bab i pendahuluan a. latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/105491/po... · anthony...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Globalisasi secara umum merupakan istilah yang biasa digunakan untuk
mendeskripsikan peningkatan integrasi ekonomi, politik, komunikasi, dan budaya.
Dalam konteks yang paling dasar, globalisasi diartikan sebagai sebuah proses
integrasi yang lebih erat antar negara dan masyarakat global melalui proses
pengurangan biaya transportasi dan komunikasi, serta hilangnya batasan laju
perpindahan barang, jasa, modal, ilmu pengetahuan, dan orang antar negara.1 Secara
singkat globalisasi diartikan banyak orang sebagai sebuah proses multidimensional
yang komplek. Akan tetapi, globalisasi menjadi sebuah isu yang sangat dekat ketika
kita berbicara tentang dampak yang dirasakan setiap individu.
Globalisasi merupakan suatu fenomena yang sudah tidak asing lagi bagi
masyarakat global saat ini. Begitupun dengan dampak yang ditimbulkannya, beberapa
kalangan masyarakat percaya bahwa globalisasi memberikan sebuah kemajuan yang
mulia. Namun, banyak juga sekelompok orang yang tak henti-hentinya mengeluhkan
dari adanya proses percepatan dan integrasi sebagai bagian dari proses globalisasi.
Sebagian orang bahkan sangat vokal menolak datangnya globalisasi di sekitar
mereka, meskipun mereka tahu kehidupan mereka saat ini tidak bisa lepas
sepenuhnya dari adanya proses globalisasi.
Perdebatan antara kelompok masyarakat yang bersikap mendukung ataupun
yang sentimen terhadap globalisasi secara tidak langsung mengakibatkan globalisasi
menjadi sebuah isu yang sangat sempit untuk dikaji. Globalisasi yang pada dasarnya
merupakan sebuah isu yang mempunyai cakupan multidimensi, kemudian hanya
dapat dikaji dan diperdebatkan dari sisi hitam dan putihnya saja. Kelompok yang
1 Stiglitz, Joseph E., Globalization and Its Discontent, W. W. Norton, New York, 2002, halaman 9
SLOW FOOD MOVEMENT DAN GLOBALISASIEMHARIS GIGIH PRATAMAUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
cukup mengapresiasi dan mampu memanfaatkan sisi globalisasi dengan baik akan
dimasukkan ke dalam kelompok pro-globalisasi atau mungkin hiperglobalis.
Sedangkan di pihak lainnya, kelompok yang mengkritisi salah satu dimensi, dampak,
ataupun karakter globalisasi akan mudah diklasifikasikan sebagai kelompok anti-
globalisasi atau bahkan skeptis.
Faktanya tidak semua fenomena yang terjadi dalam proses globalisasi dapat
dilhat dari sudut hitam atau putihnya saja. Masyarakat yang diidentikkan sebagai
kelompok pro globalisasi tidak selamanya akan selalu diuntungkan dengan adanya
proses globalisasi, seperti contoh para pemegang modal besar menggantungkan
ekonominya dengan dinamika pasar bebas dan kebijakan institusi global yang kadang
tidak sepihak dengan kepentingan mereka. Begitu juga dengan kelompok masyarakat
yang diidentikan sebagai kelompok anti-globalisasi, meskipun mereka gencar
menyuarakan kritik terhadap globalisasi, namun bukan berarti mereka tidak
merasakan dampak positif dari globalisasi, seperti kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern.
Slow Food Movement merupakan salah satu gerakan yang turut menjadi
korban dari pengkerdilan cara pandang terhadap fenomena globalisasi. Slow Food
Movement merupakan hasil gagasan dari Carlo Petrini yang berkampanye
menggagalkan dibukanya McDonalds di Roma pada tahun 1986.2 Dari awal sejarah
berdirinya gerakan tersebut, banyak pengamat melihat fenomena tersebut sebagai
bentuk perlawanan melawan proses globalisasi, baik dengan kata lain berupa
kapitalisme, hegemoni barat, hegemoni fast food¸ atau yang lainnya. Maka dari itu,
tak heran jika Slow Food Movement sering dikategorikan sebagai pergerakan
kelompok anti-globalisasi.
Istilah Slow Food dalam nama gerakan ini merupakan terminologi yang
digunakan untuk menunjukkan sikap perlawanan secara tegas terhadap eksistensi fast
food yang telah menjadi tren global dewasa ini. Makanan merupakan ikon utama
2 Carlo. Petrini, Wiiliam. McCuaig, Alice. Waters, Slow Food: The Case for Taste, Columbia University
Press, New York, 2003, halaman 9.
SLOW FOOD MOVEMENT DAN GLOBALISASIEMHARIS GIGIH PRATAMAUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
gerakan ini yang kemudian dikaitkan dengan agenda politik yang diperjuangkannya.
Makanan (food) dipercayai sebagai hasil konstruksi dari proses interaksi sosial,
budaya, perdagangan, dan aspek multidimensi lainnya yang sangat luas. Prinsip
pergerakan tersebut tercantum pada terminologi ide utama Slow Food Movement,
yaitu Good, Clean, and Fair.3 Good berarti makanan yang disajikan harus berasal
dari bahan yang berkualitas dan memuaskan konsumennya, Clean menekankan
bahwa proses produksi dan konsumsi harus tidak menimbulkan kerusakan
lingkungan, memperhatikan prinsip animal-welfare, dan tidak berbahaya bagi
manusia, sedangkan Fair dimaknai dengan perolehan manfaat yang adil antara
produsen dan konsumen, baik dalam bentuk harga maupun perlakuan yang baik untuk
keduanya.4
Ide utama Slow Food Movement tersebut kemudian mampu diterima dan
didukung oleh berbagai lapisan masyarakat di berbagai negara di dunia. Dukungan
tersebut muncul atas dasar sentimen dan kritik terhadap fast food yang menimbulkan
berbagai masalah yang identik di setiap negara mereka, seperti kerusakan lingkungan,
penurunan kualitas kesehatan, monopoli perdagangan, perlakuan petani lokal yang
buruk, dan budaya konsumerisme yang cenderung homogen. Hingga saat ini, Slow
Food Movement memiliki 1.500 convivia5 yang tersebar di sekitar 800 kota besar dari
160 negara.6 Convivia memiliki peran untuk bertanggungjawab terhadap penumbuhan
kesadaran akan kekayaan agrikultur dan warisan kuliner lokal, serta pentingnya
menjaga dan melindungi cita rasa lokal melalui berbagai kegiatan.
3 Slow Food International, Good, Clean and Fair: the Slow Food Manifesto for Quality
4 Slow Food International, ‘Good, Clean and Fair Food, Slow Food Official Website (online),
http://www.slowfood.com/international/9/what-we-do, diakses 31 Maret 2016. 5 Convivia (bahasa latin yang berarti pesta hidangan), yaitu unit struktural paling mendasar dalam
organisasi Slow Food Movement di suatu wilayah lokal tertentu. 6 Slow Food International, ‘Network of Members’, Slow Food Official Website (online),
http://www.slowfood.com/international/154/network-of-members, diakses 31 Maret 2016
SLOW FOOD MOVEMENT DAN GLOBALISASIEMHARIS GIGIH PRATAMAUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
B. Rumusan Masalah
Guna melihat korelasi antara Slow Food Movement dan globalisasi, maka
skripsi ini akan fokus untuk menjawab pertanyaan “bagaimana Slow Food Movement
dapat menyebarkan ide gerakannya hingga ke tingkat global?”.
C. Landasan Konseptual
1. Konsep Globalisasi
Globalisasi selalu diidentikkan dengan integrasi ekonomi yang kuat dengan
menghubungakannya ke dalam sebuah agenda politik. Dengan adanya globalisasi,
korporasi besar semakin berpeluang meningkatkan jumlah produksinya. Barang yang
diproduksinya pun dapat disebar luaskan ke berbagai negara tanpa ada hambatan
yang sulit. Harga yang ditetapkannya pun juga menjadi sangat terjangkau karena
mereka mampu meminimalisir biaya produksi dengan membangun tempat produksi
di berbagai negara dengan upah buruh yang rendah. Dengan demikian, maka
globalisasi menciptakan sebuah pasar yang tunggal sebagai tempat pertukaran barang
dan buruh korporasi besar.
Aspek lain yang turut mempercepat proses integrasi ekonomi global adalah
berdirinya institusi-institusi global yang memilik kekuatan superpower.7 Munculnya
institusi-institusi tersebut secara tidak langsung menciptakan pembangunan negara-
negara peripheral yang secara tidak langsung berkaitan dengan konfigurasi global.
Selain itu, institusi tersebut juga semakin memperkuat kebijakan-kebijakan neo-
liberal yang menitikberatkan kepada kekuatan pasar. Dari setiap kebijakan tersebut
akan membawa sebuah ideologi baru yang mampu mempengaruhi kepercayaan
pemerintah suatu negara mengenai apa yang harus mereka lakukan. Kondisi tersebut
7 Brecher, Jeremy, Globalization from Below: The Power of Solidarity, South End Press, Massachusets,
2002, halaman 3
SLOW FOOD MOVEMENT DAN GLOBALISASIEMHARIS GIGIH PRATAMAUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
mau tidak mau akan menjadikan negara sangat tergantung dengan aktor-aktor di balik
kekuatan pasar, entah itu negara investor, korporasi multinasional, atau pun institusi-
institusi global.8
Fenomena lain yang penting untuk diperhatikan adalah terjadinya sebuah
homogenisasi budaya konsumtif yang didoktrinkan oleh kepentingan korporasi besar.
Menurut Thomas Friedman, globalisasi kemudian bukan sekedar fenomena dan tren,
tetapi sistem internasional yang mempunyai kekuatan kapitalisme pasar bebas di
belakangnya. Peran media juga menjadi faktor pendukung lainnya untuk melakukan
indoktrinisasi terhadap masyarakat global dengan meningkatkan keseragaman budaya
dan identitas yang tunggal.
Skema globalisasi yang telah disebutkan di atas merupakan bagian dari proses
globalisasi yang berasal dari atas (globalization from above). Proses tersebut faktanya
tidak memberikan keuntungan bagi semua pihak. Banyak kerugian-kerugian yang
ditimbulkan di banyak sisi, seperti semakin besarnya tingkat kemiskinan dan
kesenjangan sosial. Selain itu, permasalahan-permasalahan sosial juga semakin
muncul ke permukaan, seperti permasalahan identitas, gender, degradasi moral,
degradasi nilai-nilai demokrasi, dan juga penurunan kualitas kehidupan manusia.9
Globalisasi dari Bawah (globalization from below)
Proses globalisasi dari atas tersebut kemudian mendapatkan perlawanan, yaitu
globalisasi dari bawah (globalization from below). Globalisasi dari bawah bukanlah
sebuah bentuk resistensi atau perlawanan terhadap unsur-unsur globalisasi, namun
lebih kepada bentuk perjuangan terhadap kepentingan-kepentingan lain yang gagal
diakomodasi oleh globalisasi dari atas.10
Jika globalisasi dari atas yang bermain
adalah korporasi besar dan institusi global, globalisasi dari bawah berpusat pada
gerakan-gerakan masyarakat akar rumput. Gerakan-gerakan tersebut pada umumnya
8 Brecher, Jeremy, 2002, halaman 4
9 Brecher, Jeremy, 2002, halaman 6
10 Brecher, Jeremy, 2002, halaman 10
SLOW FOOD MOVEMENT DAN GLOBALISASIEMHARIS GIGIH PRATAMAUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
menyuarakan kebutuhan dasar manusia sebagai individu di sebuah negara daripada
sekedar pertumbuhan ekonomi.
Kemunculan globalisasi dari bawah mulai disadari pertama kali oleh banyak
pihak ketika puluhan ribu orang berunjuk rasa di Seattle saat pertemuan WTO pada
akhir tahun 1999.11
Banyak orang kemudian menyadari bahwa hegemoni segala
bentuk globalisasi dari atas telah membawa antithesis baginya sendiri dengan
hadirnya ribuan orang pada level akar rumput yang mampu berkomunikasi dan
bersatu atas sebuah visi lain yang global. Seperti halnya yang ditulis oleh Elaine
Bernard, Direktur Eksekutif Harvard Trade Union Program dalam kolom Washington
Post, bahwa gerakan-gerakan sosial di seluruh dunia sudah terhubung ke jaringan
akar rumput yang dimungkinkan terjadi dengan kecepatan yang mengagumkan
dimana mereka dapat berkomunikasi dengan baik di era internet.12
Layaknya globalisasi dari atas, kemunculan globalisasi dari bawah juga
berasal dari bermacam-macam sumbernya. Mereka bisa jadi mempunyai tujuan yang
berbeda dan bermacam-macam (dapat terlihat dari isu gerakan yang bermacam-
macam pula) dalam gerakannya, tetapi terdapat kesatuan tujuan yakni
mengembalikan kontrol negara, pasar dan korporasi agar demokratis sehingga dunia
dan penduduknya dapat bertahan hidup dan mempunyai hak dalam menentukan
tindakannya (self-organizing). Beberapa contoh gerakan globalisasi dari bawa
tersebut adalah gerakan menuntut proteksi masyarakat indigenous, gerakan kaum
enviromentalis yang menuntut keadilan bagi lingkungan, keadilan konsumen
melawan produk GMO, dan juga gerakan kaum perempuan yang mengutuk
diskriminasi hak-hak perempuan.
Menurut Jeremy Brecher dalam bukunya, karakter globalisasi dari bawah
muncul dari gerakan-gerakan sosial yang mampu mengakomodir perbedaan-
11
Brecher, Jeremy, 2002, halaman 12 12
Elaine Bernard, Washington Post, Sunday, December 5,1999, diakses dari <https://groups.google.com/forum/#!msg/flora.mai-not/1kUi51WK5VE/HgYNUtsl3YIJ> pada 20 Mei 2016
SLOW FOOD MOVEMENT DAN GLOBALISASIEMHARIS GIGIH PRATAMAUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
perbedaan isu yang diperjuangkan oleh sekelompok-sekelompok individu.13
Gerakan
tersebut membawa isu yang beragam, memiliki jaringan dengan gerakan serupa
lainnya, mampu tumbuh dan berkembang secara cepat melewati batas-batas negara,
dan mengembangkan sebuah visi bersama. Globalisasi dari bawah mungkin terjadi
jika sebuah gerakan sosial mampu mengkonstruksikan visinya menjadi visi yang
bersifat universal (common vision), seperti halnya mengatasnamakan visi demokrasi,
proteksi lingkungan, isu sosial, keadilan ekonomi, kesetaraan, dan juga solidaritas
antar sesama manusia.
Berbeda dengan karakter globalisasi dari atas yang cenderung dengan proses
homogenisasi dan universalisasi, letak kekuatan globalisasi dari bawah adalah pada
kemampuannya untuk terus berkembang mengatur keberagaman sumber isu yang
bermunculan.14
Dengan begitu gerakan sosial dalam globalisasi dari bawah juga
menegaskan bahwa sebuah kerjasama tidak perlu mengandaikan sebuah
keseragaman, namun cukup memiliki struktur organisasi yang berbasis jaringan
dengan jaringan (network of networks). Maka dari itu, sebuah gerakan sosial mampu
mengglobal tanpa menuntut adanya sentralisasi organisasi, layaknya institusi-institusi
global pada karakter globalisasi dari atas.
2. Teori Strukturasi
Awal kemunculan teori strukturasi merupakan salah satu bentuk kritik
terhadap dua kubu teori besar lainnya yang telah membahas relasi antara struktur dan
tindakan seorang aktor. Kubu pertama berpendapat bahwa struktur memiliki posisi
yang lebih tinggi daripada action manusia, dengan kata lain struktur lah yang
mendikte action tersebut. Argumen kubu ini didominasi oleh aliran fungsionalisme,
naturalisme, dan strukturalisme. Di lain kubu, aliran seperti hermeunetika dan
interaksionisme simbolik mengkiritsi argumentasi yang seakan-akan meremehkan
13
Brecher, Jeremy, 2002, halaman 16 14
Brecher, Jeremy, 2002, halaman 16
SLOW FOOD MOVEMENT DAN GLOBALISASIEMHARIS GIGIH PRATAMAUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
kekuatan motivasional individu untuk bergerak bebas atas peran yang dibebankan
kepadanya. Dengan kata lain aliran kubu tersebut menitikberatkan tindakan manusia
lebih tinggi dibandingkan struktur sosial.15
Anthony Giddens kemudian mencoba untuk mengkawinkan dualisme konsep
antar dua kubu tersebut dengan membentuk jalan yang transformatif. Giddens
menjelaskan bahwa yang sedang terjadi bukanlah dualisme antara struktur dan aktor,
namun dualitas antara keduanya. Dualitas yang dimaksudkan oleh Giddens adalah
terjadi reprositas antara struktur sosial dan tindakan aktor yang memenuhi suatu
ruang dan waktu.16
Dualitas berbeda dengan dualisme yang mengandaikan bahwa
aktor terpisah dengan struktur. Dalam dualitas struktur, Giddens menganggap bahwa
struktur bukan hanya medium, tetapi juga hasil dari tingkah laku (conduct) yang
diorganisasikan secara berulang. Dengan kata lain, struktur bukan hanya memandu
tindakan tetapi juga merupakan akibat dari tindakan agent dalam proses produksi dan
reproduksi sistem sosial.
Dalam teorinya, Giddens menggambarkan hubungan antara agen dan agency
atau struktur sebagai entitas yang tak terpisahkan dan saling mempengaruhi.
Meskipun Giddens tidak pernah memberikan definisi jelas apa yang dimaksudkan
dengan agen, namun dari berbagai penjelasannya, agen dapat didefinsikan sebagai
individu yang melakukan praktek-praktek sosial yang melintasi ruang dan waktu.
Agen memiliki kemampuan yang disebut sebagai knowledgeability, yaitu
kemampuan manusia untuk mengetahui dan merefleksikan dalam sebuah tindakan.17
Maka dari itu, agen memiliki tujuan dalam melakukan setiap tindakannya, bahkan
agen tidak hanya memiliki alasan logis dari setiap keputusannya yang diambil, namun
juga mampu mengelaborasikan alasan-alasan yang bersifat diskursif.
15
Lihat Introduction dalam buku A. Giddens, The Constitution of Society: Outline of the Theory of Structuration, polity press, Cambridge, 1984 16
Giddens, A., The Constitution of Society: Outline of the Theory of Structuration, polity press, Cambridge, 1984, halaman 4 17
Giddens, A., halaman 6
SLOW FOOD MOVEMENT DAN GLOBALISASIEMHARIS GIGIH PRATAMAUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Dengan kemampuan agen yang sedemikian rupa, maka agen akan selalu
melakukan pemantauan ulang (reflextive monitoring) terhadap kondisi di sekitarnya.18
Pemantauan tersebut akan menentukan alasan dan tujuan agen dalam melakukan
serangkaian tindakan. Dalam konteks ini, agen tidak hanya dipengaruhi oleh struktur
untuk menentukan sebuah tindakan, namun tindakan yang dipilih oleh agen juga akan
mempengaruhi struktur kembali. Proses tersebut kemudian berlanjut berulang-ulang
secara transformatif.
Dalam menentukan tindakannya, Giddens mengkategorikan elemen yang
mendasarinya menjadi tiga, yaitu kesadaran diskursif, kesadaran praktikal, dan juga
motivasi tak sadar.19
Kesadaran diskursif merupakan kapasitas agen untuk
merasionalisasikan tindakan yang dilakukannya dengan mengelaborasikan alasan-
alasan yang dipercayainya.20
Sedangkan kesadaran praktikal merupakan rutinitas
tindakan yang dilakukan oleh agen untuk menyesuaikan dengan situasi tertentu tanpa
bisa dijelaskan secara diskursif.21
Kemudian, motivasi tak sadar merupakan
representasi kepercayaan bahwa yang terjadi di dunia ini berlangsung apa adanya.22
Alasan motivasional ini dibutuhkan agen untuk memenuhi kebutuhannya dalam
membentuk sebuah kepercayaan hidup.
Dalam tindakan agen yang dilakukan secara berulang-ulang, bukan berarti
bahwa sistem reproduksi struktur sosial bertransfromasi tanpa adanya perubahan.
Munculnya gagasan intropeksi dan monitoring (reflexive monitoring) dari Giddens
menyatakan bahwa agen dapat memonitor tindakannya dimana terbentuk daya
refleksifitas dalam diri agen untuk mencari makna/nilai dari tindakannya tersebut.
Maka kemudian, agen akan mengambil jarak dari struktur yang akhirnya meluas
hingga berlangsung ’de-rutinisasi’. Derutinisasi adalah gejala dimana skema yang
selama ini menjadi aturan dan sumberdaya tindakan serta praktek sosial dianggap
18
Giddens, A., halaman 4 19
Giddens, A., halaman 7-12 20
Giddens, A., halaman 8 21
Giddens, A., halaman 8 22
Giddens, A., halaman 8
SLOW FOOD MOVEMENT DAN GLOBALISASIEMHARIS GIGIH PRATAMAUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
tidak lagi dapat untuk dipakai sebagai prinsip pemakanaan dan pengorganisasian
praktek sosial, sehingga terjadi tindakan yang menyimpang dari rutinitas.23
Keusangan struktur tersebut terjadi karena sudah terlalu banyaknya agen yang
mengadopsi kesadaran diskursif.24
Maka dari itu, dibutuhkan sebuah struktur sosial
yang baru, yang lebih sesuai dengan praktek-praktek sosial yang terus berkembang.
D. Argumen Utama
Slow Food Movement merupakan sebuah gerakan yang berupaya untuk
menciptakan sebuah alternatif globalisasi yang baru melalui konsep makanan sebagai
mediasinya. Guna mengglobalkan visi dan ide gerakannya, Slow Food Movement
menerapkan program-program gerakan yang berbasis pada strategi yang bersifat
edukatif dan persuasif kepada masyarakat secara luas. Visi Slow Food Movement
dalam mengembalikan kontrol penuh individu terhadap apa yang dikonsumsinya
menunjukkan sebuah gerakan perlawanan terhadap hegemoni fast food yang
mengglobal. Isu lingkungan, biodiversitas, budaya, ekonomi, hingga politik
membuktikan bahwa Slow Food Movement menjadi sebuah gerakan yang tidak
hanya terbatas terhadap perlawanan fast food saja, namun cenderung dinamis dalam
mempengaruhi sistem keseluruhan dalam ranah globalisasi. Maka dari itu, kehadiran
Slow Food Movement mampu menjadi fenomena dan pengaruh tersendiri bagi proses
globalisasi pada era modern ini.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan untuk penulisan skripsi ini adalah
pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan akan
23
Herry, B. Priono, Anthony Giddens Suatu Pengantar, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2002, halaman 23 24
Herry, B. Priono, halaman 25
SLOW FOOD MOVEMENT DAN GLOBALISASIEMHARIS GIGIH PRATAMAUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
didapatkan melalui kajian literatur, baik sumber literatur yang bersifat primer ataupun
sekunder. Sumber literatur primer meliputi buku-buku yang berisi tentang globalisasi,
gerakan sosial, dan perkembangan Slow Food Movement. Kemudian, sumber data-
data sekunder bersumber dari artikel, jurnal ilmiah, terbitan serial, artikel surat kabar,
dan juga artikel dari internet yang turut mendukung analisa dalam menjawab rumusan
masalah.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup bahasan dalam skripsi ini akan dimulai dari kelahiran Slow
Food Movement hingga tahun 2015. Sedangkan tingkat analisis yang akan digunakan
dalam membahas topik dalam skripsi ini adalah tingkat analisis global atau sistem
internasional.
G. Sistematika Penulisan
Bab I adalah pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,
rumusan pertanyaan, landasan konseptual, argumen utama, metode penelitian, ruang
lingkup penelitian, dan juga sistematika penulisan. Kemudian, bab II merupakan bab
yang akan memaparkan awal kemunculan Slow Food Movement, ide dasar gerakan,
dan struktur keanggotaan Slow Food Movement hingga saat ini. Sedangkan, bab III
akan membahas program dan langkah-langkah strategis Slow Food Movement
sebagai gerakan akar rumput yang mengglobal. Langkah-langkah strategis tersebut
akan dipaparkan melalui agenda-agenda rutin yang diselenggarakan dalam tingkat
lokal, regional, ataupun internasional. Dalam menjelaskan strategi Slow Food
Movement, penulis akan menggunakan kerangka berpikir dari teori strukturasi. Selain
itu, setiap strategi yang dipaparkan dalam bab ini akan dianalisa menggunakan
kerangka konsep globalisasi, sehingga mampu ditarik benang merah bagaimana
strategi tersebut digunakan dalam memberikan respon terhadap globalisasi. Terakhir,
SLOW FOOD MOVEMENT DAN GLOBALISASIEMHARIS GIGIH PRATAMAUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
bab IV akan berisikan kesimpulan dari seluruh penjelasan bab-bab sebelumnya
dengan disertai ulasan singkat untuk menegaskan jawaban dari rumusan masalah
dalam skripsi ini.
SLOW FOOD MOVEMENT DAN GLOBALISASIEMHARIS GIGIH PRATAMAUniversitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/