bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.ump.ac.id/7400/2/nur hidayat_bab i.pdf · mempunyai...

19
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masjid adalah lambang Islam. Masjid juga merupakan barometer atau ukuran dari keadaan dan kesadaran masyarakat muslim pada suatu tempat dan waktu. Keadaan suatu masjid adalah cerminan dari keadaan masyarakat yang ada di lingkungannya. Pembangunan masjid dapat pula bermakna pembangunan Islam dalam suatu masyarakat. Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah umat Islam terbesar di dunia tentunya banyak sekali mempunyai masjid-masjid, baik itu masjid-masjid baru yang mempunyai arsitektur modern atau masjid-masjid lama (kuna) yang mempunyai arsitektur bangunan yang klasik atau tradisional. Masing-masing masjid tersebut mempunyai arsitektur dan keunikan yang berbeda-beda sesuai dengan ciri khas masjid tersebut. Masjid merupakan bangunan yang digunakan oleh umat Islam untuk melaksanakan kegiatan peribadatan seperti shalat, mengaji, dan kegiatan peribadatan lainya. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah meningkatkan solidaritas dan silaturahmi di kalangan umat Islam (Ayub dkk, 1996: 2). Masjid-masjid lama yang terdapat di Jawa kebanyakan adalah masjid tipe tradisional dengan atap tumpang yaitu atap yang bersusun, semakin ke atas semakin 1 Sejarah, Peran, dan Arsitektur, Nur Hidayat, FKIP UMP, 2018

Upload: trannhan

Post on 19-Jul-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/7400/2/Nur Hidayat_BAB I.pdf · mempunyai menara seperti Masjid Kudus dan Masjid Agung Banten. Di Kabupaten Banyumas sendiri,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masjid adalah lambang Islam. Masjid juga merupakan barometer atau

ukuran dari keadaan dan kesadaran masyarakat muslim pada suatu tempat dan

waktu. Keadaan suatu masjid adalah cerminan dari keadaan masyarakat yang ada

di lingkungannya. Pembangunan masjid dapat pula bermakna pembangunan Islam

dalam suatu masyarakat.

Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah umat Islam terbesar di

dunia tentunya banyak sekali mempunyai masjid-masjid, baik itu masjid-masjid

baru yang mempunyai arsitektur modern atau masjid-masjid lama (kuna) yang

mempunyai arsitektur bangunan yang klasik atau tradisional. Masing-masing

masjid tersebut mempunyai arsitektur dan keunikan yang berbeda-beda sesuai

dengan ciri khas masjid tersebut.

Masjid merupakan bangunan yang digunakan oleh umat Islam untuk

melaksanakan kegiatan peribadatan seperti shalat, mengaji, dan kegiatan

peribadatan lainya. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah meningkatkan solidaritas

dan silaturahmi di kalangan umat Islam (Ayub dkk, 1996: 2).

Masjid-masjid lama yang terdapat di Jawa kebanyakan adalah masjid tipe

tradisional dengan atap tumpang yaitu atap yang bersusun, semakin ke atas semakin

1 Sejarah, Peran, dan Arsitektur, Nur Hidayat, FKIP UMP, 2018

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/7400/2/Nur Hidayat_BAB I.pdf · mempunyai menara seperti Masjid Kudus dan Masjid Agung Banten. Di Kabupaten Banyumas sendiri,

2

kecil dan yang paling atas biasanya semacam mahkota, bilangan atapnya selalu

ganjil, kebanyakan jumlah atapnya tiga atau lima. Desain bangunan masjid lama

merupakan hasil akulturasi antara masjid dengan tempat ibadah umat Hindhu. Ciri-

ciri masjid tradisional antara lain: (1) fondasi bangunan yang berbentuk persegi; (2)

Masjid itu tidak berdiri diatas tiang, seperti rumah Indonesia model kuna tetapi

diatas dasar yang padat; (3) Masjid itu mempunyai atap yang meruncing ke atas,

terdiri dari dua sampai lima tingkat, ke atas semakin kecil; (4) Masjid itu

mempunyai tambahan ruangan di sebelah barat atau barat laut, yang dipakai untuk

Mihrab; (5) Masjid itu mempunyai serambi, baik di depan maupun di kedua sisinya;

(6) Halaman di sekeliling masjid dibatasi oleh tembok dengan satu pintu masuk di

depan, disebut gapura (Pijper, 1992: 24). Masjid dengan tipe tradisional umumnya

merupakan masjid-masjid tua yang berusia lebih dari ratusan tahun seperti Masjid

Agung Demak, Masjid Agung Banten, Masjid Kudus, dan lain-lain. Selain tipe

tradisional, beberapa masjid modern di Jawa juga mengadopsi arsitektur bangunan

dari Eropa yaitu tipe Baroq dan Gothik. Masjid Besar Babul Qudus sendiri

kubahnya mengadopsi gaya Baroq. Ciri-ciri arsitektur Baroq adalah kubah masjid

berbentuk bulat.

Sebagian besar masjid yang terdapat di Jawa terutama masjid tipe

tradisional arsitekturnya masih dipengaruhi oleh Hindhu dan Budha. Hal tersebut

wajar karena pada masa lampau sebelum agama Islam datang ke nusantara

masyarakat sudah memeluk agama Hindhu dan Budha. Sebagai contoh Masjid

Agung Demak. Dengan bentuk atap berupa tajug tumpang tiga berbentuk segi

Sejarah, Peran, dan Arsitektur, Nur Hidayat, FKIP UMP, 2018

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/7400/2/Nur Hidayat_BAB I.pdf · mempunyai menara seperti Masjid Kudus dan Masjid Agung Banten. Di Kabupaten Banyumas sendiri,

3

empat, atap Masjid Agung Demak lebih mirip dengan bangunan suci umat Hidhu

yaitu Pura. Hal ini menunjukan bahwa para Wali Sanga selaku penyebar agama

Islam di tanah Jawa memiliki kemampuan untuk mengharmonisasikan kehidupan

sosial di tengah-tengah masyarakat Hindhu pada masa itu. Pada umumnya

arsitektur masjid di Jawa kebanyakan adalah masjid tipe tradisional dengan atap

tumpang dengan bentuk seperti kerucut, mempunyai mihrab, dan beberapa masjid

mempunyai menara seperti Masjid Kudus dan Masjid Agung Banten.

Di Kabupaten Banyumas sendiri, tepatnya di Kecamatan Jatilawang yang

terletak kurang lebih 30 km dari Kota Purwokerto juga memiliki masjid yang

berusia tua. Masjid ini dikenal dengan nama Masjid Besar Babul Qudus. Masjid

Besar Babul Qudus ini sudah berdiri sejak tahun 1926. Masjid Besar Babul Qudus

terletak di Desa Tunjung RT 05 RW 02, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten

Banyumas, Jawa Tengah. Masjid Besar Babul Qudus telah beberapa kali

mengalami renovasi. Renovasi terakhir terjadi pada 2013. Proses renovasi Masjid

pada tahun tersebut Babul Qudus dilaksanakan berbarengan dengan proses renovasi

alun-alun Jatilawang. Renovasi masjid tersebut dilakukan agar bangunan masjid

lebih megah dan modern. Masjid Besar Babul Qudus merupakan salah satu masjid

dengan konsep arsitektur modern di Kecamatan Jatilawang.

Keistimewaan masjid Babul Qudus dibandingkan dengan masjid pada

umumnya adalah arsitekturnya yang cukup menarik menyerupai masjid-masjid

modern yang terdapat di Indonesia seperti Masjid Kubah Mas di Jakarta serta

beberapa masjid di Timur Tengah (Arab Saudi). Hal tersebut dilatar belakangi oleh

Sejarah, Peran, dan Arsitektur, Nur Hidayat, FKIP UMP, 2018

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/7400/2/Nur Hidayat_BAB I.pdf · mempunyai menara seperti Masjid Kudus dan Masjid Agung Banten. Di Kabupaten Banyumas sendiri,

4

adanya renovasi total di Masjid Babul Qudus pada tahun 2013 lalu sehingga

bangunan masjid tampak lebih megah dan modern dari segi arsitekturnya.

Berdasarkan pemaparan di atas maka peneliti akan melakukan penelitian

untuk mengetahui lebih lanjut dengan judul penelitianya yaitu “SEJARAH,

PERAN, DAN ARSITEKTUR MASJID BESAR BABUL QUDUS

KECAMATAN JATILAWANG KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 1926-

2017”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat

dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah proses berdirinya Masjid Besar Babul Qudus ?

2. Bagaimanakah peran Masjid Besar Babul Qudus bagi masyarakat sekitar ?

3. Bagaimanakah arsitektur Masjid Besar Babul Qudus ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui proses berdirinya Masjid Besar Babul Qudus.

2. Untuk mengetahui peran Masjid Besar Babul Qudus bagi masyarakat

sekitar.

3. Untuk mengetahui arsitektur Masjid Besar Babul Qudus.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

referensi bagi penelitian yang berkaitan dengan sejarah, peran, dan

arsitektur masjid, pengembangan ilmu sejarah atau memperkaya konsep-

konsep ilmu pengetahuan, dan mendorong untuk penelitian selanjutnya.

Sejarah, Peran, dan Arsitektur, Nur Hidayat, FKIP UMP, 2018

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/7400/2/Nur Hidayat_BAB I.pdf · mempunyai menara seperti Masjid Kudus dan Masjid Agung Banten. Di Kabupaten Banyumas sendiri,

5

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pengelola, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan

evaluasi dalam mengelola masjid.

b. Bagi pengurus, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai arsip atau

dokumen penelitian.

c. Bagi masyarakat, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai referensi

untuk menambah pengetahuan masyarakat tentang Masjid Besar

Babul Qudus.

E. Kajian Pustaka

1. Pengertian Masjid

Masjid bagi umat Islam merupakan institusi yang paling penting

untuk membina suatu masyarakat muslim. Di masjid rasa kesatuan dan

persatuan umat Islam ditumbuhkan. Dalam bidang keagamaan, masjid

berfungsi sebagai tempat melakukan shalat baik fardhu maupun sunah.

Masjid juga mempunyai fungsi sosial, di masjid juga berlangsung proses

pendidikan, terutama pendidikan keagamaan, pengajian dan kegiatan sosial

lainya.

Masjid pada zaman Islam merupakan institusi politik dan

pemerintahan karena dilangsungkanya musyawarah politik, latihan militer,

dan administrasi negara. Dalam catatan sejarah Islam, lembaga-lembaga

pendidikan Islam bermula dari masjid (Indah, 2013: 16).

Keberadaan masjid sangat penting sekali bagi umat Islam karena

selain berperan sebagai tempat ibadah, masjid merupakan simbol agama

Sejarah, Peran, dan Arsitektur, Nur Hidayat, FKIP UMP, 2018

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/7400/2/Nur Hidayat_BAB I.pdf · mempunyai menara seperti Masjid Kudus dan Masjid Agung Banten. Di Kabupaten Banyumas sendiri,

6

terutama untuk masyarakat Islam pada umumnya. Selain itu masjid juga

digunakan masyarakat Islam untuk memperkuat Ukhuwah Islamiyah atau

memperkuat tali silaturahmi sesuai dengan ajaran Islam sehingga dapat

meningkatkan ikatan persaudaraan dan solidaritas di kalangan umat Islam.

Jika umat Islam tidak memiliki masjid maka rasa persatuan dan

kesatuan di kalangan umat Islam tidak akan terbentuk karena mereka tidak

mempunyai tempat untuk berkumpul dan bersosialisasi. Jadi dapat

disimpulkan bahwa keberadaan masjid sangat penting bagi umat Islam

dimanapun mereka berada.

Pada masa lampau, terutama di Jawa Masjid Besar atau Masjid

Agung letaknya sangat strategis yaitu berada didekat alun-alun kota.

Berdasarkan penjabaran tersebut, menurut kosmologis Jawa (sistem

mancapat) tata kota di Pulau Jawa pada masa lampau meliputi kawedanan,

alun-alun, penjara, masjd, dan pasar. Bangunan tersebut berdada di masing-

masing penjuru mata angin. Misal: masjid berada di sebelah barat, penjara

di sebelah selatan, Pasar di sebelah timur, dan kawedanan berada di utara.

Alun-alun biasanya terletak di tengah-tengah wilayah tersebut.

Gaya arsitektur masjid di Jawa Tengah secara umum berbeda dengan

masjid di daerah lain. Berdasarkan data yang tampak bahwa bentuk-bentuk

bangunan tersebut dipengaruhi oleh lingkungan dan tradisi budaya yang

berkembang di masyarakat. Masjid di Jawa Tengah pada umumnya

merupakan perkembangan benrtuk dari bangunan religi yang pernah hidup

di masyarakat yang telah dipadukan dengan bangunan tradisional di Jawa

Sejarah, Peran, dan Arsitektur, Nur Hidayat, FKIP UMP, 2018

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/7400/2/Nur Hidayat_BAB I.pdf · mempunyai menara seperti Masjid Kudus dan Masjid Agung Banten. Di Kabupaten Banyumas sendiri,

7

Tengah. Masjid bagi umat Islam merupakan salah satu bentuk ungkapan

realitas dari emosi dan keagamaan. Pendirian bangunan suci tersebut

didasari komitmen tanpa pamrih dan hati yang suci. Hal ini sebagai bentuk

penghormatan tertinggi kepada penguasa dan pencipta alam semesta

(Nugroho, 2011: 41).

Asal usul arsitektur jawa, sejauh ini berpendapat bahwa rumah

tradisional Jawa setelah datangnya Islam di Pulau Jawa, seperti yang

sekarang ditemui diderah Jawa Tengah, sama dengan rumah Jawa zaman

Hindhu Majapahit. Kedatangan Islam dari China selatan pada abad ke-16

tidak memberi dampak pada transformasi arsitektur. Para ahli arkeologi ber

argumentasi bahwa pengaruh Islam di Jawa tidak mengubah tradisi

sebelumnya (Pratiwo, 2010: 246).

2. Penelitian yang relevan

Febri Hermawan (2012) dalam penelitianya yang berjudul Masjid

Jami Soko Tunggal Kebumen Sebagai Situs Budaya Warisan Indonesia,

menjelaskan bahwa Masjid saka mempunyai arti Masjid yang ditopang satu

tiang (saka). Saka Tungga sebagai penopang utama bangunan masjid jami

Saka Tunggal yang berbentuk segi empat dengan ukuran 30 x 30 cm. saka

Tunggal tersebut menjulang ke atas sekitar 4 meter tingginya. Saka Tunggal

memiliki makna filosofis tersendiri karena Saka Tunggal memiliji makna

ke-esaan kepada Allah SWT sebagai sang pencipta tunggal alam semesta

sehinga Masjid Saka Tunggal tersebut tempat untuk meyakini bahwa Allah

Sejarah, Peran, dan Arsitektur, Nur Hidayat, FKIP UMP, 2018

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/7400/2/Nur Hidayat_BAB I.pdf · mempunyai menara seperti Masjid Kudus dan Masjid Agung Banten. Di Kabupaten Banyumas sendiri,

8

itu tunggal atau Esa. Sementara itu dalam kaitanya dengan sejarah

perjuangan, keberadaan masjid itu juga menjadi simbol sata tekad untuk

mengusir penjajah dari bumi nusantara karena Masjid Jami Saka Tunggal

Kebumen didirikan pada masa penjajahan Belanda.

Laely Wijaya (2008), dalam penelitianya yang berjudul Masjid

Merah Panjunan Cirebon (Kajian Historis-Arkeologis), menjelaskan

berdirinya Masjid Merah Panjunan Cirebon serta proses akulturasi budaya

masa pra-islam yang datang setelah agama Hindhu-Budha di Indonesia.

Wujud akulturasi tersebut dapat dilihat dari adanya unsur-unsur budaya

yang ada pada arsitektur masjid Merah Panjunan. Meskipun dalam

penelitian ini tidak menyebutkan Masjid Babul Qudus namun penelitian ini

dapat dijadikan rujukan bagi penulis untuk meneliti Masjid Babul Qudus

yang berada di Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas.

Nugroho Bramasto Aji (2011) dalam penelitianya yang berjudul

Sejarah dan Arsitektur Masjid Raden Sayyid Kuning, menceritakan sejarah

dan arsitektur Masjid Raden Sayyid Kuning serta dampak bagi

perkembangan islam dan perencanaan perkembangan masjid pada masa

berikutnya di sekitar Purbalingga. Meskipun dalam penelitian ini tidak

menyebutkan Masjid Babul Qudus, namun penelitian ini dapat dijadikan

rujukan bagi penulis untuk meneliti Masjid Babul Qudus.

Beberapa hasil penelitian yang telah disebutkan di atas tidak

mengkaji latar belakang sejarah, peran, dan arsitektur Masjid Babul Qudus.

Sejarah, Peran, dan Arsitektur, Nur Hidayat, FKIP UMP, 2018

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/7400/2/Nur Hidayat_BAB I.pdf · mempunyai menara seperti Masjid Kudus dan Masjid Agung Banten. Di Kabupaten Banyumas sendiri,

9

Dalam hal ini yang membedakan penelitian-penelitian yang pernah

dilakukan sebelumnya adalah penelitian ini merupakan penelitian yang

membahas tentang sejarah, peran, dan arsitektur Masjid Babul Qudus

Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas.

F. Landasan Teori dan Pendekatan

1. Landasan Teori

a. Sejarah Masjid

Kata masjid berasal dari bahasa Arab masjidun, kemudian berubah

dalam bahasa Indonesia menjadi masjid, yang secara harfiah berarti tempat

sujud, tempat sembahyang, tetapi makna yang terkandung di dalamnya

sebenarnya jauh lebih luas daripada sekedar sujud (Hanafiah, 1988: 10).

Di Indonesia sendiri, tepatnya di Pulau Jawa masjid sudah ada sejak

zaman kerajaan Islam berdiri. Masjid yang sudah ada pada masa tersebut

antara lain Masjid Agung Demak, Masjid Agung Banten dan lain lain. Pada

mulanya masjid di Indonesia bentuknya seperti bangunan peribadatan Umat

Hindhu (Pura) atapnya berbentuk kerucut serta struktur bangunanya terbuat

dari kayu. Lambat laun bagunan masjid di Indonesia lebih modern dan

mengadopsi model dari Negara lain seperti Arab Saudi. Pada masa sekarang

ini masjid-masjid kuna masih berdiri kokoh sampai saat ini karena

bangunan tersebut mempunyai nilai historis.

Masjid pertama di Pulau Jawa adalah Masjid Agung Demak. Masjid

Agung Demak sebagai lambang kekuasaan bercorak Islam adalah sisi tak

terpisahkan dari Kesultanan Demak Bintaro. Kegiatan Walisanga yang

Sejarah, Peran, dan Arsitektur, Nur Hidayat, FKIP UMP, 2018

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/7400/2/Nur Hidayat_BAB I.pdf · mempunyai menara seperti Masjid Kudus dan Masjid Agung Banten. Di Kabupaten Banyumas sendiri,

10

berpusat di Masjid itu. Disanalah tempat kesembilan wali bertukar pikiran

tentang soal-soal keagamaan.

Masjid Agung Demak didirikan oleh Walisanga secara bersama-

sama. Babad Demak menunjukan bahwa masjid ini didirikan pada tahun

Saka 1399 (1477 M) yang ditandai oleh candra sengkala Lawang Trus

Gunaning Janni, sedangkan pada gambar bulus yang berada di mihrab

masjid ini terdapat lambing tahun Saka 1401 yang menunjukan bahwa

masjid ini berdiri pada tahun 1479. Pada awalnya, Masjid Agung Demak

menjadi pusat kegiatan Kerajaan Islam pertama di Jawa. Bangunan ini juga

dijadikan para wali untuk mengadakan Sekaten. Pada upacara Sekaten,

dibunyikanlah gamelan dan rebana di depan serambi masjid, sehingga

masyarakat berduyun-duyun mengerumuni dan memenuhi depan gapura.

Lalu para Wali mengadakan semacam pengajian akbar, sehingga rakyat pun

secara sukarela dituntun mengucapkan dua kalimat syahadat (Shodikin,

2013: 11).

Cepatnya Kota Demak berkembang menjadi pusat perniagaan dan

lalu lintas serta pusat kegiatan pengislaman, tidak lepas dari keberkahan

Masjid Agung Demak. Dari sinilah para Wali dan Raja dari Kesultanan

Demak mengadakan perluasan kekuasaan yang dibarengi oleh kegiatan

dakwah Islam ke seluruh Jawa (Shodikin, 2013: 12).

b. Peran Masjid

Menurut Suherman (2012: 62) dalam bukunya yang berjudul

Manajemen Masjid, mencatat bahwa dalam sejarah perjalananya, masjid

Sejarah, Peran, dan Arsitektur, Nur Hidayat, FKIP UMP, 2018

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/7400/2/Nur Hidayat_BAB I.pdf · mempunyai menara seperti Masjid Kudus dan Masjid Agung Banten. Di Kabupaten Banyumas sendiri,

11

yang pertama kali didirikan Nabi (Masjid Nabawi) tidak kurang dari

sepuluh fungsi yang diembannya, yaitu:

1) Tempat ibadah (shalat dan dzikir)

2) Tempat konsultasi dan komunikasi

3) Tempat pendidikan

4) Tempat santunan sosial

5) Tempat latihan militer

6) Tempat pengelolaan korban perang

7) Tempat perdamaian

8) Aula tempat menerima tamu

9) Tempat menawan tahanan

10) Pusat penerangan dan pembelaan agama.

Menurut Suherman (2012: 63) Masjid pada masa silam mampu

berperan sedemikian luas karena:

1) Keadaan masyarakat yang masih sangat berpegang teguh

kepada nilai, norma, jiwa, dan agama.

2) Kemampuan Pembina-pembina masjid berhubungan sosial

dan kebutuhan masyarakat dengan uraian dan kegiatan masjid.

Dalam sejarah dakwah Rasulullah SAW. Terutama dalam periode

Madinah, eksistensi masjid tidak hanya dimanfaatkan sebagai pusat ibadah

yang bersifat mukhadah/khusus, seperti shalat tapi juga mempunyai peran

sebagai berikut:

Sejarah, Peran, dan Arsitektur, Nur Hidayat, FKIP UMP, 2018

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/7400/2/Nur Hidayat_BAB I.pdf · mempunyai menara seperti Masjid Kudus dan Masjid Agung Banten. Di Kabupaten Banyumas sendiri,

12

a) Dalam keadaan darurat, setelah mencapai tujuan hijrah di

Madinah, beliau bukanya mendirikan benteng pertahanan

untuk menjaga-jaga dari kemungkingan serangan musuh tetapi

lebih dahulu membangun masjid;

b) Kalender Islam yaitu tahun Hijriah dimulai dengan pendirian

masjid yang pertama, yaitu pada tanggal 12 Rabiul Awal,

permulaan tahun baru Hijriah kemudian jatuh pada tanggal 1

Muharam;

c) Di Mekkah agama Islam tumbuh dan di Madinah agama Islam

berkembang. Pada kurun pertama atau periode Makkiyah Nabi

Muhammad SAW mengajarkan Dasar-dasar agama.

Memasuki kurun waktu kedua atau periode Madaniyah Nabi

SAW menandai tapal batas itu dengan mendirikan masjid.

d) Masjid menghubungkan ikatan yang terdiri dari kelompok

orang Muhajirin dan Anshar dengan landasan keimanan

kepada Allah SWT; dan

e) Masjid didirikan oleh orang-orang taqwa secara bergotong

royong untuk kemaslahatan bersama (Ayub dkk, 1996: 10).

Sejarah, Peran, dan Arsitektur, Nur Hidayat, FKIP UMP, 2018

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/7400/2/Nur Hidayat_BAB I.pdf · mempunyai menara seperti Masjid Kudus dan Masjid Agung Banten. Di Kabupaten Banyumas sendiri,

13

Fungsi masjid akan semakin terlihat pada bulan Ramadahan. Pada

bulan ini berbagai kegiatan ibadah dilakukan di masjid. Kegiatan tersebut

ada yang bersifat vertikal yaitu menekankan hubungan dengan Allah SWT

seperti i`tikaf atau berdiam diri di masjid beberapa waktu, membaca ayat-

ayat suci Al-Qur`an, meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah, shalat

tarawih dan ibadah lainya.aktivitas ibadah lainya yang dilakukan didalam

masjid pada bulan Ramadahan adalah aktifitas yang bersifat horizontal atau

bersifat sosial (menekankan hubungan sesama manusia) seperti pembayaran

zakat mal dan zakat fitrah. Peran sosial masjid juga terlihat dari terbukanya

masjid bagi para musafir (orang yang sedang dalam perjalanan) untuk

digunakan sebagai tempat menginap atau istirahat sementara. Selain itu

pelaksanaan akad nikah juga sering dilaksanakan di masjid (Juliadi, 2007:

12).

Umat Islam patut bersyukur bahwa dalam dekade akhir-akhir ini

masjid semakin tumbuh dan berkembang. Baik dari segi jumlahnya maupun

keindahan arsitekturnya. Hal ini menunjukan adanya peningkatan

kehidupan sosial ekonomi umat, dan semaraknya kehidupan keagamaan.

c. Arsitektur Masjid

Arsitektur merupakan hasil proses perancangan dan pembangunan

oleh seseorang atau sekelompok orang dalam memenuhi kebutuhan ruang

untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut dan

batasan yang dimaksud dengan masjid, maka secara umum arsitektur masjid

Sejarah, Peran, dan Arsitektur, Nur Hidayat, FKIP UMP, 2018

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/7400/2/Nur Hidayat_BAB I.pdf · mempunyai menara seperti Masjid Kudus dan Masjid Agung Banten. Di Kabupaten Banyumas sendiri,

14

adalah bangunan untuk sembahyang berjamaah pada hari jum`at dan ibadah

islam lainya dengan fungsi majemuk sesuai dengan perkembangan zaman.

Dalam perjalanan waktu, arsitektur masjid berkembang semakin

kompleks karena kecenderungan arsitektur masjid tersebut memasukan

budaya daerah (vernacularisme), namun perkembangan itu tidak lepas pula

dan pengaruh dan bentuk konsep dari pengaruh dan konsep yang lebih

dahulu ada. Sebagai contoh pemakaian kubah yang sejak ada sejak abad ke-

1 zaman Romawi dan dikembangkan pada zaman Bizantie sejak abad ke-3

dan zaman berikutnya (Juliadi, 2007: 52).

Seiring dengan perkembangan budaya manusia, percampuran unsur

budaya dalam arsitektur masjid kini semakin kompleks, terutama dalam

aspek perhubungan dan teknologi komunikasi, semakin banyak orang

bepergian dan berkomunikasi semakin banyak pula pengalaman yang

diperoleh sehingga percampuran budaya semakin cepat dan kompleks

(Juliadi, 2007: 53).

Masjid lama mempunyai ciri arsitektur sendiri dibandingkan dengan

masjid modern. Ciri-ciri masjid lama antara lain:

a. Atap tumpang, yaitu atap yang bersusun, semakin ke atas semakin

kecil dan yang paling atas biasanya semacam mahkota, bilangan

atapnya selalu ganjil, kebanyakan jumlah atapnya tiga atau lima.

Atap tumpan ini juga terdapat di Bali pada Upacara Ngaben

(Upacara Pembakaran mayat) atau relief Candi Jawa Timur.

Sejarah, Peran, dan Arsitektur, Nur Hidayat, FKIP UMP, 2018

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/7400/2/Nur Hidayat_BAB I.pdf · mempunyai menara seperti Masjid Kudus dan Masjid Agung Banten. Di Kabupaten Banyumas sendiri,

15

b. Tidak mempunyai menara karena pemberitahuan waktunya

menggunakan bedug. Dari masjid tua lainya hanya Masjid Kudus

dan Masjid Agung Banten yang menggunakan menara.

c. Masjid masjid tua biasanya dibangun di dekat Istana atau keraton

yang mempunyai letak yang tetap dan selalu terletak di sebelah barat

lapangan atau alaun-alun dengan pohon beringin kembar. Di

belakang atau di sekitar area masjid terdapat makam-makam.

Rangkaian makam dan masjid ini pada hakikatnya adalah kelanjutan

dari fungsi candi pada zaman Hindhu-Budha (Sunanto, 2007: 95-

97).

2. Pendekatan

Berdasarkan objek penelitianya, yaitu Masjid Babul Qudus, yang

mengkaji tentang sejarah, peran, dan arsitektur sehingga pendekatan yang

dilakukan oleh peneliti adalah pendekatan antropologi dan pendekatan

sosiologi. Pendekatan antropologi adalah ilmu yang membahas tentang

sistem kebudayaan masyarakat sekitar. Pendekatan antropologi digunakan

untuk menjelaskan arsitektur Masjid Babul Qudus. Penelitian sejarah

memerlukan data yang bersifat antropologis karena data yang relevan

adalah persoalan kebudayaan (Priyadi, 2013: 73). Pendekatan sosiologi

adalah adalah ilmu yang mempelajari kehidupan sosial masyarakat yang

mengkaji interaksi sosial yang terjadi di masyarakat (Kartodirdjo, 1992:

144). Pendekatan sosiologis digunakan untuk mengungkap peranan, fungsi,

dan kegiatan kerohanian sosial di Masjid Babul Qudus. Pendekatan ini

Sejarah, Peran, dan Arsitektur, Nur Hidayat, FKIP UMP, 2018

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/7400/2/Nur Hidayat_BAB I.pdf · mempunyai menara seperti Masjid Kudus dan Masjid Agung Banten. Di Kabupaten Banyumas sendiri,

16

dilakukan dengan mengamati aktifitas di masjid baik pada saat shalat wajib

maupun aktifitas keagamaan lainya.

G. Metode Penelitian

Dalam penyusunan penelitian ini, peneliti dihadapkan pada tahap-tahap

pemilihan metode atau teknik pelaksanaan penelitian. Sesuai dengan pokok

permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini maka peneliti menggunakan

metode historis. Metode Historis adalah penelitian terhadap kejadian-kejadian pada

masa lampau dengan menggunakan analisis logis atau sering disebut sebagai

penelitian sejarah (Iskandar, 2009: 54). Langkah-langkah penelitian sejarah adalah

sebagai berikut:

1. Heuristik

Heuristik adalah langkah-langkah dalam mencari dan menemukan data

langsung (Priyadi, 2013: 112). Dalam hal ini peneliti terlebih dahulu melakukan

observasi ke Masjid Babul Qudus untuk melihat-lihat bangunan masjid, arsitekur

masjid, serta fasilitas yang ada di masjid tersebut. Kemudian peneliti

mewawancarai takmir Masjid Besar Babul Qudus. Setelah pihak masjid

mengerti dan memahami bahwa kedatangan penulis betul-betul untuk keperluan

akademis maka pengelola Masjid Besar Babul Qudus memberikan pelayanan

yang baik dan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan peneliti. Narasumber

yang peneliti temui mengerti sejarah Masjid Besar Babul Qudus.

Pada tahapan ini peneliti menggunakan metode wawancara untuk mencari

informasi tentang seluk beluk Masjid Babul Qudus. Wawancara adalah cara

untuk mencari data sejarah dengan menggali kesaksian dari informan kunci,

Sejarah, Peran, dan Arsitektur, Nur Hidayat, FKIP UMP, 2018

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/7400/2/Nur Hidayat_BAB I.pdf · mempunyai menara seperti Masjid Kudus dan Masjid Agung Banten. Di Kabupaten Banyumas sendiri,

17

yaitu pelaku dan penyaksi sejarah. Peneliti menngunakan model wawancara

terstruktur. Wawancara terstruktur adalah format masalah yang akan diteliti dan

telah ditentukan oleh peneliti (Iskandar, 2009: 131). Wawancara dilakukan

dengan narasumber seperti takmir Masjid Babul Qudus, Kepala Desa Tunjung,

ustad atau kyai, dan masyarakat dilingkungan masjid yang mengetahui sejarah,

arsitektur, dan peran Masjid Babul Qudus Kecamatan Jatilawang Kabupaten

Banyumas.

2. Kritik atau Verifikasi

Verifikasi pada penelitian sejarah identik dengan kritik sumber, yaitu kritik

ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern bertujuan untuk mencari otentitas atau

keaslian sumber. Sedangkan kritik intern digunakan untuk menilai apakah isi

sumber tersebut memilki kredibilitas (dipercaya) atau tidak (Priyadi, 2013: 118).

Pada tahapan kritik ekstern peneliti beusaha untuk mencari keaslian sumber

sedangkan dalam kritik intern peneliti akan menyelidiki apakah isi sumber

tersebut dapat dipercaya (kredibel) atau tidak. Pada tahapan ini peneliti

melakukan perbandingan antara data yang diperoleh dari narasumber Masjid

Babul Qudus dengan keterangan yang diberikan oleh narasumber. Kemudian

peneliti akan memverifikasi data-data tersebut.

3. Interpretasi

Interpretasi nama lainya adalah penafsiran. Interpretasi adalah upaya

menafsirkan atau memberi makna kepada fakta-fakta (facts) atau bukti-bukti

sejarah (evidences). Interpretasi diperlukan karena pada dasarnya bukti-bukti

sejarah sebagai saksi (witness) realitas di masa lampau adalah hanya saksi-saksi

Sejarah, Peran, dan Arsitektur, Nur Hidayat, FKIP UMP, 2018

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/7400/2/Nur Hidayat_BAB I.pdf · mempunyai menara seperti Masjid Kudus dan Masjid Agung Banten. Di Kabupaten Banyumas sendiri,

18

bisu belaka (Daliman, 2012 : 81). Pada bagian ini peneliti menafsirkan fakta-

fakta sejarah yang terdiri dari (1) mentifact (kejiwaan), (2) sosifact (hubungan

sosial), dan (3) artifact (benda) (Priyadi, 2013: 112). Dalam menginterpretasikan

fakta sejarah ini, peneliti berusaha mendeskripsikan hal-hal secara detail

mengenai fakta-fakta yang disebut analisis. Fakta-fakta diatas harus ditafsirkan

setelah tahapan kritik ekstern dan kritik intern. Tanpa interpretasi, fakta-fakta

tersebut tidak bisa berbicara sendiri (Priyadi, 2013: 122). Pada tahapan ini

peneliti melakunan interpretasi dengan cara menafsirkan data yang diperoleh di

lapangan, baik dalam bentuk dokumen ataupun dalam bentuk kutipan

wawancara dari pengurus masjid dan masyarakat sekitar. Peneliti melakukan

Interpretasi agar terhindar dari unsur subjektifitas.

4. Historiografi

Historiografi merupakan puncak dari metode sejarah. Penyajian laporan

penelitian meliputi (1) pengantar, (2) hasil penelitian, (3) simpulan (Priyadi,

2013: 123). Menulis sejarah merupakan suatu kegiatan intelektual dan ini suatu

cara yang utama untuk memahami sejarah (Sjamsudin, 2007: 156). Pada tahapan

ini peneliti menyajikan laporan penelitian dari awal hingga akhir yang meliputi

masalah-masalah yang telah diajukan yaitu berupa mengumpulkan dokumen

sebagai sumber terhadap obyek yang telah diteliti, mengumpulkan kutipan

wawancara dari narasumber, dan catatan lainya yang menyangkut dengan

penelitian.

Sejarah, Peran, dan Arsitektur, Nur Hidayat, FKIP UMP, 2018

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/7400/2/Nur Hidayat_BAB I.pdf · mempunyai menara seperti Masjid Kudus dan Masjid Agung Banten. Di Kabupaten Banyumas sendiri,

19

H. Sistematika Penyajian

Agar skripsi ini terencana dan tersusun dengan baik maka peneliti akan

menjelaskan sistematika yang terdiri dari lima bab.

Bab pertama, Pendahuluan berisi tentang: latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, landasan teori dan

pendekatan, metode penelitian, dan sistematika penyajian yang merupakan

gambaran singkat mengenai urutan pembahasan dari penulisan skripsi. Bab inilah

yang menjadi kerangka dasar pemikiran dan kemungkinan menjadi landasan bagi

peneliti untuk memulai penelitian dengan objek Masjid Babul Besar Qudus.

Bab kedua, Latar Belakang berdirinya Masjid Besar Babul Qudus. Berisi

tentang kondisi lingkungan masjid, proses berdirinya Masjid Babul Qudus, serta

letak dan fasilitas masjid.

Bab ketiga, Peran Masjid Besar Babul Qudus. Pada bagian ini akan

dijabarkan mengenai peran keagamaan, dan peran sosial.

Bab keempat, Arsitektur Masjid Babul Besar Qudus. Pada bagian ini akan

dijabarkan mengenai gaya bangunan, eksterior dan interior masjid, serta filosofi

bangunan masjid.

Bab kelima, penutup berisi tentang simpulan dan saran.

Sejarah, Peran, dan Arsitektur, Nur Hidayat, FKIP UMP, 2018