaliknya jika terjadi

harmonisasi hubungan dari level makro (lingkungan kebijakan) kepada

institusi informal, organisasi di level meso, sampai kepada tataran individu

ataupun kelompok (level mikro), maka akan terjadi insentif kesberhasilan

kegiatan ekonomi.

Mencermati hal itu, maka pemahaman terhadap teori new

institusionalism dapat dilengkapi dengan memahami secara umum teori

pilihan rasional yang digagas oleh James S Coleman (1988; 1990). Pada

dasarnya teori pilihan rasional berada dalam tataran middle range theory yang

berlandaskan kepada teori umum (grand theory), yakni tindakan rasional yang

digagas oleh Max Weber. Menurut Weber tipologi ideal tindakan sosial,

dibedakan atas (i) Tindakan Tradisional, yang merupakan tindakan sebagai

perilaku sosial karena suatu kebiasaan, (ii) Tindakan afeksional adalah

tindakan yang didasari perasaan dan emosi seperti misalnya ketertarikan

seksual; serta (iii) Tindakan yang dipandang penting oleh Weber yaitu

Tindakan Rasional yang dibedakan atas tindakan berorientasi Tujuan dan

Tindakan Rasional Berorientasi Nilai, seperti misalnya nilai religius (Roth dan

Wittich, 1978: 24-26; Johnson, 1988: 219).

Berlandaskan grand theory dari Weber mengenai rasionalitas atau lebih

spesifiknya adalah tindakan rasional, serta perspektif pilihan rasional pada

tataran middle range theory seperti yang dikemukakan oleh Coleman, maka

periode waktu terakhir ini berkembang studi-studi yang mengkaji kapital

sosial secara khusus, dan representasi kapital secara umum dari sudut pandang

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 69: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

49

Universitas Indonesia

Sosiologi Ekonomi, dikaitkan dengan pengambilan keputusan transaksi sosial

ekonomi.

Jika mengacu atau mulai dari teori tindakan rasional, maka “Setiap

actor memiliki control atas sumber-sumber tertentu dan mempunyai

kepentingan dalam sumber-sumber tertentu dan kejadian”. Pernyataan

Coleman (1988) itu mengandung beberapa komponen yakni:

Bahwa inti tindakan rasional itu adalah actor. Mengacu pada

istilah Weberian, actor atau agent yang dimaksudkan adalah

seorang subyek atau individu yang memiliki pikiran (rasio),

perasaan, dan tradisi.

Dalam masyarakat terdapat berbagai sumber-sumber tertentu,

tetapi hanya sumber tertentu saja yang dapat dikuasai oleh seorang

individu. Penguasaan ini dalam konteks kepemilikan dan

pemanfaatannya, atau bisa saja hanya sebatas pemanfaatannya

saja.

Setiap actor memiliki kepentingan yang ada pada sumber-sumber

tersebut.

Salah satu dari sumber-sumber yang tersedia atau disediakan oleh

struktur sosial, dijadikan sebagai capital oleh actor. Sejalan

dengan prinsip ekonomi, sumber yang dibuat tersedia oleh actor

itu, adalah yang dapat memenuhi kepentingannya dan dapat

dikuasainya.

Oleh karenanya, berdasarkan penjelasan di atas maka dalam tindakan

rasional ada beberapa kata kunci yang harus dikaitkan satu dengan yang

lainnya, yakni actor (yang diasumsikan rasional); pilihan dari beragam

sumber yang tersedia; penguasaan atas sumber-sumber itu oleh si actor; dan

kepentingan pribadi. Dengan demikian timbul pertanyaan mengapa Coleman

tidak mengacu kepada pemikiran Fungsionalisme Struktural dalam

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 70: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

50

Universitas Indonesia

menjelaskan teori pilihan rasional. Hal ini tidak terlepas dari kritiknya

terhadap aliran sosiologi dan aliran ekonomi, yakni dua aliran yang berupaya

menjelaskan kapital sosial hingga dekade 1980-an.

Kritik yang dikemukakan adalah mengenai cacat yang sangat fatal

bagi perkembangan teori yang tidak mempertimbangkan atau mengabaikan

actor yang memiliki dalam tanda petik “mesin tindakan”. Kritik itu

ditujukan kepada aliran sosiologi yang menganggap actor itu dibentuk oleh

lingkungan (system atau struktur), bersifat pasif, serta tidak memiliki

kekuatan dari dalam untuk menentukan tindakannya. Faktanya dalam dunia

sosial tidaklah demikian. Menurut Coleman, individu manusia bukan hanya

sekedar tempat ataupun media bagi bekerjanya suatu struktur sosial.

Sementara, terhadap aliran ekonomi Coleman mengkritik bahwa

dalam mencapai tujuannya aktor tidaklah secara bebas, bertindak secara

bebas, dan terpusat pada kepentingan diri saja. Semua itu merupakan prinsip-

prinsip pandangan utilitarianisme. Argumentasi Coleman didasari pemikiran

yang paling hakiki mengenai institusi kapitalisme yang sarat dengan

peraturan, norma, ataupun kewajiban.

Pendapat Coleman, sebenarnya dapat dikaitkan dengan pemikiran

aliran Chicago, yakni pandangan interaksionalisme simbolik yang kurang

sejalan dengan aliran fungsionalisme structural. Menurut aliran Chicago -

pandangan interaksionalisme simbolik mengemukakan bahwa struktur sosial

merupakan hasil dari interaksi sosial, dan dipertahankan oleh actor yang

terlibat dalam proses pembentukannya melalui tindakan atau interaksi sosial.

Tindakan dan interaksi sosial terjadi dalam suatu proses dinamis dan melebur

dalam hubungan interaksional itu sendiri. Oleh karenanya dapat dikemukakan

bahwa struktur sosial yang menjadi andalan (kapital) bagi individu dalam

bertindak produktif atau tidak produktif tergantung dari hubungan dinamis

antara individu dengan struktur sosial itu sendiri

Pada dasarnya rasionalitas dalam konteks ekonomi adalah sepenuhnya

rasional (wholly rational) demi kepentingan atau keuntungan individu.

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 71: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

51

Universitas Indonesia

Sementara Nee (2005:57) lebih memandang konsep rasional berdasarkan

konteks masyarakat tertentu dan tertanam dalam hubungan interpersonal. Nee

mengemukakan rasionalitas yang cenderung bersifat “context-bound

rationality”. Rasionalitas yang sesuai konteks, yakni berlandaskan budaya,

agama, dan kebiasaan lokal setempat.

Pada sisi lain, Granovetter (2005) mengetengahkan gagasan mengenai

pengaruh struktur sosial terutama yang dibentuk berdasarkan jaringan sosial

(network), terhadap manfaat ekonomis khususnya menyangkut kualitas

informasi. Ia lebih lanjut menjelaskan empat prinsip utama yang melandasi

pemikiran mengenai adanya hubungan pengaruh antara jaringan sosial

(network) dengan manfaat ekonomi, yakni: (i) norma dan densitas network;

(ii) The Strength of Weak Ties yakni manfaat ekonomi, yang ternyata

cenderung didapat dari jalinan ikatan yang lemah. Untuk hal ini ia

menjelasakan bahwa pada tataran empiris, informasi baru misalnya, akan

cenderung didapat dari kenalan baru dibandingkan dengan teman dekat yang

umumnya memiliki wawasan yang hampir sama dengan individu, dan kenalan

baru relatif membuka cakrawala dunia luar individu.; (iii) The Importance of

“Structural Holes”. Yakni adanya peran lubang structural diluar ikatan lemah

aupun ikatan kuat yang ternyata berkontribusi untuk menjembatani relasi

individu dengan pihak luar (outsider) dan (iv) The Interpenetration of

Economic and Non-Economic Action yaitu adanya kegiatan-kegiatan non

ekonomis yang dilakukan dalam kehidupan sosial individu yang ternyata

mempengaruhi tindakan ekonominya. Dalam hal ini Granovetter

menyebutnya ketertambatan tindakan non ekonomi dalam kegiatan ekonomi.

Pada konteks ini, Nee (2005) mengemukakan bahwa pola-pola ketertambatan

sosial (social embeddedness) bervariasi antar satu budaya dengan budaya

lainnya, dengan kata lain ketertambatan sosial yang berlaku dalam satu

budaya tertentu tidak serta merta dapat diterapkan pada budaya lain.

Pada hakekatnya, sumbangan pemikiran Granoveter dalam sosiologi

ekonomi sedemikian kuat pengaruhnya bagi perkembangan studi-studi

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 72: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

52

Universitas Indonesia

empiris. Salah satu pemikirannya yang sering dirujuk adalah mengenai

jaringan sosial. Dalam membahas masalah interpenetrasi kegiatan non

ekononomi dengan kegiatan ekonomi dikemukakan mengenai bagaimana

jaringan sosial mempengaruhi produktivitas kegiatan ekonomi. Diantaranya,

ia menjelaskan mengenai bagaimana jaringan sosial berperan sebagai sumber

inovasi terkait dengan adopsinya dalam masyarakat.

Penyebaran atau diseminasi inovasi teknologi pada dasarnya

merupakan transfer teknologi dari hasil-hasil penelitian kepada user . Proses

penyebaran inovasi tentunya sangat tergantung dari beberapa hal, termasuk

kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Salah satu prakondisi yang

diperlukan dalam percepatan diseminasi inovasi teknologi adalah dengan

pemanfaatan potensi sumberdaya lokal (Lionberger dan Gwin, 1991).

Disamping itu, diketahui bahwa terdapat faktor lain yang mempengaruhi

tingkat adopsii inovasi meliputi: kondisi sosial ekonomi, karakteristik

personal yang mencakup aspek rasionalitas dan sikap terhadap perubahan

(Roling, 1988; Van den Ban, A.W dan Hawkins H.S, 1988). Menurut

Lawsons (2000:214), pengaruh inovasi teknologi dan ekonomi menyebabkan

perubahan struktur kearah tidak meratanya penguasaan sumberdaya produksi,

termasuk sumber-sumber sosial yang oleh Lin (2000) dikemukakan sebagai

Inequality sumber-sumber sosial.

Secara umum Lin (2000) membahas mengenai ketidakmerataan

(inequality) kapital sosial dengan menganalisis hambatan struktural dan

dinamika norma-norma sosial dalam interaksi masyarakat. Ia menjelaskan

masalah inequality kapital sosial berdasarkan perspektif “neo capital

theories” yakni suatu pendekatan yang memandang bahwa aktor/individu

ataupun komunitas dapat menguasai dan mengakumulasikan sumberdaya

(actor-based perspective) yang meliputi kapital fisik seperti lahan, uang, dan

alat produksi lainnya, serta kapital no fisik yang meliputi kapital sosial

maupun informasi. Proposisi yang cukup menarik ia kemukakan bahwa

ketidakmerataan sumberdaya kapital (termasuk capital sosial) akan

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 73: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

53

Universitas Indonesia

menyebabkan ketidakseimbangan sosial (social inequality). Disini ia

mengemukakan definisi capital sosial sebagai investasi yang dapat

dimanfaatkan dalam mencapai hasil yang diharapkan, dan investasi itu

tertambat (embedded) dalam relasi sosial. Kapital sosial dikonsepsikan

sebagai kuantitas dan atau kualitas sumberdaya yang oleh actor (individu,

kelompok, atau komunitas) dapat diakses dan dimanfaatkan melalui posisi

atau lokasinya dalam jaringan sosial. Konsep di atas, menjelaskan bahwa

yang pertama mengandung pengertian mengenai sumber sosial capital yang

dapat diakses pada relasi sosial, sedangkan konsep yang kedua memberi

penekanan mengenai lokasi atau sumber capital sosial berada pada jaringan

sosial atau karakteristik jaringan sosial.

Pada tataran empirik, beberapa studi secara meyakinkan menemukan

bahwa sumberdaya sosial berpengaruh terhadap pencapaian hasil kegiatan

seperti pada kegiatan mencari pekerjaan, promosi, dan kegiatan memenuhi

nafkah, dan bahkan beberapa studi secara empiris juga menyatakan

sumberdaya sosial sangat berpengaruh terhadap pencapaian peningkatan

status sosial ekonomi. Lebih lanjut, Lin mengetengahkan proposisi bawa

semakin baik posisi dalam kelompok, organisasi, atau komunitas, maka

semakin baik juga peluang dalam mengakses dan memanfaatkan sumberdaya

sosial. Demikian halnya mengenai proposisi bahwa semakin kuat jaringan

sosial (semakin lemah ikatan sosial) akan berasosiasi positif dengan

sumberdaya sosial. Terakhir dikemukakan bahwa karakteristik jaringan

sosial juga berpengaruh terhadap penguasaan dan pemanfaatan sumberdaya

sosial. Lin juga meyakini bahwa terdapat hambatan struktural antara lain

berupa ketidakseimbangan posisi sosial ekonomi diantara individu, yang

cenderung akan menggunakan kekuatan ikatan sosial mengikat dan faktor

kekerabatan dalam mengakses sumber-sumber sosial dalam upaya

pengembangan usaha dan peningkatan kesejahteraannya.

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 74: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

54

Universitas Indonesia

2.2.7. Kualitas Hidup (Quality of Life/QoL) dalam Pengembangan Agribisnisdan Pembangunan Sosial Ekonomi Masyarakat.

Di Indonesia, perkembangan studi mengenai kesejahteraan pada

beberapa waktu terakhir ini masih relatif tertinggal jika dibandingkan pada

dekade 1980-an yang relatif marak melalui studi kemiskinan, ataupun studi

kemakmuran dan pemerataan pembangunan. Hal itu terungkap pada tulisan

Sitorus (1999) dalam mengkaji Sosiologi Kemakmuran sebagaimana yang

banyak digagas oleh Sajogyo, dalam mencurahkan perhatiannya pada analisis

masalah-masalah kemakmuran masyarakat pedesaan yang saat itu bahkan

sampai saat ini banyak tergantung pada sektor pertanian. Menurutnya,

kondisi kemakmuran (atau sebaliknya: kemiskinan) adalah hasil dari

konstruksi sosial yang bersifat struktural. Kemakmuran dalam hal ini

dipahami sebagai mutu sosial hidup yang sesungguhnya merupakan hakekat

kemakmuran. Sementara itu, studi yang relatif terkini dilakukan oleh

Castelli, et.all (2009) adalah mengenai pengaruh pelayanan publik terhadap

indikator kualitas hidup masyarakat di Inggris. Menurutnya terdapat pertalian

yang erat antara sosial kapital, kebijakan negara, dan kualitas hidup

masyarakat. Merujuk kepada temuan-temuan hasil penelitian itu, maka studi

ini akan menjadi menarik jika dapat mengungkapkan bagaimana peran

kemitaraan tripartit antara pemerintah, swasta dan masyarakat dapat

meningkatkan representasi kapital yang akan berkontribusi dalam mendorong

usaha agribisis komunitas berbasis banjar di Bali, serta bagaimana

pengaruhnya terhadap tingkat kesejahteraan pelaku agribisnis. Studi lainnya

yang erat dengan masalah kualitas hidup telah dilakukan oleh Dollar dan

Kraay (2002), yang menganalisis mengenai keberpihakan pertumbuhan

ekonomi terhadap masyarakat miskin (pro-poor growth). Menurut hasil studi

mereka, ternyata pertumbuhan ekonomi tidak cukup untuk memperbaiki

kondisi kehidupan masyarakat miskin tanpa distribusi pertumbuhan ekonomi

yang secara riil berupa pemerataan pendapatan. Hasil studi mereka yang

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 75: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

55

Universitas Indonesia

cukup mengejutkan adalah analisisnya mengenai pengaruh berbagai kebijakan

yang mengalokasikan belanja kesehatan dan pendidikan dalam porsi yang

besar, ternyata tidak berdampak kepada peningkatan dan pemerataan

distribusi pendapatan kepada masyarakat.

Menganalisis aspek kualitas hidup masyarakat (QoL) tidak dapat

dipisahkan dari pembahasan mengenai konsep kesejahteraan yang pada

intinya merupakan aspek penting dalam mengukur pertumbuhan suatu negara.

Selama beberapa waktu, Bank Dunia menggunakan tolok ukur pendapatan

perkapita sebagai suatu ukuran pokok dari pertumbuhan suatu negara,

sehingga sedemikian fokusnya negara-negara berkembang seperti Indonesia

akhirnya terperangkap dalam orientasi kebijakan pembangunan nasional yang

sangat menekankan aspek pertumbuhan melalui target peningkatan

pendapatan perkapita. Akhir-akhir ini mulai diterapkan tolak ukur lain dalam

memandang tingkat pertumbuhan, yakni dengan menggunakan tolak ukur

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang digagas oleh United Development

Program (UNDP) dan disebut sebagai Human Development Index (HDI).

HDI tidak hanya menekaknkan pertumbuhan suatu negara dengan

menitikberatkan ada capaian pendapatan perjapita (GNP) melainkan

menambahkannya dengan indikator lain berupa usia harapan hidup

(Expextancy of life) usia satu tahun, dan juga indikator lain berupa angka

kematian bayi (Infant Mortality Rate/IMR), angka melek hurf atau tngkat

litercy dan daya beli masyarakat. HDI pada dasarnya sejalan dengan ukuran

lain dari pertumbuhan suatu negara dalam mengukur tingkat kesejahteraan

masyarakatnya dengan menggunakan indeks mutu hidup (IMH) yang

terutama terdiri dari indikator usia harapan hidup dan angka melek huruf.

IMH dikenalkan pertama kali oleh Morris dan sampai saat ini masih

digunakan Biro Pusat Statstik (BPS) sebagai salah satu aspek pengukuran

tingkat pertumbuhan pembangunan nasional (Sajogyo, 1985).

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 76: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

56

Universitas Indonesia

Unsur-unsur demografis seperti angka kematian bayi (IMR) dan juga

angka harapan hidup saat usia satu tahun dipandang beberapa kalangan cukup

memadai dalam usaha membandingkan tingkat kesejahteraan. Kedua ukuran

demografis itu, yakni IMR dan tingkat harapan hidup merupakan aspek

penting untuk menentukan ukuran kesejahteraan mengingat kedua ukuran itu

sangat sensitif terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat (Rusli,

1996). Pada pekerkembangannya, tingkat kesejahteran tidak hanya diukur

berdarsarkan indikator fisik, melainkan telah mulai digagas mengenai

indikator non fisik seperti peran kebijakan negara maupun ketersediaan

potensi kapital, terutama kapital sosial (Castelli, et.all, 2009). Pada konteks

ini, representasi kapital dalam masyarakat tidak hanya terfokus pada kapital

ekonomi, melainkan jenis kapital lainnya yang bersifat intangible seperti

halanya kapital budaya, kapital politik, dan kapital sosial.

Di Indonesia, pandangan dan pemikiran mengenai kualitas hidup yang

umumnya disejajarkan dengan konsep kesejahteraan masyarakat sedemikian

marak dibahas saat pemerintahaan Indonesia mengimplemenasikan program

pembangunan lima tahun (Pelita), sebagai upaya untuk mengevaluasi

kebijakan ataupun program pembangunan nasional. Salah satu sosiolog yang

banyak menganalisis mengenai kesejahteraan masyarakat pedesaan adalah

Sajogyo, yang dikenal dengan pemikirannya mengenai Sosiologi

Kemakmuran atau sering disebut Sosiologi Kemiskinan (Sitorus, 1999).

Kondisi kemakmuran disepadankan dengan mutu sosial hidup yang tinggi,

dan itulah hakekat kemakmuran. Untuk mengukurnya secara kuantitatif

(obyektif) Sajogyo (1984) menganjurkan penggunaan indikator komposit

IMH-Plus (Indeks Mutu Hidup, Physical Qualiy of Life) yang terdiri dari: (i)

tingkat melek huruf yang dapat diukur dengan tingkat pendidikan sebagai

unsur penentu peluang bekerja atau berusaha yang nantinya juga ada

pertaliannya dengan status okupasi masyarakat pedesaan; (ii) tingkat kematian

bayi; (iii) tingkat harapan hidup; dan plus (iv) tingkat fertilitas.

Kesejahteraan juga harus diukur secara kualitatif yaitu ukuran makmur atau

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 77: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

57

Universitas Indonesia

miskin menurut penilaian (bias sosial budaya) masyarakat itu sendiri

(Sajogyo, 1995 dalam Sitorus, 1999). Dalam kerangka analisis sosiologisnya,

Sajogyo senantiasa merujuk pada arah kebijakan pembangunan nasional, yang

pada eranya tertuang secara formal (formal rules) dalam Garis-garis Besar

Haluan Negara (GBHN) sebagai acuan operasionalisasi pembangunan

nasional jangka menengah. Menurutnya, pembangunan nasional termasuk

pembangunan pertanian di dalamnya harus dianalisis dengan asumsi bahwa

kondisi pemerataan masih belum sepenuhnya dapat dilaksanakan, sehingga

delapan jalur pemerataan yang sangat politis sifatnya menjadi fokus perhatian

Sajogyo dalam membahas kesejahteraan masyarakat petani di pedesaan. Dua

jalur utama dari delapan jalur pemerataan yang sangat penting sebagai

pembuka jalur pemerataan pembangunan yang lainnya adalah pemerataan

peluang berusaha dan peluang bekerja yang akan menentukan jalur kecukupan

tingkat pendapatan. Oleh karena itu, pembahasan mengenai aspek okupasi

seperti yang dilakukan Sujatmiko (1996) dalam menganalisis stratifikasi sosial

masyarakat Jakarta, masih relevan dalam hal mendukung pembahasan kualitas

hidup masyarakat secara lebih komprehensif. Lebih jauh, Pendapatan

tentunya akan membuka peluang untuk meningkatkan kecukupan atau

ketersediaan pangan, sandang, dan perumahan, serta peluang memanfaatkan

faslitasi pelayanan kesehatan dan mendapatkan pendidikan yang memadai

bagi masyarakat. Dengan konteks itu, dapat dikemukakan bahwa peluang

mencapai peningkatan kesejahteraan dapat dianalisis dengan visualisasi model

analisis berikut ini (Gambar 2.4).

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 78: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

58

Universitas Indonesia

Gambar 2.4. Model Analisis Sajogyo (1984) mengenai KesejahteraanMasyarakat (Divisualisasikan dengan menyarikan pandanganSitorus,1999 (h. 6) dan Sajogyo, 1985, h. 229).

Pada beberapa tahun terkahir ini, kajian-kajian mengenai kualitas

hidup masyarakat (QoL) telah menunjukkan perkembangan yang sedemikian

pesat. Salah satu pemikiran mengenai aspek kualitas hidup dikemukakan oleh

Noll (2002) yang mengutarakan bahwa kualitas hidup individu atau tingkat

rumahtangga berkorelasi dan saling terkait dengan agregasi tingkat kualitas

hidup masyarakatnya, serta merupakan implikasi dari lingkungan kebijakan

yang ada. Noll (2002) membedakan indikator-indiktor kualitas hidup yang

bersifat obyektif dan subyektif. Indikator obyektif ditekankan pada

representasi fakta sosial berupa data statistik yang terbebas dari penilaian

individu, sementara indikator subyektif merupakan perpepsi individu

mengenai realitas sosial kesejahteraannya, bahkan termasuk didalamnya

mengukur secara kualitatif unsur partisipasi individu sebagai warga negara

dan dalam proses politik demokrasi. Kedua indikator itu ada pertaliannya

dengan dua pendekatan dalam pelaksanaan sudi-studi kesejahteraan umunya

atau kualitas hidup khsususnya, yakni (i) pendekatan model “Scandinavian

Level of Living” dan pendekatan “American QoL”. Pendekatan yang pertama

lebih fokus pada kondisi obyektif kualitas hidup yang terutama dikaitkan

SistemProduksiPertanian:

•Penguasaan Lahan•Kredit•Input•Kebijakan•Teknologi

-Peluang Berusaha-Peluang Bekerja

SektorNon Pertanian

TingkatPendapatan

Tingkat PenyediaanPangan

1. Tingkat Pendidikan

Kesejahteraan(QoL ):

2.Tingkat KematianBayi

3. Harapan Hidup/ 1tahun

Kualitas Hidup(QoL):

Tingkat Morbiditi:(Frekuensi danLamanya TerkenaSakit)

PengelolaanLingkungan:(air, udara, higiene,perumahan)

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 79: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

59

Universitas Indonesia

dengan potensi suberdayanya meliputi aspek keuangan, kepemilikan,

pegetahuan, relasi sosial, keamanan sosial, serta aspek pembangunan

manusianya (IPM); serta pendekatan yang kedua lebih menekankan pada

kesejahteraan individu sebagai hasil dari kondisi sosial maupun proses yang

berkembang, dan umumnya menekankan pengukuran indikator kepuasan dan

kebahagiaan individu masyarakat. Sedangkan pada perkembangan terkahir

ini, Noll (2002 mengemukakan pendekatan lain dalam menganalisis kualitas

hidup, yakni dengan fokus pada kualitas hidup individu dan keseluruhan

proses keidupannya beserta hal yang melingkupinya berupa dimensi sosial

seperti equaility, equity, kebebasan, dan solidaritas yang didalamnya juga

terkandung aspek relasi dan kohesi sosial. Lebih lanjut Noll (2002) juga

mengemukakan bahwa tingkat kualitas hidup juga dapat dijadikan indikator

dalam memandang sustainabilitas pembangunan. Menurut Bank Dunia

sustainabilitas pembangunan mengacu kepada tingkat kesejahteraan

masyarakatnya yang terpelihara dan berlanjut hingga generasi berikutnya yang

dapat dientukan dengan keberlanjutaan penguasaan dan pemanfaatan

komponen kesejahteraan yang terdiri dari potensi kapital berupa sumberdaya

alam (natural capital), produce/man- made capital, human capital, dan sosial

kapital. Hal ini selaras dengan hasil studi yang dilakukan oleh Castelli et.all

(2009) yang menyatakan bahwa terdapat pertalian yang erat antara kapital

sosial, koteks kebijakan, dan peran pelayanan publik terhadap kualitas hidup

(QoL) satu masyarakat (Gambar 2.5).

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 80: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

60

Universitas Indonesia

Gambar 2.5. Model Analisis Kualitas Hidup (QoL) Masyarakat(Divisualisasikan dengan menyarikan pandangan Castelli,et.all. (2009) h. 111.

Studi Castelli et.all (2009) yang dilakukan di Inggris pada hakekatnya

bertujuan untuk menganalisis peran kapital sosial berupa jaringan sosial (net

work) dan peran kebijakan pemerintah dalam mempengaruhi tigkat QoL

masyarakat melalui peran organisasi pelayanan publik. Studi yang dilakukan

menganalisis indikator makro QoL berupa IMR, tingkat harapan hidup, dan

tingkat pendidikan yang datanya bersumber dari lembaga terkait yang

memiliki otoritas di tingkat nasional maupun local goverment. Sedangkan

indikator mikro QoL diukur berdasarkan indiktor yang ditetapkan oleh tim

peneliti yang antara lain meliputi indikator kesehatan (morbiditas), akses

transprotasi, tingkat pendidikan (life-long learning), kondisi perumahan, dan

kohesi sosial komunitas lokal. Tingkat QoL tersebut dianalisis dengan

mencermati pengaruh kapital sosial terutama jaringan sosial yang oleh Lin

(2001) dalam Akdere (2005) ditekanan pada aspek relasi sosialnya, peran

kebijakan pemerintah, dan variasi organisasi pelayanan publik. Studi itu

menyimpulkan bahwa konteks lingkungan kebijakan dan aspek lingkungan

sosial merupaan faktor yang signifikan pengaruhnya terhadap QoL. Selain

Policy Context

Social Capital

Public ServicesOrganisations

(PSOs)

Kualitas Hidup(QoL)

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 81: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

61

Universitas Indonesia

itu, tingginya ketersediaan dan pemanfaatan kapital sosial dan kuatnya

bentuk-bentuk ikatan sosial dalam komunitas akan meningkatkankan QoL

masyarakat. Pada sisi lainnya juga dikemukakan oleh Castelli et.all (2009)

bahwa kesesuaian dan integrasi kebijakan dengan berbagai jenis kegiatan

organisasi pelayanan publik akan turut meningkatkan QoL, atau juga dapat

diutarakan bahwa partnership antar organisasi dan integrasinya dengan

konteks kebijakan akan meningkakan keragaan QoL komunitas.

Diskusi mengenai konteks kebijakan pembangunan di Indonesia

semestinya dapat mencermati pandangan beberapa ahli yang mendalami teori-

teori pembangunan, antara lain dengan memperhatikan pendapat Rahardjo

(2009: 1) mengenai teori pembangunan Dunia Ketiga, karena hal ini penting

untuk menggambarkan bagaimana dinamika kebijakan pembangunan sosial

ekonomi di Indonesia yang senyatanya ditujukan untuk kesejahteraan

masyarakatnya. Menurutnya di Dunia Ketiga berkembang dua perspektif dan

pendekatan. Pertama perspektif kapitalisme pasar bebas dengan pendekatan

kapital, dan yang kedua adalah perspektif sosialis dengan pendekatan

sumberdaya manusia. Kegagalan dua perspektif itu menghasilkan perspektif

yang bersifat alternatif, yaitu aliran sosial demokrasi di dunia maju dan aliran

strukturalis di Dunia Ketiga. Di Indonesia sendiri pendekatan strukturalis

melahirkan alternatif aksiologi menuju perekonomian mandiri yang terjadi

setelah terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat dan terbangunnya

prasarana dan ketersediaan tekonologi tepat guna, tentu dengan catatan dapat

dimanfaatkan dan diberdayakan secara merata dan adil bagi masyarakat.

Sementara pendapat Damanhuri (2009: 62-68) mengemukakan bahwa

selaras dengan sumber normatif pembangunan perekonomian nasional seperti

yang tercantum dalam beberapa pasal UUD 1945, maka secara ideologis jelas

posisi kebijakan-kebijakan pembangunan yang diambil sangat dekat dengan

aliran atau mazhab sosial demokrat dengan melaksanakan model negara

kesejahteraan /MNK (Welfare State Model). Pasal-pasal UUD 1945 yang

telah diamendemen memuat dengan jelas landasan pengembangan sistem

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 82: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

62

Universitas Indonesia

ekonomi nasional, terutama pada pasal 23 ayat (2), Pasal 28 butir H ayt (1),

dan Pasal 33 yang mengamanatkan sistem ekonomi nasional dilaksanakan

bercirikan: APBN dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat,

penciptaan kesempatan kerja penuh, sistem perekonomian yang berdasarkan

kekeluargaan dengan menolak free fight liberalism dalam era globalisasi

ekonomi dunia, dan melaksanakan prinsip negara kesejahteraan (wellfare

state). Model negara kesejahteraan ini sangat berhasil dalam membangun

sistem perekonomian masyarakatnya melalui beberapa ciri-ciri dari MNK

seperti berikut: (i) Adanya peranan negara yang sedemikian luas, bersih dan

kredibel ang mampu melaksanakan politik redistribusi kekayaan antara lain

melalui kebijakan pajak progresif. Ciri ini tentu erat kaitannya dengan

bagaimana suatu negara melalui pemerintahanya mampu menciptaan ruang

inklusifitas dalam pembangunannya; (ii) Terdapat kebebsan pers dan politik

yang luas dengan mekanisme pasar yang sehat, dengan melibatkan peran

swasta yang juga luas mengacu pada peraturan dan perundang-undangan yang

dijalankan secara konsekuen dan konsisten; (iii) Berkembangnya peran

masyarakat yang diindikasikan dari pentingnya peran serikat pekerja, peran

berbagai organisasi dan profesi dalam bingkai masyakat madani (civil

society); (iv) Terdapat peran penting koperasi dalam mewujudkan keadilan

ekonomi dan sosial masyarakat seperti yang ditunjukkan dalam perekonoian

di negara-negara Skandinivia yang berhasil mencapai tingkat kesejahteraan

masyarakat pada level tertinggi karena keberhasilan pengembangan

koperasinya.

Dengan gambaran dari ciri-ciri MNK tersebut di atas maka

keberhasilan negara-negara penganut MNK ternyata sangat nyata ditinjau dari

indikator pembangunan ekonomi berupa “pemerataan” pembangunan sebagai

obsesi utama dari negara-negara penganut MNK ataupun sosial demokrat

dalam mengatasi ketimpangan sosial. Masalah ketimpangan sosial senyatanya

telah menjadi fokus perhatian dalam operasionalisasi kebijakan pembangunan

disegala sektor. Salah satunya ditunjukkan dengan adanya beberapa peraturan

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 83: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

63

Universitas Indonesia

perundang-undangan tentang sistem jaminan sosial seperti diundangkannya

UU No.3/1992 mengenai sistem jaminan sosial tenaga kerja, yang lebih lanjut

diikuti dengan tertbitnya PP No. 14/1993, Keppres No. 22/1993 dan PP No.

83/200. Selain itu terdapat juga sistem asuransi kesehatan yang

pelaksanaanya mengikuti Keppres No.l230/1968 dan PP No. 22/1984. Pada

sisi lainnya, juga terdapat UUPA (Undang-undang Pokok Agraria, yakni

UUPA No.5/1960, yang saat ini telah diperbaharui dengan Tap MPR No IX

tahun 2001 tenang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam)

yang dimaksudkan terutama untuk mengatur dan mereduksi ketimpangan

penguasaan lahan pertanian, mengingat sedemikian banyaknya masyarakat

yang mengantungkan nafkah dari sektor pertanian.

Dalam kerangka pelaksanaan model negara kesejahteraan, terdapat

satu hal yang perlu mendapat perhatian lebih serius dari para peminat dan

pemikir sosiologi ekonomi di Indonesia, yakni sejauh mana studi-studi

mengenai koperasi sebagai bentuk suku guru perekonomian masyarakat yang

berlandaskan kekeluargaan dapat dijadikan wadah untuk berusaha mencapai

kesejahteraan dengan tetap mempertimbangkan kondisi sosiologis dan

sumberdaya lokal. Pada sisi lain, sistem kapitalisme mesti diantisipasi dengan

tetap bersandar pada kerangka ideologis perekonomian Indonesia seperti yang

diamanatkan UUD 1945. Senyatanya terdapat satu pelajaran penting untuk

dicermati mengenai kegagalan kapitalisme atau oleh Achwan (2009) disebut

sebagai superkapitalisme yang berkembang saat ini, yakni dengan munculnya

fenomena krisis keuangan global akhir-akhir ini. Superkapitalisme itu

dicirikan oleh dominasi sistem keuangan dalam menggerakkan sistem

keuangan dan sistem ekonomi dunia. Lebih lanjut diutarakan bahwa sistem

superkapitalisme juga ditandai oleh hilangnya hubungan sosial antara

pemerintah, swasta dalam hal ini pemilik saham, dan masyarakat. Pada

hakekatnya, pembangunan sosial dan pengembangan ekonomi masyarakat

bertujuan untuk meningkatkan ksejahteraan. Oleh karena itu, studi ini

dilandasi beberpa pemikiran mengenai model-model analisis yang

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 84: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

64

Universitas Indonesia

mengkaitkan kualitas hidup dengan pemberdayaan kapital sosial dan aspek

kebijakan (policy contectx), yang akan dikontekstualisasikan dengan

fenomena sosiologis di lokasi studi.

Salah satu model yang didalami sebagai landasan bagi

pengembangan model penelitian ini antara lain adalah dari pemikiran

Woolcock dan Narayan (2000). Pada dasarnya mereka sangat fokus pada

masalah bagaimana kapital sosial dapat mempengaruhi kesejahteraan

masyarakat. Pada konteks itu, mereka mencoba menganalisis juga mengenai

peran pemerintah (negara) dan kapital sosial untuk peningkatan kesejahteraan

masyarakat seperti Gambar berikut.

Gambar.2.6. Model Hubungan antara Kapital Sosial, Fungsi Negara, danKesejahteraan (Dimodifikasi dari Sumber: Woolcock M, danNarayan D. 2000. Social Capital: Implication forDevelopment Theory, Research, and Policy. The World BankResearch Observer. Vol.15.No.2 (Agustus 2000) p:225-249

Pada dasarnya Woolcock dan Narayan (2000) mengemukakan hasil

studinya yang diinisiasi oleh World Bank seperti berikut. Menurut mereka,

kinerja pemerintah yang baik disertai dengan kapital sosial yang kuat, akan

diyakini mewujudkan kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial yang

baik pula. Demikian sebaliknya, kinerja pemerintah atau peran negara yang

sudah memadai tetapi tidak disertai dengan ketersediaan kapital sosial yang

KINERJA PEMERINTAH BAIK(Fungsi State )

Kapital Sosial(Jaringan Sosial)

Kesejahteraan(Social & EconomicWell -being )

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 85: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

65

Universitas Indonesia

kuat akan memimbulkan konflik-konflik sosial ekonomi ataupun ekslusi sosial

dalam mayrakat, seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.7 (Kuadran II).

Sementara pada kuadran III tampak bahwa lemahnya kapital sosial yang tidak

diikuti oleh kuatnya peran negara (kinerja pemerintah) juga akan berdampak

pada terjadinya konflik-konlik dalam masyarakat yang akan muncul ke

permukaan. Terakhir, pada kuadran IV tampak bahwa kuatnya kapital sosial

yang tidak disertai dengan peran negara yang kuat akan menimbulkan coping.

Pemikiran itu tertuang pada Gambar berikut ini.

KINERJA PEMERINTAH BAIK(Well Fuctional State)

LEMAHNYA KINERJA PEMERINTAH(Disfuctional State)

KapitalSosialTinggi

KapitalSosialRendah

EksklusiSosial

KonflikSosial

Kesejahteraan(Social & EconomicWell-being)

Coping

Gambar. 2.7. Keterkaitan Kapital Sosial dengan Fungsi Negara (KinerjaPemerintah) dalam Menciptakan Kesejahteraan. Sumber:Woolcock M, dan Narayan D. 2000. Social Capital:Implication for Development Theory, Research, and Policy.The World Bank Research Observer. Vol.15.No.2 (Agustus2000) p:225-249

Selain model-model tersebut, terdapat satu research papper dari

Australian Institute of Family Studies yang dikemukakan oleh Stone dan

Hughes (2002) yang pada intinya mengusulkan pengukuran kapital sosial

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 86: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

66

Universitas Indonesia

dengan mengkaitkannya pada determinan kapital sosial dan outcome kapital

sosial berupa kesejahteraan (Gambar 2.8)

Gambar. 2.8. Model Pengukuran Kapital Sosial (Sumber: Stone W danHughes J. 2002. Social Capital: Empirical Meaning andMeasurement Validity. Research Papper 27, AustralianInstitute of Family Studies. Melbourne.)

Secara rinci Stone dan Hughes (2002) mengusulkan pengukuran

kapital sosial itu dengan memfokuskan pada jaringan sosial khususnya

jaringan kerja dan karakteristik jaringan kerja itu sendiri. Determinan kapital

sosial dipandang sebagai sumber-sumber dari kapital sosial, sementara

outcome kapital sosial berupa kesejahteraan diukur dengan menentukan

indikator-indikator kesejahteran keluarga, kesejahteraan masyarakat,

kesejahteraan politik, dan kesejahteraan ekonomi (Gambar 2.9)

Determinan

Kapital Sosial

(Sumber--sumberkapitalsosial):

Kapital Sosial

(Jaringan Sosial):Outcome

Kapital Sosial(Kesejahteraan )

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 87: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

67

Universitas Indonesia

DeterminanKapital Sosial

(Sumber-sumberkapitalsosial):

•Karakteristikkeluarga

•Sumberdaya•Perilaku Sosial•Karekteristik

wilayah (rural,urban, tingkat sosialekonomi, proporsilocal network

•Pendidikan•Keamanan sosial

Kapital Sosial(Jaringan Sosial):

OutcomeKapital Sosial

(Kesejahteraan)

•Kesejahteraankeluarga

•Kesejahteraanmasyarakat(Kesehatan,penddidikan, toleransi,tingkat kriminalitas

•Kesejahteraan politik(Pertitisipasidemokrasi,kualitaspemerintah

•Kesejahteraanekonomi(kemakmuran,tingkat inequality)

Jaringan Kerja:

•Ikatan informal(kekeluargaan,ketetanggaan,pertemanan•Hubungan umum•Hubungan

kelembagaan

KarakteristikJaringan Kerja:

•Ukuran jaringankerja (jumlahikatan informal,jumlah tetangga,jumlah rekan kerja

•Kerapatanjaringan

Gambar 2.9. Rincian Model Pengukuran Kapital Sosial (Sumber: Stone Wdan Hughes J. 2002. Research Papper 27, AustralianInstitute of Family Studies. Melbourne.)

2.3. Landasan Teori Studi Representasi Kapital dalam Peningkatan KualitasHidup (QoL) Komunitas Agribisnis Berbasis Banjar di Bali.

Berlandaskan literature review yang dilakukan terhadap studi-studi

terdahulu, serta merujuk kepada pernyataan maksud atau tujuan (the purpose

statment) dari studi ini maka landasan utama yang mendasari studi ini adalah

tesis yang dikemukakan oleh Castelli et.all (2009) tentang keterkaitan kapital

sosial, konteks kebijakan dengan kualitas hidup masyarakat. Peningkatan

kualitas hidup ataupun kesejahteraan masyarakat secara umum, adalah salah

satu tujuan pembangunan nasional. Tujuan itu ditengarai tidak akan tercapai

jika kurang didukung pemanfataan potensi lokal dan tentunya representasi

kapital dalam masyarakat. Oleh karena itu, analisis studi ini juga sangat

relevan untuk berpegang pada teori kapital yang terutama dikemukakan oleh

Bourdieu (1986), yang dipertegas oleh Svendsen & Svendsen (2003)

mengenai “Bourdieuconomic”, yakni teori yang mengembangkan konsep

kapital secara lebih luas, tidak hanya mencakup kapital berbentuk material,

tetapi juga non-material dalam kegiatan ekonomi. Bourdiecomonomic terkait

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 88: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

68

Universitas Indonesia

dengan teori lain yang dikemukakan juga oleh Bordieu mengenai ranah

(field), dan habitus dalam menganalisis praktik sosial. Dalam hal ini, studi

lebih difokuskan untuk menganalisis strategi perjuangan agen dalam mencapai

posisi obyektif yang diinginkan, tentunya dalam ranah (field) dan habitus

yang terkait

Lebih lanjut, upaya membahas peran pemerintah, swasta, dan

masyarakat dalam peningkatan penguasaan kapital dalam masyarakat yang

bermuara pada penigkatan kualitas hidup, maka studi ini juga dilandasi teori

kelembagaan baru (new institusionalism) yang dikemukakan oleh Victor Nee

(2005). Penetapan teori ini didasari pemikiran tentang perlunya analisis

keberhasilan ataupun kegagalan supra sistem dalam mengimplementasikan

ide-ide pembangunan. Mengingat fokus analisis studi yang diarahkan pada

konteks implementasi program Prima Tani yang bermuatan akselerasi

pemasyarakatn inovasi pengembangan pertanian pedesaan, maka studi ini juga

dilandasi oleh pemikiran mengenai model pembangunan bercirikan ko-

produksi (Ostrom, 1977; Zaenuddin, Syahra, dan Suprihadi, 2007).

Teori-teori itu merupakan hasil studi yang akan diterapkan dalam

penelitian ini, dengan mempertimbangkan aspek ruang (tempat) yang

memiliki kesesuain dengan lokasi studi dan aspek waktu yang

mempertimbangkan aspek kekinian pelaksanaan studi. Oleh karena itu,

kembali ditegaskan bahwa studi ini terutama dilandasi oleh tiga pemikiran

utama yakni, pemikiran bourdieuconomic tentang kapital, pemikiran tentang

“new institutionalism” yang dikaitkan dengan ciri koproduksi implementasi

pengembangan agribisnis berbasis komunitas, dan tesis tentang keterkaitan

konteks kebijakan, kapital sosial, dan kualitas hidup masyarakat. Secara

substansial, teori yang akan diterapkan sedapatnya merefleksikan keiinginan

penulis dalam mengisi “gap” yang ada pada studi-studi sebelumnya, yakni

pengkajian terhadap beberapa aspek yang belum menjadi fokus perhatian studi

sebelumnya (Descombe, 2003: 50-51; Neuman, 2003:90-104).

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 89: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

69

Universitas Indonesia

BAB 3

METODOLOGI

Studi ini menggunakan metode kuantitatif sebagai pendekatan

penelitian yang utama. Akan tetapi, dalam rangka menelusuri data secara

lebih mendalam mengenai gejala dan even yang mencakup aspek integrasi

kebijakan akselerasi pemasyarakatan inovasi teknologi pertanian dengan

berbagai informal rules di level messo maupun dengan level mikro, maka

studi ini juga didukung metode pengumpulan data kualitatif. Hal ini

dilakukan terutama untuk menggali pemaknaan aktor atas peran tripartit

pemerintah-swasta-masyarakat dalam pengembangan agribisnis berbasis

komunitas banjar. Disamping itu, dalam kerangka menelusuri makna aspek

kultural penguasaan dan penggunaan berbagai bentuk kapital dikaitkan

dengan sistem sosial maupun aspek kualitas hidup (QoL) komunitas

agribisnis berbasis banjar di Bali, maka pengumpulan data dan informasi yang

bersifat kualitatif dilakukan melalui penerapan in-depth interview dengan

beberapa informan kunci, serta observasi berperan serta di lokasi penelitian.

Dengan demikian, studi ini dimaksudkan sebagai studi yang mengintegrasikan

metode kuantitatif dan kualitatif (mix methods) dengan pertimbangan bahwa

penelitian ini mencakup dua tataran sebagai fokus studi, yakni tataran

kebijakan dan tataran operasional-empiris.

Integrasi metode kuantitatif dan kualitatif dalam suatu studi

belakangan ini sering menjadi pilihan yang baik dalam menjawab tujuan

penelitian, terutama semenjak Rudestam dan Newton (2000: 45)

mengemukakan empat desain penelitian dengan mengkombinasikan dua

metode kuantitatif dan kualitatif (mix methodes). Menurut mereka empat

desain tersebut memiliki fleksibilitas terutama terkait aspek waktu studi,

paradigma penelitian, dan keterbatasan penelitian. Empat desain studi yang

mengintegrasikan metode kuantitatif dan kualitatif dikemukan sebagai

berikut: (i) studi sekunsial, yakni studi yang dimulai dengan pengumpulan

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 90: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

70

Universitas Indonesia

data kuantitatif yang kemudian diikuti pengumpulan data kualitatif (dan atau

bisa sebaliknya), pada waktu yang berbeda; (ii) Penelitian simultan (pararel)

yang melakukan proses pengumpulan data kualitatif maupun kuantitatif pada

saat dan waktu yang bersamaan; (iii) Studi yang berstatus equivalen, yakni

pemanfaatan metode kuantitatif dan kualitatif degan porsi penekanan yang

sama dalam memahami realitas sosial yang diteliti; dan (iv) Penelitian

dominan–kurang dominan, yakni salah satu metode yang digunakan bersifat

lebih dominan dalam menjawab tujuan penelitian berdasarkan paradigma

yang ditetapkan sebelumnya, sementara metode yang lain merupakan

pendukung atau komponen kecil dari studi yang dilakukan.

Penelitian ini merupakan “multi level study” yang menetapkan desain

studi “dominan –kurang dominan” serta menekankan metode kuantitatif

sebagai metode utama dalam upaya menjawab tujuan penelitian, dengan

berpegang terutama kepada paradigma tatanan sosial (order paradigm). Pada

konteks ini, fokus studi adalah mencermati gambaran sosial (sosiografi) selain

mempertimbangkan pentingnya dukungan pengumpulan data kualitatif.

Desain studi dominan –kurang dominan, secara sosiologis dapat lebih luas

menjelaskan sejauh mana representasi kapital dapat meningkatkan kualitas

hidup komunitas agribisnis di lokasi penelitian dengan mengkaji makna

subyektif aspek kebijakan maupun kultur yang ada dalam proses integrasi

formal rules dan informal rules, serta preferensi indigenous dalam proses

pengembangan sistem dan usaha agribisnis berbasis komunitas banjar.

3.1 SubyekPenelitian (Populasi Penelitian).

Subyek penelitian berada pada dua tataran fokus perhatian, pertama

subyek yang merupakan aspek makro level berupa lembaga pemerintah

seperti Departemen Pertanian-Badan Litbang, Pemerintah Daerah, DPRD,

Organisasi sosial, hingga pada organisasi sosial tradisional seperti banjar

maupun organisasi tradisi lainnya yang eksis di Bali. Subyek penelitian

dalam tataran kebijakan juga mencakup komunitas lokal setempat. Penelitian

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 91: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

71

Universitas Indonesia

ini dilakukan pada komunitas agribisnis berbasis banjar di kabupaten

Buleleng. Pada studi ini komunitas dipandang sebagai suatu sistem sosial

yang relatif kecil, dan anggotanya memiliki hubungan dan keterikatan yang

relatif kuat, memiliki kepentingan bersama, serta didukung kesadaran sosial

anggota komunitas. Komunitas agribisnis berbasis banjar yang menjadi

subyek penelitian merupakan jenis komunitas yang bersifat primordial,

spasial, dan okupasional. Sifat primordial ditunjukkan dengan realitas

anggota komunias agribisnis berbasis banjar di Bali yang masih diikat oleh

persamaan agama, suku, dan hubungan kekerabatan yang relatif kuat.

Sedangkan sifat spasial komunitas ini ditunjukkan dengan adanya ikatan

kesamaan tempat tinggal berupa banjar yang merupakan wilayah tempat

tinggal di bawah desa. Selanjutnya mengenai sifat komunitas subyek

penelitian diindikasikan oleh adanya kesamaan pekerjaan, yakni sebagian

besar bekerja di bidang pertanian ataupun agribisnis.

Kedua, subyek penelitian pada tataran operasional meliputi petani dan

aktor lainnya dalam komunitas banjar. Petani pelaku agribisnis dalam

komunitas ini tergolong “peasant”dalam rumusan Shanin (1990) atau

“smallholder”dalam rumusan Netting (1993) yang memiliki ciri utama

penguasaan lahan sempit. Akan tetapi, merujuk pada pandangan Davis dan

Golberg (1957) dalam Syahyuti (2006) komunitas yang diteliti adalah

komunitas agribisnis mengingat anggotanya berkecimpung dalam kegiatan

agribisnis, yakni melakukan atau terlibat dalam kegiatan mulai dari distribusi

alat maupun bahan untuk pertanian, kegiatan produksi (on farm), pengolahan,

penyimpanan, serta distribusi komoditas pertanian dan barang-barang yang

dihasilkannya.

Gambaran lokasi penelitian, difokuskan untuk menganalisis dan

mendiskripsikan pemahaman tineliti terhadap topik studi yang dikaitkan

dengan kehidupan sosial dalam wahana banjar di Bali. Banjar merupakan

salah satu jenis pengelompokkan sosial masyarakat Bali selain

pengelompokkan sosial masyarakat atas dasar: (i) persekutuan kekerabatan

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 92: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

72

Universitas Indonesia

dan kebaktian di pura yang disebut dadia, (ii) pengelompokan atas dasar

tujuan tertentu dalam kelompok sekehe, (iii) dan (iv) pengelompokan atas

dasar sistem pertanian yang enggunakan jaringan irigasi yang sama, yakni

dikenal dengan nama subak. Banjar adalah pengelompokan sosial yang

sangat umum dan telah lekat dengan kehidupa sosial maupun kehidupan

bernegara, karena banjar sangat terkait dengan wilayah adninisrasi tempat

tinggal di bawah Desa, seperti yang diatur dalam Perda No.1 Pemerintaha

Propinsi Bali, tahun 1986, dan sesuai dengan undang-undang yang mengatur

pemerintahan daerah (UU.No.5/1979; UU.No.22 dan 25 Tahun 1999

mengenai Pemerintahan Daerah). Lebih lanjut banjar dinyatakan sebagai

kesatuan hidup setempat, persekutuan hidup sosial, dan sebagai organisasi

sosial tradisional yang berfungsi mengatur kerjasama antar anggota dalam

kegiatan pemerintahan, keagamaaan, tugas adat, dan aktivitas lainnya

termasuk kegiatan ekonomi secara umum yang bercirikan kekeluargaan dan

kebersamaan. Terminologi banjar berarti deret, jajar, dan baris, yang

tercermin dari arsitektur perumahan warga banjar yang berderet secara teratur

dengan batas-batas yang jelas. Selain itu, dalam sistem pemerintahan daerah,

banjar berada dalam lingkup desa sebagai struktur pemerintahan yang terkecil

(Mitchel 1994: 193).

Adapun realitas sosial yang akan menjadi fokus studi (subject –

matter) ini terutama berpusat pada : 1) aspek penguasaan dan penggunaan

berbagai bentuk kapital, yakni kapital sosial, budaya, politik, dan kapital

ekonomi, 2) integrasi lingkungan kebijakan (formal rules) dan informal rules

di level messo serta dengan preferensi kelompok atau individu dalam

pengembangan agribisnis dan 3) keterkaitan dua aspek tersebut dengan QoL

anggota masyarakat dalam sistem banjar. Untuk memperoleh data dan

informasi di level mikro yang akan digunakan sebagai bahan analisis studi,

maka penelitian ini akan didukung dengan metode survai rumahtangga petani

pada komunitas agribisnis yang berbasis banjar. Sedangkan pada level messo,

studi ini akan didukung data dan informasi yang digali dari unit analisis

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 93: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

73

Universitas Indonesia

organisasi seperti kelurahan, organisasi petani (lembaga agribisnis), oganisasi

tradisi seperti banjar dan subak ataupun sekeha, dan lembaga terkait di tingkat

kecamatan maupun kabupaten Buleleng. Selanjutnya data yang digali dari

BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian), Badan Litbang Pertanian-

Deptan, Dinas Pertanian Bali, serta stakeholders lainnya yang terkait dengan

pembangunan pertanian wilayah Bali akan digunakan untuk analisis pada

level makro. Hal ini dimaksudkan untuk dapat lebih holistik dalam

membangun pemahaman yang akan mendukung uji statistik inferensia

terhadap performa pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang dikaitkan

dengan pemberdayaan sumber-sumber sosial dalam masyarakat.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian.

Studi ini dilakukan selama tiga bulan, yang diawali dengan penelitian

pendahuluan pada September –Oktober 2009. Kegiatan pada satu bulan

pertama difokuskan untuk melakukan pretest instrumen penelitian, yang

ditujukan untuk mengetahui reliabilitas dan validitas instrumen penelitian.

Selanjutnya, kegiatan pada lebih kurang satu bulan berikutnya pada Maret

hingga awal April 2010 difokuskan untuk pengumpulan data survai dan juga

melengkapi pengumpulan data dengan in-depth interview serta melakukan

observasi lapangan. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja, yaitu di propinsi

Bali dan difokuskan pada satu desa adat di wilayah kabupaten Buleleng,

yang merepresentasikan wilayah lokasi kegiatan yang diintroduksi

pemerintah, dalam hal ini kegiatan akselerasi pemasyarakatan inovasi

teknolohgi pertanian yang dikoordinasikan Departemen Pertanian. Lokasi

penelitian adalah di Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak - Kabupaten

Buleleng yang merupakan lokasi kegiatan percepatan diseminasi inovasi

teknologi pertanian (Prima Tani) yang sudah terbina sejak lebih dari tiga

tahun dan wilayah yang sudah relatif mandiri. Adapun penetapan lokasi

penelitian dilakukan atas dasar beberapa pertimbangan seperti berikut:

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 94: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

74

Universitas Indonesia

a. Desa ini merupakan lokasi program pengembangan agribisnis berbasis

inovasi teknologi pertanian di Bali, yakni program Departemen Pertanian

yang ditujukan untuk akselerasi pemasyarakatan inovasi teknologi pertanian.

b. Kondisi pembangunan pertanian di lokasi ini, relatif kondusif untuk

mendukung penulis dalam menjawab tujuan penelitian, yakni tingginya gairah

masyarakat dalam menekuni sistem dan usaha agribisnis ditengah

perkembangan sektor lainnya yang semakin pesat.

c. Berdasarkan observasi dan wawancara pendahuluan dengan berbagai pihak,

maka lokasi penelitian cukup representatif untuk diteliti, mengingat masih ada

potensi kapital dan keterkaitannya dengan modernisasi usahatani, yang

didukung eksisnya beberapa lembaga dan organisasi sosial yang bersifat

tradisi maupun yang sudah modern, dalam menganalisis kualitas hidup

masyarakat di lokasi penelitian.

3.3. Metoda Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel Penelitian.

3.3.1 Metode Kuantitatif.

Pengumpulan data dilakukan dengan menerapkan metode survai yang

ditujukan untuk memperoleh data-data primer maupun sekunder yang

diperlukan sebagai bahan analisis. Data yang dikumpulkan meliputi data

potensi kapital pada level mikro (rumahtanga petani), di tingkat meso antara

lain data dari organisasi dan kelembagaan terkait dengan pengembangan

pertanian di Desa Sanggalangit, Kecamatan - Kabupaten Buleleng. Data yang

diperoleh di tingkat makro terutama dari lembaga supra sistem seperti Badan

Litbang Pertanian, Dinas Pertanian Kehutanan, dan stake holders

pembangunan pertanian di Bali. Pada level mikro, pelaksanaan survai

dilakukan terhadap petani yang dipilih melalu penarikan sampel dengan

metode multi stage sampling, yakni penarikan sampel secara bertahap seperti

berikut ini: (i) Tahap pertama, menentukan wilayah penelitian yakni lokasi

program Prima Tani yang hingga saat ini telah dilakukan pada delapan desa

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 95: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

75

Universitas Indonesia

meliputi tujuh kabupaten di wilayah Propinsi Bali; (ii) Tahap kedua,

menentukan satu wilayah desa lokasi program Prima Tani sebagai lokasi

penelitian dengan mempertimbangkan beberapa aspek yang terkait dengan

topik penelitian ini, sehingga didapat lokasi Desa Sangga Langit dengan

mencermati beberapa aspek seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan

mengenai lokasi dan waktu penelitian; (iii) Tahap ketiga, menentukan

kerangka sampling dari desa lokasi terpilih. Adapun kerangka sampel

ditentukan berdasarkan populasi petani yang terdapat dalam lokasi desa

terpilih, seperti berikut ini (Gambar 3.1); (iv) Tahap keempat, melakukan

penentuan kuota sampel di desa terpilih, yakni dengan menetapkan jumlah

sampel sesuai kaidah penelitian survai.

Buleleng

Kec. Gerokgak

Desa Sanggalangit

Dalamsudi ini besaran sampel ditetapkan dengan rumus “Taro Yamane”, yakni ukuran populasi diketahui:

Nn = ------------

Nd2 + 1

N = jumlah populasid2 = presisi yang ditetapkan (sampling error)

n = Jumlah sampel

Gambar 3.1. Kerangka Sampling dan Ukuran Penarikan Sampel

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 96: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

76

Universitas Indonesia

Jumlah populasi petani pada lokasi studi adalah sebesar N, yang

diketahui dari statistik desa. Mengingat ukuran populasi diketahui, maka

ukuran contoh dapat ditentukan melalui formulasi ukuran penarikan sampel

yang dikemukakan oleh Taro Yamane seperti dikemukakan di atas.

Berdasarkan formulasi itu akan didapat ukuran sampel sebesar “n”. Merujuk

data dari monografi atau statistik desa didapat populasi komunitas agribisnis

berbasis banjar yang kemudian ditentukan sampel secara acak sederhana

secara proporsional (Agresty dan Finaly, 1986:16–21).

Populasi petani di lokasi penelitian berjumlah 658 KK (kepala keluarga

rumahtangga), didapat dari data monografi desa bersangkutan. Oleh karena

itu, dalam pelaksanaan survai rumahtangga petani komunitas agribisnis

berbasis banjar, maka sampel penelitian adalah petani yang sekaligus sebagai

anggota banjar di desa tersebut. Dengan demikian maka jumlah sampel

direncanakan sebanyak:

Penentuan jumlah sampel tersebut, sesuai dengan rumus Taro Yamane

mengenai ukuran sampel, dan juga sejalan dengan cara penentuan jumlah

sampel yang dikemukakan oleh Isaac dan Michael (Sugiyono, 2009: 69).

Mengenai penarikan jumlah sampel dalam penelitian survei, Tabachnick dan

Fidell (2001: 117) lebih detail mengemukakan bahwa jumlah sampel yang

S= N__Nd2+1

= 658/658.(0,05)2 + 1

= 658/2,645

= 248 sampel

Dimana “s” adalah ukuran besarnya sampel; “N” adalah populasi; dan “d” adalah tingkat kesalahan (5%).

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 97: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

77

Universitas Indonesia

minimal dalam analisis regresi adalah 104 + m, dimana m adalah jumlah

indikator variabel independent penelitian. Mengingat jumlah sampel telah

diketahui, maka lebih lanjut ditentukan sampel secara acak sederhana dan

proporsional pada empat komunitas banjar di Desa Sanggalangit, dengan

mencermati juga pertimbangan alokasi optimum menyangkut efisiensi dan

efektifitas survai dengan memperhitungkan aspe biaya, waktu, dan akses

kepada responden (Agresty dan Finaly, 1986:16 –21). Berdasarkan kaidah

itu ditetapkanlah sampel dari Banjar Kayu Putih sebanyak 70 responden,

Banjar Tamansari 54 responden, Banjar Tukad Pule 54 responden, dan dari

banjar Wanasari sebanyak 70 responden. Selanjutnya, instrumen survai

disiapkan dengan menyusun kuesioner terstruktur. Adapun proses

pengumpulan data dibantu oleh dua orang enumerator yang juga peneliti dari

BPTP Denpasar, Bali. Sebelum pengumpulan data, peneliti berkoordinasi dan

menjelaskan instrumen dan tujuan penelitian kepada enumerator, yang

tentunya terkait dengan reliabilitas dan validitas data yang dikumpulkan

dengan menggunakan instrumen yang telah disiapkan.

3.3.2 Pengumpulan Data Kualitatif.

Selain melakukan pendekatan kuantitatif, studi ini mengunakan

pendekatan kualitatif untuk kepentingan penelusuran data secara mendalam

mengenai aspek-aspek struktural yang meliputi sistem stratifikasi sosial serta

aspek kultural yang diteliti meliputi: makna subyektif mengenai kapital dan

realitas sosial tentang kualitas hidup (QoL) dalam komunitas agribisnis

berbasis bajar di Bali. Adapun teknik pengumpulan data kualitatif akan

dilakukan dengan menerapkan strategi studi kasus melalui wawancara

mendalam kepada sumber-sumber data, yaitu informan kunci yang berasal

dari komunitas agribisnis, termasuk tokoh-tokoh kunci dalam masyarakat

yaitu Lurah/Kepala Desa/Bendesa Adat, Ketua/Kelian Banjar dan Prajuru

Banjar, beserta tokoh pelaku agribisnis dalam komunitas bersangkutan.

Tidak kurang dari 5 (lima) tokoh masyarakat setempat dijadikan sebagai

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 98: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

78

Universitas Indonesia

informan kunci studi ini, serta beberapa petani pelaku agribisnis dijadikan

sebagai sumber informasi penelitian ini. Sumber data juga diupayakan berasal

dari pihak eksternal yang meliputi tokoh kunci dari Dinas Pertanian Bali (1

Informan), dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali (2

Informan), dan juga dari Departemen Pertanian (1 informan). Data kualitatif

juga dikumpulkan dari pelaksanaan analisis dokumen yang terkait.

Sedangkan pengumpulan data dan informasi mengenai dukungan politik dan

dinamika pembangunan pertanian, dilakukan wawancara mendalam dengan

key informan dari anggota legislatif di DPRD Bali (1 Informan) dan DPRD

Kabupaten Buleleng (5 Informan). Secara rinci teknik pengumpulan data

kualitatif dituangkan seperti pada Tabel berikut.

Tabel 3.1. Matriks Teknik Pengumpulan dan Sumber Data.Teknik

PengumpulanData

SumberData

KriteriaSumber Data

Cakupan/Isi Data

WawancaraMendalam

PetaniKomunitasAgribisnis

Informan yang dipilihadalah petani dan tokohmasyarakat, angotabanjar (telah tinggalmenetap sejak lahir)

Minimal telahberpengalaman sebagaipetani sejak tahun 1970

Petani yang dipilihsebagai sumber data,merupakan informankunci, dan jugabeberapa petani sebagaiinforman penunjang

Mengetahui seluk belukdan perkembanganusahatani lokal

Memahami gambarankondisi kualitas hidup(QoL) masyarakat

Makna banjarsebagai wadahpetani dalamberaktivitas

Sejarah danperkembanganusahatani

Sejarah dandinamika banjar

Moda produksiTingkat adopsi

inovasi teknologipertanian

Keragaan kapitalRelasi sosial,

relasi sinergi danrelasi koproduksi

Kondisikesehatan,lingkunganhidup, dantingkat kualitashidupmasyarakat

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 99: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

79

Universitas Indonesia

TeknikPengumpulan

Data

SumberData

KriteriaSumber Data

Cakupan/Isi Data

Pejabat atauStafDepartemenPertanian,DinasPertanian Balidankabupaten,DPRD, dandari BPTPBali

Merupakan sumber datageneralis

Berpengalaman danterlibat dalam programpengembanganagribisnis

Mengetahui dan terlibatlangsung dalam rencanaoperasional kegiatanDepartemen Pertanian

Modelpemberdayaanmasyarakat yangdikembangkan

KonsepPengembanganAgribisnis

Tujuan kegiatandan hasil yangdiharapkan

Pemanfaatanpotensi lokal

Sinergi Programdan Pemanfaatansumberdayapembangunan

Potensi banjar

Observasi KantorKelurahan/Desa

Areapertanian/usaha agb

Saranaprasaranayangtersedia

Kondisiwilayah

Terkait dengan topikstudi

Dapat memberigambaran situasi umuminteraksi dan pola relasisosial masyarakat

Representasikapital danpemanfaatannyadalam ranahagribisnis

Pola relasi sosialEven-even yang

terjadi selamastudi

Kegiatan sosialbanjar

Kegiatanorganisasi

AnalisisDokumen

MonografiDesa/Kelurahan

DatasekunderBPS danlembagalain.

Dokumen resmi denganlegalitas yang memadai(minimal dariDesa/Kelurahan)

Umur data, masihrelevan untuk bahananalisis

Keadaangeografis dandemografi

Sejarah banjardanperkembanganusaha agribinis

IMR, PDRB, dll

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 100: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

80

Universitas Indonesia

Lebih jauh, untuk mendukung pelaksanaan analisis data, maka

peneliti akan menyiapkan Field Notes (Tabel 3.2) berupa catatan hasil observasi

dan wawancara, serta menyiapkan Personal Journal (Catatan Peneliti) yakni

catatan harian, bersifat pribadi atas perasaan dan emosi peneliti yang terjadi saat

melihat dan mendengar sesuatu dalam mengamati kasus di lapangan, termasuk

situasi dan kondisi di lapangan saat observasi maupun saat melakukan

wawancara.

Tabel 3.2. Matrik Catatan Hasil Wawancara dan Observasi

Catatan Penelitian AtasProses Pengumpulan Data

(Jotted Notes)

Diskripsi HasilWawancara

Interpretasi(Catatan Inferen)

Analisis Peneliti

Hari/Tanggal: Gambaran situasi Kondisi Umum

Wliayah.. Dst

Informan:Usia:Lama tingal didesa iniPekerjaan utamaPertanyaan:.....Informan: ......

Interpretasi atashasil wawancaraapa adanya

Kaitan konsepyang digunakandengan kasus

3.4. Analisis Data.

Data yang diperoleh dari metode survai di lapangan, dianilisis secara

deskriptif melalui pengolahan statisitika deskriptif, dengan cara meringkas data

dan memberikan gambaran tentang data yang tersedia, terutama dalam hal

penyajian rata-rata (mean), frekuensi, proporsi, standar deviasi, ataupun varians

sampel, dan selanjutnya dijelaskan untuk mendukung analisis mengenai

performa sampel penelitian. Selain itu, hasil analisis data secara deskriptif juga

disajikan dalam visualisasi tabel maupun secara grafis yang ditujukan untuk

mempertajam analisis deskriptif. Sedangkan analisis statistika inferensia

Kapital dalam..., Ketut Gede Mudiarta, FISIP UI, 2010.

Page 101: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

81

Universitas Indonesia

digunakan untuk pengambilan keputusan terhadap uji hipotesa penelitian yang

telah dirumuskan dengan menggunakan parameter penduga populasi. Untuk uji

hipotesa dilakukan analisis regresi berganda (multiple regression). Studi ini

akan menguji enam hipotesa penelitian seperti tertuang dalam model analisis

berikut:

Hipotesa (1) sampai dengan (4) adalah: “Persepsi masyarakat

tentang penguasaan masing-masing jenis kapital yaitu kapital sosial (H1);

kapital budaya (H2); kapital politik (H3); dan kapital ekonomi (H4),

memainkan peranan yang penting bagi peningkatan kualitas hidup

masyarakat”. Model (1) berikut ini merupakan pengembangan model yang

dikemukakan oleh Castelli, et.all (2009); Woolcock & Narayan (2000); serta

Stone & Hughes (2002) yang hanya memfokuskan analisisnya pada pengaruh

kapital sosial saja, tanpa mencermati jenis kapital lainnya.

KAPITAL BUDAYA• Dimensi manusia (embodied state)• Dimensi obyek• Dimensi institusional (sistem banjar, subak)

Page 102: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

82

Universitas Indonesia

Hipotesa (5) : “Peran tripartit pemerintah-swasta-komunitas lokal

yang dipersepsikan masyarakat, memainkan fungsi penting bagi peningkatan

representasi kapital dalam komunitas agribisnis berbasis banjar.”

Penetapan hipotesa ini adalah hasil dari penyesuaian peneliti terhadap model

yang dikemukakan oleh Castelli, et.all (2009) dengan menambahkan aspek

peran swasta dan masyarakat, selain peran pemerintah. Dalam kerangka

memperkaya analisis, peran tripartit juga ditambahkan dengan unsur

koproduksi ketiga elemen pembangunan itu, dan pengaruhnya terhadap

representasi kapital. Disamping itu juga dilakukan perluasan aspek kapital

yang tidak saja berupa kapital sosial, melainkan juga dengan tiga jenis kapital

lain yang dikemukan Bourdieu yakni kapital budaya, kapital politik, dan

kapital ekonomi. Hal ini didasari pemikiran bahwa representasi kapital dalam

masyarakat sangat relevan untuk dianalisis sebagai faktor yang mempengaruhi

QoL. (Model 2, seperti Gambar berikut ini).

Page 103: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

83

Universitas Indonesia

Hipotesa (6): “Persepsi masyarakat mengenai kuatnya peran tripartit

pemerintah-swasta-komunitas lokal, akan meningkatkan kualitas hidup

masyarakat”. Hipotesa ini dikembangkan sebagai Model (3) yang dilandasi

pemikiran Castelli et.all (2009). Beberapa aspek dimasukkan sebagai

komponen dalam model, yakni peran swasta dan peran masyarakat selain

peran pemerintah yang digambarkan Castelli sebagai policy context. Pada

analisis ini juga dicermati aspek koproduksi, yakni integrasi dan kesejajaran

peran pemerintah-swasta-masyarakat dalam pembangunan, terutama

partisipasi masyarakat dalam mendukung pengembangan agribisnis yang

diharapkan mampu mendongkrak kualitas hidup masyarakat.

Page 104: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

84

Universitas Indonesia

Selanjutnya, masing-masing hubungan antar variabel yang tertuang

dalam hipoetsa (1) sampai dengan (6) atau dikemukakan dalam model (1)

sampai dengan model (3) diintegrasikan menjadi satu model hipotetik dalam

studi ini, yang lebih lanjut akan diuji berdasarkan analisis regresi dan path-

analisys, dengan fasilitas program aplikasi SPSS, seperti Gambar berikut.

e1

1

e2

Page 105: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

85

Universitas Indonesia

Adapun data kualitatif dianalisis dengan melakukan reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data dimaksudkan sebagai

analisis data melalui peringkasan, pengkodean, dan melakukan penelusuran

tem. Analisis data juga dilaksanakan dengan melakukan pengorganisasian data

menjadi gambaran yang koheren, serta melaksanakan upaya pencarian pola-

pola dan interpretasi berdasarkan teori ataupun setting di lapangan. Ragkaian

proses analisis data ini dilakukan sejak tahap awal penelitian, atau tidak

menunggu selesai terkumpulnya seluruh data. Sementara, untuk memperoleh

gambaran perubahan suatu realitas sosial dan bagaimana perubahan tersebut

terjadi pada kurun waktu tertentu, fokus hanya pada satu isu (satu bounded

case).

3.5. Variabel Penelitian dan Operasionalisasi Konsep.

Berdasarkan hipotesa yang telah dibangun dalam studi ini, terdapat

variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent

variable) yang akan diukur dengan instrumen penelitian berupa Kuesioner

Terstruktur. Dengan demikian perlu operasionalisasi di tataran lapang,

terutama menyangkut indikator dari setiap variabel yang akan diukur dalam

penelitian ini. Secara rinci variabel dan indikatornya untuk aras mikro yakni

rumahtangga petani dikemukakan seperti pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Definisi Operasional Variabel dan Indikator yang Diukur.

Variabel Indikator yang Diukur Keterangan

Kapital Sosial

Jaringan (Network)

Relasi kepentingan (interest) Relasi Sentimen (emosi) Relasi power Daya bonding organisai Daya bridging organisasi Daya linking organisasi

Indikator yangdigunakan disarikandari Agusyanto(2007) dan hasilpengembanganpemikiran peneliti(Pertanyaan B1

Page 106: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

86

Universitas Indonesia

Variabel Indikator yang Diukur Keterangan

dalam KuesionerPenelitian)

Kapital Budaya Dimensi yang melekat padaaktor (embodied state)

Dimensi obyek (dalam studi inidigunakan indikator kehasankarya dari aktor)

Dimensi insitusional

Mengacu terhadappendapat Bourdieu(1986) danmodifikasi peneliti(Pertanyaan B2dalam KuesionerPenelitian)

Kapital Politik Peran Organisasi Politik Dominasi relasi produksi Meritokrasi Legitimasi

Pengembanganpemikiran penelitidari hasilpemahamanterhadap pendapatSvendsen&Svendsen(2003)(Pertanyaan B3dalam KuesionerPenelitian)

Kapital Ekonomi Kepemilikan aset produksi Kepemilikan modal uang Kewirausahaan Keterampilan/Profesionalsme

Pemahamanterhadap pendapatSvendsen&Svendsen(2003)(Pertanyaan B4dalam KuesionerPenelitian)

PeranTripartit:Pemerintah, Swasta,Masyarakat Lokal

Peran Pemerintah- Introduksi Inovasi Teknologi- Subsidi (Pem. Pusat dan

Daerah)- Kebijakan Anggaran- Dukungan Politik

Peran Swasta- Investasi- Dukungan Kedit Usahatani- Sarana Produksi- Dukungan Pemasaran

Peran Masyarakat- Pemanfaatan Unsur Fisik

Banjar

Indikator yangdigunakan adalahhasil daripemahamanterhadap pemikiranArifin (2005) dangagasan Nee (2005)dan jugadikembangkanberdasarkanpemikiran peneliti(Pertanyaan A: A1,A2, A3 dan A4dalam Kuesioner)

Page 107: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

87

Universitas Indonesia

Variabel Indikator yang Diukur Keterangan

- Penerapan nilai-nilaiberbanjar

- Persespi kepemimpinanbanjar

- Partisipasi warga banjarKoproduksi Pemerintah-Swasta-

Masyarakat

Kualitas Hidup (QoL) QoL Obyektif:

Pendapatan Pendidikan Pemenuhan kebutuhan primer

(pangan, sandang,papan); Morbiditas

QoL Subyektif:

Peluang bekerja dan berusaha Akses pada pelayanan publik Partisipasi politik (lokal dan

nasional) Relasi Sosial Keamanan sosial Perspesi kebahagiaan Persepsi makna hidup Persepsi kualitas lingkungan Kualitas religius Persepsi mobilitas vertikal IMR*) Angka Harapan Hidup*)

Indikator yangdigunakan adalahhasil modifikasi dariCastelii et.all (2009)dan Noll (2002)*) Indeks kompositQoL yangmerupakan datasekunder dari BPS(Pertanyaan C: C1s.d C16 dalamKuesionerPenelitian)

*) Data mengenai IMR dan Angka Harapan Hidup tidak ditanyakan dalamKuesioner. Data tersebut merupakan data indikator yang bersifat komposit,maka data itu juga tidak dianalisis dalam uji statistik melainkan hanyadijelaskan sebagai data penunjang analisis QoL. Data IMR dan AngkaHarapan Hidup diperoleh dari instansi terkait.

Page 108: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

88

Universitas Indonesia

Variabel eksogen ataupun variabel independent dalam studi ini

adalah adalah representasi kapital dalam masyarakat, yakni keberadaan

dan keragaman penguasaan kapital anggota masyarakat. Representasi

kapital ditentukan berdasarkan penguasaan anggota komunitas

agribisnis terhadap kapital yang meliputi:

1. Persepsi masyarakat atas penguasaan kapital sosial berupa

networks (jaringan sosial) yang direpresentasikan dengan

menggunakan indikator persepsi tentang relasi kepentingan,

relasi sentimen, relasi power, dan potensi organisasi (terutama

organisasi sosial tradisi) dalam komunitas agribisnis;

2. Persepsi masyarakat mengenai penguasaan kapital budaya yang

ditentukan indikator-indikator dari persepsinya atas penguasaan

kapital budaya berdimensi manusia (embodied state) yang

melekat pada aktor; berdimensi obyek, yakni berupa alat-alat

yang khas kegunaannya, termasuk kekhasan aktor yang

menciptakan alat berdasarkan keahliannya (sangging, pande,

undagi, dan sebagainya yang dikenal turun temurun oleh

masyarakat Bali) dan berdimensi institusional ;

3. Persepsi penguasaan kapital politik yang terdiri dari dominasi

relasi produksi, meritokrasi, legitimasi, dan komitmen politik;

serta

4. Kapital ekonomi yang ditentukan berdasarkan indikator

penguasaan modal finansial, daya enterpreneurship

(kewirausahaan, profesionalisme, dan keterampilan).

Variabel eksogen berikutya adalah peran tripartit pemerintah-swasta-

masyarakat serta koproduksinya dalam menentukan representasi kapital dan

pengaruhnya baik langsung maupun tidak langsung terhadap kualitas hidup

masyarakat. Pada studi ini tripartit dipandang sebagai suatu sistem kerja

Page 109: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

89

Universitas Indonesia

ditinjau dari peran-peran masing-masing elemen tersebut, dan ditentukan

berdasarkan indikator yang meliputi:

1. Persepsi masyarakat tentang peran pemerintah dalam

pengembangan agribisnis yang meliputi: pemasyarakatan

inovasi teknologi pertanian, kebijakan subsidi, anggaran, dan

dukungan kebijakan.

2. Persepsi masyarakat mengenai peran swasta yang mencakup

ukungan investasi, dukungan kredit usahatani, dukungan

penyediaan sarana produksi, dan pemasaran yang

dikembangkan.

3. Peran masyarakat yang ditentukan dengan mempertimbangkan

persepsinya tentang pemanfaatan aspek potensi banjar yang

terdiri dari potensi fisik, potensi nilai-nilai, potensi

kepemimpinan dalam banjar, serta partisipasi warga banjar

dalam setiap kegiatan banjar.

4. Ko-produksi yang merupakan kesejajaran peran ketiga elemen

tersebut dalam pembangunan, terutama diukur berdasarkan

persepsi masyarakat tentang aspek partisipasi dan kesejajaran

peran pemerintah, swasta, dan potensi banjar.

Adapun variabel indogen atau variabel dependent yang

dipengaruhi oleh variabel-variabel lain adalah kualitas hidup (QoL)

yang ditentukan berdasarkan indikator-indikator obyektif berdasarkan

pendekatan model “Scandinivian Level of Living” yang menekankan

kondisi obyektif kualitas hidup berdasarkan indikator-indikator:

1. Pendapatan, yang diukur dengan menentukan pendapatan

rumahtangga responden, dalam rupiah pertahun.

2. Tingkat pendidikan, yang diketahui dari lama waktu tempuh

(dalam tahun) pendidikan formal responden.

Page 110: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

90

Universitas Indonesia

3. Pemenuhan kebutuhan primer, berupa tingkat kemampuan

respondnen dalam memenuhi kebutuhan dasar berupa pangan,

sandang, dan papan; dan

4. Morbiditas, yakni aspek kesehatan masyarakat yang ditentukan

berdasarkan persepsi responden mengenai kondisi

kesehatannya.

Sedangkan kualitas hidup (QoL) subyektif ditentukan

berdasarkan persepsi responden terhadap:

5. Akses pelayanan publik, yang ditentukan berdasarkan persepsi

responden atas kesempatannya memperoleh pelayanan umum

yang tersedia.

6. Peluang kerja dan berusaha, yang ditentukan dari persepsi

responden terhadap tinggi rendahnya kesempatan yang ada

dalam berusaha dan bekerja

7. Partisipasi politik, yakni perspesi masyarakat dalam

memanfaatkan hak dan kewajibannya dalam dinamika politik

baik di tingkat nasional maupun lokal.

8. Relasi sosial, diukur berdasarkan variasi bentuk dan jumlah

hubungan sosial yang berhasil dibangun oleh responden

9. Keamanan sosial yang dioperasinaliasikan dengan mengukur

persepsi responden terhadap tinggi rendahnya tingkat

keamanan sosial yang ada dalam lingkungannya.

10. Persepsi kebahagiaan, yang dioperasionalkan dengan persepsi

responden terhadap tingkat kebahagiaan yang dicapai

11. Makna hidup, yang diukur berdasarkan tinggi rendahnya

persepsi tentang makna hidup aktor dalam kehidupan sosialnya

12. Kualitas lingkungan, yang dioperasionalkan dengan persepsi

responden terhadap kualitas lingkungannya

Page 111: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

91

Universitas Indonesia

13. Kualitas religius, diukur berdasarkan perspesi aktor mengenai

tingkat kualitas religiusnya dalam beribadah sesuai dengan

agama yang dianutnya.

14. Perspesi mobilitas vertikal, yang dioperasionalkan dengan

mengukur persepsi aktor terhadap pencapaian mobilitas

vertikalnya, baik mobilitas vertikal antar generasi (inter-

generational) dan intra-genrasional.

Selain itu QoL juga ditentukan berdasarkan indikator makro

berupa angka kematian bayi (Infant Mortality Rate/IMR) dan angka

harapan hidup bayi satu tahun yang merupakan indikator komposit

dari kualitas hidup masyarakat. Dua indikator ini tidak ditanyakan

dalam kuesioner dan tidak dianalisis dalam uji statistik, melainkan

lebih banyak dimanfaatkan untuk mendukung analisis yang akan

dialkukan dalam penelitian ini.

Sedangkan operasionalisasi variabel yang diukur untuk aras messo

ditekankan kepada pengukuran data kapital sosial yang yang ditinjau dari

aspek rasa saling percaya antara organisasi tertentu dengan organisasi lain

yang eksis, dan kepercayaan organisasi terhadap lembaga supra sistemnya.

Variabel jaringan kerja di aras messo diukur berdasarkan hubungan

organisaasi yang tertentu dengan organisasi sejenis yang ada di kelurahan itu,

hubungannya dengan organisasi sejenis di wilayah lain, hubungan organisasi

tersebut dengan organisasi tidak sejenis di wilayah penelitian, serta dengan

organisasi tidak sejenis di wilayah lain. .

3.6. Proses Penelitian.

Studi ini dilakukan melalui tiga tahapan proses penelitian yakni tahap

persiapan, penelitian lapangan, dan penulisan laporan berupa disertasi. Sejak

pertengahan bulan September hingga Oktober 2009 dilakukan tahap persiapan

Page 112: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

92

Universitas Indonesia

antara lain berupa pengurusan surat ijin penelitian dengan fasilitasi Program

Doktor Sosiologi Universitas Indonesia untuk kelancaran pelaksanaan studi di

lokasi penelitian, yakni di Kabupaten Bulelelng, Bali. Lebih lanjut dilakukan

observasi pendahuluan mengenai kondisi lokasi penelitian yang meliputi

keadaan realitas sosial dan geografi fisik lokasi penelitian, serta melakukan

pengenalan lapang atau orientasi terhadap dinamika kehidupan masyarakat,

yang ditujukan untuk memperoleh gambaran awal atas informasi dan data

yang bersifat kualitatif. Dalam kerangka efisiensi dan efektifitas penelitian,

pada tahap ini juga dilakukan pengumpulan data kualitatif yang didasari

pedoman wawancara mendalam dan melakukan observasi atas fenomena

ataupun gejala-gejala sosial di lokasi penelitian. Sementara, untuk keperluan

pengumpulan data kuantitatif maka pada tahap persiapan ini dilakukan

orientasi lapangan yang ditujukan dalam rangka penyusunan kerangka

penarikan sampel penelitian (sampling frame), serta melakukan uji coba

terhadap instrumen penelitian yang berupa kuesioner terstruktur.

Adapun uji coba instrumen yang akan digunakan dalam pengumpulan

data kuantitatif, dilakukan di Desa Musi, Kecamatan Gerokgak-Buleleleng.

Pemilihan lokasi itu sebagai tempat uji coba didasari atas pertimbangan

kedekatan desa itu dengan lokasi penelitian, disamping yang utama adalah

pertimbangan kemiripan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya dengan lokasi

penelitian. Selain itu, peneliti juga memperoleh beberapa input dari kolega

yang berprofesi peneliti di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Denpasar –

Bali. Menurut informasi, desa Musi direncanakan oleh pemerintah propinsi

Bali, sebagai lokasi pengembangan sistem pertanian terintegrasi seperti yang

diterapkan dalam kegiatan Prima Tani di Desa Sanggalangit dan Desa Sepang,

Buleleng. Uji coba itu dimaksudkan untuk melakukan uji reliabilitas dan

validitas instumen penelitian. Reliabilitas instrumen merupakan uji statistik

yang ditujukan untuk mengetahui keterhandalan instrumen yang berarti

intrumen yang bila digunakan berapa kali untuk mengukur obyek yang sama

akan menghasilkan data yang sama. Pada uji coba ini reliabilitas instrumen

Page 113: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

93

Universitas Indonesia

diuji dengan menggunakan Alpha Cronbach.6 Pada dasarnya terdapat

beberapa teknik dalam menguji reliabilitas instrumen, seperti teknik “test –

retest” dan teknik “split –half”. Teknik yang pertama merupakan teknik

yang mengedepankan pengulangan. Instrumen yang sama diterapkan pada

responden yang sama dan dalam periode waktu tertentu. Teknik ini memliki

beberapa kelemahan, antara lain dimungkinkannya adanya perubahan dalam

diri responden yang berakibat pada adanya perbedaan respon terhadap

intrumen yang sama, serta adanya kemungkinan responden telah lebih siap

dalam menjawab pertanyaan dan akan memungkinkan nilai yang berbeda

juga. Sementara pada teknik belah dua (split-half) sangat tergantung dari cara

mengelompokkan item-item pertanyaan dalam intrumen penelitian

(Singarimbun dan Efendi, 1986: 91; Bryman, 2004: 71-72).

Uji reliabilitas dengan melihat alpha Cronbach juga dimaksudkan untuk

melihat konsistensi internal alat ukur, yang didalamnya terdapat proses

mengeluarkan atau memperbaiki item (pertanyaan) dari alat ukur, sehingga

proses itu sekaligus merupakan proses validitas konstruks. Validitas konstruk

(construct validity) merupakan teknik untuk melihat validitas instrumen yang

bersifat nontes yang digunakan untuk mengukur sikap ataupun opini, serta

untuk melihat kesaihan instrumen untuk mengukur gejala sesuai dengan yang

didefinisikan. Dengan demikian validitas konstruk terkait dengan kesaihan

suatu instrumen yang disusun dan dikembangkan berdasarkan teori tertentu

(Sugiyono, 2009: 350).

Uji realibilitas dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS dengan

melihat Nilai Total Alpha Cronbach, yakni minimal 0,6. Selanjutnya setiap

variable ataupun indicator diuji item-item yang menjadi komponen kuesioner.

Jika nilai Cronbach's Alpha if Item Deleted bernilai lebih kecil dari nilai alpha

6) Alpha Cronbach merupakan salah satu uji reliabilitas yang paling sering digunakan jikadibandingkan dengan uji lainnya (Uyanto, SS. 2006: h.240). Sementara Bryman, 2004: h.72menyatakan bahwa “........Nowdays, most researchers use test of internal reliability known asCronbach’s Alpha.... Cronbach Alpha is a commonly used test of reliablity. It essentiallycalculates the average of all possible split-half reliablity coeficients. “

Page 114: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

94

Universitas Indonesia

Cronbach total hasil uji, maka item-item atau pertanyaan dalam kuesioner

tersebut tetap dipertahankan untuk pelaksanaan penelitian. Selain itu, item-

item tersebut juga memiliki korelasi yang positif terhadap Corrected Item-

Total Correlation. Lebih lanjut, jika kedua hal itu tidak dipenuhi maka item-

item tersebut harus diperbaiki atau jika tidak diperlukan dapat dikeluarkan

dari daftar pertanyaan instrumen. Secara rinci, hasil analisis data untuk

menguji reliabilitas instrumen berdasarkan data hasil pretest disajikan pada

Lampiran 2. Sedangkan nilai Alpha Cronbach untuk masing-masing variabel

penelitian, disajikan pada Tabel 3.4. berikut ini.

Tabel 3.4. Nilai Alpha Cronbach Variabel-variabel Penelitian BerdaasarkanData Pretest di Desa Musi, Kecamatan Gerokgak-Buleleng

No. Variabel Nilai

Alpha Cronbach

1. Peran Pemerintah 0,778

2. Peran Swasta 0,760

3. Peran Masyarakat 0,817

4. Koproduksi 0,742

5. Kapital Sosial 0,785

6. Kapital Budaya 0,811

7. Kapital Politik 0,870

8. Kapital Ekonomi 0,816

9. Kualitas Hidup (QoL) 0,930

Berdasarkan nilai Alpha Cronbach yang didapat dari masing-masing

uji reliabilitas, maka untuk variabel peran pemerintah ternyata nilai total

Alpha Cronbachnya mencapai 0,778 yang berarti bahwa reliabilitasnya adalah

memadai (Tabel 3.4). Jika dilihat nilai Cronbach Alpha if Item Deletednya

Page 115: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

95

Universitas Indonesia

(Tabel Lampiran 2), semua item berkorelasi positif dan terdapat beberapa item

yang memiliki nilai lebih besar dari nilai Alpha Cronbach, yakni item A1.1_1

(perbandingan inovasi saat ini dengan inovasi sebelumnya), item A1.1_6

(dapat tidaknya inovasi dicobakan pada skala kecil), A1.3_1 (perencanaan

anggaran pemerintah), dan item A1.3_5 (anggaran kerjasama –kemitraan).

Oleh karena itu kedua item –item tersebut harus diperbaiki atau dihilangkan

dari daftar pertanyaan instrumen, sehingga reliabilitas dan validitas instrumen

dipandang memadai. Pada studi ini, peneliti berupaya memperbaiki redaksi

dari pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner penelitian.

Selanjutnya, nilai Alpha Cronbach dari variabel Peran Swasta adalah

sebesar 0,760 yang berarti bahwa interumen yang digunakan untuk mengkur

variabel peran swasta adalah memadai. Akan tetapi masih terdapat beberapa

item pertanyaan ataupun pernyataan dalam intrumen yang memerlukan

perbaikan atau ditiadakan, karena memiliki nilai Alpha Cronbach yang lebih

besar dari 0,760.

Seperti yang ditunjukkan dari Tabel Lampiran 2, maka item A213

yakni mengenai penanaman investasi swasta dalam pengembangan usaha

masyarakat, item A221 (kehadiran lembaga perkreditan swasta), A224 (jenis

kredit yang ditawarkan cukup beragam), A233 (dukungan pihak swasta dalam

penyediaan sarana produksi) dan item A234 (ketersediaan sarana produksi

menentukan keberhasilan usaha masyarakat), mesti diperbaiki jika

dipertahankan dalam pelaksanaan survai.

Sementara, hasil uji reliablitas terhadap instrumen penelitian yang

digunakan untuk mengukur mengenai peran masyarakat menunjukkan hasil

yang memadai dengan Alpha Cronbach sebesar 0,817 seperti yang

ditunjukkan pada Tabel 3.4. Akan tetapi, dari 22 pertanyaan terdapat

beberapa item yang mesti disempurnakan, mengingat nilai Alpha Cronbach if

Item Deleted nya lebih besar dari 0,817 Item-item tersebut adalah A325,

A333, dan , A341. Item tersebut mengandung pertanyaan ataupun

pernyataan yang dimaksudkan untuk mengungkap persepsi responden

Page 116: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

96

Universitas Indonesia

mengenai potensi nilai-nilai berbanjar, dan unsur kepemimpinan dalam setiap

kegiatan banjarnya. Item-item tersebut mest diperbaiki ataupun dapat

ditiadakan dari instrumen penelitian ini.

Nilai Alpha Cronbach yang juga diuji dalam pra penelitian survai

adalah instrumen yang ditujukan untuk mengukur persepsi masyarakat tentang

relasi koproduksi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, dalam

pengembangan usaha agribisnis masyarakat. Berdaasrkan test statistik didapat

nilai Alpha Cronbach sebesar 0,742 yang berarti telah memadai untuk

digunakan dalam penelitian survai. Mengingat ada dua item nilai alpha

cronbach if item deleted nya di atas 0,742, maka item nomor 6 dan 7

mengenai pembagian kerja antara elemen pembanguan dan juga pertanyaan

mengenai dominasi pengaruh antara pemerintah, swasta dan masyarakat,

mesti diperbaiki atau dihilangkan dari daftar pertanyaan.

Berikutnya adalah hasil uji reliabilitas variabel kapital sosial. Nilai

Alpha Cronbach yang didapat berdasarkan uji SPSS adalah sebesar 0,785

yang mencerminkan bahwa item-item yang digunakan dalam instrumen ini

juga telah memadai, yakni nilai alpa lebih besar dari 0,6. Sedangkan dilihat

dari nilai Cronbach Alpha if Item Deletednya, semua item berkorelasi positif

dan terdapat beberapa item yang memiliki nilai lebih besar dari nilai Alpha

Cronbach, yakni item JO3, dan JO5 mengenai jumlah organisasi yang

diikuti, status keangotaanya, dan jenis kegiatan organisasi yang diikuti.

Selain itu masih terdapat item yang mesti diperbaiki yakni Bond4, Linking 5

dan LS5, dan peran KS (item mengenai jaringan orgaisasi, bonding, linking,

lubang struktur, dan peran kapital sosial. Oleh karena itu, sebelum melakukan

penelitian survai maka pertanyaan-pertanyaan tersebut disempurnakan terlebih

dahulu.

Adapun uji reliabilitas untuk variabel Kapital Budaya menunjukkan

hasil yang memuaskan. Nilai Alpha Cronbach yang didapat adalah sebesar

0,811 yang mencerminkan bahwa item-item yang digunakan dalam instrumen

Page 117: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

97

Universitas Indonesia

ini juga telah memadai, yakni nilai alpa lebih besar dari 0,6 bahkan sedikit

lebih besar dari 0,8. Berdasarkan ouput pengolahan data uji coba instrumen

dapat dilihat nilai Cronbach Alpha if Item Deletednya, semua itemnya

berkorelasi positif dan terdapat beberapa item yang memiliki nilai lebih besar

dari nilai Alpha Cronbach, yakni item KB5 mengenai penghargaan terhadap

kepemilian benda, dan item KB6 tentang perbandingan kepemilikan alat-alt

produksi dengan anggota lannya. Oleh karena itu terdapat dua item dari

sebelas item yang harus diperbaiki atau dihilangkan dari daftar pertanyaan

instrumen, sehingga reliabilitas dan validitas instrumen dipandang memadai.

Variabel selanjutnya adalah Kapital Politik, yang berdasarkan output

SPSS uji reliabilitas menunjukkan hasil yang sangat memuaskan dengan nilai

Alpha Cronbach relatif besar yakni 0,870. Nilai ini menunjukkan bahwa dari

sebelas item yang ditanyakan kepada responden dalam instrumen ini sudah

sangat memadai. Akan tetapi hal itupun perlu dilihat berdasarkan nilai Alpha

Cronbach if Item Deleted untuk mengetahui apakah ada item yang harus

diperbaiki atau dihapus dari daftar pertanyaan. Berdasarkan output yang

didapat dari uji reliabilits ternyata nilai Cronbach Alpha if Item Deletednya,

semua itemnya berkorelasi positif dan terdapat tiga item yang memiliki nilai

lebih besar dari nilai Alpha Cronbach, yakni item KP3 (kebebasan

berkumpul dan berpendapat dalam setiap kegiatan banjar), item KP5

(ketergantungan anggota banjar terhadap perangkat banjar), dan item KP12

mengenai perspesi responden terhadap kapital politik menentukan kualitas

hidupnya. Oleh karena itu kedua item tersebut harus diperbaiki atau

dihilangkan dari daftar pertanyaan instrumen.

Kapital Ekonomi merupakan salah satu variabel yang mencerminkan

representasi kapital bagi anggota komunitas agribisnis berbasis banjar.

Variabel ini pun menunjukkan reliabilitas yang memadai, karena berdasarkan

hasil uji reliablitas dapat dilihat nilai Alpha Cronbachnya sebesar 0,816. yang

mencerminkan bahwa item-item yang digunakan dalam instrumen ini juga

Page 118: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

98

Universitas Indonesia

telah memadai, yakni nilai alpa lebih besar dari 0,6 bahkan sedikit lebih besar

dari 0,8, yang merupakan ambang batas minimal secara umum reliabilitas

penelitian sosial. Adapun nilai Alpha Cronbach if Item Deleted nya semua

item berkorelasi positif dan terdapat beberapa item yang memiliki nilai lebih

besar dari nilai Alpha Cronbach, yakni item KE1 dan Ke4 pertanyaan

mengenai total jumlah aset dan profesionalisme responden. Oleh karena itu

terdapat dua item yang harus diperbaiki atau dihilangkan dari daftar

pertanyaan instrumen, sehingga reliabilitas dan validitas instrumen dipandang

memadai.

Sementara, variabel dependent pada studi ini adalah Kualitas Hidup

(Quality of Life/QoL) dari komunitas agribisnis berbasis banjar. Berdasarkan

uji reliabilitas yang dilakukan, ternyata nilai Alpha Cronbach untuk variabel

ini sudah sangat memadai dengan nilai 0,930 yang menunjukkan bahwa

item-item yang digunakan instrumen untuk mengukur kualitas hidup adalah

memadai. Untuk mengetahui apakah ada item yang harus diperbaiki atau

dikeluarkan dari daftar pertanyaan maka perlu dilihat nilai Cronbach Alpha if

Item Deletednya. Semua item berkorelasi positif dan terdapat beberapa item

yang memlili nilai lebih besar dari alpha cronbach yakni item pendapatan,

pemenuhan kebutuhan primer 6, layananan publik 1, keamanan sosial 1, dan

makna hidup pertanyaan nomor 5.

Lebih lanjut, proses penelitian dilanjutkan dengan memperbaiki dan

menyempurnakan redaksional dari item-item yang harus diperbaiki

berdasarkan hasil uji coba instrumen penelitian. Pada proses ini tidak

dilakukan pengeluaran item, mengingat pertimbangan pentingnya semua item-

item dimaksud. Proses selanjutnya adalah kembali melakukan uji reliabilitas

intrumen penelitian berdasarkan hasil penelitian survai. Hal ini dimaksudkan

untuk menjaga konsistensi internal alat ukur. Sementara uji validitas tidak

diperlukan mengingat proses pengeluaran ataupun penyempurnaan sebuah

item dalam instrumen penelitian sekaligus merupakan proses validitas

Page 119: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

99

Universitas Indonesia

konstruk suatu instrumen penelitian (Neuman, 1977: 144). Oleh karena itu uji

reliablitas yang dilakukan untuk instrumen sekaligus merupakan proses untuk

melihat validitas instrumen penelitian.

Berdasarkan data hasil survai, maka hasil analisis uji reliabilitas

instrumen menunjukkan nilai yang berbeda dibandingkan hasil uji pada tahap

pretest (uji coba instrumen). Seluruh hasil uji reliabilitas instrumen penelitian

dengan data survai disajikan dalam Tabel Lampiran1. Uji terhadap peran

pemerintah meperlihatkan hasil yang memadai dengan nilai alpha Cronbach

sebesar 0,811. Beberapa item masih memiliki nilai alpha Croncabh if item

deleted di atas 0,811 yang berarti harus dikeluarkan dari instrumen. Dalam

penelitian ini hal itu tidak dilakukan karena pentingnya item-item itu untuk

tetap dimasukkan dalam analisis. Berikut ini akan dikemukakan hasil uji

SPSS tentang reliablitas masing-masing variabel penelitian, berdasarkan data

survai (Tabel 3.5).

Tabel 3.5. Nilai Alpha Cronbach Variabel-variabel Penelitian BerdasarkanData Hasil Survai, di Sanggalangit.

No. Variabel Nilai

Alpha Cronbach

1. Peran Pemerintah 0,811

2. Peran Swasta 0,832

3. Peran Masyarakat 0,817

4. Koproduksi 0,614

5. Kapital Sosial 0,870

6. Kapital Budaya 0,741

7. Kapital Politik 0,788

8. Kapital Ekonomi 0,603

9. Kualitas Hidup (QoL) 0,930

Ada pun hasil uji reliabilitas untuk variabel peran swasta juga

menunjukkan hasil yang memadai (Alpha Cronbach = 0,832). Pada variabel

Page 120: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

100

Universitas Indonesia

ini juga masih terdapat beberapa item yang semestinya dikeluarkan dari

instrumen tetapi tetap dipertahankan mengingat pentingnya item tersebut

untuk analisis yang akan dilakukan. Uji reliabilitas untuk variabel-variabel

yang lainnya juga relatif cukup memadai dengan menunjukkan nilai alpha

Cronbach di atas 0,6. Reliabilitas untuk variabel peran masyarakat nilai

alphanya adalah 0.817. Sementara untuk ko-produksi pemerintah, swasta, dan

masyarakat nilai alpha cronbachnya adalah 0,614.

Hasil uji reliabilitas data survai untuk masing-masing kapital juga

menunjukkan hasil yang memadai dengan nilai alpha Cronbach di atas 0,6,

masing-masing adalah: kapital sosial nilainya 0,870; kapital budaya 0.741;

kapital politik 0,788, serta variabel kapital ekonomi 0,603. Sedangkan

variabel dependent yakni kualitas hidup (QoL) menunjukkan hasil yang

sangat memadai dengan nilai alpha Cronbach sebesar 0,930.

Proses selanjutnya adalah memeriksa kenormalan data hasil survai.

Sesuai dengan kaidah utama analisis data menggunakan analisis regresi, maka

uji kenormalan data hasil survai hanya dilihat pada variabel utama penelitian

ini. Mengingat analisis statistik inferensia yang digunakan dalam studi adalah

regresi yang dilanjutkan dengan path analysys, maka menurut Weisberg

(1985: 156-160) maka uji kenormalan dilakukan terhadap variabel dependen

yang utama, dalam hal ini adalah variabel indogen, yakni variabel kualitas

hidup masyarakat (QoL). Setelah dilakukan pemeriksaan kenormalan ternyata

data hasil survai tidak normal, sehingga menurut Weisberg (1985) harus

dilakukan tranformasi data dengan metoda tranformasi nilai Lon (ln) dari data

survai. Uji kenormalan yang dilakukan terhadap data survai hasil

transformasi Ln variabel kualitas hidup adalah normal dengan p-value di atas

0,05 yakni 0,073 . Uji normalitas secara lengkap dituangkan dalam

Lampiran 3.

Page 121: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

101

Universitas Indonesia

BAB 4

KONSTRUKSI SOSIAL KOMUNITAS AGRIBISNISBERBASIS BANJAR DI BULELENG-BALI

Bab ini merupakan uraian hasil analisis mengenai dinamika

kehidupan sosial ekonomi masyarakat tineliti (subyek penelitian), yang erat

pertaliannya dengan dinamika pengembangan agribisnis pedesaan. Bagian ini

diawali dengan mendiskripsikan gambaran umum lokasi penelitian, yakni

Sanggalangit sebagai sebuah desa adat sekaligus desa admisnitratif yang tidak

terlepas dari bagian pemerintah daerah yang erat kaitannya dengan dinamika

pembangunan pada umumnya. Bagian ini selanjutnya membahas mengenai

struktur sosial masyarakat, yang diikuti dengan fokus pembahasan tentang

posisi dan peran banjar dalam pemerintahan propinsi Bali. Selanjutnya, Bab ini

membahas masalah utama yang dihadapi masyarakat pelaku agribisnis dalam

pengembangan usahanya, sehingga berdampak pada penguasaan kapital, yang

bermuara pada pencapaian kualitas hidup masyarakat. Pada konteks itu

diketengahkan uraian tentang kelenturan atau fleksibilitas sistem sosial banjar

sebagai bagian dari desa adat Sanggalangit dalam mewadahi kegiatan

pembangunan, termasuk Prima Tani sebagai suatu unsur pembangunan yang

diinisiasi pemerintah.

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.

Sanggalangit adalah desa dengan karakteristik wilayah pertanian yang

secara geografis terletak di daerah pinggiran pantai Bali Utara-Bali Barat.

Wilayah desa ini dilalui jalan propinsi dari arah Singaraja ibu kota Kabupaten

Buleleng menuju Gilimanuk, yakni pelabuhan laut tempat penyeberangan dari

Bali menuju Jawa. Desa Sanggalangit memiliki luas wilayah 1.950 Ha

dengan jumlah penduduk sebanyak 4 216 jiwa, atau lebih kurang 965 kepala

keluarga (KK) dengan mata pencaharian sebagian besar pada sektor

pertanian. Sementara, jarak Sanggalangit dari pusat kecamatan Gerokgak

Page 122: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA
Page 123: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

103

Universitas Indonesia

kesan itu perlahan memudar. Di sebelah timur di sepanjang sisi kiri jalan

tampak areal ladang perkebunan jagung dan beberapa tanaman palawija

lainnya. Kesan bahwa masyarakat Sanggalangit lebih cenderung sebagai

komunitas pertanian akan lebih terasa jika kita mulai memasuki pusat desa

dan banjar-banjar di Sanggalangit. Hampir seluruh jalan desa telah diaspal,

dan disepanjang kiri dan kanan jalan desa tampak ladang-ladang pertanian

diselingi beberapa kandang ternak, terutama sapi Bali (Gambar 4.2).

Page 124: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

104

Universitas Indonesia

Secara historis, perkembangan pertanian di Sanggalangit pada

awalnya bercirikan pertanian konvensional dengan membudidayakan tanaman

dan ternak secara subsisten untuk pemenuhan kebutuhan pokoknya. Tanaman

yang mereka usahakan adalah palawija (jagung dan kacang-kacangan),

tanaman hortikultura (mangga dan pisang) serta ternak (Sapi Bali, babi Bali

dan ayam buras). Ada pun jagung merupakan komoditas utama yang

diusahakan petani Sanggalangit sebagai sumber pangan dan sekaligus sumber

pakan bagi ternak mereka.

Gambar 4.2 juga menjelasakan bahwa desa adat Sanggalangit terdiri

dari empat (4) banjar yakni banjar Taman Sari, Banjar Wana Sari, Banjar

Kayu Putih, dan Bajar Tukad Pule. Masing-masing banjar dipimpin oleh

seorang “kelian adat” yang bertanggung jawab kepada “Bendesa Adat” selaku

pemimpin desa adat. Sanggalangit juga merupakan “Desa Dinas” yang

merupakan bagian dari struktur kepemerintahan formal dibawah kecamatan.

Dalam hal ini, Desa Sanggalangit terdiri dari 9 (sembilan) RT, yakni RT 01

dan 02 yang identik dengan banjar Kayuputih. Kemudian ada RT 3 dan RT 4

yang berada pada wilayah banjar Taman Sari. Lantas ada RT 5 dan RT 6

yang merupakan banjar Wana Sari. Sedangkan RT 7, RT 8 dan RT 9 adalah

banjar Tukad Pule. Di Banjar Tukad Pule, terdapat satu RT yakni RT 9 yang

penduduknya hampir 100% merupakan muslim (Pemeluk Agama Islam).

4.2. Profil Demografi Masyarakat Sanggalangit.

Merujuk pada realitas yang ada, sebagian besar dari 965 kepala

keluarga masyarakat Sanggalagit menggeluti bidang pertanian. Dominannya

mata pencaharian penduduk dalam sektor pertanian terkait dengan pendidikan

penduduk, khususnya kepala rumahtangga yang relatif rendah. Sebagian

besar adalah berpendidikan Sekolah Dasar (86,21%), dan hanya sekitar 18

orang yang berpendidikan diploma ataupun sarjana. Selebihnya adalah

berpendidikan SLTP dan SLA masing-masing sekitar 6,92% dan 6,18 %

(Tabel 4.1 )

Page 125: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

105

Universitas Indonesia

Page 126: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

106

Universitas Indonesia

4.3. Struktur Sosial Masyarakat.

Struktur sosial merupakan salah satu dimensi utama dalam mencermati

sistem sosial, disamping aspek kultural dari suatu masyarakat. Struktur

masyarakat secara umum diwarnai oleh beberapa aspek, yakni sistem

ekonomi masyarakat, sisem integrasi, sistem religi masyarakat, dan sistem

stratifikasi masyarakat. Studi ini berupaya menjelaskan aspek-aspek

tersebut untuk mendiskripsikan secara umum gambaran sosial masyarakat

Sanggalangit, sebelum masuk pada pembahasan pokok tentang penguasaan

kapital yang dipersepsikan masyarakat dan pengaruhnya terhadap kualitas

hidup masyarakat.

4.3.1. Sistem Perekonomian Masyarakat Sanggalangit.

Sejak berkembangnya desa Sanggalangit sebagai suatu sistem sosial,

sebagian besar warganya menggantungkan sistem perekonomiannya pada

sektor pertanian. Menurut data yang diperoleh dari Kantor Desa, sebagian

besar petani tergolong petani lahan sempit dengan penguasaan lahan di bawah

0,5 Ha. Rata-rata pemilikan lahan adalah 0,33 Ha, dan sebagian petani

bahkan tergolong sebagai petani tuna kisma, yakni petani penggarap. Sektor

pertanian yang menghandalkan jagung sebagai komoditas utama dan sapi

sebagai ternak utama, menampakan sistem perekonomian masyarakat yang

kurang berkembang. Tingkat produktivitas pertanian relatif rendah, sehingga

sebagian besar masyarakat tergolong miskin (Laporan BPTP Bali, 2008).

Secara struktural sistem ekonomi yang ada menyebabkan terjadinya satu

kesatuan golongan kelas ekonomi yang relatif sama. Bahkan ditinjau dari

pendapatan sebelum berkembangnya usaha agribisnis yang didukung Prima

Tani, dan tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat terkonsentrasi dalam

satu kategori, yakni kategori rendah. Lebih dari 80 % penduduknya

berpendidikan SD dan sebagian kecil sisanya berpendidikan menengah hingga

Page 127: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

107

Universitas Indonesia

pendidikan tinggi yang hanya kurang dari 10%. Oleh karena itu, berdasarkan

sistem ekonomi yang berkembang, struktur masyarakat relatif homogen.

Gejala semakin bergeraknya perekonomian masyarakat Sanggalangit

baru terasa semenjak beberapa tahun belakangan ini. Salah satu faktor

penggerak perekonomian itu adalah dengan mulai maraknya perkembangan

lembaga-lembaga perekonomian desa. Koperasi misalnya, adalah salah satu

lembaga pendukung perekonomian masyarakat yang akhir-akir ini banyak

mendukung perekonomian masyarakat. Berbagai sumber mengemukakan

bahwa maraknya perkembangan usaha agribisnis di Sanggalangit, juga

ditengarai sebagai penggerak roda perekonomian masyarakat. Perkembangan

yang relatif pesat, ditandai dengan berkembangnya usahatani jagung dan

ternak sapi sebagai dampak dari implementasi Prima Tani di Sanggalangit.

Selain Koperasi, tumbuhnya berbagai kelompok tani dan kelompok peternak

sangat mewarnai perkembangan ekonomi di Sanggalangit. Tidak dapat

diabaikan, bahwa peran lembaga perkreditan desa juga sangat menonjol dalam

mendukung usahatani yang dijalankan masyarakat. Usahatani yang semakin

hari menunjukkan kemajuan, merupakan andalan perekonomian masyarakat,

yang bukan saja sebagai sumber nafkah keluarga, melainkan sudah mulai

mengarah pada usaha yang lebih berorientasi ekonomi.

4.3.2. Sistem Integrasi dan Religi Masyarakat Sanggalangit.

Sementara itu, sistem integrasi yang menonjol di Sanggalangit adalah

adanya sistem sosial banjar yang mengikat masyarakat dalam satu kesatuan

tempat tinggal yang terikat nilai-nilai tradisi. Sistem kekerabatan merupakan

salah satu unsur yang sangat menentukan sistem integrasi masyarakat.

Kelompok kekerabatan ini terdiri dari keluarga-keluarga dalam satu klen

(clan) berdasarkan riwayat keturunannya, dan lebih lanjut membentuk satu

“dadia” yang umumnya terikat dalam satu “pura tempat pemujaan bersama”

sistem kekerabatan dimaksud. Ikatan kekerabatan memiliki suatu ikatan

sosial yang masih kuat (strong ties), solidaritas yang relatif kuat, dan dicirikan

Page 128: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

108

Universitas Indonesia

juga oleh nama marga (farm). Hal ini masih dijaga oleh anggotanya dengan

mencantumkan “farm” nya sebagai nama depan dari seseorang anggota sistem

kekerabatan tertentu. Nama-nama farm yang menojonjo misalnya Pasek”,

“Pande”, “Sangging”, dan yang lainnya.

Struktur sosial yang menonjol dicirikan juga oleh sistem religi dalam

masyarakat. Desa Sanggalangit secara administrasi terbagi dalam empat

banjar dinas, yang terdiri dari sembilan kelompok. Sebutan “kelompok”

ternyata menurut hemat peneliti sepadan dengan istilah “tempekan” untuk

sebutan bagian wilayah banjar yang jika dipadankan dengan sistem

pemerintahan daerah adalah setingkat RT. Dari sembilan kelompok (RT),

ternyata pada satu kelompok (RT) di Sanggalangit ditemui satu kelompok

masyarakat yang memeluk agama Islam, selebihnya adalah pemeluk agama

Hindu. Secara umum struktur sosial ditinjau dari sistem religinya juga relatif

homogen. Struktur sosial masyarakat tersebut, terbaur dalam satu ikatan

sosial dalam wadah banjar, yakni organisasi tradisi yang sangat erat

pertaliannya dengan masyarakat Bali pada umumnya. Meskipun terdapat satu

kelompok pemeluk Islam, secara umum dalam kegiatan banjar mereka

berbaur dengan “kerama banjar” atau anggota banjar lainnya, yang sebagian

besar memeluk agama Hindu. Kegiatan banjar yang bersifat “pelemahan”

atau yang bersifat sosial kemasyarakatan, tetap melibatkan seluruh anggota

banjar. Tidak dibedakan anggota yang memeluk agama Islam ataupun Hindu.

Salah satu informan menuturkan bahwa setiap kegiatan gotong royong di

desa, maka seluruh “kerama banjar” akan berbaur dan bahu-membahu

menyelesaikan pekerjaan bersama, demi kepentingan bersama. Jelas tampak

sistem integrasi dalam banjar mampu menyatukan kepentingan bersama, bagi

setiap anggotanya.

4.3.3. Sistem Stratifikasi Masyarakat.

Mencermati aspek struktural masyarakat di Sanggalangit, tentunya

tidak dapat dilepaskan dari penjelasan mengenai sistem stratifikasi sosial.

Page 129: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

109

Universitas Indonesia

Masyarakat Bali pada umumnya telah sedemikian lekat dengan sistem

stratifikasi sosial berdasarkan kasta. Sistem stratifikasi ini sejatinya

menekankan aspek okupasi yang dalam studi Sosiologi dianggap sebagai

kriteria dasar dari studi stratifikasi. Dalam konteks ini, sistem stratifikasi

sosial masyarakat di Bali disusun berdasarkan jenis pekerjaan masyarakatnya,

meskipun pada kenyataannya terdapat gejala kesalahpahaman atas konsep

kasta itu sendiri. Sistem kasata sering dimaknai sebagai sistem pelapisan

sosial berdasarkan status kelahiran (bersifat generatif) yang diturunkan dari

orang tuanya, sehingga permeabilitasnya relatif tertutup. Hal ini berbeda

dengan sistem stratifikasi yang memiliki permeabilitas terbuka, seperti di

Jakarta. Sutjatmiko (1996) mengemukakan hasil studinya bahwa ternyata

permeabilitas sistem stratifkasi masyarakat Jakarta relatif terbuka dan sistem

stratifikasinya bersifat multi strata berdasar okupasi yang tentunya

bertentangan dengan pendekatan Marxist yang memandang dikotomi dalam

stratifkasi (kelas yang memiliki dan tidak memiliki alat produksi).

Pada dasarnya sistem stratifikasi kasta di Bali terdiri dari empat kelas

yakni: (i) Brahmana yang menekuni perkerjaan di bidang keagamaan, (ii)

Kastria, kelas yang lebih menekankan profesinya dibidang kepemerintahan;

(iii) Weisya, adalah golongan karya yang menekuni usaha perekonomian, dan

(iv) Sudra, sebagai kelas masyarakat yang menghandalkan kekuatan fisik dan

ketaatan dalam bekerja membantu ketiga kelas yang disebutkan sebelumnya

(Santeri dan Wiana, 1982). Masyarakat Sanggalangit secara umum memaknai

stratifikasi sosial, terutama sistem kasta hanya berupa nilai tradisi yang tetap

dijaga tetapi tidak dipandang sebagai suatu yang berperan penting dalam

mempengaruhi kegiatan sosial ekonomi masyarakat saat ini. Pada beberapa

even, stratifikasi sosial masih dianut dan dikondisikan sebagai nilai-nilai

tradisi yang diwarisi dari pendahulunya. Akan tetapi, seiring dengan

dinamika masyarakat yang dikaitkan dengan kegiatan ekonomi saat ini,

stratifikasi sosial berdasarkan kasta yang dipahami saat ini, tidak lagi menjadi

penentu keberhasilan aktor dalam menjalani kegiatan sosial ekonominya.

Page 130: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

110

Universitas Indonesia

Menurut beberapa informan dan didukung hasil pengamatan peneliti di

lapangan, hal itu didukung beberapa fakta empiris seperti penjelasan berikut.

Bahwa sebagian besar masyarakat telah memahami konsep “kasta” yang

sesuai dengan konsep agama Hindu yang dianutnya. Jika merujuk pada

sistem kasta yang sesuai dengan konsep kasta terdahulu, maka masyarakat

Sanggalangit terdiri dari dua golongan yaitu golongan “pragusti” yang sejajar

maknanya dengan kaum “weisya” dan golongan “jaba” yang ditandai gelar

nama “Gde, Putu, Made, Nyoman, Ketut” yang sejajar maknanya dengan

kaum “Sudra”. Interaksi antar kedua golongan itu, berjalan relatif harmonis

melali hubungan kerja usahatani atau sistem agribisnis di Sanggalangit.

Dinamika masyarakat yang ditandai dengan semakin berkembangnya

demokrasi dan globalisasi, membawa masyarakat Sanggalangit tidak lagi

memandang kasta sebagai suatu sistem stratifikasi sosial yang sedemikian

kaku. Akan tetapi, sebagai warisan budaya generasi pendahulunya,

masyarakat Sanggalangit tetap menempatkan sistem kasta sebagai suatu aspek

yang harus ditaati dalam konteks agama dan juga dalam berkehidupan sosial

yang berbasis banjar.

4.4. Dimensi Sejarah dan Konflik dalam Masyarakat.

Desa Sanggalangit merupakan desa dinas sekaligus desa adat yang

penduduknya sebagian besar adalah pendatang. Sebagian besar atau lebih

60% penduduk berasal dari Desa Seraya, Kabupaten Karangasem (KW,

September 2009). Selebihnya adalah penduduk asli dan juga pendatang dari

Kecamatan Seririt yang “Ngarangin” di Sanggalangit. Ngarangin adalah

istilah untuk penduduk pendatang yang membeli ataupun mewarisi lahan

pekarangan atau tanah milik leluhurnya, yang kemudian ditempati sebagai

rumah hunian keluarganya. Sedangkan pendatang dari Seraya menempati

lahan dengan “Nerabas”. Nerabasadalah kegiatan perambahan lahan untuk

selanjutnya dihuni dan sekaligus digunakan sebagai lahan pertanian. Baik

pendatang dari daerah sekitar maupun yang datang dari Seraya, bahu-

Page 131: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

111

Universitas Indonesia

membahu dan berinteraksi dalam kegiatan berladang, yang masih

konvensional dengan menghandalkan usaha perladangan jagung dengan

teknik budidaya seadanya. Berlandaskan budaya kedua kelompok pendatang

yang masih diwarnai oleh nilai-nilai sistem kerama banjar, seperti umumnya

masyarakat Bali, maka perkembangan desa semakin diwarnai rasa

kebersamaan. Umumnya, pendatang dari kelompok pertama yang menghuni

wilayah di Sanggalangit dengan cara “Nerabas” adalah petani yang terpaksa

meninggalkan daerah asalnya untuk mengadu nasib di tempat lain. Dalam

pandangan masyarakat Bali, hal itu dikenal dengan istilah “Ngumbara” yakni

pergi merantau untuk memperjuangkan kehidupannya. Pada konteks itu

terdapat semacam spirit untuk hidup, dilandasi rasa ingin berjuang, bertahan,

dan meningkatkan kehidupannya. Sementara kelompok pendatang yang

kedua, adalah pendatang dari daerah sekitar, terutama dari Seririt. Terkait

dengan itu, salah satu informan mengemukakan bahwa sampai saat ini

penguasaan lahan di Sanggalangit juga masih ada yang dikuasai dan dimiliki

oleh penduduk luar desa, termasuk dari Seririt. Jika dipandang dari sistem

“kasta” seperti yang dikemukakan pada subbab sebelumnya, tampak bahwa

terdapat dua ketegori dalam pelapisan sosial masyarakat, yakni pendatang

dengan “Ngumbara” adalah kaum “Sudra” sebagai pekerja dan petani,

sementara pendatang dari Seririt yang “ngarangin” di Sanggalangit adalah

kaum “Weisya” yakni kaum wiraswasta yang relatif memiliki modal berupa

lahan pertanian. Dalam perkembangan terakhir seiring dengan semakin

maraknya dinamika pembangunan, maka saat ini di Sanggalangit juga dapat

ditemui pendatang baru, bahkan ditinjau dari agamanya pun berbeda dengan

penduduk sebelumnya. Penduduk itu adalah pemeluk Islam yang tinggal di

RT 9, yang masih termasuk dalam banjar Tukad Pule, Desa Sanggalangit.

Kehadiran pendatang “kelompok ke tiga” ini lebih banyak disebabkan karena

perkembangan dermaga kapal-kapal kecil semacam pelabuhan di Desa

Telukan Bawang, yakni desa tetangga Sanggalangit yang berjarak sekitar

Page 132: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

112

Universitas Indonesia

tujuh kilometer. Sebagian besar dari mereka adalah nelayan dan pedagang

ikan di Telukan Bawang dan berdomisili di Sanggalangit.

Gambaran struktur masyarakat Sanggalangit yang dikemukakan di

atas, ternyata tidak menimbulkan gesekan-gesekan yang berarti. Informasi

dari sumber data penelitian ini (KW, dan beberapa informan lainnya)

menyatakan bahwa wadah banjar sebagai persekutuan hidup bersama ternyata

mampu mengikat dan mempersatukan mereka. Menurut mereka, seluruh

anggota banjar baik pemeluk Hindu maupun agama lainnya, dalam seluruh

kegiatan hak dan kewajibannya sebagai anggota banjar dinas, adalah sama

dengan anggota banjar lainnya. Hak dan kewajiban akan berbeda dan diatur

oleh banjar adat dalam hal kegiatan “Parahyangan” yakni kegiatan keagamaan

dalam konteks Hindu. Kegiatan yang terutama menyangkut kegiatan

pelemahan adalah sama. Kegiatan pelemahan adalah kegiatan sosial

masyarakat seperti gotong royong, tedun atau ngayah di banjar juga sama

dengan anggota lainnya. Jadi sebenarnya “banjar” disini lebih dominan

perannya dalam kegiatan masyarakat yang bersifat keagamaan dan adat saja,

meskipun juga saat ini mulai diberdayakan pemerintah untuk mewadahi

kegiatan-kegiatan lainnya. Oleh karena itu banjar juga merupakan wadah

kesatuan hidup warga, perkumpulan sosial, ataupun organisasi sosial

tradisional yang berfungsi mengatur kerjasama antar anggota banjar dalam

kegiatan keagamaan, adat, pemerintahan, bahkan kegiatan ekonomi yang

dilandasi rasa kekeluargaan, gotong royong dan kebersamaan. Berlandaskan

nilai-nilai banjar yang kemudian dituangkan dalam awig-awig ternyata

mampu membawa kerama banjar ke arah tujuan bersama tanpa menimbulkan

konflik dalam masyarakat.

4.5. Banjar dan Posisinya dalam Pemerintahan di Propinsi Bali.

Penetapan Propinsi Bali sebagai daerah penelitian diakukan secara

sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan beberapa aspek, terutama

menyangkut dinamika pembangunan pertanian umumnya, serta

Page 133: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

113

Universitas Indonesia

pengembangan sistem dan usaha agribisnis secara khusus yang dikaitkan

dengan kesejahteraan masyarakat. Pertimbangan utama dari pemilihan lokasi

penelitian juga didasari atas kondisi pembangunan pertanian saat ini yang

cenderung menampakkan gejala semakin terpinggirkannya pembangunan

pertanian, sebagai akibat dari semakin pesatnya pembangunan sektor lainnya,

serta kendala semakin berkurangnya tenaga kerja sektor pertanian maupun

menurunnya dukungan kualitas sumberdaya pertanian. Saat ini, Bali

menghadapi semacam dilema yang mengarah pada dualisme pandangan antara

yang menekankan pembangunan melalui pelestarian budaya dan “keajegan”

Bali sebagai kelompok inward looking, dengan pandangan kelompok yang

mementingkan peningkatan keterbukaan (kelompok outward looking) dalam

pembangunan, terutama di sektor pengembangan pariwisata. Dualisme

pandangan itu, semakin terbuka dan diwacanakan dalam berbagai kesempatan

diskusi perencanaan pembangunan maupun diekspose dalam berbagai media

cetak maupun elektronik di Bali.

Sebelum lebih lanjut memaparkan fenomena dinamika pengembangan

agribisnis yang dikaitkan dengan representasi kapital dan kualitas hidup

(Quality of Life/QoL) komunitas banjar, peneliti perlu mengemukakan

bahwa dalam studi ini salah satu teknik pengumpulan data kualitatif yang

diterapkan adalah dengan melakukan wawancara mendalam, selain observasi

lapangan di lokasi penelitian. Pemahaman dan inter-subyektifitas antara

peneliti dengan subyek penelitian (tineliti) terhadap pemaknaaan realitas

sosial antara lain saya lakukan dengan mengintegrasikan pengalaman peneliti

dengan subyek penelitian. Pengalaman peneliti dalam konteks ini meliputi

upaya mengumpulkan, mengingat, dan menafsirkan kembali pengalaman

pribadi peneliti sebagai subyek sistem sosial, dalam hal ini sistem sosial

banjar di Bali, sehingga peneliti lebih dapat memahami berbagai ragam aspek

sosial dalam komunitas banjar yang diteliti. Beberapa aspek saya yakini dapat

mempermudah dan membantu peneliti, yakni peneliti merupakan subyek

kebudayaan dari komunitas banjar, sehingga peneliti menjamin adanya

Page 134: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

114

Universitas Indonesia

kesamaan bahasa antara peneliti dengan tineliti, sehingga dapat memperkecil

resiko kekeliruan tafsir atas upaya memahami makna tindakan sosial aktor

dalam komunitas agribisnis. Kemudian aspek tujuan, yaitu pengumpulan dan

penafsiran kembali pengalaman pribadi subyek peneliti bertujuan untuk

memahami berbagai aspek sosial dalam komunitas subyek tineliti. Terakhir

adalah aspek kegiatan, bahwa pengumpulan dan penafsiran kembali

pengalaman pribadi peneliti meliputi seluruh pengetahuan, sikap, dan

tindakan peneliti sebagai subyek sistem sosial banjar. Ketiga aspek itu sesuai

dengan kegiatan penelitian ini, mengingat studi ini dilakukan pada komunitas

banjar di Bali, sementara peneliti adalah salah seorang anggota komunitas

Banjar di Bali, mengingat peneliti lahir dan besar hingga mengenyam

pendidikan sekolah menengah pertama di Bali. Peneliti lahir di sebuah banjar

di Kabupaten Bangli (bahkan mungkin kurang lazim, dalam dokumen resmi

akte kelahiran peneliti disebutan tempat lahir di Banjar Pule, Kecamatan

Bangli), salah satu kabupeten di Bali yang lokasinya lebih kurang berkisar 79

kilo meter dari lokasi penelitian di Kabupaten Buleleng. Selepas pendidikan

sekolah menengah pertama, peneliti melanjutkan studi pada salah satu

Sekolah Mengenah Atas Negeri di Bogor, dan lebih lanjut menempuh studi di

suatu perguruan tinggi negeri di Bogor, dan hingga saat ini menetap di Bogor.

Meskipun demikian, peneliti masih terikat sebagai anggota salah satu

komunitas banjar di Bali, dan pada setiap kesempatan yang ada selalu

berkunjung ke lokasi banjar peneliti, terutama dalam memenuhi kepentingan

ber”adat” dan berkehidupan agama Hindu di Bali. Pengalaman pribadi

sebagai salah satu anggota banjar secara keseluruhan memudahkan peneliti

untuk memahami kehidupan komunitas banjar di Bali. Dengan demikian

peneliti tidak mesti belajar terlalu keras untuk memahami sistem sosial banjar,

mengingat sebagian besar hal-hal itu telah terinternalisasi dalam diri peneliti,

sehingga peneliti meyakini bahwa pemahaman atas realitas sosial subyek

penelitian akan menjadi valid, karena saya sebagai peneliti sekaligus

merupakan “instrumen” dalam studi mengenai dinamika pembangunan

Page 135: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

115

Universitas Indonesia

pertanian, khususya pengembangan agribisnis berbasis banjar dan

pengaruhnya terhadap QoL.

Dinamika pembangunan di Bali tidak terlepas dari keberadaan banjar

sebagai organisasi tradisional yang sedemikian eksis pada hampir seluruh

wilayah di Bali. Banjar sebagai unit organisasi tradisional sedemikian dikenal

dan melekat, diakui, dihargai dan ditaati sebagai wadah berkehidupan sosial

oleh masyarakat Bali, hingga hampir seluruh aktivitas aktor komunitas banjar

sangat diwarnai oleh keberadan banjar itu sendiri. Setiap warga banjar sangat

tergantung dengan banjarnya, yang erat pertaliannya dengan adat dan agama

Hindu yang dianut masyarakat Bali. Berikut ini adalah hasil wawancara

mendalam dengan informan penelitian, yang intinya mengemukakan

sedemikian tingginya ikatan warga dengan banjarnya.

“Sejak baru lahir hingga saatnya nanti pergi ke karang wayah (meninggal dunia),

seseorang warga banjar akan selalu terikat dalam kehidupan adat dan agama Hindu

Bali. Sejak berabad-abad yang silam hingga saat ini, ikatan sosial dan solidaritas

komunitas banjar di Bali dikenal sedemikian kuatnya mempengaruhi segala

aktivitas anggotanya, bahkan banjar sering kali merupakan bagian dari

pembangunan masyarakat”, demikian penjelasan beberapa warga (informan)

dalam satu kesempatan wawancara (KW dan KS, September 2009). Lebih lanjut

juga dijelaskan bahwa: “Banjar merupakan organisasi tradisi masyarakat

Bali pada umumnya, meskipun terdapat sedikit perbedaan antar

“banjar” di beberapa daerah di Bali sejalan dengan dinamika

perkembangan jaman. Tetapi pada dasarnya banjar merupakan

perkumpulan atau wadah masyarakat Bali dalam melaksanakan

kegiatan: (i) kegiatan yang terkait dengan Parahyangan, yaitu kegiatan

yang terkait dengan hubungan manusia dengan Tuhan yang dilandasi

Agama Hindu; (ii) kegiatan Pelemahan, yakni aktivitas masyarakat

Bali yang terkait dengan berwilayah (administrasi pemerintahan); serta

(iii) aktivitas Pawongan, kegiatan yang berhubungan dengan

Page 136: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

116

Universitas Indonesia

kemasyarakatan. Kegiatan pertama sangat kental dengan nuansa

Hindu dan kegiatan kedua maupun ketiga merupakan kegiatan yang

kental dengan kehidupan sosial ekonomi masyarakat” demikian

pengungkapan salah satu tokoh masyarakat di lokasi penelitian yang

peneliti catat dalam field notes dan personal journal dalam wawancara

pendahuluan penelitian ini.

Pada dasarnya banjar berada di bawah desa, yakni banjar adat di

bawah keberadaan bendesa desa adat, sementara banjar dinas setingkat Rukun

Warga/RW berada di bawah pemerintahan desa. Seseuai dengan Undang-

Undang RI Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah

dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 yang lebih lanjt mengaur tetang

pemerintahan desa, maka desa berhak mengatur rumahtangganya sendiri.

Sementara itu, pada tahun 1981 terbitlah Peraturan Menteri Dalam Negeri

(Permendagri No.5/1981) tentang pembentukan dusun dalam desa, atau

lingkungan dalam kelurahan), maka dusun atau lingkungan yang dimaksud

untuk wilayah pemerintahan desa di Bali adalah banjar, seperti yang diatur

dalam PERDA Bali Nomor 06 Tahun 1986. Sejatinya, sebelum perundang-

undangan mengenai pemerintahan desa ataupun kelurahan dan perangkat di

bawahnya terbit, banjar sudah ada dan dikenal masyarakat Bali sejak

berabad-abad yang lampau (Gambar 4.3).

Page 137: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

117

Universitas Indonesia

PemerintahKabupaten-Kabupaten

PemerintahPropinsi Bali

Kecamatan

Desa Dinas/Kelurahan

Banjar Dinas/Dusun

Desa Adat

Banjar Adat Banjar Adat

Desa Adat

Anggota KomunitasBanjar (Kerama Banjar) Garis Koordinasi: ------

Garis Komando _____

Gambar. 4.3. Struktur Pemerintahan Desa dan Kedudukan Banjar di Bali(Disarikan dari berbagai sumber, terutama Perda BaliNo.06/1986)

Pengakuan dan eksistensi banjar sebagai unsur pembangunan semakin

meningkat, bahkan terdapat kesan semakin pentingnya peran banjar dalam

pembangunan dikuatkan dengan terbitnya PERDA Bali No.06/1986 yang juga

mengatur kedudukan, fungsi, dan peran Desa Adat sebagai kesatuan hukum

adat di Bali. Sebelumnya, terdapat peraturan perundang-undangan (PERDA

Bali No.18/Kesra.II/C.119/1979) yang mengatur mengenai adanya Majelis

Pembina Lembaga Adat (MPLA) yang berfungsi melakukan penataan,

pembinaan, dan pengembangan terhadap organisasi kemasyarakatan

khususnya desa dan banjar adat mulai dari tingkat propinsi, kabupaten, hingga

kecamatan.

Page 138: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

118

Universitas Indonesia

Dalam kerangka penyelenggaraan pemerintahaan yang terkait dengan

dinamika pembangunan nasional, maka banjar berperan secara partisipatif.

Berdasar bekal semangat “ngayah” yang identik dengan sifat

kegotongroyongan dan bhakti terhadap Tuhan berdasar nilai-nilai dan potensi

banjar yang ada, sifat kemandirian, keswadayaan, kebersamaan, dan ikatan

tradisi yang kuat, maka banjar tampak interaktif dalam dinamika

pembangunan.

“Rasa semangat berbanjar bagi kami ‘kerama banjar’ (warga) banjar

terus dipertahankan dan ditingkatkan, seiring dengan semakin

tingginya penghargaan yang diterima sebagai tanda keberhasilan

banjar kami mendukung segala kegiatan pembangunan. Ini kelihatan

saat dalam berbagai lomba desa ataupun lomba kelompok usahatani

kami disini, baik ditingkat kabupaten maupun propinsi, sering

diperhitungkan”. Pernyataan ini peneliti catat dari hasil percakapan

kami secara spontan dalam kesempatan bertemu dengan beberapa

petani anggota banjar, baik dalam pertemuan informal di lahan

pertanian, di rumahnya, serta dalam kesempatan formal pertemuan

kelompok (Hasil Wawancara, September 2009)

Prestise dan penumbuhan rasa semangat berbanjar tampak memiliki

kecendrungan yang semakin meningkat dengan adanya tantangan dari luar,

seperti halnya dalam mengikuti berbagai lomba yang diselenggarakan

lembaga tertentu dalam lingkup pemerintah propinsi maupun kabupaten.

Lomba desa yang masih secara berkesinambungan diselenggarakan juga dapat

digunakan sebagai instrumen untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan

ataupun kegagalan desa adat dan desa dinas dalam membangunan, sekaligus

dapat menggambarkan kemampuan banjar menggerakkan potensinya,

partisipasi anggota komunitasnya, interaksi, maupun ko-aksi warga banjar.

Hal ini tidak terlepas dari pengamatan peneliti selama pelaksanaan penelitian.

Page 139: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

119

Universitas Indonesia

Pada konteks penyelenggaraan pemerintahan desa yang didalamnya

terkandung potensi dan peran banjar, terdapat satu fenomena yang berbeda

dengan kebanyakan desa dan banjar di Bali, yakni mengenai homogenitas

anggota komunitas yang ditinjau dari sudut agama yang dipeluknya. Aspek

ini perlu ditekankan mengingat sepanjang pengetahuan peneliti, umumnya

banjar-banjar di Bali anggotanya adalah pemeluk Hindu. Pada satu

kesempatan wawancara dengan informan, ternyata dilokasi penelitian ada

banjar yang beranggotakan dari pemeluk agama lain.

“Dalam hal ini, Desa Sanggalangit terdiri dari 9 (sembilan) RT, yakni

RT 01 dan 02 yang identik dengan banjar Kayuputih. Kemudian ada

RT 3 dan RT 4 yang juga adalah banjar Taman Sari. Lantas ada RT 5

dan RT 6 yang merupakan banjar Wana Sari. Sedangkan RT 7, RT 8

dan RT 9 adalah banjar Tukad Pule. Di banjar Tukad Pule, satu RT

yakni RT 9 adalah RT yang penduduknya adalah hampir 100%

merupakan muslim (Pemeluk Agama Islam)”,demikian penjelasan

informan (KW, September 2009) dalam kesempatan wawancara

dengan peneliti.

Selain mengenai identitas keagamaan yang dipeluk oleh anggotanya,

ternyata masyarakat di Sanggalangit mengenal istilah “RT” (Rukun Tetangga)

yang sering dijumpai pada komunitas masyarakat di luar Bali, terutama di

Jawa. Meskipun demikian, menurut pengamatan dan penjelasan beberapa

informan, semangat berbanjar masih tetap terjaga meskipun partisipasi warga

banjar non Hindu hanya terfokus pada aktivitas banjar yang bersifat

“pelemahan” atau kegiatan-kegiatan administrasi kepemrintahan, gotong

royong, dan aktivitas lain dalam kehidupan sosial ekonomi warga, disamping

aktivitas banjar yang bersifat “pewongan” yang terkait dengan hubungan antar

manusia, yakni aktor anggota komunitas banjar. Khusus untuk aktivitas

Page 140: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

120

Universitas Indonesia

banjar yang sifatnya “keparahyangan” yakni aktivitas yang terkait keagamaan

dan adat, maka hanya didukung oleh warga banjar yang beragama Hindu.

Dalam kerangka penyelenggaraan pemerintahan dan partisipasi pembangunan,

tidak tampak dan belum ada gesekan yang berarti, termasuk dalam

mendukung program pembangunan sektor pertanian, khususnya

pengembangan sistem dan usaha agribisnis pedesaan di Bali.

4.6. Fleksibilitas Banjar dalam Mewadahi Kebijakan PembangunanPertanian Terpadu di Bali.

Pemberdayaan potensi banjar dalam pembangunan pertanian di Bali

sering dijadikan pertimbangan utama, mengingat banjar memiliki

kecendrungan sebagai organisasi tradisi masyarakat Bali yang bersifat lentur

atau fleksibel mewadahi segala aktivitas warganya, yang masih lekat dengan

nilai-nilai dan semangat tradisinya. Pada kerangka itu, beberapa aspek yang

menjadi fokus perhatian secara umum meliputi unsur potensi fisik banjar,

unsur nilai banjar, kepemimpinan dalam banjar, dan sumberdaya manusia

banjar. Unsur fisik banjar pada hakekatnya merupakan sarana fisik yang

mendukung segala kegiatan banjar. Berdasarkan pengamatan, hampir semua

banjar di Bali memiliki balai banjar, yang merupakan wahana bertemunya

warga banjar maupun dalam mewadahi segala aktivitas dari aktivitas

keagamaan, sosial, budaya, hingga aktivitas ekonomi warga banjar. Pada

lokasi penelitian yakni di Desa Sanggalangit-Kecamatan Grokgak juga

tampak sedemikian penting dan strategisnya fungsi balai banjar bagi

kelancaran kegiatan banjar. Fungsi yang utama dan dimana pun di seluruh

Bali, masih menggunakan balai banjar sebagai tempat “paruman banjar”,

yakni acara rapat atau musyawarah bagi seluruh anggota banjar yang wajib

diikuti oleh segenap pengarep banjar, dan diadakan setiap satu bulan sekali

(35 hari). Terkadang balai banjar juga dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi

seperti tempat pelelangan hasil produksi pertanian yang dimiliki banjar, serta

juga terkadang untuk kegiatan formal yang difasilitasi pihak luar banjar,

Page 141: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA
Page 142: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

122

Universitas Indonesia

lain seperti “kulkul” yang menjadi alat komunikasi bagi warga banjar dengan

banjar.

Unsur berikutnya adalah nilai-nilai banjar yang diyakini setiap

anggota banjar (kerama banjar) sebagai pedoman berperilaku dalam

kehidupan berbanjar. Nilai-nilai itu berlandaskan “Catur Dresta” yakni

empat ketentuan yang mendasari seluruh kegiatan berbanjar dan terdiri dari:

(i) Kuna Dresta, sebagai nilai-nlai yang diwarisi dan bersumber dari leluhur;

(ii) Loka Dresta, yang merupakan nilai-nilai universal yang juga diakui oleh

negara maupun dunia secara umum; (iii) Desa Dresta adalah ketentuan-

ketentuan yang bersumber dari tradisi lokal setempat, yang tentunya berbeda

antar satu banjar dengan banjar lainnya; dan (iv) Sastra Dresta, sebagai

ketentuan-ketentuan yang bersumber dari sastra-sastra ilmu pengetahuan suci

ataupun dari kitab suci. Seperti umumnya banjar-banjar di Bali, empat

ketentuan itulah yang mendasari “Awig-awig”, yakni sejenis peraturan

perundang-undangan atau anggaran dasar dan rumahtangga banjar, yang

menjadi dasar hukum utama kehidupan berbanjar. Dalam “awig-awig” banjar

secara rigid ditemukan beberapa aturan mengenai keanggotaan banjar,

kewajiban anggota banjar yang disebut “tetegenan” , hak anggota yang

dikenal dengan sebutan “kepatutan”. Menurut sumber yang peneliti hubungi

untuk konteks ini, nilai-nilai tersebut senyatanya dapat dikelompokkan

menjadi tiga ciri nilai yang terdiri dari niali kebersamaan, nilai kebaktian

(terkait dengan hubungan anggota banjar dengan agama), serta nilai kesatuan.

Ketiga nilai itulah yang peneliti amati sebagai gambaran nilai-nilai komunitas

agribisnis berbasis banjar yang dapat menjelaskan bagaimana semangat warga

banjar dalam mempertahankan identitas banjar, disamping adanya keinginan

untuk terus memajukan banjarnya secara adaptif dan fleksibel terhadap

perubahan-perubahan jaman, terutama pada era globalisasi ini.

Unsur kepemimpinan banjar merupakan hal yang juga perlu

dipertimbangkan dalam kegiatan-kegiatan membangun banjar. Pemimpin

utama di banjar adalah “kelian banjar”, yang secara harfiah berarti orang yang

Page 143: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

123

Universitas Indonesia

dianggap pemimpin dan dituakan (dalam bahasa Bali, kelian berasal dari kata

“kelih” yang berarti tua). Akan tetapi saat ini maknanya sudah bergeser,

yakni pemimpin banjar “kelian” sudah ditentukan atau dipilih secara

demokratis dan menjabat dalam beberapa periode tertentu, menurut awig-awig

yang berlaku. Selain kelian banjar, unsur kepemimpinan banjar terdiri dari

“sinoman” yang tugasnya membantu kelian dalam berbagai aktivitas banjar,

terutama dalam memberikan “arah-arah” atau informasi bagi anggota banjar.

Selain itu struktur kepemimpinan banjar dilengkapi dengan “prajuru banjar”

yang membantu aktivitas banjar menurut seksi-seksi tertentu. Contohnya

adalah “Undagi” yang membantu kegiatan pembangunan sarana fisik banjar,

atau ada juga yang disebut “pemangku” yang bertangung jawab atas kegiatan

keagamaan di Pura desa. Unsur kepemimpinan banjar sangat strategis dalam

pengelolaan banjar yang meliputi manajemen perencanaan, pendelegasian

tugas, koordinasi, maupun kontrol atas kehidupan berbanjar. Dalam struktur

kepemerintahan, banjar juga berperan dalam hubungan struktural vertikal,

yakni ke atas berhubungan dengan desa adat dan desa dinas bahkan sampai ke

pusat. Sedangkan ke bawah adalah hubungannya dengan anggota banjar.

Selain itu unsur kepemimpinan banajr juga menentukan bagaimana hubungan

horizontal yang tercermin dalam hubungan banjar dengan banjar lainnya

dalam satu desa. Pada konteks ini, peneliti memaknai adanya aspek

pendelegasian, koordinasi, dan interaksi pengurus dengan anggota banjar

dalam dua hal, yaitu: (i) dalam hal mengelola aspirasi menjadi suatu gerakan

warga banjar dalam membangun banjar; dan (ii) dalam hal menerima pesan-

pesan pembangunan yang selanjutnya dimusyawarahkan dalam “paruman

banjar” serta memutuskan tindakannya.Di luar itu, kepemimpinan banjar

juga diwarnai oleh adanya tokoh-tokoh banjar yang peneliti sebut sebagai

agen pembaharuan, terutama dalam konteks pengembangan agribisnis di

lokasi penelitian. Toko-tokoh itu relatif muda dengan visi yang relatif luas

dan mampu beradaptasi dengan dinamika pembangunan. Beberapa informan

dalam studi ini, dapat digolongkan sebagai pemimpin pembaharu yang dapat

Page 144: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

124

Universitas Indonesia

memadukan potensi banjar dengan dinamika pembangunan desanya. Aktor-

aktor itulah yang dalam pengamatan peneliti memegang peranan yang sangat

penting dalam menerima inisiasi program ataupun kebijakan ekternal banjar,

yang kemudian dengan polanya mampu menarik partisipasi warga banjar

lainnya untuk lebih berpartisipasi dan turut terlibat dalam pengembangan

agribisnis.

Unsur banjar yang juga penting adalah sumberdaya manusia yakni

seluruh anggota banjar. Sumberdaya manusia banjar dipandang dari aspek

bagaimana mereka bertindak sebagai anggota banjar, dan juga bagaimana

mereka memenuhi kebutuhan hidupnya, yang menunjukkan sejauh mana

kualitas hidup mereka. Unsur manusia banjar sangat penting dijadikan

pertimbangan dalam perencanaan hingga operasionalisasi program dan

kegiatan pembangunan, mengingat pembangunan dalam hal ini

pengembangan agribisnis pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan

kualitas hidup sumberdaya manusia, yang diindikasikan dengan bagaimana

mereka memenuhi kebutuhan fisiologis dan biologis akan kecukupan pangan,

sandang, dan papan; kebutuhan akan rasa aman; kebutuhan berkehidupan

sosial dalam menjalin hubungan sosial; kebutuhan akan eksistensi diri; serta

kebutuhan akan aktualisasi diri dalam kehidupan berbanjar.

Oleh karena itu pengembangan agribisnis pedesaan di Bali tidak terlepas dari

pertimbangan-pertimbangan pemanfaatan dan pemberdayaan unsur-unsur pembangunan

yang tersedia di banjar. Unsur fisik, nilai-nilai berbanjar, serta unsur kepemimpinan banjar

adalah aspek sosial di tataran messo yang mesti dicermati dalam proses pengembangan

agribisnis. Bagaimana lingkungan kebijakan (policy environment) mengintegrasikan

aturan-aturan formal (formal rules) dalam hal kebijakan pengembangan agribisnis di level

makro, meliputi kebijakan dan regulasi pengembangan agribisnis yang dirumuskan oleh

pemerintah pusat, dalam hal ini oleh Departemen Pertanian. Selanjutnya, secara lebih riil

pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten melalui lembaga dan instansi terkait, masih

pada tataran makro dapat mensinkronkan kebijakan hingga sesuai dan terintegrasi dengan

Page 145: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

125

Universitas Indonesia

unsur-unsur banjar yang telah disinggung di muka. Hal ini mencerminkan adanya

integrasi antara unsur-unsur baru dalam perencana pembangunan desa melalui

pengembangan agribisnis dengan kebiasaan-kebiasaan sosial yang ada. Mengenai aspek

perencanaan dan pelaksanaan pengembangan agribisnis di Buleleng, beberapa pejabat di

wilayah pemerintahan kabupaten mengemukakan pendapatnya pada saat peneliti secara

singkatmenemuinya.

“Jika adik dari Deptan, tentunya mengerti bagaimana BPTP Bali

bersama Dinas terkait pembangunan pertanian bahu membahu

merancang kegiatan (..seperti Prima Tani di Sanggalangit), dan terus

dikembangkan di daerah lain, terutama daerah-daerah yang masih

relatif tertinggal (seperti di desa Musi-Gerokgak), sehingga pendapatan

mereka diharapkan dapat ditingkatkan sejalan dengan pengembangan

usaha yang didasari teknologi inovatif yang terus berkembang,

dukungan kelembagaan petani berdasarkan organisasi sosial tradisi

yang telah ada, yakni banjar, subak, maupun pemberdayaan sekeha-

sekeha di desa, yang tentunya tidak mengabaikan kebutuhan petani”

(Hasil Wawancara dengan GA dan S, September 2009).

Pernyataan tersebut di atas selaras dengan salah satu pendapat

informan, yakni petani anggota banjar di Sanggalangit yang menyebutkan

bahwa setiap rencana kegiatan yang dilakukan didesanya umumnya diketahui

dari banjar, melalui pertemuan (paruman) banjar. Berikut adalah hasil

wawancara dengan informan AR (September 2009)

“Bagusnya lagi Pak, rencana kegiatannya secara terbuka disampaikan

kepada kita, umumnya dari pertemuan di Banjar dan di kelompok. Ini

yang membuat kami merasa diajak, dibantu juga, dan dibina sesuai

kemampuan kami disini dan juga sesuai kebutuhan kami. ... Tentunya

Page 146: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

126

Universitas Indonesia

semangat menjadi meningkat, dan perlahan frustasi berubah menjadi

harapan,-optimisme”.

Penjelasan itu mencerminkan bagaimana pemerintah sebenarnya telah

melakukan berbagai kegiatan pembangunan salah satunya adalah dengan

mengintegrasikan kebijakan pengembangan agribisnis dan relasi informal di

level messo dalam hal ini “banjar”, maupun dengan mempertimbangkan

kebutuhan aktor petani di level mikro. Pada kasus operasionalisasi program

Prima Tani ataupun program terpadu lainnya, memang pendekatan kebijakan

pengembangan program tetap dari atas (top-down), dengan inisiasi suatu

kegiatan. Meskipun demikian, seperti yang tertuang dalam petunjuk teknis

pelaksanaan Prima Tani, maka setiap kegiatan dan juga penentuan lokasi

kegiatan di suatu desa ditetapkan dengan suatu mekanisme formal di

lingkungan kebijakan. Diawali dengan kegiatan orientasi lokasi, identifikasi

masalah, potensi lokal, serta melakukan pendekatan partisipatif terhadap

masyarakat, barulah kemudian ditetapkan rencana kegiatan dan lokasi

kegiatan. Sekiranya masyarakat petani menerima dan berpartisipasi dalam

Prima Tani, maka tahap awal itu dilanjutkan dengan rencana lain yang tetap

fokus pada pengembangan agribisnis berbasis inovasi teknologi dan

pengembangan kelembagaan berbasis komunitas, hingga tahap tertentu

sejalan dengan rencana holistik pengembangan agribisnis pedesaan. Proses

keberlanjutan Prima Tani terus terjaga seiring dengan semakin bertambahnya

jumlah stakeholders yang berpartisipasi, terutama dari pemerintah daerah

maupun pihak swasta., serta keterlibatan petani dalam mendukung

pengembangan usahataninya. Keterlibatan petani mulai dari awal, yakni

tahapa perencanaan kegiatan merupakan elemen penting dalam mencapai

keberhasilan kegiatan. Oleh karena itu menurut informan dari BPTP Bali,

proses perencanaan kegiatan merupakan tahapan yang penting dan

menentukan keberhasilan dan keberlanjutan kegiatan, yang jelas bertujuan

untuk mengembangkan potensi lokal masyarakat. Dalam kerangka

Page 147: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

127

Universitas Indonesia

operasional, kita mengenal mekanisme perencaaan pembangunan yang diatur

dalam UU No. 25 Tahun 2004 mengenai Perencanaan Pembangunan

Nasional, yakni mulai dari pelaksanaan Musrenbang (Musyawarah

Perencanaan Pembangunan) mulai dari perencanaan ditngkat kecamatan

hingga di level nasional. Pelaksansaan musyawarah perencanaan

pembangunan juga melibatkan masyarakat desa, yang selanjutnya dibahas di

itngkat kecamatan. Pada konteks ini perlu dikemukakan satu petikan

wawancara dengan anggota DPRD Bali seperti berikut.

“Secara normatif dan terkesan formalitas saja, Ya tentu dilakukan.

Tetapi apakah substansi dan maksud mekanisme perencanaan itu

tercapai. “Saya kemukakan secara resmi pada forum di DPR Propinsi

bahwa kesesuaian antara potensi, keinginan, dan kebutuhan riil

masyarakat petani harus diperhatikan. Demikian juga aspek sosial

budaya masyarakat mesti disinkronkan dengan kebijakan yang

direncanakan”. Demikian pernyataan informan (WKS) pada

kesempatan wawancara dengan peneliti (10 Oktober 2009), ketika

ditanyakan mengenai bagaimana mekanisme perencanaan yang dikenal

melalui musyawarah perencaaan pembangunan daerah

(Musrenbangda) dilakukan oleh segenap unsur perencanaan termasuk

keterlibatan masyarakat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa di lokasi penelitian,

keterlibatan masyarakat relatif menunjukkan peningkatan. Masyarakat sudah

mulai menunjukkan antusiasmenya dalam proses pengusulan kegiatan, yang

didasari kepentingan bersama. Petikan wawancara yang mendukung

pernyataan di atas adalah seperti berikut:

“Secara umum kami beserta perangkat desa selalu menggali aspirasi

warga tentang rencana dan kebutuhan yang perlu difasilitasi

pemerintah desa. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan relatif

Page 148: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

128

Universitas Indonesia

luas Pak. Hal ini penting karena dalam setiap pertemuan perencanaan

pembangunan di kecamatan selalu didasarai atas aspirasi warga”

(Kades, Maret 2010)

Berjalannya mekanisme perencanaan dari bawah, meskipun belum

optimal dijelaskan lebih lanjut oleh informan dengan memberikan contoh

keberhasilan rencana pembangunan sarana desa, penunjang kegiatan bersama.

Salah satu yang dicontohkan adalah berkembangnya Pos Kesehatan

Masyarakat Desa, yang menurut pengamatan peneliti juga relatif berkembang

dan aksesnya cukup merata bagi warga Sanggalangit. Selain itu, usulan

kegiatan non fisik, juga banyak disampaikan oleh warga masyarakat desa.

Adapun contoh yang dikemukakannya adalah mengenai pengembangan

lembaga perkreditan desa (LPD). Kantor lembaga ini terletak disebelah kantor

kepala desa. Dalam pengamatan peneliti, pemberdayaan lembaga ini cukup

memadai, dan mendapat dukungan dari warga desa. Usulan kegiatan yang

sangat menonjol adalah dalam bidang pengembangan agribisnis.

Pengembangan agribisnis yang didukung pelaksanaan Prima Tani di

Sanggalangit, relatif mampu memberikan kontribusi kepada semakin

berkembangnya usahatani masyarakat yang didukung inovasi teknologi dan

kelembagaan agribisnis pedesaan. Gejala berkembangnya kelompok-

kelompok tani dan kelompok peternakan merupakan buah pengembangan

kelembagaan Prima Tani. Kelompok-kelompok itu pun semakin berkembang

jumlahnya maupun kualitas pengelolaanya. Saat ini kelompok-kelompok tani

dan ternak di Sannggalangit juga tumbuh menjadi organisasi petani yang lebih

besar dan kompleks dengan terbentuknya gabungan kelompok tani

(Gapoktan). Hal ini peneliti cermati sebagai suatu proses sebagai akibat

adanya fleksibilitas banjar dalam menerima unsur-unsur yang bersifat

kebaruan. Contohnya adalah perkembangan kelompok tani yang sedemikian

cepat, menunjukkan bahwa banjar dapat menerima unsur-unsur pembangunan

Page 149: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

129

Universitas Indonesia

seperti tumbuhnya kelompok dan gabungan kelompok tani dalam mendukung

pengembangan agribisnis.

Dalam pelaksanaan kegiatan Prima Tani, aspek pengembangan

kelembagaan khususnya pengembangan kelompok tani menunjukkan

peningkatan yang luar biasa. Jumlah petani yang berpartisipasi dan terlibat

dalam pengembangan kelompok-kelompok tani-ternak di Desa Sanggalangit

dari tahun ke tahun terus bertambah. Tahun 2005 sebanyak 64 orang petani

mulai tergabung ke dalam 3 kelompok tani. Tahun berikutnya 2006 sudah

tercatat 212 orang yang tergabung ke dalam 8 kelompok tani. Selanjutnya

tahun 2007 kelompok tani sudah berkembang menjadi 16 kelompok.

Selanjutnya ke enam belas kelompok tani di Desa Sanggalangit tergabung ke

dalam Gabungan Kelompok Tani “Sangga Dharma Satwa” yang

beranggotakan 314 petani. Bahkan gabungan kelompok tani tersebut diikuti

juga oleh 3 kelompok tani di Desa Musi, yakni desa tetangga Sanggalangit.

Sampai tahun 2008 tercata 19 kelompok dengan jumlah 420 petani dengan 3

kelompok di Desa Musi (Tabel 4.3).

Tabel 4.3.Perkembangan Jumlah Petani dan Kelompok Tani yangBerparisipatif dalam Prima Tani di Desa Sanggalangit 2005-2008

Tahun JumlahKelompok

Jumlah PetaniTerlibat

Peningkatan JumlahPetani dibandingkanTahun Sebelumnya

2005 3 64 -2006 8 203 1392007 19 350 2112008 19 420 70

Sumber: Dokumen Laporan Tahunan Prima Tani, BPTP Bali, 2008

Page 150: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA
Page 151: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

131

Universitas Indonesia

4.7. Pengembangan Agribisnis Pedesaan Berbasis Banjar.

Saat ini pendekatan kebijakan pembangunan yang bersifat top-down

banyak menuai kritik dari berbagai kalangan. Akan tetapi, kritik tersebut

tidak sepenuhnya berlaku dalam pengembangan agribisnis berbasis

komunitas, seperti halnya yang dimplemntasikan di Bali, yakni salah satunya

adalah di Desa Sanggalangit. Inisiasi kebijakan, dan kegiatan yang muncul

dari pemerintah melalui Departemen Pertanian disinkronkan dengan

kebijakan pemerintah daerah, dengan memcermati potensi lokal ternyata

relatif berhasil. Hal ini diindikasikan antara lain dengan keberhasilan

komunitas agribisnis di Desa Sanggalangit dalam meningkatkan produktivitas

usahataninya, sehingga mampu meningkatkan pendapatan rata-rata petani

komunitas agribisnis berbasis banjar hingga mencapai sekitar 250 –300

persen per tahun. Laporan perkembangan Prima Tani oleh BPTP Bali yang

didasari hasil Farm Record Keeping (FRK) menunjukkan terjadinya

peningkatan pendapatan yang cukup tinggi yaitu dari RP. 1.526.775,- pada

awal tahun 2005 menjadi Rp. 2.312.873,- pada akhir tahun 2005 selanjutnya

menjadi Rp. 3.373.299 pada akhir tahun 2006, dan meningkat menjadi Rp

5.823.437 pada akhir tahun 2008. Dengan demikian telah terjadi peningkatan

sebesar 281,42 % dibandingkan awal kegiatan Prima Tani7. Peningkatan

rata-rata pendapatan petani di Sanggalangit disebabkan karena setelah

kegiatan Prima Tani dintroduksikan ternyata petani dapat melakukan kegiatan

usahataninya sepanjang tahun, berbeda dengan sebelum Prima Tani yang

mengalami paceklik saat musim kemarau. Selain itu, terdapat faktor lain yang

mempengaruhi peningkatan pendapatan, yakni diversifikasi usahatani yang

tidak lagi monokultur melainkan dengan pengusahaan komoditas lain, dan

pengolahan pasca panen produk pertaian. Selain pendapatan, sebagian besar

informasi yang diperoleh menyebutkan terjadinya perubahan yang cukup

berarti dalam hal pengembangan agribisnis sebagai dampak dari inovasi

7 Data dari Laporan Prima Tani Sanggalangit 2008 (BPTP Bali)

Page 152: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

132

Universitas Indonesia

kelembagaan yang dikembangkan dalam kegiatan Prima Tani. Berbagai

kelembagaan dan organisasi pendukung usaha agribisis tumbuh dan

berkembang progresif, hingga diyakini mampu merubah perilaku dan tindakan

petani anggota komunitas agribisnis dalam membangun jaringan sosial, serta

dalam hal memanfaatkan berbagai jenis kapital untuk mencapai peningkatan

kualitas hidupnya. Meskipun demikian, keberhasilan tersebut tidak terlepas

dari adanya upaya peningkatan peran pemerintah, swasta, dan masyarakat

dalam mengatasi beberapa kendala dan tantangan berupa masalah mendasar

yang ada di Sanggalangit.

4.8. Beberapa Isu Pokok dalam Pengembangan Agribisnis

Pada dasarnya pengembangan agribisnis tidak cukup hanya

berlandaskan kelimpahan sumberdaya faktor poduksi yang tersedia (factor

driven) yakni sumberdaya alam dan sumberdaya manusia berupa tenaga kerja

yang unskilled labor, melainkan mesti didukung inovasi (innovation driven)

yang lebih digerakkan oleh kemajuan teknologi serta peningkatan sumberdaya

manusia terdidik (science and skilled labor-based) dalam menerapkan

teknologi pertanian dan memanfaatkan kelembagaan yang ada. Oleh karena

itu ada tantangan bagi Sosiologi untuk merumuskan suatu pengembangan

sistem agribisnis yang melibatkan mayoritas kaum tani sebagai subyek.

Upaya pengembangan sistem dan usaha agribisnis di Bali juga tidak terlepas

dari segala permasalahan, seperti yang terungkap berikut ini:

“Saat ini Bali secara umum menghadapi permasalahan pembangunan

pertanian seperti: (i) masalah penguasaan lahan petani yang relatif

sempit; (ii) in-efisiesi dalam pengelolaan manajemen agribisnis; (iii)

kurang terfokus pada komoditas ungulan lokal; (iv) timpangnya harga

Page 153: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

133

Universitas Indonesia

produk yang dihasilkan; (v) dan lemahnya integrasi vertikal.

Menurutnya, saat ini terdapat fenomena semakin terdesaknya upaya

pengembangan agribisnis yang diindikasikan oleh rendahnya investasi

sektor pertanian dibangkan dengan sektor lainnya. Informan

menyebutkan bahwa pada tahun 2000 an ini, investasi sektor pertanian

hanya 0,37%, sangat timpang dengan investasi sektor pariwisata yang

sedemikian tinggi pada kisaran 94%, dan sisanya 5,63% investasi

sektor industri. Hal ini juga ditunjukkan oleh rendahnya kredit

pertanian yang hanya sebesar 6,2% dibandingkan kredi sektor lain

yang mencapai 37,4% untuk sektor jasa, industri (34,2%);

Perdagangan 14,4%, dan kucuran kredit sektor lain yang mencapai

7,8% dari total investasi sebesar Rp.320 Triliun”. Hal itu diungkapkan

salah satu informan (NA) dalam satu kesempatan wawancara di kantor

BPTP Denpasar (19 September 2009).

Senyatanya, sumberdaya pembangunan pertanian di Bali relatif

potensial untuk diberdayakan. Propinsi Bali memiliki luas 5.632,86 km2 atau

0,29 % dari luas wilayah Indonesia, berpenduduk sekitar 2,9 juta jiwa, dan

dari jumlah tersebut lebih kurang 49,4 % bermata pencaharian sebagai petani.

Tingginya angkatan kerja yang bermatapencaharian petani dan juga masalahn

kepadatan penduduk di Bali yang tinggi, praktis menimbulkan isu yang klasik

yakni masalah kepemilikan lahan sempit. Selain itu, keberadaan lahan

pertanian semakin menyempit karena beralih fungsi, sehingga semakin

mempersulit usaha peningkatan produksi pertanian, khususnya pangan.

Permasalaha serupa juga terjadi di Desa Sanggalangit.

Sanggalangit merupakan daerah kering yang sangat minus dan

merupakan wilayah pertanian yang sangat marjinal, yakni rendahnya curah

hujan tahunan. Keadaan ini juga ditambah dengan belum adanya sistem

Page 154: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

134

Universitas Indonesia

irigasi yang memadai. Ditinjau dari struktur tanah, menurut berbagai sumber

dan juga pernyataan dari penanggung jawab program Prima Tani Bali,

struktur lahan pertanian di Sanggalangit relatif kurang mendukung kegiatan

usahatani. Keadaan itu menyebabkan timbulnya keputusasaan masyarakat

petani Sanggalangit yang sebagian besar petani pendatang dari luar Buleleng

(dari Karangasem dan Kelungkung). Masalah yang paling mendasar, sesuai

dengan pengamatan peneliti dan juga penjelasan dari beberapa informan dan

sumber informasi dari BPTP Bali adalah ketersedian air irigasi. Pada setiap

musim kemarau, praktis ketersediaan air tidak dapat mmenuhi kebutuhan

usahatani. Kegiatan budidaya jagung sebagai komoditas utama petani di

Sanggalangit tentunya tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu terjadilah

paceklik sumber pangan maupun pakan, karena jagung adalah bahan pangan

utama masyarakat di Sanggalangit, selain sumber pakan bagi ternak sapi.

Pada masa-masa seperti itu, masyarakat sangat merasakan kesulitan dalam

menjalani hidup. Situasi dan kondisi alam ditambah dengan permasalahan

seperti yang peneliti kemukakan di atas, merupakan gambaran kualitas hidup

masyarakat petani di Sanggalangit, sebelum Prima Tani sebagai program

Departemen Pertanian diintroduksikan di Sanggalangit.

Masalah lain yang seringkali dianggap sebagai isu klasik dalam

pembangunan pertanian kita adalah masih rendahnya dukungan investasi dan

kredit usaha pertanian. Data pada dokumen “Bali Membangun 2008”(BPS

Bali, 2008) mengenai posisi kredit perbankan menurut sektor menggambarkan

rendahnya kredi yang disalurkan bagi usahatani. Total kredit perbankan

untuk seluruh sektor ekonomi adalah Rp.11,146 Triliun, dan hanya Rp.360,57

Milyar atau 3,23% yang teralokasikan untuk kredit pertanian.

Page 155: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

135

Universitas Indonesia

Tabel.4.4. Posisi Kredit Perbankan Menurut Sektor Ekonomi 2008 (Rp.Milyar), BPS, Bali. 2008

Pertanian Tam-bang

Industri Listrik,Gas,danAir

Kons-truksi

Perda-gangan,Hotel,Restoran

Trans-portasi

Jasa Lain-lain

BankUmum

341,22 6,58 511,14 14,17 415,59 6.281,55 99,35 666,69 1 042,83

BPR 19,36 - 25,08 - - 845,77 189,82 696.935

Sumber: BPS Bali, 2008. Data Bali Membangun 2008.

Rendahnya alokasi kredit untuk sektor pertanian saat ini menjadi

perhatian berbagai pihak stakeholders pembangunan pertanian. Salah satu

upaya untuk mendorong peningkatan alokasi kredit pertanian, antara lain

dilakukan dengan membahas rancangan peraturan daerah, oleh DPRD

Propinsi Bali. Berikut adalah petikan wawancara mendalam dengan anggota

legislatif dari DPRD Buleleng.

“Kalau ini sudah kami perjuangkan dan di DPRD Propinsi sedang

dibahas mengenai masalah “Penjaminan Kredit Pertanian”.

Bahkan sudah dibentuk Pansusnya. Sementara untuk di Buleleng

sudah kami perjuangkan mengenai jaminan kredit tanpa anggunan

dari pemerintah berupa KTA (Kredit Tanpa Agunan) yang kami

yakini sedikit banyak akan berguna mengembangkan modal usaha

masyarakat. Tentu saja masyarakat petani tidak terlalu

menghandalkan kredit dan punya sedikit modal lahan lalu dijual

untuk keperluan di luar usahatani. ...... Lebih lanjut dikemukakan:

Modal lahan juga kan perlu di jaga, jangan tergoda oleh harga

tanah yang terus meningkat lalu dialihkan masyarakat atau

Page 156: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

136

Universitas Indonesia

dijual.... ini sama saja dengan isitilah sekarang yang sering jadi

anekdot di Bali: “Orang Bali banyak jual tanah untuk beli

bakso,.... Orang Jawa jual bakso unt beli tanah”.... ini mudah-

mudahan bisa memacu masyarakat kita terus menjaga modal

tanahnya. Tidak bermaksud mengalihkan ke modal lainnya tapi

akhirnya ludes untuk gaya hidup konsumtif saja dan

menghandalkan kreditan saja... (W, Anggota DPRD Buleleng.

Maret 2010).

Uraian hasil wawancara dengan informan tersebut mencerminkan

adanya perhatian dan kemauan politik pemerintah maupun legislatif untuk

mendukung pembangunan pertanian melalui regulasi sistem kredit pertanian.

Tentunya, fasilitas kredit untuk petani yang usahanya bersakala kecil harus

didukung skim kredit yang sesuai dengan kebutuhan, serta menciptakan ruang

aksesibilitas kredit yang luas bagi masyarakat.

Page 157: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

137

Universitas Indonesia

BAB 5.

KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYATERHADAP KUALITAS HIDUP

Bab ini pada hakekatnya menjelaskan hasil pengujian hipotesis bahwa

penguasaan kapital yang dipersepsikan masyarakat, memainkan peran penting

bagi peningkatan kualitas hidup. Seara rinci hipotesa itu dituangkan ke dalam

hipotesis (1) sampai dengan hipotesis (4), yakni menguji bahwa kuatnya

penguasaan kapital sosial yang dipersepsikan masyarakat akan meningkatkan

kualitas hidup masyarakat (Hipotesis 1). Berikutnya hipotesis (2) yang

menyatakan bahwa persepsi masyarakat tentang penguasaan kapital budaya

berpengaruh terhadap tingkat kualitas hidup masyarakat; Hipotesa (3)

mengenai adanya kecendrungan kuatnya penguasaan kapital politik yang

dipersepsikan masyarakat akan mempengaruhi kualitas hidup masyarakat, dan

Hipotesa (4) yakni semakin kuat penguasaan kapital ekonomi yang

dipersepsikan masyarakat maka semakin tinggi juga kualitas hidup

masyarakat. Selain itu, bagian disertasi ini juga membahas gambaran sosial

masyarakat atas tingkat penguasaan kapital dan pertaliannya dengan kualitas

hidup, yang dijelaskan secara deskriptif.

Landasan berpikir peneliti mengenai adanya peran yang penting dari

representasi kapital sosial, budaya, politik, dan kapital ekonomi didasari

pandangan Castelli, et.all (2009); Woolcock dan Narayan (2000), serta

pemikiran Stone dan Hughes (2002) yang mengemukakan adanya pengaruh

yang kuat dari kapital terutama kapital sosial terhadap kualitas hidup

masyarakat. Pada studi ini peneliti melakukan penyesuaian (customize) atas

model hipotetik yang dikemukakan para peneliti di atas, terutama dengan

menambahkan fokus perhatian pada bentuk kapital lainnya disamping kapital

sosial, seperti pengaruh kapital budaya, politik dan ekonomi terhadap kualitas

hidup yang dipersepsikan oleh masyarakat di Sanggalangit.

Page 158: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

138

Universitas Indonesia

5.1. Peranan Kapital dalam Peningkatan Kualitas Hidup.

Bagian ini diawali dengan menampilkan temuan penelitian mengenai

persepsi responden tentang peran masing-masing jenis kapital, terhadap

peningkatan kualitas hidup. Secara diskriptif, peran masing-masing jenis

kapital terhadap kualitas hidup masyarakat diperoleh dengan menghitung rata-

rata persentase yang dipersepsikan responden (Tabel 5.1). Temuan penelitian

ini mengungkapkan bahwa kapital ekonomi dipersepsikan sebagai jenis

kapital yang paling berpengaruh terahadap kualitas hidup masyarakat

(35,45%), dan sedikit dibawahnya adalah kapital sosial (33,25%), disusul

angka yang hampir sama pada kisaran 15% adalah peran kapital budaya dan

politik. Kapital ekonomi yang secara lugas diartikan oleh masyarakat

Sanggalangit sebagai modal uang dan kepemilikan aset ataupun kekayaan

material, memang masih mendominasi persepsi responden dalam

memandang peran kapital ekonomi sebagai faktor yang mempengaruhi

kualitas hidup. Bagaimanapun juga modal ekonomi berupa “uang” dan

keterampilan sangat penting dalam memperoleh kesempatan pendidikan,

kesehatan, maupun menjaga lingkungannya, serta dalam hal memperoleh

kesempatan kerja. Saat ini “uang adalah segalanya”. Anggapan itu sangat

umum berlaku di Sanggalangit. Meskipun demikian, masyarakat tidak serta

merta mendewakan uang dan kekayaannya karena nilai-nilai kebersamaan

diantara mereka sedemikian kental. Solidaritas, hubungan kekerabatan,

ketatanggaan dan pertemanan antar aktor lebih menonjol dibandingkan

dengan rasa ingin maju sendiri, terutama dalam memperoleh kesempatan

mengakumulasi kekayaan material. Nilai atau prinsip “apang pada payu”

yang dipegang masyarakat Sanggalangit menimbulkan kesan adanya ikatan

moral yang sedemikian kuat. Sebagian aktor merasa “lek payu pedidi” atau

sungkan untuk menonjolkan kekayaan fisik dan hanya igin maju sendiri, suatu

nilai kebersamaan yang ditangkap peneliti dalam beberapa even-even yang

terjadi dalam pergaulan keseharian komunitas agribisnis di Sanggalangit.

Rumah-rumah tempat tinggal mereka misalnya, tidak menampakkan

Page 159: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

139

Universitas Indonesia

perbedaan yang mencolok. Gambaran itu, sekilas memberikan kesan bahwa

masyarakat di Sanggalangit cenderung tidak menunjukkan perbedaan dalam

hal penguasaan kapital fisik. Jika ditinjau dari keadaan fisik lingkungan

rumah, maka berdasarkan hasil pengamatan peneliti tampak bahwa

penguasaan kapital ekonomi relatif merata dalam kisaran menengah bawah.

Tabel 5.1. Persepsi Responden Mengenai Peran Masing-masing Jenis KapitalTerhadap Peningkatan Kualitas Hidup masyarakat.

Jenis Kapital Peran Terahadap Peningkatan Kualitas Hidup (%)

1. Kapital Sosial2. Kapital Budaya3. Kapital Politik4. Kapital Ekonomi

Jumlah

33,2515,3715,9335,45

100,00

Dalam berbagai even yang peneliti rekam di lapangan, nilai-nilai

kebersamaan antar aktor sedemikian menonjol. Interaksi antar aktor mengalir

sesuai kejadian. Hal ini terekam saat mereka mengikuti beberapa pertemuan

banjar, baik yang bersifat internal maupun pertemuan yang menghadirkan

pihak eksternal banjar. Setiap acara pertemuan yang sifatnya formal dengan

pihak luar, berlangsung dengan “model” yang sama, seperti halnya mereka

bertemu dalam membahas suatu rencana di “banjar”nya. Beberapa even yang

terekam melalui pengamatan peneliti, memberikan makna yang sama. Pada

dasarnya, nilai-nilai berbanjar begitu dominan mewarnai setiap kegiatan aktor

anggota komunitas ini. Relasi sosial yang terjadi antar aktor, maupun dengan

pihak luar banjar terjadi atas dasar kepentingan aktor, maupun atas dasar rasa

kekeluargaan yang telah tertanam dalam nilai-nilai masyarakat Sanggalangit.

Mereka menyebutnya dengan istilah saling menjaga sikap “menyama braya”

dan “mekantenan”. Kedua istilah itu sangat terkait dengan makna jaringan

sosial. Nilia-nilai “menyama braya” adalah acuan aktor anggota banjar dalam

Page 160: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

140

Universitas Indonesia

menjalin persaudaraan, bahkan termasuk menganggap setiap aktor lainnya

adalah saudara. Sedangkan “mekantenan” adalah nilai yang diacu untuk

menjaga dan mengembangkan sikap maupun perilaku dalam menjalin

pertemanan dengan saling percaya dan menghormati antar aktor.

Pada sisi lain, even-even itu pun menunjukkan juga gambaran sekilas

penguasaan kapital budaya dalam masyarakat. Dalam keseharian, terutama

yang diamati saat mereka berkumpul dalam suatu kegiatan banjar, setiap

aktor menunjukkan kekhasannya. Cara aktor dalam berbusana misalnya,

terlihat ada beberapa yang menonjol. Kain sarung dan kemeja atau kaos putih

adalah aktor yang memiliki kemampuan sebagai pemuka agama atau disebut

“pemangku”. Sedangkan aktor yang berpenampilan agak rapi dengan

dilengkapi aksesoris pulpen di saku kemejanya dan juga tidak ketinggalan

“HP” di genggamannya, menunjukkan jika aktor itu ternyata salah satu petani

kooperator program-program pengembangan agribisnis di Sanggalangit.

Sementara gambaran penguasaan kapital politik dalam masyarakat, sekilas

juga terekam dalam setiap even pertemuan banjar. Dalam setiap “sangkepan”

atau rapat banjar, beberapa aktor yang tampil dan duduk di barisan depan

menunjukkan mereka aktor-aktor banjar yang memiliki legitimasi dari aktor

lainya, sebagai orang-orang yang sedikit berbeda dengan aktor lainnya,

biasanya dalam hal status sosial. Keluarga mantan perbekel (kepala desa),

aktor yang mantan “kelian” banjar, juga terlihat dengan agak mudah untuk

dibedakan. Gambaran itu, merupakan data lapangan yang secara umum

menjadi bekal bagi peneliti untuk mengungkapkan lebih rinci penguasaan

kapital dalam masyarakat.

Sekilas gambaran yang memberikan potret keadaan penguasaan

kapital dalam masyarakat agribisnis di Sanggalangit, perlu didukung dengan

analisis kuantitatif gambaran sosial (sosiografis) masyarakat. Oleh karena itu,

untuk menganalisis peran masing-masing jenis kapital dalam mempengaruhi

kualitas hidup masyarakat dilakukan uji regresi berganda, berdasarkan data

lapangan yang dikumpulkan melalui saurvai. Variabel independennya adalah

Page 161: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

141

Universitas Indonesia

empat jenis kapital yang berupa perspesi responden terhadap penguasaan

kapital, dan variabel dependen adalah kualitas hidup masyarakat. Hasil uji

regresi dikemukakan seperti tampak pada Tabel 5.2 berikut ini.

Tabel 5.2. Pengaruh Penguasaan Kapital yang Dipersepsikan Masyarakat,Terhadap Kualitas Hidup.

Page 162: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

142

Universitas Indonesia

hidup yang bersifat subyektif ditentukan berdasarkan persepsi masyarakat

terhadap kondisi sosial ekonomi individu yang antara lain meliputi persepsi

tentang peluang bekerja (okupasi), akses pelayanan, partisipasi politik, relasi

sosial, keamanan sosial, persepsi kebahagiaan, makna hidup, kualitas

lingkungan, kualitas beragama, serta persepsi masyarakat mengenai mobilitas

vertikal. Berdasarkan skor persepsi masyarakat mengenai faktor-faktor yang

menentukan kualitas hidupnya, maka studi ini berupaya menganalisis tingkat

kualitas hidup masyarakat di Sanggalangit dengan menyusun kategori kualitas

hidup masyarakat. Jika dikategorikan berdasarkan skor persepsi responden

mengenai tingkat kualitas hidupnya, maka didapat tabel frekuensi seperti

berikut (Tabel 5.3) Kualitas hidup berada pada tingkat menengah bawah dan

menengah atas, dari empat kategori yang disusun peneneliti (rendah,

menengah bawah, menengah atas, dan tinggi).

Tabel 5.3. Tingkat Kualitas Hidup Responden.

Kategori Jumlah Persentase (%)

Menengah BawahMenengah Atas

54194

21,8078,20

Total 248 100

Keadaan tingkat kualitas hidup responden tergambar seperti pada diagram pie

dibawah ini (Gambar 5.1). Ternyata tingkat kualitas hidup responden tidak

ada yang masuk dalam kategori tinggi maupun rendah, semuanya terkonsentrasi

pada tingkat menengah bawah (21,8%) dan tingkat menengah atas (78,2%).

Page 163: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA
Page 164: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

144

Universitas Indonesia

“banjar” terasa kental mewarnai kehidupan sosial ekonomi masyarakat

Sanggalangit. Gejala ini memberikan makna bahwa dalam masyarakat yang

kurang potensi penguasaan kapital ekonominya, diduga dapat didongkrak oleh

jenis kapital lainnya, yang tentunya berupa kapital non material seperti kapital

sosial, budaya, dan kapital politik.

5.1.1. Kapital Sosial Memiliki Peran Penting Terhadap Peningkatan KualitasHidup Masyarakat.

Tabel 5.2 di atas menjelaskan bahwa peran kapital sosial sangat

penting bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat. Dengan demikian, maka

Hipotesa (1) yakni “Kuatnya penguasaan kapital sosial yang dipersepsikan

masyarakat, memainkan peranan penting bagi peningkatan kualitas hidup

(QoL) komunitas agribisnis” dapat diterima. Kapital sosial yang oleh

informan dipahami sebagai hubungan sosial, sangat mendukung atau menurut

penulis lebih tepatnya sangat mendongkrak setiap kegiatan ekonomi

masyarakat, terutama dalam konteks usahatani masyarakat di Sanggalangit.

Sebagai salah satu contoh, dalam sistem “kadas” ternak sapi, ternyata aspek

kepercayaan tentu menjadi pertimbangan utama dalam kesepakatan sistem

“kadas” yakni sistem bagi hasil usaha ternak sapi bagi pihak pemilik maupun

pihak pengadas (pemelihara sapi). Demikian pula dalam sistem bagi hasil

antara pemilik lahan dan penggarap pada sistem usahataninya. Temuan

penelitian dari hasil wawancara mendalam dan pengamatan di lapangan

menunjukkan bahwa kapital sosial cukup besar perannya dalam

meningkatkan usahatani seseorang. Dalam memperoleh kesempatan

peningkatan pendapatan, maka modal sosial sangat besar pengaruhnya. Untuk

memperoleh kesempatan fasilitas kesehatan juga demikian. Hubungan baik

aktor dengan petugas KB misalnya sangat membantu memudahkan akses

memperoleh pelayanan kesehatan ataupun memperoleh kesempatan berobat

jika ada keluarga mereka yang sakit. Sedangkan kapital politik secara

Page 165: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

145

Universitas Indonesia

relatif masih dimanfaatkan oleh sebagian kecil masyarakat Sanggalangit.

Meskipun demikian, jika dicermati dari hasil regresi tentang pengaruh

kapital politik yang dipersepsikan masyarakat terhadap kualitas hidup,

ternyata menunjukkan dominasi yang cukup tinggi, yakni 0,290. Kapital

politik menempati dominasi pengaruh yang penting setelah kapital sosial.

Adapun modal budaya masyarakat disini relatif merata. Pemanfaatan modal

ini kurang nyata kelihatannya dalam mendukung usaha agribisnisnya.

Apalagi untuk memperoleh peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidupnya.

Artinya dibandingkan dengan modal sosial, politik, dan modal ekonomi,

maka modal modal budaya diperspespikan relatif rendah pengaruhnya bagi

peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Pada dasaranya studi ini meyakini adanya kecendrungan pengaruh

yang kuat penguasaan kapital sosial terhadap kualitas hidup masyarakat.

Dalam konteks ini, kapital sosial lebih dipandang sebagai bentuk kapital yang

berupa jaringan sosial yang dirintis dan dijaga aktor dalam mendukung

kegiatan sosial dan ekonominya. Jaringan sosial dimaksud, ditentukan oleh

beberpa indikator berupa bentuk hubugan sosial ataupun relasi sosial

berdasarkan kepentingan (interes), relasi sentimen yang umumnya terbentuk

atas dasar hubungan ketetanggaan, kekerabatan, aaupun pertemanan.

Disamping itu, jaringan sosial juga dapat terbentuk karena adanya relasi

power antar aktor, dan juga jaringan yang dibina atas kerja sama dan interaksi

aktor dengan organisasi baik organisasi sosial teradisi maupun organisasi dan

lembaga yang bersifat formal. Hal itu menunjukkan bahwa kapital sosial

tidak terbatas pada sistem sosial banjar, tetapi dapat melintasi banjar dalam

membangun hubungan ekonomi dengan aktor ataupun kelompok di luar

banjar. Hubungan antar aktor yang melintasi banjar merupakan salah satu

bentuk pengembangan jaringan sosial, yang tentunya akan cenderung

meningkatkan penguasaan kapital oleh aktor.

Jaringan sosial merupakan kapital sosial yang relatif sangat

berkembang di lokasi penelitian. Dalam konteks ini, unsur kapital sosial

Page 166: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

146

Universitas Indonesia

berupa jaringan sosial tampak sangat kuat terutama jika ditinjau dari

kepercayaan responden terhadap organisasi sosial sedemikian memadai (Tabel

5.4). Rata-rata responden sangat mempercayai organisasi sosial maupun

lembaga pemerintahan yang ada dan terkait dengan kegiatan sosial

ekonominya. Kepercayaan terhadap kelompok tani, Bank, klinik pertanian

dan lembaga penyuluhan sangat tinggi. Dengan kata lain, masyarakat sangat

mempercayai organisasi tersebut. Hanya satu jenis organisasi yang kurang

mendapat keprcayaan, yakni organisasi Partai Politik.

Tabel 5.4. Kepercayaan Responden terhadap Organisasi Terkait.

No. Organisasi Sosial Skor (Skala 1-5)1.2.34.5.6.7.8.9.1011.12.13.14.

Kelompok taniLembaga PengajianLembaga kreditKarang tarunaBankDewan gereja/MesjidLembaga PenyuluhanKlinik PertanianDinas PertanianKeluruhanKecamatanPemdaDeptanParpol

4,534,003.903,904,014,044,004,013,883,923,903,863,912,55

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, pola relasi aktor juga

masih terjaga dalam membentuk dan membina jaringan sosial yang didasari

nilai-nilai berbanjar. Kapital sosial yang terbentuk berdasarkan ikatan sosial

yang kuat dan bersifat mengikat dalam komunitas banjar menyebabkan

tumbuhnya bonding social capital. Sedangkan kapital sosial yang bersifat

bridging tergambar dari pola relasi aktor dengan organisasi yang dipercayai

Page 167: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

147

Universitas Indonesia

seperti tersebut di atas, terus berkembang dan tumbuh sejalan dengan dinamika

kegiatan sosial ekonomi aktor. Adapun kapital sosial yang bersifat linking

ditemui pada pola relasi aktor anggota komunitas banjar dalam membina dan

melakukan relasi sosial dengan lembaga pemerintah. Pada kerangka itu, sesuai

dengan Tabel 5.4 kepercayaan masyarakat terhadap organisasi berupa instansi

pemerintah seperti Bank dan Dinas Pertanian, relatif inggi yang ditunjukkan

dengan skor kepercayaan di atas nilai 3 dari skala 1 sampai degan 5.

Sementara, masyarakat petani anggota komunitas banjar di lokasi penelitian

juga sering memanfaatkan kehadiran agen sosial dari luar komunitasnya

(structural hole), yang secara sosiologis merupakan lubang-lubang struktur

yang dimanfaatkan aktor untuk memperoleh informasi.

Berdasarkan skor penguasaan kapital yang didapat dari data survai

peneliti juga mencermati kategori pengusaan kapital sosial dengan menyusun

tabel frekuensi skor penguasaan kapital sosial. Pada studi ini terdapat 41 item

pertanyaan untuk mengukur skor kapital sosial dengan kemungkinan nilai

masing-masing item adalah 1 sampai dengan 5, sehingga skor terendah adalah

41 dan tertinggi adalah 205. Jika dikategorikan akan tersusun 4 kelompok

yakni: (1). Skor rendah (adalah 41–82)

(2) Skor menengah bawah (83–124)

(3) Skor menengah atas (125–166)

(4) Skor tinggi ( > 167 )

Dengan demikian jika dilakukan transform recode (kode ulang) dalam

aplikasi program SPSS dari data yang ada, maka diperoleh tabel frekuensi

yang menggambarkan persepsi masyarakat terhadap penguasaan kapital sosial

seperti berikut (Tabel 5.5).

Page 168: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

148

Universitas Indonesia

Tabel 5.5 . Kategori Penguasaan Kapital Sosial dalam Masyarakat

Page 169: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

149

Universitas Indonesia

Kategori penguasaan kapital sosial yang dipersepsikan responden

memiliki pertalian yang erat dengan kategori kualitas hidupnya. Hal ini dapat

dicermati dengan menyusun tabel frekuensi silang yang dapat menunjukkan

hubungan antara kategori penguasaan kapital sosial dengan kualitas hidup,

seperti tampak pada Tabel 5.6 berikut ini.

Tabel 5.6. Crosstab Kategori Penguasaan Kapital Sosial dengan KualitasHidup.

Page 170: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

150

Universitas Indonesia

5.1.2. Kapital Budaya Sebagai Faktor Penunjang Kualitas Hidup Masyarakat.

Hasil analisis regresi yang tertuang pada Tabel 5.2 juga menunjukkan

bahwa kapital budaya memiliki pengaruh langsung terhadap peningkatan

kualitas hidup masyarakat. Nilai p-value hasil regresi sederhana sebesar

0,011 adalah lebih kecil dari nilai signifikan 0,05. Dengan demikian

Hipotesa (2) yakni “Semakin tinggi penguasaan kapital budaya yang

dipersepsikan masyarakat, maka semakin baik juga kualitas hidup

masyarakat” dapat diterima.

Kapital budaya yang ditentukan oleh dimensi yang melekat pada aktor

(embodied state), dimensi obyek (dalam studi ini digunakan indikator

kekhasan karya dari aktor), dan dimensi insitusional masih relatif perlu

ditingkatkan. Berdasarkan data lapangan, ditemukan gambaran sosial yang

sangat menonjol mengenai rendahnya kapital budaya berdimensi

institusional. Hal itu ditunjukkan dengan rendahnya tingkat pendidikan yang

sebagian besar hanya memiliki ijazah sekolah dasar dan menengah pertama.

Meskipun demikian, jika disusun tabel frekuensi penguasaan kapital budaya

sesuai data hasil survai, maka didapat kategori seperti tertuang dalam Tabel

5.7. berikut ini.

Tabel 5.7. Kategori Skor Penguasaan Kapital Budaya.

Page 171: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

151

Universitas Indonesia

Tabel di atas divisualisasikan dalam bentuk diagram Pie (Gambar 5.3)

yang menunjukkan bahwa hanya terdapat tiga kategori dari empat kategori

yang disusun peneliti berdasarkan interval skor penguasaan kapital budaya.

Kategori penguasaan kapital budaya ternyata terkonsentrasi pada kelompok

menengah atas sebesar 61,7%. Hanya sebagian kecil yang masuk dalam

kategori tinggi, yakni 11,7% dan juga pada kategori rendah sebesar 0,4%

(Gambar 5.3).

Gambar 5.3 . Proporsi Penguasaan Kapital Budaya

Penguasaan kapital budaya yang dipersepsikan responden, lebih lanjut

dianalis secara deskriptif dengan menyusun tabel frekuensi silang terhadap

kategori kualitas hidupnya. Tabel silang tersebut akan menjelaskan pertalian

antara kategori penguasaan kapital budaya dengan kategori kualitas hidupnya

(Tabel 5.8).

Page 172: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

152

Universitas Indonesia

Tabel 5.8. Crosstab Kategori Penguasaan Kapital Budaya dengan KualitasHidup

Page 173: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

153

Universitas Indonesia

5.1.3. Kapital Politik dalam Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat.

Kapital politik memiliki pengaruh langsung sebesar 0,290 yang

berarti ada hubungan pengaruh yang relatif tinggi terhadap kualitas hidup.

Nilai p-value yang diperoleh dari hasil regresi (Tabel 5.2) adalah 0,000 atau

di bawah level of significant (0,01). Dengan demikian persepsi masyarakat

terhadap penguasaan kapital politiknya sangat nyata pengaruhnya bagi

kualitas hidup masyarakat. Sedangkan dalam kerangka uji hipotesis

(Hipotesis 3), maka berdasarkan hasil regresi hipotesa ini dapat diterima, atau

semakin kuat penguasaan kapital politik yang dipersepsikan masyarakat, maka

semakin tinggi kualitas hidup masyarakat.

Jika disusun tabel frekuensi penguasaan kapital politik sesuai data

hasil survai, maka didapat kategori seperti tertuang dalam Tabel 5.9 berikut

ini.

Tabel 5.9. Kategori Skor Penguasaan Kapital Politik.

Page 174: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA
Page 175: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

155

Universitas Indonesia

Analisis diskriptif dengan menggunakan uji Chi-Square untuk

menjelaskan lebih lanjut Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa ada hubungan

yang erat (p-value 0,000) antara kategori penguasaan kapital politik dengan

kategori kualitas hidup responden. Demikian juga dengan nilai Cramer’s V

dan nilai uji Sommer’s d menunjukkan p-value sebesar 0,000. Temuan data

lapangan ini, memberikan penjelasan lebih lanjut, bahwa responden yang

mempersepsikan penguasaan kapital politiknya dalam kategori menengah

bawah (62 responden) ternyata sebagian besar (58,1%) termasuk kategori

kualitas hidup menengah bawah. Demikian juga sebaliknya, ternyata sebagian

besar (87,1 %) yang kategori penguasaan kapital politiknya tinggi berada pada

kategori kualitas hidup menengah atas. Oleh karena itu, uji deskriptif di atas

memberikan gambaran bahwa kategori penguasaan kapital pokitik

berhubungan dengan kategori kualitas hidup responden.

5.1.4. Dominasi Peran Kapital Ekonomi dalam Peningkatan Kualitas Hidup.

Hasil analisis regresi seperti tertuang pada Tabel 5.2. menunjukkan

bahwa kapital ekonomi memiliki pengaruh langsung yang sangat nyata

terhadap QoL sebesar 0, 187. Secara umum peranan kapital ekonomi

dipandang sebagai jenis kapital yang penting perannya bagi penigkatan

kualitas hidup masyarakat, selain kapital sosial dan kapital politik. Pada

bagian awal Bab ini juga telah diuraikan persepsi responden yang

menyatakan masih dominannya peran kapital ekonomi terhadap tingkat

kualitas hidup masyarakat. Seperti dibahas dalam beberapa sumber, kapital

ekonomi merupakan kapital yang bersifat tangible berbentuk fisik dan modal

finansial berupa uang dan aset fisik lainnya, tanpa melihat aspek non fisik dari

kapital ekonomi itu sendiri, sehingga umumnya dianggap kapital yang sangat

menentukan segi-segi kehidupan masyarakat, termasuk dalam peningkatan

kualitas hidup mayarakat. Pengujian hipotesis (4), bahwa kapital ekonomi

memainkan fungsi penting bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat seperti

Page 176: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

156

Universitas Indonesia

tertuang pada Tabel 5.2 menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (p-value

adalah 0,000), sehingga hipotesa (4) mengenai kuatnya pengaruh kapital

ekonomi terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat, dapat diterima.

Untuk menggambarkan distribusi responden tentang persepsi

penguasaan kapital ekonomi, maka disusun tabel frekuensi kategori

penguasaan kapital ekonomi seperti pada Tabel 5.11 . Sesuai data hasil

survai, maka didapat kategori seperti tertuang dalam Tabel 5.11 berikut ini.

Tabel 5.11. Kategori Skor Penguasaan Kapital Ekonomi.

Page 177: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA
Page 178: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

158

Universitas Indonesia

Tabel silang di atas memberikan penjelasan deskriptif bahwa

responden yang persepsi penguasaan kapital ekonominya tinggi ternyata

seluruhnya (100,0%) termasuk dalam kategori kualitas hidup menengah atas.

Demikian halnya dengan responden yang kategorinya berada pada

penguasaan kapital ekonomi menengah atas, 97,6% termasuk kategori kualitas

hidup menengah atas, dan hanya 2,4% yang masukkategori kualitas hidup

memengah bawah. Temuan penelitian ini kurang mendukung kecendrungan

adanya hubungan antara kategori penguasaan kapital ekonomi dengan

kategori kualitas hidup responden. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji Chi

Square dengan p-value sebesar 0,000. Uji statistik lain seperti Cramer’ V

maupun Pearson R yang juga melihat hubungan antara dua kategori itu,

menunjukkan hasil yang sama, yakni adanya kecendrungan pertalian yang erat

antara kategori penguasaan kapital ekonomi yang dipesepsikan responden

dengan kategori kualitas hidupnya.

Bagian akhir dari sub bab ini akan menjelaskan secara deskriptif,

hubungan antara kategori-kategori penguasaan keempat jenis kapital dan

kategori kualitas hidup responden. Secara umum, crosstab (Tabel 5.13)

menggambarkan penguasaan responden terhadap jenis-jenis kapital yang

secara sederhana dikategorikan menjadi dua, yakni kategori menengah bawah

dan menengah atas. Jika dicermati, pada baris pertama dari tabel di atas dapat

dikemukakan bahwa terdapat 43 responden yang termasuk dalam kategori

penguasaan kapital menengah bawah. Jumlah tersebut terdiri dari 34 (79,1%)

yang termasuk kategori kualitas hidup menengah bawah, dan sisanya 9

(20,9%) termasuk kategori kualitas hidup menengah atas. Dengan demikian,

tampak bahwa rendahnya penguasaan kapital akan cenderung berhubungan

dengan rendahnya kualitas hidup responden. Demikian halnya dengan

penjelasan setiap baris dan kolom dalam Tabel 5.13 secara prosentase baris

dapat menjelaskan bahwa terdapat keterkaitan antara kategori penguasaan

kapital dengan kategori kualitas hidup responden.

Page 179: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

159

Universitas Indonesia

Page 180: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

160

Universitas Indonesia

5.2. Diskusi Temuan Data Lapangan: Persepsi Masyarakat TentangPenguasaan Kapital dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Hidup.

Analisis regresi yang dilakukan memberikan hasil bahwa kapital

sosial merupakan variabel yang paling besar pengaruhnya yakni 0,423

diantara empat jenis kapital yang memiliki pengaruh terhadap kualitas hidup.

Dalam konteks ini kapital sosial mampu mendongkrak kualitas hidup

masyarakat Sanggalangit. Kapital politik adalah menyusul dominasi kapital

sosial, dengan nilai beta terstandarisasi sebesar 0,290, kemudian kapital

ekonomi dengan dominasi pengaruh sebesar 0,197, dan yang terendah adalah

dominasi pengaruh kapital budaya sebesar 0,104. Dalam pandangan

Bourdieu (1986) yang ditegaskan juga oleh Svendsen dan Sevendsen (2003),

hal itu mencerminkan adanya konversi jenis kapital sosial menjadi jenis

kapital lainnya dalam mencapai peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Kapital sosial sedemikian pentingnya bagi peningkatan kualitas hidup

masyarakat Sanggalangit. Hal ini berbeda dengan perspektif Bourdieu yang

memandang bahwa kapital budaya merupakan jenis kapital yang sangat

penting dalam masyarakat. Kebudayaan masyarakat Bali memang relatif

terkenal sangat tinggi dalam menunjang setiap aktivitas sosial ekonomi

masyarakat Bali. Akan tetapi, jika dipandang dari aspek tingkat pendidikan

ternyata penguasaan kapital budaya masyarakat Sanggalangit relatif rendah.

Sementara kapital politik dalam masyarakat juga relatif rendah yang antara

lain ditunjukkan oleh rendahnya akses masyarakat pada organisasi politik, dan

rendahnya partisipasi politik masyarakat. Pada sisi lain, penguasaan kapital

ekonomi juga relatif rendah. Akan tetapi, temuan penelitian menunjukkan

bahwa kualitas hidup masyarakat sebagian besar berada pada kisaran

menengah. Hal ini ditengarai sebagai akibat dari tingginya penguasaan

kapital sosial dalam masyarakat Sanggalangit. Relasi antar aktor dalam

maupun dengan pihak di luar banjar selalu dibangun dan terpelihara sebagai

jaringan sosial yang dimanfaatkan aktor menjadi kapital sosial. Jaringan

Page 181: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

161

Universitas Indonesia

sosial yang dilandasi relasi sentimen berupa jaringan kekerabatan, maupun

relasi interes berlandaskan kepentingan bersama, mampu dimanfaatkan aktor

sebagai pendukung kegiatan ekonominya. Jaringan sosial sebagai kapital juga

mampu dimanfaatkan aktor dalam memperoleh informasi tentang dinamika

pembangunan yang erat pertaliannya dengan pengembangan usahanya.

Informasi yang diperoleh dalam jaringan sosial sering tanpa ataupun disadari

aktor dapat meningkatkan akses aktor terhadap pasar, bahkan akses kredit atau

modal finansial mendukung usahataninya. Gejala itu secara umum dapat

menggambarkan bahwa kapital sosial mampu dikonversikan oleh aktor

menjadi bentuk kapital lain, terutama dalam bentuk kapital ekonomi yang

mendukung pengembangan usaha agribisnisnya.

Mencermati penguasaan kapital dalam dinamika kehidupan sosial

ekonomi masyarakat, maka di Sanggalangit penguasaan kapital oleh aktor

relatif terdistribusi dengan cukup merata. Menurut hasil wawancara

mendalam yang dilakukan terhadap beberapa informan kunci, ternyata

persaingan ataupun kompetisi dalam memperoleh dan menguasai kapital tidak

terlalu mengemuka. Hal ini tercermin dalam petikan wawancara mendalam

seperti berikut:

“Saya kira tidak terlalu bersainglah, adem-adem saja. Bahkan sering

kita menghandalkan istilah “apang pada payu” (istilah untuk saling

berbagi saling membantu). Kalau modal ekonomi ya memang sangat

tampak sekali perbedaan setiap warga dilihat dari pemilikan lahan

pertanian dan juga keadaan rumah, atau mungkin kekayaan secara

umum. Bapak bisa keliling melihat situasi itu. Kalau modal budaya

saya kira pastilah berguna sekali untuk kehidupan kita. Saya baru tahu

mengenai ini. Tapi saya kira ini seperti bawaan lahir ya.... Oleh karena

itu mungkin kalau modal budaya kan susah kita tingkatkan,.....

Mengenai modal politik, ini pastinya tidak semua warga dapat

memanfaatkan, paling-paling sebagian kecil saja yang bisa

memanfaatkan modal itu.... kalau yang lain kan sedikit

Page 182: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

162

Universitas Indonesia

kesempatannya. Tetapi saya kira, akhir-akhir ini kesempatan untuk

itu sudah semakin baik (Informan NI, Maret 2010).

Mendalami pola persaingan penguasaan kapital pada masyarakat

tineliti, dapat dijelaskan bahwa nilai-nilai kebersamaan dengan prinsip “apang

pada payu” masih dipegang oleh sebagian besar masyarakat. Hubungan

kekerabatan dan perasaan senasib membawa mereka saling menghargai dan

bekerja sama saling membantu, dalam peningkatan usahatani mereka. Secara

eksplisit juga diungkapkan oleh beberapa informan kunci studi ini, bahwa

masalah rezeki yang identik dengan penguasaan kapital ekonomi sudah di

atur oleh Hyang Widhi –Tuhan Yang Mahaesa (NI, Maret 2010). Mereka

mengisitilahkannya dengan tidak perlu berebut, karena dalam kehidupan ini

semua sudah ada porsinya. Terkait dengan itu, hasil pengamatan peneliti

menunjukkan bahwa hubungan sosial yang terjadi dalam tindakan ekonomi

aktor melakoni usahatani mereka, berjalan dengan cair. Pada konteks itu,

setiap aktor berupaya membangun semangat kebersamaan dalam

pengembangan usaha agribisnisnya yang dilandasi semangat ingin maju

bersama-sama.

Ihktisar dari pembahasan persepsi masyarakat tentang peran masing-

masing kapital terhadap kualitas hidup, adalah bahwa seluruh jenis kapital

sangat penting bagi peningkatan kualitas hidup. Kapital ekonomi tidak

menjadi satu-satunya kapital yang mempengaruhi kualitas hidup. Temuan

penelitian ini menunjukkan bahwa kapital sosial, kapital budaya, dan kapital

politik, memainkan fungsi penting bagi peningkaan kualitas hidup. Dengan

demikian, studi ini akan menarik dan menjadi lebih lengkap jika berupaya

menganalisis faktor-faktor yang menentukan penguasaan kapital dalam

masyarakat, yang bermuara pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Pada kerangka itu, bagian selanjutnya dari Disertasi ini akan mengungkapkan

peran tripartit: pemerintah, swasta, dan masyarakat maupun koproduksinya

dalam mendukung penguasaan kapital dan kualitas hidup masyarakat.

Page 183: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

163

Universitas Indonesia

BAB 6

KAPASITAS TRIPARTIT PEMERINTAH-SWASTA-MASYARAKATDALAM PENINGKATAN PENGUASAAN KAPITAL DAN

KUALITAS HIDUP (QoL) MASYARAKAT

Temuan penelitian mengenai peran masing-masing jenis kapital seperti

telah dikemukakan pada Bab 5 disertasi ini, akan lebih mendalam jika

dilengkapi dengan pembahasan peran elemen-elemen pembangunan, dalam

meningkatkan penguasaan kapital dan kualitas hidup masyarakat. Oleh

karena itu, bagian ini dimaksudkan untuk mejelaskan peran elemen-elemen

pembangunan, yang selanjutnya disebut peran tripartit: pemerintah-swasta-

masyarakat lokal, dalam meningkatkan penguasaan kapital yang bermuara

pada terjadinya peningkatan kualitas hidup masyarakat. Pembahasan tentang

hal itu dikemukakan dengan melakukan uji hipotesis (5) yakni “Peran

tripartit pemerintah-swasta-komunitas lokal yang dipersepsikan masyarakat,

memainkan fungsi penting bagi peningkatan representasi kapital dalam

komunitas agribisnis berbasis banjar”; serta uji hipotesis (6) yaitu “Persepsi

masyarakat mengenai kuatnya peran tripartit pemerintah-swasta-komunitas

lokal, akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat”. Berikutnya, pada

Bab ini juga akan dijelaskan hasil analisis jalur (path analysis) dari model

hipotetik hubungan antar faktor-faktor yang memengaruhi kualitas hidup

komunitas agribisnis..

6.1 Peran Tripartit Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat Memainkan FungsiPenting Bagi Peningkatan Penguasaan Kapital.

Pembahasan mengenai peran pemerintah, swasta dan masyarakat

senyatanya telah banyak disinggung dalam bagian depan Disertasi ini, yakni

pada saat melakukan literature review maupun mencermati hasil temuan

studi-studi terdahulu. Pada bagian ini juga ingin dijelaskan kembali secara

ringkas bagaimana peran masing-masing kekuatan tripartit tersebut dalam

Page 184: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

164

Universitas Indonesia

operasionalisasi pembangunan, hingga mengkaji juga pola hubungan dan

dominasi peran elemen-elemen pembangunan tersebut, terutama dalam

pengembangan agribisnis di pedesaan yang sangat erat kaitanya dengan upaya

peningkatan kesejahteran masyarakat. Saat ini, secara umum peran

pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengembangan agribisnis sering

dikaitkan dengan kebijakan dan strategi revitalisasi pertanian nasional.

Berbagai diskusi dan kajian ilmiah pengembangan industrialisasi pertanian

dengan menerapkan strategi kemitraan tripartit pemerintah-swasta-masyarakat

terus mengemuka sejalan dengan pemikiran mengenai bagaimana ko-produksi

antar ketiga elemen itu bersinergi mendukung pengembangan agribisnis untuk

ketahanan pangan nasional dan muara yang dituju adalah peningkatan

kesejahteraan masyarakat petani ataupun pelaku agribisis.

Elemen pertama dalam kemitraan tripartit adalah negara ataupun

pemerintah yang merupakan lembaga publik dengan fungsi

menyelenggarakan dan menciptakan kesejahteraan umum, yang antara lain

dilakukan dengan kegiatan-kegiatan pembangunan. Pada kerangka ini, peran

pemerintah (negara) dalam falsafah kemitraan tripartit bergeser dari yang

semula sebagai penggerak utama pembangunan, ke arah peran sebagai

fasilitator dan dinamisator pembangunan sosial ekonomi. Peran tersebut

meliputi perumusan kebijakan, fasilitasi infrastruktur, penyediaan dan

pengembangan inovasi teknologi, dukungan subsidi, anggaran pembangunan

dan dukungan politik.

Berikutnya elemen yang kedua, adalah elemen swasta atau korporasi

yang memiliki ruang gerak pada area publik melalui produksi hingga transaksi

jual-beli barang dan jasa yang berorientasi pada keuntungan. Dunia usaha ini

baik langsung maupun tidak langsung memiliki peran yang sedemikian

penting bagi pembangunan sosial ekonomi nasional. Sedangkan elemen

ketiga, adalah masyarakat yang berinteraksi pada ruang publik atas dasar tata

nilai dan perilaku sosial tertentu, yang saat ini tidak lagi hanya menjadi obyek

pembangunan, melainkan bergeser peranya sebagai subyek yang menentukan

Page 185: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

165

Universitas Indonesia

pembangunan sosial ekonomi nasional. Peran dan hubungan simetris dari

ketiga elemen pembangunan itu, merupakan prasarat utama dalam strategi

pencapaian tujuan-tujuan pembangunan, seperti yang banyak diungkapkan

dalam beberapa hasil studi belakangan ini, dan sering disebut sebagai bentuk

koproduksi antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Oleh karena itu,

pembahasan mengenai bagaimana ketiga elemen itu memainkan peran dan

bersinergi dalam meningkatkan penguasaan kapital masyarakat, sangat

relevan dibahas dalam studi ini.

Mengawali pembahasan peran ketiga elemen pembangunan nasional,

berikut ini dikemukakan matrik mengenai persepsi reponden penelitian ini

tentang seberapa besar peran masing-masing elemen itu dalam mendukung

dan memfasilitasi penguasaan berbagai jenis kapital, dan juga perannya bagi

peningkatan kualitas hidup masyarakat (Tabel 6.1.). Pada Tabel 6.1 .tampak

bahwa peranan pemerintah dalam mendukung penguasaan kapital relatif tidak

mendominasi, tetapi dalam prosentasenya tergambar hanya sekitar 28%.

Tabel 6. 1. Peran Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat MendukungPenguasaan Kapital.

Peran TripartitPersentasePersepsi Responden

(%)

1. Pemerintah2. Swasta3. Masyarakat

Jumlah

28,0018,4353,57.

100

Sumber: Penelitian Lapangan, 2010.

Temuan data survai ini menunjukkan tigginya peran masyarakat (53,57 %)

dalam mendukung penguasaan kapitalnya. Sedangkan dukungan swasta

Page 186: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

166

Universitas Indonesia

dalam mendorong peningkatan penguasaan kapital masyarakat masih relatif

rendah (18,43 %) dibandingkan dengan elemen-elemen pembangunan lainnya.

Tingginya peran masyarakat dalam mendukung representasi kapital

tampak sangat dominan dalam penguasaan kapital sosial. Berdasarkan

pengamatan peneliti, jaringan sosial sebagai unsur utama kapital sosial yang

dicermati dalam studi ini terbentuk dan terpelihara oleh adanya pola relasi

sosial dan jaringan kerja yang sarat dengan jaringan interes, yakni jaringan

yang terbentuk serta terjaga karena adanya kepentingan bersama. Demikian

pula jaringan yang terbentuk sebagai akibat ikatan sentimen begitu kental

karena setiap aktor komunitas agribisnis berbasis banjar membina relasi

sosialnya atas dasar hubungan kekeluargaan, pertemanan, dan kekerabatan

antar aktor. Sementara jaringan yang terbentuk sebagai akibat relasi power

tampak antara aktor pemilik lahan pertanian dengan penggarap, yang

menunjukkan relasi sosial semacam hubungan “patron-client”. Beberapa

informan berpandangan sama dengan apa yang peneliti temukan dari hasil

pengamatan. Selain itu, potensi banjar berperan penting dalam penguasaan

kapital. Potensi banjar, seperti unsur fisik banjar berupa “balai banjar”

ataupun “pura” sangat menonjol dukungannya sebagai wahana bagi setiap

aktor anggota banjar dalam membangun dan memelihara jaringan sosialnya.

Kedua unsur fisik banjar itu, sekaligus juga berperan dalam memelihara dan

membina tumbuh kembangnya kapital budaya. Di “balai banjar” setiap warga

dapat menunjukkan eksistensinya untuk berkreasi ataupun menampakkan jati

dirinya sebagai perwujudan aktor dalam menguasai kapital budaya. Ada pun

dominasi pengaruh sebagai salah satu indikasi penguasaan kapital politik juga

sering kali diperlihatkan di “balai banjar” saat aktor mengikuti “paruman”

(pertemuan banjar). Para pemimpin banjar berinteraksi dengan warganya

dalam setiap kegiatan banjar, termasuk dalam pertemuan banjar yang rutin

diselenggarakan setiap bulan (35 hari sekali). Sedangkan peran potensi banjar

dalam penguasaan kapital ekonomi tidak terlalu menonjol. Unsur banjar

sebagai perwujudan peran masyarakat dalam penguasaan kapital juga

Page 187: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

167

Universitas Indonesia

dudukung unsur nilai-nilai banjar, terutama nilai tradisi yang dapat

disejajarmaknakan dengan nilai-nilai kebersamaan, nilai-nilai kebaktian, dan

nilai kesatuan, seperti yang terungkap dalam petikan hasil wawancara dengan

informan berikut ini:

“Oleh karena itu banjar juga merupakan wadah kesatuan hidup warga,

perkumpulan sosial, ataupun organisasi sosial tradisional yang

berfungsi mengatur kerjasama antar anggota banjar dalam kegiatan

keagamaan, adat, pemerintahan, bahkan kegiatan ekonomi yang

dilandasi rasa kekeluargaan, gotong royong dan kebersamaan, serta

didukung oleh potensi fisik dan nilai-nilai banjar (potensi non fisik).

Potensi fisik banjar terdiri dari wilayah banjar, balai banjar (bangunan

tempat pertemuan dan wahana sosial lainnya), dan juga adanya balai

kulkul tempat kentongan banjar yang digunakan sebagai alat

komunikasi antara anggota dengan banjar, dan potensi banjar yang

sangat berharga adalah adanya Pura. .... Semua itu kami pelihara dan

jaga bersama karena itulah modal kami yang berharga. Dengan itu

kami terbantu untuk menjalani hidup bersama” (KW, September 2009)

Adapun pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah juga

memiliki peran yang cukup penting bagi penguasaan kapital masyarakat.

Dukungan kebijakan dan program yang sering disertai dengan bantuan

fasilitasi kegiatan, cukup efektif dalam merangsang peningkatan penguasaan

kapital dalam masyarakat. Introduksi program Prima Tani di Sanggalangit

adalah suatu realitas yang dapat dijadikan indikasi pentingnya peran

pemerintah dalam penguasaan kapital. Sebagai contoh, introduksi inovasi

teknologi pertanian dan inovasi kelembagaan usaha tani cukup menunjukkan

keberhasilan. Adopsi inovasi berdampak bagi berkembangnya sistem

agribisnis di Sanggalangit. Jumlah “embung” yakni teknologi irigasi yang

saat ini sudah mampu mendukung irigasi usahatani di Sanggalangit terus

Page 188: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

168

Universitas Indonesia

berkembang. Bermula dari bantuan pemerintah setempat, petani secara

swadaya membangun “embung” sehingga kegiatan usahatani semakin

menjanjikan keberhasilan. Pada aspek lainnya, tumbuh kembangnya

kelompok tani dan lembaga usahatani lain seperti koperasi, relatif tumbuh

pesat. Peran pemerintah melalui fasilitasi kegiatan Prima Tani oleh BPTP

Bali yang berkoordinasi dengan instansi pemerintah daerah Buleleng,

menunjukkan keberhasilan dalam memfasilitasi pengembangan agribisnis

khususnya, dan pembangunan desa secara umum. Dampak dari kegiatan itu

sangat potensial mendukung penguasaan kapital masyarakat, baik kapital

ekonomi maupun kapital sosial, budaya, dan kapital politik. Selain itu,

partisipasi dalam bentuk kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan swasta

masih memerlukan upaya yang lebih. Peran swasta relatif masih belum

menonjol. Investasi swasta di Sanggalangit terbilang masih sangat rendah,

seperti yang diuangkapkan Kepala Desa Sanggalangit saat wawancara

mendalam dengan peneliti (Maret 2010). Berdasarkan pengamatan peneliti

dan keterangan informan, peran swasta dalam fasilitasi kredit mulai

menunjukkan peningkatan. Salah satunya ditunjukkan dengan adanya kerja

sama Bank swasta dengan lembaga perkreditan pedesaan (LPD) di

Sanggalangit. Akan tetapi, pada masa mendatang peranan swasta dalam

mendukung pengembangan agribisnis diyakini semakin meningkat, sehingga

secara tidak langsung akan memberikan kontribusi bagi masyarakat dalam

meningkatkan penguasaan kapitalnya.

6.1.1. Kapasitas Tripartit dan Koproduksi Pemeritah, Swasta, dan Masyarakatdalam Penguasaan Kapital Sosial Masyarakat.

Gejala semakin melemahnya peranan negara atau pemerintah dalam

berbagai aspek pengembangan masyarakat dan pembangunan lokal era

otonomi daerah dan juga pada masa globalisasi belakangan ini semakin nyata.

Tabel 6.1 di atas menunjukkan bahwa semakin lama peran yang dimainkan

Page 189: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

169

Universitas Indonesia

pemerntah secara perlahan beralih kepada semakin menguatnya peran elemen

pembangunan lainnya, terutama peran masyarakat. Gejala itu membawa

implikasi yang sedemikian besar, terutama di negara-negara berkembang

termasuk Indonesia. Pada kerangka peningkatan penguasaan kapital oleh

masyarakat, peran pemerintah juga cenderung tidak terlalu dominan.

Masyarakat secara partisipatif mulai menampakkan gejala meningkatnya

motivasi untuk mengusahakan secara mandiri penguasaan kapital dalam

menunjang kegiatan sosial ekonominya.

Diskripsi temuan peran pemerintah terhadap penguasaan kapital

komunitas agribisis seperti pada Tabel 6.1. selaras dengan hasil pengujian

regresi mengenai peran tripartit pemerintah, swasta, masyarakat dan

koproduksi tiga unsur pembangunan itu. Uji regresi menunjukkan bahwa

peran tripartit dan koproduksi tiga unsur pembangunan tersebut memiliki

pengaruh yang nyata terhadap penguasaan kapital sosial. Analisis regresi

berganda yang dilakukan dapat mejelaskan bahwa penguasaan kapital sosial

dipengaruhi oleh peran pemerintah, swasta, dan masyarakat, serta ko-produksi

ketiga unsur tersebut (Tabel 6.2). Pengaruh yang paling dominan

diperlihatkan oleh peran masyarakat dengan nilai koefisien beta standardized

sebesar 0,589 dan pengaruhnya sangat nyata yang diketahui dari nilai p-value

variabel peran masyarakat adalah 0,000 lebih kecil dari level of significant

(0,05). Berikutnya adalah peran koproduksi yang menunjukkan dominasi

pengaruh sebesar 0,186 sesuai dengan nilai koefisien beta standarized pada uji

regresi ini. Pengaruhnya juga sangat nyata (p-value bernilai 0,000).

Sedangkan peran pemerintah menunjukkan pengaruh yang juga sangat nyata

(p-value 0,007) dengan dominasi pengaruh adalah senilai 0,157 yang dapat

dilihat dari koefisien beta standarizednya. Ada pun swasta, ternyata

menunjukkan pengaruh langsung yang nyata, karena nilai p-valuenya sebesar

0,022 yang lebih besar dari level of significant (0,01) tetapi masih dibwag

level of significant 0,05.

Page 190: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

170

Universitas Indonesia

Tabel 6.2 Pengaruh Peran Tripartit dan Koproduksi Pemerintah, Swasta danMasyarakat Terhadap Penguasaan Kapital Sosial.

Page 191: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

171

Universitas Indonesia

pemerintah dalam hal memfasilitasi masyarakat untuk memperoleh kapital

budaya yang berdimensi institusional. Sebagian masyarakat masih belum

dapat mengakses jenjang pendidikan tinggi setingkat diploma, apa lagi

universitas. Data yang diperoleh dalam monografi desa menunjukkan bahwa

hanya 10% masyarakat yang mengenyam pendidikan setingkat SLA dan

Perguruan Tinggi. Demikian juga peran masyarakat belum optimal dalam

meningkatkan penguasaan kapital budaya. Masyarakat umumnya cenderung

lebih mengedepankan pengembangan jaringan sosial dan usahatani yang

ditujukan untuk meningkatkan akses penguasaan kapital ekonomi.

Tabel 6.3. Pengaruh Peran Tripartit dan Koproduksi Pemerintah, Swasta danMasyarakat Terhadap Penguasaan Kapital Budaya.

Page 192: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

172

Universitas Indonesia

langsung yang sangat nyata terhadap terhadap penguasaan kapital politik yang

dipersepsikan masyarakat. Nilai p-value masing-masing unsur itu lebih kecil

dari level of significant 0,01. Dominasi pengaruh yang tertinggi adalah peran

koproduksi, disusul peran masyarakat, pemerintah, dan swasta yang

ditunjukkan dengan nilai koefisien beta standardized berturut-turut adalah

0,344, 0,194, 0,180, dan 0,152.

Tabel 6.4. Pengaruh Peran Tripartit dan Koproduksi Pemerintah, Swasta danMasyarakat Terhadap Penguasaan Kapital Politik.

Page 193: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

173

Universitas Indonesia

terutama duduk sebagai “sinoman” banjar yang bertugas sebagai komunikator

antara banjar dengan anggotanya. Kedudukan itu relatif dihormati di desa dan

di banjar, sehingga memiliki nilai sebagai kapital politik aktor ang

bersangkutan. Demikian halnya peran pemerintah, tampak fasilitasi dalam

membangun dan mengembangkan partisipasi politik relatif baik. Gejala yang

umum ditunjukkan oleh peran pemerintah dalam memberikan ruang gerak

bagi setiap anggota masyarakat untuk bebas menjadi simpatisan ataupun

bahkan menjadi anggota dan pengurus salah satu organisasi massa maupun

organisasi politik. Berbagai informasi dan data yang diperoleh di lapangan

memberikan gambaran bahwa, kapital politik di Sanggalangit relatif

terdistribusi secara merata.

6.1.4. Kapasitas Tripartit dan Koproduksi Pemeritah, Swasta, dan Masyarakatdalam Penguasaan Kapital Ekonomi.

Penguasaan kapital ekonomi dalam masyarakat merupakan hal yang

paling sering dibahas selain kapital sosial yang akhir-akhir ini banyak

mendapat perhatian dari peneliti maupun akademisi. Dalam kerangka analisis

peran tripartit pemerintah-swasta-masyarakat dan ko-produksi ketiga unsur

pembangunan itu, maka studi ini juga menganalisis pengaruh variabel

independen tersebut terhadap penguasaan kapital ekonomi. Hasil uji regresi

untuk analisis pengaruh tampak seperti pada Tabel 6.5. Peran pemerintah,

dan masyarakat tidak berpengaruh langsung terhadap penguasaan kapital

ekonomi, karena masing-masing nilai p-valuenya lebih besar dari level

significant (0,05). Akan tetapi, variabel ko-produksi berpengaruh langsung

dan sangat nyata (p-value 0,000) dengan dominasi yang relatif besar yakni

0,825.

Page 194: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

174

Universitas Indonesia

Tabel 6.5. Pengaruh Peran Tripartit dan Koproduksi Pemerintah, Swasta danMasyarakat Terhadap Penguasaan Kapital Ekonomi.

Page 195: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

175

Universitas Indonesia

Pengembangan agribisnis pada saat ini lebih tertumpu dan menghandalkan

partisipasi dan kreatifitas rakyat di setiap daerah, tentunya dengan fasilitasi

yang lebih optimal dari pemerintah daerah mapun pusat yang dilakukan oleh

setiap kementerian sektoral. Tuntutan jaman juga meghendaki pergeseran

perananan masyarakat yang lebih dominan, didukung peran elemen swasta

atau korporasi yang semakin baik.

Implikasi dari uraian mengenai peran pemerintah-swasta-masyarakat

tentunya erat kaitannya dengan aspek perumusan dan operasionalisasi

kebijakan yang mestinya sudah diupayakan reorientasi kebijakan yang tidak

bersifat top-down secara kaku tetapi mengkobinasikan ataupun lebih tepatnya

mengintegrasikan “top-down policy – bottom-up planning”. Dengan

demikian perlu dicermati aspek integrasi lingkungan kebjakan (policy

environment) dan informal rules dalam setiap kegiatan pembangunan

termasuk pengembangan pertanian secara umum, dan pengembangan

agribisnis khususnya. Fokus perhatian pada aspek itu dilandasi pemikiran

bahwa kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat sangat terkait denga

pembangunan pertanian, mengingat pertanian masih merupakan sektor yang

strategis dan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat,

terutama masyarakat di pedesaan. Disamping itu, pemikiran peneliti untuk

lebih memfokuskan perhatian pada aspek pengembangan agribisnis dikaitkan

dengan peran tripartit pemerintah-swasta-masyarakat serta kualitas hidup

masyarakat adalah adanya kecendrungan bahwa dari berbagai sektor ekonomi

di Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang relatif sarat dengan

campur tangan pemerintah, apa lagi jika kita memandang gejala itu pada

beberapa dekade sebelum era reformasi. Bahkan seara empiris peneliti dapat

menyebutkan campur tangan pemerintah yang sedemikian besar juga dalam

hal pengembangan organisasi dan kelembagaan petani.

Perspektif sosiologis mengenai hal itu akan dapat menjelaskan

bagiamana keseimbangan peran antar pemerintah, swasta, dan masyarakat

tidak pernah terjadi era itu. Selain campur tangan dalam proses produksi

Page 196: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

176

Universitas Indonesia

ataupun pemasaran hasil usahatani dan agribisnis, pemerintah sering

menunjukkan dominasi peran dalam hal memobilisasi suatu gerakan

peningkatan produksi pertanian khususnya pertanian tanaman pangan (mohon

dibaca: padi), yang berkecendrungan pada aspek pencapaian target-target

produksi menunjang pertumbuhan ekonomi nasional, tanpa memperhatikan

dan mencermati aspek pemerataan pembangunan. Sebagian dari pembaca

masih mengingat adanya gerakan BIMAS (Bimbingan Massal), INMAS

(Intensifikasi massal), yang sarat dengan kepentingan pemerintah saat itu

mendongkrak produksi pangan, dan usahatani pada umumnya.

Konsekuensinya adalah terjadinya banyak persoalan dan kendala yang saat ini

masih kita temukan dalam dinamika pembangunan pertanian kita.

Permasalahan dan kendala pembangunan pertanian yang dihadapi

sebagian besar masyarakat akan mempengaruhi kesejahteraan mereka yang

sangat bergantung pada sektor pertanian, khususnya komunitas petani di

pedesaan. Muaranya adalah, rendahnya kualitas hidup komunitas petani, atau

masyarakat pada umumnya.

Berdasarkan data survai di lapagan, ternyata saat ini sudah tampak

adanya kecendrungan bergesernya peran pemerintah dengan diiringi

peningkatan peran masyarakat dalam peningkatan kualitas hidupnya. Hal ini

dapat dilihat dalam Tabel 5.14, mengenai persepsi responden terhadap peran

tripartit pemerintah-swasta-masyarakat dalam peningkatan kualitas hiudp

masyarakat. Meskipun tampak masih relatif tinggi, akan tetapi ternyata

masyarakat sedikit lebih tinggi perannya (43,51%) dibandingkan peran

pemerintah sebesar 41,17%, sementara peran swasta relatif masih rendah

(15,24%).

Page 197: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

177

Universitas Indonesia

Tabel 6.6. Peran Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat MendukungPeningkatan QoL.

Peran TripartitPersepsi Responden

(%)

1. Pemerintah 41,172. Swasta 15,243. Masyarakat 43,51

_______________________________________________________________

Sumber: Penelitian Lapangan, 2010.

Peran pemerintah dalam memfasilitasi pembangunan desa, khususnya

peningkatan kualitas hidup masyarakat ditunjukkan dengan berkembangnya

fasilitas umum dan infrastruktur pedesaan yang menurut pengamatan peneliti

sudah memadai. Dalam kesempatan melakukan observasi wilayah desa,

tampak bahwa jalan-jalan di desa Sanggalangit sudah beraspal. Setiap akses

kerumah warga maupun ke lahan usahatani relatif didukung jalan yang

memadai. Fasilitasi pemerintah berupa program pengembangan agribisnis,

kembali dapat dikaji perannya dalam mendukung peningkatan kualitas hidup.

Indikator berupa pemenuhan kebutuhan primer terutama pangan relatif

mengalami peningkatan. Sebelum implementasi Prima Tani, sebagian besar

warga Sanggalangit menggunakan jagung sebagai bahan pangan untuk

dicampur dengan beras. Mengenai hal ini, petikan hasil wawancara dengan

informan dapat dicermati seperti beriktu ini:

“Iyaah,..maklum Pak, dulunya makanan pokok kami memang jagung,

sekarang saja setelah hasilnya baik bisa kami jual selain untuk makan.

Masyarakat disini makan nasi bercampur jagung (peneliti pun minta

dijelaskan lebih lanjut mengenai hal itu). Mengenai campurannya

biasanya kebanyakan warga disini yang masih mampu (istilah

halusnya barangkali untuk menyebut warga yang masih berada dalam

Page 198: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

178

Universitas Indonesia

kemiskinan) campurannya 1 beras: 3 Jagung. Sebagian masyarakat

yang sudah agak mampu campurannya 1 beras: 2 jagung. Yang sudah

mampu jarang sekarang yang makan nasi campur jagung (Saya tahu

dan mengamati kalau keluarga Pak WM termasuk mampu sehingga

ketika dulu saya kesini sempat disuguhi makan nasi tanpa nasi campur

jagung). Saat ini sih, keadaanya sudah membaik. Jarang yang makan

nasi bercamur jagung 1 beras: 3 jagung. Sebagian besar kita makan

beras sekarang. Hanya untuk kepentingan menabung, atau sekedar

iseng makan nasi campur jagung. Ini kami syukuri karena hasil

usahatani kami sudah baik, sehingga kami mampu beli beras” (WM,

Maret 2010)

Keberhasilan usaha tani yang juga dikemukakan informan, tentunya

berdampak pada pendapatan petani yang juga semakin meningkat. Gambaran

lain yang mencerminkan peran pemerintah, masyarakat, dan swasta dalam

mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat di Sanggalagit adalah

adanya fasilitasi dalam membangun instalasi jaringan air minum yang

bersumber dari mata air dari Pura Taman Sari. Saat ini, seperti yang

diungkapkan Kades, jaringan air minum sudah tersedia bagi hampir seluruh

rumahtangga. Hal ini ada pertaliannya dengan kualitas lingkungan dan

tingkat kesehatan masyarakat, yang semakin membaik. Sementara itu, subsidi

pendidikan dan kesehatan juga berperan cukup nyata dalam mendukung

tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, dalam

menjaga dan memelihara fasilitas umum maupun infra struktur desa lainnya

diperlukan partisipasi masyarakat. Nilai kebersamaan, kegotongroyongan

yang berpedoman pada prinsip “ngayah” atau berbakti pada banjar juga

diterapkan untuk membangun dan menjaga fasilitas yang telah ada, sehingga

segala fasilitas itu mampu secara berkesinambungan mendukung peningkatan

Page 199: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

179

Universitas Indonesia

kualitas hidup bersama, masyarakat Sanggalangit. Peran swasta tidak dapat

diabaikan dalam mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Kontribusi sekecil apapun, baik langsung maupun tidak langsung sangat

mempengaruhi kualitas hidup masyarakat. Dukungan swasta dalam

penyediaan input usahatani, serta pemasaran produk usahatani masyarakat

petani merupakan salah satu andil swasta dalam meningkatkan kualitas hidup

masyarakat.

Pada dasarnya sub bab ini ditujukan untuk membahas dan menguji

hipotesa (6) peneilitian ini, yakni: :”Kuatnya peran tripartit dan ko-produksi

pemerintah-swasta-masyarakat akan meningkatkan kualitas hidup

maysarakat”. Pengujian secara statisitik inferensia peran tripartit pemerintah

–swasta-masyarakat (variabel independen) terhadap kualitas hidup dilakukan

secara simultan, mengingat kualitas hidup (QoL) merupakan variabel

dependen (endogen) dan merupakan variabel utama penelitian ini.

Berdasakan hasil uji regresi didapatkan model regresi linier dengan R

square sebesar 0,694 yang berarti bahwa seluruh variabel independen dapat

menjelaskan variabel kualitas hidup sebesar 69,4%. Selebihnya (30,6%)

dijelaskan faktor-faktor lain (Tabel 6.7).

Tabel 6.7. Model Regresi Pengaruh Peran Pemerintah, Swasta, Masyarakat,dan Koproduksi Ketiga Unsur Itu, Terhadap Kualitas Hidup.

Page 200: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

180

Universitas Indonesia

Sementara, berdasarkan hasil regresi (Tabel 6.8), ternyata variabel

perspesi masyarakat tentang peran pemerintah, swasta, dan masyarakat

berpengaruh secara langsung terhadap kualitas hidup masyarakat. Peran

pemerintah dan sawasta, bahkan memiliki pengaruh yang sangat nyata dengan

p-value 0,000 yang bernilai lebih kecil dari level of significant (0,01).

Sedangkan peran masyarakat berpengaruh nyata secara langsung terhadap

kualitas hidup dengan p-value 0,036. Hasil uji juga menunjukkan tidak

adanya pengaruh secara langsung variabel ko-produksi terhadap kualitas

hidup. Pengaruh yang paling besar diperlihatkan oleh peran pemerintah

(0,231), kemudian Swasta 0,151 dan terakhir adalah peran masyarakat yang

memiliki dominasi pengaruh senilai -0,113 sesuai dengan nilai koefisien

beta standardized.

Tabel. 6.8. Pengaruh Peran Tripartit dan Ko-Produksi Pemerintah, Swasta,Masyarakat, Representasi Kapital, Terhadap Kualitas HidupMasyarakat.

Page 201: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

181

Universitas Indonesia

6.3. Keberlakuan Hipotesis (5) dan (6) : Pengaruh Peran Tripartit danKoproduksi Pemerintah-Swasta- Masyarakat Terhadap PenguasaanKapital dan Kualitas Hidup.

Hubungan dan peran antara negara (pemerintah), korporasi (swasta),

dan masyarakat sering menjadi topik menarik dalam menganalisis teori-teori

pembangunan sosial ekonomi masyarakat. Pembahasan mengenai peran

pemerintah, swasta dan masyarakat yang pada sebagian besar studi-studi

belakangan ini disebut sebagai hubungan tripartit, senyatanya melihat

bagaimana peran masing-masing kekuatan tripartit tersebut dalam

pembangunan, hingga mengkaji juga pola hubungan dan dominasi peran

elemen-elemen pembangunan tersebut. Arifin (2005:147-148)

mengemukakan negara ataupun pemerintah merupakan lembaga publik

dengan fungsi menyelenggarakan dan menciptakan kesejahteraan umum,

yang antara lain dilakukan dengan kegiatan-kegiatan pembangunan. Pada

kerangka ini, peran pemerintah (negara) dalam falsafah kemitraan tripartit

bergeser dari yang semula sebagai penggerak utama pembangunan, ke arah

peran sebagai fasilitator dan dinamisator pembangunan sosial ekonomi. Peran

tersebut meliputi perumusan kebijakan, fasilitasi infrastruktur, penyediaan dan

pengembangan inovasi teknologi, dukungan subsidi, anggaran pembangunan

yang berprinsip berkeadilan dan dukungan politik bagi pengembangan usaha

pertanian. Lembaga ini memiliki kekuasaan yang bersifat regulatif yang

berperan dalam mengatur kehidupan bersama. Dalam aspek ini, dapat

dijelaskan fungsi negara sebagai pengatur elemen-elemen pembangunan.

Sedangkan sektor swasta atau korporasi yang memiliki ruang gerak pada area

publik melalui produksi hingga transaksi jual-beli barang dan jasa yang

berorientasi pada keuntungan. Dunia usaha ini baik langsung maupun tidak

langsung memiliki peran yang sedemikian penting bagi pembangunan sosial

ekonomi nasional. Pada perkembangan terkini, sorotan yang relaif tajam

sering tertuju pada peran dunia usaha yang dianggap mementingkan orientasi

Page 202: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

182

Universitas Indonesia

maksimalisasi keuntungan dan melupakan falsafah moral maupun tanggung

jawab sosial. Sementara, peran masyarakat yang berinteraksi pada ruang

publik atas dasar tata nilai dan perilaku sosial tertentu juga tidak dapat

diabaikan dan diakini memegang peranan pening dalam pembangunan, yang

saat ini tidak lagi hanya menjadi obyek pembangunan, melaikan bergeser

peranya sebagai subyek pembangunan sosial ekonomi bangsa. Peran dan

hubungan simteris dari ketiga elemen pembangunan itu, merupakan salah satu

prasarat utama dalam strategi pencapaian tujuan-tujuan pembangunan, seperti

yang banyak diungkapkan dalam beberapa hasil studi belakangan ini, dan

disebut sebagai koproduksi antara pemerintah, swasta dan masyarakat.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, ternyata peran tripartit dan ko-

produksi berpengaruh nyata terhadap penguasaan kapital. Integrasi kebijakan

formal dan in-formal rule dalam upaya peningkatan penguasaan kapital dan

kualitas hidup menunjukkan hasil yang cukup memadai. Pemikiran mengenai

adanya kecendrungan peran tripartit dan ko-produksi dalam peningkatan

kapital maupun kualitas hidup dilandasi oleh hasil temuan penelitian Castelli,

ett.all (2009) yang menyataan adanya peran penting aspek kebijakan (policy

contect) dan kapital sosial dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Peneliti melakukan penyesuaian dan pengembangan temuan itu dengan

membahas peran tripartit dan koproduksi ketiga elemen pembangunan itu, dan

pengaruhnya terhadap representasi kapital. Selain itu, dalam penelitian ini

tidak hanya memfokuskan perhatian pada kapital sosial saja, melainkan juga

dengan tiga jenis kapital lain yang dikemukan Bourdieu (1986) yakni kapital

budaya, kapital politik, dan kapital ekonomi. Hal ini didasari pemikiran

bahwa representasi kapital dalam masyarakat sangat relevan untuk dianalisis

sebagai faktor yang mempengaruhi kualitas hidup (QoL) masyarakat.

Uji hipotesis (5) mengenai kuatnya pengaruh peran tripartit dan ko-

produksi pemerintah-swasta-masyarakat lokal terhadap penguasaan kapital,

ternyata dapat dibuktikan pada studi ini. Hal itu mengandung arti bahwa studi

ini berhasil menambah komponen analisis, yakni tidak hanya konteks

Page 203: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

183

Universitas Indonesia

kebijakan pemerintah yang mempengaruhi penguasaan kapital sosial,

melainkan diperlukan peran elemen lain dalam pembangunan, yaitu peran

swasta dan masyarakat serta ko-produksi antar ketiga elemen itu.

Peran pemerintah berupa dukungan inovasi dalam operasionalisasi

program pembangunan, dalam hal ini pegembangan agribisnis ternyata sangat

diperlukan untuk mendukung pengembangan usaha yang bermuara pada

terjadinya akumulasi peningkatan penguasaan kapital dalam masyarakat.

Indikator lainnya dari peran pemerintah adalah kebijakan subsidi yang juga

masih sedemikian penting untuk merangsang kegiatan ekonomi masyarakat,

selain perlunya dukungan kebijakan anggaran yang sensitif terhadap

kebutuhan masyarakat. Dukungan politik ternyata masih diperlukan dalam

rangka menjaga stabilitas usaha ekonomi masyarakat. Hal ini dikuatkan oleh

pendapat beberapa komponen pembangunan di daerah seperti yang terungkap

dari petikan wawancara mendalam dengan anggota DPR Kabupaten Buleleng

sebagai berikut:

“Kita selalu mendorong pemerintah daerah dan mendukung kebijakan

anggaran yang pro terhadap kebutuhan petani. Tahun berjalan bisa

dibayangkan, APBD hanya 780 M. 580 M adalah jenis belanja

pegawai. Kita harus menigkatkan lagi pemenuhan untuk pembangunan

daerah, terutama pertanian kita yang semakin mengenaskan. Saya bisa

tambahkan..... Pertanian semakin mengenaskan (Bahkan beliau

menyampaikan bahwa sudah menulis di salah satu media surat kabar

lokal dengan topik itu)..... maksud saya agar pemerintah lebih fokus

lagi pada pertanian. Dulu pengembangan anggur relatif baik, tapi

pemasaran kurang, perstisida naik harganya, begitu juga pupuk.

Akhirnya petani kembali ke pertanian yang konvensional hanya

mengusahakan padi dan jagung lagi, yang nota benenya kurang

berorientasi pada peningkaan pendapatannya. Pajak lahan pertaian

Page 204: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

184

Universitas Indonesia

juga terus meningkat. Ini sudah kami usulkan kepemerintah agar

untuk lahan pertanian pajaknya bisa dibijaksanai... tetapi ini urusan

Kementerian Keuangan... Pusat lagilah urusannya. Bayangkan pajak

saja bisa 1 juta per tahuan per ha, kemudian ditambah iuran subak

3000 rp per are pertahun atau sekitar 300 ribu... Berat jugalah untuk

petani kita. Ini yang kami perjuangkan sekarang” (Bapak S, Anggota

DPR Buleleng, Maret 2010).

Petikan pendapat dari anggota legislatif di daerah penelitian dapat

menggambarkan makna bahwa dukungan politik pihak eksternal masyarakat

petani relatif baik, terutama dukungan politik dari anggota legislatif.

Kebijakan anggaran juga disinggung hingga masalah subsidi pajak untuk

lahan pertanian yang menurut masyarakat perlu disesuaikan dengan

reorientasi kebijakan perpajakan. Sementara, dari petikan wawancara di atas

tampak bahwa peran swasta masih relatif kurang, sehingga perlu

ditingkatkan, terutama dengan upaya pengembangan kemitraan usaha, baik

yang difasilitasi pemerintah maupun inisiatif masyarakat. Peran yang

dimainkan swasta bagi peningkatan kapital masyarakat antara lain adalah

adanya dukungan investasi dan permodalan. Selain itu dukungan penyediaan

sarana produksi dan pemasaran hasil usahatani juga masih belum seperti yang

diharapkan masyarakat. Kepentingan bisnis dan orientasi keuntungan masih

mendominasi kepentingan swasta, sehingga untuk mendukung pengembangan

usahatani yang diharapkan bermuara pada peningkatan penguasaan kapital

dan kualitas hidup masih memerlukan peningkatan. Ini pun terungkap dari

hasil pengamatan (observasi) peneliti, yang melihat rendahnya dukungan

swasta, terutama diindikasikan oleh kondisi di lapangan yang relatif jauh dari

jangkauan kegiatan bisnis ekonomi yang dilakukan swasta. Petikan

wawancara dengan salah satu informan juga menggambarkan keadaan itu

seperti berikut:

Page 205: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

185

Universitas Indonesia

“Betul memang, swasta kita harapkan mau lebih meningkatkan

kerjasamanya. Tapi memang relatif belum berkembang mengingat

mungkin mereka memandang kecilnya peluang bisnis di desa kami.

Mereka kan melihat peluang, dimana kami di sini kan dominan

masyarakatnya petani. Hanya saja untuk mengelola sumberdaya alam

mereka ada yang berminat untuk pengembangan air minum” (Kepala

Desa, 24 Maret 2010).

Pada sisi lainnya, peranan masyarakat sangat dominan dalam

mendukung penguasaan kapital, terutama tampak sekali dari hasil observasi

lapang adalah adanya kecendrungan meningkanya penguasaan kapital sosial

dalam masyarakat yang terdistribusi secara merata. Penguasaan kapital,

dalam hal ini yang banyak ditentukan dari pola jaringan sosial masyarakat

sangat tampak dari kuatnya relasi kepentingan (interes), relasi sentimen

hubungan kekeluargaan, dan relasi power dalam komunitas banjar. Pola relasi

sedemikian tampak terpola dalam masyarakat, yakni berdasarkan hubungan

kekerabatan, hubugan kekeluargaan, dan yang banyak peneliti amati adalah

relasi antar petani pelaku agribinis yang relatif “seumuran”. Lebih lanjut,

prinsip atau nilai “apang pada payu” atau agar semua bisa berjalan sama-

sama yang ada dalam komunitas banjar di Bali, sangat kental nuansanya.

Peran masyarakat dan potensi lokal relatif kuat hubungannya dengan

penguasaan kapital. Lingkungan fisik komunitas banjar dan potensi fisik

banjar memiliki pertalian yang sangat erat dengan representasi kapital.

Berdasarkan pengamatan peneliti, unsur fisik banjar teryata dapat mewadahi

berbagai kegiatan sosial dan ekonomi menunjang penguasaan kapital warga

banjar. Balai banjar sebagai salah satu unusur fisik banjar dapat dimanfaatkan

oleh warga banjar sebagai wahana bertemu dan membina relasi sosial mereka,

disamping dapat juga berfungsi sebagai media untuk menerima informasi dari

dalam maupun luar banjar. Pura, merupakan salah satu unsur yang sangat

Page 206: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

186

Universitas Indonesia

penting bagi warga banjar. Tempat suci bagi umat Hindhu tersebut salah

satunya berfungsi sebagai tempat “mesilakrama” saling berbagi dan bertemu

membina keakraban antar warga. Sementara nilai-nilai berbanjar secara

konsisten relatif masih dijaga dan dianut sebagai penuntun segi-segi

kehidupan sosial berbanjar, yang secara tertulis juga dituangkan dalam “awig-

awig” banjar. Nilai-nilai berbanjar secara fleksibel juga dapat menerima

berbagai nilai lain dari luar banjar, tentu dengan berbagai proses adaptasi

sosial. Hal itu sering peneliti temukan dalam kegiatan sosial ekonomi warga.

Sebagai contoh, dalam suatu kesempatan sosialisasi kegiatan sistem pertanian

terintegrasi yang dilaksanakan pemerintah propinsi di lokasi penelitian,

tampak sekali para petani yang sekaligus warga banjar tampak masih

mengedepankan nilai-nilai berbanjar yang diantaranya ditunjukkan dengan

cara mereka menerima “tamu” dari propinsi dan pemerintah kabupaten, cara

mereka berbicara dan menyampaikan pendapat dalam kegiatan dimaksud,

serta perilaku yang masih kental diwarnai nilai-nilai berbanjar. Sementara itu,

berdasarkan pegamatan peneliti dalam kegiatan yang sama juga menemukan

adanya peran kepemimpinan banjar yang erat kaitannya dengan partisipasi

masyarakat dalam kegiatan itu. Pemimpin banjar maupun para tokoh banjar

yang tidak berada dalam struktur kepemimpinan banjar (prajuru banjar)

terlihat sangat berperan dalam menarik partisipasi warga banjar.

Adapun Uji hipotesis (6) mengenai kuatnya pengaruh peran tripartit

pemerintah-swasta-masyarakat lokal terhadap kualitas hidup masyarakat juga

terbukti dapat diterima. Peran masing-masing unsur pembangunan dalam

menunjang kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat akan memerlukan

dukungan berupa fasilitasi, dukungan inovasi, kebijakan anggaran dan

dukugan politik, disamping dengan memperhatikan unsur pelayanan publik

dan peningkatan akses masyarakat terhadap sarana prasarana umum. Pada sisi

lainnya peran swasta dalam mendukung peningkatan kualitas hidup masih

sangat diperlukan terutama dalam melakukan investasi usaha yang tetap

memperhatikan tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Sedangkan peran

Page 207: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

187

Universitas Indonesia

masyarakat tentunya masih terus harus ditingkatkan dengan memelihara

potensi fisik lingkungan komunitas banjar, dan tetap mejaga nilai-nilai tradisi

mendukung peningkatan kualitas hidup sesama warga banjar, ditunjang oleh

semakin berkembangnya kepemimpinan banjar dan partisipasi masyarakat

dalam setiap kegiatan banjar.

Keberlakuan hipotesa (5) dan (6) dari studi ini erat pertaliannya

dengan terintegrasinya lingkungan kebijakan yang diinisiasi pemerintah di

level makro dengan informal rules di level messo dan mikro, khususnya

dalam konteks pengembangan agribisnis di pedesaan. Mekanisme

perencanaan kebijakan dan program telah menunjukkan kesesuaian dengan

kondisi indegenous lokal setempat yang salah satunya tercermin dalam

operasionalisasi program Primatani di lokasi penelitian. Pada konteks ini

peneliti mencoba mencermati implementasi Primatani di lokasi penelitian

yang pada intinya berupa model pengembangan agribisnis pedesaan berbasis

komunitas lokal. Dalam kerangka teori institusional baru (new

institutionalism) yang digagas Nee (2005) ternyata implementasi program

Primatani merupakan sebuah terobosan pemerintah yang masih memerlukan

dukungan pihak swasta dan masyarakat lokal dalam hal pengembangan

agribisnis berbasis inovasi teknologi usahatani. Pada konteks itu terdapat

suatu rasionalitas yang terikat pada setting yang dibentuk oleh adat, jaringan

sosial, norma, dan kepercayaan masyarakat, dalam hal ini komunitas banjar

yang sedemikian lekat dengan kehidupan sosial masyarakat di Bali.

Mekanisme perencanaan pembangunan seperti tampak pada Gambar

6.1 cukup memadai untuk menjelaskan bagaimana pemerintah berupaya

mengintegrasikan aturan-aturan formal berupa kebijakan formal di level

makro (lingkungan kebijakan atau lingkungan instiusioal) dengan in formal

rule di level mikro, yakni pada aktor ataupun kelompok tani di lokasi

penelitian. Peraturan-peraturan dan kebijakan formal yang harus diacu dalam

pembangunan pertanian tetap menjadi pertimbangan utama dalam

mengintegrasikan kebijakan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat

Page 208: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

188

Universitas Indonesia

(komponen masyarakat) agrbisnis pedesaan. Pada sisi yang lain, aktor pelaku

agribisnis di pedesaan berperilaku ekonomi berbasis pada kepercayaan

bersama, nilai-nilai yang dalam studi ini adalah nilai-nilai berbanjar, serta

norma yang berlaku pada tataran lokal mengarahkan aktor pelaku agribisnis

yang sekaligus sebagai anggota komunitas banjar dalam mengejar

kepentingan mereka melalui sistem dominan yang berbasis pada elemen

formal. Keterkaitan atau integrasi antara lingkungan kebijakan dengan relasi

informal yang mengikat aktor dalam mengejar keuntungannya disebutkan

sebagai kerangka institusional. Gambaran kondisi itu, analog dengan

penjelasan salah satu informan kunci di lingkungan Departemen Pertanian,

yang mengemukakan proses perencanaan dan operasionalissi suatu program

ataupun kegiatan pembangunan pertanian.

KebijakanDeptanProgramPemb.Pertanian

Kebijakan &ProgramSubSektor Pertanian

Institusi Pertanian

PEMDA

Musyawarah Perencanaan:-Nasional

- Propinsi; Kab/Kota

Kebijakan NasionalKebijakan Regional

Kebijakan Operasional

LEGISLATIF

KomponenMasyarakat

RENCANAKERJA

PENYUSUNAN ANGGARAN PEMBANGUNAN

OPERASIONALISASI

EVALUASIKEGIATAN

PEMBAHASANKEGIATAN

UMPANBALIK

Gambar 6.1. Mekanisme Perencanaan Pembangunan PertanianSumber: Hasil Wawancara Dengan Salah Satu Informan di Deptan (2009)

Page 209: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

189

Universitas Indonesia

Pada kerangka kegiatan agribisnis pedesaan, lingkungan institusioal

dalam bentuk kebijakan formal pembangunan pertanian secara dinamis dan

kontekstual berlangsung menjadi kerangka dalam mengarahkan tindakan

ekonomi petani warga banjar. Dalam kerangka implementasi program

Primatani di Sanggalangit, lingkungan institusional itu mampu memfasilitasi

terbentuk dan terdistribusinya struktur insentif, dalam hal ini berupa

penguasaan kapital dan peningkatan kualitas hidup aktor pelaku agribisnis.

Dengan demikian lingkungan institusional tersebut mampu bertahan dan

berjalan sebagai basis yang mengarahkan tindakan ekonomi aktor ataupun

kelompok yang dalam hal ini ditemukan dalam bentuk kelompok tani–ternak

di lokasi penelitian. Akan tetapi, jika lingkungan institusioanl tidak dapat

menghasilkan dan menjaga struktur insentif akan terjadi apa yang disebut Nee

sebagai decoupling atau ketidakserasian lingkungan intitusional dengan

informal rule di level makro. Sementara, sesuai dengan hasil observasi dan

wawancara mendalam dengan informan kunci di lokasi penelitian, sejak

implementasi Primatani hingga saat ini tampak masih terus berlangsung

adanya gejala terintegrasinya lingkungan institusional dengan relasi informal

yang mengarahkan tindakan pelaku ekonomi, yakni para petani anggota

banjar. Proses keberlangsungan integrasi formal –informal rules tersebut,

ditunjukkan dari temuan penelitian seperti berikut ini.

Bahwa Proses inisiasi Prima Tani pada lokasi penelitian, seperti

halnya pada seluruh lokasi Prima Tani di Indonesia diawali dengan

identifikasi masalah dan potensi pengembangan agribisinis. Hal ini dilakukan

dengan melakukan pemahaman pedesaan (lokasi) secara partisipaif

(Partcipatory Rural Appraisal/PRA) yang mengandung makna adanya

keterlibatan masyarakat lokal terutama petani, dalam merencanakan rancang

bangun pengembangan agribisnis pedesaan. Tahapan berikutnya adalah

menentukan dan mengimplementasikan teknologi dan kelembagaan pertanian

yang sesuai dengan kebutuhan ataupun masalah yang ada, dengan melibatkan

Page 210: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

190

Universitas Indonesia

partisipasi oleh semua stakeholders yakni petani, penyuluh, peneliti,

pemerintah daerah, dan swasta8. Dalam proses perencanan dan pelaksanaan

Prima Tani dilakukan empat pendekatan meliputi (i) pendekatan agro-

ekosistem yang memperhatikan kesesuaian pengembangan agribisnis dengan

kondisi bio-fisik; (ii) pendekatan agribisnis itu sendiri dengan memperhatikan

struktur dan keterkaitan sub-sistem penyediaan input, usahatani (on farm),

pascapanen dan pengolahan hasil produksi, pemasaran, dan kelembagaan

penunjang dalam satu sistem agribisnis, (iii) pendekatan kelembagaan yang

berarti bahwa pelaksanan Prima Tani tidak hanya memperhatikan keberadaan

dan fungsi suatu organisasi ekonomi atau individu yang berkaitan dengan

input dan output, tetapi juga mencakup modal sosial, norma, dan auran yang

berlaku di lokasi pengembangan, (iv) pendekatan pemberdayaan masyarakat

secara partisipatif menekankan perlunya penumbuhan kemandirian aktor

petani dalam memanfaatkan potensi sumber daya pedesaan atau potensi

banjar, dalam konteks studi ini.

Pada kasus Primatani di Sanggalangit entry point kegiatan adalah

implementasi teknologi embung, mengingat masalah ketersedian sumberdaya

air dan jaringan irigasi yang tidak memadai. Hal ini selaras dengan apa yang

dikemukakan oleh informan kunci studi ini seperti berikut:

“Prima Tani merupakan kegiatan semacam laboratorium lapangnya

peneliti dari BPTP Bali. Kegiatan ini awalnya diarahkan untuk

membangkitkan gairah bertani anggota masyarakat. Diawali

dengan pengembangan teknologi “embung” maka ketersediaan air

bagi budidaya pertanian dan ternak terutama di musim kemarau

menjadi semakin membaik. Pembuatan embung dilakukan bahu

membahu antara pemerintah kecamatan, desa, aparat dinas terkait,

8 Disarikan dari hasil wawancara mendalam dan Laporan Kegiatan Prima Tani , BPTP 2008.

Page 211: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

191

Universitas Indonesia

dan tentu dari petugas BPTP. Selanjutnya dilakukan musyawarah

untuk menentukan jenis usaha agribisnis yang sesuai, yang akhirnya

ditetapkan usaha agribisnis terpadu yakni usaha pertanian

dipadukan dengan ternak sapi, dan lebih diarahkan kepada pertanian

organik. Prima Tani juga memperkenalkan pola kelompok dan

pembentukan lembaga petani yang ditujukan untuk wadah

koordinasi dan komunikasi dalam kegiatan agribisnis, dan juga

untuk mengembangkan jaringan usaha dengan pihak luar desa.

Perlahan sejak beberapa tahun terakhir anggota masyarakat mulai

merasakan dampak dari inovasi yang dikembangkan di desa ini.

Produktivitas usahataninya semakin meningkat, usaha ternak sapi

yang bermula dari bantuan kredit lunak menjadi salah satu sumber

pendapatan yang sebelumnya tidak ada. Usaha ternak ternyata juga

menghasilkan pupuk organik dengan mengunakan teknologi

sederhana mampu menghasilkan pupuk organik yang dikelola

secara kelompok. Bahkan produksi pupuk organik cukup

menjajikan dengan datangnya permintaan yang meningkat dari

waktu ke waktu oleh beberapa relasi dari luar desa, bahkan luar

kecamatan. Pembuatan pupuk organik ini dikelola secara kelompok

dengan memanfaatkan limbah pertanian dan limbah ternak melalui

teknologi fermentasi sederhana seperti yang diinisasi oleh BPTP,

dan hasilnya dibagi dalam setiap periode waktu tertentu untuk

menambah pendapaan dan modal petani. Sungguh-sungguh hal

yang luar biasa, yang sebelumnya tidak terbayangkan oleh

masyarakat disini (KW, September 2009).

Menurut penjelasan penanggung jawab Prima Tani di Sanggalangit,

saat ini sudah terbangun 63 embung terdiri dari 41 embung besar dan 22

embung kecil yang mampu mengatasi permasalahan utama ketersedian air

Page 212: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

192

Universitas Indonesia

untuk usahatani. Oleh karena itu, masalah kesulitan kegiatan budidaya di

musim kemarau dapat diatasi, sehingga kegiatan usahatani berlangsung

sepanjang tahun. Gairah petani semakin meningkat seiring dengan lancarnya

pasokan air bagi kegiatan usahataninya. Bermula dari sinilah kemudian ide-

ide untuk lebih meningkatkan skala usahatani masyarakat terus meluas.

Budidaya jagung tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pangan, pakan,

ataupun pendapatan mereka. Ide untuk melakukan diversifikasi usaha terus

diupayakan petani, sehingga tuntuan atas inovasi teknologi pertanian juga

meningkat. Seperti yang diungkapkan oleh petani, dalam perjalanan kegiatan

Prima Tani sudah sedemikian banyak teknologi yang diadopsi, meliputi

teknologi budidaya, teknologi pasca panen, dan tidak ketinggalan inovasi

kelembagaan.

Inovasi yang sangat menonjol dan diyakini petani sangat berperan

membantu peningkatan pendapatan mereka adalah penerapan inovasi yang

diiisiasi BPTP berupa sistem pertanian terintegrasi, yakni inovasi “Cropp

Livestock System” yang mengintegrasikan usaha tani dengan ternak sapi.

Sistem ini juga dirasakan petani sangat menunjang kelestarian lingkungan

mengingat salah satu output dari sistem ini adalah pupuk organisk yang

diprodusi dengan sistem fermentasi. Produk berupa pupuk ini, menurut

pengamatan peneliti sangat membantu menambah pendapatan petani, di luar

komoditas utama yang diusahakan.

Inovasi kelembagan juga relatif berperan dalam mendukung kegiatan

agribisnis masyarakat. Salah satu yang menonjol disamping pesatnya

pertumbuhan kelompok tani, juga terjadi gejala semakin meningkatnya ragam

kelembagaan pendukung pengembangan agribisis di Sanggalangit. Koperasi

ternak “Dharma Satwa” sebagai contoh, telah menunjukkan peningkatan

performa usaha di bidang penyaluran input produksi ternak sapi, dan juga

penyaluran pupuk organik yang diproduksi kelompok-kelompok tani di

Page 213: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

193

Universitas Indonesia

Sanggalangit. Menurut informasi dari salah satu anggotanya yang ditemui

dalam satu kesempatan mengutarakan bahwa sisa hasil usaha koperasi itu

cukup untuk pengeluaran-pengeluaran yang tidak terduga, atau disimpan di

LPD (Lembaga Perkreditan Desa) yang berlokasi di sebelah kantor desa.

Tumbuh dan berkembangnya kelembagaan usahatani seperti kelompok

tani, lembaga simpan pinjam, dan juga koperasi, secara tidak langsung

meningkakan aktivitas masyarakat petani. Interaksi dengan pihak luar baik

dari anggota biasa ataupun pengurus kelompok-kelompok itu, menjadi

semakin terjalin. Demikian pula relasi sosial antar anggota kelompok juga

menjadi semakin kuat. Pengalaman peneliti saat mendampingi Tim Kerja dari

Komisi IV DPR RI pada bulan Juni 2007 juga dapat diungkapkan dalam

bagian ini, terutama menyangkut apresiasi anggota legislatif Komisi IV DPR

RI, yang sedemikian tinggi terhadap kemajuan perkembagan pembangunan

agribisnis di Sanggalangit. Pengembangan agribisnis seperti diuraikan

dimuka, berdampak pada terjadinya perubahan representasi kapital dan juga

kualitas hidup masyarakat. Sebelum Prima Tani dilaksanakan di

Sanggalangit, rata-rata pendapatan petani sangat rendah. Penguasaan kapital

ekonomi berupa aset sumberdaya ekonomi rata-rata juga rendah. Akan tetapi

saat ini sudah mulai menunjukkan peningkatan disamping adanya dukungan

penguasaan bentuk kapital lainnya, seperti kapital sosial, budaya, dan kapital

politik. Menurut pengamatan peneliti, kapital sosial merupakan bentuk

representasi kapital yang menonjol di Sanggalangit. Uangkapan salah satu

informan studi ini (KS, Maret 2010) yang mengatakan bahwa “makentanan”

adalah modal kita hidup saya maknai dengan pengertian bahwa pertemanan,

relasi, dan interkasi dengan aktor lain akan menambah network kita. Hal itu

tercermin dari sedemikian mengalirnya pola relasi sosial yang ada di dalam

masyarakat petani komunitas banjar, maupun dalam menerima pihak luar.

Dalam satu kesempatan acara ramah tamah dengan beberapa warga

masyarakat, peneliti dapat merasakan kentalnya pola relasi sosial antar warga

masyarakat banjar di Sanggalangit. Pentingnya network yang dibangun

Page 214: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

194

Universitas Indonesia

berlandaskan hubungan pertemanan, kenalan jauh, dan interaksi dengan aktor

lain diyakini informan (KW) bermanfaat bagi dirinya dengan mengemukakan

seperti berikut.

“Baru terasa manfaat relasi dan hubungan baik antar tetangga, maupun

dengan kenalan jauh dari luar desa seperti kalangan aparat pemerintah,

tokoh-tokoh politik, dan relasi dari kalangan usaha. Semakin

berkembang relasi saya, maka saya merasakan semakin yakin

melakoni usaha agribisnis saya (Hal ini dirasakan setelah aktif

berpartisipasi dalam kegiatan kelompok tani-ternak). Bahkan dengan

kunjungan Bapak-bapak termasuk dari Pusat, saya rasakan sangat

membantu usaha saya (digambarkan pengalamannya mengenai

sulitnya mengendalikan penyakit yang menyerang usahatani

mangganya, dan dengan mengenal seorang Doktor bidang penyakit

tanaman, ternyata saya mendapatkan resep dan obat dari Bapak itu,

dan sampai sekarang usaha tani mangga saya tidak mendapat kendala

yang berarti, hubungan baik kami pun terus terjaga)”. Hasil

Wawancara dengan KW (4 Oktober 2009).

Berdasarkan pengamatan peneliti, secara riil peningkatan jumlah

maupun kualitas kelembagaan maupun organisasi dalam pengembangan

agribisnis telah menunjukkan eksistensinya, yakni tidak hanya didirikan

secara formal untuk vakum tanpa kegiatan. Terdapat beberapa kegiatan yang

masih peneliti temui, termasuk dalam hal bagaimana kelompok tani masih

secara konsisten dan berkelanjutan merumuskan rencana pengembangan

usaha tani kelompok, kemudian juga merumuskan perencanaan dan

koordinasi dengan lembaga lainya seperti dengan dinas-dinas terkait maupun

dengan koperasi yang menunjang aspek permodalan usaha maupun pemasaran

hasil produksi usahatani kelompok maupun aktor. Akan tetapi pengembangan

agribisnis melalui akselerasi pemasyarakatan inovasi teknologi pertanian,

Page 215: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

195

Universitas Indonesia

belum sepenuhnya berhasil meningkatkan representasi kapital budaya maupun

kapital politik dalam komunitas agribisnis berbasis banjar. Hal ini terungkap

dalam kesempatan wawancara mendalam kami dengan informan di

Sanggalangit, seperti yang dijelaskan berikut ini.

“Modal budaya masyarakat disini relatif merata, tidak ada yang

menonjol. Pemanfaatan modal ini kurang nyata kelihatannya dalam

kehidupan sosial kita. Memang tampak bagi beberapa kalangan seperti

pemangku (pemimpin agama dan penanggung jawab pura tertentu),

pendeta masih dipandang dan mendapat sedikit kesempatan yang lebih

baik dalam memperoleh fasilitas pendidikan, kesehatan, ataupun

peluang berusaha. Selain itu ada beberapa kalangan dari keluarga

bekas pejuang (maksudnya VETERAN) dan juga mantan Bendesa

adat masih dihormati dan dihargai dalam memperoleh kesempatan-

kesempatan itu”. Ungkapan KW dalam wawancara tanggal 4 Oktober

2009.

Penjelasan di atas selaras dengan pandangan Bourdieu (1986) yang

mengemukakan secara rinci dimensi kapital budaya yang merujuk pada

keadaan (state), yakni embodied state yaitu kapital yang keadaannya

mewujud pada badan agen. Secara harfiah hal ini mengandung pengertian

bahwa aktor sebagai manusia mengandung potensi kapital tersendiri, berupa

kekuatan ataupun kemampuan yang melekat pada aktor, seperti halnya kasta

pada masyarakat Bali ataupun pemafaatan kapital budaya sebagai

“Pemangku” yang melekat pada aktor. Demikian juga kapial budaya yang

dimanfaatkan aktor yang kebetulan sebagai Veteran misalnya, masih jelas

dihargai oleh masyarakat setempat. Oleh karenanya, aktor-aktor tersebut

secara relatif memiliki peluang yang lebih jika dibandingkan aktor lainnya

sesama anggota komunitas banjar, dalam memperoleh akses berkehidupan

sosial. Sementara kapital budaya dalam dimensi obyektif maupun

Page 216: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

196

Universitas Indonesia

institusional, belum begitu tampak pada komunitas agribisnis di Sanggalangit.

Jika dilihat dari data pendidikan rata-rata masyarakat Sanggalangit yang

masih relatif rendah (lebih dari 60% berpendidikan SD) , maka tentunya

representasi kapital budayanya juga relatif tidak berkembang.

Representasi kapital politik juga relatif belum berkembang, yang

diindikaskan oleh penjelasan lebih lanjut dari informan (KW, Oktober 2009),

seperti berikut ini.

“Pemanfaatan modal politik umumnya masih dimanfaatkan oleh

segelintir orang saja. Dengan kekuasaan, kepintaranya bergaul dengan

politisi, ataupun melalui status sosial yang disandangnya maka

sebagian anggota masyarakat itu dapat memanfaatkan modal

politiknya bagi peningkatan kesempatannya memeperoleh kemudahan

di segala bidang termasuk bagi peningkatan kesejahteraannya

(maksudnya kualitas hidupnya)” Demikian secara lugas KW

mengemukakan bagaimana informan itu memaknai representasi kapital

politik pada komunitas agribisnis berbasis banjar di desanya.

Hal itu sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, seperti

misalnya yang peneliti amati bahwa kadang-kadang petugas kesehatan di

Puskesmas misalnya masih membedakan pelayanananya menurut status sosial

dan siapa yang datang berobat. Jika dari kalangan atas (maksudnya elit desa)

tentu pelayanan kesehatan yang diberikan berbeda dengan masyarakat lainnya.

Gejala itu sesuai dengan pandangan Svendsen&Svendsen ( 2003), yang

mengemukakan mengenai kapial politik yang diperoleh aktor sebagai akibat

penghargaan masyarakat terhadap karisma, ikatan moral, sistem meritokratis,

dan dominasi yang melekat pada aktor.

Selanjutnya adalah pembahasan mengenai representasi kapital

ekonomi di daerah penelitian. Menurut pengamatan maupun hasil wawancara

dengan informan maupun sumber-sumber lain di lokasi penelitian, kapital

ekonomi merupakan jenis kapital yang sangat berarti dan paling besar

Page 217: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

197

Universitas Indonesia

kontribusinya bagi pencapaian peningkatan kualitas hidup komunitas

agribisnis. Peningkatan pendapatan yang dirasakan sebagai dampak

penerapan inovasi teknologi unggul dalam pengembangan agribisnisnya,

dirasakan telah membawa aktor kepada peningkatan kualitas hidup yang lebih

baik dibandingkan sebelum adanya program pengembangan agribisnis melalui

kegiatan Prima Tani.

“Bagaimanapun juga modal ekonomi berupa “uang” dan keterampilan

berusaha sangat penting dalam memperoleh kesempatan pendidikan,

kesehatan, maupun menjaga lingkungannya, serta dalam hal

memperoleh kesempatan kerja. Saat ini kan “uang adalah segalanya”.

Di sini pun demikian. Walaupun di desa seperti ini, uang tetap

menjadi alat yang ampuh bagi penyelesaian segala urusan. Ungkapan

informan (KW) yang diwawancarai pada 4 Oktober 2009.

Kepemilikan modal “uang” merupakan indikasi utama penguasaan

kapital ekonomi, dan diyakini sebagai sesuatu yang dianggap segalanya.

Bahkan dengan uang segala urusan dapat diselesaikan. Demikian informan

memaknai kapital ekonomi berupa “kepemilikan uang” oleh aktor dalam

komunitas agribisnis di daerah penelitian. Meskipun hal ini juga disebutkan

dalam pemikiran Svendsen & Svendsen (2003) mengenai dimensi kapital

ekonomi menurut Bourdieu (1986), tetapi kapial ekonomi itu sendiri tidak

hanya berupa kepemilikan modal uang saja, melainkan juga dibangun atas

kepemilikan aset produksi seperti sumberdaya lahan, kemudian juga dibangun

atas semangat kewirausahaan aktor, maupun keterampilan dan

profesionalisme aktor dalam menjalani kehidupan sosialnya, dalam hal ini

pada komunitas agribisnis berbasis banjar di Bali.

Ikhtisar dari keseluruhan pembahasan pada Bab ini adalah adanya

keberlakuan konsep Nee (2005) mengenai New Institutionalism. Konstruksi

Page 218: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

198

Universitas Indonesia

sosial komunitas petani berbasis banjar di Sanggalangit diwarnai oleh

dinamika pembangunan yang diinisiasi pihak eksternal melalui pendekatan

top down–policy. Implementasi Prima Tani dalam pengembangan agribisnis

tidak terlepas dari peran lingkungan kebijakan di level makro untuk

mensinkronisasikan dengan kebijakan pemerintah daerah di level messo, serta

dengan relasi informal di level mikro. Pada konteks ini, Prima Tani sebagai

proses introduksi inovasi teknologi dan kelembagaan usahatani yang

berlandaskan formal rules berupa peraturan perundang-undangan formal

kepada relasi informal di level mikro, berhasil diterima oleh kelompok atau

aktor dalam komunitas agribisnis di Sanggalangit, yang didukung juga oleh

kelenturan (fleksibilitas) sistem banjar sebagai organisasi sosial tradisi yang

sarat dengan in-formal rules. Keberhasilan itu ditentukan oleh adanya

struktur insentif terutama bagi relasi informal dalam kegiatan Prima Tani.

Struktur insentif itu berupa inovasi teknologi dan kelembagaan yang akhirnya

bermuara pada diperolehnya keuntungan oleh relasi informal berupa

peningkatan kapital sosial, budaya, politik, dan kapital ekonomi. Oleh karena

itu Prima Tani yang cenderung bersifat top-down policy dapat menunjukkan

keberhasilannya, dan terjaga secara berkelanjutan, karena mampu secara

terus-menerus memberikan insentif bagi relasi informal di Sanggalangit.

6.4. Analisis Jalur Hubungan Antar Variabel Yang Mempengaurhi QoL

Temuan penelitian tentang pengaruh masing-masing kapital terhadap

kualitas hidup dan peran tripartit: pemerintah-swasta-masyarakat terhadap

penguasaan kapital dalam masyarakat, serta pengaruhnya terhadap kualitas

hidup telah dijelaskan pada bagian terdahulu ari Disertasi ini. Pembahasan

temuan penelitian dalam satu model hipotetik hubungan antar variabel yang

mempengaruhi kualitas hidup, diyakini akan dapat memperkaya hasil studi

ini. Oleh akrena itu, pada sub bab ini akan dibahas hasil analisis jalur (path

analysis) hubungan antar variabel penelitian. Pemikiran peneliti atas model

Page 219: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

199

Universitas Indonesia

hubungan antar variabel penelitian ini (Gambar 6.2) dilandasi oleh beberapa

gagasan yang antara lain dikemukakan oleh Castelli, et.all (2009) mengenai

model hubungan pengaruh lingkungan kebijakan terhadap kapital sosial dan

pelayanan publik yang bermuara pada kualitas hidup masyarakat; pemikiran

Nee (2005) mengenai perlunya pendekatan kelembagaan baru (new

institutionalism), serta gagasan Bourdieu (1986) mengenai refomulasi bentuk

kapital menjadi empat jenis kapital yang erat pertaliannya dengan bagaimana

agen memperoleh dan menguasai kapital dalam rangka meningkatkan kualitas

hidupnya.

Gambar 6.2 merupakan model hipotetik hubungan antar variabel yang

menjelaskan bahwa peningkatan kualitas hidup komunitas agribisnis

merupakan muara dari adanya pengaruh variabel-variabel lain berupa

representasi kapital (kapital sosial, budaya, politik, dan ekonomi), pengaruh

posisi aktor dalam sistem straifikasi sosialnya, serta pengaruh dari adanya

peran tripartit dan ko-produksi antara elemen-elemen pembangunan yakni

pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dengan pemikiran tersebut dilakukan

analisis regresi berganda (multiple regression), untuk melihat pengaruh

masing-masing variabel eksogen tersebut.

e1

1

e2

Page 220: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

200

Universitas Indonesia

Model Pertama, adalah analisis regresi untuk mengetahui

pengaruh semua variabel eksogen terhadap variabel endogen, yang

dalam hal ini adalah kualitas hidup (QoL). Hasil analisis regresi

dapat dicermati sesuai tabel 6.8 yang telah disajikan pada sub bab

terdahulu Disertasi ini. Berdasarkan hasil tersebut dapat

dekemukakan bahwa keseluruhan variabel eksogen berupa peran

tripartit koproduksi pemerintah, swasta dan masyarakat,

representasi kapital dan stratifiasi sosial dapat mejelaskan variabel

endogen (kualitas hidup) sebesar 69,4% yang ditunjukkan dari nilai

R square ringkasan model regresi tersebut. Sedangkan hubungan

pengaruh setiap variabel eksogen terhadap variabel kualitas hidup

dijelaskan dari regresi yag tertuang dalam Tabel 6.8. (halaman 180)

Berdasarkan Tabel 6.8 tersebut dapat diterangkan bahwa

terdapat satu variabel eksogen yang tidak memiliki pengaruh

langsung terhadap kualitas hidup, dilihat dari nilai p-value yang

lebih besar dari level of significan (0,05), yakni variabel ko-

produksi (nilai p-value nya 0,553). Sedangkan variabel lainnya

seperti persepsi masyarakat terhadap kapital sosial, kapital p;olitik,

peran pemerintah, dan peran swasta memeliki pengaruh langsung

yang sangat nyata terhadap kualitas hidup dengan nilai p-value

0,000, lebih kecil dari level of significan sebesar 0,01. Adapun

variabel persepsi masyarakat terhadap kapital budaya, kapital

ekonoi, dan peran masyarakat memiliki peran langsung yang nyata

dengan nilai p-value masing-masing sebesar 0,040, 0,18, dan

0,036. Hasil akhir dari regresi model pertama ini menunjukkan

koefisien jalur (path coeficient) variabel kapital sosial adalah

tertinggi dengan nilai koefisien jalur 0,428, disusul peran

pemerintah 0,231; kapital politik 0,216, kapital ekonomi 0,165;

peran swasta 0,151; dan peran masyarakat -0,133. Hasil regresi

Page 221: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

201

Universitas Indonesia

ini mengharuskan bahwa variabel yang tidak memiliki pengaruh

langsung terhadap QoL, yakni ko-produksi garis pengaruhnya

dalam model hipotetik (Gambar 6.3.) harus dihapus atau ditiadakan

dari model.

Model Regresi Kedua, mencermati pengaruh peran tripartit dan

koproduksi pemerintah-swasta-masyarakat terhadap kapital sosial.

Adapun hasil regresinya dapat dilihat pada Tabel 6.2 yang

disajikan pada sub bab terdahulu. Dari empat variabel yang

dianalisis, ternyata seluruh variabel berpengaruh langsung

terhadap kapital sosial. Keempat varibel itu dijelaskan dominasi

pengaruhnya berdasarkan nilai beta terstandarisasinya, sebagai

koefisien jalur. Besarnya nilai koefisien jalur masing-masing

variabel menjelaskan bahwa peran masyarakat memiliki dominasi

yang paling besar (0,589) disusul oleh koproduksi, peran

pemerintah, dan yang terkecil adalah dominasi pengaruh dari peran

swasta.

Model Ketiga, analisis mengenai peran tripartit dan koproduksi

pemerintah-swasta dan masyarakat terhadap kapital budaya.

Berdasarkan hasil regresi seperti tampak pada Tabel 6.3 yang telah

disajikan pada sub bab terdahulu ternyata hanya satu variabel

yang memiliki pengaruh langsung terhadap kapital budaya, yakni

peran swasta, dengan dominasi pengaruh sebesar 0,158. Tiga

variabel lainnya yang tidak berpengaruh langsung terhadap

kapitalbudaya tidak memiliki koefisien jalur dan garis

hubungannya ditiadakan dalam model hubungan antar variabel.

Page 222: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

202

Universitas Indonesia

Model Keempat, menganalisis pengaruh peran tripartit dan ko-

produksi pemerintah, swasta, dan masyarakat terhadap kapital

politik. Hasil regresi menunjukkan bahwa seluruh variabel yakni

peran pemerintah, peran swasta, masyarakat, dan ko-produksi

memiliki pengaruh langsung terhadap kapital politik. Adapun nilai

koefisien jalur empat variabel itu masing-masing: peran

koproduksi (0,344), peran peran masyarakat (0,194) ; peran

pemerintah (0,180) dan yang terendah dominasi pengaruhnya

adalah peran swasta sebesar 0,152 (Tabel 6.4)

Model kelima, melakukan analisis pengaruh peran tripartit dan ko-

produksi pemeritah-swasta-masyarakat terhadap kapital ekonomi.

Sebagaimana analisis terhadap jenis kapital lainnya, maka hasil

regresi untuk kapital ekonomi dapat dilihat pada Tabel 6.5.

Berdasarkan Tabel 6.5 dapat dijelaskan bahwa hanya dua variabel

yakni ko-produksi dan peran swasta yang memiliki pengaruh

langsung terhadap kapital ekonomi. Oleh karena itu, dua variabel

yang tidak memiliki pengaruh langsung, garis hubungan

pengaruhnya harus dihapuskan dari model, yakni variabel peran

pemerintah dan peran masyarakat. Adapun koefisien jalur variabel

yang berpengaruh terhadap kapital ekonomi masig-masing adalah

koproduksi dengan nilai koefisien jalur 0,825 dan peran swasta

sebesar 0,085.

Hasil akhir dari analisis jalur yang dilakukan dengan uji regresi pada

model pertama hingga model kelima dituangkan sebagai model hasil analisis

jalur, seperti tampak pada Gambar (6.3).

Page 223: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

203

Universitas Indonesia

Berdasarkan hasil masing-masing model regresi (model regresi 1 sampai 5)

dapat digambarkan hubungan antar variabel yang mempengaruhi kualitas

hidup seperti pada Gambar berikut:

Page 224: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

204

Universitas Indonesia

dalam meningkatkan kualitas hidupnya, melalui pengembangan agribisnis

berbasis banjar.

Berdasarkan model hubungan antar varibel sebagai hasil dari analisis

jalur, dapat dikemukakan bahwa representasi masing-masing jenis kapital

dalam komunitas agribisnis berbasis banjar di Sanggalangit, memiliki

pengaruh yang berbeda terhadap kualitas hidup masyarakat. Pada sisi lain,

peran pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam pengembangan agribisnis di

Sanggalangit, menunjukkan pengaruh dengan dominasi yang berbeda,

terhadap kualitas hidup masyarakat. Hubungan antar variabel yang menentukan

kualitas hidup masyarakat, menunjukan bahwa pengaruh total masing-masing variabel

terhadap kualitas hidup adalah sebagai berikut:

Total pengaruh kapital sosial terhadap QoL adalah 0,428

Total pengaruh kapital budaya adalah 0,077

Total pengaruh kapital politik 0,216

Total pengaruh kapital ekonomi adalah 0,165

Sedangkan pengaruh total peran pemerintah adalah pengaruh langsung

sebesar 0,231 ditambahkan dengan pengaruhnya melalui kapital sosial (0,157

x 0,428), dan melalui kapital politik (0,180 x 0,216), sehingga total pengaruh

peran pemerintah sebesar 0,339

Pengaruh total peran swasta terhadap QoL didapatkan dari pengaruh langsung

sebesar 0,151 ditambah dengan pengaruh tidak langusng melalui kapital sosial

(0,099 x 0,428), melalui kapital budaya (0,158 x 0,077), melalui kapital

politik (0,152 x 0,216) dan melalui kapital ekonomi (0,085 x 0,165), sehingga

total pengaruhnya menjadi sebesar 0,252

Pengaruh total peran masyarakat adalah - 0,113 ditambah pengaruh tidak

langsung melalui kapital sosial (0,589 x 0,428) dan melalui kapital politik

(0,194 x 0,216), sehingga total pengaruh sebesar 0,181

Page 225: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

205

Universitas Indonesia

Total pengaruh ko-produksi adalah pengaruh melalui kapital sosial (0,186 x

0,428), melalui kapital politik (0,344 x 0,216) dan melalui kapital ekonomi

(0,825 x 0,165), sehingga total pengaruhnya adalah 0,290

Kapital sosial menunjukkan dominasi pengaruh yang tertinggi (0,428) diantara

variabel-variabel eksogen yang mempengaruhi QoL. Variabel berikutnya yang

menunjukkan dominasi pengaruh yang besar adalah peran pemerintah (0,339), disusul

peran ko-produksi yang memiliki total pengaruh sebesar 0,290. Sementara dari keempat

jenis kapital yang mempengaruhi QoL, kapital budaya merupakan jenis kapital yang relatif

kurang dominan pengaruhnya terhadap kualitas hidup individu anggota komunitas

agribisnis di Sanggalangit. Pada sub bab ini juga dijelaskan bahwa hasil temuan

penelitian ini ternyata sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Castelli, et.all

(2009) yang menyatakan bahwa kapital sosial dan public service organization

(PSO) sangat berperan dalam meningkakan kualitas hidup masyarakat, selain

tentunya peran pemerintah. Akan tetapi, Castelli (2009) tidak membahas dan

mencermati jenis kapital lain selain kapial sosial, dan juga belum sepenuhnya

menyinggung aspek peran elemen pembangunan selain pemerintah, yakni

peran swasta atau korporasi dan peran masyarakat lokal dalam peningkatan

kualitas hidup masyarakat. Sementara penelitian ini relatif berhasil mencoba

melakukan penyesuaian (customize) variabel-variabel eksogen yang

mempengaruhi tingkat kualitas hidup, dengan mencermati peran swasta,

masyarakat, dan koproduksi dari tiga elemen itu, serta menambah analisis

bentuk kapital lainnya, yang dalam studi ini peneliti menyebutnya sebagai

representasi kapital.

Untuk memperoleh gambaran yang lebih mendalam tentang kualitas

hidup masyarakat, maka studi ini juga mencermati kualitas hidup obyektif dan

subyektif dalam pengertian pendekatan studi-studi kesejahteraan secara

umum, khususnya kualitas hidup masyarakat. Pendekatan yang dimaksud

adalah pendekatan model “Scandinivian of Living” yakni lebih fokus pada

kondisi obyektif kualitas hidup. Kualitas hidup obyektif yang dicermati dari

Page 226: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

206

Universitas Indonesia

indikator obyektif seperti pendapatan, pemenuhan kebutuhan pokok (pangan,

sandang, dan papan), tingkat pendidikan, dan tingkat kesehatan. Sedangkan

pendekatan yang kedua adalah model “American QoL”yang menekankan

indikator-indikator kualitas hidup berdasarkan kondisi sosial individu yang

antara lain meliputi persepsi kepuasan, dan kebahagiaan individu dalam

masyarakatnya (Noll, 2002). Noll (2002) akhirnya lebih fokus pada kualitas

hidup individu dan keseluruhan proses kehidupannya beserta hal yang

melingkupinya berupa dimensi sosial. Berdasarkan enam belas indikator

kualitas hidup yang dicermati dalam studi ini, QoL obyektif ditentukan oleh

empat indikator berupa pendapatan, pendidikan, pemenuhan kebutuhan

primer, dan tingkat morbiditas. Adapun persepsi responden terhadap tingkat

pentingnya suatu faktor dalam mempengaruhi kualitas hidup, disajikan pada

Tabel 6.9 berikut ini.

Tabel 6.9. Peringkat Tingkat Kepentingan Indikator Kualitas Hidup

RankingTingkat Pentingnya Indikator

Indikator Kualitas Hidup Skor(skala 1-5)

1.2.3.4.5.6.7.8.9.

10.11.12.13.14.15.16.

Pemenuhan Kebutuhan PrimerTingkat KebahagiaanPendapatanMorbiditasKeamanan SosialOkupasiMakna HidupKualitas BeragamaPendidikanKualitas LingkunganMobilitas VertikalPelayanan PublikRelasi SosialIMRHarapan HidupPartisipasi Politik

4,944,644,574,414,214,113,523,483,443,433,292,972,482,412,121,31

Page 227: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

207

Universitas Indonesia

Berdasarkan Tabel tersebut di atas, maka jika dikelompokkan akan

didapat lima kelompok yakni: (i) kelompok dengan skor tinggi di atas 4,5

adalah indikator yang termasuk kategori sangat penting, (ii) skor 3,50 –4,49

adalah kategori indikator penting, (iii) skor 2,5 -3,49 kategori cukup penting;

(iv) 1,50 –2,49 kategori indikator kurang penting, dan (v) skor < 1,50 adalah

kategori indikato yang tidak penting. Berdasarkan persepsi responden, maka

sesuai dengan yang tampak pada Tabel 6.9 terdapat satu indikator yang

masuk indikator tidak penting, yakni indikator partisipasi politik. Sedangkan

tiga indikator dipersepsikan sangat penting yakni indikator pemenuhan

kebutuhan primer, tingkat kebahagiaan, dan pendapatan. Selain itu, persepsi

responden terhadap pentingnya indikator obyektif seperti tingkat pemenuhan

kebuuhan pokok, pendapatan, dan kesehatan merupakan faktor yang sangat

penting bagi mereka. Oleh karena itu, studi ini secara sepintas akan

membahas pengaruh persepsi masyarakat tentang peran kapital, pemerintah,

swasta, dan masyarakat terhadap kualitas hidup obyektif.

Berdasarkan analisis regresi yang dilakukan, terlihat bahwa QoL

obyektif dipengaruhi oleh kapital sosial, kapital budaya, dan kapital politik.

Variabel lainnya tidak memiliki pengaruh langusung terhadap QoL obyektif.

Kapital sosial menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (p-value 0,000)

dengan dominasi pengaruh yang relatif besar (0,543) dibandingkan kapital

budaya dan politik. Sementara, kapital ekonomi tidak memiliki pengaruh

terhadap QoL obyektif. Adapun peran pemerintah, swasta, maupun

masyarakat, ternyata tidak berpengaruh terhadap kondisi QoL obyektif

komunitas agribisnis di Sanggalangit.

Page 228: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA
Page 229: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

209

Universitas Indonesia

Tabel 6.11. Hasil Regresi Variabel Eksogen Terhadap QoL Subyektif

Page 230: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

210

Universitas Indonesia

BAB 7

DISKUSI TEMUAN PENELITIAN: IMPLIKASI TEORITISDAN IMPLIKASI METODOLOGIS

7.1. Implikasi Teoritis.

Bagian disertasi ini ditujukan untuk mengemukakan diskusi tentang

temuan hasil penelitian, dikaitkan dengan relevansi teori yang diterapkan

dalam studi ini. Diskusi temuan penelitian ini diawali dengan membahas

pertalian antara penguasaan kapital dengan kualitas hidup ditinjau dari

persepsi masyarakat. Pembahasan aspek ini merupakan refleksi teori ataupun

tesis yang dikemukakan oleh Castelli et.all (2009) tentang pertalian antara

kapital khususnya kapital sosial, dengan kualitas hidup masyarakat. Dalam

konteks ini, pembahasan mengenai kapital tidak terlepas dari konsep Bourdieu

(1986), tentang reformulasi jenis-jenis kapital. Berikutnya, bagian disertasi

ini mengetengahkan kerangka analisis sebagai refleksi teori New

Institutionalism (Nee, 2005) yang juga terkait dengan tesis Castelli (2009)

tentang adanya keterkaitan konteks kebijakan (Policy context) dengan kualitas

hidup masyarakat. Kerangka analisis yang dimaksud adalah integrasi

lingkungan institusional dengan relasi informal pelaku ekonomi, yakni aktor

petani pelaku agribisnis yang bermuara pada terjadinya keserasian (coupling)

dalam penguasaan kapitalnya, yang ditengarai berpengaruh terhadap kualitas

hidup masyarakat. Bagian akhri dari sub bab ini membahas tentang temuan

penelitian berupa suatu model hubungan antar variabel yang mempengaruhi

kualitas hidup komunitas agribisnis berbasis banjar.

Page 231: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

211

Universitas Indonesia

7.1.1 Persepsi Masyarakat Tentang Penguasaan Kapital dalam Komunitas AgribisnisBerbasisBanjar, serta PengaruhnyaTerhadapKualitas HidupMasyarakat.

Diskusi mengenai konsep kapital terus berkembang, hingga

menghasilkan konsep mengenai bentuk-bentuk kapital yang dipertimbangkan

dalam kegiatan ekonomi. Jika merujuk kepada pemikiran Bourdieu mengenai

teori praktik sosial yang melahirkan dua konsep utama yakni ranah (field) dan

habitus, maka studi ini memfokuskan perhatian kepada bagaimana agen atau

individu menguasai dan menggunakan berbagai bentuk kapital dalam

memperebutkan posisi-posisi obyektif. Pada kerangka itu, dapat dikemukakan

bahwa penguasaan dan penggunaan kapital memiliki kecendrungan sebagai

alat untuk memperoleh peningkatan kualitas hidup.

Reformulasi konsep kapital oleh Bourdieu meliputi dua aspek penting,

yakni konsep kapital yang meliputi kapital non-material seperti kapital

budaya, simbolik, dan kapital sosial, disamping kapital material berupa kapital

fisik seperti alat produksi, kapital finansial, dan kapital sumberdaya manusia.

Aspek berikutnya adalah mengenai konversi atau transformasi bentuk-bentuk

kapital dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Pada konteks ini, Bourdieu

menekankan pentingnya kapital non-material dalam kegiatan ekonomi.

Gagasan Bourdieu (1986) mengenai reformulasi bentuk kapital ke dalam

empat jenis kapital yakni kapital sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang

dikaitkan dengan konsep field (ranah) dan habitus, ternyata masih

memungkinkan untuk didiskusikan. Menurutnya, agen (aktor) cenderung

melakukan upaya dan kompetisi memperoleh dan menguasai kapital, yang

ditujukan untuk memperoleh posisi-posisi obyektif dalam ranahnya (field) dan

kemudian akan membentuk suatu habitus baru bagi kelompoknya. Pada

penelitian ini, diporoleh temuan bahwa kapital sosial relatif mendominasi

pengaruh terhadap terjadinya peningkatan kualitas hidup masyarakat

dibandingkan dengan bentuk kapital lainnya. Sementara penguasan kapital

sosial cenderung tidak diperoleh dengan persaingan yang ketat. Bahkan

kapital lainnya termasuk kapital ekonomi juga diperoleh dengan tidak

Page 232: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

212

Universitas Indonesia

menampakkan gejala persaingan yang sedemikan ketat pula. Peneliti

memandang terjadinya persaingan dalam memperoleh dan menguasai kapital

serta dominasi suatu bentuk kapital terhadap kapital lainnya sangat tergantung

dari aspek lokalitas yang spesifik.

Lebih lanjut pada konteks refleksi temuan penelitian dan implikasinya

secara teoritis, maka perlu dikemukakan bahwa salah satu temuan yang

menarik dari studi ini adalah mengenai dominannya peranan kapital sosial

dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kapital fisik yang cenderung

dikonotasikan sebagai kapital ekonomi tidak lagi menjadi satu-satunya bentuk

kapital yang dihandalkan masyarakat dalam mendukung kegiatan sosial dan

tindakan ekonominya. Penguasaan aktor terhadap kapital sosial, budaya, dan

politik pada skala tertentu dapat menutupi kekurangan atas penguasaan kapital

ekonomi. Sejalan dengan hasil penelitian, dalam konteks itu terdapat

temuan bahwa selain kapital sosial maka studi ini relatif mampu memberikan

kontrribusi yang original mengenai temuan adanya pengaruh kapital politik

dan kapital ekonomi yang mempengaruhi kualitas hidup masyarakat (Tabel

7.1).

Berdasarkan tahapan analisis yang dilakukakan dalam penelitian ini

dapat dikemukakan bahwa temuan penelitian ini mendukung hasil penelitian

sebelumnya (Vipriyanti, 2007; Castelli et.all, 2009) yang mengemukakan

bahwa kapital sosial sangat erat pertaliannya dengan kualitas hidup

masyarakat. Meskipun demikian, studi ini juga mampu menunjukkan temuan

yang menyempurnakan dan melengkapi tesis sebelumnya bahwa selain kapital

sosial yang sedemikian dominan perannya bagi peningkatan kualitas hidup

masyarakat, ternyata terdapat bentuk kapital lain yakni kapital budaya, kapital

politik dan ekonomi yang juga memiliki pengaruh langsung terhadap kualitas

hidup masyarakat. Sementara ini, penguasaan kapital dalam bentuk kapital

budaya, politik dan kapital ekonomi sebagai variabel eksogen yang

mempengaruhi kualitas hidup relatif belum pernah diteliti sebelumnya, Oleh

karena itu, studi ini menunjukkan adanya kontribusi original bagi

Page 233: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

213

Universitas Indonesia

pengembangan model peningkatan kualitas hidup masyarakat yang

diharapkan dapat melengkapi ataupun dikaji dalam penelitian-penelitian

selanjutnya.

Tabel 7.1. Tahapan Analisis dan Implikasi Teori: Penguasaan Kapital dalam Masyarakatdan sertaPengaruhnya Terhadap QoL.

RESEARCHQUESTION(Hipotesis)

TESISYANGADA

KERANGKAANALISIS

DATALAPANGAN

IMPLIKASITEORI

PersepsimasyarakattentangPenguasaankapital sosialmempengaruhikualitas hidup

Kapital sosialmemilikipertalian yangerat denganpeningkatanQoL dankesejahteraanmasyarakat(Vipriyanti,2007; Castelli,2009)

PersepsimasyarakatatasPenguasaankapital-kapitalmasyarakat,akanmempengaruhikualitas hidupmasyarakat

Kapital sosialsangat mampumendongkrakkualitas hidupmasyarakat

Jaringan sosialyang terbentukatas relasisentimen,relasi power,dan relasiinteresmerupakanfaktor utamamengangkatQoL

Mempertegastesis-tesis studiterdahulu dariVipriyanti, 2007dan Castelli, 2009

Lenturnya peranbanjar sebagaiorganisasi tradisimasyarakat Balidalam mewadahikegiatanpembangunanekonomi

Semakintinggi kapitalbudaya yangdipersepsikanmasyarakat,semakin baikjuga QoLmasyarakat

Kapital budayamerupakansalah satu jeniskapital yangditengaraidapatmempengaruhikualitas hidup

Terdapatkecendrunganyang kuat,bahwa kapitalbudaya turutberperan bagipeningkatankualitas hidupmasyarakat

Menyempurnakantesis Vipriyanti(2007) maupunCastelli (2009),bahwa selainkapital sosial,terdapat kapitalbudaya yang turutberperan dalampeningkatan QoL

Persepsimasyarakattentangkuatnyakapital politikberpengaruhterhadap QoLmasyarakat

Selainkapital sosialdan budaya,kapitalpolitik turutberperandalampeingkatankesejahteraan(QoL)

Kapital politikbeperanpenting dalammeningkatkankualitas hidupmasyarakat

Menyempurnakantesis Vipriyanti(2007) maupunCastelli (2009),bahwa perlunyamencermati jeniskapital lain selainkapital sosial,untukmenganalisiskualitas hidupmasyarakat.

Semakin kuatpenguasaankapitalekonomi yangdipersepsikanmasyarakat,semakin kuat

Kapitalekonomimerupakanjenis kapitalfisik yangmemainkanperan

Kapitalekonomimerupakanjenis kapitalyang bersifatfisik, danpenting

Menyempurnakandan melengkapitesis Vipriyanti(2007) maupunCastelli (2009),bahwa selainkapital sosial

Page 234: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

214

Universitas Indonesia

juga QoLmasyarakat

penting bagipeningkatankualitashidupmasyarakat.

perannyadalampeningkatankualitas hidupmasyarakat.

terdapat kapitalekonomi yangsangat berperandalampeningkatan QoL.

7.1.2. Peran Pemerintah,Swasta,dan MasyarakatdalamPeningkatan Representasi Kapital.

Strategi kerja sama antar pemerintah dan masyarakat ternyata mampu

merevitalisasi kapital sosial (Vipriyanti, 2007; Castelli et.all (2009). Pada

kerangka itu, studi ini melakukan analisis yang lebih luas dengan mencermati

peran pemerintah dan masyarakat yang didukung elemen swasta dalam

merevitalisasi kapital, tidak saja kapital sosial tetapi meliputi jenis kapital

lainnya (Tabel 7.2).

Tabel 7.2. Tahapan Analisis dan Implikasi Teori Peran Tripartit danRepresentasi Kapital.

RESEARCHQUESTION(Hipotesis)

TESISYANGADA

KERANGKAANALISIS

DATALAPANGAN

IMPLIKASITEORI

Apakahpersepsimasyarakattentang PeranTripartit“pemerintah-Swasta – danmasyarakat” berpengaruhterhadappeningkatanpenguasaankapital yangdipersepsikanmasyarakat

Strategi kerjasama antarapemerintah danmasyarakat(policy context)mampumerevitalisasimodal sosialdalampembangunanwilayah(Vipriyanti,2007);(Castelli, et.all2009).

Integrasikebijakan padalevel makrodengan relasiinformal dilevel mikro,memerlukandukunganswasta dalammeningkatkankapital dalammasyarakat,yang bukan sajakapital sosialtetapi meliputijenis kapitallainnya berupakapital budaya,politik, danekonomi(kebaruan daristudi ini)

Peranpemerintah,swasta,masyarakat,dan koproduksitiga elemenpembangunanitu, memainkanperan yangsangat pentingbagipenguasaankapital sosial,dan kapitalpolitik dalammasyarakat

Swastamemainkanperan pentingbagipenguasaankapital budayadalammasyarakat

Swasta dankoproduksiberperanpenting bagipenguasaankapitalekonomi dalammasyarakat.

Temuanpenelitianmendukungtesis studiterdahulu,bahwa peranpemerintahdanmasyarakatsangat kuatpengaruhnyadalammeningkakanpenguasaankapital sosialdan kapitalpolitikmasyarakat.

Studi inimemberikankontribusibahwa selainpemerintahdanmasyarakat,terdapat peranswasta yangcukuppenting.

Peran swastacukup pentingdalampeningkatan

Page 235: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

215

Universitas Indonesia

penguasaankapital budayadan kapitalekonomidalammasyarakat

Temuan penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu, akan tetapi relatif

sudah dapat menunjukkan adanya peran swasta dalam peningkatan representasi kapital.

Peran pemerintah mulai bergeser oleh peran masyarakat maupun swasta. Persepsi

masyarakat terhadap penguasaan kapital ekonomi sangat dipengaruhi oleh persepsi

masyarakat terhadap peran swasta. Demikian juga untuk penguasaan kapital budaya,

politik, dankapital sosial.

7.1.3. Integrasi Lingkungan Institusional Level Makro dan Informal Rules diLevel Mikro: Tinjauan Terhadap Dimensi Coupling (Keserasian) danDecoupling (Ketidakserasian) dalam Implementasi Prima Tani

Keserasian (coupling) dan ketidakserasian (decoupling) merupakan sebuah

konsekuensi dari proses integrasi lingkungan institusional dengan relasi informal, dalam

implementasi Prima Tani (Program Rintisan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi

Pertanian). Pelaku agribisnis yang sekaligus sebagai anggota komunitas banjar

mengejar kepentingan mereka melalui sistem dominan yang berbasis pada

elemen formal. Ketika lingkungan institusional itu mampu memfasilitasi

terbentuk dan terdistribusinya struktur insentif, dalam hal ini berupa

keuntungan-keuntungan termasuk peningkatan penguasaan kapital dan

peningkatan kualitas hidup aktor pelaku agribisnis, maka lingkungan

institusional tersebut akan bertahan dan berjalan sebagai basis yang

mengarahkan tindakan ekonomi aktor ataupun kelompok yang dalam hal ini

ditemukan dalam bentuk kelompok tani–ternak di lokasi penelitian. Kondisi

ini merupaan konsekunsi yang diharapkan berupa terjadinya keserasian

(coupling)) lingkungan institusioal di level makro dengan informal rule di level

mikro yang berbasis pertaturan dan nilai-nilai kebersamaan sebagai anggota

Page 236: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

216

Universitas Indonesia

(kerama) banjar. Akan tetapi, jika lingkungan institusioanl tidak dapat

menghasilkan dan menjaga struktur insentif akan terjadi apa yang disebut Nee

(2005) sebagai decoupling atau ketidakserasian lingkungan intitusional

dengan informal rule di level mikro. Kondisi itu memungkinkan terjadinya

pembentukan norma oposisi, yakni berupa kesepakatan, nilai, dan atuan yang

terbentuk pada aktor pelaku ekonomi dan lebih lanjut berkecendrungan

membentuk jaringan koordinasi untuk bertahan pasif, tidak taat, dan

menyimpang dari aturan formal. Umumnya norma oposisi akan terbentuk dan

muncul saat insentif yang diharapkan tidak sesuai dan tidak menguntungkan

aktor dan kelompok aktor pelaku ekonomi.

Pada konteks program Primatani yang ditujukan untuk mendukung

pengembangan agribisnis pedesaan berbasis komunitas lokal, teori Nee

mengenai kelembagaan baru tersebut masih dapat didiskusikan, tentunya

dikaitkan dengan studi yang dilakukan peneliti. Jika merunut pada pertanyaan

utama studi ini (Grand Tour Research Question) yakni bagaimana penguasaan

kapital dapat mempengaruhi kualitas hidup masyarakat dikaji dari aspek peran

tripartit pemerintah dalam komunitas agribisnis, maka dapat dicermati hasil

analisis temuan penelitian ini seperti disajikan dalam Tabel 7.3 berikut.

Tabel 7.3. Tahapan Analisis dan Implikasi Teori

RESEARCHQUESTION(Hipotesis)

TESISYANGADA

KERANGKAANALISIS

DATALAPANGAN

IMPLIKASITEORI

Apakahpenguasaankapital dalammasyarakat dapatmeningkatkankualitas hidupkomunitas, dikajidari peran tripartitpemerintah,swasta,dan potensikomunitas lokaldalampengembanganagribisnis berbasisbanjar, ditinjaudari persepsimasyarakat?

Terdapatpertalian yangerat antarakapital sosialdengan tingkatkualitas hidupmasyarakat,sehinggadiperlukanrevitalisasikapital sosialmelaluikebijakanpemerintah(policycontext):Vipriyanti,

Fasilitasi perantripartit:pemerintah-swasta-masyarakatmelalui integrasikebijakan (levelmakro) denganrelasi informalpada levelmikro, sesuaidengan teoriNewInstitutionlas(Nee, 2005),dalam

Temuanpenelitiansejalan denganteori NewInstitutionalism

Terdapatvariabel lain diluar kapitalsosial, yangmempengaruhiQoL, yaknikapital budaya,politik, dankapital ekonomi

Kapital sosialmemperlihatkan

Temuanpenelitianmendukungdanmempertegasteori NewInstitutionalism (Nee,2005)

Terdapatkontribusioriginal studiini, yaknipenemuanbahwaterdapatpengaruh

Page 237: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

217

Universitas Indonesia

2007 danCastelli, et.all2009

meningkatkankapital yangtidak hanyakapital sosialsaja, melainkanjuga kapitalbudaya, politik,dan ekonomi(kebaruan daristudi ini)

pengaruh yangpaling dominandiantara jeniskapital lainnya

yang nyatadari jeniskapitalbudaya,politik, danekonomi

Dalam kerangka itu, peneliti memandang gagasan Nee mengenai

kelembagaan baru sesuai dengan hasil temuan di lapangan. Akan tetapi Nee

belum mempertimbangkan adanya hubungan timbal balik dari level makro-meso-mikro

atau sebaliknya mikro-meso-makro. Dengan terminologi lain, Nee dalam visualisasi teori

New Institusionalsm tampak menekankan adanya hubungan satu arah, yakni hanya

menekankan hubungan integrasi institusi formal dan lingkungan kebijakan (policy

environment) ke arah institusi informal dan in-formal rules untuk selanjutnya ke arah mikro

(individu dan kelompok). Nee terlalu menegaskan pemisahan pelaku ekonomi, kelompok,

dan relasi pelaku secara tegas pada level makro-messo-dan mikro. Pada realitas sosial, hal

tersebut tidak berlangsung terpisah. Relasi pelaku di level makro dan mikro berlangsung

natural, terkondisi mengalir apa adanya untuk bersama-sama mengarah pada terjadinya

struktur insentif dan keuntngan-keuntungan yang diinginkan pelaku, dalam hal ini terjadinya

peningkata penguasaankapital dan kualitashidup masyarakat.

7.1.4. Model Peningkatan Kualitas Hidup (QoL) Masyarakat.

Salah satu model yang dicermati peneliti sebagai landasan berpikir

dalam mengemukakan model hipotetik hubungan antar faktor yang

mempengaruhi kualitas hidup, adalah temuan studi yang dilakukan Castelli,

et.all (2009), mengenai keterkaitan dan hubungan pengaruh policy context

terhadap kapital sosial dan public service organization (PSO) yang bermuara

pada kualitas hidup. Menurutya tataran kebijakan yang diinisiasi pemerintah

akan mendorong peran kapial sosial dan organisasi pelayanan publik dalam

peningkatan kualitas hidup masyarakat. Hal itu didasari juga oleh hasil

penelitian Vipriyanti (2007) mengenai adanya strategi kerja sama antar

pemerintah dan masyarakat akam mampu merevitalisasi kapital sosial.

Page 238: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

218

Universitas Indonesia

Temuan penelitian ini sesuai dengan hasil studi yang dilakukan oleh

Castelli, et.all (2009). Peran konteks kebijakan yang dalam penelitian ini

lebih luas cakupannya dari analisis Castelli, meliputi peran tripartit dan ko-

produksi pemerintah-swasta-masyarakat lokal, sedemikian penting bagi

peningkatan kualitas hidup masyarakat. Disamping itu, kapital sosial ternyata

berperan sangat dominan bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat,

terutama masyarakat petani pelaku agribisnis di pedesaan yang berbasis

komunitas banjar. Selain itu, kapital politik dan kapital ekonomi juga

memainkan fungsi yang cukup penting bagi peningkatan kualitas hidup

masyarakat. Dengan demikian peneliti dapat menyimpulakn bahwa

berdasarkan temuan di lapangan, ternyata tidak hanya kapital sosial yang

berperan mempengaruhi kualitas hidup, melainkan adanya representasi kapital

dalam bentuk lain yang turut berpengaruh bagi peningkatan kualitas hidup

masyarakat.

7.2. Implikasi Metodologis.

Sebagaimana dijelaskan pada kerangka pikir disertasi ini, penelitian

yang dilakukan untuk penyusunan disertasi mencakup dua tataran, yaitu

tataran kebijakan dan tataran empiris. Pada tataran kebijakan studi ini

didukung pendekatan kualitatif dengan melakukan indept interview pada

lembaga terkait seperti lingkungan kebijakan pemeritah yang meliputi lingkup

Departemen Pertanian hingga pada level BPTP (Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian) sebagai representasi lembaga penelitian dan pengembangan

pertanian di daerah, serta dinas-dinas pertanian maupun peternakan. Pada

tataran kebijakan juga dilakukan wawancara mendalam pada informan kunci

di level mikro, serta informan di lembaga legislatif (DPRD Propinsi Bali dan

DPRD Kabupaten Buleleng) dan lembaga lainnya sebagai stakeholders

pengembangan agribisnis pedesaan. Dengan demikian studi ini sangat

mempertimbangkan aspek etnografis yang mendukung analisis kuantitatif.

Page 239: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

219

Universitas Indonesia

Pendekatan kuantitatif dilakukan dapa tataran empiris, dengan melakukan

metode survai pada pelaku agribisnis yakni petani yang sekaligus anggota

komunitas pertanian berbasis banjar. Tujuan dari penelitian yang dilakukan

pada dua tataran itu adalah untuk memperoleh data dan informasi yang lebih

lengkap mengenai gambaran sosial (sosiografi) tentang topik disertasi. Oleh

karena studi ini lebih dominan mencermati hubungan antar variabel-variabel

sosial yakni representasi kapital dan kualitas hidup yang dikaji dari peranan

tripartit dan ko-produksi pemerintah, swasta dan masyarakat lokal, ditinjau

dari persepsi masyarakat. Ke depan, studi yang sejenis diharapkan lebih

menekankan data empiris yang bersifat out there dan lebih oabyektif

menuangkan data-data kuantitatif dengan mengeksplorasi hard fact di

lapangan. Secara umum banyak penelitian sejenis yang hanya dilakukan pada

satu tataran saja, yakni sering pada tataran empiris saja. Dipandang dari

model desain penelitian studi ini menggunakan desain dominan-kurang

dominan. Pendekatan kuantitatif dominan dibandingkan dengan pendekatan

kualitatif sebagai pendukung sekaligus sebagai satu komponen kecil dari

keseluruhan proses penenlitian. Pada desain ini peneliti tetap menyajikan

penelitian dalam sebuah paradigma dominan tunggal didukung sebagian

paradigma alternatif. Keuntungan dari pendekatan desain ini adalah dalam hal

menyajikan satu gambaran paradigma secara konsisten dalam penelitian, dan

mengumpulkan data yang terbatas untuk aspek-aspek penelitian secara

mendalam.

Analisis jalur (path analysis) yang dilakukan dalam studi ini, ternyata

mendapatkan model regresi dengan nilai R Square sebesar 0,694 yang berari

bahwa variabel-variabel eksogen yang dianalisis penelitian ini mampu

menjelaskan variabel endogen, yakni variabel utama studi ini berupa kualitas

hidup masyarakat sebesar 69,4%. Selebihnya terdapat faktor-faktor lain

sebesar 30,6% yang bisa mejelaskan variabel kualitas hidup. Hal ini

mengandung implikasi metodologis berupa perlunya analisis yang berbeda

dan bersifat menyempurnakan studi ini, antar lain dengan menambahkan atau

Page 240: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

220

Universitas Indonesia

melakukan penyesuaian terhadap variabel-variabel eksogen. Selain itu,

penerapan analisis jalur dalam penelitian ini memberikan alternatif model

peningkatan kualitas hidup dan hubungan dominasi antar fakor yang

mempengaruhi. Oleh karena itu penelitian lebih lanjut dapat dilakukan pada

konteks yang berbeda, sehingga dapat melengkapi ataupun menyempurnakan

model hubungan antar variabel, dalam mempengaruhi kualitas hidup

masyarakat.

Dalam menganalisis variabel dependen yang merupakan variabel

utama dari studi ini, peneliti melakukan eksplorasi mengenai persepsi

responden dalam memandang tingkat kepentingan indikator-indikator kualitas

hidup. Implikasi dari hal itu adalah perlunya penelitian lebih lanjut yang

didasari tingkat kepentingan suatu indikator sesuai sifat dan kondisi spesifik

lokal. Aspek efektifitas dan efisiensi dalam penelitian yang

mempertimbangkan tingkat kepentingan indikator dengan mengeluarkan

indikator yang tidak penting dan fokus pada indikator-indikator yang penting

akan dapat tercapai. Selain itu, pada bagian ini perlu diungkapkan bahwa

subyek penelitian ini adalah petani pelaku agribisnis di pedesaan yang lekat

dengan tradisi kehidupan berbanjar seperti umumnya pada masyarakat Bali.

Pada penelitian-penelitian lebih lanjut, perlu digali dan dicermati subyek

penelitian masyarakat perkotaan yang relatif lebih heterogen dengan

karakteristik tindakan sosial dan ekonomi yang tentu berbeda dengan kondisi

di pedesaan.

Page 241: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

221

Universitas Indonesia

BAB 8

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

8.1. Kesimpulan.

Pada bagian akhir penulisan disertasi ini, akan dikemukakan beberapa

butir kesimpulan berdasarkan temuan yang diperoleh dari analisis data yang

telah dilakukan peneliti. Senyatanya kesimpulan yang diuraikan berikut ini,

sekaligus merupakan jawaban pertanyaan penelitian yang diajukan dalam

disertasi ini, yakni “Apakah penguasaan kapital dalam masyarakat dapat meningkatkan

kualitas hidup komunitas, dikaji dari peran tripartit pemerintah, swasta, dan potensi

komunitas lokal dalam pengembangan agribisnis berbasis banjar, ditinjau dari persepsi

masyarakat? Sebagaimana telah dipaparkan dalam uraian mengenai implikasi teori dari

disertasi ini, makasecara rincibeberapa kesimpulanstudi ini adalah:

1. Peran tripartit dan ko-produksi pemerintah-swasta-komunitas lokal,

memainkan fungsi penting bagi peningkatan representasi kapital

berupa penguasaan kapital sosial, budaya, politik, dan kapital

ekonomi komunitas agribisnis berbasis banjar. Peran pemerintah

berupa dukungan inovasi, kebijakan subsidi, dukungan kebijakan

anggaran yang sensitif terhadap kebutuhan masyarakat, serta

dukungan politik ternyata masih memainkan peranan penting bagi

peningkatan penguasaan kapital. Pada sisi lainnya, peran swasta

dalam bentuk investasi, dukungan kredit, dukungan penyediaan

sarana prasarana produksi, dan pemasaran masih perlu ditingkatkan

mendukung penguasaan kapital. Sementara peranan masyarakat

sangat dominan dalam mendukung penguasaan kapital, terutama

dukungan potensi fisik banjar, nilai-nilai berbanjar, peran

kepemimpinan banjar, maupun partisipasi masyarakat. Peran

masyarakat lokal yang terwadahi alam sistem banjar, juga didukung

Page 242: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

222

Universitas Indonesia

oleh kelenturan (fleksibilitas) sistem banjar dalam menerima unsur-

unsur baru yang diinisiasi pihak eksternal.

2. Kapital sosial memainkan peranan yang penting bagi peningkatan

kualitas hidup (QoL) komunitas agribisnis. Berdasarkan analisis

jalur yang dilakukan, ternyata kapital sosial merupakan faktor yang

paling dominan pengaruhnya bagi peningkatan kualitas hidup,

dibandingkan dengan variabel lainya.

3. Semakin tinggi penguasaan kapital budaya, maka semakin baik juga

kualitas hidup masyarakat. Akan tetapi, hasil akhir dari analisis

jalur mengungkapkan bahwa kapital budaya menunjukkan dominasi

pengaruh yang terendah dibandingkan jenis kapital lainnya.

4. Pengaruh kapital politik terhadap kualitas hidup masyarakat relatif

kuat, semakin kuat penguasaan aktor terhadap kapital politik maka

akan cenderung meningkatkan kualitas hidupnya.

5. Penguasaan kapital ekonomi sangat menentukan tingkat kualitas

hidup masyarakat. Terkait dengan peningkatan penguasaan kapital

ekonomi, terdapat nilai pengaruh yang sedemikian besar dari aspek

ko-produksi. Dengan demikian sinergi peran antar tiga unsur

pembangunan, yakni pemerintah, swasta, dan masyarakat tidak

dapat saling mendominasi, melainkan perlu terus menjaga dan

memelihara kesejajaran peran, kemitraan, dan integrasi peran dalam

setiap kegiatan ekonomi masyarakat agribinis.

8.2. Rekomendasi Kebijakan.

Sebagaimana pemaparan mengenai permasalah dalam pembangunan

nasional khususnya pengembangan agribisnis di Indonesia, yang erat

pertaliannya dengan kesejahteraan masyarakat petani dan pelaku agribisnis,

aspek kebijakan adalah salah satu unsur yang menentukan keberhasilan

pembangunan. Berdasarkan hasil studi ini, maka mempertimbangkan

pentingnya aspek integrasi lingkungan kebijakan pada level makro dengan

Page 243: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

223

Universitas Indonesia

kebutuhan, kepentingan, dan potensi lokal yang mencakup informal rules

yang melandasi relasi informal di level messo dan mikro, maka penelitian

Disertasi ini merekomendasikan beberapa intervensi kebijakan sesuai dengan

permasalahan yang masih ditemukan dalam implementasi program

pengembangan agribisnis. Permasalahan tentang belum optimalnya

pemberdayaan potensi lokal dalam integrasi kebijakan pengembangan

agribisnis pedesaan memerlukan intervensi kebijakan seperti berikut:

1. Kebijakan yang koordinatif dan tidak parsial sangat dibutuhkan dalam

implementasi program pembangunan, dengan mengintegrasikan

lingkungan kebijakan pada level makro dengan pelaku ekonomi di

level meso dan mikro.

2. Kebijakan pembangunan, terutama dalam konteks pengembangan

agribisnis berbasis komunitas lokal seyogyanya bersifat transformatif,

yakni kebijakan yang dapat memberikan peluang transformasi dalam

sistem sosial meliputi budaya dan struktur sosial. Lembaga terkait,

terutama Kementerian Pertanian sebagai inisiator dan fasilitator

pengembangan agribisnis pedesaan perlu melakukan intervensi

kebijakan yang dapat mendorong tumbuh-kembangnya integrasi

kebijakan pemerintah dengan relasi informasl di level desa, antara lain

melalui pemberdayaan potensi banjar baik fisik maupun non fisik

seperti pemberdayaan awig-awig banjar dengan tetap

mempertimbangkan kebutuhan aktor petani di level mikro.

Temuan penelitian mengenai pentingnya peran tripartit dan koproduksi

pemerintah, swasta, dan masyarakat dikaitkan dengan penguasaan kapital

dalam komunitas agribisnis, maka untuk mengatasi permasalahan tentang

rendahnya inklusi sosial dan akses masyarakat dalam penguasaan kapital,

studi ini merekomendasikan beberapa hal seperti berikut:

1. Mengingat realitas sosial, bahwa masih ditemukan adanya

ketimpangan penguasaan kapital terutama kapital ekonomi maka peran

Page 244: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

224

Universitas Indonesia

tripartit dapat merangsang dan memfasilitasi upaya peningkatan

kapital non ekonomi pada komunitas yang penguasaan kapital

ekonominya rendah.

2. Dukungan kebijakan anggaran baik APBN maupun APBD dalam

pemberdayaan pengembangan kapital sosial, budaya, dan kapital

politik yang bersifat non fisik mesti lebih ditingkatkan sebagai

investasi pembangunan, mengingat pengembangan kapital sosial saat

ini masih relatif belum mendapat perhatian yang memadai, padahal

banyak penelitian teramasuk studi Disertasi ini menemukan bahwa

kapital sosial sangat berperan dalam menentukan kualitas hidup

masyarakat. Sementara, jika dibandingkan dengan investasi

pemerintah dalam penguasaan kapial ekonomi relatif jauh lebih besar.

Oleh karena itu perlu dipertimbangkan peningkatan anggaran

pembangunan yang ditujukan untuk memfasilitasi peningkatan kapital

sosial berupa anggaran pertemuan atau temu koordinasi antar

komponen masyarakat dan pemerintah ataupun swasta, anggaran yang

bersifat seremonial yang ditujukan untuk membuka ruang atau akses

penguasaan kapital sosial, budaya, dan kapital politik yang lebih

memadai.

3. Lingkungan kebijakan di level makro, perlu melakukan reoreintasi

kebijakan yang terfokus pada upaya peningkatan kapital sosial,

budaya, politik, dan ekonomi. Intervensi kebijakan pemerintah

diperlukan antara lain untuk peningkatan kapital sosial dengan

menciptakan ruang bagi terciptanya banyak kesempatan membangun

jaringan sosial dalam masyarakat. Peningkatan kapital budaya

memerlukan intervensi kebijakan bagi berkembangnya kelompok

profesional pedesaan, pelatihan dan penumbuhan kreatifitas dan daya

cipta masyarakat petani mendukung pengembangan agribisis pedesaan,

serta dengan intervensi kebijakan untuk memberikan ruang dan

mendukung kegiatan-kegiatan yang terkait dengan budaya lokal.

Page 245: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

225

Universitas Indonesia

Peningkatan kapital politik dalam masyarakat memerlukan intervensi

kebijakan dari pemerintah yang dapat berupa upaya membuka ruang

yang lebih luas bagi masyarakat untuk mengakses informasi publik.

Hal ini diperlukan untuk menciptakan peningkatan power dan posisi

tawar (bargaining position) bagi petani pelaku agribisnis. Dalam hal

peingkatan kapital ekonomi, maka diperlukan intervensi kebijakan

pemerintah dalam hal fasisilitasi permodalan usahatani dan membuka

informasi yang seluas-luasnya bagi pasar komoditas agribisnis

pedesaan.

Berikutnya, temuan penelitian mengenai fungsi penting tripartit dan

ko-produksi pemerintah, swasta dan masyarakat dalam konteks permasalahan

akan rendahnya kualitas hidup masyarakat, maka penelitian Disertasi ini

merekomendasikan:

1. Kebijakan pemerintah dan sinergi perannya dengan sektor swasta

maupun masyarakat, mesti mencermati bahwa upaya peningkatan

kualitas hidup masyarakat tidak hanya terfokus pada indikator-

indkator kualitas hidup yang bersifat komposit, melainkan

mempertimbangkan kepentingan masyarakat lokal dan memfokuskan

perhatian pada pemenuhan indikator-indikator penting kualitas hidup,

antara lain memfasilitasi dan mendorong terciptanya ruang dan akses

untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, mencermati

bagaimana masyarakat memaknai tingkat kebahagiannya,

memfasilitasi dan mendorong terciptanya inklusi sosial dalam hal

mencapai peningkatan pendapatan, memfasilitasi dan menyediakan

fasilitas kesehatan masyarakat, dan mendorog terciptanya kesempatan

kerja yang terkait dengan okupasi.

2. Pada konteks pengembangan agribisnis pedesaan, peningkatan kualitas

hidup sangat ditentukan oleh pendapatan usahatani yang dilakukan

aktor, sehingga pada kerangka itu pemerintah dapat melakukan

Page 246: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

226

Universitas Indonesia

reorientasi kebijakan anggaran dan kebijakan subsidi, tidak hanya

subsidi bidang pendidikan, kesehatan, melainkan yang cukup penting

adalah subsidi kebijakan dalam aspek perpajakan. Dalam hal ini pajak

lahan dan usaha agribisnis pedesaan dapat ditinjau kembali.

Secara rinci, rekomendasi kebijakan studi ini dirumuskan dalam matrik

seperti berikut ini (Tabel 8.1).

Tabel 8.1. Matrik Rekomendasi Kebijakan

No. Permasalahan Rekomendasi Kebijakan

1. Belum optimalnyapemberdayaan potensilokal dalam integrasikebijakan pada levelmakro (formal rules)dengan relasi informalpada level messo danmikro, dalampengembanganagribisnis

1. Perlu kebijakan yang koordinatif dan tidakparsial dalam implementasi programpembangunan, melalui integrasi lingkungankebijakan pada level makro dengan pelakuekonomi di level meso dan mikro.

2. Kebijakan pembangunan, terutama dalamkonteks pengembangan agribisnis berbasiskomunitas lokal seyogyanya bersifattransformatif, yakni kebijakan yang dapatmemberikan peluang transformasi sistem sosialmeliputi budaya dan struktur sosial. Lembagaterkait, terutama Kementerian Pertanian sebagaiinisiator dan fasilitator pengembangan agribisnispedesaan perlu melakukan intervensi kebijakanyang dapat mendorong tumbuh-kembangnyaintegrasi kebijakan pemerintah dengan relasiinformal di level desa, antara lain melaluipemberdayaan potensi banjar baik fisik maupunnon fisik seperti pemberdayaan awig-awigbanjar dengan tetap mempertimbangkankebutuhan aktor petani di level mikro.

2. Masih rendahnyainklusi sosial danakses masyarakatdalam penguasaankapital

1. Mengingat realitas sosial, bahwa masihditemukan adanya ketimpangan penguasaankapital terutama kapital ekonomi maka perantripartit diharapkan dapat merangsang danmemfasilitasi upaya peningkatan kapital nonekonomi pada komunitas yang penguasaankapital ekonominya rendah.

2. Dukungan kebijakan anggaran baik APBNmaupun APBD dalam pemberdayaan

Page 247: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

227

Universitas Indonesia

No. Permasalahan Rekomendasi Kebijakan

pengembangan kapital sosial, budaya, dankapital politik yang bersifat non fisik mestilebih ditingkatkan sebagai investasipembangunan. Hal ini diperlukan mengigat jikadibandingkan dengan investasi pemerintahdalam penguasaan kapial ekonomi, makainvestasi dalam mendukung penguasaan kapitalnon ekonomi relatif jauh tertinggal. Olehkarena itu perlu dipertimbangkan peningkatananggaran pembangunan yang ditujukan untukmemfasilitasi peningkatan kapital sosial berupaanggaran pertemuan atau temu koordinasi antarkomponen masyarakat dan pemerintah ataupunswasta. Kebijakan alokasi anggaran yangbersifat seremonial yang ditujukan untukmembuka ruang atau akses penguasaan kapitalsosial, budaya, dan kapital politik yang lebihmemadai, perlu ditingkatkan.

3. Lingkungan kebijakan di level makro, perlumelakukan reoreintasi kebijakan yang terfokuspada upaya peningkatan kapital sosial, budaya,politik, dan ekonomi. Intervensi kebijakanpemerintah diperlukan antara lain untukpeningkatan penguasaan kapital-kapital:

i. Kapital sosial dengan menciptakan ruangbagi terciptanya banyak kesempatanmembangun jaringan sosial dalammasyarakat.

ii. Peningkatan kapital budaya memerlukanintervensi kebijakan bagi berkembangnyakelompok profesional pedesaan, pelatihandan penumbuhan kreatifitas dan dayacipta masyarakat petani mendukungpengembangan agribisis pedesaan, sertadengan intervensi kebijakan untukmemberikan ruang dan mendukungkegiatan-kegiatan yang terkait denganbudaya lokal.

iii. Peningkatan kapital politik dalammasyarakat memerlukan intervensikebijakan dari pemerintah yang dapatberupa upaya membuka ruang yang lebihluas bagi masyarakat untuk mengaksesinformasi publik. Hal ini diperlukanuntuk menciptakan peningkatan power

Page 248: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

228

Universitas Indonesia

No. Permasalahan Rekomendasi Kebijakan

dan posisi tawar (bargaining position)bagi petani pelaku agribisnis.

iv. Dalam hal peingkatan kapital ekonomi,maka diperlukan intervensi kebijakanpemerintah dalam hal fasisilitasipermodalan usahatani dan membukainformasi yang seluas-luasnya bagi pasarkomoditas agribisnis pedesaan, selaindengan tetap mempertimbangkankebijakan subsidi bagi pelakuagribisnis pedesaan.

3. Stagnannya bahkanmasih rendahnyakondisi kualitashidup masyarakat

1. Intervensi kebijakan pemerintah untukpeningkatan kualitas hidup masyarakat tidakhanya terfokus pada indikator-indikator kualitashidup yang bersifat komposit, melainkanmempertimbangkan kepentingan masyarakatlokal dan memfokuskan perhatian padapemenuhan indikator-indikator penting kualitashidup, antara lain memfasilitasi dan mendorongterciptanya ruang dan akses untuk pemenuhankebutuhan dasar masyarakat, mencermatibagaimana masyarakat memaknai tingkatkebahagiannya, memfasilitasi dan mendorongterciptanya inklusi sosial dalam hal mencapaipeningkatan pendapatan, memfasilitasi danmenyediakan fasilitas kesehatan masyarakat,dan mendorog terciptanya kesempatan kerjayang terkait dengan okupasi.

2. Pada konteks pengembangan agribisnispedesaan, peningkatan kualitas hidup sangatditentukan oleh pendapatan usahatani yangdilakukan aktor, sehingga pada kerangka itupemerintah dapat melakukan reorientasikebijakan anggaran dan kebijakan subsidi, tidakhanya subsidi bidang pendidikan, kesehatan,melainkan yang cukup penting adalah subsidikebijakan dalam aspek perpajakan. Dalam halini pajak lahan dan usaha agribisnis pedesaandapat ditinjau kembali, menuju keberpihakankepada pelaku agribisnis pedesaan.

Page 249: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

229

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Achwan, R. 2009. Sosiologi dan Krisis Keuangan Global. OPINI: HarianKOMPAS tanggal 2 April 2009.

Agresty, A and Finlay, B. 1986. Stastitical Methods for Sosial Sciences. DellenPublishing Company. San Fransisco.

Agussabti. 2002. Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan AdsopsiInovasi (Disertasi). Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Agusyanto, R. 2007. Jaringan Sosial dalam Organisasi. PT. Raja Grafindo Persada.Jakarta.

Akdere, M. 2005. Sosial Capital Theory and Implications for Human RosourcesDevelepoment. Singapore Management Review. 2005: 2, 2.

Arifin, B. 2005. Pembangunan Pertanian: Paradigma Kebijakan dan StrategiRevitalisasi. PT. Grasindo. Jakarta

_________ 2007. Diagnosis Ekonomi Politik Pangan dan Pertanian. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Ashari. 2009. Peran Perbankan Nasional dalam Pembiayaan Sektor Pertanian.Forum Penelitian Agro Ekonomi (FAE), Vol. 27 No. 1 (p:13-27). PusatAnalisis Kebijakan Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Badan Litbang Pertanian. 2005. Rencana Strategis Badan Litbang Pertanian 2005-2009. Jakarta.

____________________. 2008. Pedoman Umum Prima Tani Terintegrasi. Jakarta.

Bendix, R dan Lipset, SM (ed). 1968. Max Weber: Class, Status, and Party.Routtledge & Kegan Paul Ltd. London

Beteille, A. 1977. Inequality Among Men. Basil Blacel & Mott Limited. Oxford.

BPS. Statistik Indonesia 2007. Jakarta.

BPS Propinsi Bali. 2008. Data Bali Membangun 2008. BPS Denpasar.

______________. 2007. Tinjauan Perekonomian Bali 2007. BPS Denpasar.

BPS Kabupaten Buleleng. 2008. Kabupaten Buleleng Dalam Angka 2008.

Bourdieu, P. 1986. The Forms of Capital dalam Richardson, JG (ed): Handbook ofTheory and Reserach for the Sociological of Educatioan. NewYork:Greenwood

__________. 1977. Outline of Theory of Practice. Translated by Richard Nice.Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press.

__________. 1990. dalam Harker, R (1990) ed. An Introduction to the Work ofPierre Bourdieu: The Practice Theory. Diterjemahkan oleh Maizier P.Jalasutra. Yogyakarta.

Page 250: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

230

Universitas Indonesia

Bryman, A. 2004. Sosial Research Methods (Second Edition). Oxford UniversityPress, Inc. New York.

Campana, P. 2000. Tripartite Partnerships for Poverty Alleviation and Food Securitythrough Projects and Programmes. International Fund for AgriculturalDevelopment Latin America and The Caribbean Division. Rome.

Castelli, et. all. 2009. Exploring the Impac of Public Services on Quality of LifeIndicators. CHE Research Papaer 46. University of York. United Kingdom.

Chan, V.J.V et all. 2005. A Study on Tripartite Partnership: Benchmarking StudyFrom an International Perspective. Hongkong Policy Research Institute.Hongkong.

Charon, J.M, 1980. The Meaning of Sociology. Alfred Publishing Co. Inc.

Coleman, JS. 1988. Sosial Capital in The Creation of Human Capital. AmericanJournal of Sociology. Volume 94.

___________1990. Foundation of Sosial Theory. Cambridge MA. Belknap

Creswell. J. W. 2003. Research Design: Qualitatif, Quantitative, and MixedMethods Approaches. Sage Publication. London.

Damanhuri, D.S. 2009. Indonesia: Negara, Civil Society dan Pasar dalam KemelutGlobalisisasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekoonomi, Univesitas Indonesia.Jakarta.

Dasgupta P dan Serageldin I. 2002. Sosial Capital: A Multi Faceted Perspective.Worl Bank, Washington.eijer International Institute of Ecological Economics.Stochholm.

Davis, J. Dan Goldberg, R. 1957. A Concept of Agribusiness. Harvard University,Boston, USA dalam Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting dalamPembangunan Pedesaan dan Pertanian. PT. Bina Rena Pariwara. Jakarta.

Departemen Pertanian. 2005. Rencana Strategis Pembangunan Pertanian 2005-2009.Jakarta.

__________________. 2006. Pedoman Umum Prima Tani- Program Rintisan danAkselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian. Jakarta.

__________________. 2001. Pembangunan Sistem Agribisnis Sebagai PenggerakEkonomi Nasional. Deptan. Jakarta

Denscombe. M. 2003. Ground Rules for Good Research: A 10 Point Guide forSosial Researchers. Open University Press. Maidenhead,Philadelphia.

Dollar, D & Kraay, A. 2002. Growth is Good for The Poor. Jornal of EconomicGrotwh, 7. 2002, pp 195-225.

Duverger Maurice. 2002. The Study of Politic (Sosiologi Politik, diterjemahkanDaniel Dhakidae, 2002). PT. Raja Grafindo Jakarta.

Fukuyama F. 1995. Trust: The Sosial Virtues and the Creation of Prosperity. TheFree Press, New York.

Page 251: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

231

Universitas Indonesia

_________ . 1999. Sosial Capital and Civil Society. The Institutes of PublicPolicy. George Mason University. International Monetary Fund.

Geertz, C. 1983. Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia. BhrataKarya Aksara. Jakarta.

Giddens, A. 1986. Kapitalisme dan Teori Sosial Modern: Suatu Analisis Karya-karya Marx, Durkheim, dan Weber. IU-Press. Jakarta.

Golthorpe, J. 1980. Sosial Mobility and Class Structure Modern Britai. Oxford.Clarendon.

Granovetter M. 2005. The Impact of Sosial Structure on Economic Outcomes.Journal of Economis Perspectives. Vol. 19. Number 1.

Griswold, W. 2004. Cultures and Societies in A Changing World. Pine Forge Press,an Imprint of Sage Publication, Inc. London.

Grotaert C. 1999. Sosial Capital, Houshold Welfare and Poverty in Indonesia. WorldBank Working Paper, unpublished

_________. Et.al. 2001. Sosial Capital, Household Welfare and Poverty in urkina

Haan, de L. J. 2000. Globalization, Localization and Sustainable Livehood.Sociologia Ruralis, Vol. 40. European Society for Rural Sociology.

Harker, R et all. 1990. An Introduction to The Work of Pierre Bourdieu: ThePractice Theory. The Macmillan Press Ltd: London. (Dialihbahasakan PipitMaizer), 1990. Jalasutra. Yogyakarta.

Horton, P.B dan Hunt, C.L. 1984. Sosiologi (Dialibahasakan Aminudin Sam).Penerbit Erlangga. Surabaya.

Ibrahim, Linda Darmajanti (2005: Kehidupan Berorganisasi sebagai Modal SosialKomunitas Bali). Disertasi. Universitas Indonesia. Jakarta.

Jiwa, F. 2005. Honey Care Africa’s Tripartite Model: An Innovative Approach toSustainable Beekeping in Kenya. APIACTA. Kenya.

Johnson , DP. 1988. Teori Sosiologi Klasik dan Modern (Diindonesiakan olehRobert M.Z. Lawang). Penerbit PT. Gramedia. Jakarta.

Lawang, R.M.Z. 1989. Stratifikasi Sosial di Cancar-Manggarai, Flores Barat(Disertasi). Universitas Indonesia Jakarta.

_____________. 2005. Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik. (CetakanKedua). FISIP UI Press. Depok.

Lawson, T; Jones, M; dan Moores R. 2000. Advanced Sociology Through Diagrams.Oxford University Press. Oxford New York.

Legowo, A.T. 2004 dalam Binawan dan Prasetyantoko (2004). Keadilan Sosial: UpayaMencari Makna Kesejahteraan Bersama di Indonesia. Kompas Media Nusantara.Jakarta.

Page 252: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

232

Universitas Indonesia

Lionberger, HF and Gwin, PH. 1991. Technology Transfer from Researchers toUser. University of Missouri. Missouri.

Lin, N. 2000. Inequality in Sosial Capital. Contemporary Sociology. Washington:Nov 2000. Vol. 29 p: 785, 11 pgs

_____. 2001. Sosial Capital: A Theory of Sosial Structure and Action. CambridgeUniversity Press. Cabridge.

Liu, A.Q dan Besser, T (2003). Sosial Capital and Participation in CommunityImprovement Activities by Elderly Residents in Small Town and RuralCommunities. Rural Sociology. College Station: Sep 2003. Vol 68; p: 343

Mitchell, B. 1994. Sustaianable Development at The Village Level in Bali,Indonesia. Human Ecology: An Interdisciplinary Journal. Vol. 22/3 (p. 189 –211). Plenum Press. New York.

Nee, V. 2005 dalam Smelser J. Neil and Richard Swedberg (2005). The NewInstitutionalisms in Economics and Sociology. Princeton University Press.New Jersey.

Netting, R M.C. 1993. Smallholders, Householders: Farm Families and the Ecologyof Intensive, Sustainable Agriculture. Standford University Press. California.

Neuman, W.L. 2003. Sosial Research Methods (Qualitative and QuantitativeApproachhes). Fifth Edition. Pearson Educatin, Inc. Boston New York.

Noll, H-H. 2002. Sosial Indicators and Quality of Life Research: Background,Achievemnets and Currents Trends. International Sosial Science Council.Paris.

Ostrom, E. 1997. Crossing the Great Divide: Coproduction, Synergy, andDevelopment dalam Zaenuddin, et.all. 2007. Co-Produksi dan SinergismeReformasi Hubungan Masyarakat dan Pemerintah. LIPI Press. Jakarta.

Pantoja E. 1999. Exploring the Concept of SC and Its Relevancy for Communitybased Development. Te case of Mining Areas in Orissa, India. South AsiaInfrastructure Unit, The Worl Bank.

Papanek Gustav, F. 2006. The Pribumi Enterpreneure of Bali and Central Java (orhow not to help indigenous enterprise). BIES. Vol.42. 2006

Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan JangkaMenengah (RPJM) 2004-2009

Perdue, W.D. 1986. SOCIOLOGICAL THEORY: Explanation, Paradigm, andIdeology”. Mayfield Publishing Company. California.

Putnam, R. 1993. Making Democracy Work: Civic Tradition in Modern Italy.Princeton University Press.

Rachbini, DJ. 1996. Ekonomi Politik: Teori, dan Perspektif baru. CIDES. Balidalam Sudjana, E. 2004. Analisis Ekonomi Politik dan Hukum LingkunganWilayah Pesisir dalam rangka Pembangunan Berkelanjutan. . (Disertasi)IPBBogor.

Page 253: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

233

Universitas Indonesia

Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Rahardjo, MD. 1984. Transformasi Pertanian, Industrialisasi, dan KesempatanKerja. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

___________ . 2009. Menuju Kemandirian Ekonomi Indonesia. PRISMA(Majalah Pemikiran Sosial Ekonomi). Vol. 28 No.2, Oktober 2009. LP3ES.Jakarta.

Ritzer, G dan Goodman D.J, 2003. Modern Sociological Teory. Mc.Graw-Hill.

Robinson, L J. Et.al. 2002. Is Sosial Capital Really Capital? Review of SosialEconomy. Vol. LX No.1. 2002 dalam Lawang (2005).

Roling, N. 1988. Extension Science. Cambridge University Press. Cambridge.

Roth, G dan Wittich. 1978. Max Weber: Ecomony and Society. University ofCalifornia Press. Berkeley (p.24-26).

Rudestam, K.E & Newton R.R. 2001. Surviving Your Dissertation: AComprehensive Guide to Content and Process (Second Edition). SagePublication, Inc. London.

Rusli, S. 1996. Pengantar Ilmu Kependudukan. LP3ES. JakartaShanin, T. 1990. Defining Peasant. Essays Concerning Rural Societis, Explorary

Economic and Learning from Them in the Contemporary World. BasilBackwell. Cambridge.

Sajogyo, P. Sosiologi Pembangunan. Fakultas Pascasarjana IKIP Jakarta Bekerjasama dengan BKKBN. Jakarta.

Santeri, R dan Wiana, K. 1983. Kasta Dalam Hindu: Kesalahpahaman Berabad-abad. Yayasan Dharma Naradha. Denpasar.

Silva, D.MJ; et all. 2007. “Understanding Sources and Types of Sosial Capital inPeru “dalam Community Development Journal. Oxford: Jan 2007. Vol 12,Iss 1;p 19 pages

Singarimbun, M dan Efendi S. 1986. Metode Penelitian Survai. LP3ES. JakartaSitorus, M.T.F (1999). Bahaya Elitisme Agribisnis. Suatu Artikel dalam TROPIS

No.10. Th. I. September 1999: h.29

________________. et.all (2001). Agribisnis Berbasis Komunitas: Sinergi ModalEkonomi dan Modal Sosial. Laporan Hasil Penelitian yang diterbitkan untukPT. Sang Hyang Seri (Persero) Bali dan Pusat Kajian Agraria, LembagaPenelitian IPB. Bogor. Pustaka Wira Usaha Muda. Bogor.

Page 254: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

234

Universitas Indonesia

______________. MTF. 1999. Menuju Sosiologi Kemakmuran: Mencari Kerangkauntuk Pemikiran Sosiologi Sajogyo. Mimbar Sosek Jurnal Sosial EkonomiPertanian. Vol.12 No. 1. IPB. Bogor

Stone W dan Hughes J. 2002. Sosial Capital: Empirical Meaning and MeasurementValidity. Research Papper 27, Australian Institute of Family Studies.Melbourne.

Sudjana, E. Analisis Ekonomi Politik dan Hukum Lingkungan Wilayah Pesisir danLautan Kota Batam Dalam Rangka Pembangunan Berkelanjutan. DisertasiProgram Pascasarjana. IPB. Bogor.

Sugiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Penerbit Alfabeta. Bandung.Sujatmiko, Iwan G. 1996. Stratifikasi dan Mobilitas Sosial: Suatu Studi Awal

Masyarakat Jakarta. Jurnal Sosiologi Indonesia (JSI). No. 1. 1996. Jakarta.Svendsen, GLH and Svendsen, GT. 2003. On The Wealth of Nation:

Bourdieuconomics and Sosial Capital. Theory and Society, Vol.32 No. 5/6,Special Issue on The Sociology Simbolic Power: In Memory of PierreBourdieu.

Tabachnick, Barbara G and Fidell, LS. 2001. Using Multivariate Statistics. (ForthEdition). Boston: Allyn and Bacon

Taylor, John G. 1989. From Modernization to Modes of Production. A Critique ofSociologist of Development and Underdevelopment. Macmillan. London.

Trigilia C. 2001. Sosial Capital & Local Development. Carlo Trigilia (University ofFlorence, Italy) European Journal of Sosial Theory 4 (4): 427-442;Copyright@2001 Sage Publications London, Thousand Oaks, CA and NewDelhi.

Torkelsson, A. 2007. Resorces, Not Capital: A Case Study of the GenderedDistribution and Productivity of Sosial Network Ties in Rural Ehtiopia. RuralSociology 72 (4). Pp 583-607)

Uyanto, SS. 2006. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Van den Ban A.W dan Hawkins, H.S. 1988. Agricultural Extension. LongmanScientific & Technical, New York.

Vipriyanti. N.U (2007). Studi Sosial Ekonomi Tentang Keterkaitan Antara ModalSosial dan Pembangunan Wilayah: Disertasi Pascasarjana IPB.Bogor.

Weisberg, S. 1985. Applied Linear Regression (Second Edition). John Willen &Sons. New York.

Wolz, A. U. Fiege and K. Reinsberg. The Role of Sosial Capital in PromotingInstitutional Changes in Transitional Agriculture. G. Van Huylenbroeck, W.Verbeke and L. Lauwers (Editors). 2004. Role of Institutions in Rural Policiesand Agricultural Markets. Elsevier B.V. Pp. 407-421.

Woolcock M, dan Narayan D. 2000. Sosial Capital: Implication for DevelopmentTheory, Research, and Policy. The World Bank Research Observer.Vol.15.No.2 (Agustus 2000) p:225-249.

Page 255: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

235

Universitas Indonesia

L A M P I R A N

Page 256: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

236

Lampiran 1. Instrumen Penelitian: Kuesioner dan Pedoman Wawancara Mendalam

Kuesioner untuk Survai Rumahtangga

Selama ini peran kapital untuk pencapaian peningkatan kualitas hidup (Quality of Life/

QoL) dalam pembangunan pertanian masih belum memperoleh perhatian secara memadai.

Sebenarnya peran kapital dalam arti fisik (material) seperti sumberdaya manusia, sumberdaya

alam (pertanian), ataupun sumberdaya finansial maupun kapital non fisik seperti kapital

sosial, kapital budaya, dan kapital politik sangat potensial untuk diberdayakan dalam

pembangunan, yang salah satunya ditujukan untuk mencapai peningkatan kualitas hidup

masyarakat, sebagai salah satu indikator meningkatnya kesejahteraan sosial kita. Oleh karena

itu, dalam rangka mempelajari kontribusi masing-masing bentuk kapital sebagai pengaruh

dari peran tripartit ataupun koproduksi: Pemerintah, swasta, masyarakat, serta hubungannya

dengan kualitas hidup komunitas agribisnis berbasis banjar, saya mohon bantuan

Bapak/Ibu/Saudara untuk mengisi dan melengkapi beberapa pernyataan dan pertanyaan

dalam kuisioner ini, tentunya sesuai dengan pandangan dan kehidupan sosial bermasyarakat

yang dialami selama ini.

Kami sangat menghargai bantuan dalam memberikan jawaban atau isian dengan

sebenar-benarnya. Atas perkenaan dan waktu yang telah diluangkan, serta perhatian dari

Bapak/Ibu/Saudara sekalian, saya sampaikan terima kasih.

Jakarta, Maret 2010

Hormat Saya,

Ketut Gede Mudiarta(Mahasiswa S3 SOSIOLOGI

UNIVERSITAS INDONESIA)

KUESIONERREPRESENTASI KAPITAL DAN KUALITAS HIDUP MASYARAKAT

(Kajian Peran Tripartit Pemerintah-Sektor Swasta-Masyarakat dalamPengembangan Agribisnis Berbasis Komunitas)

Page 257: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

237

Hari/Tanggal Wawancara : .............................Pewawancara/Enumerator : ..............................Nama Responden: _______________________Umur : _______________________Alamat : Banjar .................................., Desa SanggalangitPekerjaan Utama: _____________________________________________

DAFTAR PERTANYAAN (KUESIONER)

A. Peran Tripartit Pemerintah-Swasta-Komunitas Lokal

Peran Tripartit Pemerintah-Swasta-Komunitas Lokal

1. Sangat tidakSetuju

2. Tidak Setuju3. Netral4. Setuju5. Sangat Setuju6. Tidak tahu

A1.A1.1.

Peran Pemerintah:Dukungan Inovasi Teknologi Pertanian

1. Inovasi tekeknologiagribisnissaat inirelatif lebihbaikdariyangsayakenalsebelumnya2. Keuntungan agribisnis yang saya peroleh dari pemanfaatan inovasi teknologi saat ini

meningkatdrastis3. Inovasiyangdiperkenalkansaat iniselarasdenganniai-nilaisosialmasyarakatdisini4. Inovasiyangdiintroduksisaat inisangatsesuaidengankebutuhanusahatanisaya5. Sayamerasamudahmengadoapsi inovasiyangdikenalkansaat ini6. Inovasidapatsayacobadalamskala usaha kecil

A.1.2 Kebijakan Subsidi1. Saya merasa Subsidi Pemerintah Pusat saat ini sesuai dengan kebutuhan2. Subsidi pemerintah daerah dibutuhkan untuk menunjang fasilitas umum3. Saya merasa subsidi pendidikan saat ini sudah relatif memadai4. Bantuan pemerintah untuk fasilitas kesehatan relatif baik5. Bantuan pemerintah untuk pengembangan usaha pertanian cukup memadai6. Sebutkan bentuk subsidi lainnya: .............................................A.1.3 Kebijakan Anggaran Pembangunan1. Saya terlibat dalam perencanaan anggaran kegiatan pembangunan2. Kebijakan anggaran pembangunan harus mempertimbangan asas keadilan3. Menurut saya anggaran pembangunan pertanian cukup memadai4. Menurut saya anggaran pengembangan kelembagaan lokal cukup memadai5. Anggaran kerjasama dalam pembangunan perlu ditingkatkan6. Saya merasa anggaran insentif pengembangan kapital masyarakat sudah

memadai

A.1.4 Kebijakan Politik1. Bagi saya, kesempatan berpolitik masyarakat disini cukup terbuka2. Pemasyarakatan kebijakan dibidang politik cukup memadai3. Saya sebagai warga bebas menentukan pilihan politiknya4. Pemerintah mendukung kegiatan politik masyarakat disini5. Kegiatan usahatani saya mendapat dukungan politik yang cukup memadai

Page 258: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

238

Peran Tripartit Pemerintah-Swasta-Komunitas Lokal

1. Sangat tidakSetuju

2. Tidak Setuju3. Netral4. Setuju5. Sangat Setuju6. Tidak tahu

A2. Peran Swasta dalam Pengembangan AgribisnisA2.1 Dukungan Investasi Swasta1. Saya merasa dukungan investasi pihak swasta mulai berkembang di desa ini2. Investasi pihak swasta penting pengaruhnya bagi pengembangan usaha saya3. Investasi pihak swasta menggairahkan pembangunan sosial ekonomi

masyarakat disini4. Menurut saya penanaman investasi pihak swasta sudah sesuai dengan

kebutuhan pembangunan sosial ekonomi desa5. Dukungan informasi permodalan dari swasta relatif memadaiA2.2. Dukungan Kredit Usahatani1. Saya merasakan pentingnya kehadiran lembaga perkreditan swasta2. Dukungan kredit usaha dari pihak swasta mulai saya rasakan3. Kredit usaha yang dikembangkan swasta cukup mudah saya akses4. Jenis kredit usahatani yang ditawarkan swasta kepada saya cukup beragam5. Kredit usahatani yang diperoleh dari pihak swasta tidak memberatkan saya

A2.3. Penyediaan Sarana Produksi Pertanian1. Saya mulai mudah mendapatkan sarana usaha dari usaha swasta dibidang

penyediaan sarana produksi pertanian2. Kehadiran usaha penyediaan sarana produksi sangat penting perannya bagi

kelancaran usahatani saya3. Saya merasa ketersediaan sarana produksi dari pihak swasta sudah memadai4. Harga sarana produksi yang dikelola swasta tidak memberatkan sayaA2.4 Pemasaran Produk1. Peran pihak swasta cukup membantu dalam pemasaran hasil produksi saya2. Saya merasakan kehadiran swasta dalam mengembangkan lembaga

pemasaran3. Dukungan pemasaran pihak swasta tidak merugikan pihak petani4. Dukungan swasta meningkatkan nilai jual hasil usahatani saya5. Pihak swasta berperan meingkatkan hubungan saya dengan pihak lain

A3. Peran Masyarakat (Komunitas Lokal)A3.1 Potensi Fisik Banjar1. Lingkungan fisik banjar, mendukung kehidupan sosial saya2. Pura Banjar adalah wadah yang baik bagi pengembangan rasa kebersamaan

saya dengan warga banjar3. Saya merasakan balai banjar adalah pusat seluruh kegiatan pembangunan

banjar4. Kulkul (kentongan) banjar adalah media informasi yang masih dihandalkan

dalam proses pembangunan5. Kekayaan fisik (aset) banjar difungsikan sebagai pendukung pencapaian

kesejahteraan warga banjarA3.2. Potensi Nilai Berbanjar1. Nilai-nilai banjar (Dresta) sebagai warisan leluhur, dapat saya manfaatkan

untuk mendukung pembangunan sosial ekonomi warga2. Nilai-nilai berbanjar merupakan modal saya dalam mencapai kesejahteraan

bersama3. Semangat kebersamaan warga banjar adalah salah satu modal saya dalam

mencapai keberhasilan

Page 259: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

239

Peran Tripartit Pemerintah-Swasta-Komunitas Lokal

1. Sangat tidakSetuju

2. Tidak Setuju3. Netral4. Setuju5. Sangat Setuju6. Tidak tahu

4. Keselarasan hubungan saya dengan Tuhan, Lingkungan, dan dengan sesamawarga merupakan landasan utama membangun bersama

5. Rasa saling percaya dan menghormati yang saya bina dengan sesama wargamerupakan nilai berbanjar untuk mencapai kesejahteraan bersama

A3.3 Kepemimpinan Banjar1. Saya merasakan tokoh-tokoh sesepuh banjar memainkan peran penting

dalam pembangunan2. Prajuru banjar (pemimpin setempat) adalah panutan warga dalam

membangun demi kesejahteraan bersama3. Bagi saya, Pempimpin setempat relatif berhasil mendukung warga banjar

dalam membangun demi pencapaian kesejahteraan bersama4. Menurut saya kepemimpinan banjar sangat menentukan keberhasilan

pembangunan5. Saya merasa Kepemimpinan banjar mampu mengambil keputusan banjar

dengkn cepat dan tepat sesuai kebutuhan bersama6. Menurut saya, pemimpin banjar cukup berhasil memajukan warga banjar

sesuai perannya masig-masingA3.4 Partisipasi Masyarakat1. Sebagai anggota banjar, saya berperan aktif dalam segala kegiatan

pembangunan2. Saya selalu merasa terpanggil untuk ikut mensukseskan segala kegiatan

pembangunan3. Keaaktifan warga banjar berperan penting dalam kesuksesan pembangunan4. Saya sebagai warga banajr warga ikut serta mengawasi kegiatan

pembangunan5. Saya sangat terbuka dengan ide-ide pembangunan6. Saya selalu taat membayar iuran berbanjarA4. Relasi Koproduksi: Pemerintah-Swasta-Masyarakat1. Partisipasi saya dihargai oleh pemerintah maupun swasta2. Saya tidak pasif sebagai penerima pelayanan pembangunan3. Dalam kegiatan pembangunan, saya sering melakukan kontrol terhadap

pemerintah dan swasta4. Saya relatif sering memberikan input-input untuk pembangunan5. Sebagai anggota masyarakat, saya menjalin hubungan baik dengan

pemerintah dan swasta6. Jika dibutuhkan saya sering menyumbang untuk kegiatan bersama7. Tidak ada dominasi pengaruh antara pemerintah, swasta, dan mayarakat

dalam kegiatan pembangunan

A.5. Mohon diisi sesuai dengan pendapat Bapak/Saudara:

Peran dari: Bagi Peningkatan PenguasaanKapital

Bagi Peningkatan KualitasHidup (QoL)

1. Peran Pemerintah2. Peran Pihak Swasta3. Peran Masyarakat

................................... %

................................... %

................................... %

................................... %

................................... %

................................... %Jumlah 100 % 100%

Page 260: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

240

B. REPRESENTASI KAPITALB1. KAPITAL SOSIAL (Jaringan Sosial/Networks):

Item Pernyataan/Pertanyaan

1. Sangat tidakSetuju

2. Tidak Setuju3. Netral4. Setuju5. Sangat Setuju6. Tidak tahu

RELASI INTEREST (Kepentingan)1 Saya berusaha menjaga hubungan baik dengan pihak pemberi pinjaman modal

2 Saya membangun hubungan sosial dengan siapapun yang membantu usaha saya3 Saya menjalin hubungan baik dengan aparat pelayanan yang membantu saya4 Saya selalu menjaga hubungan baik dengan aparat desa

5 Hubungan sosial dengan pihak luar banjar jarang saya lakukan

RELASI SENTIMEN1 Saya selalu menjaga hubungan (relasi) sosial dengan kerabat saya2 Saya membangun hubungan social dengan kenalan saya3 Hubungan ketatanggaan saya di banjar ini sangat baik

4 Hubungan pertemanan saya di banjar ini relative baik5 Saling membantu antar kerabat, saya rasakan sangat baik

RELASI POWER1 Warga masyarakat sekitar menjalin hubungan sosial dengan saya, karena mereka

memandangsayasebagai elit2 Warga disini banyak menjalin hubungan sosial dengan saya, karena saya termasuk

keluarga yang punya kedudukan tertentu3 Saya cukup berhasil membangun hubungan dengan warga banjar, karena saya

berasal dari keluarga yang disegani4 Kebanyakan warga banjar disini berusaha berhubungan baik dengan saya, karena

keluarga saya cukup berpengaruh di banjar ini.5 Saya memiliki banyak relasi, karena dalam bidang tertentu saya cukup dominan.

JARINGAN BERORGANISASI1. Jumlah keikutsertaan Bapak dalam berorganisasi:

(1) Tidak ada(2) Satu Organisasi(3) Dua Organisasi(4) Tiga Organisasi(5) Lebih dari tiga organisasi

2. Frekuensi kehadiran dalam setiap kegiatan adalah:(1) Sangat rendah(2) Rendah(3) Sedang dan biasa saja(4) Tinggi(5) Sangat tinggi(6) Tidak tahu

Alokasi waktu yang disediakan untuk organisasi dalam satu bulan terakir: (....... )3. Kedudukan Bapak dalam organisasi?

(1) Tidak tahu(2) Anggota yang tidak aktif(3) Anggota biasa(4) Pengurus biasa(5) Pengurus utama

Page 261: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

241

4. Kondisi organisasi sosial terutama kelompok tani yang ada disini sudah relatif baik(1) Tidak setuju(2) Kurang setuju(3) Netral(4) Setuju(5) Sangat setuju(6)

Penjelasan lebih lanjut: _____________________________________________________________________________________________________________________

5. Jenis atau jumlah kegiatan kelompok/organisasi yang diikuti tiga bulan terakhir:(1) Tidak ada(2) 1 s.d 2 kegiatan(3) 3 s.d 4 kegiatan(4) 5 s.d 6 kegiatan(5) Lebih dari 6 kegiatan

6. Bagi saya, organisasi yang ada disini sangat penting bagi pengembangan usaha saya:

(1) Tidak setuju(2) Kurang setuju(3) Netral(4) Setuju(5) Sangat setuju(6) Tidak tahu

7. Mohon diisi sesuai dengan pendapat Bapak.......ORGANISASI SOSIAL

Organisasi Sosial 1. Sangat Setuju2. Setuju3. Neral4. Tidak Setuju5. Sangat Tidak Setuju

I. Daya “Bonding”

1. Setiap anggota kelompok dalam banjar ini, umumnya memilikiikatan kekeluargaan

2. Kekuatan kelompok dalam banjar dipengaruhi oleh hubunganketetanggaan antar anggota

3. Interaksi saya dengan anggota kelompok dalam banjar terjadisecara intensif

4. Hubungan saya dengan anggota kelompok dalam banjar ini seringterjadi secara tatap muka langsung

5. Setiap anggota saling mendukung dalam kegiatannya

II. Daya “Bridging”

1. Interaksi saya dengan anggota kelompok yang berbeda tingkat pendidikanumumnya jarang dilakukan

2. Hubungan kerja dengan anggota kelompok lain di luar banjar jarangdilakukan

3. Saya umumnya jarang kontak dengan anggota kelompok tani dari banjarlain

4. Kelompok saya jarang berhubungan dengan kelompok tani yangmengusahakan komoditas lain

III. Daya “Linking”1. Hubungan kelompok tani saya dengan lembaga kredit sangat intensif2. Hubungan kelompok tani saya dengan lembaga perbankan relatif baik3. Hubungan kerja sama dengan instansi pemerintah relatif baik4. Terdapat hubungan yang positif antara kelompok tani di banjar ini dengan

lembaga-lembaga politik disekitar5. Kelompok saya sering berinteraksi dengan asosiasi pengusaha pengembang

agribisnis sekitar

Page 262: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

242

Organisasi Sosial 1. Sangat Setuju2. Setuju3. Neral4. Tidak Setuju5. Sangat Tidak Setuju

IV. Peran Lubang Struktur (Structural Hole)1. Saya merasakan adanya tokoh yang bukan anggota banjar, sangat

membantu usaha kami2. Pada umumnya kelompok dalam banjar ini terbuka bagi tokoh pembaharu

dari luar banjar3. Peran penyuluh pertanian, mantri hewan, ataupun peneliti pertanian sangat

nyata dalam membantu kegiatan agribisnis saya4. Saya mengenal beberapa pedagang pengumpul hasil usaha pertanian dari

banjar ini5. Sebutkan beberapa tokoh masyarakat dan bidangnya masing-masing yang

mendukung kegiatan usahatani Saudara.... tokoh, dalam bidang..............................

Mohon diisi (beri tanda √) untuk pertanyaan berikut, mengenai kpercayaaan Bapak terhadap organisasi atau lembaga yangBapak ketahui:

TINGKAT KEPERCAYAANNo. LEMBAGA/ORGANISASI Tidak

Percaya(1)

KurangPercaya(2)

Sedang/Cukup(3)

Percaya

(4)

SangatPercaya(5)

TidakTahu

Keterangan

i. Kelompok Tani

ii. Kelompok Pengajian

iii. Lembaga Kredit

iv. Karang Taruna

v. Bank

vi. Dewan Mesjid,Gereja

vii. Lembaga Penyuluhan

viii. Klinik Pertanian

ix. Dinas Pertanian

x. Kelurahan

xi. Kecamatan

xii. Pemerintah (Kodya,Propinsi)

xiii. Departemen Pertanianxiv. Partai Politik

8. Kapital sosial memiliki peran yang nyata dalam peningkatan kualitas hidup:(1) Tidak setuju;(2) (2) Kurang Setuju;(3) ( 3) Netral;(4) ( 4) Setuju;(5) (5) Sangat Setuju(6) (6) Tidak Tahu

B2. KAPITAL BUDAYA (Dimensi Manusia, Dimensi Obyek, dan Dimensi Institusional)

Page 263: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

243

Item Pernyataan/Pertanyaan

1. Sangat tidakSetuju

2. Tidak Setuju3. Netral4. Setuju5. Sangat Setuju6. Tidak tahu

1 Masyarakat sekitar menganggap gerak-gerik perilaku saya sangat khas , sehinggamendukung usahatani saya

2 Saya merasakan penghargaan masyarakat terhadap kemampuan potensial yangmelekat pada diri saya demikian tinggi

3 Kepemilikan saya terhadap alat-alat pertanian yang khas, sangat mendukungusahatani saya

4 Ijazah pendidikanformalsaya, sangatdihargaidalamkomunitasbanjar5 Keanggotaan saya dalam kelompok keahlian tertentu merupakan modal yang

sangat berarti6 Gelar nama famili yang saya sandang dihargai masyarakat sebagai modal yang

cukup berarti

7. Kapital Budaya memiliki peran nyata dalam penigkatan kualitas hidup(1) Tidak setuju(2) Kurang setuju(3) Netral(4) Setuju(5) Sangat setuju(6) Tidak tahu

B3. KAPITAL POLITIK

Item Pernyataan/Pertanyaan

7. Sangat tidakSetuju

8. Tidak Setuju9. Netral10. Setuju11. Sangat Setuju12. Tidak tahu

1 Saya merasa memiliki pengaruh penting dalam kehidupan masyarakat disini

2 Keanggotaan saya dalam organisasi poitik sangat dihargai dalamkehidupan sehari-hari

3 Dalam beberapa kegiatan, saya tergolong memiliki banyak pengikut4 Pendapat saya sering digunakan dalam kegiatan banjar5 Masyarakat menghargai jabatan atau kedudukan saya disini6 Pada beberapa kesempatan, masyarakat sekitar sering meminta nasihat

saya

7. Penguasaan Kapital politik menentukan peningkatan kualitas hidup saya:(1) Tidak setuju(2)Kurang setuju(3)Netral(4)Setuju(5)Sangat setuju(6)Tidak tahu

Page 264: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

244

B4. KAPITAL EKONOMI:

1. Saya merasa bahwa menurut masyarakat, jumlah aset saya:

(1) Sangat rendah(2) Rendah(3) Cukup(4) Tinggi(5) Sangat tinggi

2. Masyarakat memandang saya sebagai petani maju

(1) Tidak setuju(2) Kurang setuju(3) Netral(4) Setuju(5) Sangat setuju(6) Tidak tahu

3.Dalam menghadapi tantangan usahatani saya bersikap:

(1) Tidak semangat(2) Kurang semangat(3) Netral(4) Mengatasi tantangan dengan semangat(5) Sangat semangat dalam mengatasi tantantangan(6) Tidak tahu

4.Dalam menjalankan usahatani, saya:

(1) Tidak terampil menerapkan inovasi baru(2) Sedikit terampil(3) Cukup terampil menerapkan inovasi baru(4) Terampil(5) Sangat terampil menerapkan inovasi baru(6) Tidak tahu

5.Dalam berusaha tani, saya bersikap:

(1) Tidak senang dengan inovasi yang baru(2) Kurang berani mencoba inovasi baru(3) Netral(4) Sering mencoba inovasi yang baru(5) Sangat sering mencoba inovasi yang baru(6) Tidak tahu

6.Saya mampu menyediakan lapangan pekerjaan sendiri

(1) Tidak setuju(2) Kurang setuju(3) Netral(4) Setuju(5) Sangat setuju(6) Tidak tahu

7.Kapital ekonomi berperan nyata dalam peningkatan kualitas hidup:

Page 265: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

245

(1) Tidak setuju(2) Kurang setuju(3) Netral(4) Setuju(5) Sangat setuju(6) Tidak tahu

B5. Mohondiisisesuaidenganpendapat danrealitasyangada:

Berapa persen kira-kira peran masing-masing bentuk kapital di bawah ini bagi peningkatankesejahteraan (kualitas hidup) Saudara?

Jenis Kapital Perannya dalam Peingkaan Kualitas Hidup(%)

Kapital SosialKapital BudayaKapital PolitikKapital EkonomiJUMLAH 100 %

C. KUALITAS HIDUP(QoL)

Item Pernyataan/Pertanyaan

1. Sangat tidakSetuju

2. Tidak Setuju3. Netral4. Setuju5. Sangat Setuju6. Tidak tahu

C1. Okupasi

1. Kesempatan kerja di wilayah tempat tinggal saya relatif luas2. Saya merasa tidak ada hambatan dalam memasuki lapangan pekerjaan3. Kesempatan kerja disekitar desa dan kecamatan banyak yang sesuai

dengan latar belakang kemampuan saya4. Kesempatan kerja masih didominasi kalangan tertentu5. Fasilitasi pemerintah dalam memasuki kesempatan kerja sudah memadai6. Akhir-akhir ini kesempatan berusaha relatif meningkat7. Peluang saya memasuki kesempatan kerja cukup besar

C2 Pendapatan:1. Pendapatan Bapak dalam satu tahun terakhir adalah:

(1) Kurang dari 2,5 juta(2) 2,5 s.d 4,9 juta(3) 5 s.d 7,5 juta(4) 7,5 s.d 10 juta(5) Lebih dari 10 jutadan berapa kira-kira pengeluaran toal selama satu bulan ...............?

Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pencapaian tingkat pendapatan tersebut?Jelaskan: ____________________________________________________________

______________________________________________________________

Page 266: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

246

Item Pernyataan/Pertanyaan

1. Sangat tidakSetuju

2. Tidak Setuju3. Netral4. Setuju5. Sangat Setuju6. Tidak tahu

C3 Tingkat Pendidikan: Sebutkan berapa tahun rata-rata angota keluarga Bapak mengenyampendidikan formal? ...................................Tahun(1) Tidak tamat SD (kurang dari 6 tahun)(2) SD-SMP (6–9 tahun)(3) SMA (12 tahun)(4) Diploma (13–15 tahun)(5) Sarjana (lebih dari 15 tahun)

C4. Pemenuhan Kebutuhan Primer1 Secara umum saya mudah memenuhi kebutuhan bahan pangan bagi

keluarga2 Saya tidak kesulitas dalam memperoleh bahan makanan3 Saat ini saya merasa tidak kesulitan memenuhi kebutuhan pangan bagi

keluarga4 Saya relatif mudah menjangkau kebutuhan akan pakaian keluarga5 Kemampuan saya dalam memenuhi kebutuhan pakaian keluarga relatif

memadai6 Saya merasakan tidak kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pakaian

keluarga7 Saya merasa keadaan rumah saya cukup sehat8 Dari waktu ke waktu saya memandang keadaan rumah saya semakin

layak dihuni9 Kemampuan saya akan pemenuhan kebutuhan rumah tempat tinggal

keluarga sudah memadai

C5. Akses Pelayanan Publik1 Saya sudah memperoleh pelayanan memadai yag disediakan pemerintah2 Saya mudah memperoleh fasilitas umum3 Jumlah fasilitas umum relatif banyak4 Saya merasa tenaga pelayananan di sisni cukup memadai5 Kemampuan saya menjangkau setiap pelayanan sudah memadai6 Saya sebagai warga banjar emiliki hak yang sama dalam memperoleh

pelayanan publik

C6. Partisipasi Politik1 Secara umum saya terlibat dalam proses pengambilan keputusan di desa2 Saya memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga lain dalam

menentukan kebijakan banjar3 Saya bebas menentukan pilihan dalam proses pengambilan keputusan

disetiap organisasi lokal4 Perbedaan pendapat antar anggota warga banjar adalah hal yang biasa5 Saya bebas menentukan sikap berpolitik6 Saya merasa ada kebebasan untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik

7 Kegiatan-kegiatan politik selama ini, bermanfaat bagi pengembangandiri saya

8 Keikutsertaan saya dalam kegiatan politik nasional sangat dihargaimasyarakat disini

Page 267: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

247

Item Pernyataan/Pertanyaan

1. Sangat tidakSetuju

2. Tidak Setuju3. Netral4. Setuju5. Sangat Setuju6. Tidak tahu

C7. Relasi Sosial

1 Hubungan sosial saya dengan anggota masyarakat disini sangat baik

2 Dari waktu ke waktu saya merasakan adanya peningkatan hubungansosial antar warga

3 Hubungan sosial saya relatif luas hingga menjalin kerja sama dalambidang usaha saya

4 Bentuk hubungan kerja sama yang saya bangun tidak terbatas hanya dalam bentukhubungan

5 Kemampuan saya merintis hubungan kerja sama cukup memadai

6 Hubungan kerja sama yang berhasil saya bina cukup banyak

C8. Keamanan Sosial

1 Saya menyadari pentingnya keamanan sosial

2 Dari waktu ke waktu saya merasakan adanya peningkatan bidangkemanan sosial

3 Dalam kehidupan sehari-hari, saya merasakan tidak ada tekanan sosialterhadap diri dan keluarga saya.

4 Secara sosial, usaha agribisnis saya disini aman tidak ada gangguan yangberarti

5 Saya sebagai anggota komunitas agribisnis di banjar ini merasa nyamandalam berusaha

6 Lingkungan sekitar saya sangat menjamin adanya keamanan sosial bagisetiap warga disini

C9. Persepsi Kebahagiaan

1 Saya merasa cukup bahagia menjalani kehidupan sosial saya2 Dari waktu ke waktu saya merasakan adanya peningkatan rasa

kebahagiaan diri3 Saya merasa bahagia karena mampu memenuhi kebutuhan keluarga sesuai ukuran

kebutuhan4 Secara sosial, keluarga saya dianggap bahagia oleh warga sekitar

5 Lingkungan sekitar mendukung pencapaian kebahagiaan keluarga saya

6 Kebahagiaan adalah tujuan hidup saya

Page 268: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

248

Item Pernyataan/Pertanyaan

1. Sangat tidakSetuju

2. Tidak Setuju3. Netral4. Setuju5. Sangat Setuju6. Tidak tahu

C10 Makna Hidup1 HidupadalahkodratdariTuhanyangharusditerimadandiperjuangkan2 Saya memaknai hidup sesuai dengan kaidah-kaidah berkehidupan sosial

dilingkungan sekitar3 Saya memaknai hidup dengan berusaha sesuai dengan kemampuan yang

saya miliki..4 Hidup damai dengan ligkungan adalah tujuan saya menjalani kehidupan

sosial.5 Hidup ini sangat berarti bagi saya

C.11 Kualitas Lingkungan

1 Lingkungan bertetangga sangat mententeramkan saya sebagai anggotabanjar

2 Saya merasa lingkungan hidup saya mendukung seluruh kegiatankeluarga

3 Alam sekitar mendukung saya mencapai kualitas hidup yang memadai4 Lingkungan sosial di banjar sangat menentukan pencapain kualitas hidup

saya5 Saya sebagai anggota komunitas agribisnis di banjar ini merasa bertanggung jawab

ataskelesarianlingkunganhidup

C12. Kualitas Beragama1 Saya sebagai anggota banjar menyadari pentingnya kehidupan

beragama2 Dari waktu ke waktu saya merasakan adanya peningkatan kualitas

beragama3 Dalam kehidupan sehari-hari, saya merasakan tidak ada tekanan sosial

dalam menjalani kewajiban beragama4 Ketaatan beragana menentukan kualitas hidup saya5 Ligkungan sekitar mendukung kegiatan agama yang saya lakukan

C13. Persepsi Mobilitas Vertikal

1 Saya merasa setiap waktu mengalami peningkatan status sosialnya2 Dibandingkan dengan orang tua, saya merasakan ada peningkatan status

bidang pekerjaan yang saya jalani3 Dibandingkan dengan sepuluh atau duapuluh tahun yang lalu, sayamerasa mengalami

peningkatandalamberusaha4 Keadaan perekonomian keluarga saya cukup meningkatn dari waktu ke

waktu5 Peningkatanusahayangsaya jalankancukupnyata

C.14. Morbiditas1. Berapa kali saudara menderita sakit dalam kurun waktu satu tahun ini?

Page 269: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

249

(1) Lebih dari 10 kali(2) 8 sd. 10 kali(3) 6 s.d 8 kali(4) 3 s.d 5 kali(5) Kurang dari 3 kali

2. Bagaimana saudara menjangkau pelayanan kesehatan?(1) Sangat sulit mendapat pelayanan(2) Sulit mendapatkan pelayanan(3) Cukup mudah mendapatkan pelayanan(4) Mudah mendapatkan pelayanan(5) Sangat mudah mendapatkan pelayanan(6) Tidak tahu

3. Bagaimana pendapat saudara mengenai kondisi kesehatan anggota keluarga?(1) Sangat rendah(2) Rendah(3) Cukup(4) Sehat(5) Sangat sehat(6) Tidak tahu

4. Kondisi Kesehatan Keluarga:Menurut Saudara, pada kelompok yang mana keadaan kesehatan anggota keluarga Bapak?

(1)Sangat Memadai(2)Memadai(3)Cukup Memadai(4)Kurang Memadai(5)Sangat tidak Memadai(6) Tidak tahu

Jelaskan lebih lanjut .....................................................

C.15. Angka kematian bayi (IMR)*)

C.16. Angka harapan hidup umur 1 tahun*)

*) Data mengenai IMR dan Angka Harapan Hidup tidak perlu diisi, data diperoleh di instansi terkait

Page 270: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

250

Mohon Saudara memberi skor (skala 1 s/d 5) untuk masing-masing indikator yang menentukanKualitas Hidup (QoL) masyarakat (Lihat Tabel berikut) sesuai dengan tingkatan pentingnya masing-masing indikator itu. Indikaor yang dipandang sangat penting diberi skor 5, penting diberi skor 4;cukup penting diberi skor 3; kurang penting skor 2; dan tidak penting diberi skor 1.

Indikator Kualitas HIdup Skor (1 s/d 5) Keterangan

1. Tingkat Okupasi (matapencaharian utama

2. Pendapatan3. Tingkat Pendidikan4. Pemenuhan Kebutuhan Primer5. Akses Pelayanan Publik6. Tingkat Partisipasi Politik7. Relasi Sosial8. Keamanan Sosial9. Tingkat Kebahagiaan10. Makna Hidup11. Kualitas Lingkungan12. Kualitas Beragama

(Religiusitas)13. Tingkat Mobilitas Vertikal14. Kondisi Kesehatan (Morbiditas)15. Angka Kematian Bayi16. Angka Harapan Hidup

Page 271: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

251

PEDOMAN WAWANCARA SEBAGAI PENGARAH PENELITIANDALAM PENGUMPULAN DATA KUALITATIF.

1. Bagamaiman peran pemerintah dalam pengembangan agribisnis?2. Bagaimana peran pihak swasta selama ini?3. Apakah program itu melibatkan masyarakat anggota“Banjar”sebagai organisasi tradisi?4. Bagaimana mekanisme penetapan kebijakan program pembangunan di daerah ini?5. Bagaimana relasi koproduksi pemerintah-swasta- masyarakat dalam proses

pembangunan agribisnis?6. Bagaimana gambaran kemitraan pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam

pengembangan agribisnis di desa ini?7. Bagaimana keterkaitan kebijakan pemerintah dan lingkungan aturan-aturan formal

dengan aturan-aturan informal banjar dalam pengembangan agribisnis di desa ini?8. Potensi banjar yang dapat dimanfaatkan dalam mendukung usaha agribisnis?9. Mohon penjelasan mengenai keragaan kapital sosial masyarakat anggota banjar10. Bagaimana penguasaan kapital budaya dalam masyarakat disisni?11. Apakah kapital politik relatif berkembang dalam masyarakat?12. Bagaimana pandangan Bapak mengenai keadaan kapital ekonomi masyarakat?13. Bagaimana persaingan (kompetisi) antar waga masyarakat anggota banjar dalam

menguasai kapital-kapital tersebut? Sejauhmana pertukaran antar kapital yangdilakukan setiap aktor anggota banjar disini?

14. Sejauh mana terjadinya persaingan antar aktor dalam ranah pertanian dan sistem banjar?15. Aakah kedudukan seseorang dalam sistem banjar mempengaruhi penguasaan kapital

masyarakat?16. Selain ranah pertanian dan sistem banjar, ranah apa saja yang menonjol di sini?17. Seberapa besar peran kapital sosial dalam mencapai peningkatan kualitas hidup?

(Ditanyakan juga, berapa persen (%) kira-kira perannya?)18. Bagaimana peran kapital budaya dalam meningkatakan kualitas hidup? (Kira-kira

berapa persen perannya?)19. Seberapa besar peran kapital politik dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat?

(Berapa persen perannya?)20. Bagaimana peran kapital ekonomi dalam peningkatan kualitas hidup? (Berapa persen

kira-kira peran kapital ekonomi dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat?)21. Bagaimana gambaran kesempatan kerja, dan peluang berusaha di sini?22. Bagaimana keadaan pembangunan pendidikan di sisni?23. Bagaimana keadaan kesehatan masyarakat?24. Bagaimana gambaran kualitas hidup sosial disini?25. Apakah masyarakat cukup puas dengan kualitas hidup mereka?

Page 272: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

252

26. Sejauhmana munculnya habitus (pengelompokkan habitus-habitus aktor) sebagaikombinasi posisi sosial dan sejarah personal aktor (Asal-usul sosial, pekerjaan,pendidikan, dll)? Posisi sosial tertentu dalam ranah, mislnya orang kaya akancenderung menghasilkan habitus sendiri yang ditunjukkan dengan misalnya selera dancara makan yang berbeda dengan habitus orang misikin.

27. Bagaimana keterkaitan sistem kasta yang dikenal disini dengan munculnya habitus-habitus itu? Mohon dijelaskan juga sistem pelapisan sosial disini dan pertaliannyadengan kualitas hidup masyarakat?.

OBSERVASI LAPANGAN:

1. Keadaan umum lingkungan Desa lokasi penelitian, termasuk dinamika kehidupan sosialmasyarakat berbasis banjar

2. Pola hubungan sosial antar warga banjar3. Pola hubungan sosial banjar dengan supra sistem sosialnya4. Dinamika kehidupan berorganisasi5. Kegiatan adat dan budaya masyarakat6. Kegiatan perekonomian masyarakat7. Kesibukan pada setiap akses layanan publik8. Kondisi sarana prasarana umum9. Keunikan-keunikan lainnya, sistem sosial masyarakat berbasis Banjar

Page 273: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

253

Lampiran 2. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Data Pretes

1. Peran PemerintahNilai Cronbach’s Alpha Peran Pemerintah.

Page 274: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

254

2. Peran Swasta.

NilaiCronbah’s Alpha if Item DeletedMasing-masing Item untuk Peran Swasta.

3. Peran Masyarakat.

NilaiCronbah’s Alpha if Item Deleted Masing-masing Item untuk Peran Masyarakat

Page 275: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

255

4. Ko-produksi Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.742 .732 7

Nilai Cronbah’s Alpha if Item Deleted Masing-masing Item untuk PeranKoproduksi

5. Variabel Kapital Sosial

NilaiCronbah’s Alpha if Item DeletedMasing-masing Item untuk Kapital Sosial.

Page 276: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

256

6. Variabel Kapital Budaya.

NilaiCronbah’s Alpha if Item DeletedMasing-masing Item untuk Kapital Budaya.

7. Variabel Kapital Politik.

NilaiCronbah’s Alpha if Item DeletedMasing-masing Item untuk Kapital Politik.

Page 277: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

257

8. Variabel Kapital Ekonomi

NilaiCronbah’s Alpha if Item DeletedMasing-masing Item untuk Kapital Ekonomi.

9. Alpha Variabel Stratifikasi Sosial.

NilaiCronbah’s Alpha if Item DeletedMasing-masing Item untuk Stratifikasi.

Page 278: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

258

10. Variabel Qol

NilaiCronbah’s Alpha if Item DeletedMasing-masing Item untuk QoL.

Page 279: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

259

Lampiran 3. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Data Survai

1. Peran Pemerintah.

2. Peran Swasta.

Page 280: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

260

3. Peran Masyarakat.

4. Peran Koproduksi Pemerintah, Swasta, Masyarakt.

Page 281: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

261

5. Kapital Sosial.

Page 282: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

262

6. Kapital Budaya.

7. Kapital Politik:

8. Kapital Ekonomi:

Page 283: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

263

9. Kualitas Hidup (QoL):

Page 284: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

264

Lampiran 4. Uji Normalitas Variabel Endogen: Kualitas Hidup (QoL)

Page 285: KAPITAL DALAM MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA

265

Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian oleh Program Pascasarjana Sosiologi, UniversitasIndonesia dan dari Badan LINMAS Propinsi Bali).