bab i pendahuluan - · pdf filetugas mata kuliah ekonomi kesejahteraan ... kawasan penyangga...
TRANSCRIPT
ANALISIS PARETO EKONOMI KAWASAN HULU DAN HILIR
Tugas Mata Kuliah Ekonomi Kesejahteraan - 1 -
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kawasan Puncak merupakan bagian dari Kawasan Bogor Puncak Cianjur (Bopunjur)
dalam wilayah administratif Kabupaten Bogor. Kawasan Puncak secara nasional merupakan
bagian dari Kawasan Strategis Nasional (KSN) Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-
Puncak-Cianjur (Jabodetabekpunjur). Kawasan ini juga dikategorikan sebagai Kawasan
Strategis Kabupaten yaitu wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup daerah pada aspek ekonomi dan
lingkungan. Dalam RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025, rencana pengelolaan
kawasan strategis Puncak diarahkan untuk terselenggaranya keseimbangan ekologi
sebagai kawasan resapan air dan pengendali banjir.
Kawasan Puncak memiliki beragam fungsi strategis, antara lain sebagai kawasan
lindung dan tata air, sumber plasma nutfah, kawasan penyangga dan budidaya pertanian dan
non pertanian. Dikarenakan posisi geografis yang signifikan dari kawasan ini, kawasan
Puncak juga dianggap sebagai kawasan hinter land yang menjaga kehidupan penduduk urban
di sekitarnya seperti Depok, Bogor dan Ibukota negara DKI Jakarta. Eksistensi kawasan ini
sangat diperhitungkan karena dampak permasalahan di dalamnya mempengaruhi kawasan-
kawasan penting lainnya.
Selain itu kawasan ini memiliki keindahan alam dan udara yang sejuk karena
didominasi oleh pegunungan dengan hamparan perkebunan teh yang terletak pada ketinggian
1000 meter dari permukaan laut sehingga menjadi andalan wisata Jawa Barat dan trade mark
bagi Bangsa Indonesia di forum pariwisata internasional. Dalam Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Nasional, Kawasan ini menjadi salah satu Kawasan Strategis
Pariwisata Nasional (KSPN).
Beberapa keunggulan di atas, menjadikan kawasan ini memiliki daya tarik yang
cukup tinggi sehingga banyak pihak yang memanfaatkannya tidak hanya sebagai alternatif
tempat pariwisata untuk menikmati keindahan alam di akhir pekan, tetapi berubah menjadi
keinginan untuk menguasai lahan dan tempat investasi, mulai dari investasi skala kecil
hingga skala besar, sehingga jumlah penduduk di kawasan ini meningkat pesat dan
membawa konsekuensi pada penggunaan lahan yang meningkat pula. Menurut sensus
ANALISIS PARETO EKONOMI KAWASAN HULU DAN HILIR
Tugas Mata Kuliah Ekonomi Kesejahteraan - 2 -
penduduk pada tahun 1980 dan 2000 terjadi peningkatan jumlah penduduk dari 5,7 menjadi
11,7 juta jiwa (Alihar, 2002).
Apalagi sejak tahun 1960, dengan terbukanya jalur intensif Jakarta-Bandung,
perkembangan EKONOMI di kawasan ini sulit dikendalikan. Dominasi pemanfaatan ruang
dan penggunaan lahan telah menyebabkan perubahan perkembangan fisik dan ekonomi yang
pesat dan terkadang destruktif terhadap ekologi. Kondisi ini mengakibatkan perubahan
fungsi lahan yang tidak sesuai dengan fungsi peruntukannya. Sebagai contoh, kawasan hutan,
daerah pertanian, dan daerah resapan air telah berubah menjadi kawasan perumahan bahkan
untuk industry dan pariwisata. Kegiatan ini mengindikasikan persoalan ekonomi lebih
mendominasi aktivitas di kawasan puncak.
Akibat dari perubahan fungsi ini bermunculan persoalan-persoalan lingkungan yang
memiliki dampak ekologis seperti banjir, erosi dan lain-lain, yang tidak saja terjadi di
kawasan Puncak Kabupaten Bogor tapi juga pada kawasan-kawasan di sekitarnya. Persoalan
ekologis pada kawasan hilir secara ekonomi merugikan atau menurunkan tingkat
kesejahteraan masyarakat bagian hilir.
Sumber: Rustiadi, et. al., 2014.
Selanjutnya jika kita lihat berdasarkan klasifikasi kemampuan lahan di kawasan
puncak, untuk wilayah Megamendung, Cisarua dan wilayah Ciawi bagian selatan
diklasifikasikan pada kelas VII artinya ialah lahan pada klasifikasi ini tidak sesuai untuk
budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai untuk dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan kelas
VIII bermanfaat sebagai hutan lindung, tempat rekreasi atau cagar alam. Pembatas atau
ancaman kerusakan pada lahan kelas VIII dapat berupa: (1) terletak pada lereng yang sangat
Gambar 1.1
Gambar 1.2
ANALISIS PARETO EKONOMI KAWASAN HULU DAN HILIR
Tugas Mata Kuliah Ekonomi Kesejahteraan - 3 -
curam (>65 persen), atau (2) berbatu atau kerikil (lebih dari 90 persen volume tanah terdiri
dari batu atau kerikil atau lebih dari 90 persen permukaan lahan tertutup batuan), dan (3)
kapasitas menahan air sangat rendah. Contoh lahan kelas VIII adalah puncak gunung, tanah
mati, batu terungkap, dan pantai pasir.
Sumber: Rustiadi, et. al., 2014.
Gambar 1.3. Kemampuan Lahan Wilayah Sub-DAS Ciliwung
Selanjutnya pada wilayah Ciawi bagian utara diklasifikasikan pada kelas IV artinya
ialah wilayah ini merupakan lahan dengan ciri tanah terletak pada wilayah yang miring
sekitar 12 – 30 persen, dengan system pengairan yang buruk. Hambatan dan ancaman
kerusakan pada tanah-tanah di dalam lahan kelas IV lebih besar dari pada tanah-tanah di
dalam kelas III, dan pilihan tanaman juga lebih terbatas. Jika digunakan untuk tanaman
semusim diperlukan pengelolaan yang lebih hati-hati dan tindakan konservasi yang lebih
sulit diterapkan dan dipelihara, seperti teras bangku, saluran bervegatasi dan dam
penghambat, disamping tindakan yang dilakukan untuk memelihara kesuburan dan kondisi
fisik tanah. Tanah di dalam kelas IV dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman
pertanian dan pada umumnya, tanaman rumput, hutan produksi, padang penggembalaan,
hutan lindung dan cagar alam. Jika kita bandingkan dengan Gambar 2 di atas, dari peta
existing penggunaan lahan Sub DAS Ciliwung Tahun 2012 lahan pada klasifikasi ini telah
dimanfaatkan sedemikian rupa untuk kawasan pemukiman/villa, padahal hambatan atau
ancaman kerusakan tanah-tanah di dalam kelas IV ini sangat beresiko tinggi bila
dimanfaatkan sebagai pemukiman. Ancaman kerusakan tanah pada wilayah klasifikasi ini
salah satu atau kombinasi faktor-faktor berikut: (1) lereng yang miring atau berbukit ( lebih
ANALISIS PARETO EKONOMI KAWASAN HULU DAN HILIR
Tugas Mata Kuliah Ekonomi Kesejahteraan - 4 -
dari 15% – 30%), (2) kepekaan erosi yang sangat tinggi, (3) pengaruh bekas erosi yang agak
berat yang telah terjadi, (4) tanahnya dangkal, (5) kapasitas menahan air yang rendah, (6)
selama 2 sampai 5 bulan dalam setahun dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24 jam, (7)
kelebihan air bebas dan ancaman penjenuhan atau penggenangan terus terjadi setelah
didrainase (drainase buruk), (8) terdapat banyak kerikil atau batuan di permukaan tanah, (9)
salinitas atau kandungan Natrium yang tinggi (pengaruhnya hebat), dan/atau (10) keadaan
iklim yang kurang menguntungkan (Gambar 1.3). Sehingga selain keberadaan
pemukiman/villa-villa ini telah melanggar Rencana Pola Ruang RTRW Kabupaten Bogor
juga dikarenakan pembangunan pemukiman/villa tersebut sangat beresiko atas bencana
longsor.
Sumber: Andono, 2014.
Gambar 1.4. Sebaran Lokasi Pendirian Ressort di Gunung Gede Pangrango
Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi masalah ini adalah memperketat aturan
main (perundang-undangan) di Kawasan Puncak. Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 54 tahun 2008 tentang penataan ruang kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,
Bekasi, Puncak, Cianjur merupakan ketentuan yang memuat gambaran pengaruh kesadaran
lingkungan pada pembangunan di kawasan ini. Sebelumnya telah diterbitkan PP nomor
13/1963, Keppres 48/1983, Keppres nomor 79/1985, PP nomor 47/1997, dan Keppres
114/1999 yang kemudian peraturan ini dijadikan sebagai landasan operasional penataan di
Kawasan Puncak, namun semuanya dianggap tidak relevan dengan dinamika pembangunan
di lapangan, karena peraturan yang ada tidak menggambarkan kondisi rill di lapangan.
ANALISIS PARETO EKONOMI KAWASAN HULU DAN HILIR
Tugas Mata Kuliah Ekonomi Kesejahteraan - 5 -
Di samping hal-hal di atas, pengelolaan di Kawasan Puncak semakin kompleks
dikarenakan sifat kepemilikan lahan yang dikuasai secara turun temurun yaitu sebagai tanah
adat, yang memiliki kelemahan dalam kontrol penggunaannya. Dewasa ini, kepemilikan
lahan secara adat dikarenakan alasan ekonomi dialihkan kepada pihak-pihak yang memiliki
kekuasaan dan keuangan. Mutasi kepemilikan ini menyebabkan pemerintah sulit
menghentikan pihak yang menguasai lahan tersebut dalam merubah lahan milik mereka
menjadi perumahan (pemukiman) dan industri dikarenakan peruntukannya lebih
menguntungkan secara ekonomi (Barlowe, 1986).
Interdependensi dalam penggunaan sumberdaya alam berupa lahan tidak hanya
menjadi masalah individu. Lahan-lahan milik negara pun memiliki konsekuensi terjadinya
perubahan fungsi lahan karena berbagai kepentingan sektor-sektor pembangunan lainnya
dalam kepemilikan (ownership) lahan yang telah ada. Fenomena ekonomi yang terjadi
menjadi semakin besar dan sangat massif tanpa solusi.
Berdasarkan ekuilibrium dalam pencapaian kesejahteraan masyarakat Puncak sebagai
kawasan hulu (OA) dengan masyarakat Jakarta dan sekitarnya di bagian Hilir (OB), terjadi
pada titik dimana keduanya optimal dengan tidak ada lagi yang dirugikan ketika pihak lain
diuntungkan.
1.2 Perumusan Masalah
Kawasan pariwisata Puncak yang memiliki luas 18.352,89 Ha terdiri dari tiga
kecamatan yaitu Kecamatan Cisarua, Kecamatan Megamendung dan Kecamatan Ciawi, yang
semula peruntukannya adalah sebagai kawasan non budidaya, diperuntukkan bagi pengaturan
air, pencegahan erosi dan banjir, serta memelihara keawetan dan kesuburan tanah. Akan
tetapi, pada saat ini cenderung menjadi kawasan dengan fungsi pengembangan perkotaan,
dengan meningkatnya berbagai macam pembangunan.
Sumber: Rustiadi, et. al., 2014.
Gambar 1.5. Tingkat Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Puncak
2010
ANALISIS PARETO EKONOMI KAWASAN HULU DAN HILIR
Tugas Mata Kuliah Ekonomi Kesejahteraan - 6 -
Pesatnya pembangunan di kawasan ini menyebabkan berkurangnya kawasan hutan
lindung dan meningkatnya luas kawasan lahan kritis. Perkembangannya, kawasan-kawasan
ini mengalami perubahan fungsi lahan yang mengarah pada perusakan lingkungan yang
berdampak secara ekologis seperti banjir, erosi dan lain-lain, yang tidak saja terjadi di
kawasan Puncak Kabupaten Bogor tapi juga pada kawasan-kawasan di sekitarnya.
Sumber: Rustiadi, et. al., 2014
Gambar 1.6. Evaluasi Fisik Lahan, Landuse (2012) dan Rencana Pola Ruang
dalam RTRW
DAS Ciliwung adalah pertahanan terakhir kota penyangga, karena dari enam DAS
yang ada di Kabupaten Bogor, DAS Ciliwung yang memiliki tutupan hutan seluas 3.565 ha.
Kondisi DAS Ciliwung berdasarkan hasil penelitian dari P4W menyebutkan bahwa kini
terjadi penurunan daya dukung sungai di kawasan Puncak, hal ini dikarenakan adanya
penyimpangan bangunan terbangun di dalam tata ruang yang bukan peruntukannya.
Jika tutupan lahan yang ada di Kawasan Puncak semakin berkurang maka sudah bisa
diperhitungkan dampaknya bagi Jakarta. Banjir dan longsor selama beberapa tahun
terakhir akan terus terjadi dari siklus lima tahunan kini bergeser menjadi siklus dua tahunan.
Meskipun aturan hukum telah tersedia, permasalahan-permasalahan di kawasan
Puncak belum dapat terselesaikan. Permasalahan-permasalahan EKONOMI
KESEJAHTERAAN dalam upaya mempertahankan fungsi Kawasan Bogor, Puncak dan
Cianjur dengan fungsi kegiatan ekonomi wilayah, antara lain:
ANALISIS PARETO EKONOMI KAWASAN HULU DAN HILIR
Tugas Mata Kuliah Ekonomi Kesejahteraan - 7 -
1. Upaya Mempertahankan kawasan hutan sebagai system produksi secara ekonomi kurang
menghasilkan income bagi masyarakat petani dan pemilik lahan.
2. Rendahnya produktivitas ekonomi kawasan menyebabkan mayarakat dan pemilik lahan
beralih menjadikaan kawasan gopuncjur, menjadi kawasan ekonomi bernilai tinggi yakni
pariwisata
3. Terdapat keseimbangan antara kegiatan pariwisata dengan kegiatan konservasi pada titik
dimana kegiatan ekonomi lebih banyak menghasilkan income sedangkan pada kegiatan
konservasi menjadi marginal
4. Secara perlahan alih fungsi lahan dari sector konservasi ke sector ekonomi terutama jasa
pariwisata menyebabkan pergeseran fungsi kawasan dan akhirnya berakibat pada
semakin banyaknya kebencaaan terutama banjir di kawasan hilir.
5. Kondisi demikian meneyebabkan secara ekonomi terdapat kerugian masyarakat di bagian
hilir akibat pergeseran aktivitas masyarakat di bagian hulu
Dalam kasus Kawasan Puncak di sini terjadi Dilematis Pengembangan Ekonomi
Wilayah dilihat dari sisi Ekonomi Kesejahteraan, yang terjadi pada sisi kegiatan kawasan
konservasi dan kegiatan ekonomi. Dilematis yang terjadi di kawasan tersebut bukan akibat
kemiskinan warga setempat sehingga lapar akan lahan, melainkan akibat keserakahan
kelompok masyarakat elite dan konflik tata kelola kelembagaan. Konflik tata kelola, yang
berarti ada pada pemerintah, terutama terjadi pada kawasan yang dikelola dan kewenangan
utamanya ada pada pemerintah pusat, yakni pada kawasan hutan dan kawasan perkebunan
teh.
Kawasan Puncak telah menjadi etalase kemewahan kelompok elite kota, dengan vila-
vila atau perumahan mewahnya, yang mempertontonkan pelanggaran yang secara jelas, di
atas penderitaan dan musibah yang menimpa masyarakat luas. Inkonsistensi ini harus segera
diakhiri, pembongkaran villa-villa baru-baru ini belum cukup untuk menyelesaikan berbagai
pelanggaran yang terjadi dalam konteks keekonomian wilayah. Dua kutub dilemma sangat
menyulitkan pengambilan kebijakan oleh pemerintah antara harus mengembalikan fungsi
lahan tersebut sebagai lahan konservasi dan kedua tetap mempertahankan aktivitas ekonomi
untuk keberlanjutan kesejahteraan kawasan tersebut namun disisi lain mengurangi
kesejahteraan masyarakat di kawasan hulu yang menderita kerugian akibat banjir sebagai
hasil dari berkembangnnya kegiatan ekonomi di kawasan puncak.
ANALISIS PARETO EKONOMI KAWASAN HULU DAN HILIR
Tugas Mata Kuliah Ekonomi Kesejahteraan - 8 -
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis dengan tujuan mengkaji dan menganalisis persoalan ekonomi
wilayah antara Kawasan Puncak yang merepsentasikan kawasan hulu serta Kawasan Jakarta
dan sekitarnya sebagai kawasan hilir. Ketidak seimbangan kesejahteraan yang tercipta akibat
adanya 2 (dua) policy yakni mengembangkan kegiatan ekonomi atau konservasi di kawasan
puncak.
ANALISIS PARETO EKONOMI KAWASAN HULU DAN HILIR
Tugas Mata Kuliah Ekonomi Kesejahteraan - 9 -
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ekonomi Kawasan Puncak sebagai Fenomena Ekonomi Kesejahteraan
Gareth Hardin dalam artikelnya di Science (1968) menyebutkan peristiwa degradasi
sumberdaya alam akibat eksploitasi berlebihan. Ketika sumberdaya alam yang terbatas
jumlahnya, dimanfaatkan oleh semua orang, maka setiap individu memiliki rasionalitas
dalam memanfaatkan sumberdaya secara intensif sehingga kelimpahan sumberdaya akan
terus menurun dan pada akhirnya semua akan mengalami kerugian.
Dalam pandangan Hardin (1968) manusia sebagai pengguna sumberdaya memiliki
sifat egois yang mengutamakan kepentingan ekonomi pribadinya tanpa memperhatikan
kepentingan orang lain. Masing-masing individu yang egois tersebut memiliki kemampuan
untuk mengeksploitasi sumberdaya alam, sehingga secara total laju eksploitasi melampaui
kemampuan sumberdaya alam untuk pulih kembali. Asumsi Hardin dalam tragedy of the
commons, komunitas masyarakat yang hidup dari pemanfaatan sumberdaya alam tidak
memiliki pranata sosial atau institusi yang efektif untuk menegakkan aturan dalam
melindungi sumberdaya alam.
2.2 Tinjauan Teori
Ekonomi kesejahteraan mempelajari barbagai kondisi di mana cara penyelesaian dari
model ekuilibium umum dapat dikatakan optimal. Hal ini memerlukan, antara lain, alokasi
optimal factor produksi di antara komoditi dan alokasi optimal komoditi (yaitu distribusi
pendapatan) diantar konsumen. Alokasi factor produksi dikatakan optimal Pareto jika proses
produksi tidak dapat diatur lagi sedemikian rupa guna menaikkan output dari satu atau lebih
komoditi tanpa harus mengurangi output komoditi lain. Dengan demikian, dalam
perekonomian dua komoditi, kurva kontak produksi adalah tempat kedudukan alokasi factor
produksi yang optimal Pareto dalam proses produksi kedua komoditi. Demikian pula alokasi
komoditi dapat dikatakan optimal Pareto jika system distribusi tidak dapat diatur lagi
sedemikian dalam perekonomian dua individu, kurva kontrak konsumsi adalah tempat
kedudukan distribusi komoditi yang mencapai optimal Pareto antara dua individu.
ANALISIS PARETO EKONOMI KAWASAN HULU DAN HILIR
Tugas Mata Kuliah Ekonomi Kesejahteraan - 10 -
Gambar 2.1
Kondisi Pareto Optimal Antara Dua Barang Bagi Dua Individu
Kriteria Pareto
Kriteria Pareto menilai keinginan relative dari berbagai penggunaan sumberdaya.
Kriteria ini merumuskan bahwa keuntungan masyarakat dan kesejahteraan sosial akan
meningkat dengan adanya realokasi sumber daya sehingga semua individu memperoleh
keuntungan atau tidak ada individu lainya yang berkurang kepuasannya. Kriteria Pareto
merupakan dasar bagi suatu pengevaluasian efisiensi penggunaan sumber daya. Suatu alokasi
sumber daya dikatakan efisien secara Pareto jika dalam upaya untuk menaikkan kepuasan
bagi paling tidak satu orang anggota masyarakat akan memerlukan penurunan tingkat
kepuasan paling tidak untuk satu orang anggota masyarakat lainnya.
Suatu perekonomian persaingan sempurna dapt menghasilkan alokasi sumber daya
yang bersifat Pareto-efisien. Ada 3 syarat untuk mencapai alokasi tersebut yaitu:
1. Efisien produksi: MRTS antar dua input harus sama untuk semua produsen yang
menggunakan kedua input tersebut.
2. Efisiensi konsumsi: MRS antara setiap dua barang harus sama untuk semua konsumen yang
menggunakan kedua brang tersebut.
3. MRT=MRS: MRT dalam produksi antar setiap dua barang harus sama dengan MRS dalam
konsumsi diantara konsumen barang tersebut.
Ketiga syarat ini perlu untul efisiensi Pareto. Hal ini dapat dilihat dengan pengujian alokasi
yang tidak memenuhi ketiga syarat ini.
ANALISIS PARETO EKONOMI KAWASAN HULU DAN HILIR
Tugas Mata Kuliah Ekonomi Kesejahteraan - 11 -
2.3 Model Ekonomi Kesejahteraan Kawasan Hulu dan Hilir
Fenomena Ekonomi dan Konservasi Kawasan Puncak, dimana pada saat terdapat
masyarakat puncak membatasi penggunaan sumberdaya untuk kegiatan ekonomi yang berarti
memperluas kegiatan konservasi berakibat menurunnya kesejahteraan mereka. Sedangkan
Bagi masyarakat hilir seperti Jakarta dan sekitarnya ketika konservasi diperluas di kawasan
puncak mereka akan mengalami peningkatan ekonomi atau kesejahteraan dan di Kawasan
Puncak terjadi sebaliknya. Secara digramatis dapat dimodelkan sebagai berikut.
Kegiatan Ekonomi Tk. Kesejahteraan Masy.Jakarta dsk
Tk. Kesejahteraan Masy. Puncak Konservasi
Gambar 2.2
Kondisi Pareto Optimal Antara Dua Barang Bagi Dua Individu
1. Kurva di atas menunjukkan bahwa semakin besar kegiatan ekonomi, maka
kesejahteraan masyarakat puncak menjadi semakin besar. Namun sebaliknya
kesejahteraan masyarakat Jakarta dan sekitar nya menjadi semakin menurun. Hal
yang sebaliknya terjadi dengan kegiatan konservasi. Terjadi hubungan tidak simetris
antara kesejahteraan masyarakat puncak dan masyarakat Jakarta dan sekitarnya.
2. Kurva Kontrak dapat terjadi optimal karena adanya intervensi pemerintah berupa
kebijakan yang mampu mengalokasikan sumberdaya ekonomi dan sumber daya
konservasi/lingkungan yang berada dalam perspektif kesejahteraan antara masyarakat
kawasan hulu dan kawasan hilir
3. Kawasan hulu dalam perspektif sumber daya alam merupakan common pool goods,
sehingga pareto optimal tidak terjadi melalui makanisme pasar
ANALISIS PARETO EKONOMI KAWASAN HULU DAN HILIR
Tugas Mata Kuliah Ekonomi Kesejahteraan - 12 -
2.3 Model Hipotetik Pareto Ekonomi Kawasan Hulu dan Hilir
Ada Hubungan yang RECIPROCAL saling melemahkan antara kegiatan ekonomi dan
konservasi masyarakat kawasan Hulu dengan masyarakat Kawasan Hilir.
ANALISIS PARETO EKONOMI KAWASAN HULU DAN HILIR
Tugas Mata Kuliah Ekonomi Kesejahteraan - 13 -
2.4 Alternatif Kebijakan
Menyusun Kebijakan Pembangunan Ekonomi Berbasis pada Keberimbangan antara Kawasan
Hulu dan Hilir dalam hal:
Perlu ada mekanisme konpensasi dari masyarakat hilir yang mensubsidi masyarakat di
kawasan hulu
Perlu ada mekanisme konpensasi antara kegiatan ekonomi dengan kegiatan konservasi
Perlu ada pengaturan keberimbangan ekonomi hulu dan hilir di tingkatan wilayah yang
lebih tinggi, sampai ke tingkat nasional
Pemahaman Pareto Optimal mesti dilihat sebagai PROSES yang dituju dalam Jangka
menengah hingga panjang dan bukan solusi jangka pendek, atau terjadi secara simultan
dengan kebijakan yang diambil saat ini
KAWASAN HILIR
1. Kegiatan Ekonomi
2. Kegiatan Konservasi
KAWASAN HULU
1. Kegiatan Ekonomi
2. Kegiatan Konservasi
ANALISIS PARETO EKONOMI KAWASAN HULU DAN HILIR
Tugas Mata Kuliah Ekonomi Kesejahteraan - 14 -
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
1. Terjadi hubungan yang saling menegasikan antara kegiatan ekonomi dan konservasi,
baik di kawasan hulu maupun kawasan hilir
2. Terjadi fenomena ekonomi kesejahteraan antara aktivitas masyarakat di kawasan hulu
dan hilir
3. Semakin besar kegiatan ekonomi masyarakat di kawasan hulu, maka semakin besar
penurunan kesejahteraan masyarakat hilir akibat eksternalitas kegiatan ekonomi di
kawasan hulu
4. Semakin besar kegiatan konservasi di kawasan hulu, maka semakin rendah
kesejahteraan masyarakat di kawasan hulu dan semakin besar keseahteraan
masyarakat di kawasan hilir, karena tidak adanya eksternalitas kegiatan ekonomi
3.2 Saran
1. Ekulibrium kegiatan ekonomi dan kegiatan konservasi antara masyarakat kawasan
hulu dan kawasan hilir, dapat dibentuk dari pengukuran ambang batas kesejahteraan
masyarakat kawasan hulu dan kerugian pada masyarakat hilir sama-sama berada pada
posisi dimana tidak ada lagi keseimbangan yang akan merugikan kelompok lain
ketika ada penambahan kesejahteraan masyarakat lainnya.
2. Ekuilibrium kawasan hulu dan hilir terjadi dalam perspektif ekonomi dan konservasi
yang berimbang