bab i pendahuluan a. latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/s1...sistem...

37
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri jasa penerbangan merupakan salah satu komponen distribusi transportasi yang rentan terhadap krisis. Wujud krisis dapat bermacam-macam tergantung pada faktor penyebabnya seperti alam, terorisme, keuangan ataupun kesejahteraan sosial. Sebagai contoh, pada tahun 2012 Kingfisher Airlines di India mengalami kerugian sekitar 1,5 miliar dolar sehingga menyebabkan pegawai mogok kerja dan terpaksa mengurangi operasi armadanya (voaindonesia.com, 2012). Krisis keuangan yang serupa juga dialami oleh British Airways dan United Airlines (kompas.com, 2008 dan viva.co.id, 2010). Sementara itu, Garuda Indonesia penerbangan 206 mengalami insiden pembajakan pesawat pada tanggal 28 Maret 1981 oleh lima orang teroris yang dipimpin Imran bin Muhammad Zein yang mengidentifikasi diri sebagai anggota kelompok Islam ekstremis „Komando Jihad‟ (tempo.co, 2015). International Air Transport Association (IATA) menyatakan dalam sebuah laporan keamanan tahunan bahwa terdapat 12 kecelakaan fatal penerbangan dengan 641 kematian selama tahun 2014. Angka ini lebih rendah dari periode lima tahun 2009-2013 yang mencapai 19 kecelakaan fatal dengan 517 kematian per tahun (IATA, 2014). Walaupun tingkat lost control in-flight menurun menjadi 6 kecelakaan pada tahun 2014, angka ini patut dipertimbangkan. Tiga penyebab utama kecelakaan pesawat menurut Airplane Crash Statistic 2016 adalah pillot error (53%), mechanical failure (20%) dan weather (12%) (Statistic Brain Research Institute, 2016). Fakta tersebut setidaknya menjadi pertimbangan organisasi untuk mempersiapkan manajemen krisis sejak dini. AirAsia dan Malaysia Airlines adalah dua maskapai penerbangan Malaysia yang mengalami krisis pada tahun 2014. AirAsia adalah maskapai yang berstatus swasta sedangkan Malaysia Airlines adalah maskapai resmi nasional pemerintah Malaysia. Pesawat yang mengalami kecelakaan adalah AirAsia dengan kode penerbangan QZ8501 dalam perjalanannya dari Surabaya menuju Singapura dan Malaysia Airlines dengan kode penerbangan MH370 dalam perjalanannya dari Kuala Lumpur menuju Beijing. Kedua maskapai mengalami

Upload: hoangdat

Post on 18-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri jasa penerbangan merupakan salah satu komponen distribusi

transportasi yang rentan terhadap krisis. Wujud krisis dapat bermacam-macam

tergantung pada faktor penyebabnya seperti alam, terorisme, keuangan ataupun

kesejahteraan sosial. Sebagai contoh, pada tahun 2012 Kingfisher Airlines di India

mengalami kerugian sekitar 1,5 miliar dolar sehingga menyebabkan pegawai

mogok kerja dan terpaksa mengurangi operasi armadanya (voaindonesia.com,

2012). Krisis keuangan yang serupa juga dialami oleh British Airways dan United

Airlines (kompas.com, 2008 dan viva.co.id, 2010). Sementara itu, Garuda

Indonesia penerbangan 206 mengalami insiden pembajakan pesawat pada tanggal

28 Maret 1981 oleh lima orang teroris yang dipimpin Imran bin Muhammad Zein

yang mengidentifikasi diri sebagai anggota kelompok Islam ekstremis „Komando

Jihad‟ (tempo.co, 2015).

International Air Transport Association (IATA) menyatakan dalam

sebuah laporan keamanan tahunan bahwa terdapat 12 kecelakaan fatal

penerbangan dengan 641 kematian selama tahun 2014. Angka ini lebih rendah

dari periode lima tahun 2009-2013 yang mencapai 19 kecelakaan fatal dengan 517

kematian per tahun (IATA, 2014). Walaupun tingkat lost control in-flight

menurun menjadi 6 kecelakaan pada tahun 2014, angka ini patut dipertimbangkan.

Tiga penyebab utama kecelakaan pesawat menurut Airplane Crash Statistic 2016

adalah pillot error (53%), mechanical failure (20%) dan weather (12%) (Statistic

Brain Research Institute, 2016). Fakta tersebut setidaknya menjadi pertimbangan

organisasi untuk mempersiapkan manajemen krisis sejak dini.

AirAsia dan Malaysia Airlines adalah dua maskapai penerbangan

Malaysia yang mengalami krisis pada tahun 2014. AirAsia adalah maskapai yang

berstatus swasta sedangkan Malaysia Airlines adalah maskapai resmi nasional

pemerintah Malaysia. Pesawat yang mengalami kecelakaan adalah AirAsia

dengan kode penerbangan QZ8501 dalam perjalanannya dari Surabaya menuju

Singapura dan Malaysia Airlines dengan kode penerbangan MH370 dalam

perjalanannya dari Kuala Lumpur menuju Beijing. Kedua maskapai mengalami

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

2

kecelakaan dalam penerbangan internasional dan telah menewaskan seluruh

penumpang yang dibawanya.

Berdasarkan hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi

(KNKT) jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 tipe Airbus 320 tidak disebabkan oleh

faktor cuaca, tetapi karena gangguan pada sistem di pesawat terbang yang terjadi

sebanyak empat kali. Gangguan keempat mengakibatkan Flight Augmentation

Computer (FAC 1 dan FAC 2) serta auto pilot dan auto thrust tidak aktif sehingga

sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co,

2015). Dalam kondisi ini proteksi airbus tidak aktif sehingga pesawat berguling 6

derajat per detik, lalu jatuh relatif datar dengan membawa penumpang sejumlah

162 orang. Beberapa korban dan bangkai pesawat berhasil ditemukan 2 minggu

setelah kecelakaan di selat Karimata, Kalimantan Tengah.

Di lain pihak, Malaysia Airlines MH370 dinyatakan hilang kontak pada

dini hari dalam waktu kurang dari satu jam setelah tinggal landas dari Kuala

Lumpur. Pesawat yang membawa penumpang sejumlah 239 orang tersebut tiba-

tiba berhenti mengirim sinyal dan berbelok tajam ke kiri yang kemudian bergerak

ke arah selatan, tepatnya di Samudera Hindia. Pejabat Malaysia, Australia dan

China yang bekerja sama dalam investigasi tidak mampu menemukan tanda-tanda

bangkai pesawat. Banyak teori dan spekulasi yang muncul terkait penyebab

kecelakaan dan wilayah jatuhnya pesawat. Pencarian yang memakan waktu lebih

dari 17 bulan itu akhirnya sedikit menemukan titik terang bahwa puing-puing

MH370 ditemukan terdampar di Pulau Reunion yang terletak di bagian barat

Samudera Hindia (tempo.co, 2016). Penemuan ini pun masih dalam proses

penyelidikan oleh pihak terkait untuk dibuktikan kebenarannya.

Isu kecelakaan AirAsia dan Malaysia Airlines mendapat sorotan tajam

media-media dunia baik yang berskala lokal ataupun internasional selama dua

tahun terakhir. Berita Wall Street Journal mempertanyakan pihak AirAsia tentang

hasil investigasi petugas terkait perihal QZ8501 mengudara tanpa izin (Watts,

2015). Bahkan dalam sebuah ulasan berita, hilangnya Malaysia Airlines MH370

dianggap sebagai misteri terbesar dalam sejarah penerbangan dunia (CNN

Indonesia, 2015). Beberapa media pun tertarik untuk membandingkan kedua

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

3

kasus kecelakaan karena nilai kedekatan yang dimilikinya baik dari segi waktu

ataupun jenis kecelakaan. Kasus AirAsia dan Malaysia Airlines yang sepintas

terlihat identik ternyata memiliki perbedaaan dalam hal penyebab kecelakaan dan

reaksi masyarakat umum yang ditimbulkan (Cbsnews.com, 2014). Artikel

prdaily.com pun menyatakan bahwa AirAsia dengan CEO-nya Tonny Fernandes

lebih cepat tanggap dalam merespon krisis dibandingkan dengan Malaysia

Airlines (Allen, 2015). Perbedaan reaksi publik inilah yang membuat peneliti

tertarik untuk melihat bagaimana AirAsia sebagai organisasi swasta dan Malaysia

Airlines sebagai organisasi pemerintah melakukan strategi komunikasi krisisnya

pasca mengalami kecelakaan pesawat.

Pemberitaan media dalam situasi krisis mampu mempengaruhi pandangan

stakeholder terhadap reputasi AirAsia dan Malaysia Airlines. Bagaimanapun juga,

stakeholder berinteraksi dengan media dalam kehidupan mereka sehari-hari dan

setiap media berhak menentukan informasi apapun yang akan dikonsumsi oleh

masyarakat. Maka dari itu penting bagi kedua organisasi untuk berkomunikasi

kepada media tentang sikap organisasi dan langkah-kangkah komunikasi krisis

yang sedang atau telah dilakukan. Menurut Iriantara (2005:32), media relations

merupakan aktivitas PR eksternal yang membina dan mengembangkan hubungan

baik dengan media massa sebagai sarana komunikasi antara organisasi dan

publiknya untuk mencapai tujuan organisasi. News release ataupun press release

merupakan salah satu dari beberapa taktik media relations yang dapat digunakan

organisasi ketika menghadapi krisis (Fearn-Banks, 2010:3). Sumber informasi

internal lainnya seperti pernyataan pemilik organisasi, dokumen internal, fact

sheets biasanya juga muncul dalam website sebagai data pendukung. Peneliti

ingin melihat bagaimana strategi komunikasi krisis yang dilakukan AirAsia dan

Malaysia Airlines melalui taktik penggunaan press release. Informasi ini

merupakan sumber berita bagi media dalam mengkonstruksikan berita.

Press release merupakan salah satu produk public relations yang sangat

khas dan lumrah digunakan. Taylor dan Perry (2005) mengungkapkan bahwa

lebih dari 80% organisasi yang mengalami krisis mengunggah news release

sebagai sumber informasi melalui website resmi mereka. Persentase yang tinggi

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

4

ini menunjukkan bahwa press release masih menjadi pilihan taktik komunikasi

yang digemari oleh organisasi.

Press release yang diunggah melalui situs resmi AirAsia dan Malaysia

Airlines merupakan informasi yang peneliti anggap paling representatif terhadap

komunikasi krisis organisasi. Pembuat pesan press release adalah aktor penting

yang ditunjuk untuk mewakili sebuah organisasi dalam melakukan komunikasi

krisis seperti public relations officer dan chief executive officer. Atas

pertimbangan tersebut, objek yang digunakan dalam penelitian ini berupa press

release yang berasal dari organisasi bukan dari berita yang biasanya dibuat oleh

institusi lain di luar organisasi.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana perbandingan strategi komunikasi krisis yang digunakan

AirAsia dan Malaysia Airlines pasca kecelakaan pesawat melalui press release

dalam situs airasia.com dan malaysiaairlines.com periode 28 Desember 2014 – 4

Maret 2015 dan 8 Maret 2014 – 6 Agustus 2015?

C. Tujuan Penelitian

Membandingkan strategi komunikasi krisis yang digunakan oleh AirAsia

dan Malaysia Airlines pasca kecelakaan pesawat melalui press release dalam situs

airasia.com dan malaysiaairlines.com periode 28 Desember 2014 – 4 Maret 2015

dan 8 Maret 2014 – 6 Agustus 2015

D. Manfaat Penelitian

1. Memberikan kontribusi pengetahuan mengenai analisis isi strategi

komunikasi krisis organisasi dalam press release

2. Menjadi referensi perbandingan bagi praktisi public relations organisasi

lain tentang strategi komunikasi krisis yang digunakan ketika menghadapi

krisis serupa

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

5

E. Kerangka Pemikiran

Penelitian tentang strategi komunikasi krisis muncul dengan berbagai

variasi yang ada. Variasi ini biasanya terletak pada jenis kasus yang diangkat dan

metode yang digunakan. Analisis isi komparatif strategi komunikasi krisis British

Petroleum (BP) dan Tokyo Electric Power Company (TEPCO) yang dilakukan

Abramenka (2013) menjadi salah satu acuan dalam penelitian ini. Penelitian ini

berusaha untuk membandingkan strategi komunikasi krisis yang digunakan kedua

organisasi melalui press release dan informasi facebook dan twitter. Dua teori

utama yang digunakan untuk membedah kasus tersebut adalah tema pesan krisis

(trust, collaboration, commitment dan interactivity) dan strategi respon krisis

Situational Crisis Communication Theory (denial, diminish, rebuild dan

bolstering). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa BP secara dominan

menekankan komitmennya untuk mengatasi krisis yang terjadi sedangkan TEPCO

lebih sering menggunakan kombinasi pesan commitment dan collaboration. Selain

itu dapat diketahui pula bahwa sebagian press release yang dikeluarkan kedua

organisasi berisi strategi pesan permintaan maaf (apology) dan komitmen untuk

meminimalisir dampak krisis secepat mungkin.

Analisis isi strategi komunikasi krisis juga pernah dilakukan terhadap

krisis keuangan General Motors (GM) dengan SCCT dari Coombs sebagai

kerangka dasar teorinya. Sesuai dengan cara kerja metode analisis isi, Cooley dan

Cooley (2011) melakukan koding terhadap pernyataan resmi GM yang berupa

press release, press conference, blog CEO, pidato CEO, halaman Youtube dan

pidato presidensial dari General Motors. Temuan penelitian ini adalah GM paling

sering menggunakan strategi diminish dan sesuai dengan rekomendasi strategi

komunikasi krisis dijelaskan dalam teori SCCT.

Pada bidang krisis industri penerbangan, Cowden dan Sellnow (2002)

tertarik untuk meneliti iklan Northwest Airlines (NWA) sebagai media

komunikasi krisisnya. Secara spesifik, penelitian ini menganalisis penggunaan

image restoration strategies (Benoit, 1995) dalam iklan yang dibuat Northwest

Airlines selama menghadapi kasus pemberhentian pilot tahun 1998. Penelitian

menemukan bahwa iklan dimanfaatkan NWA sebagai usaha proaktif terhadap

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

6

pemberhentian pilot namun sayangnya gagal memelihara kepercayaan diri para

investor dan tidak mempertimbangkan sejarah hubungan dengan karyawan. Hal

penting lainnya adalah bahwa sebenarnya kampanye iklan dapat mengintegrasikan

image restoration strategies sebagai bagian dari rencana manajemen krisis

organisasi dan menyediakan informasi penting bagi stakeholder internal ataupun

eksternal.

Komunikasi krisis tidak dapat dilepaskan dari kompleksitas informasi

yang dihadapi publik. Pada saat yang bersamaan organisasi yang mengalami krisis

dapat memanfaatkan kondisi tersebut untuk menciptakan interpretasi informasi

yang paling menguntungkan pihaknya. Atas pertimbangan tersebut, Ulmer dan

Sellnow (2000) melihat adanya urgensi untuk meneliti nilai etis penggunaan

strategic ambiguity oleh Jack in The Box dalam kasus bakteri e.coli yang terdapat

dalam makanannya. Peneliti menggunakan metode studi kasus dan dua teori

penting yaitu teori stakeholder dan strategic ambiguity. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa komunikasi krisis yang dilakukan oleh Jack in The Box

secara etis dipertanyakan karena menguntungkan pihak organisasi semata dan

mengurangi kemampuan publik untuk mempertimbangkan penyebab krisis serta

hal-hal lainnya di luar interpretasi yang diklaim oleh Jack in The Box.

1. Komunikasi Krisis

Banyak ahli mendefinisikan krisis sebagai kejadian yang cenderung

destruktif. Menurut Fearn-Banks (2001:480) krisis merupakan kejadian besar

yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap organisasi, produk, jasa,

publik ataupun nama baik serta mampu mengganggu transaksi bisnis normal dan

pada level yang paling parah mengancam eksistensi organisasi. Definisi serupa

juga dinyatakan oleh Barton (1993:2) bahwa krisis adalah peristiwa besar yang

tidak diduga sebelumnya yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap

perusahaan ataupun publik.

Perspektif lain yang lebih optimis memandang bahwa sebuah krisis

memiliki ancaman dan peluang yang sama besarnya. Krisis bagi Fink di satu sisi

mendatangkan situasi buruk yang tidak diinginkan oleh organisasi, namun di sisi

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

7

lain juga bisa berakibat pada hal-hal yang positif (Fink, 1986:15). Sebagai kritik

terhadap teori Situational Crisis Communication yang menekankan pada krisis

yang mengancam reputasi organisasi, Discourse of Renewal melihat ada peluang

di balik krisis yang dapat dimanfaatkan untuk merespon situasi. Karakteristik

respon dalam teori Discourse of Renewal dinilai lebih efektif karena mampu

mensinergikan bantuan dari stakeholder untuk bersama-sama mengatasi krisis

yang terjadi (Ulmer, Sellnow dan Seeger, 2010). Karakteristik inilah yang

menjadikannya berbeda dengan teori komunikasi krisis lainnya.

Coombs (2005) mendefinisikan krisis secara lebih holistik dari perspektif

organisasi yaitu sebagai suatu kejadian tidak terduga yang dapat mengancam kerja

organisasi, industri atau stakeholder sehingga diperlukan manajemen krisis.

Tujuan dari manajemen krisis tiada lain adalah untuk mengurangi kerusakan yang

ditimbulkan oleh krisis baik yang bersifat fisik ataupun ekonomi.

Sebuah krisis menempatkan organisasi dalam penilaian publik dan

biasanya disertai dengan permintaan respon yang segera terkait kasus yang sedang

dihadapi. Ketidaksiapan sebuah organisasi dalam menghadapi krisis biasanya

terletak pada komunikasi. Spekulasi, penyebaran informasi yang ambigu,

berbohong merupakan beberapa contoh kesalahan komunikasi dalam penanganan

krisis. Komunikasi yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan dalam kondisis krisis

sebagai upaya untuk mengurangi ketidakpastian (uncertainty), konflik

kepentingan (conflict of interest), kompleksitas dan keterlibatan emosional yang

ditimbulkan (Stubbart, 1987:89). Jika krisis tidak diimbangi dengan ketersediaan

informasi, reputasi organisasi biasanya akan dipertanyakan.

Faktor komunikasi selayaknya mendapat perhatian dalam upaya

penyelesaian krisis. Namun, bukan berarti dalam kondisi sebelum krisis dan

setelah krisis, komunikasi tidak penting. Komunikasi krisis dimaknai secara

sederhana sebagai komunikasi antara organisasi dan publiknya sebelum, selama

dan sesudah krisis (Fearn-Banks, 1996). Dari berbagai literatur tentang

komunikasi krisis, perencanaan komunikasi krisis setidaknya mempertimbangkan

publik organisasi, tujuan kegiatan komunikasi bagi setiap publik, strategi pesan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

8

yang digunakan, sumber dalam komunikasi krisis dan dukungan pihak luar yang

membantu organisasi dalam situasi krisis.

Sumber komunikasi krisis juga menjadi persoalan yang tidak kalah

pentingnya dari pesan krisis. Kredibilitas juru bicara mempengaruhi persepsi

khalayak terhadap kebenaran sebuah informasi. Idealnya juru bicara organisasi

menjadi sumber pemberian informasi dan komunikasi manajemen reputasi

sehingga dapat menimbulkan kesan positif dan membuktikan terdapat partisipasi

aktif manajemen terhadap krisis organisasi (Holladay, 2009). Syarat yang

biasanya dipertimbangan dalam memilih juru bicara yaitu kedudukannya dalam

organisasi, kepandaian berbicara, kekuasaan dalam pengambilan keputusan dan

menarik untuk dilihat. Misalnya seorang public relations dan kepala produksi

yang mewakili organisasi dalam sebuah press conference tentang kasus keracunan

minuman susu kemasan dapat dijadikan sumber yang terpercaya dalam

komunikasi krisis. Pemanfaatan pihak ketiga yang secara langsung tidak memiliki

kaitan dengan krisis juga penting untuk membantu organisasi. Misalnya

departemen kehumasan meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk

mengetes kualitas produk minuman kaleng yang dicurigai masyarakat

mengandung zat pewarna sintetis.

1.1 Situational Crisis Communication Theory

Situational Crisis Communication Theory (SCCT) memberi landasan kerja

bagi manajer krisis untuk menyesuaikan strategi komunikasi krisis dengan level

tanggung jawab krisis dan ancaman reputasi yang ditimbulkan sebuah krisis.

Dampak buruk krisis terhadap reputasi menggiring manajemen pada pemilihan

strategi komunikasi untuk merespon krisis (Coombs, 2006:243). Ancaman

reputasi didefinisikan sebagai seberapa banyak kerusakan yang ditimbulkan oleh

krisis apabila organisasi tidak mengambil tindakan untuk merespon krisis.

Ancaman reputasi dapat disebabkan oleh initial crisis responsibility, crisis history

dan reputasi sebelum terjadi krisis.

SCCT telah mengembangkan sistem penilaian terhadap krisis yang terdiri

dari dua tahap yaitu penilaian terhadap tipe krisis dan ancaman krisis terhadap

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

9

reputasi (Coombs, 2007). Tipe krisis dibagi ke dalam 3 kluster yaitu: (1) victim,

yaitu tipe krisis dimana organisasi menjadi korban krisis misalnya natural

disaster, rumors, worksplace violence, malevolence toward the organization; (2)

accidental, yaitu organisasi meminimalkan tanggung jawab karena krisis bersifat

kecelakaan atau tidak sengaja seperti challenges, technical error, technical error

product harm; (3) preventable crisis, yaitu krisis yang membuat stakeholder

percaya sepenuhnya bahwa organisasi harus bertanggungjawab seperti human

error, human error product harm, organizational misdeed with no injuries,

organizational misdeed management misconduct, organizational misdeed with

injuries (Coombs, 2007:168). Challenges dalam hal ini berarti stakeholders

mengklaim bahwa organisasi melakukan pekerjaannya dengan cara yang tidak

tepat (Coombs, 2007b).

Tahap kedua adalah ancaman terhadap reputasi organisasi dinilai dari dua

faktor penting yang menyangkut persepsi stakeholder terhadap krisis yaitu sejarah

krisis organisasi dan reputasi negatif yang pernah dimiliki sebelumnya (Coombs,

2007). Tingginya nilai kedua faktor ini mengindikasikan bahwa organisasi

memikul tanggung jawab yang besar terhadap krisis.

Hasil dari dua tahap penilaian sebelumnya akan membantu organisasi

untuk memilih strategi komunikasi yang tepat untuk merespon krisis. Menurut

Coombs (2007) strategi komunikasi krisis memiliki tiga tujuan terkait

perlindungan reputasi yaitu (1) membentuk atribut krisis, (2) mengubah persepsi

organisasi tentang krisis dan (3) mengurangi efek negatif yang ditimbulkan krisis.

SCCT menawarkan strategi komunikasi yang terdiri dari empat kelompok yang

kemudian digolongkan ke dalam dua kategori yaitu strategi komunikasi primer

dan sekunder. Strategi sekunder berfungsi untuk melengkapi 3 strategi primer dan

sangat strategis jika digunakan oleh organisasi yang memiliki reputasi baik di

masa lalu (Coombs, 2010).

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

10

Tabel 1.1 SCCT Crisis Response Strategies

Primary Crisis Response Strategies

1. Denial Posture

Attack the accuser: organisasi menyerang pihak-pihak yang mengklaim krisis

terjadi

Denial: organisasi menegaskan tidak terjadi krisis

Scapegoating: organisasi menyalahkan sekelompok orang atau grup di luar

organisasi atas terjadinya krisis

2. Diminish Posture

Excuse: organisasi meminimalkan tanggung jawab terhadap krisis dengan alasan

tidak ada niat buruk maupun disengaja atau di luar batas kemampuan organisasi

Justification: organisasi mencoba untuk meminimalkan kerusakan akibat krisis

yang dirasakannya secara personal

3. Rebuild Posture

Compensation: organisasi memberi uang atau buah tangan lain kepada korban

krisis

Apology: organisasi bertanggungjawab sepenuhnya terhadap krisis dan meminta

maaf kepada stakeholders

Secondary Crisis Response Strategies

4. Bolstering Posture

Reminder: organisasi memberitahu stakeholder tentang perbuatan baik organisasi

dahulu

Ingratiation: organisasi berterima kasih kepada stakeholder atas bantuan mereka

Victimage: organisasi mengingatkan stakeholder bahwa organisasi juga menjadi

korban krisis

Tabel diadaptasi dari Coombs (2007:140)

Berikut ini adalah tabel yang akan menjelaskan bagaimana sebaiknya

manajer krisis menyelaraskan tipe krisis yang dihadapinya dengan strategi

komunikasi yang akan digunakannya dengan mempertimbangkan sejarah krisis

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

11

organisasi. Kemudian dapat dilihat pula bahwa setiap krisis menimbulkan level

tanggung jawab yang berbeda-beda bagi organisasi. Subtipe krisis yang berbeda

dalam tipe krisis yang sama bisa melahirkan rekomendasi strrategi yang berbeda.

Tabel 1.2 SCCT Response Strategy Recommendations

Tipe krisis Subtipe

krisis Sejarah krisis organisasi

Rekomendasi

Strategi

Victim cluster

(low

responsibility)

Ada krisis serupa dan

memiliki reputasi buruk Strategi diminish

Rumor Strategi denial

Accident

cluster

(moderate

responsibility)

Tidak ada krisis serupa dan

tidak memiliki reputasi

buruk

Strategi diminish

Ada krisis serupa dan

memiliki reputasi buruk

Strategi rebuild

Challenge

Challenge dirasa tidak

pantas

Strategi denial

Stakeholder menganggap

organisasi pantas menerima

challenge

Strategi rebuild

kemudian

corrective action

Preventable

cluster

(high

responsibility)

Strategi rebuild

Tabel diadaptasi dari Coombs (2010:103-104)

Sebagai rekomendasi secara umum, Coombs (2010) menyarankan strategi

reinforcing atau secondary crisis strategies digunakan untuk menunjang strategi

lain. Strategi ini hanya digunakan jika organisasi memiliki pencapaian baik di

masa lalu. Strategi victimage bisa digunakan hanya jika organisasi mengalami tipe

krisis victim cluster. Penggunaan kombinasi strategi denial dengan strategi

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

12

diminish atau rebuild tidak dianjurkan. Akan tetapi, strategi diminish dan rebuild

dapat dikombinasikan satu sama lain.

SCCT juga menawarkan tujuh kategori strategi komunikasi krisis yang

kemudian diurutkan dari yang bersifat defensif menuju akomodatif (Coombs,

2010:159). Ketujuh strategi komunikasi pernah digunakan sebagai pondasi teoritis

dalam penelitian studi komparatif pesan di media cetak berkaitan dengan krisis

komunikasi makanan yang dialami Korea Selatan dan Amerika Serikat (Wertz

dan Kim, 2010). Hanya saja ketujuh strategi ini lebih digunakan untuk melihat

persepsi publik terhadap strategi komunikasi yang digunakan organisasi. Ketujuh

strategi komunikasi krisis tersebut adalah: (1) attack the accuser (menyerang

pihak-pihak yang mengatakan krisis terjadi termasuk ancaman seperti

pengadilan); (2) denial (mengklaim tidak terjadi krisis); (3) excuse

(meminimalkan tanggung jawab organisasi terhadap krisis karena alasan

ketidaksengajaan dan di luar batas kemampuan organisasi); (4) justification

(meminimalkan kerusakan akibat krisis yang dirasakan organisasi secara

personal); (5) ingratiation (mengingatkan stakeholder tentang perbuatan baik

organisasi pada masa lampau); (6) corrective action (memperbaiki kerusakan

akibat krisis, atau bahkan mencegah terulangnya krisis); (7) full apology

(bertanggungjawab sepenuhnya terhadap krisis dan meminta maaf kepada

stakeholders termasuk pemberian kompensasi).

Kelebihan dari teori SCCT adalah kita dapat melihat dinamika antara

strategi komunikasi krisis organisasi dan bagaimana publik mempersepsikan

strategi tersebut. Sistem penilaian dua fase yang ditawarkan mampu memandu

usaha organisasi dalam pemilihan strategi komunikasi krisis yang efektif.

Pemetaan terhadap komunikasi krisis dalam kaitannya dengan sejarah krisis suatu

organisasi memberi perspektif yang lebih komprehensif dalam pemahaman situasi

krisis.

1.2 Pemberian Informasi Sturges

Kebutuhan utama stakeholder dalam situasi krisis adalah informasi tentang

apa yang harus mereka ketahui dan lakukan untuk merespon keadaan. Organisasi

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

13

yang gagal menyediakan informasi saat krisis akan membuat stakeholder semakin

menderita. Permasalahan yang timbul bukan hanya tentang krisis itu sendiri

namun juga anggapan ketidakpedulian organisasi terhadap korbannya. Menurut

Sturges (1994:308) terdapat 3 kategori informasi yang dibutuhkan oleh

stakeholder dalam situasi krisis yaitu,

1. Instructing information, yakni informasi yang pada dasarnya berisi

petunjuk atau pedoman apa yang harus dilakukan oleh publik ketika ada dalam

sebuah krisis. Informasi jenis ini penting karena pada saat krisis, publik

menginginkan pedoman yang pasti bagi langkah mereka selanjutnya. Misalnya

pemberitahuan evakuasi korban bencana.

2. Adjusting information adalah informasi yang menjelaskan siapa, apa,

dimana, kapan terjadinya krisis, membantu publik secara psikologis dalam

menghadapi krisis dan menjelaskan langkah pencegahan (corrective action) agar

krisis tidak terulang lagi (Coombs, 2011).

3. Internalizing informations adalah informasi tentang manajemen reputasi

yang akan diserap khalayak yang pada akhirnya akan membentuk penilaian publik

terhadap sebuah organisasi dalam jangka panjang. Misalnya food recall atau

penarikan produk-produk makanan yang telah menewaskan orang-orang yang

telah mengonsumsinya.

Instructing dan adjusting information mengurangi tingkat ketidakpastian

(uncertainty) dan meyakinkan ulang stakeholder (Coombs, 2007). Tujuannya

adalah untuk memenuhi kebutuhan stakeholder dan memahami serta menguasai

situasi krisis dengan cara terlibat secara aktif dalam manajemen krisis. Sedangkan

internalizing memiliki esensi yang sama seperti strategi komunikasi krisis SCCT

yang berfungsi untuk memulihkan reputasi organisasi. Menurut Coombs dan

Holladay (2011) strategi komunikasi krisis terdiri dari instructing, adjusting

information dan empat kelompok strategi pemulihan reputasi SCCT. SCCT

memiliki argumen bahwa strategi komunikasi krisis diawali dengan dua tindakan

pemberian informasi yaitu instructing dan adjusting information (Coombs, 2011).

Jika stakeholder sudah mendapatkan kedua informasi ini, maka upaya selanjutnya

yang harus dilakukan organisasi adalah melakukan strategi pemulihan reputasi.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

14

1.3 Strategic Ambiguity

Organisasi harus mampu melihat kondisi yang paling menguntungkan

dalam krisis karena jika dapat ditangani dengan cerdas, krisis terkadang justru

dapat menguntungkan organisasi. Permintaan informasi yang begitu tinggi selama

krisis yang dihadapkan pada ketidakpastian informasi menantang organisasi untuk

berkomunikasi secara akurat kepada stakeholder. Ambiguity yang melekat pada

sebuah krisis akan mengurangi kapabilitas organisasi untuk menciptakan

informasi seperti yang terjadi pada AirAsia dan Malaysia Airlines beberapa saat

setelah kecelakaan pesawat terjadi.

Seringkali ambiguity menciptakan ketidakpastian informasi terhadap

organisasi. Ambiguity menurut Weick merupakan suatu arus yang mendukung

terbentuknya interpretasi yang bermacam-macam terhadap suatu hal dalam waktu

bersamaan (1995:91-92). Selama krisis, masyarakat sering tidak mampu

memutuskan strategi komunikasi sehingga pilihan terakhir adalah mengambil aksi

tertentu kemudian melihat apa yang terjadi (Weick, 1998:306). Pada kondisi ini,

organisasi akan dinilai ambigu atau tidak jelas dalam usaha-usaha komunikasi

krisis yang dilakukannya.

Pandangan lain menyatakan bahwa ambiguity dapat membentuk

keanekaragaman pendapat yang pada saat yang sama dapat dirasa sebagai sebuah

persetujuan final. Dalam pembahasan sistem, kita mengenal sebuah paradoks

bahwa sistem memiliki konsensus yang diakui bersama namun tetap memelihara

kebebasan setiap individu untuk berkreativitas dan menyuarakan pendapat. Pada

saat inilah strategic ambiguity dianggap dapat memenuhi kedua syarat tersebut.

Strategi ini membantu organisasi untuk menciptakan persetujuan abstrak tanpa

menjadi terbatas pada interpretasi tertentu. Menurut Eisenberg dan Goodall

(1997:24), strategic ambiguity memiliki empat fungsi yaitu; (1) mempromosikan

keanekaragaman dalam satu tujuan, (2) memberikan posisi yang menguntungkan,

(3) bisa disangkal, (4) memfasilitasi perubahan organisasi.

Nilai etis menjadi parameter yang penting untuk mengukur kualitas dan

kepantasan praktek komunikasi krisis dalam hubungannya dengan kemanusiaan.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

15

Strategic ambiguity dinilai etis jika dalam pelaksanaannya organisasi melibatkan

penyediaan informasi yang lengkap dan tidak bias kepada stakeholder baik

internal ataupun eksternal. Strategi dianggap tidak etis jika organisasi tidak

mementingkan kemampuan berpikir (sense making) stakeholder dengan

menggunakan informasi yang bias dan tidak lengkap (Ulmer and Sellnow, 1997).

Perbuatan seperti ini juga digolongkan sebagai manipulasi publik.

Dalam penelitian Ulmer dan Sellnow (1997) tentang strategic ambiguity

yang digunakan oleh industri tembakau, mereka mengajukan tiga pertanyaan

dengan lokus berbeda dalam rangka mendeskripsikan sejauh mana nilai etis

dijunjung oleh organisasi. Pertanyaan tersebut adalah questions of evidence,

questions of intent dan questions of locus. Questions of evidence melingkupi

bukti-bukti permasalahan yang kemudian dapat memunculkan dua atau lebih

interpretasi publik yang memancing perdebatan pada bukti-bukti tersebut.

Questions of intent mencakup legitimasi organisasi yang terancam oleh

keberadaan krisis. Legitimasi organisasi merupakan keselarasan antara nilai-nilai

tindakan organisasi dengan norma-norma yang berlaku di lingkungannya.

Questions of locus membahas cara organisasi meminimalisir tanggungjawabnya

terhadap krisis dengan mengaitkan tanggung jawab pihak lain.

2. Karakteristik Organisasi

Setiap organisasi memiliki ciri khas ketika menjalankan pekerjaannya

termasuk di dalamnya penanganan krisis yang dilakukan oleh AirAsia dan

Malaysia Airlines. Dasar pengambilan keputusan kerja dalam sebuah organisasi

seperti yang dijelaskan oleh Baskin, Aronoff dan Lattimore (1997) adalah

pemahaman terhadap tiga komponen yaitu organisasi profit, organisasi nonprofit

dan pemerintah. Sebuah organisasi bergerak berdasarkan visi, misi, tujuan, sudut

pandang, ideologi yang disepakatinya sehingga mempengaruhi kinerja seorang

public relations yang dipekerjakannya. Bagaimanapun juga public relations

adalah perwakilan dari organisasi yang berkomunikasi terhadap publiknya.

Seperti yang dijelaskan oleh Cutlip, Center & Broom (2006:6) dan Grunig & Hunt

(1992:6) bahwa public relations memliki fungsi manajemen dan fungsi

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

16

komunikasi dalam memelihara hubungan yang baik antara organisasi dan

publiknya.

Persamaan dari ketiga jenis organisasi antara lain adalah setiap orang yang

bekerja dalam organisasi itu dibagi menurut ketrampilan dan kewenangannya, dan

tanggung jawab masing-masing diatur oleh peraturan perundang-undangan.

Berikut ini akan dijelaskan perbedaan karakteristik organisasi.

a. Organisasi Profit

Organisasi profit pada umumnya memiliki orientasi penting yaitu untuk

meraih keuntungan. Organisasi menyediakan produk atau jasa dan pembeli akan

mengonsumsinya atau menggunakannya sesuai dengan harga yang telah

ditetapkan. Pada dasarnya sumber keuangannya berasal dari sektor swasta dan

tidak banyak bergantung pada peraturan yang dikeluarkan pemerintah (Salusu,

2005:17). Dalam sektor bisnis, organisasi profit dapat dimiliki oleh individu atau

berupa kerjasama antara orang dengan organisasi dan aktivitas bisnis dimaknai

sebagai pendapatan personal (McNamara, 2007).

Menurut Kusumastuti (2001:41), PR dalam organisasi profit tidak dapat

dilepaskan dari prinsip ekonomi, sebab memiliki orientasi pada keuntungan.

Implementasi PR dalam ruang lingkup bisnis dapat berupa MPR (Marketing

Public Relations), hubungan dengan media, pemerintah, karyawan, komunitas dan

pemegang saham. Dalam struktur organisasi, PR dapat bertanggungjawab kepada

CEO, bagian marketing ataupun personalia.

Organisasi profit biasanya memiliki struktur organisasi formal yang

hirarkis dan rigid untuk mencapai tujuannya. Seorang presiden atau CEO

memantau jalannya bisnis dengan cara mengimplementasikan tujuan strategis

jangka panjang dan pendek; bekerjasama dengan top management di

pemerintahan; mendukung kelancaran operasionalisasi; memantau proses design,

pemasaran, promosi, delivery dan kualitas produk atau jasa; mengatur sumber

daya; menunjukkan image komunitas yang kuat; merekrut investor (McNamara,

2007). Sebagai contohnya, AirAsia termasuk ke dalam organisasi profit swasta

yang berada di bawah manajemen Tony Fernandes. Sebagai seorang CEO (Chief

Executive Officer) group AirAsia Berhad, Tony memainkan peranan utama bagi

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

17

kelangsungan hidup perusahaan secara keseluruhan melalui keputusan

strategisnya.

b. Organisasi Nonprofit

Organisasi non profit ialah organisasi atau badan yang tidak menjadikan

keuntungan sebagai motif utamanya dalam melayani masyarakat. Organisasi ini

tidak membagikan keuntungannya sedikitpun kepada para anggota, karyawan

serta eksekutifnya. Oleh sebab itu, organisasi ini biasa dijuluki sebagai non-stock

corporation yang merefleksikan ide bahwa tidak ada pembagian laba pada para

pemegang sahamnya (Salusu, 2005:9). Direktur eksekutif dan trustees mengiring

organisasi agar mencapai tujuan normatifnya yaitu mampu meraih dan

menjalankan misi sosial. Hal lain yang menjadi ciri khas organisasi ini adalah

bahwa dalam pekerjaannya sangat bergantung pada staff dan volunteers karena

mengalami apa yang disebut dengan devolution. Devolution merupakan

pengurangan kucuran dana dari pemerintah kepada organisasi nonprofit sehingga

meminimalkan pemberian jasa kepada clients dan sebagai hasilnya sumber dana

eksternal lainnya, inovasi karyawan dan sukarelawan menjadi lebih penting bagi

organisasi (McNamara, 2007). Contoh dari organisasi nonprofit adalah asosiasi

perdagangan, organisasi politik, keagamaan dan organisasi di bidang ilmu

pengetahuan (sekolah swasta, perguruan tinggi swasta, lembaga penelitian).

c. Organisasi Pemerintah

Organisasi pemerintah memiliki tujuan utama untuk melayani warga

negara sebagai publiknya. Sumber pendapatannya adalah pajak karena hanya

pemerintah yang memiliki hak untuk mengenakan pajak terhadap pelayanan yang

disediakannya. Pengembangan dan pelaksanaan srategi organisasi merupakan

tugas kepemimpinan yang penting bagi CEO dan board of directors dalam

organisasi profit, trustees dan direktur eksekutif dalam organisasi nonprofit serta

legislator, chief executive, political appointee dan career official dalam organisasi

pemerintah (Andrews, 1971; Moore, 1995; Young, 1986). Terdapat 3 konsep

saling berhubungan yang menjadi model strategis untuk memandu para manajer di

sektor publik yang dikenal dengan sebutan the strategic triangle yaitu value,

legitimacy and support dan operational capacity (Moore, 2000:197-199). Value

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

18

membantu manajer untuk menemukan tujuan dan nilai yang ingin dibangun

organisasi. Legitimacy and support menyangkut pertanyaan siapa yang akan

membantu organisasi dalam mencapai tujuan dan nilai. Operational capacity

fokus pada pertanyaan tentang bagaimana kapabilitas organisasi dalam

operasionalisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Contoh organisasi

pemerintah dalam kasus ini adalah Malaysia Airlines.

3. Press Release sebagai Media Public Relations

Press release memiliki banyak sebutan seperti media release, news

release, dan lain sebagainya. Menurut Smith (2003:442) istilah news release

(lebih tepat dibandingkan dengan press release) merupakan format lumrah yang

digunakan organisasi untuk menyediakan informasi kepada media berita.

Berdasarkan model public relations, press release termasuk ke dalam kategori

public information yang bersifat satu arah (Grunig dan Hunt, 1984:22). Sesuai

dengan kategorinya, press release menitikberatkan pada penyebaran informasi

kepada publik. Dalam dunia public relations, praktisi yang menerapkan model ini

mendapat julukan “journalist in residence” atau wartawan yang berkantor di

perusahaan yaitu praktisi yang sering menggunakan press release dalam

membangun hubungan dengan media. Organisasi yang menggunakan press

release sudah mempertimbangkan pentingnya kebenaran informasi yang akan

disampaikannya, tidak seperti pada model press agentry yang hanya

mementingkan publisitas yang menguntungkan organisasi.

Kemunculan internet memudahkan praktisi humas untuk menjalin

sekaligus memelihara komunikasi dengan publik internal dan eksternalnya.

Schultz dan Barnes (1999:242) menjelaskan bahwa praktisi PR dapat

memanfaatkan internet sebagai media untuk menyebarkan press release kepada

publik dan siapapun dapat mengakses press release tersebut. Publik akan sangat

tergantung kepada PR sebagai sumber informasi berita yang tidak tersaji di surat

kabar dan media massa lainnya. Apalagi dalam konteks krisis, publik mengalami

apa yang disebut dengan kesenjangan informasi sehingga perlu pertukaran

informasi yang cepat.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

19

Kecepatan respon organisasi penting untuk mengimbangi jurnalis media

yang sangat aktif mencari informasi tentang krisis yang bahkan sulit dikontrol

organisasi. Perry et al. (2003) telah mengembangkan suatu metode untuk menilai

informasi krisis dalam website perusahaan dalam waktu 24 jam pertama setelah

berita muncul. Bentuk informasi berbasis internet yang dikoding berupa media

tradisional seperti news release dan transkrip tentang konferensi pers. Periode 24

jam dipilih karena rentang waktu ini berdasarkan waktu yang biasanya digunakan

oleh jurnalis berita untuk mengunjungi website resmi perusahaan yang terlibat

dalam krisis dalam rangka mengumpulkan informasi (Perry dan Taylor, 2005).

Ada juga yang mengatakan bahwa periode 48 jam pertama setelah kecelakaan

terjadi merupakan masa-masa paling kritis bagi organisasi karena rentang waktu

itulah yang kelak menentukan persepsi stakeholder tentang krisis (Torossian,

2015). Ini berarti bahwa selama periode tersebut organisasi harus aktif dalam

memberikan informasi kepada publik dalam rangka mengontrol kebenaran

informasi.

Jika dikombinasikan dengan periode 24 jam pertama, pendapat kedua ini

dapat diterapkan dalam kasus kecelakaan pesawat AirAsia dan Malaysia Airlines.

Hal ini disebabkan oleh pemberitaan krisis pertama muncul pada hari ketika

kecelakaan terjadi yaitu pada tanggal 8 Maret dan 28 Desember 2014 sehingga 24

jam setelah pemberitaan krisis tercakup dalam 48 jam setelah kecelakaan terjadi.

Kecepatan reaksi organisasi terhadap krisis dapat juga dilihat dari intensitas

respon yg dikeluarkan oleh organisasi melalui website.

Jurnalis media menjadi sangat aktif mencari informasi tentang krisis yang

bahkan sulit dikontrol organisasi (Troester, 1991:531). Kenyataan ini mendorong

praktisi humas untuk menggunakan model komunikasi satu arah seperti press

release karena organisasi dapat mengontrol informasi di dalamnya. Akan tetapi,

usaha praktisi humas agar tulisannya dimuat di media masa terhambat karena

beberapa alasan seperti tingkat kemenarikan berita (newsworthiness) rendah dan

informasi yang berat sebelah. Masalah ini setidaknya dapat dikurangi dengan

pemahaman praktisi humas terhadap karakteristik berita jurnalistik. Menurut

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

20

Aronoff (1975) jurnalis dan praktisi humas sama-sama menempatkan “akurasi”

dan “kemenarikan berita” sebagai dua nilai terpenting dalam sebuah tulisan.

Press release menggunakan gaya penulisan berita dan memperhatikan

nilai-nilai berita seperti netralitas, akurasi, newsworthiness dan objektivitas

(Smith, 2003:123-129). Penulisan press release mengikuti pola piramida terbalik

dimana informasi paling penting disampaikan di awal tulisan atau lead.

Selanjutnya, diikuti oleh badan berita yang berisi informasi pendukung. Pola ini

memudahkan editor media masa untuk menemukan pokok-pokok informasi yang

terkandung dalam press release.

Sedangkan dari segi konten, press release dapat dilihat dari kelengkapan

lead, pemilihan narasumber, penggunaan kutipan langsung, penggunaan fact

sheet, pencantuman tanggal rilis, dan pencantuman contact person.

Menurut Smith (2003:152-156) ada 2 tipe press release yakni sebagai

berikut,

1. Announcement releases merupakan rilis yang memuat tentang acara yang

sudah direncanakan. Rilis jenis ini digolongkan lagi menjadi beberapa jenis yaitu;

(1) event releases menyajikan informasi tentang suatu kejadian atau acara menarik

yang akan terjadi dalam waktu dekat; (2) personnel releases menyangkut tentang

promosi dan pergantian pekerja terutama pada level manajemen; (3) progress

releases fokus pada informasi perkembangan internal organisasi yang biasanya

diterbitkan secara periodik; (4) program releases menyajikan informasi tentang

jenis pelayanan baru kepada publik; (5) product releases fokus pada informasi

produk atau fasilitas baru atau yang sudah ada; (6) bad-news releases fokus pada

informasi yang berkaitan dengan kejadian buruk yang menimpa organisasi seperti

product recalls dan pengambilalihan perusahaan; (7) crisis releases biasanya

digunakan untuk merespon secara langsung dan akurat krisis yang bersifat tidak

terduga dan berdampak buruk bagi perusahaan.

2. Follow-up releases merupakan rilis yang berguna untuk merespon

kejadian ataupun laporan sebelumnya. Rilis ini terdiri dari; (1) new-information

releases menyajikan informasi lanjutan tentang acara sebelumnya dan biasanya

beberapa informasi ditulis ulang karena banyak pembaca yang tidak familiar

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

21

dengan rilis pertama; (2) comment releases berisi respon organisasi terhadap

kejadian atau berita media yang melibatkan organisasi tersebut (3) position

releases berisi tentang opini resmi dari orang tertentu menyangkut isu publik

tertentu yang berhubungan dengan organisasinya; (4) public-interest tie-in

releases biasanya berisi pernyataan organisasi tentang suatu kejadian yang

sebenarnya tidak melibatkan organisasi bersangkutan secara langsung namun

dapat mempengaruhinya; (5) speech releases merupakan laporan tertulis atau

transkrip tentang apa yang telah disampaikan oleh perwakilan organisasi terhadap

isu tertentu.

Seorang public relations dapat memilih untuk menulis press release

dengan gaya straight news atau feature news. Walaupun feature news bukanlah

yang dicari oleh seorang editor media masa, namun pesan dapat disajikan lebih

mendalam dan menarik interest pembaca (Smith, 2003:207). Menurut

Kusumaningrat (2006:99-156) news release merupakan rilis berbentuk straight

news yang sekedar menyampaikan pokok-pokok informasi yang penting, terikat

pada waktu (menuntut aktualitas dan cepat basi) dan biasanya mempunyai ukuran

yang lebih pendek, sedangkan feature release tidak terlalu tergantung kepada

aktualitas, menyangkut hal-hal yang bersifat human interest atau menarik, dan

mempunyai ukuran yang lebih panjang.

Dari segi ukuran atau banyaknya paragraf, menurut Kriyantono

(2008:142-148) press release dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu

paragraf pendek (terdiri dari 1-7 paragraf), paragraf sedang (terdiri dari 8-12

paragraf), paragraf panjang (terdiri dari 13-17 paragraf). Semakin banyak jumlah

paragraf menandakan bahwa baik organisasi ataupun media mengagendakan

peristiwa tersebut sebagai berita yang disajikan dengan penguraian yang lengkap

dan mendalam.

Press release dapat juga dinilai dari elemen substansial yang

menyusunnya. Berikut adalah substansi yang terkandung di dalam sebuah rilis.

1. Kelengkapan lead menurut Kriyantono (2002, 142-148) dapat digolongkan

menjadi dua jenis yaitu lead lengkap (teras formal) dan lead tidak lengkap (teras

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

22

informal). Lead digolongkan lengkap jika mengandung unsur 5W+1H sedangkan

yang tidak lengkap hanya memenuhi 2 hingga 5 unsur 5W+1H.

2. Narasumber dalam kaitannya dengan krisis dapat berasal dari dua arah

yaitu internal organisasi seperti public relations, direktur eksekutif, kepala

departemen, karyawan dan lain-lain) dan eksternal organisasi seperti pejabat

pemerintah, tokoh politik, tokoh sosial, mitra kerjasama, masyarakat dan

akademisi (McNamara, 1996:4 dan Coombs, 2010:397). Cara paling umum untuk

mengutip pernyataan orang adalah dengan menggunakan kata kerja dalam konteks

lampau baik melalui kutipan langsung ataupun parafrasa (Smith, 2003:125-126).

Idealnya narasumber juga diperjelas identitasnya dengan membubuhkan gelar

beserta nama yang bersangkutan.

3. Penggunaan kutipan merupakan pernyataan yang dikatakan langsung oleh

narasumber terkait dan berfungsi untuk menambah kredibilitas informasi serta

memudahkan editor untuk membuat berita (Kriyantono, 2008:142-148).

Pernyataan dalam kutipan langsung dapat diidentifikasi dari penggunaan tanda

kutip (“).

4. Penggunaan fact sheet tulisan yang biasanya menyertai rilis dan bersifat

melengkapi informasi yang tidak tersampaikan lewat press release karena

keterbatasan ruang (Prayudi, 2007:43-47)

5. Pencantuman tanggal rilis menurut Kriyantono (2008:142-143) memuat

tanggal, bulan dan tahun yang dapat mengidentifikasi waktu pembuatan rilis.

6. Pencantuman contact person menurut Prayudi (2007:43-47) terdiri dari

nama, email, alamat, nomor telepon yang menjadi identitas pembuat rilis

F. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan sebelumnya berikut

ini adalah kerangka konsep yang telah dipilih menjadi pondasi penelitian.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

23

Gambar 1.1 Kerangka Konsep1

Pendekatan yang digunakan penelitian ini berdasarkan asumsi bahwa krisis

merupakan ancaman bagi reputasi perusahaan, sehingga dibutuhkan strategi

komunikasi yang tepat untuk menangani krisis. Pondasi teoritis penelitian ini

merujuk pada definisi krisis Coombs (2005) yang melihat krisis secara lebih

holistik dari perspektif organisasi yaitu sebagai suatu kejadian tidak terduga yang

1 Bagan konsep dibuat oleh peneliti berdasarkan teori dan konsep yang sudah dipilih. Garis putus-

putus menandakan konsep yang tidak dibedah menjadi unit analisis namun penting untuk menjelaskan fenomena penelitian secara lebih komprehensif.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

24

dapat mengancam kerja organisasi, industri atau stakeholder sehingga diperlukan

manajemen krisis. Sebagai usaha untuk menjelaskan tipe krisis dan hubungannya

terhadap level tanggung jawab yang dipikul organisasi, peneliti juga

menggunakan sistem penilaian dua tahap SCCT (Coombs, 2010). Konsep tentang

karakteristik organisasi juga akan digunakan untuk melihat bagaimana ciri khas

organisasi Malaysia Airlines sebagai organisasi pemerintah dan AirAsia sebagai

organisasi swasta mempengaruhi cara mereka dalam merespon krisis (McNamara,

2007; Moore, 2000).

Peneliti akan menilai aspek press release sebagai media untuk

menyampaikan komunikasi krisis. Press release dinilai dari dua kategori yaitu

penampilan fisik dan substansi. Beberapa aspek penampilan fisik press release

yang akan diteliti telah dipilih dan sesuaikan dengan topik penelitian, yakni

sebagai berikut

1. Tipe press release terdiri dari (1) event releases menyajikan informasi

tentang suatu kejadian atau acara menarik yang akan terjadi dalam waktu dekat;

(2) progress releases fokus pada informasi perkembangan internal organisasi

yang biasanya diterbitkan secara periodik; (3) bad-news releases fokus pada

informasi yang berkaitan dengan kejadian buruk yang menimpa organisasi seperti

product recalls dan pengambilalihan perusahaan; (4) crisis releases biasanya

digunakan untuk merespon secara langsung dan akurat krisis yang bersifat tidak

terduga dan berdampak buruk bagi perusahaan; (5) new-information releases

menyajikan informasi lanjutan tentang acara sebelumnya dan biasanya beberapa

informasi ditulis ulang karena banyak pembaca yang tidak familiar dengan rilis

pertama; (6) comment releases berisi respon organisasi terhadap kejadian atau

berita media yang melibatkan organisasi tersebut; (7) position releases berisi

tentang opini resmi dari orang tertentu menyangkut isu publik tertentu yang

berhubungan dengan organisasinya; (8) public-interest tie-in releases biasanya

berisi pernyataan organisasi tentang suatu kejadian yang sebenarnya tidak

melibatkan organisasi bersangkutan secara langsung namun dapat

mempengaruhinya; (9) speech releases merupakan laporan tertulis atau transkrip

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

25

tentang apa yang telah disampaikan oleh perwakilan organisasi terhadap isu

tertentu (Smith, 2003:152-156).

2. Format press release terdiri dari 2 jenis yaitu (1) news releases merupakan

rilis berbentuk straight news yang sekedar menyampaikan pokok-pokok informasi

yang penting, terikat pada waktu (menuntut aktualitas dan cepat basi) dan

biasanya mempunyai ukuran yang lebih pendek; (2) feature releases tidak terlalu

tergantung kepada aktualitas, menyangkut hal-hal yang bersifat human interest

atau menarik, dan mempunyai ukuran yang lebih panjang (Kusumaningrat,

2006:99-156).

3. Ukuran press release mengkategorikan rilis menjadi 3 kelompok yaitu

paragraf pendek (terdiri dari 1-7 paragraf), paragraf sedang (terdiri dari 8-12

paragraf) dan paragraf panjang (terdiri dari 13-17 paragraf) (Kriyantono,

2008:142-148). Dalam penulisan online lumrah ditemukan paragraf pendek yang

hanya terdiri dari 2 bahkan 1 kalimat. Satu paragraf dengan paragraf lainnya

biasanya dibatasi oleh spasi. Beberapa bentuk tulisan seperti press release, artikel

situs berita dan website organisasi banyak ditemukan hal seperti ini. Misalnya

dalam “Why India's Mars mission is so cheap - and thrilling” dalam bbc.com dan

“Five years in Bali jail possible for NZ man” dalam stuff.co.nz.

Sedangkan untuk kategori substansi press release, peneliti meggunakan

konsep-konsep sebagai berikut,

1. Kelengkapan lead dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu lead lengkap

(teras formal) yang mengandung semua unsur 5W+1H dan lead tidak lengkap

(teras informal) yang hanya memenuhi 2 hingga 5 unsur 5W+1H (Kriyantono,

2002:142-148)

2. Narasumber dalam kaitannya dengan krisis dapat berasal dari dua arah

yaitu internal organisasi seperti public relations, direktur eksekutif, kepala

departemen, karyawan dan lain-lain) dan eksternal organisasi seperti pejabat

pemerintah, tokoh politik, tokoh sosial, mitra kerjasama, masyarakat dan

akademisi (Macnamara, 1996:4 dan Coombs, 2010:397)

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

26

3. Penggunaan kutipan merupakan pernyataan yang dikatakan langsung oleh

narasumber terkait dan berfungsi untuk menambah kredibilitas informasi serta

memudahkan editor untuk membuat berita (Kriyantono, 2008:142-148)

4. Pencantuman tanggal rilis memuat tanggal, bulan dan tahun yang dapat

mengidentifikasi waktu pembuatan rilis (Kriyantono, 2008:142-143)

Konsep strategi komunikasi krisis yang akan digunakan dalam penelitian

ini adalah konsep SCCT crisis response strategies (Coombs, 2007b:140) yang

terdiri dari empat kelompok yaitu (1) denial posture, (2) diminish posture, (3)

rebuild posture (ketiganya digolongkan ke dalam strategi primer) dan (4)

bolstering posture (strategi sekunder). Denial terdiri dari attack the accuser

(menyerang pihak-pihak yang mengklaim krisis terjadi), denial (organisasi

menegaskan tidak terjadi krisis), dan scapegoating (menyalahkan sekelompok

orang atau grup di luar organisasi). Diminish terdiri dari excuse (meminimalkan

tanggung jawab terhadap krisis dengan alasan tidak ada niat buruk maupun

disengaja atau di luar batas kemampuan organisasi) dan justification

(meminimalkan kerusakan akibat krisis yang dirasakan organisasi secara

personal). Rebuild terdiri dari compensation (organisasi memberi uang atau buah

tangan lain kepada korban krisis) dan apology (bertanggungjawab sepenuhnya

terhadap krisis dan meminta maaf kepada stakeholders). Bolstering terdiri dari

reminder (memberitahu stakeholder tentang perbuatan baik organisasi dahulu),

ingratiation (menyenangkan stakeholder atau mengingatkan kembali kebaikan

organisasi) dan victimage (mengingatkan stakeholder bahwa organisasi juga

menjadi korban krisis).

Peneliti juga akan menambahkan dua konsep pemberian informasi

(information giving) yang ditawarkan Sturges (1994:308) yaitu instructing

information dan adjusting information untuk melihat jenis informasi yang

diberikan organisasi saat krisis.

a. Instructing information berarti memberitahu publik bagaimana mereka

harus bereaksi terhadap krisis secara fisik ataupun finansial termasuk

penjelasan tentang apa yang organisasi lakukan untuk menjalankan sistem

operasinya (Sturges, 1994; Barton, 2001; Coombs, 2007).

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

27

b. Adjusting information berarti menjelaskan siapa, apa, dimana, kapan

terjadinya krisis, membantu publik secara psikologis dalam menghadapi

krisis, menjelaskan langkah pencegahan agar krisis tidak terulang lagi

(Coombs, 2011).

c. Instructing-Adjusting Information berarti menjelaskan dua hal sekaligus

yaitu pedoman tentang bagaimana publik harus bereaksi dan membantu

publik secara psikologis dalam menghadapi krisis (Coombs dan Holladay,

2011).

Berdasarkan kerangka konsep yang sudah dijelaskan sebelumnya, unit

analisis dan kategorisasi yang digunakan adalah sebagai berikut

Tabel 1.3 Unit Analisis dan Kategorisasi

No Unit Analisis Kategori

1. Penampilan fisik press release

Tipe press release

Event release = 1

Progress release = 2

Bad-news release = 3

Crisis release = 4

New Information releases = 5

Comment release = 6

Position release = 7

Public-interest tie-in releases = 8

Speech releases = 9

Format press release

News release= 1

Feature release= 2

Ukuran press release

Paragraf pendek (1-7 paragraf)= 1

Paragraf sedang (8-12 paragraf)= 2

Paragraf panjang (13-17 paragraf)= 3

2. Substansi press release

Kelengkapan lead What = 1

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

28

Who = 2

When = 3

Where = 4

Why = 5

How = 6

Pencantuman tanggal rilis

Ada = 1

Tidak ada = 0

Narasumber

Internal (CEO, Public Relations, dll) =

1

Pejabat pemerintah = 2

Tokoh politik = 3

Tokoh sosial = 4

Masyarakat = 5

Mitra kerjasama = 6

Penggunaan kutipan

langsung

Ada = 1

Tidak ada = 0

3. Strategi komunikasi krisis SCCT:

Primary Crisis

Response Strategies

Denial

Posture = 1

Attack the

accuser = a

Denial = b

Scapegoat = c

Diminish

Posture = 2

Excuse = a

Justification =

b

Rebuild

Posture = 3

Compensation

= a

Apology = b

Secondary Crisis

Response Strategies

Bolstering

Posture = 4

Reminder = a

Ingratiation =

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

29

b

Victimage = c

4. Pemberian Informasi

(Information Giving)

Instructing Information = 1

Adjusting Information = 2

Instructing-Adjusting Information = 3

G. Definisi Operasional

Berdasarkan unit analisis yang telah dipaparkan pada kerangka konsep,

berikut adalah definisi operasional masing-masing unit analisis.

1. Penampilan fisik press release

a. Tipe press release terdiri dari 9 jenis yaitu

(1) Event releases menyajikan informasi tentang suatu kejadian

atau acara menarik yang akan terjadi dalam waktu dekat

(2) Progress releases fokus pada informasi perkembangan internal

organisasi yang biasanya diterbitkan secara periodik

(3) Bad-news releases fokus pada informasi yang berkaitan dengan

kejadian buruk yang menimpa organisasi seperti product recalls

dan pengambilalihan perusahaan

(4) Crisis releases biasanya digunakan untuk merespon secara

langsung dan akurat krisis yang bersifat tidak terduga dan

berdampak buruk bagi perusahaan

(5) New-information releases menyajikan informasi lanjutan

tentang acara sebelumnya dan biasanya beberapa informasi ditulis

ulang karena banyak pembaca yang tidak familiar dengan rilis

pertama

(6) Comment releases berisi respon organisasi terhadap kejadian

atau berita media yang melibatkan organisasi tersebut

(7) Position releases berisi tentang opini resmi dari orang tertentu

menyangkut isu publik tertentu yang berhubungan dengan

organisasinya

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

30

(8) Public-interest tie-in releases biasanya berisi pernyataan

organisasi tentang suatu kejadian yang sebenarnya tidak melibatkan

organisasi bersangkutan secara langsung namun dapat

mempengaruhinya

(9) Speech releases merupakan laporan tertulis atau transkrip

tentang apa yang telah disampaikan oleh perwakilan organisasi

terhadap isu tertentu.

b. Format press release terdiri dari 2 jenis yaitu (1) news releases meru

pakan rilis berbentuk straight news yang sekedar menyampaikan pokok-

pokok informasi yang penting, terikat pada waktu (menuntut aktualitas dan

cepat basi) dan biasanya mempunyai ukuran yang lebih pendek; (2)

feature releases tidak terlalu tergantung kepada aktualitas, menyangkut

hal-hal yang bersifat human interest atau menarik, dan mempunyai ukuran

yang lebih panjang

c. Ukuran press release mengkategorikan rilis menjadi 3 kelompok

yaitu paragraf pendek (terdiri dari 1-7 paragraf), paragraf sedang (terdiri

dari 8-12 paragraf) dan paragraf panjang (terdiri dari 13-17 paragraf).

Setiap paragraf dalam press release online biasanya terdiri dari 1 hingga 3

kalimat saja.

2. Substansi press release

a. Kelengkapan lead dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu lead

lengkap (teras formal) yang mengandung semua unsur 5W+1H dan lead

tidak lengkap (teras informal) yang hanya memenuhi 2 hingga 5 unsur

5W+1H

b. Narasumber dalam kaitannya dengan krisis dapat berasal dari dua

arah yaitu internal organisasi seperti public relations, direktur eksekutif,

kepala departemen, karyawan dan lain-lain) dan eksternal organisasi

seperti pejabat pemerintah, tokoh politik, tokoh sosial, mitra kerjasama,

masyarakat dan akademisi

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

31

c. Penggunaan kutipan merupakan pernyataan yang dikatakan

langsung oleh narasumber terkait dan berfungsi untuk menambah

kredibilitas informasi serta memudahkan editor untuk membuat berita

d. Pencantuman tanggal rilis memuat tanggal, bulan dan tahun yang

dapat mengidentifikasi waktu pembuatan rilis

3. Strategi komunikasi krisis

a. Primary Crisis Response Strategies

a) Denial Posture

1. Attack the accuser, digambarkan dengan kalimat organisasi

menyerang pihak-pihak yang mengklaim terjadinya krisis,

termasuk juga ancaman ke pengadilan. Misalnya, Perdana Menteri

Malaysia menuntut pihak bbc.com yang telah melaporkan berita

kecelakaan MH370

2. Denial, diwakili dengan kalimat organisasi menolak terjadi krisis

atau tidak terlibat sama sekali, termasuk penjelasan mengapa tidak

terjadi krisis. Misalnya Tony Fernandes sangat yakin bahwa

QZ8501 telah mendarat dengan selamat sampai tujuan.

3. Scapegoating, misalnya organisasi menyalahkan sekelompok

orang atau grup di luar organisasi atas terjadinya krisis. Misalnya,

Malaysia Airlines menyalahkan operator ATC yang mengizinkan

pilot untuk naik ketinggian menjadi 40.000 kaki sebelum akhirnya

pesawat jatuh.

b) Diminish Posture

1. Excuse, misalnya organisasi meminimalkan tanggung jawab

terhadap krisis dengan alasan tidak ada niat buruk maupun

disengaja atau di luar batas kemampuan organisasi. Misalnya, Tony

Fernandes mengatakan bahwa pesawatnya telah lolos uji kelayakan

terbang dan kecelakaan QZ8501 berada di luar kontrol pihak

AirAsia.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

32

2. Justification, misalnya organisasi meminimalkan kerusakan

akibat krisis yang dirasakannya secara persnal, termasuk juga klaim

bahwa kerusakan bersifat minor atau merasa bahwa korban wajar

ditimpa masalah. Misalnya, Tony Fernandes berpendapat bahwa

setiap pesawat pasti pernah mengalami gangguan teknis dan

berdasarkan hasil rekaman pilot kami sudah berusaha sebaik

mungkin untuk mengikuti prosedur penanganan yang legal.

c) Rebuild Posture

1. Compensation, misalnya organisasi memberi uang, kompensasi

atau buah tangan lain kepada korban krisis. Contohnya, AirAsia

memastikan bahwa semua keluarga korban pesawat QZ8501 akan

menerima dukungan dana dan asuransi termasuk juga akomodasi

dan biaya transportasi.

2. Apology, misalnya organisasi bertanggungjawab sepenuhnya

terhadap krisis dan meminta maaf kepada stakeholders. Contohnya,

Sunu Widyatmoko, CEO AirAsia Indonesia mengatakan, “Kami

sangat terkejut dan sedih atas terjadinya insiden ini. Kami sedang

bekerja sama dengan pemerintah terkait untuk menemukan

penyebab kecelakaan pesawat. Sementara itu, prioritas utama

adalah selalu memberikan informasi terbaru kepada keluarga

korban.”

b. Secondary Crisis Response Strategies

d) Bolstering Posture

1. Reminder, misalnya organisasi mengingatkan kembali tentang

perbuatan atau pencapaian baik organisasi dahulu. Contohnya,

performa AirAsia telah meningkat secara signifikan hingga

dinobatkan sebagai Maskapai Berbiaya Hemat Terbaik Dunia dan

Maskapai Berbiaya Hemat Terbaik Asia selama tujuh tahun

berturut-turut dari Skytrax.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

33

2. Ingratiation, misalnya organisasi memuji, mengagungkan atau

berterima kasih kepada stakeholder atas kerjasamanya selama

krisis. Contoh, AirAsia berterima kasih kepada pihak keluarga

korban karena mau bekerja sama selama krisis walaupun dalam

situasi berduka

3. Victimage, misalnya organisasi mengingatkan stakeholder

bahwa organisasi juga menjadi korban krisis. Contohnya, Malaysia

Airlines merasa tidak berdaya dan hanya menjadi korban dalam

kecelakaan pesawat tersebut.

4. Pemberian informasi (information giving)

a. Instructing information, berarti organisasi memberi pedoman atau

petunjuk bagaimana publik harus bereaksi terhadap krisis secara fisik

ataupun finansial termasuk juga menjelaskan keberlanjutan operasional

(business continuity) pasca krisis. Misalnya, himbauan untuk

menghubungi nomor darurat terkait krisis, atau agar media tidak

memberitakan hal-hal yang tidak menghormati perasaan korban.

b. Adjusting information, berarti menjelaskan siapa, apa, dimana, kapan

terjadinya krisis, membantu publik secara psikologis dalam

menghadapi krisis, menjelaskan langkah pencegahan agar krisis tidak

terulang lagi dan termasuk juga ekspresi simpati organisasi terhadap

korban krisis. Misalnya, memberikan layanan konseling gratis kepada

keluarga korban, memberitahu secara rinci siapa, apa dan dimana

hilangnya pesawat MH370, langkah yang diambil organisasi untuk

menangani efek krisis, ekspresi simpati seperti doa Malaysia Airlines

selalu menyertai korban penumpang MH370 dan termasuk juga

tindakan korektif yang ditempuh agar krisis yang sama tidak terulang

lagi di masa mendatang.

c. Instructing-adjusting information, berarti organisasi memberi petunjuk

bagaimana publik harus bereaksi dan juga membantu publik secara

psikologis dalam menghadapi krisis.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

34

H. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian analisis isi (content

analysis) untuk membandingkan, mengklasifikasikan dan mendeskripsikan

strategi komunikasi krisis. Analisis isi oleh Kerlinger yang dikutip oleh Wimmer

dan Dominick (1991:137) didefinisikan sebagai sebuah metode untuk

mempelajari dan menganalisis komunikasi dengan cara yang sistematis, objektif

dan kuantitatif dalam rangka mengukur variabel. Metode ini dianggap paling tepat

karena keunggulannya dan relevansinya terhadap analisis pesan media. Kelebihan

dari analisis isi selain spesialisasinya terhadap konten adalah standar

pengukurannya yang jelas (objektif dan akuntabel), mudah direplikasi, dan sistem

coding memungkinkan untuk kerja masal.

2. Objek Penelitian

Objek yang dipilih dalam penelitian ini adalah press release dalam situs

resmi airasia.com dan malaysiaairlines.com. Peneliti hanya akan mencatat apa

yang tertulis dalam teks press release tanpa melakukan pembedahan teks secara

lebih mendalam. Penelitian dilakukan dengan teknik sensus yaitu meneliti seluruh

populasi berdasarkan atas beberapa pertimbangan. Pertama, keseluruhan populasi

berarti memungkinkan peneliti untuk tetap menjaga diversitas pesan yang dimuat

sesuai dengan aslinya. Kedua, jumlah teks yang diteliti periode waktu yang

digunakan berdasarkan waktu pertama kali dan terakhir kali diterbitkannya press

release pada masing-masing situs resmi kedua maskapai.

Total jumlah press release yang dijadikan objek penelitian sebanyak 135

teks yang terdiri dari 74 teks dalam situs malaysiaairlines.com dan 61 teks dalam

situs airasia.com. Press release AirAsia yang diteliti berada dalam periode waktu

28 Desember 2014 sampai dengan 4 Maret 2015. Sedangkan press release

Malaysia Airlines yang diteliti ada dalam rentang waktu 8 Maret 2014 hingga 6

Agustus 2015.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

35

3. Teknik Pengumpulan Data

Sebagai langkah pertama, peneliti mencari teks press release yang

diterbitkan oleh kedua maskapai pada situs airasia.com dan malaysiaairlines.com.

Pada situs malaysiaairlines.com, menu “press room” pada tab corporate info

memuat semua press release yang diterbitkan oleh pihak Malaysia Airlines.

Peneliti kemudian memilih “MH370: Media Statement” untuk mengumpulkan

semua press release yang hanya berkaitan dengan kasus MH370. Sedangkan

pihak AirAsia membuat situs resmi khusus yaitu

http://qz8501.airasia.com/index.html untuk mengunggah seluruh press release

yang berkaitan dengan kecelakaan QZ8501. Situs ini terhubung dengan situs

resmi airasia.com/my yang dioperasikan langsung oleh AirAsia Berhad yang

berpusat di Kuala Lumpur, Malaysia.

Proses pengkodingan menggunakan lembar kode (coding sheet) yang

didalamnya berisi kolom-kolom guna merekam variabel yang ingin diteliti.

Pengkodingan dalam penelitian ini dilakukan 2 koder yaitu peneliti sendiri dan

satu asisten peneliti yang merupakan mahasiswa S2 Jurusan Manajemen

Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Sebelas

Maret. Oleh peneliti utama, koder kedua dilatih untuk memahami buku kode

sebagai acuan kegiatan penelitian analisis isi termasuk juga mempelajari masing-

masing klasifikasi dan kategori yang telah ditetapkan.

4. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis statistik deksriptif yaitu distribusi

frekuensi dan krostabulasi. Statistika deskriptif (descriptive statistic) berkaitan

dengan penerapan metode statistik untuk mengumpulkan, mengolah, menyajikan,

dan menganalisis data kuantitatif secara deskriptif. Analisis distribusi frekuensi

digunakan untuk mendapatkan angka-angka yang merupakan respon dari unit-unit

analisis yang berbeda dan dituangkan dalam bentuk persentase. Krostabulasi

adalah sebuah teknik visual yang memungkinkan peneliti menguji relasi antarunit

analisis. Teknik ini akan memperlihatkan porsi masing-masing unit analisis

strategi komunikasi krisis di masing-masing situs.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

36

5. Uji Reliabilitas dan Validitas

Reliabilitas adalah pengukuran terhadap konsep-konsep penelitian untuk

mengetahui sejauh mana konsistensi hasil yang diberikannya jika diuji berkali-

kali terhadap objek yang sama sedangkan validitas merujuk pada sejauh mana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.

Penelitian analisis isi setidaknya menggunakan 2 koder untuk menguji reliabilitas

dan validitas antar koder. Reliabilitas dapat diperoleh dari rumus kappa reliabilitas

Cohen (Prajarto, 2010:65-66) yaitu,

Rumus Reliabilitas Cohen

Keterangan:

CR = koefisien reliabilitas

M = Jumlah pernyataan yang disetujui kedua pengode

N1 dan N2 = Jumlah pernyataan yang dikode oleh koder pertama dan kedua

Kemudian dicocokkan dengan Tabel Makna Besaran Kappa berikut:

Tabel 1.4 Makna Besaran Kappa

Kappa Statistik Kekuatan Persetujuan

< 0.00 Sangat Kecil

0.00 – 0.20 Kecil

0.21 – 0.40 Cukup

0.41 – 0.60 Besar

0.61 – 0.80 Sangat Besar

0.81 – 1.00 Nyaris Sempurna

CR = 2M : N1+N2

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104320/potongan/S1...sistem kendali pesawat berubah dari normal law ke alternate law (tempo.co, 2015). Dalam

37

Dari tabel tersebut, apabila hasilnya sudah mencapai kategori cukup, maka secara

otomatis reliabiltas dan validitas dari penelitian ini bisa dikatakan tidak

meragukan dan coding dalam penelitian ini bisa dipertanggungjawabkan.

Berikut ini adalah hasil uji reliabilitas2 yang peneliti dapatkan dengan

menggunakan rumus reliabilitas Cohen

Tabel 1.5 Hasil Uji Reliabilitas

No Unit Analisis CR

1. Penampilan fisik press release 0.88

2. Substansi press release 0.88

3. Strategi komunikasi krisis 0.91

4. Pemberian informasi 0.82

Rata-rata CR 0.87

Berdasarkan data tabel tersebut maka instrumen yang akan digunakan dalam

penelitian ini reliabel atau dapat dipertanggungjawabkan.

2 Telah diujikan kepada 2 koder terhadap 67 teks press release yang diambil secara acak. Jumlah

tersebut merupakan sample untuk uji reliabilitas yang masing-masing berjumlah 30 teks (50%) dari AirAsia dan 37 teks (50%) dari Malaysia Airlines. Perhitungan matematis yang lebih detail dapat dilihat pada halaman lampiran.