bab i pendahuluan 1.1 latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kalimat imperatif merupakan salah satu dari tiga bentuk kalimat utama
yang sering dijadikan sebagai objek penelitian dalam kajian-kajian ilmu linguistik.
Berbagai macam analisis telah dilakukan oleh para linguists dari negara-negara di
seluruh penjuru muka bumi ini, mulai dari analisis pragmatik, analisis semantik,
dan analisis gramatikanya (morfologi dan sintaksis). Tidak berhenti disitu, para
ahli bahasa bahkan mengkontraskan (contrastive study/analysis) kalimat imperatif
yang dimiliki satu bahasa dengan bahasa yang lain, hingga beberapa bahasa
sekaligus, dengan tujuan untuk mengetahui dan memahami perbedaan,
persamaan, dan ciri khas kalimat imperatif yang dimiliki oleh masing-masing
bahasa yang diteliti.
Studi mutakhir yang disebut dengan analisis kontrastif ini sudah dilakukan
mulai dari abad ke 19 (Choi, 1996:85), dan menjadi populer ketika Charles C.
Fries (1945) mempublikasikan bukunya yang berkaitan dengan perbandingan dan
pengajaran bahasa berjudul Teaching and Learning English as a Foreign
Language, dan Robert Lado (1957) dengan bukunya yang berjudul Linguistics
Across Cultures (1996:86). Dapat diduga, akibat kedua tulisan ini banyak
bermunculan tesis, disertasi, artikel-artikel yang menggunakan metode analisis
kontrastif ini.
2
Analisis kontrastif adalah suatu kegiatan yang mengkontraskan antara
bahasa satu dan bahasa lainnya yang telah mempunyai tata bahasa standar dan
telah disepakati kaidah-kaidahnya (Parera, 1997:112) untuk mencari perbedaan-
perbedaan dan persamaan-persamaan yang ada pada kedua bahasa yang diteliti,
baik pada tingkat fonologis, morfologis, maupun sintaksis (Pateda, 1990:48).
Analisis kontrastif memiliki dua tipe studi, yang pertama theoretical
„teoritis‟ dan kedua applied „terapan‟ (Fisiak, 1981:2). Theoretical contrastive
analysis (TCA) menitikberatkan pada studi untuk menemukan perbedaan dan
persamaan yang dimiliki bahasa-bahasa yang diteliti, dan studi ini bukan
menyelidiki bagaimana kategori tertentu yang ada dalam bahasa A disajikan
dalam bahasa B, tetapi, mencari realisasi kategori universal X pada bahasa A dan
bahasa B (1981:2). Sedangkan, applied contrastive analysis (ACA) adalah studi
yang menitikberatkan pada penggunaan hasil penelitian TCA berupa perbedaan-
perbedaan untuk tujuan pedagogis, terjemahan, dll., studi ini mencari cara
bagaimana kategori universal X yang direalisasikan pada bahasa A sebagai Y
diterapkan pada bahasa B, dan konsekuensi-konsekuensi apa saja yang mungkin
terjadi apabila hal ini diaplikasikan (1981:3).
Dari kedua bentuk analisis kontrastif di atas, yang paling sering atau bisa
dikatakan sebagian besar penelitian analisis kontrastif yang telah dilakukan adalah
analisis kontrastif terapan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis memilih
studi kontrastif yang pertama yakni analisis kontrastif teoritis atau analisis
kontrastif murni dengan objek penelitian kalimat imperatif dalam bahasa Inggris
dan bahasa Arab.
3
Bahasa Inggris adalah bahasa komunikasi dunia dan bahasa keilmuan,
banyak karya ilmiah dari berbagai bidang disiplin ilmu dan tidak sedikit juga
karya keislaman oleh sarjana barat yang ditulis ke dalam bahasa ini, seperti Fakhr
ad-Dīn ar-Rāzī‟s Critique of Ibn Sīnā‟s Argument for the Unity of God in the
Isyārāt, and Naṣīr ad-Dīn aṭ-Ṭūsī‟s Defence yang ditulis oleh Toby Mayer (2003),
Nature, Man and God in Medieval Islam yang ditulis oleh Calverley dan Pollock
(2002), History Then, History Now (The Role of Medieval Islamic Religio-
Political Sources in Shaping the Modern Debate on Gender) yang ditulis oleh
Denise A. Spellberg (1996). Bahkan para cendekiawan muslim sendiri tidak
jarang menorehkan karya-karya mereka dalam bahasa Inggris yang secara implisit
dimaksudkan agar karya mereka dapat dibaca oleh khalayak yang lebih luas,
seperti Muslim Women (Public Authority, Scriptures, and “Islamic Law”) yang
ditulis oleh Haifaa Khalfallah (2006), Islamic Law and Muslim Women in
America yang ditulis oleh Azizah al-Hibri (1999). Demikian pula halnya dengan
bahasa Arab yang merupakan kunci pokok untuk membuka cakrawala
pengetahuan keislaman (Thalib, 1997:7), dengan kunci ini kita dapat mengetahui
tentang sejarah, keilmuan, serta kebudayaan Islam yang dahulu pernah mencapai
kejayaan dalam peradaban manusia pada abad pertengahan.
Pola kalimat imperatif dalam bahasa Inggris dan bahasa Arab tentunya
memiliki perbedaan. Untuk menemukan perbedaan-perbedaan tersebut, tidak
menutup kemungkinan adanya persamaan-persamaan, maka peran analisis
kontrastif dibutuhkan. Berikut penjelasan satu data kalimat imperatif dalam
bahasa Inggris dan bahasa Arab.
4
Raise your hands! (Ryding, 2005:624) „angkat kedua tanganmu‟ dalam
bahasa Inggris dan يديك! ارفع (2005:624) /irfaʻ yadayka/ „angkat kedua tanganmu‟
dalam bahasa Arab merupakan wujud atau bentuk tuturan kalimat imperatif.
Kalau dilihat sekilas pada surface structure „struktur permukaan‟ kedua
konstruksi kalimat imperatif di atas tampaknya sama saja, sama-sama memiliki
bentuk kalimat imperatif positif dengan pola V + O, sama-sama menggunakan
verba imperatif yang berfungsi sebagai predikat dan sama-sama ditambahkan
dengan frase yang berfungsi sebagai objek, dalam bahasa Inggris your hands
adalah frase nomina (noun phrase) dan dalam bahasa Arab yadayka adalah frase
relatif (االمركب االضافى /al-murakkab ul-iḍāfī/), juga kedua konstruksi di atas
memiliki makna yang sama. Namun apabila dilihat pada deep structurenya
„struktur bagian dalam‟, maka akan tampak beberapa perbedaan pada kedua
konstruksi kalimat imperatif di atas. Pertama, yang menjadi inti dari konstruksi
kalimat imperatif adalah verba yang digunakan sebagai verba imperatifnya, oleh
sebab itu mari kita kontraskan kedua verba yang digunakan dalam kedua
konstruksi di atas, verba raise merupakan verba dasar pada tingkatan kata kerja
bahasa Inggris yang menjadi verba imperatif karena digunakan dalam konstruksi
kalimat imperatif, sedangkan verba ارفع /irfaʻ/ merupakan verba yang memang
sudah berada dalam bentuk imperatif dan khusus digunakan hanya untuk
konstruksi kalimat imperatif, verba ini dalam bahasa Arab disebut dengan istilah
fiʻil amar/ „kata kerja perintah‟. Kedua, konstruksi kalimat imperatif/ فعل االمر
Raise your hands! apabila ditambahkan dengan pronomina you yang berfungsi
sebagai subjek maka konstruksinya akan berubah menjadi You raise your hands!,
5
atau apabila ditambahkan dengan nomina John atau Jane (juga berfungsi sebagai
subjek) maka konstruksinya berubah menjadi John raise your hands! / Jane raise
your hands!, atau apabila ditambahkan dengan pronomina everyone (juga
berfungsi sebagai subjek) maka konstruksinya berubah menjadi Everyone raise
your hands!, bila diperhatikan beberapa konstruksi yang mengalami perubahan-
perubahan di atas, maka akan kita temukan bahwa dalam konstruksi kalimat
imperatif bahasa Inggris apapun bentuk atau kategori subjeknya selalu diletakkan
di awal kalimat imperatif yakni sebelum verba imperatifnya, kemudian verba
raise yang menjadi verba imperatif tidak mengalami perubahan meskipun
subjeknya digonta-ganti, begitu pula dengan frase nomina your hands yang juga
tidak mengalami perubahan, yang mengalami perubahan hanyalah konstruksi
kalimat (karena tambahan subjek) dan makna kalimat (juga karena tambahan
subjek). Sedangkan konstruksi ع يديك!ارف /irfaʻ yadayka/ apabila ditambahkan
dengan pronomina انت /anta/ „kamu(L)‟ maka konstruksinya berubah menjadi ارفع
!يديك ت ن ا /irfaʻ anta yadayka/, atau apabila ditambahkan dengan pronomina انت
/anti/ „kamu(P)‟ maka konstruksinya berubah menjadi يديك ت ن ا ى ارفع /irfaʻī anti
yadayki/, atau apabila ditambahkan dengan pronomina انتم /antum/ „kamu (jamak
lebih dari dua orang L)‟ atau انتن /antunna/ „kamu (jamak lebih dari dua orang P)‟
maka konstruksinya berubah menjadi م يديك م ت ن ا واارفع /irfaʻū antum yadaykum/ atau
ن يديك ن ت ن ا ن ارفع /irfaʻna antunna yadaykunna/, bila diperhatikan beberapa konstruksi
yang mengalami perubahan-perubahan di atas, maka akan kita temukan bahwa
dalam konstruksi kalimat imperatif bahasa Arab subjek yang berkategori
pronomina dapat diletakkan sesudah verba imperatifnya, kemudian verba
6
imperatif ارفع /irfaʻ/ mengalami beberapa kali perubahan mengikuti jenis dan
jumlah subjeknya, begitu pula dengan attached pronoun/ḍamīr muttaṣil
„pronomina tersambung‟ ك /ka/ dalam frase relatif yadayka. Ketiga, konstruksi
kalimat imperatif Raise your hands! adalah bentuk kalimat imperatif positif, untuk
merubahnya menjadi bentuk kalimat imperatif negatif maka partikel imperatif
negatif don‟t ditambahkan pada awal kalimat yakni sebelum verba imperatif raise,
konstruksinya akan berubah menjadi Don‟t raise your hands!. Konstruksi Don‟t
raise your hands! apabila ditambahkan pronomina you sebagai subjek, maka
subjek you yang diletakkan sebelum verba imperatif raise, sedangkan partikel
imperatif negatif don‟t tetap diletakkan di awal kalimat yakni sebelum subjek you,
konstruksinya berubah menjadi Don‟t you raise your hands!, don‟t tidak boleh
diletakkan sesudah subjek you karena bentuk kalimat imperatif negatif ini akan
berubah menjadi bentuk kalimat deklaratif atau bentuk kalimat larangan You don‟t
raise your hands, bentuk kalimat ini dapat dikatakan kalimat imperatif apabila
dalam penuturannya terdapat jeda antara you dan don‟t, apabila ditulis maka
jedanya ditandai dengan tanda baca koma (,) menjadi You, don‟t raise your
hands!, you disini tidak berfungsi sebagai subjek tetapi sebagai vokatif. Bila
diperhatikan secara seksama maka akan ditemukan bahwa dalam konstruksi
kalimat imperatif negatif bahasa Inggris, partikel imperatif negatif don‟t selalu
berada di awal kalimat, kemudian verba imperatif raise tidak mengalami
perubahan, begitu pula dengan frase nomina your hands. Sedangkan dalam bahasa
Arab konstruksi kalimat imperatif positif !ارفع يديك /irfaʻ yadayka/ bila dirubah
menjadi konstruksi kalimat imperatif negatif maka ditambahkan partikel imperatif
7
negatif ال yang disebut lā nāhiyah, dan verba imperatif yang tadinya menggunakan
bentuk فعل االمر /fiʻil amar/ diganti menjadi bentuk فعل المضارع /fiʻil muḍāriʻ/ yang
harakat akhir hurufnya disukunkan/dimatikan, biasa disebut dengan fiʻil muḍāriʻ
majzūm atau istilah linguistiknya verba jussif, dalam bahasa Arab lā nāhiyah
diikuti verba jussif disebut فعل النهي /fiʻil nahyi/. Konstruksinya menjadi ال ترفع يديك!
/lā tarfaʻ yadayka/, kemudian apabila konstruksi kalimat imperatif negatif ini
ditambahkan subjek انت /anti/ „kamu(P)‟ maka konstruksinya berubah menjadi ال
lā tarfaʻī anti yadayki/, apabila subjek yang ditambahkan bukan/ ترفعى انت يديك!
anti melainkan انتم /antum/ „kamu (jamak lebih dari dua orang L)‟ maka
konstruksinya berubah menjadi م يديك م ت ان واال ترفع! /lā tarfaʻū antum yadaykum. Bila
diperhatikan beberapa konstruksi kalimat imperatif negatif bahasa Arab di atas
maka dapat dilihat bahwa apapun bentuk subjek yang ditambahkan diletakkan
sesudah partikel imperatif negatif lā nāhiyah yang diikuti verba jussif, subjek
tidak boleh disisipkan antara lā nāhiyah dan verba jussif. Kemudian verba
imperatif ترفع /tarfaʻ/ mengalami beberapa kali perubahan mengikuti jenis dan
jumlah subjeknya, begitu pula dengan attached pronoun/ḍamīr muttaṣil
„pronomina tersambung‟ ك /ka/ dalam frase relatif yadayka.
Adanya berbagai macam perbedaan-perbedaan inilah yang membuat
penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai pola kalimat imperatif dalam
bahasa Inggris dan bahasa Arab. Dikarenakan kajian ini menggunakan metode
kontrastif teoritis, maka analisis yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah
murni analisis kebahasaan dengan hasil analisis berupa perbedaan dan persamaan
kalimat imperatif pada kedua bahasa yang dikaji.
8
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pola kalimat imperatif dalam bahasa Inggris?
2. Bagaimana pola kalimat imperatif dalam bahasa Arab?
3. Apa saja perbedaan dan persamaan antara pola dan unsur-unsur kalimat
imperatif bahasa Inggris dan bahasa Arab?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan pola kalimat imperatif dalam bahasa Inggris.
2. Mendeskripsikan pola kalimat imperatif dalam bahasa Arab.
3. Mendeskripsikan perbedaan dan persamaan antara pola dan unsur-unsur
kalimat imperatif bahasa Inggris dan bahasa Arab.
1.4 Manfaat Penelitian
Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau
manfaat baik bagi para pembaca maupun pembelajar yang mempelajari bahasa
Inggris dan bahasa Arab, khususnya dalam menggunakan kalimat imperatif.
Manfaat tersebut dapat bersifat praktis maupun teoritis.
Manfaat praktis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah untuk
menambah khazanah kajian dalam bidang studi kontrastif bahasa khususnya
kalimat imperatif bahasa Inggris dan kalimat imperatif bahasa Arab. Sementara
9
manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk dapat lebih memahami perbedaan-
perbedaan dalam aturan atau kaidah-kaidah gramatika pola kalimat imperatif
dalam bahasa Inggris dan bahasa Arab bagi para pembelajar kedua bahasa
tersebut.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kontrastif pada tataran morfosintaksis.
Dalam penelitian ini penulis hanya akan membahas kalimat imperatif yang secara
gramatikal adalah bentuk imperatif, dan kalimat-kalimat yang memiliki dua fungsi
seperti bentuk kalimat deklaratif yang juga menyandang bentuk kalimat imperatif.
Namun, bentuk kalimat deklaratif, interogatif atau bentuk kalimat lain yang
memiliki makna imperatif tetapi tidak masuk dalam bentuk imperatif tidak akan
dibahas.
1.6 Tinjauan Pustaka
Berdasarkan penelusuran terhadap karya ilmiah yang telah dilakukan
sebelumnya, analisis kontrastif kalimat imperatif telah dilakukan oleh beberapa
peneliti, namun, khusus untuk penelitian berjudul analisis kontrastif kalimat
imperatif bahasa Inggris dan bahasa Arab belum pernah dilakukan sebelumnya.
Berikut beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya
tentang analisis kontrastif kalimat imperatif yang memiliki relevansi dengan
penelitian ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Fatma (2016) dalam skripsinya yang
berjudul “Analisis Kontrastif Kalimat Imperatif dalam Bahasa Arab dan Bahasa
10
Indonesia” yang bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan kalimat
imperatif (perintah dan larangan) dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia.
Temuannya dapat disingkat sebagai berikut: Persamaan dan perbedaan ditemukan
pada segi definisi, ciri-ciri, contoh, macam-macam, bentuk kalimatnya dan
strukturstrukturnya. Persamaan : 1) keduanya sama-sama menuntut suatu
perbuatan yaitu menyuruh dan mencegah, 2) kalimat larangan bahasa Indonesia
diawali dengan kata “jangan”, sama halnya dalam bahasa Arab diawali dengan
kata “La”. Perbedaan : 1) pebentukan kalimat bahasa Arab dibentuk dari fi‟il
amar (mu‟tal dan shahih) sedangkan bahasa Indonesia hanya dibentuk dari kata
kerja dasar yang ditambahkan partikel –lah di akhir. 2) pembentukan kalimat
dalam bahasa Arab dibedakan jenis (mudzakar / mu‟annats) dan jumlah (mufrad,
tasniyah, jamak), sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak dibedakan dalam jenis
dan jumlahnya. 3) dalam bahasa Indonesia kalimat perintah biasanya dibentuk
dengan menghilangkan subjek, kemudian ditambahi partikel –lah oada kata
kerjanya, sedangkan dalam bahasa Arab subjek kalimat perintah dan larangan
berupa dhamir yang tersimpan. 4) kalimat perintah dan larangan dalam bahasa
Indonesia diakhiri dengan –lah dan tanda seru (!), sedangkan dalam bahasa Arab
diakhiri dengan ya‟ mukhatab, nun taukid, hamzah washal, sukun atau tanda-
tanda jazm lainnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa kalimat imperative bahasa
Arab lebih kompleks dibanding kalimat imperative bahasa Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh Andiansyah (2015) dalam skripsinya yang
berjudul “A Contrastive Analysis of Imperative Sentence between English and
Indonesian Language in Dead Poets Society Final Script” yang berfokus pada
11
jenis-jenis kalimat imperatif, juga pada persamaan dan perbedaan jenis dan bentuk
kalimat imperatif itu sendiri dalam naskah Dead Poet Society. Temuaannya dapat
disingkat sebagai berikut: Jenis-jenis kalimat imperatif yaitu command 40, request
5, suggestion 1, invitation 1, advice 1, dan prohibition 12. Sementara jenis-jenis
kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia yaitu kalimat imperatif biasa 40,
permohonan 0, ajakan 0, permohonan 0, pembiaran 1, dan larangan 12. Kontrastif
antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yaitu tidak ada kalimat perintah
pembiaran di bahasa Inggris dan kalimat imperatif baik di bahasa Inggris maupun
bahasa Indonesia, kalimat imperative biasa (command) lebih mendominasi dari
pada jenis-jenis kalimat imperatif yang lainnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Jessica (2015) dalam skripsinya yang
berjudul “Analisis Kontrastif Kalimat Imperatif Bahasa Mandarin dalam Koran
Xun Bao dan Bahasa Indonesia dalam Koran Analisa” yang mendeskripsikan
proses pembentukan kalimat imperatif dalam bahasa Mandarin dan bahasa
Indonesia, dan mencari perbedaan dan persamaan dalam konstruksi kedua bahasa
tersebut. Temuan penelitiannya dapat disingkat sebagai berikut: Perbedaannya
terdapat pada penggunaan subjek dalam kalimat imperatif bahasa Mandarin dan
bahasa Indonesia, kemudian perbedaan pada verba dan partikel imperatif yang
digunakan dalam bahasa Mandarin dan bahasa Indonesia. Persamaannya hanya
terdapat pada makna dari kalimat imperatif itu sendiri.
Penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2014) dalam tesisnya yang
berjudul “Analisis Kontrastif Kalimat Imperatif Bahasa Indonesia dan Bahasa
Inggris” yang mendeskripsikan pola pembentukan kalimat imperatif bahasa
12
Indonesia dan bahasa Inggris, dan menjelaskan persamaan dan perbedaan kalimat
imperatif bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang ditemukan. Temuan
penelitian ini dapat disampaikan secara ringkas sebagai berikut: persamaannya
meliputi: (a) penggunaan Verba dasar, (b) penggunaan kata jangan dan janganlah
dalam bahasa Indonesia maupun don‟t dan let‟s not dalam bahasa Inggris sebagai
penanda bentuk negatif kalimat imperatif, dan (c) penggunaan kata tolong,
mohon, coba, harap, dan silakan dalam bahasa Indonesia serta kata please dalam
bahasa Inggris untuk memperhalus perintah pada bentuk kalimat imperatif. Selain
beberapa persamaan, terdapat juga perbedaan-perbedaan yaitu: (a) adanya bentuk
pasif dalam kalimat imperatif bahasa Indonesia, (b) penggunaan partikel –lah
dalam kalimat imperatif bahasa Indonesia, (c) perbedaan dalam hal distribusi kata
tolong dalam kalimat imperatif bahasa Indonesia dan distribusi kata please dalam
kalimat imperatif bahasa Inggris, (d) penggunaan kata kerja bantu (auxiliary
verbs) dalam pembentukan kalimat imperatif bahasa Inggris, dan (e) adanya
bentuk inversi dalam kalimat imperatif bahasa Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh Gaghenggang (2014) dalam skripsinya
yang berjudul “Kalimat Imperatif Bahasa Inggris dan Bahasa Siau (Suatu
Analisis Kontrastif)” yang membahas bentuk gramatikal dan makna dari kalimat
imperatif bahasa Inggris dan bahasa Siau, dan menjelaskan persamaan dan
perbedaan kalimat imperatif dalam kedua bahasa tersebut. Temuan penelitian ini
dapat disampaikan secara ringkas sebagai berikut: Kalimat imperatif bahasa
Inggris dan bahasa Siau ada yang hanya terdiri dari satu kata, ada yang lebih dari
satu kata dan juga ada yang terdiri dari klausa. Kalimat imperatif bahasa Inggris
13
dan bahasa Siau dapat dibentuk melalui proses fonologis dan sintaksis. Fungsi
kalimat imperatif bahasa Inggris dan bahasa Siau berupa perintah, harapan,
undangan, dan peringatan. Kalimat imperatif bahasa Inggris dibentuk dengan cara
bentuk infinitif tanpa to, bentuk ingkar dengan menggunakan do not + infinitive +
unsur pelengkap, bentuk kalimat imperatif dengan penambahan/penggunaan do di
depan kalimat, bentuk kalimat imperatif dengan menggunakan tag question.
Kalimat imperatif bahasa Siau dibentuk dengan penambahan verba preposisional,
penambahan kata karie untuk bentuk ingkar, kalimat imperatif dengan verba +
nomina + preposisi. Fungsi kalimat imperatif harapan kata Tuhan diletakan
sebelum predikat, sedangkan dalam bahasa Siau tidak ada kata Tuhan yang
berfungsi sebagai subyek.
Penelitian yang dilakukan oleh Yusra (2011) dalam skripsinya yang
berjudul “Analisis Kontrastif Kalimat Imperatif Bahasa Arab dan Bahasa
Indonesia” yang meneliti ungkapan-ungkapan kalimat imperatif bahasa Arab dan
bahasa Indonesia yang dituturkan oleh dosen Program Khusus Fakultas
Ushuluddin IAIN Imam Bonjol Padang, serta mencari persamaan dan
perbedaannya. Temuan penelitian ini dapat disampaikan secara ringkas sebagai
berikut: Terdapat persamaan wujud kalimat imperatif bA dan bI, yaitu: kalimat
imperatif dengan verba dasar, verba turunan, verba taktransitif, verba transitif dan
partikel imperatif. Terdapat perbedaan wujud kalimat imperatif bA dan bI. Wujud
kalimat imperatif bA tidak melesapkan pronomina persona yang menduduki
fungsi sebagai subjek, sedangkan kalimat imperatif bI selalu melesapkan subjek.
Partikel imperatif dalam bA bersifat wajib (selalu melekat pada kata) terletak
14
sebelum fi‟il mudari‟, sedangkan partikel imperatif bI tidak bersifat wajib.
Persamaan makna kalimat imperatif bA dan bI adalah sama-sama mengandung
makna ajakan dan harapan serta makna pilihan „takhyiir‟. Perbedaan makna
kalimat imperatif bA dan bI adalah: pada kalimat imperatif bI tidak ditemukan
makna ta‟jiz (melemahkan mukhathab) dan makna irsyaad „bimbingan‟,
sedangkan pada kalimat imperatif bA tidak ditemukan makna imperatif halus dan
makna larangan.
Penelitian yang dilakukan oleh Sitanggang (2009) dalam skripsinya yang
berjudul “A Contrastive Analysis of Imperative Sentences in English and Batak
Toba Language” berusaha untuk menganalisis kalimat imperatif bahasa Inggris
dan bahasa Batak Toba. Tipe kalimat imperatif bahasa Inggris dan bahasa Batak
Toba adalah sama, yaitu kalimat imperatif positif dan kalimat imperatif negatif.
Fungsi kalimat imperatif bahasa Batak Toba ada tujuh, yaitu: kalimat perintah
yang berisi perintah (command), permintaan (request), larangan (prohibition),
nasehat (advice), saran (suggestion), peringatan (warning), dan compulsion.
Sedangkan fungsi kalimat imperatif bahasa Inggris ada lima, yaitu: kalimat
perintah yang berisi perintah (command), permintaan (request), larangan
(prohibition), nasehat (advice), dan saran (suggestion). Hasil analisis menyatakan
bahwa dari segi tipe, bahasa Inggris dan bahasa Batak Toba memiliki tipe yang
sama, namun pada fungsi dan markernya berbeda, sehingga dapat disimpulkan
bahwa kalimat imperatif bahasa Batak Toba dan bahasa Inggris adalah sebagian
sama atau disebut partly correspondence.
15
Penelitian yang dilakukan oleh Jaohari (tanpa tahun) dalam artikelnya
“Analisis Kontrastif Ragam Bentuk Kalimat Imperatif dalam Bahasa Jepang
dengan Bahasa Indonesia” yang berfokus terhadap ragam bentuk kalimat
imperatif pada kedua bahasa tersebut dengan cara membandingkan dari segi
keragaman bentuk. Temuan penelitiannya adalah sebagai berikut: 1. Ragam
bentuk kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia terletak pada tingkat kehalusan
untuk melesapkan maksud imperatif (perintah) yang disampaikan oleh pembicara
kepada lawan bicaranya dengan ditandai kata tolong, mohon dan silakan. Serta
bentuk imperatif bisa disampaikan melalui konstruksi kalimat imperatif, kalimat
deklaratif dan kalimat interogatif, sedangkan dalam bahasa Jepang bentuk
kehalusan imperatifnya sangat beragam dan penuh tingkatan dengan ditandai
banyaknya kata-kata khusus penanda kesantunan imperatif seperti 「なさいます
な」(nasaimasuna) atau 「お{ご}くださいますな」(o {go} kudasaimasuna)
dan sebagainya dengan nilai rasa hormat yang sulit diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia. 2. Kalimat imperatif dalam bahasa Jepang sebagaimana ciri
umum tata bahasa Jepang mengenal bahasa genre dengan ditandai adanya bahasa
yang digunakan oleh laki-laki saja dan bahasa yang digunakan oleh perempuan
saja. Berbeda dengan tata bahasa dan kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia
yang bisa digunakan secara umum oleh siapa saja. 3. Bentuk penulisan penanda
imperatif dalam bahasa Jepang selalu melekat pada verba imperatifnya dan
terletak di akhir kalimat, sedangkan dalam bahasa Indonesia bisa berada di awal
atau akhir kalimat.
16
Apa yang menjadi konsep kalimat imperatif, baik yang menyangkut
konsep gramatikal, maupun yang mencakup konsep semantik dan konsep
pragmatik, dari beberapa hasil penelitian dalam sajian tinjauan pustaka di atas,
dimanfaatkan oleh penulis sebagai modal kerja dalam rangka penelitian kalimat
imperatif bahasa Inggris dan bahasa Arab ini.
1.7 Landasan Teori
Pada bagian ini akan dijelaskan teori-teori terkait judul penelitian. Konsep
teoritis yang akan dijelaskan adalah: Analisis Kontrastif, Kalimat Imperatif,
Bentuk Kalimat Imperatif dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Arab.
1.7.1 Analisis Kontrastif (Contrastive Analysis)
Analisis kontrastif adalah salah satu model analisis bahasa yang
mengkontraskan dua bahasa dan didasarkan pada asumsi bahwa bahasa-bahasa
dapat diperbandingkan (James, 1980:3). Fisiak (1981:1) mendefinisikan analisis
kontrastif sebagai subdisiplin ilmu linguistik yang berfokus pada perbandingan
dua atau beberapa bahasa atau subsistem bahasa untuk menentukan perbedaan dan
persamaan di antara keduanya.
Menurut James (1980:31) ada dua macam analisis dalam analisis
kontrastif, yaitu analisis kontrastif terapan (applied contrastive analysis) dan
analisis kontrastif murni (pure contrastive analysis). Analisis kontrastif terapan
adalah analisis bahasa dengan cara membandingkan bahasa pertama dan bahasa
kedua yang bertujuan untuk memecahkan masalah pedagogis pengajaran bahasa.
Sementara analisis kontrastif murni adalah analisis bahasa dengan cara
17
membandingkan bahasa pertama dan bahasa kedua yang berorientasi pada studi
tipologi bahasa yaitu pemerian bahasa didasarkan pada ciri-ciri/tipe-tipe bahasa
yang dominan dalam bahasa tersebut (Keraf, 1990:11). Analisis kontrastif murni
mencakup semua komponen atau tataran linguistik, yaitu komponen atau sistem
fonologi, sistem gramatika (terdiri dari morfologi dan sintaksis), dan sistem
leksikal atau semantik (James, 1980:28).
Penelitian ini membahas analisis kontrastif murni yang berfokus pada pola
gramatika kalimat imperatif bahasa Inggris dan bahasa Arab dengan hasil berupa
perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan pola gramatika dan unsur-unsur
yang terdapat dalam kalimat imperatif bahasa Inggris dan bahasa Arab.
1.7.2 Kalimat Imperatif
“If language is a toolbox, then imperative sentences are what we reach for
when we want to leave our hearer in no doubt that we want him to do
something and what we want him to do. This is not to say that this is the
only thing they are good for, nor that there is nothing else in the toolbox
that will do the job, but simply to state that imperatives appear in some
way designed for the job of getting the hearer to do something.” (Jary &
Kissine, 2014:1)
„apabila bahasa adalah sebuah kotak alat, maka kalimat imperatif adalah
suatu alat yang kita gunakan ketika kita menginginkan pendengar untuk
melakukan sesuatu dan apa yang kita ingin dia lakukan, hal ini bukan
berarti mengatakan bahwa kegunaannya hanya untuk hal ini saja, bukan
pula menyatakan bahwa di dalam kotak alat itu tidak ada alat lain yang
bisa melakukan hal yang sama, tetapi hanya untuk menyatakan bahwa
imperatif kelihatannya memang dirancang untuk membuat pendengar
melakukan sesuatu.‟
Sesuai dengan pendapat Jary dan Kissine di atas Aikhenvald (2010:1)
menyatakan bahwa memang bukan hanya bentuk kalimat imperatif saja yang
dapat digunakan sebagai kalimat perintah, namun terdapat beberapa bentuk
18
kalimat lain yang ketika dituturkan memiliki makna imperatif, seperti kalimat
deklaratif dan interogatif. Oleh sebab itu Aikhenvald membedakan “imperative”
dan “command” dengan menyatakan bahwa imperative adalah sebuah kategori
dalam bahasa sedangkan command adalah parameter dalam dunia nyata (2010:2).
Lebih lanjut Jary dan Kissine (2014:21) menyatakan kalimat imperatif
sebagai “a sentence type whose prototypical function is the performance of
directive speech acts”, „tipe kalimat yang fungsi prototipikalnya adalah kinerja
tindak tutur direktif‟. Pernyataan ini didukung oleh Aikhenvald (2010:2) yang
menyatakan bahwa “imperative mood is the commonest way of expressing
commands in languages of the world, covering directive speech acts with their
multiple meanings”, „bentuk imperatif adalah bentuk paling umum untuk
mengekspresikan perintah dalam bahasa-bahasa di dunia, mencakup tindak tutur
direktif dengan makna yang bermacam-macam‟. Kemudian Aikhenvald (2010:3)
menambahkan pernyataannya dengan menjelaskan bahwa bentuk kalimat
imperatif adalah bentuk kalimat perintah yang paling baik, maknanya tidak hanya
berkutat pada perintah saja, bentuknya berbeda dengan bentuk pernyataan dan
pertanyaan, kalimat imperatif biasanya pendek dan bisa jadi tidak memiliki
pemarkah sama sekali.
Berdasarkan beberapa pernyataan dan pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa, kalimat imperatif adalah bentuk kalimat yang khusus dirancang untuk
menyatakan atau mengekspresikan sebuah perintah dan mencakup tindak tutur
direktif yang memiliki berbagai macam makna.
19
1.7.3 Bentuk Kalimat Imperatif dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Arab
Menurut Quirk dkk. (1985:827-831) dan Shopen (2007:304-308) bentuk
kalimat imperatif dalam bahasa Inggris dibagi menjadi dua, yaitu Positive
Imperative „Kalimat Imperatif Positif‟ dan Negative Imperative „Kalimat
Imperatif Negatif‟. Kalimat imperatif positif adalah kalimat imperatif yang tidak
dimasuki oleh pemarkah negasi „not‟, partikel imperatif negatif „don‟t‟ atau „do‟
auxiliary yang diikuti negasi „not‟, dan partikel orang pertama jamak „let‟s‟ yang
diikuti negasi „not‟ dalam konstruksi kalimatnya dan digunakan sebagai perintah
kepada lawan tutur untuk melakukan sesuatu (Quirk dkk., 1985:827-830;
Alexander, 1988:195-199; Eastwood, 1994:21-23; Downing & Locke, 2006:191-
195). Kalimat imperatif positif terdiri dari: (1) kalimat imperatif tanpa subjek, (2)
kalimat imperatif dengan subjek. Sementara kalimat imperatif negatif adalah
kalimat imperatif yang dimasuki oleh partikel imperatif negatif don‟t, atau do
auxiliary yang diikuti negasi not (Davies, 1986), atau partikel orang pertama
jamak let‟s yang diikuti negasi not, kalimat ini digunakan sebagai perintah untuk
tidak melakukan sesuatu (1985; 1988; 1994; 2006).
Kalimat imperatif dalam bahasa Inggris bisa ditutup dengan period (.) atau
exclamation mark (!), hal ini dinyatakan oleh Saddleback Education dalam
Grammar & Usage, English in Context (2000:11) dan House & Harman dalam
Descriptive English Grammar (1950:14).
Jika dalam bahasa Inggris digunakan istilah kalimat imperatif positif dan
kalimat imperatif negatif, maka dalam bahasa Arab dikenal istilah kalām amar
20
(كالماالمر) dan kalām nahyi (كالمالنهي), keduanya merupakan salah satu dari bentuk
kalām ṭalabī ( طلبيكالم ) atau kalimat yang menghendaki terjadinya sesuatu yang
belum terjadi pada waktu kalimat itu diucapkan (Al-Jarim dan Amin, 2000:238).
Kalām amar adalah kalimat imperatif positif dan kalām nahyi adalah kalimat
imperatif negatif.
Lebih lanjut Ali Al-Jarim dan Muṣṭafa Amin (2000:246&263) menyatakan
bahwa kalām amar (االمر (كالم menggunakan beberapa bentuk redaksi, yaitu fi„il
amar, fi„il muḍāri‟ majzūm yang didahului dengan lām amar, isim fi„il amar, dan
maṣdar yang menggantikan fi„il amar. Sedangkan kalām nahyi (النهي hanya (كالم
menggunakan satu redaksi yaitu fi‟il muḍāri„ majzūm yang didahului lā nāhiyah.
Berdasarkan definisi-definisi yang telah disebutkan sebelumnya, maka
pada dasarnya kalimat imperatif dalam bahasa Inggris maupun bahasa Arab
memiliki maksud dan tujuan yang sama yaitu menghendaki terjadinya suatu
pekerjaan atau perbuatan yang dilakukan oleh pendengar.
1.8 Metode
Penelitian ini adalah penelitian kontrastif, yang artinya bahwa penelitian
dilakukan dengan cara mengkontraskan unsur-unsur bahasa dari dua bahasa yang
berbeda yaitu bahasa Inggris dan bahasa Arab. Unsur bahasa dari kedua bahasa
tersebut yang dipilih menjadi objek penelitian atau objek studi kontrastif ini
adalah pola kalimat imperatif. Dengan harapan perbedaan-perbedaan dan
persamaan-persamaan yang ada antara kalimat imperatif dalam bahasa Inggris dan
bahasa Arab dapat diidentifikasi dan dideskripsikan dengan baik.
21
Agar lebih teratur dan sistematis, maka jalannya penelitian ini mengikuti
metode penelitian linguistik yang dikemukakan oleh Sudaryanto (1993:5) yang
menggolongkan metode penelitian berdasarkan pada tiga tahap upaya strategis
yang berurutan yaitu : 1) metode pengumpulan data, 2) metode analisis data, 3)
metode penyajian hasil analisis data. Berikut penjelasan bagaimana ketiga tahap
upaya strategis tersebut dilakukan.
1.8.1 Metode Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode simak dan
dilanjutkan dengan teknik catat (Sudaryanto, 1993:133-136). Metode simak
diterapkan dengan teknik simak bebas libat cakap atau observasi tidak
berpartisipasi. Data yang disimak berupa tuturan kalimat imperatif yang sudah
dituliskan. Setelah metode simak selesai, pengumpulan data dilanjutkan dengan
teknik catat yaitu menjaring data dengan mencatat hasil penyimakan data pada
kartu data, data yang dicatat adalah kalimat imperatif bahasa Inggris dan bahasa
Arab yang telah disimak sebelumnya. Setelah itu, peneliti memberikan kode-kode
khusus terhadap data-data penelitian kalimat imperatif bahasa Inggris dan bahasa
Arab yang telah dicatat pada kartu data guna mempermudah pencarian dari mana
data-data penelitian tersebut berasal, contoh: (E1) = (English 1) berarti data yang
diambil berasal dari buku tata bahasa Inggris yang pertama kali disimak dan
dicatat, kemudian (A2) = (Arabic 2) berarti data yang diambil berasal dari buku
tata bahasa Arab yang kedua disimak dan dicatat.
22
Sumber data dalam penelitian ini adalah buku-buku tata bahasa. Data yang
berupa kalimat imperatif dalam bahasa Inggris diambil dari buku-buku tata bahasa
Inggris, yaitu: English Grammar A University Course (E1), Longman English
Grammar (E2), Oxford Guide to English Grammar (E3), dan A Comprehensive
Grammar of the English Language (E4), sedangkan data yang berupa kalimat
imperatif dalam bahasa Arab diambil dari buku-buku tata bahasa Arab, yaitu:
Modern Written Arabic: A Comprehensive Grammar (A1), Mulakhkhos Qawaid
al-Lughah al-„Arabiyah (A2), A Reference Grammar of Modern Standard Arabic
(A3), Lā TASKUT: Panduan Praktis Percakapan Bahasa Arab Kaidah Tata
Bahasa Fusha dan Amiyah (A4).
Data-data yang diambil dari sumber-sumber tersebut dibatasi sesuai
dengan kepentingan dan tujuan penelitian ini. Sumber data lain yang dianggap
penting demi memperkaya data juga dimanfaatkan yaitu dengan memanfaatkan
skripsi, tesis, disertasi, dan hasil-hasil penelitian yang berbahan penelitian kalimat
imperatif, sumber data lain ini hanya digunakan sebagai pembanding data-data
yang telah dikumpulkan penulis.
1.8.2 Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan metode analisis kontrastif yang dikenal
dengan Friesian Approach (Fries, 1945:9; Choi, 1996:88). Dalam metode ini
terdapat dua tahap untuk menganalisis data, yaitu deskripsi dan perbandingan
(James, 1980:27) berikut penjelasannya: Pertama, Description „deskripsi‟, yang
dideskripsikan adalah objek data (pola kalimat imperatif) dalam kedua bahasa
23
yang dianalisis dengan menggunakan model deskripsi yang sama. Dalam
penelitian ini penulis mendeskripsikan pola kalimat imperatif dengan cara
membagi unsur-unsur fungsionalnya (subjek, predikat, objek, keterangan, dll.)
dan ditambahkan dengan identifikasi kategori untuk merumuskan pola kalimat.
Kedua, Comparison or Juxtaposition „perbandingan atau penjajaran‟, yang
dibandingkan adalah objek data yaitu pola dan unsur-unsur yang terdapat dalam
kalimat imperatif bahasa Inggris dan bahasa Arab untuk menemukan perbedaan
dan persamaan yang terdapat di dalamnya.
1.8.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Metode penyajian hasil analisis data terdiri atas dua metode yaitu metode
penyajian informal dan metode penyajian formal (Sudaryanto, 1993:145).
Penyajian hasil analisis data secara informal/verbal adalah penyajian hasil analisis
data dengan menggunakan kata-kata atau kalimat-kalimat, sedangkan penyajian
hasil analisis data formal/visual adalah penyajian hasil analisis data dengan
menggunakan tabel, diagram, bagan, gambar, dan grafik (Kesuma, 2007:71-72).
Adapun hasil penelitian tentang kalimat imperatif bahasa Inggris dan bahasa Arab
ini akan disajikan secara informal dan formal.
1.9 Sistematika Penyajian
Penelitian ini akan disajikan dalam lima bab, yaitu bab I berisi
pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan
sistematika penyajian. Bab II membahas bentuk gramatika kalimat imperatif
24
bahasa Inggris. Bab III membahas bentuk gramatika kalimat imperatif bahasa
Arab. Bab IV menyajikan perbedaan dan persamaan kalimat imperatif bahasa
Inggris dan bahasa Arab. Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan
saran.