bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/naskah_skripsi_tari_(2).pdf ·...

78
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum tentu sangat terkait dengan kehidupan sosial masyarakat. Dalam konteks hubungan masyarakat, dimensi hukum juga dapat juga dipahami sebagai kaidah atau norma yang merupakan petunjuk hidup dan pedoman perilaku yang pantas atau diharapkan. Oleh karena itu ketika petunjuk hidup itu dilanggar, maka dapat menimbulkan tindakan dalam bentuk pemberian sanksi dari pemerintah atau penguasa masyarakat. Berdasarkan berbagai definisi para ahli hukum, maka apa yang disebut hukum itu sendiri terdiri atas empat unsur 1 yaitu: Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat; Peraturan diadakannya oleh badan badan resmi yang berwenang; Peraturan bersifat memaksa, artinya bahwa setiap orang harus patuh atau taat pada hukum; dan memiliki sanksi terhadap pelanggaran atas peraturan tersebut sehingga bersifat tegas. Dari pemahaman tersebut, hukum sejatinya dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan atau kategori berdasarkan beberapa ukuran, agar dapat diperoleh suatu pengertian yang lebih baik serta lebih mudah dalam menemukan dan menerapkannya. Maka pengklarifikasian tersebut, hal yang terpenting adalah pembagian hukum berdasarkan isinya, yakni hukum publik dan hukum privat. Hukum publik yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman Santoso , Hukum Perjanjian Kontrak , penerbit Cakrawala , Yokyakarta , hal 6

Upload: others

Post on 25-Oct-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum tentu sangat terkait dengan kehidupan sosial masyarakat. Dalam

konteks hubungan masyarakat, dimensi hukum juga dapat juga dipahami sebagai

kaidah atau norma yang merupakan petunjuk hidup dan pedoman perilaku yang

pantas atau diharapkan. Oleh karena itu ketika petunjuk hidup itu dilanggar, maka

dapat menimbulkan tindakan dalam bentuk pemberian sanksi dari pemerintah atau

penguasa masyarakat.

Berdasarkan berbagai definisi para ahli hukum, maka apa yang disebut hukum

itu sendiri terdiri atas empat unsur1 yaitu: Peraturan mengenai tingkah laku

manusia dalam pergaulan masyarakat; Peraturan diadakannya oleh badan – badan

resmi yang berwenang; Peraturan bersifat memaksa, artinya bahwa setiap orang

harus patuh atau taat pada hukum; dan memiliki sanksi terhadap pelanggaran atas

peraturan tersebut sehingga bersifat tegas.

Dari pemahaman tersebut, hukum sejatinya dapat diklasifikasikan dalam

beberapa golongan atau kategori berdasarkan beberapa ukuran, agar dapat

diperoleh suatu pengertian yang lebih baik serta lebih mudah dalam menemukan

dan menerapkannya. Maka pengklarifikasian tersebut, hal yang terpenting adalah

pembagian hukum berdasarkan isinya, yakni hukum publik dan hukum privat.

Hukum publik yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara

dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan

1 Lukman Santoso , Hukum Perjanjian Kontrak , penerbit Cakrawala , Yokyakarta , hal 6

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

2

warga negaranya2. Adapun hukum publik terdiri dari:Hukum Tata Negara,

Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana, dan Hukum Internasional.

Sedangkan hukum Privat (hukum sipil) yaitu hukum yang mengatur hubungan

antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan pada

kepentingan perorangan atau pribadi3. Hukum yang mengatur tentang kepentingan

privat atau pribadi sangat banyak dan luas sekali, misalnya tentang keluarga,

perkawinan, waris, perjanjian dan lain-lain. Karena luasnya cakupan hukum privat

tersebut maka hukum privat dikelompokkan menjadi: privat umum (misalnya

hukum orang , hukum benda hukum perjanjian , hukum bukti dan kadaluarsa),

Hukum privat khusus (misalnya hukum dagang, hukum pengangkutan, hukum

asuransi, hukum surat berharga, hukum pasar modal, hukum perbankan, hukum

perlindungan konsumen), dan sebagainya.

Salah satu jenis hukum privat adalah perjanjian. Secara umum, perjanjian

tersebut diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Pada pasal 1313 KUHPerdata

tersebut memberikan rumusan tentang Perjanjian adalah” suatu perjanjian adalah

suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang lain atau lebih”4. Subekti

5 memberikan definisi”perjanjian” adalah

suatu peristiwa di mana seorang berjanji pada orang lain atau di mana dua orang

itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dalam perjanjian ini timbul

suatu hubungan hukum antara dua orang tersebut atau terjadinya perikatan

sehingga perjanjian ini bersifat konkret.

2 Ibid hal.7 3 ibid hal.7 4 Terjemahan BW dalam bahasa Indonesia merujuk pada hasil terjemahan Subekti dan

Tjitrosudibyo, Kitab Undang- undang Hukum Perdata,Pradya Paramitha,Jakarta: 1980. 5 Subekti,Hukum Perjanjian,Cet.XVI, Jakarta: Intermasa,1996, hal.1

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

3

Hukum perjanjian ini dapat juga disebut “ hukum perutangan “. Karena

sifatnya tuntut-menuntut, yang menuntut disebut kreditur, yang dituntut disebut

debitur, dan sesuatu yang dituntut disebut prestasi, yang berupa: Menyerahkan

suatu barang, Melakukan suatu perbuatan, Tidak melakukan suatu perbuatan

Adapun suatu perikatan adalah sebuah hukum antara dua orang atau dua

pihak yang berdasarkan bagaimana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal

dari pihak yang lain, pihak lainnya juga berkewajiban memenuhi tuntutan itu.

Perikatan itu bersifat abstrak. Dalam hal ini , orang yang berhak menuntut disebut

kreditur, Pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan disebut debitur.

Perbedaan perikatan dan perjanjian adalah terletak pada prinsip dasarnya

dimana pada prinsipnya perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang

atau dua pihak, dimana pihak yang satu berhak untuk menuntut suatu hal dari

pada yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut. Perikatan bisa

bersumber pada Undang – undang dan perjanjian. Sedangkan perjanjian adalah

suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua

pihak saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Berangkat dari definisi

perbedaaan antara perikatan dan perjanjian tersebut maka akan dicapai suatu

kesimpulan hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah perjanjian

menimbulkan perikatan, namun tidak semuanya perikatan bersumber pada

perjanjian karena ada perikatan yang bersumber pada Undang – Undang. Jadi

ruang lingkup perikatan lebih luas dari pada perjanjian.

Dianggap demikian karena apabila dua orang sudah mengadakan

perjanjian, maka mereka bermaksud agar diantara mereka berlaku suatu perikatan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

4

hukum. Dua pihak terikat satu sama lain karena ada janji yang mereka berikan

tersebut. Tali pengikat diantara mereka itulah yang disebut dengan perjanjian.

Namun, sebagian besar pada buku III KUHPerdata ditunjukkan pada

perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Jadi, isinya adalah hukum

perjanjian. Dalam KUHPerdata terdapat aturan umum yang berlaku untuk semua

perjanjian dalam aturan khusus yang berlaku hanya untuk perjanjian tertentu saja

atau perjanjian khusus yang namanya sudah diberikan undang-undang. Contoh

perjanjian khusus: jual beli, sewa menyewa, tukar-menukar, pinjam-meminjam,

pemborongan, pemberian kuasa dan perburuhan. Selain KUHPerdata, masih ada

sumber hukum perjanjian lainnya di dalam berbagai produk hukum. Misalnya:

undang-undang perbankan dan keputusan presiden tentang lembaga pembiayaan.

Di samping itu, juga dalam jurisprudensi misalnya tentang sewa beli dan sumber

hukum lainnya.

Asas hukum yang penting berkaitan dengan berlakunya perjanjian

(kontrak) adalah asas kebebasan berkontrak. Aspek-aspek kebebasan berkontrak

dalam pasal 1338 KUHPerdata yang menyiratkan adanya tiga asas dalam

perjanjian.

1. Mengenai terjadinya perjanjian

2. Akibat dari adanya perjanjian

3. Tentang isi perjanjian

Menurut Subekti, pasal tersebut seolah-olah membuat suatu pernyataan

(proklamasi) bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan itu akan

mengikat kita sebagaimana mengikatnya undang-undang. Pembatasan terhadap

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

5

kebebasan itu hanya berupa apa saja yang dinamakan “ketertiban umum dan

kesusilaan”. Istilah “semua” di dalamnya terkandung asas partij

autonomie, freedom of contract, beginsel van de contract vrijheid, menyerahkan

sepenuhnya kepada para pihak mengenai isi maupun bentuk perjanjian yang akan

mereka buat, termasuk penuangan ke dalam bentuk kontrak standar. Menurut

Sutan Remi Sjahdeini, asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian

Indonesia mencakup hal-hal berikut : pertama: Kebebasan untuk membuat atau

tidak membuat perjanjian, kedua: Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia

ingin membuat perjanjian, ketiga: Kebebasan untuk menentukan atau memilih

kausa dari perjanjian yang akan dibuatnya, keempat: Kebebasan untuk

menentukan objek perjanjian dan kelima: Kebebasan untuk menerima atau

menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (anvullend,

optional)6.

Landasan pengaturan dari perjanjian diatur dalam KUHPerdata Buku III

terdiri dari 18 bab yang dibedakan dalam bagian umum dan khusus. Adapun

bagian umum terdiri dari bab I – IV dan bagian khusus terdiri dari bab V-XVIII

Buku II KUH Perdata atau BW terdari dari suatu bagian umum dan bagian

khusus. Bagian umum bab I sampai dengan bab IV, memuat peraturan-peraturan

yang berlaku bagi perikatan pada umumnya, misalnya tentang bagaimana lahir

dan hapusnya perikatan, macam-macam perikatan dan sebagainya. Buku III KUH

Pdt menganut azas “kebebasan berkontrak” dalam membuat perjanjian, asal tidak

melanggar ketentuan apa saja, asal tidak melanggar ketentuan Undang-Undang,

ketertiban umum dan kesusilaan.

6 http://koridor33.wordpress.com/2012/02/07/asas-kebebasan-berkontrak-perspektif-kuh-perdata-

dan-hukum-islam/

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

6

Pengertian perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1313 KUHPerdata7,

bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan hukum ketika seorang

atau lebih meningkatkan dirinya terhadap seorang atau lebih. Perjanjian juga

dapat diartikan suatu peristiwa ketiak seorang berjanji kepada orang lain, atau

ketika 2 orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.

Hal-hal yang diperjanjikan adalah: Perjanjian memberi atau menyerahkan

sesuatu barang (misalnya : jual beli, tukar, sewa, hibah dan lain-lain), Perjanjian

berbuat sesuatu (perjanjian perburuhan dan lain-lain),Perjanjian tidak berbuat

sesuatu (tidak membuat tembok yang tinggi-tinggi, dan lain sebagainya).

Perjanjian terdiri dari tiga macam, yaitu perjanjian yang obligatoir, perjanjian

campuran, dan perjanjian yang non-obligatoir8.

Ada banyak perjanjian yang terdapat dalam kehidupan kita saat ini. Dari

perjanjian itu akan timbul hak dan kewajiban para pihak yang ikut dalam

perjanjian itu Pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam hukum perjanjian

dijamin oleh undang-undang. Pengaturan tentang hak dan kewajiban kreditur dan

debitur dalam perjanjian mencerminkan sejumlah asas yang menjadi prinsip-

prinsip atau asas-asas perjanjian.

Dalam terminologi hukum, hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang

seharusnya diterima atau dilaksanakan atas suatu objek yang diperjanjikan. Objek

perjanjian dalam hukum perikatan merupakan sesuatu yang menjadi tujuan para

pihak.

7 Terjemahan BW dalam bahasa Indonesia merujuk pada hasil terjemahan Subekti dan

Tjitrosudibyo, Kitab Undang- undang Hukum Perdata,Pradya Paramitha,Jakarta: 1980. Hal 338 8 lukman Santoso , Hukum Perjanjian Kontrak , penerbit Cakrawala , Yokyakarta , hal 12

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

7

Pelaksanaan hak dan kewajiban dalam hukum perikatan disebut prestasi.

Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan perjanjian, maka nasabah atau perusahaan

dengan perjanjian bersyarat baku berstatus sebagai debitur (mengikatkan diri

dalam perjanjian) sedangkan perusahaan pengangkutan memposisikan diri sebagai

kreditur (pembuat isi perjanjian) yang harus menjadi prestasi dari debitur sebagai

pembuat janji (promise)9.

Dalam proses terjadinya perjanjian tidak dipungkiri banyak sekali

mengalami masalah terkadang perjanjian-perjanjian yang sudah diperjanjikan

dapat berjalan sebagaimana mestinya (prestasi) namun tidak dapat dipungkiri di

satu sisi juga bahwa perjanjian tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kondisi

perjanjian yang sedemikian dapat menimbulkan terjadinya wanprestasi.

Wanprestasi adalah keadaan dimana seorang telah lalai untuk memenuhi

kewajiban yang diharuskan oleh perjanjian. Jadi wanprestasi merupakan akibat

dari pada tidak dipenuhinya perjanjian hukum. Pada umumnya debitur dikatakan

wanprestasi manakala ia karena kesalahannya sendiri tidak melaksanakan prestasi,

atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak diperoleh untuk dilakukan.

Wanprestasi berarti debitur tidak melakukan apa yang dijanjikan atau ingkar janji,

melanggar perjanjian serta melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan oleh

para pihak yang melakukan perjanjian.

Debitur dianggap wanprestasi bila ia telah memenuhi syarat-syarat dalam

keadaan lalai maupun dalam keadaan sengaja. Wanprestasi yang dilakukan oleh

debitur dapat berupa 4 (empat) macam yaitu: tidak melakukan apa yang

disanggupi akan dilakukan, melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak

9 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29468/3/Chapter%20II.pdf

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

8

sebagaimana dijanjikan, melakukan apa yang dijanjiakan tetapi terlambat

melakukannya, melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilakukannya.

Ada beberapa pendapat lain mengenai wanprestasi itu sendiri:

Debitur sama sekali tidak berprestasi, dalam hal ini kreditur tidak perlu

menyatakan peringatan atau teguran karena hal ini percuma

sebab debitur memang tidak mampu berprestasi, Debitur berprestasi tidak

sebagaimana mestinya, dalam hal ini debitur sudah beritikad baik untuk

melakukan prestasi, tetapi ia salah dalam melakukan pemenuhannya,

Debitur terlambat berprestasi, dalam hal ini debitur masih mampu

memenuhi prestasi namun terlambat dalam memenuhi prestasi tersebut.

Salah satu contoh kasus pengangkutan pupuk PT. Pupuk Iskandar Muda. Pada

kasus ini terjadi wanprestasi terhadap perjanjian pengangkutan barang (pupuk

bersubsidi) yakni pihak penyelenggara pengangkutan atau perusahaan

pengangkutan terlambat mengangkut barang dari gudang penyimpanan di pabrik

(gudang lini 1) ke gudang pendistribusian di kota yang telah disepakati pada saat

mengikat perjanjian pengangkutan.

Dengan demikian, terjadi penumpukan barang di gundang produksi yang

mengakibatkan terhambatnya proses produksi dan juga menimbulkan kerugian di

masyarakat khususnya petani yang menjadi korban karena kelangkaan pupuk di

pasaran kalaupun terdapat pupuk dipasaran harganya melebihi jumlah

kemampuan atau daya beli mereka..

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

9

Untuk melaksanakan perjanjian pengangkutan barang, pihak pengakut

harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu. kelengkapan dari persyaratan –

persyaratan itu untuk survei. Jika debitur tidak melakukan apa yang sesuai dengan

yang sudah diperjanjikan maka apa - apa saja yang sudah diperjanjikan maka

pihak pengangkut dapat dikatakan wanprestasi dan apa yang sudah dijaminkan

oleh pihak pengangkutan dapat ditarik oleh pihak perusahaan sebagai ganti

kerugian. adapun dari perbuatan ini disebut wanprestasi, wanprestasi ini

membawa akibat atau dampak yang cukup berat bagi konsumen (perusahaan)

yaitu barang yang menjadi objek ditarik oleh perusahaan. Mengenai hal tersebut

sudah terlebih dahulu ditetapkan saat memulai mengikatkan diri dalam sebuah

perjanjian.

Adanya ketentuan hak perusahaan untuk menarik barang itu merupakan

antisipasi dari wanprestasi yang dilakukan oleh pihak pengangkutan. Hal ini

dikarenakan perusahaan tidak ingin dirugikan dari adanya wanprestasi yang

dilakukan perusahaan pengangkutan. Ketentuan ini wajar apabila diiringi dengan

pemenuhan hak konsumen di sisi yang lain, yaitu dalam hal terjadi pengangkutan

barang konsumen berhak mendapatkan pengembalian dari biaya yang telah

dibayarnya diperhitungkan dari harga jumlah total keseluruhan harga jual barang

yang diangkut. Akan tetapi dalam prakteknya pihak perusahaan tidak pernh

melakukan hal ini. Sementara pihak pengangkut juga tidak dapat menolak jika

dilakukan penarikan atas barangnya, walaupun dia sudah membayar lebih dari

separuh harga yang ditetapkan.

Di satu sisi ketentuan perusahaan boleh menarik kembali barang apabila

terjadi wanprestasi dapat melindungi kepentingan pihak perusahaan. Akan tetapi

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

10

di sisi lain ketentuan ini sangat berat sebelah oleh pihak pengangkutan yang telah

membayar dengan tertib dan telah membayar lebih dari setengah jumlah harga

keseluruhan barang tetapi mengalami kesulitan pada akhir pelunasan itu. Bagi

pihak pengangkutan yang demikian, penarikan barang apa saja yang telah

dijaminkan dirasa tidak adil karena mereka sudah memenuhi dari setengah

angsuran ganti rugi yang telah ditetapkan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa faktor penyebab terjadinya wanprestasi dalam perjanjian

pengangkutan Pupuk Kantong Bersubsidi /

2. Bagaimana upaya PT PUPUK ISKANDAR MUDA dalam

menyelesaikaan masalah wanprestasi dalam perjanjian pengangkutan

pupuk kantong bersubsidi ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mencapai beberapa tujuan yang

dikehendaki diantaranya:

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis faktor penyebab terjadinya

wanprestasi dalam perjanjian pengangkutan pupuk kantong

bersubsidi.

2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis upaya penyelesaian yang

ditempuh oleh PT Pupuk Iskandar Muda untuk menyelesaikan

wanprestsi dalam perjanjian pengangkutan pupuk kantong bersubsidi.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

11

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan pengetahuan

baru dalam ilmu hukum perjanjian pada umumnya dan hukum perikatan

pada khususnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi PT Pupuk Iskandar Muda

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan setiap kali

perusahaan akan mengikatkan suatu perjanjian dengan pihak lain agar tidak

terjadi hal –hal yang tidak diinginkansalah satunya wanprestasi seperti

dalam kasus ini.

b. Bagi Mahasiswa dan akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan literatur dan

pengetahuan baru yang bermanfaat bagi mahasiswa maupun peneliti –

peneliti yang memiliki ketertarikan dalam studi keilmuan dalam hukum

perjanjian pada umumnya dan hukum perikatan pada khususnya.

c. Bagi perusahaan pengangkutan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambarang yang jelas

mengenai keadaan yang menyebabkan perusahaan pengangkutan dianggap

wanprestasi dan solusi apa yang dapat diberikan perusahaan pengangkutan.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

12

E. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Sebagai pendahuluan diuraikan mengenai latar belakang

kemudian rumusan masalah, tujuan dan kegunaan

penulisan serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ttinjauan pustaka berisi tentang pengertian tentang hukum

perjanjian, wanprestasi, pengangkutan, subsidi, Hukum

persaingan usaha, dan juga tender yang keseluruhannya

dapat membantu untuk dijadikan dasar dalam penulisan

tugas ini.

BAB III METODE PENELITIAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan jenis dan

pendekatan penelitian, sempel, populasi, teknik

pengumpulan data ( data primer dan data sekunder ), jenis

dan sumber data dan juga teknis analisis data yang

menggunakan Metode Deskriptif Kualitatif.

BAB IV PEMBAHASAN

Dalam Bab Ini akan membahas tentang hasil penelitian

yang di dapat dari PT PUPUK ISKANDAR MUDA.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

13

BAB V PENUTUP

Sebagai penutup dalam bab ini akan dibahas mengenai

kesimpulan dan saran dari penulis.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Mengenai Perjanjian

1. Perjanjian pada umumnya

Perjanjian dalam kitab Undang – Undang Hukum Perdata diatur dalam

buku ke 3 dimana pasal 1313 dijelaskan bahwa: “suatu perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan nama satu orang/lebih mengakibatkan dirinya terhadap satu

orang lain/lebih “Menurut para sarjana hukum, definisi perjanjian yang

disebutkan pada pasal diatas tidak lengkap dan juga terlalu luas. Hal itu karena

definisi perjanjian tersebut dapat mencakup perbuatan dibidang hukum keluarga,

sepertu janji kawin, yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda

dengan perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata Buku III, perjanjian yang diatur

dalam KUHPerdata Buku III kriterianya dapat dinilai secara materil dengan kata

lain dinilai dengan uang. 10

2. Bentuk perjanjian

Pada umumunya perjanjian tersebut tidak terikat kepada suatu bentuk

tertentu, dapat dibuat secara lisan, andaikata dibuat secara tertulis maka ini

bersifat sebagai alat bukti apabila terjadi perselisihan untuk beberapa perjanjian

tertentu undang – undang menentukan suatu bentuk tertentu sehingga apabila

bentuk itu tidak dipatuhi maka perjanjian tersebut tidak sah.11

Adapun syarat

sahnya perjanjian diatur dalam pasal 1320 KHUPerdata, yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

10 Mariam Darus Badruzzaman , Kompilasi H.Perikatan,PT.Citra Aditya Bakti: Bandung , 2001,

hal .65 11 Log.cit hal.65

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

15

b. Cakap untuk membuat perikatan

c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subyektif karena mengenai

subyek perjanjian , sedangkan kedua syarat terakhir dinamakan syarat obyektif

karena mengenai subyek perjanjian.

3. Subjek Perjanjian

Bahwa hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban dalam

perikatan tersebut adalah antara dua pihak. Pihak yang berhak atas prestasi (pihak

yang aktif) adalah kreditur atau orang yang berpiutang. Sedangkan pihak yang

berkewajiban memenuhi prestasi (pihak yang pasif) adalah debitur atau orang

yang berutang. Kreditur dan debitur inilah yang disebutkan subjek perjanjian.12

4. Objek Perjanjian

Dalam Perjanjian ini yang menjadi objek perjanjian adalah benda bergerak,

dimana benda bergerak digolongkan menjadi dua kategori, yaitu:13

a. Benda yang menurut sifatnya bergerak dalam arti benda itu dapat

berpindah atau dipindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain.

b. Benda yang menurut penetapan undang-undang sebagai benda bergerak

ialah segala hak atas benda-benda bergerak. Misalnya hak memetik hasil

dan memakai, hak menuntut di muka hakim supaya uang tunai atau benda-

benda bergerak diserahkan kepada penggugat, dan surat-surat berharga.

12 Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas – Asas Hukum Perdata, PT. Alumni, Bandung,

2004. Hal.110 13 Subekti,Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 2001.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

16

5. Jenis Perjanjian14

Jenis perjanjian dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Perjanjian Timbal Balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban

pokok bagi kedua belah pihak . Misalnya perjanjian jual beli;

b. Perjanjian Cuma– cuma (pasal 1314 KUHPerdata)

Perjanjian Cuma – Cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan

bagi salah satu pihak saja, misalnya perjanjian hibah;

c. Perjanjian Atas Beban

Perjanjian atas beban merupakan perjanjian di mana terhadap prestasi dan

pihak yang satu selalu terdapat kontrasepsi dari pihak lain dan antara

kedua prestasi itu dihubungannya menurut hukum.

d. Perjanjian Bernama (Benoemd)

a. Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama

sendiri, maksud ialah bahwa perjanjian tersebut diatur dan diberi

nama oleh pembentuk undang – undang, berdasarkan tipe yang

paling banyak terjadi sehari – hari.

Beberapa contoh perjanjian bernama itu :

1) Jual beli

Menurut ketentuan pasal 1457 KUHPerdata, “ jual beli

adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu

mengikatkan diri dengan pihak yang lain untuk membayar harga

yang telah dijanjiakan. “

14 Ibid hal. 66 – 68

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

17

2) Sewa menyewa

Menurut ketentuan Pasal 1548 KUHPerdata, “ Sewa

menyewa ialah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk memberikan pada pihak yang

lainnya kenikmatan dari satu barang, selama suatu waktu

tertentu dengan pembayaran suatu harga , yang oleh pihak

tersebut belakangan disanggupi pembayarannya.”

1) Perjanjian Tidak Bernama (Onbenoemde overeenkomst)

Merupakan perjanjian – perjanjian yang tidak diatur

dalam KUHPerdata, tetapi terdapat dalam masyarakat. Jumlah

perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan

dengan kebutuhan pihak – pihak yang mengadakannya, seperti

perjanjian kerjasama, perjanjian pemasaran, perjanjian

pengelolaan. lahirnya perjanjian ini dalam praktek adalah

berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Beberapa contoh

perjanjian tidak bernama yaitu :

a) Sewa Beli (huurkoop)

Sewa beli merupakan suatu lembaga yang timbul dalam

praktek sehingga keberadaaannya belum diatur dalam

KUHPerdata, tetapi lahirnya perjanjian ini juga didasari

atas asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam 1338

ayat (1) KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua

kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang – undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh

karena itu, menteri perdagangan dan koperasi menerbitkan

keputusan No.34/KP/11/60 tanggal 1 Februari 1980, dalam

keputusantersebut diberikan definisikan sebagai berikut: “

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

18

sewa beli (hire purchase) adalah jual beli barang di mana

penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara

memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh

pembeli dengan pelunasan atas harga, barang yang telah

disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian,

serta hak milik atas barang tersebut baru beralih dari

penjual ke pembeli setelah jumlah harga dibayar lunas oleh

pembeli kepada penjual.”

b) Jual Beli Angsuran

Menurut Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi

menerbitkan No.34/KP/11/60 TANGGAL 1 Februari 1980,

“Jual beli dengan angsuran adalah jual beli barang di mana

penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara

menerima perlunasan pembayaran yang dilakukan oleh

pembeli dalam beberapa kali angsuran ats harga barang yang

telah disepakati bersama dan yang diikatkan dalam suatu

perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut beralih dari

penjual kepada pembeli pada saat barangnya diserahkan oleh

penjual kepada pembeli.”

7) Perjanjian Obligator

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian di mana pihak –

pihak sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan

suatu benda kepada pihak lain. Sebagai contoh , Menurut

KUHPerdata pejanjian jual beli belum langsung

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

19

mengakibatkan beralihnya hak milik atas suatu benda dari

penjual kepada pembeli. Fase ini baru merupakan kesepakatan

(konsensual) dan harus diikuti dengan perjanjian penyerahan

(perjanjian kebendaaan);

1) Perjanjian Kebendaan (Zakelijk)

Perjanjian kebendaan merupakan perjanjian dengan

mana seseorang menyerahkan haknya atas suatu benda

kepada pihak lainnya, yang membebankan kewajiban pihak

itu untuk menyerahkan benda itu kepada pihak lain;

2) Perjanjian Konsesual

Perjanjian konsesual adalah perjanjian di mana di

antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak

untuk mengadakan perikatan. Menurut KUHPerdata

perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (pasal

1320).

6. Asas – asas hukum dalam perjanjian

Di daam perjanjian dikenal lima asas – asas hukum yang penting, yaitu:15

a. Asas kebebasan Berkontrak

Dalam Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia, kebebasan

berkontrak dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang

15 Salim H.S.,Perkembangan hukum kontrak innominaat ,Sinar Grafika,Jakarta, 2003.Hal 9

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

20

dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang

membuatnya.16

b. Asas Konsesualitas

Agar konsesualisme dapat disimpulkan dalam pasal 1320 ayat (1)

KUHPerdata. Dalam pasal ini ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya

perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas

konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada

umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya

kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan ini merupakan persesuaian

antara kehendak dan pernyataan yang di buat oleh kedua belah pihak.

c. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas pacta sunt servada atau disebut juga dengan asas kepastian

hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. asas Pacta Sunt

Servada merupakan asas bahwa hakim atau pihak ke tiga harus

menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagai

layaknya sebuah undang – undang.

d. Asas Itikad Baik

Asas itikad baik dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (3)

KUHPerdata. Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata berbunyi:“perjanjian harus

dilaksanakan dengan itikad baik. “ Asas itikad baik merupakan asas bahwa

para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi

kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan

baik dari para pihak.

16 Salim H.s.,Hukum kontrak teori dan teknik penyusunan kontrak.Sinar Grafika.Jakarta

.2002. hal 27

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

21

e. Asas kepribadian

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa

seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk

kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 1315 dan

pasal 1340 KUHPerdata. Kelima asas tersebut harus diterapkan dalam

melakukan perjanjian pembiayaan konsumen, agar tercipta sebuah

perjanjian yang adil dan tidak merugikan baik bagi konsumen maupun pihak

perusahaan.

7. Hapusnya Perjanjian

Perjanjian dapat hapus karena:17

a. Para pihak telah menentukan dalam perjanjian yang dibuatnya

(misalnya perjanjian itu telah berlaku dalam batas waktu tertentu).

b. Undang – undang telah menetapkan batas berlakunya suatu perjanjian.

c. Para pihak yang terlibat dalam perjanjian atau undang-undang

menentukan bahwa dengan terjadinya suatu peristiwa, maka perjanjian

akan berakhir.

d. Dikeluarkannya pernyataan menghentikan perjanjian, yang dapat

dilakukan oleh kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak.

e. Adanya putusan hakim.

f. Tujuan perjanjian telah tercapainya.

17 subekti,op.cit.,

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

22

B. Kajian Umum Tentang Wanprestasi

1. Pengertian Wanprestasi

Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah

memenuhi prestasinya masing – masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada

pihak yang dirugikan. Tetapi adakalanya perjanjian tersebut tidak terlaksana

dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak

debitur atau kreditur.

Perkataan wanprestasi beraal dari bahas belanda yang artinya prestasi

buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaanyang

dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi

seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan

memaksa.

Bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu: 18

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;

b. Melaksanakan pa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana

dijanjikannya;

c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan;

Dalam hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak

berbuat sesuatu akan mudah ditentukan sejak kapan debitur itu melakukan

wanprestasi yaitu sejak pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak

diperbolehkan dalam perjanjian.

18 Subekti, pokok-pokok Hukum Perdata ,Jakarta:Intermasa, 2005, hal.144

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

23

Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu yang

memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka

menurut pasal 1238 KUHPerdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan

lewatnya batas waktu tersebut.

2. Wanprestasi Terhadap Isi Kontrak

Tidak semua kewajiban yang telah dibebankan kepada para pihak selalu

dapat dilaksanakan dengan baik oleh para pihak tersebut. Ada dua kemungkinan

tidak terpenuhinya semua kewajiban yang dibebankannya, yaitu:

a. Bukan kesalahan debitur

b. Kesalahan debitur sendiri

Kemungkinan yang kedua inilah yang disebutkan sebagai wanprestasi,

yaitu debitur tidak dapat atau tidak mampu memenuhi prestasi karena

kesalahannya sendiri.

Dari rumusan mengenai wanprestasi tersebut , maka dapat diperinci

mengenai bentuk – bentuk wanprestasi yang dapat dilakukan debitur adalah:

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilaksanakannya;

b. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sebagaimana yang

diperjanjikan;

c. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat;

d. Melakukan atau berbuat sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilakukan.19

19 Subekti, Hukum Perjanjian,Ibid,Hal 45

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

24

3. Terjadinya Wanprestasi

Pada umumnya, suatu perjanjian telah ditentukan waktu untuk

melakukan prestasi secara pasti. Namun ada kalanya dalam suatu perikatan itu

kewajiban untuk menjalankan atau memenuhi prestasi tidak begitu pasti sehingga

sangat sukar untuk menentukan saat adanya wanprestasi.

Dalam perjanjian yang sudah ditentukan saat melakukan kewajiban

berprestasi, sudah jelas untuk menentukan kapan saat terjadinya wanprestasi,

yaitu jika debitur tidak melaksanakan kewajibannya pada saat yang telah

ditentukan tersebut.

Berkaitan dengan hal tersebut, orang kemudian mencari upaya

penyelesaian yang dioergunakan untuk menentukan sejak kapan debitur

melakukan wanprestasi. Upaya ini melalui lembaga pernyataan lalai yang diatur

dalam buku ke III pasal 1243 KUHPerdata yang menyatakan:

“penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu

perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai

memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus

diberikan atau dibuatnya dalam tenggang waktu tertentu telah dilampauinya.”

Jadi maksud “ dalam keadaan lalai” ialah peringatan atau pernyataan dari

kreditur tentang saat selambat – lambatnya debitur wajib memenuhi prestasi.

Apabila saat ini dilampauinya, maka debitur ingkar janji ( wanprestasi ).20

4. Hak – Hak Yang Timbul Akibat Wanprestasi

Karena wanprestasi mempunyai akibat maka harus terlebih dahulu

dibuktikan apakah seseorang debitur (penghutang) melakukan wanprestasi atau

lalai dan bila itu disangkal maka harus dibuktikan.

20 Mariam Darus Badrilzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan,Penerbit PT Cipta Aditya

Bakti, Bandung, 2001, hal. 19.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

25

Akibat penting dari suatu wanprestasi adalah adanya kerugian yang

dialami kreditur dan kerugian tersebut dapat dimintakan penggantian. Yang

dimaksud dengan kerugian dapat dimintakan penggantian (pasal 1243

KUHPerdata) tidak hanya berupa biaya yang sungguh – sungguh telah

dikeluarkan oleh kreditur (kosten) dan kerugian yang benar – benar diderita

sehingga mengakibatkan berkurangnya harta kekayaan kreditur karena

wanprestasi tersebut (schaden), akan tetapi kerugian juga dapat dituntut atas

kehilangan yang berupa keuntungan yang batal diperoleh akibat terjadinya

wanprestasi tersebut (interesten).21

Adapun akibat wanprestasi adalah sebagai berikut :

1. Untuk menentukan besar jumlah kerugian yang harus dibayarkan

oleh debitur ada beberapa kemungkinan, yaitu:

a. Undang – undang telah menentukan jumlah kerugian yang

harus dibayarkan. Pengaturan tentang ini termuat dalam pasal

1250 KUHPerdata. Ganti kerugian yang besarnya telah

ditentukan yang dimaksud adalah bunga moratoir yaitu bunga

yang harus dibayar oleh debitur atas keterlambatan membayar

hutangnya dan besarnya adalah 6% (enam persen) per tahun.

b. Penetuan ganti – kerugian telah dimuat dalam undang –

undang itu sendiri. Ketentuan ini terdapat dalam pasal 1249

KUHPerdata. Dengan demikian tak seorangpun boleh

menetapkan jumlah lalai sebagai ganti rugi.

21 Subekti, Pokok – pokok Hukum Perdata, Penerbit Intermasa, Jakarta, Cetakan XXVI, 1985,

hal 148.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

26

c. Jumlah ganti rugi ditentukan sedemikan sehingga keadaan

harta kekayaan daripada debitur harus sama seperti apabila

debitur berprestasi. Ganti kerugian yang dimaksud adalah

bunga Konvensional yaitu bunga yang diperjanjikan dan

besarnya tergantung daripada perjanjian.

d. Hal yang ditempuh bila baik undang – undang maupun

perjanjian tidak mengaturnya untuk menggantikan kerugian

yaitu bunga kompensasi yang besarnya bergantung pada

kehendak pihak yang meminta penggantian atas kerugian yang

dideritanya.

2. Kedua, sebagai akibat dari perjanjian wanprestasi, yaitu kreditur

dapat menuntut pemutusan atau pembatalan perjanjian.

Pemutusan perjanjian berdampak sangat besar bagi para pihak

dalam suatu perjanjian terutama pihak debitur yang akan merasa

sangat terpukul. Karena tidaklah mudah untuk memutuskannya.

Untuk melakukan pemutusan suatu perjanjian masih diperlukan

dengan adanya syarat – syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

a. Harus ada perjanjian timbal – balik;

b. Harus ada wanprestasi;

c. Harus ada keputusan hakim.22

3. Ketiga, sebagai akibat adanya wanprestasi adalah adanya

kemungkinan untuk membayar biaya perkara yang dibebankan kepada

debitur.

22 Sri Sudewi, Hukum Perdata, Hukum Perutangan Bagian A, Seksi Hukum Perdata Fakultas

Hukum UGM, Yogyakarta, 1980, hal 36-37

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

27

Kemungkinan tersebut adalah jika wanprestasi oleh pihak debitur

diperkarakan. Sudah menjadi ketentuan hukum, maka pihak yang dikalahkan

diwajibkan untuk membayar biaya perkara.

C. Kajian Umum Tentang Overmacht

1. Definisi Overmacht

artinya keadaan yang memaksa. Istilah dari “ keadaan memaksa “

yang berasal dari istilah overmacht atau force majeur dalam kaitannya

dengan suatu perikatan atau kontrak tidak ditemui rumusannya secara

khusus dalam Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Dari pasal-

pasal KUH Perdata, sebagaimana akan ditunjukkan di bawah ini,

disimpulkan bahwa overmacht adalah keadaan yang melepaskan

seseorang atau suatu pihak yang mempunyai kewajiban untuk dipenuhinya

berdasarkan suatu perikatan (i.e.si berutang atau debitur), yang tidak

atau tidak dapat memenuhi kewajibannya, dari tanggung jawab untuk

memenuhi kewajibannya tersebut.23

2. Pendapat Ahli Tentang Keadaan Memaksa

Dalam khazanah hukum Indonesia, Konsep keadaan memaksa lebih

banyak diperjelaskan oleh pendapat ahli-ahli hukum Indonesia, antara

lain berikut ini:

a. R. Subekti: Debitur menunjukkan bahwa tidak terlaksananya

apa yang dijanjikan itu disebabkan oleh hal-hal yang sama

23 Rahmat S.S.Soemadipradja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa. Penerbit

Nasionak Legal Reform Progran, Jakarta, 2010, hal.3.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

28

sekali tidak dapat diduga, dan di mana ia tidak dapat berbuat

apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul di luar

dugaan tadi. Dengan perkataan lain, hal tidak terlaksananya

perjanjian atau kelambatan dalam pelaksanaan itu, bukanlah

disebabkan karena kelalaiannya. Ia tidak dapat dikatakan salah

atau alpa, dan orang yang tidak salah tidak boleh dijatuhi

sanksi-sanksi yang diancam atas kelalian.24

Untuk dapat dikatakan suatu “ keadaan memaksa “

(overmacht), selain keadaan itu “ di luar kekuasaannya “ si

debitur dan “ memaksa “, keadaan yang telah timbul itu juga

harus berupa keadaan yang tidak dapat diketahui pada waktu

perjanjian itu dibuat, setidak-tidaknya tidak dipikul resikonya

oleh debitur.25

b. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan yang menyitir Dr. H. F.A.

Vollmar: overmacht adalah keadaan dimana debitur sama

sekali tidak mungkin memenuhi perutangan (absolute

overmacht) atau memungkinkan memenuhi perutangan, tetapi

memerlukan pengorbanan besar yang tidak seimbang atau

kekuatan jiwa di luar kemampuan manusia atau dan

24 prof. R. Subekti. Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta , 1992 . hal 55. 25 Prof. R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta , 2001, cet. Ke-29,

hal.150.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

29

menimbulkan kerugian yang sangat besar(relative

overmacht).26

c. Purwahid Patrik: mengartikan overmacht atau keadaan

memaksa adalah debitur tidak melaksanakan prestasi karena

tidak ada kesalahan maka akan berhadapan dengan keadaan

memaksa yang tidak dapat dipertangungjawabkan kepadanya.27

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan

bahwa pengertian keadaan memaksa adalah suatu keadaan di mana salah

satu pihak dalam suatu perikatan tidak dapat memenuhi seluruh atau

sebagai kewajibannya sesuai apa yang diperjanjikan, disebabkan adanya

suatu peristiwa di luar kendali salah satu pihak yang tidak dapat diketahui

atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan,

dimana pihak tidak memenuhi kewajibannya ini tidak dapat dipersalahkan

dan tidak harus menanggung resiko.28

3. Keadaan Memaksa Dalam KUHPerdata

Konsep keadaan memaksa, overmacht (dalam kajian ini

selanjudnya disebut keadaan memaksa) dalam kitab Undang-undang

Hukum Perdata dapat ditemukan dalam pasal-pasal berikut ini:29

26 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata, Hukum Perutangan, Bagian A (

Jogjakarta: Seksi Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1980). Hal 20. 27 Prof . Purwahid Parik, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju , Bnadung , 1994 ,

hlm.18. 28 Rahmat S.S.Soemadipradja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa. Penerbit

Nasionak Legal Reform Progran, Jakarta, 2010, hal. 8. 29 Pasal-pasal yang dikutip dalam kajian ini diambil dari KUH Perdata dengan teks Bahasa

Indonesia hasil terjemahan Prof.R. Subekti, S.H. dan R.Tjitrosudibio. Lihat Prof. R. Subekti, S.H.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

30

a. Pasal 1244 KUH Perdata

“Jika ada alasan untuk itu si berhutang harus dihukum mengangti biaya,

rugi dan bunga, bila ia tidak membuktikan, bahwa hal tidak

dilaksanakannya atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya

perjanjian itu, disebabkan karena suatu hal yang tak terduga, pun tidak

dapat dipertanggung jawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad

buruk tidak ada pihaknya.”

b. Pasal 1245 KUH Perdata

“Tidaklah biaya, rugi dan bunga harus digantinya, apabila karena

keadaan memaksa (overmacht) atau karena suatu keadaan yang tidak

disengaja, si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu

yang diwajibkan, atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau karena hal-

hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang”

Selain kedua ketentuan tersebut, konsep keadaan memaksa juga diacu

dalam pasal 1444 dan 1445 KUH Perdata, sebagai berikut:

a. Pasal 144 KUHPerdata

“(1) Jika barang tertentu yang menjadi pokok perjanjian musnah, tak

dapat diperdagangkan, atau hilang, hingga sama sekali tidak diketahui

apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu

musnah atau hilang di luar kesalahan si berutang dan sebelum ia lalai

menyerahkannya.

(2) Bahkan meskipun si berutang lalai menyerahkan suatu barang,

sedangkan ia tidak telah menanggung terhadap kejadian-kejadian yang

tidak terduga, perikatan tetap hapus jika barang itu akan musnah juga

dengan cara yang sama di tangannya si berpiutang seandainya sudah

diserahkan kepadanya.

(3) Si berutang diwajibkan membuktikan kejadian yang tidak terduga,

yang dimajukannya itu.

(4) Dengan cara bagaimanapun suatu barang yang telah dicuri, musnah

atau hilang, hilangnya barang itu tidak sekali-kali membebaskab orang

yang mencuri barang dari kewajibannya mengganti harganya.”

dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata ( Jakarta: PT Pradnya

Paramitha,2005), ect. Ke 36

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

31

b. Pasal 1445 KUH Perdata

“Jika barang yang terutang, diluar salahnya si berutang musnah, tidak

dapat diperdagangkan, atau hilang, maka si berutang, jika ia mempunyai

hak-hak atau tuntutan-tuntutan ganti rugi mengenai barang tersebut,

diwajibkan memberikan hak-hak dan tuntutan-tuntutan tersebut kepada

orang yang menguntangkan kepadanya”

4. Unsur-Unsur Keadaan Memaksa

Berdasarkan pasal-pasal KUHPerdata di atas, unsur-unsur keadaan

memaksa meliputi30

.

a. Peristiwa yang tidak terduga;

b. Tidak dapat mempertanggung jawabakan kepada debitur;

c. Tidak ada itikad buruk dari debitur;

d. Adanya keadaan yang tidak sengaja oleh debitur;

e. Keadaan itu menghalangi debitur berprestasi;

f. Jika prestasi dilaksanakan maka akan terkena larangan;

g. Keadaan di luar kesalah debitur;

h. Debitur tidak gagal berprestasi (menyerahkan barang);

i. Kejadian tersebut tidak dapat dihindari oleh siapa pun (baik debitur

maupun pihak lain);

j. Debitur tidak terbukti melakukan kesalahan atau kelalaian.

5. Jenis –jenis Keadaan Memaksa

Dalam perkembangannya, keadaan memaksa dapat dibedakan menjadi

beberapa jenis kriteria-kriteria yang berbeda sebagai berikut31

:

30 Rahmat S.S.Soemadipradja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa. Penerbit

Nasionak Legal Reform Progran, Jakarta, 2010. Hal 5

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

32

a. Berdasarkan Penyebab;

b. Berdasarkan Sifat;

c. Berdasarkan objek;

d. Berdasarkan subyek;

e. Berdasarkan ruang lingkup.

6. Akibat Hukum Dari Keadaan Memaksa Atau Overmacht

adanya peristiwa yang dikategorikan sebagai keadaan memaksa

atau overmacht membawa konsekuensi bagi para pihak dalam suatu

perikatan, dimana pihak yang tidak dapat memenuhi prestasi tidak

dinyatakan wanprestasi.

Dengan demikian, dalam hal terjadinya keadaan memaksa atau

overmacht, debitur tidak wajib membayar ganti rugi dalam perjanjian

timbal balik, kreditur tidak dapat menuntut pembatalan karena

perikatannya dianggap gugur atau terhapus.

Beberapa pakar membahas akibat hukum yang ditimbulkan dalam

keadaan memaksa sebagai berikut ini antara lain:

a. R.Setiawan merumuskan bahwa suatu keadaan memaksa

menghentikan bekerjanya perikatan dan menimbulkan beberapa

akibat,yaitu:

1) Kreditur tidak lagi dapat meminta pemenuhan prestasi;

31 ibid hal.9-10

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

33

2) Debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai, dan karenanya tidak wajib

membayar ganti rugi;

3) Resiko tidak beralih kepada debitur;

4) Pada persetujuan timbal balik, kreditur tidak dapat . menuntut

pembatalan.

b. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan yang menyitir Dr. H. F.A. Vollmar:

overmacht harus dibedakan apakah sifatnya sementara atau tetap.

Dalam hal overmacht sementara, hanya mempunyai daya

menangguhkan dan kewajibannya untuk berprestai hidup kembali jika

dan segera faktor overmacht itu sudah tidak ada lagi, demikian itu

kecuali jika prestasinya lantas sudah tidak mempunyai arti lagi para

kreditur.

c. Abdulkadir Muhammad membedakan keadaan memaksa yang bersifat

objektif dan subjektif. Keadaan memaksa yang bersifat objektif dan

bersifat tetap secara otomatis mengakhiri perikatan dalam arti

perikatan itu batal (the agreement would be void from the outset)

d. Salim H.S., mengemukakan tiga akibat dari keadaan memaksa, yaitu:

1) debitur tidak perlu membayar ganti kerugian (pasal 1244 KUH

Perdata);

2) Beban resiko tidak berubah, terutama pada keadaan memaksa

sementara;

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

34

3) Kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus

demi hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan

kontraprestasi, kecuali untuk yang disebut dalam pasal 1460 KUH

Perdata.

D. Kajian Umum Tentang Pengangkutan

1. Definisi Pengangkutan

Pengangkutan merupakan bidang yang sangat vital dalam kehidupan

masyarakat. Dikatakan demikian karena didasari oleh beberapa hal, seperti

pengangkutan menghubungkan berbagai wilayah di Indonesia, serta membantu

penyebaran kebutuhan – kebutuhan pokok masyarakat, atau dengan kata lain

pengangkutan adalah sarana didistribusi bagi produsen ke konsumen. Tanpa

adanya pengangkutan semua kegiatan hanya akan terpusat di daerah – daerah

tertentu tanpa adanya penyebaran yang merata.

Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau penumpang ke

dalam alat pengangkutan, membawa barang penumpang dari tempat pemuatan ke

tempat tujuan; dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke

tempat yang ditentukan.32

Berdasarkan definisi diatas dapat diketahui beberapa aspek pengangkutan

yanitu sebagai berikut :

a. Pelaku, yaitu orang yang melakukan pengangkutan. Pelaku ini ada yang

berbadan usaha seperti perusahaan pengangkutan dan ada pula yang

berupa manusia pribadi, seperti buruh angkut pelabuhan.

32 Muhammad Abdulkadir, 1991, Hukum Pengangkutan Darat, laut, dan udara, Bandung, Citra

Aditya Bakti, hal. 19

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

35

b. Alat angkutan, yaitu alat yang digunakan untuk menyelenggarakan

pengangkutan. Alat ini digerakkan secara mekanik dan memenuhi syarat

undang – unang, seperti kendaraan bermotor, kapal laut maupun kapal

udara.

c. Barang / penumpang, yaitu muatan yang diangkut. Barang muatan yang

diangkut adalah barang perdagangan yang sah menurut undang – undang

dalam pengertian barang termasuk juga hewan.

d. Perbuatan, yaitu kegiatan mengangkut barang atau penumpangsejak

permutan sampai dengan penurunan di tempat tujuan yang telah

ditentukan.

Menurut Abdul Kadir Muhammad, pengangkutan meliputi tiga

dimensi pokok, yaitu:

1) Pengangkutan sebagai usaha (business)

Pengangkutan jenis ini mempunyai ciri – ciri sebagai berikut:

- Berdasarkan perjanjian;

- Kegiatan ekonomi dibidang jasa;

- Berbentuk perusahaan;

- Menggunakan alat angkut mekanik.

2) Pengangkutan sebagai perjanjian (agrement)

Pengangkutan jenis ini pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis),

tetapi selalu didukung oleh dokumen angkutan, yang membuktikan

bahwa perjajian itu sudah terjadi. Perjanjian pengangkutan dapat

juga dibuat tertulis yang disebut perjanjian charter (carter party),

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

36

seperti carter pesawat udara untuk mengangkut jemaah haji, carter

kapal untuk pengangkutan barang dagangan.

a) Pengangkutan sebagai proses (process)

Yaitu serangkaian permuatan ke dalam alat pengangkut, kemudian dibawa

menuju tempat yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan

tempat tujuan. Pengangkutan sebagai proses merupakan sistem hukum yang

mempunyai unsur – unsur sistem yaitu:

- Subjek (pelaku) hukum pengangkutan, yaitu pihak – pihak dalam

perjanjian dan pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan.

- Status pelaku hukum pengangkutan, khususnya pengangkutan selalu

berstatus badan hukum atau bukan badan hukum

- Objek hukum pengangkutan, yaitu hubungan kewajiban dan hak

antara pihak – pihak dan mereka yang berkepentingan dalam

pengangkutan.33

2. Fungsi dan Tujuan Pengangkutan

Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan dimaksudkan untuk

tiba di tempat tujuan dengan selamat dan meningkatkan nilai guna baik bagi

penumpang maupun barang yang diangkut. Tiba di tempat tujuan artinya proses

pemindahan dari suatu tempat ke tempat lain dengan tujuan berlangsung tanpa

hambatan dan kemacetan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Dengan

selamat artinya penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya yang

dapat mengakibatkan luka, sakit, atau meninggal dunia. Jika yang diangkut itu

barang , selamat artinya barang yang diangkut tidak mengalami kerusakan, 33 Muhammad, Abdul Kadir, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung, Citra Aditya Bakti,

hal 12

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

37

kehilangan, kekurangan atau kemusnahan. Meningkatkan nilai guna artinya nilai

sumber daya manusia dan barang di tempat tujuan menjadi lebih tinggi bagi

kepentingan manusia dan pelaksanaan pembangunan.34

Fungsi dari suatu pengangkutan adalah meningkatkan kegunaan dan nilai

barang atau penumpang yang diangkut dan tujuannya adalah untuk membawa

barang atau penumpang sampai di tempat tujuan yang ditentukan dengan selamat

dan membayar biaya pengangkutan.

3. Perjanjian Pengangkutan

Yang dimaksud dengan perjanjian pengangkutan menurut Subekti adalah

suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa

oang atau barang dari satu tempat ke tempat lain, sedangkan pihak lain sedangkan

pihak lain menyanggupi akan membayar ongkosnya.35

Dalam perjanjian pengangkutan itu pihak pengangkut dapat dikatakan

sudah mengakui menerima barang – barang dan menyanggupi untuk

membawanya ke tempat yang telah ditunjuk dan menyerahkannya kepada orang

yang dialamatkan. Kewajiban yang terakhir ini dapat dipersamakan dengan

kewajiban seorang yang harus menyerahkansuatu barang berdasarkan suatu

perikatan sebagaimana dimaksud oleh pasal 1235 KUHPerdata, dan dalam

perikatan mana termasuk kewajiban untuk menyimpan dan memelihara barang

tersebut sebagai “ seorang bapak rumah yang baik.” Apabila si pengangkut

melalaikan kewajibannya, maka pada umumnya akan berlaku peraturan –

34 Ibid.,hal 20 35 Subekti, 1995, Aneka Perjanjian,Bandung, Citra Aditya Bakti, hal 69

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

38

peraturan yang untuk itu telah ditetapkan dalam buku ke III dari KUHPerdata

pula, yaitu dalam pasal 1243 dan selanjudnya.36

Perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik yang artinya

kedua belah pihak, baik pengangkut maupun pengirim, masing – masing

mempunyai kewajiban sendiri – sendiri. Kewajiban pengirim ialah membayar

uang angkutan.

Hubungan kerja antara pengirim dan pengangkut sebagai pihak – pihak

dalam perjanjian pengangkutan adalah konsesual berdiri sama tinggi

(gecoordineerd) bukan merupakan hesubordineerd karena disini tidak terdapat

hubungan kerja antara buruh dan majikannya, dan tidak terdapat pula hubungan

pemborongan menciptakan hal – hal baru mengadakan benda baru.37

Dalam melaksanakan perjanjian pengangkutan ini, hubungan kerja antara

pengirim dengan pengangkut tidak berlangsung terus menerus, tetapi hanya

kadang kala, apabila pengirim membutuhkan pengangkutan untuk mengirim

barang. Hubungan ini disebut “ pelayanan berkala “ sebab pelayanan ini tidak

bersifat tetap, hanya kadang kala saja, bila pengirim membutuhkan pengangkutan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa perjanjian pengangkutan merupakan

perjanjian campuran, yakni perjanjian melakukan pekerjaan (pelayanan berkala)

dan perjanjian penyimpanan (bewaargeving).

Adapun disebut sebagai perjanjian campuran, yaitu antara perjanjian

melakukan pekerjaan dan perjanjian menyimpan karena sehubungan dengan:

36 Ibid., hal .70 37 Tjakranegara,Soegijaatna, 1998,Hukum Pengangkutan Barang Dan Penumpang,

Jakarta,Rineka Cipta, hal.68

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

39

a. Pasal 468 ayat 1 KUDagang, menetapkan bahwa pengangkutan wajib

menjaga keselamatan barang yang diangkut mulai saat diterima hingga

saat diserahkannya barang tersebut;

b. Pasal 1706 KUHPerdata, menyebutkan bahwa penerima titipan wajib

merawat barang yang dititipkan untuk diangkut dan diserahkan;

c. Pasal 1714 KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa si penerima titipan

untuk diangkut dan diserahkan wajib merawat barang. Mengembalikan

dalam jumlah yang sama.

Pada setiap pelaksanaan kegiatan pengangkutan barang harus disertai

dengan surat – surat angkutan yang dibuat oleh pengirim.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

40

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode adalah proses, prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah,

sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati – hati, tekun dan tuntas

terhadap suatu gejala untuk merambah pengetahuan manusia.38

Jadi metode

penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip – prinsip dan tat cara untuk

memcahkan masalah – masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.

A. Jenis Dan Metode Pendekatan

Penelitian ini adalah Penelitian Yuridis Empiris karena hendak mengetahui

faktor yang mengakibatkan terjadinya wanprestasi pada perjanjian pengangkutan

pupuk kantong bersubsidi PT Pupuk Iskandar Muda dikaitkan dengan pasal 1313

KUHPerdata tentang perjanian dan pasal 1239 KUHPerdata tentang wanprestasi.

Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis,

dengan menggunakan pola penelitian atau sifat penelitian atau sifat penelitian

studi lapang dan community survey yaitu meneliti komunitas tertentu. Pendekatan

penelitian dilakukan secara Yuridis Sosiologis karena membahas mengenai faktor

yang melatarbelakangi terjadinya wanprestasi dalam kasus perjanjian

pengangkutan pupuk kantong bersubsidi PT. Pupuk Iskandar muda serta upaya

yang dilakukan PT. Pupuk Iskandar Muda dalam menyelesaikan masalah

wanprestasi perjanjian pengangkutan pupuk kantong bersubsidi.

38 Soerjono soekanto ,Pengantar Penelitian Hukum,Jakarta , UI Press, 1986 ., hal.3

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

41

B. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang dipilih oleh penulis guna mengumpulkan

data atau bahan utama penelitian penulisan adalah PT Pupuk Iskandar Muda yang

berlokasi di Aceh. Lokasi ini dipilih oleh penulis karena perusahaan ini bergerak

dibidang produksi dan pendistribusian pupuk menggunakan modal transportasi

pengangkutan darat untuk wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Riau dan dalam

proses pendistribusian pupuk itu sendiri PT Pupuk Iskandar Muda mengalami

peristiwa wanprestasi dengan perjanjian pengangkutan yang telah disepakati.

C. Jenis Dan Sumber Data

Jenis data

a. Data Primer

Data primer dalam penelitaian yuridis empiris adalah data yang

diperoleh dari fakta-fakta sosial yang terkait dengan bekerjanya

suatu hukum yang nyata39

. Data primer dalam penelitian ini adalah

berupa hasil penelitian langsung dilapangan berupa hasil

wawancara yang dilakukan dengan narasumber yang terkait

dengan permasalahan yang diangkat oleh penulis yaitu Upaya PT

Pupuk Iskandar Muda Dalam Penyelesaian Wanprestasi Perjanjian

Pengangkutan Pupuk Kantong Subsidi.

3939 M. Hisyam Syafioedin.,2011, Metode Penelitian Hukum, Fakultas hukum Universitas

Brawijaya Malang

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

42

b. Data Sekunder

Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari undang-undang

maupun buku atau literatur lain yang digunakan. Data sekunder yang

digunakan oleh penulis yaitu:

1) Peraturan Perundang-Undangan yang terkait.

a) Pasal 1313 KUHPerdata;

b) Pasal 1239 KUHPerdata;

c) Pasal 1243 KUHPerdata;

d) Pasal 1249 KUHPerdata;

e) Pasal 1250 KUHPerdata;

f) Pasal 1267 KUHPerdata;

g) Pasal 90 – 98 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;

h) UU No 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Pengangkutan

Jalan.

i) Perjanjian Pengangkutan

2) Buku-buku atau literatur hukum yang berkaitan dengan hukum

perjanjian secara umum, perjanjian pengangkutan yang sudah

dicantumkan dalam daftar pustaka penulisan skripsi ini

3) Kamus besar bahasa Indonesia.

4) Kamus hukum.

5) Situs - situs internet yang berhubungan dengan penelitian ini.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

43

Sumber Data

a. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diberoleh dari hasil wawancara

dengan pihak – pihak yang terkait di lokasi penelitian itu, yaitu:

PT Pupuk Iskandar Muda yang dalam hal ini bersingungan langsung

dalam hal pengurusan pengikatan perjanjian kerjasama pengangkutan serta

yang bersinggungan secara langsung dalam hal pengangkutan serta

pendististribusian barang secara langsung menggunakan jasa

pengangkutan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data yang diperoleh secara tidak

langsung oleh peneliti. Sumber data ini diperoleh dari Pusat Dokumentasi

dan Informasi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (PDIH FH UB).

Serta diperoleh dari Peraturan Perundang-undangan, media massa serta

internet yang berkaitan langsung dengan penelitian

D. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah seluruh objek atau seluruh individu atau seluruh

gejala atau seluruh kegiatan atau seluruh unit yang diteliti.40

Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai atau karyawan PT Pupuk

Iskandar Muda dimana mereka adalah pihak – pihak yang langsung

berhubungan erat dengan permasalahan mengenai Upaya PT Pupuk

40 Bambang, waluyo. 1991. Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, hal 43.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

44

Iskandar Muda Dalam Penyelesaian Wanprestasi Perjanjian Pengangkutan

pupuk kantong bersubsidi.

b. Sempel

Pengambilan sempel dalam penelitian ini berdasarkan purposive

sempling, yaitu dengan cara mengambil objek didasarkan pada tujuan dan

syarat-syarat tertentu. Selain itu, besar sempel ditentukan secara sengaja

dan jumlahnya ditemukan secara arbiter oleh peneliti.41

Pengertian lainnya

dalam puposive sempling,sempel yang dipilih berdasarkan pertimbangan

atau penelitian subjektif dari peneliti menentukan sendiri responden mana

yang dianggap dapat mewakili populasi.42

Penentuan sempel dalam penelitian ini dititi beratkan pada bagian atau

pihak – pihak yang ada dalam PT Pupuk Iskandar Muda dimana yang

berkaitan dengan permasalahan Upaya PT Pupuk Iskandar Muda Dalam

Menyelesaikan Wanprestasi Perjanjian Pengangkutan Pupuk Kntong

Bersubsidi dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang tepat sesuai

tugas dan wewenangnya dalam hal ini pihak tersebut adalah:

1) Departemen Pendistribusian Barang: Edy Alizudin

Alasan dan tujuan pemilihan Bapak Edy Alizudin karena

departemen pendistribusian barang memiliki kepentingan dengan pihak

pengangkutan dimana departemen pendistribusian barang harus

memastikan proses pendistribusian barang yang dilakukan menggunakan

moda transportasi darat berjalan dengan semestinya agar ketersedian

barang di pasaran tetap terjaga.

41 Soerjono, soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Hal 196. 42 Burhan, Assofa. 1991. Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, hal 9.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

45

2) Departemen Hukum: Edy Alizudin

Alasan dan tujuan pemilihan Bapak Edy Alizudin selaku kepala

departemen Hukum dimana departemen hukum yang mengurusi segara

urusan hukum dalam pengikatan perjanjian kerja antara pihak PT Pupuk

Iskandar Muda dengan pihak pengangkutan.

3) Departemen SDM: Abi Hurairah

Alasan dan tujuan pemilihan Bapak Abi Hurairah selaku kepala

departemen sumber daya manusia adalah dimana departemen SDM

memiliki peran penting mengatur departemen beserta karyawan–karyawan

dapat menjalankan tugasnya masing- masing dengan sebaik mungkin

sehingga tercipta kesinambungan antara departemen-departemen yang satu

dengan yang lain agar proses pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan

dapat berjalan dengan baik dan semestinya.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dilakukan dengan

cara:

1. Data Primer

Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan

cara interview, yaitu melakukan wawancara secara langsung kepada

responden, dalam hal ini adalah PT Pupuk Iskandar Muda. Bentuk

wawancara yang dilakukan adalah bebas terpimpin, yakni dengan

menyiapkan terlebih dahulu pertanyaan – pertanyaan yang akan diajukan

sebagai pedoman, tetapi masih dimungkinkan melakukan variasi-variasi

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

46

pertanyaan yang disesuaikan dengan situasi pada waktu dilakukannya

wawancara.

2. Data sekunder

Adapun data skunder yang peneliti pakai diperoleh melalui studi

kepustakaan dan studi dokumen yang peneliti dapat dari perusahaan PT

Pupuk Iskandar Muda dan hasil penelitian lainnya yang dapat

mendukung isi dari topik pembahasan yang saya gunakan dalam

penyusunan penulisan skripsi ini.

F. Teknik Analisis data

Teknik analisa data penelitian ini menggunakan teknik Deskriptif

Analitis, yaitu proses mencari dan menyusun secara sisitematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Dengan

cara mengorgansasikan data kedalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-

unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang pentin

dan mana yang dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah

dipahamioleh diri sendiri maupun orang lain43

.

G. Definisi Oprasional

a. Upaya adalah tindakan yang dilakukan PT Pupuk Iskandar Muda untuk

mencapai apa yang diinginkannya.

b. Penyelesaian adalah sebagai suatu proses kognitif di mana kesepakatan

digunakan sebagai usaha mencari cara-cara yang sesuai untuk mencapai

suatu kesepakatan.

43 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kulitatif dan R & D, Bandung : Alfabeta, 2008. hlm

244

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

47

c. Wanprestasi adalah keadaan dimana seseorang telah lalai untuk memenuhi

kewajiban yang diharuskan dilakukan oleh perjanjian.

d. Perjanjian Pengangkutan adalah perjanjian antara pihak pengangkut

dengan pengirim dan atau penumpang yang isinya ialah , pengangkut

berjanji menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau penumpang

berjanji membayar ongkos atau biaya angkutan.44

e. Barang adalah suatu produk fisik (berwujud) yang dapat diberikan pada

seseorang kreditur atau orang yang menuntut untuk melakukan pekerjaan

pengangkutan (PT Pupuk Iskandar Muda) kepada debitur atau orang yang

dituntut untuk melakukan pekerjaan pengangkutan (PT X).

f. Pupuk Kantong Bersubsidi adalah barang atau pupuk dalam pengawasan

yang pengadaan dan penyaluran mendapat subsidi dari pemerintah untu

kebutuhan kelompok tani dan/ atau petani di sektor pertanian.

44 Prof. Dr. Rahayu Hartini, SH., M.Si., M.HUM, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, Malang:

Citra Mentari. Hal 11.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

48

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Posisi Kasus Wanprestasi dalam Pengangkutan Pupuk Kantong

Bersubsidi milik PT. Pupuk Iskandar Muda.

1. Gambaran Perusahaan PT Pupuk Iskandar Muda

PT Pupuk Iskandar Muda atau biasa disebut PT PIM adalah anak

perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero) yang bergerak di bidang industri

kimia khususnya memproduksi pupuk urea dan ammonia. PT PIM hadir di

antara gemuruh semangat swadaya dan swakarya bangsa di bidang ilmu

pengetahuan dan rekayasa teknologi, dan dengan itu pula PT PIM

merupakan pabrik pupuk skala besar pertama yang dibangun oleh putra-

putri bangsa melalui kontraktor nasional PT Rekayasa Industri pada tahun

1982.

Didirikan Berdasarkan Akte Notaris Soeleman Ardjasasmita SH

No. 54 pada tanggal 24 Februari 1982, dengan nama PT Pupuk Iskandar

Muda. Penetapan lokasi pembangunan pabrik PT PIM di Lhokseumawe –

Aceh Utara berdasarkan faktor kesediaan cadangan gas bumi sebagai

sumber bahan baku, fasilitas water intake dan adanya sarana pelabuhan

sebagai tempat bongkar muat peralatan pabrik, serta letak yang sangat

strategis bagi negara tujuan ekspor.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

49

Pembangunan Pabrik PIM-1 selesai tahun 1984 dengan total

investasi sebesar US$ 308,4 juta, sedangkan Pabrik PIM-2 selesai

dibangun pada tahun 2005 dengan total investasi sebesar US$ 310,2 juta.

Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali

perubahan, berkaitan dengan perubahan modal sesuai dengan Akte Notaris

B.R.AY. Mahyastoeti. Notonegoro, S.H. No. 01 tanggal 02 Januari 2012,

Akte Notaris Lumassia, SH No. 10 tanggal 19 Januari 2012 dan Akte

Notaris Lumassia, SH No. 02 tanggal 07 Februari 2012 yang dibuat

berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 54 tanggal 22 Desember 2011,

tentang penyertaan modal Negara Republik Indonesia ke dalam modal

saham PT Pupuk Iskandar Muda yang selanjutnya dialihkan seluruhnya ke

dalam modal saham perusahaan perseroan (Persero) PT Pupuk Sriwidjaja,

sehingga susunan modal saham 99,99955% PT Pupuk Sriwidjaja (Persero)

dan 0,00045% Yayasan Kesejahteraan Karyawan (YKK) PT PIM.

PT PIM berdiri dengan strategi untuk mencukupi kebutuhan pupuk

urea di kawasan Indonesia bahagian barat yang secara geografis termasuk

kawasan pertanian, setelah sebelumnya kebutuhannya dirintis oleh PT

Pusri Palembang. Maka kehadiran PT PIM dapat memenuhi kebutuhan

pupuk untuk petani dan perkebunan yang sangat luas di wilayah Sumatera

bagian utara (Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,

Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat). Posisi PT PIM juga sangat

strategis untuk mengekspor kelebihan produknya ke negara-negara

tetangga karena secara topografis sangat dekat.

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

50

Dengan memanfaatkan tersedianya cadangan gas alam besar yang

ditemukan di Desa Arun, Kabupaten Aceh Utara serta sumber air yang

mengalir dari pegunungan di Aceh melalui Sungai Peusangan, PT PIM

berdiri dengan kapasitas sama dengan pabrik-pabrik pupuk yang

sebelumnya dibangun pemerintah yaitu 570.000 ton/tahun dan ammonia

386.000 ton/tahun, merupakan pabrik pupuk urea ke-11 di Indonesia.

Saat ini PT PIM memiliki 2 unit pabrik yang memproduksi urea

jenis prill (butiran) dan granule (tablet) yang masing-masing berkapasitas

sama. Kedua jenis urea itu diproyeksikan dapat mensuplai pupuk nasional

setiap tahun dan bahkan dapat mengekspor melalui fasilitas pelabuhan

sendiri.

PT PIM berjarak 274 KM arah tenggara Banda Aceh atau 335 KM

arah barat laut Medan, dapat dijangkau melalui darat, laut maupun udara.

Terletak di kawasan industri Lhokseumawe tepat di tepi Selat Malaka,

salah satu jalur pelayaran terpadat di dunia. Artinya posisi PT PIM

merupakan kawasan prospektif yang sangat menguntungkan untuk

pengembangan bisnis. Apalagi tepat berada di jantung provinsi Aceh yang

memiliki kawasan dan potensi besar di sektor pertanian, perkebunan dan

perikanan, maka sempurnalah keuntungan posisi PT PIM sebagai

perusahaan yang terus maju dan berkembang di masa depan.

Mulai tahun 2011 PT Pupuk Iskandar Muda sedang

mempersiapkan Sistem Manajemen Terintegrasi, meliputi sistem-sistem

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

51

pada semua proses bisnis perusahaan. Pada tahun 2012 Sistem Manajemen

Terintergrasi ini sudah dapat diimplementasikan dan bersertifikat.

Persiapan dan implementasi Sistem Manajemen Terintegrasi

dilakukan secara bertahap yang diawali dengan

mengintegrasikan/memadukan Sistem Manajemen Mutu (ISO 9001),

Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14001) serta Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) secara konsisten dan

berkelanjutan untuk mencapai Visi Perusahaan “menjadi perusahaan

pupuk dan petrokimia lainnya yang terkemuka dan memiliki

keunggulan-keunggulan sehingga mampu bersaing baik dalam negeri

maupun di dunia internasional” dengan komitmen :

1. Menjamin kepuasan pelanggan dengan sasaran 6T (enam tepat),

yaitu: tepat mutu, tepat jumlah, tepat waktu, tepat harga, tepat tempat

dan tepat jenis dalam rangka mencapai Misi Perusahaan.

2. Mencegah pencemaran lingkungan yang berdampak signifikan

dengan cara mengendalikan: emisi udara, limbah cair, dan limbah

padat serta kebisingan.

3. Mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta kerusakan

properti dengan cara mengendalikan secara efektif potensi bahaya

pada setiap kegiatan perusahaan sehingga tercipta budaya kerja yang

aman.

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

52

4. Menaati peraturan perundangan yang berlaku, serta menanamkan

budaya kerja perusahaan pada setiap karyawan yaitu: Berfikir,

Berkarya, Berdoa, dan Bersyukur.

5. Berperan aktif dalam Corporate Social Responsibility secara

berkelanjutan.

6. Mengimplementasikan dan mengoptimalkan Teknologi Informasi

(TI) secara efektif dan efisien untuk mendukung efisiensi proses

bisnis perusahaan, dengan menerapkan Kebijakan Tata Kelola TI

dalam pengelolaan sumber daya TI dan mendukung penyelenggaraan

GCG.

7. Menghindari perusahaan dari risiko signifikan yang dapat

menghambat pencapaian tujuan perusahaan dengan menerapkan

Manajemen Risiko secara berkelanjutan untuk mencapai keunggulan

kinerja perusahaan.

Komitmen ini dikomunikasikan kepada seluruh karyawan, rekanan,

pemasok (stakeholder) untuk dipahami dan dipatuhi, serta dievaluasi secara

berkelanjutan45

.

45

Anonim, http://www.pim.co.id, 2013, diakses 13 Mei 2013 Pukul 07:02

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

53

2 Struktur Organisasi PT Pupuk Iskandar Muda ( PIM )

Sumber : PT Pupuk Iskandar Muda, 2013

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

54

3 Krononologi Kasus Wanprestasi dalam Perjanjian Pengangkutan Pupuk

Kantong Bersubsidi milik PT. Pupuk Iskandar Muda

PT PIM melakukan perjanjian kerjasama dengan PT X dalam rangka

PERJANJIAN PENGANGKUTAN PUPUK KANTONG BERSUBSIDI

dengan nomer perjanjian 16/SP/DIR/PIM/LSM/2012 perjanjian

pengangkutan pupuk kantong bersubsidi yang dibuat dan ditandatangani di

kabupaten Aceh Utara pada hari Selasa pada tanggal 24 Januari 2012 yang

ditandangani oleh PT PIM dan PT X. Pihak-pihak yang terlibat dalam

perjanjian yaitu; 1)PT PIM sebagai pihak yang memproduksi pupuk urea dan

produk samping lainnya yang berlokasi di Kabupaten Aceh Utara, Provinsi

Aceh 2) PT X selaku EXPEDITUR, yang mana dalam perjanjian tersebut

berarti badan usaha yang mempunyai kemampuan untuk melakukan

pekerjaan pengangkutan pupuk kantong bersubsidi yang berlokasi di Aceh.

Kedua belah pihak atau para pihak yang secara bersama-sama telah

melakukan itikad baik telah sepakat dan setuju untuk menandatangani

perjanjian ini yang mengikat para pihak dengan ketentuan dan syarat-syarat

tertentu.

Adapun jangka waktu perjanjian ini berlaku pada tanggal 30 Januari

2012 sampai dengan 30 Juni 2012 dan dapat diperpanjang dengan

menggunakan kesepakatan para pihak dalam bentuk pembaharuan kontrak

(adendum). Pada Adendum I yang dikeluarkan pada tanggal 16 Februari 2012

dengan Nomor: ADD-1/16/SP/DIR/PIM/LSM/2012 terdapat beberapa pasal

yang berubah yang menyangkut substansi maksud dan tujuan (pasal 1) dan

imbalan jasa (pasal 2). Selanjudnya PT PIM melakukan perubahan memalui

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

55

Adendum II pada tanggal 29 Juni 2012 menyangkut perpanjangan jangka

waktu pengangkutan. Dan melakukan perubahan kembali berupa adendum III

yang menyangkut perpanjangan waktu pengangkutan. Terdapat perubahan

berupa adendum II karena ketidak mampuan PT X untuk mengangkut

kekurangan dari jumlah yang seharusnya mereka angkut dari jumlah 375 Ton

barang (pupuk kantong bersubsidi) yang baru selesai mereka angkut keluar

dari gudang Lini 1 kawasan PT PIM sebanyak 200 Ton (berdasarkan surat

realisasi pengangkutan) dan masih terdapat sisa sebanyak 175 Ton di gudang

produksi.

Adapun alasan terjadinya ketelambatan pengangkutan ini dikarenakan

PT X melaporkan kepada PIM bahwa terjadi kekurangan armada

pengangkutan atau jumlah armada tidak sesuai dengan yang diperjanjikan

(pasal 5) saat ini proses pengangkutan ini masih berlangsung dengan

ketentuan yang terdapat di adendum III dan SPK yang sebagai dasar pihak

ekspeditur untuk melakukan atau melaksanakan pekerjaan. Berdasarkan

kontrak, apabila terjadi perselisihan yang berkenaan dengan isi perjanjian

tersebut, maka akan ditempuh jalur non-litigasi.

a. Jenis perjanjian yang dilakukan oleh PT Pupuk Iskandar Muda

dengan Rekanan Kerja.

PT Pupuk Iskandar Muda melakukan proses tender guna mencari

rekanan kerja dalam hal pengangkutan pupuk bersubsidi dari gudang lini 1

yaitu gudang yang terdapat di kawasan pabrik PT Pupuk Iskandar Muda

ke gudang-gudang pendistribusian pupuk bersubsidi di berbagai daerah.

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

56

Yang dimaksud dengan subsidi sendiri adalah cadangan keuangan

dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung suatu kegiatan usaha

atau perorangan oleh pemerintah. Subsidi dapat bersifat langsung (dalam

bentuk uang tunai, pinjaman bebas bunga dan sebagainya), atau tidak

langsung (pembebasan penyusutan, potongan sewa dan semacamnya).

Subsidi dapat bertujuan: (1) subsidi produksi, dimana pemerintah menutup

sebagian biaya produksi untuk mendorong peningkatan output produk

tertentu dan dimaksudkan untuk menekan harga dan memperluas

penggunaan produk tersebut, (2) subsidi ekspor, yang diberikan kepada

produk ekspor yang dianggap dapat membantu neraca perdagangan

negara, (3) subsidi pekerjaan, yang diberikan untuk membayar sebagian

dari beban upah perusahaan agar dapat diserap lebih banyak pekerja dan

mengurangi pengangguran, dan (4) subsidi pendapatan, yang diberikan

melalui sistem pembayaran transfer pemerintah untuk meningkatkan

standar hidup minimum sebagian kelompok tertentu46

.

Secara ekonomi, tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga

atau menambah output Subsidi (transfer) adalah salah satu bentuk

pengeluaran pemerintah yang juga diartikan sebagai pajak negatif yang

akan menambah pendapatan mereka yang menerima subsidi atau

mengalami peningkatan pendapatan riil apabila mereka mengkonsumsi

atau membeli barang-barang yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga

jual yang rendah.

46 Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (Pass dan Lowes, 1997)

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

57

Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Pupuk bersubsidi adalah barang dalam pengawasan yang pengadaan dan

penyaluran mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan kelompok

pupuk tani dan/ atau Petani di sektor pertanian meliputi Pupuk Urea SP 36,

Pupuk ZA, Pupuk NPK san jenis pupuk bersubsidi lainnya yang

ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di

bidang pertanian.47

Jika dilihat dari jenis perjanjiannya maka PT PIM dan rekanannya

PT X melakukan proses perjanjian timbal balik. Suatu perjanjian

dinyatakan sebagai perjanjian timbal balik apabila di dalam perjanjian

tersebut menimbulkan kewajiban pokok pada kedua belah pihak. Di dalam

perjanjian pengangkutan, baik pihak pengangkut maupun pihak pengirim

mempunyai kewajiban pokok yang harus dilaksanakan.48

Kewajiban

pokok bagi kedua belah pihak dimana satu pihak menyanggupi untuk

dengan aman membawa barang dari satu tempat ke tempat lain sedangkan

pihak lainnya menyanggupi akan membayar ongkosnya49

. Dalam

penelitian ini, Perjanjian Pengakutan Barang yang dilakukan antara PT

PIM dengan PT X (Rekanan) tergolong dalam perjanjian timbal balik.

Dikatakan demikian karena PIM memberikan pekerjaan kepada pihak

pengangkut berupa pengangkutan pupuk dalam rangka untuk melakukan

penyaluran pupuk bersubsidi ke daerah-daerah dan pihak pengangkut

menyanggupi untuk melaksanakan pengangkutan pupuk dari PIM sesuai

47 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indoneia Nomer : 17/M-DAG/PER/6/2011, Tentang

Pengadaan dan penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian, Pasal 1 ayat 1 48 Rahayu Hartini, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, PT Citra Mentari, 2012. Hal 11 49 Subekti, Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995. Hal 58

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

58

dengan kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian pengangkutan pupuk

kantong bersubsidi.

Dalam perjanjian pengangkutan itu pihak pengangkut dapat

dikatakan sudah mengakui menerima barang-barang dan menyanggupi

untuk membawanya ketempat yang telah ditunjuk dan menyerahkannya

kepada orang yang dialamatkan50

. Perjanjian pengangkutan ini tidak

diatur dalam BW tetapi mengenai pengangkutan terdapat berbagai

peraturan diluar BW yaitu dalam Undang-Undang lalu lintas dan angkutan

jalan raya (diatur dalam UU NO 14 TAHUN 1992 Tentang lalu lintas

pengangkutan jalan).51

Dalam pasal 43 UU NO 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas

Pengangkutan Jalan Raya52

adalah (1) pengusaha angkutan umum wajib

mengangkut orang atau barang, setelah disepakatinya perjanjian

pengangkutan dan atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh

penumpang dan atau pengirim barang. PIM menjanjikan berupa imbalan

jasa setelah pekerjaan yang dilakukan oleh pihak pengangkut selesai

mengangkut atau selesai melakukan pekerjaannya degan syarat dan

ketentuan yang telah disepakati di dalam perjanjian kerjasama. Hal ini

terdapat dalam pasal yang ada di perjanjian yang telah ditandatangani oleh

kedua belah pihak PT PIM dan PT X selaku rekanan yang mana ketentuan

ini terdapat dalam pasal 2 perjanjian yang berbunyi:

50 Opcit. Hal 70 51 Rahayu Hartini, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, Citra Mentari , 2012. Hal 43 52 UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Pengangkutan Jalan Raya, Pasal 1

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

59

Pasal-2

IMBALAN JASA

1. Besarnya imbalan jasa untuk mengangkut Pupuk Kantong Bersubsidi

dari Gudang Lini I dan dari Gudang Lini II ke wilayah Kabupaten/

Kota Provinsi Aceh, dan dari Gudang Lini II dan Gudang Lini III

wilayah Kabupaten/Kota Sumatera Utara adalah sesuai dengan

lampiran perjanjian ini, dimana Lampiran perjanjian ini, dimana

lampiran perjanjian tersebut merupakan suatu kesatuan dan tidak

terpisahkan dari perjanjian ini.

2. Imbalan Jasa sebagaimana dimaksud ayat 1 Pasal ini belum termasuk

PPN 10% (sepuluh perseratus), sedangkan pajak-pajak lain yang

timbul sesuai ketentuan yang berlaku menjadi tanggung jawab

EKSPEDITUR.

3. Apabila Pemerintah Republik Indonesia menetapkan kenaikan harga

bahan bakar minyak solar selama dalam pelaksanaan Perjanjian ini,

maka Para Pihak sepakat untuk dapat dilakukan peninjauan atas

Imbalan Jasa sebagaimana dimaksud ayat 1 Pasal ini.

4. Untuk pengangkutan Pupuk Kantong Bersubsidi dari Gudang PIM di

Belawan, Gudang PIM di Sigli dan Gudang PIM di Banda Aceh

Imbalan Jasa sebagaimana dimaksud ayat 1 Pasal ini sudah termasuk

ongkos muat dan bongkar.

5. Pengangkutan Pupuk Kantong Bersubsidi dari Gudang PIM

Lhokseumawe ongkos muat tanggung jawab PIM sedangkan ongkos

bongkar menjadi tanggung jawab EKSPEDITUR.

Undang-undang mengatur terdapat perbedaan antara seorang

pengangkut dan seorang ekspeditur, seorang ekspeditur hanya memberikan

jasa-jasanya dalam soal pengirimannya barang saja dan pada hakekatnya

hanya memberikan perantaraan antara pihak yang hendak mengirimkan

barang dan pihak yang mengakut barang itu.53

Hal tersebut tercantum dalam

ketentuan Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Ekspeditur bertanggung jawab atas mutu barang dan kemasan,

keaman pengangkutan baik dari tindakan kriminal maupun tindakan lain,

ketelambatan penyampaian barang sesuai dengan jangka waktu yang telah

disepakati, kelalaian dan kerusakan barang sehingga mengakibatkan barang

53 Subekti, Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung 1995. Hal 70.

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

60

tidak dapat digunakan, kehilangan barang yang diangkut, kesalahan tempat

tujuan pengiriman yang telah ditentukan oleh PIM,kerugian atau kerusakan

yang timbul karena kelalaian, kesengajaan atau ketidaksengajaan sehingga

mengakibatkan timbulnya kerusakan baranng-barang, bangunan dan sarana

lainnya di gudang pemuatan atau pembongkaran, dan lain-lain.

Apabila perusahaan rekanan tidak dapat melakukan sesuai apa yang

telah diperjanjiakan dengan kata lain setiap kerugian yang timbul dalam

pengangkutan karena kelalaian, kesengajaan, dan ketidaksengajaan pihak

pengangkut, maka dapat dikatakan bahwa pihak pengangkut telah melakuak

tindakan wanprestasi.

Hal ini seperti yang diutarakan oleh bapak M. Taufiq bagian hukum

dan Bapak Usni bagian Pendistribusian bahwa dalam pengangkutan pupuk

kantong bersubsidi terjadi wanprestasi, diakibatkan gagalnya pemenuhan

kewajiaban oleh pihak pengangkut untuk memenuhi kewajibannya

mengangkut barang ketempat yang telah ditentukan sesuai dengan perjanjian

yang telah disepakati.54

4. Faktor Penyebab Terjadinya Wanprestasi

Rekanan PT PIM (PT X) dikatakan melakukan wanprestasi karena

mereka gagal melaksanakan yang telah diperjanjikan yaitu terjadi

keterlambatan pengangkutan dengan memberikan alasan bahwa kurangnya

armada pengangkut yang disediakan oleh perusahaan ekspeditur sehingga

terjadi penumpukan barang di PIM atau gudang lini 1 (satu) sehingga tidak

54 Hasil wawancara dengan bapak M.Taufiq dan Bapak Usni tanggal 22 , 23 april 2012 di PT

Pupuk Iskandar Muda

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

61

terpenuhinya jumlah quota yang seharusya diangkut oleh pengangkut atau

bersisanya quota yang harus diangkut.

Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak

telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan

tanpa adanya pihak yang dirugikan. Tetapi ada kalanya perjanjian tersebut

tidak terlaksana dengan baik karena adaya wanprestasi yang dilakukan oleh

salah satu pihak debitur maupun kreditur. Suatu perjanjian dapat dikatakan

terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya

masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa merugikan salah satu

pihak.55

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur yang dimaksud

dengan wanprestasi adalah:

“si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau

dengan suatu akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi

perikatannya sendiri ialah jika ini menetapkan, bahwa si

berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang

ditentukan”.

Jadi bentuk prestasi rekanan yang berupa berbuat sesuatu dan atau

memberikan sesuatu dikatakan telah dipenuhi apabila seperangkat ketentuan

yang melekatinya (mengantarkan tepat waktu, menjamin mutu barang

antaran, membayar pajak lain di luar PPN, dan lain-lain) turut dipenuhi

pula. Apabila sudah lewat batas waktu yang ditentukannya dalam perjanjian,

rekanan tersebut dikatakan wanpresatasi.56

Kecuali, keterlambatan tersebut

diakibatkan oleh hal-hal lain yang dalam perjanjian ini disebut dengan force

majeur (Pasal 10 Perjanjian Pengangkutan Pupuk Kantong Bersubsidi).

55 Subekti, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, 1987. Hal 45 56 Pasal 1238 KUHPerdata

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

62

Dalam halnya rekanan PT PIM dikatakan wanprestasi karena PT X

melaksanakan apa yang diperjanjikannya tetapi terlambat melakukannya

karena rekanan atau pihak ekspeditur itu terlambat mengangkut dengan

beralasan bahwa kekurangan armada pengangkut. Adapun faktor penyebab

wanprestasi yang terjadi di PIM ini merupakan wanprestasi yang terjadi dari

external karena yang melakukan wanprestasi itu dari pihak pengangkut

bukan dari pihak perusahaan atau PT PIM sendiri.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PIM yaitu Bapak

M.Taufiq bahwa terjadinya wanprestasi dari pihak PT X karena PT X selaku

rekanan PT PIM gagal melakukan prestasinya seperti yang dituangkan

dalam petikan wawancara57

.

“...menurut pandangan dan sepengetahuan saya perjanjian

pengangkutan dikatakan wanprestasi karena disebabkan banyak

faktor pendukung antara lain faktor eksternal yaitu

keterlambatan waktu pengiriman barang karena pihak ekspeditur

kekurangan armada pengangkut”

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa

pihak PT PIM sudah memenuhi segala kewajibannya yang berkenaan

dengan isi perjanjian pengangkutan pupuk bersubsidi tersebut. Adapun

faktor penyebab keterlambatan pengiriman sebagaimana yang diterangkan

informan adalah kekurangan armada pengangkut yang mengakibatkan

quota pupuk yang dapat dibawa menjadi lebih sedikit.

57 Hasil wawancara dengan bapak M.Taufiq dan Bapak Usni tanggal 22 , 23 april 2012 di PT

Pupuk Iskandar Muda

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

63

B. Upaya PT Pupuk Iskandar Muda dalam menyelesaikan masalah

wanprestasi perjanjian pengangkutan barang

1. Unsur wanprestasi yang terdapat dalam kasus

Rekanan PT PIM (PT X) dikatakan melakukan wanprestasi karena

mereka gagal melakakukan prestasi yaitu terjadi keterlambatan

pengangkutan dengan memberikan alasan bahwa kurangnya armada

pengangkut yang disediakan oleh perusahaan ekspeditur sehingga terjadi

penumpumpukan barang di PIM atau gudang lini 1 (satu) sehingga tidak

terpenuhinya jumlah quota yang seharusya diangkut oleh pengangkut atau

bersisanya quota yang harus diangkut.

Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah

memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan

tanpa adanya pihak yang dirugikan. Tetapi ada kalanya perjanjian tersebut

tidak terlaksana dengan baik karena adaya wanprestasi yang dilakukan

oleh salah satu pihak debitur maupun kreditur. Suatu perjanjian dapat

dikatakan terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi

prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa

merugikan salah satu pihak.58

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

mengatur yang dimaksud dengan wanprestasi adalah:

“si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau

dengan suatu akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi

perikatannya sendiri ialah jika ini menetapkan, bahwa si

berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang

ditentukan”.

58 Subekti, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, 1987. Hal 45

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

64

Jadi bentuk prestasi rekanan yang berupa berbuat sesuatu dan atau

memberikan sesuatu dikatakan telah dipenuhi apabila seperangkat

ketentuan yang melekatinya (mengantarkan tepat waktu, menjamin mutu

barang antaran, membayar pajak lain di luar PPN, dll) turut dipenuhi pula.

Apabila sudah lewat batas waktu yang ditentukannya dalam perjanjian,

rekanan tersebut dikatakan wanpresatasi.59

Kecuali, keterlambatan tersebut

diakibatkan oleh hal-hal lain yang dalam perjanjian ini disebut dengan

force majeur (Pasal 10 Perjanjian Pengangkutan Pupuk Kantong

Bersubsidi).

Dalam halnya rekanan PT PIM dikatakan wanprestasi karena rekanan

PT PIM melaksanakan apa yang diperjanjikannya tetapi terlambat

melakukannya karena rekanan atau pihak ekspeditur itu terlambat

mengangkut dengan beralasan bahwa kekurangan armada pengangkut.

Adapun faktor penyebab wanprestasi yang terjadi di PIM ini merupakan

wanprestasi yang terjadi dari external karena yang melakukan wanprestasi

itu dari pihak pengangkut bukan dari pihak perusahaan atau PT PIM

sendiri.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa

pihak PT PIM sudah memenuhi segala kewajibannya yang berkenaan

dengan isi perjanjian pengangkutan pupuk bersubsidi tersebut. Adapun

faktor penyebab keterlambatan pengiriman sebagaimana yang diterangkan

informan adalah kekurangan armada pengangkut yang mengakibatkan

quota pupuk yang dapat dibawa menjadi lebih sedikit.

59 Pasal 1238 KUHPerdata

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

65

BW mengatur tentang rumusan unsur-unsur wanprestasi antara lain60

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

b. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana

dijanjikan;

c. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilakukannya;

Apabila yang dimaksud dengan ia adalah PT X melakukan

wanprestasi terhadap perjanjian kontrak kerja dimana PTX terlambat

melakukan pengangkankutan atau melaksanakan apa yang dijanjikan,

tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan dan dengan surat perintah atau

dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai seperti yang tertuang

dalam SURAT REALISASI PENGANGKUTAN Nomer: 1811/PS

0502/3130 yang dikirimkan oleh PT PIM kepada PT X yang berbunyi

sebagai berikut61

:

“berdasarkan hasil pemeriksaan dan pemantauan kami terhadap

pelaksanaan pemuatan,pengangkutan dan pembongkaran pupuk urea

bersubsidi ke gudang PT PIM, kota Bangun, Sumatera Utara, maka

dengan ini kami sampaikan catatan mengenai jumlah pupuk yang

belum diangkut sampai saaat ini berdasarkan surat perintah kerjan

yang dikelurkan tanggal 7 Desember 2012 sebanyk 200 ton.

Sehubungan dengan hal tersebut, kami meminta perhatian dan

mengingatkan saudara untuk dapat memulai melaksanakan kerja

tersebut selambat-lanmbatnya tanggal 26 Desember 2012”

60 Opcit. Hal 45 61 Surat realisasi pengangkutan Nomer: 1811/PS/050/3130

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

66

Berdasarkan surat Realisasi Pengangkutan yang dikirimkan oleh PT PIM

kepada PT X dapat dilihat secara jelas bentuk wanprestasi yang dilakukan

oleh PT X adalah keterlambatan pengangkutan pupuk atau demi

perikatannya sendiri menetapkan bahwa si berutang dianggap lalai dengan

lewatnya waktu yang telah ditentukan.

Di dalam perjanjian kerja tidak diatur secara khusus mengenai

klausula wanprestasi tapi secara tidak langsung dibahas atau terdapat

pembahasan pada pasal 7 yang berbunyi :

Pasal -7

SANKSI

1. Apabila EKSPEDITUR melanggar ketentuan sebagaimana disebut

dalam perjanjian ini dan peraturan Menteri Perdagangan Republik

Indonesia Nomer: 17/M-DAG/PER/7/2011 tanggal 15 Juni 2011 maka

EKSPEDITUR dikenakan sanksi berupa Pemutusan Perjanjian Kerja

dan PIM dibebaskan atas seluruh biaya yang timbul

2. Semua akibat hukum yang timbul akibat pelanggaran ketentuan

(sebagaimana diatur di dalam perjanjian ini) yang dilakukan oleh

EKSPEDITUR menjadi tanggung awab EKSPEDITUR, dan

Ekspeditur Membebaskan PIM dari seluruh tuntutan hukum yang

timbul.

3. PIM berhak secara sepihak untu memutuskan perjanjian ini apabila

EKSPEDITUR melakukan pelanggaran sebagaimana yang diatur

dalam perjanjian ini.

4. PIM akan langsung memperhitungkan dan memotong imbalan jasa

EKSPEDITUR akibat sebagaimana disebut pada pasal 5 ayat 9 huruf

c,d,e dan g

5. Pemotongan imbalan jasa sebagaimana yang disebut pada ayat 4

pasal ini apabila:

a. Diakibatkan karena keterlambatan menyampaikan Pupuk Kantong

Bersubsidi sesuai dengan jadual waktu yang telah ditentukan oleh

PIM sebesar satu permil dari total tagihan SPK;

b. Diakibatkan karena kelalaian dan kerusakan/sobekkantong

sehingga mengakibatkan Pupuk Kantong Bersubsidi yang diangkut

oleh EKSPEDITUR tidak dapat digunakan sebagian maupun

seluruhnya sebesar sesuai yang ditetapkan oleh PIM;

c. Diakibatkan karena kehilangan Pupuk kantong Bersubsidi yang

diangkut sebesar sesuai ketetapan oleh PIM

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

67

d. Apabila kerugian atau kerusakan yang timbul karena kelalaian,

kesengajaan atau ketidaksengajaan sehingga mengakibatkan

timbulnya kerusakan barang-barang,bangunan dan sarana lainnya

di gudang pemuatan dan atau pembongkaran, maka EKSPEDITUR

wajib melakukan penggangtian sebesar sesuai dengan ketetapan

oleh PIM.

6. Jumlah kehilangan Pupuk Kantong Bersubsidi sebagaimana

disebut pada pasal 5 ayat 9 butir e adalah tidak lebih 10 (sepuluh

perseratus) maka jaminan pelaksanaan EKSPEDITUR sebagaimana

disebut pada pasal 6 ayat 1 dapat diuangtunaikan oleh PIM

sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 7 perjanjian ini.

7. PIM berhak memberikan masa skorsing/pemberhentian sementara

untuk melaksanakan pekerjaan kepada EKSPEDITUR, apabila

EKSPEDITUR:

a. Menghambat penyaluran Pupuk Kantong Bersubsidi;

b. Dilakukan pemeriksaan oleh pihak kepolisian atau pihak

kejaksaan;

c. Menjalani proses persidangan.

2. Kerugian kerugian yang dialami oleh PT PIM akibat wanprestasi yang

dilakukan oleh PT X

Adapun kerugian yang dialami oleh berbagai pihak antara lain :

1. Bagi PT PIM

a. Terhambatnya proses produksi di pabrik;

b. Penuhnya gudang lini 1 kawasan produksi PT PIM;

c. Terhambatnya proses penyaluran barang ke distributor-

distributor PIM.

2. Bagi Masyarakat:

a. Sulitnya mendapatkan pupuk Bersubsidi akibat adanya

kelangkaan;

b. Naiknya harga pupuk bersubsidi di pasaran;

Akibat penting dari suatu wanprestasi adalah adanya kerugian yang

dialami kreditur dan kerugian tersebut dapat dimintakan penggantian.

Yang dimaksud dengan kerugian dapat dimintakan penggantian terdapat

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

68

pada pasal 1234 KUHPerdata yang tidak hanya berupa biaya yang

sungguh-sungguh telah dikeluarkan oleh kreditur (konste) dan kerugian

yang benar-benar diderita sehingga mengakibatkan berkurangnya harta

kekayaan kreditur karena wanprestasi tersebut (schaden), akan tetapi

kerugian juga dituntut atas kehilangan ang berupa keuntungan yang batal

diperoleh akibat terjadinya wanprestasi tersebut (intersen).62

Adapun akibat hukum yang terjadi atau yang timbul dari adanya

wanprestasi yang dilakukan oleh PT X kepada PIM antara lain :

a. Menurut Perjanjian yang di tanda tangani oleh kedua belah pihak

(PT PIM dan PT X) adapun akibat hukum adanya wanprestasi yang

terjadi tertuang dalam pasal 7 ayat 2,3,4, dan 7 serta hasil

wawancara dengan narasumber.

Adapun isi pasal yang dimaksuda adalah:

Pasal – 7

SANKSI

2. Semua akibat hukum yang timbul akibat pelanggaran

kententuan (sebagaimana yang diatur didalam perjanjian ini)

yang dilakukan oleh EXPEDITUR menjadi tanggung jawab

EXPEDITUR, dan EXPEDITUR membebaskan PIM dari

seluruh tuntutan Hukum yang timbul.

3. PIM berhak secara sepihak untuk memutuskan perjanjian

ini apabila EXPEDITUR melakukan pelanggaran sebagaimana

diatur dalam perjanjian ini.

4. PIM akan langsung memperhitungkan dan memotong

Imbalan jasa EXPEDITUR akibat sebagaimana disebut pada

pasal 5 ayat 9 huruf c,d,e dan g.

7 PIM Berhak untuk memberikan masa

skorsing/pemberhentian sementara untuk melaksanakan

pekerjaan kepada EKSPEDITUR:

62 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, Cetakan XXVI, 1985. Hal 148

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

69

a. Menghambat penyaluran pupuk kantong bersubsidi;

b. Dilakukan pemeriksaan oleh pihak kepolisian dan atau

kejaksaan ;

c. Menjalani proses persidangan.

b. Akibat Hukum Wanprestasi bagi PT X adalah:

1) Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan

singkat dapat dikatakan ganti-rugi;

Di dalam undang- undang telah ditentukan jumlah kerugian

yang harus dibayarkan. Pengaturan ini termuat dalam pasal

1249 dan 1250 KUHPerdata.

2) Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan

perjanjian;

Dalam hal pembatalan perjanjian kedua belah pihak ini

dibawa dalam keadaan sebelum perjanjian diadakan.

Dikatakan, pembatalan itu berlaku surut sampai pada detik

dilahirkannya perjanjian. Apa yang sudah terlanjur diterima

oleh satu pihak harus dikembalikan kepada pihak yang

lainnya.

3) Peralihan resiko;

Peralihan resiko terdapat di dalam pengaturan pasala 1460

KUHPerdata.

4) Membayar perkara, kalau sampai diperkarakan di depan

hakim.

Tentang pembayaran biaya perkara bagi seorang debitur

adalah tersimpul dalam suatu peraturan hukum acara,

bahwa pihak yang dikalahkan diwajibkan membayar biaya

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

70

perkara (pasal 181 ayat 1 H.I.R.). Seorang debitur yang

lalai akan dikalahkan kalau sampai terjadi suatu perkaradi

depan hakim.

Akibat hukum juga dibahas atau terdapat pembahasan di dalam

Pasal 1267 KUHPerdata mengatakan bahwa63

:

“pihak yang merasa perjanjian tidak dipenuhi, boleh

memilih apakah ia, jika hal itu masih dalat dilakukan, akan

memaksa pihak yang lainnya untu memenuhi perjanjian, ataukah ia

akan menuntut pembatalan perjanjian itu disertai penggantian

biaya, rugi dan bunga”.

Menurut pasal 1267 tersebut, pihak kreditur dapat menuntut si

debitur yang lalai itu dengan: pemenuhan perjanjian atau pembatalan

perjanjian disertai penggantian biaya, rugi dan bunga (disingkat ganti

rugi). Dengan sendirinya ia juga dapat menentukan pemenuhan perjanjian

disertai ganti rugi, misalnya penggantian kerugian karena pemenuhan itu

terlambat, atau kwalitet barangnya kurang dan lain sebagainya. Mungkin

juga ia menuntut ganti kerugian saja, dalam hal mana itu dianggap telah

melepaskan haknya untuk meminta pemenuhan maupun pembatalan. Dan

juga ia dapat menuntut pembatalan saja.

Menurt pasal 1267 dapat ditarik kesimpulan atau dapat ditetapkan

bahwa kreditur dapat memilih antara tuntutan-tuntutan sebagai berikut:

1) Pemenuhan perjanjian;

2) Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi;

3) Ganti rugi saja;

4) Pembatalan perjanjian;

63 Pasal 1267 KUHPerdata

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

71

5) Pembatalan disertai ganti rugi.

Perlu kiranya diperingatkan supaya jangan menganggap

pemenuhan perjanjian sebagai suatu sanksi atas kelalaian, sebab hal itu

memang sudah dari semula menjadi kesanggupan si debitur.64

Dengan adanya akibat hukum yang timbul dari wanprestasi

tersebut maka PT PIM memiliki upaya hukum untuk menyelesaikan kasus

wanpresatasi yang terjadi diantaranya PT PIM sendiri menggunakan jalun

non litigasi dan litigasi yaitu PT PIM memilih jalur kekeluargaan yang di

dalam perjanjian sendiri sudah dibahas terdapat pada pasal 11 yang

berbunyi :

Pasal – 11

PENYELESAIAN PERSELISIHAN

1. Apabila dikemudian hari terjadi perbedaan

pendapat/perselisihan akibat pelaksaaan pekerjaan ini, maka

para pihak sepakat untuk menyelesaiankan secara musyawarah.

2. Apabila secara musyawarah tidak tercapai kata sepakat, maka

pihak sepakat untuk menyelesaikan secara hukum melalui

Pengadilan Negri Lhoksukon.

Walaupun di dalam perjanjian dicantumkan masala penyelesaian secara

litigasi dan nolitigasi tetapi secra efektif di dalam penyelesaian kasus yang terjadi

anatara PT PIM da PT X diselesaikan secara non litigasi. Hal ini diperkuat oleh

hasil wawancara dengan narasumber yang dituangkan dalam petikan wawancara

sebagai berikut65

:

“... upaya-upaya yang dipilih atau diambil oleh perusahaan dalam

menyelesaikan kasus wanprestasi ini adalah dengan cara non litigasi atau

kita menggunakan jalur kekeluargaan dan atau musyawarah mufakat”

64 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, cetakan ke XII, Jakarta 1987. Hal 45 - 53 65 Hasil wawancara dengan bapak M.Taufiq dan Bapak Usni tanggal 22 , 23 april 2012 di PT

Pupuk Iskandar Muda

Page 72: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

72

Dan PIM sendiri berusaha menyikapi hambatan-hambatan selama menyelesaiakan

kasus wanprestaisi yang dilakukan dengan PT X cukup sederhana seperti yang

diungkapkan oleh narasumber dalam wawancara yang dilakukan oleh penulis dan

dituangkan dalam kutipan wawancara sebagai berikut66

:

“... cara perusahaan (PT PIM) menyikapi dengan perusahaan akan sebisa

mungkin melakukan komunikaasi dengan pihak yang melakukan

wanprestasi agar kasus tersebut tidak berlarut-larut sehingga menghindari

dibawanya kasus tersebut ke jalur hukum karena pihak PIM sendiri lebih

menginginkann untuk penyelesaian kasus yang selama ini terjadi dengan

cara kekeluargaan dan musyaawarah dimana pada prinsipnya PIM sendiri

menganggap bahwa semua rekanan kerja merupakan satu kesatuan

keluarga denangan PIM maka setiap ksus yang terjadi sebisa mungkin

akan diselesaiakan atau dicoba untuk diselesaikan secara kekeluargaan

tanpa perlu campur tangan pihak ke 3 atau pihak luar”

Berdasarkan hasil wawancara diatas, penyelesaianyang dipilih oleh PT

PIM dalam kasus wanprestasi tersebut adalah PT PIM menegur secara lisan

sebanyak 3 (tiga) kalisetelah teguran secara lisan tidak mendapatkan tanggapan

yang positif, maka PT PIM mengeluarkan surat realisasi pengangkutan yang berisi

peringatan tertulis jumlah quota yng belum selesai diangkut atau dikerjakan.

Setelah surat realisasi pengangkutan dikeluarkan dan dicapai suatu kesepakatan

PT PIM kemudian menerbitkan adendum II dan III yang berisi perpanjangan

waktu pengangkutan. Sebagaimana yang telah diuraikan merupakan cara

penyelesaian non-litegasi yang berarti penyelesaian tidak menggunakan jalur

hukum.

66 Hasil wawancara dengan bapak M.Taufiq dan Bapak Usni tanggal 22 , 23 april 2012 di PT

Pupuk Iskandar Muda

Page 73: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

73

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Faktor penyebab terjadinya wanprestasi dalam kasus perjanjian

pengangkutan pupuk kantong bersubsidi

Faktor penyebab wanprestasi berasal dari faktor eksternal atau

faktor yang terjadi dari luar dalam hal ini PT X bukan berasal dari

pihak internal atau pihak PT PIM. Faktor penyebab keterlambatan

sebagaimana yang diutarakan oleh informan karena adanya kekurangan

armada pengangkut yang mengakibatkan quota pupuk yang diangkut

menjadi lebih sedikit dan terjadi penumpukan barang atau pupuk

digudang produksi Lini I kawasan produksi PT PIM.

2. Upaya PT Pupuk Iskandar Muda Dalam Menyelesaikan

Wanprestasi Perjanjian Pengangkutan Pupuk Kantong Subsidi

Upaya PT PIM untuk menyelesaikan masalah wanprestasi yang

terjadi di lapangan adalah PT PIM lebih memilih untuk menyelesaikan

segala sesuatu permasalahan menggunakan jalur kekeluargaan seperti

yang diungkapkan oleh informan dan dalam proses itu sendiri pihak PT

PIM sudah berupaya dengan menerbitkan adendum sebanyak tiga kali

dan juga PT PIM sudah menerbitkan surat realisasi pengangkutan

dimana surat itu berfungsi sebagai surat peringatan adanya jumlah

barang yang belum selesai mereka angkut dan selanjudnya pihak PT

PIM akan menggunakan jalur non litigasi yaitu jalur kekeluargaan

untuk menyelesaikan kasus wanprestasi tersebut.

Page 74: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

74

B. SARAN

1. Bagi Akademisi

a. Agar memahami secara seksama mengenaik kontrak atau

perjanjian yang dipakai dalam mengikat suatu hal ini kontrak

yang digunakan dalam perjanjian pengangkutan adalah

perjanjian timbal balik yang tidak terlalu dikenal oleh para

akademisi.

2. Bagi PT Pupuk Iskandar Muda

a. PT PIM harus memberikan pengawasan yang ketat terhadap

kondisi-kondisi alat angkut yang akan di gunakan oleh pihak

ekspeditur bukan hanya berkoordinasi dengan pihak yang

ditunjuk oleh PIM untuk uji kelayakan saja melaikan pihak PIM

sendiri harus turun tangan mengecek kondisi alat angkut yang

akan digunakan ketika alat angkut tersebut memasuki kawasan

gudang lini satu.

b. PT PIM sendiri harus menegaskan dan menekankan atau secara

berkala mengingatkan mengenai batas waktu pengangkutan dan

jumlah barang yang masih tersisa untuk diangkut.

3. Bagi Perusahaan Pengangangkutan ( rekanan PT PIM )

a. Setiap alat angkut yang akan digunakan oleh ekspeditur

sebaiknya silakukan pengecekan berkala jangan hanya

Page 75: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

75

bertumpu pada hasil pengecekan yang dilakukan oleh pihak

yang ditunjuk oleh PIM.

b. Sebaiknya pada saat terjadi masalah pada alat angkut pihak

ekspeditur segera memberikan pemberitahuan disertai dengan

bukti-bukti yang jelas ke pada PIM agar PIM sendiri dapat

mengambil tindakan penangan agar tidak terjadi penumpukan

barang di gudang kawasan produksi.

Page 76: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

76

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Bambang, Waluyo, 1991, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika,

Jakarta.

Burhan, Assofa, 1991, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta

Kamus Lengkap Ekonomi Collins ( Pass and Lowes, 1997 )

Lukman Santoso, Hukum Perjanian Kontrak, penerbit Cakrawala, Yogyakarta.

M. Hisyam Syafioedin, 2011, Metode Penelitian Hukum, Fakultas Hukum

Universitas Brawijaya Malang.

Mariam Darus Badruzzaman dkk, 2001, Kompilasi H. Perikatan, PT. Citra

Aditya Bakti, Bandung.

Muhammad Abdulkadir, 1991, Hukum Pengangkutan Darat,laut, dan udara,,

Citra Aditya Bakti, Bandung.

, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya

Bakti, Bandung.

Purwahid Parik, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju,

Bandung.

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. 2005, Kitab Undang-undang Hukum Perdata ,

PT. Pradnya Paramitha, Jakarta.

Rahayu Hartini, 2012, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, Citra Mentari.

Malang.

Rahmat S.S. Soeparmadipradja, 2010 Penjelasan Hukum Tentang Keadaan

Memaksa, Penerbit Nasional Legal Reform Progam, Jakarta.

Ridwan Syahrani, 2004, Seluk Beluk dan Asas-Asas Perdata, PT. Alumni,

Bandung.

Salim H.S, 2003 Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat, Sinar Grafika,

Jakarta.

, 2002, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak,

Sinar Grafika, Jakarta

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1980, Hukum Perdata, Hukum Perutangan,

Bagian A, (Seksi Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Gajah

Mada, Yogyakarta ).

Page 77: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

77

Subekti, 1985, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Penerbit Intermasa, Cetakan

XXVI, Jakarta.

,1987, Hukum Perjanjian, Intermasa cetakan ke XII, Jakarta.

, 1992, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta.

, 1995, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung.

, 1996, Hukum Perjanjian, Intermasa Cet.XVI, Jakarta.

, 2011, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta.

, 2005, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta.

, 1985, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Penerbit Intermasa,

Cetakan XXVI, Jakarta.

, 2001, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa Cetakan ke-

29, Jakarta.

Sugiono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D,

Alfabeta, Bandung.

Tjakranegara, Soegijaatna, 1998, Hukum Pengungkutan Barang dan

Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta.

Terjemahan BW dalam Bahasa Indonesia merujuk pada hasil terjemahan Subekti

dan Tjitrosudibyo, 1980, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

Pradya Paramitha, Jakarta.

INTERNET

http,//koridor33.wordpress.com/2012/92/07/asas-kebebasan-berkontrak-

perspektif-kuh-perdata-dan-hukum-islam

http,//reposity.usu.ac.id/bitstream/123456789/29468/3/Chapter%2011.pdf

Anonim, http,//www.pim.co.id, 2013, diakses 13 mei 21013 pukul 07,02

UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Nomor 14 tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Pengangkutan Jalan

Raya

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Page 78: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman

78

PERATURAN MENTERI

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor , 17/M-

DAG/PER/6/2011, tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk

Sektor Pertanian