teknik penyangga
TRANSCRIPT
-
8/19/2019 Teknik Penyangga
1/14
9. TEKNIK PENYANGGAAN TEROWONGAN
9.1. DEFORMASI TEROWONGAN TANPA PENYANGGA
Untuk memahami bagaimana tekanan penyangga bekerja dan respons massa batuan di
sekitar penggalian terowongan dapat dijelaskan pada Gambar 9.1. di bawah ini.
Gambar 9.1. Respons massa batuan di sekitar terowongan yang sedang digali.
Misalkan titik pengukuran ditempatkan di ujung terowongan yang sedang digali dan
penyangga belum dipasang. Perpindahan yang dapat diukur dimulai pada jarak 0,5D di
depan face (D= diameter terowongan). Selanjutnya, di face perpindahan radial mencapai
0,33 harga perpindahan maksimum (0,33 Umax). Perpindahan radial mencapai harga final
kira-kira pada jaraj 1,5 D di belakang face, dimana fungsi face sebagai penyangga sudah
tidak efektif lagi (Gambar 9.1).
Bila massa batuan cukup kuat menahan runtuhan, maka yang terjadi adalah perpindahan
elastis. Terjadinya perpindahan elastis yang menyusul perpindahan plastis tidak berarti
serta merta terowongan akan runtuh. Massa batuan masih mempunyai kekuatan yang
cukup, karena tebal zona plastis relatif kecil dibandingkan dengan radius terowongan.
Yang akan terjadi hanyalah retakan-retakan baru dan sejumlah kecil batuan di dinding
yang lepas dan jatuh (spalling).
UawalU = 0,33 Umax Umax
Arah penggalian
FaceMassa
batuan
0,5 D 1,5 D
-
8/19/2019 Teknik Penyangga
2/14
9-2
Runtuhan yang sebenarnya akan terjadi jika zona plastis yang tebal dan terjadi perpindahan
ke arah dinding, massa batuan yang terlepas dan berjatuhan akan semakin bertambah dan
terowongan tanpa penyangga akan runtuh.
9.2. KURVA BEBAN – DEFORMASI
Tujuan utama merancang penyangga pada lubang bukaan di bawa tanah adalah untuk
membantu massa batuan menyangga dirinya sendiri. Gambar 9.2. adalah contoh suatu
terowongan yang digali dengan seluruh permukaan kerja (full face) dengan pemboran dan
peledakan, menggunakan penangga besi baja (stell set support) yang dipasang sesudah
pembersihan dan pengeluaran asap (mucking) dari terowongan. Tegangan in-situ
horizontal dan vertikal dianggap sama = Po.
- Pada tahap I, permukaan kerja terowongan belum mencapai potongan x – x. Massa
batuan yang berada pada bagian dimana terowongan akan dibuat dalam keadaan
seimbang dengan massa batuan disekelilingnya. Tekanan yang diberikan oleh
penyangga P1 pada profil yang akan digali sama dengan tegangan in-situ Po (titik A
Gambar 9.2)
- Pada tahap 2, permukaan kerja terowongan sudah melewati potongan x-x dan tekanan
penyangga P1 , yang sebelumnya diberikan oleh batuan yang berada didalam
terowongan turun menjadi 0. Bagaimanapun juga, terowongan tidak akan runtuh
karena reformasi radial u dibatasi oleh ujung permukaan kerja terowongan dengan
pengendalian yang cukup baik. Jika pengendalian u oleh permukaan kerja tidak ada,
tekanan penyangga P1 yang diberikan oleh titik B dan C pada Gambar 9.2. yang
dibutuhkan untuk membatasi u adalah sama. Tekanan penyangga P1 yang dibutuhkan
untuk membatasi u pada atap (roof) adalah lebi besar dari yang dibutuhkan untuk membatasi u pada dinding (side wall) karena berat dari daerah yang tidak stabil (zone
of loosened rock) diatas atap terowongan harus ditambahkan untuk penghitung tekanan
penyangga yang dibutuhkan untuk membatasi tegangan yang menyebabkan
perpindahan (displacement) pada atap.
- Pada tahap 3, terowongan sudah mulai selesai di “mucking” dan steel set sudah
dipasang dekat dengan permukaan kerja. Pada tahap ini, penyangga belum terbebani
seperti ditunjukkan oleh titik D pada Gambar 9.2, karena tidak ada deformasi yang
-
8/19/2019 Teknik Penyangga
3/14
9-3
terjadi pada terowongan. Jika batuan mempunyai sifat deformasi yang tidak tergantung
pada waktu, maka deformasi radial terowongan masih ditunjukkan oleh titik B dan C.
- Pada tahap 4, permukaan kerja terowongan maju kira-kira 1,5 x diameter dari
potongan x- x dan pengendalian deformasi didekat permukaan kerja sudah berkurang
sekali. Oleh karena itu regangan radial selanjutnya dari dinding dan atap dinyatakan
oleh kurva C E G dan B B H pada Gambar 9.2. Deformasi radial atau konvergen dari
terowongan menyebabkan penyangga terbebani. Tekanan penyangga P1 yang tersedia
dari steel set bertambah dengan deformasi radial terowongan seperti digambarkan oleh
garis D E F.
- Pada tahap 5, permukaan kerja terowongan maju jauh dari potongan x – x sehingga
tidak ada lagi pengendalian untuk massa batuan pada potongan x – x. jika tidak ada
penyangga – penyangga yang dipasang maka deformasi radial pada terowongan
bertambah seperti digambarkan oleh kurva E G dan F H pada Gambar 9.2. Untuk
dinding, tekanan yang dibutuhkan untuk membatasi deformasi turun menjadi 0 pada
titik D dan dalam hal ini dinding akan stabil jika tidak ada lagi gaya yang dapat
menyebabkan regangan.Di pihak lain, penyangga yang dibutuhkan untuk membatasi deformasi pada atap turun
sampai minimum dan akan mulai lagi bergerak naik. Ini karena perpindahan kebawah
atap dari daerah batuan lepas ini diatap terowongan menyebabkan tambahan batuan
yang menajdi tidak stabil dan berat dari tambahan batuan yang tidak stabil, ini
ditambahkan untuk tekanan penyangga yang dibutuhkan. Pada contoh diatas, atap akan
runtuh jika tidak ada penyangga yang dipasang dalam terowongan.
Pada Gambar 9.2. bagian bawah, kurva reaksi penyangga untuk steel set berpotongan
dengan kurva beban deformasi untuk dinding dan atap terowongan pada titik E dan F. Pada
titik-titik ini, tekanan penyangga yang dibutuhkan untuk membatasi deformasi pada
dinding dan atap adalah tepat seimbang dengan tekanan penyangga yang tersedia dari steel
set dan terowongan dan sistem penyangga adalah dalam keseimbangan stabil.
-
8/19/2019 Teknik Penyangga
4/14
9-4
Gambar 9.2.Kurva Beban Deformasi Massa Batuan dan
Sistem Penyangga (Menurut Daeman)
-
8/19/2019 Teknik Penyangga
5/14
9-5
9.3. ANALISIS INTERAKSI PENYANGGA - BATUAN
Analisis interaksi antara penyangga – batuan dengan menggunakan kurva beban – deformasi merupakan problem yang harus dibahas secara teroritis dengan baik, karena
banyak faktor yang dimasukkan kedalamnya untuk dapat memecahkan masalah.
9.3.1. ASUMSI DASAR ANALISIS
Untuk menyederhanakan perhitungan agar dapat dipecahkan secara matematis, maka
dilakukan beberapa asumsi sebagai berikut ;
1) Geometri terowongan ; dalam menganalisis penampang terowongan diasumsikan
berbentuk lingkaran dengan jari-jari ri (Gambar 9.3). Panjang terowongan sedemikian
rupa sehingga masalah dapat dipecahkan dalam dua dimensi atau dengan kondisi plane
strain.
2) Tegangan In-situ ; Tegangan in-situ horisontal dan vertikal diasumsikan sama, yang
besarnya sama dengan Po.
3) Tekanan Penyangga ; Penyangga yang dipasang diasumsikan menimbulkan tekanan
radial yang uniform sebesar Pi di dinding terowongan.
4) Sifat massa batuan ; massa batuan diasumsikan mempunyai perilaku elastis linier dandikaraterisasikan oleh Modulus Young (E) dan niisbah Poisson (v). Karakteristik
failure material ini ditentukan persamaan 9.1
2 / 12331 .. cc S m σσσσσ ........................................................................ (9.1)
5) Sifat massa batuan hancuran ; massa batuan hancuran disekeliling terowongan
diasumsikan mempunyai perilaku plastik sempurna dan memenuhi kriteria failure
sebagai berikut (Gambar 9.2)
2 / 12331 .. cr cr S m σσσσσ ..................................................................... (9.2)
Sebagai catatan, untuk kepentingan penyederhanaan, diasumsikan bahwa pengurangan
kekuatan secara tiba-tiba dari persamaan (9.1) ke persamaan (9.2).
6) Regangan volumetrik ; pada daerah elastis, regangan volumetrik dikendalikan oleh
konstanta Modulus Young dan nisbah Poisson. Pada saat failure batuan akan
mengembang dan volume akan bertambah dan regangan dihitung dengan
menggunakan teori plastisitas.
-
8/19/2019 Teknik Penyangga
6/14
9-6
7) Perilaku “time-dependent” ; diasumsikan bahwa massa batuan dan hancuran tidak
memperlihatkan perilaku time-dependent.
8) Perluasan daerah plastis ; diasumsikan bahwa daerah plastis bertambah besar sampai
mencapai jari-jari re yang tergantung pada tegangan in-situ Po, tekanan penyangga Pi
dan karkteristik material baik elastis maupun massa batuan hancuran.
9) Simetris radial ; masalah dianalisis secara rinci dalam simetris disekitar terowongan.
Jika berat batuan didalam daerah hancuran diperhitungkan didalam analisis,
penyederhanaan simetris akan hilang. Jika berat batuan hancuran sangat penting
didalam rancangan penyangga, kelonggaran untuk berat ini ditambahkan sesudah dasar
analisis selesai.
Gambar 9.3. Asumsi geometri terowongan.
Piri
re
Plastic zone
P0
P0
Elastic rock mass
-
8/19/2019 Teknik Penyangga
7/14
9-7
Gambar 9.4. Asumsi kriteria failure massa batuan elastis dan massa batuan hancuran
9.3.2. TAHAPAN ANALISIS
Input data yang dibutuhkan :
σc = kuat tekan uniaksial dari batuan contoh batuan intact.
M,s = konstanta material untuk massa batuan (Tabel 9.1).
E, v = Modulus elastisitas dan nisbah poisson massa batuan
mr, sr = konstanta material untuk massa batuan hancuran (Tabel 9.1)
γr = berat persatuan volume dari massa batuan hancuran
Po = besarnya tegangan in-situ
ri = jari-jari terowonagan
Urut-urutan Perhitungan
1.8
/ .42
12 / 1
2m
sPmm
M co
σ
2. 2 / 1 / 4 s M Pmm
m D
coc
σσ
3.
2 / 1
22
r
r
cr
co
m
S
m
M P N
σ
σ
Broken rock mass
Elastic rock mass
σ3
σ1
-
8/19/2019 Teknik Penyangga
8/14
9-8
Input Pi :
4. untuk Pi > Po – Mσc, deformasi di sekeliling terowongan adalah elastik.
io
io
i PP E r
)1( νµ
5. untuk Pi < Po – Mσc, runtuhan plastis terjadi di sekeliling terowongan.
c
io
i M E r
σ νµ )1(
6.
2 / 1
2.2
r r
cr
i
m
S
m
Pn
i
e er
r σ
7. untuk re /ri < √3 = R 2 D ln r e /ri
8. untuk re /ri > √3 = R = 1,1D
9.
Rr
r
r
r
r e
i
e
i
e
e
e
av
111
2
2
2
µ
10.
2
2
i
eav
e
e
r
r e
r A
µ
11.
2 / 1
1
11
A
e
r
av
io
iµ
12. untuk atap terowongan, plotio
i
r
µterhadap
o
ier i
P
r r P γ
13. untuk dinding terowongan, plotio
i
r
µterhadap
o
i
P
P
14. untuk lantai terowongan, plotio
i
r
µterhadap
o
ier i
P
r r P γ
-
8/19/2019 Teknik Penyangga
9/14
9-9
Gambar 9.5. Kebutuhan penyangga untuk batuan di sekeliling terowongan.
9.4. PENENTUAN TINGGI DAN MUATAN BEBAN
Suatu alternatif pada pendekatan teoritik untuk penyanggaan batuan adalah memanfaatkan
pengalaman sebelumnya, sebagai suatu dasar untuk memperkirakan penyanggaan yang
diperlukan untuk penggalian bawah tanah. Pendekatan ini terus berkembang tanpa arah
yang jelas sebelum munculnya penggunaan klasifikasi batuan.
Pada bagian ini diberikan prinsip-prinsip dari klasifikasi massa batuan. Sebagian dari
klasifikasi ini adalah suatu pekerjaan deskripsi murni dan klasifikasi ini patut dihargai
dengan mendefenisikan beberapa parameter yahng tampak mampu mendefenisikan secara
benar massa batuan. Kemudian akan digunakan untuk pemilihan jenis penyangga yang
akan digunakan untuk lubang bukaan atau terowongan.
Untuk pemilihan jenis penyanggaan yang akan digunakan, ada hal yang sangat mendasar
dan perlu untuk diperhitungkan ialah perhitungan tinggi beban yang akan disangga.
K. Terzaghi (1946) menyatakan bahwa sejumlah batuan atau tanah tinggi beban (Hp)
menyerupai suatu topi di atas terowongan (lihat Gambar 9.6).
μi
Po
γi (re – ri)
Picr
roof
side wall
floor
-
8/19/2019 Teknik Penyangga
10/14
9-10
Gambar 9.6. Daerah yang tidak stabil menurut Terzaghi
Dari Gambar 9.6 kemudian dibuat pengklasifikasian muatan batuan terhadap kondisi
batuan dan tinggi muatan batuan (Tabel 9.1 dan Tabel 9.2). Kemudian untuk rekomendasi
kebutuhan penyanggaan seperti penyangga baja, baut batuan dan beton diberikan oleh
Deere dkk (Tabel 9.3.). Perubahan konsep rekomendasi penyanggaan yang berdasarkankualitas massa batuan dan RQD ini terus berkembang hingga muncul klasifikasi massa
batuan oleh para ahli seperti RMR yang telah dibahas pada modul sebelumnya (modul 6).
Tinggi beban (ht) dan tekanan batuan terhadap penyangga (P) ditentukan berdasarkan
rumus yang diusulkan oleh Unal (1983) dengan memakai nilai RMR dari klasifikasi
Geomekanika sebagai berikut.
Ht =100
100 RMRB ……………………………………………………………………(9.4)
Keterangan :
Ht = tinggi beban batuan (m)
RMR = Rock Mass Rating (bobot nilai batuan)
B = lebar lubang bukaan atau lebar terowongan
Dari persamaan diatas terlihat bahwa tinggi beban (ht) merupakan fungsi dari lebar bukaan
dan bobot nilai batuan. Tekanan batuan yang diterima penyangga tergantung pada tinggi
beban dan bobot isi batuannya.
a b
c d
Bi
B
Hp
Ht
H
W
-
8/19/2019 Teknik Penyangga
11/14
9-11
Tabel 9.1. Klasifikasi muatan batuan (Terzaghi, 1946)
KONDIS BATUAN TINGGI MUATANBATUAN, Hp (m)CATATAN
1. Keras dan kompak 0Lapisan ringan saja, walaupun ada
hanya terjadi spalling ringan.
2. Perlapisan keras atau skistosa 0 – 0,50 BLapisan ringan terutama untuk
perlindungan dari jatuhan blok.
3.Masif, diskontinuitas yangsedang jumlahnya.
0 – 0,25 B Perubahan tak menentu dari beban.
4.
Terbagi-bagi dalam blok dalam
jumlah yang sedang denganrekahan yang cukup banyak
0,25 B – 0,35 (B + Ht) Tidak ada tekanan lateral
5.Sangat terbagi dalam blok-blok dengan rekahan yang banyak
dan berkembang
0,35 B – 1,10 (B + Ht) Sedikit atau tidak ada tekanan lateral
6.Terpecah keseluruhan tetapi
masih bersatu secara kimia1,10 (B + Ht)
Tekanan lateral yang amat besar.
Akibat dari hilangnya kekuatan yangdisebabkan oleh infiltrasi.
7.
Batuan yang berperan dalam
pemampatan pada kondisi
kedalaman yang sedang
(1,10 – 2,10) (B + Ht)Tekanan lateral yang besar,
penyangga besi baja sirkuler (rib)
direkomendasikan.
8.Batuan yang berperan dalampemampatan pada kondisi
kedalaman yang besar
(2,10 – 4,50 ) (B + Ht)
9.Batuan yang mengembang
(swelling rock)
Sampai 90 m tidak
tergantung dari (B + Ht)
Penyangga besi baja sirkuler (rib)diperlukan. Dalam keadaan ektrim
gunakan perhitungan tekanan
keruntuhan penyanggaan (yielding
support)
-
8/19/2019 Teknik Penyangga
12/14
9-12
Tabel 9.2. Klasifikasi tinggi muatan batuan (Hp) pada kedalaman lebih dari 1,5 (B + Ht)
KONDIS BATUAN RQD TINGGI MUATANBATUAN, Hp (ft)CATATAN
1. Keras dan kompak 95 - 100 0
Lapisan ringan saja,
walaupun ada hanya terjadi
spalling ringan.
2.Perlapisan keras atau
skistosa90 – 99 0 – 0,50 B
Lapisan ringan terutama
untuk perlindungan dari
jatuhan blok.
3.
Masif, diskontinuitas
yang sedang jumlahnya.
85 – 95 0 – 0,25 BPerubahan tak menentu daribeban.
4.
Terbagi-bagi dalam
blok dalam jumlah
yang sedang dengan
rekahan yang cukup
banyak
75 – 85 0,25 B – 0,20 (B + Ht)
Kondisi 4,5 dan 6 di kurangi
50 % dari nilai Terzaghi,
karena muka air mempunyai
akibat kecil terhadap Hp
(Brekke, 1968 dan Terzaghi,1946)
5.
Sangat terbagi dalam
blok-blok dengan
rekahan yang banyak dan berkembang
30 – 75 (0,20 – 0,60) (B + Ht)
6.
Terpecah
keseluruhan tetapi
masih bersatu secara
kimia
3 - 30 (0,60 - 1,10) (B + Ht)
6.a Pasir dan kerikil 0 – 3 (1,10 - 2,40) (B + Ht)
7.
Batuan yang berperan
dalam pemampatan
pada kondisikedalaman yang
sedang
Tidak dapat
diaplikasikan(1,10 – 2,10) (B + Ht)
Tekanan lateral yang besar,
penyangga besi baja sirkularset direkomendasikan.
8.
Batuan yang berperan
dalam pemampatan
pada kondisi
kedalaman yang
besar
Tidak dapat
diaplikasikan(2,10 – 4,50 ) (B + Ht)
9.
Batuan yang
mengembang
(swelling rock)
Tidak dapat
diaplikasikan
Lebih besar dari 250
tidak tergantung dari
(B + Ht)
Penyangga besi baja sirkularset diperlukan. Dalam
keadaan ektrim gunakan
perhitungan tekanankeruntuhan penyanggaan
(yielding support)
Catatan : Nilai B dan Ht dalam satuan feet (ft).
-
8/19/2019 Teknik Penyangga
13/14
9-13
Tabel 9.3. Rekomendasi penyanggaan terowongan (dengan diameter = 20 – 40 ft) padabatuan oleh Deere dkk (1967).
Kualitas
Batuan
Metoda
penerowongan
Tinggi
Muatan
Batuan, hp(ft)
Sistem penyangga
Bajac
Baut Batuand
Beton
Sangat baik a
RQD > 90
Tunnel bor
machine
(TBM)
0.0 – 0.2BcTidak dibutuhkan,
kalaupun dibutuhkan
hanya set ringan
Tidak dibutuhkanTidak dibutuhkan,
hanya pada aplikasi
lokal
Pemboran dan
Peledakan0.0 – 0.3 B
Tidak dibutuhkan,
kalaupun dibutuhkanhanya set ringan
Tidak dibutuhkan
Tidak dibutuhkan,
hanya pada aplikasilokal 2 – 3 in.
Baik
a
RQD = 75 -
90
Tunnel bor
machine(TBM) 0.0 – 0.4 B
Kadang kala
dibutuhkan set ringandengan pola 5 – 6 ft
Kadang kala
dibutuhkan denganpola 5 – 6 ft
Tidak dibutuhkan,
hanya pada aplikasilokal 2 – 3 in.
Pemboran danPeledakan
(0.3 – 0.6) B dibutuhkan set ringandengan pola 5 – 6 ft
dibutuhkan denganpola 5 – 6 ft
4 in atau lebih padaatap dan dinding
Sedang
RQD = 50 – 75
Tunnel bor
machine
(TBM)
(0.4 – 1.0) B Set ringan – sedang5 – 6 ft
dibutuhkan dengan
pola 4 – 6 ft2 – 4 in pada atap
Pemboran danPeledakan
(0.6 – 1.3) B Set ringan – sedang4 – 5 ft
dibutuhkan denganpola 3 – 5 ft
4 in atau lebih padaatap dan dinding
Buruk b
RQD = 25 -50
Tunnel bor
machine
(TBM)
(1.0 – 1.6) B Sirkular Set sedang3 – 4 ft
dibutuhkan dengan
pola 3 – 5 ft
4 – 6 in pada atap dandinding dan
dikombinasikan dgn
baut batuan.
Pemboran dan
Peledakan
(1.3 – 2.0) B Set sedang – kuat2 – 4 ft.
dibutuhkan dengan
pola 2 – 4 ft
6 in atau lebih padaatap dan dinding dan
dikombinasikan dgn
baut batuan.
Sangat
buruk
RQD < 25(Diluar
pengaruhkondisi
pemanpatan
danpengembangan
batuan)
Tunnel bormachine
(TBM)
(1.6 – 2.2) BSirkular set sedang –
kuat 2 ftdibutuhkan dengan
pola 2 – 4 ft
6 in atau lebih pada
semua bagian dandikombinasikan dgn
set kuat.
Pemboran danPeledakan
(2.0 – 2.8) B Sirkular set kuat 2 ft dibutuhkan denganpola 3 ft
6 in atau lebih pada
semua bagian dandikombinasikan dgn
set sedang.
Sangatburuk
(dengan kondisi
pemampatan
danpengembangan
batuan)
Tunnel bor
machine
(TBM)
Diatas 250 ftSirkular set sangat
kuat2 ft
dibutuhkan dengan
pola 2 – 3 ft
6 in atau lebih padasemua bagian dan
dikombinasikan dgn
set kuat.
Pemboran dan
PeledakanDiatas 250 ft
Sirkular set sangatkuat
2 ft
dibutuhkan dengan
pola 2 – 3 ft
6 in atau lebih pada
semua bagian dan
dikombinasikan dgnset kuat.
-
8/19/2019 Teknik Penyangga
14/14
9-14
akualitas batuan baik – sangat baik, kebutuhan penyangga secara umum tidak ada, kecuali tergantung dari, set kekar, diameter
terowongan dan orientasi bidang lemah terhadap arah umum terowongan.
blagging tidak dibutuhan pada batuan kualitas sangat kuat, 25% batuan kualitas baik – sangat buruk 100%
c B = lebar terowongan
dmesh tidak dibutuhkan pada batuan kualitas sangat baik, kadang kala dibutuhkan pada batuan kualitas baik – sangat buruk hingga
100%
9.5. JENIS-JENIS PENYANGGAAN
Secara mekanik dalam pembuatan terowongan dan pembukaan tambang bawah tanah,
jenis-jenis penyangga dapat dikelompokkan kedalam dua bagian :
1. Penyangga Alamiah (Natural Support)
Natural Support dapat digolongkan kedalam penyangga sementara dikarenakan dalam
penyanggaan, penyangga yang dipakai berupa ore, low grade ore, atau barren rock yang
ditinggalkan dalam bentuk pillar.
Sistem penyangga sementara yang direncanakan dapat menahan seluruh massa batuan
sampai penyangga permanen dipasang, atau pillar-pillar (ore) yang digunakan sebagai
penyangga itu sendiri akan ditambang dan tidak perlu dipasang penyangga permanen.
2. Penyangga Buatan ( Artificial Support)
Artificial Support merupakan penyangga buatan dimana material untuk penyangga dibuat
sesuai dengan bentuk, susunan dan cara pemasangan tergantung dari kebutuhan.
Beberapa jenis artificial support yang sering dijumpai didalam suatu sistem penyanggaan,
yaitu :
1. Penyangga kayu
2. Baut batuan (rock bolt )
3. Penyangga beton
4. Penyangga baja
5. Penyangga khusus