dari masjid membangun umat ala masjid jogokariyan

24
Makalah DARI MASJID MEMBANGUN UMAT ALA MASJID JOGOKARIYAN Disusun guna memenuhi tugas matakuliah Pemikiran dan Peradaban Islam Dosen Pengampu: Prof. Dr. Faisal Ismail, M.A Oleh: Rizqi Anfanni Fahmi (14913021) PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER STUDI ISLAM FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2015

Upload: rizqi-anfanni-fahmi

Post on 14-Sep-2015

64 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Dari Masjid Membangun Umat Ala Masjid Jogokariyan

TRANSCRIPT

  • Makalah

    DARI MASJID MEMBANGUN UMAT

    ALA MASJID JOGOKARIYAN

    Disusun guna memenuhi tugas matakuliah Pemikiran dan Peradaban Islam

    Dosen Pengampu: Prof. Dr. Faisal Ismail, M.A

    Oleh:

    Rizqi Anfanni Fahmi (14913021)

    PROGRAM PASCASARJANA

    MAGISTER STUDI ISLAM

    FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM

    UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

    2015

  • 1

    A. PENDAHULUAN

    Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia dengan jumlah penduduk

    207.176.162 jiwa pada tahun 2010 atau sebesar 87,18% dari total penduduk Indonesia

    yang berjumlah 237.641.326 jiwa.1 Besarnya populasi muslim di Indonesia tentu

    berbarengan pula dengan besarnya jumlah masjid. Menurut data kemenag tahun 2013,

    jumlah masjid di Indonesia adalah 731.096 bangunan.2

    Kata masjid terulang sebanyak 28 kali dalam Al-Quran. Dari segi bahasa, kata

    tersebut diambil dari akar kata sajada-sujudan, yang berarti patuh, taat, serta tunduk

    dengan penuh hormat dan takzim.3 Di masa Nabi SAW ataupun setelahnya, masjid

    menjadi pusat atau sentral kegiatan kaum muslimin. Kegiatan di bidang pemerintahan

    pun mencakup politik, ekonomi, sosial, militer-, dibahas dan dipecahkan di masjid.4

    Masjid tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat Islam dalam mencapai cita-

    citanya. Namun, seringkali perannya menjadi kacau ataugagal karena pengelolaannya

    yang kurang tepat. Walaupun sepanjang perjalanan umat Islam posisi masjid tetap

    menjadi tempat yang diperhitungkan untuk pembinaan umat, tetapi karena

    pengelolaannya tidak dilakukan dengan manajemen yang modern, maka dampaknya

    terhadap kehidupan sosial dan budaya kurang signifikan.5

    Mengelola masjid pada zaman sekarang memerlukan ilmu dan keterampilan

    manajemen metode, perencanaan, strategi, dan model evaluasi yang dipergunakan

    dalam manajemen modern merupakan alat bantu yang juga diperlukan dalam

    manajemen masjid modern.6 Masjid kita, nyaris tak punya kepedulian needs

    jamaahnya. Ini bukan sekadar dugaan, tapi betul-betul kenyataan. Padahal di zaman

    Rasulullah Masjid merupakan pusat pengembangan umat Nyaris di hampir seluruh

    bidang strategis: ekonomi, sosial politik, budaya, dan pendidikan semuanya tergarap

    1 Badan Pusat Statistik (BPS), diakses dari http://www.bps.go.id/ pada hari Senin, 12 Januari 2015

    pukul 20.50 WIB.

    2 Repubilka, DMI Bentuk Tim Survei Masjid, dikutip dari

    http://www.republika.co.id/berita/koran/khazanah-koran/14/10/01/ncrd0i33-dmi-bentuk-tim-survei-masjid

    pada hari Senin, 12 Januari 2015 pukul 21.10 WIB.

    3 Budiman Mustofa, Manajemen Masjid, (Surakarta: Ziyad Visi Media, 2007), hlm. 16.

    4 Mohammad E. Ayub, Manajemen Masjid: Petunjuk Praktis Bagi Para Pengurus, (Yogyakarta: Gema

    Insani Press, 1996), hlm. 2.

    5 Supardi dan Teuku Amiruddin, Konsep, hlm. viii

    6 Ibid, hlm. 29.

  • 2

    dengan baik. Bahkan, ketika awal-awal hijrah ke Madinah, masjidlah yang pertam-

    tama beliau berdirikan.7

    Kini, pengurus masjid semakin menyadari bahwa zaman sudah berubah. Mereka

    juga paham bahwa needs jamaah masjid juga sudah bergeser menuju kepada

    keanekaragaman kebutuhan. Oleh karena itu, kerja pengurus masjid sudah tidak bisa

    asal-asalan lagi karena merekalah yang menerima amanah jamaah untuk memimpin

    dan mengelola masjid dengan baik.8

    Peran masjid sangatlah penting dalam pembangunan masyarakat dan umat Islam

    secara khusus. Inilah yang kemudian ditangkap Muhammad Jazir ASP, seorang

    revolusioner, sejarawan, sekaligus kritikus sosial. Masjid-masjid yang ada di

    Indonesia, masih jauh dari apa yang dulu dilakukan Rasulullah SAW. Masjid-masjid

    hanya dijadikan simbol keagamaan saja, namun sangat tidak dirasakan kehadirannya di

    masyarakat sebagai solusi bagi berbagai permasalahan umat. Untuk itu, fungsi dan ruh

    masjid harus dikembalikan pada fungsinya.

    Sebagai medianya, beliau meneruskan apa yang telah dirintis ayah beliau, yakni

    Masjid Jogokariyan, yang terletak di Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta.

    Masjid ini benar-benar dikelola secara profesional dan modern sehingga masyarakat

    sekitar sangat merasakan manfaat kehadiran masjid. Jangan heran, setiap sholat lima

    waktu, masjid ini selalu penuh, bahkan sampai di serambi-serambi masjid.

    Masjid Jogokariyan juga telah banyak menjadi subjek penelitian berbagai

    kalangan, mulai dari skripsi, tesis, desertasi dalam negeri dan juga luar negeri. Ada

    yang dari Jepang, Amerika, Perancis. Mereka tertarik dengan bagaimana perubahan

    masyarakat yang terjadi di sana. Selain itu,banyak pula diteliti terkait bagaimana peran

    masjid di bidang ekonomi, sosial, dan kesehatan.

    Karena itulah, tidak heran kemudian masjid ini menjadi masjid percontohan

    nasional9 dan menjadi mendapat predikat masjid terbaik keempat di Indonesia setelah

    masjid Al-Azhar, Al-Ikhlas Jatipadang, dan Masjid Sunda Kelapa yang ketiganya ada

    di Jakarta. Artinya, Masjid Jogokariyan adalah masjid terbaik di Indonesia di luar

    7 Supardi dan Teuku Amiruddin, Konsep Manajemen Masjid: Optimalisasi Peran Masjid, (Yogyakarta:

    UII Press, 2001), hlm. 8.

    8 Mohammad E. Ayub, Manajemen, hlm. 101.

    9 Danar Widiyanto, Manajemen Masjid Tidak Boleh Kalah dari Manajemen Hotel,

    http://krjogja.com/read/207893/manajemen-masjid-tidak-boleh-kalah-dari-manajemen-hotel.kr 11 Maret

    2014, Diakses pada hari Jumat, 10 April 2015 pukul 13.44

  • 3

    Jakarta.10

    Hal ini menjadi menarik untuk dikaji, bagaimana kemudian pemikiran-

    pemikiran Muhammad Jazir ASP sebagai penggerak utama, dalam menggodok dan

    menjalankan organisasi masjid di era modern ini sehingga kampung Jogokariyan

    mengalami revolusi dalam bidang sosial, politik, ekonomi, dan tentunya keagaaman.

    Dari Masjid Membangun Umat, itulah prinsip yang digunakan oleh beliau beserta

    jajaran pengurus masjid. Untuk itu, penulis mencoba menggali langsung dari sumber

    primer, yaitu beliau sendiri, Muhammad Jazir ASP. Mulai dari awal masjid ini

    didirikan, proses perubahan, hingga kemudian konsep manajemen masjid yang

    dijalankan masjid Jogokariyan. Berikut ini adalah pemaparan selengkapnya.

    B. SEJARAH AWAL

    Nama lengkap beliau adalah Muhammad Jazir ASP. ASP adalah nama ayah beliau,

    yakni Amin Said, yang merupakan satu di antara perintis masjid Jogokariyan. Beliau

    lahir di Kota Yogyakarta pada 29 Jumadil Awal 1382 H atau 28 Oktober 1962,

    tepatnya di Kampung Jogokariyan, yang kemudian menjadikan beliau menjadi dikenal

    banyak orang.

    Beliau adalah lulusan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun

    1982 Tokoh inspirasi beliau adalah bagaimana proses awal dakwah Islam masuk ke

    Nusantara. Menurut beliau, dakwah yang dilakukan untuk menyebarkan Islam di

    Nusantara sangatlah terencana dan tidak sporadis sehingga berhasil mengubah

    masyarakat yang dulu mayoritas Hindu menjadi mayoritas Muslim tanpa harus

    merusak simbol-simbol agama lain.

    Beliau mencontohkan bagaimana Sultan Muhammad I membuat agen-agen

    perubahan. Mereka tidak hanya sekadar ahli agama, namun merek adalah orang-orang

    yang juga profesional. Mahdum Ibrahim seorang ahli irigasi yang juga ahli agama, ia

    mengubah daerah rawa-rawa di wilayah Gresik menjadi sawah produktif. Dari sini,

    dapat diambil sebuah gagasan, ke depannya masjid juga harus diisi orang-orang yang

    tidak hanya ahli agama, tetapi juga menguasai berbagai bidang ilmu dan profesional.

    Masjid yang ingin menjaga kesehatan jamaahnya, maka perlu dokter. Untuk

    pengembangan ekonomi, butuh ahli dan praktisi ekonomi. Jika masjid ingin mencetak

    wirausahawan-wirausahawan baru, maka butuh orang yang ahli dalam

    entrpreneurship. Tidak bisa hanya ustadz saja yang mengurusi masjid. Inilah yang

    10

    Muhammad Jazir, Masjid Jogokariyan, dikutip dari https://www.youtube.com/watch?v=zb1a9_XJ0u0 pada hari Jumat, 1 Mei 2015 pukul 7.30.

  • 4

    menjadi salah satu faktor cepatnya Islam menyebar dan diterima di Nusantara yang

    kemudian menjadi inspirasi beliau.

    Dari inspirasi tersebut, beliau aplikasikan di masjid Jogokariyan. Beliau tidak

    menghilangkan simbol-sombol Jawa. Bahkan di logo dan kop surat, menggunakan

    huruf Jawa. Jangan sampai orang Jawa terancam karena kehadiran masjid. Justru

    dengan masjid bisa ditegaskan bahwa kita 100% orang Jawa, 100% orang Indonesia,

    dan 100% Islam. Jangan sampai kemudian hilang identitas keIndonesiaan dan

    kejawaan hilang setelah masuk Islam. Jangan pula sampai menghilangkan budaya

    setempat yang tidak bertentangan dengan Islam dan membawa budaya Arab yang

    seakan-akan Islam. Toh,dengan adanya candi Prambanan dan Borobudur, tidak

    menggoyahkan aqidah seorang Muslim. Belum tentu peninggalan anak moyang

    bertentangan dengan Islam.

    Masjid Jogokariyan, dibangun mulai tahun 1966, tepatnya 20 September 1966 saat

    peletakan batu pertama. Pembangunan masjid baru selesai dan diresmikan pada 20

    Agustus 1967. Masjid Jogokariyan didirkan sebagai respon situasi politik keagamaan

    pasca G30 S/PKI. Jadi, kampung Jogokariyan secara sosiokultural adalah abangan

    (Islam KTP). Para perintisnya merupakan para pengusaha batik yang mempunyai tanah

    di Kampung Jogokariyan, tetapi tinggal di wilayah Karangkajen, sebelah timur

    kampung Jogokariyan, yang dikenal sebagai kampung santri pada waktu itu. Karena

    kekuatan ekonominya, mereka berinisiatif untuk membeli sebidang tanah untuk

    dibangun masjid. Awalnya, letak tanah masjid tidak dipinggir jalan seperti saat ini,

    namun agak ke tengah. Namun, karena di ada sebidang tanah kosong di pinggir jalan,

    maka ada inisatif untuk melakukan tukar guling dan akhirnya terjadi kesepakatan

    masjid didirkan di pinggir jalan.

    Secara sosial politik, mayoritas adalah pendukung partai komunis. Pada saat

    peristiwa G 30 S/PKI, banyak tokoh masyarakat dan pendukuk setempat menjadi

    tahanan politik dalam berbagai klasfikasi, mulai dari yang kelas berat yang dibuang ke

    Pulan Nusakambangan hingga yang hanya menjadi tahanan di LP Wirogunan.

    Di awal pendirian masjid ini, kondisi sebagian besar masyarakat secara formal

    yuridis adalah beragama Islam, tetapi tidak sholat dan mengerjakan ajaran Islam

    lainnya. Bahkan judi dan mabuk sudah menjadi kebiasaan sehari-hari. Yang lebih

    parah adalah praktik pelacuran terbuka di rumah-rumah. Tiada hari tanpa mabuk, dari

    mulai yang muda hingga yang tua. Orang-orang pada masa itu,jika mengidentifikasi

    Kampung Jogokariyan, adalah kampung yang tidak karuan. Walaupun tidak jauh

  • 5

    dari masjid Jogokariyan terdapat pondok pesantren terkenal, yakni Al-Munawwir

    Krapyak, dakwah Islam ternyata belum masuk ke kampung Jogokariyan.

    Dalam situasi seperti itu, para tokoh Islam yang hanya beberapa orang saja

    mencoba menyelesaikan persoalan ini dengan menggunakan pendekatan dakwah, yaitu

    dengan mendirikan masjid. Awalnya, ada enam orang mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga

    yang diminta untuk tinggal di sebuah rumah untuk kemudia membantu menyebarkan

    dakwah di Jogokariyan. Mereka inilah yang kemudia menjadi perintis dakwah di

    masjid Jogokariyan ini. Namun, dengan kondisi gap ideologis yang kuat antara Islam

    dengan yang lain di masyarakat ketika itu, maka pendekatan yang digunakan

    mendekatkan masyarakat ke masjid adalah dengan menggunakan pendekatan

    kesejahateraan.11

    Ini pula yang dulu pernah dilakukan Rasulullah SAW. Pembangunan masjid

    pertama oleh Rasulullah sangat sederhana baik konstruksi maupun bahannya.

    Bentuknya sampai sekarang masih terlihat walaupun bahannya diganti dengan yang

    lebih bagus. Rasulullah Saw memberikancontoh kepada kita bahwa setiap membangun

    dengan bahan bangunan yang mudah diperoleh di sekitar itu. Karena penekanannya

    bukan pada bentuk bangunan fisiknya, melainkan agar dapat segera berfungsi sebagai

    sentral pembangunan dan pembinaan umat di sekitarnya.12

    Oleh karena itu, sejak awal masjid berdiri, lebih fokus bagaiamana masjid in

    menjadi solusi persoalan-persoalan masyarakat, terutama pada saat itu adalah

    menyangkut kehidupan ekonomi. Jadi, pasca peristiwa G30S/PKI karena banyak

    kepala keluarga yang menjadi tahanan politik, kondisi ekonomi tidak menentu, beras

    susah, kehidupan susah, maka masjid ini hadir sebagai salah satu solusi bagi kehidupan

    masyarakat, yang pertama adalah menggerakan PKO (Penolong kesengsaraan

    Oemoem), mulai dari penyantunan fakir miskin dengan kebutuhan hidup. Kedua,

    pendidikan. Waktu itu didirikan masjid Muhammadiyah di wilayah Jogokariyan

    supaya anak-anak yang berasal dari keluarga yang sedang goyah tersebut bisa tertolong

    melalui pendidikan sehingga pada waktu itu, tahun 1968, sebagian besar muridnya

    adalah anak-anak yang orang tuanya menjadi korban revolusi.

    Sekolah ini gratis. Diupayakan mereka tidak menjadi anak-anak yang terlantar,

    tidak berpendidikan. Kemudian, diadakan pula pembinaan kepemimpinan (leadership)

    11

    Wawancara dengan Muhammad Jazir ASP di Yogyakarta, tanggal 1 April 2015.

    12 Supardi dan Teuku Amiruddin, Konsep, hlm. 3.

  • 6

    melalui pramuka di masjid, yang bernama Pramuka Khusus Islam (PRAKUSI). Mulai

    pula memikirkan bagaimana masjid tidak menjadi beban bagi masyarakat, baik dalam

    pembangunan maupun kegiatannya. Maka sejak itu, di sampign membangun masjid,

    para perintis juga membeli sawah yang digunakan untuk operasional mas jid, termasuk

    pengajian. Biasanya di setiap pengajian diusahakan ada makan, karena pada waktu itu

    beras mahal.

    Dengan pendekatan seperti ini, cukup berhasil. Anak-anak menjadi senang ke

    masjid. Pengajian yang ada makan, juga membuat orang tertarik datang dan mengikuti

    pembinaan. Hal ini memunculkan generasi kampung Jogokariyan yang tidak lagi

    abangan. Mereka mencintai masjid dan berpikir bagaiaman masjid ini makmur dengan

    mensejahterakan masyarakat. Oleh karena itu, apa yang telah dicetuskan para pendiri,

    dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Yakni bagaimana masjid bisa menjadi berbagai

    solusi permasalahan bagi masyarakat.

    Sempat ada konflik dengan kaum abangan saat dulu awal pendirian masjid. Misal

    saja sangat ingin menghentikan kebiasaan judi dan minum minuman keras. Beberapa

    kali terjadi clash, antara orang-orang yang masih ingin mempertahankan tradisi itu

    dengan para pendiri masjid yang ingin membangun tradisi baru yang lebih beradab dan

    Islami. Para perintis masjdi itupun sudah mengantisipasinya. Salah satunya adalah

    dengan membekali para remaja dengan kemampuan bela diri. Dari situ kemudian

    muncul slogan para remaja masjid ketika itu,Alim, Cerdas, Nge-Fight. Tidak hanya

    paham agama, pintar di bidang studi masing-masing, tetapi juga siap jika terjadi hal-

    hal yang harus menggunakan fisik. Oleh karena kondisi saat itu juga yang masih sangat

    rawan bentrok, kemungkaran juga tidak selalu bisa dilawan dengan kelembutan.

    Dari hasil pembinaan yang dilakukan para perintis, maka pada tahun 1976 anak-

    anak yang dulu masih kecil, pada tahun itu sudah menjadi remaja dan akhirnya

    membentuk Remaja Masjid Jogokariyan. Mulailah kiprah para remaja ini dengan

    menyelenggarakan berbagai terobosan kegiatan yang melibatkan masyarakat karena

    sebelumnya kegiatan masjid masih bersifat konvensional, yakni berupa pengajian

    biasa. Jika dahulu kegiatan masih terbatas, setelah ada Remaja Masjid, banyak

    kegiatan di luar pengajian yang melibatkan anak-anak, remaja, dan orang tua.

    Salah satu yang menarik adalah jika bertandang ke masjid Jogokariyan, para

    pengurus yang ada saat ini sebagian adalah mantan komunis. Bukan orangnya yang

    berganti, tetapi karakternya yang berganti. Kalau dulu memusuhi Islam, sekarang

    mereka adalah ahli masjid. Artinya bahwa, dulu mereka memandang Islam tidak

  • 7

    memberikan solusi. Mereka lebih terpuka dengan janji komunis yang menggembor-

    gemborkan kesamarataan dan kesejahteraan masyarakat yang akhirnya tidak bisa

    terwujud. Masjid ini meskipun tidak banyak bicara, tetapi mereka merasakan

    manfaatnya dan akhirnya mengubah pandangan mereka bahwa Islam ialah yang lebih

    baik. Tidak harus dengan ceramah untuk mengubah masyarakat, namun dari

    bagaimana aplikasi Islam yang dijawantahkan dalam masjid ini, mereka merasakan

    manfaatnya.13

    C. DARI MASJID MEMBANGUN UMAT

    M. Natsir pernah bekata:14

    Masjid adalah lembaga risalah penyusunan jamaah muminin yang dalam kasih cintanya antara satu dengan yang lain ibarat badan yang satu yang bisa salah satu

    dari anggotanya mangadukan halnya, seluruh anggota badan itu berhamburan,

    bersiap sedia untuk melindungi dan mempertahankannya. Masjid adalah lembaga

    risalah tempat mencetak umat yang beriman, beribadah menghubungkan jiwa dengan

    Khaliq, umat yang beramal shalih dalam kehidupan bermasyarakat umat yang

    berwatak, berakhlaq teguh.

    Bagi umat Islam, masjid sebenarnya adalah tempat segala kegiatan. Masjid bukan

    hanya sebagai pusat kebuadayaan/muamalat, tempat dimana lahir kebudayaan Islam

    yang demikian kaya dan berkah.15

    Itulah yang menurut Jazir, telah dicontohkan Nabi dalam mengelola masjid. Maka

    masjid sebagai pusat pembangunan dan perubahan masyarakat inilah yang menjadi

    landasan berpikir sehingga para pengurus masjid memiliki frame berpikir Dari Masjid

    Membangun Umat. Jadi, masjid tidak sekadar menjadi pusat ibadah, tetapi juga

    sebagai pusat pembangunan masyarakat. Baik dari segi pembangunan keagamaan,

    pendidikan, ekonomi. Semua berpusat di masjid sehingga ini yang mungkin

    membedakan masjid Jogokariyan dengan masjid lain. Masjid Jogokariyan berfokus

    pada memakmurkan masyarakat, tidak sekadar memakmurkan masjid. Objek utama

    gerakan kemasjidan ialah mensejahterakan masyarakat berbasis masjid.

    Pengurus masjid pada umumnya, lebih banyak mengajak masyarakat untuk

    membangun masjid. Dalam pandangan Jazir, masjid harus mengajak masyarakat

    membangun dirinya sendiri dan masjid menjadi pilar utama dalam proses

    13

    Wawancara dengan Muhammad Jazir ASP di Yogyakarta, tanggal 1 April 2015.

    14 Sofyan Harahap, Manajemen Masjid, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1993), hlm. 5.

    15 Ibid.

  • 8

    pembangunan itu. Misalnya, dana masjid, hanya sepertiga yang digunakan untuk

    pembangunan, maka masjid Jogokariyan ini sederhana, tumbuh bertahap, namun peran

    di masyarakat sangat terasa karena due pertiga dana masjid digunakan untuk

    kesejahteraan. Contohnya adalah pemberian beasiswa, bantuan kesehatan, modal

    usaha.16

    Di masjid lain, sebagian besar dana masjid digunakan untuk pembangunan fisik.

    Jadi sering dijumpai bangunan masjidnya mewah, tetapi di dalamnya sepi karena

    masyarakat tidak merasakan manfaat kehadiran masjid.17

    Dalam sebuah hadits

    Rasulullah SAW memperingatkan kita akan fenomena yang akan terjadi lalu

    mendekati hari kiamat. Saat itu masjid hanya sekedar dihias dan diperkokoh secara

    fisik, namun dari sisi maknawiyahnya tidak menunjukkan adanya kharisma yang

    terpancarkan dari bangunan tersebut. Bahkan mereka hanya berbangga akan

    kemegahan bangunan masjid.18

    Tidak akan terjadi hari kiamat hingga manusia saling berbangga dengan bangunan

    masjid mereka. (HR Ahmad, Nasai, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).

    Masjid Jogokariyan telah menjadi sandaran hidup masyarakat sekitar. Misalnya

    mau buka usaha tidak ada modal, maka mereka datang ke masjid. Ada yang terlilit

    hutang, dibantu agar terbebas dari hutang. Apalagi hutang tersebut berasal dari lintah

    darah (rentenir), maka masjid datang untuk ikut membasmi lintah darah tersebut.

    Jangan sampai para rentenir itu beroperasi di wilayah Kampung Jogokariyan.

    Selain itu, terdapat pula program sedekah beras. Program ini berawal dari

    banyaknya warga mengeluh karena cepat kehabisan beras. Karena itulah, pengurus

    berinisiatif untuk bisa membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.

    Lalu, pengurus mengajak kepada jamaah untuk bersama-sama mencukupi kebutuhan

    warga yang masih kurang. Jika menanak nasi, jamaah diminta untuk menyisakan satu-

    dua genggam, untuk dimasukkan ke lumbung masjid. Ternyata kesadaran jamaah

    tinggi, bahkan tidak sedikit di kotak sedekah beras orang yang meninggalkan uang

    untuk dibelikan beras. Dari hasil itu,setiap 15 hari, Masjid Jogokariyan mampu

    16

    Wawancara dengan Muhammad Jazir ASP di Yogyakarta, tanggal 1 April 2015. 17

    Ibid.

    18 Budiman Mustofa, Manajemen , hlm. 49.

  • 9

    memberikan beras kepada anak-anak yatim dan keluarga miskin di sekitar

    Jogokariyan.19

    Kemudian masjid juga memiliki Baitul Maal, tidak ada tamwil karena produknya

    hanya Qardhul Hasan. Masjid tidak memiliki keinginan untuk mengedapankan

    pertumbuhan ekonomi masjid, tetapi lebih bagaimana mensejahterakan masyarakat.

    Untuk itu, kepemimpinan yang dibangun adalah bagaimana bisa melayani masyarakat.

    Maka, pengurus yang tidak memiliki jiwa melayani yang tinggi akan sulit untuk

    berkembang. Masjid harus bisa menjadi solusi segala permasalahan umat. Jika ada

    orang yang butuh modal usaha, pendidikan, hingga kesehatan semua dilayani oleh

    masjid. Bisa jadi di masjid lain hanya fokus pada pelayanan ibadah saja. Jamaah

    masjid barulah akan mencintai masjid, kalau masjid ikut juga memperhatikan

    kebutuhan-kebutuhan jamaah, baik kebutuhan moral maupun material.20

    Sebenarnya di Jogja, menurut beliau, secara umum sosiokultur masyarakat hampir

    sama. Jogja adalah daerah abangan secara kultural. Secara politis pun begitu. Pada

    Pemilu 1955, pemenangnya adalah PNI dan PKI, sampai sekarang di mana kekuatan

    politik Islam masih belum dominan. Yang membedakan adalah, di tempat lain masjid

    hanya berfungsi konvensional sehingga tidak bisa melakukan perubahan. Berbeda

    dengan Jogokariyan, secara politik pun berubah. Saat ini, partai berbasis politik mesti

    menjadi pemenang di wilayah Jogokariyan.

    Di tempat lain, perubahan itu tidak terjadi karena masyarakat belum merasakan

    kehadiran masjid. Untuk itu, semangat untuk memakmurkan masyarakat berbasis

    masjid, bukan semangat memakmurkan masjid dengan membebankan beban-beban

    masjid kepada masyarakat.

    Sebagian besar masjid terlalu sering meminta kepada masyarakat. Di Masjid

    Jogokariyan, sejak beliau menjadi ketua Takmir, tidak pernah sekalipun beliau

    mengeluarkan surat permohonan dana kepada masyarakat. Juga tidak ada pengajian

    untuk menghimpun dana masyarakat, justru harusnya masyarakat menerima dari

    masjid, bukan sebaliknya. Misalnya, takmir memberikan subsidi sahur bagi masyarakat

    sebelum Ramadhan agar masyarakat yang kurang mampu dapat makan sahur saat

    Ramadhan. Jangan sampai masjid teriak,Sahur...sahurr tetapi tidak memikirkan

    apakah semua masyarakat sudah memiliki makanan untuk sahur. Setiap sore Ramadan,

    19

    Muhammad Jazir, Masjid Jogokariyan, dikutip dari https://www.youtube.com/watch?v=zb1a9_XJ0u0 pada hari Jumat, 1 Mei 2015 pukul 7.30.

    20 Supardi dan Teuku Amiruddin, Konsep, hlm. 121.

  • 10

    masjid menyediakan tidak kurang 1.200 porsi untuk berbuka yang kesemuanya berasal

    dari dana masjid. Setiap saat tahun ajaran baru, takmir menawarkan kepada masyarakat

    yang anaknya butuh biaya untuk pendaftaran dan sebagainya, untuk datang ke masjid

    dan takmir akan memberikan bantuan.21

    Di luar itu, masjid Jogokariyan juga menyadari bahwa setiap orang memiliki bakat

    dan minat masing-masing untuk mengaktulisasikan diri. Untuk itu, terdapat banyak

    program masjid yang mencoba memfasilitasi itu. Bagi penggemar olahraga, seperti

    bersepeda, futsal, tenis meja, dan badminton, masjid membuat komunitas masing-

    masing yang ditangani biro tersendiri. Ada pula yang gemar berdonor darah, maka

    masjid juga menyedikan ruang untuk berdonor dan yang membutuhkan darah. Lalu ada

    pula komite aksi untuk umt, yakni komunitas untuk memfasilitasi jamaah yang

    memiliki jiwa sosial kerelawanan yang tinggi. Berbagai bencana yang ada di

    Indonesia, seperti longsor Banjarnegara dan Tsunami Aceh, para relawan masjid ini

    hadir untuk membantu.

    Inilah penerapan prinsip Dari Masjid Membangun Umat, bagaimana pendekatan

    kesejahteraan dan minat digunakan sebagai dasar untuk membangun umat. Tidak

    kemudian langsung diajak pengajian dan peribadatan yang lain. Setelah dilakukan

    pendekatan-pendekatan di atas dan masyarakat terbiasa dengan masjid, barulah

    kemudian mereka diajak pada kegiatan kajian dan peribadatan.

    Membangun umat haruslah juga menguatkan pembinaan umat. Untuk itu, di

    samping pendekatan kesejahteraan dan minat, pengurus juga menekankan pentingnya

    ilmu. Maka di Jogokariya, setiap hari minimal ada dua kajian. Pengurus menyadari

    bahwa masjid juga harus menjadi pesantren bagi masyarakat. Dengan adanya berbagai

    majelis ilmu, maka pembinaan keislaman para jamaah sangat kuat di masjid

    Jogokariyan sehingga sehingga sekarang dikatakan sebagai kampung santri.22

    D. IDEOLOGI KEMASJIDAN: SEBUAH DASAR MEMBANGUN UMAT

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi merupakan kumpulan konsep

    bersistem yg dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan

    untuk; atau cara berpikir seseorang atau suatu golongan.23

    Salah hal yang menentukan

    21

    Wawancara dengan Muhammad Jazir ASP di Yogyakarta, tanggal 1 April 2015.

    22 Muhammad Jazir, Masjid Jogokariyan, dikutip dari

    https://www.youtube.com/watch?v=zb1a9_XJ0u0 pada hari Jumat, 1 Mei 2015 pukul 7.30. 23

    Kamus Besar Bahasa Indonesia, dikutip dari http://kbbi.web.id/ideologi pada Sabtu, 18 April 2015

    pukul 05.50.

  • 11

    keberhasilan sebuah masjid dalam membangun masyarakat adalah ideologi

    kemasjidan, maksudnya adalah bagaimana membangun masyarakat berbasis masjid

    dan itu merupakan keterpanggilan seorang muslim. Seluruh sumber daya yang dimiliki

    pengurus diberikan kepada masjid. Jangan malah sebaliknya, profesional, fulltime

    mengurusi masjid tetapi dibayar. Pengurus adalah relawan sehingga tidak digaji,

    sedangkan karyawan ia harus bekerja di masjid full time. Karyawan bekerja pada

    masjid, sedangkan pengurus bekerja untuk masjid. Inilah beda karyawan dan pengurus.

    Rasulullah telah mencontohkan, untuk mendapatkan jamaah masjid seperti di

    zaman awal Islam tidak mungkin terlaksana jika pembinaan jamaah dan pengelolaan

    masjid dilakukan hanya sebagai sampingan atau dengan program yang insidental

    saja.24

    Kunci utama keberhasilan Nabi Muhammad SAW pada saat awal membangun

    masjid yang makmur adalah karena adanya kesungguhan dan totalitas kaum muslimin.

    Dari masjid yang makmur itulah masjid mampu memberi kemakmuran kepada

    umatnya.25

    Jazir ASP menyadari itu. Mengurusi masjid bukan tugas sosial, tetapi tugas

    keagamaan. Mensejahterakan masyarakat melalui masjid merupakan tugas keagamaan.

    Tidak bisa kemudian menjadi pengurus ini dilakukan di sela-sela waktu kosong kita,

    tetapi harus diprioritaskan. Beliau berujar,Pekerjaan utama saya adalah mengurusi

    masjid, sambilannya bisa menjadi pengusaha.26

    Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 18:

    .

    Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman

    kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat

    dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang

    yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.27

    24

    Supardi dan Teuku Amiruddin, Konsep, hlm. 121.

    25 Mohammad E. Ayub, Manajemen, hlm. 39.

    26 Wawancara dengan Muhammad Jazir ASP di Yogyakarta, tanggal 1 April 2015.

    27 Ahmad Hatta, Tafsir Quran per Kata: Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul danTerjemah, (Jakarta:

    Maghfirah Pustaka, 2009), hlm. 189.

  • 12

    Bila disimak dengan saksama, ayat tersebut memberi penekanan bahwa

    pembangunan masjid merupakan manifestasi keimanan dan hanya orang yang

    berimanlah yang sanggup memakmurkan masjid, Jadi, masjid yang tidak makmur dan

    sepi merefleksikan keimanan umat di lingkungannya.28

    Mengurusi masjid sebagai pekerjaan utama bukan berarti menggantungkan diri

    kepada masjid. Sebaliknya, pekerjaan sambilan yang dilakukan masing-masing

    pengurus harus memiliki daya ekonomi yang kuat agar dapat menghidupi masjid.

    Contoh sederhananya seperti ini,masjid harus bersih. Untuk itu, harus ada orang yang

    bekerja penuh untuk menjaga kebersihan masjid. Maka, ada karyawan masjid yang

    memang dipekerjakan untuk membersihkan masjid. Gaji mereka, harus lebih besar dari

    Upah Minimum Regional (UMR) karena masjid harus memberikan contoh sistem

    pengupahan yang Islami. Jadi jangan sampai orang yang berkerja di masjid, gajinya

    jauh di bawah standar UMR.

    Supaya menjaga diri para karyawan masjid karena mereka hidup dari infaq masjid,

    maka gaji mereka tidak boleh diambil dari kas masjid, tetapi dari uang para pengurus.

    Di laporan keuangan, maka tidak akan muncul pengeluaran untuk petugas kebersihan.

    Sesungguhnya para karyawan masjid itu adalah wakil para pengurus karena seharusnya

    yang mengerjakan tugas kebersihan adalah para pengurus, namun karena pengurus

    mengerjakan hal lain yang lebih besar, maka diwakilkan kepada petugas kebersihan

    dan gajinya pun ditanggung pengurus yang secara sukarela mendonasikan sebagian

    penghasilannya untuk gaji para karyawan masjid. Bahkan, mobil yang dimiliki masjid

    pun tidak berasal dari infaq, melainkan dari para pengurus. Cara berpikirnya adalah

    bahwa pengurus itu bekerja untuk masjid, bukan bekerja pada masjid.29

    Itulah prinsip Dari Masjid Membangun Umat, yang menurut beliau, ada setidaknya

    dua hal yang menonjol, yakni:30

    1. Berpikir revolusioner

    Masjid adalah titik revolusi sosial. Untuk itu, pengurus masjid harus

    berpikir revolusioner. Selama ini para pengurus masjid masih berpikir

    konvensional, baik dari pemahaman maupun cara mengelolanya karena mereka

    tidak memahami masjid itu sebagai titik sentral revolusi. Semangat revolusi sangat

    28

    Supardi dan Teuku Amiruddin, Konsep, hlm. 4.

    29 Wawancara dengan Muhammad Jazir ASP di Yogyakarta, tanggal 1 April 2015.

    30 Ibid.

  • 13

    terasa oleh Jazir karena pada saat masjid ini didirikan memang suasananya adalah

    suasana revolusi.

    2. Kedayaan

    Pengurus harus memiliki daya untuk menghidupkan masjid. Misal daya

    ekonominya. Seseorang yang telah menjadi karyawan dan merasa cukup, jangan

    berhenti sampai di situ saja. Ia harus punya usaha. Usahanya itulah yang untuk

    orang lain. Artinya, jangan hanya berpikir untuk dirinya sendiri, namun juga untuk

    masyarakat sehingga berkah lah rezekinya.

    Dengan penghasilan yang lebih dari kebutuhannya, maka pengurus bisa

    menggerakkan masjid. Segala fasilitas yang membuat orang senang datang ke

    masjid dapat dipenuhi jika berpikir seperti itu. Namun, jika pengurus hanya

    berpikir untuk dirinya sendiri, maka dia akan cenderung enggan untuk mengurusi

    masjid karena jika ingin membuat kegiatan, dananya darimana.

    Perlu biaya besar untuk menjadikan masjid aktif. Jadi jika biaya itu

    dibebankan untuk masyarakat yang mungkin ekonominya menengah ke bawah,

    maka masjid akan menjadi beban. Contoh sederhana. Anggaran Ramadhan tahun

    1436 H lalu mencapai Rp 649 juta. Hanya untuk sebulan kegiatan Ramadan.

    Menjadi pengurus masjid tidak harus kemudian berekonomi cukup. Setiap

    orang memiliki sumber daya yang mungkin tidak dimiliki orang lain. Ada yang

    memiliki cukup uang tetapi tidak memiliki cukup waktu. Sebaliknya, ada yang

    memiliki waktu tetapi tidak memiliki cukup uang. Ada yang cukup ilmu, dan

    sebagainya. Untuk itulah perlunya berbagi tugas. Setiap pengurus memiliki peran

    masing-masing yang harus dioptimalkan.

    Saat ini, orang mendirikan masjid di mana-mana tanpa ada suatu

    perencanaan yang baik sebagai tempat pembinaan umat lahir dan batin atau dari

    segi arsitekturnya. Jangankan mempersiapkan perencanaan atau tentang upaya

    pembinaan umatnya, pengurus masjidnya sendiri jarang ke masjid.31

    Upaya awal yang harus dilakukan untuk menjadikan masjid menjadi pusat

    peradaban dan pembangunan umat adalah dengan mengubah mindset pengurus.

    Mengubah mindset dari mengurusi rumah ibadah, menjadi mengurusi umat agar

    menjadi umat yang mau beribadah. Mindset yang banyak berkembang di

    masyarakat sekarang ini adalah mengurusi rumah ibadah, yang diurusi rumah

    31

    Supardi dan Teuku Amiruddin, Konsep, hlm. 20.

  • 14

    ibadahnya bukan umatnya. Banyak masjid yang memikirkan memperindah masjid,

    namun lupa di masyarakat sekitar banyak rumah yang masih tidak memiliki WC

    dan fasilitas dasar rumah lainnya. Lampu kristal masjid yang mahal, padahal ada

    warga yang kesulitan membiayai sekolah anaknya. Yang dipikirkan harusnya siapa

    saja yang belum sholat, yang belum ke masjid, yang belum bisa baca Quran,

    belum zakat, bukan berpikir untuk menambah keindahan masjid. Ada masjid yang

    berada di lantai dua, atau tangga ke serambinya tinggi sehingga menyulitkan untuk

    jamaah yang lansia dan yang cacat. Di masjid Jogokariyan, fasilitas untuk

    memudahkan orang cacat dan lansia disediakan.

    Dari mindset yang benar, maka kemudian akan memperjelas langkah-

    langkah ke depannya. Selain itu, wawasan kemasjidan juga harus diperbanyak.

    Hampir setiap hari ada masjid yang melakukan studi banding ke Masjid

    Jogokariyan. Ini adalah bukti bahwa banyak yang berminat untuk menduplikasi,

    namun belum memiliki banyak wawasan kemasjidan.32

    Apa yang dilakukan masjid Jogokariyan ialah bentuk dari dakwah bil hal.

    Dakwah bil Hal disebut juga dakwah pembangunan, Dakwah bil Hal merupakan

    kegiatan-kegiatan dakwah yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

    kebahagiaan hidup umat, baik rohani maupun jasmani. Kegiatan dakwah bil hal

    dititikberatkan pada upaya:33

    1. Meningkatkan kualitas pemahaman dan amal keagamaan pribadi muslim

    sebagai bibit generasi bangsa yang memacu kemajuan ilmu dan tekonologi.

    2. Meningkatkan kesadaran dan tata hidup beragama dengan memantapkan dan

    mengukuhkan ukhuwah Islamiyah.

    3. Meningkatkan kesadaran hidup berbangsa dan bernegara di kalangan umat

    Islam sebagai perwujudan dari pengalamalan ajaran Islam.

    4. Meningkatkan kecerdasan dan kehidupan sosial ekonomi umat melalui

    pendidikan dan usaha ekonomi.

    5. Meningkatkan taraf hidup umat, terutama kaum dhuafa dan miskin.

    6. Memberikan pertolongan kepada masyarakat yang memerlukan melalui

    berbagai kegiatan sosial.

    32

    Ibid.

    33 Mohammad E. Ayub, Manajemen, hlm. 9.

  • 15

    7. Menumbuhkembangkan semangat gotong royong, kebersamaan, dan

    kesetiakawanan sosial melalui kagiatan-kegiatan yang bersifat kemanusiaan.

    E. MASJID MANDIRI

    Sebagai putra dari tokoh pendiri masjid Jogokariyan ini, tidak heran kemudian

    beliau menjadi penerus jejak sang ayah. Saat rapat-rapat dan merumuskan konsep

    masjid ini, beliau sudah diajak sehingga sudah terbiasa dengan prinsip Dari Masjid

    Membangun Umat.

    Pada awal pendirian masjid, hasilnya memang belum tampak signifikan. Namun,

    beliau dan kawan-kawan telah memahami bagaimana tujuan para perintis masjid

    Jogokariyan yakni untuk mensejahterakan masyarakat melalui masjid. Oleh karena itu,

    sejak tahun 1999 saat beliau terpilih sebagai Ketua Umum Takmir Masjid Jogokariyan,

    mulailah pemikiran-pemikiran para perintis tersebut dapat diaplikasikan secara nyata.

    Salah satu upaya awal yang dilakukan adalah bagaimana masjid ini tidak menjadi

    beban bagi masyarakat, maka para pengurus mencari cara agar masjid ini bisa mandiri.

    Jangan sampai masjid hidup dari sumbangan masyarakat. Jangan sampai masjid itu

    sedikit-sedikit minta bantuan dari masyarakat. Lalu pada tahun 2011 dibangunlah

    penginapan dan aula yang layak untuk dijual debagai sumber utama pemasukan

    masjid. Sejak tahun 2011 itu pula, lini usaha masjid lain seperti layanan transportasi,

    wisata, wedding organizer, dan catering dikembangkan dan bisa menutupi seluruh

    biaya operasional masjid. Inilah yang disebut Masjid Mandiri.34

    Ada masjid yang memiliki dana gemuk dan tumbuh dengan kegiatan yang tidak

    jelas targetnya, sementara di sisi lain ada masjid yang notebene progresif kegiatannya

    dalam membangun shaf kultural, tetapi hidup kembang kempis karena kekurangan

    dana. Banyak pula masjid yang menerapkan Dari Umat Membangun Masjid sehingga

    pengurus hanya fokus membangun fisik masjid, lupa pada esensinya.

    Semua ini terjadi karena etos Islam yang mengajarkan,Bukanlah muslim yang

    beriman yang makin kekenyangan sementara tetangganya kelaparan, tidak

    berkembang di kalangan pengurus masjid. Bahkan untuk sadar ke arah ini pun boleh

    jadi masih jauh dari pikiran.35

    34

    Wawancara dengan Muhammad Jazir ASP di Yogyakarta, tanggal 1 April 2015.

    35 Supardi dan Teuku Amiruddin, Konsep, hlm. viii-xiii.

  • 16

    Hal ini tidak terjadi di masjid Jogokariyan. Infaq yang masuk ke masjid, maka

    100% akan dikembalikan kepada jamaah. Untuk layanan kesehatan ada poliklinik

    setiap hari sejak setelah maghrib hingga pukul 20.00, kecuali Ahad yang dibuka pagi.

    Bagi jamaah yang memerlukan biaya kesehatan, maka masjid pun membuka pintu.

    Misalnya, jika ada jamaah yang butuh cuci darah, maka kekurangan biaya pengobatan

    masjid yang menanggung.

    Banyak kaum muslimin yang kurang mampu untuk berobat di rumah sakit dengan

    biaya mahal. Di sinilah peran klinik masjid, dan masjid Jogokariyan telah

    melakukannya. Dengan adanya klinik masjid, masyarakat yang kurang mampu

    mendapat pelayanan kesehatan yang layak dengan biaya terjangkau bahkan cuma-

    cuma. Jangan sampai bangunan masjid yang megah, namun di sisi lain orang kurang

    mampun yang sakit hanya bisa gigit jari bahkan terlunta-lunta ke sana kemari dilempar

    oleh beberapa rumah sakit hanya gara-gara meminta keringanan.36

    Program lain di bidang pendidikan adalah dengan mengadakan bimbingan belajar

    bagi anak-anak usia sekolah. Pelaksanaannya beriringan dengan program belajar

    agama yang dimulai bakda ashar sampai isya, kemudian berlanjut pada belaj ar malam

    sesuai dengan jadwal pelajaran di sekolah masing-masing sampai pukul 21.30. aktifitas

    ini dipandu oleh para senior yang berfungsi membimbing dan mengarahkan tiap

    malam. Sebagian pelajar ini ada yang menginap di masjid, kebanyakan mereka pulang

    ke rumah masing-masing. Pelajar di lingkungan masjid Jogokariyan juga mendapatkan

    santunan beasiswa dari masjid, diutamakan bagi yang kurang mampu.37

    Dari usaha masjid pula, dana operasional kegiatan masjid didapat. Salah satunya

    adalah untuk membiayai umroh jamaah yang paling rajin ke masjid. Ini adalah salah

    satu acara pengurus untuk meningkatkan jumlah jamaah sholat, terutama sholat Subuh.

    Pada tahun 2005, sholat Subuh lebih dari seperempat jamaah sholat Jumat dan pada

    tahun 2010 telah tercapai jamaah Subuh setengah dari jamaah sholat Jumat. Untuk

    mencapai target 75% dari jamaah sholat Jumat, maka salah satu yang dilakukan masjid

    adalah dengan memberikan hadiah umroh bagi jamaah yang rajin ke masjid. Namun,

    36

    Budiman Mustofa, Manajemen , hlm. 175-176.

    37 Susapto, Peranan Masjid Jogokariyan Dalam M Emberdayaan Masyarakat Di Bidang Keagamaan,

    Pendidikan, Dan Ekonomi Tahun 2012, Tesis, Surakarta: Magister Pemikiran Islam Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013.

  • 17

    pengurus tetap mengingatkan bahwa niat sholat harus tetap karena Allah. Pengurus

    bermaksud membahagiakan jamaah yang telah berbuat baik.38

    Pemberdayaan ekonomi masyarakat juga dilakukan oleh masjid Jogokariyan.

    Berikut di antaranya:39

    a. Pelatihan wirausaha Bidang kewirausahaan masjid Jogokariyan membaca peluang

    usaha bagi jamaahnya. Pelatihan yang pernah dilaksanakan di antaranya ialah:

    1) Pelatihan Pertukangan

    2) Pelatihan Tata Boga

    3) Pelatihan Sablon

    b. Bantuan Modal

    1. Bantuan untuk toko Kelontong

    2. Warung Tenda

    3. Warung Wedangan Jogokariyan

    c. Bantuan Jaringan Pemasaran.

    Adapun bantuan pemasaran yang dilakukan biro kewirausahaan ini,

    terutama di sektor usaha katering yang telah dipunyai beberapa orang jamaah di

    Jogokariyan. Pihak masjid cukup menyediakan kotak yang berlogo masjid,

    pelabelan ini mampu mendongkrak omset tiap pengusaha katering yang ada.

    Karena citra barang menjadi naik dan tumbuhnya rasa mantap bagi pelanggan

    maupun pemesannya. Di bidang ini hampir tak pernah kenal berhenti seiring

    dengan padatnya jadwal kunjun gan di masjid Jogokariyan. Secepat itu pulalah

    jatah menyediakan makanan bagi pengusaha katering untuk tamu yang berkunjung

    menyapa usahanya. Dari sirkulasi kegiatan masjid yang tiada sepi ini, perguliran

    ekonomi wargapun ikut bergairah. Boleh dikata tiada tenaga yang terbuang sia-sia.

    Kecuali penyediaan konsumsi untuk para pengunjung masjid dengan tujuan studi

    banding yang terus mengalir hampir tiap hari, tamirpun sering mendapat pemesanan

    katering dan oleh-oleh untuk wisatawan. Sudah barang tentu usaha-usaha katering

    jamaah Jogokariyan inilah yang mendapat amanah untuk memenuhi pesanan tersebut.

    Betapa berkahnya ekonomi yang dibangun dengan kekuatan masjid seperti ini.

    Uang yang dihasilkan oleh sedekah Jumat tersebut tidak disalurkan untuk

    pembangunan masjid; melainkan dikelola untuk berbisnis. Bisnis tersebutlah yang

    38

    Muhammad Jazir, Masjid Jogokariyan, dikutip dari https://www.youtube.com/watch?v=zb1a9_ XJ0u0 pada hari Jumat, 1 Mei 2015 pukul 7.30.

    39 Ibid.

  • 18

    kemudian terus memberikan penghasilan bagi kemakmuran Masjid; bahkan juga untuk

    masyarakat sekitar Masjid. Kami tidak ingin Masjid Jogokariyan ini bentuk fisiknya

    bagus sekali, sedangkan di sekitar masjid ini masih ada warga yang kelaparan. Tidak

    perlu bentuk masjid bagus-bagus, tapi malah jadi beban bagi masyarakatnya. Masjid

    itu, zaman Rasul saja sangat sederhana. Pakai tenda pun jadi. Demikian ungkapnya.

    Ke depannya, akan lebih ditingkatkan lagi bagaimana agar usaha masjid berlipat

    pendapatannya. Tujuannya agar tidak saja dapat menutupi operasional masjid, namun

    juga dapat menyantuni masyarakat, tidak hanya dari infaq saja. Di saat masjid lain

    menjadikan masyarakat sebagai sumber dana, maka masjid Jogokariyan justru menjadi

    solusi masyarakat. Para pengurus sangat menghindari masjid menjadi beban

    masyarakat. Hal in menjadi perbedaan mencolok dengan masjid sekitar. Hasilnya pun

    sangat signifikan berbeda. Ruhnya adalah, masjid memakmurkan masyarakat yang

    kemudian membuat masyarakat tergerak dan terpanggil untuk memakmurkan masjid.40

    F. MANAJEMEN MASJID MODERN

    Bicara manajemen masjid maka kita bicara bagaimana kita mencapai tujuan Islam

    (masjid) yaitu mewujudkan masyarakat, umat, yang diridhoi oleh Alloh SWT melalui

    fungsi yang dapat disumbangkan lembaga masjid dengan segala pendukungnya.

    Dengan kata lain, bagaimana kita mengelola masjid dengan benar dan profesional

    sehingga dapat menciptkan suatu suatu masyarakat yang sesuai dengan keinginan

    Islam yakni masyarakat yang baik, sejahtera, rukun, damai, dengan ridho, berkah, dan

    rahamt Allah SWT sehingga masyarakatnya memberikan rahmat pada alam dan

    masyarakat sekitarnya.41

    Kalimat ini dapat dijabarkan lagi lebih spesifik sebagai berikut: hal-hal apa yang

    dan bagaimana kita membuat masjid, jamaah, sistem, sumber, dana, dan

    penggunaannya, serta kegiatannya sehingga masjid dapat menjadi pusat kegiatan umat

    yang dapat membuatkan dan menciptakan masyarakat sekelilingnya menjadi

    masyarakat yang baik, sejahtera, rukun, damai (baldatun thayyibatun wa rabbun

    ghafur).42

    40

    Wawancara dengan Muhammad Jazir ASP di Yogyakarta, tanggal 1 April 2015.

    41 Sofyan Harahap, Manajemen, hlm. 28.

    42 Ibid

  • 19

    Secara umum, manajemen (idarah) masjid terbagi dua bidang, yakni:43

    1. Idarah bina Al Maadiy (Physical Management), yang meliputi antara lain

    kepengurusan masjid, pembangunan fisik masjid, administrasi masjid, dan

    manajemen fisik lainnya.

    2. Idarah bina Al Ruhiy (Functional Managment), yang meliputi pengaturan tentang

    pelaksanaan fungsi masjid sebagai wadah pembinaan umat, sebagai pusat

    pembangunan umat dan kebudayaan Islam.

    Mengelola masjid pada zaman sekarang ini memerlukan ilmu dan keterampilan

    manajemen. Pengurus masjid harus mempu menyesuaikan diri dengan riak

    perkembangan zaman. Metode/pendekatan, perencanaan, strategi, dan model evaluasi

    yang dipergunakan dalam manajemen modern merupakan alat bantu yang juga

    diperlukan dalam manajemen masjid modern. Bukan saatnya lagi kini pengurus

    mengandalkan sistem pengelolaan tradisional yang cenderung sporadis dan tak

    terencana. Di bawah sistem pengelolaan masjid yang tradisional, umat Islam akan

    sangat sulit berkembang.44

    Tanpa ditangani secara profesional, maka masjid hanya merupakan monumen dan

    kerangka bangunan mati yang tidak dapat memancarkan perjuangan syiar dan

    penegakan risalah kerasulan.45

    Untuk itulah, Jazir melalui masjid Jogokariyan

    menentukan pola dan manajemen masjid, yaitu:46

    1. Pendataan

    Diawali dengan penentuan wilayah. Wilayah Jogokariyan meliputi 18 RT, 4

    RW, 1 masjid dan 5 musholla. Musholla yang ada diupayakan tidak menjadi masjid

    agar tidak terjadi perpecahan pengelolaan kemasyarakatan. Dari sensus tahun 2000,

    di kampung Jogokariyan ada 907 KK, non muslim 215 KK. Jumlah penduduk

    muslimnya 2.795 jiwa. Muslim yang mukallaf 1.839 orang. Dari yang mukallaf itu,

    dulu yang belum sholat masih 816 orang. Kemudian dilayani dengan bimbingan

    sholat ke rumah-rumah warga. Pengurus datang ke rumah, menyediakan ustadnya,

    dan diberi hadiah pada yang ikut program tersebut berupa sajadah, mukena, dan

    baju takwa. Menurut data terakhir tahun 2011, jumlah warga mukallaf yang tidak

    sholat tinggal 7 orang. Cara mengajaknya pun tidak dengan menggurui, tetapi

    43

    Mohammad E. Ayub, Manajemen, hlm. 33.

    44 Mohammad E. Ayub, Manajemen, hlm. 29.

    45 Sofyan Harahap, Manajemen, hlm. 6.

    46 Wawancara dengan Muhammad Jazir ASP di Yogyakarta, tanggal 1 April 2015.

  • 20

    dengan memuliakannya. Biasanya yang datang adalah para tokoh masyarakat

    sendiri sehingga lebih dihormati dan disegani oleh masyarakat. Cara ini lebih

    efektif daripada pekerjaan mimbar, atau dakwah dengan lisan di mimbar-

    mimbar. Bahkan orang yang dulunya belum sholat tadi, sekarang justru lebih tekun

    ke masjid.

    Ketidakpedulian pada profil jamaah, tentu saja membawa implikasi negatif

    yakni proses pereduksian makna masjid. Dari masjid sebagai pusat perjuangan

    multi aset umat (sebagaimana masjid pada zaman Rasulullah) menjadi masjid

    sebagai sekedar tempat ibadah ritual mahdlah. Efeknya adalah pada

    ketidakmampuan untuk menyusun aktivitas yang mampu memberikan

    pemberdayaan secara terstruktur, baik bagi umatnya maupun bagi fungsi masjid itu

    sendiri. Kegiatannya masih tampak tradisional, dalam arti masih parsial-

    seremonial; seperti peringatan hari besar, pengajian rutin (kognitif), dan ritual

    ibadah mahdlah (shalat lima waktu).47

    Jadi, tanpa data jamaah yang jelas bagaimana para pengurus bisa membaca

    needs, yaitu berbagai kebutuhan dasar jamaah, tidak hanya dalam aspek keagamaan

    saja, tetapi juga yang lain: sosial, ekonomi, politik, budaya, dan sebagainya.

    Selanjutnya, tanpa data needs yang empirik bagaimana mungkin

    penganekaragaman atau pemfokusan produk pelayanan dapat direncanakan? Dari

    sisi pelayanan ini saja, pastilah sulit kebutuhan pelanggan dapat terpuaskan.

    Pantaslah jika demikian masjid akhirnya tereduksi fungsinya hanya menjadi tempat

    ibadah dalam arti sempit: tempat sholat. Sementara, nasib ekonomi jamaah

    disantuni oleh mie-instan tetangga.48

    2. Pemetaan

    Setelah didata, maka selanjutnya dilakukan pemetaan. Mana warga yang

    masuk muslim dan bukan, yang sejahtera dan belum, yang sudah bisa baca Quran

    dan belum, yang sudah sholat dan belum, yang sudah berjamaah, yang belum

    sehingga nampak gambaran keadaan warga sepenuhnya. Jika pekerjaan mengurusi

    masjid hanya dianggap sambilan maka hal detil seperti tidak akan tertangani.\

    47

    Supardi dan Teuku Amiruddin, Konsep, hlm. xi.

    48 Ibid, hlm. viii-xiii.

  • 21

    3. Penyusunan Program

    Program dibuat berdasarkan hasil pemetaan yang merupakan kondisi riil di

    masyarakat. Misalnya dari terlihat bahwa masih banyak orang yang belum sholat.

    Bagaimana cara mengajak mereka sholat tanpa membuat mereka tersinggung.

    Setelah menentukan apa programnya, lalu ditentukan siapa pelaksananya dan

    berapa biayanya.

    Untuk mengajak orang sholat, takmir membuat program menyolatkan

    orang hidup, maksudnya, takmir menyediakan fasilitas bimbingan untuk sholat

    sampai bisa. Pengurus menghimbau kepada jamaah agar ikut berpartisipasi dalam

    program ini dengan membeli paket senilai Rp 250.000 sebagai amal jariyah

    memperantarai orang untuk dapat sholat. Daripada untuk umroh berkali-kali yang

    seakan seperti penghapusan dosa, lebih baik dananya digunakan untuk mendanai

    program semacam itu.

    Untuk administrasi, masjid mempekerjakan karyawan untuk kesekretariatan

    dan keuangan. Mereka adalah operator sekretaris dan bendahara masjid. Frekuensi

    pekerjaan surat menyurat dan keuangan sangat tinggi sehingga dibutuhkan orang

    yang fokus bekerja untuk menangani itu.

    4. Sosialisasi dan pelaksanaan

    Sebelum program dilakukan agar seluruh masyarakat mengetahui dan

    memahami program masjid. Sosialisasi ini dalam bentuk buletin, brosur, dan

    bentuk informasi lainnya. Selain itu, dalam media tersebut juga dipaparkan peluang

    untuk bergabung dala program-program yang direncanakan pengurus.

    5. Evaluasi

    Seperti teori manajamen pada umumnya, maka harus dilakukan evaluasi

    agar terus menerus dilakukan perbaikan. Setiap rencana pasti memiliki kendala dan

    hambatan, begitupun Masjid Jogokariyan. Misalnya, ujar Jazir, program Hari

    Jamaah Keluarga, yakni program yang mengajak seluruh warga untuk berjamaah di

    masjid pada hari Sabtu malam hingga hari Ahad. Hambatan datang dari beberapa

    kelompok yang memiliki pandangan yang berbeda terkait baik tidaknya perempuan

    sholat di masjid. Hal ini membuat masyarakat awam melihat ada orang yang

    nampak berilmu, istrinya tidak sholat di masjid sehingga menjadi alasan pula bagi

    segelintir warga untuk tidak berjamaah sekeluarga di masjid.

    Saat ini problem fragmentasi kelompok yang berbeda pemahaman mulai

    terasa. Jika dulu didominasi Muhammadiyah dan sedikit Nahdhatul Ulama,

  • 22

    sekarang makin banyak kelompok. Pengurus di satu sisi menghimbau warga untuk

    bersosialiasi di masjid, namun ada segelintir kelompok tertentu menyatakan bahwa

    tidak sepatutnya perempuan sholat di masjid sehingga ini cukup kontraproduktif

    dengan semangat masjid. Namun pengurus tidak kemudian memaksakan dan

    menghargai pendapat mereka. Walaupun begitu, takmir juga berupaya untuk tetap

    bekomunikasi dengan mereka.

    Julukan kampung santri yang melekat dengan Jogokariyan ternyata dibaca

    sebagai peluang bagi kelompok radikal ekstrim. Kelompok ini berusaha

    menjadikan masjid Jogokariyan menjadi basis penyebaran paham mereka. Mulai

    dengan mengajak beberapa orang untuk bergabung melalui komunikasi yang tidak

    banyak diketahui orang.

    G. KESIMPULAN

    M. Jazir ASP, sang tokoh dari masjid terbaik ketiga di Indonesia ini, telah

    membuka mata kita bahwa masjid tidak sekadar menjadi simbol agama, tetapi juga

    pembangun peradaban dan kesejahteraan umat. Dengan prinsip Dari Masjid

    Membangun Umat, ia telah mencontohkan bagaimana seharusnya masjid berperan dan

    berfungsi dengan tata kelola manajemen masjid modern. Menurut Budiman Mustofa,

    fungsi masjid kurang lebih sebagai berikut:49

    1. Wahana konsultasi keagamaan, masalah keluarga, dan masalah sosial.

    2. Wahana pengembangan pendidikan masyarakat.

    3. Wahana wahana pengembangan bakat dan keterampilan.

    4. Wahana pengentasan kemiskinan dan meringankan beban orang yang kekurangan

    5. Wahana pembinaan generasi muda.

    6. Wahana mitra pengembangan perekonomian masyarakat.

    7. Wahana menyehatkan masyarakat.

    Masjid Jogokariyan telah melakukan semua itu. Masjid sebagai pemecahan solusi

    umat, bukan sekadar wacana lagi. Saatnya menerapkan prinsip Dari Masjid

    Membangun Umat, bukan lagi Dari Umat Membangun Masjid, yang mana slogan

    kedua ini akan menjadikan kita hanya berpikir membangun fisik masjid saja.

    Harapannya, setiap muslim nan beriman, miliki prinsip Dari Masjid Membangun Umat

    dan kelak dari masjid, umat Islam akan jaya.

    49

    Budiman Mustofa, Manajemen , hlm. 178-179.

  • 23

    H. DAFTAR PUSTAKA

    Ayub, Mohammad E. 1996. Manajemen Masjid: Petunjuk Praktis Bagi Para Pengurus,

    Yogyakarta: Gema Insani Press.

    Anonim, DMI Bentuk Tim Survei Masjid, dikutip dari http://www.republika.co.id/berita/koran/khazanah-koran/14/10/01/ncrd0i33-

    dmi-bentuk-tim-survei-masjid pada hari Senin, 12 Januari 2015 pukul 21.10

    WIB.

    Badan Pusat Statistik (BPS), diakses dari http://www.bps.go.id/ pada hari Senin, 12

    Januari 2015 pukul 20.50 WIB.

    Hatta, Ahmad. 2009. Tafsir Quran per Kata: Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul

    danTerjemah. Jakarta: Maghfirah Pustaka

    Jazir, Muhammad, Masjid Jogokariyan, dikutip dari https://www.youtube.com

    /watch?v=zb1a9XJ0u0 pada hari Jumat, 1 Mei 2015 pukul 7.30.

    Kamus Besar Bahasa Indonesia, dikutip dari http://kbbi.web.id/ideologi pada Sabtu, 18

    April 2015 pukul 05.50.

    Mustofa, Budiman. 2007. Manajemen Masjid. Surakarta: Ziyad Visi Media.

    Supardi, Amiruddin, Teuku. 2001. Konsep Manajemen Masjid: Optimalisasi Peran

    Masjid. Yogyakarta: UII Press.

    Susapto. 2013. Peranan Masjid Jogokariyan Dalam M Emberdayaan Masyarakat Di

    Bidang Keagamaan, Pendidikan, Dan Ekonomi Tahun 2012, Tesis,

    Surakarta: Magister Pemikiran Islam Program Pascasarjana Universitas

    Muhammadiyah Surakarta.

    Wawancara dengan Muhammad Jazir ASP di Yogyakarta, tanggal 1 April 2015.

    Widiyanto, Danar. Manajemen Masjid Tidak Boleh Kalah dari Manajemen Hotel

    dikutip dari http://krjogja.com/read/207893/manajemen-masjid-tidak-

    boleh-kalah-dari-manajemen-hotel.kr pada hari Jumat, 10 April 2015 pukul

    13.44

    Jazir, Muhammad, Masjid Jogokariyan, dikutip dari https://www.youtube.com

    /watch?v=zb1a9XJ0u0 pada hari Jumat, 1 Mei 2015 pukul 7.30.