bab i pendahuluan a. latar...

27
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang penting dan utama dalam kehidupan kita. Pendidikan juga merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945, Amandemen Bab X A Hak Asasi Manusia Pasal 28C yang berbunyi : ―Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia‖. Dan UUD 1945 Amandemen Bab XIII Pendidikan Dan Kebudayaan Pasal 31, ayat 1-5 yang berbunyi : ―(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia‖. Oleh karena itu, hak setiap anak bangsa untuk mengenyam pendidikan tidak dapat dihalangi oleh siapapun. Akses masyarakat terhadap pendidikan merupakan amanah yang harus dilakukan bangsa Indonesia sesuai dengan tujuan

Upload: donhu

Post on 15-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang penting dan utama dalam

kehidupan kita. Pendidikan juga merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh

Undang-Undang Dasar 1945, Amandemen Bab X A Hak Asasi Manusia Pasal

28C yang berbunyi :

―Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan

kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh

manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi

meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat

manusia‖.

Dan UUD 1945 Amandemen Bab XIII Pendidikan Dan Kebudayaan Pasal 31,

ayat 1-5 yang berbunyi :

―(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; (2) Setiap

warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah

wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang

meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan

Undang-Undang; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan

sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan

belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah

untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; (5)

Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan

menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk

kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia‖.

Oleh karena itu, hak setiap anak bangsa untuk mengenyam pendidikan

tidak dapat dihalangi oleh siapapun. Akses masyarakat terhadap pendidikan

merupakan amanah yang harus dilakukan bangsa Indonesia sesuai dengan tujuan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

2

negara Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan

kehidupan bangsa.

Pendidikan salah satu komponen terpenting dalam meningkatkan kualitas

hidup manusia, dalam Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)

menyampaikan kinerja pendidikan yaitu gabungan angka partisipasi kasar (APK)

jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi dan angka melek

aksara digunakan sebagai variabel dalam menghitung Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) bersama-sama dengan variabel kesehatan dan ekonomi. Oleh

karena itu pembangunan pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan

kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi

manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan

perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Pembangunan pendidikan

nasional yang akan dilakukan dalam kurun waktu 2004 – 2009 telah

mempertimbangkan kesepakatan-kesepakatan internasional seperti Pendidikan

Untuk Semua (Education For All), Konvensi Hak Anak (Convention on the right

of child) dan Millenium Development Goals (MDGs) serta World Summit on

Sustainable Development yang secara jelas menekankan pentingnya pendidikan

sebagai salah satu cara untuk penanggulangan kemiskinan, peningkatan keadilan

dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

peningkatan keadilan sosial.

Pendidikan merupakan investasi yang sangat mempengaruhi kualitas

kehidupan manusia di masa depan. Dengan pendidikan manusia bisa dilatih dalam

ketrampilan maupun kecerdasan untuk menghadapi masalah-masalah kehidupan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

3

yang semakin kompleks. Indikator yang penting dalam menilai sumber daya

manusia adalah pendidikan, artinya semakin baik taraf pendidikan maka semakin

baik pula sumber daya manusia tersebut. Dengan pendidikan orang yang bodoh

atau tidak tahu bisa menjadi pintar, artinya dengan pendidikan terjadi proses

transfer knowledge. Oleh karena itu pendidikan adalah suatu proses yang sangat

penting dalam peningkatan sumber daya manusia.

Dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013, Buku I – Bab V Prioritas

Pembangunan Nasional, sektor pendidikan merupakan prioritas kedua setelah

Reformasi Birokrasi Dan Tata Kelola. Dalam rangka meningkatkan akses

pendidikan yang terjangkau, berkualitas, relevan dan efisien, beberapa

permasalahan yang masih harus diselesaikan antara lain: (i) masih belum

meratanya kesempatan memperoleh pendidikan; (ii) masih rendahnya kualitas,

relevansi, dan daya saing pendidikan; (iii) masih rendahnya profesionalitas guru

dan belum meratanya distribusi guru; (iv) masih terbatasnya kualitas sarana dan

prasarana pendidikan; (v) belum optimalnya pendidikan karakter bangsa; (vi)

belum efektifnya manajemen dan tatakelola pendidikan; dan (vii) belum

terwujudnya pembiayaan pendidikan yang berkeadilan. Dari permasalahan

tersebut pemerintah mengambil arah kebijakan pendidikan yang mengacu pada :

1. Peningkatan kualitas wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang

merata; 2. Peningkatan akses, kualitas dan relevansi pendidikan menengah

universal; 3. Peningkatan kualitas, referensi dan daya saing pendidikan tinggi; 4.

Peningkatan profesionalisme dan pemerataan distribusi guru dan tenaga

kependidikan; 5. Peningkatan akses dan kualitas pendidikan anak usia dini

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

4

(PAUD), pendidikan nonformal dan pendidikan informal; 6. Peningkatan kualitas

pendidikan agama dan keagamaan; 7. Pemantapan pelaksanaan sistem pendidikan

nasional; 8. Peningkatan efisiensi dan efektivitas manajemen pelayanan

pendidikan; 9. Penguatan tata kelola pendidikan; dan 10. Peningkatan pendidikan

karakter.

Sedangkan tujuan pendidikan adalah menanamkan pengetahuan /

pengertian, pendapat dan konsep-konsep, Mengubah sikap dan persepsi,

menanamkan tingkah laku / kebiasaan yang baru (Soekidjo Notoatmodjo. 2003 :

68).

Jalur Pendidikan menurut UU RI No. 20 Tahun 2003, jalur pendidikan

dibagi menjadi tiga jalur, yaitu pertama Jalur Formal, meliputi : Pendidikan Dasar

(Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah atau

bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah

Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat; Pendidikan Menengah

(Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan

menengah jurusan, seperti : SMA, MA, SMK, MAN atau bentuk lain yang

sederajat; Pendidikan Tinggi (Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi,

politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas), kedua Jalur Nonformal dan

ketiga adalah Jalur Informal.

Pendidikan sebagai bentuk suatu layanan publik hendaknya perlu

mendapat perhatian dari pemerintah karena pendidikan merupakan salah satu

public goods. Pemerintah berperan dalam menyediakan layanan ini khususnya

penyediaan kesempatan belajar bagi seluruh warga negara.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

5

Sehingga pendidikan sebagai usaha yang disengaja untuk membangun

manusia menjadi manusia yang mandiri untuk kemudian menyatu dengan

masyarakat. Mandiri di sini berarti memiliki pengetahuan, kecakapan dan

ketrampilan yang diperlukan dalam kehidupan. Sedangkan menyatu adalah

mampu menjadi warga masyarakat dan warganegara dengan mengetahui hak dan

kewajiban.

Gambaran pendidikan di Kota Yogyakarta ataupun di kota-kota di

Indonesia tidaklah jauh berbeda. Bagi orang-orang yang mampu dalam ekonomi,

tidaklah sulit untuk mendapatkan akses atau layanan pendidikan yang berkualitas.

Siswa mampu secara ekonomi mempunyai sarana ataupun pendanaan yang

mendukung untuk memperloleh pendidikan yang berkualitas. Berbeda dengan

orang miskin, Siswa miskin akan mendahulukan kebutuhan pokok (makan,

sandang dan papan) terlebih dahulu sebelum pendidikan. Ketidakmampuan orang

miskin ini untuk mengakses pendidikan mengakibatkan rata-rata orang miskin

tidak memiliki kepandaian ataupun ketrampilan, sehingga orang miskin tidak

mampu untuk meningkatkan taraf hidup. Mereka melihat bahwa pendidikan di

sekolah-sekolah sangatlah mahal. Kondisi ini mengakibatkan ketidakberdayaan

masyarakat miskin untuk memperoleh pendidikan yang maksimal.

Sebagai salah satu kebutuhan dasar dan merupakan barang publik (public

good), pendidikan seharusnya dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat. Oleh

karena itu, layanan pendidikan membutuhkan jaminan dari negara/pemerintah.

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28C dan pasal 31, sudah cukup sebagai

landasan bagi pemerintah untuk wajib menyelenggarakan pendidikan yang

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

6

berkualitas kepada semua warga negara tanpa terkecuali. Namun realitanya masih

banyak masyarakat miskin yang belum bisa mengakses pelayanan pendidikan

seperti yang diharapkan.

Usaha pemerataan pendidikan saat ini belum bisa diimbangi dengan

peningkatan mutu pendidikan. Masalah pendidikan dan kemiskinan ibarat menjadi

suatu siklus yang sulit untuk di cari jalan keluarnya. Adanya pendidikan menjadi

jalan untuk mengatasi kemiskinan, namun di sisi lain kemiskinan menyebabkan

mutu pendidikan rendah dan sulitnya mengakses pendidikan bagi orang miskin,

disinilah peran pemerintah dibutuhkan.

Tingkat kemiskinan di DIY pada tahun 2012 menduduki peringkat

tertinggi se-Jawa atau lebih jauh lebih tinggi dari DKI Jakarta, Banten dan Jawa

Tengah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DIY seperti yang dimuat

pada Harian Kedaulatan Rakyat (12 Januari 2013: 19) Daerah Istimewa

Yogyakarta pada akhir tahun 2012 lalu mencapai 15,88%. Jumlah ini memang

menurun dari Maret 2012 yang mencapai 16,05%, namun jumlah itu tetap

tertinggi di Pulau Jawa. Sedangkan gambaran pemegang KMS 2012 tercatat

17.018 KK dengan 44.530 jiwa pemegang KMS. Sementara itu di tahun 2013

diprediksi akan naik 25 % menjadi 21.299 KK dengan 68.188 jiwa pemegang

KMS, peningkatan ini diakibatkan adanya sasaran jaminan perlindungan sosial

yang diperluas. Warga yang rentan miskin yang selama ini hanya bisa mengakses

surat keterangan tidak mampu, akan dimasukkan sebagai pemegang Kartu Menuju

Sejahtera (KMS).

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

7

Dengan pelaksanaan otonomi daerah yang termasuk didalamnya

desentralisasi pada bidang pendidikan, pemerintah daerah harus berfikir keras

untuk bisa membuat atau mengambil keputusan terhadap kebijakan pendidikan di

daerah. Banyak program pemerintah di bidang pendidikan, antara lain wajib

belajar 9 tahun yang digratiskan mulai tahun 2005. Program ini didukung

penyediaan dana secara terpadu yang bersumber dari APBN dan APBD. BOS

diberikan dalam rangka memberikan jaminan pendidikan dasar mulai dari SD

sampai dengan SMPT negeri.

Program pendidikan pemerintah Kota Yogyakarta dalam Perda Kota

Yogyakarta Nomor 5 tahun 2008, tentang Sistem Penyelenggaraan Pendidikan,

bertujuan menyelenggarakan pendidikan daerah yang berusaha menjamin

keberlangsungan proses pendidikan. Sistem ini juga bertujuan untuk

mengembangkan potensi perserta didik di daerah, agar menjadi manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan

berbudi pekerti luhur, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berbudaya, mandiri, percaya

diri, dan menjadi warga masyarakat yang demokratis serta bertanggungjawab.

(Initiatives of Governance Innovation:4).

Tantangan terbesar dalam pembangunan Indonesia dalam rangka mencapai

tujuan UUD adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Kemudian, diterjemahkan

bagaimana membangun kebijakan pendidikan di daerah yang baik, dalam kontek

Kebijakan Pendidikan Nasional (UU no. 20/2003) dengan Kebijakan

Desentralisasi (UU No. 32/2004). Terobosan kebijakan publik tentang

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

8

pembangunan pendidikan di daerah, kemudian bisa dipahami sebagai daerah

mampu mengembangkan kebijakan pendidikan secara mandiri.

Penyelenggaraan jaminan pendidikan daerah merupakan salah satu

jawaban kepedulian pemerintah di Kota Yogyakarta untuk memberikan akses

pendidikan bagi semua warganya, terutama warga miskin. Terjaminnya warga

miskin harapannya bisa membantu warga miskin untuk bisa mengakses

pendidikan. Oleh karena itu, semenjak tahun 2007 Pemerintah Kota Yogyakarta

mencoba untuk menyelenggarakan adanya jaminan pendidikan di Kota

Yogyakarta yang disebut dengan Jaminan Pendidikan Daerah atau JPD. Jaminan

Pendidikan Daerah ini diselenggarakan dibawah koordinasi Unit Pelaksana Teknis

Jaminan Pendidikan Daerah (UPT JPD) Kota Yogyakarta.

Jaminan Pendidikan Daerah mulai muncul atas inisiatif Eksekutif yaitu H.

Herry Zudianto (Wali Kota Yogyakarta periode 2001-2006 dan Periode 2006-

2011). Menurut laporan Initiatives of Governance Innovation (IGI), warga Kota

Yogyakarta yang termasuk dalam keluarga menuju sejahtera (KMS) mendapatkan

JPD dari Pemerintah Kota Yogyakarta. Pemberian JPD diatur dalam Peraturan

Walikota Yogyakarta Nomor 35 Tahun 2007 tentang Pedoman Pemberian

Jaminan Pendidikan Daerah, dan selanjutnya diatur dalam Peraturan Walikota

Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Jaminan

Pendidikan Daerah, Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2009

tentang Pedoman Pemberian Jaminan Pendidikan Daerah, dan yang terbaru diatur

dalam Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2010 tentang Pedoman

Pemberian Jaminan Pendidikan Daerah. Kebijakan JPD ini dimaksudkan untuk

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

9

peningkatan kesempatan memperoleh pendidikan bagi penduduk Daerah dan

penuntasan Wajib Belajar 12 (dua belas) tahun.

Alasan pokok mengapa Kota Yogyakarta menggulirkan program ini

adalah: pertama, sebagai kota pendidikan masih banyak terdapat anak yang putus

sekolah. Kedua, rendahnya kesempatan peserta didik dari keluarga miskin untuk

bisa mengakses pedidikan yang berkualitas / bermutu. Ketiga, Visi Pemerintah

Kota, memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat agar

memperoleh layanan pendidikan yang bermutu dalam rangka penuntasan Wajib

belajar 12 tahun.

Kelompok sasaran program JPD adalah semua peserta didik yang

merupakan penduduk Kota Yogyakarta pemegang kartu KMS dan Peserta didik

yang akan dan/ sedang menempuh pendidikan pada jenjang pendidikan

TK/RA/TKLB, SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB dan SMK.

Pelaksanaan Pemberian JPD meliputi empat azas yaitu : Objektif, artinya bahwa

penentuan sasaran penerimaan Jaminan Pendidikan Daerah harus memenuhi

ketentuan; Transparan, artinya pelaksanaan Pemberian Jaminan Pendidikan

Daerah bersifat terbuka dan dapat diketahui oleh masyarakat termasuk orangtua

peserta didik; Akuntabel, artinya pelaksanaan pemberian Jaminan Pendidikan

Daerah dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, baik prosedur maupun

hasilnya; Tidak diskriminatif, artinya setiap anak usia sekolah dari keluarga

pemegang KMS dapat memperoleh Jaminan Pendidikan Daerah tanpa

membedakan suku, agama dan golongan.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

10

Permasalahan pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) cukup

banyak, seperti yang diberitakan Harian Kedaulatan Rakyat (24 Juni 2013; p.15),

tingkat persaingan untuk melanjutkan ke sekolah negeri dipastikan akan

berlangsung kian sengit karena peserta membludak. Berdasarkan pendataan,

pemegang KMS yang akan melanjutkan ke jenjang SMP negeri mencapai 2.265

siswa. Sementara kuota yang diberikan hanya 863 kursi. Sedangkan untuk

melanjutkan jenjang SMA/SMK negeri mencapai 2.068 siswa yang akan

memperebutkan 133 kursi SMA dan 909 kursi SMK. Disamping itu pula, menurut

hasil pemantauan Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Yogyakarta selama

proses pendataan siswa KMS di Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, masih

ditemui ketidaktepatan sasaran program, ini ditujukkan dengan gaya hidup siswa

KMS yang tergolong mewah sehingga semestinya tidak layak memegang KMS.

Antara lain memiliki sepeda motor yang bagus serta alat komunikasi (HP)

canggih.

Disamping itu pula, informasi yang menyatakan bahwa peserta didik dari

program JPD tidak bisa mengikuti proses proses belajar mengajar (PBM) di

sekolah favorit, seperti yang ditulis oleh Satyananda (2012), yang menyatakan :

―Sekolah menerima calon peserta didik baru dari golongan KMS

dengan nilai berapa pun. Akibatnya, rata-rata siswa KMS yang

mendaftar memiliki nilai yang jauh di bawah standar sekolah. Hal

tersebut yang kemudian menimbulkan berbagai fenomena terkait daya

saing siswa KMS. Keluhan terkait prestasi dan daya saing siswa KMS

bermunculan. Guru merasa kesulitan untuk mengajar karena

kemampuan dasar siswa KMS yang rata-rata jauh di bawah siswa

reguler lainnya. Belum lagi dengan motivasi rendah yang kemudian

diikuti dengan perilaku membolos, tidur di kelas, mengabaikan tugas,

dsb‖.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

11

Dari hasil wawancara dengan salah satu warga masyarakat, Agung (5 Juni

2013) yang akan menyekolahkan putrinya pada sekolah negeri, dia mengatakan :

―Sekarang harus tambah jeli memilih sekolah, kalo dahulu cukup

melihat sekolah itu favorit atau tidak, lulusannya nilainya baik atau

tidak, nilai anak kita bisa masuk atau tidak...tapi sekarang harus

melihat berapa jumlah murid yang dari program Jaminan Pendidikan

Daerah itu...‖

Hal ini merupakan temuan-temuan awal yang menarik. Dari satu sisi

pemerintah dalam upayanya memberikan kesempatan bagi masyarakat miskin

untuk mengenyam pendidikan pada sekolah-sekolah favorit, tetapi pada sisi yang

lain program JPD membawa akibat pada animo masyarakat untuk menyekolahkan

putra-putrinya akan melihat seberapa besar jumlah siswa JPD di sekolah tersebut.

Permasalahan lainnya adalah ketika calon siswa KMS dan orang tua siswa

memilih sekolah, seperti disampaikan oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis Jaminan

Pendidikan Daerah Dra. Suryatmi (7 Mei 2013), beliau menjelaskan :

―Sering terjadi masalah pada proses PBM, ketika calon siswa

maupun orang tua siswa mendaftarkan anaknya di sekolah-sekolah

favorit tanpa mempertimbangkan kemampuan akademik calon siswa

KMS sendiri. Akibatnya siswa akan mendapatkan kesulitan dalam

mengikuti pelajaran yang diberikan di sekolah yang bersangkutan.

Sehingga ketika siswa KMS memilih sekolah harus hati-hati dengan

melihat kemampuan dan peluang diterima.‖

Menurut Pemerintah Kota Yogyakarta, Program Jaminan Pendidikan

Daerah dianggap penting diselenggarakan karena nilai kebermanfaatan bagi

keluarga miskin untuk mengenyam pendidikan lebih terjamin. Seperti hasil

wawancara dengan Kepala UPT JPD Yogyakarta Dra. Suryatmi (5 Juni 2013),

beliau menyampaikan sebagai berikut :

―Program ini sudah digulirkan sejak tahun 2007, Pemerintah Kota

melihat penting program JPD ini karena masyarakat miskin bisa

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

12

mengenyam pendidikan secara gratis. Banyak pendapat yang

menyatakan bahwa program ini sangat membawa hasil yang baik

dengan semakin rendahnya angka putus sekolah, tetapi ada pula yang

menyatakan bahwa dengan program ini muncul banyak masalah

seperti ketidaktepatan penggunaan data KMS, tidak tepat sasaran

maupun dampak lain seperti munculnya kecemburuan sosial.‖

Selanjutnya, beliau menyatakan :

―Patut disayangkan bahwa pelaksana program Jaminan Pendidikan

Daerah ini yaitu Unit Pelaksana Teknis belum melakukan monitoring

dan evaluasi berkenaan dengan program ini. Sehingga tidak diketahui

secara pasti informasi yang berhubungan dengan kemajuan atau hasil

yang diraih. Demikian pula tidak adanya informasi tentang penilaian

secara obyektif dan sistematis berkaitan dengan pelaksanaan

program JPD maupun hasil dari program. Disamping itu pula UPT

JPD merasa tidak berkepentingan untuk melakukan monitoring dan

evaluasi karena hanya sebagai lembaga pelaksana program.‖

Melihat realitas yang terjadi di lapangan, perlu adanya evaluasi berkenaan

dengan program JPD ini. Evaluasi program JPD ini merupakan instrumen penting

untuk mengetahui apakah rencana program JPD tersebut dapat mencapai sasaran

atau mewujudkan tujuan dari program ini yaitu penuntasan wajib belajar 12

Tahun.

Sesuai petunjuk teknis Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Kota

Yogyakarta, seluruh sekolah akan mendapatkan porsi siswa dari peserta program

JPD. Dinas Pendidikan kota akan membagi kuota bagi siswa program JPD pada

masing-masing sekolah. Data daya tampung perserta didik dari jenjang SMA

Negeri dapat dilihat pada tabel 1 berikut :

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

13

Tabel 1. Daya tampung Peserta Didik Baru pada SMA di Kota Yogyakarta

No Nama Sekolah Daya

Tampung

Kuota

Program

JPD

Kuota

Pendudu

k Daerah

Kuota

Penduduk

Luar

Daerah

1 SMA NEGERI 1 288 8 194 86

2 SMA NEGERI 2 288 9 193 86

3 SMA NEGERI 3 224 7 150 67

4 SMA NEGERI 4 192 12 122 58

5 SMA NEGERI 5 256 13 166 77

6 SMA NEGERI 6 256 14 165 77

7 SMA NEGERI 7 256 18 161 77

8 SMA NEGERI 8 256 9 170 77

9 SMA NEGERI 9 192 11 124 57

10 SMA NEGERI 10 160 12 100 48

11 SMA NEGERI 11 288 20 182 86

TOTAL: 2.656 133 1.727 796

Sumber : Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta 2013

Dari tabel tersebut, pembagian kuota bagi peserta program JPD berbeda-

beda satu sekolah dengan sekolah lainnya. Dalam penelitian ini, peneliti

mengkategorikan jumlah kuota siswa program JPD menjadi tiga kategori yaitu

rendah, dari interval 7-11 meliputi SMAN 1, SMAN 2, SMAN 3, SMAN 8,

SMAN 9; kategori sedang, dari interval 12-16 meliputi SMAN 4, SMAN 5,

SMAN 6, SMAN 10; dan kategori tinggi, dari interval 17-20 meliputi SMAN 7,

SMAN 11. Dari masing-masing kategori tersebut akan diambil sampel satu

sekolah, yaitu : SMAN 1, SMAN 4, SMAN 11. Lebih jelasnya dapat disajikan

dalam tabel berikut ini :

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

14

Tabel 2. Kategori Kuota Siswa Program JPD SMA Negeri Kota Yogyakarta

No. Jenis Kategori Interval Sekolah Sample

1. Rendah 7-11 SMAN 1, SMAN 2,

SMAN 3, SMAN 8,

SMAN 9

SMAN 1

2. Sedang 12-16 SMAN 4, SMAN 5,

SMAN 6, SMAN 10

SMAN 4

3. Tinggi 17-20 SMAN 7, SMAN 11 SMAN 11

Sumber : Data diolah

Sekolah ini mendapatkan kuota program JPD yang berbeda-bada menurut

kategori. Lokus ini menarik untuk dievaluasi lebih lanjut untuk melihat sejauh

mana implementasi program JPD. Hasil dari evaluasi, diharapkan nantinya akan

menghasilkan informasi yang mendukung perbaikan pelaksanaan program JPD.

Tidak hanya melihat pada aspek kuantitatif (jumlah peserta didik yang bisa

sekolah sampai 12 Tahun) tetapi pada aspek kualitatif (implementasi program,

peningkatan mutu peserta didik).

Menurut data Dinas Pendidikan dan Olah Raga Daerah Istimewa

Yogyakarta, Angka Putus Sekolah (APS) di kota Yogyakarta, pada jenjang SMA

terjadi peningkatan anak putus sekolah yang cukup memprihatinkan dari tahun

2008 sampai dengan 2011. Data tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut :

Tabel 3. Angka Putus Sekolah (APS) di Kota Yogyakarta

No. Jenjang TAHUN

2008-2009 2009-2010 2010-2011

1. SD/MI 13 siswa 24 siswa 24 siswa

2. SMP/MTs 23 siswa 17 siswa 17 siswa

3. SMA/MA/SMK 12 siswa 24 siswa 83 siswa

TOTAL 48 siswa 65 siswa 124 siswa

Sumber : Data dokumen Dispora DIY

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

15

Data tersebut memperkuat peneliti untuk melihat sejauhmana pelaksanaan

program JPD pada jenjang Sekolah Menengah Atas di Kota Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Kebijakan JPD merupakan bentuk kepedulian Pemerintah Kota

Yogyakarta dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat

Kota Yogyakarta, khususnya pada masyarakat miskin dengan memberikan

jaminan pembiyaan pendidikan kepada siswa miskin. Program JPD yang

terselenggara sejak tahun 2007 perlu mendapat kajian-kajian ilmiah untuk

perbaikan dan kelangsungan program ini. Sekolah sebagai satuan pendidikan

tentunya memiliki standar dalam mendidik anak didiknya. Standar Nasional

Pendidikan merupakan standar yang harus dipenuhi satuan pendidikan untuk

mendapatkan kualitas lulusan yang mempunyai kompetensi standar.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana implementasi kebijakan JPD di SMA Negeri Kota

Yogyakarta?, Apakah Standar Nasional Pendidikan sebagai pedoman

kebijakan pendidikan dapat mewujudkan tujuan dari program JPD?.

2. Hambatan apa yang ditemui dalam implementasi kebijakan program

JPD?, kemudian usaha apa saja yang telah dilakukan dalam mengatasi

hambatan tersebut?.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian evaluasi Implementasi Kebijakan Jaminan Pendidikan

Daerah (JPD) antara lain dimaksudkan :

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

16

1. Mengetahui bagaimana proses implementasi JPD dan mengetahui

bagaimana Standar Nasional Pendidikan sebagai pedoman kebijakan

pendidikan dapat mewujudkan tujuan dari program JPD.

2. Mengetahui hambatan-hambatan yang bekenaan dengan implementasi

kebijakan JPD di SMA Negeri Kota Yogyakarta, dan untuk

mengetahui usaha apa saja yang telah dilakukan dalam mengatasi

hambatan tersebut.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, adalah :

1. Hasil penelitian bisa dipergunakan untuk bahan informasi dalam

perbaikan implementasi kebijakan Jaminan Pendidikan Daerah.

2. Hasil penelitian bisa dipakai sebagai bahan atau sumber rujukan untuk

penelitian selanjutnya.

3. Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan diskusi, terutama

bagi para peneliti pada persoalan yang menyangkut kebijakan jaminan

sosial khususnya pada bidang pendidikan.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Jaminan Pendidikan relatif telah banyak

dilakukan. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumya mengenai

program JPD, dapat disampaikan sebagai berikut :

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

17

Tabel 4. Penelitian terdahulu mengenai Jaminan Pedidikan

Peneliti/

Journal Uraian/Hasil Metode/Model

Rochmat

Wahab

(2008)

Melakukan penelitian tentang Opini masyarakat mengenai

Kartu Menuju Sejahtera (KMS) dan Dampaknya bagi

masyarakat. Penelitian ini menjelaskan berbagai macam

pendapat dari masyarakat mengenai penggunaan kartu

KMS sebagai intrumen diberbagai program seperti JPD dan

berbagai dampak penggunaan kartu KMS.

Deskriptif

Kualititatif

Kuswinarti

(2009)

Penelitiannya yang berjudul The Performance Of

Indonesian Basic Education and The Japanese Experience,

mencoba menganalisis dengan membandingkan kinerja

pendidikan dasar Indonesia khususnya di Kota Yogyakarta

dan pengalaman Jepang. Penelitian ini menghasilkan

Penerapan kebijakan nasional program (BOS) atau program

dana operasional sekolah, yang didukung oleh kebijakan

pemerintah daerah tentang Biaya Operasional Sekolah

Daerah (BOSDA) atau dana operasional sekolah lokal dan

Jaminan Pendidikan Daerah (JPD) atau jaminan pendidikan

lokal, Biaya Operasional Sekolah di Yogyakarta

menghasilkan manfaat yang signifikan dalam layanan

pendidikan dasar. Namun, berbagai reformasi formulasi

masih diperlukan dalam rangka mengoptimalkan manfaat

potensial di masa depan.

Deskriptif

Kualititatif dengan

membandingkan

kebijakan yang ada

di Jepang dan di

Indonesia

Arum

Darmawati

(2011)

Meneliti mengenai Evaluasi Program Beasiswa Kartu

Menuju Sejahtera Terhadap Prestasi Belajar Siswa di SMA

Negeri Kota Yogyakarta, penelitian ini berfokus pada tinggi

rendahnya motivasi dan prestasi belajar siswa penerima

program JPD.

Pendekatan

kuantitatif dan

kualitatif. Model

evaluasi kesenjangan

(discrepancy model

of evaluation) oleh

Provus.

Ashari dan

Asmawati

(2012)

Meneliti tentang Jaminan Pendidikan Daerah Bagi

Pemegang KMS Kota Yogyakarta yang tergabung dalam

Initiatives for Governance Innovation, UGM Yogyakarta.

Penelitian ini menganalisis tentang dampak positif dan

negatif program JPD di Kota Yogyakarta.

Kualitatif, dengan

metode

pengumpulan data

wawancara, dan data

sekunder seperti dari

sumber penelitian

Bappeda Kota

Yogyakarta, 2011

Fajar Sidik

(2013)

Penelitian ini lebih melihat pada proses pelayanan

Pendidikan Bagi Keluarga Miskin KMS Melalui Program

Jaminan Pendidikan Daerah JPD. Meliputi akses, bias,

cakupan, dan ketepatan layanan.

Deskriptif

Kualititatif

Sumber : peneliti dari kajian literatur

Dari beberapa penelitian tersebut, peneliti berinisiatif untuk

melakukan analisis lebih mendalam tentang implementasi kebijakan JPD

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

18

pada tingkat SMA Negeri Kota Yogyakarta. Penelitian ini akan melihat

lebih mendalam mengenai implementasi program JPD disesuaikan dengan

Standar Nasional Pendidikan (SNP), serta melihat hambatan dan usaha

sekolah dalam pelaksanaan program JPD ini. Penelitian ini berbeda

dengan penelitian yang sudah dilakukan, yang membedakan dengan studi-

studi lainya adalah pendekatannya dalam menganalisis implementasi

dengan suatu model yang dikembangkan oleh Stufflebeam yaitu context,

input, process dan product (CIPP).

Dari sudut pandang ini diharapkan akan didapatkan analisis yang

lebih lengkap, sehingga dapat dijelaskan mulai dari konteks, input, proses

hingga output program dalam suatu sekolah. Jelas bahwa penelitian ini

penting untuk dilakukan dan belum pernah di teliti dan dikaji. Penelitian

ini menjadi penting karena studi ini akan mendalami kontek kebijakan,

input, proses dan produk dari kebijakan JPD. Penggunaan Standar

Nasional Pendidikan sebagai garis panduan digunakan peneliti dalam

melihat sejauh mana pelaksanaan pada sekolah khususnya SMA Negeri

Kota Yogyakarta dalam mengupayakan peserta didik dari program JPD ini

dapat mencapai harapan dan keinginan stakeholder mencapai peningkatan

mutu dan tuntas wajib belajar 12 tahun. Penelitian ini diharapkan akan

memberikan kontribusi perbaikan untuk pelaksanaan program JPD

maupun program jaminan serupa.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

19

Penggunaan model CIPP yang dikembangkan oleh Stufflebeam

telah banyak digunakan dalam penelitian-penelitian lain di dunia.

Stufflebeam (2003) mengatakan:

―The model has been employed throughout the U.S. and around the

world in short-term and long-term investigations—both small and

large. Applications have spanned various disciplines and service

areas, including education, housing and community development,

transportation safety, and military personnel review systems.‖

Model CIPP ini telah digunakan di seluruh Amerika Serikat dan di seluruh

dunia dalam jangka pendek dan jangka panjang. Model ini mampu

melakukan penyelidikan baik kecil dan besar. Aplikasi model CIPP

meliputi berbagai disiplin ilmu dan bidang jasa, termasuk pendidikan,

perumahan dan masyarakat pengembangan, keselamatan transportasi, dan

meninjau personil sistem militer.

Banyak penelitian baik dalam bentuk desertasi maupun penelitian lain

yang menggunakan model CIPP sebagai landasan ataupun kerangka pikir

sebagai alat analisis karena dinilai model ini dapat memberikan gambaran

yang komprehensif tentang suatu kebijakan maupun program, beberapa

penelitian dapat terlihat pada tabel berikut :

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

20

Tabel 5. Journal dan Penelitian dengan penggunaan model CIPP

Journal/

Penelitian Uraian/Hasil

Taylor (2012) A Longitudinal Evaluation Study of a Science Professional Development

Program for K-12 Teachers. Sebuah evaluasi program pengembangan

profesional sains untuk guru dilakukan dengan menggunakan model

evaluasi CIPP .

Program ini difokuskan pada reformasi pendidikan. Program

pengembangan profesional berbasis penelitian program pengembangan

profesional yang efektif. Hasil menunjukkan bahwa model pengembangan

profesional yang dipelajari menghasilkan peningkatan

self-efficacy untuk guru sains yang berpartisipasi dalam program ini.

Peningkatan diri kemanjuran telah terbukti positif mempengaruhi prestasi

belajar siswa. Kesimpulan program ini memiliki efek positif pada prestasi

siswa melalui guru yang berpartisipasi dalam program pengembangan

profesional.

Bachenheimer

(2011)

A Management-Based CIPP Evaluation Of A Northern New Jersey School

District‟S Digital Backpack Program. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengevaluasi program Digital Backpack (tas komputer bergulir

yang diberikan guru kelas yang berisi alat-alat digital portabel) di Sekolah

New Jersey Distrik Utara menggunakan model Berbasis CIPP Evaluasi

Manajemen sebagai kerangka kerja. Observasi kelas menunjukkan hasil

bahwa tingkat berpartisipasi guru teknologi yang terintegrasi ke dalam

kelas dalam berbagai cara, banyak yang memberikan kontribusi terhadap

tingginya tingkat keterlibatan siswa. Hasil penelitian lainnya adalah

peluang guru untuk menciptakan kreativitas bagi siswa dengan

menggunakan teknologi.

Roybal (2011) A Summative Program Evaluation of a Comprehensive 9th Grade

Transition Program. Melakukan penelitian tentang Evaluasi Program

Sumatif dari Program Kelas Transisi terutama bagi siswa minoritas yang

tinggal di masyarakat yang kurang beruntung secara ekonomi. Penelitian

ini menggunakan Model Stufflebeam CIPP Evaluasi Program untuk

menentukan konteks , input, proses , dan produk dari program tersebut.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa hubungan, komunikasi , dan

keberhasilan siswa adalah faktor kunci dalam pelaksanaan program

transisi. Proses implementasi menyebabkan perubahan keterbukaan dan

rasa hormat, pada gilirannya menciptakan pergeseran budaya menuju

pembelajaran organisasi.

Duvall (2011) An Examination Of Facilitated Mentoring On School Performance Within

An Urban Middle School. Penelitian tentang Kinerja Bimbingan Pada

Sekolah Menengah. Evaluasi program ini menggunakan Model (CIPP)

untuk secara komprehensif mengevaluasi dampak dari program mentoring

di sekolah menengah. Metode campuran, serta triangulasi, digunakan

untuk memastikan temuan yang diperoleh dari penelitian ini akan

didukung secara substansial. Penelitian ini dilaksanakan dalam sebuah

sekolah menengah di distrik perkotaan di Southwest. Penelitian ini

dipandu oleh 18 pertanyaan yang dikategorikan dalam refleksi dari empat

komponen dari model CIPP. Temuan menunjukkan bahwa Proyek

Mentoring berperan penting dalam (a) meningkatkan siswa, kinerja

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

21

akademik dalam seni bahasa Inggris dan matematika, (b) meningkatkan

kehadiran siswa dan (c) mengurangi frekuensi siswa yang berperilaku

tidak pantas di sekolah.

Richardson

(2012)

An Examination of School Re-enrollment Procedures for Juvenile

Offenders Re-entering Urban School Districts in Southern New England:

Implications for School Leaders. Penelitian tentang Pemeriksaan Prosedur

pendaftaran Sekolah Juvenile sebuah Sekolah di Distrik Perkotaan

Southern New England. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengevaluasi persepsi efektivitas proses pendaftaran ulang sekolah untuk

menentukan unsur-unsur yang perlu ditingkatkan atau menghindarkan dari

pelanggar sekolah menengah di perkotaan. Model evaluasi Stufflebeam

(CIPP ) yang digunakan sebagai kerangka kerja untuk studi (Stufflebeam

& Shinkfield , 2007). Temuan kualitatif dari wawancara menunjukkan

tidak ada metode pendaftaran ulang sistematis untuk mengukur dan

mengevaluasi hasil akademik, sosial, dan perilaku dari semua mantan

pelaku remaja. Temuan kuantitatif didapatkan bahwa persepsi, struktur

dan proses diperlukan untuk mendorong suksesnya pendaftaran ulang

sekolah.

Wen-Wei Ho

(2010)

Penelitian yang berjudul Evaluation of the Suicide Prevention Program in

Kaohsiung City, Taiwan, Using the CIPP Evaluation Model, adalah

Evaluasi Program Pencegahan Bunuh Diri di Kota Kaohsiung, Taiwan,

Menggunakan CIPP Evaluation Model mempunyai tujuan untuk

mengevaluasi efektivitas Kaohsiung dengan Pusat Pencegahan Bunuh Diri

(KSPC) Kota Kaohsiung, Taiwan. Peneliti menggunakan Model evaluasi

CIPP untuk mengevaluasi program pencegahan bunuh diri di

Kaohsiung. Empat model evaluasi yang diterapkan untuk mengevaluasi

KSPC : evaluasi konteks latar belakang, evaluasi masukan dari pusat

sumber daya, evaluasi proses kegiatan proyek pencegahan bunuh diri, dan

evaluasi produk dari penetapan tujuan proyek. Evaluasi konteks

mengungkapkan bahwa tugas KSPC adalah mengurangi kematian.

Evaluasi masukan menilai efisiensi tenaga kerja dan hibah didukung oleh

Departemen Taiwan Kesehatan dan Biro Pemerintah Kota Kaohsiung

tentang Kesehatan. Dalam proses evaluasi, strategi pencegahan bunuh diri

dari KSPC, merupakan modifikasi dari versi Strategi Pencegahan

Nasional Bunuh Diri Australia. Dalam evaluasi produk, empat tujuan

utama dievaluasi : (1) tingkat bunuh diri di Kaohsiung, (2) kasus bunuh

diri yang dilaporkan, (3) sambungan krisis panggilan (line telphon), dan

(4) adanya telepon konseling.

Boonchutima

(2013)

Evaluation Of Public Health Communication Performance By

Stufflebeam‘s Cipp Model: A Case Study Of Thailand‘s Department Of

Disease Control, merupakan penelitian mengenai Evaluasi Kesehatan

Masyarakat berbasis Kinerja Komunikasi dengan Model CIPP: Studi

Kasus Departemen Pengendalian Penyakit Thailand. Tujuannya adalah

untuk mengetahui efektivitas dari Kinerja komunikasi Departemen

Pengendalian Penyakit Thailand. Model CIPP Daniel Stufflebeam yang

diterapkan sebagai kerangka evaluasi. Hasil dari penelitian ini sangat

berguna, memberikan wawasan tentang organisasi kinerja komunikasi saat

ini. Organisasi yang sangat birokratis, menyebabkan kaku serta struktur

organisasi tidak jelas, memiliki dampak negatif pada komunikasi operasi

organisasi dan proses perlu segera diperbaiki.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

22

Bostic (2013) Evaluation of the Implementation of Professional Learning Communities

and the Impact on Student Achievement. Penelitian dilakukan untuk

mengevaluasi pelaksanaan komunitas belajar professional dan dampak

pada siswa berprestasi di sekolah pinggiran kota di North Carolina.

Sebuah evaluasi program kuantitatif dan kualitatif dilakukan dengan

menggunakan model evaluasi CIPP untuk menentukan tingkat

pelaksanaan pembelajaran profesional masyarakat dan apakah

pelaksanaan telah berdampak pada siswa berprestasi sesuai dengan

keadaan akhir hasil tes. Model evaluasi CIPP digunakan sebagai proses

yang sistematis dalam mengevaluasi konteks, input, proses dan produk

dari program untuk menentukan efektivitas program tersebut. Berdasarkan

temuan penelitian ini, komunitas belajar jelas merupakan bagian dari

budaya daerah ini.

McBride (2012) Positive Behavior Support CIPP Evaluation. Penelitian yang berjudul

Positive Behavior Support CIPP Evaluation, menggunakan pendekatan

evaluasi CIPP untuk menyelidiki implementasi dan dampak dari School-

Wide Positive Behavior Support (SWPBS) di empat sekolah dasar .

Evaluasi ini menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut : konteks: Mengapa

sekolah menerapkan SWPBS, Apa masalah perilaku siswa yang hadir

pada awal penelitian, Apa tingkat masalah perilaku siswa dalam setiap

sekolah tahun sebelum pelaksanaan SWPBS; Input : Apa pelatihan yang

diberikan kepada staf di masing-masing sekolah; Sumber daya ( keuangan

dan manusia ) apa yang diberikan kepada masing-masing sekolah; proses :

Apa tingkat kesetiaan/konsistensi pelaksanaan SWPBS; Bagaimana

sekolah menerapkan SWPBS; produk : Apakah perilaku siswa berubah

setelah pelaksanaan SWPBS; Apakah ada perubahan prestasi akademik

setelah pelaksanaan SWPBS. Hasil menunjukkan bahwa sekolah-sekolah

yang menerapkan SWPBS dengan konsisten memiliki perbaikan dalam

iklim sekolah dan pengurangan perilaku mahasiswa masalah . Data

menunjukkan bahwa sekolah-sekolah yang menerapkan SWPBS dengan

konsisten mengalami peningkatan prestasi akademik .

Corina (2013) The Effectiveness Of A New Music Education Program In Cyprus. Tujuan

dari penelitiannya adalah untuk mengevaluasi program pendidikan musik,

yang digunakan oleh pendidik musik agar cocok untuk mengajarkan

pendidikan musik anak usia dini (6-8th).

Model yang digunakan adalah metodologi Stufflebeam (1971),

CIPP(Context Input - Process - Product). Evaluasi CIPP adalah suatu

kerangka kerja yang komprehensif untuk membimbing evaluasi program,

proyek, personel, produk, lembaga, dan sistem.

Penelitian difokuskan pada perbaikan program, dan memberikan umpan

balik efektivitas secara keseluruhan dan manfaat dari program ini.

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa program pendidikan tersebut

sukses sebagai media untuk belajar pendidikan musik anak usia dini.

Program ini memungkinkan anak-anak untuk mengembangkan

pengetahuan dan keterampilan dengan mendengarkan, melakukan, dan

mengekspresikan emosi mereka dengan musik.

Sinclair (2012) Utilizing Stufflebeam‘s CIPP Model to Evaluate an Adult Degree

Completion Program. Penelitian ini memanfaatkan Model CIPP

Stufflebeam untuk Mengevaluasi Program Penyelesaian Gelar.

Tujuannya adalah untuk memeriksa program penyelesaian gelar di sebuah

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

23

perguruan tinggi seni swasta melalui penggunaan model CIPP

Stufflebeam.

Berdasarkan temuan evaluasi program, program penyelesaian gelar dapat

berfungsi secara efektif. Namun, peneliti menentukan tiga rekomendasi

utama untuk dipertimbangkan berdasarkan hasil evaluasi termasuk : fokus

pada peningkatan fleksibilitas metode penyampaian kelas, tetap

memperhatikan kebutuhan peserta didik melalui kurikulum dan kursus

pengajaran, dan menyediakan lebih banyak dukungan bagi para siswa.

LEE (2004) Quality in Early Childhood Programs: Reflections from Program

Evaluation Practices adalah penelitian tentang evaluasi kualitas dalam

Program Anak Usia Dini.

Studi ini menyelidiki bagaimana evaluasi program telah memberikan

kontribusi terhadap kualitas program anak usia dini dan apakah kondisi

sosial dan budaya telah mempengaruhi program ini.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah evaluasi program anak usia dini

harus didasarkan pada pemahaman mendalam tentang proses program

yang dinamis dan perspektif yang beragam dari stakeholder tentang

kualitas program tersebut.

Serrano, Dkk.

(2012)

Design of a Basic System of Indicators for Monitoring and Evaluating

Spanish Cooperation‘s Culture and Development Strategy merupakan

penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan proses dilaksanakannya

Pemantauan Dasar dan Sistem Evaluasi Budaya dan Strategi

Pengembangan Kerjasama di Spanyol. Metodologi untuk

mengembangkan sistem indikator didasarkan pada dua aspek yang saling

terkait yaitu: a Logical Framework Approach (LFA) atau Pendekatan

Kerangka Logis dan CIPP (Konteks, Input, Process, Product) . Model

evaluasi CIPP (Stufflebeam) dipandang sebagai proses dirancang untuk

mendefinisikan, memperoleh, dan memberikan informasi yang berguna

untuk mengevaluasi, menilai, dan proses yang menghasilkan informasi

yang layak dan karena itu berguna yang akan memungkinkan kita untuk

mengambil keputusan yang tepat.

Hasil akhir yang dicapai adalah sebuah sistem yang terdiri dari total 80

indikator, yang mencakup semua bidang strategis dan prioritas tindakan.

Vukovic, dkk.

(2008)

The training of civil servants in the Slovene state administration: issues in

introducing training evaluation merupakan suatu penelitian terhadap para

Pegawai Negeri Sipil di Slovenian khususnya pada bidang administrasi.

Dilatarbelakangi reformasi administrasi negara di Slovenia sejak

pemisahan negara dari Yugoslavia pada tahun 1991. Para PNS harus

menyesuaikan diri dengan sejumlah besar perubahan dalam waktu yang

sangat singkat.

Tantangan terhadap perubahan ini hanya dapat dipenuhi oleh PNS yang

berkualitas tinggi yang terus-menerus memperbarui kualifikasi mereka.

Oleh karena itu pelatihan layanan yang sistematis sangat penting untuk

menjaga pegawai sipil yang kompeten.

Dengan pendekatan sistem, model yang digunakan adalah model CIPP

(Stufflebeam, 2002). CIPP berfokus pada pendekatan keputusan evaluasi

dan menekankan penyediaan informasi sistematis untuk pengelolaan

program dan

operasi. Dalam pendekatan ini, informasi dipandang sebagai yang paling

berharga untuk membantu manajer untuk membuat keputusan yang lebih

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

24

baik.

Penelitian menilai bahwa karakteristik demografi berpengaruh populasi

PNS sejumlah 414 responden. Hasil lainnya menunjukkan bahwa

pengaruh posisi hirarkis mempengaruhi, meskipun manajer PNS kurang

terlibat dalam evaluasi seperti yang diharapkan. Data empiris juga

menunjukkan bahwa mayoritas karyawan bersedia berpartisipasi dalam

evaluasi pelatihan.

May and Pal

(1999)

Good Fences Make Good Neighbours Policy Evaluation and Policy

Analysis – Exploring the Differences merupakan penelitian Evaluasi

Kebijakan dan Analisis Kebijakan dengan menjelajahi perbedaan.

Penelitian ini mencoba untuk membangun dimensi politik evaluasi yang

telah mengaburkan perbedaan antara analisis kebijakan dan evaluation.

May dan Pal berpendapat bahwa evaluasi dan analisis kebijakan memang

berbeda menurut definisi, fungsi dan metodologi tetapi kebijakan tidak

ada konflik tentang pentingnya akan konteks politik dan nilai-nilai untuk

evaluasi atau analisis kebijakan.

Evaluasi cenderung untuk mengadopsi sikap analis yang didesak untuk

membuat rekomendasi tentang pilihan-pilihan kebijakan dalam lingkup

sempit dalam menjawab pertanyaan evaluasi, tanpa memperhatikan

informasi yang konstektual.

Penelitian ini membandingkan evaluasi dan analisis kebijakan, kebijakan

dari segi konsep, metode penelitian, batasan masalah dan penyajian data

dan argumentasi.

Model CIPP mengusulkan bahwa isi evaluasi pada tujuan , desain , proses

pelaksanaan dan hasil dari obyek evaluasi (Stufflebeam et al., 1971) .

Sebagai evaluasi tersebut berfokus atas jasa dan nilai komponen sasaran .

Penelitian ini menghasilkan adanya ketegangan yang nyata antara analisis

dan evaluasi kebijakan, serta beberapa tumpang tindih, dan sementara

evaluasi tentu tidak bisa disarikan dari nilai-nilai dan konteks politik.

Mereka menemukan adanya kegagalan untuk menghormati dan mengakui

batas-batas diantara keduanya yang cenderung merugikan antara analisis

kebijakan dan evaluasi.

F. Sistematika Penulisan Tesis

Sistematika penulisan tesis ini merupakan uraian alur tesis dari awal

sampai akhir, dengan menyertakan argumen yang jelas dan valid, logis.

Sistematika tesis tersaji sebagai berikut :

1. BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan secara logis tentang latar belakang masalah,

pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta

sistematika penulisan tesis.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

25

2. BAB II : LANDASAN TEORI

Pada bab ini diuraikan secara sistematis mengenai landasan teori tema

penelitian ini yang menjadi dasar dalam menjawab permasalahan

penelitian. Landasan teori tersebut meliputi kebijakan pendidikan

merupakan salah satu kebijakan publik, aksesibilitas jaminan sosial

pendidikan, monitoring dan evaluasi, evaluasi kebijakan pendidikan,

fungsi evaluasi kebijakan pendidikan, model evaluasi kebijakan

pendidikan, konsepsi kebijakan jaminan pendidikan, dan ditutup

dengan alur kerangka pikir yang digunakan dalam tesis ini.

3. BAB III : METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan membahas secara ringkas tentang beberapa hal yang

berkaitan dengan metode yang digunakan dalam penelitian, seperti

pendekatan penelitian, jenis penelitian, lokus dan fokus penelitian,

metode pengumpulan data, sumber-sumber data, serta teknik analisis

data. Hal ini sangat penting, karena dengan pemilihan metode yang

tepat akan mendapatkan hasil yang baik, yaitu menjawab

permasalahan dalam rumusan masalah yang telah ditetapkan

sebelumnya.

4. BAB IV : HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan membahas tentang evaluasi implementasi kebijakan

pemerintah Kota Yogyakarta tentang Jaminan Pendidikan Daerah

(JPD) di SMA Negeri Kota Yogyakarta. Dalam melihat implementasi

program ini, akan menggunakan jenis penelitian evaluasi program

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

26

CIPP yaitu model yang dikembangkan oleh Daniel L. Stufflebeam

meliputi empat aspek yaitu meliputi context, input, process dan

product evaluation (Zhang, dkk. 2011:64-66). Konteks,

menggambarkan sejauhmana SNP pada SMA dapat dilaksanakan

dengan baik, kemudian melihat kesesuaian pelaksanaan kebijakan JPD

di SMA Negeri Kota Yogyakarta antara permintaan/keinginan

sekolah, pemerintah, dan warga masyarakat khususnya orang tua dan

peserta didik dari program JPD. Input, sebagai cara melihat seberapa

besar pemanfaaatan sumber daya yang dimiliki atau sumber daya yang

harus ada dalam rangka pencapaian tujuan, yaitu kompetensi pendidik

dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan dan

pembiayaan. Proses, menggambarkan sejauhmana proses pelaksanaan

program JPD terutama pada komponen proses yaitu pada aspek standar

isi, proses dan penilaian. Produk, dimaksudkan untuk mendeskripsikan

komponen yang berhubungan dengan hasil akhir atau output dari

implementasi program JPD, yaitu tuntasnya wajib belajar 12 tahun

bagi anak usia sekolah dari keluarga miskin dengan tercapainya

Standar Nasional Pendidikan.

5. BAB V : REFLEKSI TEORI TERHADAP HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas keterkaitan antara teori yang berhubungan

dengan pelaksanaan kebijakan, disamping itu dari teori tersebut

dibandingkan dengan temuan-temuan yang di lapangan sehingga

diharapkan menghasilkan informasi yang penting dalam kerangka

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74006/potongan/S2-2014... · dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta

27

perbaikan kebijakan JPD. Pembahasan pada bab ini meliputi refleksi

teoritik dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi.

6. BAB VI : KESIMPULAN DAN IMPLIKASI DAN SARAN

Pada bab ini akan disimpulkan dari hasil penelitian dan tesis yang

sudah dikaji dalam pembahasan sebelumnya.