bab i pendahuluan a. latar belakang permasalahan · proses kelahiran, dan rahasia asal mula...

73
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dewa-dewa dalam agama Hindu, khususnya dewa-dewa tertinggi yang digambarkan memiliki suatu kekuatan atau tenaga yang diperlukan untuk melakukan semua tugas yang harus mereka jalankan. Kekuatan atau tenaga yang para dewa-dewa atau dewi-dewi gunakan ini disebut dengan Sakti 1 . seringkali diwujudkan sebagai dewi pasangan dewa-dewa tersebut. Dalam aliran Vaisnava, sakti Visnu diwujudkan sebagai Laksmi, dan dalam aliran Saiva, sakti Siva di sebut Dev Menurut kitab Purana 2 , sakti Siva atau dewi ini memiliki dua aspek yakni aspek santa atau saumya, dan aspek krodha atau raudra 3 . Selain itu, untuk kepentingan pemujaannya kedua aspek Devi ini menjelma menjadi dewi-dewi yang sangat banyak jumlahnya, salah satu sakti Siva yaitu Devi Durga, dan Devi Durga ini termasuk salah satu aspek krodha. 4 Durga mempunyai beberapa tugas, dan di antaranya tugas yang paling terpenting adalah melindungi umat manusia dari kesulitan yang ditimbulkan oleh serangan musuh atau orang-orang jahat yang mencelakai manusia. Tugas utama ini tercermin pada nama dewi yakni Durga, yang berarti benteng yang 1 Kata lain dari istri. Sebagian umat Hindu berpendapat bahwa sakti sebagai kekuatan Deva Siva 2 Salah satu kitab suci Agama Hindu yang didalamnya menerangkan tentang mitologi, cerita- cerita, dongeng dan deva-deva dalam Hindu. 3 Arti lain adalah dahsyat (kekuatan yang ada pada diri Devi Durga) 4 Hariani Santiko, Kedudukan Bhatari Durga Di Jawa Pada Abad X Sampai XV Masehi, (Jakarta, 1987), h 243

Upload: others

Post on 30-Oct-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Dewa-dewa dalam agama Hindu, khususnya dewa-dewa tertinggi yang

digambarkan memiliki suatu kekuatan atau tenaga yang diperlukan untuk

melakukan semua tugas yang harus mereka jalankan. Kekuatan atau tenaga yang

para dewa-dewa atau dewi-dewi gunakan ini disebut dengan Sakti1. seringkali

diwujudkan sebagai dewi pasangan dewa-dewa tersebut. Dalam aliran Vaisnava,

sakti Visnu diwujudkan sebagai Laksmi, dan dalam aliran Saiva, sakti Siva di

sebut Dev

Menurut kitab Purana2, sakti Siva atau dewi ini memiliki dua aspek yakni

aspek santa atau saumya, dan aspek krodha atau raudra3. Selain itu, untuk

kepentingan pemujaannya kedua aspek Devi ini menjelma menjadi dewi-dewi

yang sangat banyak jumlahnya, salah satu sakti Siva yaitu Devi Durga, dan Devi

Durga ini termasuk salah satu aspek krodha.4

Durga mempunyai beberapa tugas, dan di antaranya tugas yang paling

terpenting adalah melindungi umat manusia dari kesulitan yang ditimbulkan oleh

serangan musuh atau orang-orang jahat yang mencelakai manusia. Tugas utama

ini tercermin pada nama dewi yakni Durga, yang berarti benteng yang

1 Kata lain dari istri. Sebagian umat Hindu berpendapat bahwa sakti sebagai kekuatan Deva Siva

2 Salah satu kitab suci Agama Hindu yang didalamnya menerangkan tentang mitologi, cerita-

cerita, dongeng dan deva-deva dalam Hindu. 3 Arti lain adalah dahsyat (kekuatan yang ada pada diri Devi Durga)

4 Hariani Santiko, Kedudukan Bhatari Durga Di Jawa Pada Abad X Sampai XV Masehi, (Jakarta,

1987), h 243

2

memusnahkan kesulitan-kesulitan atau halangan-halangan yang menyebabkan

manusia tertindas dari kejahatan.

Perbuatan Durga yang melindungi manusia itu, dilambangkan oleh cerita-

cerita tentang pembinasaan para Asura yang telah mengganggu dewa-dewa oleh

Durga, yang di muat dalam kitab-kitab Purana, dan oleh sebab itu Durga dikenal

dengan sebutan Durga Mahisasuramardhini (Durga pembunuh Mahisasura).

Walaupun cerita tersebut di atas yang tertua ada dalam kitab Markandeya purana,

namun pengarcaan Durga Pembinasa Asura ini telah terjadi jauh sebelumnya.

Arca Durga Mahisasuramardhini yang dianggap paling tua di India, menurut

Banerjea adalah sebuah arca dari Bhita yang berasal dari zaman Gupta, namun

penemuan terakhir mengungkapkan bahwa perwujudan ‘ Durga Pembinasa Asura

’ yang tertua bukannya arca Bhita melainkan sebuah relief pada sekeping materai

tanah liat yang diketemukan di Nagar, Rajashtan, dan di perkirakan berasal dari

sekitar abad I Masehi.

Arca-arca Durga Mahisasuramardhini, di India sangat banyak jumlahnya,

dan kebanyakan dijumpai dalam relung-relung sebelah utara kuil Saiva. Beberapa

arca Durga memang diketemukan dalam kuil-kuil yang khusus diperuntukkan

Durga, misalnya pada kuil Durga yang berada di Jagat, Rajhastan. Arca-arca

Durga yang di sebut terakhir ini khusus dipuja oleh penganut aliran Sakta, yakni

aliran dalam agama Hindu yang memuja sakti, terutama sakti dewa Siva.5

Di samping bentuk Durga Mahisasuramardhini, di India masih dijumpai

bentuk Durga lainnya yang berjumlah sembilan, dan dikenal secara keseluruhan

sebagai Nava Durga, kesemblian Durga ini, di gambarkan dan dipuja secara

5 Made I Titib, Teologi Dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu ( Surabaya : Paramitha 2003 ), h

334-336

3

berkelompok, namun kadang-kadang masing-masing bentuk dipuja sendiri-

sendiri. Apabila dipuja secara berkelompok, maka Durga dalam bentuk Durga

Mahisasuramardhini yang disebut pula Katyayani, candi atau Candisvari

diletakkan ditengah-tengah, dan di kelilingi oleh kedelapan bentuk Durga lainnya

yang penempatannya disesuaikan dengan arah mata angin.

Dalam upaya pemahaman berbagai tindakan dan sifat Durga, diperlukan

suatu pengetahuan yang sangat mendasar tentang konsep dewi pada umumnya,

suatu pengetahuan yang berpangkal pada pemujaan Dewi Ibu (Mother Goddes,

Magna Mater). Kultus Dewi Ibu ini, yang kemudian merupakan bagian terpenting

pada kebudayaan agraris, sebenarnya telah muncul jauh sebelum diketemukannya

cara-cara bercocok tanam, sebab utama munculnya pemujaan Dewi Ibu ini, ialah

perasaan takjub, heran dan ketidakfahaman akan proses-proses alam yaitu tentang

proses kelahiran, dan rahasia asal mula kehidupan yang ada di jagat raya ini. Jalan

fikiran masyarakat yang masih sangat sederhana, mencari sumber-sumber

penyebab dan pilihannya, yaitu jatuh pada tokoh wanita atau Ibu, karena menurut

pengalaman mereka, hanya kaum wanitalah yang melahirkan. Kekuatan alam

yang telah melahirkan, segala yang ada di dunia ini di personifikasikan sebagai

seorang Dewi.

Uraian tentang berbagai bentuk atau aspek Durga ini dalam kitab-kitab

keagamaan, ternyata sangat luas dan seringkali terjadi tumpang tindih dengan

konsepsi tokoh-tokoh Dewi-dewi lainnya.

4

Konsepsi Dewi Ibu ini, kemudian akan tetap hidup dan menjadi konsep

dasar pemujaan Dewi Durga hampir di seluruh dunia. Dan berbagai aspeknya,

diwujudkan sebagai tokoh-tokoh dewi tertentu.6

Sosok Devi Durga dalam agama Hindu mempunyai pengaruh yang sangat

besar, tentunya berpengaruh pula pada ajaran dan keberagamaan umat Hindu itu

sendiri. Apakah umat Hindu akan cenderung kepada penolakan perwujudan Devi

Durga, atau lebih cenderung berbakti kepada Devi Durga, dan ada pula reaksi

umat Hindu ketika ajaran-ajaran Devi Durga mempengaruhi keimanan umat

Hindu.

Selain sosok Devi Durga yang melindungi umatnya, di Pura Dalem

Purnajati Devi Durga dikenal dengan sosok yang menyeramkan, menyeramkan

ketika Devi Durga memarahi umatnya yang lengah atau lalai dalam mengerjakan

pekerjaanya. Devi Durga juga mengajarkan ajarannya dengan cara meminta

kepada roh-roh leluhur yang sudah meninggal, bahasa modernnya disebut dengan

ilmu magic. Permintaan apapun yang umatnya inginkan Devi Durga

mengabulkannya.

Ada beberapa pandangan tentang Devi Durga, yang pertama terdapat pada

kisah-kisah kuno agama Hindu, yang kedua adalah ajaran-ajaran kuno agama

Hindu, dan sejarah napak tilas Devi Durga, dan bahkan kontroversi para

agamawan Hindu tentang Devi Durga.

Berdasarkan penjelasan di atas, mengenai pengertian Devi Durga, serta

pandangan masyarakat umat Hindu tentang Devi Durga, sehingga siapapun yang

membaca hasil penulisan ini, khususnya umat Hindu akan memahami, bagaimana

6 Ayu Ida Surayin Putu, Durga ( Surabaya : Paramitha 2004 ), h 20-25

5

Devi Durga sehingga tidak akan terlupakan kembali dalam urutan Deva Devi yang

ada di pelataran ritual umat Hindu pada umumnya.

Untuk itu, pada penulisan skripsi ini, penulis mengambil tema “

Pandangan Masyarakat Hindu Tentang Devi Durga ( Studi Kasus Di Pura

Dalem Purnajati, Cilincing Jakarta Utara) “ guna memahami, bagaimana

pandangan tentang Devi Durga bagi masyarakat Hindu itu sendiri, dan apa ajaran

Devi Durga bagi masyarakat Hindu. Dengan dilatarbelakangi oleh beberapa

alasan, antara lain sebagai berikut :

a. Seiring dengan perkembangan di bidang fisik, rupanya di bidang

spiritualpun tidak ketinggalan, berkenaan dengan hal tersebut agama Hindu

dengan salah satu agama yang dalam kenyataannya ikut serta mengisi

pembangunan di bidang spiritual, memiliki perkembangan yang cukup baik.

b. Penulis ingin mengetahui lebih dalam, mengenai pandangan masyarakat

Hindu tentang Devi Durga, yang menurut penulis sangat menarik untuk

mengkajinya dan untuk menambah pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat, khususnya Program Studi Perbandingan Agama.

c. Selain itu, adapun tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah untuk

memahami dan mempelajari agama orang lain di luar agama yang penulis

anut, dan selain itu juga mengetahui dengan pasti pandangan masyarakat

Hindu tentang Devi Durga, khususnya di Pura Dalem Purnajati, yang berada

di Cilincing. Hal ini juga merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar

sarjana S-1 di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Program Studi Perbandingan

Agama.

6

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Durga adalah Dewi dalam agama Hindu, karena peranan Durga sangatlah

penting bagi agama dan masyarakat Hindu, maksud dan tujuan di setiap aspeknya

yaitu untuk melindungi manusia dari segala kejahatan yang menimpa manusia itu

sendiri. Dalam hal ini, Devi Durga termasuk salah satu tokoh yang paling penting

bagi struktural Deva Siva, dan sosok Devi Durga inilah yang menjadi tokoh

paling menarik dibahas di antara sakti-sakti Deva Siva, karena ia di yakini sebagai

sosok Dewi Ibu yang melindungi umatnya, dan mempunyai profil dan ajaran yang

berbau ke dalam umat Hindu.

Dari rumusan diatas, maka penulisan skripsi ini ditekankan kepada

persoalan-persoalan :

1. Bagaimana pandangan masyarakat Hindu tentang Devi Durga yang ada di

Pura Dalem Purnajati?

2. Apa Ajaran Devi Durga bagi masyarakat Hindu yang ada di Pura Dalem

Purnajati?

C. Tujuan Penulisan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menggambarkan dan menjelaskan, bagaimana pandangan masyarakat Hindu

terhadap Devi Durga di Pura Dalem Purnajati, yang selama ini menjadi

perbincangan para sarjanawan Hindu.

2. Menjelaskan dan menceritakan, bagaimana perwujudan Devi Durga sebelum

menjadi Sakti dan menceritakan pula Devi Durga diceraikan menjadi Sakti

Deva Siva.

7

3. Menjelaskan dan menguraikan, apa ajaran Devi Durga dalam bangunan

keimanan umat Hindu.

4. Menambah koleksi studi agama Hindu pada perpustakaan Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

D. Sumber

Penulis telah melakukan penelusuran yang sangat mendalam tentang Devi

Durga, dari sumber-sumber agama Hindu, maupun dari sumber yang lainnya,

dalam hal ini mempunyai dua sumber yang menjadi patokan penulis. Sumber

yang pertama adalah sumber primer dan yang kedua adalah sumber sekunder.

Sumber primer yang dipakai oleh penulis untuk judul skripsi ini adalah Kitab

Suci Veda, sebagai sumber utama dari penjelasan Devi Durga ini kemudian,

Kitab Suci Purana karena didalamnya terdapat kisah-kisah tentang Devi Durga.

Begitu juga penulis mengutip bagian dari Kitab Suci Purana yaitu Siva Purana,

yang menjelaskan secara jelas dan panjang lebar tentang kisah Sang Hyang Siva,

beserta apa yang ia alaminya, termasuk pula didalamnya diceritakan sakti-sakti

Sang Hyang Siva.

Selain menggunakan sumber primer, penulis juga menggunakan sumber

sekunder dalam penyusunan skripsi ini, dan penulis juga memakai sumber-sumber

dari buku-buku hasil interpretasi umat Hindu tentang Devi Durga, seperti buku

Mengenal Sang Hyang Siva, yang menceritakan Sang Hyang Siva dari awal

hingga akhir, termasuk pula didalamnya Devi Durga, sehingga akan lebih jelas

menjelaskan tentang Devi Durga yang menjadi penjelasan utama dalam skripsi

8

ini. Penulis juga mencoba mengambil kesimpulan dari buku Mengenal Devi

Durga, yang didalamnya menjelaskan tentang Devi Durga secara keseluruhan.

Sehingga penulisan ini tidak melebar ke tokoh-tokoh yang lain.

Selain itu, penulis juga mencoba mengutip dari berbagai sumber lainnya

seperti Ensiklopedy Of Religion, dalam buku itu terdapat satu pembahasan

tentang Devi Durga, makna dan konsep Devi Durga sendiri. Penulis juga

menggunakan atau memakai Kamus Agama Hindu, untuk memberikan makna-

makna terhadap istilah-istilah atau kalimat-kalimat yang penulis kurang mengerti,

sehingga penulisan skripsi ini, tidak mendapat kesulitan apapun.

Selain itu pula, penulis mencoba mengambil sumber-sumber dari berbagai

artikel-artikel Hindu, yang menjelaskan tentang Devi Durga, maupun yang

menjelaskan tentang apa-apa yang berkaitan dengan Devi Durga, seperti artikel

Sinar Hindu, pada edisi VII Januari 2007, di sana juga menjelaskan tentang

perwujudan Devi Durga. Penulis juga menulusuri sumber-sumber dari media

cetak, maupun media elektronik, termasuk internet.

Untuk melengkapi skripsi ini, penulis juga memberikan bab sendiri untuk

tokoh para agamawan agama Hindu, untuk pendapat dan pandangannya tentang

Devi Durga, sehingga tidak ada kesan bahwa skripsi ini adalah hasil interpretasi

mutlak penulis. Dan penulis akan menjadikan skripsi ini multi sumber sehingga

dapat dibaca, difahami, dan dimengerti oleh siapapun.

E. Metodologi dan Teknik Penulisan

Menurut William F. Whyte, Deskriptif yaitu digunakan agar mampu

memahami dan memberikan gambaran yang jelas dan terang mengenai

9

permasalahan yang ditulis dalam skripsi ini.7 Analisis yaitu dimanfaatkan agar

penulis dapat menyajikan penulisan skripsi yang sistematis, aktual, akurat

mengenai fakta-fakta yang di selidiki. yang bertujuan untuk menjelaskan sejelas

mungkin hal-hal yang berkaitan dengan Devi Durga. Untuk mendapatkan data-

data guna kepentingan tersebut, penulis melakukan Library Risearch atau studi ke

perpustakaan, dengan menelusuri dan membedah perpustakaan yang ada, seperti

perpustakaan Pura Maskarawati Cinere, perpustakaan Pura Adithia Djaya

Rawamangun, perpustakan-perpustakaan perguruan tinggi teologi, yang

menyediakan judul skripsi ini. Selain itu, penulis melakukan interviau dengan

para tokoh agamawan, sarjanawan dan para teologi guna mendapatkan informasi

atau data-data yang berkaitan dengan dengan judul skripsi ini.

Di samping itu, mengadakan juga Field Research (Penelitian Lapangan)

terhadap pihak-pihak yang berkompenten dengan masalah yang sedang diteliti di

Pura Dalem Purnajati, Cilincing. Mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis

mengacu pada standar penulisan skripsi, yang tercantum pada buku “ Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)“ . yang diterbitkan oleh

CeQDA (Center for Quality development and Assurance), tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mencoba memaparkan, pandangan

masyarakat Hindu tentang Devi Durga dan keberagamaan umat Hindu, dengan

beberapa bab dan sub bab. Dalam skripsi ini, dimulai dengan kata pengantar

penulis akan skripsi ini, kemudian dilanjutkan dengan lampiran-lampiran

7 Prof. Dr. K Yin, Studi Kasus Desan dan Metode, PT. Raja Grafindo Persada, (Jakarta : 2006), h-

5

10

persetujuan pengajuan judul skripsi ini, juga di dalamnya lampiran persetujuan

pembimbing. Setelah itu, penulis memaparkan penjelasan-penjelasan inti yang

akan dibahas dalam skripsi ini dengan daftar isi.

Dalam bab satu, penulis memulai penulisan skripsi ini dengan

pendahuluan, di mana di dalamnya, ada latar belakang permasalahan, yang

menceritakan motivasi penulis untuk mengambil judul ini. Di sinilah penulis

menguraikan beberapa permasalahan, sehingga skripsi ini dapat difahami lebih

awal sebelum dibaca oleh para pembaca. Kemudian dalam bab pertama, penulis

mencoba menerangkan dan menguraikan masalah secara spesifik, dengan

perumusan dan pembahasan masalah, yang di dalamnya hanya mengungkapkan

permasalahan yang akan dibahas, sehingga penulisan skripsi ini, lebih terfokus

dan mengerucut kepada judul yang dimaksud penulis. Setelah perumusan dan

pembatasan masalah, penulis memberikan tujuan penulisan, guna

memberitahukan para pembaca skripsi ini, tentang tujuan-tujuan penulisan skripsi.

Penulis memaparkan sumber-sumber yang penulis gunakan, sehingga pembaca

dapat memahami tentang teori-teori yang ada dalam skripsi ini. Penulis juga

memaparkan, metode penulisan skripsi ini, sehingga skripsi ini menjadi skripsi

yang teratur dalam metode karya ilmiah dan yang terakhir, penulis memaparkan

sistematika penulisan.

Pada bab dua, penulis memaparkan gambaran-gambaran tentang Pura

Dalem Purnajati, di mana di dalamnya terdapat, Deskripsi mengenai Pura Dalem

Purnajati, dan kebijakan pemerintah tentang pendirian pura, dan kegiatan-kegiatan

atau keorganisasian yang ada di dalam Pura Dalem Purnajati.

11

Kemudian, dalam bab tiga, penulis menjelaskan secara detail, tentang

konsep Dewa-dewi dalam agama Hindu. Devi Durga dalam kitab suci agama

Hindu. Mitologi Hindu tentang Devi Durga, dan perwujudan atau Arca Devi

Durga.

Pada bab empat, menjelaskan tentang Devi Durga dalam kepercayaan

masyarakat Hindu yang berada di Pura Dalem Purnajati, dan meliputi kedudukan

Devi Durga di Pura Dalem Purnajati, serta tujuan masyarakat memuja Devi Durga

di Pura Dalem Purnajati, dan ajaran Devi Durga di Pura Dalem Purnajati.

Pada bab kelima yaitu Penutup di dalamnya terdapat, Kesimpulan dan

Saran-saran dan yang terakhir yaitu Daftar Pustaka

12

BAB II

GAMBARAN UMUM PURA DALEM PURNAJATI

A. Deskripsi Mengenai Pura Dalem Purnajati

Tempat suci bagi umat Hindu pada umumnya disebut Pura, tetapi tidak

tertutup kemungkinan di daerah luar Bali ada beberapa tempat suci antara lain

Candi, Kuil, Bale dan sebagainya. 8

Pura sebagai tempat suci hendaknya tetap di jaga kesuciannya dengan

penegakkan tata tertib masuk Pura, misalnya dengan hal berpakaian jika

memasuki Pura, sikap prilaku di Pura, lebih-lebih tentang kesucian masuk pura.

Dalam upaya menjaga dan memelihara kesucian atau kesakralan pura maka setiap

umat Hindu hendaknya memiliki pandangan dan keyakinan yang sama bahwa

Pura itu merupakan tempat suci yang harus di jaga dengan sebaik-baiknya.9

Kata Pura sendiri memiliki arti yaitu benteng, kata Pura dalam bahasa

sansekerta berasal dari akar kata ‘ Pur ‘ yang berarti kubu, benteng kekuatan,

daerah atau kota artinya tempat yang di buat khusus dengan dipagari tembok

untuk mengadakan kontak dengan kekuatan suci.10

Dalam istilah lain Pura ialah tempat suci umat Hindu, tempat

melaksanakan persembahyangan, tempat ibadah. Pura disebut juga dengan istilah

kahyangan, tempat memuja Hyang ( Sang Hyang Widhi ).

8 Tim Penyusun, Buku Pelajaran Agama Hindu, h. 92

9 Tim Penyusun, Buku Pelajaran Agama Hindu, h. 92

10 Netra, Tuntunan Dasar Agama Hindu, h. 83

13

Pura Dalem Purnajati ini terletak di jalan Cilincing Jakarta Utara. Secara

geografis letak Pura ini sangat strategis, mudah dijangkau oleh setiap kendaraan

yang melaluinya.

Pura yang berada di Jabotabek, dikenal dengan istilah Tri Guna Pura11,

yaitu Pura Deva Brahma, Pura Deva Vishnu dan Pura Deva Siva. Adapun pura

Deva Brahma terletak di Pura Adhitia Jaya Rawamangun, dan Pura Deva Vishnu

terletak di Pura Amerta Jaya Cinere. Sedangkan Pura Deva Siva terletak di daerah

Cilincing yang bernama Pura Dalem Purnajati.

Awal mula pendirian Pura Dalem Purnajati diawali dengan maksud

untuk menempatkan lokasi makam khusus untuk masyarakat Hindu Jakarta,

karena banyak di kalangan umat Hindu yang meninggal dunia dimakamkan di

dalam pemakaman umat Islam.

Gambar: 1

Dengan maksud dan tujuan berikut di atas. Bapak I Made Lanus mencoba

meminta lokasi untuk makam khusus umat Hindu pada Wali Kota Jakarta Utara

11 Pura yang di tunjuk sebagai pura yang mewakili dari ketiga dewa (Brahma, Wisnu, Siva)

TRI

MURTI

BRAHMA

PURA

ADHITIA

JAYA

SIVA

PURA DALEM

PURNAJAAAATI

VISHNU

PURA AMERTA

JATI

12

14

dengan hasil Bapak I Made Lanus mendapatkan tanah seluas 20 m x 15 m.

Kemudian, seiring banyaknya masyarakat Hindu yang memakamkan familinya di

kawasan pemakaman Hindu tersebut, maka pemerintah kota memberikan lahan

seluas 200 m untuk makam dan 150 m untuk Pura Dalam Purnajati. Mengingat

adanya upacara pemakaman, setiap umat yang wafat atau yang meninggal, maka

tokoh umat Hindu mendirikan Pura.

Dari hal demikian, Pura Dalem Purnajati diresmikan pada tahun 1974

kemudian disucikan Pura Dalem Purnajati pada tahun 1975, renovasi pertama

dilakukan oleh masyarakat Hindu pada tahun 1985, pada tahun ini, didirikanlah

arca-arca persembahyangan Dewa Siva, yang pada akhirnya menjadi pusat

peribadatan yang ditujukan kepada Dewa Siva, di jabodetabek.

Pada tahun 1990, pemerintah daerah memberikan anggaran dana untuk

merenovasi dan membangun fasilitas-fasilitas guna mendukung peribadatan umat

Hindu. Pada tahun itulah, didirikannya arca dan tempat peribadatan khusus

kepada Devi Durga.

Pada tahun 2000, kalangan umat Hindu, membuat batas wilayah Pura

Dalem Purnajati dengan didirikannya tembok pagar sehingga Pura Dalem

Purnajati ini terkesan terdapat perbedaan antara wilayah Hindu dan Islam.

Pada tahun 2005, pengurus Pura Dalem Purnajati mendirikan altar-altar

yang berhubungan dengan penyembahan Dewa Siva, dan pada tahun itulah Pura

Dalem Purnajati terkenal oleh seluruh lapisan umat Hindu di Indonesia,

khususnya di pulau Jawa.

15

Pada tahun 2007, Pura Dalem Purnajati mendirikan pendopo untuk

perkumpulan umat Hindu yang melakukan kegiatan-kegiatan dan organisasi-

organisasi Hindu dalam melakukan kegiatan.

B. Kebijakan Pemerintah Tentang Pendirian Pura

Pasal 13 :

Mengingat sampai sekarang umat Hindu masih banyak yang bertanya

persyaratan Pendirian Rumah Ibadat, bersama ini adalah persyaratannya sebagai

berikut :

1. Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-

sungguh berdasarkan kompesisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat

beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa.

2. Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu

ketentraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-

undangan.

3. Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah

kelurahan/desa sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi,

pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah

kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi.

Pasal 14 :

Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan

teknis bangungan gedung.

16

1. Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi :

a. Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling

sedikit 90 (Sembilan puluh) orang yang disyahkan oleh pejabat

setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud

dalam pasal 13 ayat (3).

b. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (Enam puluh) orang

yang disyahkan oleh lurah/kepala desa.

c. Rekomendasi tertulis kepala kantor Departemen agama

Kabupaten/Kota

d. Rekomendasi tertulis FKUB Kabupaten/Kota.

2. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a

terpenuhi sedangkan persyaratan hurup b belum terpenuhi, pemerintah

daerah berkewajiban mempasilitasi tersedianya lokasi pembangunan

rumah ibadat.

C. Kegiatan Yang Ada Di Pura Dalem Purnajati

Masyarakat Pura Dalem Purnajati, melakukan peribadatan atau ritual-ritual

keagamaan untuk memuja Devi Durga, itu dilakukan setiap hari sabtu dan

minggu, ada juga yang setiap hari beribadah tetapi dilakukannya di rumah

masing-masing. Kapasitas atau jumlah penduduk yang terdapat di Pura Dalem

Purnajati, yang memuja Devi Durga yaitu berjumlah 200 orang.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yang ada di Pura

Dalem Purnajati, yakni mengadakan ceramah-ceramah keagamaan yang

17

dilaksanakan oleh para pandita atau pemangku yang berada di Pura Dalem

Purnajati. Dan masyarakat khususnya kaum Hawa mengadakan perkumpulan

dengan cara arisan.

Pura Dalem Purnajati mempunyai sekolah-sekolah tinggi yakni : STAH

(Sekolah Tinggi Agama Hindu), diperuntukkan anak-anak yang ingin bersekolah,

sekolah ini digabung namanya sehingga sudah mencakup semuanya.

Perkumpulan Muda-Mudi Penyungsung Pura Dalem Purnajati

(PERMUDHITA) mengadakan Tirta Yatra ke Pura Agung Tirta Bhuana Bekasi

pada tanggal 25 Desember 1999. Tirta Yatra ini diikuti oleh sebanyak 65 anggota

PERMUDHITA, sebagian anggota yang lain tidak bisa ikut karena sedang pulang

liburan atau sedang tugas. Rombongan ini dipimpin oleh Made Purnawan,

anggota HDNet di Jakarta utara.

Di Pura Agung Tirta Bhuana, rombongan ini disambut oleh para pemuda-

pemudi Bekasi, Wakil Ketua Banjar Bekasi, Bapak I Nengah Gede, dan Wakil

PHDI Bekasi, Bapak I Wayan Mudita.

Made Purnawan meminta untuk memimpin Dharma Tula, dengan pokok

bahasan ‘Makna Tirta Yatra’ dari aspek spiritual dan sosial. Dari aspek spiritual

Tirta Yatra adalah sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan keyakinan orang

Hindu terhadap agamanya. Dari aspek sosial Tirta Yatra menumbuhkan kesadaran

keumatan di antara orang-orang Hindu. Bagi kalangan remaja, Tirta Yatra akan

membantu untuk mendekatkan satu sama lain, untuk memudahkan mereka

menemukan pasangan hidup sesama satu agama. Ini bukan masalah remeh. Cukup

banyak terjadi orang-orang muda Hindu terpelajar, meninggalkan agama Hindu

karena menikah dengan wanita atau lelaki dari agama lain. ‘SGB’ Sekolah Geret

18

Bangkung, menurut istilah Bapak Made Lanus, seorang penceramah Hindu dari

Priok.

19

BAB III

DEVI DURGA DALAM AGAMA HINDU

A. Konsep Dewa-Dewi Dalam Agama Hindu

Untuk mengetahui konsep tentang dewa-dewi dalam agama Hinduisme,

bahwa Hinduisme tidak tergantung hanya pada sebuah kitab suci tunggal seperti

yang dilakukan agama besar lain di dunia. Namun, keseluruhan tubuh dari

kepustakaan filosofis menerima kitab-kitab upanisad dan Bhagavad Gita sebagai

sumber yang dapat dipercaya dan tidak bertentangan dengannya. Oleh karena itu,

setiap konsep tentang dewa-dewi yang didasarkan pada kitab-kitab ini disambut

baik hampir semua sekte Hinduisme.12

Berbicara tentang konsep dewa-dewi dalam agama hindu. Kiranya wajar bagi

manusia untuk mengawalinya dari dunia tempat ia tinggal dan bergerak. Karena

itu, jika dipandang dari sudut pandang ini, dewa-dewi dalam Hinduisme adalah

sang pencipta. Namun, dewa-dewi menciptakan segenap alam semesta dan dunia

ini bukan dari ketiadaan yang logis, akan tetapi berasal dari dirinya sendiri.

Setelah menciptakan, dia memeliharanya dengan kekuasaannya, mengatur

seluruhnya bagaikan seorang kaisar Maha kuasa, membagi keadilan sebagai

ganjaran dan hukuman, sesuai dengan perbuatan masing-masing atau individu

dengan makhluk-makhluk yang ada. Pada akhir dari siklus penciptaan, Hinduisme

12

I Wayan Maswinara, Dewa-Dewi Hindu, ( Surabaya, paramita, 1999 ), h 1-15

Bhagavad Gita adalah kitab suci yang diperuntukkan umat Hindu

20

mendukung teori siklus penciptaan, dia menyerap segenap tatanan dunia kedalam

dirinya.

Kitab suci Hindu demikian lancar sementara melukiskan sifat-sifat dewa-dewi,

dia adalah Maha mengetahui, Maha kuasa, dia merupakan perwujudan keadilan,

kasih sayang dan keindahan. Dalam kenyataannya, dia merupakan perwujudan

dari segala kualitas terberkati yang senantiasa dapat difahami manusia. Dia

senantiasa siap mencurahkan anugerah, kasih dan berkahnya pada makhluk-

makhluk, membimbingnya secara bertahap dari keadaan yang kurang sempurna

menuju keadaan yang lebih sempurna. Dengan mudah dia disenangkan dengan

Doa dan permohonan dari para pemujanya. Namun, tanggapannya pada Doa ini

dituntun oleh prinsip yang hendaknya tidak bertentangan dengan hukum kosmis

yang berkenaan dengan kesejahteraan umum dunia dan hukum karma yang

berkaitan dengan kesejahteraan pribadi-pribadi khususnya.

Masyarakat Pura Dalem Purnajati, memposisikan Devi Durga sebagai Tuhan

yang mereka percayai akan adanya keinginan-keinginan yang mereka butuhkan.

Selain sebagai Tuhan, Devi Durga adalah seorang ibu ilahi yang mereka anggap

sebagai ibu kandung sendiri.

Konsep dewa-dewi Hindu memiliki dua gambaran khas. Tergantung pada

kebutuhan dari para pemujanya. Dia dapat terlihat dalam suatu wujud yang

mereka sukai untuk pemujaan dan menanggapinya melalui wujud tersebut. Dia

juga dapat menjelamakan dirinya di antara makhluk manusia untuk

membimbingnya menuju kerajaan ilahi-Nya. Dan penjelamaan ini merupakan

suatu proses berlanjut yang mengambil tempat dimanapun dan kapanpun yang

dianggapnya perlu.

18

21

Kemudian, ada aspek dewa-dewi lainnya sebagai yang mutlak. Yang biasanya

disebut sebagai Brahman : yang berarti tak terbatas. Brahman adalah

ketakterbatasan itu sendiri. Namun, Brahman juga bersifat immanen pada segala

yang tercipta. Dengan demikian, tidak seperti segala yang biasa kita kenal, bahwa

Brahman menentang segala uraian tentangnya. Telah dinyatakan bahwa jalan

satu-satunya untuk dapat menyatakannya adalah dengan cara negatif : bukan ini,

bukan ini.

Pada sifat esensialnya sendiri, Brahman didefinisikan sebagai ‘ Sat-cit-ananda

‘ atau ‘keberadaan-kesadaran-kebahagian‘. Ini merupakan dasar dari segala

keberadaan, kesadaran, dan kegembiraan.13

Gambar : 1

Metafisika menunjuk pada Brahman sebagai yang mutlak. Pikiran yang

memikirkan dan hati yang merasakan, dan menandainya sebagai makhluk

manusia, hanya dapat menerima Tuhan, sang pencipta dan pengatur (Isvara),

karena dunia kebanyakan merupakan suatu realitas terhadap hal itu. Hubungan

13 Gambar 1 : Melambangkan Dewa-Dewi dalam keberagamaan umat Hindu

22

antara Brahman dan Isvara ini, walaupun secara naluriah dirasakan oleh hati yang

merasakannya, akan senantiasa tetap sebagai suatu teka-teki membingungkan bagi

pikiran yang memikirkan.

Polytheisme Hindu walaupun kelihatannya jelas, tetapi masih merupakan teka-

teki misterius, yang akan tetap berlanjut demikian sampai Brahman dipandang

dalam perspektif yang benar.

Ada tiga aspek terhadap polytheisme ini, tiga keyakinan utama tentang

pemujaan Devata-Trimurti yang terdiri dari Brahma, Visnu dan Siva, bersama

dengan para pendampingnya, membentuk aspek pertama. Disini segala pemujaan

wujud Devata dianggap sebagai aspek berbeda-beda dari Tuhan yang Mahaesa,

Isvara. Devata-devata minor seperti Ganesa dan Kumara, membentuk aspek

kedua. Walaupun para Devata ini kadang-kadang juga dilukiskan sebagai aspek

Tuhan tertinggi, umumnya kedudukannya lebih rendah daripada Trimurti, dengan

demikian Brahman, Visnu dan Siva itu menyatakan manifestasi terbatas dari

Tuhan.14

Lokapala (penjaga dunia) yang juga disebut sebagai Dikpala (penjaga arah

mata angin) seperti Indra, Varuna, Agni dan lain sebagainya menempati aspek

ketiga. Sesungguhnya semua ini merupakan kedudukan daya-daya kosmis dalam

skema penciptaan semesta dan manusia yang telah mendapatkan pahala

keagamaan luar biasa yang diperlukan guna mencapai tempat-tempat tersebut,

akan menempatinya pada setiap siklus penciptaan. Kemudian ada sejumlah

Devata dusun dan makhluk setengah Deva yang dapat dianggap sebagai salah satu

perwujudan yang sangat terbatas dari Tuhan tertinggi atau sebagai kekuatan dewa-

14 I Wayan Maswinara, Dewa-Dewi Hindu, ( Surabaya, Paramita, 1999 ), h 20-52

23

dewa alam atau sebagai makhluk manusia yang dengan beberapa karunia pahala

dan kekuatan khusus, dalam perjalanan waktu, akan ditingkatkan pada kedudukan

Devata, setelah meninggal.

Rgveda Samhita merupakan dasar suci Hinduisme dan tradisi memberikannya

tempat tertinggi. Kitab suci agung ini penuh dengan puji-pujian yang umumnya

disebut Sukta, yang mencapai ketinggian utama dari keindahan puitis dan

ketajaman filosofis, yang sungguh-sungguh merupakan kombinasi yang jarang

diketemukan.

Bagian terbesar dari kitab ini dipersembahkan sebagai doa kepada para deva

seperti Indra, Agni, Varuna dan yang lain-lainnya. Para deva Veda ini biasanya

dinyatakan berjumlah 33: delapan Vasu, sebelas Rudra, duabelas Aditya, Indra

dan Prajapati. Para Deva ini ditugaskan pada tiga wilayah dari bumi (Prthivi),

surga (Dyausi) dan ruang diantaranya (Antariksa). Selain dari pada deva ini kita

juga menemukan banyak obyek yang bergerak seperti batu penggilas, sifat-sifat

seperti kepercayaan, emosi seperti kemarahan, aspek-aspek alam seperti fajar,

yang didewakan dan dilukiskan didalamnya. Ada juga beberapa Devi, walaupun

mereka tidak setenar para Deva.

Aditya: Aditya menyatakan suatu kelompok deva, yang dalam kitab Rgveda

jumlahnya enam, dalam kebanyakan kitab Brahmana jumlahnya delapan, tetapi

menjadi duabelas dalam kitab Satapatha Brahmana. Dalam literatur mithologi

berikutnya, mereka tetap berjumlah duabelas.

Aditya dapat dilukiskan sebagai personifikasi dari hukum dan tatanan alam

semesta dan masyarakat manusia. Mereka mengatur hubungan umat manusia

diantara mereka sendiri dan dengan kekuatan-kekuatan alam.

24

Aditya merupakan salah satu nama dari matahari; sehinggga Aditya dapat

dipandang sebagai keberadaan kekal abadi, para deva sinar, yang dengan

keberadaannnya itu segala macam kehidupan bercahaya diwujudkan dan

dipelihara di alam semesta raya ini.

Keduabelas Aditya itu adalah: Mitra (kawan), Varuna (yang meliputi dan

membelenggu), Aryaman (pemusnah musuh), Daksa (yang terampil), Bhaga (si

pemberi), Amsa (yang bebas), Tvastr (pembentuk), Savitr (penggerak), Pusan

(pemelihara), Sakra (yang perkasa), Vivasvat (yang cemerlang) dan Visnu (yang

meresapi/ meliputi).

Kadang-kadang keduabelas Aditya ini dikaitkan dengan duabelas aspek dari

matahari yang meliputi duabelas bulan. Sehingga dilukiskan sebagai duabelas ruji

dari jentera waktu.

Agni: karena agama utamanya bersifat sakrifisal (upacara kurban), Agni

sebagai deva api wajar lah mendapatkan tempat terhormat. Sejumlah besar puji-

pujian kebanyakan dipersembahkan untuk melukiskan dan memuja Agni sering

disanjung sebagai Devata Utama, sang pencipta, pemelihara roh kosmis yang

meliputi segalanya. Semua deva lain merupakan manifestasinya yang berbeda-

beda. Ia mewujudkan dirinya sendiri sebagai api (Agni) di bumi (Prthivi), sebagai

kilat atau udara (Indra atau Vayu) dilangit (antariksa) dan sebagai matahari

(Surya) disurga (Dyuloka). Dia bertindak selaku mediator antara manusia dan para

deva dengan membawa persembahan manusia kepada para deva. Dia maha

mengetahui dan maha kuasa dan juga maha pengasih. Walaupun bersifat abadi,

Dia tinggal diantara mahkluk fana dalam setiap rumah tangga. Ia melindumginya

dengan mengusir segala kesulitannya dan memberinya apapun yang

25

dimohonkannya. Tanpa adanya Dia, dunia tak kan pernah dapat memelihara

dirinya.15

Dalam literatur berikutnya, Agni dilukiskan sebagai devata penguasa arah

tenggara. Gambaran Agni di kuil-kuil, memperlihatkannya sebagai seorang tua

dengan badan berwarna merah. Dia memiliki dua kepala, perut buncit dan enam

buah mata, tujuh lengan di mana ia memegang benda-benda semacam sendok,

sendok besar, kipas dan lain sebagainnya, memiliki tujuh lidah, empat tanduk dan

tiga buah kaki. Dia memiliki rambut yang dijalin, mengenakan pakaian merah

demikian juga Yajnopati (benang suci). Dia disertai masing-masing sisinya oleh

dua pendampingnya Svaha dan Svadha. Asap merupakan panji-panjinya dan

domba merupakan kendaraanya. Kenyataannya, ini merupakan pernyataan

anthropormofis dari api sakrifial (upacara kurban).

Asvin: ini merupakan devata lembar yang selalu dilukiskan ataupun dipuja

secara bersama-sama. Apa yang sebenarnya mereka nyatakan merupakan suatu

masalah yang masih dapat diperdebatkan. Sementara orang mengatakan bahwa

mereka menyatakan siang dan malam atau bulan dan matahari. Bahwa mereka

dahulunya adalah raja-raja yang mendapatkan pahala luar biasa dan ditingkatkan

pada kedudukan para deva, merupakan dugaan lain yang juga kadang-kadang

dikemukakan.

Mereka menyatakan keadaan setengah gelap sebelum datangnya fajar. Mereka

meliputi dengan embun dan sinar. Dilukiskan sebagai selamanya muda dan

tampan, mereka merupakan para deva termuda. Namun, karakteristik utamanya

adalah mereka selalu berusaha untuk berbuat baik terhadap yang lainnya. Mereka

15 I Wayan Maswinara, Dewa-dewi Hindu, (Surabaya Paramitha), h. 50

26

merupakan dokter dan ahli bedah tampil dan mengetahui seni penyembuhan,

peremajaan kembali dan bahkan bedah plastik! Bila dimohonkan, mereka dapat

memberikan anugerah seperti anak, makanan, kekayaan, kesehatan dan

perlindungan dari para musuh.

Indra: tak diragukan lagi bahwa Indra merupakan devata utama dalam

Rgveda. Hampir seperempat dari sloka pujiannya dipersemabahkan dalam rangka

memujanya. Indra merupakan devata yang paling penting di langit. Dipersenjatai

dengan halilintar (Vajrayudha) dan mengendarai kereta yang kecepatannya

menyamai pikiran, dia berkelana kemana-mana.

Keberaniaannya mempesonakan dan kegagah dan melepaskan air yang

disandera olehnya. Dia menjepit sayap gunung-gunung perkasa dan

menjadikannya jinak. Dia menemukan sapi-sapi dari para deva yang telah diculik

oleh para raksasa. Dia menyenangi minuman Soma. Sebagai panglima perang, dia

menjadi lambang kekuasaan kerajaan; sehingga para satria memujanya sebelum

berangkat ke medan perang.

Indra sering kali disamakan sebagai Tuhan Tertinggi. Kasih sayang dan welas

asihnya terhadap para bhakta-Nya telah disanjungnya. Para sarjana berpendapat

bahwa Indra hanya sekedar menyatakan fenomena hujan alami yang terlepas dari

awan gelap sebagai akibat dari “bombardemen dari kilat dan halilintar.”

Prestis Indra secara bertahap merosot dan Indra dialihkan pada kedudukan kedua

oleh kita-kitab Purana. Namun masih tetap pada kedudukannya sebagai raja para

deva.

Dalam beberapa pahatan di kuil-kuil, Indra dilukiskan dalam wujud manusia

dengan empat lengan, yang mengendarai gajah surgawi, Airtavata.

27

Rudra: Rudra merupakan deva yang berteriak atau meraung yang mengerikan.

Sosoknya tinggi dan sempurna. Rudra memiliki rambut panjang yang dijalin.

Tubuhnya cemerlang dan warnanya bergabung dengan warna perhiasan emas

yang dikenakannya. Rudra merupakan deva badai. Walaupun tampaknya

mengerikan dan dipersenjatai dengan senjata-senjata mematikan., Rudra

senantiasa bersikap ramah dan welas asih terhadap umat manusia. Rudra adalah

pelindung, ayah yang baik hati dan penyayang, yang melindungi umat mausia

terhadap musuh-musuhnya. Rudra juga cerdas dan bijak luar biasa serta

merupakan dokter yang sangat ahli. Rudra memiliki ribuan obat yang dapat

menyambuhkan segala penyakit yang diderita umat manusia.16

Rudra kadang-kadang disamakan dengan Agni. Rudra juga dilukiskan sebagai

ayah dari para Marut, yaitu kelompok deva vedik lainnya. Juga beberapa nama

seperti Siva, Kapardin, Mahadeva dan lain-lainnya, yang telah digunakan dalam

literatur mithologi berikutnya sebagai gelar dari Siva, dipergunakan dalam

Rgveda.

Sulit untuk mengatakan secara tepat aspek nama yang dinyatakan oleh Rudra.

Kadang-kadang, sekelompok devata minor yang disebut Rudra, juga dinyatakan,

yang berjumlah sebelas. Mereka sesungguhnya adalah prinsip hidup (Prana),

sepuluh nafas vital dan pikiran.

Rudra juga dinyatakan berjumlah delapan dan kedelapan nama, -Bhava,

Sarva, Isana, Pasupati, Bhima, Ugra, Mahadeva bersama-sama dengan Rudra-

menyatakan delapan aspek dari Siva-Rudra dalam Literatur berikutnya.

16

Eko Pasijar, Tuhan Hindu Telah Menggambarkan Fenomena Alam, (Surabaya Paramita Press,

2005), h-34

28

Soma yang juga disebut Indu atau Soma-Pavamana, merupakan salah satu

devata yang sangat penting dalam Rgveda keseluruhan mandala sembilan

dipersembahkan untuk memujinya. Soma merupakan devata yang mengetuai

tumbuhan merambat Soma, yang sarinya sering digunakan dalam upacara kurban

sebagai Tuhan Tertingggi, Soma menyembuhkan kefanaan dari penyakitnya,

memberinya kegembiraan dan menghantarkannnya menuju dunia penuh

kebahagiaan abadi. Akibat dari kekuatan yang diberikannya itulah maka Indra

raksasa Vrtra. Soma menguasai pikiran dan mengaktifkan kata-kata. Karena itu,

Soma kadang-kadang dilukiskan sebagai Vacaspati, ‘penguasa kata-kata’.

Dialah yang membuat para Rsiduniawi, pendeta bijak biasanya. Soma

menciptakan dunia, mengatur gunung-gunung dan sungai-sungai.

Nama Soma telah digunakan dalam Rgveda bagi devata yang menggerakkan

tanaman menjalar Soma, sari tanaman itu sendiri, demikian juga bulan. Dalam

literatur berikutnya, Soma praktis telah disamakan dengan bulan itu sendiri. Para

sarjana berpendapat bahwa devata Homa dari Zend-Avesta adalah Soma itu

sendiri.

Surya atau matahari, yang sering disamakan dengan Aditya, Savitr dan Pusan,

adalah devata Vedik penting lainnya. Aditya sangat cemerlang dan mengendarai

kereta sangat indah dan ditarik oleh tujuh ekor kuda. Aditya dibandingkan dengan

seekor burung yang terbang dilangit dan dilukiskan sebagai permata langit. Aditya

memberikan sinar, menimbulkan siang dan malam, memberi kekuatan dan

kekuasaan kepada makhluk hidup, yang menjadikannya aktif dan memusnahkan

kemalasan dan penyakitnya.

29

Savitr adalah aspek matahari sebelum terbit, yang meliputi segalanya dengan

warna keemasan. Savitr memantapkan orang-orang pada tempatnya masing-

masing memberi kehidupan dan energi serta menuntun mereka di jalan yang

benar. Mantra Gayatri yang terkenal itu dipersembahkan kepada Savitr ini.

Aspek pendukung kehidupan dan pemelihara dari matahari ini

dipersonifikasikan dan dipuja sebagai Pusan, yang dilukiskan dengan sangat

indah. Savitr memusnahkan yang jahat dengan Cakra yang dikenakannya. Savitr

memandang segalanya dengan pandangan yang sama. Savitr sangat pemurah dan

senantiasa siap melindungi.

Varuna atau yang meliputi seluruh jagat raya, merupakan salah satu devata

tertua. Kemungkinan dia merupakan personifikasi dari langit, tetapi dia juga

dikaitkan dengan awan-awan dan air, sungai dan lautan. Kadang-kadang dia

dipasangkan dengan Mitra dan dipuji sebagai Mitravaruna.

Varuna merupakan raja alam semesta dan tinggal di dunia tertinggi.

Pengetahuan dan kekuasaannya takterbatas. Varuna memiliki ribuan mata dan

mengawasi segenap alam dunia, sehingga dia merupakan penguasa hukum-hukum

moral. Varuna menghukum mereka yang melanggar hukum ini tetapi memberinya

pengampunan karena welas asihnya bila mereka bertobat dan memohonnya.

Dengan menggerakkan Vayu, penguasa angin, Vayu memelihara kehidupan

dengan memberinya hujan dan panen.17

Walaupun Varuna merupakan devata pemimpin pada awalnya, tampaknya

Varuna telah menyerahkan tempatnya kepada Indra dan Prajapati.

17 I Wayan Maswinara, Dewa-dewi Hindu, (Surabaya, Paramitha), h-44

30

Dalam literatur mhitologi berikutnya Varuna dilukiskan sebagai devata

penguasa arah barat dan sebagai penguasa lautan, air dan bintang-bintang. Dalam

beberapa kuil, Varuna dilukiskan sebagai mengendarai seekor buaya. Pada kedua

lengannya Varuna menggenggam ular dan jerat (pasa). Kadang-kadang varuna

digambarkan mengendarai sebuah kereta yang ditarik oleh tujuh ekor angsa dan

memegang kembang padma, jerat, kulit kerang, dan sebuah wadah perhiasan pada

keempat tangannya, dan diatas kepalanya terdapat sebuah payung.

Vasu merupakan sekelompok devata yang jumlahnya delapan, terutama

dikenal sebagai pengiring Indra. Kata Vasu diambil dari akar kata vas ( bertempat

tinggal, menyebabkan bertempat tinggal, bersinar ), sehingga vasu merupakan

devata yang menyatakan segala wilayah luas atau ruang dan ketinggian.

Kemungkinan mereka merupakan personifikasi dari alam dan fenomena alam.

Delapan Vasu tersebut adalah : Dharma (bumi), Anala (Api), Ap (Air), Anila

(Angin), Dhruva (bintang kutub), Soma (bulan), Prabhasa (fajar), dan Pratyusa

(sinar).

Vayu adalah deva atau personifikasi dari angin, udara atau nafas hidup

(prana). Sebagai penguasa langit (antariksa) vayu membagi kekuasaannya dengan

Indra. Vayu mengendarai sebuah kereta yang ditarik oleh dua, sembilan puluh

sembilan, seratus atau bahkan mencapai seribu ekor kuda (jumlah ini barangkali

tergantung dari keinginannya untuk menghasilkan desiran angin sepoi-sepoi, atau

juga sebuah badai yang dahsyat. Keretanya memaklumkan kedatangannya dengan

ruangan yang mengerikan. Namun, vayu sendiri tidak dapat dilihat. Seperti Indra

penggemar sari tanaman Soma. Dialah yang menjadi dasar segala kehidupan.

Dalam badan kita ia bekerja sebagai lima udara vital (panca prana), seperti Rudra

31

juga merupakan seorang dokter dan dapat mempengaruhi penyembuhan luar

biasa.

Dalam mithologi vayu merupakan penguasa arah barat laut. Vayu dilukiskan

berwarna biru dengan memegang kipas dan sebuah bendera pada kedua

tangannya, sedangkan kedua lengan lainnya memperlihatkan abhaya dan varada

mudra (yang menyatakan perlindungan dan memberikan berkah).

Visnu agak aneh bahwa Visnu (yang meliputi), devata tertinggi dari tradisi

Vaisnava, yang kedua dari Trimurti dan devata yang sangat popular dalam

Hinduisme berikutnya, menempati kedudukan kedua dalam Rgveda. Visnu

merupakan rekan dari deva Indra. Visnu merupakan devata matahari dan aspek

dari padanya bila Visnu menyelimuti segenap alam semesta dengan sinarnya.

Kata-kata Urugaya dan Trivikrama, berarti yang memiliki langkah besar atau

yang menutupi alam semesta dalam tiga langkah menyatakan matahari karena

matahari melintasi langit tiga kali sehari, yaitu fajar, siang hari dan senja. Tempat

tinggalnya sangat dipuji. Visnu di lukiskan sebagai personifikasi dari waktu.

Visnu selamnya muda dan tampan. Kadang-kadang, matahari dilukiskan sebagai

jenteranya. Visnu merupakan pencipta dan pelindung dunia. Tak ada sesuatu pun

yang sebanding dengannya. Visnu sangat ramah dan pemurah. Visnu juga sangat

disenangkan dengan persembahan yang dibuat dalam upacara kurban.

Berbicara secara luas, Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian atau tiga

kelompok besar yaitu : kelompok Saiva atau mereka yang memuja Siva,

kelompok Sakta atau mereka yang memuja Sakti (pendamping siva), dan

Vaisnava atau mereka yang memuja Visnu. Namun, theology Hindu popular yang

berakar dalam kitab suci kuno, menambahkan devata penting lainnya, yaitu

32

Brahma. Ketiganya ini, Brahma, Visnu, dan Siva, bersama-sama membentuk

Trimurti (Trinitas Hindu).

Brahma menciptakan dunia, Visnu memeliharanya dan Siva

memusnahkannya. Proses penciptaan (srsti), pemeliharaan (sthiti) dan

pemusnahan (pralaya) selamanya berlanjut dalam aturan siklus.

B. Devi Durga Dalam Kitab Suci Hindu

Durgā adalah sakti (=istri) Siwa. Dalam agama Hindu, Devi Durga (Betari

Durga) adalah ibu dari Dewa Ganesa dan Dewa Kumara (Kartikeya). Beliau

kadangkala disebut Uma atau Parwati. Dewi Durga biasanya digambarkan sebagai

seorang wanita cantik berkulit kuning yang mengendarai seekor harimau. Beliau

memiliki banyak tangan dan memegang banyak tangan dengan posisi mudra,

gerak tangan yang sakral yang biasanya dilakukan oleh para pendeta Hindu.

Durga atau Durgā adalah sakti (=istri) Siwa. Dalam agama Hindu, Dewi Durga

(Betari Durga) adalah ibu dari Dewa Ganesa Durga.18

Purana-purana adalah kitab yang berisi cerita-cerita keagamaan yang

menjelaskan tentang kebenaran. Sama seperti cerita kiasan (parabel) yang

dikisahkan oleh Jesus Kristus, kisah-kisah ini diceritakan kepada orang

kebanyakan supaya mereka mengerti kebenaran-kebenaran dari kehidupan yang

lebih tinggi. Misteri alam semesta diungkapkan kepada orang-orang yang secara

spiritual sudah bangun tapi kepada yang lain misteri-misteri itu harus dijelaskan

dalam cerita kiasan Berdasarkan catatan ini, Purana-Purana itu dapat dikatakan

18 Dr. I Made Titib , Purana Sumber Ajaran Hindu Komprehensip, (Surabaya, Paramitha), h-22

33

Weda-Weda dari orang kebanyakan, karena kitab-kitab itu menyajikan seluruh

misteri melalui mitos dan legenda.

Gambar : 2

Kata Purana berarti "purba" (ancient). Purana-Purana itu selalu

menekankan bhakti kepada Tuhan. Hampir semua Purana berkaitan dengan

penciptaan dan penghancuran alam semesta, garis keturunan atau asal-usul

(genealogi) dari dewa-dewa dan para orang suci, dan rincian mengenai dinasti

Bulan (Lunar) dan Matahari (Solar). Beberapa dari Purana-Purana itu, seperti

Mahabbhagawatam, mempunyai penjelasan tentang peristiwa-peristiwa yang akan

datang sama seperti Kitab Wahyu dalam Injil.19

Di antara sejumlah besar Purana-Purana itu, delapan belas disebut Purana

Besar atau Maha Purana. Masing-masing dari padanya menyediakan satu daftar

19

Gambar 2: Devi Durga menunjukkan atau melambangkan kesatrianya dengan menunggangi

seekor macan

34

dari kedelapan belas Purana termasuk dirinya sendiri, tapi nama-nama dalam

daftar itu dalam beberapa Purana sedikit bervariasi, oleh karena itu kita

mempunyai satu daftar dari duapuluh Maha Purana. Dari duapuluh Purana ini,

enam ditujukan kepada Wishnu, enam kepada Siwa dan enam kepada Brahma.

Purana-Purana ini ditulis dalam bentuk "tanya jawab." Mereka umumnya

berisi kisah-kisah mengenai Dewa dan Dewi Hindu, mahluk supernatural, orang

suci dan manusia biasa. Purana-Purana ini tidak memiliki catatan waktu kapan ia

ditulis, tapi beberapa orang mengatakan Purana-Purana itu ditulis mulai abad

enam A.D

Enam Purana yang ditujukan kepada Wishnu adalah Wishnu Purana,

Narada Purana, Srimad Bhawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana dan

Waraha Purana. Enam Purana yang ditujukan kepada Siwa adalah Matsya Purana,

Kurma Purana, Lingga purana, Wayu Purana, Skanda Purana dan Agni Purana.

Enam Purana yang ditujukan kepada Brahma adalah Brahma Purana, Brahmanda

Purana, Brahma-Waiwaswata atau Brahma-Waiwarta Purana, Markandeya

Purana, Bhawishya Purana dan Wamana Purana.20

Menurut banyak orang, Siwa (atau Saiwa atau Dewi-Bhagawata) Purana

dan Hariwamsa Purana adalah juga termasuk Maha Purana, sekalipun mereka

tidak termasuk dalam daftar dari delapan belas Maha Purana (Major Purana).

Purana kecil (Minor Purana) dikenal sebagai Upa Purana. Percaya atau

tidak, ada paling sedikit duapuluh Purana Kecil. Mereka adalah : Aditya,

Ascharya, Ausanasa, Bhaskara (Surya), Dewi, Saiwa (beberapa menyebut ini

Purana Besar), Durwasa, Kalika, Kalki, Kapila, Mahaswara, Manawa, Marichi,

20 Gede Oka Sanjaya, Siva Purana, (Surabaya, Paramitha 2001), h-40

35

Nandikeswara, Narada, Narasimha, Parasara, Samba, Sanathkumara, Siwadharma,

Surya, Suta-Samhita, Usanas, Waruna, Yuga, Waya dan Wrihan. Aku yakin sekali

bahwa daftar yang saya berikan kepadamu tidak lengkap. Mungkin masih ada

Purana dalam agama Hindu yang tidak diketahui bahkan oleh rasul atau pemikir

doktrin Hindu.

Siva Purana adalah kitab suci yang penting bagi orang Hindu dan

khususnya bagi para bhakta Hare Krishna. Siva Purana berisi 18,000 sloka. Ia

mempunyai dua belas bab yang disebut Skanda. Ia ditulis oleh Reshi Badarayana,

yang juga dikenal sebagai Veda Vyasa. Tokoh paling penting dari Srimad

Bhawatam adalah Reshi Suka, putra dari Veda Vyasa. Buku ini dibacakan kepada

Raja Parikshit, dinasti terakhir dari Pandawa, oleh Reshi Suka satu minggu

sebelum kematian raja karena gigitan ular yang telah diramalkan. Sebagian besar

isi dari buku ini merupakan dialog antara Raja Parikshit dengan Reshi Suka. 21

Srimad Bhagawatam memuat kisah-kisah seluruh Awatara dari Wishnu.

Bab sepuluh dari buku ini memuat kisah Krishna secara rinci. Bab terakhir secara

khusus menjelaskan mengenai Kali Yuga, zaman sekarang, dan Awatara terakhir

dari Wishnu yaitu, Kalki. Disini juga ada gambaran yang sangat jelas mengenai

Pralaya, atau Banjir Besar Buku ini merupakan sumber penting bagi Sekte

Waisnawa dan, seperti telah kukatakan sebelumnya, buku ini merupakan kitab

suci yang amat penting bagi pengikut Hare Krishna.

Menurut Srimad Bhawatam, alam semesta ini menjadi ada karena Tuhan

menghendakinya sebagai permainan atau Lila. Seorang pemuja yang sudah

tercerahkan (a realized devotee) melihat dirinya sendiri dan seluruh mahluk

21 I Ida Swasta, Pendididkan Hindu Dalam Kitab Suci, (Denpasar, 2006), h-23

36

sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Tuhan. Menurut kitab suci ini, ada

sembilan cara berbeda untuk menunjukkan bhakti kepada Tuhan, seperti

mendengarkan kisah-kisah tentang Tuhan, meditasi, melayani, dan akhirnya

penyerahan diri kepada kehendak Tuhan.

C. Mitologi Hindu Tentang Devi Durga

Dalam mitologi Hindu, Durga dikenal sebagai dewi yang menyeramkan,

yang dianggap sebagai penjelmaan Uma atau Parvati dalam bentuk Krodha.

Dalam bentuknya yang menyeramkan Durga dianggap sebagai manifestasi dari

Kali. Di India bentuk pemujaan yang dilakukan bagi Durga pada umumnya

bertujuan untuk mendapatkan kemenangan dan keselamatan.22

Dalam kitab Suprabhedagama, disebutkan bahwa Durga adalah adik

perempuan Visnu dan dalam bentuk ini Durga diberi nama Adisakti. Durga

mempunyai beberapa nama di antaranya : Gauri, Candi, Camunda, Kali,

Kalpalini, Bhavani, Vijaya, dan lain sebagainya.

Menurut mitologi, Durga tercipta akibat terkumpulnya hawa amarah dan

kemurkaan dewa-dewa, dewa Siva dan Visnu, serta dewa-dewa lainnya. Hal ini di

sebabkan karena ketika terjadi perang yang berlangsung ratusan tahun lamanya,

antara para dewa melawan bala tentara asura. Indra adalah raja dari para dewa,

sedangkan Mahisa merupakan kepala para Asura.23

Kemudian Mahisa menjadi

raja. Selanjutnya dewa-dewa yang kalah, mengangkat dewa Brahma menjadi

pemimpin, lalu bersama-sama menghadap Siva dan Visnu. Dan setelah itu mereka

mendengarkan laporan para dewa, maka murkalah keduanya. Akibat kemurkaan

22

Dr. I Made Titib, Teologi dan Simbol-simbol Agama Hindu, (Surabaya, Paramitha Badan

Litbang Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat), h-333 23

Asura adalah kata lain dari Mahisasura, dia adalah salah satu raksasa yang melawan Devi Durga

pada saat di medan perang

37

mereka itu, maka keluarlah suatu kekuatan yang besar dari Siva dan Visnu, serta

para dewa lainnya. Dan yang kemudian kekuatan itu bersatu, sehingga terciptalah

wanita cantik, dan wanita cantik itu adalah Devi Durga.

Gambar : 3

Sebagai dewi terpenting dalam agama Saiva dan Sakta, Devi Durga

mempunyai beberapa aspek, tiga di antaranya yang sering dibicarakan dalam

kitab-kitab purana dan Tantra adalah sebagai pembinasa asura (Mahisasura),

sebagai penguasa tanam-tanaman dan kesuburan, serta sebagai penguasa penyakit

yang menular. Di antara tiga aspek tersebut, rupanya aspek Devi Durga sebagai

pembinasa asura merupakan aspek terpenting. Pembinasaan asura ini seringkali

diartikan sebagai lambang dari tugas Devi Durga, yakni untuk memberi

perlindungan kepada pemuja-pemujanya dari kesulitan hidup, khususnya kesulitan

yang ditimbulkan oleh musuh di medan perang.24

Devi Durga dapat memaksakan kehendaknya supaya dewa-dewa tinggal di

hutan, sedangkan istri-istri Brahmana di haruskan mempersembahkan mantra-

24 Gambar 3 : Melambangkan perlawanan umat Hindu Terhadap musuh-musuhnya

38

mantra yang isinya memuja-muja Mahisasura, Brahmana-Brahmana dilarang

mengadakan upacara-upacara keagamaan kitab suci Veda. Devi Durga dalam

perkelahiannya ini telah di lengkapi dengan senjata-senjata pemberian dewa-

dewa, yaitu :

- Dewa Visnu menghadiahkan cakra yang dia tarik dari cakranya sendiri

- Visvakarman menghadiahkan anting-anting, gelang, hiasan bulan sabit yang

gemerlapan, kalung dan cincin, di samping sebuah kapak yang gemerlapan;

kuvera meberi cangkir yang berisi anggur

- Yama menghadiahkan tongkat yang diambil dari tongkatnya sendiri

Sesa, raja ular menghadiahkan kalung berbentuk ular dengan dihiasi batu

permata

- Lautan susu memberikan kalung manik-manik yang bersinar dan pakaian

perang

- Himavat memberikan seekor singa sebagai tunggangannya, sehingga Devi

Durga siap untuk menghadapi Mahisasura.25

Dengan wujud yang dahsyat, sehingga Devi Durga dengan mudah

menghancurkan raksasa Mahisasura, dan kemudian menerima julukan sebagai

Durga Mahisasuramardhini. Wujud Devi Durga yang maha dahsyat itu hanyalah

satu aspek dari saktinya yang tak terbatas. Sebab dalam naskah Devi Mahatmyam,

kehebatan Devi Durga masih bisa disusun dalam daftar yang sangat panjang.26

25

Gede Oka Sanjaya, Siva Purana, (Surabaya, Paramitha, 2001), h. 65 26

Gambar 4 : Devi Durga Menunjukkan kesatriaannya dengan menunggangi seekor macan setelah

melawan Mahisasura di medan perang

39

Gambar : 4

Ketika mengalahkan raksasa Sumbha dan Nisumbha, Devi Durga dipuji

oleh para dewa dan para dewa menampakkan diri sebagai Kausiki Durga yang

muncul dari badan Parwati, dan Devi Durga juga menampakkan muka yang

sangat gelap yaitu sebagai Devi Kali. Durga dalam keperkasaannya,

memanifestasikan diri-Nya ke dalam sembilan aspek yang di kenal sebagai Nawa

Durga. Dari kesembilan aspek tersebut yaitu terdiri dari : Nilakanthi, Ksemankan,

Harasiddhi, Rudramsa Durga, Wana Durga, Agni Durga, Jaya Durga, Widhyayasi

Durga, dan Ripumari Durga. 27

Setelah berlangsungnya peperangan antara Devi Durga dan Mahisasura

akhirnya senjata yang di berikan oleh para dewa-dewa itu tidak sia-sia, karena

Mahisasura tewas terbunuh oleh Devi Durga, dan pada akhirnya umat Hindu

meyakini akan adanya kemenangan atas terbunuhnya Mahisasura di tangan Devi

27 Hariani Santiko, Kedudukan Bhatari Durga di Jawa (Jakarta, 1987), h-25

40

Durga. Umat Hindu percaya, bahwa makna ceritra yang berkaitan dengan

dibunuhnya raksasa Mahisasura oleh Devi Durga adalah simbol membunuh atau

melenyapkan kebodohan, oleh karena itu, hari kemenangan yang diyakini sebagai

hari baik untuk belajar. Para prajurit meletakkan senjatanya, para sastrawan

menghentikan diri untuk menulis dan membaca buku, para seniman musik

menghentikan aktivitasnya dan terpekur khusuk untuk memuja Devi Durga yang

disebut oleh umat Hindu yaitu Dewi Ibu yang selalu melindungi umatnya dari

segala kejahatan yang menimpa kaumnya dan juga memperoleh rahmatnya. Ini

adalah sedikit cerita tentang perlawanan Devi Durga kepada Mahisasura, yang

notabennya senjata-senjata yang di berikan para Dewa, menjadi sebuah

kemenangan Devi Durga. 28

Devi Durga memiliki beberapa atau beraneka wujud dan aspeknya. Parvati

yang merupakan Sakti dari dewa Siva adalah salah satu wujud Durga (dalam

aspek santa). Menurut penyembah dewa ini, Devi Durga mengambil wujud yang

bermacam-macam. Devi Durga dipuja dalam enam puluh empat wujud, antara

lain : Bhadrakali, Aryadurga, Vedagarbha, Ambika, Bhadra, dan lain sebagainya.

Di India selatan, Devi Durga dipuja lebih dari aspek yang mengerikan Devi dalam

wujudnya yang lembut mengambil bentuk kanya atau kanyakumari, Kamaksi, dan

Mukamba.

Pemujaan kepada Devi Durga, rupanya telah berlangsung sejak lebih dari

empat ribu tahun silam. Dalam susastra Hindu, sejak zaman Veda hingga saat ini,

pemujaan kepada Devi Durga, mengambil tempat yang sangat penting.

28 Cudamani, Bagaimana Umat Hindu Menghayati Dewa-Dewi (Surabaya, Paramitha, 1998), h. 34

41

Perwujudan Devi Durga itu dimulai dengan, muka wanita yang berbentuk

dengan tenaga Siva. Rambutnya dari tenaga Yama, tangan-tangannya timbul dari

dari tenaga Visnu, dadanya terbentuk dari tenaga Candra, perutnya dari Surya,

jari-jarinya berasal dari tenaga Vasu, giginya tumbuh karena kekuatan Prajapati,

Agni menyebabkan mata ketiga, bulu mata berasal dari kekuatan Fajar, sedangkan

Vayu dengan kekuatannya itu menimbulkan telinga.

Pada umumnya Devi Durga dalam wujudnya yaitu Durgamahisa-

Suramardhini, yakni Devi Durga membunuh raksasa, yang bernama Raktavijaya

yang tidak dapat dikalahkan oleh para dewa, kecuali Sakti Siva yaitu dalam wujud

Devi Durga. Raksasa Raktavijaya, berubah wujud menjadi seekor kerbau, dan

berhasil dibunuh oleh Devi Durga. Adapun simbolis dari citra atau perwujudan

Devi Durga adalah sifat kedewataan akan dapat menundukkan sifat-sifat

keraksasaan yang terdapat pada diri umat manusia. Lambang-lambang senjata

adalah lambang-lambang kekuasaan para dewa yang di dalam yoga adalah

lambang Prana atau Sakti atau bisa juga disebut dengan (Power), yang dapat bisa

mengalahkan sifat-sifat negatif umat manusia.

Menurut kitab Skandyyamala, terdapat sembilan nama Durga ini adalah

Rudracanda, Pracanda, Chandogra, Atichandi, Ugrhacandika dan Chandi. Ada

juga menyebutkan nama dan ciri-ciri atau bentuk Durga, yaitu :

1. Nilakhanthi : bertangan empat, membawa trisula (tombak berujung tiga),

khetaka (perisai), mangkuk minum, dan satu tangan bersikap varada (sikap

memberi hadiah).

2. Ksemankari : bertangan empat, membawa trisula, padma (teratai merah),

tempat minum dan varada.

42

3. Harasiddhi, bertangan empat, membawa damaru (kendang dalam ukuran

kecil), kamandalu (kendi), pedang dan tempat minum.

4. Rudramsha Durga : bertangan delapan membawa sangkha (rumah siput),

naik seekor singa, matahari dan bulan ada di kiri dan kanan Durga.

5. Vana Durga : bertangan delapan, membawa sangkha, cakra, krpana, khetaka,

anak panah, tombak, dan satu tangan dalam sikap tarani-hasta (menunjuk).

Berwarna hijau rumput atau kuning, dan naik seekor kerbau.

6. Agni Durga : berkulit kuning keemasan, bercahaya seperti kilat, berwajah

kejam (?), bermata tiga, Dewi Durga naik seekor singa dan diapit oleh dua

wanita memegang pedang dan khetaka. Pada dahi Durga terdapat hiasan

berupa bulan sabit. Bertangan delapan, dua tangan dalam sikap Tarjani-

Hasta dan varada, sedangkan tangan yang lainnya memegang cakra, pedang

khetaka, anak panah, busur dan angkusa.29

7. Java Durga : bermata tiga, dan bertangan empat, membawa sangkha, cakra,

khadga (pedang kecil), dan trisula, berkulit hitam dan bulan sabit menghias

dahi, dan menaiki seekor singa.

8. Vindhyavasi Durga : berkulit cerah yang bersinar bagaikan kilat, duduk

diatas padma, bertangan empat, dua diantaranya bersikap varada dan abhaya

(jangan takut), sedangkan dua tangan lainnya memegang sangkha dan cakra,

berhiaskan hara (kalung), angada (?), kundala (anting-anting), dan

sebagainya. Indera dan dewa-dewa lainnya memuja di dekatnya, dan

menaiki seekor singa.

29

Dr. Mahendra Mittal, Pesan Tuhan Untuk Kesejahteraan Umat Manusia Intisari Veda,

(Surabaya Paramitha, 2006), h. 76

43

9. Ripumari Durga : berwarna merah dan wajah menakutkan, pada satu

tangannya memegang trisula, dan satu tangan lainnya bersikap tarjani-

hasta.30

Gambar : 5

Perwujudan Devi Durga yang dijuluki sebagai Durga

Mahisasuramardhini31 yang disebutkan di atas, itu lahir dari manifestasi-Nya yang

kedua yakni Mahalaksmi. Di nyatakan pula, bahwa Devi Durga atau disebut juga

sebagai ibu jagat ini akan turun ke bumi apabila ada gangguan yang disebabkan

oleh makhluk-makhluk dengan sifat raksasa.

Uraian tentang berbagai bentuk atau wujud durga ini dalam kitab-kitab

keagamaan India, ternyata sangat luas dan seringkali terjadi tumpang tindih

dengan konsepsi tokoh-tokoh dewi lainnya. Dalam upaya pemahaman dan

berbagai tindakan sifat Durga, diperlukan suatu pengetahuan yang sangat

mendasar tentang konsep dewi pada umumnya, suatu pengetahuan yang

berpangkal pada pemujaan Dewi Ibu atau yang di sebut juga Devi Durga.

30

Gambar 5: Devi Durga menunjukkan kesatriaannya dengan wajah yang tersenyum , membawa

atribut-atributnya yang dipegang dengan keempat tangannya dan menunggangi seekor harimau

sebagai kendaraannya 31

Durga Mahisasuramardhini adalah sebutan nama orang-orang Hindu kepada Devi Durga, karena

telah mengalahkan raksasa Mahisasura pada waktu berperang

44

Devi Durga atau disebut juga Dewi Ibu, dipuja melalui berbagai aspeknya,

yaitu ada tiga bagian tubuh Devi Durga yakni payudara, perut dan alat

kelaminnya, itu merupakan perlambangan dari tiga aspek utamanya : payudara

adalah lambangnya sebagai dewi pelindung, pemelihara, serta sebagai sumber

hidup manusia, perut adalah lambangnya sebagai penguasa kematian, dan alat

kelaminnya adalah lambangnya sebagai pencipta.

Sebagai dewi pelindung, pemelihara serta sumber hidup manusia, selain

itu Devi Durga adalah penguasa tanam-tanaman, misalnya jagung, gandum dan

padi, serta segala jenis makanan lainnya yang di butuhkan oleh manusia. Devi

Durga memelihara manusia dan segala yang ada di alam semesta ini, karena Devi

Durga menciptakan atau melahirkan semuanya itu. Namun sebaliknya

manusiapun berhak atas hidup yang telah Devi Durga berikan, dan Devi Durga

akan mengambil anak-anaknya termasuk manusia, ke dalam pelukannya. Segala

Sesuatu akan kembali ke tanah, yang tidak lain adalah perut atau kandungan Devi

Durga.hal ini berarti Devi Durga berkuasa atas kematian semua makhluk, dan

penguasa dunia bawah.

Relief Devi Durga ini berbentuk abstrak, yakni berbentuk gambar mata,

payudara yang kadang-kadang berbentuk pilin berganda, dan alat kelamin wanita

yang berbentuk segitiga, terdapat pada kubur-kubur Megalith di Eropa, khususnya

di daerah Prancis, Jerman dan Inggris. Melihat adanya aspek-aspek Devi Durga

yang seolah-olah saling bertentangan ini, menurut Neumann Devi Durga yang

mempunyai dua sifat yang disebutnya sebagai sifat baik, pemurah atau sifat

positif, dan sifat bengis atau sifat negative. Bersifat positif, karena Devi Durga

adalah pelindung, pemelihara, dan pencipta manusia serta semua makhluk yang

45

ada di alam semesta ini. Bersifat negatif karena Devi Durga adalah dewi kematian

yang ditakuti.

Di samping lambang-lambang berupa alat kelamin wanita, terdapat pula

beberapa benda dan binatang yang dianggap sebagai lambang Dewi Ibu dan

kesuburan, di antaranya air, darah, bulan, periuk, dan pohon kapak kembar,

sedangkan binatang khususnya binatang-binatang yang hidup di air atau yang di

anggap mempunyai hubungan yang erat dengan air, misalnya ular, ikan, kura-

kura, buaya dan kodok, kemudian juga jenis binatang lainnya ialah burungmerpati

dan sebagainya.

Air adalah unsur terpenting dalam proses kesuburan, sehingga timbul

anggapan bahwa air adalah sumber dari segala kehidupan, dan lambang kesuburan

pada umumnya. Lebih lanjut, karena potensinya untuk memberi kehidupan, maka

airpun dianggap mempunyai kekuatan untuk menghilangkan penyakit, serta

melenyapkan noda (kotoran), yang melekat baik pada tubuh jasmani maupun

rohani.

Hubungan yang erat antara Dewi Ibu-air dan bulan didasarkan kepada

kenyataan yang pertama bulan dapat mempengaruhi pasang surutnya air laut, dan

yang kedua, bulan mempunyai bentuk yang dapat menyusut (gelap) dan

mengembang (terang, purnama), yang kemudian di hubungkan dengan sifat

negative (gelap), dan sifat positif (terang) Dewi Ibu.32

Darah dianggap sebagai lambang Dewi Ibu, karena darah adalah tanda

kesuburan rahim wanita, oleh karena itu darah dan warna merah pada umumnya

dianggap sebagai tanda-tanda kehidupan dan kesuburan. Diantara jenis binatang

32

Hariani Santiko, Kedudukan Bhatari Durga Di Jawa Pada Abad X Sampai XV Masehi, (Jakarta,

1987), h. 312

46

yang di hubungkan dengan konsep Dewi Ibu yang terpenting adalah ular. Ular

dihubungkan dengan konsep kesuburan karena, pertama, ular adalah binatang

melata di darat tetapi sering di jumpai di air, dan di tempat yang lembab, dan

yang kedua, ular berganti kulit beberapa kali dalam hidupnya sehingga di anggap

menguasai rahasia hidup abadi.

Pada perkembangan selanjutnya, baik air, bulan maupun ular seringkali

dianggap pula sebagai lambang laki-laki, pasangan dewi ibu. Misalnya pada

beberapa mitologi, air dianggap sebagai sperma yang dapat menyuburkan rahim

sang dewi. Konsepsi dewi ibu ini yang kemudian, akan tetap hidup menjadi

konsep dasar pemujaan dewi hampir seluruh dunia. Berbagai aspeknya

diwujudkan sebagai tokoh-tokoh dewi tertentu, misalnya terdapat dewi yang

khusus dianggap sebagai dewi tanah, dewi khusus penguasa air dan lain

sebagainya.

D. Perwujudan Atau Arca Devi Durga

Arca Durga bertangan dua, masing-masing tangan kiri arca menarik ekor

kerbau dan tangan kanan memegang kepala Asura. Sikap yang sama kita temukan

pula pada sebuah arca Durga dari jawa tengah yang sekarang disimpan di

Museum Radya Pustaka.

Pada-pada arca bertangan 4 dan bertangan 6 letak senjata tidak beraturan,

kecuali cakra yang lebih sering terlih dipegang oleh tangan kanan atas atau salah

satu tangan kanan yang diangkat keatas. Sangkha pada arca bertangan 4 lebih

banyak dijumpai pada tangan kiri atas, sedangkan pada arca bertangan 6 hal

tersebut tidak dijumpai. Tangan kanan bawah baik pada arca-arca bertangan 4

47

maupun arca bertangan 6 kebanyakan menarik ekor kerbau sedangkan tangan kiri

bawah menarik rambut asura atau memegang kepala asura.33

Gambar : 6

Pada arca-arca bertangan 8 penempatan senjata sila tangan adalah sebagai

berikut:

a. cakra dipegang pada tangan kanan atas, sedangkan sangkha kebanyakan

dipegang pada tangan kiri atas.

b. Saara atau Khadga kebanyakan dipegang pada tangan kanan kedua atau

ketiga.

c. Tangan kanan bawah kebanyakan memegang/ menarik ekor kerbau. Dari

daftar diatas terlihat kadang ekor dipegang oleh tangan kiri bawah,

tergantung arah hadap kerbau, namun hal sedemikian ini tidak banyak

dijumpai.

33 Ida Ayu Putu Surayin, Durga (Surabaya, Paramitha, 2004), h. 98

48

d. Dhanu dipegang oleh tangan kiri kedua atau ketiga, demikian pula

khetaka.

e. Tangan kiri bawah menarik rambut asura atau memegang kepala/ tangan

asura.34

Arca-arca peninggalan masa lampau, zaman kerajaan-kerajaan bercorak

Hindu Budha di Nusantara tidak hanya menampilkan keindahan semata. Arca-

arca tersebut banyak memiliki makna yang berkaitan dengan cerita sejarah,

legenda, mitologi, dan unsur religius yang terkandung di balik keindahannya itu

sendiri.

Durgamahasisuramardhini yang merupakan gabungan dari kata Durga,

Mahisa, Asura, dan Mardhini. Arca Dewi Durga memiliki banyak tangan, lebih

dari 8, 12 atau pada beberapa arca sampai dengan 16. Dewi Durga adalah nama

sakti atau istri Dewa Siwa, Mahisa adalah kerbau, Asura berarti raksasa, sedang

Mardhini berarti menghancurkan atau membunuh. Jadi,

Durgamahasisuramardhini berarti Dewi Durga yang sedang membunuh raksasa

yang ada di dalam tubuh seekor kerbau. Durga merupakan tokoh dewi yang

terkenal di India, dan juga sangat di puja-puja dalam agama Hindu. Durga dipuja

di musim gugur pada pertengahan kedua bulan Asvina di propinsi India Timur

Laut.35

34

Gambar 6: Devi Durga menunjujukkan kesatriaannya melawan mahisasura dengan

menunggangi seekor kerbau. Gambar yang satunya, Arca Devi Durga yang disebut lorojonggrang

(Gadis Ramping) 35 Ida Ayu Putu Surayin, Durga ( Surabaya, Paramitha, 2006), h. 102

49

Gambar : 7

Devi Durga pembunuh Mahisa (kerbau) yang penjelmaan Asura (raksasa

musuh para dewa yang sering menyerang khayangan). Dewi Durga ditugaskan

untuk menghalau asura. Asura bisa menjelma jadi berbagai macam bentuk,

misalnya gajah, singa, kerbau. Sebelum muncul wujud aslinya, diwujudkan

dengan mahisa (kerbau). Setelah mahisa dibunuh ditombak dengan trisula, muncul

wujud aslinya (asura). Menjelma keluarnya dari ubun-ubun (kepala).36

Dewi yang digambarkan sedang berperang, Durga membawa

senjata. Tangan atasnya membawa cakra dan yang dibekali oleh Dewa Visnu.

Durga juga membawa pedang yang panjang dan busur panah dengan mata

panahnya. Tangan sebelah kanan depan menarik ekor dari kerbau (mahisa yang

sudah mati). Tangan kiri menjambak rambut asura. Tangan lainnya bawa pitaka

(perisai) dan Cangka, dibuat dari cangkang kerang pemberian Dewa Wisnu.

Durga digambarkan dalam adegan kemenangan setelah berhasil mengalahkan

asura yang berubah bentuk seperti kerbau yang sangat besar.

Menurut naskah Devi Mahatya, diceritakan bahwa para dewa pada suatu

ketika dikalahkan oleh para asura atau raksasa dibawah pimpinan Mahisasura.

Para dewa memohon pertolongan Dewa Siva dan Dewa Wisnu untuk dapat

36

Gambar 7 : Devi Durga menunjukkan wajahnya yang mnyeramkan ketika umatnya melalaikan

pekerjaannya

50

mengalahkan dan mengusir para asura yang telah mengganggu khayangan.

Mendengar peristiwa yang menimpa para dewa, Dewa Siva dan Dewa Wisnu

menjadi sangat marah akan perbuatan para asura, sehingga dari mulut mereka

keluar lidah api yang menyala-nyala. Lidah api juga keluar dari tubuh dewa-dewa

yang lain. Kekuatan lidah api bergabung menerangi semua penjuru yang akhirnya

mengumpulkan dan membentuk tubuh seorang wanita yang sangat cantik dan

jadilah Devi Durga.

Siva memberikan Trisulanya, Wisnu memberikan Cakra, Baruna

memberikan sebuah Sangkha dan Pasa, kalung mutiara dan sepasang pakaian

yang tidak bisa rusak, Agni memberikan tombak, Maruta memberi busur dengan

anak panahnya, Indra memberi Fajra dan Ganta, Yama memberi Kamandalu, Kala

memberi pedang dan perisai, Vivakarma memberi kapak yang mengkilap beserta

senjata dan baju sirah yang tidak tembus senjata, Himavat memberikan seekor

singa sebagai wahana, Kuwera memberi mangkuk yang penuh dengan anggur,

dan Sesa memberikan sebuah kalung ular yang dihiasi dengan permata yang

besar.

Melalui Devi Durga, para dewa akhirnya berhasil mengalahkan

Mahisasura dengan menginjak lehernya. Dari kepala atau mulut Mahisa keluar

wujud Asura-raksasa dan segera dibunuhnya. Berdasarkan latar belakang cerita

tersebut, Durgamahasisuramardhini biasa digambarkan sedang membunuh

Mahisasura, dengan jumlah tangan yang bervariasi, trisula menusuk di leher

mahisa. Dia memiliki tiga mata, dada membusung, pinggang ramping, dan berdiri

dalam sikap Tribhangga, rambut Jatamahkota, sedang Asura digambarkan dalam

bentuk kerbau dengan darah mengalir di lehernya, berbaring di bawah kaki durga.

51

Pada beberapa arca dewi Durga kaki kanannya biasanya digambarkan berada

diatas singa, sedang kaki kirinya menginjak punggung kerbau, dan singa

digambarkan sedang mencakar kerbau. Di candi-candi, ia biasanya menempati

relung sebelah Utara.37

37 Ida Ayu Putu Surayin, Durga (Surabaya, Paramitha, 2006), h. 105

52

BAB IV

DEVI DURGA DALAM KEPERCAYAAN MASYARAKAT HINDU DI

PURA DALEM PURNAJATI

A. Kedudukan Devi Durga Di Pura Dalem Purnajati

Dari sekian banyak tokoh dewi yang terlibat dalam pembinasaan asura

(Mahisasura), para dewi mempunyai kedudukan yang tidak sama, munculnya

berbagai tokoh dewi dengan kedudukan yang berbeda-beda ini, sangat erat

hubungannya dengan konsep sakti dalam agama Hindu. 38

Sakti adalah tenaga atau

kekuatan dewa-dewa, besar kecilnya peranan sakti atau dewi dalam kehidupan

keagamaan, itu tergantung pada aliran yang memujanya.

Dalam aliran Saiva, kedudukan terpenting adalah Siva (Paramasiva) atau

Pati dalam Saiva-Siddhanta, Siva atau Pati ini adalah kenyataan tertinggi seperti

halnya dengan Brahman dalam kitab-kitab Upanisad. Siva adalah sebab yang

menghasilkan dan sebab sebagai alat (Nimitta-Karana) penciptaan alam dari sebab

bendani yang telah ada, tugas utama Siva bukan hanya penciptaan dunia

melainkan Lima macam yang dikenal dengan Pancakrtya yakni penciptaan (Srsti),

pemeliharaan dunia (Sthiti), penghancuran alam (Samhara atau Laya), Anugerah

(anugrah), dan menyebar kebodohan (Tirobhava). Tetapi segala kejadian itu

bukanlah disebabkan oleh Siva secara langsung, melainkan dengan perantaraan

Saktinya (tenaganya). Pada hakekatnya Sakti hanya satu dan disebut Cit-Sakti

(tenaga dari kesadaran murni), Para-Sakti (tenaga utama atau tertinggi). Sakti ini

adalah sebab bendani (Upadana-Karana) dan di kenal juga sebagai prakrti, namun

38

Sakti adalah nama lain dari istri, akan tetapi Sakti dalam arti lain yaitu di sebut juga dengan

tenaga atau bisa juga di artikan dengan kekuatan para dewa-dewa yang sangat dahsyat 49

53

tanpa memiliki kesadaran (Acit), dan segala perubahan yang terjadi pada dirinya

disebabkan oleh petunjuk Siva.

Hubungan antara Siva dan sakti ini sangat erat. Siva adalah Jnana

(pengetahuan murni) dan Cit (kesadaran murni), sedangka Sakti adalah tenaga

murni (Kriya), yang tidak memilki kesadaran (Acit). Dari perpaduan Siva-Sakti

ini muncullah tiga jenis sakti dari Para-Sakti, yakni :

1. Iccha-Sakti (tenaga kemauan atau keinginan), perpaduan Jnana dan Kriya

jumlah kedua unsur atau jumlah keduanya adalah seimbang.

2. Kriya-Sakti (tenaga untuk bertindak), perpaduan Jnana dan Kriya dengan

unsur Kriya yang lebih kuat

3. Jnana-Sakti (tenaga pengetahuan) merupakan perpaduan Jnana dan Kriya

dengan unsur Jnana yang lebih kuat. Jnana-Sakti ini aktif dalam usaha

pelepasan Jiva (Pasu) dari belenggu (Pasa), ketiga sakti mempunyai

Tabiat-Rupa (berbentuk), Arupa (tanpa bentuk) dan Ruparupa (berbentuk

dan tidak berbentuk). Tanpa Sakti-Siva tidak akan dapat melasanakan satu

pun dari segala peranannya.39

Kedudukan Sakti yang berbeda dapat dijumpai dalam aliran Sakta. Yakni

suatu aliran yang memuja Sakti. khususnya yaitu Sakti-Siva. Sistim Sakta-

Darsana adalah Advaita yang berarti kenyataan tertinggi yang dianggapnya bukan

dualisme, kenyataan tertinggi ini adalah kesatuan Siva-Sakti, bersifat

Sacchidananda dan tak dapat dipisahkan. Sakti yang dikenal dengan mula Prakrti

(sebab bendani), memiliki Tiga Guna tetapi dalam tahap ini ketiga Guna tersebut

masih dalam keadaan seimbang (Samya-Vastha), sehingga tidak berpengaruh

39 Hariani Santiko, Kedudukan Bhatari Durga Di Jawa Pada Abad X-XV, Jakarta-1987, h 283-286

54

terhadap apapun. Oleh karena itu, di sebut Nirguna dalam arti bahwa tidak ada

pembedaan di dalamnya.

Hubungan keduanya seringkali diumpamakan biji canaka, dari luar

nampaknya satu, namun setelah kulit luarnya dikupas akan terlihat kedua bagian

biji tersebut. Siva adalah Prakarsa (cahaya), dan Sakti adalah Vimarsa (kekuatan

untuk memantulkan sinar). Siva adalah kesadaran murni (Cit) yang statis, berat,

lesu dan apabila tanpa sakti tak berdaya bagaikan mayat (Sava), sebaliknya sakti

bersifat dinamis pendorong utama terjadinya penciptaan alam, oleh karena itu

sakti disebut sebagai ibu dunia (Jagadamba). segala kejadian di dunia ini, di

antaranya penciptaan dunia (Srsti), pemeliharaan dunia (Sthiti atau Utpatti) dan

penghancuran dunia (Praline atau Pralaya), menurut penganut Sakta, adalah

pekerjaan Sakti yang di sebut sebagai Mahasakti atau Adyasakti. Dan Siva

hanyalah pembantu (Sakahari) saja, keadaan Siva-Sakti seringkali digambarkan

sebagai Ardhanarisvari yakni tubuh setengah laki-laki dan setengah wanita.

Bentuk wanita (Sakti) di sebelah kiri dan bentuk laki-laki (Siva) di sebelah kanan.

Walaupun memuja kedua-duanya, namun belahan sebelah kiri dianggap jauh lebih

penting dan lebih sering dipuja dari pada belahan sebelah kanan, karena tanpa

Sakti, Siva tidak berarti apa-apa. Oleh karena itu bagi para penganut Sakta,

kenyataan tertinggi adalah Mahasakti.40

Pada tahap berikutnya, terjadilah ketidakseimbangan antara ketiga Guna

dalam Prakrti sehingga timbul terciptanya atau penciptaan alam. Pada saat ini

Mahasakti disebut Ahamaya karena menjadi sebab bendani dan sebab sebagai alat

penciptaan, serta menimbulkan ilusi atau ketidaktahuan (Avidya) pada ciptaannya

40

Hariani Santiko, Kedudukan Bhatari Durga Di Jawa Pada Abad X-XV, (Jakarta – 1987), h 287-

290

55

(Jiva). Karena menimbulakan Avidya maka Sakti di sebut sebagai Avidya-Sakti.

tetapi sakti adalah Jagadamba (Ibu Dunia), Dewi Ibu (Magna Mater) yang sangat

mencintai anak-anaknya. Oleh karena itu Mahasakti yang telah menimbulkan

Avidya dengan kekuatan Maya-nya, berusaha pula untuk melenyapkan

ketidaktahuan serta menolong Jiva untuk mencapai kelepasan.

Dalam hal ini, Mahasakti disebut sebagai Mahavidya atau Vidya-Sakti,

pada tahap ini Siva-Sakti yang dikenal pula sebagai Mahabindu, pecah menjadi

dua bagian yakni Bindu dan Nada, serta dari akibat perpaduan keduanya

muncullah bija yang di sebut pula sebagai Surya-Bindu. Bindu, nada dan bija

masing-masing di hubungkan dengan ketiga aspek Sakti yakni Iccha, Kriya, dan

Jnana-Sakti serta diwujudkan sebagai tiga dewi besreta pasangannya.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa kedudukan Sakti dalam agama

Saiva sangat berbeda dengan kedudukan Sakti dalam agama Sakta. Menurut

beberapa pendapat, cerita Devi-Mahatmya yang termuat dalam Markandeya

purana adalah cerita milik aliran Sakta. Sakti dalam cerita ini disebut sebagai

Mahamaya, Devi, Yoganidra. Walaupun tidak ada sebutan sebagai Mahasakti.

Namun dari syair puji-pujian (Stuti) yang diucapkan oleh dewa-dewa, dapat kita

ketahui bahwa Sakti-sakti dalam cerita ini adalah Mahasakti yang mempunyai

kedudukan lebih penting dari kedudukan dewa-dewa. Dalam Stuti (puji-pujian)

untuk sang Devi Durga antara lain disebut sebagai :

1. Mahavidya, Mahadevi, Mahamedha ( medha : kekuatan ), Mahasmrti (

Smrti : ingatan ), Mahamoha ( Moha : mabuk ), Mahasuru dan Parama-

Prakrti

2. Pencipta segala sesuatu yang ada di alam semesta

56

3. Devi Durga adalah paramavidya atau Vidya-Sakti yang dapat menuntun

mereka yang ingin mencapai moksa

4. Devi Durga adalah pencipta, pemelihara, dan penghancur dunia

5. Tidak diketahui dan tidak di mengerti wujudnya, sekalipun oleh hari, hara

dan dewa-dewa lainnya

Dewi sebagai Maha-Sakti memilki tiga wujud, pertama Para (tertinggi,

utama), wujud ini tidak ada yang yang tahu karena bersifat rahasia dan tidak

terjangkau oleh akal manusia dan dewa. Kedua wujud Sukma (halus, lembut)

yang berupa mantra, dan yang ketiga adalah Stula (kasar atau wujud jasmani),

khususnya diperuntukan bagi mereka yang masih belum mampu mewujudkan

atau membayangkan wujud pertama dan kedua.

Untuk membela kepentingan dewa-dewa dan manusia, Mahasakti

memperlihatkan wujud Sthula-nya yang disebut Durga dan dikenal pula dengan

nama-namanya antara lain : Candika, Candi, Ambika, Katyayani, Kausiki, dan

Siva. Proses munculnya wujud Sthula ini digambarkan dengan cerita kelahiran

Devi Durga dari kumpulan cahaya panas yang keluar dari muka para dewa-dewa

termasuk Siva dan Visnu. Mengenai hal ini, keterangannya diperoleh dari Devi-

Mahatmya yang berbunyi kurang lebih sebagai berikut :

demikain telah saya ceritakan , o raja, tentanr devi yang menginginkan

kebaikan bagi tiga dunia, telah memperlihatkan diri, yang keluar dari

tubuh para dewa.

Jadi munculnya wujud Sthula ini digambarkan sebagai suatu proses

kelahiran. Menurut beberapa kitab purana, Durga adalah wujud Sthula atau yang

disebut dengan istilah Rupa (bentuk wujud) dari salah satu aspek Sakti yakni

57

aspek Krodha atau Raudra (dahsyat). Para Sakti ini dikatakan memiliki dua aspek

yakni Saumya atau Santa (tenang), dan aspek Krodha atau Raudra. Untuk

kepentingan pemujanya, kedua aspek Devi (Para-Sakti), ini masing-masing

menjelma menjadi dewi-dewi yang sangat banyak jumlahnya. Dewi-dewi yang

bersifat Saumya adalah Parvati (Uma), Gauri, Siva, Kamesvari, Bhuvanesvari,

dan lain sebagainya, sedangkan yang bersifat Krodha di antaranya adalah Durga,

Kali, Karali. Pengelompokkan dewi sebagai aspek Saumya dan Raudra, para-Sakti

ini dapat dijumpai dalam kitab Vayu-Purana. Pengelompokkan para dewi, yang

sedikit berbeda dengan pengelompokkan di atas, dapat dijumpai dalam kitab

Devi-Purana. Menurut kitab ini, para Sakti telah menjelma ke dalam enam puluh

dewi yang dikelompokkan menjadi kelompok Sattvika (tenang), karena

merupakan wujud dari Sattva-Guna, yang kemudian kelompok Rajasika (hebat,

dahsyat), yang merupakan wujud Rajo-Guno dan kelompok Tamasika

(menakutkan), yang merupakan wujud Tamo-Guna.

Dewi-dewi yang termasuk kelompok Sattvika di antaranya adalah Uma,

Parvati, Santi, Laksmi, Sri, Siva, dan Isvari, yang termasuk kelompok Rajasika

anatara lain adalah Devi Durga, Gauri, Ajita, Aprajita, Kausiki, Jayanti, Manasi

dan yang termasuk kelompok Tamasika adalah Kali, Karali, Raudri, Kapali,

Ambika, dan lain sebagainya.41

Tugas melindungi manusia dan dewa-dewa dari gangguan orang jahat dan

ancaman musuh serta kesulitan-kesulitan yang dialami dalam hidup di lakukan

oleh aspek Krodha, para Sakti (Devi) khususnya dalam bentuk Durga. Tugas ini di

lambangkan dengan pembinasaan kelompok Asura oleh Durga dan dewi-dewi

41 Bibek Debroy, Divapali Debroy, Purana, (Surabaya, Paramitha, 2000), h. 54

58

yang bersifat Krodha lainnya. Sedemikian pentingnya tugas Durga dalam

membasmi Asura ini sehingga dalam beberapa kitab Purana, Durga tidak hanya

merupakan aspek Krodha.

Sebagai misal dapat dijumpai dalam kitab Devi-Bhagavata Purana, sebuah

Sakta-Purana, Durga disebut sebagai mula Prakrti yang bergerak dalam

penciptaan alam, pemeliharaan dan penghancuran alam. Dalam ketiga

pekerjaannya ini, Devi Durga dikenal dengan Mahakali, Mahalaksmi, dam

Mahasarasvati. Selanjutnya, dalam bentuknya sebagai Mahakali, para sakti Durga

telah membasmi Asura, Madhu, dan Kaitabha sebagai Mahalaksmi telah

membasmi Mahisasura dan sebagai Mahasarasvati telah membunuh Sumbha dan

Nisumbha.

B. Tujuan Masyarakat Memuja Devi Durga Di Pura Dalem Purnajati

Berdasarkan data yang telah di bahas sebelumnya, dapat di ungkapkan

bahwa tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan pemujaan kepada Bathari

Durga adalah sebagai berikut:

1. Menaklukkan Musuh

Memuja Devi Durga, dengan tujuan menaklukkan serta meminta perlindungan

dari ancaman musuh merupakan data terbanyak di wilayah Pura Dalem

Purnajati. Memuja Devi Durga dengan tujuan ini telah kita jumpai pada

sumber-sumber tertulis sebelum abad ke X, di antaranya dalam sebuah

pakawin yang diperkirakan dari abad IX yakni pakawin Ramayana Sarga

yang berbunyi kurang lebih sebagai berikut;

Pohon besar di tempat yang sunyi kau datangi

59

Di sana (tempat) hyang Durga, Ganapati (serta) banyak Banaspati

Jalannya tinggi terjal sulit untuk dicapai

Doa (permohonan) apakah yang difikirkan sukar ditebak

Sebuah nazar besar (dengan tujuan) agar sang raja memperoleh kemenangan

dalam perang

Demikian pula agar saya dapat pulang ke Ayodhya

Pemujaanmu semuanya berhasil baik

Itu dilaksanakan benar-benar olehmu dengan kerelaan hati

2. Berkumpul kembali dengan orang yang dikasihi dan agar memperoleh jodoh

Data dari sastra Pura Dalem Purnajati menunjukkan bahwa Bathari Durga

dipuja oleh mereka yang sedang bersedih hati, karena terpisah dengan orang

yang dikasihi dan oleh mereka yang ingin memperoleh jodoh

3. Menjadi saksi pendirian suatu daerah sima

Batari Durga atau Devi Durga dilibatkan dalam kutukan Frasasti untuk

keputusan raja tentang pendirian suatu daerah sima. Serta diminta untuk

memberi hukuman bagi mereka yang melanggar ketetapan prasasti.

4. Membinasakan orang lain

Memuja Devi Durga, dengan tujuan membinasakan orang lain kita dapati

dalam kitab Siva Purana, apa yang diceritakan dalam kitab ini sangatlah

penting. Karena upacara pemujaan Durga diuraikan secara panjang lebar.42

C. Ajaran Devi Durga Di pura Dalem Purnajati

42

Hariani Santiko, Kedudukan Bhatari Durga di Jawa Pada Abad X-XV Masehi, (Jakarta, 1987),

h-319

60

Ajaran Devi Durga terhadap masyarakat Hindu yang berada di Pura

Dalem Purnajati, bukan kepada ritual keagamaan. Akan tetapi ajarannya itu

mengarah kepada ajaran Tantra atau Tantrik, ataupun bisa disebut juga dengan

bahasa modernnya yaitu Ilmu Magic. Kata Tantra terdiri dari dua kata yaitu Tana

dan Trai, berarti bahwa melalui pelaksanaan sadhana-puja, Bhakti dan metode

yang lainnya seseorang bisa mengelola alam dan kekuatan Tuhan sesuai dengan

keinginannya. Semua metode Sadhana pada hakekatnya adalah Tantra. Tantra

adalah sebuah sastra yang berisikan berbagai aspek puja Siva Shakti, sebuah

metode, sebuah tehnik atau jalan, dan ini ada pada semua agama. Keluwesan

dalam melakukan sadhana, karena itu tidak akan menyentuh ajaran agama dan

keyakinan, namun sebaliknya justru akan memperkuat keyakinan karena disana

ada puja, doa, bhakti dan ajaran spiritual.43

Tantra adalah tehnik yang mengajarkan bagaimana membawa Tuhan, para

dewa dan elemen lain berada dalam kendali seseorang melalui pemujaan dan doa,

karena berisikan berbagai metode sadhana dan menggunakan sarana tertentu.

Secara umum orang-orang mengenal tantra sebagai hal yang berbau magis dan

mistik, ini memberikan kesan yang kurang baik pada pikiran masyarakat hindu,

sehingga merekapun berfikir, ketika pesulap melakukan keajaiban kecil, maka

demikianlah tantra yang senantiasa terlibat dalam hal-hal magis. Dalam dunia

material ini setiap orang memiliki keinginan yang tidak terbatas dan mereka mulai

sangat egois. Mereka melupakan hukum alam yang menyatakan bahwa, jika

seseorang menginginkan sesuatu, maka ia harus berusaha dan berjuang untuk hal

43 Dr. Vasant Lad dan Robert E. Svobodo, Ayurveda, ( Surabaya : Paramitha 2007 ), h 20-34

61

itu. Orang-orang senantiasa menginginkan jalan pintas, mereka tidak memandang

kekuasaan alam atau prakerti.

Dalam masyarakat modern setiap orang tampak sibuk. Orang-orang tidak

memiliki waktu baik mencapai kesadaran diri atau memperhatikan keluarganya.

Mereka meminta bantuan kepada astrolog, ahli metafisika (para normal),

penasehat atau pembimbing spiritual yang melakukan tugas mereka dengan

memberikan imbalan uang, orang mau membayar mereka karena mau terbebas

dari segala keburukan, kekhawatiran dan gejolak batinnya. Padahal, orang yang

disewa tidak akan membantu dalam hal ini. Karma seseoranglah yang

menyelesaikan semuanya. Apapun yang diinginkan harus berusaha sendiri,

seorang spiritual hanyalah sebagai jaln pembimbing selanjutnya tergantung karma

wesana seseorang.

Dalam Mahanirvana Tantra, ajaran Tantra pertama kali diturunkan di

pegunungan Himalaya, tempat salju abadi daerah suci yang penuh dengan tradisi

bangsa Arya. Di sebelah pegunungan utara Himalaya nampak menjulang gunung

yang disebut sapta kula parwata. Di katakana bangsa Arya berasal dari tempat ini.

Di Bhimudhiyar misalnya, masih bisa ditunjuk sebuah gua tempat para pandawa

dan Drupadi pernah melepaskan lelah, demikian juga tempat menyimpan riwayat

rama dan istrinya yang setia yaitu lembah yang penuh dengan hutan pohon Asoka.

Di pegunungan ini hidup para Muni dan Rsi. Di sini juga tempat kshetra Siva

Mahadeva, tempat kelahiran permaisurinya, parwati putri maharaja gunung dan

tempat permulaan Ibunda Gangga.

Puncak Himalaya, Kailasa (Istana Siva), Dewa Siva pertama kali menurunkan

ajaran-ajarannya, yang kemudian tercatat dalam beberapa kitab suci dalam bentuk

62

pustaka Tantra yang disusun dalam bentuk Tanya jawab, di antara dewata dengan

shaktinya yaitu dewi yang mewujudkan dirinya sebagai Devi Durga. Dalam

pustaka mahanirvana tantra, setelah dilukiskan keadaan gunung kailasa, pelajaran

buka dengan sebuah pertanyaan yang diajukan oleh Durga dan Dewa Siva

menjawab pertanyaan itu selanjutnya. Dalam Mahanirvana Tantra, Devi Durga

menyatakan kekhawatiran tentang penyimpangan praktek-praktek Tantra dan

prinsip-prinsip yang digariskan Mahanirvana Tantra (K Nilla, 1997 : vii).44

“ Hitaya yane karmani kathitani twaya prabho menyentahi mahadeva

wiparitani manawe “ (Hamba khawtir oh junjungan !, apa yang paduka

tetapkan untuk kebaikan umat manusia, tetapi melalui itu juga akan timbul

penyalahgunaan dan kejahatan) “.

Kekhawatiran Devi Parwati-Shakti Siva masuk akal, karena tantra

bukanlah pengetahuan yang dibaca dan dihapalkan. Tantra pengetahuan yang

praktis yang langsung harus dipelajari dengan lisan dan praktek. Tahap

keberhasilan tergantung dari kedisiplinan dan wasana atau samskara masing-

masing. Dalam (K Nilla, Mahanirvana Tantra, 1997, bab VII, : 99), memahami

Tantra hendaknya dilakukan dengan pikiran yang jernih dan terbuka, tidak

tertindih oleh prasangka-prasangka lebih-lebih penolakan terhadapnya. Bahasa

Tantra pada umumnya bahasa Sansekerta yang relative sangat sederhana, namun

untuk bisa memahami arti yang sejati dan istilah-istilah tersebut, serta tata caranya

diperlukan pengalaman-pengalaman yang langsung harus didapat dari

lingkungannya atau dipelajari dari mata pengetahuan yang sudah terbiasa atau

membiasakan diri dengan lingkung pandang pengetahuan Hindu.

44

Ini adalah sebuah Doa yang disampaikan Devi Durga yang di tujukan kepada para dewa, supaya

umat Hindu untuk tidak menyalahgunakan ajarannya sebagai ajaran yang sesat

63

Tantra merupakan kitab suci untuk zaman kali yuga. Namun, Tantra itu

tetap merupakan transformasi dari karmakanda untuk memenuhi tuntutan zaman.

Deva siva telah bersabda (K Nilla, 1997, mahanirvana tantra : v) :

‘ untuk menyempurnakan manusia di zaman kaliyuga, pada ketika manusia

menjadi sangat lemah dan hidupnya tergantung pada makanan-makanan

saja, maka O Dewi, dirumuskanlah ajaran-ajaran daripada kaula ‘.

` Dengan pengetahuan-pengetahuan dari Tantra akan bisa memahami apa

arti dan tujuan dari sebuah ritual, demikian pula memahami berbagai prinsip-

prinsip serta praktek-praktek yang bernilai sangat ekspresif dan abjektif. Tapi

sayang, dari berbagai sastra Hindu yang ada ajaran tantra paling tidak dikenal,

apalagi dipahami. Sebabnya ialah ajaran-ajaran Tantra itu memang sulit,

diperlukan tingkat evolusi berfikir untuk bisa menyerap dan memahaminya.

Selain itu juga arti terhadap berbagai istilah serta metode yang dilaksanakan terus

dijaga kerahasiaannya oleh para penganutnya. Para Tantrika memuja Brahma,

tetapi sistem pemujaannya dilakukan dengan sedemikian rupa sehingga banyak

bagian pemujaan itu tidak disepakati oleh para penganut ritual orthodox. Itulah

sebabnya banyak prinsip-prinsip dan praktek-prakteknya sangat dirahasiakan.

Pelajaran-pelajaran tentang Tantra hanya diberikan kepada orang yang

mempunyai keyakinan kepada akar dan mengetahui tentang kegunaan cabang-

cabang serta daun-daun. Keyakinan-keyakinan dan kemurnian-kemurnian dari

jiwa, itulah persyaratan-persyaratan yang diperlukan.

Dasar pemikiran seorang Tantra atau juga Tantrik (Tantra Sadhana), pada

mulanya niskala Brahman yang ada, yang satu itu berkehendak dan menjadi

banyak, Aham bahu syam, “ menjadilah aku ini banyak “. Di dalam shakti

yang memanifestasikan diri demikian, Brahman disebut apara (lebih rendah) atau

64

jadi Brahman yang termanifestasikan dan menjadilah dia sebagai subyek

pemujaan, di meditasikan memiliki ciri-ciri atau atribut. Dan bahkan, bagi pikiran

dan perasaan jiwa yang berjasad, Brahman itu memilki jasad dan wujud. Dia

mewujudkan diri dalam bentuk para dewa dan dewi dan juga berada di dalam

pemuja sendiri. Perwujudannya itu ialah perwujudan alam semesta raya, termasuk

segalanya berada di dalamnya.

Sebuah aspek yang penting dalam Tantra, bahwa Tantra adalah sebuah

ilmu yang rasional, yang bisa dijelaskan setiap langkahnya dan tidak dituntut

dengan keyakinan yang buta. Tantra senantiasa menekankan pada sisi

praktikalnya. Tantra ini menyediakan sistem sadhana yang bertahap tergantung

kemampuan sadhaka. Ada pujaan atau persembahan yang dilakukan dengan

bunga, dupa dan sebagainya. Yang kemudian ada pengulangan mantra. Setelah itu

ada Dhyana hingga pada akhirnya akan mencapai penyatuan dengan Brahman.

Tantra ini banyak menyerap hal-hal dari Veda, dan yang paling penting dari ajaran

Tantra adalah bahwa ia juga memperhitungkan keperluan duniawi seseorang di

dunia yang dianggap nyata bukan ilusi.

Tantra berisikan ilmu-ilmu yang bersifat subyektif dan juga bersifat

obyektif. Oleh karena itulah para Tantrik cenderung melakukan berbagai kegiatan

mistik, gaib dan diakhiri dengan ilmu obat-obatan, ramuan, Astrologi, Astronomi

dan sebagainya. Jadi dalam kalimat singkat, Tantra memungkinkan seseorang

untuk berbuat melalui Dharma atau kebajikan, Artha atau Kama, dan Moksha.

Semua yang disebutkan diatas bisa dicapai dengan mantra, yantra dan para Deva,

melalui bantuan seorang guru atau pembimbing spiritual. Tanpa ragu lagi Tantra

menyatakan bahwa mantra bisa menghasilkan apapun yang diinginkan. Tantra,

65

mantra dan yantra adalah sarana yang ampuh untuk mencapai sesuatu dan para

Deva (baik golongan tinggi maupun golongan rendah) memang benar ada.

Melalui para Deva seseorang bisa mendapatkan kekuatan Siddhi dan pada

akhirnya akan membawa seseorang pada kesadaran Brahman.45

Ajaran Tantra telah berkembang semenjak kedatangan orang-orang India

menyebarkan agama Hindu plus berbagai sekte. Tentunya perkembangannya di

mulai dari keluarga kerajaan terutama yang menyangkut ajaran kerohanian, sangat

terbukti pengikut mazab Tantra ini baik aliran Sivaisme maupun aliran Budha

Mahayana yang dikenal dengan nama aliran Bajrayana (sejenis Tantrayana

wamacara atau aliran kiri), kedua aliran ini sama-sama mencari kesaktian,

kekuasaan, kekuatan, karisma, bahkan masih semarak sampai sekarang dari

tukang becak sampai tingkat presiden, namun pada masa kerajaan, ajaran Tantra

ini selalu dipelajari secara rahasia oleh Raja beserta bawahannya.

Agama Hindu dengan berbagai sekte-sektenya, telah berkembang di

Indonesia, terutama Sivaisme yang sangat dominan. Walaupun demikian, ternyata

ajaran Tantra berkembang bersamaan dengan penyebaran Sivaisme. Kalau di

cermati telah terjadi pengaruh terhadap ajaran Hindu, hal ini tentu mudah terjadi,

karena ajaran Tantra ini pada dasarnya bagian dari Sivaisme. Ajaran Tantra

sendiri pada zaman Raja Airlangga berkembang melahirkan aliran Bhairava,

perkembangan lebih lanjut di ketahui bahwa, paham Bhairava terbagi dalam tiga

aliran yaitu :

45

Made I Murta Wiranata, Filosofi Ajaran Tantra dan Implementasinya Dalam Pendidikan Agama

Hindu, ( Jakarta : 2005 ), h 27-34

66

1. Bhairava Kala Cakra : berkembang di Jawa Timur terutama pada zaman

Raja Kertanegara dan juga di Sumatera Barat pada zaman Aditya

Waryaman, Bhairava Kala Cakra lebih menampakkan karakter Budhis.

2. Bhairava Bhima : berkembang di sekitar candi Kukuh dan candi Ceta,

beberapa daerah di Jawa Timur dan sekitar desa Pejung di Bali yang

terkenal dengan arca Bhima di Pura Kebo Edan.

3. Bhairava Heruka : berkembang di sekitar Padang Lawas Aceh, aliran ini

menunjukkan pengaruh Tibet, dengan lambang patung manusia berkepala

kuda, merupakan ciri religi masyarakat Indonesia asli. Ciri-ciri umum dari

aliran tantra ini dapat di lihat dari tanda-tanda patung simbolnya, yaitu :

patung devi membawa mangkok yang berikan darah, memegang pisau

atau pedang dan berdiri di atas rangkaian tengkorak atau mayat dan ada

pula yang berdiri di atas seekor binatang.

Pengaruh ajaran Tantra dalam agama Hindu dapat di ketahui dengan jelas, di

antaranya seperti praktek-praktek upacara keagamaan yang dilaksanakan dalam

kehidupan sehari-hari oleh umat Hindu di Indonesia. Dalam pustaka suci Veda

misalnya, dalam upacara-upacara pemujaan sarana upacara yang menonjol pada

umumnya adalah soma dan api. Dalam pustaka Bhagavadgita IX Sloka 26, sarana

persembahan dinyatakan terdiri dari daun, kembang, buah dan air. Kenyataan

yang berkembang sekarang ini dalam setiap upacara agama, selalu ada sarana

upacara, yang terdiri dari daging dan ikan. Yang paling sederhana rerasmen yang

mempergunakan kacang dan ikan, umumnya ikan asin. Yang lebih menengah

banten ‘suci‘, mempergunakan daging bebek, sedangkan banten “berbangkit“,

mempergunakan “guling babi“, dan yang paling menonjol adalah banten Caru,

67

serananya mengingatkan panca Tattva dalam Tantra, seperti daging, tetabuhan,

gerak, ikan dan kepuasan batin. Mantra-mantra pemujaan yang dipergunakan

dalam memimpin upacara oleh para pandita, khususnya di Bali maupun di

Indonesia banyak bercorak ajaran Tantra seperti pemujaan atau mantra-mantra

yang ditujukan kepada para Deva dan Shakti. Pura dalem dan pura Ulunsuwi

adalah ciri khas keberadaan konsep Tantrayana pemujaan Shakti Devi Durga dan

Devi Sri Shakti Deva Visnu.46

Peletakkan paham Tantrisme yang berkembang di Dwi pantara atau bumi

Nusantara, di mana satu bukti, penduduk Indonesia telah mengenal sistem

pemujaan arwah leluhur, juga telah sadar di luar dirinya ada kekuatan yang tidak

nampak, tidak terfikirkan, berhubung peradaban dan pengetahuan pada waktu itu

masih rendah, cenderung oleh para peneliti, kepercayaan mereka adalah

Animisme, Dinamisme dan Totemisme. Animisme adalah keyakinan akan adanya

roh, segala sesuatu yang ada di alam semesta ini, didiami dan dikuasai oleh roh

yang berbeda-beda pula. Dinamisme adalah keyakinan adanya kekuatan alam

dapat berupa makhluk (personal) atau tanpa wujud. Totemisme keyakinan adanya

binatang keramat yang sangat di hormati. Binatang tersebut di yakini mempunyai

kekuatan dan kesaktian. Ciri-ciri konsep Tantra adalah roh, kekuatan alam dan

keshaktian. Masuknya aliran Sivaisme dengan konsep Tantra, kepercayaan

penduduk asli dengan mudah melebur dirinya dalam bentuk ikatan menjadi

agama. Shakti Siva dalam wujud Devi Durga sebagai ibu illahi, dan terus

berkembang dari zaman ke zaman dan di kenal dengan nama Saivashidanta.

46

Hariani Santiko, Kedudukan Bhatari Durga Di Jawa Pada Abad X Sampai XV Masehi, (Jakarta,

1987), h. 567

68

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Masyarakat yang berada di Pura Dalem Purnajati, pandangan mereka terhadap

Devi Durga sebagai Tuhan dan salah satu sakti Dewa Siva. Tuhan yang mereka

sembah atau yang mereka puja dengan penuh harapan dan menginginkan sesuatu

apapun kepada Devi Durga. Masyarakatpun mempercayainya akan dikabulkan

permintaan-permintaan yang masyarakat inginkan.

Masyarakat Pura Dalem Purnajati, tidak hanya memuja Devi Durga. Dewa

Siva sebagai suami dari Devi Durga, masyarakat yang berada di Pura Dalem

Purnajati memujanya atau menyembahnya. Karena Dewa Siva adalah Tuhan

(Sang Hyang Widhi).

Dibalik sosok Devi Durga yang melindungi dan memelihara umatnya, Devi

Durga dikenal dengan kekejamannya menyebutkan bahwa Devi Durga adalah

sosok yang sangat menyeramkan, menyeramkan ketika Devi Durga memarahi

umatnya yang lengah dan tidak dapat bertanggung jawab atas pekerjannya, seperti

halnya Ibu memarahi anaknya yang sedang bermain. Devi Durga juga adalah

manifestasi dari Tuhan atau jelmaan-jelmaan dari Tuhan yang secara keseluruhan.

Ajaran Devi Durga dengan cara menggunakan Tantraisme atau disebut dengan

ilmu magic, permintaan apapun yang umatnya menginginkan pasti akan Devi

Durga kabulkan dengan cara memanggil dan memuja roh-roh yang sudah

meninggal, permintaan yang baik ataupun permintaan yang buruk Devi Durga

mengabulkannya, akan tetapi harus menerima resiko masing-masing

65

69

permintannya. Ajaran Devi Durga yang sekarang berkembang dengan adanya

praktek-praktek keagamaan atau ritual-ritual keagamaan yang ada pada

masyarakat di Pura Dalem Purnajati.

B. Saran

Ada beberapa hal yang menjadi saran penulis, antara lain adalah:

1. Teman-teman Perbandingan Agama yang melanjutkan tema dalam skripsi

ini dengan fokus yang berbeda.

2. Fakultas atau Perpustakaan FUF mesti menyediakan buku-buku/reference

tentang tema ini, mengingat penulis kesulitan menemukan dan mengakses

tulisan-tulisan tentang tema dimaksud, sebagai bahan untuk mahasiswa

yang akan datang.

3. Fakultas Ushuluddin dan Filsafat selalu melakukan Enrichment

(pengkayaan) dalam bidang studi-studi keagamaan (religious studies)

demi membekali mahasiswa/i Perbandingan Agama untuk menunjang

keahlian/profesionalitas dalam bidang ilmu Perbandingan Agama.

70

DAFTAR PUSTAKA

Bibek Debroy, Divapali Debroy, Purana, (Surabaya, Paramitha, 2000)

Cudamani, Bagaimana Umat Hindu Menghayati Dewa Dewi (Surabaya:

paramitha, 1998)

Dr. I Made Titib, Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu, (Surabaya,

Paramitha, 2003)

Dr. I Made Titib, Purana Sumber Ajaran Hindu Komprehensip, (Surabaya,

Paramitha, 2004)

Dr. I Made Titib, Purana Sumber Ajaran Hindu Komprehensip, (Surabaya,

Pustaka Mitra Jaya, 2003)

Dr. L . R. Chawdhri, Rahasia, Yantra, Mantra dan Tantra, (Surabaya, Paramitha,

2003)

Dr. Mahendra Mittal, Pesan Tuhan Untuk Kesejahteraan Umat Manusia Intisari

Veda, (Surabaya, Paramitha, 2006)

Dr. Vasant Lad dan Robert E. Svobodo, Ayurveda dan Tantra, (Surabaya,

Paramitha, 2007)

Gede Oka Sanjaya, Siva Purana, (Surabaya, Paramita, 2001)

Hariani Santiko, Kedudukan Bhatari Durga Di Jawa Pada Abad X Sampai XV

Masehi, (Jakarta, 1987)

Ida Ayu Putu Surayin, Durga (Surabaya : Paramitha, 2004)

I Gusti Arya Yunaedi, Ajaran Dasar Hindu, Panduan Pembelajaran Agama

Hindu Untuk Sekolah Dasar, (Denpasar, STAH Denpasar, 2004)

71

I Made Muranata, Filosofi Ajaran Tantra Dan Implementasinya Dalam

Pendidikan Agama Hindu, (Jakarta, STAH 2005)

I Wayan Maswinara, Dewa-Dewi Hindu, (Surabaya, Paramitha, 2000)

I Wayan Maswinara, Dewa-Dewi Hindu, (Surabaya, Paramitha, 1999)

Kadek Yudhiantara dan Chandika Sila Ulati Devi, Rahasya Pemujaan Sakti

Durga Bhairavi, Meditasi Mantra dan Hakekat Devi Dasa

Mahavidya, (Surabaya, Paramitha, 2003)

Michael Keene, Agama-Agama Dunia, (Yogyakarta, Kanisius, 2006)

Tim Penyusun, Buku Pelajaran Agama Hindu, (Surabaya, Paramitha, 2005)

Tiwi Etika, Belajar Singkat Bahasa Hindi, (Surabaya, Paramitha, 2001)

72

HASIL WAWANCARA PENULIS DENGAN MASYARAKAT

SEKITAR

Pertanyaan : Pandangan Anda Tentang Devi Durga Seperti Apa ?

Jawaban : Sebagai Tuhan yang mengabulkan apa-apa yang kami inginkan

Pertanyaan : Apa Perbedaan Pura Dalem ini dengan Pura-Pura yang lain ?

Jawaban : Karena lebih dekat dari pada pura-pura yang lain

Pertanyaan : Apakah Devi Durga Adalah Sosok Yang Sangat Menyeramkan?

Atau Sebaliknya ?

Jawaban : sosok Devi Durga sangat menyeramkan, menyeramkan ketika Devi

Durga marah kepada umatnya, yang lengah atau lalai akan

pekerjaannya, contohnya, seperti ibu memarahi anaknya yang sedang

bermain. akan tetapi ketika umatnya menginginkan sesuatu

kepadanya itu di kabulkan, permintaan yang baik ataupun

permintaan yang buruk, tapi harus menerima resiko masing-masing

permintaannya.

Pertanyaan : Kenapa Masyarakat Hindu Yang Ada di Pura Dalem Purnajati ini

Memuja Kepada Saktinya Siva yakni Devi Durga ? Jelaskan ?

Jawaban : Kami tidak hanya memuja Devi Durga saja, akan tetapi Siva sebagai

Deva sekaligus suaminya Devi Durga kami memujanya, karena Siva

juga adalah Tuhan.

73

SURAT KETERANGAN WAWANCARA

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Bpk. I. Made Lanus

Jabatan : Pemangku

Alamat : jln. Cilincing Jakarta Utara

Agama : Hindu

Dengan ini menerangkan bahwa :

Nama : Musyarofah Darajat

NIM : 103032127696

Alamat : jln. Raya gading serpong, Tangerang

Agama : Islam

Nama tersebut benar-benar telah mengadakan wawancara langsung dengan kami

dalam rangka penyelesaian skripsi.

Dengan demikian keterangan ini kami buat dengan sebenar-benarnya

Jakarta 5 Agustus

2008

I Made Lanus