bab i pendahuluan a. -...

27
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Novel adalah salah satu karya sastra fiksi yang isinya berupa alur cerita atau sebuah kisah dengan segala permasalahannya yang cukup banyak dan kompleks. Di dunia sastra yang modern ini, dapat ditemukan banyak sekali novel yang sudah beredar di pasaran. Mulai dari novel yang ditulis pengarang terkenal maupun mereka yang masih pemula, dan dengan berbagai genre serta ciri khas tertentu dari pengarangnya. Menganalisis sebuah novel merupakan salah satu cara untuk memahami novel tersebut secara lebih dalam dan mendetail. Secara umum, terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis atau mengkaji sebuah novel, yaitu pendekatan ekspresif, pragmatik, mimetik, dan objektif. Menurut Abrams ( 1979 : 3-29), pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang menonjolkan kajiannya terhadap peran pengarang sebagai pencipta karya sastra; pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang lebih menitikberatkan pada peranan pembaca sebagai penyambut atau penghayat sastra; pendekatan mimetik adalah pendekatan yang lebih berorientasi pada aspek referensial dalam kaitannya dengan dunia nyata; sedangkan pendekatan objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya sastra sebagai sesuatu struktur yang otonom dengan koherensi intrinsik. Novel “Saraswati Si Gadis dalam Sunyi” merupakan salah satu karya sastra yang menarik yang ditulis oleh sastrawan terkenal AA. Navis. Di dalam novel ini mengandung banyak nilai-nilai kehidupan yang pantas untuk dipelajari oleh pembaca. Oleh karena itu, penulis memilih novel ini untuk dianalisis dan dikaji lebih dalam. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan objektif ? 2. Bagaimana penerapan pendekatan objektif untuk mengkaji novel “Saraswati Si Gadis dalam Sunyi” karya AA. Navis ? C. Metode Pendekatan Dalam karya tulis ini, penulis menggunakan pendekatan objektif untuk menganalisis atau mengkaji novel “Saraswati Si Gadis dalam Sunyi” karya AA. Navis,

Upload: ngonga

Post on 03-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Novel adalah salah satu karya sastra fiksi yang isinya berupa alur cerita atau sebuah

kisah dengan segala permasalahannya yang cukup banyak dan kompleks. Di dunia sastra

yang modern ini, dapat ditemukan banyak sekali novel yang sudah beredar di pasaran.

Mulai dari novel yang ditulis pengarang terkenal maupun mereka yang masih pemula,

dan dengan berbagai genre serta ciri khas tertentu dari pengarangnya.

Menganalisis sebuah novel merupakan salah satu cara untuk memahami novel

tersebut secara lebih dalam dan mendetail. Secara umum, terdapat empat pendekatan

yang dapat digunakan untuk menganalisis atau mengkaji sebuah novel, yaitu pendekatan

ekspresif, pragmatik, mimetik, dan objektif.

Menurut Abrams ( 1979 : 3-29), pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang

menonjolkan kajiannya terhadap peran pengarang sebagai pencipta karya sastra;

pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang lebih menitikberatkan pada peranan

pembaca sebagai penyambut atau penghayat sastra; pendekatan mimetik adalah

pendekatan yang lebih berorientasi pada aspek referensial dalam kaitannya dengan dunia

nyata; sedangkan pendekatan objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian penuh

pada karya sastra sebagai sesuatu struktur yang otonom dengan koherensi intrinsik.

Novel “Saraswati Si Gadis dalam Sunyi” merupakan salah satu karya sastra yang

menarik yang ditulis oleh sastrawan terkenal AA. Navis. Di dalam novel ini mengandung

banyak nilai-nilai kehidupan yang pantas untuk dipelajari oleh pembaca. Oleh karena

itu, penulis memilih novel ini untuk dianalisis dan dikaji lebih dalam.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan objektif ?

2. Bagaimana penerapan pendekatan objektif untuk mengkaji novel “Saraswati Si

Gadis dalam Sunyi” karya AA. Navis ?

C. Metode Pendekatan

Dalam karya tulis ini, penulis menggunakan pendekatan objektif untuk

menganalisis atau mengkaji novel “Saraswati Si Gadis dalam Sunyi” karya AA. Navis,

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

2

untuk memaparkan secara lebih mendetail mengenai struktur pembangun (unsur

instrinsik) novel tersebut.

D. Tujuan

1. Memenuhi tugas mata kuliah Fiksi.

2. Menambah pengetahuan mengenai pendekatan kajian fiksi.

3. Menambah pengetahuan mengenai hakikat fiksi dan unsur-unsurnya.

4. Mengkaji lebih dalam unsur-unsur pembangun (intrinsik) dalam novel “Saraswati Si

Gadis dalam Sunyi” karya AA. Navis.

E. Manfaat

1. Memberikan pengetahuan mengenai pendekatan kajian fiksi.

2. Memberikan pengetahuan mengenai hakikat fiksi dan unsur-unsurnya.

3. Memberikan pengetahuan mengenai unsur-unsur pembangun (intrinsik) dalam novel

“Saraswati Si Gadis dalam Sunyi” karya AA. Navis.

4. Mengetahui nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam novel “Saraswati Si Gadis

dalam Sunyi” karya AA. Navis.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

3

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendekatan Kajian Sastra

1. Pendekatan mimetik

Pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra berupa memahami hubungan

karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Kata mimetik berasal dari kata mimesis

(bahasa Yunani) yang berarti tiruan. Dalam pendekatan ini karya sastra dianggap

sebagai tiruan alam atau kehidupan (Abrams, 1981). Untuk dapat menerapkannya

dalam kajian sastra, dibutuhkan data-data yang berhubungan dengan realitas yang

ada di luar karya sastra. Biasanya berupa latar belakang atau sumber penciptaa karya

sastra yang akan dikaji. Misal novel tahun 1920-an yang banyak bercerita tentang

"kawin" paksa. Maka dibutuhkan sumber dan budaya pada tahun tersebut yang

berupa latar belakang sumber penciptaannya.

2. Pendekatan ekspresif

Pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra memfokuskan perhatiannya

pada sastrawan selaku pencipta karya sastra. Pendekatan ini memandang karya sastra

sebagai ekspresi sastrawan, sebagai curahan perasaan atau luapan perasaan dan

pikiran sastrawan, atau sebagai produk imajinasi sastrawan yang bekerja dengan

persepsi-persepsi, pikiran atau perasaanya. Kerena itu, untuk menerapkan

pendekatan ini dalam kajian sastra, dibutuhkan sejumlah data yang berhubungan

dengan diri sastrawan, seperti kapan dan di mana dia dilahirkan, pendidikan

sastrawan, agama, latar belakang sosial budayannya, juga pandanga kelompok

sosialnya.

3. Pendekatan pragmatik

Pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk

menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam hal ini tujuan tersebut dapat

berupa tujuan politik, pendidikan, moral, agama, maupun tujuan yang lain. Dalam

praktiknya pendekatan ini cenderung menilai karya sastra menurut keberhasilannya

dalam mencapai tujuan tertentu bagi pembacannya (Pradopo, 1994).

Dalam praktiknya, pendekatan ini mengkaji dan memahami karya sastra

berdasarkan fungsinya untuk memberikan pendidikan (ajaran) moral, agama,

maupun fungsi sosial lainnya. Semakin banyaknya nilai-nilai tersebut terkandung

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

4

dalam karya sastra makan semakin tinggi nilai karya sastra tersebut bagi

pembacannya.

4. Pendekatan objektif

Pendekatan yang memfokuskan perhatian kepada karya sastra itu sendiri.

Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai struktur yang otonom dan bebas dari

hubungannya dengan realitas, pengarangm maupun pembaca. Pendekatan ini juga

disebut oleh Welek & Waren (1990) sebagai pendekatan intrinsik karena kajian

difokuskan pada unsur intrinsik karya sastra yang dipandang memiliki kebulatan,

koherensi, dan kebenaran sendiri.

5. Pendekatan struktural

Pendekatan yang memandang dan memahami karya sastra dari segi struktur

karya sastra itu sendiri. Karya sastra dipandang sebagai sesuatu yang otonom, berdiri

sendiri, bebas dari pengarang, realitas maupun pembaca (Teeuw, 1984).

Dalam penerapannya pendekatan ini memahami karya sastra secara close

reading. Atau mengkaji tanpa melihat pengarang dan hubunga dengan realitasnya.

Analisis terfokus pada unsur intrinsik karya sastrra. Dalam hal ini setiap unsur

dianalisis dalam hubungannya dengan unsur yang lain.

6. Pendekatan Semiotik

Pendekatan semiotik memandang sebuah karya sastra sebagai sebuah sistem

tanda.Secara sistematik, semiotik mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang,

sistem lambang, dan proses-proses perlambangan.

Pendekatan ini memandang fenomena sosial dan budaya sebagai suatu sistem

tanda. Tanda tersebut hadir juga dalam kehidupan sehari misal: bendera putih di

depan gang, maka orang akan berpikir ada salah satu keluarga yang sedang ada yang

berduka. contoh lain adalah mendung: orang akan berpikir hujan akan segera turun

sebentar lagi. Tentu saja untuk memahaminya dibutuhkan pengetahuan tentang

latarbelakang sosial-budaya karya sastra tersebut dibuat.

Tanda, dalam pendekatan ini terdiri dari dua aspek yaitu: penanda (hal yang

menandai sesuatu) dan petanda (referent yang diacu).

7. Pendekatan Sosiologi Sastra

Pendekatan sosiologi sastra merupakan perkembangan dari pendekatan

mimetik. Pendekatan ini memahami karya sastra dalam hubungannya dengan realitas

dan aspek sosial kemasyarakatannya. Pendekatan ini dilatarbelakangi oleh fakta

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

5

bahwa keberadaan karya sastra tidak dapat lepas dari realitas sosial yang terjadi di

suatu masyarakat (Sapardi Djoko Damono 1979).

8. Pendekatan Resepsi Sastra

Resepsi berarti tanggapan. Dari pengertian tersebut dapat kita pahami makna

resepsi sastra adalah tanggapan dari pembaca terhadap sebuah karya sastra.

Pendekatan ini mencoba memahami dan menilai karya sastra berdasarkan tanggapan

para pembacanya.

9. Pendekatan Psikologi Sastra

Wellek & Waren (1990) mengemukakan empat kemungkinan pengertian.

Pertama adalah studi psikologi pengarang sebgai tipe atau pribadi. Kedua studi

proses kreatif. Ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan dalam

karya sastra. Pengertian keempat menurut Wellek & Waren (1990) terasa lebih dekat

pada sosiologi pembaca.

10. Pendekatan Moral

Di samping karya sastra dapat dibahas dan dikritik berdasrkan sejumlah

pendelatan yang telah diuraikan sebelumnnya, karya sastra juga dapat dibahasa dan

dikritik dengan pendekatan moral. Sejauh manakah sebuah karya sastra menawarkan

refleksi moralitas epada pembacanya. Yang dimaksudkan dengan moral adalah suatu

norma etika, suatu konsep tentang kehidupan yang dijunjung tinggi oleh

masyarakatnnya. Moral berkaitan erat dengan baik dan buruk. Pendekatan ini masuk

dalam pendekatan pragmatik

11. Pendekatan Feminisme

Pendekatan feminisme dalam kajian sastra sering dikenal dengan nama kritik

sastra feminis. Pendekatan feminisme ialah salah satu kajian sastra yang

mendasarkan pada pandangan feminisme yang menginginkan adanya keadilan dalam

memandan eksistensi perempuan, baik sebagai penulis maupun dalam karya sastra

(Djananegara, 2000:15).

B. Hakikat dan Unsur-unsur Fiksi

Fiksi menurut Altenbernd dan Lewis (dalam Nurgiyantoro, 1995 : 2) dapat

diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan

mengandung kebenaran yang mendramatisasi hubungan – hubungan antar manusia.

Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya

terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

6

tujuannya yang sekaligus memasukan unsur hubungan dan dengan penerangan terhadap

pengalaman kehidupan manusia. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1995 : 2) istilah

fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada kebenaran sejarah tetapi

suatu yang benar ada dan terjadi di dunia nyata sehingga kebenarannya pun dapat

dibuktikan dengan data empiris. Yang membedakan karya fiksi dengan karya nonfiksi

yaitu tokoh, peristiwa dan tempat yang disebut – sebut dalam karya fiksi bersifat

imajinatif sedangkan pada karya nonfiksi bersifat faktual. Jadi, secara ringkasnya, fiksi

adalah karya sastra yang bersifat imaginatif atau khayalan.

Secara umum fiksi dibagi menjadi tiga, yaitu novel, novelet, dan cerpen. Di dalam

ketiganya berisi alur cerita yang ditulis oleh pengarang yang berupa imajinasi pengarang.

Yang membedakan antara ketiganyanya yaitu panjang cerita dan banyak serta kerumitan

konflik yang ada di dalamnya. Novel memiliki alur cerita yang panjang dan banyak

konflik yang kompleks di dalamnya. Novelet memiliki alur cerita yang sedang dan

jumlah konflik dan kerumitan yang sedang pula. Sedangkan cerpen, memiliki alur cerita

yang pendek dan biasanya hanya memiliki satu konflik saja. Cerpen biasa disebut dengan

karya sastra yang habis dibaca sekali duduk.

Fiksi dibangun dengan dua unsur, yaitu unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik. Unsur

Ekstrinsik. Unsur Ekstrinsik menurut Nurgiyantoro (2009: 23) adalah unsur yang berada

di luar karya fiksi yang mempengaruhi lahirnya karya namun tidak menjadi bagian di

dalam karya fiksi itu sendiri. Sebelumnya Wellek dan Warren (1956) juga berpendapat

bahwa unsur ektrinsik merupakan keadaan subjektivitas pengarang yang tentang sikap,

keyakinan, dan pandangan hidup yang melatarbelakangi lahirnya suatu karya fiksi, dapat

dikatakan unsur biografi pengarang menentukan ciri karya yang akan dihasilkan.

Unsur Intrinsik merupakan unsur pembangun karya sastra yang berasal dari dalam

karya itu sendiri. Secara umum, unsur intrinsik dibagi menjadi tema, fakta cerita (latar,

tokoh, alur), dan sarana cerita (judul, sudut pandang, gaya & nada), ditambah dengan

amanat.

1. Tema

Tema merupakan dasar cerita atau gagasan umum dari sebuah novel

(Nurgiyantoro, 2009 : 70). Stanton menjelaskan bahwa tema dapat juga disebut ide

utama atau tujuan utama. Berdasarkan dasar cerita atau ide utama, pengarang akan

mengembangkan cerita tersebut. Penggolongan tema dibedakan atas tradisional dan

non tradisional; tingkatan tema (fisik, organik, sosial, egoik, dan divine); dan utama

dan tambahan.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

7

2. Fakta Cerita

a. Latar

Latar menurut Abrams adalah landasan atau tumpuan yang memiliki

pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Siswandarti (2009: 44) juga menegaskan

bahwa latar adalah pelukisan tempat, waktu, dan situasi atau suasana terjadinya

suatu peristiwa. Berdasarkan pengertian tersebut latar dapat disimpulkan sebagai

pelukisan tempat, waktu, dan suasana pada suatu peristiwa yang ada di cerita

fiksi. Secara singkat, latar terdiri dari latar tempat, waktu, suasana, sosial budaya,

dan alat.

Fungsi dari latar antara lain sebagai atmosfer, pengedepanan, dan metafora.

Latar sebagai atmosfer berarti latar dilihat dari apa yang disarankan, bukan apa

yang dinyatakan. Latar sebagai pengedepanan berarti latar tersebut hanya

menonjolkan waktu atau tempat tertentu saja. Sedangkan latar sebagai metafora

berarti latar tersebut dilihat dari pembandingan cara pandang sesuatu melalui hal

atau sesuatu yang lain.

b. Tokoh

Tokoh adalah salah satu unsur yang penting dalam suatu novel atau cerita

rekaan. Menurut Aminudin (2002: 79) tokoh adalah pelaku yang mengemban

peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita.

Istilah tokoh mengacu pada orangnya, pelaku cerita (Nurgiyantoro, 1995: 165).

Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 1995:165) tokoh cerita merupakan orang-

orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama oleh pembaca

kualitas moral dan kecenderungan kecenderungan tertentu seperti yang

diekspresikan dalam ucapan dan dilakukan dalam tindakan. Berdasarkan

pengertian di atas dapat dikatakan bahwa tokoh cerita adalah individu rekaan

yang mempunyai watak dan perilaku tertentu sebagai pelaku yang mengalami

peristiwa dalam cerita. Sedangkan yang dimaksud dengan penokohan adalah sifat

atau watak dari tokoh itu sendiri.

Penggambaran tokoh dapat dilakukan dengan teknik ekspositori atau

dramatik. Teknik Ekspositori adalah teknik pendeskripsian, uraian, maupun

penjelasan pada suatu tokoh yang diberikan secara langsung oleh pengarang.

Pelukisan terhadap tokoh dijelaskan oleh pengarang dengan sederhana dan

mudah dipahami oleh pembaca. Sedangkan pada teknik dramatik, pendeskripsian

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

8

sifat dan tingkah laku tokoh digambarkan tidak secara langsung, melainkan

dengan aktivitas atau tindakan verbal melalui kata-kata (percakapan dan kata-

kata dalam pikiran), tindakan nonverbal atau tindakan fisik, dan melalui setiap

peristiwa yang dialami oleh tokoh tersebut atau mengacu pada latar.

c. Alur

Alur merupakan hubungan antarperistiwa yang bersifat sebab akibat, tidak

hanya jalinanperistiwa secara kronologis (Nurgiyantoro, 2009: 112). Stanton

juga berpendapat bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian yang di

dalamnya terdapat hubungan sebab akibat. Suatu peristiwa disebabkan atau

menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Alur juga dapat berupa cerminan

atau perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berpikir, berasa, dan

mengambil sikap terhadap masalah yang dihadapi. Pengembangan alur dalam

cerita didasarkan pada peristiwa, konflik, dan klimaks. Tiga unsur penentu alur

ini memiliki keterkaitan yang rapat. Kemenarikan cerita tergantung dari ketiga

unsur ini.

Terdapat empat kaidah dalam alur. Kaidah alur yang pertama adalah

plausibilitas. Plausibilitas adalah sifat cerita yang disajikan dalam novel atau

karya fiksi yang dapat dipercaya oleh pembaca. Sifat plausibilitas muncul jika

hal-hal yang ada dalam cerita dapat diimajinasikan dan dipertanggungjawabkan.

Plausibilitas dalam cerita bisa didapatkan dengan mengaitkan realitas di

kehidupan nyata atau kreativitas imajinatif pengarang tetap dengan syarat, dapat

dipertanggungjawabkan.

Suspense dalam alur merupakan unsur yang mampu membangkitkan rasa

ingin tahu pembaca terhadap novel atau karya fiksi. Ketika pembaca menikmatai

kisah yang disajikan dan enggan berhenti, hal itu menandakan unsur suspense

dalam karya fiksi tersebut terjaga dan selalu menarik keingintahuan pembacanya.

Unsur suspense biasanya berada pada perasaan pembaca yang tidak mengetahui

atau bimbang dalam menentukan kelanjutan cerita

Unsur surprise dalam alur merupakan unsur yang berdampingan dengan

suspense. Abrams (1981: 138) menyatakan bahwa surprise adalah unsur yang

bersifat mengejutkan dan pada umumnya menyimpang atau bertentangan dengan

harapan pembaca. Berdasarkan hal tersebut pembaca akan tetap setia dan

menyelesaikan karya fiksi tersebut.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

9

Unsur yang terakhir dalam kaidah alur adalah unity. Unity atau

kesatupaduan kaidah alur adalah aspek keterjalinan yang padu antara unsur-unsur

yang disajikan, seperti peristiwa-peristiwa, konflik-konflik, dan seluruh

pengalaman kehidupan yang harus memiliki keterkaitan satu sama lain.

3. Sarana Cerita

Sarana cerita adalah teknik yang dipergunakan oleh pegarang untuk memilih

dan menyusun detil-detil cerita (peristiwa dan kejadian) menjadi pola yang

bermakna. (Nurgiyatoro, 1995 : 25). Sarana cerita terdiri atas judul, sudut pandang,

dan gaya serta nada.

a. Judul

Pada hakikatnya judul merupakan hal yang pertama dibaca oleh pembaca

fiksi. Judul merupakan elemen lapisan luar suatu fiksi. Oleh arena itu, ia

merupakan elemen yang paling mudah dikenali oleh pmbaca. Kita biasanya

mengharapkan agar judul suatu fiksi menjadi acuan yang sejalan dengan cerita

secara keseluruhan. Walaupun demikian, jika banyak judul yang tampil tanpa

mewakili suatu acuan yang jelas perlu kita sadari pula. (Suminto, 2000 : 147)

b. Sudut Pandang

Nurgiyantoro (2009: 246) berpendapat bahwa sudut pandang adalah cara

penyajian cerita, peristiwa-peristiwa, dan tindakan-tindakan pada karya fiksi

berdasarkan posisi pengarang di dalam cerita. Siswandarti (2009: 44) juga

sependapat bahwa sudut pandang adalah posisi pengarangdalam cerita fiksi.

Sudut Pandang Persona Ketiga: Dia

Penceritaan dengan menggunakan sudut pandang persona ketiga adalah

penceritaan yang meletakkan posisi pengarang sebagai narator dengan

menyebutkan nama-nama tokoh atau menggunakan kata ganti ia, dia, dan

mereka. Sudut pandang persona ketiga dapat dibedakan lagi menjadi dua,

yaitu “dia” mahatahu dan “dia” terbatas, “dia” sebagai pengamat.

Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku”

Sudut pandang persona pertama “aku” merupakan sudut pandang yang

menempatkan pengarang sebagai “aku” yang ikut dalam cerita. Kata ganti

“dia” pada sudut pandang ini adalah “aku” sang pengarang. Pada sudut

pandang ini kemahatahuan pengarang terbatas. Pengarang sebagai “aku”

hanya dapat mengetahui sebatas apa yang bisa dia lihat, dengar, dan rasakan

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

10

berdasarkan rangsangan peristiwa maupun tokoh lain (Nurgiyantoro, 2009:

262).

c. Gaya & Nada

Gaya merupakan cara pengungkapan seseorang yang khas bagi seorang

pengarang. Sering dikatakan bahwa gaya adalah orangnya : gaya pengarang

adalah suara-suara pribadi pengarang yang terekam dalam karyanya. (Suminto,

2000 : 173).

Secara ringkas, unsur-unsur yang membangun gaya seorang pengarang

meliputi diksi, imajeri, dan sintaksis. Diksi secara sederhana dapat diartikan

sebagai pilihan kata yang digunakan pengarang, baik bersifat denotasi atau

konotasi. Imaji dibedakan menjadi imaji literal dan figurative. Imaji literal adalah

kata-kata yang tidak menimbulkan perubahan atau perluasan makna. Sedangkan

imaji figurative adalah kata-kata yang menimbulkan perubahan atau perluasan

makna, yang biasanya dikenal dengan istilah majas. Sintaksis adalah cara

pengarang menyusun kalimat-kalimat dalam karyanya, misal panjang-pendeknya

atau sederhana-majemuknya. (Suminto, 2000 : 174-175).

Nada “tone” adalah hal yang dapat terbaca dan terasakan melalui penyajian

fakta cerita dan sarana sastra yang terpadu dan koheren. Nada “tone” ini sering

diidentikkan dengan suasana, missal bersemangat, romantic, sedih, senang,

gelisah, takut, dll.

4. Amanat

Amanat atau nilai moral merupakan unsur isi dalam karya fiksi yang mengacu

pada nilai-nilai, sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan yang dihadirkan

pengarang melalui tokoh-tokoh di dalamnya (Kenny, 1966: 89 via Nurgiyantoro,

2009: 321). Amanat menurut Siswandarti (2009: 44) adalah pesan-pesan yang ingin

disampaikanpengarang melalui cerita, baik tersurat maupun tersirat. Berdasarkan

pengertian tersebut Amanat merupakan pesan yang dibawa pengarang untuk

dihadirkan melalui keterjalinan peristiwa di dalam cerita agar dapat dijadikan

pemikiran maupun bahan perenungan oleh pembaca.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

11

BAB III

PEMBAHASAN

A. Pendekatan Objektif

Pendekatan objektif adalah pendekatan yang memfokuskan perhatian kepada karya

sastra itu sendiri. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai struktur yang otonom

dan bebas dari hubungannya dengan realitas, pengarangm maupun pembaca. Pendekatan

ini juga disebut oleh Welek & Waren (1990) sebagai pendekatan intrinsik karena kajian

difokuskan pada unsur intrinsik karya sastra yang dipandang memiliki kebulatan,

koherensi, dan kebenaran sendiri. (Wiyatmi, 2009 : 47)

Jadi pada dasarnya, mengkaji suatu novel dengan pendekatan objektif berarti

menganalisis unsur-unsur intrinsik dari novel tersebut.

B. Analisis Novel “Saraswati Si Gadis dalam Sunyi”

Sinopsis secara umum :

Saraswati adala gadis remaja yang sedikit berbeda dengan remaja lainnya. Ia bisu

dan tuli. Saat itu, ia kehilangan seluruh anggota keluarganya dalam kecelakaan.

Saraswati menjadi anak sebatang kara. Ia pun harus pinda dari Jakarta ke Padang untuk

tinggal bersama Angah dan kedua putranya, Busra dan Bisri.

Awalnya, Saraswati yang merasa nyaman bersama mereka, menjadi sangat kesal

kepada mereka. Ia diminta untuk mengurus itik, menggmbala kambing, dan tidur di

kamar yang terpisah dengan rumah tengah. Ia merasa tidak dihargai sama sekali. Anak-

anak di desa juga sering mengganggunya.

Sarswati merasa dipuncak batas sabarannya. Ia pun melakukan pemberontakan

kepada keluarga barunya. Ia berhenti melakukan pekerjaannya, yaitu mencuci, memasak,

dan mengurus itik dan kambing. Ia juga mencaci maki -dengan caranya sendiri-

menunjukkan perbedaan antara kehidupannya di kota dan di desa sekarang.

Setelah pemberontakan itu, Saraswati tak lagi diminta untuk mengurus itik dan

menggembala kambing. Ia belajar menjahit dan menyulam. Bahkan ia juga diajari untuk

membaca, menulis, dan berbicara. Busra senantiasa membantunya, berbeda dengan Bisri

yang sering kali mengganggu dan menjailinya.

Saraswati kembali akrab dengan keluarganya. Bisri menjadi tentara -karena pada saat

itu mulai terjadi perang- dan jarang berada di rumah. Pada saat itu, Saraswati dan Bisri

mulai menjalin cinta. Ia selalu merindukannya. Suatu ketika, tentara musuh menyerbu

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

12

rumah mereka. Angah dan Saraswati pergi meninggalkan rumah dan bergabung dengan

gerombolan lain mencari tempat yang aman. Busra terpisah dengan mereka pada saat itu.

Saraswati, Angah, dan gerombolannya terus melakukan perjalanan sambil berusaha

mempertahankan hidupnya dari serangan musuh. Sayangnya, pada suatu serangan,

Angah mati tertembak dengan gerombolan lainnya. Sekali lagi Saraswati menjadi

sendiri, ia hanya bisa terus berlari untuk menyelamatkan diri dengah membawa rasa

sedih di hatinya.

Saraswati pun akhirnya bisa bertemu dengan gerombolan yang lainnya. Di situ ia

bertemu dengan gadis sebayanya bernama Tati. Mereka menjadi sahabat. Sebuah kejutan

datang untuk Saraswati, ia bertemu dengan Bisri. Namun, Bisri telah menjadi kekasih

Tati. Di saat yang sama, Saraswati kehilangan orang yang dicintainya dan sahabatnya.

Merasa terkhianati, Saraswati pergi meninggalkan mereka dan gerombolannya. Ia

pergi sendirian dengan rasa putus asa. Ia merasa sangat tersakiti, ia ingin mati. Di ujung

keputusasannya, ia bertemu dengan Busra. Saraswati merasa sangat bahagia, ia kembali

menemukan semangat hidupnya. Tak lama kemudian, bala bantuan menemukan mereka

dan membawa mereka ke tempat yang aman.

Waktu berlalu. Saraswati menjalani rehabilitasi di Solo, terpisah dengan Busra yang

mengembangkan usaha ternaknya di kampung. Sekali ia mendapat kabar dari Busra

bahwa Bisri telah lulus kuliah di Jakarta. Mendengar sesuatu tentang Bisri masih

menyakitkan hatinya. Semenjak itu, Busra tak pernah lagi menyinggung tentang Bisri

kepada Saraswati.

Busra memberikan kabar bahwa usaha ternaknya sudah cukup sukses. Saraswati

juga memberikan kabar kepadanya bahwa ia akan pulang ke kampung dan hidup

dengannya. Busra memberikan balasan bahwa ia akan datang menjemutnya.

Berikut analisis dari novel tersebut.

1. Tema

Tema adalah gagasan (makna) dasar umum yang menopang sebuah karya sastra

sebagai struktuk sematis dan bersifat abstrak yang secara berulang-ulang

dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya dilakukan secara implisit.

Novel “Saraswati Si Gadis dalam Sunyi” bertemakan perjuangan hidup seorang

gadis yang bisu dan tuli. Kisahnya berawal ketika Saraswati kehilangan semua

keluarganya karena kecelakaan dan ia pun pindah ke kampung dan tinggal dengan

Paman dan kedua anaknya. Ia belajar untuk membaca dan menulis, juga berjuang

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

13

untuk mempertahankan hidupnya dari serangan tentara musuh. Ia sekali lagi

sendirian karena terpisah dengan keluarga barunya dan akhirnya bisa bertemu lagi

dengan salah satu anak pamannya. Ia juga berjuang untuk melakukan rehabilitasi di

sebuah kota jauh dari kampung sebelum ia kembali pulang.

2. Alur

Alur adalah urutan rangkaian peristiwa dari kisah atau cerita dalam sebuah

karya sastra, yang biasanya mempunyai dihubungkan secara sebab akibat, artinya

sebuah peristiwa akan mengakibatkan peristiwa lainnya.

Novel “Saraswati Si Gadis dalam Sunyi” menggunakan alur maju, peristiwa

demi peristiwa muncul secara berurutan, meskipun dalam penulisnya seakan-akan

tokoh Saraswati menceritakan kejadian-kejadian yang sudah dialaminya. Secara

umum alur peristiwa dari novel tersebut dapat dipaparkan menjadi :

a. Perkenalan

pemaparan secara langsung oleh tokoh “Saraswati” mengenai kondisi dirinya

sendiri dan keluarganya.

b. Penanjakan cerita

saat orangtua dan saudara kandungnya dikabarkan meninggal dunia karena

kecelakaan

c. Konflik

Saraswati menjadi sebatangkara dan akhhirnya harus pindah ke kampung

untuk tinggal bersama Paman dan kedua anaknya (Bisri &Busra)

Saraswati merasa dijadikan seperti pembantu karena ia ditempatkan di kamar

yang terpisah dengan rumah tengah dan ia diminta mengurus ayam dan

menggembala domba, yang akhirnya membuatnya berontak.

Saraswati belajar untuk menjahit, menyulam, membaca dan menulis.

Bisri pergi menjadi tentara saat Saraswati mulai jatuh hati padanya.

d. Klimaks

Tentara musuh datang menyerang di rumah mereka, Saraswati dan Angah,

terpisah dengan Busra, pergi mencari tempat yang aman. Sayang, di tengah

perjalanan Angah meninggal dan ia menjadi sendirian. Setelah itu, ia juga

mengetahui bahwa Bisri, pujaan hatinya, telah mengkhianati cintanya.

e. Penurunan cerita

Saraswati terus berjalan dan akhirnya bertemu dengan Busra.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

14

f. Akhir cerita

Saraswati menjalani rehabilitasi di Solo, Busra mengembangkan usahanya di

kampung, dan Bisri selesai kuliah di Jakarta. Saraswati akan pulang ke

kampung untuk tinggal bersama Busra.

Apabila dilihat dari kaidah alurnya, yaitu unity, plausabilitas, suspense, dan

surprise, dapat dipaparkan menjadi :

Unity

Novel tersebut memiliki keseluruhan cerita yang berkesinambungan dengan baik

dan urutan peristiwanya juga jelas, tidak ada yang terkesan lompat-lompat di

dalamanya.

Plausabilitas

Novel tersebut tentu saja masuk akal, karena menceritakan suatu hal yang ada di

sekitar kita, mengenai perjuangan hidup seorang gadis yang tuli dan bisu setelah

kehilangan keluarganya dan mempertahankan hidupnya dari perang.

Suspense

Ketidakpastian harapan yang timbul dari novel tersebut sangat nyata terlihat dari

surprise-surprise yang muncul dalam cerita. Jalan cerita dari novel tersebut dapat

dibilang susah untuk ditebak, dan hal itulah membuat pembaca tertarik untuk

melanjutkan membaca.

Surprise

Terdapat beberapa surprise yang sama sekali tidak diduga, misal saat tiba-tiba

Bisri pulang setelah berpergian lama, ia langsung seperti jatuh hati pada

Saraswati dan bersikap intim padanya, pada saat Bisri mengkhianati cinta

Saraswati, dan sahabat Saraswati yang menjadi kekasih baru Bisri.

“Bisri tiba-tiba berada di sisiku... Lalu kedua tangannya memelukku dengan

erat, sehingga seluruh tubuhku merapat ke tubuhnya. Kepalanya merunduk. Dia

mencium pipiku, mataku, leherku dan bibirku.” (hlm. 71)

“Akan tetapi senyumku tiba-tiba terhenyak demi menampak pemuda yang

melingkarkan tangan ke pinggang Tati waktu menuju ke kali tadi… Pemuda itu

tidak lain adalah Bisri! … Tati pun datang. Dia merangkulku. Tapi kini aku

melihat dia bukan sebagai sahabatku yang cantik, melainkan seperti pencuri

yang terkutuk. Kenapa pula dia ikut-ikut membujuk aku? Apakah dia tidak tahu

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

15

bahwa Bisri adalah laki-laki yang aku rindukan? Aku ingin mengatakan padanya

bahwa aku telah dikhianati, kekasihku telah dicuri.” (hlm. 110)

Sebagian besar konflik yang timbul dari alur cerita tersebut berasal dari diri

tokoh Saraswati sendiri, yaitu konflik batin tentang anggapan rendah dirinya sendiri,

bagaimana ia tidak suka diperlakukan tidak adil, dan ia juga tidak suka dijadikan

bahan ejekan.

“Di mana pun juga orang cacat seperti aku, tidak pernah dipandang seperti

manusia sebagaimana wajarnya manusia. Seolah-olah hak kami hanyalah untuk

menjadi manusia kelas terbawah.” (hlm. 12)

“Aku harus bangkit menentang perlakuan yang tidak adil. Aku bangun, dan

keluar dari kamarku. Aku akan menuntut hak-hakku yang wajar kepada seisi rumah

itu.” (hlm. 36)

“Aku tidak suka berlagak seperti orang bisu-tuli lainnya, meskipun aku

memang bisu-tuli. Aku tidak suka seperti orang bisu yang membanyol seperti laki-

laki di kapal itu.” (hlm. 24)

3. Latar

Latar adalah semua keterangan, petunjuk pengaluran yang berhubungan

dengan ruang, waktu, dan juga suasana.

a. Latar tempat

- Di rumah Saraswati, bukti : “Album keluarga senantiasa berada

dipangkuanku bila sendirian di kamar.” (hlm. 5)

- Di kapal, bukti : “Di atas kapal yang membawaku ke Padang, aku mendapat

pengalaman yang paling menyakitkan.” (hlm. 12)

- Di rumah Angah (pamannya), bukti : “Mobil kami berhenti tepat di depan

rumah Angah.” (hlm. 16)

- Di pemakaman, bukti : “Kambing-kambing itu aku gembalakan di

pemakaman, kira-kira lima ratus meter jauhnya dari rumah.” (hlm. 33)

- Bioskop, bukti : “Rupanya aku dibawa ke bioskop. Banyak orang di halaman

bioskop itu. Semua memandang kami yang berjalan pelan-pelan.” (hlm. 82)

- Dalam perjalanan (melarikan diri dari tentara musuh), bukti : “Aku pun

mengikuti lari Angah, kami tertarung-tarung oleh belukar..” (hlm. 96)

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

16

- Rumah singgah selama perjalanan, bukti : “Aku dibawa ke sebuah rumah

yang hampir sebesar rumah Angah. Rumah kayu beratap seng. Dindingnya

tidak dicat, melainkan seperti dilaburi minyak tanah. Atapnya berkarat di

sana-sini.” (hlm. 104)

- Gua, bukti : “Aku pun masuk ke dalamnya sambil membungkuk-bungkuk.

Gua itu basah oleh air yang menetes terus di dindingnya. Tidak begitu gelap

di dalamnya. Aku dapat melihat setiap pelosoknya meskipun dengan samar-

samar.” (lm. 114)

- Di Solo, bukti : “Dan ketika aku menulis kisahku ini, aku telah belajar

menulis dan membaca pada Pusat Rehabilitasi yang dirintis Dr. Suharso di

Solo.” (hlm. 124)

b. Latar Waktu

- Pagi, bukti : “Setelah bangun dan sarapan, aku pergi dari rumah tanpa

diketahui seorang pun.” (hlm. 42) ; “Bangun pagi di kota kecil Padang

Panjang yang penghujan itu, alangkah dingin hawanya.” (hlm. 23) ; “Pagi-

pagi sekitar pukul sepuluh, aku melepaskan itik-itik itu lalu menghalaunya ke

kolam yang telah tak digunakan lagi.” (hlm. 24)

- Siang, bukti : “Menjelang tengah hari datanglah kawan-kawan Bisri yang

sama-sama memakai seragam hijau, sama-sama rambut dipotong pendek.”

(hlm. 74)

- Sore / senja, bukti : “Pada hari Sabtu sebulan kemudian, Bisri pulang. Dia

datang sore. Angah ada di rumah.” (hlm. 73) ; “Ketika senja, Bisri muncul.

Rambutnya kusut masai. Di bahunya tersandang sepasang sepatu bola. Baju

kaosnya yang kuning warnanya basah oleh keringat.” (hlm. 20)

- Malam, bukti : “Dan ... pada suatu malam timbullah perasaan duka melanda

sanubariku. Waktu itu mataku sukar terlelapkan, Saudaraku. Banyak pikiran

timbul berebutan di benakku.” (hlm. 35) ; “Tidurku gelisah. Tidurku terus

membalik ke kiri membalik ke kanan.” (hlm. 72) ; ““Malamnya tibalah pesta

itu. Banyak orang datang. Semuanya para remaja, teman Busra dan Bisri.”

(hlm. 40)

c. Latar Suasana

- Canggung, bukti :

“Aku mencoba menyambut senyumnya, tapi rasa malu oleh tatapan itu lebih

menguasai aku. Aku lebih banyak memandang lantai daripada menatap

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

17

wajahnya. Bila sekali-sekali aku meliriknya, lalu lirikanku tertangkap

pandangannya, aku merasa lebih malu lagi, Saudaraku.” (hlm. 18)

“Aku tahu mereka semua bersorak dan bertepuk tangan. Aku bertambah

malu. Kepalalku kian merunduk ke dadaku.” (hlm. 75) ; “Cepat aku

sembunyikan ke punggungku buku yang sejak tadi menyita perhatianku. Aku

malu sekali kedapatan berlaku setolol itu dengan sebuah buku yang takkan

memberi apa-apa padaku.” (hlm.52)

- Mencekam, bukti :

“Tapi kemudian, setelah keadaan lama menyepi, muncullah banyak mobil

dengan jalannya yang kencang. Tentara di mobil itu tidak melambaikan

tangannya kepada kami. Mereka memandang dengan bungkam. Semua

wajah orang di kampung kami menjadi muram. Kota seperti mati. Banyak

rumah ditinggalkan kosong.” (hlm. 88)

“Denyutan itu banyak dan lama berurutan. Lama kemudian baru aku tahu

bahwa denyutan itu sama dengan bunyi letusan senapan. Bunyi itu

menyebabkan seluruh anggota rombongan kami panick dan lari kocar-

kacir.” (hlm. 96)

- Ramai, gembira, bukti :

“Malamnya tibalah pesta itu. Banyak orang datang. Semuanya para remaja,

teman Busra dan Bisri. Ada gadis-gadisnya juga. Semuanya berpakaian

indah. Semuanya datang dengan wajah riang. Pesta itu diramaikan oleh

teman-temannya yang bermain musik. Ada yang membawa gitar, biola dan

gendang. Semua mereka riang gembira, Saudaraku.” (hlm.40)

- Ribut, bukti :

“Aku jajarkan tangannya ke kandang kambing. Lalu aku menjerit-jerit lagi,

sehingga terasa getaran suara itu di seluruh tubuhku. Aku gerak-gerakkan

tanganku dengan kacau agar ia tahu betapa segalanya telah menjadi kacau

oleh mereka semuanya.” (hlm. 37)

- Haru, bukti :

“Aku menjerit-jerit menyeru Angah. Aku berlari sekitar tempat yang sempit

itu sambil terus menjerit-jerit memanggil Angah. .. Aku serbu onggokan

tanah itu, karena yakin di sana jenazah Angah ditimbun.” (hlm. 97)

“Dan, Saudaraku, ketika dia mengangkat kepalanya lagi, aku mengenal

orang itu dan dia pun berlari ke arahku. Di tengah pendakian itu kami

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

18

bertemu dan aku tenggelam dalam tangannya. Aku menangis tersedu sambil

memeluknya kuat-kuat. Tak ingin aku melepaskannya dan lebih tak ingin aku

hidup sebatang kara. Banyak sekali yang ingin aku katakan padanya dan

lebih banyak lagi yang aku harapkan darinya. Tapi itu tak bisa kuucapkan,

Saudaraku. Aku hanya mampu menyebut namanya di dalam hatiku: "Busra.

Busra. Busra." Lainnya tak dapat aku ucapkan.” (hlm. 123)

- Tenang, bukti :

“Perasaanku akan terhibur waktu memperhatikan berbagai hewan kecil

yang ada di situ. Aku dapat memandang kupu-kupu putih atau kuning atau

kurik yang terbang penuh gerak dari bunga ke bunga warna putih, merah,

kuning dan lembayung. Aku senang melihat permainan alam di sekitarku.

Kadang-kadang ada ulat yang menjalar sambil membungkuk-bungkuk

seperti gelombang laut. Kadang-kadang perhatianku terpikat pada sepasang

burung yang berbulu kuning dan berparuh panjang yang melompat dari

ranting ke ranting.” (hlm. 34)

- Lenggam, bukti :

“Terasa ada yang hilang di rumah itu. Bukan Bisri. Melainkan perangainya

yang sering menggodaku, seperti menusuk pinggangku dengan jarinya

sehingga aku kegelian. Tidak jarang aku jengkel karena digelitik selagi aku

asyik dengan pekerjaanku. Angah selalu mencela perbuatannya. Tapi Busra

hanya tertawa-tawa saja melihat kelakuan adiknya itu. Angah dan Busra pun

merasakan ketidakhadiran Bisri. Menurut pengamatanku, mereka lebih

banyak merenung-renung.” (hlm. 69)

- Tegang, bukti :

“Wajah mereka pitam ketika berbicara pada Angah dan Busra. Mereka

menggeledah isi rumah, sehingga semua terbusai-busai dari tempatnya, tak

karuan. Salah seorang memandangku dengan sinar mata yang mengecutkan

hati. Gemetar aku karenanya. … Dengan tiba-tiba pula tawa mereka

berhenti. Dan aku lihat Busra tergeletak di lantai. Aku tidak tahu kenapa.

Salah seorang menginjak kepala Busra dan yang lain menyepak

pinggangnya. Angah menyerbu hendak mencegah penganiayaan itu

berlanjut. Tapi Angah pun terpental karena didorong dengan popor

senapang.” (hlm.89)

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

19

“Akan tetapi senyumku tiba-tiba terhenyak demi menampak pemuda yang

melingkarkan tangan ke pinggang Tati waktu menuju kali tadi. … Pemuda

itu tak lain adalah Bisri ! Dia tertegun demi melihatku.” (hlm. 110)

4. Tokoh & Penokohan

Tokoh adalah orang atau pelaku yang mengalami peristiwa-peristiwa dalam

cerita, sedangkan penokohan adalah sifat atau watak yang dimiliki oleh tokoh.

a. Saraswati tokoh utama dalam cerita

o Cengeng, bukti : “Kemampuanku hanya menagis, mengisi tanah yang

menelan semua milikku”. (hlm. 11)

o Rendah diri, bukti : “Di mana pun juga orang cacat seperti aku, tidak pernah

dipandang seperti manusia sebagaimana wajarnya manusia.” (hlm. 12)

o Keras kepala, bukti : “Busra muncul di kamarku. Dia menyuruh aku berganti

baju lagi. Aku tidak mau. Busra tidak peduli. Diambilnya baju yang telah aku

tanggalkan tadi. Disuruhnya aku memakai. Aku tetap tidak mau. Setelah

berulang kali menyuruhku tapi aku tetap tidak mau, Busra pergi.” (hlm. 74)

o Mengerti balas budi : “Kalau aku mencucikan pakaian seisi rumah, itu

tidaklah akan mengecilkan hatiku. Sebab semua itu pakaian keluargakau

yang telah memberiku tumpangan.” (hlm. 29)

o Impulsif, bukti : “Aku gedor-gedor pintu belakang sekuat tenagaku. Pintu itu

terbuka. Yang membukanya Busra. Aku langsung menerobos masuk tanpa

menghiraukan dia yang tercengang memandangku. Aku terus masuk ke

karnar Angah. Aku ingin menanyakan kenapa aku dijadikan penggembala

ternak di rumah itu. Aku ingin memprotes perlakuannya yang tak adil. Aku

ingin menanyakan ke mana saja harta warisan orang tuaku.” (hlm. 36)

o Gigih, bukti : “Di rumah aku selalu mengulang-ulangnya, menuliskan apa

yang aku ucapkan…” (hlm.61)

o Ambisius, bukti : “Pengalaman di kapal itu telah membangkitkan keinginan

untuk menjadi orang bisu-tuli yang hebat. Bahkan lebih hebat dari manusia

lainnya, agar orang-orang jangan selamanya memandang manusia cacat

seperti kami sebagai manusia yang gunanya hanya untuk bahan olok-olok

atau sebagai orang suruhan semata.” (hlm. 19)

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

20

o Memiliki rasa ingin tahu yang besar, bukti : “Memelihara itik-itik yang

banyak itu tentulah menyenangkan juga. Aku harus belajar dari Busra

bagaimana memeliharanya.” (hlm. 20)

b. Busra tokoh protagonist yang selalu membantu tokoh utama

o Rajin, bukti : “Setiap malam Busra tidak jemu-jemu mengajar aku.” (hlm.

61) ; “Beberapa hari berikutnya Busra terus mengenalkan aku kepada lebih

banyak susunan huruf, sampai aku tahu susunan huruf untuk seluruh anggota

tubuhku.” (hlm. 55)

o Keras kepala, bukti : “Busra terus saja mendesak … Karena ku terus

menggeleng, akhirnya Angah menyuruh Busra pergi. Tapi Busra malah

menyeretku aku ke kamarku. Dipaksanya aku membuka pakaianku.” (hlm.

41)

o Nakal, bukti : “Ketika aku telah mengangguk, cepat tangannya tiba di

telingaku. Aku dijewernya. Setelah aku mengangguk tanda aku

nemperhatikan, dipijitnya hidungku kuat-kuat. Ah, Busra yang nakal.” (hlm.

55)

o Penolong, bukti : “Setelah mereka selesai makan siang, datanglah Busra

membantu aku.” (hlm. 31)

o Menayomi, bukti : “Lama kemudian aku bisa memahami maksud Busra.

Rupaya dia ingin aku membuka usaha peternakan ayam dengan modal dari

uangku sendiri, agar aku mandiri dan tidak bergantung pada belas kasihan

orang lain.” (hlm.65)

o Penyayang, bukti : “Dirapatkannya duduknya ke dekatku. Diraihnya bahuku

hingga dadaku tersandar ke bahunya. Ditepuk-tepuknya bahuku. Aku mula-

mula berkeras hati untuk melepaskan raihannya. Tapi rangkulannya

demikian kuat. Lalu rambutku diciumnya. Rasa degilku runtuhlah. Kini aku

merasakan betapa sayangnya dia padaku sebagai adiknya.” (hlm.44)

c. Bisri tokoh antagonis

o Jail, bukti : “Tapi Bisri selalu mengacau pelajaranku. Misalnya dia

menggambar seekor ayam atau burung atau kucing.” (hlm. 61)

o Pengkhianat, bukti : “Akan tetapi senyumku tiba-tiba terhenyak demi

menampak pemuda yang melingkarkan tangan ke pinggang Tati waktu

menuju kali tadi. … Pemuda itu tak lain adalah Bisri !” (hlm. 110)

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

21

o Ceria, bukti : “Aku lihat tangan Angah mencuil pinggang Bisri. Tampak

muka Angah cemberut kepada Bisri. Tak tahu aku mengapa Angah begitu

kepada anaknya. Bisri malah tertawa sehingga rahangnya kelihatan lagi.”

(hlm. 21)

d. Angah tokoh tambahan yang sering muncul

o Kurang peka, bukti : “Mereka mengolok-olok kami. Dan tak seorang pun

yang membelaku, Oh tak seorang pun. Angah malah ikut tertawa, karena

Angah pun mengharapkan bantuan laki-laki bisu itu…” (hlm. 14)

o Licik, bukti : “Dan untuk mengharapkan bantuan kecil itu, dibiarkannya aku

diolok-olok terus.” (hlm. 14)

o Baik hati, dermawan : mau menanggung hidup Saraswati yang telah

kehilangan keluarganya

o Pemberani : membawa Saraswati pergi dari rumah dan melindunginya dari

serangan tentara musuh

e. Guru Andika & Uni Ros guru mengajar berbicara dan menyulam Saraswati,

mereka ramah dan penyabar

f. Orang-orang di sekitar kampung orang-orang yang ramah

g. Anak-anak kecil di kampung suka menjaili dan menggagu Saraswati

h. Tentara musuh kejam dan ganas

5. Judul

Judul adalah elemen terluar dari suatu karya yang biasanya diperhatikan

pertama kali oleh pembaca, yang fungsinya sebagai gambaran umum dari

keseluruhan isi tulisan.

Pada novel tersebut, judul “Saraswati Si Gadis dalam Sunyi”, secara tidak

langsung menggambarkan bagaimana keadaan Saraswati, yaitu keadaan fisiknya

yang bisu dan tuli. Kata “sunyi” tersebut menandakan bagaimana ia bisu, tidak bisa

mengatakan apapun, dan tuli, tidak bisa mendengar apapun.

6. Sudut Pandang

Sudut pandang adalah cara pengarang atau cara pandang penngarang dalam

menyampaikan isi cerita.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

22

Pada novel “Saraswati Si Gadis dalam Sunyi”, sudut pandang yang digunakan

oleh pengarang adalah orang pertama pelaku utama. Ditandai dengan penggunaan

“aku”an, yang pelaku utamanya adalah Saraswati itu sendiri.

Bukti : “Aku seorang gadis. Dari kecil telah begini dan aku tidak tahu kapan

nasib begini bermula. Aku punya dua orang kakak laki-laki. Dua orang adik, juga

laki-laki. Aku punya ayah dan ibu. Tapi mereka semua telah tiada lagi kini

Saudaraku. Mereka telah meninggal oleh suatu penghadangan pasukan

pemberontak dalam perjalanan kembali dari Bandung…” (hlm. 2)

7. Gaya & Nada

Gaya adalah cara pengungkapan atau cara penggunaan bahasa yang khas dari

seorang pengarang.

Pada novel “Saraswati Si Gadis dalam Sunyi”, diksi yang digunakan ada yang

sederhana dan mudah untuk dipahami, terdapat pula beberapa yang cenderung puitis

Misalnya :

“Aku seorang gadis. Dari kecil telah begini dan aku tidak tahu kapan nasib

begini bermula. Aku punya dua orang kakak laki-laki. Dua orang adik, juga laki-

laki. Aku punya ayah dan ibu.” (hlm. 2) -- bahasa yang sederhana.

“Sunyi adalah duniaku. Sunyi adalah nasibku. Sunyi dunia tanpa bunyi, tanpa

suara. Segala-galanya bunyi. Bagiku dunia terkembang sama seperti bagimu,

Saudaraku.” (hlm. 1) -- bahasa yang cenderung puitis.

Dalam novel tersebut terdapat cukup banyak penggunaan majas, antara lain :

a. Hiperbola

- “Tiba-tiba Si Bibi enangis bagai orang kesurupan.” (hlm. 3)

- “Aku telah sebatang kara di dunia ini.” (hlm. 4)

- “Aku sungguh ingin melemparinya dengan apa saja.” (hlm.13)

- “Bukan kepalang gembira mereka ketika menerima hasil kerjaku” (hlm. 68)

- “Terbebas dari peristiwa yang menyakitkan hati, yang melusuhkan perasaan

dan memukul jantungku.” (hlm. 115)

b. Personifikasi

- “Tanah yang menelan semua milikku.” (hlm. 11)

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

23

- “Nasibku telah dimalangkan oleh lingkungan tempat aku menumpang

hidup.” (hlm. 13)

- “Angin meniup-meniup anak rambutku.” (hlm.115)

- “Aku biarkan angan-anganku merayap ke segala yang menyayat hati.” (hal.

116)

c. Metonimia

- “Sejak punya sedan dinas, Ayah berangkat ke kantor bersama kakak-kakakku

ke sekolah” (hlm. 5)

d. Metafora

- “Pada suatu anak air, kami berhenti untuk mengaso dan memanfaatkannya

untuk berbagai keperluan.” (hlm. 95)

e. Paradoks

- “Biasanya setiap dia perbaiki, rusaknya pun bertambah.” (hlm. 9)

f. Repetisi

“Sunyi adalah duniaku. Sunyi adalah nasibku. Sunyi…” (hlm.1)

Nada adalah hal yang dapat terbaca dan terasakan melalui fakta cerita dan

sarana sastra yang terpadu dan kohere. Nada atau “tone” biasanya diidentikkan

dengan suasana.

Sedih, bukti :

“Tiba-tiba rasa takut, sedih, dan tidak tahu pada apapun yang aku alami,

merasuki diriku. Aku pun menangis.” (hlm. 4)

Marah, bukti :

“Aku sangat kesal, malah sampai menangis diperlakukan seperti itu. Aku merasa

dilecehkan demi menggembirakan hati semua penumpang geladak itu.” (hlm.

13)

Senang, bukti :

“Oh, alangkah indahnya. Aku tertawa dan meras senang sekali karena

khayalanku semalam bukanlah khayalan kosong.” (hlm. 53)

Gelisah, bukti :

“Lama-lama aku gelisah duduk di tengah mereka.” (hlm. 76)

Bersemangat, bukti :

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

24

“Aku tak suka lagi terus-terusan menjadi penggembala. Aku harus bangkit

menentang perlakuan yang tidak adil. Aku bangun, dan keluar dari kamarku.

Aku akan menuntut hak-hakku yang wajar kepada seisi rumah itu.” (hlm.36)

Takut, bukti :

“Orang pertama yang kami jumpai ialah beberapa anak muda dengan seragam

hijaunya tidak lagi lengkap. Senapan tersandang di punggung. Aku segera

berpegang erat ke Angah oleh rasa takut demi melihat mereka.” (hlm. 93)

Imajeri atau pencitraan adalah gambaran mental atau pengalamn tertentu yang

timbul karena bahasa yang digunakan.

Pencitraan yang muncul dalam novel tersebut antara lain :

Penglihatan

“Kemudian Paman mengambil potret di dinding. Potret kami sekeluarga

beberapa tahun yang lalu bersama sedan dinas yang baru saja Ayah pakai.”

(hlm. 3) ; “Diambilnya kertas itu, lalu dibuatnya huruf-huruf namaku dengan

rapi.” (hlm. 57)

Pendengaran

“Sunyi dunia tanpa bunyi, tanpa suara.” (hlm. 1) ;“Si Kecil menangis.” (hlm. 3)

;“Tiba-tiba aku berteriak karena pantatku ditusuknya dengan pensil.” (hlm. 60)

Perabaan

“Engkau senang pada yang lembut, benci pada yang kasar, aku pun begitu.”

(hlm 1) ; “Kini tepi telapak kakiku sudah pecah-pecah.” (hlm. 30)

Pencecapan

“Engkau tahu pahit dan manis, aku pun tahu.” (hlm. 1)

Perasaan

“Dengan perasaan pahit, aku kerjakan apa yang disuruh Angah.” (hlm. 30) ;

“Ketika dia mendekati aku, aku mengelak menjauhinya. Hatiku sakit. Aku

membencinya sekarang.” (hlm. 110)

Gerak

“Ketika aku tinggal sendirian terasa lagi olengan kapal menguasai

perasaanku.” (hlm. 18)

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

25

8. Amanat

Amanat adalah pesan moral yang muncul dari sebuah cerita, yang sengaja atau

tidak mungkin diberikan oleh pengarang.

Amanat yang dapat diambil dari novel “Saraswati Si Gadis dalam Sunyi” antara

lain :

a. Bertabah dan bersabar saat menghadapi sebuah masalah.

b. Tidak mudah putus asa.

c. Mencoba untuk menerima kenyataan hidup.

d. Berusaha bersikap optimis.

e. Jangan mengkhianati kepercayaan seseorang.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

26

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa novel adalah salah satu karya sastra fiksi yang meiliki

alur cerita yang panjang dan kompleks. Unsur pembangun dari fiksi terdiri dari unsur

ekstrinsik dan intrinsik. Setiap unsur intrinsik yang membangunnya memiliki hubungan

satu sama lain yang bulat dan koheren, seperti halnya dengan novel “Saraswati Si Gadis

dalam Sunyi” karya AA. Navis yang sudah dipaparkan di atas. Dan untuk mengkaji

unsur-unsur intrinsik sebuah novel berarti menggunakan pendekatan objektif, yaitu

pendekatan difokuskan pada unsur intrinsik karya sastra yang dipandang memiliki

kebulatan, koherensi, dan kebenaran sendiri.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan penulis untuk pembaca yaitu :

1. Perbanyaklah membaca karya-karya sastra, karena di dalamnya banyak sekali

wawasan dan pelajaran yang dapat kita ambil.

2. Menjadikan membaca sebagai kebutuhan, bukan hobi.

3. Pelajari lebih banyak mengenai teori fiksi.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. - nurchorimah.blogs.uny.ac.idnurchorimah.blogs.uny.ac.id/.../05/BAB-I-II-III-daftar-pustaka.pdf · KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Kajian Sastra ... Menurut Aminudin

27

DAFTAR PUSTAKA

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University

Press

Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta : Gama Media

Wiyatmi. 2009. Pengantar Kajian Sastra.

Wiyatmi. 2009. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Book Publisher

http://www.rumpunsastra.com/2014/09/pendekatan-dalam-kajian-sastra.html

http://susdamitasyaridomo.blogspot.co.id/2012/10/laporan-baca-skripsi-analisis-

persoalan.html