bab i pendahuluan a. latar belakang - gadjah mada...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jerawat merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak dirisaukan oleh
remaja dan dewasa karena dapat mengurangi kepercayaan diri penderita
(Lachman dkk., 1994). Jerawat terjadi karena adanya peradangan pilosebasea
disertai penimbunan bahan keratin (Wilkinson & Moore, 1982). Peradangan yang
terjadi, salah satunya disebabkan oleh adanya bakteri, diantaranya
Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis.
Antibiotik merupakan terapi jerawat lini pertama yang banyak diresepkan oleh
dokter. Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan antibiotik sebagai terapi
jerawat menaikkan prevalensi terjadinya resistensi pada bakteri penyebab jerawat
(Swanson, 2003). Penggunaannya dalam jangka lama beresiko menimbulkan
resistensi, kerusakan organ, dan imunohipersensitivitas (Swanson, 2003). Obat
jerawat yang banyak beredar di pasaran dengan kandungan bahan keratolitik dan
abrasif, dapat menutup pori-pori kulit sehingga merangsang aktivitas kelenjar
sebasea (Tjekyan, 2008). Alternatif bahan alam perlu dikembangkan untuk
mengatasi permasalahan tersebut.
Kulit buah manggis (Garcinia mangostana) merupakan salah satu
biodiversitas Indonesia yang terbukti memiliki aktivitas farmakologis, seperti
antioksidan, antitumor, antialergi, antiinflamasi, antibakterial, antifungi, dan
antiviral (Chaverri dkk., 2008). Kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan
bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologi adalah golongan xanton.
2
Senyawa tersebut diantaranya adalah alfa-mangostin dan gamma-mangostin
(Jinsart dkk., 1992). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Chomnawang dkk
(2005), kulit manggis memiliki efek penghambatan paling besar dibanding 19
tanaman Thailand lain yang diuji aktivitas antibakterial terhadap Staphylococcus
epidermidis dan Propionibacterium acnes. Kulit manggis memiliki KHM dan
KBM sebesar 0,039 mg/mL terhadap P. acnes, sedangkan terhadap S.
epidermidis mempunyai nilai KHM dan KBM sebesar 0,039 mg/mL dan
0,156 mg/mL (Chomnawang dkk., 2005). Menurut Setyaningrum (2013), KBM
ekstrak kulit manggis terhadap S.epidermidis adalah 16 mg/mL, sedangkan pada
P.acnes adalah 3,2 mg/mL. Kulit manggis yang telah diekstraksi dengan etanol
95% dan dibuat dalam bentuk gel antijerawat dengan kadar 0,50%, 0,75%, dan
1,00%, tidak menimbulkan iritasi kulit terhadap lima koresponden uji (Sukatta
dkk., 2008). Kulit manggis juga memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Marquez
dkk., 2009) dan antiinflamasi (Lin dkk., 1996) yang mendukung penggunaan
kulit manggis sebagai antijerawat.
Sediaan antijerawat seyogyanya memiliki formula yang layak agar efek terapi
yang diinginkan tercapai dan tidak memperburuk gangguan jerawat itu sendiri.
Bentuk sediaan gel cocok digunakan untuk terapi topikal jerawat karena dapat
memberikan kenyamanan pemakaian, mudah diaplikasikan, dan acceptable. Gel
dengan basis hidrofilik dan yang bersifat memperlambat proses pengeringan
merupakan bahan yang cocok untuk gel sehingga mampu bertahan lama pada
permukaan kulit (Bakker dkk., 1990). Basis hidrofilik tersebut diantaranya adalah
karbopol dan CMC-Na.
3
Keuntungan penggunaan CMC-Na sebagai basis gel diantaranya adalah
memberikan viskositas stabil pada sediaan (Lieberman dkk., 1998). Namun,
penggunaan CMC-Na sebagai basis gel dapat membentuk larutan koloida dalam
air yang dapat membuat gel menjadi tidak jernih karena menghasilkan dispersi
koloid dalam air yang ditandai munculnya bintik-bintik dalam gel (Rowe dkk.,
2006). Selain itu, sediaan gel berbasis CMC-Na memiliki diameter penyebaran
yang lebih kecil dibanding gel berbasis karbopol (Erawati dkk., 2005).
Penambahan basis gel berupa karbopol diharapkan dapat memperbaiki
kekurangan tersebut, sehingga gel yang dihasilkan menjadi jernih dan diharapkan
memiliki daya sebar yang baik. Kombinasi CMC-Na dan karbopol yang tepat
pada proporsi tertentu diharapkan akan menghasilkan gel yang diharapkan.
Berdasarkan Rowe dkk (2006), kadar CMC-Na yang digunakan sebagai basis gel
adalah 3-6%, sedangkan karbopol adalah 0,5-2%.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan kombinasi
karbopol dan CMC-Na yang menhasilkan formula optimal adalah SLD (Simplex
Lattice Design). Keuntungan dari metode ini adalah praktis dan cepat karena
merupakan penentuan formula dengan coba-coba (trial and error) (Armstrong &
James, 1996; Bolton, 1997). Metode SLD dapat digunakan untuk optimasi
formula pada berbagai jumlah komposisi bahan yang berbeda.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka dilakukan penelitian dengan tujuan
mengetahui formula optimum gel antijerawat kulit manggis berdasarkan metode
SLD (Simplex Lattice Design) dan mengetahui aktivitas antibakteri formula
optimum terhadap S. epidermidis dan P. acnes.
4
B. Rumusan Masalah
Berapakah perbandingan konsentrasi karbopol dan CMC-Na yang
berpengaruh terhadap sifat fisik gel antijerawat kulit manggis (pH, viskositas,
daya sebar, dan daya lekat) dan pada perbandingan tertentu dapat menghasilkan
formula yang optimal ?
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui perbandingan konsentrasi karbopol dan CMC-Na yang
berpengaruh terhadap sifat fisik gel antijerawat kulit manggis (pH, viskositas,
daya sebar, dan daya lekat) dan pada perbandingan tertentu dapat menghasilkan
formula yang optimal.
D. Tinjauan Pustaka
A. Manggis (Garcinia mangostana)
1. Klasifikasi dari Manggis (Garcinia mangostana)
Klasifikasi tanaman manggis adalah (Rukmana, 2009):
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Guttiferanales
Famili : Guttiferae
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana L.
5
Gambar 1. Buah Manggis (Garcinia mangostana)
2. Nama daerah
Manggu (Jawa Barat), Manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara),
Manggista (Sumatera Barat).
3. Khasiat dan Kegunaan Tanaman
a. Antihistamin
Senyawa alfa-mangostin dalam kulit manggis memiliki kemampuan
mengeblok reseptor histaminergik khususnya H1, sedangkan gamma-
mangostin berperan sebagai pengeblok reseptor serotonergik khususnya 5-
hidroksitriptamin 2A atau 5HT2A (Chairungsrilerd dkk., 1996a, 1996
b,
1998).
b. Antiinflamasi
Senyawa gamma-mangostin memiliki kemampuan secara langsung
untuk menghambat aktivitas enzim Ikappa B kinase yang selanjutnya
berperan dalam mencegah proses transkripsi gen COX-2 (gen target NF-
kappaB), menurunkan produksi PGE2 dalam proses inflamasi (Nakatani
dkk., 2004).
6
c. Antioksidan
Berdasarkan penelitian Jung dkk (2006), dari hasil skrining aktivitas
antioksidan, beberapa senyawa menunjukkan aktivitas sebagai penangkap
radikal bebas. Senyawa yang menunjukkan aktivitas poten adalah 8-
hidroksikudraxanton, gartanin, alfa-mangostin, gamma-mangostin dan
smeathxanton A.
d. Antikanker
Penelitian Matsumoto dkk (2003) mengindikasikan bahwa alfa-
mangostin berperan sebagai antikanker. Tarket aksinya adalah mitokondria
pada fase awal, sehingga menghasilkan apoptosis pada sel leukimia
manusia. Berdasar hubungan struktur aktivitas, gugus hidroksi berkontribusi
besar terhadap apoptosis tersebut.
e. Antimikroba
Menurut Setyaningrum (2013), KBM dari ekstrak kulit manggis
terhadap S.epidermidis adalah 16 mg/mL, sedangkan pada P.acnes adalah
3,2 mg/mL. Berdasarkan penelitian Chomnawang dkk (2005), kulit manggis
memiliki KHM dan KBM sebesar 0,039 mg/mL terhadap P. acnes,
sedangkan terhadap S. epidermidis mempunyai nilai KHM dan KBM
sebesar 0,039 mg/mL dan 0,156 mg/mL.
4. Kandungan Tanaman
Beberapa senyawa xanton yang telah teridentifikasi diantaranya adalah
1,3,6-trihidroksi-7-metoksi-2,8-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on (Alfa-
7
mangostin) dan 1,3,6,7-tetrahidroksi-2,8-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(Gamma magostin) (Jinsart dkk., 1992). Struktur senyawa alfa-mangostin:
Gambar 2. Struktur Kimia Senyawa Alfa-mangostin (Vennetier, 2013)
Pada kulit kayu, kulit buah, dan lateks kering manggis mengandung zat
warna kuning yang berasal dari alfa-mangostin yang merupakan komponen
utama dan β-mangostin yang merupaakn komponen minor. Ho dkk (2002)
melaporkan senyawa xanton yang diisolasi dari kulit buah manggis, ternyata
juga menunjukkan aktivitas farmakologi yaitu garcinon E.
B. Kulit
1. Uraian Kulit
Kulit merupakan alat tubuh yang berfungsi membungkus dan melindungi
tubuh dari lingkungan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
mencerminkan kesehatan (Wasitaatmadja, 2007).
Gambar 3. Penampang Kulit (Budisma, 2013)
8
2. Struktur Kulit
Lapisan pada kulit tersusun oleh tiga lapisan utama (Djuanda, 2007):
a. Lapisan Epidermidis
1). Stratum Korneum (Lapisan tanduk) merupakan lapisan kulit yang paling
luar, terdiri atas sel mati yang berbentuk gepeng, tidak berinti, dan
protoplasmanya berubah menjadi keratin (zat tanduk).
2). Stratum Lusidum merupakan lapisan gepeng tanpa inti dengan
protoplasma yang berubah menjadi protein (eleidin).
3). Stratum Granulosum (Lapisan Keratohialin) merupakan dua atau tiga
lapis sel gepeng dengan sitoplasma yang kasar, terdiri atas keratohialin, dan
terdapat inti diantaranya.
4). Stratum Spinosum (Malphighi) terdiri dari lapis sel bentuk polygonal
dengan ukuran berbeda- beda. Spinosum banyak mengandung glikogen.
5). Stratum Basale terdiri atas sel bentuk kubus, tersusun vertikal yang
berbaris seperti palisade, merupakan lapisan epidermis paling bawah.
b. Lapisan Dermis
Lapisan dermis berada di bawah lapisan epidermis, lebih tebal, terdiri
dari lapisan elastik dan fibrosa dengan elemen seluler dan folikel rambut.
1). Pars papilare, terdiri dari ujung saraf dan pembuluh darah, bagiannya
menonjol ke epidermis.
2). Pars retikulare, terdiri atas serabut penunjang, seperti serabut kolagen,
elastin dan retikulin (Djuanda, 2001).
9
c. Lapisan Subkutis
Lapisan Subkutis terdiri dari jaringan ikatan longgar berisi sel lemak di
dalamnya dan merupakan kelanjutan dari dermis.
3. Fungsi Biologis Kulit
a. Fungsi proteksi, kulit menjaga tubuh dari gangguan fisis dan mekanis.
b. Fungsi absorpsi, kulit lebih mudah menyerap cairan yang mudah menguap
dan cairan yang larut lemak daripada air.
c. Fungsi ekskresi, kelenjar kulit mengeluarkan sisa metabolisme, seperti NaCl,
urea, asam urat, dan ammonia.
d. Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis.
e. Fungsi pengaturan tubuh, yakni dengan mengeluarkan keringat dan
mengerutkan otot pembuluh darah.
f. Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit terletak di
lapisan basal).
g. Fungsi keratinisasi, kulit memberi perlindungan terhadap infeksi.
h. Fungsi pebentuk vitamin D, mengubah dihidroksi kolesterol dengan bantuan
sinar matahari.
4. Absorpsi Obat Melalui Kulit
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi bahan obat dari sediaannya ke
dalam kulit (Voigt, 1984) :
a. Sifat kulit, yaitu kondisi kulit, jenis kulit, dan perlakuan kulit.
b. Sifat dan pengaruh obat, yaitu konsentrasi, kelarutan di dalam basis, ukuran
10
molekul, daya difusi, kecepatan pelarutan, daya disosiasi, distribusi antara
fase basis, situasi distribusi antara sediaan dan kulit.
c. Sifat dan pengaruh sediaan obat, yaitu sifat pembawa (hidrofil, lipofil, jenis
emulsi), dan teknik pembuatan.
C. Jerawat
1. Definisi
Jerawat merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak dirisaukan oleh
remaja dan dewasa karena dapat mengurangi kepercayaan diri penderita
(Lachman dkk., 1994). Penelitian yang dilakukan Billow (1992) menunjukkan
bahwa dari 1555 anak dan remaja berusia 8-18 tahun, wanita mengalami
jerawat sejak umur 14 tahun, 50% diantaranya mengalami jerawat yang cukup
parah secara klinik, sedangkan pada laki- laki 78% dialami sejak umur 16
tahun. Jerawat terjadi karena adanya peradangan pilosebasea disertai
penimbunan bahan keratin (Wilkinson & Moore, 1982). Peradangan yang
terjadi, salah satunya disebabkan oleh adanya bakteri, diantaranya P. acnes dan
S. epidermidis.
2. Penyebab
Penyebab terjadinya jerawat diantaranya adalah:
a. Perubahan jumlah dan konsistensi lemak kelenjar.
1). Hormonal
Pembentukan hormon testoteron (androgen) yang berlebih dapat memacu
sekresi kelenjar sebasea yang hiperaktif. Pengaruh hormon ini
11
menimbulkan jerawat pada usia pubertas, dimana pada masa tersebut
hormon androgen diproduksi dalam jumlah banyak. Pada wanita selain
hormon androgen, produksi lipid dari kelenjar sebasea dipacu oleh
hormon luteinizing yang meningkat saat menjelang menstruasi (Mitsui,
1997).
2). Infeksi bakteri
Terakumulasinya sebum oleh adanya kelebihan sekresi dan
hiperkeratosis pada infundibulum rambut, menjadi sumber nutrisi yang
baik bagi pertumbuhan P. acnes. Enzim lipase yang dihasilkan dari
bakteri tersebut menguraikan trigliserida pada sebum menjadi asam
lemak bebas, yang menyebabkan inflamasi dan akhirnya terbentuk
jerawat, sedangkan S. epidermidis dan S. aureus dapat menimbulkan
infeksi sekunder pada jerawat. Bila jerawat sudan bernanah, infeksi akan
bertambah parah (Mitsui, 1997).
3). Makanan
Beberapa contoh makanan dapat memicu timbulnya jerawat, seperti
lemak, karbohidrat dan makanan berkalori tinggi. Meskipun tidak semua
ahli sependapat dengan adanya hubungan antara makanan dan jerawat,
tetapi banyak pengalaman ditemukan adanya hubungan ini
(Wasitaatmadja, 2007).
12
4). Penggunaan obat
Obat-obatan kortikosteroid, narkotika, stimulansia susunan saraf pusat
dapat memicu timbulnya jerawat, karena obat-obatan ini dapat memicu
sekresi kelenjar lemak yang berlebihan (Wasitaatmadja, 2007).
5). Psikososial
Stres psikis secara tidak langsung dapat memicu timbulnya jerawat
karena penigkatan stimulasi kelenjar sebasea (Wasitaatmadja, 2007).
b. Saluran keluar kelenjar sebasea tertutup oleh massa eksternal, baik dari
kosmetik, bahan kimia, debu dan polusi (Wasitaatmadja, 2007).
c. Saluran keluar kelenjar sebasea menyempit (hiperkeratosis) akibat radiasi
sinar ultraviolet, sinar matahari, atau sinar radio aktif (Wasitaatmadja,
2007).
d. Faktor lain yang dapat menyebabkan jerawat bertambah buruk, antara lain
faktor genetik, rasial, kerja berlebih, dan cuaca (Mitsui, 1997;
Wasitaatmadja, 2007).
3. Jenis- jenis Jerawat
a. Ringan
1). Whitehead (komedo tertutup)
Komedo tertutup disebabkan karena adanya sebum yang biasanya berisi
bakteri menumpuk di folikel dan tidak dapat keluar (Anonim, 2009).
Komedo tertutup ditandai dengan munculnya bintil kecil dengan lubang
kecil atau tanpa lubang.
13
2). Blackhead (komedo terbuka)
Komedo terbuka terjadi karena sebum yang mengandung kulit melanin
teroksidasi akibat folikel terbuka di permukaan kulit. Sebum yang
teroksidasi berubah menjadi berwarna coklat atau hitam. Komedo jenis
ini dapat berlangsung lama karena pengeringan komedo di permukaan
kulit berlangsung lambat (Anonim, 2009).
b. Sedang
1). Papel
Papel berupa benjolan-benjolan lunak kemerahan di kulit tanpa kepala.
Papel disebabkan oleh pecahnya atau rusaknya dinding folikel rambut,
sehingga sel darah putih keluar dan menyebabkan inflamasi di lapisan
dalam kulit (Anonim, 2009).
2). Pustul
Pustul berbentuk benjolan merah dengan kepala (titik putih atau kuning
di tengahnya) yang berisi sel darah putih. Pustul merupakan
perkembangan lanjut dari papel, dimana sel darah putih keluar ke
permukaan (Anonim, 2009).
3). Nodul
Nodul terjadi akibat rangsang peradangan oleh fragmen rambut yang
berlangsung lama. Bila folikel pecah di dasarnya, maka radang berupa
benjolan besar akan terjadi. Bila disentuh, benjolan ini akan terasa sakit
(Anonim, 2009).
14
c. Berat
1). Abses
Beberapa papel atau pustel yang berkelompok, akan membentuk abses
berwarna kemerahan, nyeri dan cenderung mengeluarkan bahan berupa
campuran darah, nanah dan sebum. Pada proses penyembuhan, abses
meninggalkan jaringan parut yang luas (Anonim, 2009).
2). Sinus (Akne kongloblata)
Pada penderita sinus, terlihat garis linier panjang yang bisa mencapai 10
cm di lekukan samping hidung, hidung, rahang, atau lehernya. Garis
linier tersebut mengandung beberapa saluran sinus atau fistel yang
menghubungkan sinus dengan permukaan kulit. Penyembuhannya
memakan waktu yang cukup lama yakni berbulan-bulan, bahkan hingga
bertahun-tahun. Kelainan ini dapat kambuh lagi apabila mengalami
inflamasi. Penanganannya dengan pembedahan (Anonim, 2009).
4. Pencegahan dan Pengobatan
a. Pencegahan jerawat (Wasitaatmadja, 2007)
Pencegahan jerawat dapat dilakukan diantaranya dengan hidup teratur
dan sehat, menjaga kebersihan kulit dari kelebihan minyak, jasad renik,
kosmetik, debu, kotoran dan polusi lainnya yang dapat menghambat folikel
sebagai pemicu jerawat, serta mempelajari dan mengetahui informasi
mengenai penyakit, pencegahan dan cara maupun lama pengobatannya.
15
b. Pengobatan Jerawat (Wasitaatmadja, 2007):
1). Pengobatan topikal
Prinsip pengobatannya adalah mencegah pembentukan komedo atau
jerawat ringan. Mekanismenya dengan menekan peradangan, mencegah
kolonisasi bakteri, serta menyembuhkan lesi jerawat. Pengobatannya
dengan memberikan bahan iritan dan antibakteri topikal, serta
kortikosteroid topikal seperti sulfur, resorsinol, asam salisilat, benzoil
peroksida, asam azelat, tetrasiklin, eritromisin dan klindamisin.
2). Pengobatan Sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk penderita jerawat sedang sampai
berat. Prinsip pengobatannya dengan menekan aktivitas jasad renik,
menekan reaksi radang, menekan produksi sebum, dan mempengaruhi
keseimbangan hormonal. Pengobatannya dengan memberikan golongan
obat sistemik, misalnya pemberian antibiotik (tetrasiklin, eritromisin dan
klindamisin), obat hormonal (etinil estradiol, antiandrogen siproteron
asetat).
3). Bedah kulit
Pengobatan ini ditujukan untuk memperbaiki jaringan parut yang terjadi
akibat jerawat sinus. Tindakan dapat dilaksanakan setelah jerawat
sembuh dengan cara bedah listrik, bedah kimia, bedah beku, bedah pisau,
dermabrasi atau bedah laser.
16
D. Ekstraksi
Penyarian merupakan suatu peristiwa penarikan massa zat aktif ke dalam
cairan penyari. Tujuannya agar massa zat aktif yang semula berada dalam sel
dapat ditarik oleh cairan penyari dan terlarut oleh cairan penyari. Penyarian
sebaiknya dilakukan di luar pengaruh sinar matahari langsung. Semakin luas
permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan penyari, maka penyarian
akan berlangsung baik. Pertimbangan pemilihan metode penyari yang baik adalah
wujud dan bahan uji yang disari (Harborne,1973). Beberapa metode penyarian
bahan alam adalah ekstraksi secara panas dengan refluks dan penyulingan uap air
dan ekstraksi secara dingin dengan maserasi, perkolasi, dan soxhlet.
Maserasi merupakan proses penyarian dengan merendam bahan yang sudah
halus ke dalam pelarut, pelarut dapat meresap dan melunakkan sel, sehingga
melarutkan zat dalam sel. Mekanismenya adalah pelarut menembus dinding sel
dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, memungkinkan
zat aktif yang terlarut dalam pelarut terdesak ke luar sel. Proses tersebut terjadi
berulang-ulang hingga mencapai keseimbangan antara larutan di dalam dan di luar
sel. Pengadukan dan penggantian cairan penyari perlu dilakukan selama proses
maserasi. Biasanya maserasi dilakukan selama tiga hari sampai bahan melarut dan
dilakukan pada suhu kamar (Ansel, 1989). Endapan hasil maserasi dipisahkan dan
filtrat yang diperoleh diuapkan, sehingga didapat filtrat pekat. Pemilihan pelarut
perlu mempertimbangkan sifat kelarutan senyawa dalam pelarut tersebut. Pelarut
yang digunakan dapat berupa air, etanol, air etanol atau pelarut lain. Penggunaan
17
air sebagai pelarut perlu ditambahkan pengawet untuk mencegah timbulnya
kapang (Anonim, 1986).
E. Tinjauan Mikrobiologis
1. Klasifikasi Bakteri Staphylococcus epidermidis (Salle, 1961)
Kingdom : Protista
Divisi : Schizophyta
Class : Schyzomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Enterobacteriacee
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus epidermidis
S. epidermidis dalah bakteri yang bersifat aerob dan anaerob fakultatif.
Infeksi yang terjadi oleh bakteri ini dapat menyebabkan jerawat, infeksi folikel
rambut atau abses, serta dapat menyebabkan inflamasi kuat dan terlokalisir
(Jawetz dkk.,1996).
S. epidermidis adalah bakteri Gram positif, berbentuk bola dengan diameter
1 µm, tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur. S. epidermidis kokus
tunggal, berpasangan, tetrad dan bentuk rantai juga tampak dalam biakan cair.
Koloni biasanya berwarna putih atau kuning (Jawetz dkk., 1996).
18
2. Klasifikasi Bakteri Propionibacterium acnes (Anonim, 2007)
Kingdom : Bacteria
Phylum : Actinobacteria
Class : Actinobacteridae
Order : Actinomycetales
Family : Propionibacteriaceae
Genus : Propionibacterium
Spesies : Propionibacterium acnes
P. acnes berperan dalam patogenesis jerawat dengan menghasilkan lipase
yang memecah asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam lemak tersebut
menimbulkan radang jaringan dan menyebabkan jerawat (Jawetz dkk., 1996).
Bakteri ini termasuk bakteri anaerob Gram positif yang biasa menetap pada
kulit normal dan toleran terhadap udara. Pertumbuhan P. acnes relatif lambat.
Ciri penting P. acnes adalah bentuk batang yang tidak teratur dan terlihat pada
pewarnaan Gram positif. Bakteri ini dapat berbentuk filamen bercabang atau
campuran antara bentuk batang/filamen dengan bentuk kokoid. Bakteri ini
tidak dapat tumbuh di udara dan tidak menghasilkan endospora. Beberapa
bersifat patogen untuk hewan dan tanaman (Anonim, 2007).
19
F. Gel
1. Definisi Gel
Umumnya, gel merupakan sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya
dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid yang memiliki kekuatan
oleh adanya jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi (Ansel, 1989).
Basis gel berdasarkan komposisinya dapat dibedakan menjadi basis gel
hidrofibik dan basis gel hidrofilik. Basis gel hidrofobik terdiri dari fase
anorganik. Interaksi antara basis gel dan fase pendispersi hanya sedikit sekali.
Bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar (Ansel, 1989), sedangkan
basis gel hidrofilik umumnya terdiri dari fase organik yang besar. Basis gel ini
dapat larut dengan molekul dari fase pendispersi. Sistem koloid hidrofilik lebih
mudah dibuat dan memiliki kestabilitasan yang lebih besar dibanding
hidrofobik (Ansel, 1989). Menurut Voigt (1984), keuntungan gel hidrofilik
antara lain daya sebar pada kulit baik, mudah dicuci dengan air,
memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut, pelepasan
obatnya baik, tidak menyumbat pori-pori kulit, tidak melapisi kulit secara
kedap, menimbulkan efek dingin akibat lambatnya penguapan air.
Beberapa sifat khas yang dimiliki oleh gel antara lain (Lieberman dkk.,
1998):
a. Memiliki kemampuan untuk mengembang. Hal ini karena komponen
pembentuk gel mampu mengabsorbsi larutan yang membuat volume
bertambah. Pelarut berpenetrasi dengan matriks gel, sehingga pelarut dapat
berinteraksi dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna apabila terjadi
20
ikatan silang antara polimer di dalam matriks gel, sehingga menyebabkan
kelarutan gel berkurang.
b. Sineresis, proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel.
Cairan yang terjerat di dalam gel akan ke luar dan berada di atas permukaan
gel. Terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya
tekanan elastik saat pembentukan gel. Saat terjadi tekanan elastik,
terbentuklah massa gel yang tegar. Perubahan ketegaran gel akan
menyebabkan karakteristik antar matriks berubah, sehingga memungkinkan
cairan bergerak ke permukaan.
c. Struktur gel bermacam-macam tergantung komponen pembentuk gel. Bentuk
struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan memiliki aliran
viskoelastik.
2. Keunggulan Gel
Menurut Voigt (1984), keuntungan sediaan gel diantaranya kemampuan
penyebaran pada kulit baik, ada penguapan lambat dari kulit yang dapat
memberi efek dingin, tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis,
kemudahan pencucian dengan air baik, dan pelepasan obat baik.
3. Kontrol Kualitas Sediaan
a. Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis biasa dilakukan secara makroskopis dengan
mendeskripsikan warna, kejernihan, transparansi, kekeruhan, dan bentuk
sediaan (Paye dkk., 2001).
21
b. Viskositas
Viskositas merupakan gambaran suatu benda cair untuk mengalir.
Viskositas menentukan sifat sediaan dalam hal campuran dan sifat alirnya,
pada saat diproduksi, dimasukkan ke dalam kemasan, serta sifat-sifat
penting pada saat pemakaian, seperti konsistensi, daya sebar, dan
kelembaban. Selain itu, viskositas juga akan mempengaruhi stabilitas
fisik dan ketersediaan hayatinya (Paye dkk., 2001). Semakin tinggi
viskositas, waktu retensi pada tempat aksi akan naik, sedangkan daya
sebarnya akan menurun. Viskositas juga menentukan lama lekatnya sediaan
pada kulit, sehingga obat dapat dihantarkan dengan baik. Viskositas sediaan
dapat dinaikkan dengan menambahkan polimer (Donovan & Flanagan,
1996).
c. pH
pH menunjukkan derajat keasaman suatu bahan. Nilai pH idealnya
sama dengan pH kulit atau tempat pemakaian. Hal ini bertujuan untuk
menghindari iritasi. pH normal kulit manusia berkisar antara 4.5–6.5
(Draelos & Lauren, 2006).
d. Daya Sebar
Daya sebar berkaitan dengan kenyamanan pada pemakaian. Sediaan
yang memiliki daya sebar yang baik sangat diharapkan pada sediaan topikal.
Menurut Garg dkk (2002), daya sebar sediaan semipadat berkisar pada
diameter 3 cm-5 cm.
22
f. Daya Lekat
Daya lekat berkaitan dengan kemampuan sediaan untuk menempel pada
lapisan epidermis. Semakin besar daya lekat gel, maka semakin baik
penghantaran obatnya. Tidak ada persyaratan khusus mengenai daya lekat
sediaan semipadat. Daya lekat dari sediaan semipadat sebaiknya adalah
lebih dari 1 detik (Zats & Gregory, 1996).
g. Homogenitas
Pemeriksaan homogenitas dapat dilakukan secara visual (Paye dkk,
2001). Homogenitas gel diamati pada kaca objek di bawah cahaya, diamati
apakah terdapat bagian-bagian yang tidak tercampurkan dengan baik.
Gel yang stabil harus menunjukkan susunan yang homogen.
G. Keterangan Bahan
1. Karbopol 940
Nama resmi : Carboxy polymethylene
Sinonim : carbomer, acitamer, acrylic acid polymer, carboxyvinyl
polimer.
Rumus molekul : C10-C30 Alkyl Acrylates Cross polymer
Rumus struktur :
Gambar 4. Rumus Struktur Karbopol (Rowe dkk., 2006)
23
Berat molekul : 940 gmol-1
Pemerian : Serbuk hablur putih, sedikit berbau khas, higroskopis.
Kelarutan : Larut dalam air hangat, etanol, dan gliserin.
Kegunaan : Sebagai polimer bioadhesif, gelling agent
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Konsentrasi : 0,5 – 2 % (Rowe dkk., 2006)
Karbopol merupakan basis gel yang kuat, sehingga penggunaannya hanya
diperlukan dalam jumlah yang sedikit, yakni sekitar 0,5%. Karbopol biasa
diperdagangkan dalam bentuk asam bebasnya. Karbopol perlu dibersihkan
dalam media air untuk menghilangkan udara yang terperangkap. Setelah udara
yang terperangkap keluar semua, karbopol perlu dinetralisasi dengan ditambah
basa yang sesuai agar gel terbentuk. Basa anorganik yang ditambahkan
misalnya NaOH, KOH, dan NH4OH dalam sistem cair. Karakter gel yang
terbentuk dipengaruhi oleh proses netralisasi atau pH yang tinggi. Oleh karena
itu, pH harus dinetralkan (Lieberman dkk., 1998). Penambahan NaOH
diharapkan dapat menetralisisr asam hingga dicapai pH optimum 4,5-11
(Barry, 1983), dimana pada pH tersebut, karbopol memiliki viskositas
optimum.
2. Propilen Glikol
Nama Resmi : Propilen Glikol
Nama IUPAC : 1,2-Propanediol
Sinonim : Dihidroksipropana, metil etilen glikol
RM/BM : C3H8O2/ 76.09
24
Gambar 4. Rumus Bangun Propilen Glikol (Rowe dkk., 2006)
Propilen glikol berbentuk cair, jernih, tidak berwarna, kental, praktis tidak
berbau, rasa manis, sedikit tajam menyerupai gliserin. Propilen glikol larut
dalam aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin, dan air, inkompatibel dengan
reagen oksidasi seperti kalium permanganat. Propilen glikol bersifat
higroskopis, stabil pada suhu dingin dan wadah tertutup rapat. Pada suhu tinggi
dan di tempat terbuka cenderung mengoksidasi, menimbulkan produk seperti
propionaldehida, asam laktat, asam piruvat, dan asam asetat, stabil ketika
dicampur dengan etanol (95%), gliserin, atau air. Kegunaan humektan,
penahan lembab, memungkinkan kelembutan dan daya sebar yang tinggi dari
sediaan, dan melindungi gel dari kemungkinan pengeringan (Voigt, 1984).
3. Metil Paraben
Rumus Molekul : C8H8O3
Berat Molekul : 152,15
Gambar 5. Rumus bangun Metil Paraben (Rowe dkk., 2006)
Metil paraben berbentuk hablur atau serbuk tidak berwarna, atau kristal
putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, dan mempunyai rasa sedikit panas,
mudah larut dalam etanol, eter praktis tidak larut dalam minyak, larut dalam
25
400 bagian air. Inkompatibel dengan surfaktan non-ionik seperti polisorbat 80,
bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragakan, dan sodium alginat. Kegunaan
untuk mencegah kontaminasi, perusakan, dan pembusukan oleh bakteri atau
fungi. Konsentrasi 0,02–0,3% digunakan untuk topikal (Rowe dkk., 2006).
4. CMC-Na
CMC-Na berbentuk serbuk atau granul, putih sampai krem, dan
higroskopis. CMC-Na mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloida,
tidak larut dalam etanol, eter, dan pelarut organik lain. Larutan stabil pada pH
2-10, pengendapan terjadi pada pH dibawah 2. Viskositas larutan berkurang
dengan cepat jika pH diatas 10, viskositas dan stabilitas maksimum pada pH 7-
9. Bisa disterilisasi dalam kondisi kering pada suhu 160º C selama 1 jam, tetapi
terjadi pengurangan viskositas. Penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat.
CMC-Na inkompatibel dengan larutan asam kuat dan dengan larutan garam
besi dan beberapa logam seperti aluminium, merkuri dan zink juga dengan gom
xanthan, pengendapan terjadi pada pH dibawah 2 dan pada saat pencampuran
dengan etanol 95%, membentuk kompleks dengan gelatin dan pektin.
Kegunaannya adalah sebagai gellating agent dengan konsentrasi 3-6% (Rowe
dkk., 2006; Anonim, 1995).
Derivat selulosa sering digunakan karena menghasilkan gel yang bersifat
netral, viskositas stabil, resisten terhadap pertumbuhan mikroba, gel jernih, dan
menghasilkan fil yang kuat pada kulit ketika kering. Contohnya: Metil selulosa,
Na-CMC, HPMC, HPC (Lieberman dkk., 1998).
26
Gambar 6. Struktur Kimia Natrium Carboxymethylcellulose (Anonim, 2012)
5. TEA (Trietanolamin)
Trietanolamin berupa cairan kental, berwarna kuning sampai kuning pucat,
dapat bercampur dengan aseton, dalam benzen 1 : 24, larut dalam kloroform,
dan bercampur dengan etanol. Trietanolamin akan bereaksi dengan asam
mineral menjadi bentuk garam kristal dan ester dengan adanya asam lemak
tinggi. TEA dapat berubah menjadi warna coklat dengan paparan udara dan
cahaya. Kegunaannya adalah sebagai penstabil karbopol (Rowe dkk., 2006).
6. Air suling
Nama Resmi : Purifed Water (air murni)
Nama IUPAC : Hidrogen oksida.
Sinonim : Aqua, aqua purificata
RM/BM : H2O/18,02
Titik Didih : 100°C
Air suling berupa cairan bening, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak
berasa. Kegunaannya adalah sebagai pelarut. Air dapat bereaksi dengan obat-
27
obatan dan eksipien lain yang rentan terhadap hidrolisis (dekomposisi dalam
keberadaan air atau uap air) pada suhu tinggi. Beraksi dengan logam alkali dan
oksidannya, seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi
dengan garam anhidrat untuk membentuk hidrat dari berbagai komposisi, dan
dengan bahan organik tertentu dan kalsium karbida (Anonim, 1979).
7. NaOH
Nama : Natrium Hidroksida
Rumus Molekul : NaOH
Berat Molekul : 400
NaOH berbentuk batang, butiran, massa hablur/ keeping, kering keras,
rapuh, dan menunjukkan susunan hablur putih, mudah meleleh, basah, sangat
alkalis, korosif, segera menyerap O2, sangat mudah larut dalam air dan dalam
etanol 95%. Penyimpanannya dalam wadah tertutup baik. Kegunaannya adalah
sebagai penetralisir asam (Anonim, 1979).
H. SLD (Simplex Lattice Design)
Optimasi adalah metode atau desain eksperimental untuk memudahkan dalam
penyusunan dan interpretasi data secara matematis (Armstrong & James,1986).
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk optimasi adalah SLD (Simplex
Lattice Design). Keuntungan dari metode ini adalah praktis dan cepat karena
merupakan penentuan formula dengan coba-coba (trial and error) (Armstrong &
James, 1996; Bolton, 1997). Metode SLD dapat digunakan untuk optimasi
formula pada berbagai jumlah komposisi bahan yang berbeda. Suatu formula
28
terdiri dari beberapa bahan. Perubahan dari fraksi salah satu bahan akan
mengubah satu variabel atau lebih fraksi bahan lain. Jika A adalah fraksi dari
salah satu bahan formula, maka 0≤A≤1 i=1,2,……..,q
Gambar 8. Simplex Lattice Design Model Linear (Armstrong & James,1986)
Semua fraksi dari kombinasi dua campuran dapat dinyatakan sebagai garis
lurus (Amstrong & James, 1986). Jika ada dua komponen, maka dinyatakan
sebagai satu dimensi dan merupakan gambar garis lurus. Titik A menyatakan
suatu formula hanya mengandung komponen A. Titik B menyatakan suatu
formula hanya mengandung komponen B, sedangkan garis AB menyatakan semua
kemungkinan campuran A dan B. Titik C menyatakan campuran 0,5 komponen A
dan 0,5 komponen B (Armstrong & James, 1986).
Menurut Bolton (1990), persamaan dalam SLD adalah Y = a (A) + b (B) +
ab (A)(B), dimana,
Y= respon atau hasil penelitian,
A= kadar proporsi komponen A,
B= kadar proporsi komponen B,
b, ab = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan.
Koefisien diketahui dari perhitungan regresi dan Y adalah respon yang
diinginkan. Apabila nilai A ditentukan, maka nilai B dapat dihitung (Armstrong &
29
James,1986). Penentuan formula optimum didapatkan dari respon total yang
paling besar. Respon total dihitung dengan rumus:
R total =R1 + R2 + R3 + ……………Rn
R1, R2, R3, Rn adalah respon masing-masing sifat fisik sediaan. Dari persamaan
respon total tersebut akan diperoleh formula yang optimum. Verifikasi dilakukan
pada formula yang memiliki respon paling optimum (Armstrong & James, 1986).
E. Landasan Teori
Jerawat merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak dirisaukan oleh
remaja dan dewasa, karena dapat mengurangi kepercayaan diri penderita.
Antibiotik merupakan terapi jerawat lini pertama yang banyak diresepkan oleh
dokter. Penggunaannya dalam jangka lama beresiko menimbulkan resistensi,
kerusakan organ, dan imunohipersensitivitas. Obat jerawat yang banyak beredar
di pasaran dengan kandungan bahan keratolitik dan abrasif, dapat menutup pori-
pori kulit sehingga merangsang aktivitas kelenjar sebasea.
Kulit buah manggis (Garcinia mangostana) merupakan salah satu
biodiversitas Indonesia yang terbukti memiliki aktivitas farmakologis, seperti anti
oksidan, anti tumor, anti alergi, anti inflamasi, anti bakterial, anti fungi, dan anti
viral. Menurut Setyaningrum (2013), KBM ekstrak kulit manggis terhadap
S.epidermidis adalah 16 mg/mL, sedangkan pada P.acnes adalah 3,2 mg/mL.
Bentuk sediaan gel cocok digunakan untuk terapi topikal jerawat karena dapat
memberikan kenyamanan pemakaian, mudah diaplikasikan, dan acceptable.
Keuntungan penggunaan CMC-Na sebagai basis gel diantaranya adalah
30
memberikan viskositas stabil pada sediaan (Lieberman dkk., 1998). Namun,
penggunaan CMC-Na sebagai basis gel dapat membentuk larutan koloida dalam
air yang dapat membuat gel menjadi tidak jernih karena menghasilkan dispersi
koloid dalam air yang ditandai munculnya bintik-bintik dalam gel (Rowe dkk.,
2006). Selain itu, sediaan gel berbasis CMC-Na memiliki diameter penyebaran
yang lebih kecil dibanding gel berbasis karbopol (Erawati dkk., 2013).
Penambahan basis gel berupa karbopol diharapkan dapat memperbaiki
kekurangan tersebut, sehingga gel yang dihasilkan menjadi jernih dan diharapkan
memiliki daya sebar yang baik. Kombinasi CMC-Na dan karbopol yang tepat
pada proporsi tertentu diharapkan akan menghasilkan gel yang diharapkan.
Berdasarkan Rowe dkk (2006), kadar CMC-Na yang digunakan sebagai basis gel
adalah 3-6%, sedangkan karbopol adalah 0,5-2%.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan kombinasi
karbopol dan CMC-Na yang menhasilkan formula optimal adalah SLD (Simplex
Lattice Design). Keuntungan dari metode ini adalah praktis dan cepat karena
merupakan penentuan formula dengan coba-coba (trial and error) (Armstrong &
James, 1996; Bolton, 1997). Metode SLD dapat digunakan untuk optimasi
formula pada berbagai jumlah komposisi bahan yang berbeda.
F. Hipotesis
Perbandingan konsentrasi karbopol dan CMC-Na berpengaruh terhadap sifat
fisik gel antijerawat kulit manggis yaitu pH, viskositas, daya sebar, dan daya lekat
dan pada perbandingan tertentu menghasilkan formula yang optimal.